Integrasi Isu Perubahan Iklim dalam Proses AMDAL Sebagai Alternatif Penerapan Ekonomi Hijau Pada Tingkatan Proyek Oleh: Dini Ayudia, M.Si Kepala Subbidang Transportasi Manufaktur Industri dan Jasa pada Bidang Perencanaan Pengelolaan SDA dan LH
Ekonomi hijau, atau lebih populer disebut green-economy, adalah tata kelola perekonomian untuk meningkatkan kesejahteraan sosial-ekonomi masyarakat dan disaat yang bersamaan mengurangi risiko lingkungan dan dampak ekologis. Ekonomi hijau disebut juga ekonomi rendah karbon (ERK) yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan emisi gas rumah kaca yang rendah dan mendukung aktivitas adaptasi terhadap ekosistem sebagai upaya saling menguntungkan untuk membangun ketahanan yang berkelanjutan. Ekonomi hijau tidak hanya berdampak pada perbaikan lingkungan dan sumberdaya alam, namun juga berdampak positif pada kenaikan rata-rata pertumbuhan GDP yang lebih tinggi. Ekonomi hijau berdampak positif pada usaha pengentasan kemiskinan bagi negara dengan pendapatan rendah dimana manyarakat pedesaan sangat tergantung pada produk dan jasa alam sebagai sumber penghidupan dan sebagai jarring
pengaman
atau
perlindungan
dari
bencana
alam
dan
fluktuasi
ekonomi
(www.unep.org/greeneconomy, 2011).
Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menerapkan pembangunan ekonomi hijau yang menjamin pertumbuhan ekonomi dengan tingkat jejak karbon yang lebih rendah. Indonesia menyatakan kesiapannya untuk mengurangi emisi di tahun 2020. Dengan dukungan internasional, Indonesia percaya diri untuk mengurangi emisi. Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) perubahan Iklim PBB atau COP di Paris, Perancis mengeluarkan Kesepakatan Paris (Paris Agreement) yang merupakan kesepakatan internasional sebagai komitment bersama dunia untuk mengatasi perubahan iklim. Tiga provinsi di Indonesia, yakni Kalimatan Tengah, Jambi, dan Kalimantan Timur telah mengadopsi strategi pertumbuhan ekonomi hijau yang mengintegrasikan mitigasi CO2, penegakan institusi, adapatsi dan pembangunan ekonomi. Strategi ini menjamin pembangunan ekonomi daerah yang ramah lingkungan.
Undang Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengakomodasi instrumen ekonomi lingkungan pada tahap perencanaan dan penganggaran serta
pengaturan jasa lingkungan. Tantangan yang dihadapi untuk mengintegrasikan isu
perubahan iklim ke dalam instrument ekonomi lingkungan adalah komitmen pemerintah untuk menjadikan instrumen ekonomi lingkungan sebagai regulasi yang sifatnya operasional dalam bentuk peraturan pemerintah. Konsep ekonomi hijau merupakan hal yang relative baru, tetapi konsep ini merupakan pengembangan dari konsep pembangunan berkelanjutan yang sudah digaungkan oleh pemerintah di setiap aspek perencanaan pembangunan. Dalam perjalanannya, pendekatan pembangunan berkelanjutan diterjemahkan dalam beberapa politik pembangunan, diantaranya isu ekonomi hijau dan perubahan iklim. Implementasi sistem ekonomi hijau dan perubahan iklim secara tepat diyakini dapat memenuhi kebutuhan ekonomi generasi saat ini, tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa mendatang.
Integrasi Perubahan Iklim Dalam Penyusunan AMDAL
Berdasarkan sumber emisi GRK yang dominan di pulau Kalimantan, maka sektor kehutanan dan pengelolaan lahan gambut merupakan sektor yang potensial untuk menurunkan tingkat emisi dengan ditunjang oleh 5 sektor lainnya (pengelolaan limbah, energi, pertanian, industri dan transportasi). Sebagai pulau yang memiliki wilayah hutan kedua terluas di Indonesia, pulau Kalimantan merupakan salah satu paru-paru utama dunia yang berfungsi mengikat, menyerap dan menyimpan CO2 (carbon sink).
Diharapkan sektor kehutanan bersama-sama dengan pengelolaan lahan gambut dapat menyumbangkan hingga 85% dari komitmen penurunan emisi GRK terhadap perkiraan net
emission pada skenario Business As Usual (BAU) di tahun 2020 (http://www.setneg.go.id, 2010). Isu perubahan iklim baik itu mitigasi dan adapatasi sangat dimungkinkan dikaji di dalam AMDAL untuk meningkatkan kualitas dokumen AMDAL. Tetapi dalam prakteknya, isu perubahan iklim tersebut belum banyak dikaji dan dinilai dalam proses AMDAL. AMDAL adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan atau kegiatan yang direncanakan pada suatu lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Dampak penting terhadap lingkungan hidup, isu perubahan iklim adalah komponen Gas Rumah Kaca (GRK). Suatu proyek mungkin menghasilkan/menurunkan Gas Rumah Kaca (CO2, CH2, N2O, CFCs, HCFCs, HFCs, SF6). Sedangkan pada konteks komponen dampak, yaitu isu perubahan iklim dapat menimbulkan dampak terhadap proyek. Dalam hal ini dapat disimpulkan apabila suatu proyek berkontribusi terhadap atau dipengaruhi oleh perubahan iklim, maka proses AMDAL sebaiknya digunakan untuk mengidentifikasi respon yang tepat untuk melakukan mitigasi emisi GRK atau melakukan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim pada level proyek. Hal ini lah yang dimaksudkan dengan prinsip pengamanan terhadap perubahan iklim pada level tapak atau pada tahapan kegiatan. Analisa hipotesa atau penapisan dampak lingkungan potensial yang berkaitan dengan perubahan iklim sebaiknya perlu dipertimbangkan pada tingkatan AMDAL proyek. Pengumpulan data dan informasi perubahan iklim di dalam proses penyusunan AMDAL perlu menjadi fokus pada komponen lingkungan terdampak. Terdapat tiga kategori pertimbangan penapisan dampak potensial terhadap isu perubahan iklim pada tingkatan AMDAL proyek yaitu: 1. Dampak proyek terhadap perubahan iklim melalui pelepasan emisi gas rumah kaca (GRK) ke atmosfir. Evaluasi dampak potensial dilakukan dengan mengestimasi besaran dan sifat penting dampak proyek terhadap emisi GRK. 2. Dampak perubahan iklim terhadap proyek. 3. Dampak perubahan iklim terhadap dampak lingkungan yang disebabkan oleh proyek. (Canadian Environmental Assessment Agency).
Berikut tabel yang menggambarkan analisa isu perubahan iklim
dalam proses penyusunan
AMDAL proyek: 1. Pertimbangan Gas Rumah Kaca (GRK): Rencana usaha dan atau kegiatan (proyek) mungkin menghasilkan emisi GRK. No.
Proses AMDAL
Pertimbangan gas rumah kaca (GRK): Rencana usaha dan atau kegiatan (proyek) mungkin menghasilkan emisi GRK
1.
Pelingkupan
Pelingkupan awal untuk pertimbangan GRK
2.
Pengumpulan data dan informasi
3.
Analisis dampak lingkungan
Jika diperlukan, identifikasi pertimbangan GRK: - profil industri - proyek spesifik Kajian GRK: - emisi langsung dan tidak langsung, - pengaruh terhadap rosot karbon
4.
Identifikasi upaya mitigasi
Jika -
5.
Pemantauan dan tindak lanjut
Pemantauan tindak lanjut dan adaptif managemen
diperlukan, siapkan rencana pengelolaan pertimbangan yuridiksi - spesifik proyek jika memungkinkan
GRK:
2. Pertimbangan dampak: Perubahan iklim mungkin mempengaruhi rencana proyek. No.
Proses AMDAL
1.
Pelingkupan
2.
Pengumpulan informasi
data
Pertimbangan dampak: Perubahan iklim mungkin mempengaruhi rencana proyek. Pelingkupan awal untuk pertimbangan dampak
dan Jika diperlukan, identifikasi pertimbangan dampak: - iklim regional dan pertimbangan lingkungan terkait, - sensivitas proyek 3. Analisis dampak lingkungan Kajian pertimbangan dampak: - dampak terhadap proyek - resiko terhadap masyarakat dan lingkungan 4. Identifikasi upaya mitigasi Jika diperlukan, siapkan rencana pengelolaan dampak: - spesifik proyek, - klarifikasi data yang ada 5. Pemantauan dan tindak lanjut Pemantauan, tindak lanjut dan adaptif managemen (Sumber: Sudijanto, PDLUK-KLHK)
Dibutuhkan pemahaman yang memadai mengenai bentuk dan intensitas perubahan iklim yang sedang terjadi, digabung dengan pengetahuan mengenai cara pandang, tata nilai dan kebiasaan masyarakat yang terkena dampak. Agar dapat melaksanakan pemantauan dan tindak lanjut proses AMDAL dalam pertimbangan penyusunan AMDAL proyek. Hal ini merupakan tantangan dalam menerapkan isu perubahan iklim dalam menuju ekonomi hijau. Pertimbangan untuk mengarus utamakan nilai nilai ekosistem dengan mewujudkan pembangunan yang berbasiskan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup belum menjadi norma yang wajib, melainkan dianggap sebagai penghambat investasi dan pembangunan. Di saat ego sektoral mulai muncul, pendekatan ekonomi hijau yang terpadu lintas sektor diperlukan untuk mempercepat transisi menuju pembangunan yang menghargai jasa ekosistem sebagai modal alam dalam upaya mensejahterakan masyarakat.
Referensi Towards a Green Economy “Pathways to Sustainable Development and Poverty Eradication - A Synthesis for Policy Makers”,UNEP, 2011, www.unep.org/greeneconomy Perubahan Iklim dan Paradigma Ekonomi Hijau, 2010, www.setneg.go.id/news. Air pollution champion, “China burns nearly half coal used worldwide”, 2013, http://rt.com/news Sudijanto, Ary., Kebijakan, Strategi dan Program Sistem Kajian Dampak Lingkungan dan Dukungan Penelitian Serta Pengembangan Litbang KLHK, Direktorat Pencegahan Dampak Lingkungan Usaha dan/atau Kegiatan, Direktorat Jenderal Planologi dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.