Saya Senantiasa Mengutamakan Kesehatan Penderita
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya
www.rsudrsoetomo.jatimprov.go.id
Insert:Menteri
15 turan Pera . 08 Th 20 No entang t ram Prog dalian en Pengsistensi i Re kroba d i t Antim ah Saki m Ru
Mengenal & Mencegah Nyeri Punggung Bawah / 06 Januari 2016 Vol. 20 No. 1
Pelayanan IGD RSUD Dr. Soetomo yang Dijamin BPJS /
23
10 Cara Langsing Alami Tanpa Jalani Diet / 27
ISSN : 14106450
Initial Assessment oleh JCI Consultant yang terdiri dari Richard Wright, Terence Shea, Marale Atechian dan Francine Westergaard berfoto bersama Plt. Direktur, para Wakil Direktur, pejabat struktural, dan semua anggota pokja. Kegiatan ini dilakukan pada tanggal 4-13 Januari 2016.
daftar isi Januari 2016 Vol. 20 No. 1
29 RUANG WANITA • Bihun Jagung Jamur Tiram • Chicken Katsu
ARTIKEL KESEHATAN
08 BERITA FOTO • Puncak Acara Harlah RSUD Dr. Soetomo ke 77 • Jalan Sehat dalam rangka Memperingati Harlah RSUD Dr. Soetomo ke 77 • Jalan Sehat dalam rangka Memperingati Hari Diabet Sedunia • Lokakarya Strategi Pengendalian Resistensi Antimikroba di RS • Seminar Antibiotik Bijak Cegah Resistensi • Temu Ilmiah Tahunan & Rakernas Hisfarsi 2015 • Pengantar Purna Tugas & Pengantar Tugas • Peringatan Hari ibu • Perayaan Natal RSUD Dr. Soetomo-FK Unair • Workshop & Join Symposium Regenerative Medicine & Sitokines 8 • Belajar materi Akreditasi JCI
30 RUANG UNIK & LUCU 32
kuis mimbar
Dari Redaksi SELAMAT TAHUN BARU 2016, semoga menjadi tahun sukses semuanya untuk RSUD Dr. Soetomo yang kita cintai, terutama dalam menghadapi Akreditasi RS oleh JCI. Perlu kerja keras, kompak semuanya dan biaya besar agar dapat lulus JCI seperti rumah sakit-rumah sakit lainnya. Dengan semangat juang pemuda kita harus bisa, terutama yang menangani banyak yang muda-muda. Dalam Berita Foto, bayak kegiatan RSUD Dr. Soetomo 3 bulan terakhir. Di Sekilas Info ada yang harus kita ketahui semua mengenai Kriteria Pelayanan IGD yang Dijamin BPJS, demikian juga di Artikel Kesehatan ada 4 topik menarik yang perlu kita ketahui. Selamat membaca dan jangan lupa mengisi Sudoku obat anti pikun yang murah meriah.
Susunan Redaksi Pelindung : dr. Harsono - Plt. Direktur RSUD Dr. Soetomo Penasehat : dr. Endang Damayanti, M.Kes, M.Hum - Wakil Direktur dan Keuangan
20
SEKILAS INFO 1. Inilah 8 Makanan Penguat Otak 2. Informasi Penting 3. Kriteria Pelayanan IGD RSUD Dr. Soetomo yang Dijamin oleh BPJS 4. No To Pressure Ulcer 5. Waspada Bahaya Konflik Laten 6. 10 Cara Kurus Alami Tanpa Jalani Diet 7. Penerapan Evidence Based Keperawatan
januari 2016
1. Laktat Penanda Awal Sepsis dan Asidosis Laktat 2. Mengigau : Berbahayakah ? 3. Nutrisi yang Dapat Mencegah Demensia 4. Nyeri Punggung Bawah
COVER : Menteri Kesehatan RI Prof. Dr. Nila Farid Moeloek, dr, SpM(K) memukul gong sebagai tanda dibukanya Workshop & Join Symposium Regenerative Medicine & SITOKINES 8 : (Symposium of Tropic – Infection & HIV AIDS Surabaya di Ruang Pertemuan PDT lt. 7 RSUD Dr. Soetomo pada Sabtu 14 November 2015, didampingi Plt. Direktur RSUD Dr. Soetomo dr. Harsono, dari belakang-kedepan Dr. Heri Suroto, dr, SpOT(K), Dr. Ferdiansyah, dr, SpOT, Djoko Santoso, dr, SpPD, K-GH, Ph.D, FINASIM dan Prof. Dr. Budi Santoso, dr, SpOG(K).
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya
02
• Bangun Trapsila Purwaka, dr., SpOG(K) - Plt. Wakil Direktur Pelayanan Medik & Keperawatan • Dra. Sri Widayati, Apt, SpFRS - Wakil Direktur Penunjang Medik • Bangun Trapsila Purwaka, dr., SpOG(K) - Wakil Direktur Pendidikan Profesi & Penelitian. Pimpinan Redaksi : Sunarso Suyoso, dr., Sp.KK(K) - Kepala Instalasi PKRS & Humas Wakil Redaksi : Tutik Murniati, SE Dewan Redaksi : Roestiniadi Djoko Soemantri, dr., Sp.THT-KL(K) • Didi Aryono Budiyono, dr., SpKJ(K) • Pranawa, dr., Sp.PD.KGH, Agus Hariyanto, dr., SpA (K), Syaiful Islam, dr., Sp.S, Dr. Esti Handayani, dra. Apt.MARS • Rahayu Warni Kusasih, SKM • Rama Krishna, SKM • Ruri Mustikarani, S.Sos • Yasta Dwi Amanda, SKM Tata Usaha
:
Widyowati,
Zainal
Mutakin,
S.Sos,
Susana
Shinta
A.
Alamat : Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 6 - 8 Surabaya • Telp. 5501086, 5501088, Website:
5501123
•
eMail:
[email protected]
www.rsudrsoetomo.jatimprov.go.id
•
Foto-foto
:
• ZM
Redaksi menerima sumbangan foto atau karangan, berupa tulisan ilmiah, pengalaman kerja, ide cerita, anekdot, suka duka dan lainlain yang menyangkut kesehatan. Redaksi berhak mengurangi atau menambah, tanpa mengubah isi.
1
artikel kesehatan
LAKTAT PENANDA AWAL SEPSIS DAN ASIDOSIS LAKTAT May Fanny Tanzilia1, Leonita Anniwati2, Aryati3 PPDS Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, 2 Kepala Divisi Kimia Klinik Departemen/Instalasi Patologi Klinik RSUD Dr. Soetomo Surabaya, 3 Kepala Departemen/Instalasi Patologi Klinik RSUD Dr. Soetomo Surabaya 1
A
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya
januari 2016
sam laktat atau sering disebut laktat adalah salah satu substansi yang diproduksi oleh sel tubuh sebagai produk akhir metabolisme anaerob sel tubuh.1,2 Laktat pertama kali diisolasi pada abad ke-18 dari susu yang telah menjadi asam (basi). Tahun 1918, para ilmuwan mendapatkan kasus asidosis metabolik berhubungan dengan penurunan aliran darah dan keadaan shock. Era tahun 1970 dan 1980, Huckabee dan Cohen mendeskripsikan sindroma klinik asidosis laktat yang kita kenal hingga saat ini.1 Pemeriksaan laktat digunakan untuk mendeteksi peningkatan kadar laktat di dalam darah yang dapat disebabkan karena hipoksia, peningkatan produksi maupun gangguan ekskresi laktat dari dalam darah.2-4 Laktat didapatkan meningkat pada keadaan sepsis, shock, serangan jantung, gagal jantung kongestif, gagal ginjal, diabetes yang tidak terkontrol, gangguan keseimbangan asam basa darah (pH abnormal), dan lain-lain.2
2
METABOLISME LAKTAT Metabolisme tubuh untuk menghasilkan energi terdiri dari 2 (dua) bentuk yaitu aerob dan anaerob yang dibedakan berdasarkan ketersediaan oksigen dalam tubuh. Metabolisme aerob terjadi ketika kandungan oksigen di dalam tubuh cukup. Mitokondria akan menggunakan glukosa dan oksigen untuk menghasilkan ATP (adenosine triphosphate) sebagai sumber utama energi.2 Berbeda dengan metabolisme aerob, metabolisme anaerob terjadi saat tubuh berada dalam keadaan kekurangan oksigen dan atau mitokondria tidak berfungsi dengan baik. Metabolisme anaerob akan menghasilkan energi meskipun dalam jumlah kecil (2 mol ATP).1,2 Asam laktat (laktat) adalah produk akhir dari metabolisme anaerob. Sekitar 65% dari total laktat yang diproduksi akan digunakan oleh liver terutama untuk glukoneogenesis (laktat akan diubah menjadi glukosa).4 Laktat akan terakumulasi di dalam darah ketika produksi laktat jauh lebih cepat dibanding metabolisme laktat di liver.2,3 Metabolisme aerob diawali dengan konversi piruvat menjadi asetil-CoA melalui fosforilasi oksidatif dan akan menghasilkan 38 mol ATP sedangkan pada metabolisme anaerob terjadi konversi piruvat menjadi laktat tanpa ada fosforilasi oksidatif. Metabolisme anaerob menghasilkan energi yang lebih sedikit dibanding metabolisme aerob (2 mol ATP). ASIDOSIS LAKTAT Kadar laktat dipengaruhi oleh kecepatan antara produksi dan metabolisme laktat serta tergantung perfusi jaringan yang adekuat. Normalnya, kadar laktat di dalam darah
Gambar 1. Metabolisme aerob dan anaerob dalam tubuh4
dan cairan serebrospinal rendah. Produksi laktat oleh sel otot, sel darah merah, otak dan jaringan yang lain akan meningkat ketika tubuh kekurangan oksigen atau ketika jalur metabolisme yang utama (metabolisme aerob) untuk menghasilkan energi terganggu. Makin banyak laktat yang diproduksi (hiperlaktatemia) maka makin banyak laktat yang akan terakumulasi dan mengakibatkan asidosis laktat. Asidosis laktat terjadi bila laktat > 3 mmol/L dengan peningkatan H+. Asidosis laktat akan mengakibatkan pH menjadi abnormal dan muncul keluhan lemah otot, nafas cepat, mual, muntah, berkeringat bahkan koma.2-4 PENYEBAB ASIDOSIS LAKTAT Berdasarkan mekanisme yang terjadi, asidosis laktat dapat disebabkan oleh 2 kelompok yang berbeda. Kelompok tipe A adalah jenis yang paling banyak menyebabkan asidosis laktat. Tipe A (hipoksik) berhubungan dengan kondisi yang menyebabkan pengambilan oksigen oleh paru tidak adekuat sehingga aliran darah dan perfusi jaringan menurun (oksigenasi
PEMERIKSAAN KADAR LAKTAT DI LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA Laboratorium Patologi Klinik RSUD Dr. Soetomo Surabaya melayani pemeriksaan laktat dengan menggunakan alat otomatis Dimension® clinical chemistry system (Siemens). Metode yang dipakai adalah metode enzimatik.3,5 Sampel berupa darah vena (whole blood ataupun plasma), dalam kasus tertentu dapat dipakai darah arteri maupun cairan serebrospinal.3 Antikoagulan yang dipakai adalah sodium fluoride/ potassium oxalate (tabung abu-abu).5 Tidak ada persiapan khusus yang diperlukan, pada beberapa kasus pasien perlu istirahat sebelum darah diambil dan mungkin diperlukan puasa terlebih dahulu, namun hal ini jarang terjadi.2,3 Sebisa mungkin hindari pemasangan torniket saat pengambilan sampel darah vena karena bendungan darah dapat meningkatkan kadar laktat sehingga menyebabkan hasil tidak akurat. Apabila torniket terpaksa digunakan,
darah vena harus diambil segera dan lengan pasien harus dalam keadaan rileks (bila perlu diistirahatkan terlebih dahulu) sebelum dan selama darah diambil.2,3 Pemeriksaan laktat darah arteri sering dilakukan bersamaan dengan analisis gas darah. Hasil pada sampel darah arteri lebih akurat karena efek pemasangan torniket yang berlebihan dapat diminimalkan.2 NILAI RUJUKAN Nilai rujukan kadar laktat darah vena dan arteri ditunjukkan pada tabel 1. Nilai rujukan kadar laktat cairan serebrospinal bervariasi berdasarkan usia (terutama pada anak). Sejak lahir hingga usia 15,5 tahun mulai dari 1,78 – 1,88 mmol/L (16 – 17 mg/dL). Kadar laktat dalam urine 24 jam adalah 5,5 – 22 mmol/hari.3
Tabel 1. Nilai rujukan kadar laktat pada darah vena dan arteri3
RINGKASAN Laktat dapat dipakai sebagai penanda awal sepsis dan hipoksia jaringan. Kadar laktat yang meningkat dapat menunjukkan derajat keparahan hipoksia dan asidosis laktat yang terjadi. Selain itu, laktat dapat dipakai juga untuk menentukan mikroorganisme penyebab meningitis. DAFTAR PUSTAKA Blomkalns L Andra. Lactate – A Marker for Sepsis and Trauma. www.emcreg.org (Diunduh pada 20 November 2015). Lactate. www.labtestonline.com (Diunduh pada 20 November 2015). Burtis A Carl, Edward R Ashwood, David E Bruns. Tietz Textbook of Clinical Chemistry and Molecular Diagnostics. 5th Ed., Missouri, Elsevier, 2012; 26; 722723, 1630. Bishop L Michael, Edward P Fody, Larry E Schoeff. Clinical Chemistry Techniques, Principles, Correlations. 6th Ed., Philadelphia, Lippincott Williams and Wilkins, 2010; 15; 378-380. Lactic Acid. Insert kit Dimension® clinical chemisty system. Siemens. 2008.
januari 2016
APLIKASI KLINIS Derajat keparahan hipoksia jaringan (jaringan tubuh kekurangan oksigen) dan asidosis laktat yang terjadi dapat ditentukan dari kadar laktat pasien. Kadar laktat akan meningkat cepat saat terjadi penurunan suplai oksigen sehingga laktat dipakai sebagai indikator hipoksia yang lebih awal dibanding pH.2,4 Pemeriksaan serial laktat digunakan untuk evaluasi (monitoring) pasien dengan penyakit kritis karena dapat menentukan tingkat keparahan penyakit dan menentukan prognosis secara objektif.4 Semakin tinggi kadar laktat semakin parah kondisi suatu penyakit. Kadar laktat yang melebihi batas normal pada pasien yang dicurigai sepsis merupakan petunjuk untuk segera memulai dan tidak menunda terapi.1,2 Pemeriksaan laktat pada cairan serebrospinal dapat membedakan penyebab infeksi selaput meningen (meningitis) apakah karena bakteri atau virus. Kadar laktat yang meningkat signifikan menunjukkan kemungkinan infeksi bakteri sedangkan pada infeksi virus, kadar laktat normal atau hanya sedikit meningkat. Kadar laktat pada cairan serebrospinal pada keadaan normal sama dengan kadar laktat dalam darah. Gangguan sistem saraf pusat dapat menyebabkan kadar laktat berubah tanpa terpengaruh kadar laktat dalam darah. Kadar laktat cairan serebrospinal meningkat dalam keadaan perdarahan intrakranial, meningitis bakteri, epilepsi dan kelainan sistem saraf pusat.3
Semakin tinggi kadar laktat semakin parah kondisi suatu penyakit. Kadar laktat yang melebihi batas normal pada pasien yang dicurigai sepsis merupakan petunjuk untuk segera memulai dan tidak menunda terapi.
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya
jaringan menurun). Tipe A dapat disebabkan karena sepsis, shock, hipovolemia, serangan jantung, gagal jantung kongestif, penyakit paru yang berat, edema paru, anemia berat. Kelompok kedua (tipe B - metabolik) tidak berhubungan dengan pengangkutan oksigen tetapi karena kebutuhan oksigen yang meningkat ataupun karena gangguan metabolik, seperti penyakit liver, penyakit ginjal, diabetes yang tidak terkontrol, leukemia, AIDS, toksin (sianida, metanol, etanol), infeksi berat, neoplasia. Tipe B juga dapat disebabkan berbagai macam obat seperti salisilat dan metformin, latihan berat (misal lari maraton), gangguan herediter metabolik (misal methylmalonic aciduria, propionic acidemia, kelainan oksidasi fatty acid) serta gangguan primer fungsi mitokondria.2,3
3
artikel kesehatan
“MENGIGAU”: Berbahayakah ? Wardah Rahmatul Islamiyah Ketua Sleep Disorder Center Dep. Neurologi FK Univ. Airlangga
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya
januari 2016
S
4
etiap manusia di dunia ini pernah mengalami kondisi mengigau atau nglindur pada saat tidur. Kebanyakan di antara mereka menganggap hal ini merupakan kondisi normal yang seringkali terjadi pada saat seseorang mengalami kelelahan atau banyak pikiran. Tapi apakah benar pandangan masyarakat tersebut? Beberapa orang mulai merasa resah terhadap kondisinya ketika keluhan tersebut muncul di setiap tidurnya, mengucapkan atau melakukan hal yang memalukan, atau sudah mengganggu orang di sekitarnya. Berikut ini akan dipaparkan mengenai perilaku “mengigau” dalam pandangan neurologi. Bila kita mencari bahasa asing atau bahasa ilmiah mengigau maka akan muncul istilah parasomnia. Mengigau bisa dalam bentuk ucapan kata-kata yang terucap tanpa disadari atau perilaku yang dilakukan seakan-akan bertujuan pada saat seseorang sedang tidur. Pada saat seseorang tidur, maka dia akan mengalami 2 tahap stadium tidur, yaitu stadiun NREM (non rapid eye movement) dan REM (rapid eye movement). Dalam satu kali tidur, seseorang bisa mengalami kedua stadium beberapa kali secara bergantian. Menurut para ahli, ketika memasuki stadium REM, maka pada saat itu seseorang sedang mengalami mimpi. Sehingga stadium ini sering dikenal dengan istilah stadium mimpi, yang ditandai munculnya gerakan bola mata secara cepat ke kiri dan ke kanan pada saat seseorang tidur dan menghilangnya tonus otot. Benarkah seseorang mengigau karena memperagakan mimpinya ? Menurut beberapa literatur, parasomnia ternyata bisa terjadi pada kedua stadium tidur (NREM dan REM). Contoh parasomnia yang muncul pada saat stadium NREM adalah munculnya fase bingung ketika seseorang dibangunkan secara mendadak, berjalan sambil tidur (sleep walking), dan mimpi buruk yang sangat mengerikan (sleep terror). Pada umumnya setelah mengalami parasomnia NREM, seseorang mengalami kondisi amnesia terhadap perilaku yang dikerjakannya. Kondisi ini sering kali karena otak (cortex cerebri) dalam kondisi belum benar-benar terjaga dari stadium tidur dalam ketika seseorang terbangun akibat provokasi tertentu yang muncul secara mengejutkan atau berulang. Hal ini bisa juga disebabkan oleh karena munculnya ketidakstabilan komponen otak (biomarker) yang bertugas mempertahankan stadium NREM. Ketidakstabilan komponen tersebut seringkali disebabkan oleh karena efek samping penggunaan obat-obatan yang memiliki efek sedasi (mengantuk). Sedangkan parasomnia yang muncul pada stadium REM adalah berupa perilaku baik berupa ucapan atau tingkah laku
yang memperagakan isi mimpinya (dikenal dengan istilah REM sleep behavior disorder-RBD). Kondisi parasomnia REM ini disebabkan oleh adanya gangguan fungsi batang otak (pons) yang seringkali merupakan tanda menuju proses neurodegeneratif. Bentuk lain dari parasomnia REM ini adalah sleep paralysis (“tindihen”). Selain disebabkan oleh karena parasomnia, perilaku aneh pada saat tidur juga bisa merupakan bentuk kejang. Untuk memastikan apakah parasomnia atau kejang maka perlu dilakukan pemeriksaan polisomnografi. Bila membaca tinjauan di atas maka dapat disimpulkan bahwa mengigau tidaklah selalu disebabkan oleh isi mimpi seseorang. Berbahayakan bila saya mengigau ? Parasomnia NREM seringkali dijumpai pada masa kanak-kanak, dengan prevalensi 1 – 4%. Pada kasus parasomnia NREM pada umumnya terjadi kurang dari lima menit. Akan tetapi bila keluhan menjadi lebih lama maka kondisi ini mulai perlu mendapat perhatian khusus. Kelainan ini seringkali disebabkan oleh karena efek samping penggunaan obat tidur dalam dosis tinggi atau dikombinasi secara tidak rasional. Selain obat tidur, beberapa obat lain juga dapat menjadi penyebab kelainan ini. Mimpi buruk pada kasus parasomnia NREM berupa tangisan atau teriakan yang muncul mendadak pada saat
Referensi Howell MJ, 2012. Parasomnis : An Update Review. Neurotherapeutics 9:753-775 POKDI Gangguan Tidur PP PERDOSSI, 2014. Parasomnia in Panduan Tatalaksana Gangguan Tidur. Surabaya : CV Shad. 88-94
DEMENSIA Oleh : Wiwin Yeti Windayati, SKM
D
emensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya berkembang secara perlahan dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran, penilaian dan kemampuan untuk memusatkan perhatian dan bisa terjadi kemunduran kepribadian. Pada usia muda, Demensia bisa terjadi secara mendadak jika cedera hebat, penyakit atau zat-zat racun (missal karbon monoksida) menyebabkan hancurnya selsel otak. Demensia biasanya timbul secara perlahan dan menyerang usia diatas 60 tahun. Namun Demensia bukan merupakan bagian dari proses penuaan yang normal. Pada penuaan normal, seseorang bisa lupa akan halhal yang detil, tetapi penderita demensia bisa lupa akan keseluruhan peristiwa yang baru saja terjadi. Pikun merupakan gejala umum Demensia, walaupun pikun itu sendiri belum berarti indikasi terjadinya Demensia. Orang yang menderita Demensia sering tidak dapat berfikir dengan baik dan berakibat tidak dapat beraktivitas dengan baik. Oleh sebab itu mereka lambat laun kehilangan kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan, dan perlahan menjadi emosional, sering menjadi tidak terkendali. Banyak penyakit/sindrom menyebabkan Demensia, seperti stroke, Alzheimer, Parkinson, AIDS, dll. Demensia juga dapat diinduksi oleh defisiensi niasin. Gejala Demensia biasanya dimulai secara perlahan dan makin lama makin parah. Terjadi penurunan ingatan, penurunan kemampuan untuk mengingat waktu dan penurunan kemampuan untuk mengenali orang, tempat dan benda. Pencegahan terjadinya Demensia dapat dilakukan dengan rangsangan dan latihan otak. Hal ini bertujuan agar fungsi otak tidak menurun secara drastic. Caranya dengan memberikan perhatian penuh terhadap apa yang sedang dilakukan si penderita dan berusaha untuk memelihara daya konsentrasinya. Selain itu asupan gizi yang memadai bagi para lansia harus benar-benar diperhatikan. Penderita Demensia memiliki kadar choline acetyitranferase yang rendah. Enzim ini sangat dibutuhkan untuk membentuk acetylcholine sebagai bahan kimia otak yang berfungsi meningkatkan daya ingat dalam proses belajar. Bahan makanan yang mengandung lesitin (bahan pembentuk acetylcholine) yang cukup tinggi antara lain kuning telur, hati, produk kedelai dan serealia. Zat gizi lainnya yang dapat menyokong peningkatan daya ingat adalah thiamin (B1), Riboflavin (B2), karoten, zat besi dan vitamin E. Minimnya asupan thiamin akan mempengaruhi lemahnya aktivitas otak. Thiamin bisa diperoleh dari gandum, bekatul, kacang-kacangan, daging tanpa lemak dan serealia yang difortifikasi (ditambahkan vitamin kedalamnya). Bahan makanan yang dianjurkan : Telur, gandum, ragi, kedelai dan produk kedelai lainnya (seperti tahu, dan tempe) merupakan bahan pangan sumber lecithin dan cholin). Brokoli dan biji bunga matahari, membantu meningkatkan daya kerja otak karena mengandung zat besi, asam folic dan vitamin C. Biji bunga matahari dan minyaknya juga mengandung vitamin E. Beras merah, kacang-kacangan, sayuran dan susu merupakan bahan pangan yang kaya vitamin B1. Sumber : - Wirakusumah, Emma S. Menu Sehat untuk Lanjut Usia. Jakarta, Puspa Swara ,2001. - Id.m. Wikipedia.org. 2014
januari 2016
Bisakah mengigau dihilangkan ? Untuk dapat menjawab pertanyaan ini tentu saja perlu pemeriksaan yang teliti terkait bagaimana deskripsi dan riwayat keluhan pasien serta pemeriksaan obyektif dengan pemeriksaan polisomnografi. Dengan pemeriksaan ini seseorang akan direkam kondisi otak, otot, saluran nafas, dan jantung selama periode tidur. Melalui pemeriksaan polisomnografi, ketika muncul perilaku aneh pada saat tidur maka dokter bisa membedakan apakah itu parasomnia atau kejang, dan menghubungan perilaku tersebut dengan gangguan tidur lain. Selain itu perlu disingkirkan kemungkinan efek samping obat-obatan tertentu dan penyakit medis atau psikiatri lain. Jadi bila kebiasaan mengigau anda atau orang sekitar anda sudah mulai terganggu dan membahayakan diri Anda maka segera periksakan diri anda pada ahli gangguan tidur. Penentuan diagnosis sedini mungkin akan sangat membantu proses penyembuhannya.
NUTRISI YANG DAPAT MENCEGAH TERJADINYA
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya
tidur. Seringkali pada saat kondisi ini muncul seseorang akan tampak panik dan bisa melakukan hal-hal yang membahayakan dirinya seperti melompat dari tempat tidur atau dari jendela kamar tanpa disadari. Hal ini tentu saja menjadi bahaya bagi penderita. Pada parasomnia REM, kelainannya berupa REM sleep behavioral disorder (RBD). Kondisi ini seringkali muncul pada populasi dewasa muda (usia < 40 tahun). Kelainan ini seringkali muncul akibat penggunaan obat antidepresan atau pada kelainan genetik berupa narkolepsi. Pada narkolepsi seseorang bisa tertidur dengan cepat dalam kondisi emosional tertentu dan bisa terjadi berulang kali. Bila kelainan ini muncul pada lanjut usia seringkali merupakan tanda munculnya penyakit neurodegeneratif seperti Parkinson, Alzheimer atau Demensia Lewy bodies. Pada saat muncul RBD, ucapan yang dikeluarkan pasien dalam suara keras dan cenderung agresif. Bentuk ucapan yang dikeluarkan pada saat mengigau berbeda dengan perilaku pasien pada saat bangun. RBD juga seringkali dikaitkan dengan gangguan tidur lain yaitu “mengorok” atau dikenal dengan istilah obstructive sleep apnea. Bentuk parasomnia REM yang lain dan sering dijumpai di masyarakat adalah “tindihen” atau sleep paralysis. Prevalensinya 7.6%, pada anak sekolahan prevalensinya 28.3% dan meningkat pada pasien psikiatri yaitu 31.9%. Pada kondisi ini tonus otot tetap menghilang (sehingga anggota gerak tidak dapat bergerak), akan tetapi otak sudah dalam kondisi bangun. Seringkali kondisi ini disertai munculnya halusinasi yang menakutkan. Sleep paralysis seringkali merupakan bagian dari kelainan narkolepsi. Jadi bahayakah bila seseorang mengalami mengigau? Maka jawabannya adalah tergantung pada jenis parasomnianya. Akan berbahaya bila durasinya menjadi lebih lama, berulang, membahayakan diri atau sudah mengarah pada kelainan neurologis.
5
artikel kesehatan
NYERI PUNGGUNG BAWAH Hanik Badriyah Hidayati, dr., SpB, Staf Neurologi / FK UNAIR - RSUD Dr. Soetomo Surabaya
N
yeri punggung bawah merupakan penyebab umum nyeri dan disabilitas terutama pada orang dewasa usia produktif. Penyakit ini menjadi penyebab umum penderita mengunjungi dokter umum dan ruang rawat darurat dan sering sebagai alasan tidak masuk kerja. National Institute for Clinical Excellence (NICE) memperkirakan biaya perawatan semua jenis nyeri punggung bawah mencapai 1000 juta dolar tiap tahun (Baker, 2008). Nyeri punggung bawah merupakan salah satu kasus yang banyak dikonsultasikan ke bagian neurologi dan bedah saraf. Kebanyakan pasien yang mengeluh nyeri punggung bawah akut akan mengalami kekambuhan setelah sembuh sehingga keluhan ini sering mengganggu aktivitas dan menurunkan produktivitas (Suharjanti, 2014).
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya
januari 2016
DEFINISI Nyeri punggung bawah adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri ini terasa di antara sudut iga terbawah sampai lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal atau lumbosakral dan sering disertai dengan penjalaran nyeri ke arah tungkai dan kaki (suharjanti, 2014)
6
EPIDEMIOLOGI Sekitar dua per tiga populasi dewasa pernah mengalami nyeri punggung bawah pada suatu waktu. Nyeri punggung bawah menempati urutan kedua setelah penyakit pernafasan sebagai alasan penderita mengunjungi dokter (Deyo, 2001). Estimasi prevalensi nyeri punggung bawah di Amerika Serikat sekitar 5-20% dan di Eropa sekitar 25-45% dari populasi (Suharjanti, 2014). Di Indonesia prevalensi nyeri punggung bawah sebesar 18% (Suryamiharja, 2011). Nyeri punggung bawah diderita laki-laki dan perempuan dalam perbandingan yang sama, dengan onset paling sering antara usia 30 dan 50 tahun. Nyeri punggung bawah adalah penyebab paling umum dari kecacatan yang berhubungan dengan pekerjaan pada usia di bawah 45 tahun. Setiap tahun 3 % sampai 4% populasi cacat temporal dan 1 % populasi usia produktif cacat permanen (Argoff, 1998, Deyo, 2001). KLASIFIKASI Nyeri punggung bawah dapat dibagi menurut durasi penyakit yaitu; pertama nyeri punggung bawah akut jika durasi nyeri kurang dari 4 minggu, kedua nyeri punggung bawah subakut jika durasi nyeri 4-12 minggu, ketiga nyeri punggung bawah kronik jika durasi nyeri lebih dari 12 minggu. Selain itu nyeri punggung bawah dapat dikelompokan dalam 3 kategori besar berdasar etiologi yaitu; pertama nyeri punggung bawah nonspesifik (>85%), kedua nyeri punggung bawah disertai radikulopati atau stenosis spinalis (3-4%), ketiga nyeri punggung bawah dengan penyebab spesifik, seperti tumor (0,7%), fraktur kompresi (4%), infeksi (0,01%), dan sindrom kauda equine (0,04%) (Suharjanti, 2014) ANATOMI Kolumna vertebra dibentuk oleh serangkaian 33 vertebra yang terdiri atas; 7 vertebra cervical, 12 vertebra thorakal, 5 vertebra lumbal, 5 vertebra sacral dan 4 koksigeal. Vertebra lumbal lebih berat dan besar disbanding vertebra lainnya
sesuai dengan peran utamanya menyangga berat badan (Suharjanti, 2014) Bangunan vertebral dan paravertebral mendapat persyarafan dari cabang syaraf spinal dimana serabut nyerinya mencapai ligamentum intraspinal, periosteum, lembaran luar annulus fibrosus dan kapsula sendi. Dengan demikian bangunan tersebut adalah bangunan peka nyeri (Suharjanti, 2014) Akar syaraf spinal memiliki karakteristik unik yang berperan dalam terjadinya sindrom nyeri spinal dimana akar syaraf tidak memiliki epineurium dan perineurium sehingga tidak memiliki barier syaraf-darah yang baik, menyebabkan akar syaraf rentan terhadap trauma kompresi dibanding syaraf tepi dan rentan terhadap edema endoneural (Argoff, 1998). ETIOLOGI Banyak kondisi yang menyebabkan nyeri punggung bawah, tetapi sebagian besar berkaitan dengan rangsang mekanik pada vertebra dan jaringan di sekitarnya, seperti tertera dalam tabel di bawah ini (Suharjanti, 2014). Mekanik Lumbar strain/sprain Penyakit degenerative Spondylosis Kerusakan sendi facet Hiperostosis skeletal idiopatik difus Spondylosis Spondylolestesis Herniasi diskus Stenosis spinalis Osteoporosis dengan fraktur - Kompresi Fraktur Kelainan congenital Kifosis Skoliosis berat Paget’s disease
Non mekanik Neoplasma Tumor metastase Multipel myeloma Limfoma Leukemia Tumor medulla spinalis Tumor retroperitoneal Infeksi Osteomyelitis Septik discitis Abses epidural/ paraspinal Endokarditis Artritis inflamatoris Spondilitis ankylosing Sindroma reiter Inflamatory bowel disease Reumatika polimyalgia
Viseral Organ pelvis Prostatitis Endometriosis Penyakit inflamatoris pelvis - kronis Kelainan ginjal Nefrolitiasia Pyelonefritis Abses sekitar ginjal Kelainan vaskuler Aneurisma aorta abdominal Kelainan aortoiliaka Penyakit gastrointestinal Pankreatitis Kolesistitis Perforated bowel
DIAGNOSTIK Diagnosis anatomi yang tepat sulit diperoleh, sehingga sering membuat dokter dan pasien merasa frustasi. Daripada melakukan usaha yang melelahkan, umumnya lebih berguna menjawab tiga pertanyaan sebagai berikut: Adakah penyakit sistemik yang menyebabkan rasa sakit? Adakah tekanan sosial atau psikologis yang dapat memperberat atau memperpanjang rasa sakit? Adakah defisit neurologis yang mungkin memerlukan tindakan bedah? Bagi sebagian besar pasien, pertanyaanpertanyaan ini bisa dijawab dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat, pencitraan sering tidak diperlukan (Deyo, 2001) Riwayat penyakit dari anamnesis yang akurat dan pemeriksaan fisik yang tepat akan memudahkan dalam penentuan diagnosis nyeri punggung bawah. Penderita sering mengeluh nyeri pada pagi hari dan akan bertambah nyeri dengan membungkuk, mengangkat, juga perlu
Sindrom kauda equina
Fraktur
Infeksi
RIWAYAT
PEMERIKSAAN FISIK
: metastasis kanker Lemah : nyeri ke tulang vertebra, Sedang : penurunan berat keterbatasan badan tanpa sebab gerak tulang jelas belakang Lemah : kanker, nyeri memberat atau tidak membaik dengan istirahat Kuat : inkontinensia urin Kuat : kelemahan dan alvi, retensio motorik urin, kelemahan dan defisit dan gangguan sensoris, sensoris yang penurunan progresif tonus spinkter ani, sadle anesthesia Lemah : penurunan gerak tulang belakang Kuat : trauma signifikan Lemah : nyeri tulang Sedang : pemakaian steroid belakang, jangka panjang penurunan Lemah : umur > 70 gerak tulang tahun, riwayat belakang osteoporosis Kuat : nyeri berat dan Kuat : panas, infeksi operasi tulang saluran belakang lumbal kencing, luka dalam 1 tahun yll region tulang Sedang : penggunaan belakang suntikan intra vena, Lemah : nyeri tulang imunosupresi, belakang, nyeri berat, operasi penurunan tulang belakang gerak sendi lumbal lama Lemah : nyeri memberat atau tidak membaik dengan istirahat
Pada pasien dengan skiatika atau pseudoklaudikasio, tes laseq harus dilakukan, namun tes ini sering negatif pada stenosis spinalis. Elevasi kurang dari 60 derajat adalah abnormal, menyokong kompresi atau iritasi akar syaraf. Pemeriksaan neurologi selanjutnya difokuskan pada kekuatan dorsofleksi ankle dan ibu jari kaki (L5), plantar fleksi (S1), reflex lutut dan ankle (L4 dan S1). Sembilan puluh persen akar syaraf L5 dan S1ikut terlibat pada herniasi diskus lumbal (Deyo, 2001). Pedoman baku merekomendasikan foto polos untuk pasien dengan panas, penurunan berat badan tanpa sebab jelas, riwayat kanker, defisit neurologi, penyalahgunaan obat dan alkohol, umur di atas 50 tahun dan trauma. Kegagalan perbaikan dalam waktu 4-6 minggu sebaiknya juga dilakukan foto polos. CT dan MRI seharusnya dilakukan pada pasien dengan indikasi kuat adanya infeksi, kanker, atau defisit neurologi menetap (Deyo, 2001). PENATALAKSANAAN Perawatan konservatif dan nonoperatif merupakan strategi awal bila tidak dijumpai kelainan neurologi seperti kelainan spinkter dan kelumpuhan. Pertimbangan terapi non bedah didukung oleh studi klinis dan otopsi
PENCEGAHAN Obesitas dan merokok secara epidemiologi berhubungan dengan nyeri punggung bawah. Pada pekerja berat, merokok merupakan faktor resiko terjadinya nyeri punggung bawah. Fitnes berhubungan dengan penyembuhan nyeri punggung bawah. Training, edukasi, dan intervensi ergonomik dapat mengurangi nyeri punggung bawah. Ketidaknyamanan dalam bekerja memiliki dampak besar pada disabilitas punggung, sehingga intervensi pra trauma dapat sangat berguna untuk pencegahan penyakit ini (Argoff, 1998). DAFTAR PUSTAKA
1. Argoff CE, Wheeler AH, 1998. Spinal and Radicular Pain Disorder. Neurologic Cinics 1998; 16: 833-849 2. Baker ADL, 2008. Back pain : background, aetiology, diagnosis and treatment. Elsevier 2008; 302-308 3. Barolat G, 1999. Review Article Spinal Cord Stimulation for Chronic Pain Management. Elsevier 1999; 258-262 4. Deyo RA, 2001. Primary Care Low Back Pain. N Engl J Med 2001; 344: 363-370 5. Konstantinou K, Jordan JL, 2013. Chapter 6, Physical and psychological treatments, In : Managing Sciatica and Radicular Pain in Primary Care Practise. Springer Healthcare 2013; 87-104 6. Moreland LW, Mendez AL, Alarcon GS, 1989. Spinal Stenosis: A Comprehensif Review of The Literature, In: Seminars in Arthritis and Rheumatism Vol 9 no 2, W.B Saunder Company, 1989;127149 7. Suharjanti I, 2014.Treatment Up Date in Musculoskeletal Pain Focus on Low Back Pain, In: Suharjanti, et al Clinical Practice in Neurology, Surabaya: AirlanggaUniversity Press, 2014; 207-217 8. Suryamiharja A, Purwata TE, Suharjanti I, Yudiyanta (Ed), 2011. Konsesus Nasional Diagnosis dan Penatalaksanaan Nyeri Neuropatik, Surabaya: AirlanggaUniversity Press, 2011; 29-33.
januari 2016
KEMUNGKINAN ETIOLOGI Kanker Kuat
bahwa resorbsi material herniasi diskus dapat terjadi dalam beberapa waktu. Perlu pertimbangan yang matang antara manfaat dan efek samping obat-obatan sebelum memulai terapi . (Argoff, 1998, Moreland, 1989, Suryamiharja, 2011). Untuk nyeri punggung bawah akut dapat diberikan parasetamol, NSAID selektif (misalnya celecoxib) dan nonselektif (misalnya diclofenak), relaksan otot, opioid, injeksi titik picu (steroid+lidokain) dan injeksi epidural untuk nyeri radikuler (Suryamiharja, 2011). Untuk nyeri punggung bawah kronik selain analgesik dan relaksan otot dapat diberikan antikonvulsan ( pregabalin, gabapentin, karbamazepin, okskarbamazepin, fenitoin), anti depresan (amitriptilin, duloxetin, venlafaxin), penyekat alfa (klonidin, prazosin),opioid, dan kortikosteroid (Suryamiharja, 2011). Terapi non farmakologis dapat meliputi terapi latihan, manipulasi spinal, tirah baring, korset lumbal, kompres hangat dan stimulasi medulla spinalis. Terdapat bukti dari 2 RCTs berkualitas tinggi bahwa exercise aktif adalah efektif untuk nyeri punggung bawah. Stimulasi medula spinalis merupakan salah satu teknik yang paling efektif untuk kasus nyeri kronik yang refrakter dengan modalitas konservatif yang lain (Barolat, 1999, Konstantinou, 2013 Suharjanti, 2014). Terapi bedah dapat dipertimbangkan pada keadaan sebagai berikut (Suryamiharja, 2011); - Setelah satu bulan dirawat konservatif tidak ada kemajuan - Iskhialgia yang berat sehingga pasien tidak mampu menahan nyerinya - Adanya gangguan miksi, defekasi dan seksual - Ada bukti klinis terganggunya radiks - Ada kelemahan otot tungkai bawah
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya
diperhatikan apakah nyerinya timbul pertama kali atau berulang. Pada penderita dengan nyeri berulang biasanya nyeri akan memberat. Ditemukanya red flag (tabel di bawah ini) biasanya digunakan untuk mendapatkan diagnosis banding antara nyeri punggung bawah spesifik dan non spesifik sehingga dapat menentukan langkah untuk penatalaksanaannya (Suharjanti, 2014)
7
seputar soetomo
PUNCAK ACARA HARLAH RSUD DR. SOETOMO KE 77 DI AIRLANGGA CONVENTION CENTER (ACC) RABU 8 DESEMBER 2015
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya
januari 2016
RSUD Dr. Soetomo bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Provinsi Jatim sekaligus memperingati Hari Kesehatan Nasional ke 51, tampak acara dibuka oleh sambutan Plt. Direktur RSUD Dr. Soetomo dr. Harsono yang dihadiri oleh Gubernur Jawa Timur H. Soekarwo beserta ibu.
8
Pada kesempatan tersebut Gubernur Jawa Timur H. Soekarwo menandatangani MOU Sistem Penanganan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) dengan Kapolda Jatim Irjen Polisi Anton Setiadji (kiri) dan penandatangan MOU Academic Medical Standards (AMC) dengan Rektor Universitas Airlangga (UNAIR) Prof. Dr. Moh. Nasih, SE, MT, AK, CMA. (Kanan) penandatanganan Komitmen gerakan SADAR (Sikap Arif & bijaksana Dapat Atasi Resistensi antibiotik) dan prasasti peresmian ‘Pusat Nyeri’ RSUD Dr. Soetomo.
Jalan Sehat dalam Rangka Memperingari Hari Lahir RSUD Dr. Soetomo ke-77
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya
januari 2016
Jumat, 13 Nopember 2015
9
ukardi mad S Dr. Ah agai tanda , m ti n rov Ja endera seb ilakuka ekdap atas S ngibarkan b alan sehat d yawati k a p J ar me Tam t. Usai karyawan k mroh 2 n dan n seha U ra as balo melep ulainya Jala iah untuk pa diah Utama 8 buah a d g h a dim n h u n n a n u g ini en ag ndia pengu r. Soetomo d uah, seped tronik. Acara . b k D 2 hun le r D e ta to U h p o S a ia m R eti ad a rutin s cam h seped orang, berbagai ma lenggarakan e ta is r d se
seputar soetomo
JALAN SEHAT DALAM RANGKA MEMPERINGATI HARI DIABET SEDUNIA DISELENGGARAKAN OLEH SMF PENYAKIT DALAM RSUD Dr. SOETOMO - FK UNAIR
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya
januari 2016
Minggu, 15 Nopember 2015
10
Jalan sehat diikuti oleh masyarakat yang tergabung dalam cabang-cabang PERSADIA (Persatuan Diabetes Indonesia) yang ada di Surabaya.
Lokakarya Strategi Pengendalian Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya
januari 2016
Gedung Pusat Diagnostik Terpadu lantai 7, Senin 18 Nopember 2015
11
Kegiatan Lokakarya ini diikuti oleh 38 RS di Surabaya & Jawa Timur, acara dibuka oleh dr. Harsono selaku Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jatim dan Plt. Direktur RSUD Dr. Soetomo & Prof. Dr. Soetojo, dr, SpU selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
seputar soetomo
Seminar Antibiotik Bijak Cegah Resistensi Dalam Rangka Antibiotic Awareness Week Indonesia 2015 Sabtu, 21 Nopember 2015
Pembicara Seminar Hari Paraton, dr, SpOG(K) selaku Ketua PPRA Kemenkes & dr. Nurul Itqiyah Hariadi, SpA dari YOP (Yayasan Orang tua Peduli) saat sesi tanya jawab.
Acara dibuka oleh Dirjen BINFAR Kemenkes RI, Dra. Maura Linda Sitanggang, Apt, PhD. Dirjen BINFAR Kemenkes RI, para pembicara berfoto bersama perwakilan RSUD Dr. Soetomo, Dr. Joni Wahyuhadi, dr, SpBS, perwakilan FK Unair Prof. Dr. Kuntaman, dr, MS, SpMK(K), dan para pendiri Komunitas SADAR Antibiotik.
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya
januari 2016
Pemberian hadiah kepada pemenang Juara 1, 2, 3 Lomba Poster Antibiotik Awareness Week (AAW) 2015.
12
Penandatanganan Deklarasi Bersama Pekan Kepedulian Antibiotik untuk Indonesia.
Pertemuan Ilmiah Tahunan & Rapat Kerja Nasional HISFARSI 2015 Sheraton Hotel, Kamis 5 Nopember 2015
Tampak Dirjen Kefarmasian & Alat Kesehatan Kemenkes RI, Dra. Maura Linda Sitanggang, Apt, PhD didampingi oleh Ketua Umum PERSI, Dr. Dr. Sutoto, M.Kes & Ketua Panitia Muhammad Yahya, Drs, Apt, SpFRS.
Seminar Kesehatan Populer ’Waspada Stroke (Cegah & Kenali)’
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya
januari 2016
Oleh GRIU Graha Amerta – Sabtu, 7 Nopember 2015
13
Acara diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Stroke Sedunia (29 Oktober) dengan pembicara M. Saiful Islam, dr, SpS(K) dan Sony Wibisono, dr, SpPD,K-EMD, FINASIM.
seputar soetomo
PENGANTAR PURNA TUGAS & PENGANTAR TUGAS DIREKTUR RSUD Dr. SOETOMO DAN WADIR UMUM & KEUANGAN
Tampak serah terima Direktur RSUD Dr. Soetomo oleh dr. Dono Anondo, MPH (kiri) kepada dr. Harsono dan Wadir Umum Keuangan Drs. Pungky Hendriastjarjo, M.Ak kepada dr. Endang Damayanti, M.Mkes, M.Hum, selanjtnya berjabat tangan dengan para tamu.
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya
januari 2016
RSUD Dr. SOETOMO – RABU, 16 DESEMBER 2015
14
Osaka Jepang .pada pengelolaan limbah di genalan manajemen pen Bidang Perbekalan S, gka FR ran Sp t, am Ap dal ti, mo aya Soetomo Dra. Sri Wid ang ke RSUD Dr. Soeto Dr. Jep UD Soetomo. aka RS Os Dr. u dik UD Me Tam g RS n si Kunjunga h Wadir Penunjan bah di Instalasi Sanita 2015 yang diterima ole lihat pengelolaann Lim me a jug u tam Jum’at 27 Nopember ra Pa talasi Sanitasi. & Peralatan Medik & Ins
PERINGATAN HARI IBU DI IRNA OBGYN RSUD Dr. SOETOMO
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya
Irna Obgyn memperi pemberia n setangka ngati Hari Ibu ditan dai denga i bunga m Merak (H n awar oleh eni kepala Ru Keperawa Susilowati, S.Keb) ang tan Irna O kepada K membagik b epala an cindera gyn (Warsiti, S.Ke b) serta mata kep ad Irna Obgyn a Pasien-pasien di .
januari 2016
SELASA – 22 DESEMBER 2015
15 Kunjungan Tamu Osaka Jepang ke RSUD Dr. Soetomo dalam rangka pengenalan manajemen pengelolaan limbah di Osaka Jepang .pada Jum’at 27 Nopember 2015 yang diterima oleh Wadir Penunjang Medik RSUD Dr. Soetomo Dra. Sri Widayati, Apt, SpFRS, Bidang Perbekalan & Peralatan Medik & Instalasi Sanitasi. Para tamu juga melihat pengelolaann Limbah di Instalasi Sanitasi RSUD Dr. Soetomo.
seputar soetomo
Perayaan Natal Bersama RSUD Dr. Soetomo dan FK. Unair
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya
januari 2016
Sabtu, 16 Januari 2016
16
Pada acara tersebut diisi ceramah rohani dengan pembicara Rm. Ignatius Suparno, CM.
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya
januari 2016
Kepala Instalasi PKRS dan Humas Sunarso Suyoso, dr, SpKK(K) (2001-2016) didampingi Wakilnya Didi Aryono Budiyono, dr, SpKJ(K) (2001-2015) foto bersama para Supervisor PKRS & Humas dan staf Instalasi PKRS & Humas pada acara Rapat Koordinasi Supervisor PKRS & Humas serta keduanya berpamitan oleh karena pensiun pada Rabu 27 Januari 2016.
17
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya
januari 2016
seputar soetomo
18
Pertemuan Koordinasi & Sinkronisasi Kinerja seluruh Unit Kerja di RSUD Dr. Soetomo dibuka oleh Plt. Direktur RSUD Dr. Soetomo dr. Harsono didampingi oleh para Wakil Direktur atas dari kiri Wakil Direktur Diklit Bangun Trapsila Purwaka, dr, SpOG(K), Wakil Direktur Penunjang Medik Dra. Sri Widayati, Apt, SpFRS, Wakil Direktur Umum & Keuangan dr. Endang Damayanti, M.M.Kes, M.Hum diselenggarakan di Hotel Luminor Surabaya tanggal 22-24 Januari 2016. Pertemuan diselenggarakan untuk menunjang Akreditasi JCI dengan Narasumber dari kiri Badan Perencana Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur (Enni Hartuti, SH, MM), Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Jawa Timur (Yuni Arlini, SE, MM), Wadir Umum & Keuangan RSUD Dr. Soetomo sebagai Moderator, Biro Organisasi Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Dwi Suyanyono, SH, MM) dan dari Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Jatim (Drs. Tri Yuwono, M.Si).
Workshop & Join Symposium Regenerative Medicine & SITOKINES 8 (Symposium of Tropic – Infection & HIV AIDS Surabaya) PDT lantai 7 RSUD Dr. Soetomo - Sabtu 14 November 2015
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya
januari 2016
Tampak Kiri atas Sambutan pembukaan oleh Plt. Direktur RSUD Dr. Soetomo dr. Harsono, kanan sebelum acara dimulai menyanyikan lagu Indonesia Raya. Acara tersebut diselenggarakan atas kerjasama antara Instalasi Bank Jaringan RSUD Dr. Soetomo dan FK Unair dalam rangka memperingati Hari Lahir RSUD Dr. Soetomo ke 77 dan HUT Instalasi Bank Jaringan RSUD Dr. Soetomo ke 2. Pada kesempatan tersebut Menkes RI memberikan ceramah yang membahas Transplantasi di RSUD Dr. Soetomo, Gambar Kiri Plt. Direktur RSUD Dr. Soetomo, Prof. Farid Anfasa Moeloek, dr, SpOG, Ainul Yaqin, S.Si, M.Si, Apt (Sekretaris MUI Jatim), dan Dr. Hasdy bin Haron (dari Nasional Transplan Resource Center Kuala Lumpur Hospital) sebagai pembicara, Prof. Dr. (HC) Dahlan Iskan dan Dr. Ferdiansyah, dr, SpOT.
19
Setelah acara usai Menkes RI rapat bersama Tim PPRA (Program Pengendalian Resistensi Antimikroba) RSUD Dr. Soetomo membahas acara World Antibiotic Awareness Week Indonesia 2015 yang diselenggarakan pada 16-25 November 2015.
seputar soetomo
BELAJAR MATERI AKREDITASI JCI DI PEKAN RAYA AKREDITASI (PERAK)
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya
januari 2016
RSUD Dr. SOETOMO, 23-27 NOPEMBER 2015
20
Ditandai dengan pengguntingan pita oleh Plt. Direktur dr. Harsono didampingi oleh para Wakil Direktur dan pejabat struktural di RSUD Dr. Soetomo. Acara PERAK tersebut dikemas layaknya pameran dimana tiap stannya terdiri dari satu hingga tiga Pokja sesuai standar akreditasi JCI. Meski bersifat edukasi tetapi materi yang disampaikan dikemas semenarik mungkin agar para pengunjung tidak bosan dan dapat memahami materi JCI dengan baik. Tampak Plt. Direktur RSUD Dr. Soetomo dan jajaranya juga mempelajari di semua Pokja.
sekilas info
Inilah 8 Makanan Penguat Otak
1. Brokoli Jenis sayuran ini membantu memicu pertumbuhan selsel baru di otak serta menghubungkan sel-sel secara alami sehingga bisa meningkatkan fungsi dan memori otak. Mengkonsumsi semangkuk brokoli tiga kali seminggu merupakan salah satu cara efektif untuk meningkatkan kekuatan otak. 2. Kenari Kenari mujarab untuk membantu meningkatkan kekuatan otak karena mengandung asam lemak omega-3 tertinggi dibanding jenis kacang-kacangan lainnya. Omega-3 bisa melindungi otak karena meningkatkan fungsi neurotransmitter. 3. Ikan Salmon Otak manusia terbuat dari 60 persen lemak. Dengan begitu, dibutuhkan asupan lemak asam agar otak bisa berfungsi baik. Ikan salmon kaya akan omega 3, yang bisa meningkatkan kekuatan otak dan mengandung asam docosahexaenoic (DHA) yang bisa mencegah penyakit Alzheimer 4. Tomat Tomat adalah buah yang paling mudah ditemui dan bisa meningkatkan kekuatan otak karena mengandung sumber antioksidan dan lycopene yang bisa mengatasi kerusakan radikal bebas pada sel-sel otak yang bisa menyebabkan demensia. Mengkonsumsi tomat setiap hari bisa mendorong memori otak lebih tajam.
6. Cokelat Hitam Makanan ini mengandung antioksidan terbaik bagi tubuh, termasuk otak. Kandungan flavonoid dalam cokelat hitam bisa membantu meningkatkan sirkulasi darah ke otak. Sebuah penelitian yang dilakukan Wheeling Jesuit University di West Virginia membuktikan cokelat hitam bisa meningkat konsentrasi. Untuk meningkatkan kekuatan otak, tambahkan sedikit cokelat hitam pada makanan sehari-hari. 7. Blueberry Mengkonsumsi blueberry bisa membantu otak lebih tajam karena buah ini mengandung flavonoid. Buah ini juga bisa meningkatkan memori, fungsi kognitif otak, melindungi otak dari radikal bebas berbahaya, yang bisa merusak jaringan otak dan sering dikaitkan dengan hilangnya memori. Mengkonsumsi blueberry setiap hari bisa mengurangi risiko Parkinson dan Alzheimer. 8. Bayam Bayam kaya kalium, yang bisa membantu merawat konektifitas otak, meningkatkan daya fikir dan daya ingat. Bayam juga kaya akan antioksidan yang bisa melindungi selsel otak dari kerusakan. Bukan hanya itu, bayam juga mengandung magnesium, folat, vitamin E dan vitamin K, yang membantu menurunkan risiko demensia, yakni penurunan fungsional yang disebabkan kelainan pada otak. sumber : womanitely.com Sumber : Kabar Islam.Net-2014
januari 2016
Seperti yang dilansir dw.de Berikut, 8 makanan penting untuk meningkatkan kekuatan fungsi otak.
5. Teh Hijau Penelitian yang dilakukan tim riset dari University of Basel menemukan teh hijau bisa meningkatkan fungsi konektifitas otak, mencegah demensia dan bisa meningkatkan memori otak bahkan mengurangi risiko penyakit parkinson. Minum teh hijau 2 cangkir hingga 3 cangkir tanpa gula untuk merasakan manfaatnya.
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya
Otak memiliki tugas yang komplek dengan mengatur ribuan fungsi tubuh. Untuk itu, diperlukan asupan nutrisi yang tepat guna meningkatkan kekuatan otak.
21
sekilas info
Informasi Penting Sehubungan dengan pelayanan pasien IGD di RSUD Dr. Soetomo dengan ini kami sampaikan sebagai berikut : 1. Sesuai dengan kebijakan BPJS dan sesuai elemen penilaian JCI pasien IGD dilakukan di triage dengan labelisasi warna Biru-Merah-KuningHijau. 2. Labelisasi sesuai dengan tingkat keparahan dan kecepatan pelayanan yang dibutuhkan, yaitu :
1. 2.
Kategori Triage BIRU MERAH
Sangat Gawat Gawat
3. 4.
KUNING HIJAU
Cukup Gawat Fals IGD
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya
januari 2016
No
22
Diskripsi Kategori
Respon
Maksimal Respon Time
Resusitasi Langsung dilakukan tindakan darurat Butuh tindakan darurat
CITO Segera 60-120 menit
3. Bagi Peserta BPJS : a. Form assesmen triage setelah diisi oleh dokter triage harus ditunjukkan pada staf BPJS yang ada di IGD sebagai dasar penerbitan surat jaminan. Khusus untuk label hijau (Fals IGD) tidak diterbitkan surat jaminan/SEP (tidak dijamin oleh BPJS). b. Selanjutnya form assesmen triage asli yang telah diisi lengkap (tanda tangan dokter dan stempel) dijadikan satu dengan surat jaminan/SEP, sebagai persyaratan klaim. c. Bila form assesmen asli dan SEP asli tidak ada, IKPK tidak dapat memproses klaim lebih lanjut. 4. Ketentuan triage dengan labelisasi tersebut berlaku mulai tanggal 1 Oktober 2015. Plt. Direktur RSUD Dr. Soetomo Ttd
Dr. Harsono
Kriteria Pelayanan IGD RSUD Dr. Soetomo Yang dijamin oleh BPJS I. Kategori 1 (Biru) – SANGAT GAWAT – Resusitasi – CITO : 1) Sumbatan jalan nafas berat, 2) Nafas dewasa > 30 atau < 8 x, anak < 20, bayi < 40, 3) Saturasi 02 < 92 %, 4) Simptomatik bradycardia atau tachycardia, 5) Capillary Refill time > 2 detik, 6) Tekanan darah sistolik < 90 mmHg atau MAP < 70 mmHg, 7) Kesadaran menurun GCS < 9, 8) kejang, 9) Perdarahan aktif.
Khusus Kecelakaan Lalu Lintas harus ada laporan laka dari kepolisian / wajib lapor ke polisi. Untuk Kecelakaan Kerja, wajib lapor sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya
III. Kategori 3 – CUKUP GAWAT – Butuh Tindakan Darurat – 60-120 menit : 1) Benda asing dijalan nafas atau GI tract atas tanpa sesak nafas, 2) Jejas dada tanpa nyeri tulang iga, tanpa kesulitan pernafasan, 3) kesulitan menelan tanpa kesulitan pernafasan, 4) Cedera kepala tanpa penurunan kesadaran, 5) Cedera ringan, luka lecet, 6) Radang sendi, 7) Nyeri dengan VAS 4-7, 8) Nyeri mata, Radang atau benda asing dengan ataupun tanpa gangguan visus, 9) Nyeri perut tidak spesifik, 10) In partu kala 1, 11) Bayi pucat, lemah, mengantuk atau kesulitan minum, 12) Demam pada bayi < 3 bulan, 13) Gangguan perilaku, 14) Permintaan Visum et Repertum.
januari 2016
II. Kategori 2 (Merah) – GAWAT – Langsung Segera Dilakukan Tindakan Darurat – Segera : 1) Sumbatan jalan nafas ringan, 2) Nafas dewasa > 30 atau < 8 x, anak > 40, bayi > 60, 3) Hipertensi Emergensi, 4) Temperatur > 38,5oC, 5) Penurunan kesadaran, GCS 9 - < 12 sebab apapun, 6) Nyeri dada, nyeri jantung, abdominal pain pasien > 65 tahun, 7) Semua nyeri dengan VAS > 7, 8) Luka bakar daerah wajah atau > 20%, 9) Retensio Urine, 10) Urine < 0,5 ml/Kg BB/jam, 11) Inpartu kala 2, 12) Luka Terbuka, 13) Patah Tulang Terbuka, 14) Dislokasi sendi, 15) Muntah / Diare dengan dehidrasi sedang-berat, 16) Cedera anggota tubuh/ luka terbuka, 17) Trauma pada mata dengan gangguan visus, 18) Penurunan Visus mendadak, 19) Pasien Psikiatri yang membahayakan dirinya atau orang lain, 20) Partus prematurus, 21) Kehamilan dengan komplikasi (Jantung, SLE, DM), 22) Preeclamsia, 23) Ketuban pecah, 24) Inpartu kala I fase aktif.
23
sekilas info
on ovati n I w Ne
NO TO PRESSURE ULCER Timer Turning Schedule (TTS)
Alat Pengingat Mobilisasi Pada Managemen Luka Dekubitus Dan Cegah Luka Dekubitus
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya
januari 2016
Oleh : Erfandi Ekaputra Dan Team TTS
24
Poster dan Abstrak TTS
PERJALANAN ALAT TTS DARI “PERSI AWARD 2014”JAKARTA MENUJU “JEIM (JOINT EFFORT INDONESIA MALAYSIA) 2015” MALAYSIA Demi Sebuah profesi keperawatan tercinta dan pengabdian bagi masyarakat, sebuah perjalanan panjang yang melelahkan dalam mencapai sebuah mimpi besar untuk mencipta dan mewujudkan sebuah hasil karya inovasi, maka terwujudlah sebuah alat yang spektakuler yang bernama TTS (Timer Turning Schedule) yaitu sebuah Alat yang mempunyai bentuk sederhana, tepat guna dengan rangkaian kombinasi antara konsep jam pengingat (weker) dengan jadwal mobilisasi yang mempunyai setting jam. Bermula dari permasalahan kurang efektifnya program mobilisasi pada luka dekubitus, karena cara/ metode yang digunakan hanya menggunakan sehelai kertas sebagai jadwal mobilisasi yang selalu ditempelkan
Presentasi Poster di JEIM Malaysia
pada tembok dekat pasien, permasalahannya adalah kertas sering hilang, rusak dan bahkan keluarga/pasien sering lupa untuk melakukan mobilisasi rutin. Alat ini dibuat untuk mencegah terjadinya luka dekubitus dan juga mempercepat proses penyembuhan luka dekubitus. Mungkin sekilas alat ini tampak kelihatan sederhana, tetapi dampaknya sangat besar sekali pada proses pencegahan dan peningkatan penyembuhan luka tekan. Pada akhir tahun 2014 tepatnya bulan September terdapat sebuah ajang bergengsi AWARD yang diprakarsai oleh sebuah perhimpunan Rumah Sakit seluruh Indonesia. Sebenarnya Event ini tiap tahun selalu diadakan, dan selalu saya tunggu tetapi tidak tahu mengapa sering selalu terlewati dan biasanya saya baru mengetahui jika sudah ada pemenangnya lewat media atau informasi dari teman, kemungkinan penyebabnya kurangnya sosialisasi
januari 2016
dari bagian IPS Rumah Sakit, walaupun melalui proses yang sulit. Maka terciptalah sebuah Alat TTS yang lebih baik dan kemungkinan nanti kita tetap terus melakukan revisi-revisi untuk kesempurnaan alat tersebut. Pada bulan April kita dapat undangan dari Forum Kerja sama antar organisasi luka, stoma dan Inkontinensia tingkat Asia Tenggara dalam acara 2 nd JOINT EFFORT INDONESIAN MALAYSIAN (JEIM) WOUND, OSTOMY & CONTINENCE WORK SHOP & CONFERENCE dengan tema No To Pressure Ulcer Di Kuala Lumpur Malaysia. Pada acara tersebut kita diharapkan hadir untuk mempresentasikan poster dari abstrak tentang “Aplikasi Alat Timer Turning Schedule (TTS) Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dalam Upaya Mempercepat Proses Penyembuhan Luka Dekubitus”. Kami dan team TTS mengucapkan terima kasih karena berkat dorongan dan dukungan dari Direktur dan semua staf mulai dari bidang Sekretariat, keuangan yang telah mengurus semua administrasi dan proses pengurusan hak paten alat, serta bidang perawatan beserta staf yang memberikan dorongan moril untuk suksesnya kegiatan ini sehingga pada tanggal 22 April 2015, saya dapat terbang dan berangkat menuju 2nd JEIM Wound, Ostomy And Continence di Kuala Lumpur Malaysia. Dan Selama 3 hari disana banyak cerita-cerita hebat tentang perjalanan TTS, mulai dari apresiasi tentang poster TTS baik testimoni dan pernyataan-pernyataan panitia dan peserta lainnya bahwa “temuan alat ini simpel tetapi sangat berarti sekali”, hasil karya yang hebat, hasil karya yang tepat guna dan banyak lagi. Tetapi yang sangat surpres sekali tanpa disengaja tiba-tiba saya ingin sekali menunjukkan secara langsung hasil karya kami dan kebetulan saya membawanya, Alhamdulillah hal ini oleh panitia direspon sangat antusias dan saya diharapkan untuk mempresentasikan secara oral alat tersebut pada akhir acara. Dan sejak penampilan alat TTS secara langsung, ternyata banyak peminat dari peserta yang tertarik untuk order alat TTS ini. Dan kami dapat kembali dengan membawa beberapa pengalaman menarik dan mengesankan bagi kami dan team TTS dan semoga untuk selanjutnya alat ini dapat bisa bermanfaat dan digunakan oleh semua masyarakat di Indonesia khususnya dan dunia umumnya agar kejadian luka dekubitus tidak terjadi.
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya
informasi dan hal ini sudah saya sampaikan kepada pihak penyelenggara di Rumah Sakit yaitu Bidang Pemasaran. Dan Alhamdulillah untuk pelaksanaan PERSI AWARD tahun ini sudah ada perubahan yaitu melalui sosialisasi yang bagus dengan memberikan poster-poster di setiap sudut papan pengumuman Rumah Sakit, terima kasih bidang pemasaran sudah mengapresiasi permintaan kita dan semoga kedepan dapat tercipta sebuah inovasi-inovasi bagus demi kemajuan Rumah sakit Dr. Soetomo Surabaya. Awal ikutnya ajang AWARD ini, bermula dari sebuah informasi seorang teman di sebuah perpustakaan, kebetulan dia mencari beberapa referensi untuk sebuah riset tentang topik yang akan dipresentasikan pada acara tersebut. Dan saat itulah saya memberanikan diri untuk mendaftarkan diri menjadi peserta lomba. Mulai dari babak penyisihan di Rumah sakit dari 4 peserta mengerucut menjadi 2 peserta termasuk TTS (Timer Turning Schedule) yang salah satunya yang lolos kebabak final di Jakarta untuk berlomba mengadu perhatian juri dengan peserta dari Rumah Sakit lainnya diseluruh Indonesia. Dari beberapa katagori kebetulan kita dari RS Dr. Soetomo terdapat dalam satu katagori sehingga berlomba dengan teman sendiri, dan hasilnya team dari TTS mendapatkan juara Runner dan alhamdulillah yang terbaik pertama juga diperoleh peserta dari RS Dr Soetomo Surabaya. Untuk meningkatkan kwalitas dari alat TTS, kita sebagai founder dari alat tersebut tetap berusaha untuk merevisi dan memperbaiki alat tersebut agar lebih sempurna. Dan salah satunya pada awal tahun 2015 kita mencoba lagi untuk berusaha melakukan kerja sama dengan seseorang yang lebih kompeten dalam pembuatan alat dengan ketentuan mencari seseorang yang masih dalam satu team kerja kesehatan. Sebenarnya sejak awal ide pembuatan alat ini, memang harapannya nantinya akan berkolaborasi dengan petugas dari IPS yang memang setiap hari selalu berhubungan dengan alat di Rumah Sakit dan bahkan sudah menemukan orangnya dan bahkan sudah pernah mengajukan proposal TTS bersama ke Bidang LITBANG untuk pengajuan bantuan dana dalam riset, tetapi kandas ditengah jalan karena kesibukan masing-masing. Dan Alhamdulillah akhirnya kita dapat menemukan seseorang patner kerja yang hebat dibidangnya yaitu
25
PERSI AWARD Indonesia 2014
2nd JEIM Malaysia 2015
sekilas info
WASPADA BAHAYA
KONFLIK LATEN Oleh : Putra, Pandan II
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya
januari 2016
M
26
anusia sebagai makhluk yang setiap hari selalu berinteraksi sosial rentan mengalami konflik, meskipun yang kita lakukan hanya diam tak berbicara atau diam tak bergerak, semua rentan mengalami konflik, bahkan konflik pasti kita hadapi selama kita hidup oleh siapapun, kapanpun dan dimanapun seperti dirumah, ditempat kerja, antar teman sejawat, antara karyawan dengan pimpinan, atau sebaliknya, semua rentan mengalami konflik, untuk itu konflik bukan sesuatu yang harus kita takuti namun harus kita hadapi guna meningkatkan derajat kedewasaan/kebijaksanaan seseorang dalam menyikapi segala permasalahan hidup, baik secara pribadi, golongan, maupun sosial. Konflik sendiri merupakan masalah internal dan eksternal yang terjadi sebagai akibat dari perbedaan pendapat, nilai-nilai, atau keyakinan dari dua orang atau lebih. Secara sadar ataupun tidak, terkadang apa yang kita perbuat mungkin tidak sesuai dengan apa yang diharapkan orang lain sehingga hal ini dinilai sebagai suatu konflik, awal mula konflik merupakan sesuatu yang tidak tampak namun konflik bisa dirasakan, baik oleh orang yang berkonflik maupun orang lain yang tidak terlibat, nuansa konflik senantiasa dirasakan, hal inilah yang dinamakan konflik laten, konflik laten ini meskipun tidak terlihat namun cukup mengganggu suatu sistem tatanan sosial, baik organisasi, pekerjaan, maupun lingkup kecil seperti sebuah keluarga. Apabila konflik laten tersebut terjadi dalam suatu sistem pelayanan maka rasa kekeluargaan dalam sistem tersebut turut terganggu pula, para pengguna jasa layanan sebagai orang yang tidak terlibat konflik juga turut menjadi imbas dari konflik laten tersebut, untuk itu meskipun konflik terjadi sebagai suatu keniscayaan namun waspada terhadap bahaya konflik laten masih dimungkinkan kita hindari. Sistem pelayanan yang sedang mengalami konflik dimanapun itu, bisa kita lihat dari kurangnya komunikasi didalam sistem tersebut, semakin kurang komunikasi semakin rusak sistem tersebut. Sistem pelayanan yang kurang menerapkan komunikasi yang baik, maka ketidakpuasaan internal maupun eksternal sistem dapat bermunculan, komplain, demo, konfrontasi dan sebagainya merupakan salah satu wujud dari kurangnya komunikasi pemberi layanan terhadap pengguna layanan, usaha yang tepat kita lakukan dalam mencegah terjadinya konflik laten adalah komunikasi yang baik. Setiap orang tidak ada salahnya mengucap salam pada siapapun dan dimanapun, salam adalah salah satu wujud komunikasi yang baik, agama menganjurkan kita bersalam pada siapapun, meskipun dalam hati ada selisih pendapat, namun dengan saling berucap salam, orang lain tidak akan tahu bahwa sebenarnya sedang terjadi konflik laten, dengan komunikasi yang baik selain dapat mencegah terjadinya konflik, juga dapat mengatasi konflik yang sedang terjadi. Seiring kedewasaan seseorang konflik jarang terjadi secara fisik namun konflik antar dua orang atau lebih
sering terjadi secara tidak tampak namun dirasakan, hal ini serupa dengan fenomena gunung es. yang tak tampak lebih banyak ketimbang yang tampak secara fisik, sebagai manusia yang beradab, lebih dewasa, dan lebih bijak, ketika anda sedang berkonflik hindarilah menghasut teman anda yang tidak terlibat konflik untuk anda ajak berkonflik dengan lawan konflik anda, hal ini akan memperluas fenomena konflik gunung es tersebut karena konflik yang hanya terjadi dua orang bisa menjadi dua kubu/golongan, untuk itu sebagai manusia yang selalu merasa ingin nyaman dan aman dalam suatu tatanan sistem sosial, maka jangan menciptakan sebuah konflik, seandainyapun sedang terjadi konflik jangan berupaya menghasut sejawat anda, komunikasi yang baik seperti salam adalah langkah awal dalam upaya menciptakan suasana yang nyaman dan tentram terbebas dari konflik. Upaya mengatasi konflik bisa kita lakukan dengan menciptakan resolusi konflik, bila konflik laten ini nuansanya begitu dirasakan maka harus ada seorang yang bijak untuk berusaha menengahi, tidak harus pimpinan, salah satu orang yang berkonflik secara dewasa mengajak untuk berkomunikasi seterunya adalah salah satu orang yang beradab, orang yang beradab adalah orang yang menghindari konflik dan bila terjadi silang pendapat maka orang tersebut harus bisa menerima masukkan dari orang lain, karena perbedaan pendapat adalah wajar namun orang yang berbesar hati menerima masukkan atau pendapat orang lain adalah orang yang dewasa secara psikis, apabila konflik laten yang terjadi belum teratasi, maka bisa jadi konflik ini akan terus berlangung bahkan seumur hidup, untuk itu bila kita merasa terjadi nuansa konflik laten dilingkungan kita perlu mengkomunikasikan antara dua kubu yang bersilang pendapat tersebut, cukup utarakan permasalahan yang terjadi, negosiasi, kompromi hingga win-win solution, maka orang yang bijak dan dewasa psikislah yang berbesar hati menerima perbedaan. Sebagai makhluk sosial beradab yang diiringi kecanggihan teknologi maka kita senantiasa tetap menggunakan komunikasi secara baik dan benar, iklim lingkungan yang kondusif, nyaman dan terhindar dari konflik dapat tercipta seiring dengan komunikasi yang dinamis dengan diawali salam, senyum, tanya dimanapun, kapanpun, oleh siapapun dengan media komunikasi apapun. Mengingat bahayanya konflik laten ini, maka setiap orang perlu mencegah terjadinya konflik dengan berusaha berkomunikasi yang baik, antar teman sejawat, antar anggota, antar pimpinan, dan antar sistem sosial dengan selalu mengedepankan salam, senyum, tanya.
10 Cara Kurus Alami Tanpa Jalani Diet
Menurunkan berat badan adalah tantangan tersendiri bagi beberapa orang. Namun sebenarnya Anda bisa kurus tanpa mengikuti peraturan dari program diet yang banyak disarankan para ahli.
2. Air putih Jangan malas minum air putih setiap hari. Selain tidak berkalori, air putih membantu tubuh membersihkan racun-racun melalui keringat. 3. Teh hijau Selain air putih, ganti minuman Anda dengan teh hijau. Sebab teh hijau - terutama yang tawar - menurunkan risiko penyakit jantung, kolesterol, kanker, dan juga membakar lemak! 4. Porsi kecil Daripada makan tiga kali sehari dalam jumlah besar, coba ubah kebiasaan tersebut dengan makan lima atau enam kali sehari dalam porsi kecil. Cara ini juga efektif membantu Anda menurunkan berat badan. 5. Membagi makanan Sudah kenyang? Jangan memaksakan diri untuk menghabiskan karena sayang harganya yang mahal. Sebaiknya simpan atau bagi makanan tersebut bersama kerabat. Selain hemat, Anda juga berusaha mengontrol asupan kalori. 6. Minuman berkalori Alasan kuat mengganti segala jenis minuman dengan teh hijau adalah kerena kebanyakan dari mereka mengandung banyak kalori. Sebut saja jus, soda, kopi, bahkan susu! 7. Piring kecil Makan dengan piring kecil akan membatasi Anda dalam menghabiskan makanan. Jika masih merasa lapar, jangan tambah dulu tetapi tunggu selama 20 menit. Makanan itu masih dalam perjalanan untuk mengenyangkan Anda. 8. Keluar rumah Jangan sebut aktivitas di luar rumah sebagai olahraga. Sebab Anda bisa melakukan hal menyenangkan seperti bersepeda, naik gunung, atau jalan-jalan untuk membakar kalori.
10. Stres Terakhir, jangan sampai stres. Sebab stres mengacaukan sistem hormon dan nafsu makan. Akibatnya, Anda akan semakin makan berlebihan dan gagal menurunkan berat badan. Itulah berbagai cara untuk kurus tanpa menjalani program diet. Mau mencobanya? Sumber : Kabar-Islam.Net.2014
januari 2016
1. Naik tangga Eskalator atau lift memang lebih nyaman dinaiki. Tetapi alangkah baiknya jika Anda membiasakan diri untuk menggunakan tangga demi meningkatkan denyut jantung dan membakar lebih banyak kalori.
9. Televisi Jangan pernah makan sambil menonton televisi. Anda perlu fokus pada makanan dan mengontrol jumlah yang masuk ke dalam perut. Selain itu, kunyah pelan-pelan untuk meyakinkan diri bahwa perut sudah kenyang ketika makanan habis. Jangan pernah makan sambil menonton televisi. Anda perlu fokus pada makanan dan mengontrol jumlah yang masuk ke dalam perut. Selain itu, kunyah pelanpelan untuk meyakinkan diri bahwa perut sudah kenyang ketika makanan habis.
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya
Berikut 10 Cara Kurus Alami Tanpa Jalani Diet, seperti yang dilansir merdeka.com
27
sekilas info
PENERAPAN EVIDENCE BASED KEPERAWATAN PADA TATANAN NYATA DI RUANG FLAMBOYAN RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya
januari 2016
E
28
By. Dewi Maryam, M.Kep
vidence-based merupakan pendekatan pada pengelolaan pasien yang mengaplikasikan informasi dari hasil penelitian yang paling baik dan sahih (the best evidence). Penelitian yang baik adalah yang dilaksanakan melalui metodologi yang baik. Hasil penelitian yang akan kita terapkan pada pengelolaan pasien biasanya kita ambil dari textbook atau pedoman diagnosis dan terapi atau dari artikel penelitian. Walaupun dari luar negeri, sesungguhnya hanya sedikit literatur yang baik. Textbook misalnya, isinya sebagian besar mengambil dari artikel penelitian yang mana artikel tersebut belum tentu baik. Sesungguhnya lebih baik kita mengambil acuan pengelolaaan (evidence) pasien dari artikel asli yang berisi informasi tentang proses bagaimana peneliti dapat menyimpulkan hasilnya. Tugas seorang perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien secara komprehensif adalah memilih suatu pendekatan proses keperawatan secara holistik termasuk hasil penelitian yang terbaik untuk diterapkan pada kliennya. Di dalam literatur yang penulis baca hal ini dikenal dengan Evident based medicine (EBM). Menurut Sackett et al. Evidence-based medicine (EBM) adalah suatu pendekatan medik yang didasarkan pada bukti-bukti ilmiah terkini untuk kepentingan pelayanan kesehatan penderita. Dengan demikian, dalam prakteknya, EBM memadukan antara kemampuan dan pengalaman klinik dengan bukti-bukti ilmiah terkini yang paling dapat dipercaya. Pengertian lain dari evidence based medicine (EBM) adalah proses yang digunakan secara sistematik untuk menemukan, menelaah/me-review,
dan memanfaatkan hasil-hasil studi sebagai dasar dari pengambilan keputusan klinik. Jadi secara lebih rincinya lagi, EBM merupakan keterpaduan antara (1) bukti-bukti ilmiah, yang berasal dari studi yang terpercaya (best research evidence); dengan (2) keahlian klinis (clinical expertise) dan (3) nilai-nilai yang ada pada masyarakat (patient values). Beberapa alasan utama mengapa Evidence based diperlukan : 1. Bahwa informasi-informasi tradisional (misalnya yang terdapat dalam text-book) sudah sangat tidak akurat pada saat ini. Beberapa justru sering keliru dan menyesatkan, tidak efektif, atau bisa saja terlalu banyak sehingga justru sering membingungkan. 2. Dalam pendidikannya, dengan bertambahnya pengalaman klinik seseorang maka kemampuan/ ketrampilan klinik juga meningkat. Namun pada saat yang bersamaan, kemampuan ilmiah (akibat terbatasnya informasi yang dapat diakses) serta kinerja klinik (akibat hanya mengandalkan pengalaman, yang sering tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah) menurun secara signifikan. Ruang Flamboyan adalah salah satu ruang rawat inap yang berada dibawah IRNA Bedah, ruangan ini berkapasitas 51 TT dengan BOR sebesar 110% dalam 6 bulan terakhir ini. 62% kasus terbanyak adalah cidera kepala, sisanya adalah cidera muskuloskletal dan kasus lainnya. Pada pasien cidera kepala seringkali dilakukan restrain pada pasien-pasien yang gelisah. Restrain adalah Pelayanan menggunakan alat pengikat pada pasien
gelisah, agresif ataupun non kooperatif. Adapun alat yang digunakan adalah tali, kain ataupun kassa gulung. Dari data yang kami dapatkan pada bulan Juni s/d Oktober 2014 didapatkan sebanyak 54 pasien yang harus dilakukan restrain karena tingkat kesadarannya yang menurun. Sebenarnya petugas ruangan sudah melakukan antisipasi agar pasien-pasien yang dilakukan restrain tidak mengalami cidera tambahan seperti luka lecet dan memar dikulit dengan jalan memasang restrain dari kain katun serta menggantinya dengan segera jika kotor atau basah, akan tetapi dari 54 orang pasien tersebut ditemukan 7
orang yang mengalami luka lecet dan memar. Dari evidence based ini kami melakukan telaah ilmiah dan brainstorming untuk mengatasi permasalahan tersebut karena hal ini berkaitan erat dengan mutu pelayanan keperawatan. Setelah melalui beberapa pertimbangan dan konsultasi dengan dokter orthopaedi kami kemudian sepakat untuk mengganti kain katun dengan stockynet yang kami lapisi dengan kapas sehingga permukaan lebih lentur dan lembut. Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya penurunan kejadian luka lecet di kulit akibat pemasangan restrain dari 7 kejadian menjadi 0 kejadian.
Pada akhirnya, semua operasi bisnis bisa dirangkum menjadi tiga kata : orang, produk, dan profit. Jika tak punya orang yang baik, kita tak bisa berbuat banyak untuk meraih dua yang lainnya. --- Lee Lococca --Pemimpin besar dihormati bukan karena kekuasaan, tapi karena apa yang telah dilakukan. --- Pepatah Kuno --Pekerjaan besar biasanya diberikan kepada orang-orang yang telah membuktikan bisa mengerjakan pekerjaan kecil. --- Ralph Waldo Emerson --
Langkah pertama untuk akuisisi kebijaksanaan adalah dengan hening, kedua dengan mendengarkan, ketiga mengingat, keempat praktik, kelima mengajari orang lain. --- Solomon Ibn Gariol ---
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya
Salah satu menjadi juara adalah dengan bertindak seperti juara. Anda harus belajar cara menang dan tidak lari ketika kalah. Semua pernah gagal dan pernah meraih sukses, anda harus hati-hati agar tidak kehilangan percaya diri atau menjadi terlalu percaya diri. --- Nancy Kerrigan ---
januari 2016
Hari Besar Kesehatan NO 1 2 3 4 5 6
TANGGAL 15 Januari 25 Januari 27 Januari 04 Pebruari 11 Pebruari 24 Maret
KETERANGAN Hari Kanker Anak Sedunia Hari Gizi Hari Kusta Se-Dunia Hari Kanker Se-Dunia Hari Penyakit Se-Dunia Hari Tuberkolosis Se-Dunia Sumber :
Kalender Pusat Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Tahun 2011 Kalender 2013, Tabloid Gaya Hidup Sehat, edisi XIII-41, 4 Januari 2013
29
ruang wanita
CHICKEN KATSU
(3 PORSI)
BAHAN : - 300 gr daging ayam filet - 50 gr tepung panir - 3 siung bawang putih - Lada secukupnya - Pala secukupnya - Garam secukupnya - 1 butir putih telur - Minyak goreng untuk menggoreng
BIHUN JAGUNG JAMUR TIRAM (5 PORSI)
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya
januari 2016
Bahan-bahan : • 300 gr Bihun Kering • 25 gr Jamur Kuping • 50 gr ayam (potong dadu) • 50 gr udang (buang kulitnya) • 2 Batang Daun Seledri • Bawang Goreng Secukupnya • Minyak Goreng Secukupnya
30
Cara Membuat : 1. Rendam bihun kering di dalam mangkok berisi air panas dan 1 sdm minyak goreng hingga bihun mengembang, tiriskan. 2. Rendam jamur kuping kering di dalam mangkok berisi air panas hingga jamur mengembang, tiriskan kemudian iris. Sisihkan 3. Siapkan penggorengan beri minyak goreng, tumis bumbu halus hingga harum, masukkan irisan jamur kuping aduk rata, kemudian masukkan bihun, beri kaldu bubuk, lada bubuk, garam, kecap manis, minyak winjen dan saos tiram, aduk sampai tercampur rata hirigga matang, masukkan irisan daun seledri aduk rata kembali, siap sajikan dengan taburan bawang goreng. Protein Karbohidrat
PELENGKAP : - 100 gr kentang rebus - 50 gr wortel rebus iris panjang - 50 gr buncis rebus iris panjang (5 cm) CARA MEMBUAT : 1. Haluskan bawang putih, lada, merica dan garam 2. Rendam ayam filet dalam bumbu yang telah dihaluskan + 30 menit 3. Kemudian gulingkan ayam dalam putih telur dan tepung panir bergantian hingga ayam tertutup rata 4. Goreng ayam dalam minyak panas hingga kuning kecoklatan, tiriskan 5. Untuk saus : tumis bawang bombay hingga harum, masukkan saos tiram dan saos tomat aduk-aduk hingga tercampur rata dan matang, sisihkan 6. Tata dalam piring saji, ayam, bahan pelengkap, dan saus sajikan.
Bumbu Halus : • 2 Siung Bawang Putih • 3 Siung Bawang Merah • 1/2 sdt Kaldu Bubuk • Secukupnya Lada Bubuk • Secukupnya Garam • 1 sdm Kecap Manis • 1 sdt Minyak Wijen • 1 sdm Saos Tiram
NILAI GIZI : Energi : 245 Kkal, Lemak : 3,3 Gr,
BAHAN SAUS : - 5 Sdm saos tomat - 3 Sdm saos tiram - ½ butir bawang bombay
: 8,3 Gr, : 80 Gr
Resep oleh : Tim Gizi RSUD Dr. Soetomo
NILAI GIZI : Energi : 245 Kkal, Lemak : 10,8 Gr,
Protein Kabohidrat
: 19,5 Gr, : 16,9 Gr
PASIEN BARU
Tengah malam itu dua orang pemabuk berat saling berdebat satu sama lain sambil sesekali mereka tengadah ke langit. Pemabuk 1 : "Matahari kok sinarnya nggak panas ya bro ..." sambil nunjuk ke bulan. Pemabuk 2 : "Mana ada matahari tengah malam begini..itu mah bintang tau.." Pemabuk 1 : "Matahari ah..! !" Pemabuk 2 : "Bintang.. bintang.. bintang..! ! !" Tiba-tiba lewatlah seorang pemuda, dan kedua pemabuk itu sepakat untuk memastikan apakah itu matahari atau bintang. Pemabuk 1-2 : "Mas .. mas.. tanya nih, itu matahari apa bintang ya..?" sambil menunjuk ke bulan. Pemuda : "Oh..kurang tau ya ... saya bukan orang sini."
Hari senin... yaaa pasti padat. Tak hanya jalanan saia tetapi loket pendaflaran jaminan di tempatku bernaung alias IRJ tercinta. Dan.. loket yang akan mengisi hariku hari ini adalah loket jaminan pasien baru. Selamat datang di Surabaya.... (dikarenakan kebanyakan dari luar kota) Dan antrian pertama dimulai, seorang lelaki tua dengan wajah lelah maju menyodorkan nomor antrian 1. Dan temyata beliau adalah keluarga pasien. Aku meminta persyaratan untuk membuat jaminan. Rujukan dari Nganjuk ditujukan untuk 2 poli yaitu orthopedi dan rehab medik. Aku : Kartu jaminannya apa pak? Bapak pakai apa? Bapak : maskin mbak. J AM K EM A S (teriak penuh semangat) Aku : jamkesmas pak ya. Bukan jamkemas. Bapak : enggeh mbak kados ngoten. Lah nggeh niku kulo mboten sekolah mbak. Mboten nggada nyotro, damel maem mawon susah, nopo malih sekolah. Namung angon wedhus, niku nggeh sanes nggada kulo mbak. (sedikit curhat dengan muka datar) Aku : enggeh pak, mpun. Bapak, di rujukan ada 2 poli. Bapak mau ke poli yang mana terlebih dahulu? Bapak : niku mbak, poli BALUNG. Dikengken foto kale dokter PUKEMAS. Aku : namanya poli orthopedi. Monggo Pak silahkan ke polinya. (sambil menyerahkan SEP) Bapak : terus fotone piye mbak? Aku : nanti dipeniksa dokter dulu. Kalo sudah ada formulir untuk foto, bareng langsung menuju GDC Bapak : oh DTC mbak. Nggihpun. Suwon Aku : bukan pak. GDC..
Surya Negara - Urologi
SOK INGGRIS Wakidjan begitu terpesonanya dengan permainan piano Nadine. Sambil bertepuk tangan, ia berteriak, "Not a play! Not a play!" Nadine bengong. "Not a play?" "Yes... Not a play... Bukan main." Tukidjo yang menemani Wakidjan terperangah. "Bukan main itu bukan not a play, Djan." "Your granny (Mbahmu). Humanly I have check my dictionary kok. (Orang saya sudah periksa di kamus kok)" Lalu berpaling ke Nadine. "Lady, let's corner (Mojok yuk). But don't think that are nots (Jangan berpikir yang bukan-bukan) . I just want a meal together." "Ngaco kamu, Djan," Tukidjo tambah gemes. "Don't be surplus (Jangan berlebihan), Djo. Be wrong a little is OK toch?" Nadine cuman senyum kecil. "I would love to, but..." "Sorry if my friend make you not delicious (Maaf kalau teman saya bikin kamu jadi nggak enak)," sambut Wakidjan ramah, "Different river, maybe (Lain kali barangkali). I will not be various kok (Saya nggak akan macam-macam kok)." Setelah Nadine pergi, Wakidjan menatap Tukidjo dengan sebal. "Disturbing aja sih, Djo. Does the language belong to your ancestor (Emang itu bahasa punya moyang Lu)?" Tukidjo can kalimat penutup. "Just itchy Djan, because you speak English as delicious as your belly button." (Gatel aja, Djan, soalnya kamu ngomong Inggris seenak udelmu dewe). Wakidjan cuman bisa merutuk dalam hati, "His name is also effort." (Namanya juga usaha) Surya Negara - Urologi
Melia Ekawati – Instalasi Rawat Jalan
KOCOK DAHULU Seorang perawat rumah sakit yang sedang bertugas ingin melihat para pasiennya. Salah satu pasien terlihat sedang mengalami kejang-kejang. Lalu sang perawat memeriksa keadaan si pasien, temyata tidak ada masalah atau keluhan apapun. Si perawat heran, lalu bertanya kepada pasien, "kenapa anda ?" Si pasien menjawab, "saya lupa setelah minum obat, saya tidak membaca bahwa ada aturannya' kocok dulu sebelum diminum'. Jadi karena saya terlanjur meminumnya, saya kocok saja di dalam perut. dr. Fritia Kusuma W, Erika Qodaryanti, AMd Fis, Novia Prihatin, AMd TW - Instalasi : Rehabilitasi Medik
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya
MABUK
januari 2016
unik & lucu
31
Tebak Siapa Dia
?
?
? Tulis nama lengkap dan unit kerjanya !!!
ak : bat 6 minggu eja redaksi paling lam dim ai mp sa hir ak ter • Jawaban terbitan setelah terbit. majalah “Mimbar” mumkan pada diu ng na me Pe • berikutnya. di ganggu gugat. mutlak tidak dapat njukkan • Keputusan juri sendiri dengan menu mengambil hadiah rus ha ng na me Pe • 88 kartu identitas. PKRS Telp. 1086-10 di kantor Instalasi il mb dia t pa da h • Hadia pada Jam kerja. . 75.000,Hadiah sebesar Rp
Ketentuan meneb
Su Doku Teka-Teki abad ini :
Kita dipersilahkan mengisi kotak-kotak itu dengan angka mulai dari 1 sampai 9. Syaratnya tidak boleh ada pengulangan angka di dalam satu kolom, juga di dalam satu baris, serta didalam setiap kotak parsial 3 x 3. Sebagai patokan awal, beberapa kotak telah diisi dengan angka-angka pembuka, kita kemudian melanjutkan.
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya
januari 2016
Jawaban Su Doku
32
8
7
4
1
3
6
5
9
2
9
5
2
4
7
8
1
3
6
3
1
6
5
9
2
8
7
4
6
3
1
2
8
4
7
5
9
2
8
7
9
1
5
4
6
3
4
9
5
3
6
7
2
8
1
7
6
3
8
4
1
9
2
5
5
4
8
6
2
9
3
1
7
1
2
9
7
5
3
6
4
8
1
3
Jawaban “Kuis Mimbar” Vol. 19, No. 4 :
9
2
5
4
4
7
3
Pemenang Su Doku : Pemenangnya :
1. Budiyono ISB (Pencucian) RSUD Dr. Soetomo 2. Sri Hartini, S.Kep.NS Sekretariat GBPT RSUD Dr. Soetomo
6
3
3 1 7
4 6
7
8
8
5
7
8
4 6
1
Angket Berhadiah
Tebak Siapa Dia: Murtiningrum Banpol PP Instalasi Rawat Jalan RSUD Dr. Soetomo
Artikel apa yang paling anda senangi pada edisi Mimbar edisi ini : 1. ...................................................................... ......................................................................
Pemenangnya :
2. ...................................................................... ......................................................................
1. Sri Unarti Ruang Bobo Irna Anak RSUD Dr. Soetomo 2. Mochamad Soleh SMF Obstetri Ginekologi RSUD Dr. Soetomo
Pemenang Angket Berhadiah : 1. Nurul Instalasi Farmasi IRD lantai 1 (sekilas info & artikel unik lucu) 2. Zumaroh Kasir Irna Medik RSUD Dr. Soetomo (Artikel Kesehatan & Ruang Wanita)
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 Tentang
PROGRAM PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA DI RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran a. bahwa peningkatan kejadian dan Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor penyebaran mikroba yang resisten terhadap 244, Tambahan Lembaran Negara Republik antimikroba di rumah sakit disebabkan oleh Indonesia Nomor 5584); penggunaan antibiotik yang tidak bijak dan 5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/ rendahnya ketaatan terhadap kewaspadaan Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan standar; Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita b. bahwa dalam rangka mengendalikan Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor mikroba resisten di rumah sakit, perlu 585) sebagaimana telah diubah dengan dikembangkan program pengendalian Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun resistensi antimikroba di rumah sakit; 2013 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun c. bahwa berdasarkan pertimbangan 2013 Nomor 741); sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu ditetapkan Peraturan Menteri MEMUTUSKAN: Kesehatan tentang Program Pengendalian Menetapkan : PERATURAN MENTERI Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit; KESEHATAN TENTANG PROGRAM PENGENDALIAN RESISTENSI Mengingat : ANTIMIKROBA DI RUMAH SAKIT. 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004, tentang Praktik Kedokteran (Lembaran BAB I Negara Republik Indonesia Tahun 2004 KETENTUAN UMUM Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Pasal 1 Republik Indonesia Nomor 4431); Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan: 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 1. Resistensi Antimikroba adalah kemampuan tentang Kesehatan (Lembaran Negara mikroba untuk bertahan hidup terhadap efek Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor antimikroba sehingga tidak efektif dalam 144, Tambahan Lembaran Negara Republik penggunaan klinis. Indonesia Nomor 5063); 2. Pengendalian Resistensi Antimikroba adalah 3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 aktivitas yang ditujukan untuk mencegah dan/ tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara atau menurunkan adanya kejadian mikroba Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor resisten. 153, Tambahan Lembaran Negara Republik 3. Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba Indonesia Nomor 5072); yang selanjutnya disingkat KPRA adalah 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 komite yang dibentuk oleh Kementerian
januari 2016 mimbar
i
Kesehatan dalam rangka mengendalikan penggunaan antimikroba secara luas baik di fasilitas pelayanan kesehatan dan di masyarakat. 4. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan, Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 5. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah daerah. 6. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang kesehatan.
c. mengembangkan dan meningkatkan fungsi laboratorium mikrobiologi klinik dan laboratorium penunjang lainnya yang berkaitan dengan penanganan penyakit infeksi; d. meningkatkan pelayanan farmasi klinik dalam memantau penggunaan antibiotik; e. meningkatkan pelayanan farmakologi klinik dalam memandu penggunaan antibiotik; f. meningkatkan penanganan kasus infeksi secara multidisiplin dan terpadu; g. melaksanakan surveilans pola penggunaan antibiotik, serta melaporkannya secara berkala; dan h. melaksanakan surveilans pola mikroba penyebab infeksi dan kepekaannya terhadap antibiotik, serta melaporkannya secara berkala.
Pasal 2 Peraturan Menteri ini digunakan sebagai acuan bagi rumah sakit dalam upaya pengendalian resistensi antimikroba agar Program Pengendalian Pasal 5 Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit berlangsung Pencegahan penyebaran mikroba resisten secara baku, terukur, dan terpadu. melalui peningkatan ketaatan terhadap prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi BAB II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, STRATEGI dilakukan melalui upaya: Pasal 3 a. peningkatan kewaspadaan standar; Strategi Program Pengendalian Resistensi b. pelaksanaan kewaspadaan transmisi; Antimikroba dilakukan dengan cara: c. dekolonisasi pengidap mikroba resisten; dan a. mengendalikan berkembangnya mikroba d. penanganan kejadian luar biasa mikroba resisten akibat tekanan seleksi oleh antibiotik, resisten. melalui penggunaan antibiotik secara bijak; dan BAB III b. mencegah penyebaran mikroba resisten PENYELENGGARAAN melalui peningkatan ketaatan terhadap Bagian Kesatu prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi. Umum Pasal 6 Pasal 4 (1) Setiap rumah sakit harus melaksanakan (1) Penggunaan antibiotik secara bijak Program Pengendalian Resistensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf Antimikroba secara optimal. a merupakan penggunaan antibiotik secara (2) Pelaksanaan Program Pengendalian rasional dengan mempertimbangkan dampak Resistensi Antimikroba sebagaimana muncul dan menyebarnya mikroba (bakteri) dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: resisten. a. pembentukan tim pelaksana program (2) Penerapan penggunaan antibiotik secara Pengendalian Resistensi Antimikroba; bijak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) b. penyusunan kebijakan dan panduan dilakukan melalui tahapan: penggunaan antibiotik; a. meningkatkan pemahaman dan ketaatan c. melaksanakan penggunaan antibiotik staf medis fungsional dan tenaga secara bijak; dan kesehatan dalam penggunaan antibiotik d. melaksanakan prinsip pencegahan secara bijak; pengendalian infeksi. b. meningkatkan peranan pemangku (3) Pembentukan tim pelaksana Program kepentingan di bidang penanganan Pengendalian Resistensi Antimikroba rumah penyakit infeksi dan penggunaan sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antibiotik; huruf a bertujuan menerapkan Program
ii
mimbar januari 2016
Pengendalian Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit melalui perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi. (4) Penyusunan kebijakan dan panduan penggunaan antibiotik, melaksanakan penggunaan antibiotik secara bijak, dan melaksanakan prinsip pencegahan pengendalian infeksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf d dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Tim Pelaksana Program Pengendalian Resistensi Antimikroba Pasal 7 (1) Tim pelaksana Program Pengendalian Resistensi Antimikroba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a dibentuk melalui keputusan kepala/direktur rumah sakit. (2) Susunan tim pelaksana Program Pengendalian Resistensi Antimikroba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas ketua, wakil ketua, sekretaris dan anggota. (3) Kualifikasi ketua tim PPRA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan seorang klinisi yang berminat di bidang infeksi. (4) Dalam melaksanakan tugasnya, tim pelaksana Program Pengendalian Resistensi Antimikroba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab langsung kepada kepala/direktur rumah sakit. Pasal 8 (1) Keanggotaan tim pelaksana Program Pengendalian Resistensi Antimikroba rumah sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) paling sedikit terdiri atas unsur: a. klinisi perwakilan SMF/bagian; b. keperawatan; c. instalasi farmasi; d. laboratorium mikrobiologi klinik; e. komite/tim Pencegahan Pengendalian Infeksi (PPI); dan f. Komite/tim Farmasi dan Terapi (KFT). (2) Keanggotaan tim pelaksana Program Pengendalian Resistensi Antimikroba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus merupakan tenaga kesehatan yang kompeten. (3) Dalam hal terdapat keterbatasan tenaga kesehatan yang kompeten, keanggotaan tim pelaksana Program Pengendalian Resistensi
Antimikroba sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disesuaikan dengan unsur tenaga kesehatan yang tersedia. Pasal 9 Tim pelaksana Program Pengendalian Resistensi Antimikroba mempunyai tugas dan fungsi: a. membantu kepala/direktur rumah rakit dalam menetapkan kebijakan tentang pengendalian resistensi antimikroba; b. membantu kepala/direktur rumah sakit dalam menetapkan kebijakan umum dan panduan penggunaan antibiotik di rumah sakit; c. membantu kepala/direktur rumah sakit dalam pelaksanaan program pengendalian resistensi antimikroba; d. membantu kepala/direktur rumah sakit dalam mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan program pengendalian resistensi antimikroba; e. menyelenggarakan forum kajian kasus pengelolaan penyakit infeksi terintegrasi; f. melakukan surveilans pola penggunaan antibiotik; g. melakukan surveilans pola mikroba penyebab infeksi dan kepekaannya terhadap antibiotik; h. menyebarluaskan serta meningkatkan pemahaman dan kesadaran tentang prinsip pengendalian resistensi antimikroba, penggunaan antibiotik secara bijak, dan ketaatan terhadap pencegahan pengendalian infeksi melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan; i. mengembangkan penelitian di bidang pengendalian resistensi antimikroba; dan j. melaporkan kegiatan program pengendalian resistensi antimikroba kepada Direktur/Kepala rumah sakit. Bagian Ketiga Evaluasi Pasal 10 (1) Evaluasi terhadap pelaksanaan program pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit dilakukan melalui: a. evaluasi penggunaan antibiotik; dan b. pemantauan atas muncul dan menyebarnya mikroba multiresisten. (2) Evaluasi penggunaan antibiotik di rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan menggunakan metode audit kuantitas penggunaan antibiotik dan audit kualitas penggunaan antibiotik. (3) Pemantauan atas muncul dan menyebarnya mikroba multiresisten di rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan melalui surveilans mikroba multiresisten.
januari 2016 mimbar iii
Bagian Keempat Indikator Mutu Pasal 11 Indikator mutu Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit meliputi: a. perbaikan kuantitas penggunaan antibiotik; b. perbaikan kualitas penggunaan antibiotik; c. perbaikan pola kepekaan antibiotik dan penurunan pola resistensi antimikroba; d. penurunan angka kejadian infeksi di rumah sakit yang disebabkan oleh mikroba multiresisten; dan e. peningkatan mutu penanganan kasus infeksi secara multidisiplin, melalui forum kajian kasus infeksi terintegrasi. Bagian Kelima Pelaporan Pasal 12 (1) Kepala/direktur rumah sakit wajib melaporkan pelaksanaan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di rumah sakit kepada Menteri melalui KPRA dengan tembusan kepada Dinas Kesehatan Propinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. (2) Pelaporan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara berkala setiap akhir tahun sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.
b. pelatihan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia; dan c. monitoring dan evaluasi. Pasal 15 (1) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota dapat memberikan sanksi administratif terhadap rumah sakit yang melanggar ketentuan Peraturan Menteri ini sesuai dengan kewenangan masing-masing. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. teguran lisan; dan b. teguran tertulis. BAB V KETENTUAN PENUTUP Pasal 16 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 11 Februari 2015 MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
Pasal 13 Ketentuan lebih lanjut mengenai Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di rumah sakit sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. BAB IV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 14 (1) Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap program pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing dengan mengikutsertakan KPRA, asosiasi perumahsakitan, dan organisasi profesi kesehatan terkait. (2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui: a. advokasi, sosialisasi, dan bimbingan teknis;
iv
mimbar januari 2016
ttd NILA FARID MOELOEK
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 2 Maret 2015 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd YASONNA H. LAOLY
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 334
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PROGRAM PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA DI RUMAH SAKIT
PEDOMAN PROGRAM PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA DI RUMAH SAKIT I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Resistensi mikroba terhadap antimikroba (disingkat: resistensi antimikroba, antimicrobial resistance, AMR) telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia, dengan berbagai dampak merugikan dapat menurunkan mutu pelayanan kesehatan. Muncul dan berkembangnya resistensi antimikroba terjadi karena tekanan seleksi (selection pressure) yang sangat berhubungan dengan penggunaan antimikroba, dan penyebaran mikroba resisten (spread). Tekanan seleksi resistensi dapat dihambat dengan cara menggunakan secara bijak, sedangkan proses penyebaran dapat dihambat dengan cara mengendalikan infeksi secara optimal. Resistensi antimikroba yang dimaksud adalah resistensi terhadap antimikroba yang efektif untuk terapi infeksi yang disebabkan oleh bakteri, jamur, virus, dan parasit. Bakteri adalah penyebab infeksi terbanyak maka penggunaan antibakteri yang dimaksud adalah penggunaan antibiotik. Hasil penelitian Antimicrobial Resistant in Indonesia (AMRIN-Study) tahun 2000-2005 pada 2494 individu di masyarakat, memperlihatkan bahwa 43% Escherichia coli resisten terhadap berbagai jenis antibiotik antara lain: ampisilin (34%), kotrimoksazol (29%) dan kloramfenikol (25%). Sedangkan pada 781 pasien yang dirawat di rumah sakit didapatkan 81% Escherichia coli resisten terhadap berbagai jenis antibiotik, yaitu ampisilin (73%), kotrimoksazol (56%), kloramfenikol (43%), siprofloksasin (22%), dan gentamisin (18%). Hasil penelitian ini membuktikan bahwa masalah resistensi antimikroba juga terjadi di Indonesia. Penelitian tersebut memperlihatkan bahwa di Surabaya dan Semarang terdapat masalah resistensi antimikroba, penggunaan antibiotik yang tidak bijak, dan pengendalian infeksi yang belum optimal. Penelitian AMRIN ini menghasilkan rekomendasi berupa metode yang telah divalidasi (validated method) untuk mengendalikan resistensi antimikroba secara efisien. Hasil penelitian tersebut telah disebarluaskan ke rumah sakit lain di Indonesia melalui lokakarya nasional pertama di Bandung tanggal 29-31 Mei 2005, dengan harapan agar rumah sakit lain dapat melaksanakan “self-assessment program” menggunakan “validated method” seperti yang dimaksud di atas. Pelaksanaannya dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi di masingmasing rumah sakit, sehingga akan diperoleh data resistensi antimikroba, data penggunaan antibiotik, dan pengendalian infeksi di Indonesia. Namun, sampai sekarang gerakan pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit secara nasional belum berlangsung baik,
terpadu, dan menyeluruh sebagaimana yang terjadi di beberapa negara. Berbagai cara perlu dilakukan untuk menanggulangi masalah resistensi antimikroba ini baik di tingkat perorangan maupun di tingkat institusi atau lembaga pemerintahan, dalam kerja sama antar-institusi maupun antar-negara. WHO telah berhasil merumuskan 67 rekomendasi bagi negara anggota untuk melaksanakan pengendalian resistensi antimikroba. Di Indonesia rekomendasi ini tampaknya belum terlaksana secara institusional. Padahal, sudah diketahui bahwa penanggulangan masalah resistensi antimikroba di tingkat internasional hanya dapat dituntaskan melalui gerakan global yang dilaksanakaan secara serentak, terpadu, dan bersinambung dari semua negara. Diperlukan pemahaman dan keyakinan tentang adanya masalah resistensi antimikroba, yang kemudian dilanjutkan dengan gerakan nasional melalui program terpadu antara rumah sakit, profesi kesehatan, masyarakat, perusahaan farmasi, dan pemerintah daerah di bawah koordinasi pemerintah pusat melalui kementerian kesehatan. Gerakan penanggulangan dan pengendalian resistensi antimikroba secara paripurna ini disebut dengan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA). Dalam rangka pelaksanaan PPRA di rumah sakit, maka perlu disusun pedoman pelaksanaan agar pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit di seluruh Indonesia berlangsung secara baku dan data yang diperoleh dapat mewakili data nasional di Indonesia. B. Tujuan Pedoman ini dimaksudkan untuk menjadi acuan dalam pelaksanaan program pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit, agar berlangsung secara baku, terpadu, berkesinambungan, terukur, dan dapat dievaluasi.
II. STRATEGI PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA Muncul dan berkembangnya mikroba resisten dapat dikendalikan melalui dua kegiatan utama, yaitu penerapan penggunaan antibiotik secara bijak (prudent use of antibiotics), dan penerapan prinsip pencegahan penyebaran mikroba resisten melalui kewaspadaan standar. Penggunaan antibiotik secara bijak ialah penggunaan antibiotik yang sesuai dengan penyebab infeksi dengan rejimen dosis optimal, lama pemberian optimal, efek samping minimal, dan dampak minimal terhadap munculnya mikroba resisten. Oleh sebab itu pemberian antibiotik harus disertai dengan upaya menemukan penyebab infeksi dan pola kepekaannya. Penggunaan januari 2016 mimbar
v
antibiotik secara bijak memerlukan kebijakan pembatasan dalam penerapannya. Antibiotik dibedakan dalam kelompok antibiotik yang bebas digunakan oleh semua klinisi (non-restricted) dan antibiotik yang dihemat dan penggunaannya memerlukan persetujuan tim ahli (restricted dan reserved). Peresepan antibiotik bertujuan mengatasi penyakit infeksi (terapi) dan mencegah infeksi pada pasien yang berisiko tinggi untuk mengalami infeksi bekteri pada tindakan pembedahan (profilaksis bedah) dan beberapa kondisi medis tertentu (profilaksis medik). Antibiotik tidak diberikan pada penyakit non-infeksi dan penyakit infeksi yang dapat sembuh sendiri (self-limited) seperti infeksi virus. Pemilihan jenis antibiotik harus berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologi atau berdasarkan pola mikroba dan pola kepekaan antibiotik, dan diarahkan pada antibiotik berspektrum sempit untuk mengurangi tekanan seleksi (selection pressure). Penggunaan antibiotik empiris berspektrum luas masih dibenarkan pada keadaan tertentu, selanjutnya dilakukan penyesuaian dan evaluasi setelah ada hasil pemeriksaan mikrobiologi (streamlining atau de-eskalasi). Beberapa masalah dalam pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit perlu diatasi. Misalnya, tersedianya laboratorium mikrobiologi yang memadai, komunikasi antara berbagai pihak yang terlibat dalam kegiatan perlu ditingkatkan. Selain itu, diperlukan dukungan kebijakan pembiayaan dan pengadaan antibiotik yang mendukung pelaksanaan penggunaan antibiotik secara bijak di rumah sakit. Untuk menjamin berlangsungnya program ini perlu dibentuk Tim Pelaksana Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (Tim PPRA) di rumah sakit. III. PENGENDALIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI RUMAH SAKIT Pengendalian penggunaan antibiotik dalam upaya mengatasi masalah resistensi antimikroba dilakukan dengan menetapkan “Kebijakan Penggunaan Antibiotik di Rumah Sakit”, serta menyusun dan menerapkan “Panduan Penggunaan Antibiotik Profilaksis dan Terapi”. Dasar penyusunan kebijakan dan panduan penggunaan antibiotik di rumah sakit mengacu pada: a. Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik b. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran c. Pola mikroba dan kepekaan antibiotik setempat A. Kebijakan penggunaan antibiotik di rumah sakit, berisi hal berikut ini. 1. Kebijakan Umum a. Kebijakan penanganan kasus infeksi secara multidisiplin. b. Kebijakan pemberian antibiotik terapi meliputi antibiotik empirik dan definitif. Terapi antibiotik empiris adalah penggunaan antibiotik pada kasus infeksi atau diduga infeksi yang belum diketahui jenis bakteri penyebab dan pola kepekaannya. Terapi antibiotik definitif adalah penggunaan antibiotik pada kasus infeksi yang sudah diketahui jenis bakteri penyebab dan pola kepekaannya. c. Kebijakan pemberian antibiotik profilaksis bedah meliputi antibiotik profilaksis atas indikasi operasi bersih dan bersih terkontaminasi sebagaimana tercantum dalam ketentuan yang berlaku. vi
mimbar januari 2016
Antibiotik Profilaksis Bedah adalah penggunaan antibiotik sebelum, selama, dan paling lama 24 jam pascaoperasi pada kasus yang secara klinis tidak memperlihatkan tanda infeksi dengan tujuan mencegah terjadinya infeksi luka daerah operasi. d. Pemberian antibiotik pada prosedur operasi terkontaminasi dan kotor tergolong dalam pemberian antibiotik terapi sehingga tidak perlu ditambahkan antibiotik profilaksis. 2. Kebijakan Khusus a. Pengobatan awal 1) Pasien yang secara klinis diduga atau diidentifikasi mengalami infeksi bakteri diberi antibiotik empirik selama 48-72 jam. 2) Pemberian antibiotik lanjutan harus didukung data hasil pemeriksaan laboratorium dan mikrobiologi. 3) Sebelum pemberian antibiotik dilakukan pengambilan spesimen untuk pemeriksaan mikrobiologi. b. Antibiotik empirik ditetapkan berdasarkan pola mikroba dan kepekaan antibiotik setempat. c. Prinsip pemilihan antibiotik. 1) Pilihan pertama (first choice). 2) Pembatasan antibiotik (restricted/ reserved). 3) Kelompok antibiotik profilaksis dan terapi. d. Pengendalian lama pemberian antibiotik dilakukan dengan menerapkan automatic stop order sesuai dengan indikasi pemberian antibiotik yaitu profilaksis, terapi empirik, atau terapi definitif. e. Pelayanan laboratorium mikrobiologi. 1) Pelaporan pola mikroba dan kepekaan antibiotik dikeluarkan secara berkala setiap tahun. 2) Pelaporan hasil uji kultur dan sensitivitas harus cepat dan akurat. 3) Bila sarana pemeriksaan mikrobiologi belum lengkap, maka diupayakan adanya pemeriksaan pulasan gram dan KOH. B. Panduan penggunaan antibiotik profilaksis dan terapi di rumah sakit disusun dengan format sebagai berikut: 1. Judul, logo rumah sakit, edisi tahun 2. Kata pengantar tim penyusun 3. Sambutan pimpinan rumah sakit 4. Keputusan pimpinan rumah sakit tentang tim penyusun 5. Daftar tim penyusun 6. Daftar istilah dan singkatan 7. Daftar isi 8. Pendahuluan a. Latar belakang b. Definisi c. Tujuan d. Masa berlaku e. Kelebihan dan keterbatasan pedoman 9. Indikasipenggunaan antibiotik: a. Profilaksis: tercantum pembagian kelas operasi berdasarkan kriteria Mayhall. b. Terapi empirik: dasar dan cara pemilihan antibiotikempirik, tercantum diagram alur indikasi penggunaan antibiotik. 10. Daftar kasus dan alur penanganan pasien
11. Klasifikasi dan cara penggunaan antibiotik, meliputi: jenis, dosis, interval, rute, cara pemberian, saat dan lama pemberian, efek samping antibiotik 12. Catatan khusus (jika ada bagian/divisi yang belum menyetujui pedoman) 13. Penutup 14. Referensi 15. Lampiran
IV. PRINSIP PENCEGAHAN PENYEBARAN MIKROBA RESISTEN Pencegahan penyebaran mikroba resisten di rumah sakit dilakukan melalui upaya Pencegahan Pengendalian Infeksi (PPI). Pasien yang terinfeksi atau membawa koloni mikroba resisten dapat menyebarkan mikroba tersebut ke lingkungan, sehingga perlu dilakukan upaya membatasi terjadinya transmisi mikroba tersebut, terdiri dari 4 (empat) upaya berikut ini. 1. Meningkatkan kewaspadaan standar (standard precaution), meliputi: a. kebersihan tangan b. alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan, masker, goggle (kaca mata pelindung), face shield (pelindung wajah), dan gaun c. dekontaminasi peralatan perawatan pasien d. pengendalian lingkungan e. penatalaksanaan linen f. perlindungan petugas kesehatan g. penempatan pasien h. hygiene respirasi/etika batuk i. praktek menyuntik yang aman j. praktek yang aman untuk lumbal punksi 2. Melaksanakan kewaspadaan transmisi Jenis kewaspadaan transmisi meliputi: a. Melalui kontak b. Melalui droplet c. Melalui udara (airborne) d. Melalui common vehicle (makanan, air, obat, alat, peralatan) e. Melalui vektor (lalat, nyamuk, tikus) Pada kewaspadaaan transmisi, pasien ditempatkan di ruang terpisah. Bila tidak memungkinkan, maka dilakukan cohorting yaitu merawat beberapa pasien dengan pola penyebab infeksi yang sama dalam satu ruangan. 3. Dekolonisasi Dekolonisasi adalah tindakan menghilangkan koloni mikroba multiresisten pada individu pengidap (carrier). Contoh: pemberian mupirosin topikal pada carrier MRSA. 4. Tata laksana Kejadian Luar Biasa (KLB) mikroba multiresisten atau Multidrug-Resistant Organisms (MDRO) seperti Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA), bakteri penghasil Extended Spectrum Beta-Lactamase (ESBL), atau mikroba multiresisten yang lain. Apabila ditemukan mikroba multiresisten sebagai penyebab infeksi, maka laboratorium mikrobiologi segera melaporkan kepada tim PPI dan dokter penanggung jawab pasien, agar segera dilakukan tindakan untuk membatasi penyebaran strain mikroba multiresisten tersebut. Penanganan KLB mikroba multiresisten dilakukan berdasar prinsip berikut ini. 1) Mikroba multiresisten adalah mikroba
yang resisten terhadap paling sedikit 3 kelas antibiotik. 2) Indikator pengamatan: a. Angka MRSA
Penghitungan berpedoman pada rumus berikut ini:
Jumlah isolat MRSA angka MRSA= ------------------------------------------------------ X 100% Jumlah isolat Staphylococcus aureus + isolat MRSA
b. Angka mikroba penghasil ESBL
Penghitungan berpedoman pada rumus berikut ini:
Contoh: Klebsiella pneumoniae penghasil ESBL
jumlah isolat ESBL angka ESBL= ----------------------------------------------------- X 100% jumlah isolat bakteri non-ESBL + bakteri ESBL
jumlah K.pneumoniae ESBL angka ESBL=--------------------------------------------------------- X 100% jumlah K.pneumoniae non-ESBL + K.pneumoniae ESBL
c. Angka mikroba multiresisten lain dihitung dengan rumus yang sama dengan poin b) d. Selain indikator di atas, rumah sakit dapat menetapkan indikator KLB sesuai dengan kejadian setempat. e. Untuk bisa mengenali indikator tersebut, perlu dilakukan surveilans dan kerja sama dengan laboratorium mikrobiologi klinik. 3) Upaya menekan mikroba multiresisten, dilakukan baik ketika tidak ada KLB maupun ketika terjadi KLB. a. Jika tidak ada KLB, maka pengendalian mikroba multiresisten dilakukan dengan dua cara utama, yakni: i. meningkatkan penggunaan antibiotik secara bijak, baik melalui kebijakan manajerial maupun kebijakan profesional. ii. meningkatkan kewaspadaan standar. b. Jika ada KLB mikroba multiresisten, maka dilakukan usaha penanganan KLB mikroba multiresisten sebagai berikut. i. Menetapkan sumber penyebaran, baik sumber insidental (point source) maupun sumber menetap (continuous sources). ii. Menetapkan modus transmisi. iii. Tindakan penanganan KLB, yang meliputi: a) membersihkan atau menghilangkan sumber KLB. b) meningkatkan kewaspadaan baku. c) isolasi atau tindakan sejenis dapat diterapkan pada penderita yang terkolonisasi atau menderita infeksi akibat mikroba multiresisten; pada MRSA biasanya dilakukan juga pembersihan kolonisasi pada penderita sesuai dengan pedoman. d) Pada keadaan tertentu ruang rawat dapat ditutup sementara serta dibersihkan dan didisinfeksi. Tindakan tersebut di atas sangat dipengaruhi oleh sumber dan pola penyebaran mikroba multiresisten yang bersangkutan. januari 2016 mimbar vii
V. PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGI, PELAPORAN POLA MIKROBA DAN KEPEKAANNYA Pemeriksaan mikrobiologi bertujuan memberikan informasi tentang ada atau tidaknya mikroba di dalam bahan pemeriksaan atau spesimen yang mungkin menjadi penyebab timbulnya proses infeksi. Selanjutnya, apabila terdapat pertumbuhan, dan mikroba tersebut dipertimbangkan sebagai penyebab infeksi maka pemeriksaan dilanjutkan dengan uji kepekaan mikroba terhadap antimikroba. Akurasi hasil pemeriksaan mikrobiologi sangat ditentukan oleh penanganan spesimen pada fase praanalitik, pemeriksaan pada fase analitik, interpretasi, ekspertis, dan pelaporannya (fase pasca-analitik). Kontaminasi merupakan masalah yang sangat mengganggu dalam pemeriksaan mikrobiologi, sehingga harus dicegah di sepanjang proses pemeriksaan tersebut. A. PRINSIP PENGAMBILAN SPESIMEN MIKROBIOLOGI a) Keamanan. Setiap tindakan yang berkaitan dengan pengelolaan spesimen harus mengikuti pedoman kewaspadaan standar. Semua spesimen dianggap sebagai bahan infeksius. b) Pedoman umum dalam pengambilan spesimen yang tepat adalah sebagai berikut: a. pengambilan spesimen dilakukan sebelum pemberian antibiotik dan mengacu pada standar prosedur operasional yang berlaku. b. pengambilan spesimen dilakukan secara aseptik dengan peralatan steril sehingga mengurangi terjadinya kontaminasi flora normal tubuh atau bakteri lingkungan. c. spesimen diambil pada saat yang tepat, dari tempat yang diduga sebagai sumber infeksi, dengan volume yang cukup. d. wadah spesimen harus diberi label identitas pasein (nama, nomer rekam medik, tempat rawat), jenis spesimen, tanggal dan jam pengambilan spesimen. e. Lembar permintaan pemeriksaan hendaknya diisi dengan lengkap dan jelas, meliputi identitas pasien, ruang perawatan, jenis dan asal spesimen, tanggal dan jam pengambilan spesimen, pemeriksaan yang diminta, diagnosis klinik, nama antibiotik yang telah diberikan dan lama pemberian, identitas dokter yang meminta pemeriksaan serta nomer kontak yang bisa dihubungi.
B. TAHAPAN PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGI Pemeriksaan mikrobiologi terdiri dari beberapa tahap yaitu pemeriksaan secara makroskopik dan mikroskopik yang dilanjutkan dengan pembiakan, identifikasi mikroba, dan uji kepekaan mikroba terhadap antimikroba. Apabila mikroba tidak dapat dibiakkan secara in-vitro maka dipilih metode pemeriksaan lain yaitu uji serologi (deteksi antigen atau antibodi) atau biologi molekular (deteksi DNA/ RNA), antara lain dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR). 1. Pemeriksaan mikroskopis Pemeriksaan mikroskopis paling sedikit mencakup pengecatan Gram, Ziehl Neelsen, dan KOH. Hasil pemeriksaan ini berguna untuk mengarahkan diagnosis awal dan pemilihan antimikroba. viii mimbar januari 2016
2. Pemeriksaan kultur Pemeriksaan kultur menurut metode yang baku dilakukan untuk identifikasi bakteri atau jamur penyebab infeksi dan kepekaannya terhadap antibiotik atau antijamur. Laboratorium mikrobiologi hendaknya dapat melakukan pemeriksaan untuk menumbuhkan mikroba yang sering ditemukan sebagai penyebab infeksi (bakteri aerob non-fastidious dan jamur). 3. Uji Kepekaan Antibiotik atau Antijamur Hasil uji kepekaan antibiotik atau antijamur digunakan sebagai dasar pemilihan terapi antimikroba definitif. Untuk uji kepekaan ini digunakan metode difusi cakram menurut Kirby Bauer, sedangkan untuk mengetahui KHM (konsentrasi hambat minimal atau Minimum Inhibitory Concentration, MIC) dilakukan cara manual atau dengan mesin otomatik. Hasil pemeriksaan dikategorikan dalam Sensitif (S), Intermediate (I), dan Resisten (R) sesuai dengan kriteria yang ditentukan oleh Clinical Laboratory Standards Institute (CLSI) revisi terkini. Masing-masing antibiotik memiliki rentang S,I,R yang berbeda, sehingga antibiotik yang memiliki zona hambatan lebih luas belum tentu memiliki kepekaan yang lebih baik. Laboratorium mikrobiologi hendaknya melakukan kontrol kualitas berbagai tahap pemeriksaan di atas sesuai dengan ketentuannya.
C. PELAKSANAAN KONSULTASI KLINIK Konsultasi klinik yang perlu dilakukan meliputi: 1. Hasil biakan dan identifikasi mikroba diinterpretasi untuk dapat menentukan mikroba tersebut merupakan penyebab infeksi atau kontaminan/ kolonisasi. Interpretasi harus dilakukan dengan mempertimbangkan data klinis dan kualitas spesimen yang diperiksa, bila diperlukan dilakukan komunikasi dengan dokter penanggung jawab pasien atau kunjungan ke bangsal untuk melihat kondisi pasien secara langsung. Apabila mikroba yang ditemukan dianggap sebagai patogen penyebab infeksi, maka hasil identifikasi dilaporkan agar dapat digunakan sebagai dasar pemberian dan pemilihan antimikroba. Apabila mikroba merupakan kontaminan/kolonisasi maka tidak perlu dilaporkan. 2. Anjuran dilakukannya pemeriksaan diagnostik mikrobiologi lain yang mungkin diperlukan. 3. Saran pilihan antimikroba. 4. Apabila ditemukan mikroba multiresisten yang berpotensi menjadi wabah maka harus segera dilaporkan kepada Tim Pencegahan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (Tim PPI) untuk dapat dilakukan tindakan pencegahan transmisi.
D. PELAPORAN POLA MIKROBA SECARA PERIODIK Laboratorium mikrobiologi klinik juga bertugas menyusun pola mikroba (pola bakteri, bila memungkinkan juga jamur) dan kepekaannya terhadap antibiotik (atau disebut antibiogram) yang diperbarui setiap tahun. Pola bakteri dan kepekaannya memuat data isolat menurut jenis spesimen dan lokasi atau asal ruangan. Antibiogram ini digunakan sebagai dasar penyusunan dan pembaharuan pedoman penggunaan antibiotik empirik di rumah sakit.
E. FORMAT PELAPORAN POLA MIKROBA DAN KEPEKAANNYA 1. Tujuan a. Mengetahui pola bakteri (dan jamur bila memungkinkan) penyebab infeksi b. Mendapatkan antibiogram lokal 2. Dasar penyusunan laporan Hasil identifikasi mikroba melalui pemeriksaan mikrobiologi yang dikerjakan sesuai dengan standar yang berlaku. 3. Pelaporan a. Format laporan: 1) untuk rumah sakit, laporan berbentuk dokumen tercetak 2) untuk diseminasi ke masing-masing departemen/SMF/Instalasi, laporan dapat berbentuk cetakan lepas b. Halaman judul: 1) Laporan pola mikroba dan kepekaan terhadap antibiotik di rumah sakit (tuliskan nama rumah sakit) 2) Bulan dan tahun periode data yang dilaporkan 4. Isi laporan: a. Gambaran umum yang berisi: jenis spesimen dan sebaran spesimen secara keseluruhan maupun berdasarkan lokasi (misalnya rawat jalan/rawat inap non-bedah/rawat inap bedah/ICU). b. Pelaporan pola bakteri dibuat berdasarkan distribusi bakteri penyebab infeksi berdasarkan jenis spesimen. Pola disusun berurutan dari jumlah bakteri terbanyak sampai paling sedikit. Jika jumlah spesies terlalu sedikit, digabung dalam genus. c. Bila ada data mikroba multiresisten dengan perhatian khusus misalnya MRSA (methicillin resistance Staphylococcus aureus), batang Gram negatif penghasil enzim ESBL (extended spectrum beta-lactamase), atau VRE (vancomycin resistance enterococcus) dilaporkan terpisah. d. Antibiogram yang dilaporkan adalah persen sensitif. e. Antibiogram dilaporkan berdasarkan lokasi/ jenis perawatan, jenis spesimen, genus/ spesies mikroba. f. Frekuensi pelaporan setiap tahun. g. Ringkasan dan rekomendasi meliputi: 1) Antibiotik yang sensitifitasnya baik (lebih dari 80%) untuk setiap lokasi RS sebagai dasar penyusunan pedoman penggunaan antibiotik empirik. 2) Mikroba multiresisten jika ada (penghasil ESBL, MRSA, VRE, dan Acinetobacter). h. Data mikroba multiresisten dilaporkan juga kepada tim PPI sebagai pelengkap data surveilans HAI di rumah sakit.
VI. EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI RUMAH SAKIT Evaluasi penggunaan antibiotik merupakan salah satu indikator mutu program pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit, bertujuan memberikan informasi pola penggunaan antibiotik di rumah sakit baik kuantitas maupun kualitas. Pelaksanaan evaluasi
penggunaan antibiotik di rumah sakit menggunakan sumber data dan metode secara standar. A. Sumber Data Penggunaan Antibiotik di Rumah Sakit 1. Rekam Medik Pasien Penggunaan antibiotik selama dirawat di rumah sakit dapat diukur secara retrospektif setelah pasien pulang dengan melihat kembali Rekam Medik (RM) pasien, resep dokter, catatan perawat, catatan farmasi baik manual atau melalui Sistem Informasi Managemen Rumah Sakit (SIM RS). Dari penulisan resep antibiotik oleh dokter yang merawat dapat dicatat beberapa hal berikut ini: jenis antibiotik, dosis harian, dan lama penggunaan antibiotik, sedangkan dalam catatan perawat dapat diketahui jumlah antibiotik yang diberikan kepada pasien selama pasien dirawat. 2. Pengelolaan antibiotik di Instalasi Farmasi Di rumah sakit yang sudah melaksanakan kebijakan pelayanan farmasi satu pintu, kuantitas antibiotik dapat diperoleh dari data penjualan antibiotik di instalasi farmasi. Data jumlah penggunaan antibiotik dapat dipakai untuk mengukur besarnya belanja antibiotik dari waktu ke waktu, khususnya untuk mengevaluasi biaya sebelum dan sesudah dilaksanakannya program di rumah sakit. B. Audit Jumlah Penggunaan Antibiotik di Rumah Sakit Untuk memperoleh data yang baku dan dapat diperbandingkan dengan data di tempat lain, maka badan kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi penggunaan antibiotik secara Anatomical Therapeutic Chemical (ATC) Classification dan pengukuran jumlah penggunaan antibiotik dengan defined daily dose (DDD)/100 patient-days. Defined daily dose (DDD) adalah dosis harian ratarata antibiotik yang digunakan pada orang dewasa untuk indikasi utamanya. Perlu ditekankan di sini bahwa DDD adalah unit baku pengukuran, bukan mencerminkan dosis harian yang sebenarnya diberikan kepada pasien (prescribed daily doses atau PDD). Dosis untuk masing-masing individu pasien bergantung pada kondisi pasien tersebut (berat badan, dll). Dalam sistem klasifikasi ATC obat dibagi dalam kelompok menurut sistem organ tubuh, menurut sifat kimiawi, dan menurut fungsinya dalam farmakoterapi. Terdapat lima tingkat klasikasi, yaitu: • Tingkat pertama : kelompok anatomi (misalnya untuk saluran pencernaan dan metabolisme) • Tingkat kedua : kelompok terapi/farmakologi obat • Tingkat ketiga : subkelompok farmakologi • Tingkat keempat : subkelompok kimiawi obat • Tingkat kelima : substansi kimiawi obat. Contoh: J anti-infeksi untuk penggunaan sistemik (Tingkat pertama: kelompok anatomi) J01 antibakteri untuk penggunaan sistemik (Tingkat kedua: kelompok terapi/ farmakologi) J01C beta-lactam antibacterial, penicillins (Tingkat ketiga: subkelompok farmakologi) J01C A penisilin berspektrum luas (Tingkat keempat: subkelompok kimiawi obat) januari 2016 mimbar
ix
J01C A01 ampisilin (Tingkat kelima: substansi kimiawi obat) J01C A04 amoksisilin (Tingkat kelima: substansi kimiawi obat)
Penghitungan DDD Setiap antibiotik mempunyai nilai DDD yang ditentukan oleh WHO berdasarkan dosis pemeliharaan rata-rata, untuk indikasi utama pada orang dewasa BB 70 kg. 1. Data yang berasal dari instalasi farmasi berbentuk data kolektif, maka rumusnya sebagai berikut:
Perhitungan numerator :
jml kemasan X jml tablet per kemasan X jml gram per tablet X 100 jumlah DDD = -------------------------------------------------------------DDD antibiotik dalam gram
ada antibiotik lain yang lebih efektif Kategori IV B : tidak tepat pilihan antibiotik karena ada antibiotik lain yang lebih aman Kategori IV C : tidak tepat pilihan antibiotik karena ada antibiotik lain yang lebih murah Kategori IV D : tidak tepat pilihan antibiotik karena ada antibiotik lain dengan spektrum lebih sempit Kategori V : tidak ada indikasi pemberian antibiotik Kategori VI : data tidak lengkap sehingga penggunaan antibiotik tidak dapat dinilai Penilaian kualitas penggunaan antibiotik (Gyssens flowchart)
Perhitungan denominator:
jumlah hari-pasien = jumlah hari perawatan seluruh pasien dalam suatu periode studi
2. Data yang berasal dari pasien menggunakan rumus untuk setiap pasien:
jumlah konsumsi antibiotik dalam gram jumlah konsumsi AB = ----------------------------------------------------------(dalam DDD) DDD antibiotik dalam gram
total DDD DDD/100 patient days = ------------------------------------------------ x 100 total jumlah hari-pasien
C. Audit Kualitas Penggunaan Antibiotik di Rumah Sakit Kualitas penggunaan antibiotik dapat dinilai dengan melihat data dari form penggunaan antibiotik dan rekam medik pasien untuk melihat perjalanan penyakit. Setiap kasus dipelajari dengan mempertimbangkan gejala klinis dan melihat hasil laboratorium apakah sesuai dengan indikasi antibiotik yang tercatat dalam Lembar Pengumpul Data (LPD). Penilai (reviewer) sebaiknya lebih dari 1 (satu) orang tim PPRA dan digunakan alur penilaian menurut Gyssens untuk menentukan kategori kualitas penggunaan setiap antibiotik yang digunakan. Bila terdapat perbedaan yang sangat nyata di antara reviewer maka dapat dilakukan diskusi panel untuk masing-masing kasus yang berbeda penilaiannya. Pola penggunaan antibiotik hendaknya dianalisis dalam hubungannya dengan laporan pola mikroba dan kepekaan terhadap antibiotik setiap tahun. Kategori hasil penilaian (Gyssens flowchart): Kategori 0 : Penggunaan antibiotik tepat dan rasional Kategori I : tidak tepat saat (timing) pemberian antibiotik Kategori II A : tidak tepat dosis pemberian antibiotik Kategori II B : tidak tepat interval pemberian antibiotik Kategori II C : tidak tepat rute pemberian antibiotik Kategori III A : pemberian antibiotik terlalu lama Kategori III B : pemberian antibiotik terlalu singkat Kategori IV A : tidak tepat pilihan antibiotik karena x
mimbar januari 2016
VII.TIM PELAKSANA PROGRAM PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA Agar rumah sakit dapat melaksanakan pengendalian resistensi antimikroba secara optimal, maka dibentuk Tim Pelaksana Program Pengendalian Reisitensi Antimikroba Rumah Sakit (Tim PPRA RS) berdasarkan keputusan Kepala/Direktur rumah sakit. Tim PPRA rumah sakit dibentuk dengan tujuan menerapkan pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit melalui perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi. A. Kedudukan dan Tanggung Jawab Dalam melaksanakan tugas, Tim PPRA bertanggung jawab langsung kepada Kepala/ Direktur rumah sakit. Keputusan Kepala/Direktur rumah sakit tersebut berisi uraian tugas tim secara
lengkap, yang menggambarkan garis kewenangan dan tanggung jawab serta koordinasi antar-unit terkait di rumah sakit. B. Keanggotaan Tim PPRA Susunan Tim PPRA terdiri dari : ketua, wakil ketua, sekretaris, dan anggota. Kualifikasi ketua tim PPRA adalah seorang klinisi yang berminat di bidang infeksi. Keanggotaan Tim PPRA paling sedikit terdiri dari tenaga kesehatan yang kompeten dari unsur: 1. klinisi perwakilan SMF/bagian 2. keperawatan 3. instalasi farmasi 4. laboratorium mikrobiologi klinik 5. komite/tim pencegahan pengendalian infeksi (PPI) 6. komite/tim farmasi dan terapi (KFT). Dalam keadaan keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM), maka rumah sakit dapat menyesuaikan keanggotaan Tim PPRA berdasarkan ketersediaan SDM yang terlibat dalam program pengendalian resistensi antimikroba. C. TUGAS POKOK TIM 1. Tugas Pokok Tim PPRA Uraian tugas pokok Tim PPRA adalah: a. membantu Kepala/Direktur rumah sakit dalam menyusun kebijakan tentang pengendalian resistensi antimikroba; b. membantu Kepala/Direktur rumah sakit dalam menyusun kebijakan dan panduan penggunaan antibiotik rumah sakit; c. membantu Kepala/Direktur rumah sakit dalam melaksanakan program pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit; d. membantu Kepala/Direktur rumah sakit dalam mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan pengendalian resistensi antimikoba di rumah sakit; e. menyelenggarakan forum kajian kasus pengelolaan penyakit infeksi terintegrasi; f. melakukan surveilans pola penggunaan antibiotik; g. melakukan surveilans pola mikroba penyebab infeksi dan kepekaannya terhadap antibiotik; h. menyebarluaskan serta meningkatkan pemahaman dan kesadaran tentang prinsip pengendalian resistensi antimikroba, penggunaan antibiotik secara bijak, dan ketaatan terhadap pencegahan pengendalian infeksi melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan; i. mengembangkan penelitian di bidang pengendalian resistensi antimikroba; j. melaporkan pelaksanaan program pengendalian resistensi antimikroba kepada Kepala/Direktur rumah sakit. Dalam melakukan tugasnya, Tim PPRA berkoordinasi dengan unit kerja: SMF/ bagian, bidang keperawatan, instalasi farmasi, laboratorium mikrobiologi klinik, komite/ tim pencegahan pengendalian infeksi (PPI), komite/tim farmasi dan terapi (KFT).
Tugas masing-masing unit adalah sebagai berikut. 1. SMF/Bagian a. Menerapkan prinsip penggunaan antibiotik secara bijak dan menerapkan kewaspadaan standar. b. Melakukan koordinasi program pengendalian resistensi antimikroba di SMF/bagian. c. Melakukan koordinasi dalam penyusunan panduan penggunaan antibiotik di SMF/ bagian. d. Melakukan evaluasi penggunaan antibiotik bersama tim. 2. Bidang keperawatan a. Menerapkan kewaspadaan standar dalam upaya mencegah penyebaran mikroba resisten. b. Terlibat dalam cara pemberian antibiotik yang benar. c. Terlibat dalam pengambilan spesimen mikrobiologi secara teknik aseptik. 3. Instalasi Farmasi a. Mengelola serta menjamin mutu dan ketersediaan antibiotik yang tercantum dalam formularium. b. Memberikan rekomendasi dan konsultasi serta terlibat dalam tata laksana pasien infeksi, melalui: pengkajian peresepan, pengendalian dan monitoring penggunaan antibiotik, visite ke bangsal pasien bersama tim. c. Memberikan informasi dan edukasi tentang penggunaan antibiotik yang tepat dan benar. d. Melakukan evaluasi penggunaan antibiotik bersama tim. 4. Laboratorium mikrobiologi klinik a. Melakukan pelayanan pemeriksaan mikrobiologi. b. Memberikan rekomendasi dan konsultasi serta terlibat dalam tata laksana pasien infeksi melalui visite ke bangsal pasien bersama tim. c. Memberikan informasi pola mikroba dan pola resistensi secara berkala setiap tahun. 5. Komite/tim pencegahan pengendalian infeksi (KPPI) Komite PPI berperanan dalam mencegah penyebaran mikroba resisten melalui: a. penerapan kewaspadaan standar, b. surveilans kasus infeksi yang disebabkan mikroba multiresisten, c. cohorting/isolasi bagi pasien infeksi yang disebabkan mikroba multiresisten, d. menyusun pedoman penanganan kejadian luar biasa mikroba multiresisten. 6. Komite/tim farmasi dan terapi (KFT) a. Berperanan dalam menyusun kebijakan dan panduan penggunaan antibiotik di rumah sakit, b. Memantau kepatuhan penggunaan antibiotik terhadap kebijakan dan panduan di rumah sakit,
januari 2016 mimbar
xi
c. Melakukan evaluasi antibiotik bersama tim.
penggunaan
D. Tahapan Pelaksanaan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba Pelaksanaan PPRA di rumah sakit dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut. 1. Tahap Persiapan a. Identifikasi kesiapan infrastruktur rumah sakit yang meliputi keberadaan dan fungsi unsur infrastuktur rumah sakit serta kelengkapan fasilitas dan sarana penunjang. b. Identifikasi keberadaan dan/atau penyusunan kebijakan dan pedoman/panduan yang berkaitan dengan pengendalian resistensi antimikroba, antara lain: 1) panduan praktek klinik penyakit infeksi 2) panduan penggunaan antibiotik profilaksis dan terapi 3) panduan pengelolaan spesimen mikrobiologi 4) panduan pemeriksaan dan pelaporan hasil mikrobiologi 5) panduan PPI. 2. Tahap Pelaksanaan a. Peningkatan pemahaman 1) Sosialisasi program pengendalian resistensi antimikroba 2) Sosialisasi dan pemberlakuan pedoman/ panduan penggunaan antibiotik. b. Menetapkan pilot project pelaksanaan PPRA meliputi: 1) pemilihan SMF/bagian sebagai lokasi pilot project 2) penunjukan penanggung jawab dan tim pelaksana pilot project 3) pembuatan rencana kegiatan PPRA untuk 1 (satu) tahun. c. Pelaksanaan pilot project PPRA: 1) SMF yang ditunjuk untuk melaksanakan pilot project PPRA menetapkan Panduan Penggunaan Antibiotik (PPAB) dan algoritme penanganan penyakit infeksi yang akan digunakan dalam pilot project 2) melakukan sosialisasi dan pemberlakuan PPAB tersebut dalam bentuk pelatihan 3) selama penerapan pilot project jika ditemukan kasus infeksi sulit/kompleks maka dilaksanakan forum kajian kasus terintegrasi 4) melakukan pengumpulan data dasar kasus yang diikuti selama penerapan dan dicatat dalam form lembar pengumpul data 5) melakukan pengolahan dan menganalisis data yang meliputi: data pola penggunaan antibiotik, kuantitas dan kualitas penggunaan antibiotik, pola mikroba dan pola resistensi (jika tersedia laboratorium mikrobilogi) 6) Menyajikan data hasil pilot project dan dipresentasikan di rapat jajaran direksi rumah sakit 7) Melakukan pembaharuan panduan penggunaan antibiotik berdasarkan hasil penerapan PPRA xii mimbar januari 2016
d. Monitoring dan evaluasi secara berkala terhadap: 1) laporan pola mikroba dan kepekaannya 2) pola penggunaan antibiotik secara kuantitas dan kualitas e. Laporan kepada Kepala/Direktur rumah sakit untuk perbaikan kebijakan/ pedoman/panduan dan rekomendasi perluasan penerapan PPRA di rumah sakit f. Mengajukan rencana kegiatan dan anggaran tahunan PPRA kepada Kepala/ Direktur rumah sakit.
VIII. INDIKATOR MUTU PROGRAM PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA Dampak keberhasilan program pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit dapat dievaluasi dengan menggunakan indikator mutu atau Key Performance Indicator (KPI) sebagai berikut: a. perbaikan kuantitas penggunaan antibiotik Menurunnya konsumsi antibiotik, yaitu berkurangnya jumlah dan jenis antibiotik yang digunakan sebagai terapi empiris maupun definitif b. perbaikan kualitas penggunaan antibiotik Meningkatnya penggunaan antibiotik secara rasional (kategori nol, Gyssens) dan menurunnya penggunaan antibiotik tanpa indikasi (kategori lima, Gyssens) c. perbaikan pola sensitivitas antibiotik dan penurunan mikroba multiresisten yang tergambar dalam pola kepekaan antibiotik secara periodik setiap tahun d. penurunan angka infeksi rumah sakit yang disebabkan oleh mikroba multiresisten, contoh Methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA) dan bakteri penghasil extended spectrum beta-lactamase (ESBL) e. peningkatan mutu penanganan kasus infeksi secara multidisiplin, melalui forum kajian kasus infeksi terintegrasi.
Kepala/direktur rumah sakit wajib melaporkan pelaksanaan dan indikator mutu program pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit secara periodik setiap tahun kepada Menteri Kesehatan c.q KPRA dengan tembusan kepada Dinas Kesehatan Propinsi, dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Laporan dikirimkan kepada:
Yth. Menteri Kesehatan c.q Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba dengan alamat: Direktorat Bina Upaya Kesehatan Rujukan Jl. HR Rasuna Said Blok X-5 Kav. 4-9 Jakarta Selatan 12950
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, ttd
NILA FARID MOELOEK
Dengan Fasilitas Online di Seluruh Cabang Kami Mitra Anda Dalam Membantu Keuangan Anda, melalui :
• Kredit MULTIGUNA, Fasilitas kredit untuk kalangan profesional (Dokter, PNS) dengan plafon sampai dengan Rp. 100 juta, Jangka waktu maksimal 5 tahun, angsuran maksimal 60% dari total pendapatan perbulan. • KREDIT INVESTASI & MODAL KERJA untuk kalangan pengusaha. • KREDIT POLA KEPPRES, Fasilitas kredit yang diberikan kepada kontrktor berdasarkan surat perintah kerja.
Kami Siap Memberikan
Pelayanan Terbaik Informasi Selengkapnya, Hubungi Customer Service Kami
PT. BANK JATIM
Cab. RSUD Dr. Soetomo Jl. Prof. Moestopo 6-8 Surabaya Telp : 031-5036676, 5501718 Fax : 031-5020121
Mulai saai ini Bank Jatim dapat menerima setoran BPIH (Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji)
Dengan Kantor kas : Kantor Kas PDAM
Jl. Prof. Dr. Moestopo No.2 Surabaya Telp./Fax.031-5036454
Kantor Kas Graha Amerta Jl. Airlangga No.1 Surabaya Telp.031-5502000 Ext.2040 Fax. 5012107
Kantor Kas RS Haji
Jl. Manyar Kertoadi Surabaya Telp./Fax. 031-5929011
Kantor Kas STIESIA
Jl. Manyar Pumpungan Surabaya Telp./Fax. 031-5927206
hatan nan Kese si Pelaya ), Agus gori Inova prehensif alam Kate ency Kom dijanto, hargaan d tal Emerg Dr. Ismoe ahir am Peng tri Neona mo Prof. hkan Piag an Obste tan Hari L Dr. Soeto D U o menyera PONEK (Pelayan ra peringa ke 51. koh di RS r. Harson alam aca ional lah satu to oetomo d bagai Tim a r (ACC) d te n atan Nas SUD Dr. S to, dr, SpOG(K) se gan & Sel. Juga s ention Ce ari Keseh Direktur R jan arin gga Conv eringati H u dan Plt. mbang Tri im Bank J 5 di Airlan r sekaligus memp ranya Ba ampingi ib sebagai T mber 201 karwo did mo dianta , dr, SpOT wa Timu u 8 Dese ur H. Soe Dr. Soeto rdiansyah rovinsi Ja pada Rab Jawa Tim r di RSUD an Dr. Fe te d sehatan P , esehatan Gubernur okter-dok Dinas Ke bar Siam Bidang K k epada d a dengan Tim Kem n Jasa di 3 dari kiri ) s ebagai ekerjasam nghargaa dr, SpA(K oetomo b iagam pe Harianto, enerima p SUD Dr. S ),DTMH m o ke 77, dimana R dr, SpA(K Soetom RSUD Dr.