INSAN KAMIL SEBAGAI TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM (Analisis Filsafat Pendidikan Murtadha Muthahhari)
AFANDI ISMAIL 213241001
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan sebagai Magister Filsafat Islam di Program Magister Ilmu Agama Islam (PMIAI) The Islamic College for Advanced Studies (ICAS) – Univerisatas Paramadina Jakarta
THE ISLAMIC COLLEGE FOR ADVANCED STUDIES (ICAS) – UNIVERSITAS PARAMADINA JAKARTA SEPTEMBER 2016
LEMBAR PENGESAHAN (APPROVAL STATEMENT OF THESIS DEFENSE) Tesis dengan judul “Insan Kamil Sebagai Tujuan Pendidikan Islam (Analisis Filsafat Pendidikan Murtadha Muthahhari)”, ditulis oleh Afandi Ismail, S.Pd.
NIM: 213241001 ini, telah diperbaiki sesuai dengan saran dan permintaan tim penguji sidang tesis.
Tim penguji sidang tesis: Dr. Khalid Al Walid
Tanggal………….
(…………………………)
Dr. Humaidi
Tanggal………….
(…………………………)
Dr. Hadi Kharisman
Tanggal………….
(…………………………)
Dr. Basrir Hamdani
Tanggal………….
(…………………………)
(Ketua Komite Sidang Tesis dan Pembimbing)
(Penguji)
(Penguji)
(Penguji)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini tanpa mengalami hambatan yang berarti. Shalawat dan salam
senantiasa tercurah kepada nabi Muhammad Saw, keluarganya, sahabatnya, serta umatnya sampai akhir zaman.
Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada kedua orang tua
yaitu ayahanda Hasan Pangala‘ dan ibunda (almarhumah) Adi Gunarsih yang telah memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis selama
menempuh studi di program studi Filsafat Islam di ICAS – Paramadina
Jakarta. Tidak lupa pula, penulis ucapkan banyak terima kasih kepada para
kakak tercinta yaitu Nur Hasanah sekeluarga, Yasser Ali Iman sekeluarga dan Sri Kadiah sekeluarga yang telah membimbing dan memotivasi penulis untuk menuntaskan tesis ini. Khusus penulis ucapkan terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada bapak Dr. Khalid Al Walid dan bapak Dr. Humaidi yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis
dalam proses penyusunan tesis ini. Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Seyyed Mufid Hosseini Kouhsari (selaku Direktur Islamic College for Advanced Studies Jakarta);
2. Rektor Universitas Paramadina Jakarta dan segenap jajaran stafnya;
3. Pimpinan Musthafa International University (MIU)/Jamî’at al-Musthafa al-‘Ilmiyyah, Qum, Iran; beserta pimpinan Islamic College for Advanced Studies (ICAS) London, United Kingdom; dan Perwakilan Musthafa International University (MIU), Jakarta;
vi
4. Dr. Khalid Al-Walid (selaku Kepala Program Studi [Head of Study Program] PMIAI ICAS-Paramadina Jakarta);
5. Ir. Jubaeli, M.Pd. (Kepala Biro Program Magister PMIAI ICASParamadina);
6. Para dosen pengajar di lingkungan ICAS-Paramadina: Dr. Ikhlas Budiman,
M.Si.; Dr. Hadi Kharisman; Dr. Abdelaziz Abbaci; Dr. Muhsin Labib, M.A.; Ustadz Musa Kazhim, M.Si.; Dr. Umar Shahab; Ustadz Abdullah Beik, M.A.;
Dr. Haidar Bagir; Dr. Ammar Fauzi; (almarhum) Dr. Yohanes Vincent Jolasa (Universitas Indonesia); Ustadz Dr. Matius Ali (IKJ & STF Driyarkara); dan Ustadz Muhammad Nur Jabir, M.A.;
7. Para Staf di Sekretariat PMIAI ICAS-Paramadina & STFI Sadra: Bapak Pipin Suhendar, Ibu Indah, Ibu Leni, Ibu Eka, Ibu Lina, dll.;
8. Para Sahabat PMIAI ICAS-Paramadina: Astrid Darmawan, Fakhruddin
Mochtar, Fardiana Fikria Qur’any, Acep Aam Amirudin, Akhmad Fauzi, Amiril Mukminin, Sofyan N. Jamal, Andri Fitriyanto, M. Arsyad Banta, Supian Suri Ali Hamzah, Ali Mastur, Nana Sujana, Lisyati Fatimah, Habib Bakri Assagaf, dan Gema Fajar Rakhmawan;
Penulis hanya bisa mengucapkan terima kasih dan do’a semoga semua
kebaikan mereka dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang berlipat ganda, Amin. Akhirnya, tesis ini dipersembahkan kepada almamater dan
civitas akademika ICAS – Paramadina Jakarta. Semoga tesis ini menjadi setitik sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang amat luas.
Jakarta, 13 September 2016
Afandi Ismail Penulis
vii
ABSTRACT Building a foundation of true philosophy in educational practice is a necessity as the foundation. One paradigm of philosophy which later developed into the foundation for education is the philosophy of Islamic education. The presence of Islamic educational philosophy gives its own implications in the world of education. Education, which is based on the view / paradigm of philosophy of Islamic education is a media transformation of knowledge (cognitive), moral (affective) and skills / skill (psychomotor domains) which aims to deliver whole human beings. The presence of Islamic educational philosophy into a new approach to learning that is expected to contribute in the delivery of quality human resources as an educational output. A question arises whether the true philosophy of Islamic education is able to give birth to a perfect man in Islamic terms is Insan Kamil order to realize the expected life of the Lord. In the context of Islam, is Murtaza Motahhari try to give epistemological foundations of the educational practices as a basis to assert that Islam is an ideology which also regulates the dimensions of education. Murtaza Motahhari stressed that the purpose of education is not just to deliver intelligent man and has high skills but more than it was expected to give birth education of human morality, or in other words Insan Kamil education which aims to form a noble personality. Based on that it is very important to question and are concerned about the philosophical concept of Islamic education offered by Murtaza Motahhari as a bridge or guidelines establish Insan Kamil as he emphasized on education. Keywords: Education, Philosophy of Islamic Education, Basics epistemological, Insan Kamil.
viii
ABSTRAK Membangun landasan filsafat yang benar pada praktik pendidikan adalah sebuah keharusan sebagai fondasinya. Salah satu paradigma filsafat yang kemudian dikembangkan menjadi landasan bagi pendidikan adalah filsafat pendidikan Islam. Kehadiran filsafat pendidikan Islam memberikan implikasi tersendiri dalam dunia pendidikan. Pendidikan yang berlandaskan pada pandangan/paradigma filsafat pendidikan Islam adalah media transformasi pengetahuan (ranah kognitif), moral (ranah afektif) dan keterampilan/skill (ranah psikomotorik) yang bertujuan untuk melahirkan manusia yang seutuhnya. Hadirnya filsafat pendidikan Islam menjadi sebuah pendekatan baru dalam pembelajaran yang diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas sebagai output pendidikan. Sebuah pertanyaan muncul apakah benar filsafat pendidikan Islam tersebut mampu melahirkan manusia sempurna yang dalam istilah Islam adalah Insan Kamil untuk mewujudkan tatanan kehidupan yang diharapkan oleh Tuhan. Pada konteks Islam, adalah Murtadha Muthahhari yang mencoba memberikan dasar-dasar epistemologis terhadap praktik pendidikan sebagai dasar untuk menegaskan bahwa Islam adalah suatu ideologi yang juga mengatur tentang dimensi pendidikan. Murtadha Muthahhari menekankan bahwa tujuan pendidikan bukan hanya sekedar untuk melahirkan manusia cerdas dan memiliki keterampilan yang tinggi tetapi lebih daripada itu pendidikan diharapkan mampu melahirkan manusia yang berakhlak mulia atau dengan kata lain pendidikan bertujuan membentuk Insan Kamil yang kepribadian mulia. Berdasarkan pada hal itu maka sangat penting untuk mempertanyakan dan mempermasalahkan tentang konsep filsafat pendidikan Islam yang ditawarkan oleh Murtadha Muthahhari sebagai jembatan atau pedoman membentuk Insan Kamil sebagaimana yang beliau tekankan dari pendidikan. Kata kunci: Pendidikan, Filsafat Pendidikan Islam, Dasar-dasar Epistemologis, Insan Kamil.
ix
DAFTAR ISI Hal
Lembar Pengesahan Statement of Authorship ..............................................................................................
Lembar Pernyataan ........................................................................................................
i
ii
Motto ......................................................................................................................................
iii
Kata Pengantar .................................................................................................................
vi
Persembahan .....................................................................................................................
iv
Abstract (Abstrak) .........................................................................................................
viii
Pedoman Transliterasi (Arab-Latin) ....................................................................
xiii
Daftar Isi .............................................................................................................................. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... B. C.
x
Identifikasi Masalah .......................................................................................
1 9
Batasan dan Rumusan Masalah .................................................................
10
E.
Manfaat dan Kegunaan Penelitian ...........................................................
12
G.
Kajian Pustaka ..................................................................................................
D. Tujuan Penelitian ............................................................................................ F.
Kerangkan Pemikiran ...................................................................................
H. Metode Penelitian ........................................................................................... I.
Sistematika Penulisan ...................................................................................
11 14
17 21 25
BAB II MANUSIA DALAM TINJAUAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM A. Hakikat Manusia ............................................................................................ 1.
Proses Penciptaan Manusia ..................................................................
3.
Kedudukan Manusia ................................................................................
2. 4.
Tujuan Hidup Manusia ............................................................................ Tugas Manusia ............................................................................................ x
28 33 36
37 38
B. Prespektif Tentang Manusia .......................................................................
39
2. Manusia Menurut Al-Qur’an .................................................................
43
1. Manusia Menurut Manusia ....................................................................
C.
Inti Manusia ......................................................................................................
D. Potensi Manusia ..............................................................................................
E. Fitrah Manusia ................................................................................................. F.
Filsafat Pendidikan Islam tentang Pengembangan
Potensi Manusia .........................................................................................
39 45 49 51 58
BAB III KONSEP INSAN KAMIL DAN TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM MENURUT FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM A. Manusia Seutuhnya (Insan Kamil) ..........................................................
61
1. Arti Pendidikan ..........................................................................................
67
B. Hakikat dan Tujuan Pendidikan Islam ................................................... 2. Manusia Terbaik sebagai Tujuan Pendidikan ................................
3. Karakteristik Lulusan yang Diharapkan ..........................................
67 72
76
BAB IV KONSEP INSAN KAMIL DAN TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM MENURUT MURTADHA MUTHAHHARI A. Biografi Murtadha Muthahhari ................................................................ 1.
Latar Belakang Pendidikan dan Sosial ..............................................
3.
Karya-Karya ................................................................................................
2.
Corak Pemikiran ........................................................................................
B. Konsep Insan Kamil ........................................................................................
1. Pengertian Insan Kamil ...........................................................................
C.
2. Ciri-ciri Insan Kamil................................................................................... Tujuan Pendidikan Islam Murtadha Muthahhari................................
D. Dasar Ideologis dan Epistemologis Pendidikan Islam 1.
Prespektif Murtahda Muthahhari .......................................................
Ideologi Pendidikan Islam ..................................................................... xi
80 80 83 85 87 87 89 89 104 105
2. 3.
Epistemologi Pendidikan Islam ........................................................... Kurikulum dan Metode Pembelajaran Perspektif Muthahhari
109 117
BAB V ANALISIS PEMIKIRAN MURTADHA MUTHAHHARI TENTANG INSAN KAMIL SEBAGAI AKHIR TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM A. Analisis Pemikiran Murtadha Muthahhari tentang Insan Kamil ...
127
C. Relevansi Insan Kamil dan Tujuan Pendidikan Islam ........................
132
B. Upaya Pendidikan Islam dalam Membentuk Insan Kamil ................
129
BAB VI PENUTUP A. Simpulan ............................................................................................................
134
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................
138
B. Saran ....................................................................................................................
RIWAYAT HIDUP ..............................................................................................................
xii
135 140
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah kebutuhan yang sangat fundamental dalam
kehidupan manusia. Dalam sejarah kehidupan manusia pendidikan menempati posisi yang sangat penting menentukan posisi dan kedudukan
atau strata sosial manusia. Dalam kehidupan sosial pendidikan menempati posisi sebagai basic structure dimana hidup dan kemanusiaan ditentukan oleh pendidikan.
Berbicara soal pendidikan, menjadi suatu diskursus yang tidak
terlepas dari persoalan filsafat, paradigma dan praktis metodologis. Fisafat
dan metode praktis adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Sebab menilai
objektivitas
dari
sebuah
gagasan
filosofis
adalah
dengan
mempraktikalisasikannya dalam konteks realitas empiris. Begitupula halnya
dengan pendidikan. Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa pendidikan
sebagai sebuah term yang sudah sangat tidak asing lagi dalam konteks kehidupan manusia tentunya membutuhkan landasan filsafat dan/atau paradigma yang benar secara konsep dan kemudian mampu memberikan
manfaat melalui implementasi metodenya. Keterpurukan yang terjadi pada ranah praktis sudah dapat dipastikan itu disebabkan oleh bangunan paradigma yang melatar belakanginya.
Perdebatan dalam ranah filsafat menjadi fenomena yang mewarnai
khazanah ilmu pengetahuan dan demikianlah panorama dialektika sejarah kehidupan umat manusia. Eksistensi filsafat sebagai akar atau induk dari
semua ilmu pengetahuan (mather scientairum) adalah kenyataan yang tidak ternafikan. Sehingga memang menjadi sangat penting dalam semua bidang
kehidupan ini termasuk pada diri pribadi untuk memberikan landasan filsafat dan/atau paradigma yang benar padanya termasuk pendidikan. 1
Diatas
telah
disebutkan
bahwa
2
membangun
landasan
paradigma/filsafat yang benar pada diri dan pada segala aktivitas yang kita
lakukan termasuk pada praktik pendidikan adalah sebuah keharusan sebagai fondasinya. Sebab tanpa paradigma atau filsafat yang benar sebagai landasan pendidikan tentunya akan membuat pendidikan kehilangan arah dan akan mengalami
disorientasi
dari
sejatinya
tujuan
pendidikan
yaitu
memanusiakan manusia. Padahal sebagaimana yang dikatakan oleh salah seorang tokoh pemikir pendidikan bermazhab kritis bahwa tujuan pendidikan adalah memanusiakan manusia.
Pendidikan yang memiliki tujuan mulia mengarahkan setiap individu
untuk menyadari eksistensi kemanusiaannya menjadi salah satu elemen penting dalam kehidupan manusia yang ternyata sejatinya tidaklah bebas
nilai (value free). Paulo Freire mengatakan bahwa pendidikan tidak bebas nilai dan tidak netral. Michel Foucault juga mengatakan bahwa pendidikan
adalah alat bagi kekuasaan. Artinya harus disadari bahwa pendidikan berperan sebagai alat atau medium untuk mentransformasikan pemikiran
dan budaya bukan semata-mata dari, oleh dan untuk ilmu pengetahuan itu
sendiri, melainkan ada kehendak manusia siempunya pemikiran dan kebudayaan
tersebut
untuk
mengkonstruksikan
atau
bahkan
menginjeksikannya kepada manusia lain atas dasar klaim kebenaran atas
ilmu pengetahuan dan budaya yang dia miliki. Nah hal tersebut tentunya
tidak terlepas dari kedudukan filsafat mulai dari spirit sampai level metode praktis dari proses pendidikan yang dijalankan.
Dewasa ini mata dan telinga kita telah banyak disajikan dengan
fenomena kehidupan yang teramat sangat menyedihkan dan memilukan. Individualisme,
materialisme
dan
hedonisme,
menjadi
seperangkat
pandangan (faham, isme) yang seakan telah mendarah daging bagi
kebanyakan manusia yang kemudian menjelma menjadi budaya (culture) yang mewarnai kehidupan manusia sehari-hari. Dalam konteks ekonomi politik hegemoni Kapitalisme-Neoliberalisme menjadi kekuatan ideologis
3
yang mampu berkamuflase dengan konteks zaman sehingga bergerak menjadi kekuatan yang tak terbendung dan telah meninggalkan jauh
Sosialime-Komunisme yang digadang-gadang menjadi antitesanya demi
menuju cita-cita masyarakat yang hidup dalam suasana keadilan dan kesejahteraan tanpa ketimpangan kelas sosial. Individualisme, materialisme
dan hedonisme yang berjalan beriringan dengan kekuatan KapitalismeNeoliberalisme dalam ambisinya menguasai dunia telah mendesakralisasi
agama bahkan menjadikan agama sebagai kambing hitam untuk melakukan
praktek dehumanisasi demi monopoli kapital. Wajah sekuler yang memisahkan agama dari perkara duniawi telah semakin jelas dan terang
sehingga statement Karl Marx yang mengatakan religion is the opium seakan menuai legitimasi materialnya. Lalu apa kaitannya dengan pendidikan?
Apakah pendidikan turut bertanggung jawab bagi alienasi manusia dari nilai kemanusiaannya? Untuk menjawab dua pertanyaan itu, maka kita harus
kembali mengingat bahwa sejatinya pendidikan adalah sebagai alat untuk mentransformasikan pemikiran dan kebudayaan seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Dengan posisi pendidikan tersebut, maka tidak salah jika kiranya kita kembali melibatkan pendidikan sebagai pihak yang paling
bertanggung jawab atas keterasingan manusia dari kemanusiaannya. Sebab realitas dehumanisasi yang dilakukan oleh manusia terhadap manusia lainnya
merupakan
pengejawantahan
apa
yang
dipikirkan
demi
mendapatkan kebernilaian dari pemikiran tersebut dan pemikiran itu erat
kaitannya dengan paradigma/filsafat atau pemikiran itulah sama dengan paradigma/filsafat dan pada awalnya paradigma atau filsafat itu dikonstruksi dari pendidikan yang dilaksanakan baik secara formal ataupun informal.
Jika kita lebih kritis melihat dan menilai peran pendidikan saat ini,
realitas yang terjadi seakan mendukung kecurigaan bahwa pendidikan telah
gagal untuk menciptakan tatanan yang manusiawi. Alih-alih pendidikan telah berhasil menciptakan tatanan yang manusiawi, pendidikan yang diharapkan
mampu menjadi landasan pijak dan modal untuk mewujudkan nilai-nilai
4
kemanusiaan justru seolah telah menjelma menjadi elemen yang baik secara
langsung ataupun tidak langsung turut melestarikan praktek dehumanisasi
dalam kehidupan ini. Pendidikan semakin terkaburkan dari tugas sejatinya,
dan justru menjadi tak ubahnya sebagai alat yang melahirkan manusiamanusia yang tidak menyadari eksistensi kemanusiaannya. Pendidikan di tengah kegaduhan filsafat melahirkan manusia-manusia robot yang berkiblat pada berhala-berhala material hanya demi keuntungan sesaat tanpa melihat potensi fitrah suci yang sangat besar yang dimiliki oleh setiap manusia. Hal ini bukan karena praktikalisasi pendidikan dijalankan dengan tanpa landasan
paradigma atau filsafat melainkan atas dasar filsafatnya yang kemudian melahirkan wujud pendidikan yang semakin suram semacam itu.
Penulis menyadari bahwa sikap skeptis terhadap wajah pendidikan
seperti yang telah dikemukakan sebelumnya tidaklah berlaku secara umum
(general) bagi pelaksanaan praktik pendidikan. Sebab menjustifikasi terhadap semua praktik pendidikan dengan predikat yang negatif itu sama
halnya dengan menjebakkan diri pada fallaci of logic. Namun sekali lagi tidak dapat dipungkiri bahwa dunia pendidikan saat ini tengah mengalami
goncangan besar di tengah pertentangan paradigmatik, dimana pendidikan
mau tidak mau, suka tidak suka harus menentukan paradigma sebagai dasar pijaknya. Pendidikan tidak dapat berdiri pada posisi yang ambifalen. Sangat
urgen bagi pendidikan untuk eksis diatas bagunan filsafat dan/atau
paradigma yang benar. Salah dalam memilih landasan filsafat maka akan berimplikasi terhadap wujud dan implikasi pendidikan itu sendiri bagi kehidupan umat manusia.
Pardigma seperti yang diungkapkan oleh Kuhn dalam Suparno
diartikan sebagai pola atau model.1 Jika didikotomikan maka kekuatan pengaruh paradigma atau filsafat sebagai kiblat pemikiran di dunia ini dibagi ke dalam kutub timur, barat dan Islam. Pembagian ini sesuai dengan sejarah
kelahiran dan perkembangan filsafat. Salah satu paradigma filsafat yang saat 1 Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), hal. 15
5
ini cukup populer yang kemudian dikembangkan menjadi landasan bagi pendidikan adalah filsafat pendidikan Islam.
Menurut Tobin dkk., dalam Suparno bahwa “masyarakat pendidikan
sekarang ini sedang mengalami suatu proses mirip dengan yang oleh Kuhn
disebut pergeseran paradigma (pardigma shift)”.2 Kemudian Tobin dkk., dalam Suparno bahwa “revolusi kognitif ini menantang dan memberikan semangat, namun sekaligus juga membingungkan dan menakutkan karena
suatu makna baru dari pencarian dalam bidang pendidikan muncul”. (Tobin, Tippins, & Gallard, 1994).3
Kehadiran filsafat pendidikan Islam memberikan implikasi tersendiri
dalam dunia pendidikan. Pendidikan yang berlandaskan pada filsafat
pendidikan Islam adalah media transformasi pengetahuan (ranah kognitif),
moral (ranah afektif) dan keterampilan/skill (ranah psikomotorik) yang bertujuan untuk melahirkan manusia yang seutuhnya. Hadirnya filsafat
pendidikan Islam menjadi sebuah pendekatan baru dalam pembelajaran yang diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas sebagai output pendidikan.
Resnick (1983) dalam Suparno mengatakan bahwa “seseorang yang
belajar itu membentuk pengertian”.4 Kemudian Bettencourt (1989) dalam Suparno mengatakan bahwa “orang yang belajar itu tidak hanya meniru atau mencerminkan apa yang diajarkan atau yang ia baca, melainkan menciptakan
pengertian”.5 Lalu Suparno menambahkan “pengetahuan ataupun pengertian dibentuk oleh siswa secara aktif, bukan hanya diterima secara pasif dari guru mereka”.6
Dewasa ini implementasi filsafat pendidikan Islam nampak jelas
dalam praktikalisasi pendidikan yang salah satunya dapat dilihat dari cara
atau metode belajar mengajar yang dilakukan di sekolah dimana Suparno, Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan, hal. 12 Suparno, Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan, hal. 12 4 Suparno, Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan, hal. 11 5 Suparno, Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan, hal. 11 6 Suparno, Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan, hal. 11 2
3
6
penekanannya terjadi pada murid yang aktif berperan membentuk atau mengkonstruksi sendiri pengetahuannya dan guru berperan sebagai fasilitator dan juga mediator yang selalu proaktif membantu murid dalam membentuk pengetahuannya.
Hadirnya filsafat pendidikan Islam tidak dapat dipungkiri telah
berhasil menjadi paradigma baru pendidikan yang mengilhami lahirnya
model dan metode pembelajaran kontemporer yang menitikberatkan pada
aspek keterlibatan (cooperative) manusia sebagai peserta didik dalam pendidikan dan program pembelajaran. Hal inilah yang membuat pendekatan
cooperative learning ini banyak diadopsi di negara-negara lain termasuk di negara-negara yang mayoritas penduduknya Muslim. Kenyataan itu sejatinya
tidak perlu dipermasalahkan terlebih jika mungkin cara pandang baru_baca paradigma/filsafat pendidikan Islam _tersebut terbukti mampu menciptakan suasana pembelajaran yang lebih manusiawi dan melahirkan generasi
terdidik dan manusiawi pula. Namun statement yang diungkapkan oleh penulis itu harus dipahami baru sebatas hipotesa. Sebuah pertanyaan muncul
apakah benar filsafat pendidikan Islam tersebut mampu melahirkan manusia
sempurna yang dalam istilah Islam adalah Insan Kamil untuk mewujudkan
tatanan kehidupan yang diharapkan oleh Tuhan. Islam sebagai salah satu
agama Ibrahimik tentu mencita-citakan hal itu, sama halnya dengan agamaagama lain baik yang Ibarahimik dan non-Ibrahimik.
Islam sebagai salah satu agama samawi yang memiliki ajaran suci
pada eksistensinya selalu diposisikan oleh penganutnya sebagai rahmat bagi
seluruh alam semesta (rahmatan lil ‘âlamin). Melalui petunjuknya yang tertuang di dalam Al-Qur’an dan hadist Rasulullah Muhammad Saw, Islam memberikan ruang interpretasi terhadap dua pendoman tersebut sehingga
melahirkan untaian pemikiran filosofis dari pemeluknya sebagai dasar dalam
mengarungi hidup dan kehidupan ini dengan segudang aktivitas di dalamnya
termasuk pendidikan. Adalah Ayatullah Murtadha Muthahhari sebagai salah
seorang pemikir Islam yang secara filosofis mencoba memberikan dasar-
7
dasar epistemologis terhadap praktik pendidikan sebagai dasar atas filsafat
pendidikan Islam berdasarkan pemahamannya terhadap Al-Qur’an dan hadist, bermaksud untuk menegaskan bahwa Islam bukanlah agama yang
cukup dimaknai secara kaku, dimana hanya menjadi suatu ideologi yang hanya mengatur tentang hubungan manusia dengan tuhannya secara vertikal yang disisi lain lalai dari dimensi pendidikan.
Ayatullah Murtadha Muthahhari yang menilai bahwa pendidikan dan
aktivitas pengajaran harus selalu didasarkan dengan ketentuan-ketentuan akhlak Islam menekankan bahwa pendidikan itu sejatinya senantiasa
ditujukan untuk mendidik manusia agar sesuai dan selaras dengan yang diinginkan oleh Islam. Sehingga beliau menyebutkan bahwa sasaran utama
pendidikan jika dipandang dari ikhtiar untuk membentuk sebuah masyarakat yang baik adalah pendidikan itu harus mengarahkan dirinya untuk mampu membentuk
kepribadian
seseorang.7
Tentunya
kepribadian
yang
dimaksudkan oleh Muthahhari adalah kepribadian yang melekat pada individu sehingga mengejawantah ke dalam bentuk penghargaan dan penghormatan atas individu dan masyarakat dan ini sejalan dengan ajaran
Islam. Olehnya itu Murtadha Muthahhari yang menghadirkan pandangan
filsofis mengenai pendidikan di dalam bukunya Dasar-dasar Epistemologi
Pendidikan Islam dengan tegas mengatakan bahwa “salah satu tujuan
pendidikan dan pengajaran adalah membangun kepribadian manusia”.8 Ungkapan Murtadha Muthahhari tersebut diawali dengan pemahaman
bahwa akal dan ilmu adalah suatu keniscayaan dan merupakan suatu perkara yang penting. Orang yang mempunyai kemampuan berpikir tetapi informasi
ilmu yang dimilikinya sangat sedikit dan lemah, maka diumpamakan seperti sebuah pabrik yang tidak memiliki bahan baku yang akan diolah atau bahan
7 Ayatullah Murtadha Muthahhari, Dasar-Dasar Epistemologi Pendidikan Islam; Teori Nalar dan Pengembangan Potensi serta Analisa Etika dalam Program Pendidikan, (Jakarta: Sadra Press, 2011), hal. 6 8 Murtadha Muthahhari, Dasar-Dasar Epistemologi Pendidikan Islam; Teori Nalar dan Pengembangan Potensi serta Analisa Etika dalam Program Pendidikan, hal. 5
8
bakunya sangat sedikit, sehingga produksinya akan minim juga. 9 Kalimat “orang yang mempunyai kemampuan berpikir tetapi informasi ilmu yang
dimilikinya sangat sedikit dan lemah”, memberi makna bahwa setiap manusia
memiliki potensi berpikir yang secara fitrawi sama. Namun kemudian dalam kenyataannya perbedaan kuantitas dan kualitas pengetahuan individu satu
dengan yang lainnya terjadi disebabkan perbedaan pada aspek kuantitas dan
kualitas progressifitas (ikhtiari) masing-masing individu tersebut. Secara interpretatif pandangan ini relevan dengan pandangan filsafat pendidikan Islam yang menekankan usaha maksimal dari individu untuk memperoleh dan membentuk pengetahuannya sendiri. Olehnya itu, berdasarkan pada pandangan Muthahhari diatas dan bentuk apresiasi atas pandangan beliau,
maka sangat penting untuk mempertanyakan dan mempermasalahkan tentang konsep filsafat pendidikan Islam yang ditawarkan oleh Murtadha
Muthahhari sebagai jembatan atau pedoman membentuk Insan Kamil sebagaimana yang beliau tekankan dari pendidikan.
Filsafat pendidikan Islam sebagai filsafat dan/atau paradigma
pendidikan yang kemudian mewarnai dinamika pendidikan tentunya menjadi tantangan dan sekaligus memberi spirit serta nuasa baru dalam
dunia pendidikan untuk melakukan dekonstruksi paradigmatik atas
pendidikan dari paradigma konservatif menuju paradigma konstruktif yang selalu berjuang untuk kemanusiaan dengan tanpa mengabaikan potensi fitrawi isaniahnya. Kembali penulis ingin menegaskan bahwa dewasa ini
paradigma filsafat pendidikan Islam memberi pengaruh (hegemoni) yang sangat besar dalam dunia pendidikan. Penerimaan terhadap paradigma ini mungkin
dimaksudkan
sebagai
sebuah
paradigma
alternatif
atas
ketakpastian atau kegamangan paradigma lama yang tak kunjung
melabuhkan dirinya pada cita-cita pendidikan. Sehingga hadirnya filsafat pendidikan Islam ini di samping memberi warna baru terhadap pendidikan
pada level paradigma, filsafat pendidikan Islam juga secara praktis telah 9 Murtadha Muthahhari, Dasar-Dasar Epistemologi Pendidikan Islam; Teori Nalar dan Pengembangan Potensi serta Analisa Etika dalam Program Pendidikan, hal. 1
9
memberikan acuan secara metodologis dalam praktek pengajaran. Pada akhirnya melalui kajian ini, paradigma/filsafat yang akan penulis kemukakan
dalam tulisan ini adalah penjabaran secara detail konsep yang benar tentang filsafat pendidikan Islam dan insan kamil menurut Murtadha Muthahhari dan upaya untuk membentuk serta mewujudkannya melalui implementasi pendidikan Islam yang berlandaskan pada filsafat pendidikan Islam
prespektif Murtadha Muthahhari. Kemudian melalui kajian ini penulis juga
mencoba untuk menghubungkan antara konsep insan kamil dengan pendidikan Islam, karena pendidikan Islam dengan insan kamil mempunyai hubungan yang sangat erat, keduanya mempunyai hubungan timbal balik yang sulit dipisahkan. Dalam konteks pemikiran Murtadha Muthahhari,
bahwa insan kamil adalah manusia teladan atau manusia ideal. Nah hal inilah yang akan menjadi fokus pembahasan penulis dalam penelitian ini. Sehingga berdasarkan pada latar belakang yang telah penulis paparkan diatas, maka
penulis tertarik untuk mengangkat tema penelitian ini yaitu “INSAN KAMIL SEBAGAI TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM (Analisis Filsafat Pendidikan Murtadha Muthahhari)”. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah dikemukakan
oleh penulis diatas, maka teridentifikasi beberapa masalah yaitu (1) filsafat pendidikan Islam menjadi solusi membendung hegemoni individualisme, materialisme dan hedonisme dalam rangka membentuk manusia yang
seutuhnya melalui pendidikan, (2) filsafat pendidikan Islam masih memunculkan multi interpretasi pada konteks pengaplikasiannya dalam
pendidikan, (3) relevansi filsafat pendidikan dengan Islam dalam kaitannya dengan potensi fitrah manusia dalam mengkonstruksi kepribadian dan
pengetahuan yang benar, (4) relevansi prinsip-prinsip filsafat pendidikan
Islam dalam prespektif umum dengan filsafat pendidikan Islam dalam pemikiran Murtadha Muthahhari, (5) titik temu antara filsafat pendidikan
Islam dalam prespektif umum dengan filsafat pendidikan Islam dalam
10
prespektif Murtadha Muthahhari, (6) perbedaan filsafat pendidikan Islam
dalam pemikiran Murtadha Muthahhari dengan filsafat pendidikan Islam dalam prespektif umum, (7) konsep paradigma filsafat pendidikan Islam
Murtadha Muthahhari, (8) metode pembelajaran yang ditawarkan oleh
Murtadha Muthahhari berdasarkan pada pemikiran filsafatnya tentang pendidikan, (9) konsep insan kamil sebagai tujuan pendidikan Islam menurut
filsafat pendidikan Islam, dan (10) konsep insan kamil sebagai tujuan pendidikan Islam perspektif Murtadha Muthahhari.
C. Batasan dan Rumusan Masalah
Guna menghindari pembahasan yang terlalu luas dalam penelitian ini,
maka penulis memberikan batasan masalah tentang konsep insan kamil sebagai tujuan pendidikan Islam dalam prespektif Murtadha Muthahhari.
Berdasarkan pada batasan masalah yang telah dikemukakan diatas,
maka yang menjadi rumusan masalah di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah konsep insan kamil sebagai tujuan pendidikan Islam menurut filsafat pendidikan Islam?
2. Bagaimanakah konsep insan kamil sebagai tujuan pendidikan Islam dalam perspektif Murtadha Muthahhari?
3. Bagaimanakah filsafat pendidikan Islam yang dipahami oleh para pemikir Islam dan implikasinya dalam pendidikan?
4. Bagaimanakah filsafat pendidikan Islam dalam pamikiran Murtadha Muthahhari?
5. Apakah perbedaan filsafat pendidikan Islam Murtadha Muthahhari
dengan filsafat pendidikan Islam yang dipahami oleh para pemikir Islam pada umumnya?
6. Apakah terdapat persamaan prinsip dan dimensi/aspek dalam filsafat pendidikan Islam yang dipahami oleh para pemikir Islam pada umumnya dengan
filsafat
Muthahhari?
pendidikan
Islam
dalam
pamikiran
Murtadha
11
7. Bagaimana analisis filsafat pendidikan Islam terhadap konsep insan kamil sebagai tujuan pendidikan Islam perspektif Murtadha Muthahhari?
8. Bagaimanakah metode pembelajaran yang ditawarkan oleh Murtadha Muthahhari
pendidikan?
berdasarkan
pada
pandangan
filsafatnya
tentang
D. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu
tujuan umum dan tujuan khusus. Berdasarkan pada batasan dan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka yang menjadi tujuan umum
pada penelitian ini adalah menjelaskan konsep insan kamil sebagai tujuan pendidikan Islam dalam prespektif Murtadha Muthahhari dan relevansi serta perbedaannya dengan filsafat pendidikan Islam dalam prespektif pemikir Islam pada umumnya dalam kaitannya dengan potensi fitrah manusia dalam
mengkonstruksi kepribadian dan pengetahuan yang benar serta menjadi manusia yang seutuhnya. Kemudian dari tujuan umum tersebut secara spesifik dirumuskan tujuan khusus pada penelitian ini yaitu untuk:
1. Menjelaskan konsep insan kamil sebagai tujuan pendidikan Islam menurut Filsafat Pendidikan Islam.
2. Menjelaskan konsep insan kamil sebagai tujuan pendidikan Islam perspektif Murtadha Muthahhari.
3. Menjelaskan filsafat pendidikan Islam yang dipahami oleh para pemikir Islam dan implikasinya dalam pendidikan.
4. Menjelaskan filsafat pendidikan Islam dalam pamikiran Murtadha Muthahhari.
5. Menjelaskan perbedaan filsafat pendidikan Islam Murtadha Muthahhari
dengan filsafat pendidikan Islam yang dipahami oleh para pemikir Islam pada umumnya.
12
6. Mengungkap persamaan prinsip dan dimensi/aspek dalam filsafat pendidikan Islam yang dipahami oleh para pemikir Islam pada umumnya dengan filsafat pendidikan Islam dalam pamikiran Murtadha Muthahhari.
7. Menjelaskan analisis filsafat pendidikan Islam terhadap konsep insan kamil sebagai tujuan pendidikan Islam perspektif Murtadha Muthahhari.
8. Menjelaskan metode pembelajaran yang ditawarkan oleh Murtadha Muthahhari
pendidikan.
berdasarkan
pada
pandangan
filsafatnya
tentang
E. Manfaat dan Kegunaan Penelitian Manfaat Penelitian Peneliti berharap melalui penelitian ini dapat mengeskplorasi kajian
mendalam seputar filsafat pendidikan Islam sebagaimana yang telah dipahami oleh para pemikir Islam pada umumnya dan juga Murtadha
Muthahhari serta implementasi dan implikasinya terhadap pendidikan dan
pengajaran. Di samping itu pula selain mengeksplorasi tentang filsafat pendidikan Islam, penelitian ini berupaya untuk menjelaskan secara
konfrehensif relevansi dan perbedaan filsafat pendidikan Murtadha Muthahhari dengan filsafat pendidikan Islam yang dipahami oleh para
pemikir Islam pada umumnya yang tentunya dengan melalui proses analisa
yang mendalam terhadap karya-karya Murtadha Muthahhari. Hal ini tentu
dimaksudkan oleh penulis agar hasil temuan ini dapat memberikan konstribusi pengetahuan yang baru kepada para pembaca dan pencinta
diskursus filsafat pada umumnya dan filsafat pendidikan Islam pada khususnya.
Selain dari pada itu yang juga menjadi harapan peneliti dari penelitian
ini adalah bagaimana peneliti mampu menampilkan/memaparkan hasil kajian
mendalam
tentang
berbagaimacam
permasalahan
di
dalam
pendidikan yang kemudian berdasarkan pemikiran filsafat pendidikan Islam Murtadha Muthahhari dapat dituai solusi berupa konsep pendidikan yang
13
manusiawi atau Islami. Sebagai point penting dari analisa yang mendalam terhadap pemikiran filsafat pendidikan Islam Murtadha Muthahhari,
ditemukan metode pembelajaran yang kemudian dapat diposisiskan sebagai
antitesa dari metode pembelajaran dalam prespektif barat yang dewasa ini justru semakin menghegemoni dunia pendidikan kita saat ini khususnya
yang diberlakukan di Indonesia. Sehingga temuan-temuan ini juga dapat menjadi acuan dan dasar secara konseptual untuk kemudian mampu diterapkan bagi praktik pendidikan baik pendidikan formal, non formal dan informal.
Kegunaan penelitian Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:
1. Bagi penulis, sebagai suatu wacana untuk memperluas cakrawala
pemikiran tentang konsep insan kamil sebagai tujuan pendidikan Islam dalam perspektif Murtadha Muthahhari.
2. Bagi pembaca, penelitian ini dapat dijadikan sebuah khazanah keilmuan
yang dapat dibaca dan dikonsumsi untuk mengetahui konsep insan kamil sebagai tujuan pendidikan Islam perspektif Murtadha Muthahhari.
3. Bagi pengembangan pendidikan, penelitian ini diharapkan mampu memberikan nuansa dan wahana baru dalam perkembangan ilmu tentang
konsep insan kamil sebagai tujuan pendidikan Islam dalam perspektif Murtadha Muthahhari.
Harapan hasil penelitian ini mampu menawarkan konsep untuk
perbaikan moral pendidik dan peserta didik yang menjadi subjek pendidikan.
Manusia diciptakan tidak sekedar untuk menjalani kehidupannya secara
statis tanpa mengetahui makna dan dampak dari setiap yang dilakukannya. Sebaliknya, manusia sangat berperan dan bertanggung jawab terhadap
penciptanya dalam menjalankan setiap kehidupan sesuai dengan ketentuanketentuan yang telah ditetapkan dalam al-Qur’an dan hadits. Dengan menggunakan analisis filsafat pendidikan Islam menurut Murtadha
14
Muthahhari, diharapkan mampu memberikan kajian secara mendalam tentang manusia dan pendidikan Islam.
F. Kerangka Pemikiran
Dalam dunia pendidikan, mengenal manusia sangatlah menarik dan
unik bahkan sangat penting untuk mengenalnya secara mendalam karena manusia diposisikan sebagai subjek dan objek pendidikan serta manusia
sebagai makhluk mulia yang diciptakan oleh Tuhan Yang Esa dengan keberagaman yang sangat berbeda dari mulai bentuk, jenis, tingkat intelektualitas, cara pandang bahkan karakternya.
Secara umum, pengertian pendidikan sebagaimana yang dimaksudkan
di dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) No. 20 tahun 2003 yaitu:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.10 Berdasarkan definisi di atas, dikemukakan tiga pokok pikiran utama
yang terkandung di dalam undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, yaitu: (1) usaha sadar dan terencana; (2) mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya; dan (3) memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.11
10 Akhmad Sudrajad, Definisi Pendidikan Menurut UU No. 20 tahun 2003, https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/12/04/definisi-pendidikan-definisipendidikan-menurut-uu-no-20-tahun-2003-tentang-sisdiknas/ diakses 8 Oktober 2016. 11 Akhmad Sudrajad, Definisi Pendidikan Menurut UU No. 20 tahun 2003.
15
Pengertian pendidikan diatas bukanlah sepenggal kata atau kalimat
yang tidak memiliki makna, harapan dan tujuan. Melainkan, banyak makna,
harapan dan tujuan yang perlu disadari, difahami bahkan dapat menjadi
pegangan hidup untuk diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Watak pokok (core) pendidikan adalah belajar. Walaupun begitu, tidak berarti menafikan cara dan usaha pendidikan lainnya, seperti memberi
dorongan, memberi teladan, memberikan pujian, termasuk memberikan sanksi.
Sasaran
proses
pendidikan
tidak
sekedar
pengembangan
intelektualitas anak didik dengan mentransfer pengetahuan sebanyak mungkin, sehingga anak didik dapat menguasai atau mengembangkannya.
Lebih jauh dari itu, pendidikan merupakan proses pemberian pengertian, pemahaman, penghayatan sampai pada pengamalan apa yang diketahuinya.
Dengan lebih ditekankannya pada proses pembinaan kepribadiaan anak
didik secara menyeluruh, maka tujuan tertingginya adalah mengubah perilaku dan sikap anak didik dari yang bersifat negatif ke positif, dari yang
destruktif ke konstruktif, dari berakhlak buruk ke akhlak mulia, termasuk mempertahankan karakter baik yang telah dimilikinya.
Sudah saatnya, pendidikan tidak sekedar menitikberatkan pada usaha
mengembangkan intelektualitas manusia. Akan tetapi, pendidikan harus diorientasikan untuk mengembangkan seluruh aspek kepribadian anak didik.
Sementara itu, pendidikan Islam adalah proses pembimbingan dan
pengarahan perkembangan anak didik agar menjadi dewasa sesuai dengan visi ajaran Islam. Visi Islam yang dimaksud adalah keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat, jasmani dan ruhani, kehidupan spiritual dan
materi. Pendidikan Islam tidak menghendaki terjadi ketimpangan antara dunia dengan akhirat dalam pemahaman peserta didik.
Modal dasar pendidikan Islam adalah fitrah yang terdapat dalam diri
manusia, sebagai karunia Allah. Adapun langkah strategisnya adalah
menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai ke-Islaman, yaitu nilai
16
keimanan dan ketakwaan ke dalam pribadi manusia. Adapun cakupan pendidikan Islam adalah sejumlah kegiatan pendidikan yang dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan dalam lapangan hidup manusia,
seperti keagamaan, kekeluargaan, ekonomi, sosial, politik, seni budaya dan
sains. Sementara itu, pendekatan pendidikan Islam adalah pendekatan religius, humanis dan scientific.
Secara sosiologis, pendidikan Islam merupakan proses interaksi
antara pendidik dan peserta didik dengan melibatkan berbagai elemen
pendidikan, yang didasari oleh nilai-nilai ke-Islaman. Nilai-nilai ke-Islaman itulah yang kemudian disebut sebagai dasar pendidikan Islam.
Apabila seseorang telah memiliki nilai-nilai ke-Islaman dalam
kepribadiannya, secara garis besar ia telah memiliki kedewasaan ruhani,
yang merupakan sesuatu yang dinamis. Oleh karena itu sangatlah sulit
ditentukan kapan seseorang telah mencapai dewasa ruhani. Ukuran-ukuran mengenai hal ini pun bersifat teoritis. Seseorang dinyatakan telah mencapai
dewasa ruhani apabila ia telah dapat memilih sendiri, memutuskan sendiri
dan bertanggung jawab sendiri sesuai dengan nilai-nilai yang dianutnya. Dengan demikian, penegasan kedewasaan ini hanya merupakan tujuan sementara untuk menuju ke tujuan akhir.
Sementara itu, tujuan akhir dari pendidikan Islam adalah bentuk
kepribadian muslim, yaitu pribadi yang mampu merealisasikan ajaran Islam.
Kepribadian muslim merupakan kepribadian yang seluruh aspek pribadinya,
baik tingkah laku luarnya, kegiatan-kegiatan jiwanya, maupun filsafat hidup
dan kepercayaannya, menunjukkan orientasi pengabdian pada Tuhan atau yang disebut dengan taqwa. Kestabilan
dan
keseimbangan
nilai-nilainya
merupakan
letak
kesempurnaan manusia, yang dimaksud dengan keseimbangan disini adalah:
seiring dengan perkembangan potensi-potensi insaninya, tercipta juga keseimbangan dalam perkembangannya. Sebagai contoh, seorang anak sehat
yang sedang mengalami perkembangan semua anggota tubuhnya seperti
17
kepala, tangan, kaki, telinga, hidung, gigi, lidah dan lainnya berkembang
secara seimbang. Coba bayangkan jika anak itu berkembang secara tidak seimbang. Misalnya, hidungnya saja yang berkembang sedang anggota tubuh yang
lain
tidak
berkembang.
Memang
pertumbuhannya
berkembang namun perkembangannya tidak stabil.
dikatakan
Menurut Murtadha Muthahhari, insan kamil adalah manusia yang
seluruh insaninya berkembang secara seimbang dan stabil, tak satupun dari
nilai-nilainya itu yang berkembang tidak selaras dengan nilai-nilai yang lain.12 Secara skematis kerangka pemikiran tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Konsep Tujuan Pendidikan Islam
Filsafat Pendidikan Islam
Insan Kamil sebagai Tujuan Pendidikan Islam
Insan Kamil sebagai Tujuan Pendidikan Islam Perspektif Murtadha Muthahhari
G. Kajian Pustaka Dari hasil penelusuran yang penulis lakukan, maka penulis
menemukan beberapa karya ilmiah yang membahas tentang pemikiran
Murtadha Muthahhari kaitannya dengan pendidikan Islam dan juga karya 12 Muthahhari, Manusia Seutuhnya (Studi Kritis Berbagai Pandangan Filosofis), (Jakarta: Sadra International Institute, 2012), hal. 29.
18
ilmiah yang membahas tentang insan kamil. Adapun beberapa karya ilmiah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tesis yang berjudul “Filsafat Pendidikan Islam Menurut Pemikiran Murtadha Muthahhari (Kajian Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi
Pendidikan).” Tesis ini ditulis oleh Reza Ali Akbar, mahasiswa
Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, tahun 2013. Pada penelitian ini penulis memfokuskan penelitiannya pada upaya
untuk memahami pemikiran Murtadha Muthahhari dengan pendekatan filsafat pendidikan Islam mencakup ontologi, epistemologi, dan aksiologi
pendidikannya yang kemudian mengiplikasikannya terhadap pendidikan Islam.
2. Skripsi yang berjudul “Konsep Pendidikan Akhlak Murtadha Muthahhari”. Skripsi ini ditulis oleh Zuhriadi, mahasiswa jurusan Pendidikan Agama
Islam Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta,
tahun
2009.
Pada
penelitian
ini
peneliti
hendak
mendeskripsikan konsep pendidikan akhlak dalam prespektif Murtadha Muthahhari dan relevansinya dalam pendidikan akhlak di Indonesia.
3. Skripsi yang berjudul “Konsep Takdir Murtadha Muthahhari Dan
Implikasinya Dengan Pembentukan Akhlak Peserta Didik Dalam Pendidikan Agama Islam”. Skripsi ini ditulis oleh Zunus Safrudin, mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, tahun
2014. Penulis pada penelitian ini memfokuskan pada konsep takdir yang dipahami oleh Murtadha Muthahhari dan kaitannya dengan implikasinya dalam pembentukan Akhlak.
4. Skripsi yang berjudul “Kecerdasan Emosi Dan Kecerdasan Spiritual Dalam Prespektif
Pendidikan
Islam
(Telaah
Atas
Pemikiran
Murtadha
Muthahhari).” Skripsi ini ditulis oleh Riza Arsaningsih, mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarta, tahun 2007. Di dalam penelitian ini penulis
19
fokus pada Emotional Spiritual Quetient (ESQ) atau yang sering disebut dengan kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual di dalam prespektif
pendidikan Islam menurut pemikiran Murtadha Muthahhari. Penulis mencoba memaparkan urgensi pemikiran Murtadha Muthahhari tentang ESQ yang kemudian mampu diterapkan di dalam pendidikan Islam.
5. Skripsi yang berjudul “Pemikiran Murtadha Muthahhari Tentang
Kecerdasan Emosi Dalam Pendidikan Agama Islam.” Skripsi ini ditulis oleh Ismar’atis Sholihah, mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, tahun 2004. Melalui
penelitian ini peneliti bermaksud untuk menjelaskan mengenai pemikiran
Murtadha Muthahhari tentang kecerdasan emosi dalam pendidikan agama Islam sebagai acuan untuk mempermudah arah pencapaian tujuan pendidikan Islam.
6. Skripsi yang berjudul “Potret Insan Kamil dalam al-Qur’an (Pendekatan Tasawuf)”, disusun oleh Badrulzaman Anshari (Fakultas Ushuluddin
Jurusan Akidah Filsafat). Dalam temuannya penyusun skripsi itu pada
intinya menyatakan: Islam dengan sumber ajarannya al-Qur’an telah memotret manusia dalam sosoknya yang benar-benar utuh dan menyeluruh. Seluruh sisi dan aspek dari kehidupan manusia dipotret
dengan cara yang amat akurat, dan barangkali tidak ada kitab lain di
dunia ini yang mampu memotret manusia yang utuh itu, selain al-Qur’an. Apa yang dikemukakan al-Qur’an ini jelas sangat membantu untuk
menjelaskan konsep insan kamil. Apa yang dikemukakan al-Qur’an itu menunjukkan bahwa insan kamil lebih mengacu kepada manusia yang sempurna dari segi rohaniah, intelektual, intuisi, sosial, dan aktivitas kemanusiannya. Untuk mencapai tingkat yang demikian itu, tasawuf
sangat membantu, Di sinilah letak relevansinya pembahasan insan kamil dengan tasawuf.
7. Skripsi yang berjudul “Insan Kamil menurut Ali Syari’ati dalam Hubungannya dengan Kesehatan Mental” yang disusun oleh Azizah
20
Munawwaroh (Fakultas Dakwah jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam/BPI). Dalam kesimpulannya, Azizah Munawwaroh menandaskan, insan kamil adalah manusia yang berakhlak mulia, dan manusia yang berakhlak karimah memiliki tiga aspek, yakni aspek kebenaran, kebajikan
dan keindahan. Dengan kata lain ia memiliki pengetahuan, etika dan seni. Semua ini dapat dicapai dengan kesadaran, kemerdekaan dan kreativitas.
Manusia yang ideal (sempurna) adalah manusia yang memiliki otak yang
briliyan sekaligus memiliki kelembutan hati. Insan kamil dengan kemampuan otaknya mampu menciptakan peradaban yang tinggi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, juga memiliki kedalaman perasaan terhadap segala sesuatu yang menyebabkan penderitaan, kemiskinan, kebodohan dan kelemahan.
8. Tesis yang berjudul “Paradigma Pendidikan Islam (Studi atas Pemikiran Murtadha Muthahhari).” Tesis ini ditulis oleh Muhajir, mahasiswa Program Studi Pendidikan Islam Konsentrasi Pemikiran Pendidikan Islam
Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, tahun 2007. Pada
penelitian ini peneliti mencoba mencari jawaban atas beberapa hal yang terkait dengan pendidikan mulai dari konsep dasar keilmuan yang harus dikembangkan
sehingga
sampai
pada
relevensinya
terhadap
perkembangan pendidikan dewasa ini. Penulis hendak mengeksplorasi
lebih jauh tentang pendidikan Islam secara konfrehensif mulai dari pandangan dia terhadap kurikulum, proses belajar dan mengajar, dan potensi apa yang harus dikembangkan oleh guru terhadap peserta didik.
Dari beberapa karya ilmiah yang telah dilakukan oleh orang-orang
sebelumnya sebagaimana yang telah penulis sebutkan diatas, maka dapat dikatakan bahwa permasalahan yang penulis angkat dalam penelitian ini
belum pernah diteliti oleh orang lain sebelumnya. Dimana penulis
memfokuskan penelitian tentang konsep insan kamil sebagai tujuan
pendidikan Islam dalam prespektif Murtadha Muthahhari yang kemudian dari fokus penelitian tersebut, penulis mencoba memberikan jawaban yang
21
terkait dengan filsafat pendidikan Islam yang dipahami oleh para pemikir Islam dan implikasinya dalam pendidikan, konsep filsafat pendidikan dalam
pandangan Murtadha Muthahhari, prinsip dan dimensi/aspek filsafat pendidikan
Islam
dalam
pandangan
filsafat
pendidikan
Murtadha
Muthahhari dan rumusan metode pembelajaran yang ditawarkan oleh Murtadha Muthahhari berdasarkan pada pemikiran filsafatnya tentang pendidikan.
H. Metode Penelitian 1. Jenis Data Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yaitu suatu penelitian
yang bermaksud memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian, misalnya prilaku, persepsi, motivasi dan tindakan, secara holistik
dan dengan cara deskripsi dengan bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu
kontek yang khusus alamiah.13 Penelitian kualitatif mengungkap fenomena
sosial dan memahami makna yang mendasari tingkah laku manusia.14
Adapun ciri yang dominan menurut Sudarwan dalam penelitian kualitatif adalah bersifat deskriptif.15 Jadi metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif: ucapan atau tulisan dan prilaku yang dapat diamati dari orang-orang (subyek) itu sendiri.16 2. Sumber Data
Adapun sumber yang digunakan dalam penyusunan tesis ini adalah:
a. Sumber Primer yaitu sumber yang berhubungan langsung dengan subyek yang sedang diteliti. Adapun sumber primer penelitian ini
Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 6. 14 Bagong Suyanto dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan, (Jakarta: Prenada Media Group, 2006), hal. 174. 15 Danim Sudarwan, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002), hal. 63. 16Robert Bag dan Steven J. Taylor, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif, diterjemahkan oleh Arief Furchan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1992), hal 21-22. 13
adalah
kepustakaan
diantaranya:
dari
buku-buku
Murtadha
22
Muthahhari,
1) Manusia Seutuhnya (Studi Kritis berbagai Pandangan Filosofis) 2) Manusia dan Agama 3) Bedah Tuntas: Fitrah 4) Filsafat Moral Islam 5) Dasar-Dasar Epistemologi Pendidikan Islam b. Sumber sekunder data atau buku yang berkenaan dengan pemikiran
tokoh dan sumber lain yang berkaitan dengan penelitian ini, diantaranya:
1) Dasar-Dasar Epistemologi Islam
2) Pilar-Pilar Pendidikan Karakter Islami 3) Filsafat Pendidikan Islami 4) Visi dan Pondasi Pendidikan (Dalam Perspektif Islam) 5) Sang Manusia Sempurna (antara Filsafat Islam dan Hindu) 6) Ali Syari’ati (Filosif Etika dan Arsitek Iran dan Modern) 3. Metode dan Teknik Pengumpulan Data Dari penelitian ini, teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data
adalah studi kepustakaan (library research). Cik Hasan Bisri mengemukakan bahwa penelitian normatif yang bersumber pada bahan bacaan dapat
dilakukan dengan cara penelaahan naskah, terutama studi kepustakaan. 17 Dalam langkah ini, penulis menyalin data dari buku-buku yang ditulis Murtadha Muthahhari dan catatan para ahli pendidikan yang terdapat dalam buku-buku, majalah, dan sebagainya.
Berdasarkan jenis penelitian kualitatif, maka pengumpulan data
dilakukan dengan menggunakan ‘teknik penelitian kepustakaan’ (library research techniques), yaitu kegiatan mempelajari dan mengumpulkan data tertulis untuk menunjang penelitian. data yang dikumpulkan berupa literatur
17 Cik Hasan Bisri, Penuntun Penyususn Rencana Penelitian dan Penulisan Skripsi. (Jakarta: Logos, 1998), hal. 60-61.
23
yang berhubungan dengan topik permasalahan penelitian, baik dalam bentuk buku, artikel majalah, ensiklopedia, kamus, dan sebagainya.
Untuk mempermudah penulisan, penulis menggunakan beberapa
metode pembahasan antara lain: a. Metode Deskriptif Analitis
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
analitis. Metode deskriptif analitis merupakan pengembangan dari metode deskriptif. Fokus penelitian deskriptif analitis adalah berusaha
mendeskripsikan, membahas dan mengkritik gagasan primer yang selanjutnya dikonfrontasikan dengan gagasan primer yang lain dalam upaya melakukan studi yang berupa perbandingan, hubungan, dan
pengembangan model. Dapat dikatakan juga bahwa pendekatan yang digunakan di dalam penelitian ini bersifat analisis-kritis. Analisis-kritis digunakan untuk menegaskan bahwa bentuk pendekatan yang digunakan di sini bukan hanya berupa gambaran deskriptif, tetapi menganalisis secara kritis tentang konsep Insan Kamil dalam prespektif Murtadha Muthahhari. b. Metode Deduksi
Metode ini merupakan alur pembahasan yang berangkat dari realita
yang bersifat umum menuju sebuah pembahasan yang bersifat dengan
khusus, sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Sutrisno Hadi, metode deduktif berangkat dari pengetahuan yang sifatnya umum, menuju yang
khusus. Metode ini digunakan untuk mengambil kaidah-kaidah yang umum dengan dihubungkan dengan realitas yang ada untuk ditarik suatu simpulan
secar rinci.18 Metode ini digunakan untuk menguraikan data dari suatu
pendapat yang bersifat umum kemudian diuraikan menjadi hal-hal yang bersifat khusus.
c. Metode Induksi
yang
Metode induktif merupakan pola pikir yang berangkat dari hal-hal bersifat
18
khusus
ditarik
generalisasinya,
sebagaimana
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Ofset, 1991), hal. 9.
yang
24
dikemukakan oleh Sutrisno Hadi: “induktif berangkat dari fakta-fakta khusus,
peristiwa-peristiwa khusus dan konkret itu ditarik generalisasi-generalisasi yang mempunyai sifat umum”.19 Metode ini digunakan untuk mengambil garis besar dari hal-hal yang bersifat khusus menjadi hal-hal yang bersifat umum. 4. Analisis Data
Analitis data merupakan proses berkelanjutan yang membutuhkan
refleksi terus-menerus terhadap data, mengajukan pertanyaan analitis dan menulis catatan singkat sepanjang penelitian. Setiap peneliti mampu untuk
menganalisis data kualitatif sebagai suatu proses penerapan langkah-langkah dari yang spesifik hingga yang umum dengan berbagai level analisis yang berbeda. Dengan menggunakan pendekatan linear dan hierarkis yang
dibangun dari bawah ke atas. Tetapi dalam praktiknya saya melihat pendekatan ini lebih interaktif. Pendekatan tersebut dapat dijabarkan lebih detail dalam langkah-langkah analisis berikut ini:20
Langkah 1. Mengolah dan mempersiapkan data untuk dianalisis.
Langkah ini melibatkan transkripsi wawacara, men-scanning materi, megetik data lapangan atau memilah-milah dan menyusun data tersebut ke dalam jenis-jenis yang berbeda tergantung pada sumber informasi.
Langkah 2. Membaca keseluruhan data. Langkah pertama adalah
membangun general sense atau informasi yang diperoleh dan merefleksikan
maknanya secara keseluruhan. Pada tahap ini, para peniliti kualitatif
terkadang menulis catatan-catatan khusus atau gagasan umum tentang data yang diperoleh.
Langkah 3. Menganalisis lebih detail dengan meng-coding data. Coding
merupakan proses mengolah materi/informasi menjadi segmen-segmen tulisan sebelum memaknainya. Langkah ini melibatkan beberapa tahap: mengambil data tulisan atau gambar yang telah dikumpulkan selama proses
Hadi, Metodologi Research, hal. 9. John Creswell, Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuatitatif dan Mixed, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal. 276-278. 19 20
pengumpulan,
mensegmentasi
kalimat-kalimat
25
atau paragraf-paragraf
tersebut ke dalam kategori-kategori, kemudian melabeli kategorinya dengan istilah khusus.
Langkah 4. Tetapkan proses coding untuk mendeskripsikan setting,
orang-orang, kategori-kategori dan tema-tema yang akan dianalisis. Deskripsi ini melibatkan usaha penyampaian informasi secara detail megenai orang-orang, lokasi-lokasi atau peristiwa-peristiwa dalam setting tertentu.
Langkah 5. Tunjukkan bagaimana deskripsi dan tema-tema ini akan
disajikan kembali dalam narasi/laporan kualitatif. Pendekatan yang paling popular
adalah
dengan
menyampaikan hasil analisis. Langkah
6.
menerapkan
Langkah
terakhir
pendekatan
dalam
analisis
naratif
dalam
data
adalah
menginterpretasi atau memaknai data. Salah satu cara yang dapat diterapkan untuk megakhiri penelitiannya adalah dengan mengajukan pertanyaanpertanyaan lebih lanjut. Pendekatan questioning ini juga berlaku dalam
pendekatan advokasi dan partisipatoris. Selain itu, jika peniliti kualitatif
menggunakan perspektif teoritis, mereka dapat membentuk interpretasiinterpretasi yang diorientasikan pada agenda aksi menuju reformasi dan perubahan.
I. Sistematika Penulisan Dalam kerangka pembahasannya, tulisan ini akan dibangun ke dalam
enam bagian besar yang menjadi bab. Pada masing-masing bab akan ada turunan-turunan pembahasan berupa subbab-subbab yang akan lebih detil menjelaskan maksud dari tiap-tiap judul bab, antara lain sebagai berikut:
Bab I: Pendahuluan adalah pengantar pembahasan terutama pada
persoalan masalah dan penelitiannya. Pada wilayah masalah, di sini akan
dijelaskan mulai dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan dan rumusan masalahnya. Kemudian fokus pada persoalan penelitian, akan sedikit dijelaskan apa yang menjadi tujuan penelitian, manfaat dan kegunaan
penelitian. Di samping persoalan-persoalan tersebut, pada bab ini juga
26
dimuat tentang kerangka pemikiran, kajian pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan sebagaimana sedang diulas saat ini.
Bab II: Manusia dalam Tinjauan Filsafat Pendidikan Islam yang berisi
pengenalan tentang konsep manusia dalam tinjauan filsafat Islam. Akan dijelaskan tentang hakikat manusia dalam Islam yang dijabarkan dalam
penjelasan tentang proses penciptaan manusia, tujuan hidup manusia, kedudukan manusia, dan tugas manusia. Kemudian akan dijelaskan tentang prespektif tentang manusia yang meliputi pembahasan tentang manusia
menurut manusia, dan manusia menurut Al-Qur’an. Selanjutnya akan dijelaskan tentang inti manusia, potensi manusia, fitrah manusia dan filsafat pendidikan Islam tentang pengembangan potensi manusia.
Bab III: Konsep Insan Kamil dan Tujuan Pendidikan Islam Menurut
Filsafat Pendidikan Islam yang berisi pengenalan tentang konsep insan kamil dan tujuan pendidikan Islam menurut filsafat pendidikan Islam. Pada bagian
subbab akan dijelaskan tentang manusia seutuhnya (insan kamil). Kemudian akan dijelaskan juga tentang hakikat dan tujuan pendidikan yang dijabarkan
dalam penjelasan tentang arti pendidikan, manusia terbaik sebagai tujuan pendidikan dan karakteristik lulusan yang diharapkan.
Bab IV: Konsep Insan Kamil dan Tujuan Pendidikan Menurut
Murtadha Muthahhari yang berisi tentang Biografi Murtadha Muthahhari dimana Pada bagian biografi Murtadha Mutahhari akan dideskripsikan
tentang latar belakang pendidikan dan sosial, corak pemikiran dan karya-
karyanya. Kemudian akan dijelaskan Konsep Insan Kamil yang meliputi
penjelasan tentang pengertian insan kamil dan ciri-ciri insan kamil. Selanjutnya akan dijelaskan tentang tujuan pendidikan Islam Murtadha
Mutathahhri, dasar ideologis dan epistemologis pendidikan Islam prespektif Murtadha Muthahhari yang meliputi penjelasan tentang ideologi pendidikan
Islam, epistemologi pendidikan Islam, dan kurikulum dan metode pembelajaran prespektif Murtadha Muthahhari
27
Bab V: Analisis Pemikiran Murtadha Muthahhari tentang Insan Kamil
sebagai Tujuan Pendidikan Islam. Pada bagian ini akan disajikan tentang analisis pemikiran Murtadha Muthahhari tentang insan kamil, upaya pendidikan Islam dalam membentuk insan kamil dan yang terakhir adalah relevansi insan kamil dan tujuan pendidikan Islam.
Bab VI: Penutup ini akan meringkas kembali beberapa kesimpulan
yang telah diperoleh dari bab-bab sebelumnya, untuk kemudian ditanggapi dalam bentuk kritik dan saran terkait subjek pembahasan ini dan kemungkinan pengaruhnya.
BAB VI PENUTUP
A. Simpulan Berdasarkan analisis dari hasil penelitian yang dilakukan penulis
terhadap Insan Kamil sebagai Tujuan Pendidikan Islam (Analisis Filsafat Pendidikan Murtadha Muthahhari), maka sebagai jawaban dari perumusan masalah yang diajukan, dapat diambil beberapa kesimpulan, diantaranya adalah:
1. Berdasarkan kajian filsafat pendidikan Islam, istilah insan kamil, sering
diganti dengan istilah manusia seutuhnya dan kepribadian utama. Insan kamil artinya manusia utuh rohani jasmani yang dapat hidup dan berkembang secara wajar dan normal karena takwanya kepada Allah.
Demi tercapainya tujuan pendidikan Islam, hakikat manusia perlu diutamakan untuk dibahas karena pendidikan yang kita harapkan itu
adalah untuk manusia, yang sehingga tercapainya tujuan pendidikan itu
sendiri demi terwujudnya apa yang disebut dengan memanusiakan manusia. Manusia dianggap sebagai subjek dan objek pendidikan, bahkan
manusia sebagai sentral segalanya. Jadi, sudah semestinya mengenali siapa manusia itu sebenarnya. Menjadi suatu kewajiban bagi setiap orang untuk mengetahui dirinya sendiri lebih dahulu jika ia ingin mengetahui
hal-hal di luar dirinya. Menurutnya, salah satu hakikat (essence) manusia ialah ia ingin tahu dan untuk itu harus ada orang yang membantunya yang bertindak sebagai bidan yang membantu bayi keluar dari rahimnya.
2. Berdasarkan analisa tentang konsep insan kamil sebagai tujuan pendidikan Islam dalam perspektif Murtadha Muthahhari, diantaranya
ialah kesempurnaan manusia terletak pada kestabilan dan keseimbangan nilai-nilainya. Manusia dengan segala kemampuan yang ada pada dirinya dapat dianggap sempurna ketika tidak hanya cenderung pada suatu nilai 134
135
dari sekian banyak nilai yang ia miliki. Ia dapat dianggap sempurna ketika
mampu menyeimbangkan dan menstabilkan serangkaian potensi
kemanusiaannya. Insan kamil adalah manusia yang seluruh nilai
insaninya berkembang secara seimbang dan stabil, tak satu pun dari nilainilai itu yang berkembang tidak selaras dengan nilai-nilai yang lain. Ataupun, Manusia kamil adalah manusia tâm yang mulai melangkah secara vertikal, sehingga menjadi kamil, lebih kamil lagi dan seterusnya hingga pada batas akhir kesempurnaan ketika tak seorangpun dapat menjangkau kedudukannya. Manusia yang telah mencapai tingkat itu adalah manusia yang paling sempurna.
3. Dari seluruh konstruksi pendidikan Islam yang digagas oleh Murtadha
Muthahhari sesungguhnya dapat ditarik benang merahnya bahwa tujuan pendidikan adalah dalam rangka membentuk kepribadian peserta didik
yang memiliki karakter manusiawi dan kemampuan bernalar secara kritis dan kreatif dalam memecahkan seluruh problematika kehidupan yang
mereka hadapi baik peserta didik secara individu maupun komunitas mereka sebagai bagian dari umat Islam, sehingga mereka tidak hanya berfikir
individualistik
namun
membangun masyarakatnya.
menjadi
agen
perubahan
dalam
B. Saran Dalam menyelesaikan tesis ini, penulis membingkai setiap bahasan
yang disesuaikan dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian, hal itu
dilakukan guna mempermudah dalam memahami setiap pembahasan dan
memberikan titik fokus setiap pembahasan. Dalam mengkaji dan membahas
konsep insan kamil sebagai tujuan pendidikan Islam menurut filsafat pendidikan Islam, penulis lebih memberikan titik fokus terhadap pengkajian
konsep insan kamil berdasarkan filsafat pendidikan Islam yang memberikan gambaran seutuhnya mengenai insan kamil sebagai tujuan pendidikan Islam.
136
Dengan memfokuskan pembahasan tersebut, memberikan gambaran untuk lebih mengkaji secara filosofis, mendalam dan sistematis.
Pembahasan selanjutnya penulis lebih memfokuskan pengkajian
mengenai konsep insan kamil sebagai tujuan pendidikan Islam perspektif Murtadha Muthahhari. Dalam pengkajiannya, penulis mendapatkan banyak
pencerahan dari setiap keilmuan yang dimiliki Murtadha Muthahhari. Beliau menggambarkan pribadinya sebagai sosok yang perlu diteladani dalam segi
keilmuan, karakter dan jiwa revolusionernya. Dan itulah yang membuktikan dirinya sebagai salah satu tokoh intelektual muslim Iran yang sangat terkenal
dengan kecerdasan dan keberaniannya untuk berjuang menentang penyelewengan serta membela kaum lemah, demi menjadikan pribadi
mereka yang merdeka dan selalu berpikir kritis. Dengan keilmuan yang dimiliki oleh Murtadha Muthahhari, penulis merasa harus memahami setiap
pemikirannya secara detail, fokus dan mendalam. Karena setiap buah pikirnya tidak selamanya dapat diinterpretasikan dengan mudah oleh penulis, dan itu yang memberikan tantangan tersendiri dalam mengkaji
pemikiran tokoh Murtadha Muthahhari tentang insan kamil sebagai tujuan pendidikan Islam.
Pembahasan terakhir, penulis mencoba untuk mengkaji tentang
analisis filsafat pendidikan Islam terhadap konsep insan kamil sebagai tujuan pendidikan Islam dalam perspektif filsafat pendidikan Murtadha Muthahhari. Dalam pengkajiannya yang tidak mudah untuk dilakukan sepintas, penulis
lebih memaksimalkan dan memperdalam analisa terhadap perspektif filsafat
pendidikan Murtadha Muthahhari dan filsafat pendidikan Islam. Percikan dari pemikiran Murtadha Muthahhari tentang insan kamil yang menjadi jalan
untuk mempermudah pengkajian dengan merelevansikannya dengan analisa filsafat pendidikan Islam yang membuahkan hasil ada relevansi tersendiri
antara pemikiran Murtadha Muthahhari dan filsafat pendidikan Islam tentang insan kamil sebagai akhir tujuan pendidikan Islam.
137
Penulis mencoba berpikir kritis dan mengkaji secara komprehenshif
dalam menganalisa setiap pembahasan yang penulis sajikan dalam tesis ini, dengan begitulah tesis ini mampu membahas lebih mendalam dan mudah
dipahami. Terbukti dengan banyaknya mendalami salah satu tokoh ini yaitu Murtadha Muthahhari, mampu memberikan pemahaman yang lebih tentang
konsep insan kamil dan pendidikan Islam. Pemikiran filosofisnya sangat memudahkan penulis dalam memahami setiap kesukaran.
Penulis hanya dapat memberikan saran, belajarlah dari setiap hal
yang terkecil dan dianggap tabu oleh orang lain niscaya akan mendapatkan
hal yang sangat besar manfaatnya. Berpikiran kritis dan menganalisa secara
komprehensif adalah gerbang utama untuk membuka gerbang-gerbang lain yang masih tertutup rapat-rapat. Semoga karya ilmiah ini (thesis) ini menjadi setitik sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang amat luas.
DAFTAR PUSTAKA
138
Creswell, John, Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuatitatif dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010. Darajat, Zakiyah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta:Bumi Aksara, 1992.
Faishal Zaini, Helmy, Pilar-Pilar Pendidikan Karakter Islami, Bandung: Gunung Djati Press, 2013. Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Yogyakarta: Andi Ofset, 1991.
Hasan Bisri, Cik, Penuntun Penyususn Rencana Penelitian dan Penulisan Skripsi, Jakarta: Logos, 1998. Malaky, Eky, Ali Syari’ati (Filosof Etika dan Arsitek Iran Modern), Jakarta Selatan: Teraju, 2004.
Marimba, Ahmad, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Al Ma’arif, 1980.
Moleong, Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007.
Muthahhari, Murtadha, Filsafat Moral Islam, Beirut Libanon: Muassassah Ummul Qura. Penerbit: Al-Huda, 2004. ______________, Manusia dan Agama. Bandung: Mizan, 2007.
______________, Keadilan Ilahi (Asas Pandang-Dunia Islam). Bandung: Mizan, 2009.
______________, Bedah Tuntas Fitrah. Teheran: Muassasah al-Bi'tsah. Penerbit: Citra, 2011. ______________, Manusia Seutuhnya (Studi Kritis Berbagai Pandangan Filosofis). Jakarta: Sadra International Institute, 2012. 2013.
Muhajir, Filsafat Pendidikan Islam Syi’ah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
Robert, Bag dan Steven J. Taylor, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif, Terj. Arief Furchan. Surabaya: Usaha Nasional, 1992. 138
139 Sudarwan, Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002.
Suyanto, Bagong Dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta: Prenada Media Group, 2006. Suharto, Toto, Filsafat Pendidikan Islam: Menguatkan Epistemologi Islam Dalam Pendidikan, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014.
Tafsir, Ahmad. Filsafat Pendidikan Islami, Bandung: PT Remaja RosdaKarya, 2010. 1998.
Uhbiyati, Nur, Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia,