INDUSTRI SUSU : PENGUKURAN EFISIENSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA
Mumuh Mulyana dan Mashadi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Kesatuan
PENDAHULUAN Industri Susu dan Produk turunannya telah mendapat posisi yang strategis di pasar dan memiliki potensi yang tinggi untuk dikembangkan lebih lanjut. Proses pengembangan produksi susu tidak hanya pada aspek pengolahannya, namun yang menjadi fokus negara produsen susu adalah para peternak sapi perah yang menghasilkan susu tersebut. Berbagai upaya dan strategi telah dilakukan oleh negara dimaksud agar para Peternak Sapi Perah terus memproduksinya. Beberapa negara yang telah berhasil mengembangkan industri susu secara optimal adalah Selandia Baru, Uni Eropa, Amerika Serikat, Australia dan Argentina. Kelima negara tersebut merupakan negara eksportir produk susu terbesar di dunia. Di tahun 2014, Uni Eropa mengekspor produk susu tertinggi di dunia. di tahun 2015 pun diprediksi Uni Eropa akan tetap menjadi negara pengekspor tertinggi.
Sumber : USDA, 2014 Kemampuan mengekspor susu tersebut berhubungan erat dengan kemampuan negara tersebut dalam memproduksinya. Kemampuan memproduksi sehingga memberikan keuntungan optimal dan daya saing yang tinggi sangat dipengaruhi oleh kemampuan negara atau industri menciptakan sistem produksi yang efisien.
EFISIENSI PRODUKSI Efisiensi merupakan hasil perbandingan antara output fisik dengan input fisik. Semakin tinggi rasio output terhadap input maka semakin tinggi tingkat efisiensi yang dicapai (Tutuarima, 2009), sedangkan efisiensi menurut (McEachern, 2001) efisiensi merupakan keadaan apabila sumber daya tidak dapat direalokasikan untuk meningkatkan produksi suatu barang tanpa menurunkan produksi barang lain. Efisiensi merupakan banyaknya hasil produksi fisik yang dapat diperoleh dari kesatuan produksi atau input. Situasi seperti ini akan terjadi apabila peternak mampu membuat suatu upaya agar nilai produk marjinal (NPM) untuk suatu input atau masukan sama dengan harga input (P) atau dapat dituliskan sebagai berikut (Soekartawi,1993): NPMx = Px ; atau NPMx/Px = 1 Dalam banyak kenyataan NPMx tidak selalu sama dengan Px dan yang sering terjadi adalah sebagai berikut: 1. (NPMx/Px)>1 ; artinya bahwa penggunaan input x belum efisien. Untuk mencapai tingkat efisien maka input harus ditambah. 2. (NPMx/Px)<1 ; artinya penggunaan input x tidak efisien. Untuk mencapai atau menjadi efisien maka input harus dikurangi. Menurut Nicholson (2000), alokasi sumber daya disebut efisien secara teknis jika alokasi tersebut tidak mungkin meningkatkan output suatu produk tanpa menurunkan produksi
jenis
barang
lain.
Farrel
dan
Kartasapoetra
dalam
Marhasan
(2005)
mengklasifikasikan konsep efisiensi ke dalam efisiensi harga (price or allocative efficiency) dan efisiensi teknik (technical efficiency). 1.
Efisiensi Teknis Efisiensi teknis ini mencakup hubungan antara input dan output. Suatu perusahaan
efisien secara teknis bilamana produksi dengan output terbesar yang menggunakan set kombinasi beberapa input saja. Menurut Miller dan Meiners (2000) efisiensi teknis (technical efficiency) mensyaratkan adanya proses produksis yang dapat memanfaatkan input yang sedikit demi menghasilkan output dalam jumlah yang sama. Efisiensi teknis dipengaruhi oleh kuantitas penggunaaan faktor-faktor produksi. Kombinasi dari penggunaan bibit, pakan, vitamin dan obat, bahan bakar, listrik, tenaga kerja dan luas kandang dapat mempengaruhi tingkat efisiensi teknis. Proporsi penggunaan masingmasing faktor produksi tersebut berbeda-beda pada setiap peternak, sehingga masing-masing peternak memiliki tingkat efisiensi yang berbeda-beda. Seorang peternak dapat dikatakan 1
lebih efisien dari peternak lain jika peternak tersebut mampu menggunakan faktor-faktor produksi lebih sedikit atau sama dengan peternak lain, namun dapat menghasilkan tingkat produksi yang sama atau bahkan lebih tinggi dari peternak lainnya. 2.
Efisiensi Harga/ alokatif Efisiensi harga atau alokatif menujukkan hubungan biaya dan output. Efisiensi alokatif
tercapai jika perusahaan tersebut mampu memaksimalkan keuntungan yaitu menyamakan nilai produk marginal setiap faktor produksi dengan harganya. Bila peternak mendapatkan keuntungan yang besar dari usaha ternaknya, misalnya karena pengaruh harga, maka peternak tersebut dapat dikatakan mengalokasikan input usaha ternaknya secara efisien. Efisiensi alokatif ini terjadi bila perusahaan memproduksi output yang paling disukai oleh konsumen (McEachern, 2001) 3.
Efisiensi Ekonomis Efisiensi ekonomis dapat tercapai bila kedua efisiensi yang pertama telah tercapai dan
memenuhi dua kondisi, antara lain: a. Syarat keperluan (necessary condition) menunjukkan hubungan fisik antara input dan output, bahwa proses produksi pada waktu elastisitas produksi antara 0 dan 1. Hasil ini merupakan efisiensi produksi secara teknis. b. Syarat kecukupan (sufficient condition) yang berhubungan dengan tujuannya yaitu kondisi keuntungan maksimum tercapai dengan syarat nilai produk marginal sama dengan biaya marginal. Konsep yang digunakan dalam efisiensi ekonomis adalah meminimalkan biaya artinya suatu proses produksi akan efisien secara ekonomis pada suatu tingkatan output apabila tidak ada proses lain yang dapat menghasilkan output serupa dengan biaya yang lebih murah.
STUDI KOMPARASI Penelitian Pertama Kimenchu et al (2014) melakukan studi berjudul Evaluation of Technical Efficiency of Dairy Farms in Eastern Central Highlands, Kenya. Latar belakang yang mendasarinya adalah melihat kenyataan bahwa sejarah pertanian susu di Kenya telah berlangsung 100 tahun, iklim dan potensi peternakan sangat menguntungkan, namun konsumsi per kapita rendah (76,7 kg) dan kuantitas ekspor tidak begitu dapat diperhitungkan. Tujuan penelitiannya adalah untuk mengevaluasi efisiensi teknis dari peternakan sapi di Embu dan Meru Kenya menggunakan pendekatan stochastic frontier dengan 135 dairy farms sebagai obyek penelitiannya. Technical Efficiency diukur menggunakan persamaan : 2
In Yi =
β0+ β1 ln Xij + β2 ln X2ij + β3 ln X3ij + β4 ln X4ij + β5 ln X5ij + β6 ln X6ij + β7 ln X7ij + β8 lnX8ij+β9 ln X9ij+Vij–uij
Dimana : ln merupakan logaritma dengan basis e; subskrip ij mengacu pada pengamatan ke j dari peternakan i; Y adalah total ouput susu yang dihasilkan petani dalam kilogram; X1 merupakan ukuran total kawanan dimiliki; X2 adalah ukuran pemerahan; X3 merupakan jenis sapi; X4 merupakan jumlah roughages untuk kawanan per hari (Kg); X5 adalah jumlah rata-rata pakan konsentrat per pertanian per hari (Kg); X6 merupakan jumlah rata-rata suplemen mineral per kawanan per bulan (Kg); X7 adalah jumlah rata-rata jam kerja per kawanan per hari (Jam); dan X8 merupakan ukuran tanah milik (Acres); dan X9 merupakan ada-tidaknya teknologi sekam-cutter di peternakan sapi perah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah sapi laktasi dan jumlah usia kasar, konsentrat, dan suplemen mineral merupakan faktor utama yang mempengaruhi output susu. Efisiensi teknis rata-rata pertanian adalah 83,7%, menyiratkan bahwa produksi susu dapat ditingkatkan sebesar 16,3% melalui penggunaan sumber daya yang tersedia dengan lebih baik. Di akhir penelitian, penulis merekomendasikan petani dapat
mengkhususkan diri
dalam pertanian susu atau pertanian tanaman pangan. Disarankan pembuat kebijakan melakukan langkah-langkah untuk mencegah lanjutan sub-divisi dari lahan pertanian saat bersamaan mempromosikan spesialisasi perusahaan pertanian.
Penelitian Kedua Spicka dan Smutka (2014) melakukan penelitian berjudul The Technical Efficiency of Specialised Milk Farms : A Regional View. Latar belakang penelitiannya adalah bahwa Specialised Dairy Farms merupakan sektor pertanian yang penting, namun kepentingan dimaksud begitu bervariasi di Uni Eropa. Pangsa produksi susu di peternakan sapi khusus dalam total produksi susu di Uni Eropa berkisar antara 24% (Republik Ceko) ke 99,9% (beberapa daerah di Spanyol dan Portugal). Peternakan Khusus sangat memerlukan teknologi tinggi. Efisiensi Produksi merupakan salah satu syarat utama dalam menciptakan daya saing 3
perusahaan dalam bisnis. Pengukuran Efisiensi Produksi Peternakan Sapi Khusus menjadi penting terkait adanya sistem kuota yang akan dibuka di 2015. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efisiensi produksi dan penentu nya pada peternakan sapi perah khusus antar daerah Uni Eropa. Data yang dianalisis merupakan data sekunder dari negara-negara Uni Eropa yang dianalisis menggunakan Metode DEAVRS (data envelopment analysis with variables return to scale) mengungkapkan daerah yang efisien dan tidak efisien termasuk efisiensi skala. Pada langkah berikutnya, duasample t-test menentukan perbedaan indikator ekonomi dan struktural antara daerah yang efisien dan tidak efisien. Mengukur Efisiensi dilakukan dengan menyertakan 6 input dan 2 output. a. Output : Ternak dan Tanaman b. Input : Lahan, Tenaga Kerja, Biaya Material (pupuk, benih dsb), biaya energi, biaya modal, dan kontrak kerja Analisis efisiensi teknis peternakan sapi khusus mengungkapkan 45 daerah efisien dan 63 daerah tidak efisien. Di Eropa tengah, peternakan khusus di Republik Ceko, Slovakia, dan satu wilayah di Hungaria secara teknis efisien. Semua empat daerah di Polandia secara teknis tidak efisien dengan adanya peningkatan returns to scale. Penelitian mengungkapkan bahwa substitusi tenaga kerja dengan modal kerja menjelaskan variabilitas indikator pendapatan dari nilai tambah bersih pertanian per AWU (unit kerja tahunan) lebih dari 30%. Faktor-faktor ekonomi yang signifikan menentukan efisiensi produksi dari pemerahan susu adalah luas lahan, ukuran kawanan, hasil panen per hektar, produktivitas energi dan modal (alpha 0,01). Peternakan sapi Khusus di kawasan efisien siginifikan memiliki nilai tambah bersih per AWU dibanding wilayah tidak efisien. Perusahaan pertanian di daerah yang tidak efisien harus memiliki struktur yang lebih luas dan memproduksi output non-komoditas (public goods). Peternakan sapi Khusus di daerah yang efisien memiliki output susu yang sedikit lebih tinggi, biaya pakan ternak yang spesifik, bedding, dan pelayanan kesehatan hewan per unit ternak.
Penelitian Ketiga Jiang dan Sharp (2014) mengungkapkan hasil penelitiannya yang berjudul Cost Efficiency of Dairy Farming in New Zealand : A Stochastic Frontier Analysis. Latar belakang yang melandasinya adalah adanya potensi ancaman terhadap posisi New Zealand sebagai negara terbaik dalam produksi dan ekspor susu akibat adanya kenaikan harga lahan dan tenaga kerja. Penelitian tentang efisiensi peternakan sapi perah di Selandia Baru terbatas dan 4
telah difokuskan terutama pada efisiensi teknis. Perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi biaya produksi susu sehingga keunggulan kompetitif New Zealand di pasar global dapat dipertahankan. Sehingga tujuan penelitian ini adalah berkontribusi untuk menyajikan literatur tentang analisis empiris dengan mengestimasi efisiensi biaya peternakan susu di Selandia Baru. Penelitian melibatkan 824 peternakan. Data distratifikasi berdasarkan wilayah dan jumlah ternak sepanjang tahun 1999 – 2005. Dalam Metode analisisnya, dibangun frontier biaya stochastic translog yang disederhanakan berdasarkan data panel. Efisiensi biaya rata-rata diestimasi terhadap 83 persen peternakan sapi di Pulau Utara dan 80 persen pada pertanian di Pulau Selatan. Bentuk Umum dari Model Cost Frontier adalah cit ≥ c(w1it, w2it, . . . , wKit, yit ; β) i = 1, 2, . . . , N; t = 1, 2, . . . , T dimana: cit merupakan biaya diamati dari perusahaan i pada periode t, wkit adalah harga input k,\ Yit adalah volume output, dan β adalah vektor parameter teknologi yang menggambarkan hubungan antara harga input, output, dan biaya minimum produksi. Efisiensi Biaya diestimasi menggunakan persamaan : CEit = E[exp(–uit) | it + uit]. Analisis tentang hubungan antara inefisiensi dan karaktertistik pertanian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara efisiensi biaya dan intensitas modal, kualitas ternak, dan luas lahan. Efisiensi biaya rata-rata untuk perusahaan susu di Pulau Utara adalah sekitar 83 persen. Regional, Waikato peringkat tertinggi dengan skor efisiensi rata-rata 84,5 persen, diikuti oleh Bay of Plenty (84,1 persen), Taranaki (81,7 persen), dan Northland dan Hilir Utara (80,7 persen). Di Pulau Selatan, distribusi efisiensi biaya lebih tersebar. Keseluruhan skor efisiensi rata-rata adalah 80 persen dan 35 persen dari sampel memiliki nilai efisiensi yang melebihi 92 persen. Hasil analisis mengidentifikasi hubungan negatif yang signifikan antara efisiensi biaya dengan intensitas modal dan kualitas ternak serta hubungan positif antara efisiensi biaya dan herd size. Terdapat peluang bagi perusahaan susu NZ untuk meningkatkan efisiensi biaya dan daya saingnya. Meningkatnya tekanan pasokan air, meningkatnya biaya tanah, dan pelaksanaan emisi skema perdagangan Selandia Baru, peternak sapi perah NZ kemungkinan akan cenderung menggunakan teknologi canggih yang menghemat input dan sistem
5
manajemen yang efisien agar mencapai peningkatan kemampuan mereka untuk bersaing secara global. Memasukkan data pertanian memungkinkan penelitian selanjutnya lebih fokus pada mengidentifikasi tantangan yang berdampak pada daya saing industri susu NZ. Penelitian selanjutnya juga dapat memisahkan efek input individu (seperti nitrogen, energi, dan air) sebagai set data yang lebih rinci. Penelitian tersebut akan bermanfaat tidak hanya industri tetapi juga pembuat kebijakan dituduh merancang kebijakan pertanian susu yang kompetitif dan berkelanjutan.
Penelitian Keempat Kelly et al (2013) melakukan penelitian berjudul An Analysis of the factors associated with technical and scale efficiency of Irish dairy farms. Dalam latar belakang penelitiannya diungkapkan Moment keluarnya (dihapusnya) Kebijakan Kuota Susu di tahun 2015 akan menjadi peluang bagi industri susu dan peternakan sapi. Peternak Sapi di Irlandia dan Uni Eropa memiliki kesempatan besar untuk meningkatkan produksi mereka tanpa adanya hambatan yang sejak tahun 1984 membatasi mereka. Peningkatan skala dan efisiensi teknis di tingkat peternak menjadi hal penting dalam proses peningkatan produksi tersebut. Tujuan penelitian ini adalah mengestimasi tingkat technical efficiency dan scale efficiency, Mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi mencapai skala optimum dan Menduga hubungan antara technical dan scale efficiency dengan farm size, intensifikasi dan spesialisasi. Data dari National Farm Survey di Irlandia untuk tahun 2008 digunakan dalam analisis penelitian ini. Studi ini menggunakan 266 farms. Skor Efisiensi dihitung menggunakan Data Envelopment Analysis. Variabel : Lahan, Sapi, Tenaga Kerja, Konsentrat, Pupuk, Biaya Langsung dan Overhead lainnya, Milk Solids, dan Output lainnya Hasil penelitian menunjukkan Efisiensi teknis adalah rata-rata 0,757 bawah constant returns to scale (CRS), 0,799 di bawah variable returns to scale (VRS) dan skala efisiensi sebesar 0,951. Dua belas persen dari sampel beroperasi pada skala optimal (CRS). Lima puluh enam persen dari sampel beroperasi di bawah skala optimum dan 32% dari sampel beroperasi di atas skala optimal. Skala optimum memiliki hubungan dengan sistem produksi yang beroperasi pada luas lahan yang lebih besar, berhubungan dengan proporsi tanah yang disewa yang mengalami penurunan, jumlah tenaga kerja upahan yang meningkat, jumlah kuota yang lebih tinggi dan 6
musim merumput yang relatif lama. Hal ini juga menunjukkan bahwa peningkatan luas lahan, intensifikasi dan spesialisasi susu berkaitan dengan peningkatan efisiensi teknis dan skala di tingkat petani
Penelitian Kelima Kibiego et al (2015) melakukan penelitian berjudul Assessing the Economic Efficiency of Dairy Production System in Uasin Gishu County, Kenya. Latar Belakang penelitian ini adalah adanya kondisi Industri Susu rumahan menjadi sektor penting dalam perekonomian Kenya. Saat ini daya saing usaha tersebut menunjukkan perlunya dilakukan analisis lebih lanjut agar dapat diketahui tingkat efisiensi ekonomi dalam pengembangan produksi susu dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Tujuan penelitiannya adalah untuk memperkirakan efisiensi ekonomi sektor produksi susu di Uasin Gishu County Kenya. Obyek penelitian 246 individual housholds. Analisis dilakukan dengan mengukur Sistem Produksi Zero Grazing, Semi-Zero Grazing dan Open Grazing
dianalisis secara terpisah menggunakan fungsi biaya frontier stokastik Cobb-
Douglas. Di tahap kedua diteliti sejauh mana efisiensi yang dihitung yang berkorelasi dengan satu set variabel penjelas menggunakan model regresi. Fungsi produksi frontier stokastik
7
Cobb-Douglas digunakan dalam analisis penelitian ini, untuk kemudian diestimasi tingkat efisiensi ekonomis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing dari tiga sistem produksi susu relatif tidak efisien. Adanya ketidakefisienan ekonomi menyebabkan berkurangnya produksi susu. Efisiensi ekonomi meningkat dengan tingkat intensifikasi produksi susu, dengan penggembalaan terbuka (0,43), semi-nol penggembalaan (0,51) dan nol merumput (0,69). Produksi Susu akan meningkat dengan adanya peningkatan biaya pakan dan biaya peralatan dalam tiga sistem produksi dengan signifikansi statistik 5%. Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi ekonomi berhubungan positif dengan pendidikan dan modal sosial serta berhubungan negatif dengan gender, luas lahan dan akses pasar.
PENUTUP Mencermati kelima penelitian dimaksud, menarik untuk dilakukan penelitian lanjutan yang menggabungkan analisis efisiensi produksi susu pada aspek technical efficiency, Cost Efficiency, Scale Efficiency dan Economic Efficiency serta berbagai bentuk efisiensi lainnya yang memungkinkan untuk dianalisis, sehingga entitas bisnis dapat memperoleh gambaran komprehensif tentang strategi membangun efisiensi produksi yang berimplikasi pada peningkatan daya saing bisnis baik secara domestik dan global. Penggabungan analisis tersebut menjadi penting mengingat adanya keterbatasan analisa dalam penelitian-penelitian sebelumnya, yang cenderung memunculkan kesenjangan antara teori dan aplikasinya pada taratan praktis di dunia pertanian dan bisnis.
REFERENSI Jiang, Nan and Basil Sharp, 2014. Cost Efficiency of Dairy Farming in New Zealand : A Stochastic Frontier Analysis –, Agricultural and Resource Economics Review 43/3 Dec 2014. Pp 406-418 Kelly, E., L. Shalloo, U. Geary, A. Kinsella, F. Thorne, M. Wallace, 2013. An Analysis of The Factors Associated With Technical and Scale Efficiency of Irish Dairy Farms –. International Journal of Agricultural Managemen, Vol 2 Issue 3 2013 ISSN 2047-3710. Pp. 149-159 Kibiego, Michael B, Job K Lagat and Bockline O. Bebe (2015). Assessing the Economic Efficiency of Dairy Production System in Uasin Gishu County, Kenya, Journal of Economics and Sustainable Development, ISSN 2222-1700 Vol 6 No 1, 2015.. 8
Kimenchu, Mugambi David, Maina Mwangi, Wambugu Stephen Kairu, Gitunu Antony Macharia. 2014. Evaluation of Technical Efficiency of Dairy Farms in Eastern Central Highlands, Kenya –. International Journal of Innovative Research & Development ISSN 2278-0211, April 2014, Vol 3 Issue 4. Spicka , Jindrich and Lubos Smutka, 2014. The Technical Efficiency of Specialized Milk Farms: A Regional View –, The Scientific World Journal Vol 2014, Article ID 985149, Hindawi Publishing Corporation USDA, 2014. Dairy : World Markets and Trade. December 2014
9