PENGARUH SUMBER DAYA KEUANGAN DAN ASET TIDAK BERWUJUD TERHADAP KINERJA KEUANGAN UMKM DI JAKARTA SELATAN (Indo Yama Nasarudin)
PENGARUH SUMBER DAYA KEUANGAN DAN ASET TIDAK BERWUJUD TERHADAP KINERJA KEUANGAN UMKM DI JAKARTA SELATAN THE EFFECTS OF FINANCIAL RESOURCES AND INTANGIBLE ASSETS ON FINANCIAL PERFORMANCE OF SMALL BUSINESS ENTERPRISES IN SOUTH JAKARTA Indo Yama Nasarudin Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Email:
[email protected] Diterima 27 Oktober 2014; diedit 16 November 2014; disetujui 2 Desember 2014
Abstrak Penelitian ini menganalisis kapasitas sumber daya keuangan, aset tak berwujud dan kinerja keuangan UMKM di wilayah Jakarta Selatan. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dan teknik untuk menguji hipotesis menggunakan analisis deskriptif dan analisis partial least square (PLS). Survei dilakukan terhadap pemilik dan pegawai serta konsumen UMKM. Secara umum sumber daya finansial UMKM di Jakarta Selatan sedang. Aset tak berwujud UMKM di Jakarta Selatan secara umum adalah sedang. Kinerja keuangan UMKM di Jakarta Selatan secara umum adalah relatif rendah. Sumber daya finansial berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan namun aset tidak berwujud tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan. kata kunci: sumber daya keuangan, aset tak berwujud, kinerja keuangan, UMKM Abstract This research aim to analysis financial resources, intangible assets and financial performance of small business enterprise in South Jakarta. Data collection techniques gained through research questionnaire and for test of hypothesis used descriptive statistic and partial least square. Survey have conducted to owners, employees and consumers of small business enterprises. The result show capacity of financial resource of small business enterprises in South Jakarta have good enough. Likewise for capacity of intangible asset of small business entreprise in South Jakarta have good enough point. In otherwise financial performance of small businees enterprises in south Jakarta is low. Financial resources have a significant effect on the financial performance and otherwise intangible assets have no effect to financial performance. keywords: financial resource, intangible asset, financial performance and small business enterprises PENDAHULUAN Jones dan Hill (2010:137) mengemukakan dua kategori sumber daya perusahaan, yaitu sumber daya berwujud (tangible resource) dan sumber daya tidak berwujud (intangible resources). Sumber daya berwujud adalah entitas fisik seperti tanah, gedung, bangunan pabrik, peralatan, persediaan dan uang. Sumber
daya tak berwujud entitas non fisik yang diciptakan oleh manajer bersama karyawan lainnya seperti merek, reputasi perusahaan, pengetahuan karyawan yang diperoleh melalui pengalaman, properti intelektual (intelectual property) perusahaan termasuk paten, hak cipta dan trademarks. Sedangkan Montgomery 99
JURNAL VOLUME 9 - Desember 2014: 99-119
(1998:27-28) mengemukakan tiga kategori sumber daya perusahaan, yaitu aset berwujud, aset tak berwujud dan kapabilitas organisasi. Marcus (2011) menyatakan bahwa sumber daya organisasi mencakup sumber daya keuangan, sumber daya fisik dan sumber daya manusia. Kemampuan (capabilities) membuat organisasi mengeksploitasi sumber daya baik keuangan, fisik dan manusia. Perusahaan mempunyai banyak kapabilitas tetapi hanya sedikit yang mempunyai kompetensi. Kompetensi membuat organisasi menghubungkan sumber daya utama dan kapabilitas, mengkombinasikan dan melakukan transformasi untuk memenuhi kebutuhan pelanggannya. Sumber daya dan kapabilitas organisasi menumbuhkan kompetensi yang berbeda yang dapat menjadi kekuatan. Beberapa penelitian yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja UMKM menunjukkan bahwa karakteristik bisnis, aset, kemampuan, sumber daya dan proses manajemen mempengaruhi keunggulan bersaing dan kinerja bisnis (Barney, 1991, Teece et al., 1997). Sarapaivanich (2003) menyatakan UMKM yang kurang mendapat akses sumber finansial pada akhirnya akan menggunakan sumber dana dengan tingkat bunga yang tinggi karena umumnya UMKM kurang memperhatikan informasi akuntansi yang lengkap dan akurat sehingga sulit mendapatkan pinjaman dari bank. Penelitian Camison dan Lopez (2010) menunjukkan perusahaan kecil dan menengah yang mengeksplotasi aset tak berwujud akan memperoleh keunggulan bersaing yang kemudian berimplikasi terhadap kinerja. Sumber daya keuangan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap strategi diferensiasi sebagai proksi dari strategi bersaing, sumber daya keuangan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja, begitu pula melalui intensitas internasional dan strategi differensiasi. Aset tak berwujud mempunyai pengaruh langsung yang kuat terhadap strategi bersaing diferensiasi. Aset tak berwujud juga mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap 100
kinerja. Strategi diferensiasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja. Aset tak berwujud mempunyai pengaruh melalui strategi diferensiasi dan berkontribusi terhadap kinerja. Aset tak berwujud dengan dimensi kapabilitas inovasi, kapabilitas manusia dan kapabilitas komersial signifikan menentukan aset tak berwujud. El-Hamidi (2011) dalam penelitiannya menemukan bahwa variabel modal manusia mempunyai pengaruh yang signifikan dan positif terhadap efisiensi usaha. Variabel sumber daya keuangan dalam bentuk pinjaman formal mempunyai pengaruh positif terhadap efisiensi bisnis sebagai proksi dari kinerja keuangan pada dua jenis pemilik usaha baik wanita maupun pria. Dalam pengukuran sumber daya keuangan kemampuan memperoleh pinjaman eksternal yang aman menjadi faktor penentu dalam menjalankan bisnis yang efisien baik untuk usaha yang dijalankan perempuan dan laki-laki. Variabel modal manusia memiliki dampak positif dan signifikan terhadap efisiensi usaha yang dijalankan wanita daripada usaha yang dijalankan pria. Sumber daya keuangan dalam bentuk formal pinjaman memiliki pengaruh positif pada efisiensi bisnis usaha pria dan wanita. Alasadi dan Abdelrahim, (2007) menyatakan luasnya sumber dana sebagai indikator dari sumber daya keuangan merupakan salah satu faktor keberhasilan yang berperan terhadap kinerja UKM. Ahmad dan Mushraf (2011) menunjukkan aset tak berwujud mempunyai pengaruh terhadap kinerja. Carmeli dan Tishler (2004) membuktikan pengaruh positif antara aset berwujud dan kinerja perusahaan masa depan. Berge, Bjorvatn, Tungodden (2011) aset tak berwujud mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kinerja bisnis usaha mikro yang mengalami kesulitan. Penelitian Chiao dan Yang (2011) menunjukkan bahwa UKM sebaiknya melakukan investasi aset tak berwujud khususnya modal inovasi yang lebih besar dalam bentuk riset dan pengembangan untuk
PENGARUH SUMBER DAYA KEUANGAN DAN ASET TIDAK BERWUJUD TERHADAP KINERJA KEUANGAN UMKM DI JAKARTA SELATAN (Indo Yama Nasarudin)
memperoleh keuntungan yang lebih tinggi. Modal inovasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja, sedangkan modal pelanggan tidak berpengaruh terhadap kinerja. Bagi Indonesia yang pembangunan ekonominya bertumpu pada kekuatan konsumsi domestik, UMKM diyakini memiliki peran penting dan besar dalam pembangunan ekonomi. Alasan utamanya adalah kinerja UMKM yang terbukti dari perkembangan berkelanjutan jumlah unit usaha UMKM, keberlanjutan kontribusi UMKM dalam pembentukan PDB, keberlanjutan dalam menciptakan lapangan kerja serta optimisme UMKM terhadap prospek ekonomi Indonesia. Tantangan yang dihadapi UMKM memang cukup berat untuk memperkuat struktur perekonomian nasional. Pembinaan pengusaha kecil diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pengusaha kecil menjadi pengusaha menengah. Namun disadari pula bahwa pengembangan usaha kecil menghadapi beberapa kendala seperti tingkat kemampuan, keterampilan, keahlian, manajemen sumber daya manusia, kewirausahaan, pemasaran dan keuangan. Lemahnya kemampuan manajerial dan sumber daya manusia ini mengakibatkan pengusaha kecil tidak mampu menjalankan usahanya dengan baik. Salah satu faktor internal yang cukup berperan besar dalam mempengaruhi perkembangan usaha, termasuk UMKM adalah modal untuk investasi maupun modal kerja. Lembaga perbankan sebagai salah satu sumber modal secara optimal masih belum dapat membantu permasalahan yang dihadapi UMKM. Relatif tingginya tingkat bunga kredit perbankan, prosedur serta persyaratan pengajuan kredit yang relatif sulit untuk dipenuhi, serta tidak adanya jaminan merupakan alasan utama bagi sebagian besar UMKM untuk tidak mengajukan kredit kepada perbankan. Berdasarkan sensus ekonomi yang dilakukan BPS tahun 2006, UMKM untuk wilayah Jakarta Selatan 222.318 unit. Berbagai
permasalahan UMKM menurut hasil sensus ekonomi tersebut seperti keterbatasan SDM, inovasi yang rendah dan belum adanya data ataupun informasi yang tajam tentang produk UMKM yang siap dipasarkan menjadi faktor utama sulitnya pengembangan UMKM. Jenis usaha sektor UMKM sebagian besar masih dikuasai oleh jenis usaha produksi manufaktur dan jasa yang diserap oleh tenaga kerja lulusan SMP maupun SMA yang jumlahnya mencapai 70 persen dari total jumlah pekerja. Untuk itu terkait dengan permasalahan sumber daya manusia yang masih lemah, inovasi yang rendah dan kapasitas modal pemasaran yang belum tinggi di wilayah Jakarta Selatan yang menjadi salah satu wilayah di propinsi Jakarta yang merupakan barometer ekonomi Indonesia maka penelitian terkait dengan sumber daya finansial dan aset tak berwujud terkait dengan kapasitas sumber daya manusia, modal inovasi dan modal pemasaran perlu dilakukan. METODE PENELITIAN Penelitian ini mengkaji kapasitas sumber daya keuangan, aset tidak berwujud dan kinerja keuangan serta melihat pengaruh sumber daya keuangan dan aset tidak berwujud terhadap kinerja keuangan UMKM di Jakarta Selatan. Dari berbagai dimensi sumber daya keuangan berdasarkan penelitian Storey (1994), Hurst dan Lusardi (2004), Camison dan Lopez (2010), Berge, Bjorvatn dan Tungodden (2011) dan ElHamidi (2011) yang menjadi rujukan penulis dalam menggunakan dimensi sumber daya keuangan adalah kapasitas untuk memperoleh informasi pasar keuangan, kapasitas untuk meningkatkan modal, fasilitas akses sumber pembiayaan dan kapasitas untuk memperoleh pembiayaan dengan biaya rendah. Berdasarkan teori berbasis pengetahuan dan teknologi, aset tak berwujud perusahaan menjadi penentu fundamental daya saing perusahaan saat ini dan masa depan serta penentu nilai perusahaan dan pertumbuhan. Dari berbagai dimensi aset tak berwujud, dimensi yang digunakan dalam aset tak berwujud untuk keperluan analisis pada dasarnya 101
JURNAL VOLUME 9 - Desember 2014: 99-119
menggunakan dimensi yang dikembangkan oleh Sveiby (1997), Hitt dan Hokisson (2001: 105-108), Lev (2001), Dess, Lumpkin dan Eisner (2007), Camison dan Lopez (2010), Marcus (2011) yaitu kemampuan inovasi, kapasitas manusia (human capital) dan modal pelanggan. Ketiga dimensi ini merupakan dimensi yang paling sering digunakan dalam beberapa literatur. Kemampuan yang dimiliki perusahaan terkait dengan kegiatan inovasi merupakan kemampuan untuk mentrasformasi pengetahuan, teknologi dan ide dalam bentuk produk, proses dan sistem baru yang secara konsisten akan membangun pengetahuan baru yang bermanfaat untuk kepentingan perusahaan dan stakeholder dengan menciptakan profit jangka pendek dan jangka panjang. Kapabilitas inovasi berperan sebagai pendorong proses inovasi yang mampu meningkatkan kinerja inovasi, yang mengakibatkan perusahaan tumbuh di atas rata-rata, sehingga kinerja perusahaan menjadi lebih baik (Calantone et.al., 2002; Lawson dan Samson, 2001). Kriteria dalam mengukur kinerja meliputi kinerja finansial maupun non finansial. Kriteria yang berbeda dalam mengukur kinerja perusahaan tersebut sebenarnya bergantung pada pengukuran kinerja itu sendiri. Tolak ukur bersifat unik, karena adanya kekhususan pada setiap badan usaha, antara lain bidang usaha, latar belakang, status hukum, tingkat permodalan, tingkat pertumbuhan dan tingkat teknologi. Perbedaan tersebut akan berpengaruh kepada perilaku badan usaha, dan dengan sendirinya juga berpengaruh terhadap kinerja dan tolak ukur yang digunakan (Hatmoko, 2000). Dalam mengukur kinerja keuangan penulis menggunakan indikator tingkat pengembalian aset, tingkat pengembalian penjualan dan pertumbuhan penjualan. Unit analisis dalam penelitian ini adalah UMKM di wilayah Jakarta Selatan. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2013 dengan melakukan survei terhadap pemilik dan pegawai serta konsumen UMKM. Dilihat dari sifatnya, penelitian ini bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan 102
untuk memperoleh gambaran atau deskripsi tentang variabel bebas. Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kuesioner dengan skala ordinall. Setiap indikator variabel yang dinilai responden, diklasifikasikan ke dalam tujuh alternatif jawaban dengan menggunakan skala ordinal yang menggambarkan peringkat jawaban. Peringkat jawaban setiap indikator diberi skor antara 1 sampai 7. Berdasarkan nilai jawaban responden kemudian diklasifikasikan dalam kategori sebagai berikut: (a). Jika nilai rata-rata jawaban responden 1,00-2,20 mempunyai kategori sangat rendah; (b). Jika nilai rata-rata jawaban responden 2,21-3,40 mempunyai kategori rendah; (c). Jika nilai ratarata jawaban responden 3,41-4,60 mempunyai kategori sedang; (d). Jika nilai rata-rata jawaban responden 4,61 – 5,80 mempunyai kategori tinggi; (e) Nilai rata-rata jawaban responden 5,81-7,00 mempunyai kategori sangat tinggi. Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif. Sedangkan analisis verifikatif dilakukan dengan menganalisis data dengan melakukan pengujian hipotesis menggunakan partial least square (PLS), Kemudian pemilihan responden yang menjadi sampel untuk masing-masing wilayah, kriteria dan jenis usaha ditentukan dengan teknik simple random sampling dengan memilih secara acak UMKM yang menjadi sampel terpilih. Adapun distribusi responden yang menjadi unit observasi pemilik usaha sebanyak 26, pegawai sebanyak 26 dan konsumen terkait sebanyak 26 sehingga total responden sebanyak 78. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, yang digunakan berupa angket terbuka dan angket tertutup. Angket terbuka digunakan untuk mengumpulkan data tentang karakteristik umum dan kinerja keuangan UMKM. Sedangkan angket tertutup digunakan untuk mengumpulkan data tentang sumber daya keuangan dan aset tak berwujud. Sebelum digunakan untuk pengambilan data di lapangan, kuesioner perlu diuji validitas dan reliabilitasnya. Validitas ini digunakan untuk mengetahui sejauhmana instrumen yang
PENGARUH SUMBER DAYA KEUANGAN DAN ASET TIDAK BERWUJUD TERHADAP KINERJA KEUANGAN UMKM DI JAKARTA SELATAN (Indo Yama Nasarudin)
digunakan dapat dipakai untuk mengukur akurasi penelitian. Sedangkan reliabilitas digunakan untuk mengetahui sejauhmana instrumen pengukuran dapat dipercaya. HASIL DAN PEMBAHASAN Sumber Daya Keuangan UMKM di Jakarta Selatan Kapasitas untuk memperoleh informasi keuangan merupakan kemampuan dan keinginan untuk mendapatkan informasi terkait dengan perkembangan instrumen keuangan sehingga diharapkan dengan baiknya akses informasi pasar keuangan dapat memberikan kemudahan dalam menyediakan kebutuhan dana. Tabel 1 menyajikan nilai rata-rata dari jawaban responden untuk indikator-indikator dari dimensi kapasitas untuk memperoleh informasi pasar keuangan. Pelaku usaha mikro di Jakarta Selatan masuk dalam kategori rendah terkait dengan kapasitas dalam memperoleh informasi pasar keuangan. Ini menggambarkan bahwa usaha mikro di wilayah Jakarta Selatan, mempunyai kapasitas yang rendah untuk memperoleh informasi pasar keuangan. Hal ini bisa disebabkan beberapa faktor seperti rendahnya kemampuan sumber daya manusia untuk usaha
mikro untuk dapat memperoleh akses informasi baik melalui internet ataupun media lainnya. Nilai rata-rata yang paling tinggi sebesar 4,60 adalah jawaban responden di wilayah Jakarta Selatan terhadap tingkat keinginan dalam memperoleh informasi terkait pasar keuangan. Ini menunjukkan bahwa tingkat keinginan pelaku usaha kecil di Jakarta Selatan dalam memperoleh informasi terkait pasar keuangan relatif tinggi. Secara umum kemampuan atau kapasitas pelaku usaha kecil terhadap kapasitas untuk memperoleh informasi pasar keuangan masuk dalam kategori kemampuan atau kapasitas yang sedang dengan nilai rata-rata sebesar 4,12. Usaha menengah mempunyai skor rata-rata yang lebih baik untuk semua indikator. Nilai rata-rata jawaban responden untuk semua indikator dari dimensi kapasitas untuk memperoleh informasi pasar keuangan 5,20. Ini menunjukkan informasi bahwa kapasitas pelaku UMKM di Jakarta Selatan terkait dengan kapasitas untuk memperoleh informasi pasar keuangan adalah tinggi. Berdasarkan gabungan skala usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) untuk semua indikator diperoleh rata-rata nilai skor sebesar 3,44. Ini menunjukkan bahwa kapasitas untuk memperoleh informasi pasar keuangan UMKM di Jakarta Selatan adalah sedang.
Tabel 1. Kapasitas Memperoleh Informasi Pasar Keuangan UMKM di Jakarta Selatan
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian (diolah), 2013
103
JURNAL VOLUME 9 - Desember 2014: 99-119
Secara teori menurut Camison dan Lopez (2010), bahwa kapasitas untuk memperoleh informasi pasar keuangan merupakan dimensi yang cukup penting dari sumber daya keuangan. Ketika perusahaan mempunyai kapasitas yang baik terkait informasi pasar keuangan membuat pelaku usaha mudah dalam memilih dan mengakses sumber pembiayaan sehingga dapat memperoleh sumber pembiayaan yang memberikan biaya yang paling rendah. Pelaku UMKM di Jakarta Selatan mempunyai kemampuan yang sedang terkait dengan kapasitas untuk memperoleh informasi pasar keuangan. Pelaku UMKM di Jakarta Selatan cukup peduli untuk memahami dan menggali informasi tentang pasar keuangan. Sehingga mereka relatif cukup sering melakukan akses media informasi terkait informasi pasar keuangan. Pelaku UMKM tentu berharap usaha yang dijalankan dapat terus berkembang dan maju, dimensi berikutnya dari variabel sumber daya keuangan adalah kapasitas atau kemampuan untuk meningkatkan modal baik yang bersumber dari dalam perusahaan sendiri
maupun yang bersumber dari luar perusahaan. Tabel 2 menyajikan informasi nilai rata-rata jawaban responden terkait dengan indikatorindikator pada dimensi kapasitas atau kemampuan untuk meningkatkan modal. Usaha mikro mempunyai nilai rata-rata sebesar 3,18. Sehingga secara umum dapat dinyatakan bahwa kapasitas atau kemampuan usaha mikro di Jakarta Selatan dalam meningkatkan modalnya rendah. Untuk usaha kecil rata-rata jawaban responden sebesar 4,20. Secara umum untuk usaha kecil di Jakarta Selatan mempunyai kemampuan yang sedang saja terkait kapasitas atau kemampuan dalam meningkatkan modalnya. Usaha menengah mempunyai nilai rata-rata yang lebih baik untuk semua indikator dengan nilai rata-rata sebesar 5,12. Ini menunjukkan bahwa usaha menengah di Jakarta Selatan mempunyai kapasitas atau kemampuan yang tinggi dalam meningkatkan modal mereka. Berdasarkan gabungan usaha mikro kecil dan menengah diperoleh nilai ratarata sebesar 3,75. Ini menggambarkan bahwa kapasitas UMKM di Jakarta Selatan dalam meningkatkan modal adalah sedang.
Tabel 2. Kemampuan untuk Meningkatkan Modal UMKM di Jakarta Selatan
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian (diolah), 2013
104
PENGARUH SUMBER DAYA KEUANGAN DAN ASET TIDAK BERWUJUD TERHADAP KINERJA KEUANGAN UMKM DI JAKARTA SELATAN (Indo Yama Nasarudin)
Menurut Dess, Lumpkin dan Eisner (2007) sumber daya keuangan (financial resource) adalah kas perusahaan dan ekuivalennya, kemampuan perusahaan untuk meningkatkan modal serta kapasitas perusahaan untuk mendapatkan pinjaman. Ketika sangat membutuhkan sumber dana umumnya UMKM di Jakarta Selatan mencari dari lingkungan keluarga dan tentu jumlahnya juga terbatas dan waktu juga relatif pendek. Hal ini membuat UMKM di Jakarta Selatan mengalami kesulitan dalam meningkatkan modalnya sehingga kapasitas sumber daya keuangan UMKM menjadi rendah pula. Hal ini sesuai dengan hasil laporan BPS tahun 2006 bahwa pelaku UKM di Jakarta lebih mengandalkan sumber pembiayaan dari modal sendiri dibandingkan dengan sumber modal eksternal. Pelaku UMKM yang menggunakan sumber modal berasal dari modal sendiri sebanyak 984.399 pengusaha atau sebanyak 89,23 persen. Sedangkan pelaku UMKM yang menggunakan sumber modal dari pihak lain hanya sebesar 10,77 persen atau sebanyak 118,830 pengusaha. Dari 10,77 persen tersebut UKM yang telah memanfaatkan sumber modal eksternal dari bank sebanyak 18.887 unit usaha. Sementara yang memanfaatkan sumber modal eksternal dari koperasi maupun lembaga keuangan bukan bank masih relatif kecil masing-masing sebanyak 5.740 dan 6.674 pelaku UMKM di Jakarta Selatan. Akses sumber pembiayaan menjadi salah satu faktor pendukung keberhasilan UMKM dalam menjalankan usahanya. Semakin tinggi akses sumber pembiayaan tentu peluang untuk meningkatkan modal khususnya yang bersumber dari pembiayaan eksternal makin besar yang pada gilirannya dapat meningkatkan kapasitas produksi perusahaan. Dilihat dari nilai rata-rata untuk dimensi akses sumber pembiayaan UMKM di Jakarta Selatan sebagaimana terlihat dalam tabel 3. Untuk usaha mikro diperoleh nilai ratarata sebesar 2,96. Ini menunjukkan bahwa usaha mikro di Jakarta Selatan mempunyai kemampuan yang rendah terkait akses sumber
pembiayaan. Usaha kecil mempunyai nilai rata-rata jawaban responden sebesar 3,93. Ini menggambarkan bahwa usaha kecil di Jakarta Selatan mempunyai kapasitas yang sedang berkenaan dengan akses sumber pembiayaan. Usaha menengah di Jakarta Selatan secara ratarata mempunyai kapasitas yang sedang terkait dengan akses sumber pembiayaan, ini terlihat dari nilai rata-rata yang diperoleh yaitu sebesar 4,53. Berdasarkan gabungan UMKM di Jakarta Selatan diperoleh nilai rata-rata sebesar 3,45. Ini menunjukkan bahwa kapasitas UMKM di Jakarta Selatan relatif sedang terkait akses sumber pembiayaan. Hal ini identik dengan yang disampaikan oleh Sri Lestari HS (2009) yang menyatakan untuk memenuhi kebutuhan permodalan, UMKM menghadapi masalah salah satunya adalah masih rendahnya atau terbatasnya akses UMKM terhadap berbagai informasi, layanan, fasilitas keuangan yang disediakan oleh lembaga keuangan formal, baik bank maupun non bank misalnya dana BUMN dan lain-lain. Sehingga peluang untuk meningkatkan modal menjadi kecil bagi pelaku UMKM. Menurut Fisher & Massey, (2000) umumnya pendirian perusahaan baru sering terjadi ketika seseorang memiliki akses ke modal finansial. Kemudian Hurst dan Lusardi, ( 2004) akses sumber modal merupakan faktor yang paling penting bagi pertumbuhan usaha. Tetapi belum tentu menjadi faktor yang penting bagi pendirian usaha baru sebab dimungkinkan untuk memulai sebuah perusahaan tanpa banyak modal. Berkaitan dengan kondisi UMKM di Jakarta Selatan yang mempunyai kapasitas yang rendah terkait dengan akses sumber pembiayaan, ini dapat menjadi salah satu hambatan bagi UMKM untuk tumbuh dan berkembang. Sumber pembiayaan dengan biaya yang rendah menjadi salah satu faktor pendukung harga yang bersaing yang diberlakukan oleh UMKM, karena tentu dengan biaya modal yang rendah akan berdampak pada rendahnya harga jual yang ditetapkan pelaku usaha. Dilihat dari nilai rata-rata untuk dimensi kemampuan memperoleh sumber pembiayaan dengan biaya rendah sebagaimana terlihat dalam tabel 4. 105
JURNAL VOLUME 9 - Desember 2014: 99-119
Tabel 3. Akses Sumber Pembiayaan di Jakarta Selatan
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian (diolah), 2013
Tabel 4. Kemampuan Memperoleh Sumber Pembiayaan dengan Biaya yang Rendah UMKM di Jakarta Selatan
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian (diolah), 2013
106
PENGARUH SUMBER DAYA KEUANGAN DAN ASET TIDAK BERWUJUD TERHADAP KINERJA KEUANGAN UMKM DI JAKARTA SELATAN (Indo Yama Nasarudin)
Untuk usaha mikro di Jakarta Selatan diperoleh nilai rata-rata sebesar 3,46. Ini berarti bahwa kapasitas atau kemampuan UMKM di Jakarta Selatan sedang terkait kemampuan dalam memperoleh sumber pembiayaan dengan biaya yang rendah. Untuk usaha kecil secara umum di Jakarta Selatan mempunyai kapasitas yang sedang terkait kemampuan dalam memperoleh sumber pembiayaan dengan biaya rendah dengan nilai rata-rata 4,00. Untuk usaha menengah rata-rata nilai untuk dimensi kemampuan memperoleh sumber pembiayaan dengan biaya rendah diperoleh nilai sebesar 4,24. Ini memberikan informasi bahwa usaha menengah mempunyai kapasitas yang sedang terkait kemampuan memperoleh sumber pembiayaan dengan biaya yang rendah. Dilihat dari gabungan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) diperoleh nilai rata-rata sebesar 3,72. Ini memberikan informasi bahwa kapasitas UMKM di Jakarta Selatan terkait dengan kemampuan dalam memperoleh sumber pembiayaan dengan biaya rendah adalah sedang. Sehingga umumnya pelaku UMKM jika pun mendapatkan pembiayaan biasanya dengan biaya yang lebih tinggi karena lembaga keuangan melihat ketersediaan jaminan, aspek legalitas seperti izin usaha yang umumnya hampir banyak yang tidak memiliki sehingga resiko pemberian kredit ke pelaku usaha ini lebih berisiko.
seperti bank sering mengalami kegagalan. Karena banyaknya persyaratan yang harus mereka penuhi dan mereka tidak memilikinya seperti izin usaha dan lain-lainnya. Sehingga upaya yang mereka lakukan untuk memenuhi kebutuhan sumber pembiayaan umumnya langsung ke pemasok, mereka berupaya untuk memperoleh bahan baku dengan kredit dalam pembayaran bahan baku sehingga mereka dapat memenuhi permintaan konsumen. Alternatif lainnya adalah dengan mengandalkan pembayaran uang muka (down payment) yang relatif tinggi untuk operasional produksinya. Ketika semua ini dirasakan masih kurang umumnya menggunakan sumber dana dari keluarga dan jika juga masih tidak mencukupi mereka menggunakan sumber pembiayaan dari rentenir yang prosesnya mudah namun biaya cukup tinggi dan umumnya pinjaman diberikan dalam waktu beberapa bulan saja.
Camison dan Lopez (2010) menemukan bahwa kemampuan dalam memperoleh sumber pembiayaan dengan biaya rendah merupakan salah satu faktor yang dominan dalam menentukan sumber daya keuangan. Ini juga menjadi faktor penting bagi UMKM di Jakarta Selatan. Ketika UMKM di Jakarta Selatan mempunyai kapasitas yang relatif baik dalam memperoleh sumber pembiayaan yang rendah tentu biaya modal yang dikeluarkan juga menjadi murah yang pada akhirnya dapat menekan harga jual yang lebih murah pula.
Berbeda dengan UMKM di Jakarta Selatan, Camisŏn dan Lopez (2010) menemukan bahwa UMKM di Spanyol mempunyai modal finansial yang relatif cukup begitu juga kinerja perusahaan. Sedangkan Berge, Bjorvatn dan Tungodden (2011) menemukan jika pengusaha mempunyai kendala kredit dalam bisnis mereka, tentu akan berdampak pada investasi, dan mungkin juga pada dimensi keuangan lainnya. Bantuan tidak menyebabkan perubahan signifikan secara statistik dalam dimensi keuangan, yang menunjukkan bahwa pengusaha tidak terhambat dengan keterbatasan modal keuangan. Pelaku usaha umumnya menggunakan bantuan pinjaman untuk berinvestasi pada peralatan, sehingga bantuan pinjaman tidak merubah kegiatan bisnis seperti halnya hubungan karyawan dan pemasaran. Ini menunjukkan bahwa meskipun pelaku usaha mempunyai keterbatasan dalam sumber daya keuangannya namun faktor yang paling utama dalam menjalankan usaha adalah modal manusia dan modal pemasaran.
Pelaku UMKM di Jakarta Selatan masih lebih mengandalkan sumber pembiayaan internal. Upaya yang mereka lakukan untuk berhubungan dengan lembaga keuangan
Peneliti juga menemukan hal yang sama untuk UMKM di Jakarta Selatan meskipun pelaku usaha mempunyai keterbatasan dalam sumber daya keuangannya namun faktor 107
JURNAL VOLUME 9 - Desember 2014: 99-119
pendukung yang membuat UMKM bertahan lebih ditentukan oleh modal manusia dan modal pemasaran yang mereka miliki. Rendahnya kapasitas sumber daya keuangan masih dapat ditopang dengan pembiayaan internal jika keuntungan mereka masih positif. Keuntungan tentu diperoleh dari kemampuan mereka dalam menjual dan memasarkan produk atau jasa. Aset Tidak Berwujud UMKM di Jakarta Selatan Tabel 5 menyajikan informasi tentang nilai rata-rata jawaban responden terkait modal inovasi. Untuk usaha mikro di Jakarta Selatan diperoleh nilai rata-rata sebesar 3,55. Ini berarti bahwa kapasitas atau kemampuan usaha mikro di Jakarta Selatan sedang terkait modal inovasi. Untuk usaha kecil secara umum di Jakarta Selatan mempunyai kapasitas modal
inovasi yang tinggi dengan nilai rata-rata 4,73. Ini menggambarkan bahwa usaha kecil di Jakarta Selatan mempunyai kapasitas yang lebih baik dibandingkan dengan usaha mikro terkait dengan modal inovasi. Untuk usaha menengah nilai rata-rata dimensi dari modal inovasi 5,07. Ini memberikan informasi bahwa usaha menengah di Jakarta Selatan mempunyai modal inovasi yang tinggi. Untuk gabungan usaha mikro, kecil dan menengah diperoleh nilai rata-rata sebesar 4,07. Ini menunjukkan usaha mikro, kecil dan menengah di Jakarta Selatan mempunyai kapasitas yang sedang saja terkait modal inovasi. Belum tingginya modal inovasi pelaku UMKM di Jakarta Selatan tentu berdampak bagi kemampuan bersaing yang makin rendah dalam menghasilkan produkproduk yang inovatif.
Tabel 5. Kemampuan Inovasi UMKM di Jakarta Selatan
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian (diolah), 2013
108
PENGARUH SUMBER DAYA KEUANGAN DAN ASET TIDAK BERWUJUD TERHADAP KINERJA KEUANGAN UMKM DI JAKARTA SELATAN (Indo Yama Nasarudin)
Menurut Prakosa (2005) inovasi adalah suatu mekanisme perusahaan untuk beradaptasi dengan lingkungan yang dinamis. Parashar dan Singh (2005) kemampuan yang dimiliki perusahaan terkait dengan kegiatan inovasi merupakan kemampuan untuk mentrasformasi pengetahuan, teknologi dan ide dalam bentuk produk, proses dan sistem baru yang secara konsisten akan membangun pengetahuan baru yang bermanfaat untuk kepentingan perusahaan dan stakeholder dengan menciptakan profit jangka pendek dan jangka panjang. Camison dan Lopez (2010) menyatakan bahwa modal inovasi merupakan faktor yang penting dalam menentukan aset tak berwujud UMKM di Spanyol. Wang dan Chang (2005) menyatakan modal inovasi berpengaruh langsung terhadap kinerja. Kemampuan kreatifitas dan inovasi sangat berperan dalam keberhasilan UKM di Jakarta Selatan. Mereka yang berjiwa inovatif dan memiliki kreatifitas tinggi sehingga menjadi pengusaha sukses. Mereka mampu menciptakan peluang bisnis dan pasar yang semula kurang diperhatikan dan tidak bermanfaat menjadi bermanfaat. Sesuatu yang kurang atau tidak dipikirkan orang lain kemudian ditransformasi menjadi berharga dan berguna. Modal inovasi menjadi faktor kunci bagi UMKM untuk berhasil. Modal manusia merupakan input penting dalam organisasi khususnya untuk menilai pengetahuan, keahlian dan kemampuan pekerja. Modal manusia mengacu pada pengetahuan, keahlian kompetensi dan atribut yang dibentuk dalam individu yang mendukung kreasi personal, sosial dan ekonomi. Berdasarkan tabel 6 diperoleh informasi terkait nilai rata-rata jawaban responden atas indikator-indikator dari dimensi modal manusia. Untuk usaha mikro di Jakarta Selatan diperoleh nilai rata-rata sebesar 3,76. Ini berarti bahwa usaha mikro di Jakarta Selatan mempunyai modal manusia yang sedang saja. Usaha kecil di Jakarta Selatan mempunyai nilai rata-rata sebesar 4,60. Ini memberikan informasi bahwa kapasitas modal manusia
relatif tinggi di wilayah Jakarta Selatan. Usaha menengah di Jakarta Selatan juga mempunyai kapasitas modal manusia yang tinggi, ini terlihat dari nilai rata-rata sebesar 4,88. Berdasarkan gabungan usaha mikro, kecil dan menengah diperoleh nilai rata-rata sebesar 4,13. Ini menggambarkan bahwa modal manusia UMKM di Jakarta Selatan adalah sedang. Hasil ini identik dengan Camison dan Lopez (2010) menemukan kemampuan manusia merupakan faktor yang penting yang berperan dalam menentukan aset tak berwujud UMKM di Spanyol. El-Hamidi (2011) menyatakan modal manusia UKM di Mesir untuk pelaku UKM pria mempunyai modal manusia relatif lebih baik dibandingkan dengan pelaku UKM wanita. Pelaku UKM di Mesir mempunyai modal manusia umum dan modal manusia spesifik yang relatif baik. StPierre dan Audet (2010) menyatakan modal manusia untuk UKM manufaktur di Kanada relatif cukup baik. Berbeda dengan Clarke, Seng dan Whiting (2010) menemukan efisiensi modal manusia pelaku usaha di Australia relatif rendah begitu juga dengan Ismail dan Karem (2011) menemukan efisiensi modal manusia pada perusahaan perbankan di Bahrain juga relatif rendah. Kapasitas modal manusia UMKM di Jakarta Selatan yang tinggi tentu menjadi modal yang penting karena dari banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan UMKM, kemampuan manusia merupakan faktor penting yang berperan sangat menentukan dalam keberhasilan UMKM. Secara teori, pendidikan formal merupakan elemen penting dari modal manusia yang terdiri dari akumulasi pengetahuan dan keahlian yang digunakan untuk berwirausaha. (Gimeno et al., 1997; Reynolds et al. 2004; Montgomery, Johnson, and Faisal 2005). Modal pelanggan merupakan kemampuan perusahaan dalam membangun hubungan terkait dengan pelanggan. Ini merupakan dimensi penting yang mempengaruhi hubungan sebuah organisasi dengan pelanggannya.
109
JURNAL VOLUME 9 - Desember 2014: 99-119
Berdasarkan tabel 7 diperoleh informasi terkait nilai rata-rata jawaban responden atas indikator-indikator dari dimensi modal pelanggan. Untuk usaha mikro di Jakarta Selatan diperoleh nilai rata-rata sebesar 3,92. Ini berarti bahwa usaha mikro di Jakarta Selatan mempunyai modal pelanggan yang sedang. Untuk usaha kecil di Jakarta Selatan juga mempunyai kapasitas modal pelanggan yang
sedang, ini terlihat dari nilai rata-rata sebesar 4,32. Usaha menengah di Jakarta Selatan mempunyai kapasitas modal pelanggan yang tinggi, ini terlihat dari nilai rata-rata sebesar 4,72. Berdasarkan gabungan usaha mikro, kecil dan menengah diperoleh nilai rata-rata sebesar 4,15. Ini menggambarkan bahwa modal pelanggan UMKM di Jakarta Selatan adalah sedang.
Tabel 6. Kapasitas Manusia Pelaku UMKM di Jakarta Selatan
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian (diolah), 2013
Tabel 7. Kapasitas Modal Pelanggan UMKM di Jakarta Selatan
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian (diolah), 2013
110
PENGARUH SUMBER DAYA KEUANGAN DAN ASET TIDAK BERWUJUD TERHADAP KINERJA KEUANGAN UMKM DI JAKARTA SELATAN (Indo Yama Nasarudin)
Tingkat modal pelanggan yang sedang ini menjadi modal yang berharga bagi UMKM di Jakarta Selatan dalam menjalankan bisnisnya. Sehingga diharapkan pelaku UMKM dapat memperbaiki kinerja dan daya saingnya melalui modal pelanggan yang tinggi yang dimilikinya. Ini sesuai dengan hasil penelitian Camison dan Lopez (2010) yang menyatakan modal pelanggan menjadi faktor yang cukup kuat dalam menentukan aset tak berwujud yang kemudian mempengaruhi kinerja usaha kecil di Spanyol. Wang dan Chang (2005) juga menemukan hal yang sama pada industri teknologi informasi di Taiwan, modal pelanggan mempunyai kontribusi terhadap kinerja perusahaan. Carmeli dan Tishler (2004) menyatakan reputasi organisasi yang diperoleh perusahaan sebagai bagian dari modal pemasaran pada perusahaan di Israel relatif cukup baik. Dengan demikian UMKM di Jakarta Selatan mempunyai kekuatan untuk berkembang dari kapasitas modal pelanggan yang relatif baik yang mereka miliki dengan menciptakan loyalitas pelanggan, memenuhi harapan pelanggan dan memahami keinginan konsumen dengan menghasilkan produk atau jasa yang memberikan kepuasan bagi konsumennya dan memperluas jaringan distribusi. Nilai rata-rata untuk variabel aset tak berwujud, diperoleh nilai sebesar 4,12. Nilai tersebut sudah mendekati kategori cukup tinggi jika nilai rata-rata sebesar 4,61. Ini menggambarkan bahwa kapasitas aset tak berwujud UMKM di Jakarta Selatan adalah sedang. Modal inovasi UMKM di Jakarta Selatan mempunyai kapasitas yang sedang. Belum tingginya modal inovasi pelaku UMKM di Jakarta Selatan tentu berdampak bagi kemampuan bersaing yang makin rendah dalam menghasilkan produk-produk yang inovatif. Modal inovasi mempunyai peran penting UMKM di Jakarta Selatan. Modal inovasi sebagai komponen dari aset tak berwujud dapat mempengaruhi kinerja keuangan UMKM di Jakarta Selatan. Kemampuan inovasi UMKM di Jakarta Selatan cukup tinggi sehingga mereka mampu menghasilkan produk-produk
yang inovatif. Menurut Kotabe et al., (2002) perusahaan yang inovatif dapat memperoleh keuntungan yang lebih tinggi baik dari inovasi produk atau proses inovasi. Perusahaan yang mampu mengembangkan produk baru dapat meningkatkan strategi diferensiasi untuk mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi, sementara perusahaan memiliki kemampuan inovasi proses dapat meningkatkan kualitas produk atau biaya yang lebih rendah, pada gilirannya meningkatkan pendapatan atau kinerja perusahaan. Modal manusia UMKM di Jakarta Selatan adalah sedang atau relatif cukup tinggi. Ini menjadi modal yang penting dan diharapkan dapat mempengaruhi keberhasilan UMKM dalam menjalankan bisnisnya. Berge, Bjorvatn dan Tungodden (2011) menemukan bahwa intervensi modal manusia menyebabkan peningkatan substansial dalam keuntungan pengusaha laki-laki, sedangkan intervensi pada modal finansial tidak berdampak pada kinerja bisnis. Hal ini memberikan bukti bahwa permasalahan pada modal manusia merupakan faktor yang penting dan mendasar bagi pengembangan usaha mikro dan lebih mengikat daripada permasalahan terhadap modal finansial. Selanjutnya untuk meningkatkan modal manusia diperlukan upaya pelatihan bagi pelaku usaha. Pelatihan terhadap pelaku usaha laki-laki memberikan dampak yang lebih besar dibandingkan usaha perempuan terkait dengan penerapan praktek-praktek bisnis baru yang kondusif bagi pertumbuhan bisnis. Kondisi ini juga terjadi bagi pelaku UMKM di Jakarta Selatan meskipun sumber daya keuangan pelaku UMKM rendah namun kapasitas modal manusia masih cukup baik sehingga dapat menjadi faktor pendukung bagi UMKM di Jakarta Selatan untuk bertahan dan berupaya untuk tumbuh. Modal pelanggan UMKM di Jakarta Selatan adalah sedang. Tingkat modal pelanggan yang relatif cukup ini menjadi modal yang berharga bagi UMKM di Jakarta Selatan dalam menjalankan bisnisnya. Sehingga diharapkan pelaku UMKM dapat memperbaiki kinerja dan 111
JURNAL VOLUME 9 - Desember 2014: 99-119
daya saingnya melalui modal pelanggan yang tinggi yang dimilikinya. Menurut Berry dan Parasuraman (dalam Čater dan Čater, 2009) untuk dapat meningkatkan kapasitas modal pelanggan dan mengurangi biaya, manajer disarankan untuk meningkatkan hubungan dengan pelanggan mereka saat ini (bukan terus berkonsentrasi pada menarik pelanggan baru) namun melalui penggunaan manajemen hubungan pelanggan yang akhirnya mengarah pada loyalitas pelanggan yang lebih besar, seperti terlibat dalam kegiatan sosial bagi pelanggan serta menciptakan ikatan struktural dengan mereka. Kondisi ini identik dengan UMKM di Jakarta Selatan yang umumnya mempunyai kapasitas yang relatif cukup tinggi terkait modal pelanggan. Kinerja Keuangan UMKM di Jakarta Selatan Berdasarkan tabel 8 diperoleh informasi terkait nilai rata-rata tingkat pengembalian aset (return on asset) UMKM di Jakarta Selatan. Rata-rata tingkat pengembalian aset sebesar 0,3701. Untuk usaha mikro di Jakarta Selatan nilai rata-rata return on asset sebesar 0,13. Ini menggambarkan bahwa rata-rata laba usaha mikro di Jakarta Selatan sebesar 13 persen dibandingkan dengan aset yang mereka miliki. Nilai tersebut relatif sedang. Karena dengan aset sebesar satu rupiah mampu memberikan keuntungan sebesar 0,13. Usaha kecil di Jakarta Selatan mempunyai nilai rata-rata return on asset sebesar 0,15. Ini menggambarkan bahwa rata-rata laba usaha mikro di Jakarta Selatan
sebesar 15 persen dibandingkan dengan aset yang mereka miliki. Nilai tersebut relatif sedang. Karena dengan aset sebesar satu rupiah mampu memberikan keuntungan sebesar 0,15. Untuk usaha menengah di Jakarta Selatan mempunyai nilai rata-rata return on asset sebesar 0,147. Ini menggambarkan bahwa ratarata laba usaha menengah di Jakarta Selatan sebesar 14,7 persen dibandingkan dengan aset yang mereka miliki. Nilai tersebut relatif sedang. Karena dengan aset sebesar satu rupiah mampu memberikan keuntungan sebesar 0,147. Untuk gabungan usaha mikro, kecil dan menengah di Jakarta Selatan mempunyai nilai rata-rata return on asset sebesar 0,137. Ini menggambarkan bahwa rata-rata laba usaha mikro, kecil dan menengah di Jakarta Selatan sebesar 13,7 persen dibandingkan dengan aset yang mereka miliki. Nilai tersebut relatif sedang. Karena dengan aset sebesar satu rupiah mampu memberikan keuntungan sebesar 0,147. Temuan ini berbeda dengan hasil penelitian St- Pierre dan Audet (2010) bahwa tingkat pengembalian aset untuk UKM di Kanada relatif rendah. Identik dengan Acquaah (2009) menemukan tingkat pengembalian aset untuk usaha keluarga di Ghana relatif sedang. Berkaitan dengan UMKM di wilayah Jakarta Selatan tingkat pengembalian aset yang sedang atau relatif cukup umumnya disebabkan tingkat laba yang diperoleh pelaku UMKM di Jakarta Selatan relatif cukup pula. Sehingga dengan tingkat aset tertentu pelaku UMKM mampu memperoleh laba yang relatif cukup.
Tabel 8. Kinerja Keuangan UMKM di Jakarta Selatan
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian (diolah), 2013
112
PENGARUH SUMBER DAYA KEUANGAN DAN ASET TIDAK BERWUJUD TERHADAP KINERJA KEUANGAN UMKM DI JAKARTA SELATAN (Indo Yama Nasarudin)
Usaha mikro di Jakarta Selatan mempunyai nilai rata-rata tingkat pengembalian penjualan sebesar 35 persen. Ini menggambarkan bahwa rata-rata tingkat laba berbanding dengan penjualan sebesar 35 persen. Nilai tersebut relatif cukup tinggi. Sehingga dengan demikian dapat dinyatakan bahwa untuk usaha mikro di Jakarta Selatan tingkat pengembalian penjualan relatif tinggi. Untuk usaha kecil di Jakarta Selatan mempunyai nilai rata-rata tingkat pengembalian penjualan sebesar 43,70 persen. Ini menggambarkan bahwa rata-rata tingkat laba berbanding dengan penjualan sebesar 43,70 persen. Nilai tersebut relatif cukup tinggi. Sehingga dengan demikian dapat dinyatakan bahwa untuk usaha kecil di Jakarta Selatan tingkat pengembalian penjualan relatif tinggi. Untuk usaha menengah di Jakarta Selatan mempunyai nilai rata-rata tingkat pengembalian penjualan sebesar 37,74 persen. Ini menggambarkan bahwa rata-rata tingkat laba berbanding dengan penjualan sebesar 37,74 persen. Nilai tersebut relatif cukup tinggi. Sehingga dengan demikian dapat dinyatakan bahwa untuk usaha menengah di Jakarta Selatan tingkat pengembalian penjualan relatif tinggi. Untuk gabungan usaha mikro, kecil dan menengah di Jakarta Selatan mempunyai nilai rata-rata tingkat pengembalian penjualan sebesar 37 persen. Ini menggambarkan bahwa rata-rata tingkat laba berbanding dengan penjualan sebesar 37 persen. Nilai tersebut relatif cukup tinggi. Sehingga dengan demikian dapat dinyatakan bahwa untuk usaha mikro, kecil dan menengah di Jakarta Selatan tingkat pengembalian penjualan relatif tinggi. Hasil ini berbeda dengan penelitian ElHamidi (2011) yang menemukan tingkat pengembalian penjualan yang relatif rendah untuk UKM di Mesir baik untuk UKM pria maupun UKM wanita. Chiao dan Yang (2011) juga menemukan hal yang sama pelaku UKM di Taiwan mempunyai tingkat pengembalian penjualan yang juga relatif rendah. Berkaitan dengan UMKM di Jakarta Selatan tingkat pengembalian penjualan yang relatif tinggi disebabkan harga jual produk atau jasa UMKM yang juga relatif tinggi karena memang produk
yang dihasilkan secara umum mempunyai kualitas yang baik sehingga jika harga jual tinggi masih dapat diterima oleh konsumen. Tabel 9 diperoleh informasi terkait nilai rata-rata pertumbuhan penjualan UMKM di Jakarta Selatan. Rata-rata nilai pertumbuhan penjualan sebesar 7,43 persen. Untuk usaha mikro di Jakarta Selatan rata-rata nilai pertumbuhan penjualan sebesar 8,58 persen. Ini menggambarkan bahwa pertumbuhan penjualan usaha mikro di Jakarta Selatan relatif rendah. Untuk usaha kecil di Jakarta Selatan rata-rata nilai pertumbuhan penjualan sebesar 8,14 persen. Ini menggambarkan bahwa pertumbuhan penjualan usaha kecil di Jakarta Selatan relatif rendah. Usaha menengah di Jakarta Selatan rata-rata nilai pertumbuhan penjualan sebesar 4,18 persen. Ini menggambarkan bahwa pertumbuhan penjualan usaha menengah di Jakarta Selatan relatif rendah. Untuk gabungan usaha mikro, kecil dan menengah di Jakarta Selatan ratarata nilai pertumbuhan penjualan sebesar 7,65 persen. Ini menggambarkan bahwa pertumbuhan penjualan usaha mikro, kecil dan menengah di Jakarta Selatan relatif rendah. Temuan ini berbeda dengan hasil penelitian St- Pierre dan Audet (2010) bahwa tingkat pertumbuhan penjualan untuk UKM di Kanada relatif tinggi. Gyampah & Acquaah (2008) yang menyatakan tingkat pertumbuhan penjualan perusahaan di sektor manufaktur dan jasa di Ghana relatif cukup baik. Berkenaan dengan UMKM di Jakarta Selatan tingkat penjualan yang rendah disebabkan perkembangan penjualan yang mengalami peningkatan positif dari tahun ke tahunnya, namun peningkatan pertumbuhan penjualan tersebut masih sangat kecil. Secara umum kinerja keuangan UMKM di Jakarta Selatan masih rendah khususnya dilihat dari pertumbuhan penjualan dan ukuran perusahaan. Ini menggambarkan bahwa penjualan perusahaan belum maksimal tumbuh dengan baik. Dan dibandingkan dengan aset yang dimiliki tingkat laba yang diperoleh masih rendah begitu juga dengan tingkat penjualan 113
JURNAL VOLUME 9 - Desember 2014: 99-119
yang mengakibatkan tingkat pengembalian aset dan tingkat pengembalian penjualan juga menjadi rendah. Clarke, Seng dan Whiting (2010) menemukan tingkat pengembalian aset perusahan di Australia juga relatif rendah namun rata-rata pertumbuhan penjualan relatif baik. Pengaruh Sumber Daya Finansial dan Aset Tidak Berwujud Terhadap Kinerja Keuangan UMKM di Jakarta Selatan Berdasarkan gambar 1 diperoleh informasi terkait koefisien pengaruh antar variabel laten dan nilai loading factor dari masing-masing variabel laten. Semua nilai loading factor umumnya lebih besar daripada 0,5. Ini menunjukkan bahwa semua indikator dari masing-masing variabel laten mampu membentuk konstruk variabel laten tersebut. Besar koefisien pengaruh sumber daya finansial terhadap kinerja keuangan sebesar 0,396 dan nilai p-value sebesar 0,091 di bawah alpa 0,10 dengan demikian sumber daya finansial berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan UMKM di wilayah Jakara Selatan. Nilai koefisien pengaruh aset tidak berwujud -0,095 dan nilai p-value sebesar 0,692 jauh di atas 0,10 dengan demikian aset tidak berwujud dengan komponen modal inovasi, modal manusia dan modal pemasaran tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan. Nilai koefisien modal inovasi, modal manusia dan modal pelanggan masing-masing sebesar 0,825; 0,936 dan 0,857. Ini menunjukkan bahwa modal inovasi, modal manusia dan modal pemasaran mampu mempengaruhi atau membentuk aset tidak berwujud. Berikut disajikan model persamaan struktural pengaruh sumber daya finansial dan aset tidak berwujud terhadap kinerja keuangan. Hasil penelitian ini identik dengan Menefee (2008) menyatakan bahwa kemampuan sumber daya finansial merupakan salah satu kunci keberhasilan UKM yang berdampak terhadap kinerja UKM. Sebab pengelolaan keuangan yang efektif memungkinkan perusahaan untuk menjalankan
114
usahanya sehari-hari. Temtime and Pansiri, (2004) menyatakan kinerja UKM dipengaruhi oleh kemampuan dokumentasi dan laporan keuangan, investasi yang besar pada aset tetap khususnya saat UKM pada masa pertumbuhan, kemampuan memperkirakan kebutuhan dana, kemampuan menganalisa laporan keuangan dan menilai perputaran profit dan pemanfaatan aset. Alasadi dan Abdelrahim, (2007) menyatakan kemampuan sumber daya finansial merupakan salah satu faktor keberhasilan yang berperan terhadap kinerja UKM tersebut. St-Pierre dan Audet (2010) menunjukkan bahwa aset tidak berwujud tidak berpengaruh terhadap kinerja. Clarke, Seng dan Whiting (2010) hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat pengaruh aset tidak berwujud terhadap kinerja. Terdapat hubungan moderasi antara aset tidak berwujud dengan modal fisik dan modal finansial dan dampaknya terhadap kinerja perusahaan. Sumber daya keuangan berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan UMKM di Jakarta Selatan. Sehingga dengan masih rendahnya kapasitas sumber daya keuangan tersebut berpengaruh terhadap kinerja keuangan UMKM di Jakara Selatan. Aset tidak berwujud dengan komponen modal inovasi, modal manusia dan modal pelanggan belum mampu mempengaruhi kinerja keuangan UMKM di wilayah Jakarta Selatan. Ini dapat disebabkan karena kapasitas manusia yang dilihat dari tingkat pendidikan pelaku UMKM masih rendah sehingga juga berdampak kepada inovasi usaha dan modal pemasaran yang belum tinggi yang pada akhirnya juga tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan pelaku UMKM di Jakarta Selatan. Modal manusia secara umum memberikan kontribusi terhadap kinerja bisnis. Semakin tinggi tingkat modal manusia pengusaha mengakibatkan meningkatnya kredibilitas dalam mengelola sebuah bisnis. (Bertaut dan Starr-McCluer, 2000; Kennickell, StarrMcCluer, dan Sunden, 1997). Modal manusia dan sumber daya finansial adalah substitusi.
PENGARUH SUMBER DAYA KEUANGAN DAN ASET TIDAK BERWUJUD TERHADAP KINERJA KEUANGAN UMKM DI JAKARTA SELATAN (Indo Yama Nasarudin)
Gambar 1.Model Struktural Pengaruh Sumber Daya Finansial dan Aset tidak Berwujud Terhadap Kinerja Keuangan UMKM di Jakarta Selatan KK = 0,396 SDF -0,095ATB
Tabel 9. Nilai T-Statistik dan P-Values
115
JURNAL VOLUME 9 - Desember 2014: 99-119
Tinggi rendahnya tingkat sumber daya finansial dan tingkat modal manusia dapat berpengaruh terhadap kinerja. Dalam hal ini menunjukkan fakta bahwa lembaga keuangan melihat kepada tingkat modal manusia pemilik ketika memberikan pinjaman modal. Dengan kata lain, hal tersebut dapat menjadi sinyal untuk pemberi pinjaman dan mengurangi resiko permasalahan keuangan (Parker & van Praag, 2006; Backes-Gellner & Werner, 2007). KESIMPULAN Secara umum sumber daya finansial UMKM di Jakarta Selatan sedang. Ini tercermin dari nilai rata-rata kapasitas untuk memperoleh informasi pasar keuangan sedang, kemampuan untuk meningkatkan modal sedang, akses ke sumber pembiayaan sedang. Kemampuan untuk mendapatkan sumber pembiayaan dengan biaya yang rendah adalah sedang. Aset tak berwujud UMKM di Jakarta Selatan secara umum adalah sedang. Ini tercermin dari kapasitas modal inovasi sedang dan kapasitas modal manusia sedang dan begitu pula untuk kapasitas modal pelanggan juga sedang. Kinerja keuangan UMKM di Jakarta Selatan secara umum adalah relatif rendah. Ini tercermin dari tingkat pengembalian aset relatif rendah, pertumbuhan penjualan relatif rendah dan tingkat pengembalian penjualan sedang. Besar koefisien pengaruh sumber daya finansial terhadap kinerja keuangan sebesar 0,396 dan nilai p-value sebesar 0,091 di bawah alpa 0,10 dengan demikian sumber daya finansial berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan UMKM di wilayah Jakarta Selatan. Nilai koefisien pengaruh aset tidak berwujud -0,095 dan nilai p-value sebesar 0,692 jauh di atas 0,10 dengan demikian aset tidak berwujud dengan komponen modal inovasi, modal manusia dan modal pemasaran
116
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan. Nilai koefisien modal inovasi, modal manusia dan modal pelanggan masing-masing sebesar 0,825; 0,936 dan 0,857. Ini menunjukkan bahwa modal inovasi, modal manusia dan modal pemasaran mampu mempengaruhi atau membentuk aset tidak berwujud Berdasarkan beberapa simpulan ada beberapa saran yang merupakan sumbangan dari hasil penelitian ini yaitu: kapasitas sumber daya finansial UMKM di Jakarta Selatan masih sedang. Ini tentu terkait dengan tingkat pendidikan pelaku UMKM yang masih belum tinggi sehingga dalam mencari peluang sumber finansial masih terbatas. Perlu upaya yang kuat dari pelaku UMKM untuk meningkatkan pemahamannya terkait informasi lembaga keuangan sehingga akses ke lembaga keuangan menjadi baik sehingga pelaku UMKM dapat mengetahui dan memperoleh sumber pembiayaan yang murah. Kapasitas aset tak berwujud relatif lebih baik. Modal manusia dan modal pelanggan relatif tinggi, namun modal inovasi masih belum tinggi sehingga pelaku UMKM agar dapat bersaing perlu upaya yang kuat untuk menghasilkan produk atau jasa yang inovatif. Secara umum kinerja keuangan UMKM di Jakarta Selatan relatif rendah namun dari aspek tingkat pengembalian penjualan relatif tinggi. Ini disebabkan tingkat laba yang relatif rendah yang dapat diperoleh pelaku UMKM di Jakarta Selatan. Hal ini dapat dipicu karena biaya bahan baku yang relatif tinggi sementara jika harga jual dinaikkan menyebabkan permintaan menurun. Untuk itu pelaku UMKM di Jakarta Selatan perlu memperhatikan hubungan dengan pemasok yang dapat memberikan harga bahan baku yang lebih murah sehingga tingkat laba juga dapat meningkat.
PENGARUH SUMBER DAYA KEUANGAN DAN ASET TIDAK BERWUJUD TERHADAP KINERJA KEUANGAN UMKM DI JAKARTA SELATAN (Indo Yama Nasarudin)
Daftar Pustaka Acquaah, Moses, (2009). Business Strategy and Competitive Advantage in Family Businesses in Ghana: The Role of Social Networking Relationships, Conference of Managing in a Global Economy XIII, Management Challenges for a New World” June 21 - 25, 2009, Rio de Janeiro, Brazil.
Camison, Cesar, & Lopez Ana Villar, (2010). Effect of SMEs International Experience on Foreign Intensity and Economic Performance: the Mediating Role of Internatinally Exploitable Assets and Competitive Strategy, Journal of Small Business Management, 48(2). Pp 116151.
Ahmad, Saari, & Mushraf Abbas Mezeal, (2011). The Relationship between Intellectual capital and Business Performance: An empirical study in Iraqi industry, International Conference on Management and Artificial Intelligence IPEDR vol.6 (2011), IACSIT Press, Bali, Indonesia.
Calantone, et. al., (2002). Learning Orientation, Firm Innovation Capability and Firm Performance, Industrial marketing management, 31, (60 515-524.
Alasadi Rami dan Abdelrahim Ahmed, (2007). Critical Analysis and Modelling of Small Business Performance Icase Study: Syria. Journal of Asia Entrepreneurship and Suistainability, Volume III, Issue 2,September. Amoako-Gyampah, Kwasi, & Acquaah Moses, (2008). Manufacturing strategy, competitive strategy and firm performance: An empirical study in a developing economy environment, International Journal Production Economics, 111 (2008) 575–592. Barney, J.B., (1991). Firm Resources and suistained Competitive Advantange, Journal of Management, 17 (1): pp. 99120. Barney, J. B., & Clark D. N., (2007). Resourcebased theory: Creating and sustaining competitive advantage, Oxford University Press, Oxford,UK. Berge, Lars, I., O., Bjorvatn, Kjetil, & Tungodden Bertil (2011) Human and Financial Capital for Microenterprise Development: Evidence from a Field and Lab Experiment. CMI Working Paper.
Carmeli, Abraham, & Tishler, (2004). The relationships between intangible organizational elements and organizational performance. Strategic Management Journal, 25: 1257–1278. Cater Tomaž, & Cater Barbara (2009). Intangible resources as antecedents of a company’s competitive advantage and performance, JEEMS, 2/2009. Chiao Yu-Ching & Yang Kuo-Pin, (2011). Internationalization, intangible assets and Taiwanese SMEs’ performance: Evidence of an Asian newly-industrialized economy, African Journal of Business Management vol. 5(3). Clarke Martin, Seng Dyna, Whiting Rosalind H. (2010). Intellectual Capital and Firm Performance in Australia, Department of Accountancy and Business Law, Working paper series, no 12 – 2010. El-Hamidi Fatma (2011). How Do Women Entrepreneurs Perform? Empirical Evidence from Egypt, AlmaLaurea, Working Papers 23 – ISSN 2239-9453, September, Inter University Consortium, Italia.
117
JURNAL VOLUME 9 - Desember 2014: 99-119
Gamble Jhon, E., Thomson Arthur, A., (2011). Essentials of Strategic Management: The Quest for Competitive Advantage, Second Edition, McGraw-Hill, New York, Amerika. Gimeno-Gascón, J., Folta, T.B., Cooper, A.C., and C.Y. Woo. (1997). Survival of the Fittest? Entreprenurial Human Capital and the Persistence of Underperforming Firms, Administrative Science, Quarterly 42, 750-783. Hadjimonalis, Anthanasios (2000), An Investig ion of Innovation Atecendent in Small Firms in the Contex of A Small Developing Country, Journal of R&D Management, 30, 3, pp. 235-245. Hatmoko dwi U.T (2000), Persepsi Pimpinan BUMN Terhadap Eugibilitas Balance Scorecard sebagai Sistem Penilian Kinerja Perusahaan, Tesis, Program studi Magister Manajemen. Undip. Hill, Hal, (2001). Small and Medium Enterprises in Indonesia. Asian Survey, Vol. 41, No. 2, pp.248-270. Hitt, M.A, Ireland, R.D, Hoskinsson, R.E., (2001). Manajemen Strategis. Daya Saing dan Globalisasi. Terjemahan, Salemba Empat, Jakarta. Hurst, E., Lusardi, A., (2004). Liquidity Constraints, Household Wealth, and Entrepreneurship, Journal of Political Economy, 2004, vol 112, no.2. Jones Gareth, R., Hill Charles W., L., (2010). Theory of Strategic Management: with cases, South Western. Lawson, Benn dan Samson, Danny (2001). Developing Innovation Capability in Organizations: a Dynamic Capabilities Approach, International Journal of Innovation Management, Vol. 5, No.3, 377-400.
118
Lev, B. (2001). Intangibles: management, measurement and reporting, Brookings Institution Press. Kapelko, Magdalena (2006). Intangible assets, Competitiveness and Performance: International Comparative Analysis in the Textile and Clothing Industry, Disertation proposal. Marcus Alfred A. (2011). Management Strategy: Achieving Sustained Competitive Advantage, McGraw-Hill international Edition, New York, Amerika. Montgomery, M., Johnson, T., and S. Faisal, (2005). What Kind of Capital You Need to Start a Business: Financial or Human? Quarterly Review of Economics & Finance, 45: 103-122. Namiki N (1988). Export Strategy for Small Business. J.SBM., 26(2): 32-37. Parashar, Manu dan Singh, Sunil Kumar, (2005). Innovation Capability, IIMB Management Review, December, 1-20. Prakosa, Bagas, (2005). Pengaruh Orientasi Pasar, Inovasi Dan Orientasi Pembelajaran terhadap Kinerja Perusahaan untuk Mencapai Keunggulan Bersaing (Studi Empiris Pada Industri Manufaktur Di Semarang), Journal Studi Manajemen & Organisasi, Vol. 2 No.1. Reynolds, P.D., Carter, N.M., Gartner, W.B., and P.G. Greene, (2004). The Prevalence of Nascent Entrepreneurs in the United States: Evidence from the Panel Study of Entrepreneurial Dynamics, Small Business Economics, 23 263-284. St-Pierre Josee dan Audet Josee (2010). Intangible Assets and Performance: an Exploratory Analysis on Manufacturing SMEs, Journal AGSE.
PENGARUH SUMBER DAYA KEUANGAN DAN ASET TIDAK BERWUJUD TERHADAP KINERJA KEUANGAN UMKM DI JAKARTA SELATAN (Indo Yama Nasarudin)
Sarapaivanich Naruanard, (2003). The Use of Financial Information in Financial Decisions of SMEs in Thailand, Annual conference of Small Enterprise Association of Australia and New Zealand. 28 September-1 October 2003. Storey, D. (1994). New firm growth and bank financing. Small Business Economics, 6(2), 139-150. Sri Lestari HS (2009). Perkembangan dan Strategi Pengembangan Pembiayaan UMKM. Laporan Penelitian Kementerian UKM dan Koperasi.
Sveiby, K.E. (1997), The New Organizational Wealth: Managing and Measuring Knowledge-based Assets, Barrett, Koehler, San Francisco, CA. Teece D., Pisano G.,, Shuen, A., (1997). Dynamic Capabilities and Strategic Management, Strategic Management Journal, vol. 18, no. 7, pp. 509-533. Wang, W. Y., & Chang, C, (2005). Intellectual capital and performance in causal models Evidence from the information technology industry in Taiwan. Journal of Intellectual Capital, Vol 6 No 2, pp222-236.
119