II. TINJAUAN PUSTAKA
A.
Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter menurut uu No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia “Kebijakan Moneter Bank Indonesia adalah kebijakan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh Bank Indonesia melalui antara lain pengendalian jumlah uang beredar dan/ atau suku bunga untuk mencapai kestabilan nilai rupiah. Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang.
Kebijakan moneter adalah upaya mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran distribusi barang. Kebijakan moneter dilakukan antara lain tidak terbatas pada instrumen suku bunga, giro wajib minimum,
21
intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas. Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia.
Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu.
Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan
22
(tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil. Berikut merupakan contoh dari kebijakan moneter: 1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar. 2. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy).
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain : 1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation) Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang. 2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate) Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah uang yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah
23
menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang. 3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio) Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio. 4. Himbauan Moral (Moral Persuasion) Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah. Berikut merupakan sasaran-sasaran pengendalian dalam kebijakan moneter: 1.
Sasaran Operasional Dalam konsep sasaran operasional, Bank sentral akan segera mencapai sasaran ini dalam operasi moneter yang dilakukan olehnya. Bank sentral menggunakan
24
variabel sasaran operasional untuk mengarahkan agar sasaran antara dapat tercapai. Kriteria sasaran operasional antara lain: (1). Dipilih dari variabel moneter yang memiliki hubungan yang stabil dengan sasaran antara, (2). Dapat dikendalikan oleh Bank Sentral, (3). Akurat dan tidak sering direvisi (Mishkin, 2004:347). 2.
Sasaran Antara Hubungan antara sasaran operasional dan sasaran akhir kebijakan moneter bersifat tidak langsung dan kompleks serta membutuhkan time lag yang panjang. Untuk alasan itu, para ahli moneter dan praktisi bank sentral mendesain simple rule untuk membantu pelaksanaan kebijakan moneter dengan cara menambahkan indikator yang disebut sebagai sasaran antara. Sasaran tersebut merupakan indikator untuk menilai kinerja keberhasilan kebijakan moneter, sasaran ini dipilih dari varibel-variabel yang memiliki keterkaitan stabil dengan sasaran akhir, cakupannya luas, dapat dikendalikan oleh bank sentral, tersedia relatif cepat, akurat dan tidak sering direvisi. Variabel sasaran antara meliputi: agregat moneter (M1dan M2), kredit perbankan dan nilai tukar (Bofinger, 2001:125).
3. Sasaran Akhir Bank sentral memiliki sasaran akhir dari sebuah kebijakan moneter yang ingin dicapai. Sasaran akhir tersebut tergantung pada tujuan yang diamanahkan oleh UU bank sentral suatu negara. Tujuan akhir kebijakan moneter di Indonesia mengacu pada Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 3 Tahun 2004 yang secara eksplisit mencantumkan bahwa tujuan akhir kebijakan moneter adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah (stabilitas moneter).
25
Secara operasional, pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. Bank Indonesia juga dapat melakukan cara-cara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah.
Dalam dunia yang didominasi oleh ekonomi dan keuangan kapitalis (konvensional), kebijakan moneter yang dikenal luas adalah kebijakan moneter dalam perspektif konvensional. Sejak 30 tahun terakhir, ekonomi dan keuangan Syariah telah secara bertahap diterapkan di berbagai negara, secara tunggal maupun berdampingan dengan yang konvensional. Dengan semakin besar dan signifikannya ekonomi dan keuangan Islam, kebijakan moneter dalam perspektif Islam juga ikut berkembang (Ascarya:287).
Banyak negara yang telah menerapkan sistem moneter ganda seperti yang diterapkan di Indonesia. Negara-negara yang menerapkan sistem moneter ganda, seperti Pakistan, Malaysia dan Indonesia, Bank sentralnya harus melakukan kebijakan moneter konvensional maupun kebijakan moneter syariah untuk dapat secara efektif mempengaruhi situasi makroekonomi secara menyeluruh. B.
Konsep Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
Secara sederhana, mekanisme transmisi kebijakan moneter adalah saluran yang menghubungkan antara kebijakan moneter dan perekonomian. Mekanisme transmisi moneter dimulai sejak otoritas moneter atau bank sentral bertindak menggunakan
26
instrumen moneter dalam implementasi kebijakan moneternya hingga terlihat pengaruhnya terhadap aktivitas perekonomian, langsung maupun secara bertahap. Dampak tindakan otoritas moneter terhadap aktivitas perekonomian ini terjadi melalui berbagai channel, yakni: saluran uang atau langsung, saluran suku bunga, saluran kredit, nilai tukar, harga asset dan saluran ekspektasi (Pohan, 2008).
Kerangka strategis kebijakan moneter bank sentral dipengaruhi oleh keyakinan bank sentral yang bersangkutan terhadap suatu proses tertentu mengenai berbagai kebijakan moneter berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Proses yang dimaksud dikenal sebagai sebutan mekanisme transmisi kebijakan moneter. Di bidang keuangan, kebijakan moneter berpengaruh terhadap perkembangan suku bunga, nilai tukar dan harga saham disamping volume dana masyarakat yang disimpan di bank, kredit yang disalurkan pada dunia usaha serta penanaman dana pada obligasi, saham maupun sekuritas lainnya. Di sektor riil, kebijakan ini berpengaruh pada perkembangan konsumsi, investasi, ekspor dan impor sehingga kebijakan moneter ini mempengaruhi pertumbuhan ekonomi maupun inflasi yang merupakan sasaran akhir kebijakan tersebut.
Mekanisme transmisi kebijakan moneter merupakan suatu proses yang kompleks, dan karenanya dalam teori ekonomi moneter sering disebut dengan “black box” (Miskhin, 2004).
Kompleksitas dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu :
27
1. Perubahan perilaku bank sentral, perbankan dan para pelaku ekonomi dalam berbagai aktivitas ekonomi dan keuangannya. Hal ini terkait dengan perilaku antisipasi oleh perbankan dan para pelaku ekonomi pada setiap perubahan perilaku bank sentral. 2. Lamanya tenggang waktu ( lag ) sejak kebijakan moneter ditempuh sampai sasaran inflasi tercapai. Hal ini dikarenakan transmisi moneter banyak berkaitan dengan pola hubungan antara berbagai variabel ekonomi dan keuangan yang selalu berubah sejalan dengan perkembangan ekonomi negara yang bersangkutan. 3. Terjadinya perubahan pada saluran-saluran transmisi kebijakan moneter tersebut sesuai dengan perkembangan ekonomi negara yang bersangkutan. Mekanisme transmisi kebijakan moneter merupakan jalur-jalur yang dilalui oleh kebijakan moneter dalam mempengaruhi sasaran akhir kebijakan moneter yaitu inflasi dan GPD riil. (Taylor, 1995). Kotak hitam dapat dilihat pada Gambar 6 Jika ingin menggambarkan bagaimana proses mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur-jalur transmisi sejak dari perubahan kebijakan moneter melalui shock instrumen kebijakan moneter hingga terwujudnya tujuan/sasaran akhir kebijakan moneter, maka Gambar 6 dikembangkan menjadi Gambar 7. Pada skema tersebut terlihat bahwa konsep standar mekanisme transmisi kebijakan moneter dimulai dari ketika bank sentral mengubah instrumennya yang selanjutnya mempengaruhi sasaran operasional, sasaran antara dan sasaran akhir. Misalnya bank sentral atau BI meningkatkan suku bunga SBI. Peningkatan tersebut mendorong naiknya suku bunga PUAB, suku bunga deposito, kredit perbankan, harga aset, nilai tukar dan
28
ekspektasi inflasi di masyarakat. Perkembangan ini mencerminkan bekerjanya jalurjalur transmisi moneter yang akan selanjutnya berpengaruh terhadap konsumsi dan investasi, ekspor dan impor yang merupakan komponen permintaan eksternal dan keseluruhan permintaan agregat.
Kebijakan Moneter
?
Tujuan Akhir : Inflasi
Sumber: Mishkin (2004:357). Gambar 6. Mekanisme Tranmisi Kebijakan Moneter sebagai Black Box
Secara empiris, besarnya permintaan agregat tidak selalu sama dengan penawaran agregat. Jika terjadi selisih antara permintaan dan penawaran atau terjadi outpt gap maka akan memberi tekanan terhadap kenaikan harga-harga (inflasi) dari sisi domestik. Karena ketika jumlah permintaan naik secara signifikan melebihi jumlah penawaran artinya terjadi selisih anatar demand dan supply maka akan menyebabkan harga-harga naik sesuai dengan hukum permintaan sehingga hal tersebut akan memberikan tekanan kenaikan harga dan menyebabkan inflasi. Proses ini yang disebut sebagai indirect exchange rate pass-through. Sementara itu, tekanan inflasi dari sisi luar negeri terjadi melalui pengaruh langsung perubahan nilai tukar terhadap perkembangan harga barang-barang yang diimpor, proses ini yang disebut direct exchange rate pass-through.
29
Sumber: Warjiyo (2004:5) Gambar 7. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
C.
Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter melalui Saluran Kredit
Saluran kredit menurut Warjiyo dan Agung (2002) dalam Amaluddin (2005) lahir karena adanya ketidaksempurnaan pasar keuangan. Saluran ini terdiri dari dua subsaluran, yaitu: 1.
Saluran Pinjaman Bank (Bank Lending Channel)
2.
Saluran Neraca Perusahaan (Balance Sheet Channel)
Saluran pinjaman bank menitikberatkan perhatian pada dampak kebijakan moneter terhadap neraca bank khususnya pada sisi asset, sedangka saluran neraca perusahaan memfokuskan pengamatan pada dampak kebijakan moneter terhadap neraca
30
perusahaan atau akses terhadap kredit perbankan (Warjiyo dan Agung, 2002 dalam Amaluddin 2005). Pada saluran pinjaman bank, kebijakan moneter ditransmisikan ke perekonomian terutama melalui pengaruhnya terhadap sisi asset bank khususnya pinjaman atau kredit bank (Warjiyo dan Agung, 2002 dalam Amaluddin 2005). Ekspansi moneter akan meningkatkan cadangan perbankan (bank reserve) sehingga kemampuan bank untuk memberikan pinjaman semakin meningkat (Agung dkk, 2002 dalam Amaluddin 2005). Hal ini akan mendorong peningkatan pemberian kredit kepada nasabah debitur. Selanjutnya nasabah akan meningkatkan belanja investasi dan konsumsinya. Akibatnya perekonomian akan meningkat. Dampak output akan meningkat pula. Pada kontraksi moneter, cadangan perbankan (bank reserve) akan menurun sehingga kemampuan perbankan dalam memberikan pinjaman akan menurun pula. Apabila penurunan tersebut tidak dapat ditutup dengan dana-dana lain yang bebas dari peraturan cadangan wajib minimum atau dengan menjual sekuritas yang dimiliki, amak penyaluran kredit akan turun. Selanjutnya investasi dan aktivitas perekonomian dengan sendirinya akan menurun. Pada gilirannya hal ini akan menurunkan tingkat output dan inflasi (Amaluddin, 2005). Pada saluran neraca perusahaan, kebijakan moneter sitransmisikan ke perekonomian dan harga-harga melalui pengaruhnya terhadap posisi keuangan atau kekayaan bersih perusahaan yang dapat mempengaruhi kemudahan perusahaan dalam mendapatkan
31
dana pinjaman. Posisi keuangan atau kekayaan bersih perusahaan termasuk kemudahan dalam mendapatkan pembiayaan eksternal akan mempengaruhi keputusan investasi perusahaan. Selanjutnya keputusan investasi perusahaan akan mempengaruhi aktifitas perekonomian dan inflasi. Kebijakan moneter ekspansif akan menurunkan suku bunga pinjaman. Dampaknya terhadap perusahaan adalah peningkatan nilai kekayaan bersih karena peningkatan nilai present value dari asset yang dimiliki dan penurunan nilai kewajiban riil (Hubbard, 2005). Peningkatan nilai kekayaan bersih dan penurunan nilai kewajiban riil akan menurunkan biaya pembiayaan eksternal sehingga kemampuan perusahaan untuk melakukan investasi meningkat. Selanjutnya keputusan perusahaan untuk melakukan investasi akan meningkatkan output dan permintaan agregat. Sebaliknya kebijakan moneter kontraktif akan menaikkan suku bunga pinjaman. Dampaknya pada perusahaan adalah penurunan dari aset yang dimiliki dan peningkatan nilai kewajiban riil. Penurunan nilai kekayaan bersih dan peningkatan nilai kewajiban riil akan meningkatkan biaya pembiayaan eksternal sehingga kemampuan perusahaan untuk melakukan investasi menjadi berkurang. Akibatnya perusahaan akan mengurangi atau membatasi kegiatan investasinya sehingga output dan permintaan agregat akan berkurang (Amaluddin, 2005). Dalam konteks interaksi antara bank sentral dengan perbankan dan para pelaku ekonomi dalam proses perputaran uang, mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui saluran kredit dapat diterangkan sebagai berikut. Pada tahap pertama,
32
kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral dengan menetapkan BI rate yang menjadi suku bunga acuan akan berpengaruh terhadap perkembangan suku bunga jangka pendek (misalnya suku bunga SBI) di pasar uang rupiah. Perkembangan ini selanjutnya akan mempengaruhi suku bunga deposito yang diberikan perbankan pada simpanan masyarakat dan suku bunga kredit yang dibebankan bank-bank kepada para debiturnya. Terdapat proses atau tenggang waktu, terutama karena kondisi internal perbankan dalam manajemen aset dan kewajibannya. Pada tahap kedua, transmisi suku bunga dari sektor keuangan ke sektor riil akan bergantung pada pengaruhnya terhadap permintaan konsumsi dan investasi dalam perekonomian. Pengaruh suku bunga terhadap permintaan konsumsi terjadi terutama karena bunga deposito merupakan komponen dari pendapatan masyarakat (income effect). Sementara itu, pengaruh suku bunga terhadap permintaan investasi terjadi karena suku bunga kredit merupakan komponen biaya modal (cost of capital), di samping yield obligasi dan dividen saham, dalam pembiayaan investasi. Pengaruh melalui investasi dan konsumsi tersebut selanjutnya bakan berdampak pada besarnya permintaan agregat dan pada akhirnya akan menentukan output riil dan tingkat inflasi dalam ekonomi.
D.
Transmisi Kebijakan Moneter Konvensional
Transmisi kebijakan moneter dari perspektif konvensional dapat melalui jalur suku bunga, jalur kredit, jalur nilai tukar, jalur harga aset, dan jalur ekspektasi. Dengan digunakannya instrumen suku bunga dalam rezim moneter inflation targeting.
33
transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga (interest rate pass-through) menjadi salah satu topik bahasan penting. Kebijakan moneter bertujuan untuk mencapai kestabilan ekonomi yang diwujudkan dalam kestabilan harga-harga barang sehingga iklim berusaha terkondisi sedemikian rupa dan pada gilirannya tercapai peningkatan kegairahan berusaha. Tujuan kebijakan moneter meliputi: a. Stabilitas ekonomi Suatu keadaan dimana pertumbuhan ekonomi berlangsung secara terkendali dan berkelanjutan. Artinya, pertumbuhan arus barang dan jasa dan arus uang berjalan seimbang. b. Kesempatan kerja Desempatan kerja akan meningkat apabila produksi meningkat. Peningkatan produksi biasanya diikuti dengan perbaikan nasib para karyawan ditinjau dari segi upah maupun keselamatan verja, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran para karyawan. c. Kestabilan Harga dari waktu ke waktu Harga yang stabil menyebabkan masyarakat percaya bahwa membeli barang pada tingkat harga yang akan datang. d. Neraca Pembayaran Internasional Neraca pembayaran dikatakan seimbang apabila jumlah nilai barang yang diekspor sama dengan nilai barang yang diimpor. Misalnya: pemerintah melakukan devaluasi (penurunan nilai uang dalam negeri terhadap uang luar negeri).
34
1.
BI rate
BI rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. BI rate diumumkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap Rapat Dewan Gubernur bulanan. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain dalam perekonomian, Bank Indonesia pada umumnya akan menaikkan BI rate apabila inflasi ke depan diperkirakan melampaui sasaran yang telah ditetapkan, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan BI rate apabila inflasi ke depan diperkirakan berada di bawah sasaran yang telah ditetapkan dengan berdasarkan tujuan awal dari kebijakan moneter. Selain inflasi sasaran bagi Bank Indonesia dalam melaksanakan kebijakan moneter melalui suku bunga adalah kestabilan nilai tukar rupiah dan kestabilan perekonomian yang terjadi. Dalam rangka mencapai sasaran akhir kebijakan moneter, Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter melalui pengendalian suku bunga (target suku bunga). Stance kebijakan moneter dicerminkan oleh penetapan suku bunga kebijakan (BI rate). BI rate diimplementasikan pada operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui pengelolaan likuiditas (liquidity management) di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter.
35
2. Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Peraturan Bank Indonesia nomor 4/10/PBI/2002 tentang Sertifikat Bank Indonesia (SBI) menyatakan bahwa SBI adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. SBI ditebitkan oleh Bank Indonesia sebagai salah satu piranti dalam Operasi Pasar Terbuka (OPT). Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek (1-3 bulan) dengan sistem diskonto/bunga. SBI merupakan salah satu mekanisme yang digunakan Bank Indonesia untuk mengontrol kestabilan nilai Rupiah. Dengan menjual SBI, Bank Indonesia dapat menyerap kelebihan uang primer yang beredar. Tingkat suku bunga yang berlaku pada setiap penjualan SBI ditentukan oleh mekanisme pasar berdasarkan sistem lelang. Sejak awal Juli 2005, BI menggunakan mekanisme "BI rate" (suku bunga BI), yaitu BI mengumumkan target suku bunga SBI yang diinginkan BI untuk pelelangan pada masa periode tertentu. BI rate ini kemudian yang digunakan sebagai acuan para pelaku pasar dalam mengikuti pelelangan.
Bank Indonesia selaku otoritas moneter memiliki SBI sebagai instrumen utama yang digunakan dalam operasi pasar terbuka. Penjualan SBI oleh Bank Indonesia yang dilakukan melalui lelang bertujuan untuk memenuhi target base money yang telah ditetapkan. Bila Bank Indonesia ingin mengurangi likuiditas pasar maka jumlah penawaran dari peserta lelang SBI yang diambil lebih besar dari jumlah SBI yang
36
jatuh tempo, hal tersebut dapat meningkatkan rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI. Tingkat bunga SBI merupakan faktor penting dalam penentuan suku bunga di Indonesia, setiap perubahan pada tingkat bunga SBI akan segera direspon oleh suku bunga PUAB (pasar uang antar bank) dan suku bunga deposito. Sehingga suku bunga SBI mencerminkan perilaku pasar uang. Suku bunga SBI menjadi patokan bagi perbankan untuk menetapkan tingkat bunga yang akan diberikan kepada para deposan.
3. Suku bunga deposito bank konvensional Deposito adalah produk simpanan di bank yang penyetoran maupun penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu saja atau sesuai dengan jatuh temponya sehingga deposito dikenal juga sebagai tabungan berjangka (Raharja, 2003). Sebagaimana layaknya tabungan yang sudah memasyarakat, deposito juga banyak dipilih orang sebagai alternatif lain dalam menyimpan uangnya. Bunga deposito selalu lebih besar dari bunga tabungan sehingga otomatis dana pun akan berkembang lebih cepat. Inilah biasanya yang menjadi daya tarik utama deposito, sehingga deposito lebih cocok dijadikan sarana investasi dibandingkan tabungan (Dwiastuti, 2006). 4. Suku Bunga Kredit Modal Kerja
Suku bunga pinjaman, merupakan tingkat suku bunga yang dikenakan oleh bank kepada kreditur yang meminjam uang dari bank. Suku bunga kredit modal kerja
37
adalah suku bunga kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya. Contoh diberikan untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai atau biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan. Tingkat suku bunga kredit modal kerja akan mempengaruhi jumlah permintaan kredit perbankan dan pada akhirnya akan mempengaruhi output riil dan inflasi.
5. Kredit Bank Konvensional Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Kredit terdiri dari: a. Kredit Investasi Kredit Investasi merupakan kredit jangka panjang yang biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau bisa juga digunakan untuk keperluan rehabilitasi. Contoh membangun pabrik, atau membeli mesin-mesin, masa pemakaiannya untuk suatu produk yang relatif lebih lama dan dibutuhkan modal yang relatif cukup besar. b. Kredit Modal Kerja Kredit modal kerja merupakan kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya. Contoh diberikan untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai atau biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan.
38
c. Kredit Konsumsi Kredit yang digunakan untuk konsumsi secara pribadi, dalam kredit ini tidak ada pertambahan barang dan jasa yang dihasilkan, karena memang untuk digunakan/dikonsumsi secara pribadi oleh perorangan. Contoh kredit untuk membeli mobil pribadi, kredit untuk perumahan, dll.
E.
Transmisi Kebijakan Moneter Syariah
Dengan semakin berkembangnya perbankan syariah, transmisi kebijakan moneter tidak hanya mempengaruhi perbankan konvensional saja, namun juga mempengaruhi perbankan syariah karena mekanisme transmisi juga dapat melewati jalur syariah. Transmisi kebijakan moneter lending channel juga tidak terbatas hanya menggunakan saluran kredit konvensional saja, tetapi dapat pula menggunakan saluran pembiayaan syariah. Dengan demikian, dalam sistem moneter ganda, transmisi moneter saluran kredit konvensional menggunakan interest rate passthrough atau bisa disebut sebagai policy rate pass-through, dimana policy rate untuk konvensional menggunakan suku bunga, sedangkan policy rate untuk transmisi moneter saluran pembiayaan syariah dapat menggunakan bagi hasil atau margin.
Dalam sistem perbankan syariah di Indonesia terdapat hubungan antara sistem moneter yang ada di Indonesia dengan sistem perbankan syariah, yaitu dengan keikutsertaan perbankan syariah di dalam kebijakan moneter yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas moneter utama. Bank Indonesia menyatakan bahwa
39
cara-cara pengendalian moneter di Indonesia bisa dilakukan berdasarkan prinsip Syariah yang ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia (Totok, 2006). Peraturan institusi keuangan syariah kontemporer tidak jauh berbeda dengan peraturan institusi keuangan konvensional yang sudah berdiri, sehingga instrumeninstrumen kebijakan moneter syariah juga banyak yang mirip dengan instrumeninstrumen kebijakan moneter konvensional. Namun, karena cara kerja instrumen kebijakan moneter syariah memiliki persamaan dan perbedaan prinsip dengan cara kerja instrumen kebijakan moneter konvensional, transmisi kebijakan moneter syariah dapat sama atau berbeda dengan transmisi kebijakan moneter konvensional.
Namun demikian, beberapa studi empiris mulai bermunculan untuk melihat adanya transmisi kebijakan moneter syariah dengan karakteristiknya. Sukmana dkk (2010) meneliti upaya awal untuk mengetahui adanya transmisi kebijakan moneter pada jalur pembiayaan melalui perbankan Syariah Malaysia ke pertumbuhan ekonomi.
1. Tingkat Imbal Hasil SBIS Peraturan Bank Indonesia nomor 10/11/PBI/2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah menyatakan bahwa SBIS adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia menggunakan Akad Jua‟lah. SBIS dibuat oleh Bank Indonesia dalam rangka meningkatkan efektifitas mekanisme moneter dengan prinsip syariah. Kedua instrumen ini memiliki fungsi yang sama yaitu sebagai instrumen Operasi Pasar
40
Terbuka dalam rangka pengendalian moneter dengan tujuan akhir kestabilan nilai rupiah dan tingkat inflasi. Penggunaan akad Jua‟lah pada Sertifikat Bank Indonesia Syariah berarti suatu janji atau komitmen (iltizam) untuk memberi imbalan tertentu (ju‟ul) atas hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan. Dalam hal ini Bank Indonesia bertindak sebagai pemberi pekerjaan (Ja‟il), bank syariah bertindak sebagai penerima perkerjaan (Maj‟ullah) dan objek/ underlying Ju‟alah (mahall al-„aqd) adalah partisipasi bank syariah untuk membantu tugas Bank Indonesia dalam pengendalian moneter melalui penyerapan likuiditas dari masyarakat dan menempatkannya di Bank Indonesia dalam jumlah dan waktu tertentu. Di dalam prakteknya yaitu saat Bank Indonesia akan melakukan transaksi lelang SBIS maka Bank Indonesia akan mengumumkan bahwa Bank Indonesia akan melakukan kebijakan moneternya yaitu akan menyerap likuiditas yang beredar di masyarakat. Maka bank syariah akan membeli SBIS tersebut dan mendapatkan imbalan tertentu. Jumlah nominal Ju‟ul atau imbalannya harus dibayarkan oleh Ja‟il yang ditetapkan saat terjadinya akad dan harus disepakati oleh kedua belah pihak. Tingkat suku bunga pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan tingkat imbal hasil Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) nantinya akan digunakan sebagai proksi bagi kebijakan moneter, oleh karenanya perubahan pada tingkat suku bunga SBI diharapkan mampu memberi pengaruh pada tingkat suku bunga kredit. Dengan kata lain tingkat suku bunga SBI dijadikan barometer untuk menentukan tingkat suku bunga deposito, kemudian suku bunga pinjaman akan merespon perubahan tersebut.
41
Tujuan kebijakan moneter dalam ekonomi syariah adalah: a. Dapat mengetahui lebih mendalam bagaimana mekanisme uang, bagi hasil dan lembaga keuangan. b. Menganalisis fenomena moneter dalam kaitannya dengan efek kebijakan moneter terhadap kegiatan ekonomi syariah berdasarkan prinsip bagi hasil: - Bagi hasil ditentukan besarnya rasio pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan terjadinya untung/rugi yang diperoleh. - Bagi hasil bergantung pada kegiatan ekonomi yang dilakukan. c. Melengkapi kebutuhan transaksi masyarakat, khususnya dalam rangka menumbuhkan pertumbuhan ekonomi. - Menciptakan stabilitas harga, bank sentral menciptakan dan meminjamkan nominal uang kepada pemerintah untuk mengendalikan perilaku bunga. - Adanya keseimbangan surplus pembayaran.
2. Tingkat Bagi Hasil Keharaman bunga dalam syariah membawa konsekuensi adanya penghapusan bunga secara mutlak. Teori profit-loss sharing (PLS) dibangun sebagai tawaran baru di luar sistem bunga yang cenderung tidak mencerminkan keadilan (injustice/dzalim) karena memberikan diskriminasi terhadap pembagian resiko maupun untung bagi para pelaku ekonomi (Sadeq, 1992). Principles of Islamic finance di bangun atas dasar larangan riba, larangan gharar, tuntunan bisnis halal, resiko bisnis ditanggung bersama, dan transaksi ekonomi berlandaskan pada pertimbangan memenuhi rasa keadilan (Alsadek, et al., 2006). Profit-loss sharing berarti keuntungan dan atau
42
kerugian yang mungkin timbul dari kegiatan ekonomi/bisnis ditanggung bersamasama. Dalam atribut nisbah bagi hasil tidak terdapat suatu fixed and certain return sebagaimana bunga, tetapi dilakukan profit and loss sharing berdasarkan produktifitas nyata dari produk tersebut (Adiwarman, 2001). Sebenarnya dalam perekonomian modern pembiayaan dengan sistem PLS sudah biasa terjadi dalam berbagai kegiatan penyertaan modal (equity financing) bisnis. Kepemilikan saham dalam suatu perseroan merupakan contoh populer dalam penyertaan modal. Pemegang saham akan menerima keuntungan berupa deviden sekaligus menanggung resiko jika perusahaan mengalami kerugian (Anto, 2003).
Dalam sistem Profit Loss Sharing harga modal ditentukan secara bersama dengan peran dari kewirausahaan. Price of capital dan entrepreneurship merupakan kesatuan integratif yang secara bersama-sama harus diperhitungkan dalam menentukan harga faktor produksi. Dalam pandangan syariah uang dapat dikembangkan hanya dengan suatu produktifitas nyata. Tidak ada tambahan atas pokok uang yang tidak menghasilkan produktifitas. 3. Pembiayaan Bank Syari’ah Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit. Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi: a. Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi
43
kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi b. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk dipakai memenuhi kebutuhan. Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi: 1. Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan (1) peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi, maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi; dan (2) untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang. 2. Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal (capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu. 4. Deposito Mudharabah Bank syari’ah Deposito bank syariah menggunakan prinsip syariah, besarnya keuntungan (return) yang diberikan kepada deposan tergantung dari besarnya keuntungan yang diperoleh bank dari pembiayaan. Saat ini, bank syariah dalam menentukan besarnya lending rate dan funding rate masih dipengaruhi oleh perhitungan cost of fund. Metode ini menggunakan suku bunga pasar sebagai benchmark (rujukan) dan menggunakan filosofi cost of money pada teknis perhitungan lending rate yaitu dengan menghitung estimated cost of fund ketika terjadi perubahan pada suku bunga SBI.
44
Mudharabah adalah suatu akad penyerahan modal atau semaknanya dalam jumlah, jenis dan karakter tertentu dari seorang pemilik modal (shahib al-maal) kepada pengelola (mudharib) untuk dipergunakan sebagai sebuah usaha dengan ketentuan jika usaha tersebut mendatangkan hasil, maka hasil (keuntungan) tersebut dibagi berdua berdasarkan kesepakatan sebelumnya, sementara jika usaha tersebut tidak mendatangkan hasil (rugi), maka kerugian materi sepenuhnya ditanggung oleh pemilik modal dengan syarat dan rukun-rukun tertentu.
F.
Produk Domestik Bruto (PDB)
PDB merupakan jumlah produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun. Dalam perhitungan PDB ini, termasuk produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan/orang asing yang beroperasi di wilayah negara yang bersangkutan. Barang-barang yang dihasilkan termasuk barang modal yang belum diperhitungkan penyusutannya, karenanya jumlah yang didapatkan dari PDB dianggap bersifat bruto/kotor. (Sukirno, 1997). Nilai PDB dibedakan menurut harga berlaku (current year price) dan harga konstan (base-year price). Menurut harga berlaku artinya nilai barang dan jasa dihitung berdasarkan pada harga yang berlaku pada tahun yang bersangkutan, yang berarti termasuk kenaikan harga-harga ikut dihitung. Sedangkan menurut harga konstan nilai barang dan jasa yang dihasilkan dihitung berdasarkan harga pada tahun dasar (IHK = 100).
45
Untuk memudahkan pemahaman tentang bagaimana sebuah perekonomian menggunakan sumberdaya yang langka, para ekonom mencoba memilah-milah komposisi PDB menjadi beberapa macam pengeluaran dirumuskan sebagai berikut: Y = AE + ( X – M )
(2.1)
Keterangan: Y AE C G I X-M
= PDB = Aggregate Expenditure = C + I + G = Konsumsi = Government Expenditure = Investasi = Selisih antara ekspor dan impor/ekspor neto
Komponen pertama yaitu konsumsi oleh sektor perorangan. Komponen kedua yaitu pembelian pemerintah atas barang dan jasa, misalnya saja pengeluaran untuk pertahanan nasional, pembuatan jalan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dan gaji pegawai negeri. Komponen ketiga yaitu investasi domestik bruto swasta yang berarti penambahan persedian fisik modal. Investasi mencakup pembangunan konstruksi rumah, pembuatan mesun, konstruksi pabrik, dan penambahan persediaan barang perusahaan. Komponen keempat menunjukkan pengaruh dari pengeluaran domestik atas barang-barang luar negeri dan pengaruh pengeluaran luar negeri atas barang-barang domestik terhadap permintaan agregat dan output domestik. Dalam perhitungan pendapatan diketahui beberapa metode yaitu: (1) metode pendapatan, (2) metode produksi, dan (3) metode pengeluaran. PDB harga berlaku nominal menunjukkan kemampuan sumberdaya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu
46
negara. PDB harga konstan (rill) dapat digunakan untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau setiap sektor dari tahun ke tahun. Perhitungan kenaikan PDB/GDP secara matematis adalah sebagai berikut: R(t-1,t) = GDPt - GDPt-1 GDPt-1
x 100% (2.2)
Dimana: R(t-1,t) GDPt GDPt-1
= Persentase kenaikan GDP = GDP tahun tertentu = GDP tahun sebelumnya
Kebijakan moneter yang dianut oleh Bank Indonesia sebagai Bank Sentral, sasaran utama Bank Indonesia adalah inflasi dan nilai tukar rupiah, namun selain kedua hal tersebut pertumbuhan ekonomi juga merupakan sasaran Bank Indonesia. Maka apabila inflasi dan nilai tukar rupiah masih dalam kestabilan maka tujuan sasaran Bank Indonesia berikutnya adalah pertumbuhan ekonomi (Mardani, 2013). G.
Inflasi
Menurut Bodie dan Marcus (2001:331) inflasi merupakan suatu nilai dimana tingkat harga barang dan jasa secara umum mengalami kenaikan. Inflasi adalah salah satu peristiwa moneter yang menunjukkan suatu kecenderungan akan naiknya harga-harga barang secara umum, yang berarti terjadinya penurunan nilai uang. Inflasi merupakan kejadian ekonomi yang sering terjadi meskipun kita tidak menghendaki. Milton Friedman mengatakan inflasi ada dimana saja dan merupakan fenomena moneter yang mencerminkan adanya pertumbuhan yang kelebihan dan tidak stabil. (Dournbursch & Fischer, 2001).
47
Menurut Sukirno (2004: 333), inflasi yaitu kenaikan dalam harga barang dan jasa, yang terjadi karena permintaan bertambah lebih besar dibandingkan dengan penawaran barang di pasar. Dengan kata lain, terlalu banyak uang yang memburu barang yang sedikit. Inflasi menunjuk pada harga-harga lain (harga perdagangan besar, upah, harga, asset, dan sebagainya). Apabila didefinisikan, inflasi adalah suatu kejadian yang menunjukkan kenaikan tingkat harga secara umum dan berlangsung secara terus – menerus. Dari definisi tersebut ada 3 kriteria yang perlu dilihat untuk melihat terjadinya inflasi, yaitu kenaikan harga yang bersifat umum, dan terjadi terus–menerus dalam rentang waktu tertentu. Apabila terjadi kenaikan harga suatu barang yang tidak mempengaruhi harga barang lain, sehingga harga tidak naik secara umum, kejadian tersebut bukanlah inflasi. Kecuali yang naik tersebut adalah harga BBM, ini berpengaruh terhadap harga lain sehingga secara umum semua produk semua mengalami kenaikan harga. Bila kenaikan itu terjadi naik dan sesaat turun lagi, itu pun belum dapat dikatakan inflasi karena kenaikan harga yang diperhitungkan dalam inflasi mempunyai rentang waktu dalam sebulan. Inflasi yang terus berlanjut apalagi sampai melampaui angka dua digit dapat berpengaruh pada distribusi pendapatan dan alokasi faktor produksi nasional. Selai itu prospek pembangunan jangka panjang merupakan bagian penting dari kegiatan ekonomi suatu negara. Inflasi akan terus bertambah cepat apabila tidak diatasi. Inflasi yang bertambah serius akan mengurangi investasi yang produktif, mengurangi
48
ekspor dan mengurangi impor. Kecenderungan ini akan memperlambat pertumbuhan perekonomian (Sadono Sukirno, 2002 : 16). Penyebab terjadinya inflasi yaitu yang pertama permintaan (demand pull inflation). Inflasi ini didasarkan pandangan karena adanya perubahan permintaan agregat, yaitu terjadinya kelebihan permintaan (excess demand) terhadap barang-barang dalam perekonomian secara keseluruhan. Inflasi ini yang timbul karena adanya permintaan total (agregat demand) sementara produksi berada dalam kondisi full employment. Penambahan permintaan akan menyebabkan terjadinya inflationary gap yang menimbulkan inflasi. Jadi, Demand pull inflation adalah diakibatkan oleh perubahanperubahan yang terjadi pada sisi permintaan agregat (AD) dari barang dan jasa pada suatu perekonomian. Yang kedua, Inflasi penawaran (cost push inflation), yaitu inflasi yang disebabkan adanya dorongan biaya, misalnya karena adanya tuntutan kenaikan harga dari pemilik faktor produksi. Inflasi ini ditandai dengan kenaikan harga dan turunnya produksi (inflasi yang diikuti oleh resesi. Kenaikan biaya produksi antara lain disebabkan oleh perjuangan buruh menuntut kenaikan upah, industri yang bersifat monopoli, dan kenaikan harga bahan baku industri. Jadi, Cost Push Inflation adalah inflasi yang terjadi karena adanya perubahan-perubahan pada sisi penawaran agregat (AS) dari barang dan jasa pada suatu perekonomian. Seberapa jauh pengaruh inflasi dalam perekonomian sangat tergantung pada tingkat keparahan inflasi tersebut. Kadangkala kenaikan harga yang terlalu tinggi mempunyai pengaruh yang positif terutama terhadap iklim investasi karena kenaikan harga pada dasarnya merupakan insentif bagi pengusaha untuk melakukan kegiatan produksinya.
49
Secara teori, laju inflasi yang terlalu rendah menunjukkan adanya kelesuan ekonomi. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa harga-harga yang tidak bergerak keatas sehingga menandakan adanya kelemahan pada sisi permintaan. Tidak jarang terlalu rendahnya tingkat inflasi merupakan indikator lemahnya daya beli masyarakat yang pada gilirannya akan menekan laju pertumbuhan ekonomi. Kesepakatan para ahli bahwa efek positif pertumbuhan dicapai secara maksimal pada kisaran inflasi sebesar 5 - 6% pertahun.
Mengingat adanya distorsi yang ditimbulkan oleh inflasi, maka kebijakan pengendalian inflasi akan memiliki manfaat ganda (multi benefit) karena disatu sisi akan memperkuat daya beli masyarakat terutama mereka yang mempunyai pendapatan relatif tetap dan juga berfungsi untuk memperbaiki eksternal ekuilibrium (neraca perdagangan).
Dilihat dari segi permintaan, bank sentral selaku otoritas moneter dapat menetapkan tingkat diskonto (suku bunga pinjaman yang diberikan bank sentral kepada bank umum) dalam sistem moneter konvensional dan dapat memberikan acuan untuk perbankan syariah dalam menetapkan tingkat bagi imbal/bagi hasil pada sistem moneter syariah. Apabila suku bunga pinjaman tinggi, maka akan terjadi penurunan pinjaman bank umum yang dikarenakan tingkat pengembalian pinjaman menjadi besar. Hal tersebut akan menyebabkan rendahnya uang yang beredar, dalam kata lain disebut dengan kebijakan moneter kontraktif, sehingga pada akhirnya tingkat inflasi akan menurun. Begitu pula dari sisi tabungan, apabila suku bunga tabungan tinggi,
50
masyarakat cenderung akan meningkatkan jumlah tabungannya sehingga uang yang beredar berkurang dan menurunkan tingkat inflasi. Sama halnya dengan perbankan syariah, apabila tingkat imbal/bagi hasil yang disepakati besar maka akan terjadi penurunan jumlah pembiayaan yang diberikan kepada masyarakat, sehingga jumlah pembiayaan mengecil, jumlah uang beredar turun dan inflasi rendah. Selain itu, politik pasar terbuka, yang dilakukan dengan cara menjual surat berharga sehingga bank sentral dapat menekan perkembangan jumlah uang beredar agar laju inflasi menjadi rendah.
Namun, dilihat dari segi penawaran, apabila suku bunga kredit dan tingkat bagi hasil pembiayaan syariah tinggi, maka biaya modal yang harus dikeluarkan para pelaku usaha akan meningkat. Hal tersebut akan mengakibatkan kenaikan harga-harga barang secara berkala yang pada akhirnya akan meyebabkan inflasi tinggi. Begitu pula sebaliknya.
H.
Vector Auto Regression (VAR) & Vector Error Correction Model (VECM)
Model Vector Auto Regression atau disingkat dengan VAR dikembangkan oleh ahli ekonometrika untuk menyelesaikan persoalan yang seringkali terjadi, yaitu ketika teori ekonomi belum mampu menentukan spesifikasi yang tepat. Misalnya teori terlalu komplek sehingga simplifikasi harus dibuat atau sebaliknya fenomena yang ada terlalu kompleks jika hanya dijelaskan dengan teori yang ada. Model VAR dibangun dengan pertimbangan meminimalkan pendekatan teori dengan tujuan agar
51
mampu menangkap fenomena ekonomi dengan baik. Dengan demikian VAR adalah model non struktural atau merupakan model tidak teoritis (ateoritis).
Model VAR adalah model persamaan regresi yang menggunakan data time series. Langkah pertama pembentukan model VAR adalah dengan melakukan uji stasioneritas data.
Data Time Series Uji Stasioneritas Data Stasioner
Tidak Stasioner VAR bentuk Diferensi
VAR bentuk Level/ Unrestricted VAR
Uji Kointegrasi
Tidak Terkointegrasi
Terkointegrasi
VAR In Differences
Restricted VAR/VECM
Sumber: Widarjono, 2009 (diolah) Gambar 8. Proses Pembentukan VAR Jika data adalah stasioner pada tingkat level maka model VAR-nya adalah model VAR biasa (unrestricted VAR). Sebaliknya apabila data tidak stasioner pada level tetapi stasioner pada proses diferensi data, maka harus diuji apakah data mempunyai hubungan dalam jangka panjang atau tidak dengan melakukan uji kointegrasi.
52
Apabila terdapat kointegrasi maka model yang digunakan adalah Vector Error Correction Model (VECM). Model VECM ini merupakan model yang terestriksi (restricted VAR) karena adanya kointegrasi yang menunjukan adanya hubungan jangka panjang antar variabel di dalam sistem VAR. Spesifikasi VECM merestriksi hubungan perilaku jangka panjang antar variabel agar konvergen ke dalam hubungan kointegrasi namun tetap membiarkan perubahan dinamis dalam jangka pendek. Terminologi kointegrasi ini dikenal sebagai koreksi kesalahan (error correction) karena bila terjadi deviasi terhadap keseimbangan jangka panjang akan dikoreksi melalui penyesuaian parsial jangka pendek secara bertahap. Apabila data stasioner pada proses diferensi data namun variabel tidak terkointegrasi maka disebut model VAR dengan data diferensi (VAR in Difference). Selain uji stasioneritas dan kointegrasi data, hal yang juga penting dalam estimasi VAR adalah masalah penentuan panjangnya kelambanan di dalam sistem VAR. Panjangnya kelambanan variabel yang optimal diperlukan untuk menangkap pengaruh dari setiap variabel terhadap variabel yang lain di dalam sistem VAR. Penentuan panjangnya kelambanan optimal ini bisa menggunakan beberapa kriteria seperti Akaike Information Criteria (AIC). Schwartz Information Criteria (SIC), atau dengan menggunakan Hannan-Quin Criteria (HQ). Ada beberapa analisis penting yang bisa dihasilkan di dalam model VAR yaitu Peramalan, Impulse Response, Variance Decomposition, dan Uji Kausalitas.
53
I.
Studi Empirik
Sebelum melakukan penelitian ini, penulis mencoba mempelajari hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan topik yang sedang ditulis yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Tabel 2 dibawah ini berupa ringkasan penelitian yang dilakukan oleh Ascarya (2010). Penelitian Ascarya ini penulis gunakan sebagai rujukan utama dalam penulisan skripsi ini.
Tabel 2.
Alur Transmisi dan Efektivitas Kebijakan Moneter Ganda di Indonesia periode januari 2003 sampai desember 2009
Penulis
Judul
Variabel yang dipakai
Ascarya, 2010
Alur Transmisi dan Efektivitas Kebijakan Moneter Ganda di Indonesia periode januari 2003 sampai desember 2009
- SBI 1 bulan - tingkat Imbal hasil SBIS - Suku bunga pasar uang antar bank - Tingkat bagi hasil pasar uang antarbank syariah - Suku bunga kredit (modal kerja) - Tingkat bagi hasil pembiayaan - Total kredit bank konvensional - Total pembiayaan bank syariah - Tingkat inflasi
Metode Penelitian Model Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Granger Causality dan Vector Autoregression (VAR) / Vector Error Correction Model (VECM).
Hasil Penelitian alur transmisi kebijakan moneter konvensional sesuai teori, sedangkan alur transmisi kebijakan moneter Syariah belum dapat diidentifikasi secara jelas dan terputus di PUAS. kesimpulan empiris bahwa kebijakan moneter untuk(pengurangan inflasi) dengan pola Syariah lebih efektif dari pada dengan pola Konvensional.
Ringkasan penelitian pada Tabel 3 di bawah ini menggunakan analisis VAR yang digunakan untuk menganalisis efektivitas mekanisme transmisi kebijakan moneter di indonesia melalui jalur suku bunga selama periode 1990:2–2007:1. Penelitian ini dilakukan oleh Natsir
54
Tabel 3.
Ringkasan Penelitian “Analisis Empiris Efektivitas Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia Melalui Jalur Suku Bunga”
Penulis
Judul
Natsir, Agust 2011
Analisis Empiris Efektivita s Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia Melalui Jalur Suku Bunga
Variabel yang dipakai - Inf : Inflasi - OG : Output Gap - rPUAB : Suku bunga pasar uang antar bank - rDEPO : Suku bunga deposito - rKRDT : Suku bunga kredit - rSBI : Suku bunga SBI
Metode Penelitian Model Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Vector Auto Regressio n (VAR)
Hasil Penelitian Melalui jalur ini dibutuhkan time lag sekitar 10 triwulan atau dua tahun enam bulan hingga terwujudnya sasaran akhir kebijakan moneter. Respons variabel-variabel pada jalur ini terhadap shock rSBI relatif kuat dan variable utama jalur ini yaitu rPUAB mampu menjelaskan variasi sasaran akhir kebijakan moneter secara signifikan yakni sebesar 63,11%. Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa rPUAB berfungsi secara efektif sebagai sasaran operasional kebijakan moneter di Indonesia.
Ringkasan penelitian pada Tabel 4 di bawah ini menggunakan analisis VAR/VECM yang digunakan untuk menganalisis Mekanisme Transmisi Syariah pada Sistem Moneter Ganda di Indonesia periode 2002:06 sampai 2008:05.
Tabel 4. Penulis Ali Sakti, 2009
Ringkasan Penelitian “Mekanisme Transmisi Syariah pada Sistem Moneter Ganda di Indonesia” Judul Mekanisme Transmisi Syariah pada Sistem Moneter Ganda di Indonesia
Variabel yang dipakai - Finc : Total Pinjaman yang diberikan oleh perbankan syariah - Inf : Tingkat inflasi yang dihitung dengan Indeks Harga Konsumen - PUAB : Tingkat bunga pasar uang antar bank - Mat : tingkat bunga maturities - rSBI : tingkat bunga sertifikat
Metode Penelitian Model Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Vector Auto Regression (VAR).
Hasil Penelitian - instrumen moneter konvensional –dalam hal ini PUAB dan SBIberkontribusi lebih besar (yakni 23.1 persen) terhadap variabel pembiayaan perbankan syariah (LNFINCG) dibanding instrumen syariah sendiri (PUAS dan SWBI yang hanya sebesar 11.2 persen). - Dengan melihat dampak dari instrumen moneter syariah SWBI atau SBI Syariah yang menyebabkan turunnya pembiayaan perbankan syariah secara umum,
55 Tabel 4. (Lanjutan) - bank indonesia - PUAS : tingkat bagi hasil perbankan syariah - rSBIS : tingkat bagi hasil sertifikat bank indonesia syari’ah
kiranya perlu peninjauan ulang terhadap instrumen ini. - dengan semakin tinggi jumlah pembiayaan perbankan syariah Indonesia maka akan berpengaruh positif pada penurunan tingkat inflasi Indonesia.
Tabel 5 di bawah ini berisi ringkasan penelitian yang dilakukan oleh Dini Hasanah (2011). Penelitian ini menganalisis tentang Analisis Efektivitas Jalur Pembiayaan Dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia Dengan Metode VAR/VECM. Tabel 5.
Ringkasan Penelitian “Analisis Analisis Efektivitas Jalur Pembiayaan Dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia Dengan Metode VAR/VECM”
Penulis
Judul
Dini Hasanah, Mei 2011
Analisis Efektivitas Jalur Pembiayaan Dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia Dengan Metode VAR/VECM
-
-
-
-
Variabel yang dipakai Inf : Inflasi rSBIS : tingkat bagi hasil sertifikat bank indonesia syari’ah rPUAS : tingkat bagi hasil pasar uang antar bank syariah LFIN : Pembiayaan bank syariah LIPI : indeks produksi industri
Metode Penelitian Model yang digunakan dalam penlitian ini yaitu model VAR/VECM
Hasil Penelitian -
-
Efektivitas jalur pembiayaan dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia masih lemah. Hasil uji impuls response function membuktikan pola hubungan satu arah rSBIS terhadap rPUAS positif, rPUAS terhadap pembiayaan negatif, pembiayaan terhadap produksi industri positif dan produksi industri terhadap inflasi positif.
56
Tabel 6 di bawah ini berisi ringkasan penelitian oleh Aam Slamet Rusydiana (2009) bertujuan untuk mengidentifikasi proses transmisi moneter syariah di Indonesia melalui salah satu jalur, yakni jalur pembiayaan/financing (dalam konvensional dikenal sebagai jalur kredit).
Tabel 6.
Ringkasan Penelitian “Mekanisme Transmisi Syari’ah pada Sistem Moneter Ganda di Indonesia”
Penulis
Judul
Aam Slamet Rusydi ana
Mekanisme Transmisi Syari’ah pada Sistem Moneter Ganda di Indonesia
Variabel yang dipakai - LNFinc - SWBI - SBI - PUAS - PUAB - LNIHK
Metode Penelitian Model yang digunakan dalam penlitian ini yaitu model Vector Auto Regression (VAR) dan Vector Error Correction Model (VECM)
Hasil Penelitian -
-
-
Jika melihat struktur dekomposisi varian, variabelvariabel dalam model yang berkontribusi terhadap pembiayaan perbankan syariah (LNFINCG) berturut-turut adalah: variabel Pasar Uang Antar Bank/PUAB (sebesar 12.7%), SBI (10.4%), PUAS (6.6%), SWBI (4.6%) dan LNIHK/inflasi (1.7%). Hasil ini menunjukkan bahwa instrumen moneter konvensional –dalam hal ini PUAB dan SBI- berkontribusi lebih besar (yakni 23.1 persen) terhadap variabel pembiayaan perbankan syariah (LNFINCG) dibanding instrumen syariah sendiri (PUAS dan SWBI yang hanya sebesar 11.2 persen). Hal ini adalah wajar dan dapat dipahami karena saat ini pangsa industri perbankan konvensional jauh lebih besar dibanding perbankan syariah yang hanya sekitar 2%-share perbankan secara umum. Hasil IRF lain memperlihatkan bahwa pola hubungan LNFINCG dengan SBI adalah negatif. Kesimpulan lain yang tidak kalah penting adalah bahwa pola hubungan antara LNFINCG dengan LNIHK (inflasi) adalah juga negatif..
57
Tabel 7 di bawah ini berisi ringkasan penelitian yang dilakukan oleh Saijad Zaheer, Steven Ongena, dan Sweder van ini bertujuan untuk mengidentifikasi perbedaan respon perbankan terhadap guncangan kebijakan moneter melalui bank konvensional dan bank syari’ah di Pakistan. Penelitian ini dilakukan oleh dosen fakultas ekonomi dan bisnis universitas amsterdam. Tabel 7.
Ringkasan Penelitian “The Transmission of Monetary Policy through Conventional and Islamic Banks”
Penulis
Judul
Saijad Zaheer, Steven Ongena, dan Sweder van, April 2012
“The Transmission of Monetary Policy through Conventional and Islamic Banks”
-
-
Variabel yang dipakai Deposito Uang primer Tingkat bunga obligasi pemerintah LOAN
Metode Penelitian Model yang digunakan dalam penelitian ini yaitu the Bernanke and Blinder (1988) model
Hasil Penelitian
-
Bank-bank Islam yang setara dengan bankbank kecil dalam hal ukuran aset dan sebagai bank Islam menggunakan tingkat bunga konvensional sebagai patokan utama, seseorang dapat mengharapkan bahwa saluran pinjaman bank juga akan beroperasi melalui bank syariah . Namun, karena bank Islam memperluas selama periode sampel, pertumbuhan deposito mereka mungkin telah kurang dipengaruhi oleh kebijakan moneter yang ketat . Selain itu, pangsa deposito tetap mereka secara total deposito lebih tinggi dari bank konvensional .
58
Tabel 8 di bawah ini berisi ringkasan penelitian oleh David / D.J.C. Smant (2012) bertujuan untuk mengidentifikasi bagaimana kredit perbankan dalam transmisi kebijakan moneter.
Tabel 8. Penulis
Ringkasan Penelitian “Bank credit in the transmission of monetary policy: A critical review of the issues and evidence” Judul
David / D.J.C. Smant, Maret
Bank credit in the transmission of monetary policy: A critical review
Tabel 8.
(Lanjutan)
2012
of the issues and evidence
Variabel yang dipakai - Cadangan Bank - Obligasi - LOAN
Metode Penelitian Model yang digunakan dalam penelitian ini
-
yaitu the Bernanke and Blinder (1988) model
Deposito Bank
Hasil Penelitian Pandangan kredit menekankan dampak kebijakan moneter pada jumlah dan kondisi kredit yang diberikan oleh sektor perbankan sebagai saluran utama elemen transmission. Pertama , dalam sistem perbankan cadangan fraksional ada uang dan penciptaan kredit elemen di mana bank-bank meningkatkan jumlah daya beli ekonomi yang luas Kedua , pinjaman bank kepada sektor swasta mungkin menjadi istimewa karena bank perantara kredit sangat efisien .
Tabel 9 di bawah ini berisi ringkasan penelitian oleh Sinaga, Juwita (2012) bertujuan untuk mengidentifikasi bagaimana efektivitas mekanisme transmisi kebijakan moneter jalur kredit di indonesia.
59
Tabel 9. Penulis Juwita Sinaga
Ringkasan Penelitian “Analisis Efektivitas Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Jalur Kredit Di Indonesia” Judul Analisis Efektivitas Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Jalur Kredit Di Indonesia
-
-
Variabel yang dipakai data kredit jumlah uang beredar suku bunga SBI suku bunga kredit Produk Domestik Bruto Inflasi
Metode Penelitian Model yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode Vector Autoregressi on (VAR), Impluse Response Function (IRF) dan Varian Decompositi on (VD)
Hasil Penelitian -
-
seluruh variabel saling memberikan pengaruh terhadap variabel yang lainnya sehingga mencapai keseimbangan jangka panjang. Hal tersebut ditunjukkan hasil estimasi uji IRF pada setiap variabel. Semua variabel masingmasing saling berkontribusi terhadap variabel lainnya, hal tersebut ditunjukkan oleh hasil estimasi uji VD dalam penelitian ini, dimana setiap variabel memberikan sumbangan terhadap variabel lainnya.