5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A.
Sekam dan Karakterisasinya
Sekam padi merupakan bahan baku terbesar penghasil silika yang diaplikasikan ebagai bahan baku keramik. Keramik adalah material anorganik non logam yang terdiri dari unsur-unsur logam yang berikatan secara bersama-sama melalui ikatan ikonik dan ikatan kovalen.
Proses pembuatan keramik dapat dilakukan dengan berbagai teknik, salah satu diantaranya adalah teknik reaksi padatan. Metode ini memerlukan proses sintering dalam suhu tinggi. Proses sintering dalam suhu tinggi disini dimaksudkan agar terjadi proses perubahan struktur mikro sepertib perubahan ukuran pori, pertumbuhan butir (grain growth), peningkatan densitas, dan penyusutan massa. Proses sintering terjadi secara bertahap (Randall, 1991).
Proses sintesis keramik kalsium silikat yaitu mencampurkan bubuk abu sekam padi dan kalsium dengan cara menggerusnya selama 1 jam. Kemudian sampel dibentuk pellet dengan menggunakan hydraulic press. Penggunaan 10 % abu sekam padi dapat meningkatkan kekuatan tekan concrete (Bakri, 2008).
Sekam padi merupakan lapisan keras yang meliputi kariopsis yang terdiri dari dua bentuk daun yaitu sekam kelopak dan sekam mahkota, dimana pada proses
6
penggilingan padi, sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa atau limbah penggilingan. Sekam tersusun dari jaringan serat-serat selulosa yang mengandung banyak silika dalam bentuk serabut-serabut yang sangat keras (Nuryono dan Narsito, 2009) ; (Patabang, 2012).
Sekam padi sulit untuk dinyalakan dan tidak mudah terbakar dengan api di ruang terbuka kecuali udara ditiupkan kedalamnya. Sekam padi sangat tahan terhadap dekomposisi jamur yang menyebabkan sekam padi sulit untuk terurai secara alami (Anonim B, 2009). Butiran kecil dan bulu pada bagian luar epidermis juga terlihat mengecil ukurannya. Pada abu putih sekam padi, walau sangat rapuh, tapi masih memiliki struktur aslinya. Butiran kecil untuk sekam padi hampir menghilang, sementara bulunya ditemukan retak.
sekam padi sangat tahan terhadap
kelembaban dan dekomposisi jamur yang menyebabkan sekam padi sulit untuk terurai secara alami (Enymia dkk, 1998). Sekam padi memiliki masa jenis yang rendah yaitu 70-110 kg/m3, 145kg/m3 ketika bergetar atau 180 kg/m3 dalam bentuk briket atau pellet (Anonim A, 2009). Dengan demikian untuk penyimpanan dan transportasi, sekam padi membutuhkan volume besar, yang membuat transportasi jarak jauh menjadi tidak ekonomis. Ketika sekam padi dibakar, kadar abu yang diperoleh adalah 17-26%, jauh lebih tinggi daripada bahan bakar lainnya (kayu 0,2% - 2%, batubara 12,2%). Abu sekam padi memiliki komposisi silika yang sangat tinggi dan memungkinkan untuk dijadikan bahan baku alternatif pembuatan beberapa senyawa berbasis silika seperti silika gel dan natrium silikat. Sekam padi memiliki nilai kalori tinggi
7
rata-rata dari 3410kkal/kg dan dapat digunakan sebagai salah satu sumber energi terbaru (Anonim B, 2009).
B. Silika
Silika merupakan material yang tersedia di alam dan secara kuantitatif memiliki jumlah yang melimpah. Silika berada didalam tanah berbentuk silika larut air. Silika dapat berupa kristal maupun amorf tergantung dari suhu pembakaran tanaman menyerap silika, dipolimerisasi dan dipresipitasi menjadi bentuk silika amorf. Silika gel merupakan salah satu bahan anorganik yang memiliki kelebihan sifat, yaitu memiliki kestabilan tinggi terhadap pengaruh mekanik, temperatur, dan kondisi keasaman. Kelebihan sifat silika gel ini menyebabkan silika gel banyak digunakan sebagai adsorben, material pendukung katalis, dan lain-lain. Beberapa karbohidrat dan protein tanaman diketahui memiliki peran dalam polimerisasi biosilika bentuk silika amorf. Silika merupakan material pembawa yang menjanjikan dan cocok untuk pengembangan bahan antibakteri yang baik. Silika terakumulasi dalam bentuk phytolite yang merupakan bentuk primer dari silika amorf (SiO2 dengan 5-15% H2O) (Sisman et al, 2011). Berbagai jenis tanaman baik dikotil maupun monokotil memproduksi phytolite. Jenis tanaman dikotil yang memproduksi phytolite diantaranya Mytaceae, Causarinaceae, Proteaceae, Xantorhoceae, dan Mimosceae. Jenis tanaman monokotil yang memproduksi phytolite adalah Equistaceae dan Gramineae. Secara teoritis, unsur silika mempunyai sifat menambah kekuatan lentur bahan baku keramik dan kekuatan produk keramik (Astuti dkk, 2012).
8
Silika gel dapat disintesis dengan metode sol-gel menggunakan prekursor silikon alkoksida atau larutan silikat (Nuryono dan Narsito, 2009). Porositas silika memberikan luas permukaan yang besar dalam partikel silika untuk aplikasi kimia dan fisika (El-Nahhal et al, 2007). Silika gel merupakan material kimia yang dapat digunakan sebagai absorben dan material pembawa yang dapat membawa gugus-gugus tertentu misalnya ion-ion logam ke dalam matriksnya dan sebagai slow release agent yang dapat melepaskan ion-ion logam yang semula berada didalam menjadi keluar matriks secara sedikit demi sedikit. Silika merupakan material yang sangat menjanjikan sebagai material pembawa dalam aplikasi bahan antibakteri. Beberapa penelitian sebelumnya, telah mengembangkan ion logam seperti Ag(I) ke dalam beberapa material pembawa sebagai material antibakteri antara lain; Ag/Al2O3- Montmorilonit (Rositaningsih, 2006), namun ion Ag(I) memiliki toksisitas yang tinggi terhadap tubuh, sehingga kurang dapat diaplikasikan sebagai bahan antibakteri bagi manusia. Ag juga memiliki kelemahan berupa sifatnya yang tidak stabil (Liu et al, 2006).
C. Keramik
Keramik adalah material non metal dan pada umumnya keramik taham terhadap temperatur yang tinggi, kekerasan yang sangat tinggi, massa jenis yang rendah, dan mempunyai konduktivitas termal yang rendah daripada logam. Penguatan bahan keramik terjadi karena adanya pengisian ruang kosong yang ditinggalkan akibat penguapan dari proses pembakaran bubuk silika hingga produk menjadi lebih rapat. Keramik dibentuk dari pasir dan tanah liat seperti batu bata, gerabah dan benda seni lainnya. Sekarang ini struktur keramik lebih baik dari yang
9
tradisional, yaitu dibuat semurni mungkin yang tahan terhadap temperatur tinggi dan mempunyai struktur yang tangguh. Dibidang sains dan teknologi, keramik sangatlah penting seperti dibidang komunikasi, material ini digunakan sebagai filter dan resonator. Dibidang kesehatan, keramik digunakan untuk perbaikan, reskontruksi dan penggantian bagian tulang dan gigi serta bagian lembut (tissue) dari tubuh, yang sekarang ini sangatlah mungkin dikembangkan menjadi biokeramik. Pada proses pembakaran bahan baku keramik yang terdiri dari lempung, kapur dan pasir, silika dari pasir berfungsi sebagai penguat bahan keramik dimana pada kondisi temperatur titik leburnya silika akan mengisi ruang kosong (pori) yang dibentuk antara partikel tanah liat dan mineral akibat adanya penguapan air dan bahan lainnya (Enymia dkk, 1998).
D. Metode Leaching
Pelarutan terarah dari satu atau lebih senyawa dari suatu campuran padatan dengan cara mencampurkan dengan pelarut cair disebut dengan metode leaching. Metode leaching tersebut memiliki 3 variabel penting, yaitu temperatur, area kontak dan jenis pelarut. Pelarut akan melarutkan sebagian bahan padatan sehingga bahan terlarut yang diinginkan dapat diperoleh. Konsep leaching sangat penting untuk dipahami mengenai kesetimbangan fasa padat-cair.
Teknologi leaching biasanya digunakan oleh industri logam untuk memisahkan material dari biji dan batuan (ores). Pelarut asam akan membuat garam logam terlarut seperti leaching Cu dengan medium H2SO4 atau NH3. Contoh operasi ini adalah pemisahan emas dari bentuk padatan berongga dengan menggunakan
10
larutan HCL atau H2SO4. Industri gula juga menggunakan prinsip leaching saat memisahkan gula dari bit dengan menggunakan air sebagai pelarut. Industri minyak goreng menggunakan prinsip operasi ini saat memisahkan minyak dari kedelai, kacang, biji matahari dan lain-lain dengan menggunakan pelarut organik seperti heksana, aseton, atau eter (Yusuf, 2012).
E. Asam Sitrat
Wehner (1893) pertama kali menemukan produksi asam sitrat sebagai hasil sampingan pada fermentasi produksi asam oksalat dengan menggunakan Penicilium glaucum. Asam sitrat (C6H8O7) banyak digunakan dalam industri terutama industri makanan, minuman, dan obat-obatan. Kurang lebih 60% dari total produksi asam sitrat digunakan dalam industri makanan, dan 30% digunakan dalam industri farmasi, sedangkan sisanya digunakan dalam industri pemacu rasa dan aroma, sebagai antioksidan, pengatur pH dan sebagai pemberi kesan rasa dingin. Dalam industri makanan dan kembang gula, asam sitrat digunakan sebagai pemacu rasa, penginversi sukrosa, penghasil warna gelap dan penghelat ion logam. Dalam industri farmasi asam sitrat digunakan sebagai pelarut dan pembangkit aroma, sedangkan pada industri kosmetik digunakan sebagai antioksidan (Bizri and Wahem, 1994).
Asam organik lemah yang ditemukan pada daun dan buah tumbuhan genus Citrus (jeruk-jerukan) sering dikenal dengan asam sitrat. Senyawa ini merupakan bahan pengawet yang baik dan alami, selain digunakan sebagai penambah rasa masam pada makanan dan minuman ringan. Dalam biokimia, asam sitrat dikenal
11
sebagai senyawa antara dalam siklus asam sitrat yang terjadi didalam mitokondria,
yang
penting
dalam
metabolisme
makhluk
hidup.
Didalam mitokondria, yang penting dalam metabolisme makhluk hidup. Zat ini juga dapat digunakan sebagai zat pembersih yang ramah lingkungan dan sebagai antioksidan. Bentuk kristal atau serbuk putih yang merupakan senyawa intermedier dari asam organik. Asam sitrat mudah larut dalam air, spritus, dan etanol. Asam sitrat ini meleleh dan kemudian terurai yang selanjutnya terbakar sampai menjadi arang.
Dalam biokimia, asam sitrat dikenal sebagai senyawa antara dalam siklus asam sitrat yang terjadi didalam mitokondria, yang penting dalam metabolisme makhluk hidup. Zat tersebut digunakan sebagai zat pembersih yang ramah lingkungan dan sebagai antioksidan (Mefert, 1984). Gambar 2.1 dibawah ini merupakan gambar serbuk dari asam sitrat.
Gambar 2.1 Asam Sitrat (Reni, 2014).
12
F. Sintering Sintering adalah suatu proses yang meliputi pembakaran (pemanasan pada temperatur tinggi) yang secara global menurunkan energi bebas disertai perubahan dimensional. Dalam proses ini terjadi kenaikan kohesi antara partikel-partikel penyusun benda dan pemadatan melalui proses eliminasi porositas. Selama proses diperlukan energi agar sistem dapat berubah, terjadi perubahan ukuran butir (grain). Dalam teknik metalurgi serbuk, sintering merupakan tahapan yang penting.
Terdapat tiga tahapan dalam sintering, yaitu tahap awal, tahap intermedier, dan tahap akhir. Secara mikrostruktural pada keadaan awal terdapat pemuaian, belum terjadi proses sintering dan susunan partikel tidak berubah. Selama sintering, pada tahapan ke satu terjadi penyusunan kembali (rearrangement), yaitu sedikit gerakan atau rotasi partikel-partikel untuk mempertinggi jumlah kontak antar partikel dan pembentukan kaitan antar butir (neck). Dalam tahapan intermedier (kedua), ukuran kaitan antar butir tumbuh dan porositasnya menurun dikarenakan gerakan mendekat partikel-partikel. Pada tahapan ini mulai terjadi pertumbuhan butir (grain growth). Dalam tahap akhir, terjadi eliminasi porositas melalui difusi batas butir dan pertumbuhan butir. Parameter sintering diantaranya adalah temperatur, waktu, lingkungan sintering, kecepatan pemanasan, dan kecepatan pendinginan (Irfan, 2012).
13
G. Karekterisasi Material Karakterisasi yang dilakukan meliputi analisis DTA/TGA, analisis gugus fungsi menggunakan FTIR,analisis struktur enggunakan XRD,dan analisis mikrostruktur menggunakan SEM.
1. Diffrential Thermal Analysis/Thermogravimetry (DTA/TG) a. Pengertian DTA/TGA DTA merupakan teknik analisis termal yang menggunakan perbedaan temperatur sampel dan referensi untuk menganalisis perubahan sifat kimia dan fisika (Harsanti,2010). Diffrential Thermal Analysis (DTA) berdasarkan pada perubahan kandungan panas akibat perubahan temperatur dan tirasi termometrik. DTA/TGA adalah suatu teknik imana suhu dari suatu sampel dibandingkan dengan material inert. Dalam Diffrential Thermal Analysis (DTA), panas diserap atau di emisikan oleh sistem kimia bahan yang dilakukan dengan perbandingan yang inert (alumina, silikon, karbit atau manik kaca) karena suhu keduanya ditambahkan dengan laju yang konstan. Dengan menggunakan DTA/TGA,material akan dipanaskan pada suhu tinggi dan mengalami reaksi dekomposisi. Reaksi dekomposisi dipengaruhi oleh efek spesi lain, rasio ukuran dan volume, serta komposisi materi.
Differential Thermal Analysis (DTA), didasari pada perubahan berat akibat pemanasan. TGA merupakan teknik pengukuran variasi massa (kehilangan massa, emisi uap, dan penambahan massa atau fraksi gas) sampel yang mengalami perubahan temperatur dalam lingkungan terkontrol. Teknik analisis ini dapat digunakan untuk menentukan kemurnian sampel, gejala dekomposisi, dan kinetik
14
kimia (Suherman,2009). Metode ini mempunyai kelebihan antara lain instrument dapat digunakan pada range suhu 190 oC sampai 1600 oC, bentuk dan volume sampel yang fleksibe, serta dapat menentukan suhu reaksi dan suhu transisi sampel.
b. Manfaat DTA/TGA Adapun salah satu dari kegunaan DTA adalah untuk mengetahui perubahan yang terjadi berupa pelepasan panas (eksoterm) dan penyerapan panas (endoterm), dimana peristiwa ini menunjukkan adanya peristiwa yang terjadi pada bahan yang diuji. Sedangkan TGA biasanya digunakan riset dan pengujian untuk menentukan karakteristik material seperti polimer, untuk menentukan penurunan temperatur, kandungan material yang diserap, komponen anorganik dan organik didalam material,dekomposisi bahan yang mudah meledak, dan residu bahan pelarut. DTA juga sering digunakan untuk kinetika korosi pada oksidasi temperatur tinggi (Suherman,2009).
c. Prinsip Kerja DTA/TGA Adapun prinsip kerja dari DTA/TGA yaitu sebagai berikut: 1. Mengukur
perbedaan
temperatur
antara
sampel
dan
referensi
yang
dihubungkan secara berlawanan dengan termokopel (Harsanti,2010). 2. Dengan DTA/TGA material dipanaskan dengan suhu yang tinggi dan mengalami reaksi dekomposisi dimana reaksi ini dipengaruhi oleh efek lain,rasio ukuran, dan voulme serta komposisi materi (Hamdila,2012). 3. Prinsip analisis dari DTA ini yaitu mengukur perbedaan suhu sampel dengan suhu acuan,dimana jika dalam pengamatan suhu acuan lebih besar daripada
15
suhu sampel maka perubahan suhu negatif,sedangkan jika suhu acuan lebih kecil dari pada suhu sampel maka perubahan suhu positif, dan jika suhu acuan sama dengan suhu sampel berarti tidak terjadi perubahan dan ditunjukan berupa garis lurus (Suherman,2009).
Adapun komponen utama yang terdapat DTA/TGA yaitu pemegang sampel yang terdiri dari termokopel, wadah sampel, furnace, program temperatur, dan sistem perekam. Termokopel yang terdapat pada sampel uji dan perbandingan berfungsi untuk menjamin sebuah distribusi panas yang rata (Suherman,2009).
2. Fourier Transform Infra-Red (FTIR) a. Pengertian FTIR
Pada dasarnya Spectrofotometer Fourier Transform Infra-Red (FTIR) adalah sama dengan Spectrofotometer Infra Red-dispersion, yang membedakannya adalah
pengembangan
sinar inframerah melewati
pada
sistem
optiknya
sebelum
berkas
contoh.
Fourier
Transform
Infra-Red
(FTIR)
merupakan alat untuk menganalisis suatu material secara kualitatif maupun kuantitatif dengan memanfaatkan spektra inframerah. Teknik yang dilakukan yaitu dengan mengumpulkan spektra inframerah sebagai pengganti pencatatan jumlah energi yang diserap dimana frekuensi cahaya inframerah tersebut berupa gelombang monokromatis (Anonim C, 2009). Gambar 2.2 menunjukkan seperangkat alat FTIR.
16
Gambar 2.2 Alat FTIR (Anonim C,2009).
Teknik karakterisasi secara spektroskopi inframerah merupakan teknik yang sesuai untuk identifikasi secara kualitatif material melalui analisis gugus fungsi dengan cara melihat puncak serapan yang muncul dalam spektrum yang selanjutnya puncak serapan tersebut dianalisis dan dibandingkan dngan tabel korelasi yang ada. Puncak pada spektrum inframerah tersebut terjadi karena penyerapan energi yang menyebabkan kenaikan dalam amplitudo getaran atomatom
yang
terikat
sehingga
molekul
berada
dalam
keadaan
vibrasi
bereksitasi,vibrasi tersebut menghasilkan momen dipol pembentuk puncak pada spektrum adsorbsi inframerah (Fessenden,1986).
Daerah spektrum inframerah yang terpenting ialah yang terletak diantara 4000 dan 660 cm-1. Jalur serapan dalam spektrum terjadi akibat perubahan tenaga yang timbul akibat getaran molekul jenis peregangan dan pembengkokan (cacat bentuk) ikatan. Setiap atom dalam kumpulan atom didalam molekul ; berayun pada satu titik, yaitu tarikan nukleus terhadap elektron mengimbangi penolakan nukleus oleh nukleus, dan elektron oleh elektron. Amplitudo ayunan ini dapat ditingkatkan dengan memberikan tenaga melalui sinar elektromagnet. Frekuensi vibrasi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor pertama yaitu massa atom-atom yang
17
bervibrasi, makin besar massa atom maka vibrasi makin kecil. Faktor kedua adalah tetapan ikatan (k), makin besar nilai k maka frekuensi makin tinggi. Dalam penjumlahan, ukuran spektrum tunggal lebih cepat untuk teknik FTIR karena informasi pada seluruh frekuensi dikumpulkan secara simultan. Hampir semua spektrometer inframerah modern merupakan instrumen FTIR (Indrayawati, 2010 ; Mujiyanti dkk, 2010).
3. X-Ray Diffraction (XRD) a. Pengertian XRD Sinar-X terjadi jika suatu bahan ditembakkan dengan elektron dengan kecepatan dan tegangan yang tinggi dalam suatu tabung vakum. Elektron-elektron dipercepat yang berasal dari filamen (anoda) menumbuk target (katoda) yang berada dalam tabung sinar-X sehingga elekton-elektron tersebut mengalami perlambatan. Sebagian energi kinetik elektron pada filamen diserahkan pada elektron target yang mengakibatkan ketidakstabilan elektron. Keadaan tidak stabil ini akan kembali pada kondisi normal dalam waktu 10-8 detik sambil melepaskan energi kinetik elektron dalam bentuk gelombang elektromagnetik dalam bentuk sinar yang disebut sinar-X primer (Cullity,1978). Alat XRD seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3 dibawah ini.
18
Gambar 2.3. Alat XRD (Anonim D, 2013). Sinar-X merupakan bentuk radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang λ=0,05–0,25 nm yang mendekati jarak antar atom kristal (Smith, 1990). Dengan demikian, kristal dapat mendifraksikan sinar-X karena kristal tersusun atas atomatom dalam ruang yang teratur dapat berperan sebagai pusat–pusat penghamburan untuk sinar-X dan panjang gelombang sinar-X sama dengan jarak antar atom dalam kristal (Tippler, 1996). Skema terbentuknya sinar-X ditunjukkan pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4. Skema difraksi sinar-X oleh atom dalam kristal (Cullity, 1978).
19
b. Prinsip Analisis XRD
X Ray Diffraction (XRD) digunakan untuk mengetahui fasa kristalin meliputi transformasi struktur fasa, ukuran partikel bahan seperti keramik, komposit, polimer, dan lain–lain. Secara umum, pola difraksi mengandung informasi tentang simetri susunan atom, penentuan struktur bahan kristal atau amorf, orientasi kristal serta pengukuran berbagai sifat bahan. Sifat–sifat bahan tersebut di antaranya tegangan, vibrasi termal, dan cacat kristal (Cullity, 1992).
Prinsip analisis XRD didasarkan pada atom–atom dalam suatu struktur bahan yang terdifraksi pada panjang gelombang tertentu pada sudut–sudut (2θ) tertentu. Identifikasi struktur fasa yang ada pada sampel secara umum dilakukan dengan menggunakan standar melalui data base Join Commite on Powder Diffraction Standar, JCPDS (1996) International Centre for Diffraction Data, ICPDF (1978). Analisis kualitatif didasarkan pada intensitas dari sampel dibandingkan atau dicocokkan menggunakan standar internal maupun standar eksternal (Cullity, 1992).
Sinar-X yang jatuh pada kristal akan di difraksikan, artinya sinar yang sefase akan saling menguatkan dan yang tidak sefase akan saling meniadakan atau melemahkan (Cullity, 1992). Berkas yang terdifraksi tersebut dapat didefinisikan sebagai suatu berkas yang tersusun dari sejumlah besar sinar–sinar terhambur yang secara mutual saling memperkuat satu sama lain (Cullity, 1992).
Sinar-X merupakan bentuk radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang λ=0,05–0,25 nm yang mendekati jarak antar atom kristal. Dengan demikian,
20
kristal dapat mendifraksikan sinar-X dikarenakan kristal tersusun atas atom-atom dalam ruang yang teratur dapat berperan sebagai pusat-pusat penghamburan untuk sinar-X dan panjang gelombang sinar-X sama dengan jarak antar atom dalam kristal.
c. Mekanisme Analisis XRD
Sistem kerja difraktometer sinar-X didasarkan pada hukum Bragg yang menjelaskan tentang pola, intensitas, dan sudut difraksi (2θ) yang berbeda–beda pada tiap bahan. Interferensi berupa puncak–puncak sebagai hasil difraksi dimana terjadi interaksi antara sinar-X dengan atom–atom pada bidang kristal (Cullity, 1978).
Jika seberkas sinar-X dengan panjang gelombang λ diarahkan pada
permukaan kristal dengan sudut θ, maka sinar tersebut akan dihamburkan oleh bidang atom kristal dan akan menghasilkan puncak difraksi. Besar sudut tergantung pada panjang gelombang λ berkas sinar-X dan jarak d antar bidang.
Pada radiasi monokromatik dinyatakan bahwa difraksi secara geometris mirip seperti refleksi. Kemudian, diturunkan hukum Bragg untuk difraksi, yang secara matematis ditulis pada persamaan (1).
2d sin
(1)
dimana panjang gelombang radiasi sinar-X, d = jarak antar bidang dalam kristal dan sudut difraksi. Karena nilai sin maksimum adalah 1, maka berdasarkan persamaan (1), dapat dituliskan persamaan (2). n sin <1 2d
(2)
21
sehingga nilai n harus kurang dari 2d . Dengan demikian kondisi untuk difraksi pada sudut 2 yang dapat teramati yaitu pada persamaan (3).
< 2d
(3)
Kebanyakan kristal nilai d adalah dalam orde 3Å atau kurang, sehingga kristal tidak mungkin dapat mendifraksikan sinar ultraviolet dengan panjang gelombang kira-kira 500Å (Cullity, 1978).
Secara eksperimen, hukum Bragg dapat digunakan dengan dua tahap, yaitu dengan memakai sinar-X yang diketahui panjang gelombang λ dan dengan mengukur sudut θ, maka dapat ditentukan pula jarak d dari berbagai bidang kristal (Cullity, 1978).
4. Scanning Electron Microscopy (SEM) a. Pengertian SEM SEM pertama kali dikembangkan pada tahun 1942 dengan instrumen terdiri dari penembak elektron (electron gun), tiga lensa elektrostatik dan kumparan pengulas elektromagnetik yang terletak antara lensa kedua dan ketiga, serta tabung foto multiplier untuk mendeteksi cahaya pada layar phospor. Mikroskop elektron yang dikenal dengan SEM (Scanning Electron Microscopy) adalah suatu teknik analisis yang telah banyak digunakan untuk membantu mengatasi permasalahan analisis struktur mikro dan morfologi yang mampu memberikan hasil analisis secara rinci dalam berbagai material seperti keramik, komposit, dan polimer. Dengan resolusi yang tinggi, SEM mampu memberikan informasi dalam skala atomik. SEM dilengkapi dengan sistem pencahayaan menggunakan radiasi elektron yang
22
mempunyai daya pisah dalam ukuran 1-200 Angstrom, sehingga dapat difokuskan dalam bentuk titik yang sangat kecil atau dengan pembesaran 1.000.000 kali. SEM memiliki daya pisah dalam skala nano dengan kemampuan perbesaran sekitar 500.000 kali (Sampson, 1996). Alat SEM ditunjukkan pada Gambar 2.5 dibawah ini.
Gambar 2.5. Alat SEM (Anonim D, 2015).
b. Prinsip Kerja SEM SEM terdiri atas beberapa komponen, diantaranya sistem sumber elektron (electron gun), sistem lensa, sistem deteksi, sistem scanning, dan sistem vacuum. SEM menggunakan elektron sebagai pengganti cahaya untuk menghasilkan bayangan. Berkas elektron dihasilkan dengan memanaskan menghasilkan bayangan. Berkas elektron dihasilkan dengan memanaskan filamen, kemudian dikumpulkan oleh lensa kondensor elektromagnetik, dan difokuskan oleh lensa objektif. Berkas elektron menumbuk sampel menghasilkan elektron sekunder yang dipantulkan dari sampel kemudian dideteksi dan dikuatkan oleh tabung multiplier. SEM juga menggunakan hamburan balik elektron-elektron sekunder
23
yang dipantulkan dari sampel. Elektron-elektron sekunder mempunyai energi yang rendah maka elektron-elektron tersebut dapat dibelokkan membentuk sudut dan menimbulkan bayangan topografi. Elektron-elektron yang dihamburkan balik amat peka terhadap jumlah atom, sehingga itu penting untuk menunjukkan perbedaan pada perubahan komposisi kimia dalam sampel. Intensitas elektron yang dihamburkan balik juga peka terhadap orientasi berkas sinar datang relatif terhadap kristal. Efek ini mengakibatkan perbedaan orientasi antara butir satu dengan butir yang lain adalah suatu sampel kristal yang juga memberikan informasi kristalografi. Skematik alat SEM ditunjukkan pada Gambar2.6.
Gambar 2.6. Penembakan elektron pada SEM (Anggraeni, 2008).
Sumber elektron terdiri dari katoda yaitu filamen berbentuk V yang biasanya terbuat dari bahan Tungsten dan Lanthanum hexabotide, yang berfungsi sebagai penghasil elektron. Dengan aliran arus listrik bertegangan tinggi melalui filamen akan
menimbulkan
perbedaan
potensial
hingga
1000–30.000
eV
dan
menghasilkan elektron. Berkas elektron atau elektron primer selanjutnya akan melalui celah pelindung menuju anoda setelah difokuskan oleh sebuah lensa
24
magnetik dan dua buah lensa kondenser dan sebuah lensa objektif kesuatu titik dengan diameter 25–50 Angstrom untuk menghasilkan bayangan.
Berkas elektron primer yang datang kepermukaan sampel akan berinteraksi dan menghasilkan berbagai macam sinyal yang terjadi secara serentak. Sinyal–sinyal tersebut diantaranya adalah elektron, sinar–X dan foton. Interaksi elektron primer dengan sampel tersebut mengakibatkan hamburan balik yang dibedakan atas dua kategori, yaitu hamburan elastik dan hamburan tidak elastik. Pada saat terjadi hamburan elastik arah kecepatan akan berubah tetapi besarnya tidak berubah, sehingga energi yang dihasilkan tidak berubah. Dalam hal ini energi sebesar 1 eV dipindahkan dari elektron primer ke sampel. Perpindahan energi ini relatif kecil jika dibandingkan energi elektron primer sebesar 10KeV.
SEM memiliki dua detektor gambar, satu untuk secondary electron (SE) dan satu untuk energi tinggi backscattered electrons (BSE) (Norton dan Carter, 2007). Gambar dibuat berdasarkan deteksi elektron baru (elektron sekunder) atau elektron pantul yang muncul dari permukaan sampel ketika permukaan sampel tersebut dipindai dengan sinar elektron. Elektron sekunder atau elektron pantul yang terdeteksi selanjutnya diperkuat sinyalnya, kemudian besar amplitudonya ditampilkan dalam gradasi gelap-terang pada layar monitor CRT (cathode raytube). Di layar CRT inilah gambar struktur obyek yang sudah diperbesar bisa dilihat. Pada proses operasinya, SEM tidak memerlukan sampel yang ditipiskan, sehingga bisa digunakan untuk melihat obyek dari sudut pandang 3 dimensi. Pada tampilan mikrograp SEM, bayangan BSE memberikan perbedaan warna daerah berdasar nomor atom, karena setiap daerah menunjukkan perbedaan tingkat
25
kontras, daerah yang lebih terang menunjukkan bernomor atom tinggi dan daerah yang lebih gelap menunjukkan bernomor atom rendah. SE atau elektron sekunder merupakan elektron yang dipancarkan dari sampel akibat interaksi antara berkas elektron primer dengan elektron–elektron sampel. Karena elektron sekunder ini memiliki energi rendah, maka elektron–elektron tersebut dapat dibelokkan membentuk sudut dan menimbulkan bayangan topographi (struktur permukaan) (Fitriana, 2005).