II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Umum Tanaman Manggis Manggis (Garcinia mangostana L.) yang termasuk ke dalam familia Guttiferae merupakan tanaman yang berasal dari daerah Asia Tenggara khususnya Thailand, Malaysia dan Indonesia (Nakasone & Paull 1999). Tanaman manggis merupakan pohon besar berdaun lebar dan rimbun. Tinggi pohon yang telah dewasa mencapai 10-25 m. Bentuk tajuk pohon bervariasi dari bulat silindris hingga kerucut dengan penyebaran simetris ke semua arah. Lebar tajuk merentang hingga 12 m dan semakin mengecil ke arah puncak pohon. Diameter batang pokok pohon dewasa dapat mencapai 60 cm dengan percabangan ke semua arah. Daunnya tunggal dan berpasangan di sisi ranting. Bentuk daun bulat panjang dengan ukuran panjang 13-26 cm dan lebar 6-12 cm. Helai daunnya kaku dan tebal. Daun muda yang baru tumbuh berwarna cokelat kemerahan, kemudian sesuai dengan umur pertumbuhannya berubah menjadi cokelat kehijauan, hijau muda, lalu hijau tua (Tirtawinata et al. 2000). Bunga manggis terletak di ujung ranting, memiliki tangkai bunga yang pendek dan tebal, daun kelopak empat helai tersusun dalam dua pasang dan daun mahkota empat helai.
Kedua pasang kelopak memiliki panjang 2 cm,
berwarna hijau kekuningan, berlekuk dan tumpul, sedangkan mahkotanya berwarna hijau kekuningan dengan bagian di sekelilingnya berwarna kemerahan, tebal, tumpul dan berdaging. Bunga manggis muncul secara menyendiri atau berpasangan pada bagian ujung ranting di luar kanopi (Nakasone & Paull 1999). Bunga manggis adalah dioecious (berumah dua), tetapi hanya bunga betina yang banyak ditemui karena bunga jantan tidak berkembang sempurna (Cox 1988). Proses pembentukan dan perkembangan buah manggis terjadi pada laju yang konstan antara 100–160 hari dari awal pembungaan hingga pematangan buah.
Buah manggis berdiameter 4–8 cm, berbentuk bulat,
berwarna kekuningan hingga berwarna ungu kehitaman pada saat masak dan beratnya berkisar 30-180 g. Daging buah (aril) terdiri atas 5-7 segmen berwarna putih, rasanya manis dan hanya mengandung 1-2 biji. Menurut Prove (1998), komponen nutrisi dalam 100 g buah manggis yang dapat dimakan adalah : 34,0 kkal energi; 87,6% air; 0,6 g protein; 1,0 g lemak; 5,6 g karbohidrat; 5,1 g serat;
7,0 mg kalsium; 13,0 mg magnesium; 13,0 mg fosfor; 7,0 mg sodium; 45,0 potasium; 1,0 mg zat besi; 0,03 mg vitamin B1; 0,03 mg vitamin B2; dan 4,2 mg asam arkorbat (vitamin C). Buah manggis dapat disajikan dalam bentuk segar sebagai buah kaleng, dibuat sirop dan sari buah. Secara tradisional buah manggis adalah obat sariawan, wasir dan luka. Kulit buah dimanfaatkan sebagai pewarna termasuk untuk tekstil dan air rebusannya dimanfaatkan sebagai obat diare. Batang pohon dipakai sebagai bahan bangunan, kayu bakar dan kerajinan. Biji manggis merupakan biji apomiktik, yaitu biji yang dihasilkan tanpa fertilisasi,
berwarna
coklat,
pipih,
tidak
berendosperm
yang
ditutupi
permukaannya oleh jaringan pembuluh (vascular bundles). Biji manggis bersifat poliembrioni dan nutrisi untuk perkembangan embrionya didukung oleh nuselus atau jaringan integumen dan inti endosperm. Secara normal biji manggis selalu dalam keadaan lembab dan bila keadaan lembab tersebut berkurang maka biji dapat mati, keadaan biji seperti ini dikenal dengan nama recalcitrant seed. Sekitar 10% dari biji yang berkecambah dapat menumbuhkan lebih dari satu tunas dan masing-masing tunas dapat tumbuh pada posisi yang berlainan dan masing-masing membawa perakarannya sendiri-sendiri (Nakasone & Paull 1999). Tanaman manggis dapat tumbuh baik pada ketinggian 460-610 m dpl di atas permukaan laut. Verheij (1992) menyatakan bahwa di daerah tropis tanaman manggis masih dapat tumbuh pada ketinggian tempat lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut, tetapi semakin tinggi tempat tumbuh akan semakin lambat pertumbuhannya dan semakin lama awal pembungaannya. Tanah yang disukai tanaman manggis adalah jenis tanah gembur yang kaya kandungan bahan organik dengan drainase yang baik. Tanaman manggis tumbuh baik pada tanah lempung berpasir dengan kandungan bahan organik yang tinggi, di samping itu untuk pertumbuhan yang optimum tanah harus subur, air tanahnya harus dangkal dengan ke dalaman 2-3 meter dari permukaan tanah dan dijaga agar tanah tidak sampai kering. Derajat keasaman tanah yang baik untuk tanaman manggis antara 5-7, tetapi tanaman toleran terhadap pH tanah yang rendah. Untuk kesuksesan penanaman, manggis membutuhkan curah hujan merata dengan 10 bulan basah dalam setahun
dengan curah hujan antara
1500-2500 mm per tahun, untuk menstimulir pembungaan tanaman manggis membutuhkan curah hujan lebih dari 100 mm per bulan dengan musim kering yang pendek.
Menurut Tirtawinata et al. (2000) bahwa pada masa awal
pertumbuhan, manggis menyukai naungan, akan tetapi menjelang dewasa, sinar matahari penuh dapat mempercepat masa awal produksinya. Nakasone & Paull (1999) mengemukakan bahwa udara yang lembab dengan suhu udara berkisar 25-35oC sangat menunjang pertumbuhan tanaman manggis. Pada suhu di bawah 20oC pertumbuhannya terhambat dan suhu di bawah 5oC dan di atas 38oC menyebabkan kematian tanaman manggis. Kelembaban udara optimal untuk tanaman manggis ialah sekitar 80% (Verheij 1992). 2.2. Sistem Perakaran dan Upaya Perbaikan Akar Bibit Manggis 2.2.1. Pertumbuhan dan Perkembangan Akar Organ yang pertama terbentuk pada kebanyakan tanaman adalah akar.
Akar yang tumbuh langsung dari benih (radikel) berkembang menjadi
akar primer atau disebut akar tunggang (tap root) pada tanaman dikotil. Pertumbuhan lebih lanjut dari akar primer tergantung pada aktivitas dari meristem apikalnya.
Pembelahan sel berlansung sangat aktif pada bagian
meristem akar ini. Bagian meristem akar ini dilindungi oleh tudung akar (root cap).
Peranan tudung akar penting sekali dalam proses pemanjangan akar
pada saat akar melakukan penetrasi ke dalam tanah.
Tudung akar juga
menghasilkan sejenis bubur polisakarida yang disebut musigel (mucigel) yang berfungsi sebagai pelumas untuk mempermudah penetrasi akar ke dalam tanah (Lakitan 1995). Sel-sel muda yang terbentuk pada meristem kemudian berkembang menjadi sel-sel epidermis, korteks, endodermis, perisikel, xilem, dan floem. Di balik tudung akar (di depan meristem) terdapat suatu zona yang terdiri beberapa sel yang tidak aktif membelah diri. Zona ini disebut quinscent center. Zona ini berfungsi sebagai pengganti jika tudung akar atau meristem mengalami kerusakan. Zona pemanjangan (elongation zone) akar berkisar antara 0.5-1.5 cm pada bagian ujung akar. Laju pemanjangan akar dapat mencapai 2 cm/hari (Gambar 2). Akar primer memanjang lebih cepat dibandingkan dengan akar sekunder, demikian pula akar sekunder memanjang lebih cepat dibandingkan
dengan akar tersier.
Laju pemanjangan akar juga dipengaruhi oleh faktor
internal dan berbagai faktor lingkungan. Faktor internal yang mempengaruhi laju tersebut adalah pasokan fotosintat (umumnya dalam bentuk sukrosa) dari daun. Faktor lingkungan yang berpengaruh antara lain suhu tanah dan kandungan air tanah (Campbell et al. 2000). Selain tumbuh memanjang, akar juga tumbuh secara radial.
Akar
tanaman gimnosperma dan tanaman dikotil mempunyai kambiun vaskuler yang terletak pada posisi di antara pembuluh floem dan xilem. Kambiun berperan dalam penambahan diameter akar (pertumbuhan radial), terutama karena kambiun ini berperan dalam pembentukan sel-sel xilem (ke arah internal) dan sel-sel floem (ke arah eksternal). Tanaman monokotil tidak memiliki kambiun vaskuler. Pertumbuhan radial pada akar tanaman monokotil hanya disebabkan oleh pembesaran sel-sel nonmeristematik.
Dengan demikian, pertumbuhan
radial pada akar tanaman monokotil sangat terbatas. Epidermis Zona diferensiasi
Rambut akar
Zona pemanjangan
Stele Kortek Meristem primer
Zona pembelahan
Protoderm Meristem dasar Prokambium
Tudung akar
Meristem apikal
Gambar 2. Penampang membujur zona pertumbuhan pada ujung akar (Sumber : Campbell et al. 2000) Akar primer selanjutnya akan membentuk cabang yang disebut sebagai akar sekunder.
Akar sekunder umumnya tumbuh secara lateral
(horizontal) oleh sebab itu sering pula disebut sebagai akar lateral. Akar sekunder ini terbentuk beberapa milimeter atau beberapa sentimeter dari ujung
akar primer. Pertumbuhan akar sekunder dimulai pada sel-sel perisikel calon akar sekunder ini sangat aktif membelah diri dan tumbuh menembus lapisan selsel korteks dan epidermis akar primer. Sel-sel perisikel calon akar sekunder ini diduga menghasilkan enzim hidrolitik yang berperan mengurai bahan-bahan penyusun dinding sel korteks dan epidermis yang dilalui dalam proses pertumbuhannya (Lloret & Casero 2000). Melalui proses yang sama, akar-akar tertier akan tumbuh dari sel-sel perisikel akar sekunder (Lakitan 1995). 2.2.2. Rambut Akar Absorpsi air dan zat-zat terlarut oleh tumbuhan berlansung melalui sistem perakaran. Sebagian besar absorbsi terjadi pada daerah rambut akar yang terletak beberapa milimeter di atas ujung akar. Rambut akar adalah sel epidermis berbentuk tabung memanjang mempunyai vakuola lebar dan biasanya berdinding tipis, hanya beberapa tumbuhan rambut tersebut bercabang. Rambut akar panjangnya 80–1500 µm dengan diameter antara 5–20 µm dan dapat mencapai 200 lembar/mm2 (Hidayat 1995). Rambut akar mulai dibentuk di luar daerah meristematik bagian akar muda yang epidermisnya masih dapat memanjang.
Rambut akar biasanya
pertama kali tampak sebagai gelembung kecil di dekat ujung apikal sel epidermis.
Jika sel epidermis terus memanjang setelah terlihat adanya
gelembung, rambut akar ditemukan agak jauh dari ujung apikal sel epidermis yang menjelang dewasa. Rambut akar memanjang di ujungnya yang dindingnya tipis, lunak dan lebih lembut. Pada beberapa tanaman hanya sel epidermis akar tertentu yang disebut trikoblas yang dapat menghasilkan rambut akar, yakni berupa sel-sel kecil hasil pembelahan sel epidermis yang tidak sama. Cutter & Feldman (1970) dalam
Fahn
(1995)
mempelajari
trikoblas
pada
Hydrocharis,
selama
perkembangan trikoblas, nukleus dan nukleolus bertambah volumenya. Trikoblas berisi lebih banyak nukleohiston, protein total, RNA dan DNA inti. Trikoblas tidak berbagi, dan nukleusnya makin menjadi poliploid makin jauh dari ujung akar. Hal tersebut merupakan akibat pengunduran proses pendewasaan dari rambut akar yang berkembang. Terlambatnya pendewasaan ini mungkin merupakan suatu faktor yang sangat diperlukan dalam diferensiasi rambut akar.
Rambut akar biasanya hanya hidup dalam waktu yang singkat, umumnya hanya beberapa hari. Dengan kematian rambut akar dan jika sel tidak mengelupas, dinding sel epidermis menjadi bergabus dan lignin.
Pada
beberapa tumbuhan, rambut akar ditemukan tetap ada pada tumbuhan. Dinding dari rambut akar seperti itu menebal dan kehilangan kemampuan mengambil air dari tanah. 2.2.3. Struktur Internal Akar Epidermis adalah jaringan pelindung dan terdiri atas satu lapisan sel yang tersusun padat. Di bawah epidermis terdapat daerah yang relatif tebal disebut korteks. Korteks terutama tersusun dari sel-sel yang tidak terspesialisasi secara struktural, sel parenkima, dengan ruang antar sel yang luas. Lapisan terdalam korteks terdiri atas sebaris sel disebut endodermis. Dalam keadaan primer dinding semua sel endodermis itu tipis kecuali penebalan seperti pita pada sisi-sisi radial dan melintang sel terdebut. Penebalan ini dikenal sebagai jalur Caspary atau pita Caspary (Fahn 1995). Pada akar primer jalur caspary merupakan batas dalam dari ruang bebas dan tidak permeabel terhadap air dan zat-zat terlarut, sehingga air dan ion-ion terlarut dipaksa melewati protoplas sel untuk mencapai jaringan pembuluh (Harran & Tjondronegoro 1992).
Xilem Floem Perisikel
kambium Endodermis
Epidermis
Kortek
Rambut akar
Gambar 3. Sayatan melintang akar tumbuhan dikotil (Sumber : Campbell et al. 2000)
Bagian tengah akar dinamakan silinder pembuluh. Silinder ini terdiri atas jaringan penyalur air (xilem) dan jaringan penyalur makanan (floem). Antara jaringan pembuluh (xilem dan floem) dan endomermis terdapat lapisan sel parenkima yang tak terpsesialisasi (perisikel) yang berasal dari kumpulan sel meristimatik yang sama seperti xilem dan floem. Perisikel yang tetap mempertahankan sifat meristematiknya membentuk akar-akar lateral.
Xilem
terdiri atas sel-sel penyalur (trakeid) dan anggota pembuluh maupun serat dan parenkima. Trakeid dewasa merupakan sel tunggal yang memanjang. Di dalam dinding yang menebal terdapat bagian-bagian tipis (noktah) yang dapat menyalurkan air dengan mudah. Anggota pembuluh juga terdiri atas sel-sel tunggal dengan dinding yang serupa dengan trakeid tetapi penuh berlubanglubang ujungnya (Gambar 3). Sel-sel tersebut biasanya lebih pendek dibandingkan trakeid dan tersusun dalam baris vertikal. Sebaris anggota pembuluh dinamakan trakea. Serat merupakan sel lancip memanjang yang berdinding tebal terutama berfungsi dalam memperkuat jaringan. Parenkima merupakan semacam jaringan pengisi dan berfungsi dalam penyimpanan makanan (Mauseth 1988). Floem terdiri atas pembuluh tapis, sel pengiring, serat dan parenkima. Anggota pembuluh tapis merupakan sel hidup, tersusun dalam barisan vertikal, yang dikenal sebagai jaringan pembuluh tapis dan berfungsi dalam translokasi zat-zat organik.
Sel-sel pengiring merupakan sel seasal dengan anggota
pembuluh tapis dan tetap berhubungan rapat sesamanya. 2.2.4. Sistem Perakaran Tanaman Manggis Tanaman manggis biasa diperbanyak dengan menggunakan biji, waktu yang dibutuhkan untuk perkecambahan antara 10–45 hari.
Perkecambahan
dimulai dengan pembengkakan pada benih. Akar pertama muncul dari satu bagian pembengkakan (ujung), sedangkan tunas akan tumbuh dari bagian pembengkakan yang lain.
Selanjutnya sistem perakaran berkembang dari
bagian dasar tunas dan sistem perakaran yang pertama terbentuk berhenti berfungsi (Verheij 1992). Satu bulan setelah biji berkecambah, sistem perakaran tanaman manggis masih sangat jarang. Bijinya tetap melekat pada pangkal tunas sampai dengan umur 11 bulan, baik tunas maupun biji yang masih melekat tersebut
masing-masing masih memperlihatkan perakarannya.
Pada umur 2-4 bulan
terjadi peningkatan akar sekunder, sedangkan pertumbuhan akar tersier dimulai pada umur 3 bulan. Akar sekunder maupun tersier tebal, dengan permukaan halus dan tidak berakar rambut pada semua stadia tumbuh (Rukayah & Zabedah 1992). Pertumbuhan tanaman manggis yang lambat berkaitan erat dengan sistem perakarannya.
Tanaman manggis mempunyai akar tunggang yang
panjang dan kuat tetapi percabangan akarnya sangat sedikit, juga tidak memiliki bulu-bulu akar.
Uniknya di antara seluruh spesies Garcinia, hanya Garcinia
mangostana saja yang mempunyai perakaran lemah, sedangkan jenis lainnya memiliki perakaran kuat dan lebat. Hasil pemeriksaan sitologi terhadap tanaman manggis memperlihatkan bahwa tanaman ini mempunyai kromosom poliploid 2n=96 yang sifatnya sangat lemah, laju pembelahan selnya rendah demikian pula pembesaran selnya lambat, sedangkan spesies Garcinia lainnya yaitu G. Hombroniana
dan
G.
Malaccencis,
masing-masingnya
memiliki
jumlah
kromosom, yaitu 2n=48 dan 2n=46 (Verheij 1992). Menurut Cox (1988) pohon manggis dengan tinggi 3.8 m dan lebar tajuk 2.5 m mempunyai sebaran akar terbanyak pada kedalaman 5-30 cm dan akar terpanjang tidak lebih dari 1 m dari pangkal batang. Selain itu Gonzales & Anoos (1952) dalam Pertamawati (1994) mengatakan bahwa pada setiap tanaman manggis yang tingginya lebih dari 1 m, rata-rata mempunyai 5,6 akar primer yang lurus dan panjang, tetapi hanya 1 atau 2 dari akar primer tersebut yang dapat berkembang baik. Hidayat (2002) melaporkan juga bahwa, semakin tua tanaman manggis persentase akar tersier (diameter < 2 mm = feeder root) semakin rendah.
Sebaliknya persentase akar primer dan akar sekunder
semakin tinggi dengan semakin tuanya umur tanaman manggis. Akar tersier merupakan akar penyerap air dan hara mineral, sedangkan akar primer dan akar sekunder berperan sebagai organ penyangga batang dan penyimpan cadangan karbohidrat.
Rendahnya persentase akar tersier pada tanaman manggis
menyebabkan serapan air dan hara rendah. 2.2.3. Upaya Perbaikan Akar Bibit Manggis Dewasa ini pemerintah sedang menggalakkan komoditas nonmigas, melalui pengembangan agribisnis yang dapat meningkatkan perolehan devisa
Negara. Upaya peningkatan ekspor komoditas pertanian memerlukan dukungan penyediaan bibit untuk memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat. Penyediaan bibit yang berkualitas merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dalam pengembangan pertanian di masa mendatang. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk memperbaiki sistem perakaran bibit manggis baik secara konvensional (in vivo) maupun secara in vitro. Pemberian mikorhiza dapat memperbaiki pertumbuhan dan perakaran bibit manggis. Poerwanto et al. (1998) melaporkan bahwa pemberian mikorhiza dapat meningkatkan pertumbuhan bibit manggis umur 4 minggu. Peningkatan pertumbuhan
bibit
terbaik
diperlihatkan
oleh
pemberian
endomikorhiza
Gigaspora sp dengan meningkatkan panjang akar primer, panjang total akar dan luas daun serta berat kering akar, batang dan daun. Sementara itu, di Malaysia dilaporkan bahwa mikorhiza jenis Scutellospora calospora dan Glamus mosseae mampu
meningkatkan
panjang
dan
percabangan
akar,
meningkatkan
pertumbuhan bibit manggis dan mempersingkat waktu di pembibitan dari 24 bulan menjadi 18 bulan (Masri et al. 1998). Penelitian Hidayat et al. (1999) diketahui bahwa pemberian 50-150 ppm IBA terhadap biji dan akar manggis meningkatkan pertambahan panjang akar, diameter batang, bobot total tanaman, kandungan dan serapan hara daun manggis. Pemberian trikontanol (0.075-0.150 ppm) meningkatkan panjang akar, luas daun, bobot tanaman serta serapan hara daun bibit yang berumur 7 bulan. Upaya perbaikan sistem perakaran manggis juga dilakukan dengan mengiduksi perakaran manggis secara in vitro. Goh
et al. (1994), berhasil
menginduksi perakaran manggis dengan menggunakan IBA yang ditanam dalam vermikulit. Hasil penelitian Te-chato & Lim (1999) perakaran manggis lebih cepat terbentuk, lebih panjang dan kualitasnya lebih baik pada perlakuan perendaman 4,4 mM IBA selama 15 menit dalam gelap dan dikulturkan pada media WP yang ditambah 34,5 µM phloroglucinol. Perlakuan 10-20 ppm IBA diinkubasi dalam gelap selama 14 hari memberikan persentase perakaran yang baik (Triatminingsih et al. 2001). Pertumbuhan dan perkembangan akar manggis yang dikulturkan secara in vitro dapat juga ditingkatkan dengan menerapkan sifat tumbuhan tersebut di lapangan, yaitu dengan mengontrol faktor lingkungan in vitro seperti perlakuan pengaturan CO2 dan peningkatan intensitas cahaya dalam wadah
kultur sehingga eksplan yang mempunyai klorofil dapat melakukan proses fotosintesis dengan optimal. Kultur seperti ini dikatakan bahwa eksplan tumbuh dalam keadaan fotoautotrofik (perbanyakan mikro dengan media bebas gula). Ermayanti et al. (1999) menyatakan bahwa planlet manggis yang ditanam dalam media bebas gula, menggunakan substrat vermikulit dan dengan pengaturan CO2 menghasilkan persen perakaran dan panjang akar yang lebih tinggi dibandingkan kontrol. Pertamawati (2003) juga mendapatkan bahwa, planlet manggis yang dikulturkan secara in vitro dalam keadaan fotoautotrofik nyata lebih baik pertumbuhannya, akar planlet lebih panjang dan daunnya lebih luas dibandingkan dengan keadaan miksotrofik (medium tumbuh mengandung gula). 2.3.
Perbaikan Sistem Perakaran Agrobacterium rhizogenes
Tanaman
dengan
Transformasi
2.3.1. Agrobacterium rhizogenes Agrobacterium adalah
bakteri tanah termasuk famili Rhizobiaceae
bersifat aerobik, bereaksi negatip terhadap pewarnaan gram, dapat tumbuh secara saprofit atau parasit dan menyebabkan penyakit tumor (grown gall) dan akar rambut (hairy root) pada tanaman dikotil dan monokotil. Sel-selnya yang normal berukuran 0,6–1,0 µm dan memiliki 1-6 flagela (Schaad 1988). Menurut Winans (1992) genus ini terdiri dari dua spesies yang bersifat patogen yaitu Agrobacterium
tumefaciens
dan
Agrobacterium
rhizogenes
keduanya
menginfeksi berbagai tanaman pada bagian yang luka. Infeksi sel bakteri pada bagian yang luka menyebabkan sel tanaman berproliferasi membentuk tumor dan akar.
Infeksi oleh A.
tumefaciens menyebabkan tumor yang tidak
terorganisasi dan infeksi oleh A. rhizogenes menyebabkan proliferasi akar. Induksi tumor dan akar yang terjadi disebabkan oleh terjadinya transfer sebagian fragmen DNA atau yang disebut dengan T-DNA dari Agrobacterium ditransfer ke dalam sel tanaman. T-DNA memiliki gen-gen untuk mensintesis auksin dan sitokinin, sehingga apabila berinfeksi dengan DNA tanaman mengakibatkan terjadinya over produksi fitohormon tersebut di dalam sel tanaman (Klee et al. 1987; Winans 1992). T-DNA ini terdapat pada plasmid besar yang disebut Ti-plasmid (tumor inducing) pada Agrobacterium tumefaciens dan Ri (root inducing) pada Agrobacterium rhizogenes (Winans 1992; Gelvin 2003).
Plasmid Ri yang
terdapat pada A. rhizogenes umumnya berukuran sekitar 140–235 kbp dan fragmen DNA yang ditransfer ke dalam sel tanaman sekitar 14-42 kb
yang
merupakan daerah TR dan TL-DNA. Plasmid Ri yang terdapat pada A. rhizogenes mempunyai satu atau dua macam T-DNA yaitu left T-DNA (TL-DNA) dan right T-DNA (TR-DNA). Berbeda dengan TL-DNA, TR-DNA mempunyai persamaan dengan T-DNA A. tumefaciens.
TR-DNA mengandung gen-gen
iaaM dan iaaH yang berfungsi dalam biosintesis auksin dan membawa gen-gen untuk menyandi sintesis senyawa opin (Giri & Narasu 2000). Sedangkan TLDNA mengandung gen-gen rol (root loci) yaitu : rolA, rolB, rolC dan rolD (Slightom et al. 1986). Hasil pengujian White et al. (1985) menunjukkan bahwa protein produk dari berbagai gen rol berperan dalam meningkatkan sensitivitas sel tanaman terhadap auksin. Selain itu produk gen rol juga diduga mendorong tanaman inang untuk mensintesis auksin. Ri-plasmid dapat dibedakan berdasarkan tipe opin yang dihasilkan yaitu agropin, manopin atau kukumopin (van der Salm et al., 1996). Senyawasenyawa tersebut merupakan sumber karbon dan nitrogen bagi Agrobacterium yang tidak dihasilkan oleh tanaman normal.
Bakteri dengan tipe agropin
mempunyai kedua bagian DNA, sedangkan bakteri dengan tipe manopin hanya memiliki TL-DNA. A. rhizogenes galur agropin yang mengandung TL dan TR-DNA mengandung lokus rol yang bertanggung jawab terhadap pembentukan penyakit akar rambut.
TL-DNA ini homolog dengan T-DNA tunggal dari galur
A.
rhizogenes yang lain. TR-DNA membawa gen agropin (ags), mannopin (mas2’ dan mas1’) dan auksin (iaaM dan iaaH) yang terlibat dalam biosintesis auksin yang juga ditemukan pada T-DNA strain A. tumefaciens (Jeng-Sheng, 2001) (Gambar 4). A.rhizogenes tipe agropin mempunyai kisaran inang yang lebih luas dibandingkan dengan A. rhizogenes tipe lainnya. Umumnya galur Agrobacterium yang digunakan dalam proses transformasi merupakan galur dengan inang luas dengan demikian strain bakteri tersebut patogenik terhadap banyak spesies tanaman.
Gambar 4. Peta genetik 2001).
Agrobacterium rhizogenes
(Sumber : Jeng-Sheng
2. 3.2. Interaksi Agrobacterium dengan Tanaman Proses transfer T-DNA dari Ti atau Ri plasmid ke dalam genom inti tanaman terjadi akibat adanya interaksi antara A. tumefaciens atau A. rhizogenes dengan sel tanaman yang luka. Sel tanaman yang luka menghasilkan senyawa gula, asam amino atau senyawa fenol (Winans, 1992). Dengan adanya isyarat tersebut maka Agrobacterium bergerak aktif menuju sel tanaman
yang
luka.
Untuk
memperkuat
interaksi
ini
Agrobacterium
mengeluarkan β-1,2-glukan. Beberapa gen dalam kromosom Agrobacterium diketahui merupakan penyandi enzim yang berperan dalam sintesis berbagai senyawa glukan, yaitu chvA, chvB dan pscA (exoC) serta gen cel yang berfungsi mensintesa selulosa fibril (Zambryski et al. 1989). Terbentuknya
senyawa
fenol
seperti
asetosiringon
(AS)
dan
hidroksiasetosiringon (OH-AS) dari sel tanaman yang luka menyebabkan aktifnya ekspresi gen-gen vir (virulensi). Aktivasi ekspresi gen vir dilakukan oleh
protein sensor (bertugas mendeteksi adanya senyawa fenol) yang disandikan oleh gen virA. Produk dari virA menginduksi fosforilasi dari produk virG yang kemudian mengaktifkan ekpresi dari berbagai gen vir lainnya (Powell et al. 1989; Zambryski et al. 1989; Winans 1992; Gelvin 2003). Gen-gen lain yang aktif diantaranya adalah gen virD1 dan virD2. Produk kedua gen ini merupakan endonuklease yang dapat menimbulkan nick (terputusnya rantai DNA) pada basa ketiga dan keempat pada LB dan RB sehingga dapat terjadi proses sintesis utas tunggal (ss)T-DNA. Jika virD1 dan virD2 berada dalam kondisi terbatas, digunakan juga produk virC untuk meningkatkan sintesis (ss)T-DNA (Gelvin, 2003).
Selanjutnya (ss) T-DNA
ditransfer dengan cara membentuk T-kompleks dengan produk virE2 (virE2-TDNA). VirE2 mengikat ssT-DNA pada situs yang tidak spesifik, berfungsi untuk menjaga kestabilan ssT-DNA dari kerusakan akibat nuklease (Jeng-Sheng, 2001; Gelvin, 2003). Menurut Winans (1992) produk dari virD2 akan tetap terikat pada ujung 5 dari T-kompleks dan diduga berfungsi sebagai protein pemandu dalam pelepasan T-kompleks dari Agrobacterium ke sel tanaman, sedangkan virD1 tidak lagi berikatan dengan T-kompleks karena tidak diperlukan dalam proses transfer T-DNA. Produk dari virB menyebabkan terbentuknya pori atau lubang yang dilewati oleh T-DNA pada proses transfer T-kompleks dari bakteri ke tanaman. 2.3.3. Integrasi dan Ekspresi pada Genom Tanaman Secara umum proses infeksi A. rhizogenes mirip dibandingkan dengan A. tumefaciens. Proses transfer ssT-DNA bersifat polar, yaitu bergerak dari batas kanan ke batas kiri dimulai dari ujung 5’ ke ujung 3’ (5’–3’) mirip dengan proses konjugasi.
Satu atau beberapa kopi ssT-DNA dapat terintegrasi ke
dalam genom tanaman pada satu situs yang sama atau terpisah-pisah pada situs yang berbeda (Armitage et al. 1987). Masuknya suatu gen asing dari suatu organisme ke sel lain (tanaman) mengalami beberapa tahap yaitu pengikatan dan pengambilan bahan genetik pada tanaman dan penurunan sifat genetik pada tanaman yang diregenerasikan. Tanaman
yang
telah
mengalami
integrasi
T-DNA
selanjutnya
mengekspresikan enzim baru, mensintesis fitohormon sehingga terjadi over
produksi
fitohormon.
Fitohormon
tersebut
diperlukan
tanaman
untuk
meningkatkan sintesis protein dan memacu pertumbuhan akar primordia yang meningkatkan pertumbuhan akar.
Gen-gen yang terdapat pada T-DNA
dibedakan
yaitu
menurut
peranannya
gen-gen
yang
mempengaruhi
keseimbangan fitohormon dalam sel tanaman inang (oncogene) atau gen yang mempengaruhi produksi opin (opin sintetase). Pada TR-DNA gen yang berfungsi untuk pembentuk auksin adalah iaaM (tms 1), dan iaaH (tms 2), dan juga membawa gen untuk menyandi sintesis senyawa opin. Gen iaaM menyandi pembentukan triptofan 2-monooksigenase yang mengkatalisis perubahan Ltriptofan menjadi senyawa indole-3-asetamida. Sedangkan iaaH menyandi enzim amino hidrolase yang mengubah indole-3-asetamida menjadi asam indole-3-asetat (IAA) (van der Salm et al. 1996; Jeng-Sheng 2001). Daerah TL-DNA berukuran 20 kb, mengandung empat root loci (rol AD) yang terlibat dalam induksi akar, yakni rolA, rolB, rolC dan rolD yang berhubungan dengan open reading frames ORFs 10, 11, 12, dan 15 (Chriqui 1996). Jeng-Sheng (2001) menjelaskan bahwa gen rolB (ORF11) mengkode βglucosidase yang menghidrolisis indol β-glucosida yang diduga berperan meningkatkan pool auksin aktif dalam tanaman dengan hidrolisis konjugat IAA inaktif, mengatur sensivitas sel terhadap IAA dan mendorong pembentukan meristem. Gen rolC (ORF12) diduga berperan meningkatkan level sitokinin melalui aktivitas
β-glucosidase yang mampu melepaskan sitokinin aktif dari
konjugatnya. Gen rolA (ORF10) terlibat lansung dalam induksi akar sedangkan rolD (ORF15) berperan menginduksi pembungaan, namun fungsi biokimia dari kedua gen rol ini belum diketahui (Jeng-Sheng 2001; Valpuesta 2002). Rugini et al. (1992) telah membuktikan bahwa kemampuan perakaran, jumlah akar dan massa akar meningkat ketika gen rolABC terekspresi pada tanaman kiwi.
2.3.4. Perbaikan Sistem Perakaran dengan Agrobacterium rhizogenes Perakaran masih menjadi masalah utama yang sulit dipecahkan pada tanaman tahunan berkayu yang diperbanyak dengan metode perkecambahan biji maupun kultur in vitro.
Percobaan untuk memperbaiki sistem perakaran
selama ini lebih banyak dilakukan dengan penambahan zat pengatur tumbuh dan bahan kimia lainnya. Hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa awal pembentukan akar dapat dipacu lebih cepat, tetapi percepatan peningkatan akar
yang terbentuk tidak terlalu besar. Oleh karena itu perlu dicari upaya lain yang dapat mengatasi masalah perakaran pada tanaman tahunan. Saat ini telah banyak percobaan yang dilakukan untuk mengatasi masalah pengakaran pada tanaman buah-buahan dan tanaman tahunan berkayu dengan menggunakan A. rhizogenes. A. rhizogenes dapat menginduksi pembentukan akar pada tanaman yang terinfeksi. Akar yang terbentuk dapat tumbuh dengan cepat dan biasanya tidak memerlukan hormon pertumbuhan eksogen. Akar tersebut sering disebut dengan ”hairy root” (akar rambut) karena umumnya memperlihatkan morfologi yang berbeda dengan akar tanaman induknya. Akar-akar tersebut biasanya membentuk cabang-cabang lateral dan rambut-rambut akar yang lebih banyak dibandingkan akar normal. A. rhizogenes telah banyak ditransformasikan pada berbagai jenis tanaman, terutama pada tanaman buah-buahan dan kehutanan. Strobel et al. (1987) berhasil meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman olive (Olea europaea L.) dengan transformasi Ri-plasmid A. rhizogenes galur 232, dan anatomi akar menunjukkan bahwa sistem jaringan pembuluh tanaman olive hasil transformasi sama dengan tanaman kontrol. Strobel & Nachmias (1985) melaporkan bahwa transformasi A. rhizogenes galur 232 pada akar almond meningkatan jumlah dan massa akar, diameter batang serta jumlah daun setelah 90 hari transformasi. Dilaporkan juga bahwa terjadinya peningkatkan pertumbuhan dan produksi setelah transformasi A. rhizogenes galur 232 pada bagian akar tanaman olive (Strobel et al. 1988). McAfee et al. (1993) berhasil menginduksi perakaran Pinus dan Larix spp menggunakan A. rhizogenes galur A4. Damiano & Monticelli (1998) berhasil menginduksi perakaran semua kultivar almond dan apel setelah transformasi dengan A. rhizogenes galur 1855. Pada kultur in vitro, A. rhizogenes galur A4 dan 232 berhasil menginduksi perakaran eksplan tunas apel ’Golden delicious’ (Patena et al. 1988). Infeksi A. rhizogenes galur 1855, dengan dan tanpa penambahan hormon pada kultur in vitro almond, apel, plum, pyrus pyraster dan dua hibrid rootstocks, Citation (plum X peach) dan GF677 (almond X peach) menghasilkan tiga respon, yaitu : genotif yang berakar tanpa auksin, genotif yang berakar hanya dengan auksin dan genotif yang berakar setelah diinfeksikan A. rhizogenes (Damiano & Monticelli. 1998). Induksi akar dengan A. rhizogenes galur LBA9402 ternyata
lebih efektif dalam meningkatkan persen akar dan jumlah akar pada eksplan radiate pine (Pinus radiata D.) dibandingkan galur A4T (Li & Leung 2003). Pembentukan akar oleh transformasi A. rhizogenes sangat dipengaruhi lingkungan tumbuh, diantaranya Menurut
suhu, kelembaban udara, pH dan cahaya.
Whiteman et al. (1988) bahwa efektivitas A. rhizogenes dalam
menginduksi pembentukan akar dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
pH
mendekati netral (6.0), suhu 25oC dan bagian tanaman yang diinokulasi. Biosintesis IAA Infeksi A. rhizogenes pada bagian yang luka dapat menyebabkan sel berproliferasi membentuk akar.
Akar yang tumbuh disebabkan oleh adanya
transfer sebagian fragmen DNA atau yang disebut dengan T-DNA dari Agrobacterium ditransfer ke dalam sel tanaman. T-DNA memiliki gen-gen untuk mensintesis fitohormon, sehingga apabila terekspresi mengakibatkan terjadinya over produksi fitohormon tersebut di dalam sel tanaman (Klee et al., 1987; Winans, 1992). Fitohormon adalah zat pengatur tumbuh yang dihasilkan oleh tanaman dan aktif dalam jumlah yang kecil (10-6–10-5 mM). Dikenal beberapa macam golongan fitohormon salah satunya Indole Asetic Acid (IAA). Asam-asam amino aromatik triptofan (Trp) termasuk dalam jalur utama biosintesis dari IAA. Hasilhasil intermediet yang terdapat antara triptofan dan IAA adalah piruvat, triptoamin, dan indol asetaldehida.
asam indol
Triptofan sendiri dihasilkan dari
senyawa berkarbon 7, yakni 3-deoksi-7-fosfo-D-asam arabinoheptulosonat yang merupakan hasil kondensasi dari D-eritrosa-4-fosfat (senyawa berkarbon 4) dan fosfo-enol-piruvat (senyawa berkarbon 3). Hormon IAA juga dapat dibentuk secara langsung dari asam amino serine dengan indol (Wattimena, 1988). Menurut Davies (2004) bahwa jalur pembentukan IAA melalui senyawa intermediat indole-3-pyruvate (IPA) dan indole-3-acetamide (IAM) biasa terjadi pada oleh mikroorganisme, sedangkan jalur lain terdapat dalam tanaman. Jalur IAM terdapat pada semua bakteri Agrobacterium, Bradyrhizobium japonicum, Rhizobium fredii, Azospirillum brasilense, dan Streptomyces (Manulis et al., 1998). Sedangkan biosintesis IAA melalui IPA dijumpai pada tanaman tingkat tinggi dan beberapa jenis bakteri meliputi Rhizobium spp, Azospirillum spp, Ralstonia solanacearum dan Enterobacter cloaceae (Brandl et al., 1996).
Gen-gen pada jalur IAM menyandikan tryptophan monoxygenase (iaaM) dan IAM hydrolase (iaaH), sedangkan enzim kunci pada jalur IPA adalah indole-pyruvate decarboxylase (Gambar 5). Hormon IAA yang dihasilkan oleh tanaman dapat ditransportasikan dan digunakan langsung oleh tanaman, akan tetapi apabila ketersediaannya berlebih maka IAA dapat diikat oleh senyawasenyawa tertentu menjadi IAA asam aspartat, IAA-mioinositol dan IAA glukosa. Senyawa-senyawa tersebut tidak aktif sebagai auksin kecuali bila dihidrolisis kembali menjadi IAA bebas.
Pengaturan ini penting bagi tanaman untuk
mengatur ketersediaan IAA di dalam tanaman sesuai dengan kebutuhan tanaman (Wattimena 1988; Davies 2004).
Gambar 5. Biosintesis IAA pada tanaman dan bakteri (Sumber : Walkel & Estelle 1998)
Kultur Jaringan Tanaman Kultur jaringan tanaman merupakan teknik menumbuh-kembangkan bagian tanaman, baik berupa sel, jaringan, atau organ dalam kondisi aseptik secara in vitro di laboratorium.
Teknik ini dicirikan oleh kondisi kultur yang
bebas kuman, penggunaan media kultur buatan dengan kandungan nutrisi lengkap dan ZPT (Zat Pengatur Tumbuh), serta kondisi ruang kultur yang suhu dan pencahayaannya terkontrol (Yusnita, 2003) Wattimena (2006) menyatakan bahwa perbanyakan secara in vitro dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain melalui multiplikasi tunas dari mata tunas aksilar, melalui pembentukan tunas adventif, atau somatik embriogenesis secara langsung (pembentukannya terjadi lansung dari bagian jaringan eksplan) dan tidak lansung (pembentukannya terjadi setelah melalui tahap pembentukan kalus atau protokorm). Semua sistem propagasi dan kultur jaringan
dimulai
dengan
pemotongan
bagian
kecil
dari
tanaman,
membebaskannya dari kontaminasi mikroorganisme dan menempatkannya dalam media kultur. Bagian tanaman yang dikulturkan tersebut dikenal dengan sebutan eksplan dan merupakan bahan untuk perbanyakan kultur in vitro. Teknik perbanyakan in vitro umumnya dilakukan melalui lima tahap (Werbrouck & Debegh, 1994) ; Tahap 0 : Persiapan dan perlakuan tanaman (sumber eksplan) Tahap 1 : Inisiasi eksplan Tahap 2 : Multiplikasi tunas Tahap 3 : Pemanjangan, induksi akar dan perkembangan akar Tahap 4 : Aklimatisasi dan penanaman di lapangan Tahap 0 dilakukan untuk mendapatkan bahan tanam (eksplan) yang sehat dan kondisi fisiologisnya bagus. Pada tahap ini, tanaman sebagai sumber eksplan perlu dirawat dengan baik dan kadang-kadang perlu perlakuan khusus seperti pemangkasan, penyemprotan zat pengatur tumbuh sehingga kondisi fisiologinya lebih baik.
Pada tahap inisiasi, kegiatan yang dilakukan adalah
memilih bagian tanaman yang akan dijadikan eksplan, mencari prosedur sterilisasi yang efektif namun tidak mematikan eksplan, dan memilih komposisi media yang tepat. perbanyakan in vitro.
Tahap multiplikasi merupakan tahap yang penting dalam
Multiplikasi tunas dilakukan dengan menambahkan zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin dalam media dan mensubkultur planlet pada media yang sama atau media yang berbeda.
Pada beberapa kasus, penggunaan
sitokinin cukup optimal untuk multiplikasi tunas (Werbrouck & Debergh, 1994). Tahap
pengakaran
diaklimatisasi.
dapat
menghasilkan
akar
sehingga
bisa
segera
Apabila sitokinin yang digunakan pada tahap 2 relatif tinggi,
kadang-kadang tunas yang dihasilkan pendek dan sulit berakar. Agar dihasilkan tunas yang panjang dan berakar, planlet ditransfer ke media yang berbeda. Pada tahap aklimatisasi pemilihan media dan kondisi lingkungan rumah kaca perlu diperhatikan untuk mendapatkan pertumbuhan yang baik.
Peningkatan Perakaran Bibit Manggis Melalui Inokulasi Agrobacterium rhizogenes pada Semai Manggis
ABSTRAK Agrobacterium rhizogenes merupakan bakteri tanah yang mempunyai kemampuan untuk menstranfer sebagian bahan genetiknya (T-DNA) pada sel tanaman yang terlukaan. T-DNA tersebut membawa gen-gen yang terlibat dalam proses induksi akar. Tujuan dari penelitian ini adalah : seleksi strain A. rhizogenes spesifik penginduksi perakaran manggis, dan pengembangan protokol inokulasi A. rhizogenes yang efektif untuk menginduksi perakaran manggis. Penelitian dibagi menjadi dua percobaan, Percobaan (A), menggunakan rancangan acak lengkap dengan kombinasi perlakuan dua faktor, yaitu pertama : 11 strain A. rhizogenes (ATCC-15834, ATCC-8196, R-1000, 0720001, A4, A4 J, 509, 510, 511, MAFF 01-1724, dan tanpa inokulasi), kedua : 2 metode inokulasi (tusuk dan potong), dengan enam ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa inokulasi A. rhizogenes strain ATCC-15834, 509, 07-20001, A4, dan R-1000 mampu meningkatkan perkembangan akar, yaitu; panjang akar primer, jumlah akar lateral dan tersier serta pertumbuhan tajuk, yaitu; diameter batang, tinggi, dan jumlah daun bibit tanaman manggis yang lebih baik dibanding dan kontrol. Inokulasi A. rhizogenes dengan metode akar dipotong menghasilkan persentase tanaman hidup lebih tinggi dibanding dengan akar ditusuk. Percobaan (B), menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua faktor yang disusun secara faktorial. Faktor pertama adalah konsentrasi strain A. rhizogenes, yaitu; G0= kontrol, G1= R1000(OD600 = 0.7), G2= R1000 (OD600 = 1.0), G3= 509(OD600 = 0.7), G4= 509(OD600 = 1.0), 5= A4(OD600 = 0.7), G6= A4(OD600 = 1.0), G7= 07-20001(OD600 = 0.7), G8= 07-20001(OD600 = 1.0), dan G9= ATCC-15834(OD600 = 1.0), G10= ATCC-15834(OD600 = 0.7). Faktor kedua umur bibit manggis yaitu; B1 = 3 minggu, B2 = 6 minggu, dan B3 = 9 minggu. Bakteri A. rhizogenes yang dapat menginokulasi akar bibit tanaman manggis mampu meningkatkan pertumbuhan bibit manggis, baik perakarannya maupun pertumbuhan tajuk. Diperoleh bakteri A. rhizogenes strain ATCC-15834 konsentrasi OD600 = 1.0 yang dapat menginokulasi akar bibit manggis umur 6 minggu. Hasil verifikasi inokulasi A. rhizogenes dengan amplifikasi PCR menunjukkan bahwa strain ATCC-15834 dapat mentransfer daerah TL-DNAnya pada akar bibit manggis yang dibuktikan dengan terdeteksinya gen rolB 780 bp pada gel elektoforesis.
Kata kunci : A. rhizogenes, induksi akar, strain, gen rolB, T-DNA,
Improvement of Mangosteen Seedling Root System through Agrobacterium rhizogenes Inoculation at the Mangosteen Nursery
ABSTRACT The soil bacterium Agrobacterium rhizogenes can induce the abundant adventitious root formation at the infection site through the transfer of genetic material T-DNA, a part of the Root inducing (Ri) plasmid from bacterium to the plant genome. The aims of the study were : (A) selection of A. rhizogenes specific strains to induce mangosteen rooting, and (B) development of effective protocol inoculation of A. rhizogenes to induce mangosteen rooting. The reseach was conducted in two experiments, The experiment (A) was assigned in completely randomized design with two factorial treatments. The fist factor : strains A. rhizogenes (ATCC-15834, ATCC-8196, R-1000, 07-20001, A4, A4-J, 509, 510, 511, MAFF 01-1724, and control), the second factor : transformation method (cutting and dipping). The results showed that strains transformation of ATCC-15834, 509 , 07-20001, A4, and R-1000 increased : lateral and tertier roots number, stem diameter, plant height and leaf number better than control. Inoculation with cutting root method resulted in the higher live plant percentage compared with dipping root method. The experiment (B) was conducted in completely randomized design with two factorial treatments. The first factor : concentration of A. rhizogenes strains {(G0= control, G1= R1000(OD600 = 0.7), G2= R1000 (OD600 = 1.0), G3= TISTR 509(OD600 = 0.7), G4= 509(OD600 = 1.0), G5= A4(OD600 = 0.7), A6= G4(OD600 = 1.0), G7= 07-20001(OD600 = 0.7), G8= 0720001(OD600 = 1.0), and G9= ATCC-15834(OD600 = 1.0), G10= ATCC15834(OD600 = 0.7) }, and the second one were mangosteen seedling old when it is innoculated (3 week, 6 week and 9 week). The results showed that : A. rhizogenes strain ATCC-15834 (OD600 = 1.0) was able to infect 6 week old of mangosteen seedling root. Based on PCR product, TL-DNA from A. rhizogenes strain ATCC-15834 was transferred into genome of mangosteen seedling root cell since the rolB gene was detected at 780 bp agarose electrophoresis.
Key words : A. rhizogenes, gen rolB, root inducing, strain, T-DNA
PENDAHULUAN
Pembibitan manggis melalui biji merupakan cara yang paling umum dilakukan karena mudah, murah dan praktis. Namun laju pertumbuhan tanaman manggis ini selanjutnya lambat. Lambatnya pertumbuhan tanaman manggis ini menyebabkan keengganan petani untuk menanam manggis. Usaha untuk mempersingkat masa vegetatif tanaman manggis dapat dilakukan dengan perbanyakan vegetatif secara sambung (sambung pucuk) dan secara sambung susuan. Namun penyediaan batang bawah masih merupakan kendala dikarenakan pertumbuhan bibit yang lambat, diperlukan waktu sekitar 2-3 tahun untuk mendapatkan kondisi siap sambung (Anwaruddin et al. 1991). Pertumbuhan tanaman manggis yang lambat ini merupakan akibat dari kurang baik dan lemahnya sistem perakaran, rendahnya kapasitas daun untuk menangkap CO2 sehingga laju fotosintesis rendah, rendahnya laju pembelahan sel pada meristem pucuk dan panjangnya dormansi mata tunas (Wieble et al. 1992). Hasil pemeriksaan sitologis terhadap tanaman manggis memperlihatkan bahwa tanaman ini mempunyai kromosom poliploidi (2n = 96) yang sifatnya sangat lemah, laju pembelahan selnya rendah demikian pula perbesaran selnya lambat. Spesies Garcinia lainnya mempunyai kromosom 2n = 48 (Verheij & Coronel 1991). Masri et al. (1998) melaporkan juga bahwa tanaman manggis mempunyai sistem perakaran yang kurang berkembang dimana jumlah akar sekunder per unit panjang akar primer (kapasitas pecabangan akar) manggis lebih kecil 21% dari durian, 27% dari cempedak, dan 45% dari rambutan. Percobaan untuk memperbaiki sistem perakaran guna memacu pertumbuhan bibit manggis telah dilakukan dengan berbagai cara, yaitu ; perendaman biji manggis sebelum semai dalam sitokinin (Poerwanto et al. 1995), GA3 (Rais et al. 1996), IBA dan triakontanol (Hidayat et al. 1999), dan pemanfaatan beberapa jenis cendawan mikoriza arbuskula (Poerwanto et al. 1998; Masri et al. 1999; Muas et al. 2002; Lucia 2005), namun hasilnya belum memuaskan.
Dengan
demikian
diperlukan
usaha
untuk
meningkatkan
perkembangan akar sekaligus memacu pembentukan dan pertumbuhan rambut akar. Usaha untuk memperbaiki sistem perakaran bibit manggis juga dapat dilakukan dengan pemanfaatan bakteri tanah, yaitu bakteri Agrobacterium
rhizogenes. Selain dapat memproduksi hormon IAA, bakteri A. rhizogenes ini juga dapat memodifikasi lingkungan disekitar perakaran seperti meningkatkan kandungan asam-asam organik (malik, laktik, fumarik dan sitrik) yang diperlukan untuk perkembangan akar (McAfee et al. 1993). Pemanfaatan A. rhizogenes pada tanaman telah banyak dilakukan pada tanaman buah-buahan dan tanaman kehutanan akan tetapi
pemanfaatan A. rhizogenes pada tanaman
manggis belum pernah dilaporkan. Oleh karena itu perlu dipelajari upaya perbaikan sistem perakaran bibit manggis melalui inokulasi A. rhizogenes. Dalam penelitian ini dilakukan dua percobaan inokulasi A. rhizogenes pada bibit tanaman manggis. Percobaan pertama bertujuan untuk menyeleksi strain A. rhizogenes yang dapat menginfeksi akar bibit manggis dan mendapatkan metode inokulasi A. rhizogenes yang terbaik pada akar bibit tanaman manggis. Strain-strain A. rhizogenes yang efektif dan metode yang terbaik untuk menginokulasi akar bibit manggis akan dipergunakan dalam penelitian tahap berikutnya (percobaan kedua).
Percobaan kedua bertujuan
untuk pengembangan protokol inokulasi A. rhizogenes yang efektif untuk peningkatan perakaran bibit tanaman manggis. Dalam percobaan pertama, seleksi dilakukan terhadap 10 strain A. rhizogenes (diperoleh dari koleksi Puslit Bioteknologi LIPI Cibinong-Bogor) yang diinokulasikan pada bibit manggis dengan metode akar dipotong dan ditusuk. Pengamatan dilakukan terhadap perkembangan akar dan tajuk bibit manggis setelah diinokulasikan dengan berbagai strain A. rhizogenes. Dalam percobaan kedua, menggunakan berbagai konsentrasi A. rhizogenes dan umur bibit manggis. Selain pengamatan yang dilakukan seperti pada percobaan pertama, dalam percobaan kedua juga dilakukan pengamatan anatomi dan fisiologi bibit manggis.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret 2004 sampai Mei 2007. Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan rumah kaca Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika IPB, Laboratorium Mikrobiologi dan Anatomi Tumbuhan FMIPA IPB, Laboratorium Bioteknologi dan Zoologi LIPI Cibinong, Laboratorium BALITBIOGEN dan BALITTRO Cimanggu Bogor.
Percobaan A.
Seleksi Strain Agrobacterium rhizogenes Spesifik Penginduksi Perakaran Bibit Manggis (Garcinia mangostana L.)
Penelitian ini bertujuan untuk menyeleksi strain A. rhizogenes yang dapat menginfeksi akar bibit manggis dan mendapatkan metode inokulasi A. rhizogenes yang terbaik pada akar bibit tanaman manggis.
a). Perlakuan Percobaan Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor yang disusun secara faktorial. Faktor pertama adalah strain A. rhizogenes yang terdiri atas 10 strain, yaitu ; A0
= kontrol (tanpa inokulasi A. rhizogenes),
A1
= 509
A2
= 510
A3
= 511
A4
= MAFF 01-1724
A5
= ATCC-15834
A6
= ATCC-8196
A7
= A4
A8
= A4-J
A9
= 07-20001
A10
= R-1000
Faktor kedua adalah metode inokulasi, yaitu; B1
= akar dipotong
B2
= akar ditusuk
Masing-masing perlakuan diulang 3 kali, kombinasi perlakuan 66 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 2 polibag yang masingmasing berisi satu tanaman. Data hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (uji F). Apabila dalam sidik ragam tersebut terdapat pengaruh perlakuan, analisis dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (α=0.05).
b). Pembuatan Media Kultur A. rhizogenes Bakteri A. rhizogenes yang digunakan ada beberapa strain yaitu ; ATCC15834, ATCC-8196, MAFF 01-1724, 07-20001, A4, A4 J, 509, 510, 511, dan R1000 (A. tumefacien) diperoleh dari koleksi Puslit Bioteknologi LIPI CibinongBogor. Untuk pertumbuhan bakteri digunakan media Yeast Manitol Broth (YMB) (Gelvin et al., 1988) dan media Luria Bertani (LB) (Gelvin et al., 1988). Bahan-bahan untuk pembuatan media YMB yang terdiri dari 10 g manitol, 0.1 g NaCl, 0.2 g MgSO4 7H2O 0.5 g, KH2PO4 dan 0.4 g Yeast Extract dilarutkan dalam akuades menjadi 1 liter media. Setelah itu pH larutan diatur menjadi 7.0 – 7.2. Bahan untuk pembuatan 1 liter media LB berupa 10 g/l bacto tryptone, 5 g/l Yeast Extract, 5 g/l NaCl, pH larutan diatur menjadi 7.5 dengan menggunakan pH meter. Untuk media padat ditambahkan 15 g agar (Bacto). Media disterilisasi dengan otoklaf pada suhu 121oC dengan tekanan 1 atm selama 15 menit. c). Pengkulturan A. rhizogenes Strain A. rhizogenes dipelihara dalam media padat YMB (ATCC-15834, 07-20001, A4, dan A4-J), dan LB (ATCC-8196, R-1000, dan 509, 510, 511, dan MAFF 01-1724) untuk kemudian diinokulasi di kultur pada 50 ml media YMB dan LB cair. Kultur bakteri diinkubasi di atas mesin pengocok dengan kecepatan 150-200 rpm selama 24 jam, dalam keadaan gelap pada suhu 28oC.
d). Persemaian Benih Manggis Bahan tanam yang digunakan adalah buah manggis asal Purwakarta. Benih dibersihkan arilnya, kemudian dipilih yang besar dan beratnya hampir seragam (≥ 1,2 g). Benih manggis disemai dikotak persemaian menggunakan media pasir yang telah disterilisasi dengan mengukusnya selama 4 jam pada suhu 100oC (Gambar 6).
Buah manggis asal Purwakarta
Berat benih minimum, 1.2 gr
Persemain benih manggis
Gambar 6. Bahan tanam yang digunakan untuk inokulasi A. rhizogenes
e). Inokulasi A. rhizogenes pada Bibit Manggis Inokulasi A. rhizogenes dilakukan dengan menggunakan metode Strobel & Nachmias (1985) yang dimodifikasi Charity (2002). Bibit manggis umur 4 minggu diinokulasi dengan A. rhizogenes pada bagian akar dengan metode akar dipotong sepanjang 1 cm dari ujung akar dan untuk metode akar ditusuk dilakukan penusukan akar dengan jarum streril sebanyak lima tusukkan sepanjang 1 cm dari ujung akar. Kemudian bibit manggis tersebut direndam dalam suspensi berbagai strain A. rhizogenes dan divakum selama 30 menit. Bibit dipindahkan ke kertas merang steril yang telah dibasahi dengan larutan hogland steril dan disimpan selama 2 hari pada suhu 28oC dalam kondisi gelap, kemudian dipindahkan ke kotak pembibitan (Gambar 7).
Daerah inokulasi A. rhizogenes, 1 cm dari ujung akar
Bibit manggis diinokulasi dengan A. rhizogenes
Penanaman bibit manggis
1 cm
Gambar 7. Tahapan inokulasi A. rhizogenes pada bibit tanaman manggis
f). Penanaman Bibit Manggis Media untuk pembibitan manggis terdiri atas campuran pupuk kandang, pasir, kompos daun bambu, dan tanah dengan perbandingan volume 1 : 2 : 2 : 1 yang diaduk rata dan sterilisasi dengan mengukusnya selama 4 jam pada suhu
100oC. Media tanam yang telah disterilisasi dimasukkan ke dalam kotak pembibitan. g). Pemeliharaan Bibit Pemeliharaan bibit manggis dilakukan dengan penyiraman, penyiangan, pemupukan dan pengendalian hama dan penyakit. Penyiraman diberikan setiap hari, untuk memupuk bibit digunakan pupuk NPK (1 g/kotak pembibitan) yang diberikan setiap 4 bulan. Penyemprotan fungisida dan insektisida dilakukan apabila terjadi gejala-gejala serangan hama dan penyakit.
h). Pengamatan Peubah-peubah yang diamati pada penelitian ini dan cara melakukan pengamatannya adalah sebagai berikut : (1) Pertambahan tinggi Pertambahan tinggi tanaman diamati 1 minggu sekali dimulai sejak bibit berumur 1 minggu setelah inokulasi sampai minggu ke-24. Pengukuran dilakukan pada pangkal batang sampai dengan pucuk tempat keluarnya daun termuda. (2) Pertambahan jumlah daun Pertambahan jumlah daun diamati 1 minggu sekali dimulai sejak bibit berumur 1 minggu setelah inokulasi sampai minggu ke-24. Daun yang dihitung yaitu daun yang telah terbuka penuh. (3) Pertambahan diameter batang Pertambahan diameter batang diamati 1 minggu sekali dimulai sejak bibit berumur 1 minggu setelah inokulasi sampai minggu ke-24. Pengukuran dilakukan pada pangkal batang dengan menggunakan jangka sorong. (4) Persentase tanaman hidup diamati setiap 1 bulan sekali dimulai sejak bibit berumur 1 bulan setelah inokulasi sampai bulan ke-6. Data pertambahan tinggi, jumlah daun dan diameter batang diperoleh sebagai nilai selisih dari data pengukuran minggu ke-24 dengan data pengukuran minggu pertama setelah inokulasi. Pembongkaran tanaman dilakukan minggu ke-24 setelah inokulasi, peubah-peubah yang diamati adalah :
(5) Panjang akar primer Pengukuran panjang akar primer dilakukan pada akhir pengamatan. Akar primer dari pangkal batang sampai ujung akar diukur dengan menggunakan penggaris kemudian data yang diperoleh dikurangi dengan panjang akar sebelum diinokulasi. (6) Jumlah akar sekunder Perhitungan jumlah akar sekunder dilakukan pada akhir pengamatan dengan cara menghitung jumlah akar yang tumbuh dan melekat pada akar primer. (7) Jumlah akar tersier Perhitungan jumlah akar tersier dilakukan pada akhir pengamatan dengan cara menghitung jumlah akar yang tumbuh dan melekat pada akar sekunder.
Percobaan B. Pengembangan Protokol Inokulasi A. rhizogenes yang Efektif untuk Menginduksi Perakaran Bibit Manggis Tujuan dari penelitian ini adalah untuk pengembangan protokol inokulasi A. rhizogenes yang efektif untuk peningkatan perakaran bibit tanaman manggis. a). Perlakuan dan rancangan percobaan Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor yang disusun secara faktorial, yaitu : Faktor I Konsentrasi Bakteri A. rhizogenes G0 = Kontrol (tanpa A. rhizogenes) G1 = 509 (OD600 = 0.7) G2 = 509 (OD600 = 1.0) G3 = 07-20001(OD600 = 0.7) G4 = 07-20001(OD600 = 1.0) G5 = ATCC15834 (OD600 = 0.7) G6 = ATCC15834 (OD600 = 1.0) G7 = R-1000 (OD600 = 0.7) G8 = R-1000 (OD600 = 1.0) G9 = A4 (OD600 = 0.7) G10 = A4 (OD600 = 1.0)
Faktor II Umur Bibit Manggis T1 = Bibit manggis umur 3 minggu T2 = Bibit manggis umur 6 minggu T3 = Bibit manggis umur 9 minggu Kombinasi perlakuan 11 x 3 = 33 dengan 8 ulangan sehingga terdapat 264 satuan percobaan. Data hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (uji F). Apabila dalam sidik ragam tersebut terdapat pengaruh perlakuan, analisis dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (α=0.05).
d). Inokulasi A. rhizogenes pada Bibit Manggis Bibit manggis umur 9, 6, dan 3 minggu telah disiapkan sebelumnya, dipilih yang seragam dan sehat. Ujung akar dipotong sepanjang 1 cm dengan pisau steril, lalu direndam dalam berbagai suspensi A. rhizogenes sesuai perlakuan konsentrasi A. rhizogenes dan di vakum selama 30 menit.
Bibit
dipindahkan ke kertas merang steril yang telah dibasahi dengan larutan hogland steril dan disimpan selama 2 hari pada suhu 28oC, dalam kondisi gelap kemudian dipindahkan ke kotak pembibitan (Gambar 7), pemeliharaan bibit dilakukan seperti percobaan B. g). Pengamatan Peubah-peubah yang diamati pada percobaan ini adalah ; (1). Pertambahan tinggi tanaman, diukur mulai dari permukaan tanah sampai titik tumbuh. (2). Jumlah daun, dihitung daun yang telah membuka sempurna, berwarna hijau atau masih merah. (3). Diameter batang, diukur pada ketinggian 1 cm di atas permukaan tanah. Peubah 1, 2, dan 3 diamati 1 bulan sekali dimulai sejak bibit berumur 1 bulan setelah inokulasi sampai umur 15 bulan. (4). Pengamatan perakaran dilakukan pengukuran panjang akar tampak yang dilakukan 1 bulan sekali dimulai sejak akar telah tampak pada bagian depan dan belakang wadah pembibitan sampai umur 15 bulan. Pada akhir penelitian, yaitu 15 Bulan Setelah Inokulasi (BSI) dilakukan pengamatan terhadap;
(5). Bobot kering tajuk, (6). Panjang akar primer, jumlah akar sekunder, dan jumlah akar tersier, (7). Anatomi akar bibit manggis Anatomi akar bibit manggis hasil inokulasi beberapa strain A. rhizogenes dilakukan dengan menggunakan metode Nakamura (1995). Tahap 1 dilakukan dengan pengambilan akar tanaman manggis dan dipotong sepanjang 5 mm. Tahap 2, akar difiksasi selama 24 jam dalam larutan FAA (5 ml formaldehid, 5 ml asam asetat glasial dan 90 ml ethanol 70%), kemudian dilanjutkan perlakuan Tahap 3–7, yaitu perlakuan dehidrasi dengan waktu perendaman untuk masing-masing tahap selama 1 jam. Potongan akar manggis direndam dalam larutan Tahap 3 ( 40 ml nButanol, 30 ml etanol pekat dan 30 ml akuades); Tahap 4 (55 ml nButanol, 25 ml etanol pekat dan 20 ml akuades); Tahap 5 (70 ml nButanol, 20 ml etanol pekat dan 10 ml akuades); Tahap 6 (85 ml nButanol dan 15 ml etanol pekat) dan ; Tahap 7 (100 ml n-Butanol). Tahap 7 diulang 2 kali setelah itu ditambahkan parafin cair ke dalam botol yang kemudian botol ditutup dan disimpan dalam suhu ruang selama 12 jam. Setelah
perlakuan
dehidrasi
selesai
dilanjutkan
dengan
perlakuan infiltrasi, yaitu dengan membuka tutup botol yang berisi spesimen akar manggis dan botol dimasukkan dalam oven parafin suhu 58oC selama 1 hari. Kemudian parafin cair yang terdapat dalam botol dituang dan diganti dengan parafin cair baru. Botol selanjutnya dimasukkan ke dalam oven parafin suhu 56 oC selama 3 hari. Perlakuan Embedding. Tempat blok dioleskan dengan gliserin pekat secara merata, kemudian parafin cair dituangkan ke dalam tempat blok dan spesimen berupa akar manggis diatur posisinya dimana posisi spesimen tidak sampai tenggelam harus berada di tengah parafin). Setelah diatur posisinya, permukaan spesimen ditiup agar sedikit mengeras. Tempat blok berisi parafin dan spesimen akar manggis diletakkan di telapak tangan dan dicelup ke dalam air, dibiarkan selama 3 menit, setelah itu permukaan disiram perlahan dengan air dan biarkan tenggelam dalam wadah berisi air.
Parafin dan spesimen akar manggis
dengan sendirinya akan lepas dari tempat blok kemudian diambil dan dikeringkan dengan tisu diberi label dan selanjutnya direndam selama 1
bulan dalam larutan Gifford (20 ml asam asetat glasial, 80 ml etanol 60% dan 5 ml gliserin). Membuat Sayatan. Sebelum disayat spesimen akar manggis terlebih dahulu ditempelkan pada holder, dengan cara ; holder bagian atasnya dilapisi dengan paraplast menggunakan spatula yang dipanaskan, kemudian spesimen akar manggis dengan cepat dilekatkan pada holder. Setelah itu spesimen dibentuk prisma dengan cara memanaskan spatula. Spesimen didiamkan selama 24 jam. Spesimen yang telah dilekatkan pada holder disayat dengan mikrotom putar setebal 10 µm. Sayatan direkatkan pada gelas obyek yang telah diolesi dengan albumin-gliserin (1 : 1) dan ditetesi air. Gelas obyek berisi pita parafin dipanaskan pada hot plate dengan suhu 45oC selama 3-5 jam. Perlakuan Pewarnaan. Dilakukan pewarnaan ganda safranin 2% dalam air dan fastgreen 0.5% dalam etanol 95%. Berturut turut gelas obyek direndam ke dalam larutan berikut : Xilol I (5 menit), xilol II (5 menit), etanol absolut (3 menit), etanol 95% (3 menit), etanol 70% (3 menit), etanol 50% (3 menit), etanol 30% (3 menit), akuades (3 menit), safranin 2% (3 hari), akuades (3 menit), etanol 30% (5 menit), etanol 50% (5 menit), etanol 70% (5 menit), etanol 95% (5 menit), fast green 0.5% (2 menit), Etanol I (5 menit) Etanol II (5 menit), xilol I (5 menit) dan xilol II (5 menit). Selanjutnya dilakukan penutupan, dimana bahan diberi media canada balsam dan ditutup dengan gelas penutup. Kemudian pada sisi kiri gelas obyek diberi label. Pengamatan dilakukan terhadap : rata-rata diameter pembuluh xilem (µm), jumlah total pembuluh xilem pada sayatan melintang, luas serapan permukaan sayatan melintang ([rata-rata diameter xilem / 2]2 x
π
x jumlah total pembuluh xilem pada sayatan melintang), total luasan 2 sayatan melintang (π r ), dan rasio (luas serapan permukaan sayatan melintang / total luasan sayatan melintang) (Leuschner & Hertel 2003) (Lampiran 1).
(8). Pengamatan rambut akar bibit manggis Pengamatan rambut akar dari akar sekunder bibit manggis dilakukan
berdasarkan
mikroskop
inverted
dan
pengamatan Scanning
mikroskopik Electron
menggunakan
Microscop
(SEM).
Pengamatan rambut akar secara mikroskopik, dilakukan dengan pengamatan langsung sampel akar dibawah mikroskop inverted. Pengamatan rambut akar dengan Scanning Electron Microscop (SEM) dilakukan dengan cara :
sampel berupa akar sekunder yang
berukuran 0.5 cm dicuci di dalam larutan bufer sodium cacodilat selama 2 jam pada suhu 4oC, kemudian akar dicuci ulang dengan larutan bufer sodium cacodilat pada alat getar ultrasonic sonycation selama 5 menit pada suhu kamar.
Selanjutnya sampel difiksasi dengan glutaral dehid
2.5% selama 2 jam pada suhu 4oC. Kemudian direndam dalam 2% tannic acid pada suhu 4oC selama 2 hari. Selanjutnya cuci dengan larutan bufer sodium cacodilat sebanyak 4 kali masing-masing tahap berlansung 15 menit suhu 4oC. Kemudian cuci dengan akuades pada suhu 4oC sebanyak 2 kali. Proses dehidrasi dilakukan dengan seri etanol, yaitu pertama-tama sampel direndam dalam alkohol 50 % selama 5 menit suhu 4oC sebanyak 4 kali, alkohol 75% selama 20 menit suhu 4oC, alkohol 80% selama 20 menit suhu 4oC, alkohol 94% selama 20 menit suhu ruang dan dalam etanol absolut 10 menit suhu ruang sebanyak 2 kali. Selanjutnya rendam sampel dalam t-Butanol selama 10 menit pada suhu ruang, freezer drying (-20oC) sampai t-Butanol hilang. Kemudian sampel akar diletakkan pada speciment holder untuk dilapisi dengan logam emas dan siap untuk diamati dengan SEM (Lampiran 2). (9). Uji konfirmasi T-DNA melalui teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) Konfirmasi adanya integrasi T-DNA, yaitu daerah TL dan TRDNA dari A. rhizogenes terhadap sel tanaman manggis dilakukan dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR).
Sebagai kontrol positif
digunakan DNA plasmid A. rhizogenes dan sebagai kontrol negatif digunakan DNA akar bibit manggis yang tidak diinokulasi, sedangkan DNA uji adalah DNA dari akar bibit manggis yang diinokulasikan dengan A. rhizogenes.
Isolasi DNA Plasmid A. rhizogenes. Isolasi DNA plasmid dilakukan dengan menggunakan modifikasi metode Sambrook et al. (1989) yang dimodifikasi. Strain A. rhizogenes dikulturkan pada media YMB dan LB cair, diletakkan pada mesin pengocok dengan kecepatan 100 rpm selama 24 jam. Kultur dituang ke dalam tabung Eppendorf 1,5 ml dan disentrifuse dengan kecepatan 10.000 rpm selama 2 menit sehingga membentuk pelet. Pelet yang terbentuk dilarutkan dengan bufer TELT (50 mM Tris-Cl pH 7.5, 82 mM EDTA, 2.5 M LiCl, 0.4% Triton X100), kemudian ditambah 50 µl lisozim 10 mg/ml lalu dihomogenkan dan diinkubasi pada 37oC selama 1 jam. Setelah itu ditempatkan pada air mendidih selama 1-2 menit dan dimasukkan ke dalam air es beberapa saat. Selanjutnya ditambahkan 50 µl SDS 10% dan dibolak-balik sampai terjadi lisis dan terlihat berlendir. Kemudian disentrifus dengan kecepatan 10.000 rpm selama 2 menit pada suhu ruang. Supernatan yang terbentuk dipindahkan pada tabung baru dan ditambahkan 2-3 volume etanol absolut dingin.
Untuk memurnikan DNA ditambahkan 0.1 volume Na
asetat 3 M dan disimpan pada suhu -20 oC selama 30 menit. Selanjutnya campuran disentrifus kembali dengan kecepatan 10.000 rpm selama 2 menit sehingga membentuk pelet DNA. Pelet DNA dicuci dengan alkohol 70% lalu dikeringkan dengan vakum dan dilarutkan dengan akuabides steril, dan selanjutnya dapat digunakan untuk uji PCR. Isolasi DNA Akar Bibit Manggis. Isolasi dilakukan dengan menggunakan metode CTAB yang dimodifikasi (Castillo et al. 1994). Akar manggis sebanyak 0.5 g dimasukkan ke dalam mortar, lalu ditambahkan nitrogen cair dan PVPP, kemudian digerus sampai halus. Hasil gerusan dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf yang telah berisi 1 ml bufer CTAB 2% dan 5 µl merkaptoetanol. Campuran diinkubasikan pada suhu 60oC selama 30 menit dan dibiarkan mencapai suhu ruang. Selanjutnya untuk memurnikan DNA ditambahkan 700 µl kloroform : isoamilalkohol (24:1) dan dikocok, disentrifus dengan kecepatan 10.000 rpm selama 5 menit.
Supernatan dipindahkan ke dalam tabung baru dan diekstraksi
kembali dengan penambahan 1 ml kloroform : isoamilalkohol (24 :1) dan dikocok, selanjutnya disentrifuse dengan kecepatan 10.000 rpm selama 5 menit. Supernatan dipindah ke tabung baru dan ditambahkan 1 ml
isopropanol dingin lalu dibolak-balik perlahan sampai homogen dan disimpan pada suhu 4oC selama 30 menit, selanjutnya disentrifus dengan kecepatan 10.000 rpm selama 5 menit. Cairan dibuang dan endapan dilarutkan dengan menambahkan 250 µl bufer TE lalu dihomogenkan, dan untuk menghilangkan RNA, ditambahkan 25 µl RNAse kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 2 jam. Selanjutnya ditambahkan 25 µl natrium asetat 3 M pH 5,2 dan 500 µl etanol absolut dingin, dikocok hingga homogen. Selanjutnya disimpan dalam freezer selama 30 menit, kemudian disentrifus kembali dengan kecepatan 10.000 rpm selama 5 menit.
Endapan dicuci dengan etanol 70%, keringkan dan dilarutkan
dengan bufer TE pH 8. DNA siap digunakan untuk uji PCR. Analisis DNA dengan PCR. Hasil isolasi DNA plasmid A. rhizogenes dan DNA akar bibit manggis dianalisis dengan PCR menggunakan metode Aoki et al. (1997) yang dimodifikasi. Pereaksi PCR berupa bufer TrisHCl 1 mM + dNTP 0.2 mM mix yang telah berisi MgCl2 200
µM + primer TL 10 pmol + enzim Taq DNA Polymerase 1 unit.
Volume reaksi untuk PCR adalah 25 µl dengan penambahan 50 ng DNA dan H2O. Reaksi PCR dilakukan dengan menggunakan Thermolyne Amplitron I dengan kondisi denaturasi 94oC selama 1 menit, annealing 55oC selama 1 menit dan polimerasi 72oC selama 2 menit sampai 35 siklus reaksi. Hasil PCR difraksinasi melalui gel elektroforesis dengan konsentrasi
0.8%
agaros
dengan
penambahan
loading
dye
bromphenolblue sebagai pemberat. Elektroforesis dilakukan dengan arus 36 mA, 100 volt selama 60 menit. Sebagai marker digunakan DNA 1 kb lader. Hasil elektroforesis dilihat dengan menggunakan UV laminar dan didokumentasi dengan menggunakan kamera (Lampiran 3). Primer TL berupa rol B1 sekuen ( 5’ ATGGATCCCAAATTG CTATTCCCCCACG 3’) dan rol B2 sekuen ( 5’ TTAGGCTTCTTTCATTCG GGTTTACTGCAGC 3’ ) (Hamill et al. 1991).
(10). Serapan hara N, P, dan K daun bibit manggis Penetapan kandungan nitrogen dengan metode Semi-mikro Kjeldahl dan penetapan kandungan P dan K daun dengan metode pengabuan kering (Lampiran 4).
(11). Kandungan hormon IAA akar bibit manggis Pengukuran kandungan hormon akar bibit manggis dilakukan dengan metode (Ergűn et al. 2002), sebanyak 1 g akar segar bibit manggis yang telah dihaluskan, dimasukkan dalam 60 ml larutan ekstrak (MeOH: CHCl3: 2N NH4OH, 12:5:3 v/v/v). Larutan ekstrak tersebut dibuat satu hari sebelum dipergunakan dan disimpan pada 20oC. Campuran akar dan larutan ekstrak tersebut diaduk selama 1 jam kemudian disaring dengan kertas saring sampai didapatkan cairan yang bersih. Cairan tersebut ditambahkan 25 ml akuades diaduk dan biarkan sampai terbentuk dua fase, fase kloroform dibuang sedangkan fase air di atur pH-nya menjadi 2.5 kemudian diekstrak 3 kali dengan 15 ml etil asetat. Fase air dan etil asetat dipisahkan. Fase etil asetat selanjutnya dipergunakan untuk pengukuran IAA bebas sedangkan fase air di pH kembali sampai menjadi pH 11 yang selanjutnya diinkubasikan pada suhu
70oC selama 1 jam dan
dibiarkan mencapai suhu ruang.. Prosedur yang sama dilakukan untuk mengisolasi
IAA
dalam
bentuk
terikat.
Etil asetat
dievaporasi
menggunakan alat rote-evaporator system (Büchi Instruments). Thin-layer chromatography (TLC) dikerjakan menggunakan silika gel GF254 (Merck) sebanyak 30 g dilarutkan dalam 75 ml akuades kemudian dituangkan di atas glass plaque dan disimpan dalam inkubator selama 2.5 jam, kemudian 10 µl IAA bebas, terikat dan standar ditetes di dalam tabung
atas glass plaque tersebut selanjutnya diletakkan
kaca
yang
telah berisi
larutan
eluen
TLC
(i-
PrOH:NH4OH:H2O 10:1:1 v/v/v) selama 3 jam setelah itu dilarutkan dengan 2 ml
metanol kemudian disaring dan diukur dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 222 nm (Lampiran 5).
HASIL PENELITIAN
Percobaan A.
Seleksi Strain Agrobacterium rhizogenes Spesifik Penginduksi Perakaran Bibit Manggis (Garcinia mangostana L.)
Perkembangan akar bibit manggis diamati pada 24 minggu setelah inokulasi dengan berbagai strain A. rhizogenes adalah panjang akar primer, jumlah akar sekunder dan jumlah akar tersier.
Faktor berbagai strain A.
rhizogenes dan metode inokulasi berpengaruh sangat nyata terhadap panjang akar primer dan jumlah akar sekunder bibit manggis umur 24 minggu setelah inokulasi (MSI) sedangkan interaksi antara berbagai strain A. rhizogenes dan metode inokulasi tidak berpengaruh nyata. Tabel 1 menunjukkan bahwa inokulasi strain ATCC-15834, 07-20001, A4, 509, dan R1000 pada akar bibit manggis menghasilkan panjang akar primer dan jumlah akar sekunder yang nyata lebih besar dibandingkan dengan bibit yang tidak di inokulasi (kontrol). Bibit yang diinokulasi dengan metode akar dipotong menghasilkan panjang akar primer dan jumlah akar sekunder
yang tertinggi dibandingkan metode akar
ditusuk. Tabel 1. Panjang akar primer (cm) dan jumlah akar sekunder (buah) bibit manggis umur 24 MSI. Strain A.rhizogenes Kontrol 07-20001 R1000 A4 509 ATCC-15834 MAFF 01-1724 ATCC-8196 510 511 A4-J
Panjang akar primer (cm) 6.03 c 11.65 a 9.42 ab 9.87 ab 10.22 ab 10.32 ab 5.72 c 6.52 c 5.73 c 6.18 c 7.55 bc
Jumlah akar sekunder (buah) 7.17 bc 11.50 a 8.33 ab 10.50 a 12.33 a 13.17 a 2.50 d 4.50 bcd 2.17 d 3.17 cd 5.17 bcd
Metode inokulasi A. rhizogenes Akar ditusuk 6.51 b 4.82 b Akar dipotong 9.71 a 9.82 a Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada peubah yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT (α = 0.05).
Faktor strain A. rhizogenes, metode inokulasi dan interaksi antara strain A. rhizogenes dengan metode inokulasi berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah akar tersier bibit tanaman manggis umur 24 MSI. Inokulasi strain A4, 07-20001, ATCC-15834, dan 509 menghasilkan jumlah akar tersier yang nyata lebih banyak pada metode inokulasi akar dipotong dibandingkan dengan metode akar ditusuk (Tabel 2). Performansi akar bibit manggis setelah diinokulasikan dengan berbagai strain A. rhizogenes dapat dilihat pada Gambar 8. Pertumbuhan akar primer lebih panjang, jumlah akar sekunder dan tersier lebih banyak setelah diinokulasikan dengan strain A4, 07-20001, ATCC-15834, dan 509. Selanjutnya bibit yang diinokulasi dengan berbagai
strain A.
rhizogenes juga dapat meningkatkan pertumbuhan tajuk bibit manggis. Perkembangan akar bibit manggis yang lebih baik setelah diinokulasi dengan strain ATCC15834, 07-20001, A4 dan 509 pada metode akar dipotong ternyata menghasilkan pertambahan diameter batang yang nyata lebih tinggi dibanding kontrol (Tabel 2).
Tabel 2. Jumlah akar tersier (buah) dan diameter batang (mm) bibit manggis umur 24 MSI Strain A. rhizogenes
Jumlah akar tersier (buah) Metode inokulasi
Pertambahan diameter batang (mm) Metode inokulasi
Akar Akar Akar Akar ditusuk dipotong ditusuk dipotong Kontrol 11.00 cd 0.480 bcde 0.350 ef 9.33 cd 07-20001 2.00 cd 0.357 ef 0.600 ab 91.67 a R1000 6.00 cd 38.00 b 0.407 def 0.543 bcd A4 14.33 cd 93.00 a 0.383 ef 0.600 ab 509 18.33 c 76.33 a 0.433 def 0.577 abc ATCC-15834 6.00 cd 79.00 a 0.427 def 0.693 a MAFF 01-1724 4.67 cd 5.67 cd 0.343 ef 0.533 bcd ATCC-8196 1.67 cd 9.33 cd 0.343 ef 0.453 bcd 510 2.33 cd 1.33 d 0.347 ef 0.357 cdef 511 2.67 cd 0.360 ef 0.330 f 3.33 cd A4-J 4.00 cd 6.00 cd 0.327 f 0.367 ef Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada peubah yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT (α = 0.05).
Kontrol
2.5 cm
ATCC15834
2.5 cm
07-20001
2.5 cm
2.5 cm
R1000
2.5 cm
MAFF 01-1724
2.5 cm
A4
2.5 cm
ATCC 8196
2.5 cm
510
2.5 cm
A4 J
511
2.5 cm
509
2.5 cm
Gambar 8. Performansi akar bibit manggis umur 24 minggu setelah diinokulasi dengan berbagai strain A. rhizogenes
Faktor berbagai strain A. rhizogenes dan metode inokulasi berpengaruh sangat nyata terhadap pertambahan jumlah daun bibit tanaman manggis umur 24 MSI, sedangkan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata.
Bibit yang
diinokulasi dengan strain ATCC-15834, 07-20001 dan A4 menghasilkan pertambahan jumlah daun yang nyata lebih banyak dibandingkan dengan kontrol. Metode inokulasi akar dipotong menghasilkan pertambahan jumlah daun yang nyata lebih besar dibandingkan dengan akar ditusuk (Tabel 3). Performansi bibit manggis hasil inokulasi berbagai strain A. rhizogenes dengan metode akar dipotong umur 24 minggu setelah inokulasi dapat dilihat pada Gambar 9. Bibit manggis yang diinokulasi A. rhizogenes memperlihatkan performansi lebih baik dibandingkan dengan bibit yang tidak diinokulasi. Tabel 3. Pertambahan jumlah daun (helai) dan tinggi (cm) bibit manggis umur 24 MSI. Pertambahan tinggi strain Pertambahan jumlah daun A. rhizogenes (helai) (cm) Kontrol 5.67 dc 4.60 d 07-20001 8.67 ab 7.18 ab R1000 7.00 bcd 6.67 bc A4 8.00 abc 7.20 ab 509 7.33 bcd 7.42 ab ATCC-15834 9.67 a 8.17 a MAFF 01-1724 7.00 bcd 4.87 d ATCC-8196 5.67 dc 6.52 bc 510 5.67 dc 4.98 d 511 5.67 dc 4.57 d A4-J 5.33 dc 5.75 cd Metode inokulasi A. rhizogenes Akar ditusuk 6.12 b 5.66 b Akar dipotong 7. 64 a 6.68 a Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada peubah yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT (α = 0.05).
Berdasarkan Tabel 3 juga terlihat bahwa faktor berbagai strain A. rhizogenes dan
metode
inokulasi berpengaruh sangat nyata terhadap
pertambahan tinggi bibit tanaman manggis umur 24 MSI, sedangkan interaksi keduanya
tidak
berpengaruh
nyata.
Metode
inokulasi
akar
dipotong
menghasilkan pertambahan tinggi bibit yang nyata lebih besar dibandingkan dengan metode akar ditusuk. Inokulasi strain ATCC-15834, 07-20001, A4 dan 509 menghasilkan pertambahan tinggi yang nyata lebih besar dibanding kontrol.
Kontrol
ATCC 15834
07-20001
509
R1000
Gambar 9.
A4
Performansi bibit manggis umur 24 minggu setelah dinokulasi dengan berbagai strain A. rhizogenes dengan metode akar dipotong
Metode inokulasi strain A. rhizogenes pada akar bibit manggis juga berpengaruh terhadap persentase hidup bibit tanaman manggis. Metode inokulasi dengan cara akar dipotong menghasilkan persentase bibit manggis yang hidup lebih tinggi dibandingkan metode inokulasi dengan cara akar ditusuk setelah 6 bulan diinokulasi (Gambar 10).
Gambar 11 menunjukkan bahwa
inokulasi dengan A. rhizogenes strain ATCC 15834, 509, 07-20001, A4, dan kontrol memperlihatkan 100% bibit tanaman manggis dapat tumbuh dengan baik sampai umur 6 bulan setelah inokulasi. Jadi secara umum dapat dikatakan bahwa inokulasi A. rhizogenes strain ATCC-15834, 07-20001, A4 dan 509
merupakan strain-strain A.
rhizogenes yang lebih efektif dalam menginokulasi akar bibit manggis pada metode akar dipotong dibandingkan inokulasi dengan strain ATCC-8196, MAFF 01-1724, 511, 510 dan R1000.
% Tanaman Hidup
100 90 80 Akar Dipotong
70
Akar Ditusuk
60 50 1
2
3
4
5
6
Umur (Bulan)
Gambar 10. Persentase tanaman yang hidup pada perlakuan metode inokulasi akar ditusuk dan dipotong umur 6 bulan setelah inokulasi
80 60
Akar dipotong
40
Akar ditusuk
A4-J
511
510
ATCC- 8196
MAFF 01-1724
ATCC-15834
509
A4
Kontrol
0
R1000
20 0720001
%Tanaman Hidup
100
Strain A. rhizogenes
Gambar 11.
Persentase tanaman hidup setelah diinokulasi dengan berbagai strain A. rhizogenes umur 6 bulan setelah inokulasi
Berdasarkan hasil percobaan ini didapatkan A. rhizogenes strain ATCC-15834, 07-20001, A4 dan 509 yang spesifik penginduksi perakaran bibit manggis dengan metode akar dipotong. Untuk meningkatkan keefektivan dari strain tersebut dilakukan percobaan B dengan jumlah tanaman yang lebih banyak dan pengamatan yang lebih teliti.
Percobaan B. Pengembangan Protokol Inokulasi A. rhizogenes yang Efektif untuk Menginduksi Perakaran Bibit Manggis Perkembangan Akar Bibit Manggis Inokulasi strain A. rhizogenes pada konsentrasi OD600 = 0.7 dan 1.0 pada berbagai umur bibit manggis berpengaruh terhadap perakaran manggis. Pada Tabel 4 terlihat bahwa umur bibit manggis saat diinokulasi nyata mempengaruhi panjang akar primer, jumlah akar lateral dan panjang akar tampak sedangkan konsentrasi strain A. rhizogenes dan interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap panjang akar primer, jumlah akar sekunder dan panjang akar tampak bibit manggis umur 15 Bulan Setelah Inokulasi (BSI). Tabel 4. Panjang akar primer (cm), jumlah akar sekunder (buah) dan panjang akar tampak (cm) bibit manggis umur 15 BSI Perlakuan umur bibit manggis (minggu) 3
Panjang akar primer (cm) 11.53 b
Jumlah akar sekunder (buah) 13.66 c
6
13.72 a
22.64 a
11.57 a
9
15.01 a
17.39 b
3.63 b
Panjang akar tampak (cm) 3.42 b
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada peubah yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT (α = 0.05).
Panjang akar primer terbesar dihasilkan bibit manggis yang diinokulasi pada umur 9 minggu (15.01 cm) dan tidak berbeda nyata dengan bibit yang diinokulasi umur 6 minggu (13.72 cm), sedangkan inokulasi pada umur 3 minggu menghasilkan panjang akar primer terkecil (11.53 cm).
Untuk jumlah akar
sekunder terbesar (22.64 buah) dan panjang akar tampak terbesar (11.57 cm) dihasilkan pada bibit yang diinokulasi umur 6 minggu. Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa interaksi konsentrasi strain A. rhizogenes dengan umur bibit berpengaruh nyata terhadap jumlah akar tersier. Bibit manggis yang diinokulasi dengan strain ATCC15834 pada umur 3 dan 6 minggu konsentrasi OD600=1.0 menghasilkan jumlah akar tersier yang terbesar. Inokulasi pada umur 9 minggu konsentrasi OD600=1.0 dengan strain 509 menghasilkan jumlah akar tersier yang terbesar. Sedangkan strain ATCC-15834
yang diinokulasikan pada bibit manggis umur 3 minggu konsentrasi OD600=0.7 menghasilkan jumlah akar tersier yang paling kecil. Tabel 5. Jumlah akar tersier (buah) bibit manggis umur 15 BSI Konsentrasi strain A. rhizogenes (OD600)
Jumlah akar tersier (buah) Umur bibit manggis saat inokulasi
Kontrol
3 minggu 12.67 cE
6 minggu 31.50 bG
9 minggu 51.33 aC
R1000 (0.7)
12.00 cE
60.33 aE
32.33 bF
R1000 (1.0)
19.33 cD
127.33 aC
53.33 bC
A4 (0.7)
35.50 aB
35.33 aF
35.33 aF
A4 (1.0)
11.67 cE
67.00 bD
76.00 aB
509 (0.7)
25.67 bC
20.67 cH
44.33 aD
509 (1.0)
27.00 bC
28.67 bG
93.33 aA
07-20001 (0.7)
37.00 bB
18.00 cH
41.00 aE
07-20001 (1.0)
36.33 bB
163.00 aB
34.00 bF
ATCC-15834 (0.7)
7.33 cF
69.00 aD
25.00 bG
ATCC-15834 (1.0)
103.33 bA
189.00 aA
21.67 cH
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada baris yang sama, dan angka yang diikuti huruf besar yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT (α = 0.05)
Selanjutnya Tabel 6 menunjukkan bahwa inokulasi strain ATCC-15834 dan 07-20001 konsentrasi OD600=1.0 pada bibit manggis umur 3 minggu menghasilkan jumlah akar kuarter terbesar, untuk bibit yang diinokulasi umur 9 minggu jumlah akar kuarter terbesar terdapat pada bibit yang diinokulasi dengan strain A4 konsentrasi OD600=1.0.
Dari berbagai umur inokulasi tersebut dan
konsentrasi A. rhizogenes yang digunakan, ternyata inokulasi bibit manggis dengan strain ATCC-15834 konsentrasi OD600=1.0 pada umur 6 minggu memperlihatkan perkembangan akar yang lebih besar dibandingkan dengan inokulasi
pada umur 3 dan 9 minggu.
Sementara hasil inokulasi strain A4
konsentrasi OD600=1.0 pada bibit manggis umur 3 minggu menghasilkan jumlah akar kuarter yang lebih kecil dibandingkan kontrol.
Tabel 6. Jumlah akar kuarter (buah) bibit manggis umur 15 BSI Konsentrasi strain A.rhizogenes (OD600) Kontrol
Jumlah akar kuarter (buah) Umur bibit manggis saat inokulasi 3 minggu 6 minggu 9 minggu 1.17 bB 4.00 aF 1.50 bB
R1000 (0.7)
2.33 cB
11.00 aD
5.00 bB
R1000 (1.0)
1.33 cB
27.00 aC
3.00 bB
A4 (0.7)
1.17 cB
9.00 aE
3.67 bB
A4 (1.0)
0.00 cB
5.33 bF
16.00 aA
509 (0.7)
3.33 aB
3.67 aF
3.67 aB
509 (1.0)
1.33 cB
7.67 aE
4.67 bB
07-20001 (0.7)
4.67 aB
5.67 aF
1.33 bB
07-20001 (1.0)
6.33 bA
33.00 aB
3.33 bB
ATCC-15834 (0.7)
0.67 cB
7.33 aE
5.00 bB
ATCC-15834 (1.0)
6.00 bA
40.33 aA
2.33 cB
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada baris yang sama, dan angka yang diikuti huruf besar yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT (α = 0.05)
Anatomi Akar Bibit Manggis Berdasarkan hasil analisis di atas, didapat strain A.rhizogenes yang paling efektif menginfeksi akar bibit manggis adalah ATCC 15834 konsentrasi OD600=1.0 yang diinokulasikan pada bibit manggis umur 6 minggu. Untuk melihat lebih jauh keefektivan dari strain-strain A. rhizogenes konsentrasi OD600=1.0 yang diinokulasikan pada akar bibit manggis umur 6 minggu dalam peningkatan perakaran bibit manggis, maka dilakukan pengamatan anatomi akar bibit manggis. Dari hasil sayatan melintang akar bibit manggis terlihat bahwa akar manggis yang diinokulasi dengan strain ATCC-15834 menghasilkan rata-rata diameter pembuluh xilem (7.167µm), luas serapan permukaan sayatan melintang (3266.9 µm2), dan total luasan pembuluh xilem (1344.97µm2) yang nyata lebih besar dibandingkan kontrol (Tabel 7). Sayatan melintang akar bibit manggis umur 15 bulan setelah inokulasi dengan strain A.rhizogenes dapat dilihat pada Gambar 12. Sayatan melintang akar bibit manggis yang diinokulasi dengan A.rhizogenes strain ATCC-15834 konsentrasi OD600=1.0 pada umur 6
minggu memperlihatkan perkembangan xilem yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Tabel 7. Anatomi akar bibit manggis umur 15 BSI
Kontrol
Rata-rata diameter pembuluh xilem (µm) 3.80 d
Luas serapan permukaan sayatan melintang (µm2) 301.9 d
R1000
5.02 c
675.9 c
511.82 c
A4
5.09 c
963.5 bc
833.15 b
509
3.53 d
304.3 d
495.07 c
07-20001
5.93 b
1159.4 b
577.76 c
ATCC-15834
7.17 a
3266.9 a
1344.97 a
strain A. rhizogenes
Total luasan pembuluh xilem (µm2) 445.88 c
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada peubah yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT (α = 0.05)
Inokulasi A. rhizogenes ternyata mampu merangsang terbentuknya rambut akar yang berkembang lebih baik pada akar sekunder bibit manggis. Berdasarkan hasil pengamatan dengan mikroskop inverted, inokulasi A. rhizogenes strain ATCC-15834 umur 6 minggu pada konsentrasi OD600=1.0 memperlihatkan perkembangan rambut akar yang lebih baik
dibandingkan
inokulasi dengan strain 07-20001, 509, A4 dan R1000, pada akar bibit manggis yang tidak diinokulasi (kontrol) tidak ditemukan adanya pertumbuhan rambut akar. Rambut akar dari akar sekunder bibit tanaman manggis umur 15 bulan setelah inokulasi dapat dilihat pada Gambar 13. Rambut akar tersebut sangat halus, dinding selnya tipis, dan transparan. Pengamatan rambut akar lebih lanjut dengan Scanning Electron Microscop (SEM) pada akar sekunder bibit manggis, juga memperlihatkan keadaan yang sama dimana pertumbuhan rambut akar dapat berkembang lebih baik setelah diinokulasi A. rhizogenes strain ATCC-15834 umur 6 minggu pada konsentrasi OD600=1.0. Rambut akar tersebut sangat halus, ukuran panjang rambut akar 50 μm, dan berbentuk tabung memanjang (silinder). Hasil Scanning Electron Microscop rambut akar dari akar sekunder bibit manggis umur 15 bulan setelah inokulasi dengan A. rhizogenes dapat dilihat pada Gambar 14. Rambut
akar yang muncul merupakan pemanjangan sel epidermis dalam bidang yang tegak lurus permukaan akar.
20 µm
20 µm A
A B C
C
D D
Kontrol 20 µm
B
R1000 20 µm
A
A
C
D
A4 20 µm
B 509
B
C
20 µm
A B
C
D A B
C
07-20001
D
ATCC 15834
D
Gambar 12. Sayatan melintang akar bibit manggis umur 15 bulan setelah diinokulasi dengan strain A.rhizogenes, dimana A= jaringan pembuluh, B= floem, C= xilem, dan D= endodermis.
R1000
Kontrol
A4
50µm
50µm
509
50µm
07-20001
ATCC 15834
50µm
50µm
Gambar 13. Rambut akar dari akar sekunder bibit tanaman manggis umur 15 bulan setelah inokulasi R1000
Kontrol
A4
C
D
50 µm 509
07-20001
50 µm
50 µm
ATCC- 15834
50 µm
50 µm
Gambar 14. Hasil Scanning Electron Microscop (SEM) rambut akar dari akar sekunder bibit tanaman manggis umur 15 bulan setelah inokulasi
Pertumbuhan Tajuk Bibit Manggis
Bibit manggis yang diinokulasi oleh berbagai strain A. rhizogenes pada berbagai umur bibit manggis dan konsentrasi A. rhizogenes selain dapat meningkatan
perkembangan
akar
ternyata
juga
mampu
meningkatkan
pertumbuhan tajuk bibit manggis. Pertumbuhan tajuk yang diamati setelah 15 bulan setelah inokulasi adalah pertambahan tinggi, jumlah daun, diameter batang dan berat kering tajuk. Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa pertambahan tinggi bibit manggis 15 bulan setelah inokulasi nyata dipengaruhi oleh konsentrasi strain A. rhizogenes dan umur bibit manggis sedangkan interaksinya tidak berbeda nyata. Bibit yang diinokulasi dengan strain ATCC-15834, 07-20001, 509 dan R1000 pada konsentrasi OD600=1.0 menghasilkan pertambahan tinggi yang nyata lebih besar dibandingkan dengan bibit yang tidak diinokulasi (kontrol).
Bibit yang
diinokulasi saat umur 6 minggu menghasilkan pertambahan tinggi yang nyata lebih besar dibandingkan inokulasi pada saat bibit umur 3 dan 9 minggu. Pertambahan jumlah daun bibit manggis juga nyata dipengaruhi oleh konsentrasi strain A. rhizogenes dan umur bibit manggis, sedangkan interaksinya tidak berbeda nyata. Dari Tabel 8 terlihat bahwa inokulasi A. rhizogenes strain ATCC-15834 konsentrasi OD600=1.0 pada bibit umur 6 minggu menghasilkan pertambahan jumlah daun yang nyata lebih besar dibandingkan tanaman kontrol. Inokulasi A. rhizogenes pada akar bibit manggis umur 6 minggu menghasilkan pertambahan jumlah daun yang nyata lebih besar dibanding inokulasi saat umur 3 dan 9 minggu.
Tabel 8. Pertambahan tinggi (cm) dan jumlah daun (helai) bibit manggis umur 15 BSI Konsentrasi strain A. rhizogenes (OD600) Kontrol
Pertambahan tinggi (cm)
Pertambahan jumlah daun (helai)
3.43 d
7.00 bcde
R1000 (0.7)
3.85 bcd
7.08 bcde
R1000 (1.0)
4.37 abc
7.50 abcd
A4 (0.7)
3.66 bcd
6.25 cde
A4 (1.0)
4.06 bc
8.08 abcd
509 (0.7)
3.57 bcd
6.33 cde
509 (1.0)
4.86 ab
9.00 abc
07-20001 (0.7)
3.71 bcd
6.50 bcde
07-20001 (1.0)
4.30 abc
8.25 abcd
ATCC-15834 (0.7)
3.81 bcd
6.67 bcde
ATCC-15834 (1.0)
5.62 a
9.50 a
Umur bibit manggis saat inokulasi 3 minggu
3.13 b
5.59 c
6 minggu
5.18 a
9.02 a
9 minggu
3.79 b
7.31 b
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada peubah yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT (α = 0.05).
Selanjutnya pertambahan diameter batang nyata dipengaruhi oleh konsentrasi strain A. rhizogenes dan umur bibit manggis. Tabel 9 menunjukkan bahwa
bibit manggis yang diinokulasi pada umur 6 minggu dengan strain
ATCC-15834 pada konsentrasi OD600=1.0 menghasilkan pertambahan diameter batang yang nyata lebih besar dibandingkan kontrol, untuk bibit yang diinokulasi pada umur 3 minggu strain 07-20001 pada konsentrasi OD600=0.7 menghasilkan pertambahan diameter batang yang lebih besar, sementara inokulasi A. rhizogenes strain 07-20001 dan A4 konsentrasi OD600=0.7 pada umur 9 minggu menghasilkan
pertambahan
diameter
batang
yang
nyata
dibandingkan dengan kontrol dan strain A. rhizogenes lainnya.
lebih
kecil
Tabel 9. Pertambahan diameter batang (mm) bibit manggis umur 15 BSI Konsentrasi strain A. rhizogenes (OD600) Kontrol
Pertambahan diameter batang (mm) Umur bibit manggis saat inokulasi 3 minggu 6 minggu 9 minggu 1.463 cB 1.750 bC 1.913 aA
R1000 (0.7)
1.700 bB
1.700 bC
2.163 aA
R1000 (1.0)
1.575 bB
2.413 aB
1.800 bA
A4 (0.7)
1.575 bB
1.888 aC
1.613 bB
A4 (1.0)
1.775 cB
2.113 bC
2.150 aA
509 (0.7)
1.665 aB
1.638 aC
1.875 aA
509 (1.0)
1.438 cB
1.988 bC
2.038 aA
07-20001 (0.7)
2.025 aA
1.963 aC
1.638 bB
07-20001 (1.0)
1.525 bB
2.325 aB
1.800 aA
ATCC-15834 (0.7)
1.800 bB
2.050 aC
1.825 bA
ATCC-15834 (1.0)
1.725 bB
2.713 aA
2.013 aA
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada baris yang sama, atau angka yang diikuti huruf besar yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT (α = 0.05)
Berat kering tajuk bibit manggis umur 15 bulan setelah inokulasi ternyata dipengaruhi oleh konsentrasi strain A. rhizogenes dan umur bibit manggis. Tabel 10 menunjukkan bahwa bibit yang diinokulasi strain ATCC15834 konsentrasi OD600=1.0 pada saat umur 6 minggu menghasilkan berat kering tajuk yang terbesar dibandingkan dengan kontrol. Inokulasi A. rhizogenes pada akar bibit manggis umur 3 minggu dengan strain ATCC-15834 pada konsentrasi OD600=1.0
dan 0.7 menghasilkan berat kering tajuk
besar dan berbeda nyata dengan kontrol.
yang lebih
Sedangkan inokulasi A. rhizogenes
pada akar bibit manggis umur 9 minggu menghasilkan berat kering tajuk yang tidak berbeda nyata dengan bibit yang tidak diinokulasi (kontrol).
Tabel 10. Berat kering tajuk (g) bibit manggis umur 15 BSI Konsentrasi strain A. rhizogenes (OD600) Kontrol
Berat kering tajuk (g) Umur bibit manggis saat inokulasi 3 minggu 6 minggu 9 minggu 2.41 aD 2.64 aE 2.25 aA
R1000 (0.7)
2.04 cE
4.47 aB
2.90 bA
R1000 (1.0)
3.29 bC
5.12 aB
2.97 bA
A4 (0.7)
2.83 bC
2.55 cE
3.90 aA
A4 (1.0)
2.78 cC
4.86 aB
3.50 bA
509 (0.7)
3.38 aC
3.09 aD
3.60 aA
509 (1.0)
3.75 bB
4.59 aB
3.02 cA
07-20001 (0.7)
3.39 aC
1.79 bF
3.34 aA
07-20001 (1.0)
3.08 cC
5.43 aB
3.15 bA
ATCC-15834 (0.7)
4.22 aA
3.93 aC
4.10 aA
ATCC-15834 (1.0)
4.55 bA
6.54 aA
3.70 cA
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada baris yang sama, atau angka yang diikuti huruf besar yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT (α = 0.05)
Performansi bibit manggis 15 bulan setelah inokulasi dengan berbagai strain A. rhizogenes pada berbagai umur dan konsentrasi tertera pada Gambar 15. Bibit manggis yang diinokulasi A. rhizogenes umur 6 minggu pada konsentrasi OD600=1.0 memperlihatkan perkembangan akar dan pertumbuhan tajuk yang lebih baik dibandingkan inokulasi pada saat umur 3 dan 9 minggu. Inokulasi strain ATCC 15834 umur 6 minggu pada konsentrasi OD600=1.0 menghasilkan pertumbuhan bibit manggis yang lebih baik dibandingkan dengan bibit yang tidak diinokulasi (kontrol).
1). Bibit yang diinokulasi umur 3 minggu
2). Bibit yang diinokulasi umur 6 minggu
3). Bibit yang diinokulasi umur 9 minggu
Gambar 15. Performansi bibit manggis umur 15 bulan setelah inokulasi (I) OD600 = 1.0 dan (II) OD600 = 0.7 dimana ; (A) kontrol, (B) 07-20001, (C) ATTC-15834, (D) R1000, (E) 509, dan (F) A4
Verifikasi Hasil Inokulasi A. rhizogenes
Selanjutnya untuk melihat lebih jauh peranan dari akar bibit manggis yang telah diinokulasi A. rhizogenes terhadap pertumbuhan bibit, maka dilakukan analisis hara daun dan analisis hormon IAA akar bibit manggis. Hasil analisis hara menunjukkan bahwa inokulasi A. rhizogenes mampu meningkatkan serapan hara bibit manggis. Inokulasi strain ATCC-15834 dan 07-20001 mampu menghasilkan serapan hara N dan P daun yang nyata lebih besar dibandingkan strain 509, A4, R1000 dan kontrol. Sedangkan serapan hara K terbesar dihasilkan bibit tanaman manggis yang diinokulasi strain ATCC-15834 (75.82 mg), dan tidak berbeda nyata dengan strain 07-20001, 509 dan kontrol (Tabel 11).
Tabel 11. Serapan hara daun (mg) bibit manggis umur 15 BSI strain A. rhizogenes
Serapan hara (mg) P 1.56 bc
Kontrol
N 31.48 b
K 61.88 ab
R1000
19.56 b
1.08 c
22.54 c
A4
17.36 b
1.57 bc
30.41 bc
509
22.61 b
1.82 bc
36.46 abc
07-20001
50.86 a
2.86 ab
56.37 ab
ATCC-15834
53.16 a
4.05 a
75.82 a
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan peubah yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT (α = 0.05).
Inokulasi dengan berbagai strain A. rhizogenes pada akar bibit manggis juga berpengaruh terhadap konsentrasi auksin endogen bibit tanaman manggis umur 15 bulan setelah inokulasi. Tabel 12 menunjukkan bahwa inokulasi strain ATCC-15834 pada akar bibit manggis menghasilkan konsentrasi hormon IAA dalam bentuk terikat dan total IAA yang nyata lebih tinggi dibandingkan bibit manggis yang tidak diinokulasi (kontrol). Sedangkan untuk konsentrasi hormon IAA yang berada dalam keadaan bebas tidak berbeda nyata antara bibit yang diinokulasi A. rhizogenes dengan bibit manggis yang tidak diinokulasi (kontrol).
Tabel 12. Konsentrasi hormon IAA (µg/ml) akar bibit manggis umur 15 BSI
Kontrol
IAA bebas 4.450 a
Konsentrasi hormon IAA (µg/ml) IAA terikat 14.214 c
Total IAA 18.664 c
R1000
3.316 a
12.367 d
17.197 c
A4
6.275 a
16.902 b
23.177 b
509
4.374 a
14.398 c
18.772 c
07-2001
5.828 a
12.639 d
18.467 c
ATCC-15834
6.464 a
23.892 a
30.356 a
strain A.rhizogenes
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan peubah yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT (α = 0.05).
Berdasarkan penjelasan di atas ternyata akar bibit manggis yang diinokulasi dengan A. rhizogenes pada konsentrasi OD600=1.0 saat umur 6 minggu menghasilkan perkembangan akar dan pertumbuhan tajuk yang nyata lebih baik dibandingkan kontrol. Untuk melihat lebih jauh keberhasilan inokulasi A. rhizogenes pada akar bibit manggis tersebut, maka dilakukan analisis molekuler yang bertujuan untuk mengetahui keberadaan gen (T-DNA) yang telah ditransfer ke dalam genom tanaman hasil inokulasi. Teknik yang umum digunakan adalah menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction) dengan sepasang primer spesifik untuk gen yang ditransfer. Hasil analisis molekuler dengan teknik PCR pada akar bibit manggis yang diinokulasi pada saat umur 6 minggu terlihat bahwa strain ATCC-15834 OD600=1.0 dapat mentransferkan T-DNAnya yang berasal dari plasmid Ri A. rhizogenes pada sel akar tanaman bibit manggis umur 15 bulan setelah inokulasi, yang ditunjukkan adanya pita DNA ukuran 780 bp tetapi tidak ditemukan pita DNA pada strain 07-20001, A4, 509, R1000 dan kontrol (Gambar 16).
M
1
2
3
4
5
6
7
8
9
bp
10.000 2000 1500 780 500 250
Gambar 16. Hasil PCR akar bibit manggis yang diinokulasi dengan berbagai strain A. rhizogenes (M) Marker 1 kb, (1-2) kontrol negatif, (3-4) kontrol positif, (5) R1000, (6) A4, (7) 509, (8) 07-20001 dan (9) ATCC-15834.
PEMBAHASAN Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa inokulasi strain A. rhizogenes tertentu mampu meningkatkan pertumbuhan bibit manggis baik perkembangan akar maupun pertumbuhan tajuk. Strain A. rhizogenes dan metode inokulasi sangat menentukan keberhasilan infeksi A. rhizogenes pada akar bibit manggis. Setelah 24 minggu perlakuan terlihat bahwa inokulasi strain ATCC-15834, 0720001, A4, 509, dan R1000 dengan metode akar dipotong lebih efektif dalam menginfeksi akar bibit manggis. Peningkatan panjang akar primer, jumlah akar sekunder, jumlah akar tersier, diameter batang dan tinggi yang dihasilkannya lebih besar dibanding kontrol. Inokulasi Agrobacterium dimulai dengan adanya pelukaan pada akar tanaman sasaran. Metode pelukaan diduga mempengaruhi keberhasilan dari inokulasi Agrobacterium, jika pelukaan yang dilakukan kurang tepat dapat menyebabkan kegagalan proses inokulasi Agrobacterium dan bahkan dapat mematikan tanaman sasaran. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa metode inokulasi strain A. rhizogenes pada akar bibit manggis berpengaruh terhadap persentase hidup bibit tanaman manggis. Metode inokulasi dengan cara akar
ditusuk menghasilkan persentase bibit manggis yang hidup lebih rendah dibandingkan metode inokulasi dengan cara akar dipotong.
Diduga metode
inokulasi dengan cara akar ditusuk menyebabkan kerusakan pada jaringan pembuluh akar sehingga banyak akar bibit manggis yang mengalami pembusukan setelah diinokulasi dengan berbagai strain A. rhizogenes. Akar bibit manggis yang diinokulasi dengan strain A. rhizogenes 0720001, ATCC-15834, A4, 509 dan R1000 menghasilkan persentase tanaman hidup lebih tinggi dibanding inokulasi dengan strain ATCC-8196, 510, 511, A4-J, dan MAFF 01-1724. Hal ini mengindikasikan strain A. rhizogenes ATCC-15834, 07-20001, A4, 509 dan R1000 lebih efektif dalam menginfeksi akar bibit manggis. Efektifitas masing-masing strain A. rhizogenes dalam menginfeksi bibit tanaman manggis dalam penelitian ini terlihat bervariasi. Keadaan ini disebabkan tidak semua strain A. rhizogenes dapat meningkatkan perakaran bibit tanaman manggis. Menurut Hiei et al. (1997) keberhasilan Agrobacterium dalam menginfeksi tanaman ditentukan oleh banyak faktor diantaranya adalah jenis dan perkembangan jaringan yang akan diinfeksi serta strain Agrobacterium yang digunakan. memperhatikan
Untuk optimalnya pemanfaatan A. rhizogenes maka harus strain
yang
digunakan,
sebab
kemampuan
inokulasi
Agrobacterium terhadap tanaman berbeda-beda dalam efektivitas transper TDNAnya. Hal ini berhubungan dengan virulensi strain Agrobacterium yang dipakai dan kerentanan spesies tanaman (Owen et al. 1988). Winan (1992) juga mengungkapkan bahwa keberhasilan proses inokulasi dan transfer T-DNA tergantung dari kompatibilitas antara spesies dan strain Agrobacterium yang dipakai. Kompatibilitas ini ditunjukkan dengan kemampuan Agrobacterium untuk menerima isyarat dari tanaman peka yang luka dan diikuti dengan terinduksinya faktor virulensi yang diperlukan dalam proses inokulasi. Strain A. rhizogenes sering juga diklasifikasikan berdasarkan opin yang dikandungnya seperti agropin, manopin atau cucumopin. Bakteri A. rhizogenes strain ATCC-15834, 07-20001, A4, A4-J, 509, 510, dan 511 merupakan bakteri dengan tipe agropin, sedang strain ATCC-8196 dan MAFF 01-1724 merupakan tipe manopin. Bakteri dengan tipe agropin mempunyai kedua DNA transfer yaitu left T-DNA (TL-DNA) dan right T-DNA (TR-DNA), sedangkan bakteri dengan tipe manopin hanya memiliki TL-DNA saja sehingga tidak memberikan sandi genetik untuk biosintesis auksin (van der Salm et al. 1996). Opin merupakan turunan
asam amino yang diproduksi oleh tanaman terinfeksi A. rhizogenes dan dipergunakan bakteri sebagai sumber karbon dan nitrogen. Peningkatan pertumbuhan tajuk maupun perakaran bibit manggis yang diinokulasi dengan strain ATCC-15834, A4, 07-20001, 509, dan R1000 diduga karena A. rhizogenes tersebut mampu menginfeksi akar bibit manggis sehingga dapat mentransfer T-DNA pada genom sel tanaman.
Tanaman yang telah
mengalami integrasi T-DNA dapat mengekspresikan enzim baru, mensintesis zat pengatur tumbuh auksin endogen. Zat pengatur tumbuh tersebut diperlukan tanaman untuk meningkatkan sintesis protein dan memacu pertumbuhan primodia akar sehingga meningkatkan pertumbuhan rambut akar.
Inokulasi A.
rhizogenes pada tanaman lain telah dilakukan juga oleh Strobel et al. (1988) yaitu inokulasi pada tanaman olive dengan strain 323, Lambert & Tepfer (1991) inokulasi strain A4 pada apel dan Bassil et al. (1991) pada Hazelnut (Corylus avellana
L.),
inokulasi
A.
rhizogenes
tersebut
mampu
meningkatkan
pertumbuhan akar dan produksi tanaman. Pada penelitian ini ditemukan juga cukup banyak bibit manggis hasil inokulasi yang mati . Hal ini diduga disebabkan waktu perendaman bibit manggis dalam suspensi bakteri A. rhizogenes selama 30 menit terlalu lama sehingga terjadi persaingan antara tanaman dan kecepatan bakteri yang tumbuh serta infeksi bakteri A. rhizogenes yang terlalu banyak menyebabkan sel/jaringan tanaman menjadi stres dan tidak bisa tumbuh.
Mihaljević et al. (1996) juga
melaporkan bahwa perendaman eksplan Pinus nigra dalam suspensi A. rhizogenes lebih lama dapat menyebabkan penurunan persentase tanaman yang berakar dan terjadinya pengeringan pada daerah perlukaan. Menurut Purnamaningsih (2006), tanaman dikotil sangat sensitif terhadap infeksi Agrobacterium sedangkan tanaman monokotil lebih sulit diinfeksi oleh Agrobacterium sehingga biasanya tanaman monokotil membutuhkan waktu perendaman yang lebih lama dalam suspensi bakteri. Di samping itu juga tidak diketahui berapa kepadatan atau konsentrasi dari strain-strain A. rhizogenes yang dipergunakan saat inokulasi dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri A. rhizogenes menghendaki kondisi yang spesifik (kepadatan tertentu) agar dapat lebih efektif menginokulasi akar bibit manggis. Berdasarkan hasil percobaan ini strain A. rhizogenes yang spesifik penginduksi perakaran bibit manggis, adalah strain ATCC 15834, 07-20001, 509,
A4 dan R1000 (A. tumefaciens) dengan metode akar dipotong. Untuk memastikan bahwa strain A. rhizogenes tersebut mampu menginokulasi akar bibit manggis, maka dilakukan percobaan B yaitu pengembangan protokol inokulasi A. rhizogenes yang efektif untuk menginduksi perakaran bibit manggis dengan jumlah tanaman contoh yang lebih banyak dan pengamatan yang lebih teliti. Inokulasi A. rhizogenes pada berbagai konsentrasi dan umur bibit manggis ternyata dapat meningkatkan perakaran dan pertumbuhan bibit manggis. Inokulasi strain ATCC-15834 menghasilkan rata-rata diameter pembuluh xilem, luas serapan permukaan sayatan melintang dan total luasan xilem akar yang lebih besar serta menghasilkan pertumbuhan rambut akar yang lebih baik dibanding kontrol. Dalam hal ini berarti bibit yang diinokulasi dengan strain ATCC-15834 konsentrasi 1.0 paling efektif menginfeksi akar bibit manggis dibandingkan dengan strain 07-20001, 509, A4 dan R1000 konsentrasi 1.0 dan 0.7.
Perbedaan keefektivan yang terjadi dari masing-masing strain tersebut
disebabkan adanya perbedaan kemampuan dalam menginfeksi akar bibit manggis, disamping itu diduga setiap strain A. rhizogenes yang digunakan dalam penelitian ini memiliki preferensi yang berbeda terhadap eksudat yang dikeluarkan oleh bibit tersebut. Menurut Tan (1997) eksudat yang dikeluarkan oleh tanaman seperti senyawa fenolik sangat mempengaruhi efektivitas dari bakteri Agrobacterium yang digunakan. Giri et al. (2001) juga menemukan adanya perbedaan efektivitas berbagai strain A. rhizogenes dalam menginduksi akar pada tanaman Artemisia annua. Inokulasi A. rhizogenes pada bibit manggis saat umur 6 minggu memperlihatkan pertumbuhan akar yang lebih baik dibandingkan dengan inokulasi pada saat umur 3 dan 9 minggu. Keadaan ini diduga karena tingkat sensitifitas jaringan yang berbeda dari ketiga umur bibit manggis tersebut, dimana bibit manggis umur 6 minggu sistem perakarannya lebih peka dibandingkan umur 3 dan 9 minggu. Menurut Him et al. (1987) bahwa umur jaringan tanaman sangat mempengaruhi keberhasilan inokulasi A. rhizogenes pada akar wortel. Hasil penelitian Jacobsen (2003) juga menunjukkan, bahwa keberhasilan inokulasi A. rhizogenes pada Pinus contorta sangat dipengaruhi oleh umur bibit saat inokulasi.
Kerapatan densitas (OD) bakteri yang digunakan untuk menginokulasi tanaman juga berpengaruh terhadap proses infeksi. Konsentrasi A. rhizogenes pada OD600=1.0 (setara dengan 109 sel/ml) lebih efektif dalam menginfeksi akar bibit manggis dibandingkan dengan konsentrasi A. rhizogenes pada OD600=0.7 (setara dengan 106 sel/ml). Menurut Siswanto et al. (1997) bahwa kepadatan bakteri A. rhizogenes juga merupakan faktor yang tidak kalah penting dalam proses infeksi. Jumlah bakteri yang diperlukan dalam proses infeksi suatu sel tanaman harus tepat, artinya tidak kurang dan tidak berlebihan
jika kurang
jumlah bakterinya, maka proses infeksi tidak akan efektif dan juga sebaliknya jika jumlah terlalu banyak (berlebihan) maka terjadi pertumbuhan bakteri yang sangat tinggi sehingga pertumbuhan tanaman dapat terhambat atau mati akibat proses infeksi yang tidak efektif. Selanjutnya bibit manggis yang diinokulasi strain ATCC-15834 pada konsentrasi OD600=1.0 menunjukkan total luasan pembuluh xilem dan luas serapan permukaan sayatan melintang akar bibit manggis yang lebih besar dibandingkan inokulasi dengan strain 07-20001, A4, 509, dan R1000.
Luas
serapan permukaan sayatan melintang (daya penghantar air) merupakan salah satu fungsi penting dari akar tanaman seperti uptake ion (penyerapan ion) yang berperan di dalam akar. Jaringan yang berperan menyerap air dan unsur hara adalah jaringan xilem, dimana luas serapan
permukaan sayatan melintang
sangat ditentukan oleh diameter xilem. Jika diameter xilem pada suatu tanaman rata-rata menunjukkan angka yang besar, maka daya penghantar air oleh xilem lebih cepat prosesnya dibandingkan xilem yang kecil. Xilem merupakan jaringan pengangkut air yang utama pada tumbuhan berpembuluh. Xilem juga terlibat dalam pengangkutan hara mineral, gudang makanan dan penguat struktur batang. Xilem dalam akar bersambung dengan xilem dalam batang (Harran & Tjondronegoro 1992). Strobel et al. (1987) juga menemukan bahwa tanaman olive yang telah ditransformasi A. rhizogenes strain 232 memiliki struktur anatomi akar yang berkembang lebih baik dibandingkan dengan tanaman olive yang tidak ditransformasi. Menurut Cox (1988) lambatnya pertumbuhan tanaman manggis antara lain disebabkan oleh buruknya sistem perakaran karena tidak mempunyai rambut akar pada setiap tahap pertumbuhannya, keadaan ini dapat dilihat pada akar yang tidak diinokulasi A. rhizogenes (kontrol) sedangkan pada akar bibit
manggis
yang
terintegrasi
A.
rhizogenes
strain
ATCC-15834
mampu
merangsang terbentuknya rambut akar pada akar sekunder bibit manggis yang lebih baik dibandingkan inokulasi strain 07-20001, 509, A4, dan R1000. Hal yang sama juga terlihat pada percobaan yang dilakukan Ermayanti et al. (2002) pada Artemisia annua dimana, akar hasil transformasi strain bakteri ATCC-15834 pertumbuhan rambut akar tidak merata pada akar utamanya, namun pada akar cabang pertumbuhan rambut akarnya lebih lebat dan merata dari ujung akarnya. Rambut akar merupakan pelebaran lateral dari sel-sel epidermis yang berbentuk tabung memanjang sehingga dapat menyerap hara mineral lebih banyak (Fahn 1995). Gilroy & Jones (2000) melaporkan bahwa hara mineral yang dapat diserap oleh rambut akar antara lain Ca2+, K+, NH4+, NO3-, Mn2+, Zn2+, Cl- dan H2PO4- yang diperlukan tanaman untuk pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan rambut akar ditentukan oleh keberadaan auksin
yang
terdapat dalam
tanaman
pembelahan sel (Waisel 2002).
yang
diperlukan
Rambut akar terbentuk
dalam proses karena adanya
pembelahan sel yang tidak seimbang pada sel epidermis muda mengawali pembentukan
rambut
akar
dan
sel
epidermis
biasa.
Pembelahan
ini
menghasilkan trikoblas (sel di sebelah atas lebih kecil) dan atrikoblas (sel di sebelah bawah yang lebih besar), trikoblas berkembang menjadi rambut akar (Salisbury & Ross 1995). Poerwanto et al. (1989) menemukan bahwa, akar satsuma mandarin (Citrus unshiu Marc. Cv. Okitsu Wase) yang memiliki rambut akar yang lebih panjang dan banyak ternyata juga menghasilkan total panjang akar dan berat kering akar yang nyata lebih besar. Hal ini juga terjadi pada bibit manggis setelah diinokulasi A. rhizogenes. Selain meningkatkan serapan air, ternyata luas serapan permukaan sayatan melintang akar yang semakin besar ini juga meningkatkan serapan hara N dan P daun bibit manggis. Di mana unsur hara tersebut memiliki peranan yang khusus, pada fase bibit dibutuhkan N lebih banyak untuk sintesis klorofil, asam amino, protein dan senyawa asam nukleat. Fosfor berfungsi sebagai penyusun metabolit dalam senyawa kompleks, sebagai aktivator, kofaktor atau penyusun enzim serat dan berperan dalam proses fisiologi (Soepardi 1983). Jika kekurangan unsur-unsur tersebut dapat menimbulkan gangguan metabolisme, termasuk perubahan-perubahan dalam aktivitas enzim, laju reaksi metabolik dan konsentrasi metabolit. Sedangkan serapan kalium tidak memperlihatkan
perbedaan antara tanaman yang diinokulasi dengan kontrol. Sebab unsur K merupakan unsur hara yang bersifat sangat mobil pada semua tingkat pertumbuhan, baik di sel dan jaringan, serta pada transpor jarak jauh melalui xilem dan floem (Marscher 1995). Kandungan hormon IAA pada akar manggis juga meningkat, hal ini terjadi karena terintegrasinya sebagian fragmen DNA yaitu T-DNA dari Agrobacterium ke dalam sel akar tanaman manggis. Pada T-DNA tersebut terdapat 2 daerah yaitu left T-DNA (TL-DNA) dan right T-DNA (TR-DNA). TRDNA
mengandung gen-gen iaaM dan iaaH yang berfungsi untuk biosintesis
auksin dan juga membawa gen-gen untuk menyandi sintesis senyawa opin (Giri & Narasu 2000). Sedangkan TL-DNA mengandung gen-gen rol (root loci) yaitu : rolA, rolB, rolC dan rolD (Slightom et al. 1986). Hasil pengujian White et al. (1985) menunjukkan bahwa protein produk dari berbagai gen rol berperan dalam meningkatkan sensitivitas sel tanaman terhadap auksin. Selain itu produk gen rol juga diduga mendorong tanaman inang untuk mensintesis auksin sehingga mengakibatkan terjadinya pembentukan akar. Proses pembentukan akar terjadi karena di dalam T-DNA terdapat gen penyandi protein yang berperan dalam proses biosintesis fitohormon yaitu auksin.
Hormon IAA adalah auksin endogen yang dihasilkan oleh tanaman
dapat ditransportasikan dan digunakan langsung oleh tanaman, akan tetapi apabila ketersediaannya berlebih maka IAA dapat diikat oleh senyawa-senyawa tertentu menjadi IAA asam aspartat, IAA-mioinositol dan IAA glukosa. Senyawasenyawa tersebut tidak aktif sebagai auksin kecuali bila dihidrolisis kembali menjadi IAA bebas (Wattimena 1988; Davies 2004). Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan bahwa inokulasi A. rhizogenes strain ATCC-15834 konsentrasi 1.0 pada umur 6 minggu pada akar bibit manggis juga dapat meningkatkan perumbuhan tajuk bibit manggis, hal ini sejalan dengan perkembangan akar bibit manggis yang semakin baik ternyata juga mampu meningkatkan perkembangan diameter batang, tinggi, jumlah daun dan berat kering tajuk. Strain ATCC-15834 konsentrasi 1.0 yang diinokulasikan pada bibit umur 6 minggu memiliki potensi yang paling baik untuk memacu pertumbuhan bibit manggis. Keberhasilan inokulasi masing-masing strain A. rhizogenes dalam menginfeksi akar bibit manggis dapat diketahui dari terintegrasinya T-DNA ke
dalam sel akar tanaman manggis menggunakan polymerase chain reaction (PCR) dengan primer spesifik yaitu primer yang susunan nukleotidanya tertentu dan merupakan komplemen dari cetakan DNA yang akan dianalisis yaitu primer rolB1 dan rolB2. Hasil analisis molekuler dengan teknik PCR pada akar bibit manggis yang diinokulasi pada umur 6 minggu pada konsentrasi OD600=1.0 terlihat bahwa strain ATCC-15834 dapat menstransfer T-DNA dalam sel akar tanaman manggis, yang ditunjukkan adanya pita DNA ukuran 780 bp. tetapi tidak ditemukan pita DNA pada strain 07-20001, A4, 509, R1000 dan kontrol. Hal tersebut mengindikasikan terintegrasinya TL-DNA A. rhizogenes strain ATCC15834 pada akar bibit manggis. Churiyah (2005) juga menemukan adanya pita DNA ukuran 780 bp pada tanaman Cucurbitaceae yang berhasil diinokulasi dengan A. rhizogenes strain ATCC-15834. Menurut Ermayanti et al. (2002), deteksi adanya pita TL-DNA ini diperlukan untuk konfirmasi terjadinya transfer TDNA antara bakteri terhadap sel tanaman.
SIMPULAN Inokulasi A. rhizogenes strain ATCC-15834, 07-20001, A4, dan 509 mampu meningkatkan pertumbuhan panjang akar primer, jumlah akar sekunder dan tersier serta pertumbuhan tajuk, yaitu : diameter batang, tinggi tanaman, dan jumlah daun tanaman bibit manggis. Metode inokulasi dengan cara akar dipotong lebih efektif dalam menginfeksi akar bibit manggis dibandingkan dengan akar ditusuk. Bakteri A. rhizogenes strain ATCC-15834 konsentrasi OD600 = 1.0 dapat menginokulasi akar bibit tanaman manggis umur 6 minggu. Anatomi akar bibit manggis hasil inokulasi strain ATCC-15834 menghasilkan rata-rata diameter pembuluh xilem, luas serapan permukaan sayatan melintang dan total luasan xilem akar yang lebih besar serta menghasilkan pertumbuhan rambut akar yang lebih baik dibandingkan bibit yang tidak diinokulasi. Serta menghasilkan serapan hara (N dan P) daun, dan kandungan total hormon IAA yang paling tinggi. Hasil verifikasi inokulasi A. rhizogenes dengan amplifikasi PCR menunjukkan bahwa strain ATCC-15834 dapat mentransfer daerah TL-DNAnya pada akar bibit manggis yang dibuktikan dengan terdeteksinya gen rolB 780 bp pada elektroforesis.
Induksi Akar Manggis (Garcinia mangostana L.) dengan Agrobacterium rhizogenes Secara In Vitro
Abstrak Perbanyakan bibit manggis dengan perkecambahan biji menghadapi berbagai kendala seperti biji hanya tersedia pada musim tertentu ketika musim berbuah (1-2 kali setahun) dan setiap buah hanya menghasilkan 1-2 biji yang berukuran besar dan layak untuk dijadikan benih. Perbanyakan manggis dengan cara in vitro diharapkan dapat menyediakan bibit manggis secara masal, seragam, dan sepanjang tahun. Kendala utama dalam perbanyakan tanaman manggis secara in vitro adalah dalam merangsang perakarannya. Tujuan penelitian adalah mempelajari pengaruh penggunaan media dasar (WPM dan MS) dan ZPT (BAP dan kinetin) terhadap kecepatan multiplikasi tunas manggis dalam kultur in vitro dan mendapatkan strain A. rhizogenes yang paling baik dalam menginduksi perakaran manggis secara in vitro dengan A. rhizogenes. Percobaan ini dilakukan dalam 2 tahap yaitu : multiplikasi tunas manggis dan induksi perakaran eksplan dengan A. rhizogenes . Rancangan yang digunakan untuk multiplikasi tunas adalah Rancangan Acak Lengkap yang terdiri dari empat perlakuan yaitu; M1 (WPM + 5 mg/l BAP), M2(MS+5 mg/l BAP), dan M3(WPM +10 mg/l Kinetin), untuk induksi akar dengan A. rhizogenes percobaan juga ditata dalam Rancangan Acak Lengkap dengan satu faktor, yaitu strain A. rhizogenes : G0= (WP + 5 mg/l IBA), G1(509), G2( ATCC-15834), G3(ATCC8196), G4(01-1724), G5 (A4), G6 (07-2001), dan G7(R-1000). Hasil penelitian menunjukkan bahwa : Penggunaan media WPM + 5 mg/l BAP menghasilkan persentase perkecambahan dan presentase pembentukan tunas majemuk yang lebih baik dibandingkan biji yang ditanam pada media MS + 5 mg/l BAP dan WPM + 10 mg/l Kinetin. Perlakuan inokulasi berbagai strain A. rhizogenes (509, 07-20001, ATCC-15834, R1000, A4 dan ATCC-8196) dapat menginduksi perakaran pada semua eksplan manggis tanpa biji, sedangkan pada eksplan manggis dengan biji akar hanya muncul pada strain 509, 07-20001, ATCC15834. Eskplan manggis dengan biji yang berhasil berakar setelah inokulasi A. rhizogenes berhasil tumbuh pada tahap aklimatisasi, sedangkan eksplan manggis tanpa biji tidak ada yang berhasil tumbuh setelah 2 minggu aklimatisasi. Inokulasi A. rhizogenes strain 509 pada kultur in vitro menghasilkan anatomi akar (rata-rata diameter pembuluh xilem, jumlah total pembuluh xilem, luas serapan permukaan dan total luasan sayatan melintang) yang lebih besar dibandingkan kontrol.
Kata Kunci : Aklimatisasi, anatomi, A. rhizogenes, eksplan, multiplikasi
In Vitro Root Induction in Mangosteen (Garcinia mangostana L.) Using Agrobacterium rhizogenes
Abstract
Mangoteen propagation using seed germination faces some obstacle such as seeds availability where which only available during harvesting season (one or twice a year) with 1-2 seeds only for each fruits that can be used for propagation. In vitro mangosteen propagation, therefore is expected to be able provide uniform propagules in a huge amount all along the year. Root induction, however, is a major problems of mangosteen in vitro propagation. This research is focused on shoot multiplication prior to finding the best strain of Agrobacterium rhizogenes for mangoteen in vitro root induction. Randomized Complete Design was applied to shoot multiplication set of experiment, consisted of M1(WPM + 5 mg/L BAP); M2(MS + 5 mg/L BAP) and M3(WPM + 10 mg/L Kinetin). The design was also applied to root induction experiment consisted of a single factor only, A. rhizogenes with : G0= (WP + 5 mg/l IBA), G1(509), G2( ATCC-15834), G3(ATCC8196), G4(01-1724), G5 (A4), G6 (07-2001), dan G7(R-1000). The result showed that M1 medium produced more germinated seed and higher number of multiple shoot than other media. While root induction experiment showed that all strains used induced root formation of cotyledonless explants. When complet seedling was subjected to the strains, strain 509, 07-20001, ATCC-15834 induced root formation. Explant with cotyledon that were root formation were induced were able to survive at acclimation stage, but none for cotyledoneless explants. Anatomy observation showed that 509 resulted in higher xylem diameter, total number of xylem, conductivity, and higher ration of conductivity/total root trasversal area in comparation to other control.
Key words : Acclimation, anatomy, A. rhizogenes, explant, multiplication
PENDAHULUAN Ketersediaan bibit yang bermutu dalam jumlah banyak, cepat, dan seragam merupakan langkah awal untuk menunjang pengembangan tanaman manggis. Ketersediaan bibit tersebut ditempuh melalui cara mikropropagasi secara in vitro. Kultur tanaman secara in vitro sudah sangat berkembang dan digunakan dalam berbagai penelitian mutakhir maupun secara komersial. Triatminingsih et al. (2001) melaporkan bahwa pembibitan manggis secara kultur in vitro dari satu eksplan (yang berasal dari eksplan biji) setelah disubkulturkan dapat menghasilkan 30 tunas dalam waktu enam bulan. Planletplanlet yang dihasilkan belum merupakan planlet intak (planlet sempurna) karena belum mempunyai akar. Kendala utama dalam perbanyakan tanaman manggis secara in vitro adalah dalam merangsang perakarannya. Pengakaran tunas perlu diupayakan untuk menghasilkan bibit dengan sistem perakaran yang baik. Sehingga pertumbuhan planlet manggis dapat dipacu untuk tumbuh lebih cepat. Hasil penelitian perakaran manggis telah dilaporkan oleh Goh et al. (1990),
yaitu
dengan
penambahan
IBA
20
mg/l,
penambahan
NAA
menghasilkan persentase eksplan yang berakar lebih rendah daripada penambahan IBA.
Hasil penelitian Pertamawati (1997) menunjukkan bahwa
media MS + 2iP 15 ppm + IBA 0.5 ppm memberikan persentase tertinggi bagi eksplan yang berakar, sedangkan Roostika et al. (2005) menyatakan bahwa persentase tertinggi diperoleh dari perlakuan ¼ MS + IBA 5 mg/l. Hasil yang diperoleh
dari
berbagai
percobaan
tersebut
memperlihatkan
bahwa
pertumbuhan planlet manggis dapat dipacu untuk tumbuh lebih cepat, tetapi percepatan pertumbuhan yang terjadi tidak terlalu besar, sehingga planlet dianggap masih tetap tumbuh lambat. Oleh karena itu perlu dicari upaya lain yang mampu mempercepat pertumbuhan planlet manggis secara signifikan. Penggunaan bakteri Agrobacterium rhizogenes untuk mengatasi masalah pengakaran pada tanaman buah-buahan dan tanaman tahunan berkayu telah banyak percobaan yang dilakukan. Bakteri A. rhizogenes dapat menginduksi pembentukan akar pada tanaman yang terinfeksi.
Akar yang
terbentuk dapat tumbuh dengan cepat dan biasanya tidak memerlukan hormon pertumbuhan eksogen. Pada kultur in vitro, A. rhizogenes strain A4 dan 232 berhasil menginduksi perakaran eksplan tunas apel ’Golden delicious’ (Patena et
al. 1988). Strain A4 juga dapat menginduksi akar pine (Pinus) dan Larch (Larix) spp (McAfee et al. 1993). Infeksi A. rhizogenes strain 1855, dengan dan tanpa penambahan hormon pada kultur in vitro almond, apel, plum, pyrus pyraster dan dua hibrid rootstocks, Citation (plum X peach) dan GF677 (almond X peach) menghasilkan tiga respon, yaitu : genotif yang berakar tanpa auksin, genotif yang berakar hanya dengan auksin dan genotif yang berakar setelah diinfeksikan A. rhizogenes (Damiano & Monticelli. 1998). Induksi akar dengan A. rhizogenes strain LBA9402 ternyata lebih efektif dalam meningkatkan persen akar dan jumlah akar pada eksplan radiate pine (Pinus radiata) dibandingkan strain A4T (Li & Leung 2003). Sampai sejauh ini pemanfaatan bakteri A. rhizogenes
untuk
menginduksi akar eksplan manggis belum pernah dilaporkan. Oleh karena itu perlu diteliti lebih lanjut peranan bakteri A. rhizogenes
dalam menginduksi
perakaran eksplan manggis. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh penggunaan media dasar (WPM dan MS) dan ZPT (BAP dan kinetin) terhadap kecepatan multiplikasi tunas manggis dalam kultur in vitro dan mendapatkan strain A. rhizogenes
yang paling efektif menginduksi perakaran eksplan
manggis.
Bahan dan Metode
Penelitian dilaksanakan dari Maret 2006 – Maret 2007, kegiatan penelitian dilakukan di laboratorium kultur jaringan dan rumah kaca Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika LPPM-IPB, Bogor.
Percobaan A. Multiplikasi tunas tanaman manggis melalui kultur in vitro Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penggunaan media dasar (WPM dan MS) dan ZPT (BAP dan kinetin) terhadap kecepatan multiplikasi tunas manggis dalam kultur in vitro.
a). Rancangan percobaan dan pengamatan Percobaan ditata dalam Rancangan Acak Lengkap yang terdiri atas empat perlakuan yaitu :
M1
= WPM + 5 mg/l BAP
M2
= MS
M3
= WPM + 10 mg/l Kinetin
+ 5 mg/l BAP
Terdapat 3 kombinasi perlakuan dengan 20 kali ulangan. Setiap satuan unit percobaan terdiri atas 5 botol kultur. Kultur dipelihara dalam ruang kultur yang bertemperatur 26oC dengan intensitas cahaya sekitar 1000 lux selama 16 jam. b). Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian berupa biji manggis asal Purwakarta yang berpenampilan baik, tidak cacat atau terbelah-belah serta mempunyai berat minimum 1,2 g. penelitian berupa
zat pengatur
Bahan kimia yang digunakan dalam tumbuh BAP,
media WPM (Lioyd &
McCown1981) dan MS (Murashige & Skoog 1962), agar (Oxoid) sebagai pemadat, desinfektan (benlate, alkohol 70%, sodium hypoklorid dan aquades steril), cefotaxime dan media YMB (Yeast Monithol Broath) dan LB (Luria Broth). c). Pembuatan media kultur Media untuk inisiasi dan multiplikasi tunas pucuk yang dipergunakan adalah media dasar WPM dan MS yang mengandung 5 mg/l BAP dan 10 mg/l kinetin. Media dipadatkan dengan penambahan 7 g/l agar (Oxoid). Media diatur pH-nya menjadi sekitar 5,8 kemudian disterilkan dengan menggunakan otoklaf selama 15–20 menit dengan suhu 120oC menggunakan tekanan 1 atmosfer. d). Sterilisasai eksplan Buah manggis dikupas, bijinya dibersihkan dari selaput berserat tempat menempelnya daging buah, kulit aril dan serat-seratnya dibuang kemudian biji dicuci bersih dengan air kran mengalir, selanjutnya biji dicuci dengan deterjen selama 5 menit, dibilas dengan air steril dan direndam dalam larutan benlate selama 30 menit. Biji kemudian dibilas dengan air steril dan direndam dalam larutan alkohol 70% dan dibilas dengan air steril. Setelah itu biji direndam dalam larutan sodium hypoklorit 10%, 20%, dan 30% masing-masing selama 20, 15 dan 10 menit lalu dibilas dengan air steril.
Biji yang telah steril ini dibelah
menjadi empat bagian dan siap ditanam dalam media perlakuan.
f). Pengamatan Peubah yang diamati meliputi saat munculnya tunas, jumlah tunas yang tumbuh dan persentase yang bertunas. Pengamatan dalam percobaan ini dilakukan tanpa mengeluarkan eksplan dari botol kultur.
Tunas-tunas yang
tumbuh tersebut digunakan untuk percobaan induksi perakaran eksplan tunas manggis secara in vitro.
Percobaan B. Induksi perakaran eksplan tunas manggis dengan Agrobacterium rhizogenes melalui kultur in vitro Percobaan ini bertujuan untuk mendapatkan strain A. rhizogenes yang dapat menginduksi perakaran eksplan tunas manggis secara in vitro.
a). Rancangan percobaan Percobaan ditata dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) perlakuan berupa transformasi beberapa strain A. rhizogenes pada ekspan manggis, yaitu : G0 = Kontrol (WPM + 5 mg/l IBA) G1 = 509 G2 = ATCC-15834 G3 = ATCC-8196 G4 = 01-1724 G5 = A4 G6 = 07-2001 G7 = R-1000 Setiap perlakuan diulang 10 kali, masing-masing botol kultur terdiri atas 3 eksplan dan setiap satuan percobaan terdiri atas 3 botol kultur. Kultur dipelihara dalam ruang kultur yang bertemperatur 26oC dengan intensitas cahaya sekitar 1000 lux selama 16 jam. b). Pemilihan tunas manggis Tunas manggis dari media multiplikasi in vitro, dipilih yang berukuran tinggi
≥ 2,5 cm, berdaun sepasang dan bobot basah sekitar 1 g, dipotong
bagian pangkalnya kemudian siap diinokulasi dengan A. rhizogenes.
c). Inokulasi Bakteri A. rhizogenes terhadap Tunas Manggis Tunas manggis yang terpilih diinokulasikan dengan bakteri A. rhizogenes menurut metode (Damiano et al. 1995) yang dimodifikasi Charity (2002). Eksplan manggis tanpa biji diinokulasi dengan cara, bagian dasar batang manggis dicelupkan dalam 0.5 ml suspensi bakteri A. rhizogenes ((OD600 = 1.0) yang ditumbuhkan seperti Penelitian I, kemudian di vakum selama 15 menit. Untuk tunas manggis dengan biji inokulasi dilakukan dengan cara pangkal batang ditusuk menggunakan jarum steril yang sudah dicelupkan dalam suspensi bakteri A. rhizogenes. Setelah itu tunas dikeringkan dengan kertas saring dan dikulturkan dalam medium WPM disimpan selama 2 hari di ruang gelap, kemudian dicuci dengan akuades steril 5 kali, dikeringkan dengan kertas saring, direndam dalam 250 mg/l cefotaxime selama 10 menit dan dikulturkan pada media WPM
yang mengandung 500 mg/l cefotaxime.
Konsentrasi
cefotaxime diturunkan secara bertahap menjadi 250 dan 100 mg/l pada masingmasing subkultur sampai tidak terjadi kontaminasi. d). Pembuatan media aklimatisasi Media aklimatisasi berupa campuran pasir dan tanah steril dengan perbandingan 1 : 1, yang dimasukkan ke dalam pot berukuran diameter 10 cm dan tinggi 10 cm. e). Penanaman dan pemeliharaan planlet pada media aklimatisasi Planlet dipindahkan dari media perakaran ke dalam pot yang sudah disiapkan, kemudian ditempatkan pada tempat teduh dan diberi sungkup plastik yang telah diberi lubang.
Planlet dipelihara dengan melakukan penyiraman
menggunakan hara steril. Masa aklimatisasi berlangsung selama 3 bulan. f). Pengamatan Peubah-peubah yang diamati pada induksi akar secara in vitro adalah ; (1) mulai muncul akar, (2) persentase tanaman yang berakar, dan (3) jumlah akar, yang diamati 1 minggu sekali sampai umur 12 minggu untuk eksplan tanpa biji dan 7 minggu untuk eksplan dengan biji.
Pengamatan dilakukan tanpa
mengeluarkan eksplan dari botol kultur. Pada akhir pengamatan dilakukan pengamatan terhadap : (1) tinggi eksplan, (2) diameter batang, (3) panjang akar,
dan (4) jumlah daun, dihitung daun yang telah membuka sempurna, berwarna hijau atau masih merah. Peubah Peubah yang diamati pada saat aklimatisasi adalah : (1) persentase planlet yang mampu tumbuh, (2) pertambahan tinggi, (3) diameter batang, (4) jumlah daun tanaman yang diamati setiap 1 minggu. Pada akhir penelitian dilakukan pengamatan : (1) panjang akar primer, (2) jumlah akar sekunder, dan (3) jumlah tersier.
HASIL PENELITIAN Percobaan A. Multiplikasi tunas tanaman manggis melalui kultur in vitro Proses perkecambahan benih manggis mulai terlihat satu minggu setelah perlakuan (1 MSP), yaitu ditandai dengan munculnya tonjolan kecil berwarna merah pada bagian ujung benih dan sebuah akar yang berumur pendek muncul dari ujung yang lainnya. Sebanyak 408 eksplan yang ditanam, hingga 8 MSP terdapat 16.18% eksplan yang tidak berkecambah sehingga pada akhir pengamatan eksplan yang asenik dan mampu berkecambah sebesar 83.82%. Biji yang diinduksi dengan WPM + 5 mg/l BAP mempunyai persentase perkecambahan yang relatif lebih baik dibandingkan biji yang diinduksi MS + 5 mg/l BAP dan WPM + 10 mg/l Kinetin. Sampai dengan 6 MSP persentase perkecambahan biji yang diinduksi WPM + 5 mg/l BAP, MS + 5 mg/l BAP dan WPM + 10 mg/l Kinetin mencapai 86.76%, 83.09% dan 81.62% (Tabel 13). Tabel 13. Persentase bertunas dan pembentukan tunas majemuk dari 1 MSP sampai 8 MSP
Waktu MSP
1 2 3 4 5 6
WPM (10 mg/l Kinetin)
Komposisi Media WPM (5 mg/l BAP)
MS (5 mg/l BAP)
% Bertunas
% Tunas majemuk
% Bertunas
% Tunas majemuk
% Bertunas
% Tunas majemuk
29.41 34.56 68.38 72.79 80.15 81.62
0 3.68 6.62 15.44 16.91 18.38
31.62 53.68 84.56 84.56 86.03 86.76
0 8.09 14.71 19.85 26.47 27.21
25.74 36.76 69.85 74.26 81.62 83.09
0 6.62 12.50 16.91 22.06 24.26
Persentase perkecambahan yang tinggi ini juga diikuti oleh daya multiplikasinya dalam membentuk tunas majemuk dimana pemberian WPM + 5 mg/l BAP,
MS + 5 mg/l BAP dan
WPM + 10 mg/l Kinetin menghasilkan
pembentukan tunas majemuk secara berturut-turut 27.21%, 24.26% dan 18.38% (Tabel 13, Gambar 17 dan 18).
A
C
B
Gambar 17.
Induksi tunas manggis secara kultur in vitro menggunakan media (A) WPM + 10 mg/l Kinetin, (B) WPM + 5 mg/l BAP, dan (C) MS + 5 mg/l BAP umur 8 MSP.
Berdasarkan hal tersebut maka penggunaan media WPM + 5 mg/l BAP sangat membantu proses perkecambahan dan merangsang pembentukan tunas majemuk relatif lebih baik bila dibandingkan dengan media MS + 5 mg/l BAP dan media WPM + 10 mg/l Kinetin. Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh bahwa perlakuan WPM + 5 mg/l BAP dapat menginduksi pembentukan tunas lebih banyak dari seluruh eksplan yang ditanam yaitu 15 tunas, disusul MS + 5 mg/l
BAP
sebanyak
13
tunas
hanya
saja
tunas
yang
terbentuk
perkembangannya sangat lambat, dan terakhir WPM 10 mg/l Kinetin sebanyak 3 tunas (Gambar 18).
A
B
C
Gambar 18. Tunas terbanyak yang berhasil diinduksi secara kultur in vitro menggunakan media (A) WPM + 10 mg/l Kinetin (3 tunas), (B) WPM + 5 mg/l BAP (15 tunas), dan (C) MS + 5 mg/l BAP (13 tunas) umur 8 MSP.
Percobaan B. Induksi perakaran eksplan tunas manggis dengan Agrobacterium rhizogenes melalui kultur in vitro Eksplan manggis dengan biji Berdasarkan Tabel 14 terlihat bahwa pada eksplan manggis dengan biji, akar adventif mulai terbentuk ditempat infeksi pada umur 4 minggu setelah inokulasi. Eksplan yang diinokulasi dengan strain ATCC 15834 muncul akar pada minggu ke-4 (2 eksplan), minggu ke-5 (1 eksplan) dan minggu ke-6 (1 eksplan), 509 muncul akar minggu ke-4 (2 eksplan) dan minggu ke-6 (2 eksplan), 07-20001 muncul akar minggu ke-4 (1 eksplan) dan minggu ke-6 (2 eksplan), sedangkan eksplan yang diinokulasi dengan strain R1000, A4, ATCC 8196 dan induksi dengan hormon IBA (kontrol) sampai minggu ke-7 belum ada akar yang muncul. Tabel 14. Pengaruh inokulasi beberapa strain A. rhizogenes terhadap kecepatan terbentuknya akar eksplan pucuk manggis dengan biji Strain A. rhizogenes Kontrol
4 0
5 0
6 0
7 0
% Eksplan berakar 0.00
ATCC-15834
2
1
1
0
26.67
1.28 a
509
2
0
2
0
26.67
1.87 a
R1000
0
0
0
0
0.00
0.00 b
07-20001
1
0
2
0
20.00
1.55 a
A4
0
0
0
0
0.00
0.00 b
ATCC 8196
0
0
0
0
0.00
0.00 b
Jumlah kultur berakar minggu ke-
Rata-rata panjang akar (cm) 0.00 b
Sebanyak 105 eksplan tunas yang diinokulasi dengan berbagai strain A. rhizogenes, hingga minggu ke-7 setelah inokulasi baru terdapat 10.48% eksplan yang berhasil membentuk akar. Inokulasi A. rhizogenes strain 509 dan ATCC-15834
menghasilkan persentase pembentukan akar yang tertinggi,
kemudian diikuti oleh eksplan yang diinokulasi dengan strain 07-20001. Inokulasi strain 509, ATCC-15834 dan 07-20001 menghasilkan panjang akar yang tidak berbeda nyata, namun ada kecendrungan inokulasi dengan strain 509 menghasilkan rata-rata panjang akar yang terbesar. Performansi akar
planlet manggis umur 6 minggu setelah inokulasi dapat dilihat pada Gambar 19. Akar adventif muncul dibagian batang yang diinokulasi dengan A. rhizogenes sedangkan pada kontrol tidak muncul akar. Inokulasi dengan strain 509 menghasilkan akar yang lebih panjang dibandingkan dengan strain ATCC-15834 dan 07-20001.
Akar adventif
Kontrol
509
Akar adventif
Akar adventif
ATCC 15834
07-20001
Gambar 19. Performansi akar planlet manggis umur 6 minggu setelah inokulasi Minggu ke-7 setelah inokulasi, eksplan yang berhasil berakar setelah diinokulasi A. rhizogenes di aklimatisasi, dan 75 % berhasil tumbuh dengan baik sampai umur 3 bulan setelah diaklimatisasi. Berdasarkan Tabel 15 terlihat bahwa
pertumbuhan
bibit
yang
diinokulasi
A.
rhizogenes
strain
509
menghasilkan penambahan diameter batang terbesar dan penambahan jumlah daun terbesar dihasilkan strain 07-20001 sedangkan untuk penambahan tinggi tanaman tidak berbeda nyata antara bibit hasil inokulasi A. rhizogenes dengan kontrol. Performansi bibit yang tumbuh pada media aklimatisasi, umur 3 bulan setelah tanam dapat dilihat pada Gambar 20. Bibit hasil inokulasi dengan A.
rhizogenes menghasilkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan bibit yang tidak diinokulasi (kontrol). Tabel 15. Penambahan diameter batang (mm), tinggi (cm) dan jumlah daun (helai) tanaman manggis setelah diaklimatisasi, umur 3 bulan setelah tanam Strain Penambahan Penambahan Penambahan A rhizogenes diameter batang tinggi tanaman jumlah daun (mm) (cm) (helai) Kontrol 0.28 b 2.50 a 2.67 b 509
1.94 a
2.50 a
2.67 b
07-20001
0.29 b
2.50 a
4.00 a
ATCC-15834
0.20 b
2.23 a
3.33 b
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada peubah yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT (α = 0.05).
Kontrol
509
07-20001
ATCC 15834
Gambar 20. Performansi bibit yang tumbuh pada media aklimatisasi, umur 3 bulan setelah tanam
Umur 3 bulan setelah tanam pada media aklimatisasi dilakukan pembongkaran bibit tanaman manggis. Performansi bibit manggis umur 3 bulan setelah aklimatisasi dapat dilihat pada Gambar 21. Akar yang muncul dari hasil inokulasi dengan A. rhizogenes setelah 3 bulan diaklimatisasi dapat tumbuh dan berkembang dengan baik yang ditandai dengan terbentuknya akar sekunder dan tersier yang lebih banyak, sedangkan pada tanaman kontrol muncul akar pada bagian biji dari bibit manggis tersebut namun
belum terbentuk akar tersier
setelah 3 bulan diaklimatisasi. Tabel 16 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap panjang akar primer antara bibit hasil inokulasi A. rhizogenes dengan kontrol. Keadaan yang sama juga terjadi pada jumlah akar sekunder dimana tidak terdapat perbedaan yang nyata antara bibit hasil inokulasi A. rhizogenes dengan kontrol. Ada kecendrungan bahwa bibit hasil inokulasi dengan strain 509 menghasilkan jumlah akar sekunder yang tertinggi dibandingkan kontrol. Sedangkan untuk bibit hasil inokulasi dengan strain 509 dan 07-20001 tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap jumlah akar tersiernya tapi berbeda dengan kontrol. Tabel 16. Panjang akar primer (cm), jumlah akar sekunder (buah) dan jumlah akar tersier (buah) tanaman manggis setelah diaklimatisasi, umur 3 bulan setelah tanam Strain A rhizogenes Kontrol
Panjang akar primer (cm) 3.50 a
Jumlah akar sekunder (buah) 2.0 a
Jumlah akar tersier (buah) 0.0 b
509
5.75 a
13.5 a
5.5 a
07-20001
8.25 a
7.0 a
4.5 a
ATCC-15834
2.25 a
2.5 a
0.0 b
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada peubah yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT (α = 0.05).
2 cm
2 cm
Kontrol
2 cm
509
2 cm
07-20001
ATCC 15834
akar akar akar
Kontrol
509
07-20001
Gambar 21. Performansi bibit manggis umur 3 bulan setelah aklimatisasi
akar
ATCC 15834
Untuk melihat lebih jauh apakah akar yang dihasilkan dari Inokulasi A. rhizogenes dapat berfungsi untuk menyerap air dan hara maka dilakukan pengamatan anatomi akar bibit manggis. Hasil sayatan melintang akar bibit manggis pada umur
3 bulan setelah diaklimatisasi memperlihatkan bahwa
inokulasi dengan strain 509 menghasilkan rata-rata diameter pembuluh xilem, jumlah total pembuluh xilem, luas serapan permukaan sayatan melintang, total luasan sayatan melintang dan rasio (luas serapan/total luasan sayatan melintang) yang paling besar dibandingkan kontrol (Tabel 17). Sayatan melintang akar bibit manggis umur 3 bulan setelah aklimatisasi dapat dilihat pada Gambar 22. Akar hasil inokulasi dengan A. rhizogenes memperlihatkan perkembangan xilem yang lebih baik dibandingkan kontrol. Akar hasil inokulasi dengan strain 509 memperlihatkan jumlah xilem yang banyak serta ukuran yang relatif seragam.
Tabel 17.
Strain A.rhizogenes
Rata-rata diameter pembuluh xilem, jumlah total pembuluh xilem, luas serapan permukaan sayatan melintang, total luasan sayatan melintang dan rasio (konduktivitas/ total luasan sayatan melintang), umur 3 bulan setelah tanam Rata-rata diameter pembuluh xilem (µm)
Jumlah total pembuluh xilem (buah)
Luas serapan permukaan sayatan melintang 2 (µm )
Kontrol
5.333
30.667
684.674
509
6.153
119.000
07-20001
5.990
ATCC-15834
5.580
Total luasan sayatan melintang (µm2)
Rasio = luas serapan / total Luasan sayatan melintang
99.957
6.849
3536.637
164.850
21.454
78.000
2196.939
128.217
17.135
90.333
2207.926
154.383
14.302
en
en
x
f
f
x 20 µm
Kontrol en
20 µm en
x
x
f 20 µm
509
f
07-20001
20 µm
ATCC 15834
Gambar 22. Sayatan melintang akar bibit manggis umur 3 bulan setelah aklimatisasi, dimana x = xilem, f = floem, dan en = endodermis
Eksplan manggis tanpa biji Pengakaran tunas perlu diupayakan untuk menghasilkan bibit dengan sistem perakaran yang baik. Sebanyak 140 eksplan tunas yang diinokulasi dengan berbagai strain A. rhizogenes, hingga 12 MSP baru terdapat 10.71 % eksplan yang berhasil membentuk akar. Terbentuknya akar ditandai dengan membengkaknya bagian pangkal tunas sehingga pada bagian tunas tersebut terlihat ada tonjolan (Gambar 23).
Primodia akar
Gambar 23. Primodia akar yang terbentuk pada eksplan manggis tanpa biji umur 6 minggu setelah diinokulasi dengan A. rhizogenes
Tabel 18 memperlihatkan bahwa eksplan tunas manggis baru mulai muncul akar 6 minggu setelah inokulasi.
Eksplan yang di inokulasi dengan
strain ATCC-15834 muncul akar pada minggu ke-6 (3 eksplan) dan minggu ke10 (1 eksplan), 509 muncul akar minggu ke-6 (3 eksplan) dan minggu ke-8 (1 eksplan), strain R1000 mulai berakar pada minggu ke 7 (2 eksplan), 07-2001 berakar pada minggu ke 8 (1 eksplan), A4 mulai berakar pada minggu ke-8, 10 dan 12 masing-masing sebanyak 1 eksplan, sedangkan inokulasi dengan strain ATCC 8196 dan kontrol baru muncul akar minggu ke-12 masing-masing sebanyak 1 eksplan.
Inokulasi A. rhizogenes strain 509 dan ATCC-15834
menghasilkan persentase pembentukan akar (20.00%), kemudian A4 (15.00%), R1000 (10.00%), 07-20001, ATCC 8196 dankontrol (5.00%). Dari Tabel 19 terlihat bahwa inokulasi A. rhizogenes strain 509, ATCC 15834 dan A4 pada eksplan manggis umur 12 MSP menghasilkan diameter batang terbesar dan tinggi tanaman yang terbesar dihasilkan eksplan yang diinokulasi dengan strain 509 dan A4. Sedangkan untuk jumlah daun dan panjang akar tidak berbeda nyata antara kontrol dengan eksplan yang diinokulasi dengan A. rhizogenes. Namun ada kecendrungan bahwa inokulasi dengan strain 509, ATCC 15834 dan A4 menghasilkan jumlah daun dan panjang akar yang lebih tinggi dibanding kontrol.
Tabel 18.
Pengaruh inokulasi beberapa strain A. rhizogenes terhadap kecepatan terbentuknya akar eksplan pucuk manggis tanpa biji
Strain A. rhizogenes
Jumlah kultur berakar minggu ke-
% Eksplan berakar
Kontrol
6 0
7 0
8 0
9 0
10 0
11 0
12 1
ATCC-15834
3
0
0
0
1
0
0
20.00
509
3
0
1
0
0
0
0
20.00
R1000
0
2
0
0
0
0
0
10.00
07-20001
0
0
1
0
0
0
0
5.00
A4
0
0
1
0
1
0
1
15.00
ATCC 8196
0
0
0
0
0
0
1
5.00
5.00
Tabel 19. Pertumbuhan kultur setelah diinokulasi dengan berbagai strain A. rhizogenes umur 12 MSP Strain A. Diameter Tinggi tanaman Jumlah daun Rata-rata rhizogenes batang (cm) (helai) panjang akar (mm) (cm) Kontrol
0.20 bc
1.98 c
2.50 a
0.05 a
ATCC-15834
0.29 a
2.75 bc
3.75 a
1.25 a
509
0.30 a
3.93 a
4.50 a
0.80 a
R1000
0.23 bc
2.55 bc
3.00 a
0.53 a
07-20001
0.22 bc
2.38 bc
3.00 a
0.38 a
A4
0.25 ab
3.13 ab
4.00 a
0.90 a
ATCC 8196
0.19 c
2.53 bc
3.00 a
0.13 a
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada peubah yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT (α = 0.05).
Berdasarkan Gambar 24 terlihat bahwa eksplan manggis pada umur 12 minggu setalah inokulasi dengan A. rhizogenes strain 509, R1000 dan 0720001 menunjukkan tanda-tanda ujung daun yang berwarna kecoklatan. Gejala tersebut terjadi pada eksplan manggis yang diinokulasi dengan bakteri A. rhizogenes
yang
memiliki
pertumbuhan
yang
sangat
cepat
sehingga
pertumbuhan bakteri A. rhizogenes pada media in vitro sangat susah dihilangkan. Aklimatisasi dilakukan pada umur 12 minggu setalah inokulasi dan 2 minggu setelah diaklimatisasi ternyata semua planlet manggis tidak berhasil tumbuh.
Kontrol
R1000
1.5cm
1.5cm
07-20001
1.5cm
ATCC15834
1.5cm
A4
509
1.5cm
1.5cm
ATCC8196
1.5cm
Gambar 24. Eksplan manggis tanpa biji umur 12 minggu setelah inokulasi
PEMBAHASAN Perbanyakan manggis dengan cara in vitro diharapkan dapat menyediakan bibit manggis secara masal, seragam, dan sepanjang tahun. Hasil multiplikasi tunas dari biji manggis yang dibelah empat mulai bertunas sekitar satu minggu setelah tanam, hasil yang serupa juga diperoleh pada perkecambahan biji utuh.
Menurut Nakasone & Paull (1999) waktu yang
dibutuhkan untuk perkecambahan biji manggis adalah sekitar 10–54 hari. Sebanyak 408 eksplan yang ditanam, hingga 6 minggu setelah perlakuan terdapat 16.18% eksplan yang tidak berkecambah sehingga pada akhir pengamatan eksplan yang asenik dan mampu berkecambah sebesar 83.82%. Menurut Cox (1988) keberhasilan perkecambahan biji dari buah segar mencapai 83.73-85.71% dan dari buah yang mulai membusuk hanya berkecambah 71.43%.
Benih yang diinduksi dengan WPM + 5 mg/l BAP mempunyai persentase perkecambahan yang relatif lebih baik dibandingkan benih yang diinduksi MS + 5 mg/l BAP dan WPM + 10 mg/l Kinetin. Sampai dengan 6 MSP persentase perkecambahan benih yang diinduksi WPM + 5 mg/l BAP, MS + 5 mg/l BAP dan WPM + 10 mg/l Kinetin
mencapai 86.76, 83.09 dan 81.62%.
Berdasarkan hal tersebut maka penggunaan media WPM + 5 mg/l BAP sangat membantu proses perkecambahan dan merangsang pembentukan tunas majemuk relatif lebih baik bila dibandingkan dengan media MS + 5 mg/l BAP dan media WPM + 10 mg/l Kinetin. Hormon BAP adalah salah satu sitokinin sintetis yang mempunyai peran fisiologis untuk mendorong pembelahan sel, sehingga penambahan BAP ke dalam media dapat merangsang pembentukan tunas majemuk. Menurut Wattimena (1988) bahwa pengaruh sitokinin pada berbagai proses fisiologis diduga pada tingkat pembuatan protein mengingat kesamaan struktur sitokinin dengan adenin yang merupakan komponen dari DNA dan RNA. Selanjutnya, Lakitan (1995) menambahkan, bahwa sitokinin merangsang pembelahan sel melalui peningkatan laju sintesis protein, beberapa di antara protein ini dapat berperan sebagai enzim yang dibutuhkan untuk terjadinya mitosis. Perlakuan WPM + 5 mg/l BAP dapat menginduksi pembentukan tunas lebih banyak dari seluruh eksplan yang ditanam yaitu 15 tunas, disusul MS + 5 mg/l
BAP
sebanyak
13
tunas
hanya
saja
tunas
yang
terbentuk
perkembangannya sangat lambat, dan terakhir WPM 10 mg/l Kinetin sebanyak 3 tunas. Dibandingkan dengan percobaan in vitro, hasil perkecambahan di lapang pada umumnya hanya satu tunas dan jarang yang lebih dari satu tunas (hanya 10%), yaitu dari biji yang bersifat poliembrionik (Cruz 2001). Namun demikian, dari sekian banyak tunas in vitro yang muncul tidak seluruhnya dapat lansung diinduksi akarnya karena ukurannya masih kecil (tinggi kurang dari 2 cm), hanya 3 tunas dari setiap biji yang dapat lansung diinduksi perakarannya. Roostika et al. (2005) juga melaporkan bahwa secara umum jumlah tunas manggis hasil kultur in vitro yang dapat langsung disubkultur ke media perakaran sebanyak 35 tunas dari setiap biji yang ditumbuhkan, sedangkan yang lain harus dipindahkan ke media pertumbuhan. Berdasarkan penelitian Harahap (2005) diperoleh hasil bahwa perlakuan biji dibelah empat menghasilkan tunas lebih banyak dibandingkan biji
utuh, namun tinggi tunasnya lebih rendah dibandingkan biji utuh. Biji manggis yang diletakkan tertelungkup dengan bagian luka menempel pada media secara umum memberikan pengaruh yang lebih baik dalam menginduksi pembentukan tunas adventif. Penggunaan media Woody Plant Medium (WPM) untuk menginduksi tunas manggis relatif lebih baik dibandingkan media Murashige dan Skoog (MS). Media WPM ini umum digunakan untuk tanaman berkayu karena merupakan media dengan konsentrasi ion yang rendah tetapi memiliki kandungan sulfat yang tinggi (Gunawan 1988).
Hasil penelitian Triatminingsih et al. (1995),
melaporkan bahwa media multiplikasi tunas terbaik terjadi pada media WPM + 2 ppm BAP + 0.1 ppm NAA mampu menghasilkan eksplan bertunas sebanyak 65%. Triatminingsih et al. (2001) melaporkan secara kultur in vitro satu eksplan manggis (yang berasal dari eksplan biji) dapat menghasilkan 30 tunas dalam waktu enam bulan setelah disubkulturkan. Berdasarkan uraian tersebut di atas terlihat bahwa penggunaan WPM + 5 mg/l BAP dapat menginduksi pembentukan tunas lebih banyak dari seluruh eksplan yang ditanam selanjut tunas-tunas yang dihasilkan tersebut digunakan untuk percobaan B, yaitu induksi perakaran eksplan tunas manggis dengan Agrobacterium rhizogenes melalui kultur in vitro Hasil percobaan induksi perakaran dengan bakteri A. rhizogenes menunjukkan bahwa inokulasi pada eksplan manggis dengan biji mampu menginduksi perakaran manggis lebih cepat yaitu pada minggu ke-4 setelah inokulasi sedangkan pada eksplan manggis tanpa biji akar mulai terbentuk pada minggu ke-6 setelah inokulasi. Keadaan ini lebih baik dibandingkan dengan induksi akar menggunakan hormon IBA (kontrol), dimana akar mulai terbentuk pada minggu ke-12 setelah perlakuan. Lukman (1996) melaporkan bahwa, sebagian besar eksplan tunas manggis yang diinduksi dengan IBA 1000 mg/l akan berakar pada 14-17 minggu setelah perlakuan. Persentase eksplan manggis yang berakar setelah diinokulasi dengan A. rhizogenes juga lebih tinggi dibandingkan eksplan yang diinduksi dengan hormon IBA (kontrol). Hal ini menunjukkan bahwa A. rhizogenes cenderung lebih efektif dibandingkan hormon IBA dalam menginduksi perakaran eksplan manggis.
McAfee et al. (1993) melaporkan bahwa persentase tunas yang
berakar pada pine (Pinus) dan Larch (Larix) spp yang diinokulasi A. rhizogenes
nyata lebih tinggi dibandingkan dengan induksi hormon NAA. Selanjutnya hasil penelitian (Damiano & Monticelli 1998) menunjukkan bahwa tunas almon tidak dapat berakar pada media yang ditambahkan auksin, setelah
diinokulasikan
dengan
A.
rhizogenes.
dan hanya berakar
Banyak
faktor
yang
mempengaruhi aktifitas auksin sintetik untuk merangsang inisiasi primordia akar, yaitu : kesanggupan senyawa tersebut untuk menembus lapisan kutikula atau epidermis berlilin, sifat translokasi di dalam tanaman, perubahan auksin menjadi senyawa yang tidak aktif di dalam tanaman, interaksi dengan hormon tumbuh lainnya, spesies tanaman, fase pertumbuhan, dan lingkungan (Wattimena, 1988). Perlakuan inokulasi berbagai strain A. rhizogenes dapat menginduksi perakaran pada semua eksplan manggis tanpa biji sampai umur 12 minggu setelah perlakuan.
Akar yang terbentuk lansung dari pangkal pucuk dan
merupakan satu kesatuan dengan pangkal pucuknya. Valpuesta (2002) mengatakan bahwa perakaran tanaman dapat diperbaiki dengan menginokulasi A. rhizogenes pada bagian dasar kultur in vitro yang telah dipotong. Masih
rendahnya
persentase
eksplan
manggis
yang
dapat
menghasilkan akar lebih dari satu. Hal ini diduga karena tanaman manggis ini memiliki sifat pertumbuhan yang sangat lambat. Di samping itu juga bakteri A. rhizogenes masih tetap tumbuh di media kultur in vitro sampai 12 minggu setelah perlakuan, walaupun media telah ditambahkan cefotaxime (250 mg/l) dan disubkultur setiap 2 kali seminggu. McAfee et al. (1993) melaporkan bahwa sampai 28 minggu setelah inokulasi pine (Pinus) dan Larch (Larix) spp, bakteri A. rhizogenes masih tetap tumbuh pada media yang telah ditambahkan cefotaxime (500 mg/l). Menurut Yusnita (2003) bahwa penggunaan antibiotik dalam media akan menyebabkan terjadinya keracunan pada tanaman. Hal ini juga terjadi pada eksplan manggis setelah 12 minggu perlakuan, dimana ujungujung daun menjadi kuning dan sistem perakaran kurang berkembang dengan baik sehingga penyerapan nutrisi menjadi lambat.
Setelah 2 minggu di
aklimatisasi semua tanaman yang berakar dari inokulasi A. rhizogenes tidak dapat tumbuh dan akhirnya mati karena akar membusuk dan daun menguning semua. Selanjutnya inokulasi A. rhizogenes pada eksplan manggis dengan biji muncul akar pada daerah inokulasi, yaitu pada strain ATCC-15834, 509 dan 07-20001
sedangkan inokulasi dengan strain R1000, A4, ATCC 8196 dan
induksi dengan hormon IBA (kontrol) sampai minggu ke-7 belum ada akar yang muncul. Keadaan ini disebabkan tidak semua strain A. rhizogenes dapat efektif menginduksi perakaran manggis.
Perbedaan keefektivan yang terjadi dari
masing-masing strain A. rhizogenes tersebut disebabkan adanya perbedaan kemampuan dari masing-masing strain untuk menginfeksi eksplan manggis tersebut.
Hasil penelitian Jacobsen (2003) menunjukkan bahwa adanya
perbedaan efektivitas strain A. rhizogenes dalam menginduksi perakaran tunas P. contorta.
Perbedaan efektivitas ini diduga karena adanya perbedaan
struktural dari gen vir pada masing-masing strain A. rhizogenes. Inokulasi A. rhizogenes dengan strain 509 menghasilkan panjang akar terbesar kemudian strain 07-20001 dan ATCC 15834. Secara visual akar yang dihasilkan dari kultur in vitro merupakan akar tunggal tanpa percabangan dan tanpa rambut-rambut akar pada planlet di botol yang sudah siap diaklimatisasi. Hasil yang serupa juga diperoleh Goh et al. (1990). Planlet yang berhasil berakar pada eksplan manggis dengan biji, ternyata 75% dapat tumbuh dengan baik pada media aklimatisasi sampai umur 3 bulan setelah tanam. Ketika tanaman dibongkar tampak akar mampu berkembang lebih baik dengan munculnya akar sekunder dan tersier pada strain 509 dan 07-20001. Hal ini menunjukkan bahwa strain A. rhizogenes tersebut dapat digunakan untuk induksi akar manggis secara in vitro. Keadaan ini membuktikan bahwa akar yang dihasilkan dari inokulasi A. rhizogenes dapat berfungsi dalam menunjang pertumbuhan dan perkembangan bibit manggis. Hasil
anatomi akar
juga memperlihatkan bahwa inokulasi A.
rhizogenes menghasilkan luas serapan permukaan sayatan melintang yang tinggi dibandingkan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa daya penghantar air oleh xilem lebih cepat prosesnya sehingga penyerapan air dan unsur hara dapat berjalan dengan baik, karena pada tumbuhan berpembuluh pengangkutan air serta zat yang terlarut di dalamnya dilakukan oleh jaringan pembuluh yaitu xilem (Hidayat 1995). Caboni (1996) melaporkan anatomi akar adventif yang dihasilkan setelah inokulasi dengan A. rhizogenes pada eksplan walnut, memperlihatkan sistem jaringan pembuluh yang sinambung antara akar dengan batang dan berhasil tumbuh dengan baik setelah dipindahkan ke media aklimatisasi.
Permasalahan
perakaran
pada
tanaman
buah-buahan
yang
diperbanyak secara kultur in vitro telah bisa diatasi dengan menggunakan bakteri A. rhizogenes (Damiano & Monticelli 1998).
Akar dapat terangsang
terbentuk lebih baik karena terjadi transfer sebagian fragmen DNA yaitu T-DNA dari Agrobacterium ke dalam sel tanaman yang terlibat dalam proses induksi akar adventif pada tempat infeksi. Namun dari uji konfirmasi T-DNA menggunakan polymerase chain reaction (PCR) dengan primer spesifik belum muncul produk DNA-nya. Hal ini diduga karena T-DNA yang ditransfer berada pada level (jumlah kopi) yang rendah. Hasil yang serupa diperoleh (Li & Leung (2003) pada radiata pine (Pinus radiata D. Don) yang diinokulasi dengan strain A4 dan LBA9402. Hasil penelitian Damiano & Monticelli (1998) menunjukkan bahwa hanya 6.8% yang dikonfirmasi sebagai akar transgenik hasil inokulasi A. rhizogenes. McAfee et al. (1993) mengatakan bahwa keberadaan A. rhizogenes disekitar
perakaran
sangat
bermanfaat
karena
bakteri
tersebut
dapat
memodifikasi lingkungan disekitar perakaran seperti meningkatkan kandungan asam organik yang diperlukan untuk perkembangan akar. Menurut Wattimena (1988) bahwa asam amino triptofan untuk biosintesis IAA berasal dari proses antolisa sel yang terjadi pada waktu pembentukan jaringan xilem dan floem. Pada waktu pembentukan jaringan xilem dan floem, sel-sel meristimatik ini mengalami antolisis dan hasil antolisis menjadi tersedia untuk bahan-bahan metabolisma selanjutnya untuk sel-sel sekitarnya. SIMPULAN Penggunaan media WPM + 5 mg/l BAP menghasilkan persentase perkecambahan dan pembentukan tunas majemuk yang lebih tinggi. Induksi perakaran eksplan tunas manggis dengan A. rhizogenes mampu menginduksi terbentuknya akar adventif pada tempat infeksi setelah diinokulasikan dengan strain 509 dan ATCC-15834, 07-20001 serta mampu tumbuh hingga 75% pada tahap aklimatisasi. Inokulasi A. rhizogenes strain 509 pada kultur in vitro menghasilkan anatomi akar (rata-rata diameter pembuluh xilem, jumlah total pembuluh xilem, luas serapan permukaan sayatan melintang dan total luasan sayatan melintang) yang paling besar dibandingkan kontrol.