Seminar on Intelligent Technology and Its Applications 2008
ISBN 978-979-8897-24-5
Identifikasi Tekstur Citra Bubuk Susu Menggunakan Alihragam Gelombang-Singkat Untuk Mendeteksi Keaslian Produk Susu Supatman Jurusan Teknik Elektro Universitas Wangsa Manggala, Jln. Wates Km.10.Yogyakarta 55753. E-mail :
[email protected] Abstrak - Identifikasi awal produk susu bubuk dilakukan dengan melihat kemasan dan tanggal kedaluwarsa, proses tersebut lebih mudah dan sederhana. Untuk menentukan keaslian susu bubuk yang dicampur dengan susu bubuk dari produk lain yaitu dengan tes laboratorium. Selain kedua teknik tersebut, untuk mengidentifikasi produk susu bubuk adalah dengan melihat butiran bubuk susu yang dipandang sebagai tekstur dalam citra digital. Dalam penelitian ini, citra tekstur butiran bubuk susu diekstrak menggunakan alihragam gelombang-singkat (wavelet) untuk mendapatkan ciri-ciri khusus dalam bentuk feature vector. Feature vector ini diterapkan sebagai vektor masukan proses pengenalan pada learning vector quantization (LVQ) melalui aturan dan proses pembelajaran. Dari eksperimen 155 data (80 data pembelajaran dan 75 data pengenalan), sistem mampu mengidentifikasi tiga jenis model perbedaan tekstur bubuk susu yaitu susu asli 93.94%, susu campuran 93.10% dan susu lain 84.62%.
bentuk dua dimensi untuk menghasilkan citra akan dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor yang mengakibatkan penampilan citra suatu benda tidak sama persis dengan bentuk fisik nyatanya. Faktorfaktor tersebut merupakan efek degradasi atau penurunan kualitas yang dapat berupa rentang kontras benda yang terlalu sempit atau terlalu lebar, distorsi geometrik, kekaburan (blur), kekaburan akibat obyek yang bergerak (motion blur), noise atau gangguan yang disebabkan oleh interferensi peralatan pembuat citra, baik berupa transduser, peralatan elektronik ataupun peralatan optik. Teknik dan proses untuk mengurangi atau menghilangkan efek degradasi pada citra digital meliputi perbaikan/peningkatan citra (image enhacement), restorasi citra (image restoration), dan tranformasi spasial (spasial transformation). Subyek lain dari pengolahan citra digital diantaranya adalah pengkodean citra (image coding), segmentasi citra (image segmentation), representasi dan deskripsi citra (image representation and description)[1][3][9][10]. Pengolahan citra dilakukan dengan komputer digital maka citra yang akan diolah terlebih dahulu ditransformasikan ke dalam bentuk besaran-besaran diskrit dari nilai tingkat keabuan pada titik-titik elemen citra. Bentuk citra ini disebut citra digital[1][3][9]. Setiap citra digital memiliki beberapa karakteristik, antara lain ukuran citra, resolusi dan format lainnya. Umumnya citra digital berbentuk persegi panjang yang memiliki lebar dan tinggi tertentu, yang biasanya dinyatakan dalam banyaknya titik atau piksel (picture elemen/pixel)[1][9]. U k u ran citra d ap at ju g a d in y atak an secara fisik d alam satu an p anjang (m isaln y a m m atau inch). D alam h al in i ten tu saja h arus ad a hubu ng an antara u kuran titik p en yu sun citra d eng an satu an p anjang. H al terseb u t d in y atak an d en g an reso lu si y an g m eru p ak an u k u ran b an y ak n y a titik u n tu k setiap satu an p an jan g . B iasan y a satu an y an g digunakan adalah dpi (dot per inch). M akin besar resolusi m akin banyak titik yang terkandung dalam citra dengan ukuran fisik yang sam a. H al ini m em b erikan efek pen am p ak an citra m enjadi sem akin h alus [1][3][9][10]. Form at citra digital ada berm acam -m acam . K arena sebenarnya citra m erep resen tasik an in fo rm asi terten tu , sed an g k an in fo rm asi tersebut
Kata kunci : Tekstur, Bubuk Susu, Alihragam Gelombang-Singkat, LVQ. 1. PENDAHULUAN Tekstur suatu citra dapat dipandang sebagai suatu struktur yang terdiri dari elemen gambar atau piksel yang memiliki kesamaan harga pada region tersebut. Elemen dasar dari suatu tekstur dikenal dengan texel (texture element) dan ini tersusun secara berulang yang akan membentuk suatu pola yang lebih besar yang mempunyai ciri khas. Beberapa peneliti telah berhasil mengaplikasikan jenis texture dari model yang digunakan baik model alami (natural) ataupun buatan (sintesis) [1][3][7][11][21]. 2. DASAR TEORI 2.1. Citra 2.1.1. Format Citra Citra adalah representasi dua dimensi untuk bentuk fisik nyata tiga dimensi[1][3]. Citra dalam perwujudannya dapat bermacam-macam, mulai dari gambar hitam-putih pada sebuah foto (yang tidak bergerak) sampai pada gambar berwarna yang bergerak pada pesawat televisi. Proses transformasi dari bentuk tiga dimensi ke
386
dapat dinyatakan secara bervariasi, m aka citra yang m ew akilinya d ap at m un cul d alam b erb ag ai form at. C itra y ang m erep resen tasik an inform asi yang hanya bersifat biner untuk m em bedakan 2 keadaan tentu tid ak sam a citra d en g an in fo rm asi y an g leb ih k o m p lek s seh in g g a m em erlukan lebih banyak keadaan yang diw akilinya. Pada citra digital sem u a in fo rm asi tad i d isim p an d alam b en tu k an g k a, sed an g k an p en am p ilan a n g k a terseb u t b iasan y a d ik aitk an d en g an w arn a [1 ][3 ][9 ][1 0 ]. Citra digital (digital image) adalah citra kontinyu f(x,y) yang sudah didiskritkan baik koordinat spasial maupun tingkat kecerahannya. Setiap titik biasanya memiliki koordinat sesuai dengan posisinya dalam citra. Koordinat ini biasanya dinyatakan indeks x dan y hanya bernilai bilangan bulat positif, yang dapat dimulai dari 0 atau 1. Citra digital yang selanjutnya akan disingkat ”citra” sebagai matrik ukuran M x N yang baris dan kolomnya menunjukkan titik-titiknya yang diperlihatkan pada persamaan f(x,y)[1][3][10]. X=f(x,y)=
f (0,1) f (0,0) f (1,1) f (1,0) ... ... f (M 1,0) f (M 1,1)
... f (0, N 1) ... f (1, N 1) ... ... ... f (M 1, N 1)
warna yang masing-masing direpresentasikan oleh 4,8,16 atau 24 bit data untuk setiap pikselnya. Warna yang ada terdiri dari 3 komponen utama yaitu nilai merah (red), nilai hijau (green) dan nilai biru (blue). Paduan ketiga komponen utama pembentuk warna tersebut dikenal sebagai RGB color yang nantinya akan membentuk citra warna[1][3]. 2.1.3. Tingkat Abu-abu (Grayscale) Kecerahan dari citra yang disimpan dengan cara pemberian nomor pada tiap-tiap pikselnya. Semakin tinggi nomor pikselnya maka makin terang (putih) piksel tersebut. Sedangkan semakin kecil nilai suatu piksel, mengakibatkan warna pada piksel tersebut menjadi gelap. Dalam sistem kecerahan yang umum terdapat 256 tingkat untuk setiap piksel. Scala kecerahan seperti ini dikenal sebagai grayscale[1][3][9][10]. Proses grayscale ini bertujuan untuk merubah citra 24 bit RGB menjadi citra abu-abu. Pemilihan pemrosesan pada tingkat abu-abu ini dipilih karena lebih sederhana, yaitu hanya menggunakan sedikit kombinasi warna dan dengan citra abu-abu dirasakan sudah cukup untuk memproses peta yang semula berupa RGB colour dengan liputan abu-abu.
(1)
Setiap titik juga memiliki nilai berupa angka digital yang merepresentasikan informasi yang diwakili titk tersebut. Format nilai piksel sama dengan format citra keseluruhan. Pada kebanyakan sistem pencitraan, nilai ini biasanya berupa bilangan bulat positif[1].
Pengubahan citra 24 bit ke citra abu-abu YUV dengan mengambil komponen Y (luminance) dapat dilakukan dengan mengalikan komponen R, G, B dari nilai taraf intensitas tiap piksel RGB dengan konstanta (0.299R,0.587G,0.114B)[1][9].
2.1.2. Representasi Citra Digital Komputer dapat mengolah isyarat-isyarat elektronik digital yang merupakan kumpulan sinyal biner (bernilai dua: 0 dan 1). Untuk itu, citra digital harus mempunyai format tertentu yang sesuai sehingga dapat merepresentasikan obyek pencitraan dalam bentuk kombinasi data biner[1][3][9][10]. Citra yang tidak berwarna atau hitam putih dikenal sebagai citra dengan derajat abu-abu (citra graylevel/grayscale). Derajat abu-abu yang dimiliki ini bisa beragam mulai dari 2 derajat abu-abu (yaitu 0 dan 1) yang dikenal juga sebagai citra monochrome, 16 derajat keabuan dan 256 derajat keabuan[1][3][9]. Dalam sebuah citra monochrome, sebuah piksel diwakili oleh 1 bit data yang berisikan data tentang derajat keabuan yang dimiliki piksel tersebut[1][3][9][10]. Data akan berisi 0 bila piksel berwarna hitam dan 1 bila piksel berwarna putih. Citra yang memiliki 16 derajat keabuan (mulai dari 0 yang mewakili warna hitam sampai dengan 15 yang mewakili warna putih) direpresentasikan oleh 4 bit data. Sedangkan citra dengan 256 derajat keabuan (nilai dari 0 yang mewakili warna hitam sampai dengan 255 yang mewakili warna putih) direpresentasikan oleh 8 bit data. Dalam citra berwarna, jumlah warna bisa beragam mulai dari 16, 256, 65536 atau 16 juta
Titik1
B
G
Titik2
R
B
G
Titik3
R
B
G
Titik4
R
B
G
R
Gambar 1. Model penyimpanan piksel pada buffer memori[1][3] R
G
B
(0.299R+0.587G+0.114B
Y
Y
Y
Gambar 2. Operasi Pengubahan Citra 24 bit (piksel warna ) ke Citra Abu-Abu YUV [1][9]
387
2.1.4. Aplikasi Tekstur Model
W f (a, b) f , a,b f ( x) a,b ( x)dx
Citra Digital mengandung sejumlah elemen-elemen dasar. Elemen-elemen dasar tersebut dimanipulasi dalam pengolahan citra dan dieksploitasi lebih lanjut dengan computer vision, salah satu elemen dasar lainnya adalah tekstur yang merupakan pola atribut yang menyusun sebuah tekstur bubuk susu. Tekstur ini terlihat berbeda satu dengan yang lain, meskipun demikian memiliki yang dikenal sebagai tekstur dari elemen gambar atau piksel yang memiliki kesamaan harga pada suatu region tertentu. Elemen dasar dari suatu tekstur dikenal dengan texel (texture element) dan ini tersusun secara berulang yang akan membentuk suatu pola yang lebih besar yang mempunyai ciri khas, sehingga tekstur tidak didefinisikan untuk sebuah piksel karena tekstur dicirikan sebagai distribusi spatial dari derajat keabuan didalam sekumpulan piksel-piksel bertetangga[1][9]. Untuk menganalisa tekstur ini digunakan alihragam gelombang-singkat[2].
(2)
dengan
a ,b ( x )
xb a a
1
(3)
Fungsi disebut dengan induk gelombang-singkat. a, b ∈ R, a ≠ 0 (R = bilangan nyata). Dalam hal ini, a adalah parameter penyekala (lebar) dan b adalah parameter penggeseran posisi terhadap sumbu-x. Pada gelombang-singkat terdapat istilah dekomposisi. Secara umum, dekomposisi gelombang-singkat didapatkan melalui penapisan subbidang berkanal dua dengan dua tapis. Kedua tapis tersebut adalah (a). tapis pererata atau penyekala atau disebut tapis lolos-rendah dan, (b). tapis detil atau tapis lolos-tinggi [7] Tapis pererata mewakili fungsi basis (fungsi penyekala), sedangkan tapis detil mewakili gelombang-singkat. Alihragam gelombang-singkat mendekomposisi sinyal f(x) ke dalam bentuk varian sinyal induk gelombang-singkat yang terskala (dilation) dengan faktor a dan tergeser (translation) sebesar b. Contoh fungsi gelombang-singkat ditunjukkan oleh Gambar 3. Persamaan 2 dan persamaan 3 dapat dibentuk ke dalam bentuk diskret dengan
2.2. Dekomposisi Gelombang-Singkat Gelombang-singkat merupakan nama untuk fungsi-fungsi yang memiliki nilai tidak nol hanya dalam waktu tertentu (untuk waktu selebihnya, nilainya nol). Nama gelombang-singkat merupakan terjemahan wavelet (yang juga identis dengan small wave). Dalam bahasa Prancis, gelombang-singkat disebut ondelette [7]. Gelombang-singkat merupakan keluarga fungsi yang dihasilkan oleh suatu gelombang basis (x) yang disebut gelombang-singkat induk (disebut mother wavelet). Dua kunci utama yang mendasari gelombang-singkat [7] adalah:
memberikan a dan b nilai diskret (a = 2n, b∈ Z) [7]. Umumnya beberapa batasan juga harus dipenuhi pada fungsi induk gelombang-singkat ψ agar alihragam gelombang-singkat tidak berlebih (not-redundant), lengkap (complete), dan membentuk representasi multiresolusi dari sinyal aslinya. Selain itu juga terdapat istilah bank filter. Istilah ini berarti proses untuk menghitung alihragam gelombang-singkat dengan cara mereratakan dan menyelisihkan koefisien-koefisien secara rekursif. Pengembangan untuk kasus sinyal berdimensi 2-D (sinyal citra 2-D) biasanya dilakukan dengan menerapkan bank filter secara terpisah terhadap sinyal citra. Biasanya digunakan sebuah tapis lolos-bawah (H) dan tapis lolos-atas (G). Konvolusi citra dengan tapis lolos-bawah menghasilkan sinyal yang biasa disebut dengan citra pendekatan (approximation image) dan konvolusi dengan tapis lolos-atas pada arah spesifik menghasilkan citra detil (details images). Pada Gambar 4 citra dibagi menjadi 4 subbidang. HH adalah subbidang yang mengalami penapisan lolosbawah dan lolos-bawah yang menghasilkan citra pendekatan. GH adalah subbidang yang mengalami penapisan lolos-atas dan lolos-rendah menghasilkan citra detil arah horizontal, HG adalah subbidang yang mengalami penapisan lolos-bawah dan lolosatas menghasilkan citra detil arah vertikal,
1) penggeseran, misalnya Ψ (x-1), Ψ (x-2), dan Ψ (x-b), serta 2) penyekalaan, misalnya Ψ (2x), Ψ (4x), dan Ψ (2j x) Kombinasi kedua operasi inilah yang menghasilkan keluarga gelombang-singkat[7]. Dalam banyak literatur disebutkan bahwa dua keuntungan utama yang ditawarkan oleh gelombang-singkat, yaitu memungkinkan pelokalisasian frekuensi-waktu dan mendukung algoritma cepat [7]. Secara garis besar, alihragam gelombangsingkat dibedakan menjadi dua kategori: 1) alihragam gelombang-singkat kontinyu (Continue Wavelet Transform/CWT) ,dan 2) alihragam gelombang-singkat diskret (Discrete Wavelet Transform/DWT) Secara umum alihragam gelombangsingkat kontinyu untuk sinyal f(x) berdimensi 1-D, didefinisikan pada persamaan 2 [7][23].
388
sedangkan GG adalah subbidang yang mengalami penapisan lolos-atas dan lolos atas menghasilkan citra detil arah diagonal [7].
(a)
Gambar 5. Proses dekomposisi Gelombang-singkat [7]. Secara teoritis suatu sinyal dapat dialihragamkan sampai panjang level tak berhingga, namun secara praktis pengalihragaman suatu sinyal dapat dilakukan sampai jumlah data koefisien detail adalah satu. Secara praktis panjang level maksimum alihragam gelombang-singkat suatu sinyal dibatasi oleh entropy. Entropy dinyatakan sebagai kandungan informasi minimum pada sinyal alih, dalam hal ini sinyal asli masih dapat diperoleh kembali dengan mengalihragamkan balik sinyal hasil alihragam tersebut. Persamaan yang berkorelasi dengan entropy sebagai berikut [7] :
(b)
Gambar 3. Contoh gelombang-singkat (a) Haar; (b) Daubechies. [23].
HH
GH
Levelmaks
HG
GG
Dengan demikian dekomposisi gelombang-singkat memecah citra asli menjadi citra pendekatan dan citra detil. Sinyal pendekatan pada subbidang HH selanjutnya dapat didekomposisi kembali secara hirarki pada level berikutnya menjadi sinyal pendekatan dan sinyal detil [7][23]. Pada level n, sinyal didekomposisi dengan cara sebagai berikut [7]:
An [ H x * [ H y * An 1 ] 2,1 ] 1, 2 (4)
Dn 2 [G x * [ H y * An 1 ] 2,1 1, 2 Dn 2 [G x * [G y * An 1 ] 2,1 1, 2
dengan * adalah tanda operasi konvolusi, ↓ 2,1(↓ 1,2) menandakan sub-sampling sepanjang sinyal baris (kolom) dan A0 =I(x,y) adalah sinyal asli. An didapat melalui proses penapisan lolosbawah dan merupakan citra pendekatan pada level n. Citra detil pada level n, Dni diperoleh melalui proses penapisan lolos-atas pada arah spesifik (i=1, 2, 3 untuk horizontal, vertikal, dan diagonal). Dengan demikian citra asli I direpresentasikan ke dalam sejumlah sub-citra pada beberapa level. Sebagai ilustrasi dapat dilihat pada Gambar 5. G
3. METODOLOGI Metodologi penelitian yang dilakukan dalam identifikasi ini adalah sebagai berikut : 3.1. Perangkat Keras Sistem perangkat keras terdiri dari foto digital dan komputer. 3.2. Pengumpulan Data a. Pengambilan citra, dihasilkan menggunakan Foto Digital dengan resolusi 2592 x 1944 pixel true color. b. Format obyek, berupa sampel citra bubuk susu. Adapun beberapa sampel citra tekstur citra bubuk susu ditunjukkan pada Gambar 6.
Dn
Citra Asli
G
Dn-1
H
An-1
(5)
2.4. Learning Vector Quantization Pengertian LVQ (Learning Vector Quantization) menurut [1][7] yaitu suatu metode klasifikasi pola yang masing-masing unit keluaran mewakili kategori atau kelas tertentu. Vektor bobot untuk suatu unit keluaran sering dinyatakan sebagai sebuah vektor referens. Diasumsikan bahwa serangkaian pola pelatihan dengan klasifikasi yang tersedia bersama dengan distribusi awal vektor referens. Sesudah pelatihan, jaring LVQ mengklasifikasikan vektor masukan dengan menugaskan ke kelas yang sama sebagi unit keluaran, sedangkan yang mempunyai vektor referens diklasifikasikan sebagai vektor masukan[1]. Pada dasarnya LVQ merupakan suatu metode pelatihan terhadap lapisan-lapisan kompetitif yang terbimbing. Dikatakan terbimbing karena menggunakan klasifikasi target yang diketahui untuk setiap pola masukan. Apabila beberapa vektor masukan tersebut memiliki jarak yang sangat berdekatan, maka vektor-vektor masukan tersebut akan dikelompokkan dalam kelas yang sama[1].
Gambar 4. Gambar dibagi menjadi 4 subbidang [7].
Dn1 [ H x * [G y * An 1 ] 2,1 1, 2
ln(Panjang Data / Panjang Filter) ln(2)
H
389
pada level ketiga dihasilkan subbidang-subbidang dengan ukuran 32x32 piksel.
3.3. Mendesain perangkat lunak Secara umum diagram blok identifikasi ditunjukkan pada Gambar 5 dibawah ini. Pola Citra
Preproce ssing
Ekstr asi Ciri
Klasifikasi
Keasl ian susu
x1
|x-w1|
x2
|x-w2|
…
|x-w3|
y_in1
F1
y1
F2
y2
F3
y3
y_in2
Pengenalan Pelatihan
y_in3 Pemilihan Ciri
Pelatihan
Pola Sampel
xn
Gambar 5. Blok Diagram Perangkat Lunak identifikasi keaslian susu melalui citra tekstur bubuk susu.
Gambar 9. Arsitektur jaring yang dirancang 3.3.3. Merancang Arsitektur Jaring LVQ.
(a)
(b)
Jaring saraf tiruan yang dirancang dalam penelitian ini adalah jaring Learning Vector Quantization (LVQ) yang diperlihatkan Gambar 9. Komponen-komponen jaring yang dibangun memiliki 1024 neuron pada lapisan masukan (level 3), dan 3 neuron pada lapisan keluaran. Proses yang terjadi pada setiap neuron adalah mencari jarak antara suatu vektor masukan ke bobot yang bersangkutan (w1, w2, dan w3), F1, F2, dan F3adalah fungsi aktivasi. Pada penelitian ini pola tekstur citra bubuk susu sesuai dengan tekstur bubuk susu seperti ditunjukkan Gambar 6.
(c)
Gambar 6. Perbedaan tekstur bubuk susu, ukuran 256 x 256 piksel (a) Tanpa Campuran; (b) 50% Campuran (c) Susu lain.
3.3.1. Preprocessing Persiapan proses pengolahan citra sebelum masuk ke bagian training yaitu bagaimana mencuplik citra, melakukan peningkatan kwalitas citra, menentukan ukuran piksel, menentukan ROI, memilih daerah dengan ukuran MxM (256 x 256), mengkonversi ke color space YUV dengan mengambil komponen Y (luminance). Setelah mendapatkan komponen Y maka dilakukan normalisai dengan zero mean [19].
xs
( x )
4. EKSPERIMEN Eksperimen dilakukan menggunakan obyek manusia yaitu 155 citra tekstur bubuk susu dan piranti perangkat keras : kamera digital S500, perangkat lunak SO Windows XP, Matlab 7.1 SP3. 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari eksperimen yang dilakukan maka didapatkan hasil sebagai berikut : 5.1. Normalisai dengan zero mean Normalisasi dengan zero mean menghasilkan citra tekstur bubuk susu dengan nilai intensitas ternormalisasi.
(6)
Dalam hal ini, xs merupakan piksel baru, x piksel semula, adalah rata-rata keseluruhan piksel dan ialah standar deviasi.
5.2. Dekomposisi dengan Alihragam Gelombang-Singkat. Rekonstruksi citra dengan membangkitkan citra dari aliragam gelombang-singkat menghasilkan citra dengan piksel baru pada level tiga. Citra tekstur bubuk susu pada level tiga memilik bentuk image dan skala sebagai berikut :
3.3.2. Dekomposisi Tekstur Citra Bubuk Susu. Dekomposisi pola dilakukan untuk merepresentasikan pola digit ke dalam vektor yang mengandung beberapa informasi mengenai pola tersebut. Hasil dari dekomposisi level kesatu citra asli 256x256 piksel dengan gelombang-singkat Haar adalah empat subbidang pada resolusi yang lebih rendah 128x128 piksel. Keempat subbidang tersebut masing-masing membawa informasi yang berbeda yaitu informasi background, horizontal, vertikal, dan diagonal. Pada level kedua dihasilkan subbidang-subbidang berukuran 64x64 piksel, dan
390
Minimum laju pelatihan yang diharapkan Maksimum Iterasi
Gambar 10. Citra ternormalisasi dengan zero mean
[1].
[2]. Gambar 11. Rekonstruksi citra dengan model alirragam gelombang singkat (level 3).
[3].
5.3. Vektor Ciri Vektor ciri diproses dari konversi matrik dua dimensi hasil rekonstruksi menggunakan alirhragam gelombang-singkat level 3 menjadi bentuk matrik vektor. Vektor matrik dari hasil konversi yang berupa vektor dijadikan ciri (feature vector) dalam klasifikasi maupun identifikasi.
[4].
[5]
5.4. Klasifikasi Klasifikasi tekstur bubuk susu menggunakan LVQ yaitu melalui proses pembelajaran dan dilanjutkan dengan pengenalan. Parameter yang digunakan pada jaring LVQ yaitu sebagaimana Tabel 2. Pembelajaran mengambil epoch 500 menghasilkan pengelompokan sesuai keaslian susu yaitu 100% asli, campuran 50% dan susu lain (0%). Pengujian terhadap jaring dilakukan dengan citra atau tekstur data baru. Untuk susu asli dapat mengenali 93.94%, untuk campuran 50% mengenali 93.10%, dan susu lain (0%) mengenali 84.62%.
[6].
[7].
[8].
6. KESIMPULAN Tekstur citra bubuk susu produk asli dan citra tekstur citra bubuk bukan asli produk serta campuran dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok sesuai presentase keaslian susu bubuk. Perangkat lunak ini telah dapat mengklasifikasi dan mengidentifikasi tekstur citra bubuk susu sesuai dengan keaslian susu. Dari
[9].
[10].
[11].
eksperimen 155 data (80 data pembelajaran dan 75 data pengenalan), sistem mampu mengidentifikasi tiga jenis model perbedaan tekstur bubuk susu yaitu susu asli 93.94%, susu campuran 93.10% dan susu lain 84.62%.
[12].
Tabel 2 Parameter pada jaring LVQ untuk identifikasi susu bubuk. Jumlah Data Jumlah Pola Pelatihan Jumlah Data Pengujian Jumlah Pola Target Variasi Laju Pelatihan Variasi pengurangan laju pelatihan (dec )
155 80 75 3 1;0.1;0.01;0.001;0.0001
[13].
0.1;0.25;0.5;0.75
391
0.00001 500
DAFTAR PUSTAKA Supatman, Eko Mulyanto, Mauridhy H.P., 2007, “Identifikasi Tekstur Citra Lidah Menggunakan Metode Gaussian Markov Random Field Untuk Deteksi Dini Penyakit Tifoid”, SITIA 2007, ITS, Surabaya Steinmetz, Raft., Nahrstedt, Klara., 2002., “Multimedia Fundamentals Vol.1”, Prentice-Hall. Haryanti Rivai, 2005 “Pengenalan ciri-ciri tekstur kecacatan kain sutera dengan menggunakan metode gaussian markov random field dengan klasifikasi SOMKohonen”, ITS, Surabaya. Adi Dharma Wibawa, 2005, “Early Detection On The Condition Of Pancreas Organ As The Cause Of Diabetes Mellitus By Iris Image Processing Using Modified SOM-Kohonen, ICBME, Singapura. Jeremy S. De Bonet & Paul Viola, 1998, “Texture Recognition Using a Nonparametric Multi-Scale Statistical Model“, IEEE, O-8186-8497-6/98 Matthew J.Langdon,Ph.D, 2003, ”Classification of Gaussian Markov Random Field (GMRF) with Application to Powder images ”, University of Leads. Minarni, 2004, “Identifikasi sidikjari dalam lima pola utama menggunakan LVQ dengan pemrosesan awal alihragam gelombang singkat”, tesis, UGM. Andy Song, Vic Ciesielski, 2004 ” Texture Analysis by Genetic Programming”, In Proceedings of the 2004 Congress on Evolutionary, G. Greenwood (Editor), pages 2092-2099, Portland. Usman Ahmad, 2005, ”Pengolahan Citra Digital dan Teknik Pemrogramannya”, Graha Ilmu, Yogyakarta. Rinaldi Munir, 2004, “Pengolahan Citra Digital Dengan Pendekatan Algoritmik”, Informatika, Bandung. Erdogan Çesmeli and DeLiang Wang, 2001, “Texture Segmentation Using Gaussian– Markov Random Fields and Neural Oscillator Networks”, IEEE Transactions On Neural Networks, Vol. 12, No. 2, March. B.C. Merki, M.R. Mahfouz, 2005, “Unsupervised Three-Dimensional Segmentation of Medical Images Using an Anotomical Bone Altas ”, ICBME, Singapura. J.T. Pramudito, 2005,“Design and Implemtation Of Early Osteoporosis Detection Software System By Clavicular Cortx Thickness Measurement”, ICBME, Singapura.
[14].
[15].
[16].
[17].
[18]
[19]. [20].
[21].
[22].
[23].
Shao-Jer Chen, 2005, “Quantitative Assessment Of Pathological Findings For Breast Cancer through Sonographic Texture Analysis”, ICBME, Singapura. B. Jaganatha Pandian, 2005, “AI Based Detection And Classification Of Microcalcifications In Digital Mammogram” , ICBME, Singapura. M.S.G. Tsuzuki, 2005, “4D Thoracic Organ Modelling from Unsunchronized MR Sequential Images”, ICBME, Singapura. Mei-Gie Lim, 2005, “Probability Distribution Maps As Medical Image Labeling Tool – Pros and Cons”, ICBME, Singapura. Bing Yue, 2002, ”SAR Sea Ice Recognition Using Texture Methods”, University of Waterloo, Systems Design Engineering, Waterloo, Ontario, Canada. Duda, R., 2000, “Pattern Classification, 2ed”. Rupert D.Paget Ph.D, 1999, ”NonParametric Markov Random Field, Models For Natural Textur Images”,Departement of Computer Science & Electrical Engineering The University of Quensland,Australia. Chui, C. K., 1997, “Wavelets: A Mathematical Tool for Signal Analysis”, SIAM. Gopinath, R. A., Burrus, C.S., and Guo, H., 1998, “Introduction to Wavelets and Wavelets Transform”, Prentice-Hall International, Inc. …………,”Matlab Image Processing ToolBox.
392