Identifikasi Kualitas Lingkungaan fisik Hutan Kota Srengseng sebagai Ruang terbuka Publik Januar Shela Fajarianto Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik. Universitas Mercu Buana Email :
[email protected]
ABSTRAK Pembangunan hutan Kota Srenseng selama ini berada dibawah tanggung jawab Suku Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta. Berdasarkan fungsi hutan Kota Srenseng yang ditetapkan oleh Dinas Pertanian dan Kehutanan sebagai kawasan konservasi, Selain sebagai kawasan konservasi Hutan kota Srengseng dapat digunakan sebagai ruang terbuka publik untuk dikunjungi akan tetapi pada kenyataannya peneliti melihat kondisi lapangan hutan kota srengseng tidak terlalu tertata sebagai hutan kota sebagai ruang terbuka publik serta penurunan jumlah pengunjung hutan kota srengseng jakarta menjadi faktor utama , sehingga peneliti ingin mengidentifikasi kualitas lingkungan fisik hutan kota sebagai ruang terbuka publik. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Dimana metode yang digunakan dalam penelitian diarahkan untuk menentukan mengamati dan menganalisis isu-isu dalam penelitian ini. Dalam wawancara dan mengamati penelitian yang dilakukan secara alami, dengan mengumpulkan data dengan mengenai faktor yang mempengaruhi kualitas lingkungan fisik foreats kota Srengseng sebagai ruang publik. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi kualitas lingkungan fisik hutan kota sebagai ruang terbuka publik untuk sebagai wawasan dan memberikan rekomendasi kepada pihak yang terkait dalam pengembangan hutan kota Srengseng. Hutan Kota srengseng belum memenuhi aspek-aspek ruang terbuka publik , nilai estetika maupun fungsi sosial yang nyaman, hal ini terlihat dari hasil berbagai pengamatan, seperti kondisi fisik , aktivitas yang terjadi di hutan kota srengseng. Aktivitas yang ada di hutan kota srengseng mengambil andil besar dalam kerusakan lingkungan fisik hutan kota srengseng jakarta barat. kondisi fisik lingkungan dan aktivitas adalah tolak ukur keberhasilan suatu lingkungan Kata kunci : kualitas lingkungan fisik, Hutan Kota,Ruang terbuka publik
Jurnal Seminar Arsitektur’72 Volume 1, No. 1. Januari 2015
ABSTRACT The develofment of srengseng city forest is under the responsibility of Dept. of Agriculture and Forestry of Jakarta. Based on the functions of Srenseng City forest that is state by Department of Agriculture and Forestry is a conservation urban forest. It is also superimfosed with as public space. after visiting it is area the researchers saw the condition of the Srengseng city forest. not well organized as urban forest also drive well as the decrease of the number of forest visitors srengseng city forest also drive researchers of to identify the quality of the physical environment of urban forests as public space. The study used the qualitative method. Where the methods used in research directed to determine observe and analyze issues in the study. Deep interview and observe research done naturally, by collecting data with about factors that affect the quality of the physical environment of srengseng city foreats as public space. The purpose of this study was to identify the quality of the physical environment of urban forests as public space and provide recommendations to the parties involved in the development of urban forests Srengseng. Srengseng city forest does not meet the aspects of public open space, aesthetic value and a comfortable social function, it can be seen from the results of observations, such as the physical condition, activity that occurs in the urban jungle Srengseng. Activity in the urban forest Srengseng take a big hand in the physical environment of it. physical environmental conditions and activity is an environmental benchmark for success.
Keywords: Quality of the physical environment, City Forest, Public Open Space
Jurnal Seminar Arsitektur’72 Volume 1, No. 1. Januari 2015
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan kota merupakan salah satu potensi untuk menjadi ruang terbuka publik potensi ini yang harus di lebih digali untuk peningkatan kualitas lingkungan di perkotaan. Peningkatan kualitas lingkungan hidup kota Jakarta dapat dilakukan dengan penambahan luas RTH ataupun pengelolaan atau meningkatkan kualitas fisik RTH. Adapun RTH yang dimaksud adalah dalam bentuk hutan kota, karena hutan kota didominasi oleh pepohonan kehutanan yang tumbuh relatif rapat (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no 63 tahun 2002 tentang Hutan Kota; Fakuara, 1978 dalam Dahlan, 1992:29; Irwan, 1998; Agustina, 2013). Pembangunan hutan Kota Srenseng selama ini berada dibawah tanggung jawab Suku Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta. Berdasarkan fungsi hutan Kota Srenseng yang ditetapkan oleh Dinas Pertanian dan Kehutanan sebagai kawasan konservasi, maka pembangunan hutan kota ini sudah cukup berhasil. Namun pada kenyataannya hutan Kota Srengseng ini cukup memiliki potensi untuk dikembangkan fungsinya.Menurut Hakim (1987), fungsi ruang publik bagi pejalan kaki antara lain untuk bergerak dari satu bangunan ke bangunan yang lain, dari bangunan ke open space yang ada atau sebaliknya, atau dari satu tempat ke tempat yang lainnya di sudut kawasan ruang publik. Ciri-ciri utama dari public spaces adalah: terbuka mudah dicapai oleh masyarakat untuk melakukan kegiatan-kegiatan kelompok dan tidak selalu harus ada unsur hijau, bentuknya berupa malls, plaza dan taman bermain. Hutan kota Srengseng sebagai ruang terbuka publik memiliki daya tarik untuk dikunjungi pada kenyataannya peneliti melihat kondisi lapangan hutan kota srengseng tidak terlalu tertata sebagai hutan kota sebagai ruang terbuka publik serta penurunan jumlah pengunjung hutan kota srengseng jakarta menjadi faktor utama
sehingga peneliti ingin mengidentifikasi kualitas
lingkungan fisik hutan kota sebagai ruang terbuka publik.
1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah penelitian diatas, maka rumusan masalah yang dapat ditentukan adalah: Bagaimana kualitas Lingkungan Fisik yang ada di Hutan Kota sebagai ruang terbuka publik ?
1.3 Tujuan Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui kualitas Lingkungan Fisik Hutan Kota sebagai ruang terbuka publik.
Jurnal Seminar Arsitektur’72 Volume 1, No. 1. Januari 2015
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Kota
Pengertian dan fungsi Hutan Kota Menurut Peraturan pemerintah No.63 tahun 2002, Hutan Kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Luasan 0,25 Ha merupakan hamparan terkecil Hutan Kota dengan pertimbangan bahwa pohon-pohon di dalam hutan kota tersebut dapat menciptakan iklim mikro Kawasan Hutan Kota Srengseng ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 202 Tahun 1995.Hutan Kota Srengseng dalam Surat Keputusan tersebut difungsikan sebagai wilayah resapan air dan plasma nutfah, lokasi wisata dan pusat aktifitas masyarakat.
Ruang Terbuka Ruang terbuka dapat dikatakan sebagai suatu area yang meliputi tanah, air dan tumbuhan yang tidak ditutupi oleh bangunan , kendaraan dan pagar tinggi, Berdasarkan fungsinya ruang terbuka memiliki beragam kegiatan yang ada didalamnya yang dapat digunakan oleh setiap penggunan ruang terbuka, ruang terbuka memiliki potendi untuk aktivitas tertentu, seperti bermain, melihat melihat dan jalan-jalan woolley (2003).
2.3 Hutan Kota sebagai Ruang Terbuka Publik Ruang terbuka publik merupakan wadah aktivitas sosial yang melayani dan juga mempengaruhi kehidupan masyarakat kota. Ruang terbuka juga merupakan wadah dari kegiatan fungsional maupun aktivitas ritual yang mempertemukan sekelompok masyarakat dalam rutinitas normal kehidupan sehari-hari maupun dalam kegiatan periodik (Carr,1992). Ruang publik sebagai dasar umum dimana orang melaksanakan fungsional dan ritual kegiatan yang menigkatkan sebuah komunitas, baik dalam rutinitas normal sehari-hari atau dalam perayaan pariodik (Madanipour 1996 dalam Mikhta 2012).
A. Tujuan Ruang Terbuka Publik :
Kesejahteraan Masyarakat
Peningkatan Visual
Peningkatan Lingkungan
Pengembangan Ekonomi
Peningkatan Kesan
Jurnal Seminar Arsitektur’72 Volume 1, No. 1. Januari 2015
B. Tolak ukur Kualitas Ruang Publik Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.26 tahun 2007Beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas secara fisik, antara lain :
Kelengkapan sarana elemen pendukung : Kelengkapan saranan pendukung dalam suatu ruang publik sangat menentukan kualitas ruang tersebut.
Standar ukuran dan persyaratan : Ruang terbuka yang ada harus sesuai dengan keputusan serta standar penyediaan sarana yang ada.
Desain : Desain dalam suatu ruang publik akan menunjang fungsi serta aktivitas di dalamnya.
Kondisi : Kondisi suatu sarana lingkungan akan sangat menentukan terhadap kualitas yang ada.
Menurut Stephen Carr dkk (1992:19) terdapat 3 (tiga) kualitas utama sebuah ruang publik, yaitu:
Tanggap (responsive),berarti bahwa ruang tersebut dirancang dan dikelola dengan mempertimbangkan kepentingan para penggunanya.
Demokratis (democratic), berarti bahwa hak para pengguna ruang publik tersebut terlindungi, pengguna ruang publik bebas berekspresi dalam ruang tersebut, namun tetap memiliki batasan tertentu karena dalam penggunaan ruang bersama perlu ada toleransi diantara para pengguna ruang.
Bermakna (meaningful), berarti mencakup adanya ikatan emosional antara ruang tersebut dengan kehidupan para penggunanya.
2.4 Kualitas Lingkungan Fisik Lingkungan fisik adalah salah satu unsur yang harus didaya gunakan oleh organisasi sehingga menimbulkan rasa nyaman, tentram, dan dapat meningkatkan hasil kerja yang baik untuk meningkatkan kinerja organisasi tersebut (Sihombing, 2004) Untuk meningkatkan kualitas lingkunganadalah semua kegiatan atau aktivitas yang berada di suatu lingkungan yang saling terkait untuk meningkatakan keadaan lingkungan fisik maupun lingkungan biotik. Parameter kualitas lingkungan fisik dapat ditingakatkan dengan cara mengetahui aktivitas yang terkait dengan lingkungan sekitar. Khususnya yang berada di ruang terbuka publik atau hutan kota. Gehl (1987) dalam bukuny “life Between Building” menyatakan bahwa ditinjau dari segi hubungan kebutuhan dan lingkungan-banguna yang mendiaminya, ada tiga jenis aktivitas luar dalam ruang public, yaitu necessary activity, optional activity, dan social activity.
Jurnal Seminar Arsitektur’72 Volume 1, No. 1. Januari 2015
3. LOKASI STUDI Lokasi penelitian ini adalah hutan kota Srenseng terletak pada akses jalan Srenseng Raya yang dapat dicapai melalui jalan Tol Jakarta merak (keluar tol Kebun Jeruk), jalan Kebayoran Lama dan jalan Ciledug Raya. Alasan mengapa lokasi penelitian ini dipilih adalah karena : Hutan kota srengseng mempunyai setting yang tepat sebagai studi karena berada dipusat kota dan mempunyai pengguna yang heterogen atau beragam , sehingga diharapkan didapat sebuah data yang lebih objektif.
Gambar 1 Peta Mikro Lokasi Studi
4. METODE Perlakuan terhadap variable penelitian ini ialah dengan metode Kualitatif.Dimana metode yang digunakan dalam penelitian diarahkan untuk mengetahui mengobservasi dan menganalisa ha-hal terkait didalam penelitian.Dalam penelitian ini tidak ada manipulasi dari peneliti.Penelitian dilakukan secara alami, dengan mengumpulkan data dengan suatu instrument.
4.1 Metode Pengumpulan Data
Observasi Observasi lapang akan dinilai berdasarkan standar – standar tentang kondisi fisik hutan kota. standar yang digunakan untuk menilai berdasarkan poin – poin berikut, berdasarkan kelengkapan sarana elemen pendukung, standar dan persyaratan elemen pendukung, kondisi elemen pendukung, serta desain elemen pendukung.Teknik observasi yang digunakan untuk dilapangan
Jurnal Seminar Arsitektur’72 Volume 1, No. 1. Januari 2015
adalah, teknik observasi rating scale, yang dimana peneliti menilai berdasarkan kriteria – kriteria yang dibuat, dalam hal ini, pengamatan dibagi menjadi 2 kriteria, yaitu pengamatan kondisi fisik hutan kota srengseng dan aktivitas-aktivitas yang ada di hutan kota srengseng
Wawancara Wawancara akan dilakukan sebagai bahan verifikasi terhadap masyarakat mengenai bagaimana persepsi dan harapan mereka terhadap kualitas lingkungan fisik Hutan Kota srengseng yang dapat mendukung mereka dalam beraktifitas dan berkegiatan sebaik mungkin. Responden yang akan diwawancara pada lapangan adalah penggunahutan kota srenseng tersebut, hasil survey lapangan pada hutan kota sreneng, peneliti mendapat variasi pengguna hutan kota ini, mulai dari pedagang kaki lima, petugas keamanan, petugas kebersihan, warga pemukiman sekitar, hingga penggunjung.
5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan Hutan kota srengseng Hutan kota srengseng adalah salah satu paru-paru kota DKI Jakarta yang menjadi tabungan oksigen bagi kota jakarta, khususnya di jakarta barat. Dalam fungsinnya hutan kota srengseng adalah hutan konservasi yang peruntukannya untuk pemeliharaan habitat flora dan fauna. dalam kenyataan peneliti melihat hutan kota srengseng jakarta barat. Dalam kenyataan peneliti melihat hutan kota srengseng jakarta barat, Tidak berfungsi baik sebagai hutan konservasi karna di hutan kota srengseng jakarta barat adanya aktivitas–aktivitas di luar peruntukan di hutan kota srengseng jakarta barat. Yang membuat kerusakan hutan itu sendiri.
Gambar 2 Hutan kota srengseng
Jurnal Seminar Arsitektur’72 Volume 1, No. 1. Januari 2015
Padahal fungsi awalnya hutan kota srengseng adalah hutan kota konservasi ketidaksambungan antara fungsi dan kenyataan membuat hutan kota srengseng jakarta barat tidak terawat dan tidak berfungsi dengan baik.
5.2 Pembahasan Kondisi Fisik Lingkungan Hutan Kota Srengseng Kondisi fisik yang dimaksud adalah kondisi fasilitas dan saran pendukung yang ada dihutan kota srengseng jakarta barat diantaranya adalah
Pagar utama
Jalur Pedestrian
Taman Bermain Anak
Wall Climbing
Danau Buatan
Pintu Air
Ampliteater
Vegetasi
Kurang terawatnya kondisi fisik hutan kota srengseng jakarta barat membuat sebagaian fasilitas dan saran hutan kota srengseng jakarta barat menjadi memiliki kesan kumuh. Beberapa fasilitas hutan kota srengseng sudah tidak terpakai seperti wall climbing yang tidak terpakai karna terkait oleh peristiwa yang teelah terjadi yaitu terjadinya teragedi kecelakaan yang menimpa anak kecil yang jatuh dari wall climbing hingga meninggal. Di karnakan adanya aktivitas - aktivitas yang ada di hutan kota srengseng jakarta barat kondisi fisik semakin parah terlihat karna kurangnya pengawasan terhadap fasilitas dan sarana di hutan kota srengseng jakarta barat.
Gambar 3 wall climbing Hutan kota srengseng
Jurnal Seminar Arsitektur’72 Volume 1, No. 1. Januari 2015
5.3 Pembahasan Aktivitas yang berada di Hutan kota Srengseng
Kajian sebelumnya menjadi tolak ukur fakta - fakta kondisi lingkungan fisik yang berada di hutan kota srengseng jakarta barat. Untuk memahami aktivitas yang berada di hutan kota srengseng jakarta barat akan dilakukan analisis aktivitas yang berada di hutan kota srengseng. Berikut berberapa aktivitas yang ada di hutan kota srengseng jakarta barat.
PKL (Pedagang Kaki Lima) Aktivitas pedagang kaki lima ini menunjang akan kebutuhan pengunjung hutan kota srengseng tapi melihat yang terjadi di lapangan kurangnya penataan akan PKL yang membuat estetika hutan kota srengseng berkurang.
Penjual Tanaman Hias Aktivitas ini sangat menarik dan membantu dalam peningkatan kualitas lingkungan di hutan kota srenseng karena dapat memanfaat hutan kota dengan baik dengan tidak merusak fungsi hutan kota srengseng sebagai memelihara ekologis di perkotaan. Dan menjadi pemasukan pemda DKI jakarta yang tercantum pada peraturan Perda No. 1 Tahun 2006, dengan harga sewa lahan adalah Rp 1000 per m.
Taman Bermain Anak Aktivitas bermain anak –anak di hutan kota srengseng adanya taman bermain anak dihutan kota srengseng yang dapat meningkatkan kualitas lingkugan fisk hutan kota srengseng. Aktivitas ini sering terjadi pada sore hari yaitu pukul 15.00 hingga pukul 17.00. Tapi dalam kenyataan aktivitas di taman bermain anak tidak berjalan dengan baik karna kondisi atau fasilitas yang menujang aktivitas taman bermain anak kutrang baik dan kurang terawat.
Berjalan dan Menghirup Udara Segar Aktivitas ini merupakan aktivitas pilihan. Aktivitas ini dapat mendukung jika kondisi lingkungan hutan kota srenseng berfungsi dengan baik. Dalam pengamatan di lapangan pengunjung hutan kota sangat menikmati aktivitas ini karna di hutan kota banyaknya pepohonan rindang dan hijau yang membuat visual mata menjadi tenang dan damain membuat kegiatan ini mendukung ketika kondisi cuaca dalam kondisi baik.
Aktivitas Pendukung Aktivitas pendukung yaitu pendukung kelangsungan hidup hutan kota srenseng salah satunya dengan kegiatan yang diadakan oleh gabungan perusahaan perbankkan yaitu lubang resapan biopori. Kegiatan ini bertujuan untuk menampung air sebagai cadangan air di perkotaan.selain itu ada juga kegiatan selain itu ada pula kegiatan kegitaan seperti penanaman pohon, penyebaran bibit ikan ke danau buatan untuk kelangsugan ekosistem hutan kota.
Jurnal Seminar Arsitektur’72 Volume 1, No. 1. Januari 2015
Memancing Sering kali memancing menjadi aktivitas atau kegiatan pilihan dari sebagian kelompok manusia, Dalam kenyataannya di lapangan melihat Keterbatasan ekonomi dan kebutuhan hidup membuat Dari sebagian seseorang atau kelompok manusia penting
menjadikan memancing adalah kegiatan
di hutan kota srengseng jakarta barat, Karna di sebagian kelompok
pemancing
memancing menjadi mata pencarian setiap hari.
Aktivitas Berkumpul Berkumpul dan berinterkasi menjadi salah satu aktivitas yang ada hutan kota Aktivitas ini sering terjadi di hutan kota srengseng setiap hari, aktivitas ini bertujuan untuk meningkatkan interaksi antar manusia dengan kelompok ataupun manusia dengan manusia. aktivitas ini sering terjadi di ampliteater biasanya mereka berkumpul secara berkelompok aktivitas ini sering terjadi pada sore hari saat sinar matahari tidak terik. memancing adalah kegiatan penting di hutan kota srengseng jakarta barat, Karna di sebagian kelompok pemancing, memancing menjadi mata pencarian setiap hari.
Aktivitas olahraga Di hutan kota srengseng aktivitas ini sering terjadi pada pagi dan sore hari aktivitas berolahraga ini seperti lari, bersepeda hingga senam khusus senam aktivitas ini hanya dilakukan pada minggu pagi aktivitas ini di lakukan di lapangan parkir hutan kota srengseng,
5.4 Pembahasan Aktivitas Yang berakibat Penurunan Kualitas Lingkungan Hutan Kota Pembahasan ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas apa saja yang dapat menurunkan kualitas lingkungan di hutan kota srengseng jakarta. Aktivitas ini di dapat dari observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti saat melakukan penelitian aktivitas ini diantaranya merusak kondisi fisk hutan kota srengseng jakarta barat.
Didalam peraturan PP NO 63 TAHUN 2002 SUDIN PERTANIAN DAN
KEHUTANAN.
PKL (Pedagang Kaki lima) Pedagang kaki lima yang dimaksud ini adalah pedagang kaki lima yang berada di pinggir danau hutan kota srengseng jakarta barat. PKl ini setiap hari ada dihutan kota srengseng khususnya pada sore hari. Terjadinya penyalah gunaan kawasan hutan kota srengseng jakarta barat. Membuat rusaknya hutan kota srengseng jakarta barat.
Aktivitas Perusakan Fasilitas Hutan Kota Aktivitas ini sering dilakukan oleh masyarakat sekitar dan pengunjung hutan kota srengseng jakarta barat. Prilaku - prilaku ini mencerminkan masyarakat sekitar hutan kota sreng jakarta barat masih belum sadar akan fasilitas yang penting untuk hutan kota srengseng sering terjadi pula ke jailan kejailan atau tangan tangan usil yang tidak bertanggung jawab di hutan kota
Jurnal Seminar Arsitektur’72 Volume 1, No. 1. Januari 2015
srengseng seperti memesukan batu ke dalam saluran di toilet membuat toilet yang ada di hutan kota srengseng menjadi tersumbat.
Aktivitas Perusakan flora dan fauna Hutan Kota Aktivitas ini sangat erat dengan hubungannya dengan kerusakan habitat hutan kota srengseng seperti penebangan pohon , dan pencurian satwa satwa hutan kota srengseng jakarta barat.
5.5 Pembahasan Tolak Ukur Ruang Terbuka di Hutan Kota Srengseng
Tolak ukur ini dilihat dari sebuah kajian teori yang ada yaitu kajian tentang kualitas ruang terbuka yaitu dari carr. Untuk mengukur kualiats lingkungan fisik hutan kota srengseng jakarta barat. Stephen Carr dkk (1992:19) terdapat 3 (tiga)
kualitas utama sebuah ruang publik, yaitu: tanggap, demokratis dan
bermakna.
Taman Bermain Aktivitas taman bermain anak menjadi tidak tanggap atau tidak (responsive) dikarenakan aktivitas ini tidak didukung dengan tempat pengawasan untuk para pengunjung hutan kota srengseng yang mengakibatkan rusaknya berberapa pemainan anak – anak seperti ayunan dan jungkit – jungkit. Karena disebagian pengunjung ada yang memanfaatkan fasilitas taman bermain anak menjadi taman bermain dewasa. Sebagian para pegunjung melakukan itu semua khusunya bagi para ibu – ibu yang sedang menjaga anaknya bermain di taman bermain anak – anak sering sekali.
Danau Buatan Di pinggir danau buatan hutan kota srengseng menjadi bermakna karena ruang yang tercipta di pinggir danua hutan kota srengseng menjadi ikatan emesonal antara ruang dengan kehidupan penggunan dan masyarakat sekitar seperti aktivitas memancing. dalam observasi dan wawancara yang di lakuakan peneliti melihat Keterbatasan ekonomi dan kebutuhan hidup membuat Dari sebagian seseorang atau kelompok manusia menjadikan memancing adalah kegiatan penting
di hutan kota srengseng jakarta barat, Karna di sebagian kelompok
pemancing, memancing menjadi mata pencarian setiap hari. Selanjutnya aktivitas pedagang kaki lima atau PKL ini yang berada di pinggir danau hutan kota srengseng jakarta barat. Menjadi ruang yang bermakna karna PKL disini menjadi penghasilan utama tetapi Ruang menjadi tidak tanggap karena adanya pelanggaran yang dilakukan PKL yang ada di hutan kota srengseng berdasarkan pelaturan PP NO 63 TAHUN 2002 SUDIN PERTANIAN DAN KEHUTANAN
Jurnal Seminar Arsitektur’72 Volume 1, No. 1. Januari 2015
6. Kesimpulan dan Saran Hutan Kota srengseng belum memenuhi aspek-aspek ruang terbuka publik , nilai estetika maupun fungsi sosial yang nyaman, hal ini terlihat dari hasil berbagai pengamatan, seperti kondisi fisik, aktivitas yang terjadi di hutan kota srengseng. Aktivitas yang ada di hutan kota srengseng mengambil andil besar dalam kerusakan lingkungan fisik hutan kota srengseng jakarta barat. kondisi fisik lingkungan dan aktivitas adalah tolak ukur keberhasilan suatu lingkungan. Ruang - ruang yang ada di hutan kota srengseng belum memenuhi syarat untuk menjadi ruang terbuka publik yang seharusnya tanggap, demokratis dan bermakna. Saran ini ditujukan untuk berberapa golongan yang terkait di hutan kota srengseng jakarta barat demi kemajuan atau meningkatanya kualitas lingkungan fisik hutan kota srengseng. 1. Pemerintah Pemerintah yang terkait khusunya yang suku dinas pertanian dan kehutan. Berikut yang harus dilakukan pemerintah :
Perlunya perbaikan fasilitas hutan kota srengseng jakarta barat
mempertimbangkan/ mengkaji ulang tata letak fasilitas yang ada di hutan kota srengseng.
Melakukan pengawasan pengunjung dan masyarkat sekitar tentang pelanggaran – pelanggaran yang terjadi hi hutan kota srengsneg.
Memberikan penyuluhan kepada pengguna hutan kota betapa pentingnya hutan kota bagi kehidupan di perkotaan.
2. Penggunan hutan kota kota srengseng Dalam hal ini peneliti membagi 2 golongan penggunan yaitu
Masyarakat sekitar Masyarakat yang dimaksud disini adalah masyarakat sekitar tentang kesadaran pentingnya hutan kota srengseng jakarta barat bagi lingkungan dan kehidupan bersosial.
Pengunjung Pengunjung hutan kota srengseng harus menjadi pengawas dan sekaligus memlihara hutan kota serengseng jakarta barat agar kualitas lingkungan fisik hutan kota terjaga dengan baik dan nyaman dikunjungi.
3. Perancang hutan kota
Perancang khsusnya para arsitek yang berperan dalam penataan ruang publik sebaiknya lebih memperhatikan fungsi dan sayrat sebuah sarana terhadap lingkungan sekitar. Hutan kota dan ruang terbuka publik memiliki fungsi yang berbeda, sebaiknya keduanya dirancang terpisah, namun dalam kasus ini keduanya dapat dibangun secara berdampingan dengan memperhatikan aspek-aspek tertentu seperti.
a) Aksesibilitas seharusnya dirancang berbeda antara hutan kota dan ruang publik. Perancang sebaiknya lebih memperhatikan alur sirkulasi didalam tapak dan luar tapak, dari dalam keluar tapak maupun sebaliknya. Jurnal Seminar Arsitektur’72 Volume 1, No. 1. Januari 2015
b) Ruang – ruang yang ada hutan kota harus memenuhi syarat kenyamanan atau kualitas ruang terbuka publik seperti ruang harus tanggap, demokratis dan bermakna bagi pengguna ruang terbuka publik.
DAFTAR PUSTAKA Carr, Stephen, et. all, (1992), Public Space, Cambridge University Press, USA Zhang dan Lawson. 2009. Meeting and greeting: activities in public outdoor spaces outside highdensity urban residential communities. Urban design international (2009), volume 14, 4, 207-214. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota. Permendagri No. 1 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan Undang Undang RI No. 26 Tahun 2007 tentang perencanan kota Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
Jurnal Seminar Arsitektur’72 Volume 1, No. 1. Januari 2015