1
DISAIN HUTAN KOTA DI RUANG TERBUKA HIJAU KELURAHAN SRENGSENG SAWAH BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT (Studi Kasus di Kelurahan Srengseng Sawah dan Ciganjur, Kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan)
MELINCAH U NAIBAHO
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
CODE
Design urban forest at green open space in village Srengseng Sawah (case study in chief of village Srengseng Sawah and Ciganjur,district of Jagakarsa, municipality of South Jakarta). By: Melincah U Naibaho, Rachmad Hermawan, dan Tutut Sunarminto
INTRODUCTION: Jakarta city as capital center always develops in many aspect human being gives negative impact for green open space. This situation are causes of urban ecosystem alteration. Estabilishing urban forest is one of efforts to oncrease green open space. The objective of the research are to determine urban forest type and designing urban forest base on biophysical condition and community perceptions. METHOD: This was research conducted during January-March 2009 at green open space in village Srengseng Sawah, district of Jagakarsa, municipality of South Jakarta. This design was initiated by research preparation and data collecting, including environment problem, policy government, biophysical condition and community social. Data were processed by qualitative description methods except social community used likert scale, nominal and rangking. The result were was to know obstacles and prospects in site and out site area. The next phase determine urban forets type and urban forest design concept. Finally was estabilishing an urban forest design. RESULT AND DISCUSSION: Urban community have medium up to high knowledge about green open space and urban forest. Characteristic of respondens influencing the knowlegde were age. Community want to estabilish residental type with park shape. The main function of residential type is reservoir, meanwhile the other function were recreation and aesthetics. Urban forest was designed to be two main area consisty of intensive and semi intensive. Vegetation that will be delevoped depend on society preference, local vegetation, cities identity and site biophysical condition. The position of vegetation were placed based on site condition, shape condition, species and function of vegetation. Urban forest design comprissed plant selection, plant space and plant species. Infrasucture were provided to encourage the activities such as jogging,, children playing. CONCLUSIONS: Green open space in village Srengseng Sawah, district of Jagakarsa, municipality of South Jakartapotential to be urban forest.
Key words: green space area, urban forest, perceptions, design
2
RINGKASAN Melincah U Naibaho/E34104065. Disain Hutan Kota di RTH Kelurahan Srengseng Sawah Berdasarkan Persepsi Masyarakat (Studi Kasus di Kelurahan Srengseng Sawah dan Ciganjur, Kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan). Dibawah bimbingan Ir. Rachmad Hermawan, MSc.F dan Ir Tutut Sunarminto, MSi. Kota Jakarta terus berkembang dan mengalami peningkatan pembangunan di berbagai aspek kehidupan manusia yang berdampak negatif bagi luasan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Kondisi demikian mengakibatkan perubahan ekosistem perkotaan. Sebagai upaya menambah luasan RTH maka pembangunan hutan kota merupakan salah satu solusinya. Tujuan dari penelitian ini adalah Menentukan tipe hutan kota serta mendisain/merancang hutan kota berdasarkan kondisi biofisik serta persepsi masyarakat Penelitian ini dilaksanakan dimulai dari Bulan januari – Maret 2009 di RTH kelurahan Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan.Tahapan perancangan dimulai dari persiapan penelitian, setelah itu dilakukan tahap pengumpulan data berupa permasalahan lingkungan, kebijakan pemerintah, kondisi biofisik kawasan dan sosial ekonomi masyarakat. Data diolah secara deskriptif kualitaf kecuali untuk kondisi sosial masyarakat dengan menggunakan skala likert, nominal dan rangking. Hasil pengolahan data dianalisis untuk mengetahui kendala dan potensi didalam dan di luar tapak. Tahap selanjutnya adalah menentukan tipe hutan kota dan menyusun konsep perancangan terakhir adalah perancangan hutan kota. Masyarakat memiliki pengetahuan yang sedang-tinggi. Hubungan antara karakteristik responden dengan pengetahuan hanya dipengaruhi umur. Tipe hutan kota yang diinginkan adalah tipe pemukiman dengan bentuk berupa taman yang fungsi utamanya adalah sebagai penyimpan cadangan air dan fungsi lainnya adalah sebagai sarana rekreasi dan meningkatkan keindahan. Konsep tata ruang yang dirancang dengan membagi menjadi dua ruang berdasarkan intensitas pemanfaatan yaitu semi intensif dan intensif. Vegetasi yang akan dikembangkan adalah sesuai dengan keinginan masyarakat, jenis tanaman lokal, sebagai identitas kota dan sesuai dengan kondisi biofisik tapak. Peletakannya didalam tapak disesuaikan dengan kondisi tapak, bentuk tapak, jenis dan fungsi tanaman. Tahap perancangan meliputi rancangan jenis vegetasi, jarak penanaman, rancangan detail, dalam tapak disediakan sarana dan prasarana yang mendukung aktifitas untuk jogging, dan permainan untuk anak.
Key words: RTH, Hutan Kota, persepsi, rancangan,
2
3
SUMMARY
Melincah U Naibaho/E34104065. Design urban forest at green open space in village Srengseng Sawah (case study in chief of village Srengseng Sawah and Ciganjur,district of Jagakarsa, municipality of South Jakarta). Supervised by Ir. Rachmad Hermawan, MSc.F dan Ir Tutut Sunarminto, MSi.
Jakarta city as capital center always develops in many aspect human being gives negative impact for green open space. This situation are causes of urban ecosystem alteration. Estabilishing urban forest is one of efforts to oncrease green open space. The objective of the research are to determine urban forest type and designing urban forest base on biophysical condition and community perceptions. This was research conducted during January-March 2009 at green open space in village Srengseng Sawah, district of Jagakarsa, municipality of South Jakarta. This design was initiated by research preparation and data collecting, including environment problem, policy government, biophysical condition and community social. Data were processed by qualitative description methods except social community used likert scale, nominal and rangking. The result were was to know obstacles and prospects in site and out site area. The next phase determine urban forets type and urban forest design concept. Finally was estabilishing an urban forest design. Urban community have medium up to high knowledge about green open space and urban forest. Characteristic of respondens influencing the knowlegde were age. Community want to estabilish residental type with park shape. The main function of residential type is reservoir, meanwhile the other function were recreation and aesthetics. Urban forest was designed to be two main area consisty of intensive and semi intensive. Vegetation that will be delevoped depend on society preference, local vegetation, cities identity and site biophysical condition. The position of vegetation were placed based on site condition, shape condition, species and function of vegetation. Urban forest design comprissed plant selection, plant space and plant species. Infrasucture were provided to encourage the activities such as jogging,, children playing.
Key words: green space area, urban forest, perceptions, design
PERNYATAAN 3
4
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Disain Hutan Kota di RTH Kelurahan Srengseng Sawah Berdasarkan Persepsi Masyarakat (Studi Kasus di Kelurahan Srengseng Sawah dan Ciganjur, Kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah saya gunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka.
Bogor, Agustus 2009
Melincah U Naibaho NRP E34104065
KATA PENGANTAR
4
5
Terimakasih untuk penyelamatku Yesus Kristus untuk berkat yang tercurah, kesabaran dan keajaibannya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih pada penelitian yang dilaksanakan pada bulan Januari sampai Maret 2009 adalah Disain Hutan Kota di Ruang Terbuka Hijau Kelurahan Srengseng Sawah Berdasarkan Persepsi Masyarakat (Studi Kasus di Kelurahan Srengseng Sawah dan Ciganjur, Kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan). Penurunan luasan ruang terbuka hijau (RTH) akibat dari pembangunan berbagai sarana dan prasarana di kota Jakarta. Kondisi demikian mengakibatkan terganggunya kualitas lingkungan. Sedikitnya pengetahuan akan pentingnya RTH mengakibatkan pembangunan RTH kalah terhadap pembangunan ruang publik, oleh karena itu penelitian ini mencoba untuk merancang RTH dalam bentuk hutan kota tipe pemukiman yang sesuai dengan keinginan masyarakat dan mampu mengembalikan kondisi lingkungan. Penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ir Rachmad Hermawan MSc.F selaku dosen pembimbing utama dan Ir. Tutut Sunarminto MSi selaku dosen pembimbing kedua yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan nasehat dalam menyusun skripsi ini; 2. Prof.Dr.Ir. I Ketut N Pandit, MS sebagai dosen penguji wakil dari Departemen Hasil Hutan dan dan Dr.Ir. Leti sundawati, M.Sc.F selaku selaku dosen penguji dari Departemen Manajemen Hutan atas saran dan masukan yang telah diberikan untuk kesempurnaan skripsi ini; 3. Alm.Bapak, Mama, Abang dan kakakku, yang sudah berjuang saling bantu untuk kuliahku. 4. eluruh Dosen dan Staf Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan atas bantuannya selama ini; 5. Dinas Kehutanan atas waktu serta kesediaannya untuk memberikan bantuan data dalam penyusunan penelitian ini; 6. Kelurahan Srengseng Sawah dan Ciganjur atas waktu dan kesediaannya membantu dalam penyusunan penelitian ini; 7. Bapak Atang Kepala Sub Bagian di lapas Pondok Rajek atas bantuannya sehingga penulis dapat melaksanakan sidang komprehensif parsial, dan
5
6
8. Buat semua teman-teman yang membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Bogor, Agustus 2009
Penulis
RIWAYAT HIDUP
6
7
Penulis dilahirkan di Sidikalang, Sumatera Utara pada Tanggal 18 November 1984 sebagai anak kesepuluh dari sepuluh bersaudara pasangan Anggiat Naibaho dan Antaria Simbolon. Tahun 2003 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Sidikalang dan pada Tahun 2004 penulis diterima di IPB melalui jalur SPMB. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di Persekutuan Kristen Fakultas menjabat sebagai sekretaris (2006-2007) dan sebagai anggota Gema Almamater (2006-2008). Penulis juga melakukan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Cilacap-Baturaden dan di Kampus Lapangan UGM Getas Ngawi pada tahun 2007 serta Praktek Kerja Lapang (PKL) di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru pada Tahun 2008. Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Disain Hutan Kota di RTH Kelurahan Srengseng Sawah berdasarkan Persepsi Masyarakat (Studi Kasus di Kelurahan Srengseng Sawah dan Ciganjur, Kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan). Dibawah bimbingan Ir. Rachmad Hermawan, MSc.F dan Ir Tutut Sunarminto, MSi.
DAFTAR ISI
7
8
Halaman KATA PENGANTAR ............................................................................................... i DAFTAR TABEL ...................................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. v DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. vi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1.2 Tujuan ......................................................................................................... 1.3 Manfaat ....................................................................................................... 1.4 Kerangka Pemikiran.................................................................................... BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1 2 2 2
2.1 Kota dan Perkotaan ..................................................................................... 5 2.2 Ruang Terbuka dan Ruang Terbuka Hijau ................................................. 6 2.3 Kebijakan Pemerintah ................................................................................. 8 2.4 Hutan Kota .................................................................................................. 10 2.5 Persepsi ...................................................................................................... 12 2.6 Pertimbangan Sosial dan Psikologis ........................................................... 13 2.7 Disain Lanskap............................................................................................ 14 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................................... 16 3.2 Alat dan Bahan ............................................................................................ 16 3.3 Tahapan Perancangan ................................................................................. 16 3.4 Perancangan ................................................................................................ 23 BAB IV KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Biofisik ................................................................................................... 24 4.2 Topografi, Hidrologi dan Jenis Tanah ................................................................. 25 4.3 Kondisi Sosial dan Budaya .................................................................................. 25 4.4 Jumlah dan Sebaran Penduduk ............................................................................ 25 4.5 Struktur Penduduk ............................................................................................... 26 4.6 Mata Pencaharian ................................................................................................. 26 4.7 Sejarah Kawasan .................................................................................................. 26 4.8 Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta Selatan Khususnya Kecamatan Jagakarsa .... 28 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Data dan Fakta ....................................................................................... 30 5.2 Tipe Hutan Kota ................................................................................................... 43 5.3 Konsep Pengembangan Hutan Kota .................................................................... 43 5.4 Konsep Perancangan ............................................................................................ 46 5.5 Disain/Rancangan Hutan Kota ............................................................................. 48
8
9
BAB VI KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 56 6.2 Saran .................................................................................................................... 57 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 58 LAMPIRAN ............................................................................................................... 60
DAFTAR TABEL No
Halaman 9
10
1. Fungsi Ruang Terbuka Hijau ....................................................................... 7 2. Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk........................................ 8 3. Bentuk dan Kriteria Hutan Kota .................................................................. 11 4. Syarat Tanaman Hutan Kota ........................................................................ 15 5. Alat dan Bahan ............................................................................................. 16 6. Kebijakan Pemerintah .................................................................................. 18 7. Jenis, cara pengambilan, dan Sumber Data.................................................. 19 8. Skala Pengukuran Kuesioner ....................................................................... 21 9. Batas Wilayah Kelurahan Srengseng Sawah dan Kelurahan Ciganjur ........ 24 10. Struktur Penduduk Berdasarkan Usia Produktif ........................................ 26 11. Data Banjir 6 Februari 2007 ...................................................................... 30 12. Iklim, Curah Hujan dan Angin Tahun 2007 .............................................. 34 13. Komposisi Terbanyak dari Responden ...................................................... 36 14. Pengetahuan Responden tentang RTH dan Hutan Kota ............................ 37 15. Hubungan antara Karakteristik Responden dengan Pengetahuan tentang RTH ..................................................................................................... 38 16. Hubungan antara Karakteristik Responden dengan Pengetahuan tentang Hutan Kota .......................................................................................... 39 17. Preferensi responden dalam pembangunan hutan kota .............................. 41 18. Preferensi responden dalam pembangunan hutan kota berdasarkan rangking .......................................................................................................... 42 19. Jenis dan Jumlah Vegetasi ......................................................................... 48 20. Fasilitas dalam Tapak ................................................................................ 54
DAFTAR GAMBAR No
Halaman
10
11
1. Kerangka Pemikiran............................................................................................. 4 2. Pembentukan Persepsi ......................................................................................... 12 3. Proses dan Alur Perancangan Hutan Kota ........................................................... 17 4. Peta Lokasi Penelitian .......................................................................................... 19 5. Papan Pengelola Ruang Terbuka Hijau ............................................................... 27 6. Kondisi Tapak RTH Kelurahan Srengseng Sawah ............................................. 35 7. Hubungan pengetahuan tentang RTH dengan Jenis Kelamin Masyarakat .......... 39 8. Permasalahan Tapak ............................................................................................ 40 9. Kondisi existing RTH Kelurahan Srengseng Sawah ........................................... 45 10. Pembagian Zonasi Hutan Kota ............................................................................ 46 11. Disain Hutan Kota................................................................................................ 49 12. Disain Gerbang Masuk Hutan Kota ..................................................................... 51 13. Detail Tinggi Minimal Pohon .............................................................................. 52 14. Detail Penanaman Ficus elastica disetiap sudut .................................................. 53 15. Ilustrasi Fasilitas Hutan Kota ............................................................................... 55
11
12
DAFTAR LAMPIRAN No
Halaman
1. Lembar Kuesioner ................................................................................................. 61 2. Data Penduduk ....................................................................................................... 64 3. Karakteristik Masyarakat ....................................................................................... 66 4. Deskripsi,Tanaman dalam Tapak........................................................................... 68 5. Jenis Tanaman dalam Tapak .................................................................................. 69
12
13
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Jakarta sebagai pusat pemerintahan, pendidikan, perdagangan dan perindustrian terus berkembang dan mengalami peningkatan pembangunan di berbagai aspek kehidupan manusia. Pembangunan sarana dan prasarana kota, meningkatnya jumlah kendaraan bermotor dan juga bertambahnya jumlah penduduk adalah sebagian dari dampak peningkatan kota. Peningkatan ini berdampak negatif bagi luasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) karena berubah menjadi lahan terbangun. Peraturan Menteri Kehutanan No: P.03/MENHUTV(2004) juga menyatakan, bahwa pembangunan kota cenderung meminimalkan RTH dan menghilangkan wajah alam. Lahan-lahan bertumbuhan banyak dialihfungsikan menjadi kawasan perdagangan, kawasan industri, kawasan pemukiman, jaringan transportasi serta sarana prasarana kota lainnya. Pembangunan perkotaan seharusnya seimbang antara nilai ekologi dan ekonomi namun yang terjadi hanya berkembang secara ekonomi namun menurun secara ekologi. Kondisi demikian mengakibatkan terganggunya ekosistem perkotaan seperti meningkatnya suhu udara, pencemaran udara, menurunnya permukaan air tanah, banjir, intrusi air laut, serta meningkatnya kadar logam berat dalam tanah. Peraturan Daerah No 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta 2010 merencanakan RTH seluas 13,94% (9.545 ha) dari luas wilayah dengan luas DKI Jakarta 66.152 ha, namun hingga Tahun 2008 berdasarkan data Walhi luas RTH yang ada di DKI Jakarta hanya tinggal 6,3% dari target yang harus dicapai. Disisi lain Peraturan Menteri Dalam Negeri Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP) disebutkan bahwa luasan ideal RTH adalah sebesar 20% dari luas wilayah. Sebagai upaya menambah luasan RTH yang juga berfungsi untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan estetika lingkungan serta bermanfaat secara langsung bagi masyarakat setempat, maka pembangunan hutan kota merupakan salah satu solusinya Salah satu alternatif untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan
13
14
pembangunan hutan kota. (Peraturan Menteri Kehutanan No: P.03/MENHUTV(2004). Hutan kota adalah salah satu bentuk dari RTH dan merupakan subsistem kota, yaitu sebuah ekosistem dengan sistem terbuka yang secara ekologis melindungi kota dari permasalahan kota. Lahan seluas ± 5740 m2 yang akan dijadikan hutan kota terletak di kelurahan Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan telah disahkan oleh Gubernur Provinsi khusus DKI Jakarta dengan Nomor
instruksi/wk/DTK/: Berkas
Nomor Pemeriksaan
No.166/8/ppsk/DTK/X/07 yang dibeli oleh Pemerintah Daerah dan dikelola oleh Dinas Kehutanan. Perancangan hutan kota ini dimaksudkan untuk memperbaiki iklim, bebas polusi, sebagai penyimpanan cadangan air serta tetap memperhatikan unsur keindahan dengan melibatkan peran serta masyarakat melalui persepsi dan harapan mereka terhadap pembangunan hutan kota. 1.2 Tujuan Tujuan penelitian “Disain hutan kota di RTH Kelurahan Srengseng Sawah berdasarkan persepsi Masyarakat (Studi kasus Kelurahan Srengseng Sawah dan Ciganjur, Kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan)” adalah untuk menentukan tipe hutan kota serta mendisain hutan kota berdasarkan kondisi biofisik serta harapan masyarakat sehingga dapat memberikan manfaat maksimal dalam peningkatan kualitas lingkungan dan kenyamanan masyarakat. 1.3 Manfaat Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan masukan/ pertimbangan bagi Dinas Kehutanan Jakarta dalam mendesain hutan kota. Diharapkan dengan hasil penelitian ini menjadikan pelaksanaan pembangunan hutan kota lebih terarah dan terpadu karena sesuai dengan harapan masyarakat dan tetap memperhatikan kualitas lingkungan dan estetikanya. 1.4 Kerangka Pemikiran Peningkatan kegiatan pembangunan di DKI Jakarta membutuhkan areal yang luas, yang berdampak negatif bagi luasan RTH, karena terjadinya perubahan
14
15
fungsi lahan dari kawasan terbuka hijau menjadi kawasan yang terbangun. Akibatnya terjadi penurunan kualitas lingkungan. Pembangunan hutan kota merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas lingkungan, dalam pembangunan hutan kota terdapat berbagai macam pertimbangan antara lain: permasalahan lingkungan, kebijakan pemerintah, masyarakat dan kondisi biofisik. Permasalahan lingkungan seperti pencemaran udara, menurunnya estetika dan kelembaban, banjir dan berkurangnya cadangan air tanah. Pertimbangan kedua adalah kebijakan pemerintah, yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri No 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan, mengharuskan luasan RTH yang ideal sebesar 20% dari total luas perkotaan. Pertimbangan ketiga adalah kondisi biofisik lingkungan, seperti topografi, geologi dan iklim yang berpengaruh dalam menentukan jenis tanaman dan letaknya. Pertimbangan yang terakhir adalah masyarakat, masyarakat dengan berbagai latar belakang yang berbeda seperti jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, pengeluaran dan juga kebudayaan tentunya akan memiliki pengetahuan dan persepsi yang berbeda-beda terhadap pembangunan hutan kota, begitu juga dengan persepsi dari pemerintah. Tujuan pembangunan ini adalah selain untuk menambah luasan RTH juga memiliki fungsi untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan estetika yang sesuai dengan persepsi masyarakat. pembangunan hutan kota ini juga mempertahankan obyek yang dilindungi di Kecamatan Jagakarsa. Konsep perancangan mencakup ruang zonasi, konsep tata hijau dan konsep peletakan tanaman. Konsep ruang yaitu pemberian ruang-ruang berdasarkan karakteristik ruang yang terdapat pada tapak, ditinjau dari fungsi ruang pada tapak, aktivitas, kepentingan pengguna. Konsep tata hijau didasarkan pada manfaat dan fungsi vegetasi pada tapak: (1) memberi identitas, pengarah, (2) member kenyamanan, (3) estetika, (4) penyangga. Konsep peletakan tanaman disesuaikan dengan kondisi tapaknya, lingkungan sekitarnya dan ukuran dan bentuk vegetasi dewasa. Berdasarkan konsep dan pertimbangan diatas maka akan dirancang/disain hutan kota dalam bentuk 2 (dua) dimensi.
15
16 Peningkatan Kegiatan Pembangunan di DKI Jakarta
Penurunan Luasan RTH
Penurunan kualitas lingkungan
Solusi permasalahan: pembangunan hutan kota
Dasar Pertimbangan
Permasalahan Lingkungan
banjir, suhu meningkat, estetika kota menurun, berkurangnya resapan air,
• • • •
Perda No 6 Tahun 1999 PP No 63 Tahun 2002 RTRW DKI Jakarta Permendagri No 1 tahun 2007
masyarakat
Kondisi Biofisik
Kebijakan Pemerintah
letak, luas, aksesibilitas, iklim, hidrologi, jenis tanah, topografi, vegetasi dan satwa
Tujuan Pengembangan Hutan Kota
Karakteristik, budaya, persepsi dan harapan
Obyek yang dilindungi
Tipe Hutan Kota
Konsep ruang/zonasi
Konsep tata hijau
Konsep peletakan tanaman
Rancangan/disain hutan kota
Gambar 1.Kerangka Pemikiran
16
17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota dan Perkotaan 2.1.1. Pengertian Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.63 Pasal 1 Tahun 2002 tentang Hutan Kota, kota adalah wilayah perkotaan yang berstatus daerah otonom. Menurut Instruksi Mendagri No. 14 Tahun 1988, Kota adalah pusat pemukiman dan kegiatan penduduk yang mempunyai batasan wilayah administratif yang diatur dalam peraturan perundangan serta pemukiman yang telah memperlihatkan watak ciri perkotaan. Kota menurut Koestoer (1995) adalah suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang memiliki kecirian sosial seperti jumlah penduduk tinggi, strata sosial ekonomi yang heterogen dengan corak materialistis. Berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya terdapat di dalam kota. Adakalanya kota didirikan sebagai
tempat
kedudukan
resmi
pusat
pemerintahan
setempat.
Pada
kenyataannya kota merupakan tempat kegiatan sosial dari banyak dimensi. Kota merupakan sebuah sistem yaitu sistem terbuka, baik secara fisik maupun sosial ekonomi, bersifat tidak statis dan dinamis atau bersifat sementara (Irwan,2005). 2.1.2 Permasalahan Kota Marbun (1979) menyatakan bahwa, pertambahan penduduk kota yang cepat telah menyita areal taman, tanah kosong, hutan ladang di sekelilingnya untuk tempat tinggal atau tempat usaha, tempat pendidikan, kantor ataupun tempat berolahraga dan untuk jalan. Permasalahan ini otomatis memperburuk keseimbangan lingkungan mulai dari menurunnya areal tanaman, merosotnya daya absorbsi tanah yang kemudian sering berakibat banjir apabila hujan, sampai masalah sampah dan akibatnya. Dahlan (1992) juga menyatakan berbagai permasalahan lingkungan yang timbul di perkotaan, seperti: kelangkaan flora dan fauna, jumlah air tanah yang berkurang, kualitas air menurun, efek rumah kaca, banjir, kebisingan meningkat, hujan asam, estetika menurun, oksigen berkurang, instrusi garam dan lain-lain.
17
18
Bahaya yang ditimbulkan oleh pencemaran lingkungan secara garis besar merugikan manusia, terutama mereka yang tinggal di kota. Kota-kota di Indonesia dan beberapa kota di dunia, umumnya menjadi pelanggan berbagai penyakit menular seperti kolera, typhus, penyakit sesak nafas dan lain-lain. Udara di kota menjadi panas dan berdebu. Air minum tercemar oleh berbagai macam bakteri dan zat kimia yang merugikan kesehatan (Marbun, 1979). 2.2 Ruang Terbuka dan Ruang Terbuka Hijau 2.2.1 Pengertian Instruksi Mendagri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Di Wilayah Perkotaan menyatakan, “Ruang Terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa pembangunan. Ruang Terbuka Hijau adalah Ruang terbuka yang pemanfaatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya.” Menurut Peraturan Menteri Kehutanan No: P.03/MENHUT-V(2004) tentang Pedoman Pembuatan Tanaman Penghijauan Kota Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan. “Ruang Terbuka Hijau (RTH) wilayah perkotaan adalah ruang di dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk areal memanjang/jalur atau mengelompok, dimana penggunaanya lebih bersifat terbuka, berisi hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan yang tumbuh secara alami atau tanaman budidaya”. Fakuara (1987) mengungkapkan bahwa, RTH merupakan ruang yang terdapat tumbuhan atau vegetasi di wilayah perkotaan yang memberikan manfaat lingkungan yang sebesar-besarnya seperti proteksi, rekreasi, estetika dan kegunaan khusus lainnya. 2.2.2. Fungsi Fungsi RTH, baik RTH publik maupun RTH privat memiliki fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis, dan fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi arsitektural, sosial, dan fungsi ekonomis (Tabel 1). Suatu wilayah perkotaan dengan empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan,
18
19
kepentingan, dan keberlanjutan kota. RTH berfungsi ekologis yang menjamin keberlanjutan suatu wilayah kota secara fisik, harus merupakan satu bentuk RTH yang berlokasi, berukuran, dan berbentuk pasti dalam suatu wilayah kota, seperti RTH untuk perlindungan sumberdaya penyangga kehidupan manusia dan untuk membangun jejaring habitat hidupan liar. RTH untuk fungsi-fungsi lainnya (sosial, ekonomi, arsitektural) merupakan RTH pendukung dan penambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut, sehingga dapat berlokasi dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya, seperti untuk keindahan, rekreasi, dan pendukung arsitektur kota. Tabel 1 Fungsi Ruang Terbuka hijau (RTH) Fungsi 1.Ekologis
2.Sosial
3.Ekonomi
Langsung 1.Menurunkan tingkat pencemaran udara 2.Meningkatkan kandungan air tanah 1.Menurunkan tingkat stres masyarakat 2.Konservasi situs alami sejarah
1.Meningkatkan pendapatan masyarakat 2.Meningkatkan jumlah wisatawan 4.Arsitektural 1.Meningkatkan kerapian dan keteraturan kota 2.Meningkatkan kenyamanan kota 3.Meningkatkan keindahan kota
Manfaat Tolak ukur Tidak langsung a.Kadar pencemaran Konservasi (CO, Pb, debu, dll) keanekaragaman hayati b.Jumlah dan kualitas 2.Menurunnya air tanah penyakit ISPA masyarakat a.Jumlah penderita 1.Menurunkan penyakit kejiwaan konflik sosial b.Keberadaan
a.Pendapatan masyarakat b.Jumlah kunjungan wisatawan a.Kerapian dan kebersihan kota b.Lebih nyaman (suhu, dll) c.Lebih indah
Tolak ukur a.Keberadaannya
b.Jumlah penderita ISPA a.Jumlah konflik sosial
2.Meningkatkan keamanan kota 3.Meningkatkan produktivitas masyarakat 1.Efek ganda peningkatan jumlah wisatawan
b.Jumlah kejadian kriminal c.Output/jam
1.Menurunkan konflik sosial
a.Jumlah konflik sosial
2.Meningkatkan keamanan kota 3.Meningkatkan produktivitas masyarakat
b.Jumlah kejadian kriminal c.Output/jam
a.Pertumbuhan ekonomi
Sumber: Lab. Perencanaan Lanskap Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian – IPB.2005
19
20
2.2.3 Jenis RTH Jenis RTH berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 1 Tahun 2007 tentang Penataaan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan adalah: (a) taman kota; (b) taman rekreasi; (c) taman lingkungan perumahan dan permukiman; (d) taman lingkungan perkantoran dan gedung komersial; (e) hutan kota; (f) kebun raya; (g) kebun binatang; (h) pemakaman umum. 2.2.4 Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk Penentuan luas RTH berdasarkan jumlah penduduk, dilakukan dengan mengalikan antara jumlah penduduk yang dilayani dengan standar luas RTH perkapita sesuai peraturan yang berlaku. Jumlah penduduk juga menentukan tipe RTH (Tabel 2). Tabel 2 Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Jumlah Penduduk No
Unit lingkungan 250 jiwa 2500 jiwa 30.000 jiwa 120.000 jiwa
1 2 3 4
480.000 jiwa
5
Tipe RTH Taman RT Taman RW Taman Kelurahan Taman kecamatan Pemakaman Taman kota Hutan kota untuk fungsi-fungsi tertentu
Luas minimal/ Luas minimal/ unit (m2) 250 1.250 9.000 24.000 disesuaikan 144.000 disesuaikan disesuaikan
kapita (m2) 1,0 0,5 0,3 0,2 1,2 0,3 4,0 12,5
Lokasi di tengah lingkungan RT di pusat kegiatan RW dikelompokan dengan sekolah/ pusat kelurahan dikelompokan dengan sekolah/ pusat kecamatan tersebar di pusat wilayah/ kota di dalam/ kawasan pinggiran disesuaikan dengan kebutuhan
Sumber: Lampiran I Peraturan Menteri Kehutanan. P.03/Menhut-V/2004 2.3. Kebijakan Pemerintah 2.3.1 Peraturan Daerah No 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah DKI Jakarta Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disebut RTH adalah kawasan atau areal permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, dan atau sarana kota/lingkungan, dan atau pengaman jaringan prasarana, dan atau budidaya pertanian. Menurut Pasal 5 Untuk mewujudkan visi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, maka arahan penataan ruang wilayah akan ditujukan untuk melaksanakan 3 (tiga) misi utama, yaitu (a) membangun Jakarta yang berbasis pada masyarakat (b) mengembangkan
20
21
lingkungan kehidupan perkotaan yang berkelanjutan (c) mengembangkan Jakarta sebagai kota jasa skala nasional dan internasional. Tujuan Penataan Ruang sebagaimana tertuang dalam pasal 6 adalah: (a) terwujudnya
kehidupan
masyarakat
yang
sejahtera,
berbudaya,
dan
berkeadilan; (b) terselenggaranya pemanfaatan ruang wilayah yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup sesuai dengan kemampuan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, kemampuan masyarakat dan pemerintah, serta kebijakan pembangunan nasional dan daerah; (c) terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sebesar-besarnya sumber daya manusia; serta (d) terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang pada kawasan lindung dan kawasan budi daya. 2.3.2 Peraturan Menteri dalam Negeri No 1 Tahun 2007 tentang Penataaan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan Tujuan, fungsi dan manfaat ruang terbuka hijau kawasan perkotaan adalah seperti yang tertuang dalam pasal 2 dan pasal 3, yaitu: (a) menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan, (b) mewujudkan kesimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan di perkotaan, dan (c) meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah, bersih dan nyaman. Fungsi RTHKP adalah: (a) pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan, (b) pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara, (c) tempat perlindungan plasma nuftah dan keanekaragaman hayati, (d) pengendali tata air dan (e) sarana estetika kota. 2.3.3 Peraturan Pemerintah No 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota Tujuan dan fungsi hutan kota sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 adalah “untuk kelestarian, keserasian dan keseimbangan ekosistem perkotaan yang meliputi unsur lingkungan, sosial dan budaya.” Pasal 3 adalah tentang fungsi hutan kota yaitu :”(a) memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika, (b)
21
22
meresapkan air, (c) menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota, dan (d) mendukung pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia.” Penunjukan lokasi dan luas hutan kota yang tertuang dalam Pasal 8 didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut: (1) luas wilayah, (2) jumlah penduduk, (3) tingkat pencemaran dan (4) kondisi fisik kota. Penunjukan lokasi dan luas hutan kota dilakukan oleh Walikota atau Bupati berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Perkotaan, sedangkan untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, penunjukan lokasi dan luas hutan kota dilakukan oleh Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 2.4 Hutan Kota 2.4.1 Pengertian Peraturan Pemerintah No 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota, menyatakan bahwa hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Menurut Fakultas Kehutanan (1987) hutan kota (urban forest) ialah ruang terbuka yang ditumbuhi vegetasi berkayu di wilayah perkotaan yang memberikan manfaat lingkungan sebesar-besarnya keapada penduduk perkotaan dalam kegunaan-kegunaan proteksi, estetika, rekreasi dan kegunaan khusus lainnya. 2.4.2. Bentuk dan Kriteria Hutan Kota Dahlan dan Fakultas Kehutanan IPB (1987) mengelompokkan bentuk hutan kota berdasarkan kriteria: (a) tipe, (b) fungsi penting, (c) vegetasi, (d) intensitas manajemen, (e) status dan (f) pengelolaannya. Bentuk-bentuk hutan kota tersebut adalah: (a) taman, (b) kebun dan pekarangan, (c) jalur hijau, (d) hutan konservasi (Tabel 3).
22
23
Tabel 3 Bentuk dan Kriteria Hutan Kota No.
Kriteria
Bentuk Taman
Kebun dan Pekarangan Pemukiman, Daerah Subur
Jalur Hijau
Hutan
1
Tipe
Kawasan industri, Pemukiman dan Pusat kegiatan
pengaman: jalan dan kawasan konservasi
Kawasan industri, perlindungan : hutan raya, kebun binatang, kebun raya
2
Fungsi yang Penting
Ameliorasi Iklim, Estetika, Produksi O2, Rekreasi dan Peredam Polusi
Produksi O2 dan atas tujuan ekonomi, Ameliorasi Iklim, Estetika
Ameliorasi Iklim, Produksi Oksigen, Peredam Kebisingan, Peredam Bau
Hidro-orologis Ameliorasi Iklim, Produksi Oksigen, Fungsi Konservasi lainnya
3
Vegetasi
Tanaman Hias,
Buah-buahan, Tanaman Hias, Pohon lainnya
Tumbuhan dari semua Strata (perdu, semak, pohon)
Pohon dengan tajuk lebar dan perakaran intensif
4
Intensitas Manajemen
Tinggi
Sedang
Sedang
Rendah
5
Status Pemilikan
Umum dan Perorangan
Perorangan
Umum
Umum
6
Pengelola
Dinas Pertamanan/ Perorangan
Perorangan
Dinas Pertamanan
Dinas Kehutanan
Sumber: disarikan dari Dahlan (1992) dan Fakultas Kehutanan IPB (1987) 2.4.3 Permasalahan Hutan Kota Dahlan (1992) menyatakan bahwa, permasalahan yang dihadapi dan berakibat kurang berhasilnya program pengembangan hutan kota antara lain: (1) terlalu terpaku pada anggapan bahwa hutan kota harus dan hanya dibangun di lokasi yang cukup luas dan mengelompok, (2) tanggapan bahwa hutan kota hanya dibangun di dalam kota, padahal harga lahan di beberapa kota besar dan sangat mahal, (3) adanya konflik dari berbagai kepentingan dalam hal peruntukan lahan. Biasanya yang menang adalah yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, (4) adanya penggunaan lahan lain yang tidak bertanggungjawab seperti: a. tempat bermain sepak bola
23
24
b. tempat kegiatan asusila c. tempat tuna wisma d. pangkal pohon sering sebagai tempat untuk membakar sampah (5) vandalisme dalam bentuk coretan dengan cat atau dengan pisau. 2.5 Persepsi 2.5.1 Pengertian Secara umum persepsi diartikan sebagai suatu tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu, serapan atau proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca indranya (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Langevelt (1966) dalam BRR-Kehutanan (2006) mendefinisikan persepsi sebagai pandangan individu suatu stimulus atau obyek, sehingga individu tersebut memberi respon atau reaksi yang berhubungan dengan penerimaan atau penolakan. 2.5.2 Pembentukan Persepsi Menurut Litterer (1984) dalam BRR-Kehutanan (2006) menyatakan bahwa, pembentukan persepsi dimulai ketika seorang individu menerima informasi (stimuli yang diterima indera). Informasi ini mengalami proses pemilihan dan penyaringan yang diikuti dengan proses penutupan sehingga tersusun
suatu
kesatuan
yang
bermakna,
kemudian
ditafsirkan
dan
diinterpretasikan untuk menjadi suatu persepsi seseorang terhadap sesuatu yang mendasari pola perilaku dan pola tindaknya. pembentukan
Pengalaman masa lalu
persepsi mekanisme pembentukan persepsi informasi sampai ke individu
penafsiran
persepsi
penutupan pilihan
perilaku
Gambar 2 Pembentukan Persepsi (Litterer, 1984) dalam BRR-Kehutanan (2006) Menurut Brokman dan Merriem faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi yaitu: jenis kelamin, umur, latar belakang, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, 24
25
asal/tempat tinggal, status ekonomi, waktu luang, serta kemampuan fisik dan intelektual. Perbedaan faktor-faktor tersebut di terdapat di dalam diri seseorang akan menyebabkan persepsi yang berbeda pula. Persepsi termasuk dalam komponen-komponen pembuat keputusan dari seorang individu yang terdiri atas perception (persepsi), attitude (sikap), value (nilai), preference (kesukaan) dan satisfaction (kepuasan), yang saling mempengaruhi dalam pengambilan keputusan ( Porteus, 1977). Porteus (1977), menyatakan bahwa preferensi adalah studi
perilaku
individu dapat digunakan oleh ahli lingkungan dan para disainer untuk menilai keinginan pengguna (user) terhadap suatu obyek yang akan direncanakan. Dengan melihat preferensi dapat memberikan masukan bagi bentuk partisipasi dalam proses perencanaan. Persepsi masyarakat mempunyai hubungan yang dekat dengan preferensinya sehingga penting sekali mengetahui dan mempelajari persepsi dan preferensi masyarakat dalam rangka pengembangan wilayah. Terdapat hubungan yang kuat antara preferensi dan sikap. Sikap selalu melibatkan preferensi yang merupakan komponen yang mempengaruhi sikap. Preferensi juga dihubungan dengan satisfaction (kepuasan) akibat dari penilaian persepsi yang berulang-ulang. Preferensi seperti sikap dan persepsi, berbeda-beda antar individu dan pengalamannya (Porteus, 1977). 2.6 Pertimbangan Sosial dan Psikologis Menurut Simonds (1983), dalam suatu perencanaan proyek yang ditujukan untuk manusia dari berbagai budaya, penting untuk mengetahui pola hidup mereka dan bentuk budayanya untuk dapat memperoleh beberapa pemahaman/ pengertian dari kepercayaan dasar mereka. Penting untuk memahami kebutuhan-kebutuhan dasar manusia (tanggapan-tanggapan emosi dan perilaku). Berdasarkan kebutuhan dasar manusia, maka dalam perancangan lanskap terdapat tiga kategori faktorfaktor manusia yaitu fisik, psikologis dan fisiologis. (Laurie, 1984). Faktor-faktor fisik berkenaan dengan hubungan bentuk dan ukuran fisik dengan bentuk lingkungan. Analisis pada pengukuran dan sikap tubuh, gerakan dan pertumbuhan rata-rata menghasilkan sekumpulan standar bagi berbagai bagian bangunan dan rancangan suatu taman. Faktor fisiologis berhubungan dengan kebutuhan manusia untuk penjagaan diri dan menghindari dari penderitaan, oleh 25
26
karena itu kita mencari dan menuntut suatu tingkat keselamatan fisik tertentu di dalam lingkungan (Laurie, 1984). Faktor psikologis manusia juga perlu diketahui dalam suatu perancangan lanskap yang menyangkut pola perilaku, sosial manusia, kecenderungankecenderungan. Kebutuhan-kebutuhan psikologis dan persepsi manusia terhadap lingkungan berbeda-beda menurut sejumlah variabel meliputi usia, tingkat sosial, latar belakang budaya, pengalaman-pengalaman masa lampau, motif dan kegiatan seseorang (Laurie, 1984) 2.7 Disain Lanskap Desain lanskap adalah sebuah perluasan dari perencanaan tapak. Menurut Laurie (1994), desain lanskap adalah proses yang membawa kualitas spesifik yang diberikan kepada ruang diagramatik rencana tapak dan merupakan level lain dimana arsitektur lanskap didiskusikan dan dikritik. Hasil dari proses desain adalah gambar kerja yang dapat segera terwujud. Gambar kerja tersebut menjadi gambar acuan bagi pelaksana (kontraktor). Menurut Simond (1983) perancangan atau disain adalah sebuah proses kreatif yang mengintegrasikan aspek teknologi, sosial, ekonomi dan biologi serta efek psikologis dan fisik yang ditimbulkan dari bentuk, bahan,warna dan ruang, hasil dari pemikiran yang saling berhubungan. Rancangan Penanaman dan Tanaman Hutan Kota Perancangan atau disain hutan kota diarahkan sebagai bagian dari habitat manusia sekitar, vegetasi yang berada di dalamnya serta konsep ruang untuk komunitas satwa (Miller, 1988). Menurut Smith (1971) dalam Sari (2007), hutan kota yang dirancang harus memiliki nilai ekologi kota yang meliputi penurunan suhu alami, kehidupan satwa dan vegetasi, memenuhi interaksi antar manusia dan lingkungan sehingga tercipta hubungan yang harmonis antar lingkungan, vegetasisatwa dan manusia. Disain hutan kota sebaiknya menciptakan ruang-ruang yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk berinteraksi dan bersosialisasi di dalamnya. Sebagai salah satu mewujudkan fungsinya yang bernilai lanskap sosial.
26
27
Jika ditinjau dari segi ekologi, jenis tanaman yang baik ditanam untuk penghijauan suatu kota adalah jenis-jenis tanaman asli daerah setempat, sedangkan jenis-jenis eksotis harus menyesuaikan diri dengan iklim dan lingkungan hidup yang baru. Kalau jenis-jenis asli tidak memungkinkan untuk ditanam, misalnya tidak tersedianya biji yang cukup untuk jenis-jenis yang asli, atau tidak sesuai dengan pola perencanaan industri daerah yang bersangkutan dan sebagainya, maka dipilih jenis yang cocok baik dalam arti ekonomi maupun dalam arti ekologi.
Penentuan jenis tanaman yang dipilih untuk hutan kota
dilakukan dengan menggunakan persyaratan untuk tanaman hutan kota yang dikemukaan oleh Dahlan (1992) yang terdapat dalam Tabel 4. Tabel 4 Syarat tanaman hutan kota Kategori
Syarat 1. Edaphis
Ph, jenis, tekstur, ketinggian, salinitas
2. Meteorologis
Suhu, kelembaban, kecepatangan angin,
3. Silvikultur
Penyediaan bibit dan benih mudah, mudah dalam memelihara
4. Tanaman yang umum
Tahan
terhadap
penyakit,
cepat
tumbuh,
umur
panjang,
kelengkapan jenis, ketika dewasa sesuai dengan ruang, kompatibel dengan tanaman lain. 5. Estetika
Tajuk dan bentuk yang indah, warna dan bentuk bunga dan buah indah
6. Tanaman khusus
Disesuaikan dengan tujuannya, contohnya: tahan terhadap kadar garam yang tinggi, tahan terhadap pencemar dari industri dan kendaraan bermotor, kemampuan yang tinggi menyerap gas, tahan terhadap hujan asam, pengelolaan air, penghasil wewangian.
Sumber: Dahlan (1994)
27
28
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Ruang Terbuka Hijau yang beralamat di Jalan Mohammad Kahfi II Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan, karena pada lokasi ini akan dibangun hutan kota oleh Dinas Kehutanan dengan luas 5442 m2, sedangkan untuk mengetahui persepsi masyarakat dilakukan di dua kelurahan, yaitu Kelurahan Srengseng Sawah dan Kelurahan Ciganjur. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari Januari sampai Juni 2009. Kegiatan yang dilaksanakan adalah pengumpulan data, baik data sekunder maupun primer, pengolahan data dan mendisain hutan kota. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain kamera, GPS, software autocad dan SPSS 14, sedangkan bahan yang digunakan adalah Peta DKI Jakarta untuk menentukan posisi/letak RTH. Kuesioner digunakan sebagai alat bantu untuk mengetahui persepsi masyarakat (Tabel 4). Tabel 5 Alat dan bahan Alat dan bahan A. Alat 1) Kamera 2) GPS 3) Software Autocad 4) Software Photoshop CS2 5) Software SPSS 14 B. Bahan 1.Peta DKI Jakarta 2. alat bantu berupa kuesioner
Fungsi mendapatkan gambaran 2D di lapangan mengukur luas dan bentuk hutan kota mendisain bentuk dasar hutan kota mempertajam dan memperjelas gambar untuk pengolahan data hasil kuesioner melihat letak Kelurahan Srengseng Sawah dan Ciganjur dalam peta Jakarta Selatan mengetahui persepsi dan pengetahuan masyarakat terhadap hutan kota
3.3 Tahap Perancangan Tahapan perancangan hutan kota terdiri dari persiapan penelitian, pengumpulan data, menyusun konsep pengembangan setelah diketahui tipe dan bentuk hutan kota dan terakhir adalah disain/perancangan hutan kota
28
17
Mencari RTH yang akan dibangun hutan kota
Permasalahan Lingkungan
Kebijakan Pemerintah
Latar Belakang Permasalahan
Ditambah data pendukung lainnya
Persiapan Penelitian
Aksesibilitas, geologi, topografi dan iklim
Sosial Ekonomi Masyarakat
Pengumpulan Data
Pembagian zonasi,
Kondisi boifisik Analisis
Pengkajian RTRW DKI Jakarta
Permasalahan lingkungan
Kebijakan Pemerintah
Tipe Hutan Kota
Pemilihan Jenis Vegetasi
Disain/ Perancangan
Peletakan Tanaman
Persepsi dan harapan masyarakat
Konsep
Gambar 3 Proses dan Alur Perancangan Hutan Kota di RTH Kelurahan Srengseng Sawah
17
18
3.3.1 Persiapan Penelitian Persiapan penelitian dimulai dari mencari RTH yang akan dikembangkan menjadi hutan kota, konsultasi dengan pihak-pihak terkait seperti Dinas Kehutanan selaku pengelola kehutanan, Kantor Kelurahan Srengseng sawah dan Kelurahan Ciganjur,dan Ketua RW dari dua kelurahan, kemudian mencari permasalahan lingkungan di sekitar lokasi RTH tersebut, yang diperoleh melalui inventarisasi awal tapak dan disesuaikan dengan RTRW Jakarta Selatan dan mencari tambahan data lain yang mendukung penelitian. 3.3.2 Pengumpulan Data dan Informasi Merupakan tahap pengambilan data berupa data primer dan data sekunder yang dikumpulkan melalui survei di lapangan maupun dari pustaka yang mendukung penelitian. Data-data yang dikumpulkan berupa data permasalahan lingkungan, kebijakan pemerintah, kondisi biofisik dan sosial ekonomi masyarakat. 3.3.2.1 Permasalahan Lingkungan Permasalahan lingkungan yang ada di kota DKI Jakarta khususnya yang ada di Kelurahan Srengseng Sawah dan Kelurahan Ciganjur seperti masalah banjir, genangan air, peningkatan suhu dan penurunan kelembaban. Sumber data diperoleh melalui studi literatur dan wawancara dengan masyarakat. 3.3.2.2 Kebijakan Pemerintah Pembangunan hutan kota didukung oleh kebijakan pemerintah, sehingga diketahui suatu tapak bisa dikembangkan menjadi suatu hutan kota karena sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku (Tabel 6). Tabel 6. Kebijakan Pemerintah Kebijakan Pemerintah Peraturan Daerah No 6 Tahun 1999 Peraturan Menteri dalam Negeri No 1 Tahun 2007 Peraturan Pemerintah No 63 Tahun 2002 Peraturan Menteri Kehutanan Tahun 2004
Isi Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah DKI Jakarta Penataaan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan Hutan Kota Pedoman Pembuatan Tanaman Penghijauan Kota Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan.
19
3.3.2.3 Biofisik Kawasan Data berupa kondisi biofisik kawasan yang meliputi letak,luas, batas tapak, aksesibilitas, iklim, hidrologi, jenis tanah, topografi dan vegetasi dan satwa yang ada dalam tapak yang diperoleh melalui hasil inventarisasi di lapangan dan studi literatur lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Jenis, Cara Pengambilan dan Sumber Data Jenis Data a. letak, luas dan batas lokasi studi b. aksesibilitas c. iklim d. hidrologi e. Jenis tanah f. topografi g. vegetasi dan satwa
Cara Pengambilan Data Studi literatur dan survei lapang Survei lapang Studi literature Studi literatur Studi literatur Studi literatur Survei lapang
Sumber Data Lokasi tapak dan Dinas Kehutanan Lokasi tapak BPS BPS BPS Lokasi Tapak dan BPS Lokasi Tapak
3.3.2.4 Sosial Masyarakat Pemilihan area dilakukan dengan cara
multistage random sampling yaitu
metode pengumpulan sampel dengan cara bertahap. Responden yang terpilih adalah dari Kelurahan Srengseng Sawah dan Ciganjur, dari kedua Kelurahan ini terpilih RW 08 yang mewakili Kelurahan Srengseng Sawah dan RW 04 dari Kelurahan Ciganjur. Dari tiap RW yang menjadi unit sampelnya adalah Kepala Rumahtangga.
Gambar 4 Peta lokasi Penelitian
30
Purposive random sampling yaitu pengambilan contoh secara acak dengan keadaan yang kita kehendaki. Metode ini digunakan untuk menentukan responden dari unit contoh yang terpilih, dengan kriteria sebagai berikut: (a) Sasaran atau obyek penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di Kelurahan Srengseng Sawah dan Kelurahan Ciganjur. (b) tempat tinggal dekat dengan lokasi hutan kota yang dibangun. (c) Kepala Rumahtangga dengan usia minimal 20 tahun. Pemilihan jumlah sampel yang akan dijadikan responden dilakukan dengan menggunakan rumus :
n≥ p.q(Zα/2)2 e2
dimana: n = jumlah sampel p = perkiraan proporsi populasi (kelompok sampel yang akan diteliti/ populasi) q=(1–p) Zα/2 = nilai standar (distribusi normal) untuk IK yang ditetapkan adalah 95% α= 0,05 maka Z = 1,96 e = margin error yang diperkenankan berkisar 5-10%. (dan margin error yang akan digunakan adalah nilai tertinggi yaitu 10%) sehingga jumlah responden dari Kelurahan Srengseng Sawah dan Ciganjur adalah 68 orang, responden dari Kelurahan Srengseng Sawah adalah 40 orang, sedangkan dari Kelurahan Ciganjur adalah 28 orang. 3.3.3 Analisis Data Permasalahan lingkungan, kebijakan pemerintah, dan kondisi biofisik diolah secara deskriptif kualitatif. Hasil dari pengolahan data dianalisis untuk mengetahui tipe hutan kota apa yang akan dirancang dan menentukan kegunaan seperti apa yang paling sesuai dengan kondisi tapak. Menganalisis jenis vegetasi yang akan ditempatkan di atas tapak yang disesuaikan dengan harapan masyarakat dan juga dengan faktor-faktor tempat tumbuh vegetasi tersebut. Hasil kuesioner karakteristik masyarakat diukur dengan menggunakan skala Likert. skala nominal dan skala rangking (Tabel 7). Skala nominal digunakan untuk mengolah data yang tidak memiliki nilai atau tingkatan, karena skala ini berfungsi hanya untuk membedakan dua atau lebih variabel yang setatar namun berbeda satu dengan yang lainnya. Skala likert digunakan untuk
30
31
mengukur pengetahuan responden dengan memberikan 5 poin skala yang memiliki interval yang sama, mulai dari sangat setuju sampai tidak setuju. Skala rangking
adalah skala yang membandingkan
dua atau lebih obyek
untuk
memilih obyek yang lebih diinginkan. Tabel 8 Skala pengukuran kuesioner ISI KUESIONER
SKALA
Karakteristik Responden Nominal
1. Jenis Kelamin 1= Pria
2= wanita
2. umur 1= 20 - 30 tahun
3= 40-50 tahun
2= 30 - 40 tahun
4= 50-60 tahun
3. Pendidikan Terakhir 1= SMP/sederajat
3= Akademi/sederajat
2= SMU/sederajat
4= PT/ sederajat
5= > 60 tahun
5= tidak sekolah
4. Pekerjaan Utama 1= Pedagang 2= PNS 5. Pendapatan/bulan 1= < Rp. 500.000
3= pegawai swasta 4= petani
5= ABRI 6= Buruh
3=Rp.1500.000 - 3000.000
5= >Rp.5000.000
2= Rp.500.000-1500.000 6 Pengeluaran/bulan
4= Rp.3000.000 – 5000.000
1= < Rp. 500.000\
3= Rp.1500.000 - 3000.000
2= Rp.500.000-1500.000
4= Rp.3000.000 – 5000.000
4= Sangat Setuju ( ST)
2= Ragu- ragu ( R)
3= Setuju ( S)
1= Tidak Setuju ( TS)
7= tidak/belum bekerja 8= lainnya
5= >Rp.5000.000
Pengetahuan Masyarakat Likert
0= Sangat Tidak Setuju ( STS)
Untuk Mengetahui Bentuk Hutan Kota Nominal
1. bentuk pemanfaatan yang diinginkan dari RTH 1= Hutan kota 3= Perumahan 2= Pusat perbelanjaan
4= lapangan bermain
2. Hal-hal yang menjadi ciri khas hutan kota yang anda inginkan 1= Bentuk dan struktur bangunan 2= Penataan dan bentuk fasilitas hutan kota (lampu taman, t4 sampah) 3= Penataan hutan kota 4 = Air mancur 5= Patung /sculpture 3. penempatan tempat sampah 1= tersebar 3= berjauhan 2= tersebar merata 4. penerangan lampu yang diinginkan 1= gelap/sedikit penerangan 2= terang
3= remang-remang, 4= sangat terang
5. warna fasilitas yang anda inginkan 1= sangat mencolok 3= tidak terlalu mencolok 2= mencolok
4= tidak mencolok
Rangking Untuk soal no 6 – 13 membandingkan 5 obyek untuk memilih obyek yang lebih baik dengan memberikan angka 1-5
31
32
Pengolahan data kuesioner (a) mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat adalah dengan cara N=max-min ∑k Keterangan: N=batas selang Max= nilai mak yang diperoleh dari jumlah skor Min= nilai min yang diperoleh dari jumlah skor ∑k = jumlah kategori Kategori dibagi menjadi: Rendah/kurang:
jika 0-N
Sedang
:
jika (N+1) – (2N)
Tinggi
:
jika > (2N+1)
Maka: Pengetahuan Rendah/sedang = 0- 8 Pengetahuan Sedang
= 9 – 16
Pengetahuan Tinggi
= ≥ 17
(b) mengetahui sejauh mana pengetahuan responden terhadap hutan kota,ada tidaknya hubungan atau korelasi antara latar belakang responden dengan pengetahuannya terhadap hutan kota dianalisa dengan menggunakan statistik nonparametrik, yaitu uji Chi Kuadrat (χ2) dari tabel kontingensi: Rumus uji Chi Kuadrat (χ2):
࣑ ൌ ୀ
Dimana:
ሺࢌ െ ࢌࢎ ሻ ࢌࢎ
χ2 = chi kuadrat fo = frekwensi yang diobservasi fh = frekwensi yang diharapkan
Pengolahan data berdasarkan rumus uji Chi Kuadrat dilakukan dengan menggunakan software SPSS.10. Dari nilai χ2hitung yang didapat dalam perhitungan akan diketahui ada tidaknya hubungan/ korelasi berbeda nyata atau tidak berbeda nyata dengan membandingkan dengan nilai χ2 tabel pada tingkat
32
33
kepercayaan 95% dengan derajat bebas tertentu, dengan ketentuan sebagai berikut: •
Bila nilai χ2hitung ≤ χ2 tabel, maka terima H0
•
Bila nilai χ2hitung ≥ χ2 tabel, maka terima H1
H0: menyatakan tidak ada hubungan/korelasi antara latar belakang dengan persepsi. H1: menyatakan ada hubungan/korelasi antara latar belakang dengan persepsi (c) mengetahui tipe dan disain hutan kota Data dari hasil kuesioner responden berdasarkan tipe hutan kota yang diinginkan masyarakat terbagi atas dua bentuk. Betuk pertama, soal 1-5 adalah bentuk nominal. Setelah semua data terkumpul maka akan dipersentasekan terhadap total resonden. Bentuk kedua adalah dengan metode rangking, mengurutkan dari yang paling diinginkan sampai dengan tidak terlalu diinginkan. Data yang digunakan hanyalah data dari rangking pertama, urutan 1-3 dan tambahan dari rangking kedua urutan kesatu. Kemudian akan dianalisa secara deskriptif dan akan dituangkan ke dalam bentuk gambar. 3.3.4 Konsep Setelah diketahui potensi dan kendala di dalam tapak dari hasil analisis, tahap selanjutnya adalah menentukan tipe hutan kota yang diinginkan. Menyusun konsep untuk perancangan yang terdiri dari pembagian ruang, pemilihan jenis vegetasi dan peletakan vegetasi dan fasilitas lainnya di dalam tapak. 3.4 Disain/Perancangan Perancangan kawasan hutan kota di Kelurahan Srengseng Sawah disusun dengan mempertimbangkan hasil dari pengumpulan data seperti permasalahan lingkungan di kota Jakarta, kebijakan pemerintah, kondisi biofisik kawasan, serta kondisi sosial ekonomi masyarakat. Setelah dianalisis maka akan menghasilkan suatu rancangan hutan kota berupa gambar 2 (dua) dimensi yang dilengkapi dengan potongan gambar dan fasilitas yang ada di dalamnya.
33
34
BAB IV KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Lokasi hutan kota yang akan dibangun terletak di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan , dengan luas 5400 m2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana pengetahuan dan persepsi masyarakat terhadap pembangunan hutan kota, sehingga diperlukan responden. Responden yang terpilih adalah berasal dari dua kelurahan yaitu Kelurahan Srengseng Sawah dan Ciganjur. 4.1 Kondisi Fisik Kelurahan Srengseng Sawah dan Ciganjur merupakan kelurahan yang ada di Wilayah Kecamatan Jagakarsa Kota Administrasi Jakarta Selatan. Kelurahan Srengseng Sawah dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor 1251 Tahun 1986 dengan luas wilayah 674,70 Ha dan Kelurahan Ciganjur berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor 1746/1987 dengan luas wilayah 337,60,70 Ha. Batas-batas wilayah kelurahan ini dapat dilihat dalam Tabel 9. Tabel 9 Batas Wilayah Kelurahan Srengseng Sawah dan Kelurahan Ciganjur Wilayah
Batas Sebelah Utara Sebelah Timur Sebelah Selatan Sebelah Barat
Kelurahan Srengseng Sawah Kel. Lenteng Agung dan Kelurahan Jagakarsa Kali Ciliwung Kotamadya Depok Kelurahan Ciganjur dan Kelurahan Cipedak
Kelurahan Ciganjur Jl Jagakarsa Kelurahan Jagakarsa Jl. Moh.Kahfi II Kelurahan Srengseng Sawah Jl. Brigif dan Warung Silah Kel. Cipedak Kali Krukut Kelurahan Gandul, Limo Kota Depok.
Sumber: Laporan Bulanan Kelurahan Srengseng Sawah dan Kelurahan Ciganjur
Pola pembangunan Kelurahan Srengseng Sawah mengacu kepada Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Tahun 2005 dan Rencana Bagian Wilayah Kota (RBWK) wilayah selatan yang ditetapkan sebagai Daerah Resapan Air. Hal ini didukung dengan keberadaan potensi air tanah yang ada antara lain Setu Babakan, Setu Mangga Bolong, Setu Salam UI dan Setu ISTN. Disamping itu potensi Daerah Hijau yang sarat dilindungi oleh Pemerintah DKI Jakarta berupa
34
35
hutan kota yang berada di kawasan Wales Barat Universitas Indonesia. Kelurahan Srengseng Sawah juga memiliki cagar Budaya Betawi yang disebut Perkampungan Budaya Betawi di Setu Babakan RW.08 yang terkenal sebagai Kampung Wisata Betawi. 4.2 Topografi, Hirologi dan Jenis Tanah, Secara umum, keadaan topografi di Kelurahan Srengseng Sawah dan Kelurahan Ciganjur datar-bergelombang. Lereng berkisar antara 0-8% dengan ketinggian lebih dari 25 – 50 mdpl dan suhunya 280C. Wilayah Kelurahan Srengseng Sawah termasuk dalam DAS sanggrahan berada pada tepian sungai Ciliwung (Dinas Pertamanan dan keindahan kota, 2000). Jenis tanah asosiasi latosol merah, latosol coklat kemerahan, dan laterit air tanah, dengan bahan induk volkan intermedier. Tanah latosol tidak memperlihatkan pembentukan tanah yang baru dan tidak dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. 4.3 Kondisi Sosial dan Budaya Perkembangan penduduk di Kelurahan Srengseng Sawah dan Kelurahan Ciganjur cukup pesat, hal ini disebabkan oleh kelestarian alam masih terjaga dengan baik, tersedianya fasilitaas sarana umum yang memadai, baik fasilitas kesehatan, pendidikan, peribadatan dan lain-lain. Umumnya penduduk adalah masyarakat Betawi, sehingga adat-istiadat yang berlaku adalah budaya betawi. Mayoritas penduduknya adalah beragama Islam. Namun kerukunan antar umat beragama sudah berjalan dengan baik sehingga kehidupan bermasyarakat antar pemeluk agama satu dengan yang lain saling menghormati. 4.4 Jumlah dan Sebaran Penduduk Berdasarkan perolehan data Laporan Bulan Novemver 2009 (Lampiran 2, Tabel 3), kepadatan penduduk Kelurahan Srengseng Sawah yang terdiri 19 RW dan 156 RT adalah sebesar 51.560 jiwa, dengan kepadatan rata-rata 7.641 jiwa/km2. Berdasarkan Laporan Bulan Januari 2009 (lampiran 2,Tabel 5) Kelurahan Ciganjur yang terdiri dari 6 RW dan 63 RT memiliki kepadatan penduduk sebesar 27.110 jiwa. Walaupun demikian sebaran yang terjadi pada
35
36
masing-masing RW
cukup bervariasi. Keadaan ini dipengaruhi oleh jumlah
penduduk, luas daerah dan fungsi kawasan tiap daerah. 4.5 Strukutur Penduduk Struktur Penduduk menurut usia dan struktur mata pencaharian maka penduduk di Kelurahan Srengseng Sawah dan Kelurahan Ciganjur menurut BPS DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel 10. Struktur umur berdasarkan usia produktif yang dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu usia non produktif, produktif dan tua. Tabel 10 Struktur Penduduk berdasarkan usia produktif Tingkatan
Umur
Kelurahan Srengseng Sawah
Ciganjur
Non produktif
0-14
22,87%
25,43%
Produktif
15-64
69,23%
72,41%
Tidak Produktif
≥ 65
7,90%
2,16
Sumber: Badan Pusat Statistik (2008)
4.6 Matapencaharian Jenis pekerjaan yang ada di Kelurahan Srengseng Sawah sudah beragam,yaitu; Karyawan swasata, TNI, pegawai negeri, pedagang, petani, pertukangan, pemulung, buruh, jasa dan pensiunan. namun mayoritas penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai karyawan swasta dengan persentase sebesar 36,56%, yang kedua adalah pedagang yaitu sebesar 15,48% dan di urutan ketiga adalah TNI yaitu sebesar 13,38%, dan yang terkecil adalah pemulung sebesar 0,81% (lampiran 2, Tabel 4). Sedangkan Kelurahan Ciganjur mayoritas penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai karyawan swasta sebesar 35%, dan yang kedua adalah buruh sebesar 20% dan ketiga adalah pedagang sebesar 15% ( Lampiran 2, Tabel 6). 4.7 Sejarah Kawasan Lahan yang telah disahkan menjadi Ruang Terbuka Hijau terletak di Jl Moh. Kahfi II, Kelurahan Srengseng Sawah, dulunya lahan ini adalah milik pribadi yang dijual kepada Pemda DKI Jakarta berdasarkan NJOP ( Nilai Jual
36
37
Obyek Pajak). Lahan ini disahkan oleh Gubernur Provinsi DKI Jakarta, dengan Nomor instruksi/wk/DTK/: Berkas No Pemeriksaan: 166/8/PPSK/DTK/X/07. Perihal:Rencana Trace Penguasaan perencanaan/ peruntukan lahan untuk RTH seluas ±12770,08m2 yang terletak di Jl. Moh. Kahfi II. Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, wilayah Kotamadya Jakarta Selatan. Pemerintah DKI Jakarta menyerahkan pengelolaan kawasan ini kepada Dinas Pertanian dan Kehutanan. Dinas Kehutanan akan mengembangkan kawasan ini menjadi hutan kota. Hutan kota ini dibangun untuk memperbaiki kualitas lingkungan dan berdasarkan RTRW DKI Jakarta, Jakarta Selatan terutama wilayah Selatan merupakan wilayah resapan air.
Gambar 5 Papan pengelola Ruang Terbuka Hijau Sejalan dengan Peraturan Daerah No 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta 2010 yang merencanakan RTH seluas 13,94% (9.545 ha) dari luas wilayah DKI Jakarta 66.152 ha. Lahan ini dibangun untuk dijadikan hutan kota dengan maksud untuk menambah luasan RTH yang ada di Jakarta sehingga dapat meningkatkan kualitas lingkungan. Lahan yang akan dijadikan hutan kota hanya seluas 5742 m2. Peraturan Pemerintah No 63 Tahun 2002, Pasal 8, ayat 2 menyatakan bahwa luas hutan kota dalam satu hamparan yang kompak paling sedikit 0,25 (dua puluh lima perseratus) hektar, sehingga lahan ini dapat dijadikan hutan kota.
37
38
Lahan yang telah disahkan oleh Gubernur DKI Jakarta adalah seluas ±12770,08 m2 sedangkan yang dijadikan hutan kota hanya 5.742 m2, karena diharapkan lahan yang berada disebelah timur dan selatan dapat dijadikan RTH. Lahan yang disebelah utara adalah kawasan pemukiman/perumahan mewah, sehingga tidak mungkin untuk mengubah fungsi ruangnya sedangkan yang disebelah timur adalah pemakaman umum dan disebelah selatan adalah perumahan kumuh sehingga masih memungkinkan untuk diubah menjadi RTH, itulah sebabnya mengapa lahan yang disahkan lebih luas. Pembebasan lahan dilaksanakan pada tahun 2007, kemudian pada akhir Desember 2008 pembangunan tembok batas antara RTH dan pemukiman penduduk, dan awal tahun 2009 Suku Dinas Kehutanan melakukan penghijauan dengan penanaman 100 bibit berbagai jenis tanaman kehutanan, seperti: dadap hutan, Sapu tangan,kupu-kupu, Glodokan tiang dan gmelina. Penanaman ini dilakukan agar tidak terjadi perubahan fungsi sebelum dijadikan hutan kota. 4.8 Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Jakarta Selatan Khususnya Kecamatan Jagakarsa Bagian dari wilayah Jakarta Selatan ini pada masa awal kemerdekaan direncanakan sebagai Kota Satelit (Kebayoran Baru). Selain itu, bagian wilayah ini juga menjadi penyangga air tanah ibukota yang nasibnya kini mengenaskan karena banyaknya bangunan dan mulai menyurutnya ruang-ruang terbuka hijau. Selain itu, kawasan selatan ini juga mulai tumbuh sebagai pusat perbelanjaan, di samping perumahan yang banyak diminati warga kota. Arah pemanfaatan prasarana sumber air dan air bersih untuk Kota Jakarta Selatan antara lain diarahkan untuk: Perluasan kawasan resapan air melalui penambahan ruang terbuka hijau dan pencegahan peresapan air limbah ke dalam tanah dan pencemaran sumber-sumber air terutama di Jagakarsa, Cilandak dan Pasar Minggu. Pengembangan kawasan prioritas di Kota Jakarta Selatan, terutama di Kecamatan Jagakarsa diarahkan untuk pengembangan kawasan Situ Babakan yag merupakan perkampungan Budaya Betawi yang didukung hutan kota yang serasi untuk kawasan wisata budaya. Sedangkan kebijakan pengembangan tata ruang antara lain:
38
39
(a) memprioritaskan arah pengembangan kota ke arah koridor timur, barat, utara dan membatasi pengembangan ke arah selatan agar tercapai keseimbangan ekosistem (b) melestarikan fungsi dan keserasian lingkungan hidup di dalam penataan ruang dengan mengoptimalkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup (c) mengembangkan sistem prasarana dan sarana kota yang berintegrasi dengan sistem regional, nasional dan internasional. Kecamatan Jagakarsa termasuk dalam wilayah pengembangan (WP) Selatan, WP Selatan ditetapkan untuk pengembangan permukiman secara terbatas
dengan
penerapan
Koefisien
Dasar
Bangunan
rendah
untuk
mempertahankan fungsinya sebagai kawasan resapan air.
39
40
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Data dan Fakta Pembangunan
hutan
kota
dirancang
berdasarkan
empat
dasar
pertimbangan. Dasar pertimbangan tersebut adalah permasalahan lingkungan, kebijakan pemerintah, kondisi biofisik kawasan dan kondisi sosial budaya masyarakat. 5.1.1 Permasalahan Lingkungan Permasalahan lingkungan di Jakarta yang sudah seharusnya mendapat perhatian penuh adalah masalah banjir, disamping permasalahan lain seperti peningkatan suhu udara, polusi, dan sampah. Hampir setiap tahun saat musim penghujan di beberapa tempat di Jakarta mengalami banjir. Banjir yang terjadi di Jakarta disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain cuaca dan iklim, terjadinya deformasi yaitu penurunan permukaan tanah sehingga aliran air tidak bisa sampai ke laut dan ditambah dengan sampah yang menumpuk. tambahan air dari hulu karena semakin berkurangnya pohon-pohon di hulu yang berfungsi untuk mengikat air. Sehingga saat musim penghujan terjadi genangan-genangan air di beberapa lokasi di Jakarta seperti yang terlihat pada Tabel 11. Tabel 11 Data banjir 6 Februari 2007 Wilayah Jakarta Pusat Jakarta Timur
Ketinggian air 100 cm
Jakarta Selatan Jakarta Barat
60-120 cm
Jakarta Utara
50-150 cm
Keterangan Wilayah pusat banjir: Matraman, Jatinegara, Cipinang, Bidara Cina, Pulo Gadung, Cawang, Cililitan, Pasar Rebo, Cijantung, Gedong, Pekayon, Kelurahan Baru Penggilingan, Pulo Gebang, Duren Sawit, Klender, Pondok Kopi, Pondok Kelapa, Ciracas, Bambu Apus, Lubang Buaya, Cilangkap, Kebon Manggis Wilayah pusat banjir: Tebet. Pancoran, Petogogan, Pesanggrahan Wilayah pusat banjir: Rawa Buaya, Cengkareng Wilayah pusat banjir: Kelapa Gading
Sumber: www.vhrmedia.com
40
41
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden dan dari data sekunder yang diperoleh, terjadi peningkatan suhu udara di Kecamatan Jakagarsa, khususnya di Kelurahan Srengseng Sawah dan Kelurahan Ciganjur . Berdasarkan data sekunder, data iklim dari Badan Meteorologi dan Geofisika yang diukur oleh stasiun Klimatologi pondok betung 1994-2004, suhu rata-rata bulanan di kawasan Kelurahan Srengseng Sawah dan sekitarnya adalah 27,410C, curah hujan rata-rata 191,42 mm/bulan, dan kelembaban rata-rata bulanan 79,70%, sedangkan pada tahun 2007 suhu rata-rata sebesar 27,70C, curah hujan 224,3 mm/bulan dan kelembaban udara rata-rata 78%. Terjadi peningkan suhu 0,30C dan peningkatan curah hujan 32,88 mm/bulan dan penurunan kelembaban 1,70%. Meskipun peningkatan ini tidak signifikan namun jika tidak ada usaha untuk meningkatkan kembali kualitas lingkungan maka suhu di kawasan ini pada 5 tahun yang akan datang bisa meningkat drastis. Selain peningkatan suhu, permasalahan lainnya adalah masalah sampah di dalam tapak dan sekitar tapak dan genangan air di jalan raya pada saat hujan deras, meskipun tidak sampai menyebabkan banjir besar. 5.1.2 Kebijakan Pemerintah Sesuai dengan Peraturan Menteri dalam Negeri No 1 Tahun 2007 tentang Penataaan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, pembangunan ini diharapkan dapat mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan di perkotaan, yang memiliki fungsi sebagai kawasan lindung bagi Kelurahan Jagakarsa, mengendalikan pencemaran udara terutama dari asap kendaraan bermotor, pengendali air dan sarana estetika. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota. Pasal 8 ayat 2 menyatakan “Luas hutan kota dalam satu hamparan yang kompak paling sedikit 0,25 (dua puluh lima perseratus) hektar.” Luas RTH Kelurahan Srengseng Sawah ±5700 m2 sudah dapat untuk dijadikan hutan kota. Berdasarkan Pasal 12 yang menyatakan bahwa (1) Rencana pembangunan hutan kota sebagai hasil dari perencanaan merupakan bagian dari Rencana Tata Ruang Wilayah Perkotaan. (2) Untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, rencana pembangunan hutan kota sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan
41
42
bagian dari Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.(3) Rencana pembangunan hutan kota disusun berdasarkan kajian dari aspek teknis, ekologis, ekonomis, sosial dan budaya setempat. Pembangunan hutan kota di RTH Kelurahan Srengseng Sawah dibangun berdasarkan RTRW DKI Jakarta yang tertuang dalam Peraturan Daerah No 6 Tahun 1999 menyatakan bahwa wilayah Jakarta Selatan bagian selatan untuk dipertahankan sebagai kawasan hijau untuk daerah resapan air, dan pembangunan ini juga disesuaikan dengan kondisi ekologis setempat, sosial dan budaya masyarakat setempat. 5.1.3 Kondisi biofisik Kawasan 5.1.3.1 Lokasi dan Aksesibilitas Lokasi RTH ini terletak di sebelah Selatan, DKI Jakarta Selatan, Lahan ini dekat dengan Situ Babakan yang berjarak ± 2 km. Lahan ini terletak tepat di depan Jl. Moh.Kahfi II, lokasi studi ini terletak ± 5 km dari stasiun Lenteng Agung. Jalan Raya Pasar Minggu dan lintasan Kereta Rel Listrik (KRL) JakartaBogor merupakan akses utama menuju lokasi tapak. Lokasi ini dapat dicapai dari empat arah: (a) Dari arah barat, mewakili daerah Ciganjur, Cinere dan Pondok Labu melalui jalan Warung Silah (b) Dari arah timur melalui jalan Srengseng Sawah (c) Dari arah utara, dari jalan Raya Lenteng Agung melalui jalan Moh. Kahfi II atau jalan Jeruk dan (d) Dari arah selatan mewakili daerah Lebak Bulus dan Depok, melalui jalan Tanah Baru.(terusan Moh. Kahfi II kearah selatan) dari Lebak Bulus dan jalan Kukusan di Depok. Kemudahan mencapai lokasi, yang berarti aksesibilitas menuju tapak mudah. Sehingga pengunjung dari berbagai tempat di Jakarta dapat mengunjungi tapak tersebut.
42
43
5.1.3.2 Topografi Secara umum keadaan topografi di dalam tapak adalah datar. Lereng berkisar antara 0-8% dengan ketinggian lebih dari 20 mdpl (diatas permukaan laut) jika dilihat berdasarkan kepekaannya terhadap erosi, tapak ini sangat kecil terkena dampak. Topografi seperti ini, cocok untuk dibangun sebagai tempat rekeasi. Permukaan yang datar dan kemiringan lereng yang relatif kecil dapat membuat pengunjung yang masuk akan merasa bosan ditambah lagi dengan bentuk hutan kota yang berbentuk persegi maka solusinya adalah dengan pembagian zonasi/ruang. Misalnya peletakan jalan setapak/jogging track yang dibuat berkelok-kelok. Setiap jenis tanaman mempunyai kisaran tumbuh terhadap tinggi tempat dari permukaan laut. Hal ini perlu diperhatikan untuk peletakan tanaman dalam tapak. 5.1.3.3 Geologi dan Tanah Kesuburan dari tanah sangat perlu diperhatikan karena setiap jenis tanaman membutuhkan kesuburan yang berbeda-beda untuk dapat mencapai hasil yang maksimal. Berdasarkan peta tanah tinjau Propinsi Jawa Barat 1966 jenis tanah di dalam tapak adalah asosiasi latosol merah sampai coklat kemerahan, dan laterit air tanah, dengan bahan induk tuf volkan intermedier. Tanah latosol tidak memperlihatkan pembentukan tanah yang baru dan tidak dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Latosol bersifat asam dengan kandungan bahan organik yang rendah sehingga kesuburan juga rendah. Tanah ini berstruktur granular dan drainasenya baik sehingga tanah ini berbahaya jika dibiarkan terbuka. Laterit air tanah memiliki sifat masam hingga agak asam (pH H20 6,0-7,5), zat organiknya rendah (1-4%), unsur hara dan permeabilitas jelek, dan kepekaan erosi kecil. 5.1.3.4 Iklim Kondisi iklim di Kelurahan Srengseng Sawah dan sekitarnya pada Tahun 2007 yang terdiri dari curah hujan, temperatur udara maksimum dan temperatur minimum, kelembaban, penyinaran matahari, tekanan udara, arah angin dan kecepatan angin yang terangkum dalam (Tabel 12).
43
44
Tabel 12. Iklim, Curah hujan dan angin tahun 2007 Uraian 1.
Curah Hujan
Jumlah 2.691,6
Rata-rata 224,3mm
2.
Hari hujan
1.478
14
3.
Temperatur udara
332,80
27,70
4.
Temperature maksimum
396,20
33,10
5.
Temperature minimum
287,20
23,90
6.
Kelembaban udara
935%
78%
7.
Penyinaran matahari
710%
59,2%
8.
Tekanan udara
12.115,7mb
1.009,6mb
9.
Arah angin
-
270
10. Kecepatan angin
-
3knot
Sumber: Badan Pusat Statistik (2008)
Tingkat penyinaran yang tinggi melebihi 50%, maka dibutuhkan pembangunan hutan kota yang dapat menciptakan iklim mikro, karena pohonpohon mampu menahan dan menyaring sinar matahari, menjinakkan arus angin , menguapkan air, mengurangi penguapan air tanah. Pohon-pohon juga dapat menahan butir-butir air hujan dan memperlambat jatuhnya air hujan. Sehingga daya infiltrasi tanah meningkat. 5.1.3.5 Vegetasi dan Satwa Sebelum dijual kepada Pemerintah Daerah, RTH hanya dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai jalan pintas menuju jalan raya, dan tidak ada pemanfaatan lain. Tanaman yang ada di dalamnya didominasi oleh tanaman buah-buahan seperti pisang (Musa sp), pepaya (Carica papaya), rambutan (Nephelium lappaceum), mangga (mangivera indica) jambu, pete, jenggol dan semak liar. Satwa liar yang ada di dalam berdasarkan wawancara sebagian kecil adalah ular, kodok, dan beberapa jenis burung seperti tekukur, gereja, merpati, kutilang, perkutut,cici.
44
45
Gambar 6 Kondisi tapak RTH Kelurahan Srengseng Sawah 5.1.4 Masyarakat Masyarakat memiliki latar belakang yang berbeda-beda yang berpengaruh terhadap persepsi, antara lain jenis kelamin, umur, pendidikan, pendapatan dan pengeluaran, dan dalam persepsi terdapat preference (kesukaan). Berdasarkan Porteus (1977), preferensi adalah studi perilaku individu dapat digunakan oleh ahli lingkungan dan para disainer untuk menilai keinginan pengguna (user) terhadap suatu objek yang akan direncanakan,dengan melihat preferensi dapat memberikan masukan bagi bentuk partisipasi dalam proses perencanaan. 5.1.4.1 Karakteristik Responden Masyarakat yang dipilih menjadi responden berjumlah 68 responden yang berasal dari 2(dua) kelurahan di Kecamatan Jakagarsa, Kotamadya Jakarta Selatan yaitu Kelurahan Srengseng Sawah dan Ciganjur. Responden yang dipilih adalah kepala keluarga yang mengetahui lokasi hutan kota yang akan dibangun dan juga berdasarkan jarak terdekat dari tempat tinggal responden. Berdasarkan jenis kelamin, responden terbanyak adalah laki-laki sebesar 83.82% hal ini dikarenakan responden yang dipilih adalah kepala keluarga. Berdasarkan data hasil kuesioner (Lampiran 3,Tabel 7) diketahui identitas responden masyarakat yang meliputi jenis kelamin, umur, pendidikan terakhir, pekerjaan, pendapatan dan pengeluaran. Komposisi responden terbanyak dapat dilihat pada Tabel 13.
45
46
Tabel 13 Komposisi Terbanyak dari Responden No Latar Belakang 1 jenis kelamin 2 Umur 3 Pendidikan 4 Pekerjaan 5 Pendapatan 6 Pengeluaran
Komposisi Terbanyak Jumlah Laki-laki 83,82 % 31-40 41,18% SMU/sederajat 57,35 % lainnya/wiraswasta 30,88 % 1,500.000 - 3.000.000 38,24 % 500.000 – 1,500.000 42,65 %
5.1.4.2 Pengetahuan Responden Pengetahuan merupakan salah satu parameter atau peubah yang ingin dilihat pengaruhnya dalam penelitian ini. Pengetahuan merupakan kapasitas manusia untuk memahami dan menginterpretasikan baik hasil pengamatan maupun pengalaman sehingga bisa digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam mengambil keputusan. Pengetahuan masyarakat dinilai dengan mengajukan 12 pertanyaan yang dibagi menjadi 2 (dua) kriteria, yaitu pengetahuan tentang Ruang Terbuka Hijau dan pengetahuan tentang Hutan kota, untuk mengetahui sejauhmana pemahaman dan pengertian masyarakat tentang RTH dan hutan kota. a. Pengetahuan Responden tentang Ruang Terbuka Hijau (RTH) Ruang Terbuka Hijau adalah Ruang terbuka yang pemanfaatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan yang berada di dalam kota yang lebih luas yang memberikan manfaat lingkungan yang sebesarbesarnya seperti proteksi, rekreasi, estetika dan kegunaan khusus lainnya. Kemajuan pembangunan antara lain terlihat dari meningkatnya sarana prasarana di daerah perkotaan, seperti pembangunan gedung-gedung, jalur transportasi, penambahan jumlah penduduk. Pembanguan ini mengakibatkan semakin berkuranganya luasan RTH, yang berdampak pada penurunan kualitas lingkungan. Isi dari kuesioner mencakup tentang pengertian RTH, fungsi, manfaat bagi manusia dan lingkungan, dan juga tentang penurunan luasan akibat pembangunan yang mengakibatkan penurunan luasan RTH. Secara umum, pengetahuan responden tentang Ruang Terbuka Hijau (RTH) termasuk dalam
46
47
kategori pengetahuan tinggi sebanyak 88.24% dan pengetahuan sedang sebanyak 11.76%, sedangkan responden dengan pengetahuan rendah tidak ada (Tabel 10). b. Pengetahuan Responden tentang Hutan Kota Pembangunan
hutan
kota
merupakan
salah
satu
upaya
untuk
meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan. Bentuk-bentuk hutan kota antara lain jalur hijau, pemakaman, kebun binatang, kebun raya, pekarangan, yang berfungsi untuk meningkatkan keindahan, menurunkan suhu, sebagai tempat rekreasi, olahraga dan lainnya. Isi dari kuesioner mencakup tentang bentuk, pembangunan dan pengelolaan hutan kota. Secara umum pengetahuan responden tentang hutan kota termasuk dalam kategori tinggi sebesar 91.18%, pengetahuan sedang 8.82%, sedangkan pengetahuan rendah tidak ada (Tabel 14). Tabel 14 Pengetahuan responden tentang RTH dan Hutan Kota Pengetahuan
Rendah Sedang Tinggi
RTH
Jumlah 0 8 60
Hutan Kota
% 0 11.76 88.24
Jumlah 0 6 62
% 0 8.82 91.18
Berdasarkan hasil kuesioner, pengetahuan responden tentang RTH dan hutan kota termasuk dalam kategori sedang sampai tinggi. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan responden menjawab pernyataan yang diajukan dan pemahaman responden yang cukup tinggi saat wawancara. Hal ini bisa terjadi karena pengalaman responden tentang perubahan lingkungan yang dirasakan atau pengetahuan yang diperoleh dari berbagai media informasi sehingga mengerti dan sudah memahami akan pentingnya RTH. c. Hubungan antara Karakteristik Responden dengan Pengetahuan Masyarakat tentang RTH Hasil uji Chi Kuadrat dengan tingkat kepercayaan 95% (Tabel 14) diketahui bahwa hanya satu variabel yaitu umur yang memiliki nilai χ2hitung yang lebih besar dari χ2tabel. Hasil ini membuktikan bahwa terdapat hubungan antara umur dengan pengetahuan responden tentang RTH, sedangkan lima variabel lainnya dari karakteristik responden yaitu jenis kelamin, pendidikan, 47
48
pekerjaan, pendapatan dan pengeluaran memiliki nilai χ2hitung yang lebih kecil dari χ2tabel. Hasil uji ini membuktikan bahwa tidak hubungan antara lima variabel yang diatas dengan pengetahuan responden tentang RTH.Dilihat dari pendidikan, pekerjaan dan pendapatan responden termasuk dalam golongan menengah. Sedangkan tingkat pengetahuan masyarakat mulai dari sedang-tinggi. Tabel 15 Hubungan antara karakteristik responden dengan Pengetahuan tentang RTH Latar Belakang Jenis Kelamin Umur Pendidikan
Pengetahuan masyarakat
Df
χ2hitung
1 4 3
1,750 11,254 1,840
3,841 9,488 7,815
Pekerjaan Pendapatan
5 4
2,066 3,896
11,07 9,488
Pengeluaran
3
0,963
7,815
tentang Ruang Terbuka Hijau
χ2tabel
Berdasarkan Litterer (1984) dalam BRR-Kehutanan (2006) menyatakan bahwa pembentukan persepsi dimulai ketika seorang individu menerima informasi (stimuli yang diterima indera). Informasi ini mengalami proses pemilihan dan penyaringan yang diikuti dengan proses penutupan sehingga tersusun
suatu
kesatuan
yang
bermakna,
kemudian
ditafsirkan
dan
diinterpretasikan untuk menjadi suatu persepsi seseorang terhadap sesuatu yang mendasari pola perilaku dan pola tindaknya. Siagian (1989) juga mengungkapkan bahwa secara umum persespsi seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: (1). diri orang yang bersangkutan ( sikap, motivasi, kepentingan, pengalaman dan harapan); (2) sasaran persepsi (orang, benda atau peristiwa); (3) situasi (keadaan lingkungan). Pengetahuan diperoleh bukan hanya dari pendidikan namun dapat diperoleh dari sumber lain, misalnya dari orang lain maupun suatu peristiwa tentang perubahan lingkungan yang dirasakan. Hal ini menjadi suatu pengalaman masa lampau dan adanya motivasi, keinginan dan harapan setelah melalui proses penyaringan maka akan membentuk persepsi seseorang. Sehingga pengetahuan responden yang dipengaruhi oleh usia tergolong sedang sampai tinggi karena pengalaman masa lampau.
48
49
Hubungan antara pengetahuan masyarakat tentang RTH dengan umur ditunjukkan oleh Gambar 7. Semakin tua umurnya maka pengetahuan tentang RTH semakin tinggi, pada umur 51-60 Tahun semua responden memiliki pengetahuan tinggi, kecuali umur >60 Tahun pengetahuan sedang lebih banyak.
Gambar 7 Hubungan Pengetahuan tentang RTH dengan Umur Masyarakat d. Hubungan antara Karakteristik Responden dengan Pengetahuan tentang Hutan Kota Hasil uji Chi-Kuadrat dengan tingkat kepercayaan 95% (Tabel 16) diketahui bahwa tidak ada hubungan antara latar belakang masyarakat dengan pengetahuan masyarakat tentang hutan kota. Artinya bahwa responden dengan jenis kelamin, umur yng berbeda, pendidikan, pekerjaan maupun pendapatan yang tinggi belum tentu memiliki pengetahuan yang tinggi juga. Tabel 16 Hubungan antara karakteristik responden dengan Pengetahuan masyarakat tentang Hutan Kota Latar Pengetahuan Belakang masyarakat Jenis tentang Hutan Kelamin Kota Umur Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Pengeluaran
Df
χ2hitung
χ2tabel
1 4 3 5 4 3
0.001 4.175 0.645 3.056 1.974 2.607
3.841 9.488 7.815 11.07 9.488 7.815
49
50
5.1.4.3 Permasalahan Tapak Permasalahan dari masyarakat terhadap tapak ini terlihat dari banyaknya masyarakat yang membuang sampah ke dalam tapak dan adanya rumah yang membuang saluran airnya ke dalam tapak (Gambar 8). Hal ini terjadi dimungkinkan karena masyarakat yang tidak mengetahui tentang peruntukan lokasi tersebut, karena kurangnya sosialisasi dari pemerintah. Hal ini diketahui dari hasil wawancara, hampir 95% tidak mengetahui peruntukan RTH tersebut. Namun masyarakat sangat antusias jika benar rencana pengembangan RTH tersebut menjadi hutan kota. Alasan lain mengapa masyarakat membuang sampah ke dalam lokasi tersebut adalah karena pemukiman penduduk disekitar tapak, yang dulunya jalur akses keluar masuk mereka melalui tapak kini harus memutar dari jalur lain yang lebih jauh.
(a)
(b)
Gambar 8. Permasalahan tapak. (a) Sampah masyarakat; (b) saluran air yang dibuang ke dalam tapak 5.1.4.4 Harapan Responden Berdasarkan hasil kuesioner responden, tentang harapan dan keinginan terhadap RTH, responden berharap tapak yang ada di Jl. Mohammad Kahfi II agar pemerintah segera merealisasikan menjadi hutan kota. Hutan kota yang memiliki kemampuan untuk menyerap air, mencegah banjir, menurunkan polusi, sebagai ciri khas kota, meningkatkan keindahan, kenyaman dan keamanan di sekitar kawasan. Responden juga berharap agar ditambahkan luasan hutan kota yang ada agar kualitas lingkungan semakin meningkat. Harapan lainnya adalah menjadikan hutan sebagai sarana pendidikan agar masyarakat semakin sadar akan pentingnya hutan kota.
50
51
5.1.4.5 Preferensi Responden Berdasarkan hasil kuesioner keinginan responden terhadap keberadaan RTH, ciri khas hutan kota yang diinginkan serta peletakan fasilitas didalamnya yang dianalisis dengan skala nominal dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Preferensi responden dalam pembangunan hutan kota berdasarkan skala nominal 1
2
3
4
5
Referensi Responden lahan kosong (di Jl Moh.Kahfi II) dibangun untuk a. hutan kota b. pusat perbelanjaan c. Perumahan d. lapangan bermain ciri khas kota yang diinginkan a. bentuk dan struktur bangunan b. khas tanaman daerah c. air mancur d. patung/sculpture penempatan tempat sampah a. Tersebar b. tersebar merata c. Berjauhan penerangan lampu yang diinginkan a. gelap/sedikit penerangan b. Terang c. remang-remang d. sangat terang warna fasilitas yang diinginkan a. sangat mencolok b. mencolok c. tidak terlalu mencolok d. tidak mencolok
f
%
60 2 2 4
88,24 2,94 2,94 5,88
12 49 7 0
17,65 72,06 10,29 0
6 48 14
8,82 70,59 20,59
0 56 0 12
0 82,35 0 17,65
1 11
1,47 16,18
49
72,06
7
10,29
Berdasarkan hasil kuesioner (Lampiran 3, Tabel 8), preferensi responden terhadap fungsi, fasilitas, kegiatan dan jenis tanaman yang ada di dalam tapak yang ditentukan berdasarkan metode rangking. Metode ini digunakan untuk mengetahui perbedaan maupun persamaan dari keinginan masyarakat yang beragam terhadap pembangunan hutan kota. Pilihan utama yang dimasukkan ke dalam rancangan adalah rangking pertama dengan jumlah pilihan responden terbanyak dan kemudian diikuti dengan pilihan terbanyak kedua dan ketiga. dan menambahkan juga dari rangking kedua (Tabel 18).
51
52
Tabel 18 Preferensi responden dalam pembangunan hutan kota berdasarkan rangking No 1
Preferensi terhadap Hutan Kota penyimpanan cadangan air
6
7
35,29
19
27,94
20,59
7
10,29
17,65
13
19,12
tempat rekreasi dan olahraga
10
14,71
19
27,94
8
11,76
10
14,71
kegiatan olahraga
39
57,35
8
11,76
tempat istirahat
15
22,06
24
35,29
tempat bermain
12
17,65
17
25,00
2
2,94
19
27,94
jogging track
39
57,35
11
16,18
lapangan volli
13
19,12
29
42,65
4
5,88
18
26,47
2
2,94
10
14,71
tempat sampah
29
42,65
18
26,47
bangku taman
17
25,00
17
25,00
lampu taman
12
17,65
23
33,82
Shelter
7
10,29
4
5,88
kamar mandi
3
4,41
7
10,29
Rumput
41
60,29
15
22,06
paving block
20
29,41
22
32,35
Tanah
5
7,35
15
22,06
Kerikil
2
2,94
16
23,53
24
35,29
17
25,00
tidak mudah tumbang menghasilkan buah
17
25,00
7
10,29
bertajuk lebar
15
22,06
13
19,12
menghasilkan bunga
7
10,29
21
30,88
daun tidak mudah gugur
5
7,35
10
14,71
penyimpan cadangan air
28
41,18
16
23,53
mengurangi polusi
27
39,71
18
26,47
7
10,29
17
25,00
menambah keindahan.
8
24 14
Perosotan
5
%
12
ayunan anak 4
F
untuk keindahan kota
tempat berkumpul 3
II %
ciri khas kota
tempat tumbuhan berguna 2
I F
menurunkan suhu
4
5,88
15
22,06
habitat satwa
2
2,94
1
1,47
43
63,24
11
16,18
bambu/palem
9
13,24
11
16,18
Rumput
8
11,76
24
35,29
Perdu Semak
5 3
7,35 4,41
20 2
29,41 2,94
tanaman berbunga
52
53
5.2 Tipe Hutan Kota Berdasarkan hasil kuesioner dan didukung RTRW Jakarta maka tipe hutan kota yang akan dibangun adalah tipe pemukiman dengan bentuk berupa taman karena lokasi ini tepat berada di tengah-tengah pemukiman. Sesuai dengan Dahlan (1992) menyatakan, hutan kota di daerah pemukiman dapat berupa taman dengan komposisi tanaman pepohonan yang tinggi dikombinasikan dengan semak dan rerumputan. Umumnya digunakan untuk olahraga, bersantai, dan bermain. Taman kota artinya adalah tanaman yang ditanam dan ditata sedemikian rupa, baik sebagian maupun semuanya hasil rekayasa manusia untuk mendapatkan komposisi yang tertentu yang indah. 5.3 Konsep Pengembangan Hutan Kota Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Dinas Kehutanan DKI Jakarta, selaku pengelola RTH yang ada di Jl.Moh. Kahfi II, diperoleh keterangan bahwa areal seluas ± 5470 m2 tersebut rencana pengembangnnya adalah untuk areal hutan kota yang tujuannya adalah untuk menambah luasan RTH yang ada di Jakarta, selain itu juga sebagai tempat peresapan air dan tempat rekreasi bagi masyarakat setempat. Diketahui luas RTH yang ada di Jakarta masih sangat jauh dari luas yang seharusnya, oleh karena itu pemerintah berusaha mengembalikan luasan RTH yang ada di Jakarta. Alasan dari fungsi utama hutan kota yang akan dirancang adalah sebagai tempat penyimpanan air karena sesuai dengan hasil kuesioner dan sesuai juga dengan RTRW DKI Jakarta, bahwa kawasan ini memang diperuntukkan sebagai daerah resapan air. Lokasi tapak tepat berada di tengahtengah pemukiman masyarkat sehingga hutan kota yang akan dibangun sangat cocok untuk menciptakan iklim kota yang bersih dan segar, baik untuk berolahraga santai, sekedar beristirahat maupun untuk bermain. Pembangunan hutan kota ini dapat menjawab permasalahan yang diutarakan oleh Dahlan (1992), bahwa anggapan hutan kota hanya bisa dibangun pada lokasi yang cukup luas dan mengelompok, hanya dibangun dalam kota, dengan harga yang mahal dan adanya konflik peruntukan lahan. Tapak ini dibangun hanya pada luasan 5700 m2 tidak berada di pusat kota, dan masyarakat setuju yang artinya tidak ada konflik dalam peruntukan lahan. 53
54
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Dinas Kehutanan yang menangani RTH ini menyatakan bahwa RTH ini akan ditanami dengan jenisjenis pohon seperti sawo kecik, kamboja, menteng, sirsak, sawo, gandaria, buni, duku, jambu mede, manggis, kecapi, mahoni dan jambu batu, dan tetap mempertahankan tanaman existing. Dan menambah beberapa fasilitas seperti jogging track, injakan pijak refleksi, play ground, gazebo, shelter senam, ruang penjaga, bangku taman, tempat sampah dan lampu taman. Konsep pengembangan hutan kota yang akan dirancang untuk penelitian ini adalah hutan kota tipe pemukiman dengan fungsi utama sebagai penyimpanan cadangan air fungsi lainnya adalah sebagai sarana olahraga, mampu meningkatkan estetika dan kualitas lingkungan. Tipe ini dipilih karena lokasi tapak tepat berada di dalam pemukiman penduduk, dengan lokasi tapak berdasarkan RTRW sebagai penyimpanan cadangan air sehingga dengan intensitas penggunaan tapak terbatas. Masyarakat juga mengharapkan hutan kota yang bisa menjadi sarana untuk pendidikan untuk mewujudkannya, disetiap areal jenis pohon akan diletakkan papan interpretasi yang berisi nama lokal, nama latin dan syarat tumbuh tanaman. Berdasarkan penyediaan RTH, maka dengan luas 5700 m2 maka luas ini dapat melayani ±15.000 jiwa. Sehingga untuk mewujudkannya dalam perancangan banyak tanaman yang tidak dipertahankan dan jenis tanaman yang dipilih tidak sama dengan rencana tanaman dari Dinas Kehutanan. Hasil inventarisasi di lapangan maka kondisi existing dalam tapak terlihat pada Gambar 9, dengan jenis tanaman antara lain:
54
45
Gambar 9 Kondisi Existing RTH Kelurahan Srengseng Sawah. 45
46
5.4 Konsep p Perancanggan Kon nsep merupaakan ide unntuk mewuj ujudkan tapaak sehinggaa memiliki fungsi dan estetika. Koonsep dasar perancangan n RTH di Jl Moh Kahffi II adalah untuk membbangun hutaan kota yangg akomodatiff, nyaman daan estetik. 5.4.1 Konseep Ruang/zo onasi Kon nsep tata ruaang meliputi pembagian ruang-ruangg yang terbaagi menjadi dua zona, yaitu y zona semi intensiff dan zona intensif i (Gam mbar 9). Teerdapat tiga zona semi intensif i yang g didibagi bberdasarkan fungsi tanam man ditiap ruang r yaitu sebagai tem mpat penyim mpanan cadanngan air, tan naman penghhasil buah dan d sebagai peneduh/ pengarah. Akktifitas di daalam zona inni relatif seddang yaitu hanya h pada lapangan yang y berumpput. Zona kkedua adalahh zona inteensif, yaitu zona yang berbentuk lingkaran merupakan m area dengaan aktifitas tinggi, di dalamnya disediakan sarana unttuk menunjang kegiataan bermain bagi anakk-anak dan dilengkapi juga j dengann bangku tam man dan temppat sampah.
Gam mbar 10 Pem mbagian zonnasi hutan koota 5.4.2 Konseep tata hijau Kon nsep tata hij ijau yang dikembangka d an sesuai deengan syaraat tanaman hutan kota dalam d Dahlaan (1992) yaaitu cocok deengan syaratt edapisnya yaitu y dapat hidup padaa dataran renndah dibawaah ketinggiaan 0-1000 mdpl, m dapat hidup h pada tanah liat dengan d tingk kat kesuburaan yang renndah - cukupp subur, suhhu 25-270C dan kelembbapan udara 70-78%. 7
46
47
Jenis-jenis lokal dipilih adalah tanaman yang umum ditanam pada hutan kota di Jakarta dengan alasan mudah dalam memperoleh bibit, melestarikan tanaman lokal, mudah dalam pemeliharaan, kompatibel dengan tanaman lain dan dapat mendukung indentitas kota, tidak berbahaya bagi manusia. Sebagian tanaman yang ada di dalam tapak tetap dipertahankan untuk mengoptimalkan fungsi kawasan sesuai dengan hasil kuesioner dan RTRW DKI Jakarta sehingga jumlah pohon ditambah. Sebagian besar tanaman existing tidak dipertahankan dengan alasan untuk mengurangi tingkat gangguan dan keamanan. Secara ekologis vegetasi yang dipilih berfungsi sebagai penyimpanan air, menghasilkan O2, mengurangi polusi udara, menciptakan iklim mikro, pengarah dan peneduh. Sedangkan secara arsitektur adalah tanaman yang memiliki tajuk, bentuk, bunga dan buah yang indah. 5.4.3 Konsep Peletakan Tanaman Peletakan tanaman di dalam tapak disesuaikan dengan kondisi, bentuk tapak, lingkungan, jenis dan fungsi tanaman. Jenis tanaman yang dipilih sudah kompatibel dengan tanaman lainnya, penanaman disesuaikan dengan kebutuhan tanaman akan cahaya, dan juga tanaman yang dipilih tidak ada yang mengandung zat yang beracun atau penghasil serbuk yang dapat membahayakan tanaman disekelilingnya atau mengganggu kesehatan manusia. Agar tidak terjadi persaingan setiap jenis tanaman dalam memperoleh zat hara maka diatur dalam penentuan jarak tanam antara sejenis ataupun beda jenis. Bagian paling luar, dekat dengan gerbang masuk, berfungsi sebagai penyerap polusi. Masuk kebagian dalam di sebelah kiri dipilih jenis-jenis palem, perdu dan semak yang berfungsi untuk meningkatkan estetika hutan kota yang dirancang. Bagian tepi jenis yang ditanami adalah yang berfungsi sebagai pengarah/peneduh. Bentuk hutan kota yang berbentuk persegi sehingga untuk menambah estetika maka di setiap sudut ditanam jenis tanaman dengan tajuk yang lebar. Tanaman penghasil buah diletakkan di zona semi intesif yang tidak jauh dari pintu gerbang adalah karena di dalamnya terdapat jenis tanaman yang berfungsi sebagai ciri khas kota. Tanaman penyimpanan cadangan air diletakkan dibagian dalam hutan kota pada zona intensif. Peletakan ini dimaksudkan untuk mengurangi intensitas pemanfaatan oleh masyarakat. 47
48
5.5 Disain/rancangan Hutan Kota Tipe rancangan yang dihasilkan adalah hutan kota pemukiman yang mampu meningkatkan kualitas lingkungan, sesuai dengan harapan masyarakat dan tetap memperhatikan estetika lingkungan. Diharapkan masyarakat semakin mengenal alam dan lingkungan yang berarti berfungsi sebagai sarana pendidikan serta adanya usaha untuk menjaga lingkungan. Jenis tanaman yang ada di dalam tapak serta jumlah pohon dan jarak tanam (Tabel 18) dan secara keseluruhan penempatan tanaman dan fasilitasnya yang digambar dalam bentuk 2 dimensi dapat dilihat pada Gambar 12. Tabel 19. Jenis dan Jumlah Vegetasi Nama Lokal Pohon Angsana Bunga kupu-kupu Bungur Cemara Laut Glodogan tiang Karet Kebo Kecapi Kenanga Manggis Menteng Rambutan Sapu tangan Tembesu
Nama Latin
Jumlah
Jarak Tanam
Pterocarpus indicus Bauhinia purpurea Lagerstroemia speciosa Casuarina equisetifolia Polyathea longifolia Ficus elastica Sandoricum koetjape Cananga odorata Garcinia mangostana Baccauria racemosa Nephelium lappaceum Maniltoa grandiflora Fragraea fragrans
12 pohon 8 pohon 15 pohon 21 pohon 10 pohon 5 pohon 11 pohon 7 pohon 13 pohon 10 pohon 3 pohon 8 pohon 12 pohon
5x5 m 3x3 m 5x5 m 4x4 m 1,5x1,5m 8x8 m 5x5 m 5x5 m 4x4 m 5x5 m 6x6 m 5x5 m 6x6 m
Perdu Bougenville Dahlia Kaca piring Kembang Sepatu Hanjuang
Bougenvillea sp Dahlia juarezii Gardenia augusta Hibiscus rosa-sinensis Cordyline terminalis
4 pohon 6 pohon 6 pohon 7 pohon 10 pohon
2x2 m 2x2 m 2x2 m 2x2 m 1x1 m
Semak Jengger ayam Lidah mertua Soka
Celosia cristata Sanseiviera Ixora coccinea
17 kelompok 9 tanaman 7 kelompok
0,5x0,5 m 1x1 m 0,5x0,5 m
Palem Palem bismarck Palem botol Palem Ravenia
Bismarckia nobilis hyopphorbe lagenicaulis Ravenia sp
Rumput Rumput gajah rumput peking
Axonopus compresus Zossia matrella
3 pohon 4 pohon 8 pohon
2x2 m 2x2 m 2x2 m
4000 m 9m
48
49
Gambar 11 Disain Hutan Kota RTH Kelurahan Srengseng Sawah
49
50
Elemen pembentuk dari desain suatu hutan kota adalah softscape dan hardscape. Softscape adalah elemen desain lanskap berupa tanaman hidup. Seperti rumput, semak, perdu dan pohon, sedangkan hardscape adalah elemen desain lanskap selain tanaman atau benda mati seperti bangku taman, tempat sampah, lampu taman atau berbagai fasilitas bermain. Perancangan dalam penelitian ini dimulai dari peletakan tanaman setelah mendapatkan daftar tanaman yang akan digunakan. Daftar tanaman diperoleh dari hasil kuesioner responden dan pemilihan jenisnya disesuaikan dengan kondisi biofisik tapak. Terdapat beberapa jenis fungsi tanaman yang dipilih seperti tanaman penyimpanan cadangan air, mengurangi polusi, penghasil tanaman berbuah, peneduh, pengarah ciri khas kota, dan menciptakan keindahan dan memiliki ketinggian dan tajuk yang bervariasi ( Lampiran 4). Peletakan di dalam tapak disesuaikan dengan bentuk dan fungsi tanaman, yang dimulai dari gerbang masuk. Pintu masuk yang didisain sesuai dengan tipe bangunan khas betawi (Gambar 12). Mulai dari pintu masuk dibangun jogging track yang terbuat dari paving block yang fungsinya untuk menunjang kegiatan olahraga, yaitu jogging ataupun jalan santai, bentuk dari jogging track ini adalah membulat mengelilingi hutan kota. Sebelah kiri dan kanan tapak terlihat tanaman hanjuang, lidah mertua dan glodogan tiang. Alasan penempatan jenis tanaman ini di dekat pintu gerbang adalah karena fungsi tanaman ini mampu mengurangi polusi. Berdasarkan Dahlan (1992) Glodogan tiang memiliki kemampuan menyerap timbal, walaupun rendah namun jenis tanaman ini tidak peka terhadap pencemar udara. Menurut Grace ( 2007) lidah mertua adalah jenis tanaman yang mampu mengurangi polusi dan dapat tumbuh di dalam maupun luar ruangan, dan berdasarkan Sudarmono (1997) jenis tanaman hanjuang mampu mereduksi polutan. Letak tapak yang tepat berada di tepi jalan raya dan hanya memiliki satu jalur, dengan intensitas kepadatan kendaraan bermotor yang cukup banyak, Hal ini mungkin bisa menjadi alasan mengapa masyarakat menginginkan jenis tanaman yang mampu mengurangi polusi. Batas antara tapak dan masyarakat terlihat jelas dari tembok permbatas yang dibangun oleh Dinas Kehutanan, sehingga pintu untuk keluar-masuk hanya ada satu. Tembok tetap dipertahankan
50
51
dalam perancangan agar keamanan hutan kota tetap terjaga karena letaknya di tengah pemukiman.
Gambar 12 Disain Gerbang Masuk (tanpa skala) Memasuki area selanjutnya pada sebelah kiri deretan hanjuang akan ditemukan di kiri dan kanan jalan setapak jenis-jenis palem, alasan penempatan tanaman ini adalah karena berfungsi sebagai penambah keindahan. Jenis palem yang digunakan adalah palem botol, palem Bismarck, dan palem ravenia. Jalan setapak yang mengarah kesebelah kanan akan ditemukan disetiap tepi deretan Bauhinia purpurea, angsana (Pterocarpus indicus), Kenanga (Cananga odorata) dan bunga Sapu tangan (Maniltoa grandiflora) yang ditanam mengelilingi tapak. Berdasarkan Anonim (2002) jenis tanaman bunga kupu-kupu berfungsi sebagai pengarah sedangkan jenis tanaman kenanga, angsana, bunga sapu tangan berfungsi sebagai pohon peneduh dan juga dapat sebagai habitat satwa. Alasan penempatan tanaman ini disetiap tepi adalah sebagai penutup tembok batas tapak untuk menambah kesan sebagai hutan kota. Tinggi tajuk dari spesies yang dipilih minimal lebih dari 7 m sehingga tidak menghalangi atau mengganggu kegiatan seperti berjalan kaki ataupun olahraga di dalam hutan kota (Gambar 13).
51
52
Gambar 13 Detail tinggi minimal pohon Bagian tengah tapak dibagi menjadi tiga ruang yaitu zona yaitu untuk tanaman berbuah dan tanaman yang berfungsi menyimpan air dalam pemanfaatannya termasuk semi intensif. Sedangkan zona yang ketiga adalah zona bermain dengan intensitas penggunaan yang maksimal. Alasan penempatan lokasi di bagian depan untuk tanaman berbuah adalah karena di dalam ditempatkan jenis tanaman yang berfungsi sebagai identits kota. Tanaman tersebut adalah Menteng (Baccaurea racemosa) Kecapi (Sandoricum koetjape). Tanaman berbuah lain yang dipilih adalah Manggis (Garcinia mangosta) dan Rambutan (Nephelium lappaceum). Sesuai dengan fungsi utama hutan kota yang diinginkan responden dan juga RTRW DKI Jakarta fungsinya adalah sebagai tempat penyimpanan cadangan air. Hasil ini menunjukkan bahwa permasalahan air, sudah menjadi permasalahan utama di dua kelurahan ini. Bagian paling ujung dalam yaitu ruang untuk tanaman penyimpan air dipilih jenis tanaman yang memiliki daya evapotranspirasi yang rendah. Dahlan (1992) menambahkan daerah hulu yang berfungsi sebagai daerah resapan air, hendaknya ditanami dengan tanaman yang mempunyai daya evapotranspirasi yang rendah, sistem perakaran dan serasahnya dapat memperbesar porositas tanah,sehingga air hujan banyak yang masuk ke dalam tanah dan meresap ke lapisan tanah yang lebih dalam dan menjadi air infliltrasi dan air tanah. Sehingga hutan kota yang dibangun pada daerah resapan air akan mengatasi masalah air dengan kualitas yang baik. Menurut Maman (1976) dalam 52
53
Dahlan (1992) jenis tanaman yang memiliki evapotranspirasi yang rendah antara lain adalah Tembesu, Bungur, Karet kebo, Manggis dan Cemara laut. Peletakan Tembesu (Fragrea fragrans) dan Bungur (Lagerstroemia speciosa), diletakkan dalam satu ruang, Tanaman lainnya adalah Cemara laut (Casuarina equisetifolia) yang diletakkan di seberang jalan setapak yang menuju zona bermain. Tanaman lain yang juga berfungsi sebagai penyimpanan cadangan air diletakkan disetiap sudut tapak ditanami dengan jenis karet kebo (Ficus elastica). Alasan penempatan karena ukuran tajuknya yang besar dan juga untuk menutup tiap sudut agar tidak terkesan menyudut dan lebih indah (dapat dilihat pada Gambar 14. Sedangkan Manggis diletakkan di dalam zona tanaman berbuah dengan alasan tanaman ini berfungsi menghasilkan buah dan menghindari intensitas penggunaan tapak yang berlebih di zona penyimpanan cadangan air.
Gambar 14 Detail penanaman Ficus elastica ditiap sudut Pemilihan untuk jenis tanaman lain, responden memilih jenis tanaman perdu, semak dan rumput yang berfungsi untuk meningkatkan keindahan dan estetika. Jenis Bougenville dan kembang sepatu peletakannya di dalam tapak pada ruang setelah tanaman palem, jenis ini difungsikan juga sebagai pengisi dan pengarah. Sedangkan kaca piring dan dahlia diletakkan di dalam zona penyimpanan cadangan air berfungsi juga sebagai pengisi. Meskipun dari hasil kuesioner, pilihan semak terdapat pada urutan terakhir namun karena semak banyak yang memiliki bunga yang indah maka
53
54
jenis ini dimasukkan ke dalam perancangan. Tanaman jengger ayam digunakan sebagai pembatas yang ditanam mengelilingi zona bermain. Sedangkan soka diletakkan di sepanjang jalan tapak menuju zona bermain dengan fungsi sebagai pengarah untuk masuk ke dalam zona bermain. Jenis rumput yang dipilih adalah rumput peking (Zossia grass) dan rumput gajah (Axonopus compressus). Suryandari (2007) menyatakan Beberapa jenis rumput yang tahan injak biasanya berfungsi sebagai lantai dalam desain lanskap. Keuntungan menggunakan rumput salah satunya adalah optimalnya resapan air hujan ke dalam tanah. Bilah rumput juga dapat menyerap gelombang panas dan cahaya sinar matahari sebagai bahan fotosintesis sehingga tidak silau dan mengurangi efek pemanasan global. Rumput juga menyediakan habitat bagi serangga kecil seperti jangkrik dan cacing sehingga tanah semakin subur. Serangga kecil juga berguna untuk keseimbangan ekosistem sehingga mengurangi ancaman hama dan penyakit pada tanaman yang lebih besar. Tepat di tengah hutan kota dalam zona pemanfaatan digunakan untuk menunjang kegiatan bermain. Area yang cukup luas dan terbuka sehingga anakanak dapat lebih leluasa dan aman karena alas bermain adalah rumput. Fasilitas di dalamnya adalah bangku taman, tempat sampah, perosotan anak dan ayunan. Hardscape atau elemen non tanaman sebagai pengisi di dalam suatu lanskap. Hardscape yang digunakan dalam tapak adalah tempat sampah, bangku taman, dan lampu taman, paving block sebagai jalan setapak, sarana bermain yaitu perosotan dan ayunan (Tabel 20). Ilustrasi dari fasilitas yang ada dimasukkan di dalam tapak dapat dilihat pada gambar 15. Tabel 20. Fasilitas dalam Tapak No Fasilitas Bahan Dasar Peletakan dalam Tapak 1 Tempat sampah sintetis/plastik setiap belokan, zona bermain 2 Bangku taman semen dibawah pohon peneduh, zona bermain 3 Lampu Taman lampu neon setiap belokan, zona bermain 4 Paving block
semen
5 Perosotan 6 Ayunan
plastik dan besi kayu dan besi
ditengah tapak/pembatas antar ruang zona bermain zona bermain
Keterangan dipisahkan sampah organik dan non organik terbuat dari semen agar lebih kuat dan tahan lama Pencahayaan merkuri memiliki warna putih dingin, dan sangat baik untuk pencahayaan tanaman hidup jalan setapak,joging track pemisah antar ruang terbuat dari besi agar lebih kokoh fungsi atap agar terhindar dari matahari
54
55
Sumber: disain pribadi ayunan anak
Sumber: images.google.co.id Tempat sampah
Sumber: www.authorn.ltd.uk Paving block
Sumber: Koleksi pribadi perosotan anak
Sumber: www.itrademarket.com lampu taman
Sumber:www. image62.webshots.com Bangku taman
Gambar 15 Ilustrasi Fasilitas Hutan Kota
55
61
BAB VI KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan 1. RTH yang berada di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jakagarsa, Jakarta Selatan berpotensi untuk dijadikan hutan kota, selain untuk menambah luasan RTH yang ada di kota Jakarta juga bermanfaat untuk masyarakat sekitarnya, karena didukung oleh kondisi biofisik tapak dan sesuai dengan rencana yang terdapat dalam RTRW DKI Jakarta. 2. RTH
Kelurahan
Srengseng
Sawah
menjawab
permasalahan
dalam
pembangunan hutan kota, bahwa hutan kota tidak selalu dibangun pada area yang luas, dalam pusat kota dan ada konflik peruntukan lahan. 3. Pengetahuan masyarakat tentang RTH dan hutan kota termasuk dalam kategori sedang sampai tinggi, terlihat dari persentase responden dengan pengetahuan yang tinggi mencapai 88,24-91,18%, yang diketahui dari kemampuan responden dalam menjawab pernyataan maupun pertanyaan yang diberikan pada saat mengisi kuesioner maupun wawancara. Pengetahuan tinggi terlihat juga dari hasil preferesi responden terhadap fungsi hutan kota yang mereka inginkan, yaitu sebagai penyimpan cadangan air. Hal ini bisa terjadi karena pengalaman responden tentang perubahan lingkungan yang dirasakan, pengetahuan yang diperoleh dari berbagai media informasi sehingga mengerti dan sudah memahami akan pentingnya RTH. 4. Tidak ada hubungan antara karakteristik responden dengan pengetahuan tentang RTH dan hutan kota, kecuali umur pada hubungan antara karakteristik dengan pengetahuan tentang RTH. Pengetahuan diperoleh bukan hanya dari pendidikan namun dapat diperoleh dari sumber lain, misalnya dari orang lain maupun suatu peristiwa tentang perubahan lingkungan yang dirasakan. 5. Hutan kota yang dirancang berdasarkan hasil kuesioner yang disesuaikan dengan kondisi biofisik dan RTRW kota Jakarta adalah tipe pemukiman dengan bentuk berupa taman kota dan fungsi utamanya sebagai penyimpanan cadangan air.
61
62
6.2 Saran 1. Perlu dilakukan sosialisasi oleh Dinas Kehutanan kepada masyarakat di Kelurahan Srengseng Sawah, yang ditujukan agar masyarakat mengetahui tujuan dari pembangunan tapak yang sebenarnya 2. Pemberdayaan masyarakat sekitar untuk ikut serta dalam pengelolaan hutan kota melalui kegiatan dalam pemeliharaan dan pemanfaatan hutan kota.. 3. Perlu adanya penambahan luasan hutan kota pada RTH Kelurahan Srengseng Sawah dengan penambahan dari tanah yang dipakai untuk pemukiman kumuh yang berada disebelah selatan atau dari lokasi pemakaman umum yang berada disebalah barat agar fungsi hutan kota lebih optimal. 4. Peningkatan pengelolaan agar terhindar dari kegiatan atau perbuatan yang merusak hutan kota seperti penebangan pohon, vandalisme, maupun perubahan fungsi tapak, dan juga untuk menghindari penyalahgunaan hutan kota untuk tempat asusila yang dapat merusak moral masyarakat. 5. Adanya pembangunan hutan kota di wilayah Jakarta Selatan khususnya di setiap kelurahan di Kecamatan Jagakarsa agar fungsi kawasan sesuai RTRW DKI Jakarta dapat diwujudkan. 6. Diharapkan adanya penelitian lanjutan tentang disain hutan kota berdasarkan persepsi masyarakat, dengan pemilihan responden mewakili semua golongan.
62
63
DAFTAR PUSTAKA Ariestonandri, P. 2006. Panduan Praktis Riset Pemasaran Bagi Pemula. Andi. Yokyakarta. 95-96p Badan Pusat Statistik (BPS) Jakarta Selatan. 2008. Gambaran Umum Kecamatan Jagakarsa. BPS Jakarta Selatan. 8-9p Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi-Kehutanan (BRR-Kehutanan). 2006. Kajian Persepsi Masyarakat Atas Lingkungan Pesisir di Kabupaten Aceh Timur. Satuan Kerja Sementara Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi-Kehutanan. Nangrgroe Aceh Darussalam.28-33p Dahlan, E.N. 1992. Hutan Kota untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup. Kerjasama Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) dengan IPB. Bogor.23-30p Dahlan, E.N. 2002. Membangun Kota Kebun (Garden City) Bernuansa Hutan Kota.IPB.Press.Bogor.59-100p Fakuara,Y. 1987. Hutan Kota ditinjau dari Aspek Nasional. Seminar Hutan Kota DKI Jakarta. Jakarta.10p Fakultas Kehutanan IPB. 1987. Konsepsi Pengembangan Hutan Kota. Bogor. 1344p Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 Tentang : Penataan Ruang Terbuka Hijau Di Wilayah Perkotaan. Irwan ZDI. 2005. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Bumi Aksara. Jakarta. 31p Istomo.2008. Tumbuhan Alam di Jawa : Mangrove, Pantai, Dataran Rendah, dan Pegunungan. Institut Pertanian Bogor. 44-73p Jogiyanto HM. 2008. Metodologi Penelitian sistem Informasi. Andi. Yokyakarta. 129-135 Koestoer RH. 1995. Perspektif Lingkungan Desakota : Teori dan Kasus. UI Press. Jakarta. 5p Laboratorium Perencanaan Lanskap Departemen Arsitektur Lanskap. 2005. Ruang Terbuka Hijau (RTH) Wilayah Perkotaan. Makalah Lokakarya Pengembangan Sistem RTH di Perkotaan. Fakultas Pertanian .IPB. 8p Laurie, M. 1994. Pengantar kepada arsitektur pertamanan. PT. Intermatra. Bandung. 135p 63
64
Marbun, BN. 1979. Kota Indonesia Masa Depan. Masalah dan Prospek. Erlangga. Jakarta.100-101p Miller, RW. 1988. urban Forestry Planning And Managing Urban Greenspaces. University of Wincosin. New Jersey. 145p Nazaruddin.1994. Penghijauan Kota. Penebar Swadaya. Jakarta. Nirwono.2009. Jalan Setapak, Pelindung Taman yang Estetis http: //lifestyle.okezone.com/read/2009/06/12/30/228728/jalan-setapak-pelindung taman yang estetis. Akses Tanggal 8 Juli 2009 Peraturan Daerah DKI Jakarta No 6 Tahun 1999. Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah DKI Jakarta. Jakarta. Peraturan Menteri Dalam Negeri No 1 Tahun 2007. Penataaan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan. Jakarta. Peraturan Menteri Kehutanan. 2004. Bagian keenam, Pedoman Pembuatan Tanaman Penghijauan Kota Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota. Departemen Kehutanan. Plantamor. Situs Dunia tumbuhan. http://www.plantamor.com/index.php?plantsearch=rumput%20gajah%20mi ni&p=2&s=1. Akses Tanggal. Tanggal 6 Mei 2009. Porteous JD. 1977. Environment and Behaviour: Planning and Everybody Urban Life. Addison-Wesley Publishing Co. Massachusetts. 447p Siagian SP. 1989. Teori Motivasi dan Aplikasinya. Bina Aksara. Jakarta. 35p Simonds, J.O.1983. Landscape Architecture. McGraw-Hill Book Co. Ney York. 183-331p Sudarmono, AS.1997. Tanaman Hias Ruangan. http://greenlanskap.multiply.com/. Akses Tanggal. 16 April 2009. Suryandari L. 2007. Tanaman Lanskap. Pengetahuan Dasar Penggunaan dan Penanaman.http://lestarilanskap.multiply.com/journal/item/6. Akses Tanggal 8 Juli 2009 Voice of Human Right. 2009. Berita Banjir.http://www.vhrmedia.com.htm. Akses Tanggal 4 April 2009
64
65
65
66 Lampiran 1 Lembar Kuesioner A. Identitas Responden 1. Jenis kelamin a. Pria
b. wanita
2. Umur a. 20 - 30 tahun
c. 41-50 tahun
b. 31 - 40 tahun
d. 51-60 tahun
e. > 60 tahun
3. Pendidikan Terakhir a. SMP/sederajat
c. Akademi/sederajat
b. SMU/ sederajat
d. PT/ sederajat
e. tidak sekolah
4. Pekerjaan Utama a. Pedagang
c. pegawai swasta
e. ABRI
g.tidak/belum bekerja
b. PNS
d. petani
f. Buruh
h. lainnya
5. Pendapatan/bulan a. < Rp. 500.000
c. Rp.1500.000 - 3000.000
b. Rp.500.000-1500.000
d. Rp.3000.000 – 5000.000
e. >Rp.5000.000
6. Pengeluaran/bulan a. < Rp. 500.000
c. Rp.1500.000 - 3000.000
b. Rp.500.000-1500.000
e. >Rp.5000.000
d. Rp.3000.000 – 5000.000
B. Pengetahuan Masyarakat
Tabel 1 Kuesioner untuk mengetahui pengetahuan masyarakat tentang Terbuka Hijau No
Pernyataan SS
1
RTH adalah ruang tebuka yang berada di dalam perkotaan yang didalamnya terdapat vegetasi yang memberikan manfaat positif bagi lingkungan
2
RTH sangat bermanfat bagi kehidupan manusia
3
Luasan RTH berkurang karena kemajuan pembangunan dan pertambahan penduduk kemajuan pembangun adalah pembangunan gedung- gedung, pembangunan industri, jalur transportasi, dan sarana prasarana lain akibat penurunan luasan RTH mengakibatkan kenaikan suhu, pencemaran udara, banjir dan menurunnya persediaan air tanah hutan kota adalah bagian dari RTH
4
5 6
S
Tanggapan R TS
STS
66
67
Tabel 2 Kuesioner untuk mengetahui pengetahuan masyarakat tentang Hutan Kota No
Pernyataan
7\1
pembangunan hutan kota adalah salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan bentuk hutan kota antara lain ruang hijau jalur, pemakaman, rekreasi kota, pertanian, kebun binatang, kebun raya, dan pekarangan fungsi hutan kota adalah untuk menurunkan suhu, meningkatkan keindahan,sarana olahraga, rekreasi dan pendidikan pembangunan hutan kota harus selaras dengan tata ruang wilayah kota dan memperhatikan unsure estetika pemerintah adalah orang yang bertanggungjawab dalam pembangunan dan pengelolaan hutan kota pembangunan dan pengelolaan hutan kota perlu melibatkan peran serta masyarakat
Tanggapan SS
2
3 4 5 6
C.
S
R
TS
STS
Preferensi Responden
Pilih salah satu jawaban yang paling anda sukai 1. Menurut anda, lahan kosong (RTH) yang ada di Jl Moh.Kafi 2 sebaiknya dimanfaatkan untuk apa?
2.
a. Hutan kota
c. Perumahan
b. Pusat perbelanjaan
d. lapangan bermain
Hal-hal yang menjadi ciri khas hutan kota yang anda inginkan a. Bentuk dan struktur bangunan b. Penataan dan bentuk fasilitas hutan kota (lampu taman, t4 sampah) c. Penataan hutan kota d. Air mancur, e. Patung /sculpture
3. Penempatan tempat sampah a. tersebar
c. berjauhan
b. tersebar merata 4. Penerangan lampu yang diinginkan a. gelap/sedikit penerangan c. remang-remang, b. terang
d. sangat terang
5. Warna fasilitas yang anda inginkan a. sangat mencolok
c. tidak terlalu mencolok
b. mencolok
d. tidak mencolok
67
68 Soal dibawah ini beri nilai rangking 1-5 berdasarkan pilihan yang lebih baik menurut anda. 1. Menurut anda fungsi hutan kota Srengseng Sawah sebaiknya dibangun sebagai ….. . ciri khas kota …… penyimpan cadangan air …… tempat tumbuhan berguna …… tempat rekreasi dan olahraga …… untuk keindahan kota 2. Aktifitas yang anda inginkan ........ kegiatan olahraga …… tempat berkumpul …… tempat bermain …… tempat istirahat 3. Jenis sarana untuk menunjang permainan/ kegiatan yang anda inginkan …….. lapangan volli …….. perosotan …….. ayunan anak …….. jogging track 4. Fasilitas yang anda inginkan .......... bangku taman .......... lampu taman .......... shelter .......... tempat sampah .......... kamar mandi 5. Jenis penutup permukaan yang diinginkan ……. paving block ……. kerikil ……. tanah …… rumput c. Jenis pohon yang diinginkan ……. bertajuk lebar ……. tidak mudah tumbang ……. daun tidak mudah gugur …….. menghasilkan buah …….. menghasilkan bunga.
68
69 7. Fungsi tanaman yang anda inginkan ……. mengurangi polusi …… menurunkan suhu ……. menambah keindahan. ……..habitat satwa ……..penyimpan cadangan air 8. Jenis tanaman lain yang anda inginkan (jawaban boleh lebih dari satu) ........ perdu ........ rumput ......... bambu/palem ......... semak ......... tanaman berbunga 9. Apakah saran dan keinginan anda yang lainnya terhadap pembangunan yang akan dilaksanakan di Kelurahan Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan?
\
69
70
Lampiran 2 Data Penduduk Tabel 3 Jumlah Penduduk di Kelurahan Srengseng Sawah WNI WNA KK NO RW LK
PR
JML
LK
PR
JML
LK
PR
JML
1
1
1.695
1.705
3.401
-
-
-
646
111
757
2
2
2.162
2.093
4.255
-
-
-
863
98
961
3
3
2.059
1.854
3.913
-
-
-
785
97
882
4
4
804
671
1.475
250
57
307
5
5
2.078
1.809
3.887
-
-
-
801
72
873
6
6
2.23
2.026
4.256
916
46
962
7
7
2.585
2.468
5.053
1046
113
1159
8
8
2.723
2.621
5.344
1096
137
1233
1323
140
1463
123
46
169
178
37
215
190
42
232
293
63
356
263
61
324
317
68
385
497
96
593
125
45
170
132
38
170
112
44
156
9
9
3.282
2.971
6.253
10
10
474
457
931
11
11
551
561
1.112
12
12
591
621
1.212
13
13
958
756
1.714
14
14
817
769
1.586
15
15
892
938
1.83
16
16
1.397
1.301
2.698
17
17
493
439
932
18
18
494
438
932
19
19
509
268
JML
26.794
24.766
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
777
-
-
-
51.56
-
-
-
10108 2658 11367 Sumber: Laporan Bulan Januari 2009 Kelurahan Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan
Tabel 4 Data Penduduk menurut Mata Pencaharian di Kelurahan Srengseng Sawah No 1
Jenis Pekerjaan
Jumlah
Keterangan
Pegawai negeri
1.580
7,42%
2
TNI
2.847
13,38%
3
Swasta
7.782
36,56%
4
Pensiunan
892
4,19%
5
Pedagang
3.294
15,48%
6
Tani
1.987
9,34%
7
Pertukangan
452
2,12%
8
Pemulung
9
Buruh
10 11
Jasa Pengangguran
173
0,81%
1.592
7,48%
434
2,04%
252
1,18%
JUMLAH 21.285 100% Sumber: Laporan Bulan Januari 2009 Kelurahan Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan
70
71
Tabel 5 Data penduduk di Kelurahan Ciganjur NO
RW
WNI JML
LK
PR
JML
1
1
2391
2125
4.516
-
-
-
993
112
1.111
2
2
2572
2447
5.019
1
1
985
132
1.117
3
3
1706
1523
3.229
-
-
-
622
73
695
4
4
1952
1803
3.755
797
74
871
5
5
2542
2270
4.812
-
-
-
1104
88
1.192
6
6
2991
2788
5.779
1151
131
1,282
JML
14.154
12.956
27.11
1
-
1
LK
PR
WNA LK
KK PR
JML
5.652 610 6.262 Sumber: Laporan Bulan Januari 2009 Kelurahan Ciganjur Kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan
Tabel 6 Data Penduduk menurut mata pencaharian Kelurahan Ciganjur No
Jenis Pekerjaan
Jumlah
Keterangan
1
Pegawai negeri
2.18
12%
2
ABRI/POLRI
545
3%
3
Swasta
6.36
35%
4
Pensiunan
1.09
6%
5
Pedagang
3,294
15%
6
Tani
363
2%
7
Buruh
3.634
20%
8
Lain-lain
1.272
7%
21,285
100%
JUMLAH
Sumber: Laporan Bulan Januari 2009 Kelurahan Ciganjur, Kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan
71
72
Lampiran 3 Karakteristik Masyarakat Tabel 7 Karakteristik Masyarakat Latar belakang masyarakat
No 1 2
3
4
5
6
f
Persentase
Jenis
LK
57
83,82
Kelamin
PR
11
16,18
Umur
20-30
15
22.06
30-40
28
41.18
40-50
19
27.94
50-60
3
4.41
>60
3
4.41
SMP
15
22.06
SMU
39
57.35
AKADEMI
5
7.35
PTN
9
13.24
tidak sekolah
0
0
pedagang
14
20.59
PNS pegawai swasta
4
5.88
19
27.94
petani
0
0
ABRI
0
0
buruh
9
13.24
belum kerja
1
1.47
lainnya
21
30.88
<500
12
17.65
500-1,5jt
25
36.76
1,5jt-3jt
26
38.24
3jt-5jt
3
4.41
blanko
1
1.47
Pendidikan
Pekerjaan
Pendapatan
Pengeluaran
>5jt
1
1.47
<500
10
14.71
500-1,5jt
29
42.65
1,5jt-3jt
26
38.23
3jt-5jt
2
2.94
>5jt
0
0
blanko
0
1.47
72
73
Tabel 8 Preferensi responden terhadap bentuk dan tipe hutan kota N0
1 f
6
7
8
9
10
11
12
13
2
3 f
4 %
f
5
%
f
%
a
14
20.59
7
10.29
11
16.18
12
17.65
%
24
f
35.29
%
b
24
35.29
19
27.94
11
16.18
7
10.29
7
10.29
c
8
11.76
10
14.71
20
29.41
21
30.88
9
13.24
d
10
14.71
19
27.94
15
22.06
14
20.59
11
16.18
e
12
17.65
13
19.12
11
16.18
14
20.59
17
25.00
a
39
57.35
8
11.76
12
17.65
8
11.76
-
-
b
2
2.94
19
27.94
21
30.88
27
39.71
-
-
c
12
17.65
17
25.00
19
27.94
21
30.88
-
-
d
15
22.06
24
35.29
16
23.53
12
17.65
-
-
a
13
19.12
29
42.65
8
11.76
7
10.29
-
-
b
2
2.94
10
14.71
28
41.18
28
41.18
-
-
c
4
5.88
18
26.47
28
41.18
20
29.41
-
-
d
39
57.35
11
16.18
4
5.88
13
19.12
-
-
a
17
25.00
17
25.00
24
35.29
6
8.82
4
5.88
b
12
17.65
23
33.82
21
30.88
8
11.76
5
7.35
c
7
10.29
4
5.88
12
17.65
33
48.53
12
17.65
d
29
42.65
18
26.47
8
11.76
10
14.71
3
4.41
e
3
4.41
7
10.29
3
4.41
11
16.18
44
64.71
a
20
29.41
22
32.35
18
26.47
8
11.76
-
-
b
2
2.94
16
23.53
22
32.35
26
38.24
-
-
c
5
7.35
15
22.06
21
30.88
29
42.65
-
-
d
41
60.29
15
22.06
7
10.29
5
7.35
-
-
a
15
22.06
13
19.12
8
11.76
12
17.65
20
29.41
b
24
35.29
17
25.00
13
19.12
11
16.18
3
4.41
c
5
7.35
10
14.71
22
32.35
18
26.47
13
19.12
d
17
25.00
7
10.29
18
26.47
16
23.53
10
14.71
e
7
10.29
21
30.88
7
10.29
11
16.18
22
32.35
a
27
39.71
18
26.47
13
19.12
7
10.29
2
2.94
b
4
5.88
15
22.06
22
32.35
18
26.47
9
13.24
c
7
10.29
17
25.00
17
25.00
24
35.29
3
4.41
d
2
2.94
1
1.47
4
5.88
12
17.65
49
72.06
e
28
41.18
16
23.53
12
17.65
7
10.29
5
7.35
a
5
7.35
20
29.41
21
30.88
16
23.53
6
8.82
b
8
11.76
24
35.29
16
23.53
13
19.12
7
10.29
c
9
13.24
11
16.18
21
30.88
16
23.53
11
16.18
d
3
4.41
2
2.94
5
7.35
18
26.47
40
58.82
e
43
63.24
11
16.18
5
7.35
5
7.35
4
5.88
73
Lampiran 4. Deskripsi Tanaman dalam Tapak Tabel 9. Deskripsi Tanaman berdasarkan tinggi, ketinggian, dan karakteristiknya Nama Lokal Pohon Angsana Bunga kupu-kupu Bungur Cemara Laut Glodogan tiang Karet Kebo Kenanga Kecapi Manggis Menteng Rambutan Sapu tangan Tembesu Perdu Bougenville Dahlia Kaca piring Kembang Sepatu Hanjuang Semak Jengger ayam Lidah mertua Soka Palem Palem bismarck Palem botol
Nama Latin
Famili
syarat tempat Karakteristik dan fungsi tanaman A B C D E tumbuh
Pterocarpus indicus Willd Bauhinia purpurea Linn Lagerstroemia speciosa (L) Pers. Casuarina equisetifolia L Polyathea longifolia Sonn Ficus elastica Roxb. ex Hornem Cananga odorata (Lamk)hook.F .& Thomson Sandoricum koetjape (Burm.F.) Merr Garcinia mangostana L Baccauria racemosa Muell. Arg Nephelium lappaceum L Maniltoa grandiflora Scheff Fragraea fragrans Roxb
Papilionaceae Fabaceae Lythraceae Casuarinaceae Annonaceae Moraceae Annonaceae Meliaceae Clusiaceae Euphorbiaceae Sapindaceae Fabaceae Loganiacea
0 - 500 mdpl 0 - 500 mdpl 0 - 300 mdpl 0 - 400 mdpl 0 - 500 mdpl 0 - 300 mdpl 0 - 500 mdpl 0 -1000 mdpl 0 - 600 mdpl 0 - 500 mdpl 0 - 500 mdpl 0 - 500 mdpl 0 -1600 mdpl
Bougenvillea glabra Choisy Dahlia juarezii Gardenia augusta Merr Hibiscus rosa-sinensis L Cordyline terminalis (L.) Kunth
Nycthaginaceae Rubiaceae Rubiaceae Malvaceae agavaceae
Celosia cristata L Sansevieria trifasciata Prain. Ixora coccinea L
Amaranthaceae agavaceae Rubiaceae
50 - 450 mdpl 0 - 500 mdpl 0 -1000 mdpl 0 -1000 mdpl 0 -1000 mdpl 0 -1000 mdpl 0 -1000 mdpl 0 - 600 mdpl 0 - 400 mdpl
Arecaceae Arecaceae Arecaceae
0 -1000 mdpl 0 -1000 mdpl 0 -1000 mdpl
Palem putri
Bismarckia nobilis Hildebr. & Wendl. hyopphorbe lagenicaulis (L.H.Bailey) H.E.Moore ravenia sp
Rumput Rumput gajah rumput peking
Axonopus compresus (Sw.) Beauv Zossia matrella (L.) Merr.
poaceae Poaceae
0 -1000 mdpl 0 -1000 mdpl
2 1 6 3 3 1 1 1 1 1 2 1 1
1 1 1
2 2 3 1 1 4 3 3 2 3 2 3 3
1 1 1
F
2 2 3 3 3 4 3 4 2 4 2 4 4
1,2 5 1,5 2,6 4 4 4,5 1,5 1 1,5 1 1,2 4
1 1 1 1 1
2,3,6 2,36 4,6 2,3,6 4,6
1,2 1 2 1
2 2 3 2 3
1 1 1
6 4,6 6
1 1 1
2 3 2
1 1 1
6 6 6
2 2 2
1
6 6
2 2
1
1 5
2
3 2 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 2
Keterangan A. Bentuk Tajuk 1. Bulat 2. Menyebar 3. V-shape 4. Kipas 5. Payung 6. irregular B. Diameter tajuk 1. 1-3 m 2. 3-5 m 3. 5-10 m 4.>10 m C. Tinggi Tanaman 1. 0,1-5 m 2. 5-20 m 3. 20-30 m 4. >30 m D.Fungsi Tanaman 1. Pengisi 2. pengarah 3.pembatas 4. pelindung 5. peneduh 6. estetika E. Warna bunga 1.merah 2. putih 3. kuning 4. lainnya F. Toleransi Suhu 1. rendah 2. sedang 3. Tinggi
68
Lampiran 4. Jenis Tanaman dalam Tapak
Bauhinia Purpurea equisetifolia
Ptrocarpus indicus
Casuarina longifolia
Cananga odorata
Polyathea Koetjape
Baccaurea racemosa
Sandoricum
Maniltoa grandiflora
Garcinia mangostana
Nephelium lappaceum
Axonopus compressus
Hibiscus rosa-sinensis
ixora coccinea
Ficus elastica
Lagerstroemia speciosa
hyopphorbe lagenicaulis
ravenia sp
fragrea fragrans
bismarckia nobilis
Celosia cristata
Dahlia juarezii
Gardenia augusta
bougenvillea cordiyline Glabra terminalis
sansevieria
Zoysia matrella
69
70
70
71
71