1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara pertanian (agraris) yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani atau bergerak di bidang pertanian. Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian nasional.
Pertanian merupakan sektor terbesar
dalam menyediakan pangan dan lapangan kerja, menghasilkan bahan mentah, bahan baku atau penolong bagi industri dan menjadi sumber terbesar penerimaan devisa negara. Pembangunan sektor pertanian dalam arti luas dilaksanakan melalui usaha-usaha intensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi, dan rehabilitasi. Tujuan pembangunan pertanian bukan saja untuk meningkatkan produksi pertanian
dalam
memenuhi
kebutuhan
pangan,
melainkan
juga
untuk
meningkatkan pendapatan rakyat dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat pedesaan, serta untuk menjadikan pertanian semakin kuat guna mendukung pembangunan sektor industri (Bappenas, 2013). Manfaat pertanian terhadap berbagai aspek kehidupan dapat dirasakan secara optimal bila didukung oleh ketersediaan sumberdaya yang memadai. Selain sumberdaya manusia, faktor utama dalam bidang pertanian adalah sumberdaya lahan. Lahan merupakan modal dasar dalam usaha dan kegiatan pertanian sekaligus sebagai indikator tingkat kesejahteraan. Semakin luas lahan semakin besar manfaat yang dapat diraih, semakin sejahtera pula masyarakat. Sebaliknya, makin sempit lahan, bukan saja fungsinya makin terbatas namun juga berpotensi
1
2
mendatangkan bencana. Peningkatan pengangguran, turunnya perolehan devisa, krisis pangan, serta rendahnya kualitas gizi dan kesehatan masyarakat akan marak terjadi. Kasus gizi buruk dan busung lapar yang banyak ditemukan di beberapa daerah ditengarai sebagai dampak tidak langsung dari makin terbatasnya lahan pertanian (Anonymous, 2004). Selain menyediakan pangan, Indonesia juga memiliki hortikultura tropika yang berlimpah karena keanekaragaman sumberdaya lahan, iklim, dan cuaca yang dimilikinya. Sumberdaya tersebut dapat dijadikan sebagai suatu kekuatan untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat dalam agribisnis hortikultura dimasa depan. Produk-produk agribisnis hortikultura tropika nusantara yang terdiri dari buah-buahan, sayuran, tanaman hias, dan tanaman obat merupakan salah satu andalan Indonesia baik di pasar domestik, regional, maupun internasional. Subsektor hortikultura merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting dalam perolehan devisa dan ketahanan pangan rumah tangga. Subsektor tersebut meliputi empat kelompok komoditas sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan biofarmaka. Dalam tahun 1980 s.d 2000 nilai ekspor sayuran dan buah menyumbang sekitar 12 persen s.d 17 persen nilai ekspor bahan pangan yang dihasilkan oleh sektor pertanian dan sektor perikanan (Irawan, 2000). Meningkatnya permintaan produk hortikultura pada dasarnya merupakan faktor penarik bagi pertumbuhan agribisnis hortikultura. Permintaan akan sayuran hortikultura di Indonesia cukup besar dilihat dari volume sayuran hortikultura yang diimpor ke Indonesia lebih besar dibandingkan volume ekspor sayuran hortikultura dari Indonesia. Tabel. 1.1
3
menyajikan data volume impor dan ekspor beberapa sayuran hortikultura selama tahun 2012. Tabel 1.1 Impor dan Ekspor Sayuran Hortikultura, Tahun 2012
No
Komoditi
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Bawang Putih Bawang Merah Kentang Wortel Cabe Tomat Bunga Kol dan Brokoli Ketimun Bawang Daun Seledri Bawang Bombay Asparagus JUMLAH
Volume (Ton) Impor 386.592 119.505 100.217 51.333 22.737 9.857 934 111 479 113 59.794 701 2387.035
Ekspor 974 12.647 5.569 72 7.575 2.316 5 35 31 41 1.127 0 213.234
Sumber : Ditjen Hortikultura, 2012
Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa angka impor terbesar pada tahun 2012 adalah impor bawang putih pada yang berjumlah 386.592 ton. Berbeda dengan volume impor, volume ekspor terbesar adalah bawang merah yang mencapai 12.647 ton. Dari data diatas dapat dilihat bahwa Indonesia masih belum bisa mengimbangi impor dengan produksi sayuran hortikultura dalam negeri. Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan masyarakat akan sayur-sayuran terus meningkat dari tahun ke tahun. Salah satu tanaman sayuran di dataran tinggi yang mulai diminati oleh masyarakat sebagai penyeimbang terhadap kebutuhan pangan untuk masyarakat golongan menengah keatas adalah asparagus.
4
Menyimak data yang disajikan oleh Kementrian Pertanian, asparagus memiliki peluang pasar yang cukup besar bagi Indonesia jika dilihat dari sisi permintaan dan volume impor Indonesia terhadap asparagus. Tabel 1.2 menyajikan data volume dan nilai impor asparagus segar selama tahun 2012. Tabel 1.2 Impor Asparagus (Asparagus officionalis) Segar, Tahun 2012 Bulan Januari Pebruari Maret April Mei
Volume (Impor kg) 64.00 111.00 131.00 287.00 981.00
Nilai (Impor US$) 111.00 167.00 213.00 365.00 1,032.00
Sumber : Kementrian Pertanian, 2012
Berdasarkan Tabel 1.2, dapat dilihat bahwa angka impor asparagus meningkat setiap bulan selama 5 bulan berturut-turut di tahun 2012. Data menunjukkan bahwa pemenuhan asparagus di Indonesia terus meningkat dan hal ini menjadikan asparagus memiliki peluang pasar yang cukup besar di Indonesia. Desa Pelaga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung merupakan satusatunya daerah pengembangan asparagus di Provinsi Bali sejak tahun 2010. Adanya asparagus di Desa Pelaga diawali oleh program dari Kementrian Koperasi dan UKM yaitu program One Village One Product (OVOP). Pemerintah Kabupaten Badung (Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Badung) bekerja sama dengan konsultan dari Taiwan International Cooperation Development Fund (ICDF) mencoba dalam bentuk pilot project seluas 0,5 hektar. Dari hasil pilot project tersebut menghasilkan produksi asparagus dengan kualitas baik dengan nilai ekonomi yang tinggi sehingga dapat dikembangkan lebih luas. ICDF tersebut membantu dalam penyediaan sarana produksi, termasuk tenaga ahli dalam membantu pemasaran. Selain bekerja sama dengan ICDF, Dinas Koperasi,
5
UKM (Usaha Kecil Menengah), Perindustrian, dan Perdangangan juga membantu mediasi pengembangan asparagus. Koperasi Mertanadi adalah koperasi yang berada di Banjar Bukian Desa Pelaga Kecamatan Petang yang bergerak dalam program One Village One Product (OVOP) dari tahun 2010. Sasaran dan tujuan dari program OVOP adalah suatu upaya membangun kesinambungan aktivitas melalui perluasan akses pasar yang diharapkan nantinya dapat meningkatkan pendapatan para petani sehingga kesejahteraan petani menjadi meningkat. Saat ini di Desa Pelaga, petani yang telah menjadi anggota Koperasi Mertanadi berjumlah 200 orang dengan luas lahan penanaman asparagus telah mencapai 30 hektar dari target yang diinginkan sampai 50 hektar. Dengan demikian dimasa yang akan datang diharapkan Badung Utara dapat menjadi sentra sayur, khususnya asparagus. Adapun perkembangan produksi asparagus pada tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 1.3 Tabel 1.3 Pembelian Asparagus oleh Koperasi Tani Mertanadi, Tahun 2013 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12 Rata-Rata
Bulan Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Produksi (ton) 2.702 1.936 1.847 1.980 2.065 2.569 3.339 2.013 2.909 4.623 7.760 6.453 3.349.667
Sumber: Koperasi Mertanadi 2013
Pada Tabel 1.3 menunjukkan bahwa produksi asparagus tertinggi adalah pada bulan November yaitu sebesar 7.760 ton dan produksi terendah pada bulan
6
Maret yaitu sebesar 1.847 ton. Fluktuasi disebabkan oleh produksi asparagus yang sangat dipengaruhi oleh curah hujan, sehingga pada musim hujan produksi asparagus cenderung menurun. Dilihat dari data asparagus diatas menunjukkan bahwa minat masyarakat terhadap asparagus cukup besar sehingga dapat menciptakan peluang usaha yang menguntungkan bagi masyarakat untuk pengembangan usahatani asparagus. Berdasarkan pada uraian diatas, maka penelitian tentang pengembangan komoditas asparagus di Desa Pelaga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung dilihat dari aspek finansial serta kendala yang dihadapi dalam pengembangannya menjadi kawasan pengembangan asparagus menjadi hal yang penting untuk diteliti.
1.2
Rumusan Masalah Dari latar belakang yang diuraikan sebelumnya, maka dapat dirumuskan
beberapa permasalahan, sebagai berikut. 1. Bagaimanakah pengembangan komoditas asparagus ditinjau dari aspek finansial di Desa Pelaga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung? 2. Kendala apa saja yang dihadapi petani dalam pengembangan komoditas asparagus di Desa Pelaga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan permasalahan diatas maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui. 1.
Pengembangan komoditas asparagus ditinjau dari aspek finansial di Desa Pelaga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung.
7
2.
Kendala-kendala yang dihadapi petani dalam pengembangan komoditas asparagus di Desa Pelaga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung.
1.4 Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain. 1. Penelitian ini diharapkan mampu memperkaya kajian pengembangan asparagus di Kabupaten Badung, Bali. 2. Pengembangan asparagus secara finansial berpotensi untuk meningkatkan keuntungan petani asparagus secara umum dan secara khusus di Kabupaten Badung, Bali. 3. Dapat memberikan masukan kepada petani, agar lebih mengembangkan asparagus setelah mengetahui bagaimana prospek pengembangan asparagus yang tergolong komoditas baru dalam pertanian di Indonesia.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini mengenai pengembangan komoditas asparagus ditinjau dari aspek finansial dengan menggunakan deskriptif kuantitatif dengan menghitung Net Benefit Cost-Ratio (Net B/C), Net Present Value Method (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Payback Period sesuai dengan kondisi agroklimat yang ada.
Penelitian ini juga dikembangkan untuk mengetahui
kendala- kendala yang dihadapi oleh petani dalam melakukan pengembangan komoditas asparagus di Desa Pelaga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung.
8