I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi yang besar dalam perekonomian Indonesia. Menurut BPS (2006), sampai tahun 2005 sektor pertanian menyumbang 14,54 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha serta menyerap 44,04 persen tenaga kerja dari 94,9 juta angkatan kerja nasional. Tabel. 1 Produk Domestik Bruto Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha (miliar rupiah) Tahun 2002-2005 Lapangan Usaha Sektor Pertanian a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan Total Sektor Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Kontruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Produk Domestik Bruto Sumber: BPS, 2006
2002
2003
2004
2005
114 981,5 37 073,3 29 430,5 17 125,4 33 002,8 231 613,5
119 164,8 38 693,9 30 647,0 17 213,7 34 667,9 240 387,3
122 611,7 39 548,0 31 672,5 17 333,8 37 056,8 248 222,8
125 757,5 40 429,9 32 581,2 16 981,9 38 640,8 254 391,3
169 932,0
167 603,8
160 100,4
162 642,0
419 387,8 9 868,2 84 469,8
441 754,9 10 349,2 89 621,8
469 952,4 10 889,8 96 333,6
491 699,5 11 596,6 103 403,8
243 266,6
256 516,6
271 104,9
294 396,3
76 173,1
85 458,4
96 896,7
109 467,1
131 523,0
140 374,4
151 187,8
161 959,6
138 982,4 1 505 216,4
145 104,9 1 557 171,3
152 137,3 1 656 825,7
159 990,7 1 749 546,9
Sektor pertanian mencakup sub sektor tanaman pangan, tanaman perkebunan, peternakan, kehutanan, perikanan dan hasil-hasilnya. Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam pembangunan pertanian terutama
2
dalam penghasil devisa, penyerapan tenaga kerja dan kontribusi terhadap produk domestik bruto. Pada tahun 2005, pendapatan nasional dari sub sektor perkebunan atas dasar harga konstan sebesar 40.429,9 miliar rupiah yaitu menyumbang sebesar 2,31 persen terhadap PDB atau sebesar 15,89 persen terhadap sektor pertanian. Komoditi teh (Camelia sinensis) merupakan salah satu komoditi sub sektor perkebunan yang penting karena khasiatnya yang sangat baik untuk kesehatan. Bagi Indonesia teh selain bermanfaat untuk kesehatan juga merupakan salah satu penghasil devisa yang diandalkan. Komoditi ini menjadi salah satu usaha andalan pemerintah karena memberikan kontribusi ekspor cukup besar diantara komoditi pertanian lainnya. Menurut data BPS tahun 2005, komoditi teh turut menyumbang devisa negara sebesar US$ 48 juta. Selain itu teh juga berperan dalam penyedia lapangan kerja dan pelestarian lingkungan. Tabel 2. Nilai Ekspor Pertanian Indonesia Tahun 2001 – 2005 (dlm juta US$) Komoditi Getah Karet Kopi Udang Teh Rempah-rempah Tembakau Biji Coklat Ikan Biji-bijian Mutiara Damar Sayur-sayuran Buah-buahan Lainnya Total
2001 7,5 182,5 940,1 94,6 174,2 80,8 276,5 358,8 5,2 25,1 17,9 29,9 31,7 213,7 2.438,5
2002 6,8 218,8 840,4 98,1 188,1 66,5 521,3 377,6 9,7 11,4 22,5 33,2 45,8 130,2 2.570,4
2003 12,3 251 852,7 91,8 186,3 44,5 410,4 424,1 11,8 17,2 20,8 33,2 54,1 116 2.526,2
2004 14,7 281,5 824,0 64,8 153,7 45,6 370,2 470,7 23,2 5,9 16,8 29,9 61,4 133,7 2496,2
2005 6,4 497,7 846,9 48,0 138,0 62,9 468,2 480,5 31,1 7,2 15,4 28,7 62,7 132,6 2826,3
Sumber: BPS,2006
Indonesia sebagai salah satu produsen dan eksportir komoditi teh terbesar kelima di dunia memandang bahwa liberasi perdagangan dunia merupakan peluang yang cukup terbuka bagi industri teh. Di sisi lain hal ini dipandang
3
sebagai tantangan untuk meningkatkan daya saing agar dapat menghasilkan produk teh yang semakin kompetitif di pasar internasional. Peningkatan daya saing komoditi merupakan tantangan terbesar bagi komoditi teh di Indonesia, terutama untuk menghadapi era perdagangan bebas. Mengingat iklim persaingan yang semakin ketat, ditambah lagi dengan sudah tidak diberlakukannya kuota menyebabkan komoditi teh nasional mendapat ancaman serius dari negara-negara yang juga merupakan negara produsen teh seperti Vietnam. Daya saing komoditi teh suatu negara produsen teh dapat dikaji secara umum dari kinerja pertumbuhan ekspor tehnya. Menurut ITC (2006), komoditi teh Indonesia sebanyak 62 persen dari total produksi Indonesia diperuntukkan untuk ekspor. Hal ini menjadi sangat penting karena memberi manfaat secara ekonomi bagi negara yaitu kontribusi terhadap devisa negara serta posisi daya saing teh Indonesia di dunia. Total ekspor komoditi teh Indonesia sejak tahun 2001 – 2005 cukup mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 ekspor teh Indonesia secara keseluruhan bernilai US$ 121.496.000. Namun, penguasaan pangsa pasar ekspor teh Indonesia terhadap total ekspor teh dunia dalam lima tahun terakhir menurun yaitu pada tahun 2001 sebesar 7,2 persen dan terus menurun sampai 6,6 persen pada tahun 2005 (tabel 3). Tabel 3. Perbandingan Volume Ekspor Teh Indonesia dengan Beberapa Negara Produsen Teh lainnya (Ton) Negara 2001 China 249 678 India 179 857 Kenya 258 118 Sri Lanka 287 503 Indonesia 99 721 Grand Total 1 388 920 Sumber: ITC, 2006
2002 252 273 198 087 272 459 285 985 100 185 1 437 925
2003 259 980 170 277 269 268 290 567 88 175 1 397 389
2004 280 193 193 908 333 802 290 604 98 572 1 536 141
2005 286 563 188 208 339 134 298 769 102 294 1 556 511
4
Ekspor teh Indonesia secara umum dibedakan menjadi dua jenis yaitu teh hijau (Green Tea) dan Teh hitam (Black Tea). Menurut ITC (2006), selama periode tahun 2001-2005 teh Indonesia yang diekspor sebagian besar dalam bentuk teh hitam yakni berkisar antara 90,68 – 96,24 persen dari total volume ekspor teh, sedangkan sisanya berkisar antara 3,76 – 9,32 persen saja yang berupa teh hijau. Rata-rata laju pertumbuhan volume ekspor teh Indonesia periode 20012005 sebesar -13,29 persen. Pada tahun 2005 volume ekspor teh hijau mencapai angka sebesar 9 531 ton atau 9,32 persen dengan nilai ekspor sebesar US$ 23,13 juta, sedangkan teh hitam volume ekspornya mencapai 92 763 ton atau 90,68 persen dengan nilai ekspor sebesar US$ 98,4 juta. Perkembangan teh hijau dan teh hitam Indonesia tahun 2001 – 2005 dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini. Tabel 4. Perkembangan Ekspor Teh Indonesia Tahun 2001 – 2005 Teh Hijau Volume Nilai (ton) (000US$) 2001 6 666 6 617 2002 5 485 6 032 2003 3 564 3 967 2004 3 707 7 235 2005 9 531 23 133 Sumber: ITC, 2006 Tahun
Teh Hitam Volume Nilai (ton) (000US$) 93 056 93 237 94 700 97 394 84 611 91 849 94 865 108 783 92 763 98 363
Jumlah Volume Nilai (ton) (000US$) 99 721 99 854 100 185 103 426 88 175 95 816 98 572 116 018 102 294 121 496
Pertumbuhan Volume (%) -5,55 0,47 -11,99 11,79 3,78
Kondisi perdagangan teh internasional mengalami ketidakseimbangan antara produksi dan konsumsi atau terjadinya over supply. Hal ini terlihat pada tabel 5 perkembangan produksi teh dunia tahun 2001 – 2005 mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, sedangkan untuk konsumsi teh dunia perkembangannya berfluktuasi selama periode tahun 2001 – 2005. Pada tahun 2005 produksi teh dunia sebesar 3 419 579 ton, sedangkan konsumsi teh dunia sebesar 1 445 600 ton. Kelebihan produksi sebesar 1 973 979 ton adalah dari jenis teh hitam, sedangkan dari jenis teh hijau justru sebaliknya. Data dari ITC mengungkapkan bahwa permintaan teh hijau dunia cenderung
5
meningkat dari tahun ke tahun. Kendati volumenya lebih kecil dibandingkan jenis teh hitam, namun harganya lebih baik. Kondisi perdagangan pasar teh internasional yang mengalami over supply tersebut menuntut suatu negara produsen seperti Indonesia supaya memiliki daya saing terhadap negara produsen lainnya untuk dapat mempertahankan atau meningkatkan pasar yang dimilikinya. Tabel 5. Perbandingan Produksi dan Konsumsi Teh Dunia Tahun 2001-2005 Tahun 2001 2002 2003 2004 2005
Produksi Teh Dunia (Ton) 3 060 683 3 081 255 3 197 509 3 310 348 3 419 579
Konsumsi Teh Dunia (Ton) 1 322 200 1 371 600 1 345 200 1 425 100 1 445 600
Sumber : ITC, 2006 Menurut Kotler (2000), memperoleh pangsa pasar merupakan hal yang tidak mudah karena pemasar harus dapat mempertimbangkan dan mengevaluasi berbagai hal dalam menentukan pasar sasaran. Indonesia sebagai salah satu negara pengekspor teh kelima terbesar di dunia perlu mempertahankan atau meningkatkan pangsa pasar yang dimilikinya di pasar internasional, terutama karena teh merupakan salah satu komoditi perkebunan utama di Indonesia yang memberikan kontribusi dalam menambah devisa negara. 1.2
Perumusan Masalah Teh sebagai salah satu dari komoditi hasil perkebunan yang mempunyai
peran cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Selain sebagai salah satu penghasil devisa negara, teh juga bersifat padat karya (labour intensive) sehingga banyak menyerap tenaga kerja seperti pemetik teh dan mendukung pelestarian lingkungan. Potensi komoditi teh Indonesia dilihat dari sisi komparatif sebenarnya memiliki prospek yang baik, karena iklim serta cuaca Indonesia yang cocok untuk
6
budidaya teh. Menurut ITC (2006) luas areal tanaman di Indonesia menduduki peringkat keempat terluas di dunia dengan luas 142.782 hektar setelah Cina, India dan Sri Lanka. Keunggulan komoditi teh Indonesia tersebut seharusnya dimanfaatkan sebaik-baiknya terutama berkaitan dengan daya saing komoditi teh agar dapat bersaing di pasar internasional. Namun dalam beberapa tahun terakhir ini volume ekspor teh Indonesia berfluktuasi sehingga Indonesia banyak kehilangan pangsa pasar di negara-negara yang menjadi tujuan ekspornya. Hal ini terlihat dari pangsa pasar ekspor teh Indonesia yang mengalami penurunan. Akibat ketidakstabilan volume ekspor maka beberapa pasar utama teh yang telah dikuasai Indonesia telah diambil alih oleh negara produsen teh lainnya. Pasar-pasar yang kurang dapat dipertahankan Indonesia atau telah diambil tersebut adalah Pakistan, Inggris, Belanda, Jerman, Irlandia, Rusia, Amerika Serikat, Singapura, Malaysia, Siria, Taiwan, Mesir, Maroko, dan Australia. Dilihat dari segi kualitas teh Indonesia juga belum bisa dikatakan stabil karena teh dari Indonesia hanya sebagai teh pencampur dan bisa diganti dengan teh yang lain. Berbeda halnya dengan teh dari Sri Lanka dan India yang dijadikan teh utama dalam kancah perdagangan teh dunia. Ketidakstabilan kualitas teh Indonesia juga dipengaruhi musim di Indonesia. Kadang kualitasnya sangat bagus, kadang jauh menurun. Saat musim kemarau, kualitas bagus, produksi sedikit dan harga tinggi. Namun di musim hujan kualitasnya rendah, produksi tinggi dan harganya turun. Akibat ketidakstabilan kualitas teh maka teh Indonesia sulit ditempatkan sebagai teh utama dalam kancah perdagangan teh dunia1.
1
Y09. “Jerat Kusut Perdagangan Teh Indonesia”. http://www.kompas.com , 12 Maret 2007
7
Dalam perdagangan dunia, daya saing akan menentukan posisi suatu produk di pasar. Data terakhir berdasarkan data Global Competitiveness Report, World Economic Forum 2006, menunjukkan posisi daya saing Indonesia paling rendah di Asia Pasifik yaitu di urutan ke 50 dari 125 negara. Pada posisi ini Indonesia sebagai negara berkembang tidak memiliki kekuatan untuk bersaing terutama dengan negara-negara maju dalam kancah internasional. Hal ini dikarenakan pertumbuhan ekspor Indonesia yang terus menurun di kancah dunia. Pada tahun 2005 penguasaan ekspor Indonesia di dunia hanya sebesar 0,87 persen dari total keseluruhan ekspor dunia (COMTRADE, 2007). Munculnya pesaing-pesaing baru dalam perdagangan teh dunia seperti Vietnam mempengaruhi atau bahkan dapat menurunkan daya saing Indonesia ke negara konsumen teh di dunia. Negara Vietnam sebagai pesaing Indonesia memiliki beberapa kesamaan dengan Indonesia terutama ditandai oleh rendahnya aplikasi teknologi dan padat karya. Menurut ITC (2006), pada periode 2001 – 2005 penguasaan pangsa pasar ekspor teh Vietnam terhadap dunia cenderung meningkat dan rata-rata laju pertumbuhan volume ekspor teh selama lima tahun sebesar 10,97 persen, sedangkan rata-rata laju pertumbuhan ekspor Indonesia pada periode yang sama hanya sebesar -13,29 persen. Hal ini merupakan ancaman serius bagi produk komoditi teh Indonesia. Hal diatas menunjukkan bahwa komoditi teh Indonesia harus memiliki daya saing yang tinggi agar dapat bersaing dengan komoditi teh dari negara lain seperti Vietnam serta lebih memberikan perhatian serius terhadap upaya-upaya pengembangan sektor perkebunan khususnya komoditi teh. Pengembangan produksi dan ekspor teh dalam jangka panjang sangat bergantung pada
8
peningkatan kualitas komoditi, dan kemampuan daya saing dalam mendapatkan pangsa pasar baru. Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana perkembangan produksi dan ekspor komoditi teh di Indonesia? 2. Bagaimana struktur pasar kelompok komoditi teh yang dihadapi Indonesia dalam perdagangan teh internasional? 3. Bagaimana posisi daya saing ekspor kelompok komoditi teh Indonesia di pasar internasional? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas, maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Mengkaji perkembangan produksi dan ekspor komoditi teh di Indonesia. 2. Menganalisis struktur pasar kelompok komoditi teh yang dihadapi Indonesia dalam perdagangan teh internasional. 3. Menganalisis posisi daya saing ekspor kelompok komoditi teh Indonesia di pasar internasional. 1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi: 1. Para pengambil keputusan dan para pelaku ekonomi dalam sektor perkebunan
khususnya
komoditi
teh
sebagai
upaya
untuk
merekomendasikan konsep pengembangan daya saing komoditi teh dalam menghadapi pasar internasional.
9
2. Masyarakat akademik, penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk meneliti lebih lanjut mengenai kondisi perdagangan teh di Indonesia. 3. Pemerintah dan pihak-pihak yang berkepentingan, penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan acuan dalam menetapkan kebijakan-kebijakan yang mendukung kelangsungan perdagangan teh nasional. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dibatasi pada beberapa hal: 1. Komoditi teh yang dimaksud didasarkan pada data COMTRADE dengan kode HS 090210 (Teh hijau dikemas ≤3kg); HS 090220 (Teh hijau dikemas ≥3kg); HS 090230 (Teh hitam dikemas ≤3kg); HS 090240 (teh hitam dikemas ≥3 kg). Pemilihan kode HS tersebut didasarkan pada perbedaan negara tujuan ekspor dari masing-masing kode HS. 2. Pada penelitian ini menggunakan pembanding negara Sri Lanka, India, Kenya, Cina, Argentina, Uganda dan Tanzania. Pemilihan negara-negara tersebut karena merupakan negara produsen teh terbesar di dunia. 3. Batasan periode analisis penelitian dari tahun 2001 sampai 2005 karena keterbatasan ketersediaan data dari negara-negara produsen teh di dunia.