perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN FORMAL AKSEPTOR KB AKTIF DENGAN KEMANDIRIAN KB DI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Mustafa Mahmud Al Jufri G0009142
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
commit 2013 to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id PRAKATA
Alhamdulillahirobbil ‘alamiin, segala puji hanya milik Allah SWT karena atas rahmat dan pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Tingkat Pendidikan Formal Akseptor KB Aktif dengan Kemandirian KB di Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo”. Shalawat dan salam terkirim kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan orang-orang yang senantiasa mengikuti sunnahnya. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan program pendidikan dokter di FK UNS Surakarta. Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis tak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., SpPD-KR.FINASIM selaku Dekan FK UNS Surakarta. 2. Muthmainah, dr., M.Kes, selaku Ketua Tim Skripsi FK UNS Surakarta. 3. H. Endang Sutisna Sulaiman, dr, M.Kes., selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan dan motivasi bagi penulis dalam penelitian ini. 4. Prof. Dr. H.A.A. Subijanto, dr, MS., selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan bimbingan dan motivasi bagi penulis dalam penelitian ini. 5. Suparman, dr, M.Kes., selaku Penguji Utama yang telah memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. 6. H. Rifai Hartanto, dr, M.Kes., selaku Penguji Pendamping yang telah memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. 7. Seluruh dosen dan staf Laboratorium IKM dan Bagian Skripsi FK UNS Surakarta. 8. Seluruh staf Puskesmas Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian skripsi ini. 9. Umi dan Abi tercinta, serta adik-adikku Arinil Husna Kamila, Muhammad Fahmi Tamami, Irfan Jauhari yang selalu memberikan dukungan dan doa dalam menyelesaikan skripsi ini. 10. Teman-teman mentoring yang selalu menginspirasi dan memotivasiku. 11. Sahabatku Fiqih Faruz yang telah menemani perjalanan dalam penyelesaian skripsi ini 12. Adik-adik AAI-ku yang luar biasa: Riyan, Diva, Desvian, Miftah, Mantas, Natsir, Rosi, Farkhan, Yasin, Les Yasin, Yasfie, Bayu, Ariadi. 13. Keluarga besar BIRO AAI UNS, BIRO AAI FK UNS, SKI FK UNS, dan Asisten Laboratorium Farmakologi 2009 14. Keluarga besar kosbin Al Fikr : Angga, Darma, Agil, Ilham, Farkhan, Agung. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Kritik dan saran membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini.
Surakarta, 09 Januari 2013
commit to user Mustafa Mahmud Al Jufri vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id ABSTRAK
Mustafa Mahmud Al Jufri, G0009142, 2012. Hubungan Tingkat Pendidikan Formal Akseptor KB Aktif dengan Kemandirian KB di Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Latar Belakang : Tingkat pendidikan formal seorang akseptor KB aktif merupakan faktor yang mungkin mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang untuk menggunakan KB mandiri. Dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaian KB seseorang maka akan dapat meningkatkan cakupan KB semakin luas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara tingkat pendidikan formal akseptor KB aktif dengan kemandirian KB di Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo. Metode : Penelitian ini bersifat observasional dengan pendekatan case control yang dilakukan pada bulan Oktober-November 2012 pada 100 sampel akseptor KB aktif di Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo. Teknik sampling pada penelitian ini menggunakana Simple Random Sampling. Pengambilan data dari sampel penelitian menggunakan kuesioner yang berisi variabel tingkat pendidikan dan kemandirian KB. Analisis data menggunakan Odd ratio test dengan analisis univariat dan bivariat. Hasil Penelitian : Hasil uji statistik nilai uji odd ratio adalah OR = 10,120, 95% CI = 3,062 – 33,450, p = 0,000 . Nilai p <0,05 berarti bahwa tingkat signifikansi 5% atau 95% tingkat kepercayaan adalah hubungan yang signifikan antara kedua variabel. Simpulan penelitian : Dari penelitian ini didapatkan kesimpulan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan formal seorang akseptor KB aktif maka semakin besar kecenderungannya untuk melaksanakan KB secara mandiri. Kata kunci: Keluarga berencana mandiri, pendidikan formal, akseptor KB aktif
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id ABSTRACT
Mustafa Mahmud Al Jufri, G0009142, 2012. The Relationship of Formal Education Level on the Active Independent Acceptors KB in Subdistric Sukoharjo Distric Sukoharjo. Faculty of Medicine Sebelas Maret Univercity. Background : The level of formal education an active family planning acceptors are factors that may influence the attitudes and behavior of people to use an independence KB. By knowing the factors that affect a person's use of family planning will be able to improve the coverage of family planning more widely. This study aimed to determine whether there is a relationship between the level of formal education with self-reliance active family planning acceptors of family planning in Subdistrict Sukoharjo District Sukoharjo. Methods : This study is observational with case control conducted in October-November 2012 on 100 samples of family planning acceptors active in Subdistrict Sukoharjo District Sukoharjo. Sampling technique in this study using current Simple Random Sampling. Taking data from the sample using a questionnaire containing variable levels of education and independence KB. Data analysis using Odd ratio test with univariate and bivariate analyzes. Results : Statistical test result value of odd ratio test are OR = 10,120, 95% CI = 3,062 – 33,450, p = 0,000. Value of p <0.05 means that the significance level of 5% or 95% level of confidence is significant relationship between the two variables. Conclusion : From this study it was concluded that the higher levels of formal education an active family planning acceptors, the greater the tendency to carry out family planning independently. Key words: Independence KB, formal education, active KB acceptor
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
PRAKATA .............................................................................................................. vi DAFTAR ISI........................................................................................................... vii DAFTAR TABEL .................................................................................................. ix DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................ 3 C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 3 D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 3 BAB II LANDASAN TEORI A. TinjauanPustaka ................................................................................. 4 1. Kemandirian KB ......................................................................... 4 2. Tingkat Pendidikan Formal ........................................................ 6 B. Kerangka Pemikiran ........................................................................... 11 C. Hipotesis ............................................................................................. 11 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ................................................................................ 12 B. Lokasi Penelitian ............................................................................. 12 C. Subjek Penelitian............................................................................. 12 D. Teknik Sampling ............................................................................ 12 E. Identifikasi Variabel Penelitian ...................................................... 13 F. Definisi Operasional Variabel ........................................................ 13 G. Instrumen Penelitian ....................................................................... 14 H. Rancangan Penelitian ...................................................................15 I. Cara Kerja ....................................................................................16 J. Teknik dan Analisis Data ............................................................... 16 BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN A. Analisis Univariat ........................................................................... 18 commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Analisis Bivariat .............................................................................. 19 BAB V PEMBAHASAN ....................................................................................... 20
BAB VI KESIMPULAN dan SARAN A. Kesimpulan ...................................................................................... 22 B. Saran ................................................................................................ 22 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 23 LAMPIRAN
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan Formal
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Kemandirian KB
Tabel 4.3
Hasil Analisis Bivariat Hubungan Tingkat Pendidikan Formal dengan Kemandirian KB
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil Perhitungan Analisis Univariat Lampiran 2. Hasil Perhitungan Analisis Bivariat Lampiran 3. Data Hasil Penelitian Lampiran 4. Kuesioner Penelitian Lampiran 5. Surat Izin Penelitian dari Tim Skripsi FK UNS kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo Lampiran 6. Surat Izin Penelitian dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan Negara terbesar keempat di dunia dalam hal jumlah penduduk, setelah China, India, dan Amerika Serikat. Jumlah penduduk Indonesia menurut hasil Sensus Penduduk tahun 2010 (SP, 2010) berjumlah 237,6 juta orang dengan jumlah kelahiran 4,5 juta bayi per tahun. Dibanding hasil sensus penduduk tahun 2000 terdapat pertambahan jumlah penduduk sebanyak 32,5 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 1,49 persen per tahun. Distribusi penduduk juga tidak merata dan lebih terfokus di perkotaan, yaitu 120 juta orang (50,5%). Jumlah ini naik 550-600 persen sejak tahun 1976. Bila dilihat pada tingkat provinsi, laju pertumbuhan penduduk sangat bervariasi, tertinggi terjadi di Provinsi Papua yakni 5,45 persen dan terendah di Provinsi Jawa Tengah yakni 0,37 persen (Badan Pusat Statistik, 2010). Permasalahan yang sangat menonjol dalam kependudukan adalah tingginya angka kelahiran. Salah satu usaha untuk menekan pertumbuhan penduduk adalah dengan pengendalian angka kelahiran melalui Program Gerakan Keluarga Berancana Nasional. Menurut Undang-Undang Nomor: 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, Keluarga Berencana (KB) adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga dan peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera. Menurut analisis hasil program gerakan KB Nasional, Jawa Tengah merupakan provinsi dengan program pelaksana KB terbaik. Pada tahun 2005-2010 angka pertumbuhan penduduk di Jawa Tengah adalah sebesar 0,36% sedangkan pada tingkat nasional menunjukkan angka 0,6%. Sebelumnya angka kelahiran di Jawa Tengah dari tahun 1961 hingga 1971 mencapai 1,46%, sedangkan antara tahun 2000 hingga 2005 turun menjadi 0,6% (BKKBN, 2011). Sejak tahun 1987 program KB lebih diarahkan pada pelaksanaan KB mandiri yaitu seorang akseptor KB mendapatkan pelayanan kontrasepsi dengan biaya sendiri. Pelaksanaan KB secara mandiri lebih ditekankan pada kesadaran masyarakat tentang KB dan juga adanya commit to user kesanggupan membayar untuk pelayanan kontrasepsi (BKKBN, 2012) 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pada tahun 2012, kabupaten Sukoharjo telah berhasil mendapatkan penghargaan sebagai kabupaten dengan pelaksana program KB terbaik di Jawa Tengah. Hal ini didasarkan pada ketercapaian kuantitatif program KB di kabupaten tersebut. Beberapa hal yang menjadi tolak ukur antara lain tingkat kepesertaan KB yakni Current User per PUS (CU per PUS), jumlah peserta KB aktif, jumlah peserta KB mandiri. Serta kemungkinan juga didukung dengan pendidikan formal akseptor KB aktif yang cukup baik. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Sukoharjo (2011), kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terbanyak berturut-turut adalah kecamatan Grogol dengan penduduk 105.016 jiwa (12,33%), Kartasura 92.922 jiwa (10,92%), dan Sukoharjo 85.636 jiwa (10,06%). Sedangkan yang memiliki jumlah penduduk terkecil adalah kabupaten Gatak dengan jumlah penduduk 49.184 jiwa (5,78%) Sementara itu, berdasarkan data terakhir sampai dengan bulan Juni 2012, sasaran PUS di wilayah kerja Puskesmas Sukoharjo adalah sebesar 16.364, dan jumlah pencapaian peserta KB aktif adalah sebesar 13.117. Dengan demikian tingkat pemakaian KB berdasarkan rasio CU (Current User) per PUS (Pasangan Usia Subur) adalah sebesar 80% dengan jumlah peserta KB mandiri sebesar 7.701 atau sebesar 59%. Dari data di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai hubungan tingkat pendidikan formal akseptor KB aktif dengan kemandirian KB di wilayah kerja Puskesmas Sukoharjo Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo, mengingat kecamatan Sukoharjo memiliki penduduk dengan tingkat pemakaian KB sangat menonjol.
commit to user
2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Perumusan masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalah sebagai berikut : “Apakah Terdapat Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Formal Akseptor KB Aktif dengan Kemandirian KB di Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo ?” C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara tingkat pendidikan formal akseptor KB aktif dengan kemandirian KB di Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo. D. Manfaat penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Meningkatkan wawasan ilmu pengetahuan tentang faktor yang berhubungan dengan kemandirian KB pada akseptor KB aktif. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu masyarakat, petugas kesehatan, dan pihak terkait dalam meningkatkan jumlah akseptor KB aktif mandiri. 3. Pada penelitian berikutnya, penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menjadi bahan studi pustaka bagi dunia pendidikan.
commit to user
3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Kemandirian KB Menurut World Health Organisation (WHO) expert committee 1970, program KB adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami isteri untuk menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan, mengatur interval di antara kehamilan, dan menentukan jumlah anak dalam keluarga (Sulistyawati, 2011). Program KB adalah suatu program yang dimaksudkan untuk membantu para pasangan dan perorangan dalam mencapai tujuan reproduksi, mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan mengurangi insiden kehamilan berisiko tinggi, kesakitan dan kematian, membuat pelayanan yang bermutu, terjangkau, diterima dan mudah diperoleh bagi semua orang yang membutuhkan, meningkatkan mutu nasehat, komunikasi, edukasi, konseling dan pelayanan, meningkatkan partisipasi dan tanggung jawab pria dalam praktek KB, dan meningkatkan pemberian Air Susu Ibu (ASI) untuk penjarangan kehamilan (BKKBN, 2006). Program KB di Indonesia dimulai sejak tahun 1969 hingga saat ini mempunyai tujuan ganda yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera), tujuan lainnya yaitu secara dermografis untuk menurunkan dan mengendalikan laju pertumbuhan penduduk. Untuk mencapai tujuan tersebut, pelaksanaan program KB diarahkan pada dua sasaran, yaitu sasaran langsung dan sasaran tidak langsung. Sasaran langsung dimaksudkan agar pasangan usia subur secara bertahap menjadi peserta KB aktif dan lestari, sehingga dapat memberikan efek langsung terhadap penurunan fertilitas. Sasaran tidak langsung dimaksudkan agar organisasi-organisasi atau lembaga kemasyarakatan, instansi pemerintah maupun swasta, dan tokoh-tokoh masyarakat diharapkan dapat memberikan dukungan terhadap proses pembentukan sistem nilai di lingkungan masyarakat yang dapat mendukung usaha pelembagaan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera. (Handayani, 2010) Saifuddin (2006) mengatakan bahwacommit paradigma baru KB Nasional (KBN) telah diubah to user visinya dari mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) menjadi 4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
visi untuk mewujudkan “Keluarga Berkualitas Tahun 2015”. Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Program KB di Indonesia sebelum dan sesudah dilaksanakannya International Conference on Population and Development (ICPD) di Kairo tahun 1994 mengalami perubahan orientasi. Pada tahun 70-an sampai 90-an awal, pelayanan KB sangat menekankan pada aspek demografis, yaitu pengendalian angka kelahiran dengan salah satu aspek utamanya adalah kualitas pelayanan yang diberikan. Perbaikan kualitas pelayanan akan memperbesar jumlah peserta KB yang puas dan akan meningkatkan prevalensi dan menurunkan tingkat kelahiran (BKKBN, 2005). Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mentargetkan contraceptive prevalence rate (CPR) atau angka pemakaian kontrasepsi menjadi sebesar 62,5 persen pada tahun 2012. Oleh karenanya, akses dan kualitas pelayanan KB bagi peserta KB baru sebesar 7,3 juta harus ditingkatkan. Metoda kontrasepsi juga perlu diarahkan agar akseptor menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) minimal sebesar 12,9% dan mendorong para pria ber-KB hingga menjadi 4,3%. Dengan target dalam RKP (Rencana Kerja Pemerintah) itu, maka akan meningkatkan jumlah peserta KB aktif sebanyak 28,2 juta dengan MKJP sebesar 25,9 persen (BKKBN, 2012). KB Mandiri adalah seorang akseptor KB mendapatkan pelayanan kontrasepsi dengan biaya sendiri. Tujuan KB mandiri secara umum adalah meningkatkan kesadaran, pengetahuan, peran, dan tanggung jawab masyarakat untuk menjadi peserta KB, yang dicerminkan dalam sikap dan tingkah laku, termasuk dalam menyediakan dan memenuhi kebutuhan pelayanan program KB masing-masing, sedangkan tujuan khusus adalah, 1) meningkatkan jumlah peserta KB secara merata, 2) meningkatkan jaringan pelayanan KB bermutu secara mandiri, 3) terwujudnya pemenuhan kebutuhan pelayanan KB yang memenuhi persyaratan dan memuaskan untuk semua pihak, 4) menumbuhkan sikap kemandirian, dan 5) memudahkan dalam pelayanan. Pada tahun 2011, sasaran peserta KB baru mandiri di Indonesia adalah sebanyak 3.409.310 peserta, dan telah dicapai sebanyak 3.615.632 peserta atau sebesar 106,1 persen. (BKKBN, 2012)
commit to user
5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Tingkat Pendidikan Formal Dalam undang-undang pendidikan Nomor 4 tahun 1950, tentang dasar-dasar dan pengajaran sekolah pada Bab III pasal 4 tercantum bahwa landasan ideal pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air. Berdasarkan UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab I, Pasal I ayat 8, tingkat pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang dikembangkan Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Jenjang pendidikan formal terdiri atas tingkat pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Sebagai persiapan untuk memasuki pendidikan dasar diselenggarakan kelompok belajar yang disebut pendidikan prasekolah. Pendidikan prasekolah belum termasuk jenjang pendidikan formal, tetapi baru merupakan kelompok sepermainan yang menjembatani anak antara kehidupannya dalam keluarga dengan sekolah. (Andriezens, 2008) a. Tingkat Pendidikan Dasar Pendidikan dasar diselenggarakan untuk memberikan bekal dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat berupa pengembangan sikap, pengetahuan, dan keterampilan menengah. Oleh karena itu pendidikan dasar menyediakan kesempatan bagi seluruh warga negara untuk memperoleh pendidikan yang bersifat dasar yang berbentuk Sekolah Dasar (SD) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau bentuk lain yang sederajat. UU RI No. 20 Tahun 2003 menyatakan dasar dan wajib belajar pada Pasal 6 Ayat 1 bahwa, “Setiap warga negara yang berusia 7 sampai dengan 15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. (Depdiknas, 2003) b. Tingkat Pendidikan Menengah Pendidikan menengah yang lamanya tiga tahun sesudah pendidikan dasar, di selenggarakan di SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas) atau satuan pendidikan yang sederajat. Pendidikan menengah dalam hubungan bawah berfungsi sebagai lanjutan dan commit tokeuser
6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perluasan pendidikan dasar, dalam hubungan ke atas mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan tinggi ataupun memasuki lapangan kerja. (Depdiknas, 2003) Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 Bab VI Pasal 18 Ayat 1-3, pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum, pendidikan menengah kejuruan, dan pendidikan menengah luar biasa, pendidikan menengah kedinasan dan pendidikan menengah keagamaan. c. Tingkat Pendidikan Tinggi Pendidikan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah, yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan atau profesional yang yang dapat menerapkan, mengembangkan dan atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan atau kesenian. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut lembaga pendidikan tinggi melaksanakan misi “Tridharma” pendidikan tinggi yang meliputi pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat dalam ruang lingkup tanah air Indonesia sebagai kesatuan wilayah pendidikan nasional. Pendidikan tinggi juga berfungsi sebagai jembatan antara pengembangan bangsa dan kebudayaan nasional dengan perkembangan internasional. Untuk itu dengan tujuan kepentingan nasional, pendidikan tinggi secara terbuka dan selektif mengikuti perkembangan kebudayaan yang terjadi di luar Indonesia untuk di ambil manfaatnya bagi pengembangan bangsa dan kebudayaan nasional. Untuk dapat mencapai dalam pelaksanaan misinya, pada lembaga pendidikan tinggi berlaku kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan dan otonomi dalam pengolaan lembaganya. Satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi di sebut perguruan tinggi yang dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, dan universitas. Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan (KBBI, 2000). Sedangkan menurut beberapa ahli, salah satunya adalah Ihsan (2005), pendidikan adalah proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat dimana ia hidup, proses sosial dimana orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah) sehingga dia dapat memperoleh, mengalami perkembangan kemampuan sosial commit to user dan kemampuan individu yang optimum 7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Hubungan Tingkat Pendidikan Formal Akseptor KB Aktif dengan Kemandirian KB Menurut Soedijarto (2000), pendidikan formal mempunyai sumbangan yang sangat signifikan bagi perubahan masyarakat, dapat memajukan masyarakat dan pembangunan. Kaitan proses pendidikan dengan pembangunan khususnya pembangunan manusia, dijelaskan bahwa pendidikan dapat diperoleh melalui jenjang pendidikan yaitu pendidikan pra-sekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga diharapkan makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Dapat diartikan bahwa pendidikan sangat mempengaruhi perilaku seseorang. Dengan demikian pendidikan membuat manusia dapat mengisi kehidupannya untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan seperti mengenai program KB, sehingga dapat meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan semakin bertambah pula kecakapannya, baik secara intelektual maupun emosional serta semakin berkembang pula pola pikir yang dimilikinya. Selain itu, semakin tinggi pendidikan seseorang semakin tinggi pula pola pikir dan kemampuannya menerima informasi baru, sehingga semakin banyak pengetahuan yang diperolehnya. (Djumransjah, 2004). Dengan semakin tingginya tingkat pendidikan formal seseorang akan semakin meningkatkan perhatiannya terhadap masalah-masalah kesehatan, diantaranya tentang dicanangkannya program Keluarga Berencara. Seseorang yang memiliki pendidikan formal yang lebih tinggi akan memiliki cara pandang yang berbeda mengenai masalah KB dibandingkan dengan orang yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah. 4. Faktor-faktor lain yang berhubungan dengan pemilihan kontrasepsi a. Agama Agama-agama di Indonesia umumnya mendukung KB. Agama Hindu memandang bahwa setiap kelahiran harus membawa manfaat. Untuk itu kelahiran harus diatur jaraknya dengan berKB. Agama Buddha, yang memandang setiap manusia pada dasarnya baik, tidak melarang umatnya berKB demi kesejahteraan keluarga. Agama Kristen Protestan tidak user agama Katolik yang memandang melarang umatnya berKB. Namun sedikitcommit berbedatodengan kesejahteraan keluarga diletakkan dan diwujudkan dalam pemahaman sesuai dengan 8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kehendak Tuhan. Untuk mengatur kelahiran anak, suami-istri harus tetap menghormati dan menaati moral Katolik dan umat Katolik dibolehkan berKB dengan metode alami yang memanfaatkan masa tidak subur. Jadi jelas bahwa Islam membolehkan KB karena penting untuk menjaga kesehatan ibu dan anak, menunjang program pembangunan kependudukan lainnya dan menjadi bagian dari hak asasi manusia. Program KB di Indonesia, seperti halnya negara Islam lain, adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup penduduknya dan agama bukan penghambat untuk mencapai cita-cita ini. Mengingat peran penting tokoh agama dalam mendukung Program KB Nasional, BKKBN di semua tingkat hendaknya memperkuat kemitraannya dengan mereka. Tokoh-tokoh agama melalui lembaga masingmasing atau bersama-sama agar diberdayakan dan diajak serta dalam mendukung program KB Nasional (Samekto, 2008). Para pemuka agama menyadari bahwa dalam membangun bangsa, pengaturan masalah kependudukan merupakan masalah utama yang perlu ditangani dengan cermat. Mereka memahami bahwa KB tidak bertentangan dengan agama dan merupakan salah satu upaya untuk memerangi kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan dan ketidak pedulian masyarakat (Samekto, 2008).
b. Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) KB Menurut Arjoso (2005), konseling adalah proses pertukaran informasi dan interaksi positif antara klien dengan petugas untuk membantu klien mengenali kebutuhannya, memilih solusi terbaik dan membuat keputusan yang paling sesuai dengan kondisi yang sedang dihadapi. Konseling bertujuan untuk mengenali kebutuhan klien, membantu klien membuat pilihan yang sesuai, dan memahai tujuan dan risiko prosedur klinik terpilih. Dalam hal yang lebih sempit, konseling KB bertujuan membantu klien dalam berbagai hal, diantaranya, a) Menyampaikan informasi dari pilihan pola reproduksi, b) Memilih metode KB yang diyakini, c) Menggunakan metode KB yang dipilih secara aman dan efektif, d) Memulai dan melanjutkan KB, e) Mempelajari tujuan, ketidakjelasan informasi tentang metode KB yang tersedia. Konseling KB sendiri memiliki beberapa keuntungan, baik terhadap pelaksana kesehatan maupun penerima layanan KB, antara lain, a) Klien dapat memilih metode kontrasepsi yang sesuai dengan kebutuhannya, b) Puas terhadap pilihannya dan mengurangi keluhan atau pengesalan, c) cara dan lama penggunaan yang sesuai serta commit user efektif, d) Membangun rasa saling percara, e) toMenghormati hak klien dan petugas, f)
9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Menambah dukungan terhadap pelayanan KB, dan g) Menghilangkan rumor dan konsep yang salah. (BKKBN, 2006) Semakin sering dilakukannya konseling KIE KB pada masyarakat, tentunya akan semakin banyak informasi mengenai KB yang didapat oleh masyarakat berupa manfaat penggunaan KB, metode KB yang aman dan sesuai, dan lain-lain. Sehingga masyakarat akan mampu mengolah berbagai informasi tersebut sebagai pertimbangan dalam pemakaian KB. c. Kualitas Pelayanan Tenaga Kesehatan Menurut Saifuddin (2006), pelayanan kesehatan yang berkualitas sangat berpengaruh terhadap perilaku kesehatan masyarakat, oleh karena itu KB yang bermutu yang dapat diukur dan dapat ditentukan standar pelayanannya dan dapat tercapai serta menambah frekuensinya meliputi : kondisi alat atau obat kontrasepsi yaitu ketersediaan alat kontrasepsi dan sarana prasarana pelayanan kontrasepsi, pelayanan dan kompetensi teknik pelayanan kontrasepsi dan komunikasi, standar pelayanan kontrasepsi terdiri dari pemilihan kontrasepsi, informasi yang diberikan dan interaksi petugas dengan klien, kemampuan teknis, kesinambungan pelayanan dan rangkaian program dan pendokumentasian pelayanan. d. Tingkat Ekonomi Menurut Azhar (2000), perilaku kesehatan sangat dipengaruhi oleh latar belakang ekonomi. Bagi yang berstatus ekonomi tinggi akan semakin mudah dalam memilih pelayanan kesehatan begitu juga sebaliknya, semakin rendah status ekonomi seseorang maka akan semakin sulit untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik.
commit to user
10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Kerangka Pemikiran Dari landasan teori di atas disusunlah kerangka pemikiran penelitian sebagai berikut :
- KIE KB - Kualitas Pelayanan Tenaga Kesehatan - Agama - Status Ekonomi
KB Mandiri
Pendidikan Formal
Kemandirian KB KB tidak Mandiri
Keterangan
: Faktor berpengaruh yang diteliti : Faktor berpengaruh yang tidak diteliti
C. Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut di atas, maka diajukan rumusan hipotesis sebagai berikut : “Semakin tinggi tingkat pendidikan formal seorang akseptor KB aktif maka akan semakin baik pula tingkat kemandirian KB.”
commit to user
11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis penelitian Penelitian ini dilakukan secara observasional analitik dengan metode case control, yaitu suatu rancangan survei analitik yang menyangkut bagaimana faktor resiko dipelajari dengan menggunakan pendekatan retrospective. Dengan kata lain, efeknya diidentifikasi pada saat ini, kemudian faktor resiko diidentifikasi ada atau terjadinya pada waktu yang lalu. (Soekidjo, 2010) B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di praktik pelayanan KB di Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo. Penelitian ini dilakukan selama delapan pekan terhitung sejak proposal penelitian diterima.
C. Subjek Penelitian Peserta KB aktif pada saat diadakan penelitian bertempat tinggal di Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo.
D. Teknik Sampling Teknik penentuan sampel yang digunakan adalah Simple Random Sampling, yaitu setiap unit dasar (individu) mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel. (Budiarto, 2002) Sampel didapatkan dengan metode random sederhana (simple random sampling) dan besar sampel dihitung dengan rumus :
n=
2
.
.
(
α/
β
)
commit to user
12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Keterangan : n
: jumlah sampel minimal kelompok kasus dan kontrol
Z1 - α/ 2 : nilai pada distribusi normal standar yang sama dengan tingkat kemaknaan (untuk = 0,05 adalah 1,96) Z1 - ß
: nilai pada distribusi normal standar yang sama dengan kuasa (power) sebesar
diinginkan (untuk ß=0,10 adalah 1,28) p0
: proporsi paparan pada kelompok kontrol
p1
: proporsi paparan pada kelompok kasus
qo = 1 – p0 q1 = 1 – p1 Dengan menggunakan rumus tersebut, didapatkan jumlah sampel penelitian sebanyak 84 sampel KB mandiri dan 16 sampel KB tidak mandiri dari sejumlah populasi yang ada.
E. Identifikasi Variabel Variabel dalam penelitian ini terdiri atas : 1.
Variabel Bebas
: Tingkat pendidikan formal akseptor KB aktif
2.
Variabel Terikat
: Kemandirian KB
F. Definisi Operasional Variabel 1. Tingkat pendidikan formal akseptor KB aktif a. Definisi
: adalah pendidikan formal terakhir yang telah ditempuh seorang akseptor KB aktif berdasarkan ijazah sampai penelitian dilakukan.
b. Alat Pengukuran
: kuesioner
c. Kategori
:
-
rendah (tidak sekolah, tidak tamat SD, tamat SD, SLTP)
-
tinggi (SLTA, PT/Akademi/Institut)
d. Skala Pengukuran
: nominal commit to user
13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Kemandirian KB a. Definisi
: akseptor KB mendapatkan pelayanan kontrasepsi dengan biaya sendiri
b. Alat Pengukuran
: kuesioner
c. Kategori
: KB mandiri dan KB tidak mandiri
d. Skala Pengukuran
: nominal
G. Instrumen Penelitian Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dengan pertanyaan tertutup. Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang telah disusun untuk memperoleh data sesuai yang diinginkan peneliti (Wasis, 2008).
commit to user
14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
H. Rancangan Penelitian
Populasi penelitian : Peserta KB aktif di Kecamatan Sukoharjo, Kab. Sukoharjo
Teknik sampling : Simple Random Sampling
Sampel : akseptor KB aktif di Kec. Sukoharjo, Kab. Sukoharjo
Sampel KB Mandiri
Sampel KB TidakMandiri
Pemberian Kuesioner
Pendidikan Formal Tinggi
Pemberian Kuesioner
Pendidikan Formal Rendah
Pendidikan Formal Tinggi
Analisis Tingkat Pendidikan Formal Sampel
Pendidikan Formal Rendah
Analisis Tingkat Pendidikan Formal
Odd Ratio
commit to user
15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
I. Cara Kerja 1. Penelitian pendahuluan a. Peneliti membawa surat ijin penelitian dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo dan memohon ijin untuk melakukan penelitian di berbagai pelayanan KB di Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo. b. Meminta data jumlah peserta aktif KB pada bulan Maret - Juni 2012 di Puskesmas Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo. 2. Penelitian lanjutan a. Meminta data pengguna KB aktif mandiri dan tidak mandiri di berbagai pelayanan KB di Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo. b. Mendatangi dari rumah ke rumah seluruh sampel responden untuk melakukan penelitian secara langsung. c. Mengumpulkan data kuesioner yang didapat dari semua responden. d. Mengolah data hasil penelitian.
J. Teknik Analisis Data Analisis data terdiri dari analisis deskriptif dan analitik. Analisis deskriptif menjelaskan karakter sampel sedangkan analisis analitik terdiri dari analisis univariat dan bivariat. a. Analisis Univariat Analisis ini digunakan untuk mendeskripsikan masing-masing variabel, baik variabel bebas maupun variabel terikat. Melalui prosentasi dan frekuensinya. Analisis univariat untuk menganalisis tingkat pendidikan dengan kemandirian KB.
b. Analisis Bivariat Analisis ini digunakan untuk menjelaskan hipotesis hubungan variabel bebas dengan variabel terikat. Analisis bivariat untuk menganalisis hubungan antara variabel bebas tingkat pendidikan dengan variabel terikat kemandirian KB dengan menggunakan odd ratio. commit to user
16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dari data statistik tersebut dapat ditetapkan hipotesis sebagai berikut : 1) Hipotesis penelitian Ha diterima dan Ho ditolak jika dengan p value lebih kecil dari alpha 0,05 2) Hipotesis penelitian Ha ditolak dan Ho diterima jika dengan p value lebih besar dari alpha 0,05
commit to user
17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian dilakukan analisis univariat dan bivariat. A. Analisis Univariat Variabel yang diteliti adalah tingkat pendidikan formal dan kemandirian KB. Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan Formal Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase (%) Rendah 26 26 Tinggi 74 74 Total 100 100 (Sumber : Data Primer, 2012)
Tabel 4.1 memperlihatkan distribusi atau pembagian responden berdasarkan tingkat pendidikan formal. Dapat dilihat bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan tinggi yaitu sebanyak 74 akseptor (74%). Selebihnya memiliki tingkat pendidikan rendah yaitu sebanyak 26 akseptor (26%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan akseptor KB aktif di Kecamatan Sukoharjo sudah termasuk baik.
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Kemandirian KB Kemandirian KB Frekuensi Persentase (%) KB mandiri 84 84 KB tidak mandiri 16 16 Total 100 100 (Sumber : Data Primer, 2012) Tabel 4.2 memperlihatkan distribusi atau pembagian responden berdasarkan kemandirian KB. Dapat dilihat bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 84 akseptor (84%) dikategorikan akseptor KB mandiri commit to user
18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(mendapatkan pelayanan kontrasepsi dengan biaya sendiri). Selebihnya yaitu sebanyak 16 akseptor (16%) dikategorikan akseptor KB tidak mandiri.
B. Analisis Bivariat Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara tingkat pendidikan formal akseptor KB dengan kemandirian KB dilakukan dengan analisis bivariat. Tabel 4.3 Hasil Analisis Bivariat Hubungan Tingkat Pendidikan Formal dengan Kemandirian KB Tingkat Pendidikan Formal Tinggi Rendah
KB Mandiri (n = 84) f % 69 82,1 15 17,9
KB Non Mandiri (n = 16) f % 5 31,2 11 68,8
OR
95% CI
p
10,120
3,062 – 33,450
0,000
Pada tabel 4.3 disajikan berbagai angka hasil perhitungan analisis bivariat tingkat pendidikan formal dan kemandirian KB. Distribusi silang memperlihatkan sebaran tingkat pendidikan formal pada akseptor KB mandiri dan non mandiri.
commit to user
19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PEMBAHASAN
Variabel yang diteliti adalah tingkat pendidikan formal dan kemandirian KB. Tingkat pendidikan formal didefinisikan sebagai jenjang pendidikan formal terakhir yang telah ditempuh akseptor berdasarkan ijazah hingga penelitian dilakukan, sedangkan Kemandirian KB didefinisikan sebagai kondisi dimana akseptor mendapatkan pelayanan kontrasepsi dengan biaya sendiri atau tidak. Keduanya diukur dengan menggunakan kuesioner dan dinyatakan dalam skala nominal. Distribusi frekuensi responden berdasarkan masing-masing variabel menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan yang dapat dikatakan baik dan ternyata memang sebagian besar responden merupakan aksepor KB mandiri. Meskipun begitu ada tidaknya hubungan antara kedua variabel baru dapat diketahui secara pasti dengan analisis bivariat dalam bentuk tabel contingency (tabel 4.3). Distribusi silang memperlihatkan sebaran tingkat pendidikan formal pada akseptor KB mandiri dan non mandiri. Dari 84 akseptor KB mandiri, 69 akseptor (82,1%) memiliki tingkat pendidikan tinggi sedangkan 15 akseptor (17,9%) memiliki tingkat pendidikan rendah. Dari 16 akseptor KB non mandiri, 5 akseptor (31,2%) memiliki tingkat pendidikan tinggi sedangkan 11 akseptor (68,8%) memiliki tingkat pendidikan rendah. Dengan demikian diketahui bahwa proporsi yang memiliki tingkat pendidikan tinggi dari akseptor KB mandiri lebih besar dibandingkan dari akseptor KB non mandiri. Sebaliknya proporsi yang memiliki tingkat pendidikan rendah dari akseptor KB mandiri lebih kecil dibandingkan dari akseptor KB non mandiri. Besarnya perbandingan peluang atau kemungkinan melaksanakan KB mandiri berdasarkan tingkat pendidikan formal ditunjukkan dengan nilai odds ratio (OR). Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa nilai OR adalah sebesar 10,120 artinya peluang atau kemungkinan akseptor yang memiliki tingkat commit to KB usermandiri adalah 10,120 kali lebih pendidikan tinggi untuk melaksanakan
20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
besar dibandingkan akseptor yang memiliki tingkat pendidikan rendah. Toleransi nilai OR dengan tingkat kepercayaan 95% (95% CI, CI = Confidence Interval) adalah antara 3,062 hingga 33,450. Dari batas toleransi terendah hingga tertinggi nilai OR selalu lebih dari 1, artinya peluang atau kemungkinan akseptor yang memiliki tingkat pendidikan tinggi untuk melaksanakan KB mandiri selalu lebih besar dibandingkan akseptor yang memiliki tingkat pendidikan rendah. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa memang tingkat pendidikan formal berhubungan dengan kemandirian KB (pengujian statistik menghasilkan p = 0,000, p < 0,05 menunjukkan bahwa hubungan signifikan)
commit to user
21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada para akseptor KB aktif di Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo, dapat diambil beberapa simpulan sebagai berikut: 1. Sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan formal tinggi (74%) dan sebagian besar juga merupakan akseptor KB mandiri (84%). 2. Tingkat pendidikan formal akseptor KB aktif berhubungan signifikan dengan kemandirian KB. Kemungkinan akseptor yang memiliki tingkat pendidikan tinggi untuk melaksanakan KB mandiri lebih besar dibandingkan akseptor yang memiliki tingkat pendidikan rendah (OR = 10,120; 95% CI = 3,062 - 33,450).
B. Saran Berikut adalah beberapa saran yang dapat dikemukakan terkait dengan penelitian yang telah dilakukan. 1. Perlu dimaksimalkan tingkat kepesertaan KB mandiri untuk akseptor dengan pendidikan formal baik. 2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan variabel tingkat pendidikan formal askeptor KB aktif dengan tingkat kemandirian KB.
commit to user
22