HUBUNGAN KADAR SALIVARY CALCIUM DENGAN TINGKAT KEPARAHAN MEROKOK BERDASARKAN INDEKS BRINKMAN PADA PEROKOK DAN NON-PEROKOK Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
Disusun oleh: Ichtiarsyah Suminar 1113103000009
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/2016 M
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ciputat, 30 September 2016
Ichtiarsyah Suminar
ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
HUBUNGAN KADAR SALIVARY CALCIUM DENGAN TINGKAT KEPARAHAN MEROKOK BERDASARKAN INDEKS BRINKMAN PADA PEROKOK DAN NON-PEROKOK
Laporan Penelitian Diajukan kepada Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked)
Oleh: Ichtiarsyah Suminar NIM: 1113103000009
Pembimbing 1
Pembimbing 2
drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph. D NIP. 19780402 200901 2 003
dr. Fikri Mirza Putranto, Sp.THT-KL
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/2016 M iii
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Penelitian berjudul HUBUNGAN KADAR SALIVARY CALCIUM DENGAN
TINGKAT
KEPARAHAN
MEROKOK
BERDASARKAN
INDEKS BRINKMAN PADA PEROKOK DAN NON-PEROKOK yang diajukan oleh Ichtiarsyah Suminar (NIM: 1113103000009), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada tanggal 30 September 2016. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S. Ked) pada Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter. Ciputat, 30 September 2016 DEWAN PENGUJI Ketua Sidang
dr. Fikri Mirza Putranto, Sp.THT-KL Pembimbing I
Pembimbing II
drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D NIP. 19780402 200901 2 003
dr. Fikri Mirza Putranto, Sp.THT-KL
Penguji I
Penguji II
dr. M Djauhari Widjajakusumah, AIF, PFK
dr. Rahmatina, Sp.KK NIP. 19790526 200501 2 005
PIMPINAN FAKULTAS Dekan FKIK
Kaprodi PSKPD FKIK
Prof. Dr. H. Arief Sumantri, M. Kes. NIP. 19650808 198803 1 002
dr. Achmad Zaki, M. Epid, Sp.OT NIP. 19780507 200501 1 005 iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat rahmat serta karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini sesuai dengan waktu yang ditetapkan. Salawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Penelitian ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya berkat adanya dukungan, bimbingan, serta bantuan dari berbagai pihak yang terlibat dengan penulis. Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.
Allah SWT, yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang tidak pernah berhenti untuk mencurahkan rahmat dan hidayah kepada hamba-Nya.
2.
Nabi Muhammad SAW, seorang insan mulia yang menjadi rahmat seluruh alam semesta dan juga sebagai panutan penulis dalam proses belajar menjadi seorang dokter muslim yang berakhlak baik.
3.
Prof. Dr. H. Arief Sumantri, M. Kes selaku dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan arahan kepada penulis selama menempuh pendidikan di Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4.
dr. Achmad Zaki, M. Epid, Sp.OT selaku ketua Program Studi Pendidikan Dokter atas bimbingan dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis selama menempuh pendidikan di Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5.
drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D selaku pembimbing 1 yang telah meluangkan banyak waktu, tenaga, dan pikiran untuk mendampingi dan membimbing penulis sejak awal memulai penelitian ini hingga akhir penyusunan dan penyelesaian laporan penelitian ini.
6.
dr. Fikri Mirza Putranto, Sp.THT-KL selaku pembimbing 2 yang telah banyak memberikan masukan dan arahan dalam penulisan laporan penelitian penulis
v
serta telah membimbing penulis dalam penyusunan dan penyelesaian laporan penelitian ini. 7.
dr. Ibnu Harris Fadillah, Sp.THT-KL selaku dosen penulis yang juga telah banyak membantu penulis dalam memberikan masukan dan arahan kepada penulis dalam proses pelaksanaan penelitian ini.
8.
dr. M Djauhari Widjajakusumah, AIF, PFK dan dr. Rahmatina, SpKK selaku penguji 1 dan penguji 2 pada sidang laporan penelitian ini yang telah memberikan kritik serta saran yang sangat membangun demi kebaikan penelitian ini.
9.
dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku penanggung jawab modul riset mahasiswa Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter angkatan 2013 yang selalu memberikan arahan, mengingatkan, serta menyemangati penulis untuk segera menyelesaikan penelitian.
10. Ibu Zeti Harriyati, M.Biomed dan Ibu Endah Wulandari, M. Biomed selaku penanggung jawab Laboratorium Biologi dan Laboratorium Biokimia FKIK yang telah memberikan izin penggunaan laboratorium selama penelitian berlangsung, serta Mba Lilis dan Mba Suryani yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama melakukan penelitian. 11. Bapak dan Ibu penulis tercinta, Drs. Tedjo Djatmiko, M.Pd dan Sufriani atas seluruh kasih sayang, doa yang tidak pernah putus diucapkan untuk penulis, dukungan, semangat, dan seluruh pengorbanan jiwa raga yang dilakukan untuk penulis sehingga penulis dapat menempuh pendidikan di Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan dapat menyelesaikan laporan penelitian ini pada waktunya. Terima kasih atas segala keikhlasan dan keridhaannya sehingga penulis dapat terus berusaha untuk meraih cita-cita. 12. Kakak-kakak dan adik penulis yang tersayang Istyasmi Suminar, M Hafidz Firmanullah, Indah Rachma Utari, dan seluruh keluarga besar penulis atas dukungan, doa, dan semangat yang diberikan kepada penulis. 13. Teman dan sahabat hidup penulis, Sayidatu Syarifah Sudrajat yang selalu menyemangati dan mendorong penulis untuk terus berusaha menjadi yang terbaik. Terima kasih atas dukungan, doa, semangat, dan bantuan yang
vi
diberikan kepada penulis selama penulis menempuh pendidikan dan juga dalam pengerjaan laporan penelitian ini. 14. Teman-teman “Tim Riset Saliva”, Aprillia Larasati, Arian Aditya Adi Nugroho, Arwinda Tanti Mendriyani, dan Zata Yuda Amaniko. Terima kasih atas kebersamaan, kerjasama, dukungan, dan semangat dalam proses pelaksanaan penelitian ini sejak awal penelitian hingga penyusunan dan laporan penelitian ini selesai. 15. Seluruh responden riset yang telah bersedia membantu meluangkan waktunya untuk menjadi subjek penelitian pada penelitian ini. 16. Seluruh teman-teman keluarga besar PSPD 2013 yang selalu membuat penulis semangat untuk belajar dan untuk cepat menyelesaikan penelitian ini. Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, besar harapan penulis kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan laporan penelitian ini. Demikian laporan penelitian ini penulis buat, semoga penulisan laporan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Ciputat, 30 September 2016
Penulis
vii
ABSTRAK Ichtiarsyah Suminar. Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter. Hubungan Kadar Salivary Calcium dengan Tingkat Keparahan Merokok Berdasarkan Indeks Brinkman Pada Perokok dan Non-Perokok. 2016. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan tingkat keparahan merokok berdasarkan indeks Brinkman terhadap kadar kalsium dalam saliva. Metode: Total subjek penelitian ini adalah 110 orang terbagi menjadi kelompok perokok ringan-sedang (n=58), perokok berat (n=20), dan non-perokok (n=32). Seluruh subjek penelitian melewati tahap pengisian lembar persetujuan dan kuesioner, pemeriksaan gigi dan mulut oleh dokter gigi, serta pengumpulan saliva tanpa distimulasi. Pengukuran kalsium saliva menggunakan alat Horiba LAQUAtwin Ca2+meter. Hasil: Didapatkan nilai koefisien korelasi antara tingkat keparahan merokok dengan kadar salivary calcium sebesar 0,509 (p<0,001). Kadar kalsium saliva pada perokok berat (0,95 ± 0,23 mmol/L) lebih tinggi dibandingkan dengan perokok ringan-sedang (0,76 ± 0,26 mmol/L) dan non-perokok (0,55 ± 0,18) Kesimpulan: Terdapat hubungan yang bermakna antara salivary calcium dengan tingkat keparahan merokok (p<0,05). Semakin tinggi tingkat keparahan merokok, maka semakin tinggi kadar salivary calcium. Kadar salivary calcium yang tinggi menandakan terjadinya proses demineralisasi gigi yang dapat menurunkan derajat kesehatan gigi dan mulut. Kata kunci : rokok, derajat merokok, indeks Brinkman, saliva, kalsium saliva, kesehatan mulut
ABSTRACT Ichtiarsyah Suminar. Medical Education and Profession Program. Association Between Level of Salivary Calcium and Smoking Severity based on Brinkman Index in Smokers and Non-Smokers. 2016 Objectives: The aim of this study was to observe the association between smoking severity with salivary calcium level in smokers and non-smokers. Methods: A total of 110 subjects were divided into groups: low-mid level smokers (n=58) high-level smokers (n=20), and non-smokers (n=32). All subjects completed the stage of filling the informed consent and questionnaires and underwent a physical examination of mouth and teeth by the dentist. Then, their unstimulated whole saliva was collected. The measurement of salivary calcium level was done using tools Horiba LAQUAtwin Ca2+meter. Results: The coefficient correlation of smoking severity and salivary calcium value is 0.509 (p<0.001). The salivary calcium level of high level smokers (0.95 ± 0.23 mmol/L) is significantly higher than the low-mid level smokers (0.76 ± 0.26 mmol/L) and nonsmokers (0.55 ± 0.18) Conclusions: There is significant correlation between salivary calcium and smoking severity (p<0.05). High smoking severity will results in high salivary calcium level. The increased level of salivary calcium indicates that the demineralization process occurred in the oral cavity in which may reduce the degree of the oral health. Keywords: cigarettes, smokers, smoking severity. Brinkman index, saliva, salivary calcium, oral health viii
DAFTAR ISI
Halaman LEMBAR JUDUL .............................................................................................i LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..........................................ii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................iii LEMBAR PENGESAHAN ..............................................................................iv KATA PENGANTAR ........................................................................................iv ABSTRAK .........................................................................................................viii DAFTAR ISI ......................................................................................................ix DAFTAR GAMBAR .........................................................................................xii DAFTAR TABEL ..............................................................................................xiii DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................xiv BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................1 1.1 Latar Belakang .........................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................2 1.3 Hipotesis ...................................................................................................2 1.4 Tujuan Penelitian ......................................................................................3 1.4.1 Tujuan Umum ...................................................................................3 1.4.2 Tujuan Khusus ..................................................................................3 1.5 Manfaat Penelitian....................................................................................3 1.5.1 Bagi Peneliti .....................................................................................3 1.5.2 Bagi Masyarakat ...............................................................................3 1.5.3 Bagi Civitas Akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ..............3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................4 2.1 Landasan Teori .........................................................................................4 2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Rongga Mulut ..............................................4 2.1.2 Sistem Pertahanan Rongga Mulut ....................................................4 2.1.3 Saliva ................................................................................................5
ix
2.1.3.1 Kelenjar Saliva ............................................................................6 2.1.3.2 Sekresi Saliva ..............................................................................7 2.1.3.3 Fungsi Saliva ...............................................................................9 2.1.3.4 Kandungan Saliva .......................................................................10 2.1.3.5 Faktor yang Mempengaruhi Kandungan Kalsium Saliva ...........11 2.1.3.6 Keseimbangan Kalsium-Fosfat ...................................................12 2.1.3.7 Pengaruh Salivary Calcium Terhadap Oral Hygiene ..................14 2.1.3.8 Metode Pengumpulan Saliva .......................................................15 2.1.4 Rokok................................................................................................16 2.1.4.1 Kandungan Rokok dan Efeknya Terhadap Kesehatan ................16 2.1.4.2 Efek Rokok terhadap Saliva ........................................................17 2.1.4.3 Indeks Merokok ...........................................................................20 2.2 Kerangka Teori .........................................................................................22 2.3 Kerangka Konsep .....................................................................................23 2.4 Identifikasi Variabel..................................................................................23 2.5 Definisi Operasional .................................................................................24 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ..........................................................25 3.1 Desain Penelitian ......................................................................................25 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................................25 3.3 Populasi dan Sampel ................................................................................25 3.3.1 Kriteria Inklusi ..................................................................................25 3.3.2 Kriteria Eksklusi ...............................................................................26 3.4 Besar Sampel Penelitian ...........................................................................26 3.5 Alat dan Bahan Penelitian ........................................................................28 3.5.1 Alat Penelitian...................................................................................28 3.5.2 Bahan Penelitian ...............................................................................28 3.6 Cara Kerja Penelitian................................................................................28 3.7 Alur Penelitian ..........................................................................................30 3.8 Identifikasi Variabel Penelitian.................................................................30 3.9 Manajemen dan Analisis Data ..................................................................31 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................32 4.1 Hasil Penelitian.........................................................................................32
x
4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian Perokok........................................32 4.1.2 Hubungan Keparahan Merokok dengan Salivary Calcium ............33 4.2 Pembahasan ..............................................................................................35 4.3 Keterbatasan Penelitian ............................................................................37 4.4 Aspek Keislaman ......................................................................................37 BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN ...................................................................40 5.1 Simpulan...................................................................................................40 5.2 Saran .........................................................................................................40 DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................41 LAMPIRAN .......................................................................................................45
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Anatomi Rongga Mulut ..................................................................4 Gambar 2.2 Kelenjar Saliva Mayor ...................................................................7 Gambar 2.3 Pengaturan Sekresi Saliva ..............................................................9 Gambar 2.4 Peran PTH dan Vitamin D dalam Mengatur Kalsium Plasma ........14 Gambar 2.5 Reseptor Nikotinik pada Inervasi Saraf Simpatis ...........................17 Gambar 2.6 Neurotransmitter dan Aktivasi Enzim Intraselular ..........................18 Gambar 2.7 Peningkatan Aktivitas Ca2+ Intrasel oleh IP3...................................19 Gambar 2.8 Mekanisme Translokasi Ca2+ ..........................................................20 Gambar 4.1 Boxplot Tingkat Keparahan Merokok dengan Kadar Salivary Calcium .............................................................................................................................34
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian Perokok.............................................32 Tabel 4.2 Tingkat Keparahan Merokok dengan Salivary Calcium .....................33 Tabel 4.3 Korelasi Tingkat Keparahan Merokok dengan Salivary Calcium.......35
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Informed Consent dan Kuesioner Penelitian .....................45 Lampiran 2 Riwayat Penulis ..............................................................................52
xiv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Merokok merupakan suatu kegiatan yang sudah sering kita jumpai di tempattempat umum yang sudah menjadi sesuatu hal yang biasa khususnya di Indonesia. Data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2008 menunjukkan bahwa Indonesia menempati peringkat ke-3 jumlah perokok terbesar di dunia setelah Cina dan India dan juga menempati urutan ke-5 sebagai negara dengan konsumen rokok terbesar sedunia pada tahun 2007.1 Sementara data yang tercantum pada Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 menunjukkan bahwa 36,3% penduduk di Indonesia dengan usia 15 tahun keatas merupakan perokok. Angka tersebut bukanlah hal yang kecil mengingat bahwa Indonesia adalah negara dengan penduduk sebanyak lebih dari 230 juta jiwa.2 Telah kita ketahui bersama dan sudah menjadi sebuah wawasan umum bahwa rokok memiliki banyak dampak negatif bagi kesehatan tubuh. Salah satunya adalah terhadap kesehatan gigi dan mulut. Merokok dapat menyebabkan bau mulut, noda (plak) pada gigi, dan kehilangan sensasi akan rasa dan aroma. Merokok juga berimplikasi terhadap kerusakan gusi dan kerusakan gigi yang berhubungan dengan penyakit periodontal. Data dari American Dental Hygienists Association (ADHA) menunjukkan bahwa perokok yang merokok kurang dari setengah bungkus per hari memiliki risiko hampir tiga kali lipat untuk terkena penyakit periodontal seperti periodontitis dan gingivitis.3 Kandungan zat-zat toksik yang terkandung di dalam rokok, terutama nikotin, menyebabkan gangguan pada rongga mulut termasuk disfungsi sel-sel stromal dari jaringan di rongga mulut, respon inflamasi yang berlebihan, dan penurunan sistem pertahanan di dalam rongga mulut yang menjadi faktor pencetus penyakit periodontal.4 Saliva merupakan salah satu cairan di rongga mulut yang diproduksi dan diekskresikan
oleh
kelenjar
saliva
(kelenjar
parotis,
sublingualis,
dan
submandibularis) yang berfungsi sebagai salah satu sistem pertahanan di dalam rongga mulut. Komposisi terbanyak saliva merupakan air (99,5%) dan sisanya (0,5%)
merupakan
komponen-komponen
1
organik
dan
anorganik.5
2
Kalsium merupakan salah satu komponen anorganik yang terkandung di dalam saliva. Nilai normal salivary calcium adalah 4-6 mg/dL atau 1-1,5 mmol/L dalam keadaan tidak terstimulasi.6 Penelitian mengenai perbandingan kadar salivary calcium dengan tingkat keparahan merokok berdasarkan indeks Brinkman pada perokok ini dilakukan karena kandungan kalsium dalam saliva merupakan bahan yang berperan dalam pembentukan plak pada gigi yang dapat mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut. Tingginya kadar salivary calcium yang terkandung dalam saliva akan membuat plak pada gigi lebih cepat terbentuk sehingga mempengaruhi derajat kesehatan gigi dan mulut. Bafghi AF, dkk, dalam penelitiannya menyatakan perbedaan yang bermakna dari total konsentrasi rata-rata dari protein, kalsium, timbal, dan zinc yang mengalami penurunan pada perokok dibandingkan dengan non-perokok.19 Sementara penelitian yang dilakukan oleh Syahli MR, tahun 2015 di Indonesia menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kadar salivary calcium yang lebih tinggi pada kelompok perokok berat dibandingkan dengan kelompok perokok ringan maupun perokok sedang.20 Kedua penelitian mencantumkan perbedaan antara kadar salivary calcium pada perokok dan non-perokok, namun tidak membahas secara spesifik hubungan tingkat keparahan merokok terhadap salivary calcium. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat keparahan merokok terhadap kadar salivary calcium pada perokok di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah Di dalam penelitian ini, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
- Bagaimana hubungan kadar salivary calcium dengan tingkat keparahan merokok?
1.3 Hipotesis Dalam penelitian ini, penulis memiliki hipotesis bahwa:
- Semakin tinggi tingkat keparahan merokok menyebabkan kadar salivary calcium dalam saliva seorang perokok semakin tinggi.
3
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan merokok terhadap kadar salivary calcium.
1.4.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini antara lain:
- Mengetahui gambaran keparahan merokok pada laki-laki perokok. - Mengetahui gambaran salivary calcium perokok pada berbagai tingkat keparahan merokok
- Mengetahui hubungan kadar salivary calcium perokok pada berbagai tingkat keparahan merokok 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1
Bagi Peneliti
- Menjadi syarat untuk mendapatkan gelar sarjana kedokteran - Menambah pengetahuan, khususnya mengenai efek yang ditimbulkan dari merokok terhadap kesehatan tubuh dan kandungan saliva pada perokok khususnya kalsium.
1.5.2
Bagi Masyarakat
- Menambah pengetahuan masyarakat, khususnya mengenai bahaya merokok dan efek yang ditimbulkan terhadap kadar kalsium dalam saliva seorang perokok.
1.5.3
Bagi Civitas Akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
- Menjadi sumber rujukan dan referensi untuk civitas akademika Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada umumnya, dan khususnya bagi para peneliti selanjutnya yang berminat untuk melanjutkan penelitian ini.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Rongga Mulut Rongga mulut merupakan sebuah bagian tubuh yang terdiri dari : lidah, palatum durum, dasar dari mulut, trigonum retromolar, bibir, mukosa bukal, alveolar ridge, dan gingiva. Tulang mandibula dan maksila adalah bagian tulang yang membatasi rongga mulut. Rongga mulut dibentuk secara anatomis oleh pipi, palatum durum, palatum molle, dan lidah. Pipi membentuk dinding bagian lateral masing-masing sisi dari rongga mulut. Palatum membentuk bagian atas (atap) rongga mulut, palatum durum pada bagian anterior dan palatum molle pada bagian posterior. Pada bagian eksternal pipi dilapisi oleh kulit. Sedangkan bagian internalnya dilapisi oleh membran mukosa, yang tersusun atas epitel pipih berlapis tanpa lapisan keratin.21
Gambar 2.1 Anatomi Rongga Mulut (Dikutip dari: Marieb’s Human Anatomy)
2.1.2 Sistem Pertahanan Rongga Mulut Mulut merupakan bagian dari sistem gastrointestinal yang langsung
4
5
berhubungan dengan dunia luar, oleh karena itu terdapat struktur yang terlibat dalam organisasi pertahanan terhadap mikroorganisme patogen. Menurunnya fungsi ini akan menimbulkan masalah karena adanya bakteri oportunistik yang dapat menjadi patogen.7 Struktur yang berperan dalam sistem pertahanan rongga mulut antara lain membran mukosa, saliva, celah gusi, dan nodus limfatik. Membran mukosa mulut terdiri dari sel-sel skuamosa yang berfungsi sebagai barier mekanik terhadap infeksi untuk mencegah bakteri untuk melekat pada sel-sel epitel. Sekresi saliva berfungsi dalam proses membersihkan rongga mulut dari mikroorganisme dan juga saliva mengandung immunoglobulin A (IgA) yang dihasilkan oleh kelenjar saliva yang berfungsi sebagai sistem pertahanan tubuh alamiah terhadap mikroorganisme. Pada celah gusi terdapat cairan yang mengandung komponenkomponen seluler dan humoral dari darah seperti leukosit dan komplemen selular yang akan melewati epitel junctional menuju ke permukaan gigi. Jaringan lunak rongga mulut berhubungan dengan nodus limfatik ekstra oral dan agregasi intra oral. Kapiler limfatik yang terdapat pada permukaan mukosa lidah, dasar mulut, palatum pipi, dan bibir mirip yang berasal dari gingival dan pulpa gigi. Kapiler ini bersatu membentuk pembuluh limfatik besar dan bergabung dengan pembuluh limfatik yang berasal dari bagian dalam otot lidah dan struktur lainnya. Di dalam rongga mulut terdapat tonsil palatina, lingual dan faringeal yang banyak mengandung sel B dan sel T.7
2.1.3 Saliva Saliva merupakan salah satu dari cairan di rongga mulut yang diproduksi dan diekskresikan oleh kelenjar saliva dan dialirkan ke dalam rongga mulut melalui suatu saluran. Saliva terdiri dari 98% air dan selebihnya adalah elektrolit, mukus dan enzim-enzim. Saliva diekskresi hingga 0.5 – 1.5 liter oleh tiga kelenjar liur mayor dan minor yang berada di sekitar mulut dan tenggorokan untuk memastikan kestabilan di sekitar rongga mulut.5
6
2.1.3.1 Kelenjar Saliva Kelenjar saliva terbentuk pada trimester pertama kehamilan dan terbagi menjadi kelenjar saliva mayor dan kelenjar saliva minor. Kelenjar saliva mayor memproduksi sebagian besar (90%) dari jumlah total saliva yaitu kelenjar parotis, kelenjar submandibularis, dan kelenjar sublingualis. Sementara kelenjar saliva minor hanya menghasilkan sekitar 7-8% dari jumlah total saliva yaitu kelenjar labial, kelenjar bukal, kelenjar palatal, dan kelenjar lingual pada mukosa, submukosa bibir, palatum dan lidah dari rongga mulut.22 Kelenjar saliva terbesar merupakan kelenjar parotis yang terletak di bagian inferior-anterior dari telinga. Kelenjar parotis terdiri atas dua lobus yaitu lobus superfisial dan lobus profunda. Lobus superfisial kelenjar parotis terletak di permukaan lateral otot masseter, di bagian lateral nervus fasialis, sementara lobus profunda terdapat di bagian medial dari nervus fasialis diantara prosesus mastoideus dari tulang temporal dan ramus mandibular. Hasil sekresi kelenjar parotis dialirkan melalui duktus parotis (duktus Stensen) yang bermuara pada vestibulum rongga mulut. Pada keadaan tidak terstimulasi kelenjar parotis menghasilkan sebanyak 26% dari jumlah total saliva. Kelenjar parotis terdiri dari sel serous acinar yang banyak mengandung enzim amilase. Kelenjar saliva terbesar kedua setelah kelenjar parotis adalah kelenjar submandibularis atau submaksilaris, terletak di submandibular triangle yang dibentuk oleh tepi inferior dari mandibular pada bagian superior dan muskulus digastrikus pada bagian antero-posterior. Hasil sekresi kelenjar submandibular dialirkan melalui duktus Wharton dengan panjang 4-5 cm berjalan bersamaan dengan nervus hipoglossus pada bagian superior dan nervus lingualis pada bagian inferior kemudian bermuara pada lateral frenulum lingualis di dasar mulut bagian posterior gigi bawah. Pada keadaan tidak terstimulasi kelenjar submandibularis memproduksi 69% jumlah total dari keseluruhan saliva, terdiri dari sel serous acinar dan beberapa sel mucous acinar. Kelenjar saliva mayor terkecil adalah kelenjar sublingualis yang terletak di dalam mukosa pada dasar mulut di atas otot milohioideus. Hasil sekresi kelenjar sublingualis mengalir langsung ke dasar mulut melalui duktus Bartholin yang berlanjut menjadi duktus Wharton. Pada keadaan tidak terstimulasi kelenjar sublingualis menyumbang 5% total saliva
7
mulut yang sebagian besar terdiri dari sel mucous acinar dan sedikit serous acinar.23 Secara histologi terdapat perbedaan antara sel serous dan sel mucous. Sel serous umumnya menghasilkan protein dan glikoprotein, enzim, dan zat antimikroba, sedangkan sel mucous utamanya memproduksi mucin. Saat kondisi istirahat aliran saliva berkisar antara 0,5ml/menit yang disebut sebagai laju basal spontan terus-menerus hingga aliran maksimal yang berkisar antara 5ml/menit sebagai respon dari rangsangan kuat. Sekresi basal ini berfungsi untuk menjaga mulut dan tenggorokan selalu basah.24
Gambar 2.2 Kelenjar Saliva Mayor (Dikutip dari: Tortora, 2011) 2.1.3.2 Sekresi Saliva Pada orang sehat sekresi saliva terbagi ke dalam dua tahap. Sel asinus menyekresikan sekresi primer yang komposisi kandungannya tidak jauh berbeda dengan komposisi cairan ekstraseluler. Saat sekresi primer mengalir pada duktus asinar akan terjadi pengkondisian dimana beberapa zat aktif akan direabsorbsi seperti ion natrium dan beberapa zat aktif lain akan disekresikan seperti ion kalium dan bikarbonat yang berfungsi sebagai sistem buffer dari saliva. Selama salivasi maksimal akan terjadi perubahan konsentrasi zat pada saliva dikarenakan kecepatan pembentukan sekresi primer oleh sel kelenjar asinus. Sekresi asinar ini
8
akan mengalir melalui duktus asinar dengan cepat sehingga pembaruan pada sekresi duktus menurun yang mengakibatkan perubahan komposisi pada saliva.25 Sekresi saliva dapat ditingkatkan oleh dua jenis refleks saliva, yaitu refleks sederhana dan terkondisi. Refleks saliva sederhana terjadi ketika kemoreseptor dan/atau reseptor tekan di dalam rongga mulut dirangsang oleh adanya keberadaan makanan. Reseptor ini akan menghasilkan impuls ke serat-serat saraf aferen yang membawa informasi ke pusat saliva di medulla batang otak. Selanjutnya pusat saliva akan mengirimkan impuls melalui saraf otonom ekstrinsik ke kelenjar saliva untuk meningkatkan sekresi saliva. Refleks saliva terkondisi adalah refleks saliva yang dapat terjadi tanpa stimulasi oral, yaitu dengan berpikir, melihat, mencium, atau mendengar pembuatan makanan yang lezat akan memicu peningkatan produksi saliva melalui refleks tersebut. Sinyal berasal dari luar mulut secara mental akan dikaitkan dengan kenikmatan makan bekerja melalui korteks serebri untuk merangsang pusat saliva di medulla batang otak, hal tersebut terjadi karena respon yang dipelajari melalui pengalaman sebelumnya.25 Pusat saliva mengatur sekresi saliva melalui saraf otonom yang mempersarafi kelenjar saliva, namun respon simpatis dan parasimpatis pada kelenjar
saliva
tidak
berlawanan.
Baik
simpatis
maupun
parasimpatis
meningkatkan sekresi saliva namun jumlah, karakteristik, dan mekanismenya berbeda. Stimulasi simpatis menghasilkan saliva dengan volume yang lebih sedikit, lebih kental, dan mengandung banyak mukus yang menyebabkan mulut terasa lebih kering karena saliva yang dihasilkan lebih sedikit. Sedangkan pada stimulasi parasimpatis memiliki efek yang dominan dalam sekresi saliva yang menghasilkan saliva yang lebih banyak, lebih encer, dan banyak mengandung enzim.25
9
Gambar 2.3 Pengaturan Sekresi Saliva (Dikutip dari: Sherwood, 2012) 2.1.3.3 Fungsi Saliva Saliva merupakan cairan pada rongga mulut yang sangat kompleks dan memiliki banyak fungsi. Sebagian besar fungsi saliva dalam rongga mulut bersifat protektif, namun terdapat fungsi lainnya yang dimiliki oleh saliva, yaitu: 1. Proteksi/lubrikasi Saliva melapisi jaringan keras dan lunak di dalam rongga mulut dengan lapisan seromucosal yang melindungi dari iritasi mekanik, termal, dan kimiawi serta kerusakan gigi, serta membantu melancarkan aliran udara yang masuk ke dalam rongga mulut, proses berbicara dan juga menelan.5, 35 2. Simpanan ion Saliva merupakan larutan yang ter-supersaturasi dengan mineral yang berhubungan dengan gigi yang memfasilitasi proses remineralisasi gigi. Kandungan protein di dalam saliva menghambat presipitasi spontan dari garam kalsium fosfat.35 3. Sistem buffer Saliva dapat mengatur keseimbangan sistem buffer untuk melindungi rongga
mulut
dengan
menetralkan
pH
setelah
makan
dan
membersihkan zat asam yang dihasilkan oleh bakteri acidogenic sehingga mengurangi terjadinya proses demineralisasi pada gigi.5, 35
10
4. Pengenceran dan pembersihan Saliva membantu mengencerkan substansi-substansi di dalam rongga mulut dan juga memudahkan terjadinya pembersihan secara mekanik terhadap sisa zat atau residu seperti bakteri non-adherent dan debris (sisa makanan). Kemampuan pengenceran dan pembersihan saliva dipengaruhi oleh laju aliran saliva (salivary flow rate). Semakin besar laju aliran saliva maka semakin besar kemampuan saliva dalam pengenceran dan pembersihan.5 5. Antibakteri Saliva mengandung komponen protein imunologi spesifik (IgA) dan non-spesifik
(lisozim,
laktoferin,
dan
mieloperoksidase)
yang
mencegah terjadinya penempelan bakteri pada rongga mulut dan mengatur keseimbangan flora pada rongga mulut.35 6. Pencernaan Saliva memiliki enzim α-amilase (ptialin) yang berfungsi memecah pati menjadi maltose, maltotriose, dan dextrins. Enzim ini sebagian besar disintesis oleh kelenjar parotis dan sebagian lainnya disintesis oleh kelenjar submandibularis. Enzim ini juga digunakan sebagai indikator dalam menilai fungsi kelenjar saliva.5 7. Keseimbangan cairan Dalam kondisi dehidrasi laju aliran saliva akan berkurang. Kemudian rasa kekeringan pada mulut dan informasi dari osmoreseptor akan menghasilkan penurunan produksi urin dan peningkatan keinginan untuk minum.35
2.1.3.3 Kandungan Saliva Kandungan air dalam saliva mencapai hingga 99% dan sisanya merupakan komponen-komponen saliva yang dalam keadaan larut disekresi oleh kelenjar saliva. Komponen-komponen tersebut dapat dibedakan atas komponen organik dan anorganik. Namun demikian, kadar komponen-komponen tersebut masih terhitung rendah dibandingkan dengan serum karena pada saliva bahan utamanya adalah air yaitu sekitar 99.5%. Komponen anorganik saliva antara lain: natrium,
11
kalsium, kalium, magnesium, bikarbonat, klorida, rodanida dan thiocynate (CNS), fosfat, dan nitrat. Sedangkan komponen organik pada saliva meliputi protein yang berupa enzim amilase, maltase, serum albumin, asam urat, kretinin, musin, vitamin C, beberapa asam amino, lisosim, laktat, dan beberapa hormon seperti testosteron dan kortisol.5 a. Komponen organik Komponen organik dalam saliva yang utama adalah protein. Protein yang secara kuantitatif penting adalah α-amilase, protein kaya prolin, musin dan imunoglobulin. b. Komponen anorganik Komponen anorganik di dalam saliva terdiri dari kation-kation, natrium (Na+ ) dan kalium (K+ ) mempunyai konsentrasi tertinggi dalam saliva. Karena perubahan di dalam muara pembuangan, Na+ menjadi jauh lebih rendah di dalam cairan mulut daripada di dalam serum dan K+ jauh lebih tinggi. Ion klorida merupakan unsur penting untuk aktifitas enzimatik αamilase. Kadar kalsium dan fosfat dalam saliva sangat penting untuk remineralisasi email dan berperan penting pada pembentukan karang gigi dan plak bakteri. Kadar fluoride di dalam saliva sedikit dipengaruhi oleh konsentrasi fluorida dalam air minum dan makanan. rodanida dan CNS- adalah penting sebagai agen antibakterial yang bekerja dengan sisitem laktoperosidase. Bikarbonat adalah ion buffer terpenting dalam saliva yang menghasilkan 85% dari kapasitas buffer.
2.1.3.4 Faktor yang Mempengaruhi Kandungan Kalsium Saliva Kalsium di dalam saliva (salivary calcium) adalah salah satu komponen yang terdapat di dalam saliva yang memiliki konsentrasi cukup tinggi selain natrium dan kalium yaitu 4-6mg/dl atau 1-1,5 mmol/L pada keadaan tidak terstimulasi.9 Salivary calcium berperan penting dalam proses demineralisasi dan remineralisasi enamel gigi dan proses pembentukan karang gigi. Kalsium memiliki fungsi proteksi terhadap gigi secara tidak langsung dengan cara menguatkan tulang rahang, menguatkan tautan antar gigi dan tulang, mencegah
12
terjadinya celah yang dapat menjadi jalan masuk bakteri ke dalam gigi, serta mencegah terjadinya inflamasi dan perdarahan.18, 31 Konsentrasi salivary calcium bervariasi tergantung pada salivary flow rate. Pertambahan salivary flow rate akan meningkatkan nilai derajat keasaman mulut (pH) dan konsentrasi kalsium pada saliva akan menyebabkan pertambahan kalsium fosfat. Dengan demikian, peningkatan konsentrasi salivary calcium akan menyebabkan terjadinya mineralisasi plak.5, 30 Kadar salivary calcium dipengaruhi oleh beberapa faktor:5, 18, 32 1. Salivary flow rate dapat mempengaruhi kadar komponen-komponen di dalam saliva. Apabila terjadi peningkatan salivary flow rate, maka konsentrasi salivary calcium meningkat. 2. Ritme biologis, dimana kadar ion kalsium lebih didapatkan menurun pada waktu pagi atau dini hari. 3. Stimulus. Kelenjar saliva yang lebih banyak berperan pada keadaan terstimulasi adalah kelenjar parotis, sementara pada keadaan tidak terstimulasi kelenjar submandibularis lebih banyak berperan dalam proses produksi saliva. 4. Penyakit seperti cystic fibrosis dan diabetes melitus dapat meningkatkan kadar salivary calcium. 5. Obat-obatan seperti pilokarpin dapat meningkatkan kadar salivary calcium.
2.1.3.5 Keseimbangan Kalsium-Fosfat Metabolisme kalsium-fosfat di dalam tubuh diatur oleh hormon paratiroid (PTH), kalsitonin, dan vitamin D. Regulasi dari metabolisme kalsium bergantung pada kontrol hormonal pada pertukaran antara cairan ekstraselular dengan tiga kompartemen lainnya yaitu usus, ginjal, dan tulang termasuk pada gigi. Pengaturan metabolisme kalsium di dalam tubuh meliputi dua aspek yaitu untuk homeostasis kalsium untuk mempertahankan konsentrasi ion kalsium bebas di plasma dengan melakukan pertukaran cepat antara ion Ca2+ pada tulang dengan cairan ekstraseluler, dan menjaga keseimbangan kalsium tubuh dengan cara mengatur jumlah abosrbsi kalsium di usus dan jumlah ekskresi kalsium di urin.25
13
99% kalsium di dalam tubuh terdapat pada tulang yang tersusun atas kristal hidroksiapatit yang menjadi sumber deposit kalsium terbesar pada tubuh. Tulang berperan dalam keseimbangan kalsium tubuh melalui proses bone remodeling yang terjadi secara terus menerus dan dipengaruhi oleh PTH, kalsitonin, dan vitamin D. Bone remodeling merupakan proses pembentukan (formation) dan pelepasan (resorption) tulang
yang bertujuan untuk
mempertahankan kemampuan mekanik tulang tetap maksimal dan untuk membantu mempertahankan kadar Ca2+ di dalam plasma. PTH memiliki dua peran penting pada tulang dalam meningkatkan kadar Ca2+ pada plasma yaitu menginduksi efluks konsentrasi Ca2+ secara cepat dari simpanan Ca2+ pada cairan tulang, dan mensitumlasi perpindahan lambat Ca2+ dan PO43- dari simpanan mineral tulang ke dalam plasma.25 Secara keseluruhan PTH menyebabkan peningkatan kadar dari Ca2+ di dalam plasma, namun sekresi dari PTH juga dipengaruhi oleh kadar Ca2+ di dalam plasma. Ketika kadar Ca2+ pada plasma menurun, maka sekresi dari PTH akan meningkat dan sebaliknya. Sementara kalsitonin bekerja berlawanan dengan PTH dimana kalsitonin berpengaruh dalam menurunkan kadar Ca2+ pada plasma dengan menurunkan perpindahan ion Ca2+ dari cairan tulang ke dalam plasma dan menghambat reabsorbsi dari ion Ca2+ dan PO43- di ginjal. Lain halnya dengan peran Vitamin D dalam metabolism Ca2+ adalah dengan meningkatkan absorbsi Ca2+ di usus.25
14
Gambar 2.4 Peran PTH dan Vitamin D dalam Mengatur Kalsium Plasma (Dikutip dari: Sherwood, 2012)
2.1.3.6 Pengaruh Salivary Calcium Terhadap Oral Hygiene Konsentrasi kalsium dalam saliva termasuk kedalam kadar yang rendah, dimana kadar konsentrasi normal kalsium dalam campuran saliva yang tidak terstimulasi adalah 4-6 mg/dL.6 Dalam kondisi lingkungan pH yang tinggi (alkali), kalsium dalam saliva cenderung untuk berperan penting dalam remineralisasi permukaan enamel gigi dengan membentuk kristal-kristal hidroksiapatit (Ca5(PO4)2 x OH) sedangkan dalam kondisi lingungan pH yang rendah (asam) kalsium berperan dalam mencegah perombakan atau perusakan dari enamel gigi.8 Dalam menilai tingkat oral hygiene, salah satu point yang dinilai adalah calculus index (indeks kalkulus), dimana kalkulus pada gigi merupakan gambaran plak bakteri-bakteri yang termineralisasi. Kalkulus tersusun atas 4 kristal kalsium fosfat yang berbeda, yaitu:
15
1. Brusit (Brucite/B) 2. Okta-kalsium fosfat (OCP) 3. Hidroksiapatit (HA) 4. Whitlockite (W) Pada keadaan pH yang asam dan kadar kalsium dalam saliva yang tinggi, Brusit dapat terbentuk dan kemudian dapat menjadi hidroksiapatit dan whitlockite. Jika plak pada supragingival termineralisasi, maka akan terbentuk okta-kalsium fosfat dan akan berubah secara bertahap menjadi hidroksoapatit.9 Salivary calcium berperan penting dalam pembentukan kalkulus supra atau subgingival apabila terdapat plak gigi yang belum termineralisasi, dimana plakplak tersebut berkaitan dengan tingkat oral hygiene yang buruk. Penelitian membuktikan bahwa ditemukan kadar salivary calcium yang tinggi pada pasien yang memiliki kalkulus gigi dibandingkan dengan pasien yang tidak memiliki kalkulus gigi.10
2.1.3.7 Metode Pengumpulan Saliva Terdapat beberapa metode yang sering digunakan dalam pengumpulan saliva, yaitu metode passive drool (draining), spitting, suction, dan absorbent. Penggunaan metode pengumpulan saliva diserahkan kepada tujuan dari peneliti dan disesuaikan dengan subjek penelitian. 33,34 1. Passive drool Metode passive drool merupakan metode yang telah banyak digunakan peneliti untuk menganalisa saliva. Saliva dikumpulkan dengan cara mengeluarkannya secara pasif ke dalam tabung penampung. Prinsip passive drool memiliki prinsip yang sama dengan metode draining.33,34 2. Spitting Metode spitting adalah metode pengumpulan saliva dengan cara mengumpulkan saliva pada dasar mulut kemudian subjek penelitian diminta untuk meludah ke dalam tabung penampung setiap 1 menit.34 3. Suction
16
Pada metode suction saliva dikumpulkan dengan cara diaspirasi secara terus-menerus dari dasar mulut ke dalam tabung dengan menggunakan alat saliva ejector atau aspirator.34 4. Absorbent Pengumpulan saliva menggunakan metode ini adalah dengan cara swab, cotton role, atau gauze sponge yang kemudian diletakkan di dalam tabung dan diputar dengan gerakan sentrifugal.34
2.1.4 Rokok Rokok menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah gulungan tembakau kira-kira sebesar kelingking yang dibungkus menggunakan nipah atau kertas, sedangkan merokok merupakan suatu aktivitas menghisap atau mengkonsumsi rokok (KBBI, 2008).27 Menurut fakta WHO, rokok telah membunuh sekitar 6 juta orang setiap tahunnya, dimana 5 juta diantaranya merupakan perokok aktif sedangkan 600.000 merupakan perokok pasif. Hampir 80% dari keseluruhan jumlah perokok di dunia terdapat pada negara dengan tingkat ekonomi rendah dan menengah.1
2.1.4.1 Kandungan Rokok dan Efeknya Terhadap Kesehatan Sudah merupakan sebuah rahasia umum bahwa rokok mengandung zat-zat yang berbahaya dan memberikan dampak negatif bagi kesehatan tubuh kita, terutama pada bagian tubuh yang langsung terpapar dengan asap rokok. Berbagai penelitian (Kozak 1954, dalam Adam 2006) telah menyebutkan bahwa setidaknya dari 4800 macam komponen kimia yang telah teridentifikasi, terdapat 100 komponen kimia yang terkandung dalam asap rokok yang berbahaya bagi kesehatan, antaralain:11
1) Nikotin, yang merupakan jenis alkaloid dan dapat mengakibatkan efek addiktif serta menimbulkan gangguan pada sistem kardiovaskular dan respirasi. 2) Tobacco Specific Nitrosamine (TSNA), terkandung di dalam rokok dalam jumlah yang sedikit yang bersifat karsinogenik.
17
3) Benzo-a-pyrine (B-a-P), merupakan residu bahan bakar pada pengovenan dengan pemanasan langsung yang juga merupakan senyawa karsinogen seperti TSNA 4) Residu pupuk dan pestisida, contohnya adalah arsen yang merupakan bahan yang terkandung dalam racun untuk hewan pengerat seperti tikus. 5) Karbon monoksida, yang memiliki afinitas terhadap hemoglobin (Hb) sebesar 200x lipat lebih kuat daripada oksigen sehingga menurunkan kadar HbO2 di dalam darah. 6) Non-Tobacco Related Material (NTRM), yaitu bahan-bahan asing yang terbawa oleh tembakau dari hasil produksi tembakau tersebut terutama plastik tali, pembungkus, dan lain-lainnya.
2.1.4.2 Efek Rokok terhadap Saliva Kandungan nikotin pada rokok dapat bekerja menstimulasi neuron postganglional sama seperti halnya asetilkolin (Ach) pada reseptor kolinergik nikotinik pada postganglion serat saraf simpatik.24 Penempelan Ach pada reseptor ini akan menyebabkan terbukanya kanal kation nonspesifik pada sel postganglional yang menyebabkan berpindahnya ion Na+ dan K+. Karena ion Na+ memiliki gradien elektrokimiawi yang lebih tinggi dibandingkan K+, maka lebih banyak Na+ yang masuk ke dalam sel dibandingkan K+ yang keluar sehingga menimbulkan potensial aksi pada sel postganglion.25 Potensial aksi tersebut akan menimbulkan pelepasan norepinefrin (NE) kepada reseptor alfa atau beta adrenergik pada sel target yang kemudian menyebabkan efek tertentu pada sel tersebut.36
Gambar 2.5 Reseptor Nikotinik pada Inervasi Saraf Simpatis (Dikutip dari: Tortora, 2011)
18
Pada sel asinar kelenjar saliva terdapat reseptor adrenergik, penempelan NE pada reseptor adrenergik di permukaan sel asinar di kelenjar saliva menyebabkan peningkatan laju aliran saliva dengan sifat sekresi yang lebih kental dan lebih mucous.36 Sekresi saliva diaktivasi pada saat pelekatan Ach pada reseptor muskarinik M3 dan pelekatan NE pada reseptor β-adrenergik. Kedua reseptor ini termasuk kedalam G-protein-coupled receptor (GPCR) yang diketahui memediasi respon pada hormon dan neurotransmitter. Penempelan ligand pada GPCR akan mengaktivasi subunit alfa dan subunit beta G-protein yang kemudian akan bekerja mengaktivasi target enzim. Target enzim dalam sekresi cairan adalah fosfolipase C (PLC) yang diaktivasi oleh subunit alfa (G-αq) dan pada sekresi protein adalah adenilil siklase yang diaktivasi oleh subunit alfa lain (G-αs). 35
Gambar 2.6 Neurotransmitter dan Aktivasi Enzim Intraselular (Dikutip dari: Wrigley Oral Health Program)
Ketika adenilil siklase teraktivasi, maka adenilil siklase akan merubah ATP menjadi cyclic-AMP (cAMP) yang merupakan second messenger, cAMP akan berikatan dengan cAMP-dependent protein kinase A (pKA) yang akan membuat pKA menjadi aktif. pKA yang teraktivasi kemudian melakukan fosforilasi dan mengaktivasi protein selular yang bertanggungjawab dalam mensintesis dan mensekresikan makromolekul yang terdapat di dalam saliva.35 Ketika PLC teraktivasi terbentuk inositol 1,4,5 trifosfat (IP3) dari pemisahan fosfatidil inositide 4,5, bifosfat (PIP2) sebagai second messenger. IP3 bekerja dengan berikatan pada reseptor pada endosom seperti retikulum
19
endoplasma dan melepaskan Ca2+ yang tersimpan didalamnya. Reseptor IP3 juga sensitif terhadap aktivitas Ca2+ di sitosol dan lebih lama terbuka ketika terjadi peningkatan ion Ca2+. Sifat reseptor ini dapat meningkatkan sifat perpindahan Ca2+ dari IP3+ dengan positive feedback yang dihasilkan oleh Ca2+ induced Ca2+ release (CICR). Sehingga sinyal Ca2+ ini secara aktif diperluas ke seluruh sel asinar dengan ‘ledakan’ dari Ca2+ yang dikeluarkan dari simpanannya, yang dipicu oleh IP3 dan diperkuat oleh Ca2+ dan dibawa oleh kedua reseptor IP3 dan ryanodine.35
Gambar 2.7 Peningkatan Aktivitas Ca2+ Intrasel oleh IP3 (Dikutip dari: Wrigley Oral Health Program)
Selain berperan penting dalam pengaturan sekresi, kalsium bersamaan dengan fosfat juga memiliki peran penting dalam homeostasis rongga mulut dan erat kaitannya dengan gigi. Kandungan mineral gigi larut dalam air dan gigi mudah mengalami demineralisasi pada larutan NaCl yang kaya akan bikarbonat. Untuk itu saliva mempertahankan kadar Ca2+ dan Fosfat yang cukup untuk mencegah demineralisasi dengan cara translokasi. Ca2+ yang terpompa keluar dari sel melewati membran apikal akan digantikan oleh Ca2+ yang ‘menembus’ sel dari dalam retikulum endoplasma. Influks Ca2+ yang terjadi antara membran basolateral melalui Influks store-operated Ca2+ akan mengisi kembali Ca2+ yang ada di dalam simpanan, sehingga Ca2+ dapat melakukan translokasi tanpa harus mengganggu proses selular yang hal tersebut sangat bergantung kepada kadar ion Ca2+ yang rendah.35
20
Sehingga rokok tidak mempengaruhi kandungan Ca2+ pada komposisi saliva secara langsung, namun kandungan nikotin pada rokok yang dapat merangsang simpatis seperti halnya Ach dapat meningkatkan stimulasi aliran saliva. Peningkatan salivary flow rate dapat meningkatkan kadar kalsium pada saliva. 5, 18, 32
Gambar 2.8 Mekanisme Translokasi Ca2+ (Dikutip dari: Wrigley Oral Health Program)
2.1.4.3 Indeks Merokok a. Indeks Brinkman Indeks Brinkman (IB) digunakan untuk mengukur derajat berat merokok. Indeks ini diukur dengan menggunakan jumlah rata-rata batang rokok yang dikonsumsi per hari dikalikan dengan lama seorang merokok (dalam tahun). Rumus dari indeks ini adalah sebagai berikut:12 𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝐵𝑟𝑖𝑛𝑘𝑚𝑎𝑛 (𝐼𝐵) =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 𝑅𝑜𝑘𝑜𝑘 𝑃𝑒𝑟 𝐻𝑎𝑟𝑖 (𝐵𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔) 𝑥 𝐿𝑎𝑚𝑎 𝑀𝑒𝑟𝑜𝑘𝑜𝑘 (𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛)
21
Dari hasil yang didapatkan dari rumus tersebut, dapat dilakukan penggolongan Indeks Brinkman sebagai berikut: •
0-199
= Perokok Ringan
•
200-599
= Perokok Sedang
•
≥ 600
= Perokok Berat
b. Smoking Index Smoking index merupakan index yang digunakan oleh Singh (2012) dalam penelitiannya di India, yang didefinisikan sebagai jumlah batang rokok yang dihisap per hari dikalikan dengan lama merokok dalam tahun. Konsep dari kuantifikasi menggunakan indeks ini didasarkan kepada paparan rokok (bidi – gulungan tembakau yang dibungkus dengan daun tandu) yang paling sering digunakan oleh masyarakat India. Didasarkan pada hal tersebut, penggolongan smoking index adalah sebagai berikut:13 I.
Bukan Perokok
IIa.
1-100
= Perokok Ringan
IIb.
101-300
= Perokok Sedang
III.
≥ 301
= Perokok Berat
22
2.2 Kerangka Teori Perokok
Jumlah batang rokok yang telah dikonsumsi (tingkat keparahan merokok)
Zat-zat yang terkandung pada rokok Tobacco Specific Nitrosamine (TSNA) Bersifat Karsinogenik
Benzoa-Pyrine (B-a-P)
Nikotin
↓ Jumlah Sel PMN ↓ Antibodi IgA dan IgG ↓ Rasio CD4+/CD8
Hasil Pembakaran dalam Asap Rokok
Sebagai Kemoatraktan Neutrofil Aktivasi Neutrofil
↓ Imunitas Saliva
Paparan Asap Panas
Reactive Oxygen Species (ROS)
Merusak sel-sel dinding mukosa rongga mulut
Kerusakan sel dan jaringan kelenjar saliva dalam rongga mulut
Faktor yang mempengaruhi Konsumsi makanan & minuman yang bersifat asam
Membentuk Free Radicals
Aktivasi fungsi proteksi saliva
Terdapat Karies Gigi
(+)
↑ Ambilan deposit ion Ca2+ pada gigi (demineralisasi gigi)
(+)
• • • • •
↑ Kadar Salivary Calcium ↑ Pembentukan kalkulus supragingival
Plak pada gigi lebih cepat mengeras
↓ Tingkat Kesehatan Gigi dan Mulut
↑ Paparan rongga mulut terhadap zat yang terkandung dalam rokok
↑ Risiko penyakit periodontal
Waktu Pengambilan Sampel Konsumsi Kapur Sirih Konsumsi Obat-obatan psikotropika Makan atau minum pada saat pengambilan sampel Penyakit Sistemik seperti Diabetes Melitus
23
2.3 Kerangka Konsep
2.4 Identifikasi Variabel Variabel-variabel yang digunakan di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: •
Variabel bebas/independen Variabel bebas atau variabel independen di dalam penelitian ini adalah tingkat keparahan merokok subjek perokok (diukur berdasarkan indeks Brinkman)
•
Variabel terikat/dependen Variabel terikat atau variabel dependen pada penelitian ini adalah kadar salivary calcium
24
2.5 Definisi Operasional No Variabel 1 Salivary Calcium
2 Tingkat Keparahan Merokok
3 NonPerokok
Definisi Operasional Kadar Komponen kalsium pada saliva dalam keadaan normal (tidak distimulasi) yang diukur dengan satuan mmol/L dengan LAQUAtwin HORIBA. Nilai normal salivary calcium adalah 1-1,5 mmol/L Penentuan derajat berat-ringannya merokok yang diukur berdasarkan indeks Brinkman, yaitu jumlah rokok yang dihisap dalam sehari (satuan batang) dikalikan dengan lama merokok dalam tahun Subjek penelitian yang tidak pernah merokok sebelumnya, atau pernah merokok namun sudah berhenti merokok setidaknya selama 5 tahun yang lalu.
Skala Ukur Numerik
Pengukur Peneliti
Alat Ukur Ca2+ meter LAQUAtwin HORIBA
Cara Ukur Sampel saliva diambil menggunakan mikropipet kemudian diletakkan pada alat
Peneliti
Kuesioner
Pengisian kuesioner dan wawancara
Kategorik
Peneliti
Kuesioner
Pengisian kuesioner dan wawancara
Kategorik
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan analitik bivariat tidak berpasangan potong lintang (cross sectional)
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama bulan Januari-Juni 2016 di daerah Kecamatan Ciputat Timur dan sekitarnya. Pengukuran kadar salivary calcium dilakukan di ruang Laboratorium Riset Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.3 Populasi dan Sampel Populasi target penelitian adalah laki-laki perokok dan non-perokok di Kecamatan Ciputat Timur. Populasi sampel penelitian adalah laki-laki perokok dan non-perokok di kawasan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan sekitarnya. Pemilihan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling.
3.3.1 Kriteria Inklusi Kriteria inklusi yang dimaksudkan di dalam penelitian ini adalah: 1) Laki-laki 2) Berusia antara 20 tahun hingga 55 tahun 3) Bersedia untuk turut serta dalam penelitian ini (informed consent) 4) Kriteria subjek perokok: •
Masih
merupakan
perokok
pengambilan sampel saliva 5) Kriteria subjek non-perokok: •
Tidak Pernah Merokok
25
aktif
pada
saat
dilakukan
26
•
Pernah merokok namun sudah berhenti sekurangnya selama 5 tahun yang lalu
3.3.2 Kriteria Eksklusi Kriteria eksklusi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah: 1) Tidak kooperatif 2) Sedang berpuasa ketika sedang dilakukan pengambilan sampel 3) Memiliki
penyakit
sistemik
yang
dapat
mempengaruhi
hasil
pengukuran kadar salivary calcium seperti diabetes melitus dan penyakit yang berhubungan dengan rongga gigi dan mulut. 4) Mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan psikotropika 5) Mengkonsumsi makanan atau minuman yang dapat mempengaruhi hasil pengukuran kadar salivary calcium.
3.4 Besar Sampel Penelitian Besar sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus sampel untuk penelitian analitik tidak berpasangan dengan variabel numerik. 2
(𝑍𝛼 + 𝑍𝛽)𝑆 � 𝑁1 = 𝑁2 = 2 � 𝑥1 − 𝑥2
Keterangan: N
= besar sampel
Zα
= kesalahan tipe I sebesar 5% = 1,645
Zβ
= kesalahan tipe II sebesar 20% = 0,842
(x1-x2) = selisih minimal yang dianggap bermakna = 0,05 S (standar deviasi) = Sg (standar deviasi gabungan), diperoleh menggunakan rumus:
Keterangan:
𝑆𝑔2 =
[𝑆12 × (𝑛1 − 1) + 𝑆22 × (𝑛2 − 1)] 𝑛1 + 𝑛2 − 2
Sg
= standar deviasi gabungan
S1
= standar deviasi kelompok 1 pada penelitian sebelumnya
27
n1
= besar sampel kelompok 1 pada penelitian sebelumnya
S2
= standar deviasi kelompok 2 pada penelitian sebelumnya
n2
= besar sampel kelompok 2 pada penelitian sebelumnya
Hasil perhitungan besar sampel yang dilakukan berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian Syahli MR pada tahun 2015, didapatkan hasil perhitungan sebagai berikut:
Sg2 Sg
𝑆𝑔2 =
[0,24596742 × (42 − 1) + 0,144582 × (13 − 1)] 42 + 13 − 2
= 0,05
= �0,05 = 0,2236
2
(𝑍𝛼 + 𝑍𝛽)𝑆 � 𝑁1 = 𝑁2 = 2 � 𝑥1 − 𝑥2
2
(1,645 + 0,842)0,2236 � 𝑁1 = 𝑁2 = 2 � 0,05
N1 = N2 = 2 �
0,0322
0,0025
�
N1 = N2 = 25,79 (dibulatkan menjadi 26) Berdasarkan hasil perhitungan tersebut menggunakan data dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Syahli MR pada tahun 2015, maka minimal besar sampel pada tiap-tiap kelompok yang dibutuhkan adalah 26 orang. Berdasarkan rule of ten, besar sampel yang dibutuhkan adalah 10 dikalikan dengan jumlah setiap variabel yang berpengaruh terhadap hasil pengukuran kadar salivary calcium yang tidak dapat dikontrol dengan kriteria eksklusi. Pada penelitian ini terdapat 2 variabel yang berpengaruh terhadap hasil pengukuran kadar salivary calcium yaitu subjek penelitian yang sedang diet atau mengkonsumsi makanan atau minuman pada saat pengambilan sampel dilakukan dan/atau memiliki penyakit yang mempengaruhi kadar salivary calcium seperti karies gigi, cystic fibrosis, atau penyakit sistemik seperti diabetes melitus sehingga besar sampel yang dibutuhkan adalah 20 orang untuk setiap kelompok.
28
Besar sampel pada penilitian ini mengambil angka sampel terbesar dari antara hasil perhitungan menggunakan rumus besar sampel penelitian analitik bivariat tidak berpasangan dan dengan rule of ten. Dengan demikian, pada penelitian ini besar sampel minimal yang dibutuhkan berjumlah 26 orang.
3.5 Alat dan Bahan Penelitian 3.5.1 Alat Penelitian Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tabung penampung 2. Corong 3. Mikrometer pipet dengan tip 4. HORIBA Ca2+ Meter LAQUAtwin 5. Kertas tisu 6. Masker dan sarung tangan 7. Stopwatch 8. Coolbox berisi es 9. Senter 10. Alat periksa gigi dan mulut
3.5.2 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah saliva dari subjek perokok dan aquades
3.6 Cara Kerja Penelitian Menentukan dan mencari subjek penelitian yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi Memberikan penjelasan kepada subjek penelitian mengenai penelitian serta
prosedur
pengambilan
saliva
dan
pemeriksaan
gigi,
serta
mendapatkan informed consent berupa tanda tangan subjek penelitian. Melakukan pemeriksaan gigi dan mulut yang dilakukan oleh dokter gigi dan dibantu oleh peneliti untuk menilai status gingivitis index (GI),
29
calculus index (CI), dan debris index (DI) untuk kemudian dilakukan perhitungan skor kesehatan gigi dan mulut (OHIS). Meminta subjek penelitian untuk menampung saliva menggunakan tabung penampung dan corong selama 5 menit sesuai instruksi yang diberikan. Setelah 5 menit, mengukur dan mencatat jumlah saliva yang terkumpul. Jika jumlah saliva kurang dari 2 mL, maka subjek diminta untuk menampung kembali salivanya hingga jumlah saliva dalam tabung mencapai 2 mL. Melakukan pengukuran kadar salivary calcium menggunakan HORIBA Ca2+ meter LAQUAtwin dengan terlebih dahulu melakukan kalibrasi dengan cairan standar khusus. Mengukur kadar salivary calcium menggunakan mikropipet yang telah dipasang tip dan diatur untuk mengambil sebanyak 100µL. Mengambil saliva subjek dan diteteskan pada bagian tengah alat pengukur hingga sensor pada alat pengukur telah sepenuhnya terendam oleh cairan saliva. Menunggu hingga angka pada layar alat pengukur berhenti berkedip, dan mencatat hasil yang muncul pada layar (dalam satuan ppm). Hasil yang telah dicatat kemudian dikonversi terlebih dahulu kedalam satuan mmol/L dengan cara membaginya dengan nilai massa atom Ca2+ yaitu 40,078 Semua sampel saliva pada penelitian ini dilakukan pengukuran sebanyak satu kali (simplo), namun pada beberapa sampel yang hasil pengukurannya meragukan maka dilakukan dua kali pengukuran (diplo).
30
3.7 Alur Penelitian Membuat Proposal Penelitian Mengajukan Ethical Clearence kepada Komisi Etik Pemilihan Subjek Penelitian berdasarkan kriteria Menjelaskan Prosedur dan Informed Consent kepada subjek penelitian Pengambilan data kuesioner dan sampel saliva dari subjek penelitian Pemeriksaan sampel Salivary Calcium di Lab Pengolahan Data Menggunakan Software
3.8 Identifikasi Variabel Penelitian Variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Variabel bebas/independen yang terdapat dalam penelitian ini adalah tingkat keparahan merokok yang ditetapkan berdasarkan indeks Brinkman b. Variabel terikat/dependen di dalam penelitian ini adalah kadar salivary calcium c. Variabel perancu di dalam penelitian ini adalah subjek penelitian yang sedang diet atau mengkonsumsi makanan atau minuman pada saat pengambilan sampel dilakukan dan/atau memiliki penyakit yang
31
mempengaruhi kadar salivary calcium seperti karies gigi, cystic fibrosis, atau penyakit sistemik seperti diabetes melitus.
3.9 Manajemen dan Analisis Data Data hasil pengisian kuesioner dan pengukuran salivary calcium dari subjek penelitian dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam tabel data induk menggunakan Microsoft© Excel 2010, kemudian dianalisis menggunakan software analisis data IBM SPSS v21.
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian Subjek penelitian berjumlah 110 orang yang terdiri dari perokok dengan kategori derajat ringan-sedang berjumlah 58 orang, perokok dengan kategori derajat berat berjumlah 20 orang serta subjek penelitian non-perokok berjumlah 32 orang.
4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian Perokok Karakteristik kebiasaan merokok 78 orang subjek perokok tercantum di dalam tabel 4.1 berikut.
Tabel 4.1 Karakteristik Perokok Subjek Penelitian (n=78) Karakteristik
Perokok Ringan-Sedang
Perokok Berat
N=58 (100%)
N=20 (100%)
Jumlah Rokok Perhari <11 Batang 11-20 Batang >20 Batang Median (Min-Maks)
17 (29,3%) 28 (65,5%) 3 (5,2%) 12 (2-24)
Lama Merokok <6 Tahun 6-10 Tahun >10 Tahun Rerata ± SD
0 (0%) 5 (25,0%) 15 (75,0%) 24 (15-40)
5 (8,6%) 11 (19,0%) 42 (72,4%) 18,24 ± 9,5
0 (0%) 0 (0%) 20 (100%) 31,5 ± 7,18
Dari tabel hasil penelitian diatas mengenai karakteristik kebiasaan merokok subjek penelitian didapatkan subjek perokok derajat ringan-sedang mengkonsumsi jumlah rokok perhari sebanyak 11-20 batang per harinya sebanyak 38 orang (65,5%) dengan nilai median 12 batang per hari sedangkan pada subjek perokok berat mengkonsumsi jumlah rokok per harinya paling banyak >20 batang per harinya yaitu sebanyak 15 orang (75,0%) dengan nilai median 24 batang per hari. Berdasarkan waktu lama merokok baik subjek perokok ringan-sedang dan perokok berat paling banyak telah merokok selama >10 tahun dengan nilai rerata 32
33
pada kelompok perokok ringan sedang 18,24 tahun dan nilai rerata pada kelompok perokok berat 31,5 tahun.
4.1.2 Hubungan Tingkat Keparahan Merokok dengan Salivary Calcium Hasil pengolahan data statistik mengenai perbandingan antara karakteristik merokok dengan kadar salivary calcium pada subjek perokok derajat ringansedang dengan subjek perokok derajat berat dapat dilihat pada tabel 4.2, tabel 4.3 dan gambar 4.1 sebagai berikut.
Tabel 4.2 Tingkat Keparahan Merokok dengan Salivary Calcium Salivary Calcium (mmol/L)
Karakte ristik
p value Mean ± SD
Status Me rokok Non-Perokok
0,55 ± 0,18
Perokok Ringan-Sedang
0,76 ± 0,26
Perokok Berat
0,95 ± 0,23
p < 0,001*
*Hasil Bermakna (p < 0,05)
Berdasarkan derajat merokok yang diklasifikasikan menggunakan indeks Brinkman didapatkan hasil nilai rerata salivary calcium pada subjek non-perokok, perokok ringan-sedang, dan perokok berat. Perokok dengan derajat berat lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rerata salivary calcium pada subjek perokok dengan derajat ringan-sedang, yaitu 0,95 ± 0,23 mmol/L pada perokok derajat berat dan 0,76 ± 0,26 mmol/L pada perokok derajat ringan-sedang sementara pada subjek non-perokok memiliki kadar rerata salivary calcium yang lebih rendah yaitu 0,55 ± 0,18 mmol/L.
34
Gambar 4.1 Boxplot Tingkat Keparahan Merokok dengan Kadar Salivary Calcium
Hasil pengujian nilai statistik menggunakan uji ONE Way ANOVA antara kelompok subjek non-perokok, perokok derajat ringan-sedang, dan dengan kelompok subjek perokok derajat berat menunjukkan nilai p value sebesar 0,000. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik antara nilai rerata salivary calcium antara non-perokok, perokok derajat ringan-sedang dengan perokok derajat berat. Hasil uji statistic lanjutan post-hoc menunjukkan hasil bermakna antara kelompok non-perokok dengan perokok ringan-sedang (p value < 0,001) dengan nilai mean difference 0,211, antara kelompok non-perokok dengan perokok berat (p value < 0,001) dengan nilai mean difference 0,396, dan antara kelompok perokok ringan-sedang dengan perokok berat (p value = 0,009) dengan nilai mean difference sebesar 0,184.
35
Tabel 4.3 Korelasi Tingkat Keparahan Merokok dengan Salivary Calcium Tingkat Keparahan Merokok
Correlation Coefficient p value N
Ca2+ (mmol/L) 0,509* <0,001** 110
*korelasi sedang **hasil bermakna (p < 0,05) Hasil uji statistik korelasi menggunakan korelasi spearman didapatkan nilai koefisien korelasi antara tingkat keparahan merokok dengan kadar salivary calcium sebesar 0,509. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif dengan tingkat korelasi sedang antara tingkat keparahan merokok dengan kadar salivary calcium, dimana korelasi positif menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat keparahan merokok maka kadar salivary calcium juga akan semakin tinggi. Pada hasil juga didapatkan nilai p < 0,001 yang berarti terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat keparahan merokok dengan kadar salivary calcium. Berdasarkan hasil data tersebut didapati bahwa kadar salivary calcium berhubungan yang bermakna dengan tingkat keparahan merokok. Salivary calcium dipengaruhi oleh tingginya tingkat keparahan merokok, dimana semakin tinggi tingkat keparahan merokok seseorang maka akan semakin tinggi kadar salivary calcium.
4.2 Pembahasan Penelitian ini diikuti oleh 78 orang subjek penelitian yang merupakan perokok aktif dengan usia diatas 20 tahun, dengan jumlah perokok dengan derajat merokok ringan-sedang sebanyak 58 orang dan jumlah perokok dengan derajat merokok berat sebanyak 20 orang. Dari hasil pengolahan data mengenai hubungan antara karakteristik merokok dengan kadar salivary calcium pada subjek perokok ringan-sedang dengan subjek perokok berat, secara bermakna didapatkan hasil nilai rerata kadar salivary calcium yang lebih tinggi pada subjek dengan derajat merokok berat yaitu 0,95 ± 0,22 mmol/L dibandingkan dengan nilai rerata salivary calcium
36
subjek dengan derajat merokok ringan-sedang yaitu 0,77 ± 0,25 mmol/L (p<0,05). Pada hasil uji statistik korelasi menggunakan korelasi spearman didapatkan nilai koefisien korelasi antara tingkat keparahan merokok dengan kadar salivary calcium sebesar 0,509 dengan p value<0,001 yang berarti bermakna. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif dengan tingkat korelasi sedang antara tingkat keparahan merokok dengan kadar salivary calcium, dimana korelasi positif menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat keparahan merokok maka kadar salivary calcium juga akan semakin tinggi. Hal tersebut sesuai dengan teori bahwa zat-zat yang terkandung di dalam rokok terutama nikotin akan menyebabkan perubahan komposisi dalam saliva sehingga menurunkan derajat keasaman (pH) rongga mulut.14 Ketika derajat keasaman (pH) rongga mulut turun dibawah tingkat tertentu maka akan terjadi pemecahan mineral gigi (kristal hiroksiapatit) yang disebut sebagai proses demineralisasi gigi dan melepaskan ion kalsium ke dalam saliva sehingga terjadi peningkatan kadar ion kalsium di dalam saliva.19,20 Alharbi tahun 2012 dalam penelitiannya menyatakan bahwa paparan terhadap nikotin dalam rokok dalam jangka waktu yang lama (kronik) menyebabkan anergi pada sel-T dengan mengganggu transduksi sinyal antigen receptor-mediated yang menyebabkan pengeluaran simpanan Ca2+ serta mengakibatkan peningkatan Ca2+ intrasel yang dapat menyebabkan kerusakan selular.15 Hal ini sejalan dengan penelitian lainnya yang telah dilakukan mengenai kadar salivary calcium pada perokok dan non-perokok. Al-Obaidi dalam penelitiannya pada tahun 2006 menyatakan bahwa kadar salivary calcium pada perokok lebih tinggi dibandingkan dengan non-perokok.16 Abed et al. tahun 2012 juga menyebutkan dalam penelitiannya bahwa kadar salivary calcium pada perokok secara bermakna lebih tinggi dibandingkan dengan non-perokok.17 Khan GJ et al. tahun 2005 pada penelitiannya juga menyebutkan bahwa ditemukan kadar salivary calcium yang lebih tinggi secara signifikan pada perokok dibandingkan dengan non-perokok.18 Namun pada semua penelitian tersebut tidak dijelaskan hubungannya dengan tingkat keparahan merokok pada perokok dengan kadar salivary calcium.
37
Pada hasil penelitian ini juga didapatkan hasil bahwa kadar salivary calcium baik pada kelompok non-perokok, perokok ringan-sedang, dan perokok berat lebih rendah daripada kadar normal salivary calcium (1-1,5 mmol/L), hal tersebut mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor di dalam penelitian ini yaitu waktu pengambilan yang dilakukan pada penelitian ini pada pagi hari dimana kadar salivary calcium lebih rendah dibandingkan waktu lainnya.5,18,32 Serta pengukuran kadar salivary calcium dilakukan menggunakan alat ukur HORIBA Ca2+ meter LAQUAtwin yang prinsip pengukurannya bergantung kepada sensor ion-selective electrode yang terdapat pada alat, sehingga pada penelitian ini perlu diikutsertakan pengukuran subjek non-perokok (32 orang non-perokok).28
4.3 Keterbatasan Penelitian Keterbatasan yang terdapat di dalam penelitian ini yang harus dipertimbangkan untuk penelitian selanjutnya antaralain sebagai berikut:
- Penentuan faktor-faktor inklusi dan eksklusi subjek penelitian hanya dengan menggunakan kuesioner.
- Peneliti menentukan populasi sampel adalah laki-laki perokok dan non-perokok di kawasan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan sekitarnya yang cakupannya dirasakan masih kurang luas sehingga jumlah sampel pada kelompok subjek perokok berat hanya didapatkan sebanyak 20 sampel.
4.4 Aspek Keislaman Tingginya kadar salivary calcium pada perokok menunjukkan kerusakan yang terjadi pada rongga mulut akibat konsumsi rokok jangka panjang. Paparan zat-zat toksik yang terkandung di dalam rokok menyebabkan kerusakan jaringanjaringan di dalam rongga mulut dan menyebabkan perubahan komposisi saliva yang dibutuhkan dalam proses fisiologis tubuh serta merupakan salah satu barrier tubuh terhadap patogen. Dari penelitian ini telah dibuktikan bahwa semakin banyak rokok yang dikonsumsi akan semakin parah kerusakan yang terjadi di dalam rongga mulut.
38
Ijtima’ Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 2009 telah menyatakan sepakat mengenai hukum merokok yaitu khilaf ma baiyna al-makruh wa al-haram atau antara makruh dan haram, serta merokok haram hukumnya apabila dilakukan di tempat umum, dilakukan oleh anak-anak, dan apabila dilakukan oleh wanita hamil.20 Dengan banyaknya hal-hal negatif yang ditimbulkan dari merokok, penulis menyarankan bagi para perokok khususnya untuk berhenti atau mengurangi konsumsi rokok agar dapat mengurangi dampak buruk yang ditimbulkannya kepada kesehatan tubuh. Di dalam al-Qur’an Allah SWT berfirman dalam surat al-Baqarah (2) ayat 192:
Artinya: “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah (2) : 195)
Dan juga di dalam surat al-A’raf (7) ayat 157 Allah SWT berfirman:
Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang
39
menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-A’raf (7) : 157) Dan juga hadits Nabi Muhammad SAW:
ررضال الو رارض Artinya: “Tidak boleh membuat mudlarat kepada diri sendiri dan tidak boleh membuat mudlarat kepada orang lain” (HR. Ibnu Majah)
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang didapatkan pada penelitian ini adalah terdapat hubungan yang bermakna antara salivary calcium dengan tingkat keparahan merokok (p < 0,05). Semakin tinggi tingkat keparahan merokok, maka semakin tinggi kadar salivary calcium. Didapatkan kadar kalsium saliva pada perokok dengan indeks Brinkman ringan-sedang (0,76 ± 0,26 mmol/L) secara bermakna lebih rendah dibandingkan dengan perokok dengan indeks Brinkman berat (0,95 ± 0,23 mmol/L) dan non-perokok (0,55 ± 0,18 mmol/L).
5.2 Saran Dari penelitian yang telah dilakukan terdapat beberapa saran untuk peneliti selanjutnya: 1. Pada penelitian selanjutnya diharapkan peneliti dapat menggunakan alat yang lebih obyektif (seperti rekam medis atau urinalisis) dalam menentukan subjek penelitian yang masuk ke dalam kriteria inklusi dan eksklusi. 2. Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti hubungan antara pengaruh rokok dengan komponen anorganik lain yang terdapat pada saliva dan hubungannya dengan derajat kesehatan gigi dan mulut. 3. Pada penelitian selanjutnya apabila meneliti mengenai peran rokok terhadap salivary calcium dapat meneliti perbedaan pengaruh jenis rokok elektrik (vaporizer) terhadap salivary calcium dibandingkan dengan jenis rokok biasa.
40
41
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. Global Adult Tobacco Survey (GATS): Indonesia report 2011. Jakarta: World Health Organization, Regional Office for South-East Asia; 2012 2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kemenkes RI. Riset kesehatan dasar 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2013 3. American Dental Hygienists Association (ADHA) [Internet]. Tobacco Use, Periodontal
Disease
dalam:
Access
Magazine
16
July
2010.
(https://www.adha.org/sites/default/files/7232_Tobacco_Use_Periodontal_ Disease_1.pdf) 4. Gautam, DK et al. Effect of Cigarette Smoking on the periodontal status: A comparative, cross sectional study. J Indian Soc Periodontol. 2011 OctDec; 15(4): 383-387. 5. Almeida de, Patricia Del Vigna, et al. Saliva Composition and Functions: A comprehensive review. March 2008. The Journal of Contemporary Dental Practice Vol. 9 Number 3. 6. Saladin KS, Porth CM. Salivary Glands, in: Anatomy and Physiology: The Unit of Form and Function. 6th Ed. Oxford University Press, New York. 1998. 7. Margaret J. Fehrenbach, and Jane Weiner [ebook]. Saunders Review of Dental Hygiene [December 2008; cited 22 October 2015]. Saunders: Elsevier Health Sciences. 8. Grays JA. Kinetics dissolution of human dental enamel in acid. J Dent Res.1982; 41(8): 633-645. 9. Friskopp J, Isacsson G. Mineral content of supragingival and subgingival dental calculus. A quantitative microradiographic study. Scand J Dent Res. 1984; 92: 417-423. 10. Shata A. Hassan, and Tahani A Al-Sandook [Internet]. Salivary Calcium Concentration in Patients with High Incidence of Calculus Formation
42
[Updated 2005; cited 22 October 2015]. Al-Rafidain Dent J. Vol. 5, No. 1, ISSN: 1812-1217 11. Samsuri Tirtosastro, dan A.S. Murdiyati [Internet]. Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 2(1), April 2010:33-43 [Updated 2009;
cited
2015
October
15].
Available
from:
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=185619 12. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di Indonesia [Internet]. [Cited 2015 October 15]. Available from: http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/konsensus-ppokisi1.html 13. Singh N, Aggarwal Ashutosh N, Gupta D, Behera D, Jindal Surinder K [Internet]. Quantified Smoking status and non-small cell lung cancer stage at presentation: analysis of a North Indian cohort and a systematic review of literature [Updated 2012; cited 2015 October 15]. J Thorac Dis 2012;4(5):474-484. DOI:10.3987/j.issn.2072-1439.2012.05.11. Available from: http://www.jthoracdis.com/article/view/439/html 14. Grover, Neeraj, et.al. Long-term effect of tobacco on unstimulated salivary pH. Journal of Oral and Maxillofacial Pathology. Vol.20 Issue 1 Jan – Apr 2016. 15. Alharbi, Waheeb DM. Electrolyte Changes in Cigarette Smoking. Pakistan Journal of Phamacology. Vol. 29, No. 1, January 2012. 16. Al-obaidi, W. Salivary calcium, potassium and oral health status among smokers and non-smokers (a comparative study). J Bagh Coll Dentistry. 2006; 18(2): 89-91. 17. Abed, Hamed Hayder, et al. Evaluation of calcium concentration in saliva of Iraqi male smokers. AJPS, 2012, vol. 11, No.1. 18. Khan GJ, Mehmood R, Salahuddin, Marwat FM, Haq I, Rehman J. Secretion of calcium in the saliva of long term tobacco users. J Ayub Med Col Abbottabad. 2005; 17(4): 1-3. 19. Bafghi AF, Tabrizi AG, Bakhshayi P. The effect of smoking on mineral and protein composition of saliva. Iranian Journal of Otorhinolaryngology. 2015 July; 27(4): 301-5.
43
20. Majelis Ulama Indonesia. Keputusan ijtima’ ulama komisi fatwa seIndonesia. Bagian ketiga. 2009. 21. Marieb, Elaine N., Patricia BW, and Jon Mallat. Marieb’s Human Anatomy. 6th Ed. San Francisco: Pearson Benjamin Cummings. 2012. 22. Sonneson M. On minor salivary gland secretion in children, adolescents, and adults. Swedish Dental Journal. 2011; 215: 14-9. 23. Tortora GJ, Derrickson B. The digestive system. In: Bonnie R, editor. Principles of anatomy and physiology. 12th ed. US: John Wiley & Sons, Inc; 2009. p. 930. 24. Guyton AC, Hall JE. Textbook of medical physiology. 12th Ed. Philadelphia: Elsevier; 2011. 25. Sherwood L. Sistem pencernaan. In: Sherwood L, author. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. 8th ed. Jakarta: EGC; 2012. p. 651-2. 26. Iida, Taichi et.al. Nicotinic receptor agonist-induced salivation and its cellular mechanism in parotid acini of rats. Autonomic neuroscience: basic &
clinical
161(1-2):81-6 · February
2011.
DOI:
10.1016/j.autneu.2011.01.003 27. Hasan A. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka; 2007. 28. HORIBA [Internet]. B-751 LAQUAtwin Compact Calcium Ion Meter Specification.
[Accessed:
2
October
2016].
Available
from:
http://www.horiba.com/application/material-propert.../details/b-751laquatwin-compact-calcium-ion-meter-17175/ 29. Syahli, Muhammad Reza. Peran Rokok Terhadap Kadar Kalsium Saliva. 2015. Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 30. Kasim, E. Merokok sebagai faktor resiko terjadinya penyakit periodontal. Jurnal Kedokteran Trisakti. 2001 January-April; 20(1): 9-15. 31. Lamria B. Analisa volume, pH dan kadar ion kalsium saliva yang distimulasi pada pecandu ganja di pusat rehabilitasi insyaf Medan tahun 2014 [skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2015 32. Moreira AR, Passos IA, Sampaio FC, Soares MSM, Oliveira RJ. Flow rate, pH and calcium concentration of saliva of children and adolescents
44
with type 1 diabetes mellitus. Braz J Med Biol Res. 2009 August; 42(8): 707-11. 33. Saliva Collection and Handling Advice 3rd ed. [Internet] 2013. [cited 2015 July 11]. Available from: https://www.salimetrics.com 34. Armand A. Perubahan pH saliva setelah mengkonsumsi minuman isotonik dan minuman produk olahan susu pada mahasiswa FKG USU [skripsi]. Medan: Universitas Sumetera Utara; 2010. 35. Whelton, Helen [Internet]. Introduction: the anatomy and physiology of salivary glands. Wrigley Oral Health Program. USA. [Accessed 10 August 2016].
Available
from:
https://www.stephenhancocks.com/wrigley/wrigley_ohp.pdf 36. Saladin [E-book]. Anatomy and Physiology – The Unity of Form and Function 3rd Ed. 2003. McGrawHill.
45
LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Informed Consent dan Kuesioner Responden Subjek Penelitian Kode Partisipan
No. Rekam Medik Tanggal
FORMULIR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN Judul Penelitian: Hubungan Kadar Protein Total pada Saliva Perokok berdasarkan Indeks Brinkman Hubungan Kadar pH pada Saliva Perokok berdasarkan Indeks Brinkman Hubungan Kadar Ion Kalsium pada Saliva Perokok berdasarkan Indeks Brinkman Perbedaan Salivary Flow Rate pada Saliva Perokok Kretek dan Perokok Non-Kretek Perbedaan Kadar pH pada Saliva Perokok Kretek dan Perokok Non-Kretek Peneliti Utama: Drg. Laifa Annisa Hendarmin, PhD Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatulah, Jl. Kertamukti Pisadngan Ciputat, Jakarta 15419, Telepon: 021-74716718, 021-7401925 Kontak pada Keadaan darurat: Peneliti Utama: drg. Laifa Annisa Hendarmin, PhD (0817-0710263)
Anda diminta untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Partisipasi Anda bersifat sukarela, dalam arti Anda bebas untuk turut serta atau menolaknya. Anda juga bebas berbicara karena kerahasiaan Anda terjamin. Sebelum membuat keputusan, anda akan diberitahu detail penelitian ini berikut kemungkinan manfaat dan risikonya, serta apa yang harus anda kerjakan. Tim peneliti akan menerangkan tujuan penelitian ini dan memberikan Formulir persetujuan untuk dibaca. Anda tidak harus memberikan keputusan saat ini juga, formulir persetujuan dapat anda bawa ke rumah untuk didiskusikan dengan keluarga, sahabat atau dokter Anda. Jika anda tidak memahami apa yang Anda baca, jangan menandatangani formulir persetujuan ini. Mohon menanyakan kepada dokter atau staf peneliti mengenai apapun yang tidak anda pahami, termasuk istilah-istilah medis. Anda dapat meminta formulir ini dibacakan oleh peneliti. Bila anda bersedia untuk berpartisipasi, anda diminta menandatangani formulir ini dan salinannya akan diberikan kepada anda. Apa tujuan penelitian ini? Tujuan penelitian ini untuk mengetahui keadaan rongga mulut para pria perokok mengukur
46
salivary flow rate, derajat keasaman, kadar ion kalsium, kadar protein total pada salivanya. Mengapa saya diminta untuk berpartisipasi? Anda diminta untuk berpartisipasi karena anda telah merokok rutin selama minimal 5 tahun dan telah memenuhi kriteria penelitian ini . Berapa banyak orang yang mengikuti penelitian ini? Seratus perokok akan mengikuti penelitian ini. Di mana penelitian akan berlangsung? Penelitian akan dilakukan di Medical Research Laboratory, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Apa yang harus saya lakukan? Jika memenuhi kriteria, anda akan diikutkan dalam penelitian. JIka anda setuju untuk mengikuti penelitian, maka Anda harus mengikuti seluruh prosedur penelitian termasuk mengisi rekam medis, pemeriksaan fisik, gigi dan mulut, dan pengumpulan saliva. Pengisian Rekam Medis untuk mengumpulkan informasi Anda akan mengisi rekam medis dengan sejumlah pertanyaan untuk mengetahui data pribadi, mengenai kesehatan dan kesejahteraan, jumlah rokok yang dikonsumsi, kebiasaan mengenai pola makan dan menjaga kebersihan rongga mulut serta, mengenai keluhan di rongga mulut. Pemeriksaan Fisik dan Gigi Mulut Anda akan menjalani pemeriksaan fisik berupa pengukuran berat badan dan tinggi badan. Pemeriksaan gigi untuk mengetahui adanya kelainan rongga mulut berupa radang gusi, kerusakan jaringan penyangga gigi, gigi berlubang, infeksi jamur rongga mulut, sudut bibir pecah-pecah dan meradang, sindroma mulut terbakar, serta pengukuran banyaknya ludah yang dihasilkan dan derajat keasaman saliva (ludah). Pengumpulan Saliva Anda akan diminta untuk mengumpulkan ludah selama kurang lebih 5 menit di dalam mulut, lalu meludahkannya ke dalam tabung steril. Ludah anda akan dikumpulkan kurang lebih sebanyak 1 mL. Berapa lama saya harus menjalani penelitian ini? Dapatkah saya berhenti dari penelitian sebelum waktunya? Penelitian ini akan memakan waktu maksimal 1,5 jam dengan rincian, 30 menit untuk mengisi rekam medis, 30 menit pemeriksaan fisik dan gigi mulut, 15 untuk pengumpulan ludah, dan 15 menit untuk pengisian kuisioner. Akankah saya mendapat kompensasi? Anda akan menerima souvenir dari Tim Peneliti untuk serangkaian penelitian ini. Souvenir ini diberikan sebagai tanda terima kasih atas partisipasi anda dalam penelitian ini. Anda juga dapat berkonsultasi masalah gigi, mulut, dan kesehatan secara umum kepada dokter dan dokter gigi. Siapa yang dapat saya hubungi bila mempunyai pertanyaan, keluhan, atau bertanya tentang
47
hak-hak saya sebagai subyek penelitian? Jika anda memiliki pertanyaan maupun keluhan berkaitan dengan partisipasi anda atau hak-hak sebagai subyek penelitian, anda dapat menghubungi peneliti utama pada nomor telepon yang tercantum di halaman pertama formulir ini, jika anggota tim peneliti tidak dapat dihubungi. Ketika anda menandatangani formulir ini, anda setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Ini berarti anda sudah membaca informed consent, pertanyaan anda telah dijawab, dan anda memutuskan untuk berpartisipasi
Nama Partisipan
Tanda tangan
Tanggal
Nama Pengumpul data
Tanda tangan
Tanggal
DATA PRIBADI Nama : ……………………………………………. Jenis Kelamin : L/P TTL : ……………………………………………. Alamat : …………………………………………………………………………………………………………. Telepon : ……………………….. HP : ………………………… Berat badan : ………………. Kg Tinggi Badan : ………………. Cm IMT : …….. (diisi peneliti) Pekerjaan : …………………….. Status Pernikahan : ……………. Agama : ……………. Penghasilan : /bulan 1. <1.500.000 ………………
2. 1.500.000-2.500.000
Pendidikan
: SMA/S1/S2/S3/ ………
3. 2.500.000-3.500.000
4. >3.500.000
5.
PENYAKIT SISTEMIK : (jawab dengan ADA atau TIDAK ADA dan obat-obatan) Hepatitis B/C : HIV : TBC : Diabetes Mellitus : Hipertensi : RIWAYAT GIGI DAN MULUT Kunjungan terakhir ke dokter gigi : Jenis Perawatan : Frekuensi & waktu sikat gigi : …….. kali/hari; pagi/ siang / sore / malam Penggunaan obat kumur : ya / tidak; …… kali/hari; Merek …………. Keluhan mulut kering :ya/tidak;sejak….. Hari/minggu/bulan/tahun Asupan air putih/hari : …… Gelas
48
KEBIASAAN MINUM KOPI Apakah anda mempunyai kebiasaan mengkonsumsi kopi? 1) Ya, …….. cangkir/hari 2) Tidak Jenis kopi yang biasa anda konsumsi : 1) kopi hitam 2) kopi susu 3) kopi luwak 4) lainnya ……. FREKUENSI MEROKOK 1. Apakah anda hampIr setiap hari merokok: 1) Ya 2) Tidak, berapa hari dalam seminggu anda merokok …… 2. Berapa rata-rata jumlah batang rokok yang anda habiskan dalam sehari :…….. batang/hari 3. Jenis rokok yang biasa anda konsumsi: 1) Kretek 2) Filter 3) Membuat sendiri 4) Lainnya: ……… 4. Sudah berapa lama anda merokok: ……….. tahun yang lalu 5. Apakah alasan anda pertama kali merokok? 1) iseng 2) penasaran/coba-coba 3) diajak/dipaksa teman 4) mencontoh orang tua 5) terlihat dewasa/keren 6) terlihat seperti tokoh idola 7) lainnya….. 6. Siapa yang pertama kali mepengaruhi anda untuk merokok 1) tidak ada 2) orang tua 3) saudara 4) teman 5) iklan 6) lainnya….. 7. Dimana biasanya anda merokok 1) di rumah 2) di tempat kerja 3) di tempat teman 4) di tempat umum 5) lainnya…. 8. Biasanya anda mendapatkan rokok darimana 1) orang tua 2) teman 3) beli sendiri 4) lainnya…
49
9.
Keadaan apa yang membuat anda merokok 1) saat bosan 2) saat stress/kesal/marah 3) merasa gugup/hilangkan ketegangan 4) saat mulut merasa tidak enak 5) saat santai/iseng 6) saat melihat orang merokok 7) lainnya….
KEINGINAN BERHENTI MEROKOK Diadopsi dari WHO 1. Apakah anda pernah mencoba berhenti merokok 1) Ya 2) Tidak (langsung ke pertanyaan No. 7) 2. Kapan anda mencoba berhenti merokok : ……………. Tahun yang lalu 3. Berapa kali anda berusaha berhenti merokok? ……. Kali 4. Apakah anda sukses dalam berhenti merokok pada saat itu? 1) Ya 2) Tidak 5. Berapa lama anda berhenti merokok pada saat itu? ……. Hari 6. Apa cara yang anda gunakan untuk berhenti merokok pada saat itu? 1) Ke dokter 2) Permen 3) Obat 4) Lainnya….. 7. Apakkah anda mau berhenti merokok? 1) Ya, karena….. 2) Tidak 8. Bagaimana tindakan keluarga saat anda merokok 1) Ditegur 2) Dibiarkan 3) Lainnya… 9. Seberapa besar pengaruh iklan dalam mempengaruhi anda merokok 1) besar sekali 2) besar 3) biasa saja 4) tidak ada pengaruh 5) sangat tidak ada pengaruh 10. Keadaan apa yang anda peroleh dari setelah merokok 1) memberi kenikmatan 2) memberi rasa percaya diri 3) membantu melepaskan rasa tertekan oleh masalah 4) dapat memusatkan konsentrasi 11. Menurut anda, apakah ada dampak merokok terhadap anda? 1) Ya, ada. Contohnya….. 2) Tidak 12. Menurut anda, adakah dampak rokok terhadap lingkungan?
50
1) Ya, ada. Contohnya…. 2) Tidak KETERGANTUNGAN TERHADAP NIKOTIN Diadopsi dari Fagerstrom Nicotine Dependence 1. Seberapa cepat anda merokok yang pertama kali setelah anda bangun tidur? 1) setelah 60 menit (0) 2) 31-60 menit (1) 3) 6-30 menit (2) 4) dalam 5 menit (3) 2. Apakah anda mengalami kesulitan untuk tidak merokok di daerah yang terlarang/dilarang merokok? 1) Tidak (0) 2) Ya (1) 3. Kapan paling sulit bagi anda untuk tidak merokok? 1) Merokok pertama kali pada apgi hari (1) 2) Waktu lainnya (0) 4. Berapa batang rokok anda habiskan dalam sehari? 1) 10 atau kurang dari itu (0) 2) 11-20 (1) 3) 21-30 (2) 4) 31 atau lebih (3) 5. Apakah anda lebih sering merokok pada jam-jam pertama bangun tidur dibandingkan dengan waktu lainnya? 1) Tidak (0) 2) Ya (1) 6. Apakah anda merokok walaupun sedang sakit sampai hanya tiduran ditempat tidur hampir sepanjang hari? 1) Tidak (0) 2) Ya (1) Kesimpulan : Jumlah Skor : ………………….. Interpretasi : ……………….. 1-2 : Ketergantungan rendah 5-7 : Ketergantungan sedang 3-4 : Ketergantungan rendah sampai sedang 8+ : Ketergantungan tinggi SALIVA Laju aliran saliva tanpa stimulasi pH Ion Ca 8 7 6 5 4
:
mL/menit
3
: : 2
1
1
2
3
4
Debris Index
Debris Index
Calculus Index
Calculus Index
CPITN
CPITN
5
6
7
8
51
8
7
6
CPITN
CPITN
Calculus Index
Calculus Index
Debris Index
Debris Index
5
4
3
2
1
1
2
3
4
5
6
GI tidak dapat digantikan
6
1
4
1
4
6
GI =
DEBRIS INDEX (DI) 0 : Tidak ada debris/stain 1 : Debris lunak yang menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi atau adanya stain ekstrinsik tanpa adanya debris pada permukaan gigi tersebut. 2 : Debris lunak yang menutupi lebih dari 1/3 permukaan gigi namun tidak lebih dari 2/3 permukaan gigi. 3 : Debris lunak yang menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi CALCULUS INDEX (CI) pengganti 21/41 0 : Tidak ada kalkulus 1 : Kalkulus supragingiva menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi 2: Kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 1/3 permukaan gigi namun tidak lebih dari 2/3 permukaan gigi dan/atau terdapat sedikit/bercak kalkulus supragingiva di servikal gigi 3 : Kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi dan/atau kalkulus supragingiva yang menutupi atau melingkari permukaan servikal gigi GINGIVAL INDEX (GI) tidak dapat digantikan 0 : Gingival normal 1 : Inflamasi ringan, sedikit perubahan warna, sedikit edema, tidak ada perdarahan saat probing 2 : Inflamasi sedang, kemerahan, edema & licin mengkilat, perdarahan saat probing 3: Inflamasi berat, kemerahan & edema yang jelas, ulserasi. Kecenderungan untuk perdarahan spontan.
7
8
52
Lampiran 2 Riwayat Hidup Penulis
Identitas Nama
: Ichtiarsyah Suminar
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Tempat, Tanggal Lahir
: Jakarta, 25 Juli 1995
Agama
: Islam
Alamt
: Jl. WR Supratman, Komplek Cempaka Hijau Blok D No. 13, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Banten, 15412
Email
:
[email protected]
Riwayat Pendidikan •
2001 – 2006
: SDN Kampung Utan 1 Ciputat
•
2007 – 2009
: SMPN 3 Kota Tangerang Selatan
•
2010 – 2012
: SMAN 4 Kota Tangerang Selatan
•
2013 – Sekarang
: Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas
Kedokteran
dan
Ilmu
Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta
Kesehatan