DETEKSI SALIVARY FLOW RATE PADA LAKI-LAKI PEROKOK DAN NON-PEROKOK Laporan Penelitian Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked)
DISUSUN OLEH ANDHIKA PANGESTU 1111103000066
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1435 H/2014 i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW, yang telah menjadi contoh teladan bagi penulis dalam menjalankan kehidupan. Laporan penelitian ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya karena adanya dukungan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:b 1. Prof. Dr (hc). dr. M.K Tadjudin,Sp. And selaku Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan arahan kepada penulis selama menempuh pendidikan di PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter atas bimbingan yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan di PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. drg. Laifa Annisa Hendarrmin, Ph.D selaku pembimbing 1 yang telah meluangkan waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing penulis dari awal melakukan penelitian hingga menyusun dan menyelesaikan laporan penelitian ini. 4. dr. Ibnu Harris Fadillah, Sp.THT-KL selaku pembimbing 2 yang telah memberikan masukan dalam penulisan proposal penelitian dan telah mencurahkan waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing penulis dalam menyusun dan menyelesaikan laporan penelitian ini. 5. dr. Flori Ratnasari, Ph.D selaku penanggung jawab modul riset yang selalu memberikan arahan dan mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan penelitian ini. 6. Ibu Endah Wulandari, S. Si, M. Biomed selaku PJ Laboratorium Biokimia, dan Ibu Zeti Harriyati, M. Biomed selaku PJ Laboratorium Biologi yang telah memberikan izin penggunaan laboratorium.
v
7. Mbak Lilis, Mbak Ai, Mbak Suryani dan laboran-laboran lain telah yang memberikan bantuan kepada penulis dalam pengambilan data. 8. Seluruh responden riset yang telah bersedia menjadi sampel pada penelitian ini, dan juga mas Andi yang membantu mengkoordinir responden saat pengambilan sampel. 9. Ayah dan Ibu atas limpahan kasih sayang yang telah diberikan, pengorbanan tanpa pamrih, dukungan yang tidak pernah putus, doa-doa yang selalu dipanjaatkan, serta dorongan dan semangat kepada penulis selama melaksanakan penelitian. Terima kasih atas segala kebaikan dan pelajaran hidup yang luar biasa hingga penulis telah beranjak dewasa. 10. Nenek dan adik atas dukungan dan semangat yang selalu diberikan kepada penulis. Terima kasih atas dukungan dan doanya selama ini 11. Teman-teman satu kelompok penelitian, Madinatul, Bimo, Dimas, dan Ayat. Terimakasih atas kerja sama, semangat pantang menyerah, serta dukungan selama melakukan penelitian ini bersama-sama. 12. Teman-teman, kakak-kakak dan adik-adik di PSPD dan teman-teman lain yang penulis kenal namun tidak sempat tersebutkan. Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan ritik dari berbagai pihak. Demikian laporan penelitian ini penulis susun, semoga dapat bermanfaaat dengan baik.
Ciputat, 15 September 2014
Penulis
vi
ABSTRAK Andhika Pangestu. Program Studi Pendidikan Dokter. Deteksi Salivary Flow Rate pada Pria Perokok dan Non-Perokok. Tujuan : Penelitian ini mendeteksi Salivary Flow Rate (SFR) pada pria perokok dan non-perokok. Metode : Penelitian ini melibatkan 30 subjek yang dibagi rata menjadi dua kelompok pria perokok dan non-perokok, sebagai kontrol. Seluruh subjek melewati tahap pemeriksaan fisik gigi dan mulut oleh dokter gigi dan pengumpulan saliva yang tidak terstimulasi. Pengukuran SFR ini dengan menggunakan metode passive drool. Hasil : Parameter klinis dari kesehatan gigi dan mulut (OHIS, PI, CI, GI, dan DMFT) lebih tinggi pada kelompok pria perokok dibanding pria non-perokok. SFR secara statistik tidak signifikan (p>0,05) lebih rendah pada pria perokok dibanding pria nonperokok: Kesimpulan : Merokok kemungkinan besar dapat mempengaruhi kesehatan mulut dan kualitas saliva yang dapat mengarah ke kondisi patologis Kata Kunci : Salivary Flow Rate, saliva, merokok, kesehatan mulut, passive drool ABSTRACT Andhika Pangestu. Medical Education Study Program. Detection of Salivary Flow Rate in Male Smokers and Non-Smokers. Aim : This study detected Salivary Flow Rate (SFR) in male smokers in comparison with male nonsmokers. Methods : The study comprised of 30 subjects divided equally between male smokers and non-smokers, as a control group. All subjects completed the physical examination of mouth and teeth by the dentist and unstimulated whole saliva were collected. Measurement of SFR were done using passive drool method. Results : The clinical parameters of oral health (OHIS, PI, CI, GI, DMFT) were higher in male smokers than male non-smokers. SFR was not significantly lower in smokers than non-smokers (p>0,05). Conclusions : Smoking can affect the oral health and quality of saliva which can lead pathological disease Key Word : Salivary Flow Rate, saliva, oral health, passive drool
vii
DAFTAR ISI Halaman LEMBAR JUDUL ................................................................................
i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................
iv
KATA PENGANTAR ..........................................................................
v
ABSTRAK .............................................................................................
vii
ABSTRACT ..........................................................................................
vii
DAFTAR ISI .........................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................
xii
DAFTAR TABEL ..................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
........................................................................
BAB 1. PENDAHULUAN ......................................................................
1
1.1 Latar Belakang ...................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ..............................................................
2
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................
2
1.3.1 Tujuan Umum ..........................................................
2
1.3.2 Tujuan Khusus ..........................................................
3
1.4 Manfaat Penelitian ..............................................................
3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................
4
2.1 Landasan Teori ...................................................................
4
2.1.1 Saliva ..........................................................................
4
2.1.2 Kelenjar Saliva ...........................................................
4
2.1.2.1 Kelenjar Saliva Major ...................................
5
2.1.2.2 Kelenjar Saliva Minor ....................................
5
viii
2.1.3 Komposisi Saliva .......................................................
6
2.1.4 Fungsi Saliva ..............................................................
7
2.1.4.1 Indera Perasa……………………………………… 8 2.1.4.2 Proteksi dan Lubrikasi ..........................................
8
2.1.4.3 Dilution and Cleaning ...........................................
8
2.1.4.4 Buffering System ...................................................
9
2.1.4.5 Integritas Enamel Gigi ...........................................
9
2.1.4.6 Digesti ....................................................................
10
2.1.4.7 Tissue Repair .........................................................
10
2.1.4.8 Antibacterial Properties ........................................
10
2.1.5 Regulasi Saliva ................................................................
11
2.1.5.1 Kontrol Sistem Saraf Parasimpatis .......................
11
2.1.5.2 Kontrol Sistem Saraf Simpatis .............................
13
2.1.6 Mekanisme Pembentukan Saliva .....................................
13
2.1.7 Efek Flow Rate pada Komposisi Saliva…………………14 2.1.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Saliva ......................
15
2.1.9 Salivary Flow Rate .........................................................
15
2.1.10 Metode Pengambilan Saliva…………………………... 16 2.1.11 Merokok ........................................................................
18
2.1.11.1 Komposisi Rokok ...............................................
18
2.1.11.2 Jenis Rokok ........................................................
19
2.1.11.3 Klasifikasi Perokok ............................................
19
2.1.11.4 Tahapan Perokok ................................................
21
2.1.11.5 Resiko Perokok ..................................................
21
2.1.12 Status Kesehatan dan Kebersihan Gigi serta Mulut……22 2.1.12.1 Nilai DI, CI, dan GI……………………………….23
ix
2.1.13 Efek Rokok terhadap Kesehatan Gigi dan Mulut……….24 2.1.14 Efek Rokok terhadap Saliva…………………………… 26 2.2 Kerangka Teori ......................................................................
27
2.3 Kerangka Konsep ....................................................................
28
BAB 3. METODE PENELITIAN .......................................................
29
3.1 Desain Penelitian ................................................................
29
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ..............................................
29
3.3 Kriteria Subjek Penelitian .....................................................
29
3.3.1 Kriteria Inklusi Umum ..................................................
29
3.3.2 Kriteria Eksklusi Umum ................................................
30
3.4 Besar Sampel Penelitian .....................................................
30
3.5 Alat dan Bahan Penelitian ………………………………….…31 3.6 Cara Kerja Penelitian ………………………………………… 31 3.7 Identifikasi Variabel .............................................................
32
3.8 Manajemen dan Analisis Data ............................................
33
3.9 Alur Penelitian .......................................................................
34
3.10 Definisi Operasional…………………………………….. ..
37
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................
38
4.1 Bagian Deskriptif .................................................................
38
4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian ................................
38
4.1.2 Status Kesehatan Gigi dan Mulut Subjek Penelitian…. 39 4.1.3 Salivary Flow Rate (SFR) Subjek Penelitian ..................................................................
41
4.2 Pembahasan ...........................................................................
43
BAB 5. SIMPULAN DAN SARAN .....................................................
47
5.1 Simpulan .............................................................................
47
x
5.2 Saran ...................................................................................
47
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
48
LAMPIRAN .............................................................................................
51
xi
DAFTAR SINGKATAN
CI
: Calculus Index
CO
: Karbon Monooksida
DMFT
: Decayed, Missing, and Filled Teeth
DI
: Debris Index
GATS
: Global Adult Tobacco Survey
GI
: Gingival Index
IL-1
: Interleukin 1
NAPZA
: Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif
RISKESDAS
: Riset Kesehatan Dasar
SD
: Sekolah Dasar
SFR
: Salivary Flow Rate
SMP
: Sekolah Menengah Pertama
SMA
: Sekolah Menengah Atas
OHIS
: Oral Hygiene Index Simplified
PT
: Perguruan Tinggi
WHO
: World Health Organization
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Anatomi Kelenjar Saliva………………………………..
6
Gambar 2.2
Tahapan Sekresi Saliva…………………………………
14
Gambar 2.3
Passive Drool…………………………………………..
17
Gambar 3.1
Pemeriksaan Gigi dan Mulut Responden……………..
32
Gambar 3.2
Pengambilan Sampel Saliva……………………………
32
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Nilai DI, CI, GI ……………………………………………..
23
Tabel 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian…………………………….
38
Tabel 4.2 Oral Hygiene Index dan Skor OHIS……………………….
39
Tabel 4.3 SFR pada Pria Perokok dan Non-Perokok…………………
41
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan 2. Foto Penelitian 3. Hasil Perhitungan Statistik SPSS 4. Riwayat Penulis
xv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rokok merupakan masalah kesehatan dunia. World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa terdapat 1,1 milyar orang penduduk dunia adalah perokok. Indonesia, memiliki 200 juta lebih penduduk, merupakan salah satu negara yang memiliki populasi perokok tertinggi di dunia dengan 46,8 persen laki-laki dan 3,1 persen perempuan.1,2 Sedangkan menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010, terjadi peningkatan jumlah perokok di Indonesia per tahun nya. Sekitar 65,6% laki-laki di Indonesia adalah perokok. Sedangkan berdasarkan data Global Adult Tobacco Survey (GATS) tahun 2011 terdapat 67% laki-laki dan 2,7% perempuan sebagai perokok aktif. 3,4 Merokok mempengaruhi kesehatan diri dan lingkungan. Rokok mengandung lebih dari 4.000 bahan kimia, diantaranya tar, nikotin, karbon monoksida, timah hitam, cadmium, hydrogen sianida, nitrous oxide, dan amoniak. Zat-zat toksik tersebut mengandung zat kimia yang dapat menyebabkan berbagai penyakit diantaranya penyakit jantung dan vaskular, kanker paru-paru, dan kanker mulut. Insidensi kanker mulut dan laring dilaporkan meningkat karena merokok. 5,6,7 Saliva sebagai salah satu bentuk sistem pertahanan rongga mulut, merupakan hasil sekresi eksokrin dengan komposisi 99 % air termasuk cairan elektrolit, protein dalam bentuk enzim, immunoglobulin, glikoprotein mukosa, albumin, dan beberapa oligopeptida. Saliva diproduksi oleh tiga kelenjar saliva utama yakni kelenjar parotid, submandibula, dan sublingual serta beberapa kelenjar saliva minor lainnya. Fungsi umum saliva antara lain sebagai indera perasa, proteksi, lubrikasi, dilution, cleaning, buffering system, menjaga integritas enamel gigi, digesti, perbaikan jaringan sekitar rongga mulut, dan juga komponen antibacterial. Keseluruhan komposisi cairan ini turut mempengaruhi dan menjaga
1
keseimbangan fisiologis rongga mulut dan gigi. Oleh karena itu, gangguan pada aliran saliva dapat mempengaruhi keadaan rongga mulut. 6,7,8 Merokok mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut serta SFR sebagai efek dari zat
karsinogenik, radikal bebas, dan efek panas yang ditimbulkan oleh asap
rokok. Seperti pada penelitian Khan et al tahun 2010 di Pakistan, terdapat penurunan Salivary Flow Rate (SFR) sebagai efek jangka panjang rokok terhadap produksi saliva oleh kelenjar saliva 6,7,8,9 Sedangkan Palomares et al tahun 2004 melaporkan bahwa merokok dapat meningkatkan SFR dalam jangka waktu yang pendek. Penelitian ini melibatkan 159 healthy volunteers di negara Spanyol. Sedangkan menurut penelitian Marwan et al tahun 2005 menyatakan bahwa pada subjek yang sudah cukup lama merokok dapat terjadi peningkatan SFR namun disertai dengan penurunan ion kalsium pada saliva 10,11 Tingginya pria yang merokok di Indonesia menyebabkan perlu dilakukannya penelitian untuk melihat bagaimana efek merokok ini terhadap SFR pada komunitas ini di Indonesia. Hingga saat ini belum ada laporan penelitian mengenai hal tersebut, terutama membandingkan antara pria perokok dengan pria non-perokok sebagai partisipan penelitian. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana Salivary Flow Rate pada pria perokok dan non-perokok?
1.3 Hipotesis Terjadi penurunan Salivary Flow Rate pada saliva pria perokok dibandingkan pada pria non-perokok.
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1
Tujuan Umum Untuk mengetahui Salivary Flow Rate pada pria perokok dan non-perokok
2
1.4.2
Tujuan Khusus -
Apakah terdapat perbedaan pada Salivary Flow Rate pada pria perokok dibanding pria non-perokok?
1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat untuk : 1.5.1
Bagi peneliti -
Merupakan syarat kelulusan preklinik Program Studi Pendidikan Dokter.
-
Menambah pengetahuan mengenai Salivary Flow Rate pada pria perokok dan pria non-perokok.
1.5.2
Bagi masyarakat Menambah pengetahuan mengenai dampak merokok terhadap kadar Salivary Flow Rate pada pria perokok dan non-perokok
1.5.3
Bagi civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta -
Sumber pengetahuan dan sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini
3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Saliva Saliva sebagai cairan pada rongga mulut yang diproduksi dan disekresikan oleh kelenjar saliva. Komposisi saliva didominasi oleh air (sekitar 98%) (setelah angka tidak spasi, langsung symbol persen) dan sisanya termasuk mucus, elekrolit dan enzim-enzim pada mulut. Saliva diproduksi oleh kelenjar saliva major dan kelenjar saliva minor yang berfungsi untuk menjaga homeostasis dalam rongga mulut. Saliva merupakan sekresi eksokrin yang memiliki komposisi sekitar 99 % air, termasuk kandungan elektrolit seperti sodium, potassium, klorida, kalsium, magnesium, bikarbonat, fosfat dan protein dalam bentuk enzim, immunoglobulin, glikoprotein mukosa, albumin dan beberapa jenis polipeptida dan oligopeptida. Semua komposisi cairan ini turut mempengaruhi keseimbangan kesehatan mulut dan gigi manusia. Selain dari komposisi cairan elektrolit dan protein yang terkandung pada saliva, saliva juga mengandung komponen glukosa dan nitrogen seperti urea dan ammonia. Zat-zat tersebut memiliki fungsi khusus masing-masing yang turut berpartisipasi dalam menjaga dan mempertahankan keseimbangan fisiologis rongga mulut dan gigi.8,12 2.1.2 Kelenjar Saliva Saliva disekresikan dan diproduksi oleh kelenjar saliva mayor dan kelenjar saliva minor. Kelenjar saliva mayor terdiri dari kelenjar parotid, kelenjar submandibular, dan kelenjar sublingual. Kelenjar parotid merupakan kelenjar saliva yang didominasi oleh cairan serosa, sedangkan kelenjar sublingual sebagai kelenjar saliva campuran yang didominasi oleh cairan mucus. Kelenjar parotid terletak pada bagian bawah telinga, pada bagian belakang ramus mandibula. Sedangkan kelenjar sublingualis terletak pada bagian bawah lidah. Kelenjar submandibular sebagai kelenjar saliva campuran yang terletak pada bagian bawah korpus mandibularis, 4
5
namun yang lebih dominan pada kelenjar saliva ini adalah cairan serosa. Sel mucus dapat menghasilkan saliva dengan viskositas yang tinggi, sel serosa dapat menghasilkan saliva dengan viskositas yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan cairan saliva yang diproduksi oleh sel mucus. 8,12,14 2.1.2.1 Kelenjar Saliva Major Kelenjar parotid sebagai salah satu kelenjar saliva terbesar yang terbentang secara inferior pada arkus zigomatikus menuju permukaan lateral dan posterior mandibula. Kelenjar saliva parotid memproduksi sekresi serosa yang mengandung banyak enzim amylase saliva. Enzim tersebut dapat menguraikan zat pati (amilum/kompleks karbohidrat). Aliran sekresi dari kelenjar parotid akan menuju suatu saluran yang disebut duktus parotid. Kelenjar saliva sublingual yang diselubungi oleh membrane mukosa pada bagian dasar mulutnya. Kelenjar saliva ini memproduksi sekresi mucus yang berfungsi sebagai buffer dan pelumas (lubrikan). Aliran sekresi dari kelenjar sublingual ini menuju duktus sublingualis yang terletak pada frenulum lingualis. Kelenjar saliva submandibular terletak pada bagian dasar mulut yang terbentang di sepanjang permukaan mandibula bagian dalam pada suatu lekukan (groove). Sel-sel pada kelenjar submandibula mensekresikan buffer, mucin (zat glikoprotein), serta enzim amylase. Aliran dari kelenjar submandibula terbentang di sepanjang mulut pada frenulum lingual menuju daerah posterior gigi.8,12,13,14 2.2.1.2 Kelenjar Saliva Minor Kelenjar saliva minor ini berperan dalam memproduksi sekitar 5 % dari sekresi air ludah selama 1 hari. Kelenjar saliva minor ini terdiri dari kelenjar labial (glandula labialis), kelenjar bukal (glandula buccalis), kelenjar Bladin-Nuhn (Glandula lingualis anterior), Kelenjar Von Ebner dan kelenjara Weber (Glandula lingualis posterior).8,12,13,14
5
Gambar 2.1 Anatomi Kelenjar Saliva Sumber : Martini, 2011
2.1.3 Komposisi Saliva Kelenjar saliva menghasilkan 1,0 sampa 1,5 liter saliva setiap harinya. Sekitar 99,4 persen air terkandung dalam saliva. Sekitar 0,6 persen meliputi elektrolit ( terutama Na, Cl, dan HCO3), buffer, glikoprotein, antibody, enzim, dan zat sisa. Musin sebagai salah satu zat glikoprotein, memiliki peranan penting dalam mengatur lubrikasi pada saliva. Hampir sekitar 70 persen saliva berasal dari kelenjar saliva submandibula, sedangkan sekitar 25 persen berasal dari kelenjar parotid serta sekitar 5 persen sisanya berasal dari kelenjar saliva sublingual. Buffers pada saliva bertujuan menjaga derajat keasaman mulut kita yang berkisar diantara 7,0. Hal tersebut mencegah akumulasi bakteri pada mulut. Kemudian, saliva juga mengandung antibody (IgA) dan lisozim. Keduanya memiliki peranan penting dalam mengatur populasi bakteri pada mulut. Secara garis besar komposisi saliva dibagi menjadi 2 komponen, yaitu komponen organic saliva dan komponen anorganik saliva. Komponen organic saliva terdiri dari protein yang meliputi enzim alfa-amilase, lisozim, kalikrein, laktoperosidase, musin. Sedangkan komponen anorganik saliva
6
terdiri dari Sodium, Kalium, Kalsium, Magnesium, Bikarbonat, Klorida, Fosfat, Nitrat, Potassium. 8,12,13,34,35 2.1.4 Fungsi Saliva Saliva memiliki peranan penting dalam mekanisme protektif bagi mulut seperti mampu mencairkan zat makanan yang bersifat iritatif dan panas sehingga tidak menimbulkan kerusakan pada mucosa buccal, membersihkan partikel makanan yang tersisa pada rongga mulut sehingga kebersihan dan higienitas rongga mulut tetap terjaga, memusnahkan bakteri yang bersifat pathogen pada rongga mulut sehingga resiko kejadian karies dental dan infeksi buccal. Sebagai contoh lisozim memiliki efek bakterisidal, IgA sebagai sistem imun melawan invasi bakteri dan virus, sedangkan laktoferrin memiliki mekanisme bakteriostasis termasuk mencegah multiplikasi bakteri. Selain itu, saliva juga berfungsi pada proses mengunyah dan menelan. Mukus saliva dapat melubrikasi makanan dan mukosa buccal serta membantu proses mastikasi, menelan, dan membentuk bolus makanan. Saliva juga dapat menguraikan zat pati (amilum) menjadi maltose melalui enzim alfa amylase (ptyalin) dan dapat menstimulasi penguraian trigliserida oleh enzim lingual lipase. Disamping itu, saliva juga memegang peranan penting dalam sensasi rasa, berbicara, fungsi ekskresi, dan pengaturan suhu tubuh (temperatur).
8,12,13,34,35
Secara garis besar, Saliva memiliki fungsi sebagai berikut 8,12,13 : 1) Membentuk lapisan mucus pelindung pada membrane mukosa yang berfungsi sebagai barrier terhadap irritant dan dapa mencegah kekeringan pada mulut. 2) Membantu membersihkan mulut dari makanan, debris sel, dan bakteri yang pada akhirnya akan menghambat pembentukan plak. 3) Mengatur pH rongga mulut karena mengandung bikarbonat, fosfat, dan protein amfoter. 4) Membantu menjaga integritas gigi karena mengandung kalsium dan fosfat. 5) Menyediakan komposisi mineral yang dibutuhkan email gigi.
7
6) Bersifat antibacterial dan antivirus karena mengandung antbodi spesifik (IgA secretory) dan juga mengandung lisozim, laktoferin, dan laktoperoksidase. 2.1.4.1 Indera Perasa Protein saliva, yaitu protein Gustin turut berperan dalam pertumbuhan dan maturasi gustatory buds.8 2.1.4.2 Proteksi dan Lubrikasi Lapisan seromucosal merupakan suatu lapisan yang dibentuk oleh saliva sebagai lubrikan dan proteksi berbagai macam jaringan pada rongga mulut dari pathogen eksogen. Saliva sebagai fungsi protektif, terdiri dari meminimalkan proses adhesi mikroorganisme pada permukaan jaringan di rongga mulut sehingga dapat menghambat kolonisasi bakteri dan jamur serta saliva memiliki enzim yang bersifat proteolitik terhadap suatu pathogen. Saliva juga mengandung musin (suatu protein yang memiliki komposisi karbohidrat yang tinggi) yang berfungsi sebagai lubrikan.8 2.1.4.3 Dilution and Cleaning Saliva memiliki fungsi sebagai substansi dilusi, disebakan karena konsistensi cairan saliva memiliki kemampuan pembersih secara mekanik terhadap zat-zat sisa (residu) dalam rongga mulut seperti non-adherent bacteria dan sisa-sisa makanan yang dikonsumsi (food debris). Semakin besar Salivary Flow Rate (SFR) , maka semakin besar juga kemampuan dilution & cleaning saliva terhadap zat-zat sisa (residu) dalam rongga mulut. Sedangkan apabila terjadi perubahan pada proses dilution & cleaning pada saliva, maka akan menyebabkan gangguan keseimbangan kesehatan pada rongga mulut dan gigi sehingga memungkinkan berbagai macam pathogen dari luar mudah masuk ke dalam tubuh manusia dan memudahkan proses terjadinya infeksi.8
8
2.1.4.4 Buffering System Secara fisiologis, saliva memiliki kemampuan buffering untuk menjaga rongga mulut dengan berbagai cara, diantaranya sebagai berikut : 8 1) Netralisasi
dan
membersihkan
zat
asam
yang
dihasilkan
oleh
microorganism pathogen penghasil asam (acidogenic), yang pada akhirnya mencegah demineralisasi enamel gigi 2) Mencegah kolonisasi pathogen oleh beberapa pathogen opportunistic dengan menstabilkan kondisi lingkungan rongga mulut. Sistem buffering ini sangat berperan dalam menjaga ketebalan biofilm dan bakteri flora normal pada komposisi cairan saliva normal. Protein saliva yang turut memegang peranan penting dalam meningkatkan pH biofilm setelah terpapar oleh karbohidrat terfermentasi adalah peptide Sialin. Ammonia sebagai produk reaksi metabolism urea dengan asam amino, merupakan suatu zat yang berbahaya karena bersifat sitotoksik pada jaringan gingival. Apabila terjadi kerusakan pada jaringan gingival, insidensi gingivitis akan meningkat pula. Terdapat 2 jenis buffering system, yaitu carbonic acid-bicarbonate system dan phosphate buffer system. Carbonic acidbicarbonate system lebih berperan pada kondisi saliva yang terstimulasi, sedangkan phosphate buffer system lebih berperan pada kondisi saliva yang tidak terstimulasi.8 2.1.4.5 Integritas Enamel Gigi Saliva memegang peranan penting untuk mempertahankan integritas fisik dan kimiawi dari enamel gigi dengan mengatur remineralisasi dan demineralisasi pada gigi. Faktor-faktor yang turut berpengaruh terhadap stabilitas enamel hydroxyapatite adalah konsentrasi aktif dari kalsium bebas, fosfat bebas, fluoride bebas, dan pH saliva. Konsentrasi kalsium saliva pada saliva flow sangatlah bervariasi tergantung pada kondisi pH saliva. Kalsium saliva dapat mengalami ionisasi sangat dipengaruhi oleh kondisi pH saliva. Inorganic orthophosphate pada saliva terdiri dari H3PO4,
9
H2PO4, HPO4, PO4. Konsentrasi dari ion-ion tersebut dipengaruhi juga oleh pH saliva pada saliva flow.8 2.1.4.6 Digesti Saliva memiliki beberapa fungsi pada proses digesti, yaitu membantu proses pencernaan awal terhadap zat pati (amilum) dan turut berperan dalam pembentukan bolus-bolus makanan. Saliva juga mengandung enzim alfa-amilase (ptyalin). Enzim ptyalin berfungsi memecah zat pati (amilum) menjadi maltose, maltotriosa, dan dextrin.8 2.1.4.7 Tissue Repair Perbaikan jaringan pada perdarahan jaringan oral lebih cepat dengan menggunakan saliva. Ketika saliva dipadukan dengan darah pada suatu eksperimen, waktu koagulasi nya menjadi lebih cepat dibandingkan proses koagulasi pada normal nya.8 2.1.4.8 Antibacterial Properties Saliva memiliki komponen protein immunologis dan protein nonimmunologis sebagai antibacterial properties. Secretory immunoglobin A (IgA) merupakan komponen immunologis saliva terbesar. Ig A dapat menetralisasi virus, bakteri, dan toksin enzim. IgA bertindak sebagai antibody yang berikatan dengan antigen bakteri sehingga dapat menghambat
perlekatan pathogen pada jaringan
rongga mulut. Sedangkan protein saliva non-immunologis terdiri dari lysozyme, lactoferrin, dan peroksidase,
glikoprotein musin, agglutinin, histatin, proline kaya
protein, statherin dan cystatine. Lisozim dapat menghidrolisis dinding sel bakteri dan mengaktivasi autolysin yang dapat menghancurkan secara langsung komponen dinding sel bakteri. Bakteri gram negative bersifat lebih resisten terhadap enzim ini karena bakteri tersebut memiliki komponen tambahan berupa lapisan eksternal pada dinding sel nya yaitu lapisan lipopolisakarida. Lactoferrin berfungsi sebagai zat fungisidal, antivirus, antiinflamasi, dan sebagai zat immunomodulator berikatan
10
dengan ion besi bebas yang menyebabkan efek bakteriocidal atau bacteriostatic pada mikroorganisme pathogen yang membutuhkan ion besi untuk dapat bertahan hidup seperti bakteri jenis Streptococcus mutans. Peroksidase atau sialoperoksidase juga memiliki efek antimicrobial disebabkan kemampuannya sebagai katalisator oksidasi ion thiocyanate saliva oleh hydrogen peroksida sebagai zat substansi antibacterial. Proline kaya protein dan statherin dapat menghambat proses presiitasi garam kalsium fosfat dan pertumbuhan kristal hydroxypatite pada permukaan gigi dan dapat mencegah pembentukan salivary dan dental calculus. Cystatin berkaitan dengan pembentukan film dan mengatur keseimbangan kristal hydroxyapatite. Histatin memiliki kemampuan antimicrobial untuk melawan bakteri Streptococcus mutans dan menghambat hemoagglutinasi periopathogen Porphyromonas gingivallis. Histatin ini dapat menetralisasi lipopolisakarida membrane eksternal bakteri dengan tipe gram negative. Agglutinin saliva, sebagai protein yang terglikosilasi tinggi sangat berkaitan dengan protein saliva dan secretory IgA sebagai komponen yang berperan dalam proses agglutinasi bakteri.8 2.1.5 Regulasi Saliva Sekresi Saliva dimulai dari sinyal afferent yang berasal dari reseptor sensory pada mulu yang dimediasi oleh nervus trigeminal, facial, dan glosssopharyngeal. Sinyal afferent ini membawa impuls saraf yang berasal dari mekanoreseptor yang telah teraktivasi pada ligamentum periodontal (masticatory salivary reflex) dan yang berasal dari kemoreseptor taste bud pada papilla lingual (gustatory salivary reflex) menuju salivary nuclei pada medulla oblongata di otak. Kemudian nuclei salivary menyampaikan informasi ke bagian efferent yang terdiri dari 2 cabang yaitu sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis.8,12,13,34 2.1.5.1 Kontrol Sistem Saraf Parasimpatis Kelenjar parotid mendapatkan suplai dari serabut parasimpatis (preganglion) yang berasal dari nucleus salivary inferior ( Nukleus dorsalis nervus IX) pada medulla. Serabut preganglion melintasi nerve timpanic dan nervus petrosal superficial
11
menuju ganglion otic, sedangkan serabut postganglionnya melintas dari ganglion otik bersamaan dengan nervus auriculotemporal menuju glandula parotid. Sedangkan kelenjar submandibular dan sublingual disuplai oleh serabut parasimpatis yang berasal dari nucleus salivary superior (Nukleus dorsalis nervus VII). Serabut preganglion melintasi nervus intermedius (bagian sensory nervus VII) bersamaan dengan nervus facialis menjauhi percabangan korda timpani menuju nervus lingualis. Sedangkan serabut postganglionnya, berasal dari ganglia yang berdekatan dengan glandula menuju glandula yang sudah tersuplai oleh aliran darah. Kontrol sistem saraf parasimpatis ini dapat menimbulkan 2 jenis reflex, yaitu reflex terkondisi dan reflex tak terkondisi. Refleks terkondisi ini dipengaruhi oleh indra penciuman, pengecapan, dan penglihatan sehingga dapat meningkatkan sekresi saliva.8,12,13,34 Sedangkan reflex tak terkondisi diakibatkan oleh stimulasi reseptor pada rongga buccal. Berikut adalah jenis reseptor,
afferent, efferent pada reflex tak
terkondisi.8,9,10 1) Mekanoreseptor Diakibatkan oleh stimulasi taktil pada lidah, mulut dan faring 2) Jalur afferent taktil Terbentang sepanjang percabangan nervus trigeminus (seperti nervus lingual, buccal,
dan
palatine),
percabangan
nervus
vagus,
dan
nervus
glossopharyngeus 3) Kemoreseptor Terstimulasi oleh sensasi rasa dan rangsangan kimiawi pada makanan 4) Pusat Saliva Terdapat pada nuclei salivary superior dan inferior 5) Efferent Serabut efferent dari nucleus salivary superior akan merangsang kelenjar saliva submandibula dan sublingual, sedangkan serabut efferent dari nucleus salivary inferior akan merangsang kelenjar parotid
12
2.1.5.2 Kontrol Sistem Saraf Simpatis Serabut preganglion dari lateral horn cells pada segment T1 dan T2 korda spinalis dan memasuki paravertebral simpatis melalui akar ventral menuju sinaps pada ganglion cervical superior, sedangkan serabut postganglionnya terletak di sepanjang percabangan arteri carotid dan menyuplai 3 kelenjar saliva bersamaan dengan pasokan darahnya.8,12,13 2.1.6 Mekanisme Pembentukan Saliva Mekanisme pembentukan saliva melalui 2 proses utama yaitu : 8,12,13,34,35 1) Sekresi primer saliva Sel acinar pada kelenjar saliva mensekresikan saliva yang pertama menuju duktus saliva. Saliva yang pertama kali terbentuk ini (initial saliva) lebih bersifat isotonic (memiliki konsentrasi Na, Cl, K, dan HCO3 yang sama dengan plasma)
2) Modifikasi Saliva Sel ductal pada bagian tubular duktus saliva dapat merubah komposisi initial saliva melalui proses-proses sebagai berikut : a) Reabsorpsi Na dan Cl Reabsorpsi Na dan Cl yang terjadi pada sel ductal ini mengakibatkan konsentrasi ion-ion tersebut menjadi lebih rendah jika dibandingkan dengan konsentrasi plasma. b) Sekresi K dan HCO3 Sekresi K dan HCO3 ini diakibatkan oleh aktivitas sel ductal, yang mengakibatkan konsentras ion-ion tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan konsentrasi plasma
13
Gambar 2.2 Tahapan Sekresi Saliva Sumber : The Journal of Medical Investigation Vol.56 2009
2.1.7 Efek Salivary Flow Rate pada Komposisi Saliva Pada kondisi SFR , proses reabsorpsi dan sekresi terjadi dalam waktu yang singkat jika dibandingkan dengan sekresi primer saliva oleh sel acinar. Apabila terjadi peningkatan SFR , dapat menyebabkan perubahan konsentrasi ion sebagai berikut : 8,12,13,34,35 1)
Konsentrasi ion Na dapat meningkat pada kisaran 80-90 mEq/L
2)
Konsentrasi ion Cl dapat meningkat pada kisaran 50 mEq/L
3)
Konsentrasi ion K menurun pada kisaran 15-20 mEq/L
4)
Konsentrasi ion HCO3 dapat meningkat pada kisaran 50-70 mEq/L
Sedangkan pada SFR yang rendah , proses modifikasi saliva lebih dominan jika dibandingkan dengan sekresi primer saliva oleh sel acinar. Apabila terjadi penurunan SFR maka dapat menyebabkan perubahan konsentrasi ion sebagai berikut : 8,12,13,14 1) Konsentrasi ion Na dapat menurun pada kisaran 15-20 mEq/L 2) Konsentrasi ion HCO3 dapat menurun pada kisaran 10-15 mEq/L
14
3) Konsentrasi ion K dapat meningkat pada kisaran 25-30 mEq/L 4) Konsentrasi ion Cl dapat menurun pada kisaran 15-20 mEq/L 2.1.8 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Saliva Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi laju sekresi saliva : 8,12,13,14 1) Faktor Kimiawi, misalnya efek rasa yang ditimbulkan oleh makanan 2) Faktor Mekanis, misalnya sebagai akibat dari proses mengunyah yang terlalu kuat 3) Faktor Neuronal, misalnya aktivasi sistem saraf simpatis dan parasimpatis 4) Faktor Psikis, misalnya faktor psikologis seperti stress 5) Rangsangan rasa sakit, misalnya terdapat gangguan pada mulut maupun gigi 2.1.9 Salivary Flow Rate Pada saat kondisi istirahat (tanpa aktivitas fisik yang berat, stimulasi dari luar, dan efek dari obat), aliran saliva yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkan dengan pada saat mendapatkan stimulasi dari luar. Sedangkan, jika dalam keadaan terstimulasi secara eksogen, maka tubuh merespon untuk meningkatkan produksi cairan saliva sekitar 50-90% . Pada kondisi normal, pada umumnya produksi saliva berkisar antara 1- 1,5 liter. Salivary flow rate merupakan suatu indikator untuk pengukuran SFR yang terstimulasi dan salivary flow yang tidak terstimulasi . SFR terbagi menjadi 3 kelompok yaitu normosalivasi, SFR rendah, dan hiposalivasi 8,12,13,34,35
Pada usia dewasa, rentang normal untuk SFR yang terstimulasi berkisar antara 1-3 mL/min, SFR yang dikatakan rendah apabila berkisar antara 0,7-1,0 mL/min, sedangkan SFR yang dikatakan hiposalivasi yaitu kurang dari 0,7 mL/min. Sedangkan kadar normal SFR tanpa terstimulasi adalah 0,25-0,35 ml/min, indeks saliva flow rendah berkisar antara 0,1-0,25 mL/min, sedangkan SFR yang termasuk hiposalivasi adalah kurang dari 0,1 mL/min. Pada kondisi istirahat, aliran saliva berkisar pada 0,3 mL/min. Apabila rata-rata aliran saliva pada kondisi istirahat di
15
bawah 0,1 mL/min maka disebut hiposalivasi, sedangkan apabila nilai rata-rata aliran saliva pada kondisi istirahat di atas 0,3 mL/menit maka disebut hipersalivasi.8,12,13,14 Sedangkan nilai normal SFR yang distimulasi berkisar 1,0-3,0 mL/menit. Apabila terletak dibawah 0,7 mL/menit maka disebut hiposalivasi, sedangkan apabila diatas 3,0 mL/menit disebut hipersalivasi.8,12,13,14 Salivary flow rate sangat berkaitan dengan viskositas saliva. Viskositas saliva merupakan derajat kekentalan suatu cairan saliva. Viskositas saliva dipengaruhi oleh suhu, apabila suhu semakin meningkat maka viskositas saliva akan menurun. Sebaliknya, apabila suhu semakin menurun maka viskositas saliva akan meningkat. Viskositas saliva juga dipengaruhi oleh jumlah konsentrasi larutan, semakin tinggi konsentrasi larutan maka viskositas saliva semakin tinggi. Sebaliknya, apabila jumlah konsentrasi larutan semakin rendah maka viskositas saliva semakin rendah.8,12,13,34,35 2.1.10 Metode Pengambilan Saliva Subjek
terlebih dahulu diinstruksikan untuk tidak mengkonsumsi baik
makanan ataupun minuman (kecuali air putih) 1 jam sebelum dilakukannya pengambilan saliva. Subjek juga diminta untuk memperhatikan waktu untuk pengumpulan saliva dan tidak secara sengaja mengumpulkan sebanyak-banyaknya air liur (saliva) . Subjek dalam keadaan tenang, dengan posisi kepala dianjurkan untuk condong ke depan dan mulut dalam kondisi tetap terbuka serta mengumpulkan saliva setiap 1 menit sekali dengan cara membiarkan air liur (saliva) mengalir pada wadah yang telah disediakan sebelumnya. Kemudian dengan pengumpulan saliva dalam kondisi tanpa terstimulasi, saliva yang terdapat pada tabung wadah penelitian digoyang-goyangkan agar menyatu pada wadahnya. Setelah itu, dicatat hasil volume air liur (saliva) yang terdapat pada wadah tersebut. Jika mencari nilai SFR , maka volume saliva yang didapatkan sebelumnya dibagi oleh satuan waktu (dalam menit). Sehingga didapatkan nilai SFR dengan satuan mL per menit. Jika sudah didapatkan nilai SFR nya, kemudian dibagi dalam beberapa kategori yaitu hiposalivasi , SFR rendah, normosalivasi, hipersalivasi.15
16
Berikut ini adalah beberapa metode pengumpulan saliva yang biasanya digunakan dalam penelitian adalah passive drool, spitting, suction, dan absorbent. 15 a. Passive Drool Metode pengumpulan saliva dengan cara mengeluarkan saliva secara pasif ke suatu wadah penampungan
b. Metode Spitting Dalam metode ini, air liur (saliva) dikumpulkan pada bagian dasar mulut dan subjek diinstruksikan untuk membuang air liur (saliva) ke dalam wadah penampung setiap 1 menit.
c. Metode Suction dan Absorbent Dalam
metode suction ,
air liur
(saliva) diaspirasi dengan
menggunakan saliva ejector atau dengan aspirator. Sedangkan metode absorbent yaitu mengumpulkan saliva dengan menggunakan bahan penyerap seperti swab, cotton roll, atau gauze sponge, kemudian diletakkan dalam tabung dan kemudian diputar secara sentrifugal. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan jenis metode passive drool , dimana subjek diinstruksikan untuk membuang saliva 17
pada wadah penampungan kemudian dihitung selama 1 menit. Subjek diinstruksikan untuk tidak makan, minum ataupun merokok sebelum atau saat dilakukan pengambilan sampel saliva dari subjek perokok ataupun subjek non-perokok. 2.1.11 Merokok Merokok
merupakan suatu kegiatan yang dilakukan seseorang dengan
membakar tembakau dan menghirupnya. Pembakaran tembakau tersebut dilakukan dalam suatu komponen pelapis seperti kertas maupun dalam pipa. Ketika seseorang merokok, suhu pada ujung tembakau yang dibakar mencapai angka 900 celcius, sedangkan suhu yang terdapat pada ujung pipa atau rokok yang terkena bibir dan dihisap adalah 30 celcius.16,17 2.1.11.1 Komposisi Rokok Rokok mengandung sekitar 4000 komponen-komponen. Komponen toksik rokok utama adalah tar, nikotin, dan karbon monoksida. Zat-zat toksik tersebut antara lain : 16,17 1) Karbon monoksida Gas CO mempunyai kemampuan mengikat hemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah (eritrosit) lebih kuat dibandingkan dengan oksigen. Sehingga menyebabkan kekurangan pasokan oksigen ke jaringan 2) Nikotin Nikotin yang terkandung di dalam asap rokok antara 0,5 – 3 ng dan semuanya diserap, sehingga di dalam cairan atau plasma antara 40 – 50 g/ml. Efek nikotin
menyebabkan
perangsangan
terhadap
hormone
katekolamin
(adrenalin) yang bersifat memacu jantung dan tekanan darah 3) Tar Kadar tar pada rokok antara 0,5 – 35 mg per batang. Tar dapat memicu timbulnya kanker pada paru-paru dan jalan nafas 4) Kadmium 18
Kadmium adalah zat yang dapat menjadi toksin bagi jaringan tubuh terutama ginjal 5) Hidrogen Sianida Merupakan jenis gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan memiliki rasa 6) Nitrous Oxid Merupakan jenis gas yang tidak berwarna 7) Amoniak Merupakan gas yang tidak bewarna yang terdiri dari nitrogen dan hydrogen 2.1.11.2 Jenis Rokok Komponen dasar dari rokok merupakan tembakau, yang kemudian terbagi menjadi filter ataupu jenis non-filter. Rokok kretek merupakan rokok yang dengan atau tanpa filter yang menggunakan tembakau rajangan sebagai bahannya yang digulung dengan menggunakan kertas sigaret, sedangkan rokok campuran merupakan rokok yang dihisap oleh perokok dalam periode/kurun waktu yang tidak menetap dengan jenis rokok kretek ataupun rokok putih. Rokok filter merupakan rokok yang pada bagian ujungnya terdapat bahan gabus, sedangkan rokok non-filter merupakan rokok yang pada bagian ujungnya tidak ditemukan adanya gabus. 16,17 2.1.11.3
Klasifikasi Perokok
Perokok merupakan orang yang telah merokok 1 batang atau lebih setiap hari sekurang-kurangnya selama 1 tahun, namun apabila orang tersebut sempat tidak merokok selama 1 bulan disebut sebagai riwayat perokok. Sedangkan jika seseorang selama 5 tahun berhenti merokok maka disebut sebagai mantan perokok.16,17 Menurut Sitopoe (2000), perokok diklasifikasikan menjadi 4 tipe yaitu : 16,17 a. Perokok ringan adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok antara 1-10 batang perhari.
19
b. Perokok sedang adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok antara 11-20 batang perhari Perokok berat adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok lebih dari 20 batang perhari. Derajat merokok seseorang dapat diukur dengan indeks Brinkman, merupakan hasil perkalian antara jumlah batang rokok yang dihisap dalam sehari dikalikan dengan lama merokok dalam 1 tahun yang diklasifikasikan sebagai berikut : 36 1) Perokok ringan
: 0-200 batang per tahun
2) Perokok sedang
: 200-600 batang per tahun
3) Perokok berat
: lebih dari 600 batang per tahun
Sedangkan menurut penelitian Leffondre tahun 2002 menyatakan bahwa status merokok seseorang dapat dibagi menjadi never smoker dan ever smoker. Never smoker adalah seseorang yang selama hidupnya tidak pernah merokok atau seseorang selama kurang dari 1 tahun. Sedangkan ever smoker adalah seseorang yang memiliki riwayat merokok sedikitnya satu batang tiap hari selama sekurang-kurangnya satu tahun baik yang masih merokok ataupun yang sudah berhenti. 37 Sedangkan derajat merokok dapat ditentukan juga oleh kuantitas batang rokok per hari dan durasi merokok nya. Jumlah batang rokok per hari dapat digolongkan menjadi 37 : 1) Perokok ringan
: Pasien yang merokok kurang dari 20 batang per hari
2) Perokok berat
: Pasien yang merokok lebih dari 20 batang per hari
Sedangkan durasi merokok dapat digolongkan menjadi : 37 1) Perokok ringan
: Pasien yang merokok kurang dari 20 tahun
2) Perokok berat
: Pasien yang merokok lebih dari 20 tahun
20
2.1.11.4 Tahapan Perokok Selain itu, menurut Leventhal dan Clearly tahapan seseorang menjadi perokok antara lain : 16,17 1. Tahap preparation : tahap dimana seseorang mulai membayangkan kenikmatan rokok melalui apa yang didengar atau secara visual 2. Tahap initiation : tahap dimana sesorang mulai memutuskan apakah ia akan melanjutkan konsumsi rokok atau tidak 3. Tahap becoming smoker : tahap dimana seseorang mulai rutin mengkonsumsi rokok 4 batang perharinya 4. Tahap maintainance of smoking : tahap dimana seseorang mulai menjadikan kebiasaan merokok sebagai suatu kegiatan yang ditujukan untuk mendapatkan efek biologis yang menyenangkan 2.1.11.5 Resiko Perokok 1) Kanker Sekitar 30 % dari kasus kematian di dunia, pada umumnya disebabkan oleh kebiasaan merokok. Dikabarkan bahwa lebih dari 25% perokok lebih mudah menderita kanker paru-paru dibandingkan dengan masyarakat yang tidak merokok.18
2) Penyakit Jantung Pada perokok aktif, mempunyai resiko terkena penyakit jantung sekitar 3 kali dari masyarakat yang tidak merokok.18 3)Penyakit paru Pada perokok aktif didapatkan bahwa angka kematian akibat bronchitis ataupun emfisema berkisar 10 kali lebih tinggi pada perokok itu sendiri.18 4)Osteoporosis Angka kejadian osteoporosis pada wanita perokok meningkat apabila dibandingkan dengan wanita non-perokok.18 21
5)Kelainan pada gigi, kulit, dan rambut
Perokok aktif lebih muda menderita penyakit gigi, mempercepat penuaan pada kulit, serta reiko kerontokan dan rambut beruban meningkat.18 2.1.12 Status Kesehatan dan Kebersihan Gigi dan Mulut
Kesehatan dan kebersihan gigi dan mulut dapat dinilai dengan menggunakan indeks yang hasilnya didapat dari pemeriksaan fisik gigi dan mulut. Terdapat beberapa indeks yaitu Oral Hygiene Index Simplified (OHIS) adalah indeks untuk menentukan status kebersihan mulut seseorang yang dinilai dari Debris Index (DI) dan Calculus Index (CI) yang menunjukkan adanya sisa makanan/debris dan kalkulus (karang gigi) pada permukaan gigi. Plaque index (PI) digunakan untuk mengukur ketebalan plak pada permukaan gigi. Gingival index (GI) digunakan untuk menilai keadaan gusi seseorang dengan melihat keparahan gingivitis berdasarkan warna gusi, konsistensi dan kecenderungan untuk berdarah. Decayed, missing, and filled teeth (DMFT) digunakan untuk melihat jumlah gigi yang berlubang, hilang dan jumlah gigi yang ditambal.
19,20
Oral Hygiene Index Simplified (OHIS) merupakan suatu indeks yang biasa digunakan untuk menentukan tingkat kebersihan mulut seseorang dengan memperhatikan nilai Debris Index (DI) dan Calculus Index (CI). Pada pemeriksaan OHIS ini menurut Greene dan Vermilion, bagian gigi yang diperiksa adalah 6 permukaan gigi yakni empat permukaan gigi posterior dan dua permukaan gigi anterior. Permukaan gigi pada bagian posterior yang diperiksa adalah molar pertama atau molar kedua. Bagian yang diperiksa adalah molar atas pada sisi bukal dan molar bawah pada sisi lingual. Sedangkan permukaan gigi bagian anterior yang diperiksa adalah permukaan labial dari incisivus satu kanan atas dan insisivus satu kiri bawah. Namun jika, pada kedua bagian gigi anterior tidak ada, maka dapat dilihat dar insisivus satu pada sisi yang berlawanan dari midline 19,20
22
Skor OHIS didapatkan dari rumus perhitungan nilai DI dijumlahkan dengan nilai CI. Ketika didapatkan hasil skor OHIS baik dimana skor OHIS mencapai 0,0-1,2, skor OHIS sedang mencapai 1,3-3,0, serta skor OHIS buruk mencapai 3,1-6,0 19,20
2.1.12.1 Nilai DI, CI, dan GI Pemeriksaan DI digunakan untuk melihat apakah terdapat debris yang melekat pada gigi. CI adalah suatu index untuk mengetahui apakah terdapat kalkulus atau tidak pada gigi seseorang. 19,20 Sedangkan pada pemeriksaan GI dilakukan untuk menentukan derajat peradangan pada gingival dan kerentanan untuk mengalami pendarahan. Dikatakan inflamasi ringan ketikan skor GI diantara 0,1-10, inflamasi sedang 1,1-2,0, serta inflamasi berat 2,1-3,0. 19,20 Nilai Debris Index (DI)
Nilai Calculus Index (CI)
2 : Debris lunak menutupi 3 :
Kalkulus
lebih dari 1/3 permukaan, menutupi
Nilai Gingival Index (GI)
supragingival 3 : Inflamasi hebat pada
lebih
dari
2/3 gingival
tetapi tidak lebih dari 2/3 permukaan gigi.
merah
permukaan gigi.
tulserasi
tampak terang ,
,
warna edema
cenderung
pendarahan spontan.
1 : Debris lunak menutupi 2 : Kalkulus supragingival lebih 2 : Inflamasi gingiva sedang tidak
lebih
permukaan gigi.
dari
1/3 dari 1/3 tetapi tidak lebih dari tampak warna kemerahan , 2/3 permukaan gigi.
edema, terdapat pendarahan saat probing.
0 : Tidak ada debris/sisa 1 : makanan
yang
Kalkulus
supragingival 1 : Inflamasi ringan pada
menempel menutupi tidak lebih dari 1/3 gingiva tampak perubahan
23
pada gigi.
permukaan gigi.
warna , sedikit edema , tidak terdapat pendarahan saat probing
0
: Tidak terdapat kalkulus.
0 : Gingiva normal (Tidak ada inflamasi)
-
3 : Debris lunak menutupi lebih
-
dari 2/3 permukaan gigi.
2.1.13 Efek Rokok terhadap Kesehatan Gigi dan Mulut Merokok dapat mengganggu keseimbangan fisiologis rongga mulut, termasuk gigi dan mulut. Efek rokok terhadap kesehatan gigi dan mulut dipengaruhi oleh intensitas dan lamanya merokok, kuantitas jumlah rokok yang dikonsumsi dalam sehari, jenis rokok yang dikonsumsi, dan bagaimana prosedur merokok nya. Sehingga, semakin banyak jumlah rokok yang dikonsumsi, semakin sering intensitas merokok dan lamanya merokok secara langsung dapat meningkatkan kejadian kerusakan pada gigi dan mulut. Rokok dapat menimbulkan gangguan pada mukosa di sekitar rongga mulut yang mudah terpapar efek langsung dari rokok tersebut
21
Zat karsinogenik pada rokok dapat mempengaruhi secara langsung pertahanan tubuh host, kerusakan matriks ekstraseluler, dan proses alamiah penyembuhan luka. Merokok dapat menyebabkan penurunan fungsi imun saliva yaitu penurunan sel PMN, penurunan antibodi dalam saliva seperti IgA dan IgG serta penurunan rasio CD4+/CD8 pada komposisi cairan saliva sehingga dapat meningkatkan akumulasi jumlah bakteri anaerob pada rongga mulut. Merokok juga dapat meningkatkan produksi sitokin proinflamasi berupa TNF alfa, IL 1, dan PGE sehingga dapat menyebabkan
kerusakan
pada
matriks
24
ekstraseluler.
Merokok
juga
dapat
menyebabkan perubahan vaskularisasi gingival yaitu dilatasi pembuluh darah kapiler yang disertai dengan akumulasi mediator proinflamasi pada gingival. Apabila terjadi berkelanjutan, maka dapat memicu proses inflamasi berlebih pada gingival (gingivitis). Jika terjadi terus menerus, dapat mengakibatkan penipisan kolagen pada jaringan lunak gingival yang terpapar serta memungkinkan juga timbulnya periodontitis. 21,22 Efek panas yang ditimbulkan akibat merokok dapat menyebabkan kerusakan lokal pada mukosa mulut, yaitu meningkatkan laju aliran saliva dan konsentrasi ion Kalsium pada saliva perokok. Rongga mulut yang sering terpapar oleh asap rokok dan komponen yang terkandung di dalamnya dapat menjadi toksik bagi jaringan lunak pada sekitar rongga mulut sehingga dapat mempengaruhi status kesehatan dan kebersihan rongga mulut. 21,22 Sedangkan dampak merokok yang terus menerus dapat meningkatkan keparahan rusaknya jaringan periodontal. Diantaranya adalah sebagai berikut : a) Poket Penambahan celah antara gigi dan gusi atau yang biasa disebut sulkus gingival b) Inflamasi gingival Derajat keparahan dari inflamasi gingival sangat dipengaruhi oleh status oral hygiene subjek nya. Jika status oral hygiene buruk, maka semakin tinggi kemungkinan timbulnya inflamasi gingival. Sedangkan jika status oral hygiene baik, maka semakin rendah kemungkinan timbulnya inflamasi gingival
c) Resesi gingival Biasanya menyertai gangguan periodontal, yaitu periodonitis
25
2.1.14 Efek Rokok terhadap Saliva Zat karsinogenik pada rokok dapat mempengaruhi fungsi dari sel ataupun jaringan pada kelenjar saliva sehingga dapat menyebabkan penurunan produksi kelenjar saliva. Hal tersebut merupakan efek jangka panjang rokok terhadap saliva. Penurunan SFR tersebut dapat meningkatkan angka kejadian mulut kering pada perokok, dan jika berlangsung terus menerus maka dapat menyebabkan xerostomia. Penurunan SFR dapat mengakibatkan fungsi saliva sebagai lubrikan, cleansing, zat pertahanan tubuh terganggu.Sehingga dapat mempengaruhi status kesehatan dan kebersihan gigir-rongga mulut. Sedangkan, efek panas yang ditimbulkan akibat konsumsi rokok secara langsung dapat merusak intergritas mukosa mulut sehingga dapat menyebabkan perubahan sekresi saliva.22
26
2.3 Kerangka Teori
Rokok
Kandungan Rokok
Zat Karsinogenik
Merusak pertahanan tubuh host
Kandungan Asap Rokok
Radikal Bebas
Nikotin
Mempengaruhi vaskularisasi salivary gland
Merusak matriks ekstraseluler
Menurunkan fungsi PMN
Sitokin proinflamasi dan mediator inflamasi (IL-1, TNF alfa, PGE, dan MMPs)
Rasio CD4/CD8 menurun Penurunan produksi antibodi
Kerusakan sel dan jaringan kelenjar saliva
Salivary Flow Rate menurun
Produksi saliva menurun
Mempengaruhi salivary gland
Faktor kimiawi seperti makanan, minuman Faktor mekanis Faktor Neuronal (Persarafan simpatis > parasimpatis) Faktor psikis seperti stress Gangguan pada mulut maupun gigi Konsumsi obat yang mempengaruhi kondisi saliva
Efek panas rokok
27
2.4 Kerangka Konsep
Merokok
Kandungan rokok dan asap rokok
Kerusakan sel dan jaringan kelejar saliva
Mempengaruhi salivary gland
Produksi saliva menurun
Salivary Flow Rate menurun
Faktor kimiawi seperti makanan, minuman
Variabel yang diteliti
Faktor mekanis Faktor Neuronal (Persarafan simpatis > parasimpatis)
Varibel perancu
Faktor psikis seperti stress Gangguan pada mulut maupun gigi
Variabel terikat
Konsumsi obat yang mempengaruhi kondisi saliva 28
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik bivariat dengan desain penelitian potong lintang. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan selama bulan November 2013 – Juli 2014 dan pengukuran Salivary Flow Rate dilakukan di Medical Research Laboratory, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3.3 Kriteria Subjek Penelitian 3.3.1 Kriteria inklusi umum 1) Laki-laki 2) Usia 15-50 tahun 3) Dapat membuka mulut 4) Tidak memiliki riwayat penyakit sistemik yang berhubungan dengan kelenjar saliva (seperti Diabetes Mellitus , kanker) 5) Tidak mengkonsumsi alkohol dan NAPZA 6) Kriteria partisipan perokok: -
Perokok aktif saat pengambilan sampel saliva
-
Merokok dengan jumlah minimal 1 batang setiap hari
-
Saat pengambilan saliva, partisipan tidak meminum obat dan mengkonsumsi makanan ataupun minuman yang dapat mempengaruhi Salivary Flow Rate partisipan
Kriteria partisipan non-perokok: -
Bukan perokok aktif saat pengambilan sampel saliva
Bersedia menyetujui lembar informed consent
29
3.3.2 Kriteria eksklusi umum 1) Sedang berpuasa pada saat pengambilan saliva 2) Tidak dapat berpartisipasi karena keadaan psikologis yang buruk (gaduh gelisah, agitasi, nutrisi buruk) 3.4 Besar Sampel Penelitian Besar sampel dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus besar sampel penelitian analitik tidak berpasangan dengan variabel numerik yakni sebagai berikut :
Keterangan: Zα = kesalahan tipe I sebesar 5% = 1,645 Zβ = kesalahan tipe II sebesar 20% = 0,842 (X1 – X2) = selisih minimal yang dianggap bermakna = 0,05 (berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Khan et al pada tahun 2010) S = Sg = standar deviasi, diperoleh dengan rumus:
Sg = standar deviasi gabungan S1 = standar deviasi kelompok 1 pada penelitian sebelumnya n1 = besar sampel kelompok 1 pada penelitian sebelumnya S2 = standar deviasi kelompok 2 pada penelitian sebelumnya n2 = besar sampel kelompok 2 pada penelitian sebelumnya Hasil perhitungan: (Sg)2 = [ 0,052 x (20 – 1) + 0,052 x (20 – 1)] 20 + 20 – 2 2 Sg = 0,0475+ 0,0475 38
30
Sg = Sg = 0,05 Setelah dimasukkan kedalam rumus:
N = 2{(1,645 + 0,842) 0,05}2 {0,05}2 N = 12,37 (Dibulatkan 12 sampel) Perhitungan standar devasi dan besar sampel merujuk pada penelitian sebelumnya yaitu penelitian Khan et al tahun 2010. Dengan demikian, total jumlah sampel per masing-masing kelompok adalah 12 orang. Sedangkan jika menggunakan rumus rule of ten yaitu jumlah variable yang tidak dapat dieksklusi yang mempengaruhi nilai SFR dikalikan dengan 10, maka didapatkan hasil 20. Kemudian dibandingkan antara jumlah besar sampel berdasarkan rumus sampel sebelumya dengan rumus rule of ten, besar sampel yang digunakan adalah sampel yang terbanyak berdasarkan hasil penghitungan rumus yaitu 20 orang subjek
3.5 Alat dan Bahan Penelitian Bahan penelitian yang digunakan antara lain saliva perokok dan non-perokok; Sedangkan alat penelitian yang digunakan adalah jam tangan, tabung penampung, corong, tissue, perlengkapan alat tulis. 3.6 Cara Kerja Penelitian
Menentukan subjek penelitian sesuai dengan kriteria inklusi
Mendapatkan informed consent dari subjek penelitian, pengisian kuisioner serta memberikan penjelasan kepada subjek mengenai prosedur pengambilan saliva
Pemeriksaan gigi dan mulut responden dilakukan oleh dokter gigi, untuk mengetahui status DMFT (Decayed, Missing, Filled Teeth) score, GI (Gingival
31
index), PI (Plaque index), DI (debri index), CI (calculus index), dan Oral Higiene Index Score (OHIS)
Gambar 3.1. Pemeriksaan Gigi dan Mulut Responden
Pengukuran saliva berdasarkan saliva yang dikeluarkan oleh partisipan selama 5 menit. Partisipan diminta untuk membuang saliva pada wadah penampung melalui corong. Kemudian dicatat volume saliva yang dibuang pada wadah penampung. Kemudian catat hasil Salivary Flow Rate partisipan (mL/menit). Waktu pengambilan saliva antara pukul 07.00- 09.00
Gambar 3.2. Pengambilan Sampel Saliva 3.7
Identifikasi Variabel Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Variabel bebas/independen pada penelitian ini adalah Salivary Flow Rate Variabel terikat/dependen pada penelitian ini adalah kebiasaan merokok dan kebiasaan tidak merokok Variabel perancu pada penelitian ini antara lain: partisipan yang tidak memiliki kebiasaan merokok namun terpapar asap rokok dengan jangka waktu yang cukup
32
lama (perokok pasif), diet pada waktu 1 jam atau kurang sebelum pemeriksaan pH saliva dilakukan, karies gigi
3.8
Managemen dan Analisis Data Data hasil pengukuran Salivary Flow Rate pada saliva partisipan dan data dari kuesioner yang telah didapatkan dikumpulkan kemudian dimasukkan ke dalam komputer dan dianalisis menggunakan software SPSS v16. Data yang diperoleh dianalisa secara deskriptif untuk mengetahui rata-rata dan standar deviasi. Normalitas distribusi data di uji dengan Uji Shapiro Wilk karena jumlah sampel kurang dari 50. Uji hipotesis untuk membandingkan Salivary Flow Rate pada perokok dengan non perokok diuji dengan menggunakan uji unpaired t-test dan untuk data dengan distribusi data tidak normal diuji dengan menggunakan uji Mann Whitney. Jika nilai nilai p<0.05 maka terdapat perbedaan signifikan Salivary Flow Rate pada saliva perokok dibandingkan dengan non perokok
33
3.9 Alur Penelitian
34
3.10
Definisi Operasional
No.
Variabel
Definisi
1
Pria
Pria usia 17-50 tahun Kuesioner
Perokok
yang saat pengambilan
Alat Ukur
Cara Ukur
Pengukur
Skala
Wawancara
Peneliti
Numerik
Wawancara
Peneliti
Numerik
Passive drool
Peneliti
Numerik
Pemeriksaan
Peneliti
Numerik
saliva telah merokok aktif dan masuk dalam kriteria
inklusi
penelitian 2
Pria Non – Pria usia 17-50 tahun Kuesioner perokok
yang saat pengambilan saliva tidak merokok aktif dan masuk dalam kriteria
inklusi
penelitian 3
Salivary
Jumlah
saliva
Flow Rate
dikeluarkan
yang Tabung (dalam penampung
satuan
volume
dalam
setiap
waktu
mL) saliva
(dalam
satuan satuan mL) (menit)
(ml/menit)
Suatu Calculus 4 Index
Index
mengetahui
untuk apakah Indeks
terdapat kalkulus atau
fisik gigi
tidak
mulut
pada
gigi
seseorang
35
dan
5
Debris
Suatu
Index
Index
melihat apakah terdapat
fisik gigi
debris
mulut
yang
untuk Indeks
melekat
Pemeriksaan
Peneliti
Numerik
dan Peneliti
Numerik
Peneliti
Numerik
Peneliti
Numerik
Peneliti
Ordinal
dan
pada gigi Suatu 6
Index
untuk
Gingival
menentukan
derajat
Index
peradangan
pada
Pemeriksaan Indeks
mulut
gingival dan kerentanan untuk
fisik gigi
mengalami
pendarahan
7
8
9
Oral
Skor untuk menentukan
Hygiene
tingkat
Index
kebersihan Indeks mulut seseorang yang
Simplified
dinilai dari nilai DI dan
(OHIS)
CI
Decayed,
Indeks untuk menilai
Missing,
jumlah
Filled
berlubang, hilang, dan Indeks
Teeth
jumlah
(DMFT)
ditambal
Derajat
Suatu ukuran dengan
Merokok
Indeks
gigi
gigi
fisik gigi
dan
mulut
yang Pemeriksaan fisik gigi
yang
dan
mulut
Brinkman, Indeks
merupakan
perkalian
antara jumlah batang rokok
Pemeriksaan
yang
dihisap
dalam sehari dikalikan dengan lama merokok
36
Kuesioner
dalam
1
tahun
(Perokok ringan 0-200 batang
per
tahun,
perokok sedang 200600 batang per tahun, perokok berat lebih dari 600 batang per tahun) 10
Lama
Lamanya
merokok
merokok dihitung dari umur
seseorang Kuesioner
pertama
merokok
Wawancara
Peneliti
Nominal
Wawancara
Peneliti
Ordinal
kali hingga
berhenti merokok
11
Status
Riwayat
Merokok
perilaku merokok yang terbagi
mengenai
menjadi
Kuesioner
3
kelompok yakni bekas perokok, perokok, dan bukan perokok
37
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Karakteristik subyek penelitian Karakteristik dari 30 subjek penelitian mencakup data demografis seperti terlihat pada tabel 4.1 dibawah ini. Tabel 4.1 Karakteristik subjek penelitian (n=30) Karakteristik
Non Perokok
Perokok
Jumlah (n)
Presentase (%)
Jumlah (n)
Presentase (%)
17-24 tahun
10
33.3
3
10
25-34 tahun
2
6.7
6
20
35-44 tahun
1
3.3
5
16.7
45-50 tahun
2
6.7
1
3.3
Umur
Median (min-maks)
24 (19-50)
33 (17-50)
Pendidikan SD
2
6.7
6
20
SMP
2
6.7
8
26.7
SMA
10
33.3
1
3.3
Perguruan Tinggi
1
3.3
0
0
tidak ada
15
50
0
0
<5 tahun
0
0
2
6.7
0
0
2
6.7
0
0
11
36.7
0
15
50
0
0
<10 batang
0
0
7
23.3
0
0
8
26.7
Lama Merokok
6 - 10 tahun >10 tahun Jumlah Rokok Perhari
11 - 20 batang
38
Hasil pada tabel 4.1 menunjukkan jumlah perokok terbanyak pada kelompok usia 25-34 tahun yaitu sebesar 6 (20 %) subjek, sedangkan jumlah non-perokok terbanyak pada kelompok usia 17-24 tahun yaitu sebesar 10 (33,33%) subjek. Berdasarkan status pendidikan, jumlah perokok terbanyak sebesar 8 (26,7%) subjek pada tingkat lulusan pendidikan SMP sederajat, sedangkan jumlah non-perokok terbanyak pada tingkat lulusan pendidikan SMA sederajat sebesar 10 (33,3%) subjek. Pada tabel 4.1 juga menunjukkan pada kelompok subjek perokok terdapat 2 orang yang sudah merokok kurang dari 5 tahun, 2 orang yang sudah merokok antara 6 sampai 10 tahun dan subjek perokok terbanyak yaitu perokok yang sudah merokok lebih atau sama dengan 10 tahun yaitu 11 subjek. Sedangkan pada kelompok perokok yang sehari mengkonsumsi kurang dari 10 batang rokok terdapat 7 orang, sedangkan 8 orang lainnya menghabiskan 10 sampai 20 batang rokok per hari . 4.1.2Status Kesehatan Gigi dan Mulut Subjek Penelitian Tabel 4.2 Oral Hygiene Index dan Skor OHIS (n=30)
Non Perokok n=15
Perokok n=15
P
1.74±0.54
2.46±0.82
0.009*
0.67 (0-1.2)
1.00 (0-1.2)
0.019*
Calculus Index
1.12±0.45
1.60±0.62
0.024*
Gingival Index
0.77±0.48
1.02±0.48
0.153
DMFT Index
6.73±4.62
10.13±6.72
0.118
Oral Hygiene(OHIS Index) Plaque Index
*Median (Minimal-Maksimal)
Dalam menentukan status kesehatan gigi dan mulut, dapat dilihat dari pemeriksaan fisik gigi dan rongga mulut. Oral Hygiene Index Simplified (OHIS) merupakan suatu indeks untuk menentukan status kebersihan mulut seseorang, yang dapat dilihat berdasarkan Debris Index (DI) dan Calculus Index (CI) yang menunjukkan adanya debris dan kalkulus pada permukaan gigi. Sedangkan Gingival Index (GI) merupakan suatu index untuk menentukan kondisi gusi seseorang yang
39
dilihat berdasarkan warna gusi, konsistensi, dan kecenderungan untuk berdarah. Semakin tinggi nilai OHIS, maka makin buruk status kesehatan gigi dan mulut seseorang. Pada tabel 4.2 rerata OHIS pada subjek perokok jika dibandingkan dengan subjek non-perokok yaitu 2,46 dibanding 1,74. Hal tersebut menunjukkan status kesehatan mulut pada subjek perokok lebih buruk dibandingkan dengan subjek nonperokok. Rerata PI pada subjek perokok lebih tinggi dibandingkan subjek nonperokok yaitu 0,86 dibanding 0,62. Hal tersebut menunjukkan plak pada gigi subjek perokok lebih tebal dibandingkan subjek non-perokok. Sedangkan rerata CI pada subjek perokok lebih tinggi dibandingkan dengan subjek non-perokok, yaitu 1,60 dibanding 1,12. Hal tersebut menunjukkan tingkat kejadian karies gigi pada subjek perokok lebih tinggi daripada subjek non-perokok. Rerata GI pada subjek perokok juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan subjek non-perokok yakni 1,02 pada subjek perokok dan 0,77 pada subjek non-perokok. Hal tersebut menunjukkan kondisi gusi subjek perokok lebih rentan berdarah dibandingkan subjek non-perokok. Jumlah gigi yang berlubang, hilang dan yang ditambal pada subjek perokok lebih banyak dibandingkan pada subjek non-perokok, dibuktikan berdasarkan nilai DMFT yang lebih tinggi pada subjek perokok yaitu 10,13 dibanding 6,73 pada subjek nonperokok. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa status kesehatan gigi dan mulut pada subjek perokok lebih buruk dibandingkan dengan subjek nonperokok, ditinjau dari OHIS, PI, CI, GI, DMFT yang nilainya lebih tinggi pada subjek perokok dibandingkan subjek non-perokok.
40
4.1.3 Salivary Flow Rate (SFR) Berikut ini hasil pengukuran SFR tanpa terstimulasi pada subjek perokok dan non-perokok, dapat dilihat pada gambar 4.3 berikut : Gambar 4.3 SFR pada Saliva Perokok dan Non-Perokok
Nilai rerata SFR pada subjek perokok didapakan lebih rendah dibanding subjek non -perokok yaitu sebesar 0,318 dan 0,333
0.27008 ml/menit pada subjek perokok
0.20325 ml/menit pada subjek non-perokok dengan selisih keduanya
sebesar 0,015 ml/menit. Ketika dilakukan uji normalitas didapatkan nilai p<0,05. Kemudian setelah dilakukan transformasi data pada nilai SFR dan uji unpaired t-test menunjukkan nilai p=0,701 (p>0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat
41
perbedaan bermakna antara nilai rerata SFR subjek perokok dibanding subjek nonperokok.
42
BAB V PEMBAHASAN
Hasil data karakteristik subjek dalam penelitian ini dapat mendeskripsikan partisipan yang diuji. Jumlah perokok terbanyak terdapat pada rentang usia 31-40 tahun (23,3 %) . Hal tersebut mendekati dengan data Riskesdas pada tahun 2010, dimana jumlah perokok tertinggi di Indonesia 41-54 tahun. Sedangkan jika dilihat dari status pendidikannya, jumlah perokok terbanyak terdapat pada tingkat lulusan pendidikan SMP yaitu dengan jumlah 8 orang (26,7 %). Berdasakan data tersebut, terdapat sedikit perbedaan apabila dibandingkan dengan laporan Riskesdas pada tahun 2010, dimana pada laporan tersebut tercantum angka prevalensi perokok paling tinggi terdapat pada penduduk Indonesia dengan status pendidikan tamat Sekolah Dasar (SD)/tidak tamat SD yaitu sebesar 31,9 %, sementara status pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP)/tamat SD angka prevalensinya sebesar 30,4 %. Hal tersebut juga terdapat perbedaan pada penelitian yang dilakukan oleh Sirait et al pada tahun 2002, dimana angka prevalensi perokok tertinggi terdapat pada subjek dengan status pendidikan SD atau tidak tamat SD yaitu 75,5 %. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan sebelumnya , semakin rendah status pendidikan seseorang, maka semakin tinggi pula potensi seseorang untuk mudah terpengaruh dan mulai mencoba untuk merokok. Hal tersebut tentunya berkaitan dengan minimnya pengetahuan dan faktor lingkungan. 23 Sedangkan jika dilihat dari status adiksi zat nikotin, pada subjek perokok paling banyak yang mengalami adiksi nikotin rendah - sedang adalah 7 orang ( 23,3 % ). Tentunya hal tersebut dapat dikaitkan dengan intensitas dan lamanya merokok sejak beberapa tahun sebelumnya. Semakin tinggi tingkat ketergantungan seseorang terhadap nikotin, maka semakin tinggi juga kemungkinan seseorang mengkonsumsi rokok. Pada penelitian sebelumnya juga tercantum tingkat adiksi nikotin sebanding dengan waktu dimulainya untuk aktif merokok. 16
43
Kesehatan dan kebersihan gigi dan mulut dapat dinilai dengan menggunakan indeks yang hasilnya didapat dari pemeriksaan fisik gigi dan mulut. Diantaranya adalah nilai OHIS, DI, CI, PI, GI, DMFT. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan nilai OHIS, DI, CI, PI, GI, dan DMFT Pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa resiko karies lebih tinggi pada subjek perokok dibanding dengan subjek non-perokok . Hal tersebut ditunjukkan oleh status kesehatan dan kebersihan rongga mulut dan gigi yang buruk pada subjek perokok . Hal tersebut sesuai dengan literatur sebelumnya oleh Zitterbart et al bahwa terdapat hubungan yang sinergis antara perilaku merokok dengan tingkat prevalensi caries dental pada subjek perokok dewasa . Peningkatan resiko karies pada perokok dapat dipengaruhi oleh faktor status kesehatan dan kebersihan rongga mulut dan gigi yang buruk , penurunan SFR sehingga mempengaruhi fungsi proteksi terhadap gigi, serta perubahan buffer capacity saliva. Ketiga hal tersebut dapat meningkatkan angka kejadian karies pada perokok. Nilai DMFT lebih tinggi pada subjek perokok dibanding dengan subjek non-perokok. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Zitterbart et al yaitu merokok dapat menyebabkan tingginya nilai DMFT yang berarti menunjukkan peningkatan angka kejadian kerusakan pada gigi. 24,25 Pada tabel 4.2 juga menunjukkan bahwa nilai Calculus lebih tinggi pada subjek perokok dibanding dengan subjek non-perokok . Hal tersebut sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Pejcic et al bahwa skor kalkulus pada perokok lebih tinggi dibanding subjek non-perokok . Terjadinya peningkatan skor kalkulus tersebut dapat disebabkan oleh efek panas akibat merokok dapat mengakibatkan kerusakan lokal pada dinding mukosa mulut sehingga dapat merubah vaskularisasi di sekitar rongga mulut dan SFR dimana terjadi peningkatan SFR serta ion kalsium saliva yang meningkat. Peningkatan ion kalsium saliva berbanding lurus dengan peningkatan insidensi kalkulus supragingival. Sedangkan nilai Plaque lebih tinggi pada subjek perokok dibanding dengan subjek non-perokok. Pada literatur sebelumnya oleh Kinane et al dan Pecjic et al menunjukkan hal yang sama, yaitu nilai Plaque perokok lebih tinggi dibanding non-perokok. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh menurunnya potensial reduksi-oksidasi pada gigi perokok akibat efek merokok terhadap penurunan fungsi imun pada sekitar rongga mulut. Timbulnya plak juga dapat
44
diakibatkan oleh penurunan antibodi pada saliva dan peningkatan jumlah bakteri anaerob pada rongga mulut. Akumulasi plak tersebut dapat meningkatkan resiko gingivitis dan periodontitis pada perokok. Secara keseluruhan, status kebersihan mulut dan gigi lebih buruk pada subjek perokok dibanding dengan subjek non-perokok. Dapat dilihat dari nilai OHIS, DI, CI, PI, GI, DMFT setelah dilakukan pemeriksaan fisik gigi dan mulut pada subjek perokok lebih tingga jika dibandingkan dengan non-perokok. Sesuai dengan penelitian Bergstrom et al , rokok dapat menyebabkan efek local terpaparnya mukosa mulut sehingga status kebersihan mulut dan gigi perokok lebih buruk jika dibandingkan dengan non-perokok. 25,26,27,28 Hasil pengukuran SFR pada subjek perokok didapatkan lebih rendah jika dibandingkan dengan subjek non-perokok. Meskipun tidak menunjukkan signifikansi secara statistik. Ketidakbermaknaan pada penelitian ini mungkin dapat disebabkan oleh pengaruh faktor perancu yang membuat penelitian menjadi bias, perbedaan lama terpaparnya seseorang terhadap rokok, dan long term smoker dengan rentang durasi 5-7 tahun. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Palomares et al tahun 2004 yang melaporkan bahwa merokok dapat meningkatkan SFR dalam jangka waktu yang pendek, namun long term smokers tidak menunjukkan perbedaan pada nilai SFR jika dibandingkan dengan non-perokok. Meskipun dilaporkan bahwa terjadi penurunan pH dan buffer capacity pada perokok. Menurut Palomares et al, pengaruh usia dan gender sangat erat kaitannya dengan buffer capacity dan SFR seseorang. Sedangkan faktor lain seperti obesitas, merokok, dan alkohol tidak secara dominan mempengaruhi SFR seseorang. 29,32 Hal yang sama juga dikemukakan oleh penelitian Weheb et al tahun 2005 yaitu tidak terdapat signifikansi pada SFR serta pH saliva pria perokok dan non-perokok. Namun Weheb et al menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang signifikan pada lactobacilli count dengan skor DMFT pada pria perokok. Hal itu disebabkan oleh efek jangka panjang akibat merokok dapat meningkatkan insidensi dental caries, namun tidak terjadi pada SFR dan pH saliva perokok.30
45
Berbeda dengan penelitian oleh Marwat et al tahun 2005 yang menyatakan bahwa pada subjek yang sudah lama merokok terjadi peningkatan SFR namun disertai dengan penurunan ion kalsium pada saliva. Hal ini disebabkan oleh pengaruh zat karsinogenik pada rokok mempengaruhi langsung taste reseptor sehingga dapat meningkatkan produksi oleh kelenjar saliva. Hal serupa juga dilaporkan oleh Khan et al tahun 2010 bahwa terjadi peningkatan SFR pada perokok hanya setelah dilakukan stimulasi dengan nikotin dan asam sitrat, namun tidak terdapat perbedaan SFR pada perokok maupun non-perokok. Sedangkan pada penelitian sebelumnya oleh Pecjic et al tahun 2007 menyatakan bahwa terjadi peningkatan SFR dan senyawa kalsium fosfatase pada ronngga mulut. Hal tersebut disebabkan oleh efek panas yang diakibatan oleh hasil pembakaran rokok dapat merusak keutuhan mukosa mulut dan mempengaruhi konsentrasi ion kalsium. 31,32,33 Oleh karena itu, saran terbaik bagi partisipan perokok pada penelitian ini adalah mulai berhenti secara bertahap dari aktivitas merokok, dengan mulai menyadari dampak yang ditimbulkan oleh zat-zat berbahaya yang terdapat pada rokok dan tidak merugikan orang lain di sekitarnnya. Seperti yang tercantum pada ayat Al Quran Surah Al Baqarah Ayat 195 :
Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan.” (Al-Baqarah: 195). Ayat tersebut juga dikuatkan oleh hadist sebagai berikut :
Tidak boleh (menimbulkan) bahaya dan tidak boleh pula membahayakan orang lain.” (HR. Ibnu Majah dari kitab Al-Ahkam 2340). Dalam ayat Al Quran dan As Shunnah diatas, secara tersirat maknanya adalah janganlah manusia sebagai makhluk ciptaan Allah berbuat dzalim baik bagi diri sendiri dan orang lain sehingga tidak merugikan diri sendiri dan orang lain juga
46
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil uji statistik dan pembahasan pada penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa perbandingan nilai Salivary Flow Rate pada pria perokok dan nonperokok tidak bermakna secara statistik dengan nilai p=0,701 (p > 0,05), selain itu sebagian besar Salivary Flow Rate pada subjek perokok dan non-perokok adalah normosalivasi 6.2 Saran 1) Diharapkan penelitian selanjutnya, membandingkan nilai Salivary Flow Rate tanpa terstimulasi dan dengan terstimulasi 2) Diharapkan penelitian selanjutnya, menggunakan subjek perokok yang sudah lama merokok sehingga dapat dinilai bermakna pada penelitian ini 3) Diharapkan penelitian selanjutnya menerapkan modifikasi setting tempat penelitian dan pengambilan sampel saliva yang sesuai agar meminimalisasi faktor bias pada penelitian 4) Diharapkan penelitian selanjutnya lebih memperhatikan riwayat merokok dari subjek penelitian
47
DAFTAR PUSTAKA
1. World
Health
Organization.
2013.
Tobacco
,
Key
Facts
.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs339/en/ diakses tanggal 05/05/2014 2. Biro
Statistik.
2014.
Jumlah
Penduduk
di
Seluruh
Dunia.
http://statistik.ptkpt.net/_a.php?_a=area&info1=6 diakses tanggal 05/05/2014 3. BPdPKK. Riset Dasar Kesehatan Tahun 2010. Jakarta:, Kesehatan Kementerian Republik Indonesia; 2010. 4. WHO. Global Adult Tobacco Survey: Indonesia Report 2011. Jakarta: World Health Organization; 2012. 5. Sitepoe, M.2000. Kekhususan Rokok Indonesia. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia 6. Tery Martin. 2012. Harmful Chemicals in Cigarettes. http://quitsmoking.about.com. Diakses tanggal 13/07/2013 7. Fowles, J el al. 2000. The Chemical Constituent in Cigarettes and Cigarette Smoke. New Zealand : New Zealand Ministry of Health 8. De Almeida, et al.Saliva Composition and Functions: A Comprehensive Review. The Journal of Contemporary Dental Practice.2008. 9 (3): 1-11 9. Khan et al. Effect of Smoking On Salivary Flow Rate. Gomal Journal of Medical Sciences July-December 2010. 8 (2): 221-224 10. Palomares et al. Unstimulated salivary flow rate, pH and buffer capacity of saliva in healthy volunteers. Revista Espanola De Enfermedades Digestivas.2004: 96 (11): 773-783 11. Marwan et al. Secretion of Calcium In The Saliva of Long Term Tobacco Users. J Ayub Med Col Abbottabad.2005: 17(4) 12. Guyton & Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC 13. Gerard J. Tortora, Bryan Derrickson. 2009. Principles of Anatomy and Physiology 912th Edition. US; John Wiley & Sons, Inc
48
14. Frederic H. Martini, Judi L. Nath. 2012. Fundamentals of Anatomy and Physiology 9th Edition. US: Pearson 15. Navazesh, et al. Measuring salivary flow : Challenges and opportunities. The Journal of The American Dental Association. 2008;139:35-40 16. Sitepoe, M.2000. Kekhususan Rokok Indonesia. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia 17. Leffondre et al. 2002. Modeling Smoking History-American Journal of Epidemiology.
http://aje.oxfordjournals.org/content/156/9/813.full.pdf
diakses
tangga; 05/05/2014 18. http://www.jknselangor.moh.gov.my/documents/pdf/infopdf/infopdf/Merokok.pdf diakses tanggal 05/05/2014 19. Muller HP. Periodontology : The Essentials New York: Thieme; 2005. 20. Notohartojo IT, Halim FXS. Gambaran kebersihan mulut dan gingivitis pada murid sekolah dasar di Puskesmas Sepatan, Kabupaten Tangerang. Media Litbang Kesehatan. 2010; 10(4). 21. Kusuma ARP. Pengaruh Rokok Terhadap Kesehatan Gigi dan Mulut. Majalah Ilmiah Sultan Agung. 2011 Juli; 49: 1-8 22. Sham A et al. The effects of tobacco use on oral health. Hong Kong Medical Journal. 2003; 9 : 271-7 23. BPdPKK. Riset Dasar Kesehatan Tahun 2010. Jakarta:, Kesehatan Kementerian Republik Indonesia; 2010 24. Zitterbart PA et al. Association between cigarette smoking and the prevalence of dental caries in adult males. Gen Dent.1990. 38 (6): 426-31 25. Warnakulasuriya et al. Oral Health Risk of Tobacco Use and Effects of Cessation. International Dental journal.2010;60:7-3 26. Zappacosta B et al. Inhibition of salivary enzymes by cigarette smoke and the protective role of glutathione. Hum Exp Toxicol 2002.;21 (1): 7-11 27. Sham A et al. The effects of tobacco use on oral health. Hong Kong Medical Journal. 2003.9 : 271-7
49
28. Bergstrom et al. A 10-year prospective study of tobacco smoking and periodontal health. Journal Periodontal.2000; 71 : 1338-47 29. Palomares et al. Unstimulated salivary flow rate, pH and buffer capacity of saliva in healthy volunteers. 2004;11: 773-783 30. Al-Weheb AM. Smoking and its relation to caries experience and salivary lactobacilli count. Journal college dentistry. 2005; 17(1): 92-95. 31. Marwan et al. Secretion of Calcium In The Saliva of Long Term Tobacco Users. J Ayub Med Col Abbottabad.2005: 17(4) 32. Jiliani Khan et al. 2010. Effect of Smoking On Salivary Flow Rate. http://ayubmed.edu.pk/JAMC/PAST/15-4/jillani15-4F.htm. Pakistan. 05/05/2014 33. Pejcic et al. Smoking and Periodontal Disease : A Review. Medicine and Biology 2007. 14 (2) : 53-9 34. O’Mullane et al.. Saliva and Oral Health. 3rd edition. British Dental Association. 2004. London 35. Joachim Klimek. Saliva and Oral Health. Lecture Handout for Undergraduate Students of Dentistry. 2004 Germany : 4-37
50
Lampiran 1 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan Kuesioner dan Inform Consent
FORMULIR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN Judul Penelitian: Pengukuran kualitas hidup, kemampuan hantaran mukosilier, protein total, pH dan laju aliran saliva pria perokok dan non-perokok. Peneliti: Dimas Bagus Pamungkas Ahmad Muslim Hidayat Thamrin Madinatul Munawwaroh Bimo Dwi Pramesta Andhika Pangestu Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah, Jl. Kertamukti Pisangan Ciputat, Jakarta 15419, Telepon:021-74716718, 021-7401925 Kontak pada keadaan darurat: Peneliti Utama : Dimas Bagus Pamungkas (0813-8046-9126)
Anda diminta untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Partisipasi Anda bersifat sukarela, dalam arti Anda bebas untuk turut serta atau menolaknya. Anda juga bebas berbicara karena kerahasiaan Anda terjamin. Sebelum membuat keputusan, Anda akan diberitahu detail penelitian ini berikut kemungkinan manfaat dan risikonya, serta apa yang harus Anda kerjakan. Tim peneliti
51
akan menerangkan tujuan penelitian ini dan memberikan formulir persetujuan untuk dibaca. Anda tidak harus memberikan keputusan saat ini juga, formulir persetujuan dapat Anda bawa ke rumah untuk didiskusikan dengan keluarga, sahabat atau dokter Anda. Jika Anda tidak memahami apa yang Anda baca, jangan menandatangani formulir persetujuan ini. Mohon menanyakan kepada dokter atau staf peneliti mengenai (Lanjutan) apapun yang tidak Anda pahami, termasuk istilah-istilah medis. Anda dapat meminta formulir ini dibacakan oleh peneliti. Bila Anda bersedia untuk berpartisipasi, Anda diminta menandatangani formulir ini dan salinannya akan diberikan kepada Anda. Apa tujuan penelitian ini? Tujuan penelitian ini untuk mengukur kualitas hidup, kemampuan hantaran mukosilier, protein total, pH dan laju aliran saliva pria perokok dan non-perokok Mengapa saya diminta untuk berpartisipasi? Anda diminta berpartisipasi karena Anda telah merokok rutin selama minimal 5 tahun dan telah memenuhi kriteria penelitian ini atau sebagai kelompok kontrol yang tidak pernah merokok sama sekali. Berapa banyak orang yang mengikuti penelitian ini? Lima belas pria perokokdan lima belas pria non-perokok akan mengikuti penelitian ini. Di mana penelitian akan berlangsung? Penelitian akan dilakukan di di Medical Research Laboratory,FakultasKedokterandanIlmuKesehatan UIN SyarifHidayatullah Jakarta dan di RS THT Perhati BSD. Apa yang harus saya lakukan? Jika memenuhi kriteria, Anda akan diikutkan dalam penelitian. Jika Anda setuju untuk mengikuti penelitian, maka Anda harus mengikuti seluruh prosedur penelitian termasuk wawancara, pengisian kuisioner, pemeriksaan fisik, gigi dan mulut, pengumpulan saliva dan pengukuran kecepatan hantaran mukosilier. Pengisian kuisioner untuk mengumpulkan informasi
52
Anda akan mengisi kuisioner dengan sejumlah pertanyaan untuk mengetahui data pribadi, keseringan merokok, kebiasaan menjaga kebersihan rongga mulut serta, mengenai keluhan di rongga mulut. Pemeriksaan fisik dan gigi mulut Anda akan menjalani pemeriksaan fisik berupa pengukuran berat badan dan tinggi badan, pemeriksaan gigi mulut untuk mengetahui adanya kelainan rongga mulut (Lanjutan) serta pengukuran banyaknya ludah yang dihasilkan dan derajat keasaman saliva (ludah). Pengumpulan saliva Anda akan diminta untuk mengumpulkan ludah selama kurang lebih 5 menit didalam mulut, lalu meludahkannya kedalam tabung steril. Ludah Anda akan dikumpulkan sebanyak 5 ml. Berapa lama saya harus menjalani penelitian ini? Dapatkah saya berhenti dari penelitian sebelum waktunya? Penelitian ini merupakan serangkaian penelitian yang saling berkaitan satu sama lain, dengan waktu 30 menit untuk pengisian kuisioner, 30 menit untuk mengukur hantaran mukosilier, dan 15 menit untuk pemeriksaan gigi dan mulut dan pengumpulan saliva. Namun penelitian ini dapat diadakan terpisah pada hari dan tempat yang berbeda. Akankah saya mendapat kompensasi? Anda akan menerima souvenir dari Tim Penelitiuntuk serangkaian penelitian ini.Souvenir ini diberikan sebagai tanda terima kasih atas partisipasi Anda dalam penelitian ini.Anda juga dapat berkonsultasi masalah gigi, mulut dan THT kepada dokter. Siapa yang dapat saya hubungi bila mempunyai pertanyaan, keluhan, atau bertanya tentang hak-hak saya sebagai subyek penelitian? Jika Anda memiliki pertanyaan maupun keluhan berkaitan dengan partisipasi Anda atau hak- hak sebagai subyek penelitian, Anda dapat menghubungi Peneliti Utama pada nomor telepon yang tercantum di halaman pertama formulir ini, jika anggota tim peneliti tidak dapat dihubungi. Ketika Anda menandatangani formulir ini, Anda setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Ini berarti Anda sudah membaca informed consent, pertanyaan Anda telah dijawab, dan Anda memutuskan untuk berpartisipasi. 53
Nama Partisipan
Tandatangan
Tanggal
Nama Pengumpul data
Tanda tangan
Tanggal (Lanjutan)
DATA PRIBADI Nama
: ……………………………………... Usia : ……………….
Alamat
: ......................................................................................................................................
Telepon
: ........................
Berat Badan
: ................. kg
Tinggi Badan
: ................. cm
Pekerjaan
: ........................
Pendidikan
: SMA/S1/S2/S3/…… Agama
Jenis Kelamin
HP
: ……… …….
Status Marital
: ……… ……. : ……… …….
PENYAKIT SISTEMIK : (Mulai terdiagnosa dan obat-obatan)
Hepatitis B/C
:
54
:
L/P
TTL : ..............
HIV
:
TBC
:
Penyakit lain
:
(Lanjutan) FREKUENSI MEROKOK 1. Apakah anda hampir setiap hari merokok: Ya
Tidak, jika tidak berapa hari
dalam seminggu anda merokok ………….. 2. Berapa rata-rata jumlah batang rokok anda habiskan dalam sehari:………….. 3. Jenis rokok yang biasa anda konsumsi: Kretek Filter 4. Sejak kapan anda mulai merokok:
Membuat sendiri
Lainnya:….
5. Sudah berapa lama responden mulai merokok: ≤ 5 tahun 6-10 tahun > 10 tahun 6. Apakah anda pernah mencoba berhenti merokok Tidak Ya 7. Berapa kali anda berusaha berhenti merokok?.......... 8. Kapan anda mencoba berhenti merokok: 9. Apakah anda sukses dalam berhenti merokok pada saat itu? Tidak Ya 10. Berapa lama anda berhenti merokok pada saat itu?....... 11. Apa cara yang anda gunakan untuk berhenti merokok pada saat itu?
KETERGANTUNGAN TERHADAP NIKOTIN Diadopsi dari Fagerstrom Nicotine Dependence
55
1. Seberapa cepat anda merokok yang pertama kali setelah anda bangun tidur? Setelah 60 menit (0) 31-60 menit (1) 6-30 menit (2) dalam 5 menit (3)
(Lanjutan) 2. Apakah anda mengalami kesulitan untuk tidak merokok didaerah yang terlarang/dilarang merokok Tidak (0) Ya (1) 3. Kapan paling sulit bagi anda untuk tidak merokok? Merokok pertama kali pada pagi hari (1) Waktu lainnya (0) 4. Berapa batang rokok anda habiskan dalam sehari? 10 atau kurang dari itu (0) 11-20 (1) 21-30 (2) 31 atau lebih (3) 5. Apakah anda lebih sering merokok pada jam-jam pertama bagun tidur dibandingkan dengan waktu lainnya? Tidak (0) Ya (0) 6. Apakah anda merokok walaupun sedang sakit sampai hanya tiduran ditempat tidur hampir sepanjang hari ? Tidak (0) Ya (1)
Kesimpulan: Jumlah Skor:………………… Intepretasi:……………………. 1-2: Ketergantungan rendah 3-4: Ketergantungan rendah sampai sedang
56
5-7: Ketergantungan sedang 8 + : Ketergantungan tinggi
(Lanjutan) RIWAYAT GIGI DAN MULUT Frekuensi & kapan sikat gigi
:
Kali/hari; pagi / siang / sore / malam
Penggunaan obat kumur
: Ya / Tidak; ........ kali/hari; Merek.............
Keluhan mulut kering
: Ya / Tidak; Sejak ............. hari/minggu/bulan/tahun
Asupan air putih/hari
:
SALIVA Laju aliran saliva tanpa stimulasi
:
pH
:
ml/menit
8
7
6
5
4
3
2
1
1
2
3
4
5
6
7
8
8
7
6
5
4
3
2
1
1
2
3
4
5
6
7
8
57
KELAINAN JARINGAN LUNAK 1. 2. 3.
58
Lampiran 2
Foto Penelitian
59
60
Lampiran 3 Hasil Uji Statistik SPSS
1.
Data deskriptif
2.
Uji normalitas
61
62
Descriptives Perokok tran_SFR
tidak perokok
Statistic Mean
-.5564
95% Confidence Interval for Lower Bound
-.7104
Mean
Upper Bound
-.5540
Median
-.6021 .077
Std. Deviation
perokok
.07182
-.4023
5% Trimmed Mean
Variance
Std. Error
.27817
Minimum
-1.00
Maximum
-.15
Range
.85
Interquartile Range
.30
Skewness
-.087
.580
Kurtosis
-.993
1.121
Mean
-.5965
.07466
95% Confidence Interval for Lower Bound
-.7567
Mean
Upper Bound
-.4364
5% Trimmed Mean
-.6117
Median
-.5528
Variance
.084
Std. Deviation
.28917
Minimum
-1.00
Maximum
.08
Range
1.08
Interquartile Range
.41
Skewness
.508
.580
Kurtosis
.837
1.121
63
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Perokok tran_SFR
Statistic
Df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
tidak perokok
.182
15
.194
.926
15
.240
perokok
.160
15
.200
*
.932
15
.289
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Calculus index
64
Gingival index
DMFT score
65
Plaque index
66
Lampiran 4 Riwayat Penulis
Identitas : Nama
: Andhika Pangestu
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Tempat, Tanggal Lahir
: Tangerang, 15 September 1993
Agama
: Islam
Alamat
: Jalan Villa Tangerang Regensi 1 Blok OB 7 No.19, Sangiang, Kota Tangerang, Provinsi Banten :
[email protected]
E-mail
/
[email protected]
Riwayat Pendidikan :
1999 – 2005
: SDN Gebang Raya 1
2005 – 2008
: SMPN 12 Tangerang
2008 – 2011
: SMAN 2 Tangerang
2011- sekarang
: Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
67