HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERAN JENIS ANDROGINI DENGAN PENCAPAIAN STATUS IDENTITAS ACHIEVEMENT MAHASISWI Nurul Imam Rizky Hartono Sri Widyawati Fakultas Psikologi Universitas Semarang
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara empiris hubungan antara persepsi terhadap peran jenis androgini dengan pencapaian status identitas achievement mahasiswi. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara persepsi terhadap peran jenis androgini dengan pencapaian status identitas achievement pada mahasiswi. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 58 orang mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Semarang angkatan 2010 dan angkatan 2011. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik proportionate clasified sampling. Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan dua skala yaitu Skala Pencapaian Status Identitas Diri Achievement dan Skala Persepsi terhadap Peran Jenis Androgini. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik Korelasi Product Moment. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara persepsi terhadap peran jenis androgini dengan pencapaian status identitas achievement yang ditunjukkan dengan nilai rxy = 0,665 dan (p < 0,01), sehingga hipotesis dalam penelitian ini diterima. Kata Kunci : pencapaian status identitas achievement, persepsi terhadap peran jenis androgini The Relation Between the Perception of Androgyny Sex Role and Female Students Achievement Identity Status The Faculty of Psychology the University of Semarang Abstract The purpose of this study was to empirically know the relationship between the perception toward the androgyny sex role and accomplishment of female students identity status achievement. The purposed hypothesis in this study says that there is a relationship between the perception toward androgyny sex role and identity status accomplishment of female students identity status achievement. Respondents in this study consisted of 58 female students of the Faculty of Psychology, Universitas Semarang, batches of 2010 and 2011. The samples were taken by using proportionate classified sampling techniques. Data in this study were collected using two scales i.e. the Achievement Identity Status scale and the Perception Scale toward the Androgyny Sex Role. Data were analysized by using a Correlation Product Moment technique. The results showed that there was a very significant positive relationship between the perception toward the androgyny sex role and the identity status achievement, which was indicated by the value of rxy = 0,665 and (p < 0.01), so the hypothesis in this study was received. Keywords: achievement status identity, perceptions of androgyny sex role
128
sehingga seseorang harus menyusun kembali
Pendahuluan Pembentukan identitas merupakan tugas
apa yang telah dibentuknya. Proses pencapaian
utama dalam perkembangan kepribadian yang
identitas
diharapkan tercapai pada akhir masa remaja
pengidentifikasian diri individu terhadap orang
yaitu pada umur 18- 21 tahun (Desmita, 2006:
tua atau orang dewasa di sekeliling individu.
212). Meskipun tugas pembentukan identitas
Individu tidak lagi mengidentifikasi dirinya
ini telah mempunyai akar-akarnya pada masa
dengan anggota tubuh, penampilan dan orang
anak-anak, namun pada masa remaja ia
tuanya. Proses pencapaian identitas tergantung
menerima
karena
pada keadaan masyarakat dimana ia tinggal,
perubahan-perubahan
sehingga kemudian masyarakat mengenalnya
fisik, kognitif, dan relasional. Selama masa
sebagai individu yang telah menjadi dirinya
remaja ini, kesadaran akan identitas menjadi
sendiri
lebih kuat, karena remaja berusaha mencari
Josselson (dalam Desmita, 2006: 211-212),
identitas
kembali
proses pencarian identitas diri adalah proses
“siapakah” ia saat ini dan akan menjadi
dimana seorang remaja mengembangkan suatu
“siapakah” ia pada masa yang akan datang.
identitas personal yang unik, yang berbeda dan
Perkembangan identitas selama masa remaja
terpisah dari orang lain dan disebut dengan
ini juga sangat penting karena memberikan
individuasi.
dimensi-dimensi
berhadapan
dengan
dan
baru
mendefinisikan
suatu landasan bagi perkembangan psikososial dan relasi interpersonal pada masa dewasa. Gunarsa
dan
Gunarsa
(2007:
berawal
dengan
Berdasarkan
dengan
caranya
hasil
berakhirnya
sendiri
Menurut
penelitian
yang
dilakukan Widyawati dan Gusti (2012: 36) 84)
terhadap
mahasiswi
Fakultas
Psikologi
menyatakan bahwa identitas diri merupakan
Universitas Semarang diketahui bahwa sebesar
inti
46%
pribadi
yang
mengalami
tetap
perubahan
ada,
walaupun
bertahap
atau
38
mahasiswi
tahun
ajaran
dengan
2011/2012 masih tersebar dalam diffusion of
pertambahan umur dan perubahan lingkungan.
identity, foreclosure, dan moratorium of
Proses pencapaian identitas yang diawali
identity,
dengan masa eksplorasi dimulai pada masa
mahasiswi yang kesulitan membuat komitmen
remaja.
tahap
apapun, belum mengalami krisis identitas yang
telah
membuat
Diharapkan,
perkembangan
selanjutnya
pada remaja
Kondisi
tersebut
mahasiswi
mencerminkan
kurang
mengetahui
memiliki suatu komitmen yang menandakan
norma, nilai, tata cara serta adat istiadat baru
dimilikinya suatu status identitas tertentu.
yang berlaku di lingkungan sekitarnya, serta
Seringkali diantara masa eksplorasi dan
belum memiliki komitmen yang jelas terhadap
pembentukan
hal-hal
identitas tertentu. Menurut Piaget (dalam
(peristiwa) besar yang tidak diharapkan
Syamsu 2010: 79) masa remaja mencapai
komitmen,
terjadi
129
tahap operasi formal mengenai kegiatan-
dan Novianto, 2004: 161). Tidak ada yang
kegiatan mental tentang berbagai gagasan.
membantah bahwa
Remaja secara mental telah dapat berpikir
kepribadian tampaknya lebih dominan pada
logis
salah satu jenis kelamin dibanding jenis
tentang berbagai
gagasan
abstrak.
Berfikir operasi formal lebih bersifat hipotetis
beberapa
sifat
(trait)
kelamin lain.
dan abstrak, serta sistematis dan ilmiah dalam
Santrock (2003: 381) menyatakan bahwa
memecahkan masalah dari pada berpikir
individu diklasifikasikan memiliki salah satu
konkret.
dari orientasi peran gender maskulin, feminin,
Seharusnya mahasiswi diharapkan
telah mencapai tahap achievement of identity.
androgini, dan undifferentiated. Peran jenis
Salah satu faktor yang berperan dalam
maskulin merupakan individu yang memiliki
pembentukan identitas diri adalah faktor
taraf tinggi untuk sifat-sifat instrumental dan
lingkungan (Perdana, dalam Dariyo, 2004:
rendah untuk sifat-sifat ekspresif, sedangkan
114). Individu berusaha untuk menemukan
peran jenis feminin memiliki taraf yang tinggi
lingkungan
tempat
untuk sifat-sifat feminin. Peran jenis androgini
dirinya.
merupakan peran yang ada dalam diri individu,
seringkali
dimana individu androgin adalah seorang
pergaulannya
mengekspresikan Lingkungan memberikan
sebagai
identitas masyarakat
label
atau
penilaian
yang
perempuan
atau
seorang
laki-laki
yang
cenderung merugikan peran jenis tertentu.
memiliki taraf sifat feminin (ekspresif) dan
Semua
atau
sifat maskulin (instrumental) yang tinggi.
ketimpangan peran jenis berawal dari persepsi
Orientasi peran jenis juga menemukan adanya
terhadap peran jenis yang bias karena
peran jenis undifferentiated, yaitu individu
dibentuk oleh budaya yang secara turun-
yang memiliki kualitas rendah pada sifat yang
temurun dan sudah terinternalisasi sejak
feminin dan maskulin. Individu dengan peran
berabad-abad dan bias pada salah satu jenis
jenis undifferentiated adalah individu yang
kelamin.
paling tidak kompeten (Santrock, 2007: 236).
persoalan
kesenjangan
Gambaran tentang ciri sifat maupun peran
Fokus kajian dalam penelitian ini adalah
laki-laki dan wanita sering disebut sebagai
peran jenis androgini. Individu yang androgini
peran jenis. Istilah peran jenis digunakan
digambarkan lebih fleksibel dan lebih sehat
untuk
mentalnya daripada individu yang hanya
menguraikan
antropologis,
atau
aspek kulturan
sosiologis, dari
peran
maskulin atau feminin saja. Dalam hubungan
maskulin versus feminin. Peran jenis adalah
yang dekat, peran gender androgini lebih
apa yang diharapkan, ditentukan, atau dilarang
disukai
bagi suatu jenis kelamin tertentu (Handayani
androgini lebih fleksibel dan lebih sehat secara
(Santrock,
2003:
381).
Individu
130
mental daripada individu maskulin atau
maskulin, mahasiswa menganggap bahwa
feminin. Dalam sebuah hubungan, gender
penampilan seorang wanita yang feminin atau
feminin dan androgini lebih diinginkan karena
maskulin
mereka
kesuksesan
lebih
ekspresif
dalam
sebuah
bukanlah
hal
utama
seseorang.
dalam
Mahasiswi
hubungan. Peran jenis androgini kemungkinan
menunjukkan keyakinan yang tinggi bahwa
akan dipersepsikan secara
seorang wanita dapat bersaing dengan laki-
berbeda oleh
masing-masing individu. Rakhmat
(2005:
laki. Mahasiswa menganggap bahwa sisi 51)
mendefinisikan
feminitas yang dimiliki wanita dan disertai
bahwa persepsi adalah pengalaman tentang
dengan
objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan
menjadikannya
yang
kompetensi yang dimiliki kepada masyarakat.
diperoleh
dengan
menyimpulkan
informasi dan menafsirkan pesan. Kebutuhan
adanya
kerja
keras
mampu
dapat
menunjukkan
Persepsi positif terhadap peran jenis
wanita Indonesia di masa lalu pada umumnya
androgini
terbatas pada kebutuhan fisiologis, kebutuhan
mahasiswi
akan rasa aman serta kebutuhan akan cinta dan
Semarang mampu memahami diri dan peran
“belonging”. Peran wanita hanya terbatas pada
yang ada pada dirinya. Mahasiswi tidak akan
kehidupan rumah tangga saja. Pada masa lalu
merasa rendah diri, sehingga berpengaruh
hanya
terhadap
sedikit
wanita
yang
mengikuti
kemungkinan Fakultas
akan
menjadikan
Psikologi
Universitas
pembentukan
identitas
dirinya.
pendidikan, bekerja di kantor atau menduduki
Mahasiswi dengan persepsi positif terhadap
jabatan kepemimpinan karena hal tersebut
peran
tidak merupakan previlage bagi wanita.
mencapai tahap achievement of identity, yang
jenis
androgini
diharapkan
dapat
Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner
ditandai dengan kemampuan untuk membuat
persepsi terhadap peran jenis androgini yang
keputusan-keputusan dengan tegas tentang
dilakukan peneliti pada tanggal 20 April 2012
pendidikan dan pekerjaan yang nantinya akan
terhadap
dilakukan.
17
orang
mahasiswi
Fakultas
Individu
itu
yakin
bahwa
Psikologi Universitas Semarang, diketahui
keputusan-keputusan itu dibuat berdasarkan
bahwa
pertimbangan
mahasiswa
telah
dapat
yang
matang.
Berdasarkan
mempersepsikan secara positif peran jenis
permasalahan tersebut peneliti tertarik untuk
androgini. Satu sisi dari segi feminitas,
mengetahui apakah ada hubungan antara
mahasiswa menganggap bahwa wanita adalah
persepsi terhadap peran jenis androgini dengan
sosok yang harus tampil feminin dan teman-
pencapaian status identitas diri achievement
teman menunjukkan rasa senang penampilan
mahasiswi?
feminin
tersebut.
Sedangkan
dari
segi Pencapaian status identitas achievement 131
Shafer (2005: 190) menyatakan bahwa
krisis, remaja menghabiskan banyak waktu
identitas achievement dicapai individu setelah
untuk
berbagai
emosional
masalah
terselesaikan
dengan
membuat komitmen pribadi untuk tujuan tertentu, keyakinan, dan nilai. Sebagai contoh,
berpikir dalam
dan
berjuang
mengatasi
secara masalah-
masalah yang berat dalam hidupnya. b. Komitmen
untuk
menjalani
berbagai
individu mengerti apa yang dipercaya dan apa
pilihan yang dibuat setelah krisis.
yang tidak dipercaya mengenai sebuah agama.
Komitmen merupakan investasi pribadi
Kroger dan Marcia (dalam Papalia, Olds, dan
dalam pekerjaan atau sistem keyakinan
Feldman, 2009: 69) menyatakan bahwa
(ideologi). Orangtua mendorong untuk
individu yang berada pada status identitas
membuat keputusan sendiri.
achievement lebih matang dan lebih kompeten
Pencapaian identitas (identity achievement)
secara sosial dibandingkan dengan orang
oleh Santrock (2003: 345) ditandai oleh ciri-
dalam ketiga kategori yang lain. Syamsu
ciri sebagai berikut:
(2010: 101) menyatakan bahwa identitas
a. Remaja telah melewati krisis
achievement berarti bahwa setelah remaja
Krisis (crisism) didefinisikan sebagai suatu
memahami pilihan yang realistik, maka
masa perkembangan identitas di mana
remaja harus membuat pilihan dan berperilaku
remaja memilah-milah alternatif-alternatif
sesuai dengan pilihannya.
yang berarti dan tersedia.
Dalam penelitian ini pencapaian status
b. Remaja telah membuat komitmen
identitas achievement merupakan pencapaian
Komitmen didefinisikan sebagai membuat
status identitas terbaik yang mencerminkan
keputusan yang sesuai atau tidak namun
bahwa remaja telah membentuk identitas
tidak disertai dengan adanya keterlibatan
dirinya secara mantap sehingga lebih matang
diri pada proyek tertentu yang berlaku
dan
sepanjang hidup.
lebih
kompeten
secara
sosial
dibandingkan dengan individu dalam ketiga status identitas diri yang lain.
Penulis akan memakai pendapat yang diutarakan oleh Marcia (dalam Papalia, dkk,
Marcia (dalam Papalia, dkk, 2009: 69)
2009: 69) bahwa ciri-ciri individu yang telah
menyatakan bahwa ciri-ciri individu yang
mencapai identitas achievement adalah telah
telah mencapai status identity achievement,
menyelesaikan krisis identitas dan komitmen
antara lain:
untuk menjalani berbagai pilihan yang dibuat
a. Telah menyelesaikan krisis identitas
setelah krisis.
Krisis
merupakan
periode
pembuatan
Persepsi terhadap peran jenis androgini
keputusan secara sadar. Selama masa 132
Robbins (2002: 46) memandang persepsi sebagai
suatu
proses
dimana
individu
mengorganisasikan dan menginterpretasikan kesan sensori mereka untuk memberi arti pada
hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Berdasarkan persepsi
uraian
tersebut
adalah
cara
diketahui
lingkungan mereka. Riset tentang persepsi
bahwa
seseorang
secara konsisten menunjukkan bahwa individu
memandang, menafsirkan dan mengartikan
yang berbeda dapat melihat hal yang sama
dengan penuh pemahaman hasil pengamatan
tetapi memahaminya secara berbeda. Persepsi
suatu objek, yang merupakan pengalaman
merupakan suatu proses yang didahului oleh
seseorang secara sadar melalui indera sensori.
proses penginderaan, yaitu merupakan proses
Gambaran tentang ciri sifat maupun peran
diterimanya stimulus oleh individu melalui
laki-laki dan wanita sering disebut sebagai
alat indera atau juga disebut proses sensori
stereotip gender. Istilah peran jenis digunakan
(Walgito, 2004: 87-88).
untuk
menguraikan
aspek
sosiologis,
Sarwono (2002: 94) bahwa persepsi adalah
antropologis, atau kulturan dari peran maskulin
proses pencarian informasi untuk dipahami,
versus feminin. Peran jenis adalah apa yang
alat
adalah
diharapkan, ditentukan, atau dilarang bagi
penginderaan dan alat untuk memahami
suatu jenis kelamin tertentu (Handayani dan
adalah kesadaran atau
Novianto, 2004: 161). Individu yang androgini
untuk
mencari
(perception)
dalam
penglihatan,
bagaimana
tersebut
kognisi. Persepsi
arti
sempit cara
adalah
digambarkan lebih fleksibel dan lebih sehat
seseorang
mentalnya daripada individu yang hanya
melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas adalah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana
seseorang
memandang
atau
maskulin atau feminin saja. Sadli (2010: 95) menyatakan bahwa peran jenis
androgini
berarti
bahwa
seseorang
mengartikan sesuatu (Leavit, dalam Sobur,
memiliki karakteristik psikologi feminin dan
2003: 445). Lebih lanjut Kartono dan Gulo
maskulin (andro = laki-laki, dan gyn =
(2004: 203) mendefinisikan persepsi sebagai
perempuan). Proses mengembangkan ciri-ciri
proses dimana seseorang menjadi sadar akan
androgini berarti seksualitas tidak dibatasi oleh
segala sesuatu dan lingkungannya melalui
stereotip yang berlaku tentang peran gender,
indera-indera yang dimilikinya, pengetahuan
sehingga memberikan seseorang kebebasan
lingkungan yang diperoleh melalui interpretasi
untuk memiliki ciri-ciri yang dimiliki oleh
data
51)
gender yang lain. Konsep peran jenis androgini
adalah
menempatkan manusia yang mempunyai ciri-
pengalaman tentang objek, peristiwa, atau
ciri feminin sekaligus maskulin. Individu
indera.
mendefinisikan
Rakhmat bahwa
(2005: persepsi
133
androgin memiliki kemampuan yang dominan,
c. Aspek konasi, yaitu motif, sikap, perilaku
namun juga pribadi yang hangat dalam
dan aktivitas. Pandangan individu terhadap
melakukan hubungan antar manusia (Murniati,
sesuatu yang berhubungan dengan motif
2004: 113). Ketika mendengarkan persoalan
atau
dari
diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.
teman-temannya,
individu
androgin
berlaku secara feminin dengan berempati dan perhatian (Fox dan Isaac, 2000: 254).
tujuan
timbulnya
perilaku
yang
Dalam penelitian ini aspek-aspek persepsi adalah aspek kognisi, afeksi dan konasi.
Dalam penelitian ini persepsi terhadap
Akbar dan Hawadi (2004: 69) menyatakan
peran jenis androgini adalah cara seseorang
bahwa ciri-ciri individu androgini adalah
memandang, menafsirkan dan mengartikan
sebagai berikut:
dengan
terhadap
a. Dapat bertingkah laku feminin atau seperti
pembagian peran yang sama dalam karakter
ekspresif, seperti lembut, sensitif, hangat
maskulin
dan penuh pengertian.
bersamaan
penuh
dan
pemahaman
feminin
yang
pada
merupakan
saat
yang
pengalaman
seseorang secara sadar melalui indera sensori. Walgito (2004: 87) menyatakan bahwa
b. Dapat bertingkah laku maskulin, seperti mandiri, tegas dan agresif. Santrock (2007: 236) menyatakan bahwa
terdapat beberapa aspek yang diperlukan agar
karakteristik individu androgini, yaitu:
seseorang dapat mempersepsikan sesuatu
a. Memperlihatkan praktik hidup yang lebih sehat
antara lain: a. Aspek
kognisi,
pengenalan,
yaitu
menyangkut
cara
pengetahuan
atau
pengalaman
masa
mendapatkan
cara
berpikir
lalu.
Hal
dan ini
b. Memiliki ekspektasi yang lebih tinggi mengenai
kemampuannya
untuk
mengontrol hasil dari upaya akademis. Berdasarkan
uraian
tersebut
diketahui
berpengaruh pada pandangan individu
bahwa ciri-ciri peran jenis androgini adalah
terhadap atau berdasarkan dari keinginan
memiliki pemikiran yang logis dan masuk
atau pengharapan atau dari cara individu
akal, dapat bertingkah laku feminin seperti
tersebut memandang sesuatu berdasarkan
ekspresif, seperti lembut, sensitif, hangat dan
pengalaman yang pernah didengar atau
penuh pengertian; dapat bertingkah laku
dilihat dalam kehidupan sehari-hari.
maskulin seperti mandiri, tegas dan agresif;
perasaan
memperlihatkan praktik hidup yang lebih
individual, pendidikan moral dan etika
sehat, serta memiliki ekspektasi yang lebih
yang
tinggi dalam bidang akademis.
b. Aspek
afeksi,
diperoleh
menyangkut
sejak
kecil
dalam
mengekspresikan diri dengan sekitarnya.
Metode Penelitian 134
Populasi dalam penelitian ini adalah
berperan dalam pembentukan identitas diri
mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas
adalah faktor lingkungan. Individu berusaha
Semarang. Teknik pengambilan sampel yang
untuk menemukan lingkungan pergaulannya
digunakan
yaitu
sebagai tempat mengekspresikan identitas
proportionate clasified sampling. Peneliti
dirinya. Lingkungan masyarakat seringkali
sebelumnya secara random telah menetapkan
memberikan
58
cenderung merugikan peran jenis tertentu.
dalam
penelitian
orang mahasiswi
Fakultas
ini
Psikologi
label
atau
yang
Universitas Semarang angkatan 2010 dan
Semua
angkatan 2011 sebagai subjek penelitian yang
ketimpangan peran jenis berawal dari persepsi
berjumlah 108. Peneliti menggunakan teknik
terhadap peran jenis yang bias karena dibentuk
pengumpulan data melalui metode skala, yaitu
oleh budaya yang secara turun-temurun dan
Skala
sudah terinternalisasi sejak berabad-abad dan
Pencapaian
Status
Identitas
Diri
Achievement dan Skala Persepsi terhadap Peran Jenis Androgini
persoalan
penilaian
kesenjangan
atau
bias pada salah satu jenis kelamin. Rakhmat (2005: 51) mendefinisikan bahwa
Hipotesis yang diajukan diuji secara
persepsi adalah pengalaman tentang objek,
statistik dengan menggunakan teknik korelasi
peristiwa,
Product Moment. Semua perhitungan statistik
diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan
dalam penelitian ini menggunakan program
menafsirkan
SPSS.
Indonesia di masa lalu pada umumnya terbatas
aman Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara persepsi terhadap peran jenis androgini pencapaian
status
identitas
diri
achievement yang ditunjukkan dengan nilai rxy = 0,665 dan (p < 0,01),. Semakin positif persepsi terhadap peran jenis androgini maka mahasiswi akan mencapai status identitas achievement,
dan
hubungan-hubungan
pesan.
Kebutuhan
yang
wanita
pada kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa
Hasil dan Pembahasan
dengan
atau
sebaliknya.
Sehingga
hipotesis dalam penelitian ini diterima. Hasil penelitian ini mendukung pendapat Perdana (dalam Dariyo, 2004: 114) yang
serta
kebutuhan
akan
cinta
dan
“belonging”. Peran wanita hanya terbatas pada kehidupan rumah tangga saja. Pada masa lalu hanya
sedikit
wanita
yang
mengikuti
pendidikan, bekerja di kantor atau menduduki jabatan kepemimpinan karena hal tersebut tidak
merupakan
previlage
bagi
wanita.
Persepsi positif terhadap peran jenis androgini akan menjadikan wanita menganggap bahwa peran
jenis
sebagai
wanita
bukanlah
penghambat bagi dirinya untuk berkarir seperti halnya terhadap
kaum peran
laki-laki. jenis
Persepsi androgini
positif akan
menyatakan bahwa salah satu faktor yang 135
menjadikan wanita mampu menumbuhkan penilaian diri yang positif dalam menjalani tantangan dalam kehidupan, sehingga dapat mencapai status identitas diri achievement. Sumbangan
efektif
variabel
persepsi
terhadap peran jenis androgini terhadap pencapaian status identitas diri achievement, yaitu 44,2%. Sisanya sebesar 55,8% dari variabel
lain
seperti
faktor
keluarga,
pendidikan, eksplorasi, komitmen, peran, tingkat keterbukaan, tokoh idola, peluang pengembangan diri, serta tingkat kepribadian. Simpulan Ada hubungan yang positif antara persepsi terhadap
peran
jenis
androgini
dengan
pencapaian status identitas achievement pada mahasiswi. Semakin positif persepsi terhadap peran jenis androgini maka mahasiswi akan mencapai status identitas achievement, dan sebaliknya sehingga hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima. Daftar Pustaka Akbar, R., dan Hawadi. 2004. Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta: Grasindo. Dariyo, A. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Ghalia Indonesia. Desmita. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Fox, D., dan Isaac, P. 2000. Psikologi Kritis. Jakarta: Teraju.
Gunarsa, Y. S., Gunarsa, S. D. 2007. Psikologi Remaja. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia. Handayani, C. S., dan Novianto, A. 2004. Kuasa Wanita Jawa. Yogyakarta: PT. LKiS Pelangi Aksara Yogyakarta. Kartono, K, dan Gulo, D. 2003. Kamus Psikologi. Bandung : Pionir Jaya. Murniati, A. N. P. 2004. Getar Gender. Magelang: Yayasan Indonesia Tera. Papalia, D. E., Olds, S. W., dan Feldman, R. D. 2009. Human Development: Perkembangan Manusia. Alih Bahasa: Brian Marwensdy. Jakarta: Salemba Humanika. Rakhmat, J. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remadja Karya. Robbins, S.P. 2002. Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi. Edisi 10. Alih Bahasa : Halida dan Dewi Sartika. Klaten: Intan Sejati. Sadli, S. 2010. Berbeda Tetapi Setara. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara. Santrock, J. W. 2003. Adolescence. Edisi Keenam. Alih Bahasa : Drs. Shinto B. Adelar dan Sherly Saragih. Jakarta: Erlangga. ––––––––––––. 2007. Adolescende. Edisi Kesebelas. Alih Bahasa: Benedictine Widyasinta. Jakarta: Erlangga. Sobur, A. 2003. Psikologi Umum. Bandung: CV. Pustaka Setia. Syamsu, Y. L. N. 2010. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Walgito, B. . 2004. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: ANDI. Widyawati, S., dan Gusti, Y.A. 2012. Studi Deskriptif: Kemandirian dan Status Identitas Mahasiswa Baru di Fakultas Psikologi Universitas Semarang. Laporan Penelitian. Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Semarang
136