HUBUNGAN ANTARA HIPERTENSI DAN HIPERTROFI VENTRIKEL KIRI PADA PASIEN LANSIA DENGAN ATRIAL FIBRILASI
JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 pendidikan dokter
BP DAMAYANTI 22010110130190
PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2014
LEMBAR PENGESAHAN JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA HUBUNGAN ANTARA HIPERTENSI DAN HIPERTROFI VENTRIKEL KIRI PADA PASIEN LANSIA DENGAN ATRIAL FIBRILASI Disusun oleh
:
BP DAMAYANTI 22010110130190 Telah disetujui dengan revisi: Semarang, 22 Juli 2014
Pembimbing,
dr. Charles Limantoro, Sp.PD,K-KV,FINASIM NIP. 196911152005011002
Ketua Penguji
dr. Sefri Noventi Sofia, Sp. JP NIP. 19811302008122003
Penguji
Dr.dr. K.Heri Nugroho Hario Seno, Sp.PD, K-EMD NIP. 196906032005011001
HUBUNGAN ANTARA HIPERTENSI DAN HIPERTROFI VENTRIKEL KIRI PADA PASIEN LANSIA DENGAN ATRIAL FIBRILASI BP Damayanti*, Charles Limantoro** ABSTRAK Latar belakang: Atrial fibrilasi (AF) didefinisikan sebagai irama jantung yang abnormal dengan aktivitas listrik jantung yang cepat dan tidak beraturan. Atrial fibrilasi dapat disebabkan oleh kelainan struktur jantung. Salah satu penyebab kelainan struktur jantung adalah hipertensi lama. Hipertensi yang berkepanjangan dan tidak terkendali dapat mengubah struktur miokard, pembuluh darah dan sistem konduksi jantung. Perubahan-perubahan ini dapat mengakibatkan kelainan, salah satunya hipertrofi ventrikel kiri. Tujuan: Mengetahui hubungan antara hipertensi dan hipertrofi ventrikel kiri pada pasien lansia dengan atrial fibrilasi. Metode: Data rekam medis yang dipilih berdasarkan kriteria inklusi yaitu pasien lansia dengan atrial fibrilasi yang menderita hipertensi dan atau hipertrofi ventrikel kiri. Data disajikan secara deskriptif kemudian dianalisis dengan metode Chi Square atau uji FisherExact bila syarat metode Chi Square tidak terpenuhi untuk mengetahui hubungan antara hipertensi dan hipertrofi ventrikel kiri. Hasil: Dari data yang didapatkan pada 105 sampel pada pasien lansia (> 60 tahun) dengan atrial fibrilasi di RSUP Dr. Kariadi Semarang periode 2013 tercatat 67 (63,80%) pasien menderita hipertensi, 36 (34,28%) pasien menderita hipertrofi ventrikel kiri, dan 2 (1,90%) pasien menderita hipertensi dan atau hipertrofi ventrikel kiri. Selanjutnya tidak didapatkan adanya hubungan yang bermakna antara hipertensi dan hipertrofi ventrikel kiripada pasien lansia dengan atrial fibrilasi (p=0,204). Kesimpulan: Pada penelitian ini didapatkan adanya hubungan yang tidak bermakna antara hipertensi dan hipertrofi ventrikel kiri pada pasien lansia dengan atrial fibrilasidan didapatkan prosentase pada lansia dengan atrial fibrilasi yang menderita hipertensi lebih tinggi dari pada hipertrofi ventrikel kiri. Kata kunci: Hipertensi, hipertrofi ventrikel kiri, atrial fibrilasi pada lansia. *
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Staf Pengajar Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro **
HUBUNGAN ANTARA HIPERTENSI DAN HIPERTROFI VENTRIKEL KIRI PADA PASIEN LANSIA DENGAN ATRIAL FIBRILASI BP Damayanti*, Charles Limantoro ** ABSTRACT Background: Atrial fibrillation (AF) is defined as abnormal cardiac rhythm with fast and irregular cardiac electrical activity. Atrial fibrillation may be caused by cardiac structure abnormalities. One of the cardiac structure abnormalities causes is chronic hypertension. Prolonged and uncontrolled hypertension may change myocardial structure, blood vessels and heart conduction system. These changes may cause abnormalities, for example left ventricular hyperthropy. Aim: To associated of hypertension and left ventricular hyperthrophy in elderly patients with atrial fibrillation Methods: Medical records were chosen based on inclusion criteria which are elderly patients with atrial fibrillation suffering from hypertension or left ventricular hypertrophy. Data were descriptively presented and analyzed using Chi square method or Fisher Exact method if the condition of Chi Square was not fulfilled to determine the correlation between hypertension and left ventricular hypertrophy. Results: From 105 elderly patients (>60 years old) with atrial fibrillation in Dr. Kariadi Semarang Hospital year 2013, there were 67 (63.80%) patients suffering from hypertension and 36 (34.28%) with left ventricular hypertrophy, and for 2 (1,90%) patients with hypertension and or left ventricular hypertrophy. Furthermore, there were no significant correlation between hypertension and left ventricular hypertrophy to elderly patients with atrial fibrillation (p=0.204). Conclusion: In this study,there was no significant association between hypertension and left ventricular hypertrophy in elderly patients with atrial fibrillation.It was concluded that the percentage of atrial fibrillation patients with hypertension was higher compared to those with left ventricular hypertrophy. Keywords: Hypertension, left ventricular hypertrophy, atrial fibrillation in elderly *Undergraduate student of Faculty of Medicine Diponegoro University **Department of Internal medicine of Faculty of Medicine Diponegoro University
PENDAHULUAN Atrial fibrilasi (AF) didefinisikan sebagai irama jantung yang abnormal dengan aktivitas listrik jantung yang cepat dan tidak beraturan.Hal ini mengakibatkan atrium bekerja terus menerus menghantarkan impuls ke nodus AV (atrioventrikuler) sehingga respon ventrikel menjadi ireguler. Kejadian atrial fibrilasi meningkat dengan bertambahnya usia. Umumnya terjadi pada usia di atas 50 tahun.1 Pada abad ke-21 ini jumlah angka kejadian pada pasien dengan diagnosa atrial fibrilasi semakin meningkat. Angka kejadian atrial fibrilasi di dunia pada tahun 2010 diperkirakan 2,66 miliar dan pada tahun 2050 diperkirakan sejumlah 12 miliar jiwa. Dalam dua periode ini angka kematian akibat atrial fibrilasi selalu meningkat. Atrial fibrilasi lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibandingkan wanita, walaupun terdapat keperpustakaan yang mengatakan tidak terdapat perbedaan jenis kelamin yang mempengaruhi prevalensi atrial fibrilasi.2 Kejadian atrial fibrilasi dapat terjadi pada jantung dengan struktur anatomi normal, namun umumnya lebih sering terjadi pada keadaan kelainan struktur penyakit jantung.3 Penyebab atrial fibrilasi yang paling sering terjadi adalah akibat penyakit jantung iskemik, penyakit jantung hipertensi, kelainan katup mitral, perikarditis, kardiomiopati, emboli paru, pneumonia, penyakit paru obstruksi kronik, kor pulmonal. Pada beberapa kasus, atrial fibrilasi tidak ditemukan penyebabnya.4 Atrial fibrilasi merupakan salah satu penyebab kematian. Atrial fibrilasi juga dapat memberikan komplikasi dan kegawatan berupa terjadinya stroke, demensia, gagal jantung dan kematian.5,6 Akibat yang ditimbulkan oleh atrial fibrilasi akan meningkatkan risiko terjadinya stroke pada pasien pasca mengalami atrial fibrilasi dan juga meningkatkan risiko terjadinya kematian. Selain itu, pasien pasca atrial fibrilasi akan mengalami penurunan kualitas hidup.6 Kejadian atrial fibrilasi juga merupakan aritmia yang paling sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan paling sering menjadi penyebab seseorang harus
menjalani perawatan di rumah sakit.Atrial fibrilasi makin mudah terjadi apabila terdapat kelainan anatomi jantung. Salah satu penyebab kelainan struktur jantung adalah hipertensi lama.2 Hipertensi adalah suatu keadaan dimana dijumpai tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg atau lebih untuk usia 13-50 tahun dan tekanan darah mencapai 160/95 mmHg untuk usia di atas 50 tahun. Dan harus dilakukan pengukuran tekanan darah minimal sebanyak dua kali untuk lebih memastikan keadaan tersebut. Menurut Profil Data Kesehatan Indonesia tahun 2011 terdapat 80.615 kasus baru pada tahun 2010. Sebanyak 19.874 harus dirawat di Rumah Sakit dan angka kematian akibat hipertensi adalah 4,81%.8 Hipertensi dapat disebabkan dan menyebabkan kerusakan berbagai organ target seperti pembuluh darah, retina, jantung, sistem saraf pusat dan ginjal.3 Hipertensi yang berkepanjangan dan tidak terkendali dapat mengubah struktur miokard, pembuluh darah dan sistem konduksi jantung. Perubahan-perubahan ini dapat mengakibatkan kelainan, salah satunya hipertrofi ventrikel kiri. Gangguan sistem konduksi, dilatasi atrium kiri, disfungsi sistolik dan diastolik juga dapat mengalami perubahan.Hal ini mempermudah terjadinya aritmia jantung terutama atrial fibrilasi.9 Sepengetahuan peneliti, belum pernah ada penelitian yang mencari hubungan antara hipertensi dan hipertrofi ventrikel kiri pada pasien lansia dengan atrial fibrilasi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara hipertensi dan hipertrofi ventrikel kiri pada pasien lansia dengan atrial fibrilasi.
METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik yang menggunakan data sekunder dengan rancangan penelitian menggunakanmetode Cross Sectional. Sampel pada pasien lansia (>60 tahun) dengan atrial fibrilasi yang berobat di RSUP Dr.
Kariadi Semarang pada periode 2013 berdasarkan kriteria inklusi yaitu hipertensi dan atau hipertrofi ventrikel kiri. Berdasarkan perhitungan besar sampel menggunakan proporsi tunggal, didapatkan derivat baku normal 5% dan margin of error 10% dan d menghasilkan jumlah sampel minimal sebanyak 96 subyek penelitian. penelitian Data yang diolah dengan catatanprosentase prosentase hipertensi dan atau hipertensi ventrikel kiri pada rekam medik dan disajikan secara deskriptif menggunakan excel pada komputer. Data ata dianalisis dan diolah menggunakan uji analitik yaitu uji Fisher exact atau Chi Square bila sampel tidak terpenuhi . Nilai p dianggap bermakna apabila p<0,05. HASIL Penelitian ini dilakukan menggunakan data rekam medik pasien lansia dengan atrial fibrilasi dengan atau tanpa hipertensi, hipertrofi ventrikel kiri di Instalasi Rekam m Medik RSUP Dr. Kariadi Semarang Periode 2013 sebanyak 105 sampel. sampel Perbandingan Prosentase Hipertensi dan Hipertrofi Ventrikel Kiri 70 60 50 40 30 20 10 0
63.8
AF LANSIA
34.28 1.9 Hipertensi
HVKi
HT dan HVKi
Gambar 1.. Grafik prosentase hipertensi dan hipertrofi ventrikel kiri Berdasarkan grafik hasil penelitian tersebut didapatkan jumlah pasien hipertensi pada lansia dengan atrial fibrilasi sebesar 67 (63,80%) pasien. hipertrofi ventrikel kiri pada lansia dengan atrial fibrilasi sebesar 36 (34,28%) pasien, dan 2
(1,90%) pasien menderita hipertensi dan hipertrofi ventrikel kiri.. Jumlah prosentase pada kejadian hipertensi lebih banyak dari pada kejadian hipertrofi ventrikel kiri pada kasus tersebut. Pengambilan sampel hipertensi penelitian ini tidak meninjau adanya isolated hypertension (hipertensi terisolir). Perbandingan ini ni dilakukan tanpa melihat faktor resiko atau penyebab lainnya. Frekuensi uensi dan Karakteristik pada Hipertensi terhadap Hipertrofi Ventrikel Kiri pada Pasien Lansia dengan engan Atrial Fibrilasi
80%
68.10% 63.80% 55.60%
44.40%
60%
31.90% 36.20%
40% 20% 0% Hipertensi HVKi
Non HVKi
Normal Total
Gambar 2. Grafik frekuensi dan karakteristik kejadian hipertensi terhadap hipertrofi ventrikel kiri pada pasien lansia atrial fibrilasi Berdasarkan grafik penelitian pasien lansia dengan atrial fibrilasi diatas didapatkan hasil pada pasien hipertensi dengan hipertrofi ofi ventrikel kiri sebesar 20 (55,60 %) pasien, sedangkan pada pasien hipertensi tanpa hipertrofi ventrikel kiri sebesar 47 (68,10%) pasien dengan total keseluruhan 67 (63,80%) pasien. Pada pasien non hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri sebesar 16 (44,40%), sedangkan pasien non hipertensi tanpa hipertrofi ventrikel kiri sebesar 22 (31,90%) pasien dengan total keseluruhan 38 (36,20%) pasien.
Analisis Analitik Analisa Hubungan antara Kejadian Hipertensi terhadap Hipertrofi Ventrikel Kiri pada Pasien Lansia dengan Atrial Fibrilasi Tabel 1. Sebaran hipertensi terhadap kejadian hipertrofi ventrikel kiri pada lansia dengan atrial fibrilasi Hipertrofi Ventrikel Kiri Hipertensi
+
-
p‡
Total
N
%
N
%
N
%
Ya
20
55,6
47
68,1
67
63,8
Normal
16
44,4
22
31,9
38
36,2
0,204
Keterangan : ‡
Pearson Chi Square Dari tabel di atas didapatkan perhitungan data dari jumlah masing-masing
variabel bebas pada gambar. 7 dengan nilai p > 0,05 yaitu sebesar 0,204. Jadi dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan bermakna pada kejadian hipertensi terhadap kejadian hipertrofi ventrikel kiri. PEMBAHASAN Pada penelitian ini didapatkan hasil deskriptif hipertensi lebih besar dari pada hipertrofi ventrikel kiri yang secara teori hipertensi dapat menyebabkan terjadinya hipertrofi ventrikel kiri denganusaha kompensasi akibat beban tekanan (pressure overload) atau beban volume (volume overload ) yang mengakibatkan peningkatan tegangan dinding otot jantung. Tekanan darah yang meningkat diakibatkan peningkatan resistensi perifer yang dipengaruhi oleh vasokonstriksi pembuluh darah perifer serta retensi natrium yang diperantarai oleh sistem RAAS.Resistensi yang meningkat harus diimbangi
dengan kekuatan jantung dalam memompa darah sehingga terjadi kompensasi simpatis untuk meningkatkan kerja jantung. Kerja jantung meningkat, tekanan darah pun meningkat. Pada proses yang kronik, otot jantung terutama otot ventrikel kiri akan mengalami hipertrofi untuk memenuhi demand jaringan. Pada kasus volume overload, jumlah darah yang masuk saat fase diastole (preload) ke dalam ventrikel kiri bertambah. Preload yang meningkat tentunya akan meningkatkan tegangan otot ventrikel sehingga dibutuhkan tenaga yang lebih besar untuk memompa darah yang lebih banyak. Aktivasi kompensasi simpatis pun terjadi, kontraktilitas otot ventrikel meningkat sehingga tekanan darah meningkat. Pada proses kronik akan terjadi hipertrofi otot ventrikel tersebut untuk mengimbangi beban cairan yang berlebih pada peningkatan tekanan darah. Kejadian hipertensi pada atrial fibrilasi tidak selalu diawali dengan hipertrofi ventrikel kiri dimana terjadi perbesaran otot ventrikel akibat beban tekanan darah yang tinggi.Hal ini dikarenakan hipertensi yang berkepanjangan dan tidak terkendali secara langsung dapat mengubah struktur miokard, pembuluh darah dan sistem konduksi jantung yang dapat menyebabkan terjadinya atrial fibrilasi. Perbandingan prosentase kejadian hipertensi yang lebih besar dari pada kejadian hipertrofi ventrikel kirikemungkinan disebabkan akibat pasien lansia yang mengalami atrial fibrilasi hanya mengalami hipertensi pada tahap dini dan belum disertai adanya hipertrofi ventrikel kiri, serta pasien yang telah memiliki riwayat hipertensi sebelumnya sehingga hipertensi yang muncul bukan hanya akibat dari atrial fibrilasi melainkan disebabkan oleh faktor lain seperti kondisi pasien saat periksa ke dokter, pemberian obat, dan riwayat penyakit sebelumnya. Dari hasil analisis penelitian ini didapatkan nilai p > 0,05 yaitu sebesar 0,204 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri. Tidak adanya hubungan yang bermakna pada penelitian ini dapat disebabkan beberapa faktor. Beberapa faktor tersebut adalah
jumlah pasien lansia dengan atrial fibrilasi yang menderita dan berobat di RSUP Dr. Kariadi periode 2013 lebih sedikit dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, adanya kemungkinan disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti kondisi pasien saat berobat, pemberian obat, dan riwayat hipertensi sebelumnya. SIMPULAN DAN SARAN Pada penelitian ini diperoleh kesimpulantidak didapatkan adanya hubungan hipertensi dan hipertrofi ventrikel kiri dengan hasil nilai p > 0,05 yaitu sebesar 0,204 yang dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan bermakna diantara keduanya. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan data primer untuk mendapatkan data yang lebih objektif, mempertimbangkan faktor-faktor risiko lain yang berpengaruh seperti usia, jenis kelamin, riwayat penyakit sebelumnya, dan penyakit-penyakit yang mempengaruhi seperti diabetes melitus, hiperlipidemia, obesitas dan stress. Untuk pencatatan data pada catatan medik sebaiknya lebih lengkap pada hasil pemeriksaan, pemeriksaan penunjang, dan hasil diagnosis. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepada Instalasi Rekam Medik yang memberikan ijin dalam menggunakan hasil rekam medik, dr. Charles Limantoro, Sp.PD, KKV, FINASIM, Dr. dr. K. Heri Nugroho HS, Sp. PD,KEMD, FINASIM, dan dr. Sefri Noventi Sofia, Sp.JP yang telah menyediakan waktu, tenaga, serta pikiran untuk membimbing saya serta memberikan masukan-masukan berharga dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
DAFTAR PUSTAKA 1. Berry. A and Padgett, H. (2012). Management of patients with atrial fibrillation: Diagnosis and Treatment. Nursing Standard/RCN Publishing. 26 (22), 47. 2. Sudoyo Aru W, Setiyohadi B, Alwi I, et al . 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi V. FKUI. Jakarta, Hal 1583-1679 3. Shay, E. P. (2010). Guideiin-Specific Management of Atrial Fibrilation. Foimulary. 45. www.foimularyjournal.com 4. Patrick Davey. (2006). At a Glance Madicine. Jakarta: Penerbit Erlangga. 5. Benjamin, E. J., Chen, P. S., Bild, D. E. (2009). Prevention of atrial fibrillation: Report From A National Heart, Lung, and Blood Institute Workshop. Circulation. 119 (4), 606–618 6. Craig, I., Coleman, White, M., Baker, W. L. (2009). An antiarrhythmic agent forthe management of atrial fibrillation and atrial flutter. Formulary. 44. www.formularyjoumal.com 7. Sudoyo Aru W, Setiyohadi B, Alwi I, et al . 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi V. FKUI. Jakarta, Hal 1777-78 8. Kementrian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2011. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI, 2012. 9. Diamond JA, Phillips RA. Hypertensive Heart Disease. Hypertens Res Vol. 28, No. 3 (2005). On International journal of obesity. Hypertension research available at http://www.nature.com/hr/journal/v28/n3/abs/hr200525a.html lastupdate 29 mei 2011 10. Sanfilippo AJ, Abascal VM, Sheehan M, Oertel LB, Harrigan P, Hughes RA dan Weyman AE (1990). "Atrial enlargement as a consequence of atrial fibrillation A prospective echocardiographi study" .Circulation 82(3): 792-7. 11. Bellone, A., Etteri, M., Vettorello, M., et all. (2011). Cardioversion of acute atrial fibrilation in the emergency department: A Prospective Randomized Trial. Emergency Medicine Journal.
12. Philip, I. A., and Jeremy, P. T. W,. (2010). At Glance Sistem Kardiovaskular. Jakarta: Penerbit Erlangga. 13. National Collaborating Center for Chronic Condition. (2006). Atrial fibrillation. London. National Clinical Guidline for Management in Primary and Secondary Care. Royal College of Physicians. www.escardio.org 14. Chuchum S. (2010). Cara Praktis Membaca Elektrokardiogram EKG. Jakarta: Surya Gemilang. 15. The sixth report of the Joint National Committe on prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure. 16. Camm, A. J., Kirchhof, P., Lip, G. Y., Schotten, U., Irene, S., Ernst, S., Gelder, I. C. V., et al. (2010). Guidelines for the management of atrial fibrillation: The Task Force For The Management of Atrial Fibrillation of The European Society of Cardiology. Europen Heart Journal. 31, 2369-2429 17. Levy, S., Camm, A. J., Saksena, S. (2003). International consensus on nomenclature and classification of atrial fibrillation. Europace. 5, 119–221. 18. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinik proses-proses penyakit bagian I. Edisi keenam. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2002; 576-611 19. Department Health and Human Services USA. (2010). Atrial Fibrillation Fact Sheet. CDC. www.stoptheclot.org 20. 1999 World Health Organization – Internatioal Society of Hypertension Guidelines for The Management of Hypertension Gidelines for the Management of Hypertension. 21. Irmalita, Nani, H., Ismoyono, Indriwanto, S., Hananto, A., Iwan, D., Daniel, P. L. T., Dafsah, A. J., Surya, D., Isman, F. (Ed). (2009). Standar Pelayanan Medik (SPM) Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Edisi III. Jakarta: RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta 22. ACCF/AHA Pocket Guidelne. (2011). Management of Patients With Atrial Fibrillation. American: American College of Cardiology Foundation and American Heart Association. www.heart.org
23. Guyton, Arthur C and Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. EGC. Jakarta, Hal 151-202 24. Wattigney WA, Mensah GA, Croft JB (2002). “Increased atrial fibrillation mortality: United States, 1980-1998”. Am. J. Epidemiol. 155 (9): 819-26. 25. Guy, C., Karine, G., and Jean, P. (2002). Atrial fibrillation in the elderly facts and management. Drugs Aging. 19 (11), 819-846 26. Brunner and Suddarth (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC. 27. Kaplan NM. Clinical Hypertension 6th Edit. William dan Wilkins. Baltimore, Philadelphjia, Hongkong, Munich, Sidney, Tokyo. 1994. 28. Tanuwidjojo S. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertrophy : Patogenesis, Detection, and Prognosis. Circulation 2000; 1022:470-479