ATRIAL FIBRILASI PADA HIPERTIROID Refli Hasan, Fiblia Divisi Kardiologi– Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-USU/ RSUP H. Adam Malik Medan
PENDAHULUAN Hipertiroid merupakan suatu kondisi gangguan kelenjar tiroid yang memiliki manifestasi pada sistem kardiovaskuler salah satu diantaranya adalah atrial fibrilasi. Hal ini disebabkan karena secara fisiologis hormon tiroid sendiri memiliki efek terhadap sistem kardiovaskuler yaitu meliputi efek langsung hormon tiroid terhadap jantung, efek hormon tiroid terhadap sistem saraf simpatis dan efek sekunder terhadap perubahan hemodinamik. Atrial fibrilasi sendiri merupakan suatu kondisi yang menyebabkan tingginya angka mortalitas jika dihubungkan dengan tingginya frekuensi emboli. 1,4
PEMBAHASAN Definisi Atrial Fibrilasi & Hipertiroid Definisi Atrial Fibrilasi Atrial Fibrilasi (AF) merupakan suatu irama yang tidak teratur dengan frekuensi ratarata (350-600 kali/menit) dimana tidak ditemukan gelombang P pada elektrokardiografi (EKG). Rata-rata ventriculer rate pasien AF yang telah diterapi sekitar 140-160 kali/menit. Pada AF, gelombang P tidak terlihat pada EKG, hal ini disebabkan amplitudo gelombang P rendah dan tertutupi oleh gelombang QRS dan gelombang T. 6,9 AF merupakan suatu kondisi aritmia yang berbahaya oleh karena : (1) ventrikel rate yang cepat dapat mengganggu cardiac output dan berefek terhadap hipotensi dan kongesti `paru khususnya pada pasien dengan hipertiroid dan kekakuan ventrikel kiri dimana kontraksi atrial yang normal dapat secara signifikan menurunkan pengisiian ventrikel kiri dan stroke volume, (2) Hilangnya kontraksi atrial yang menyebabkan stasis darah pada atrium dan dapat
1 Universitas Sumatera Utara
meningkatkan resiko trombus, khususnya pada atrium kiri. Emboli pada atrium kiri merupakan penyebab stroke. 9 Definisi Hipertiroid Hipertiroid adalah suatu keadaan hipermetabolik disebut juga tirotoksikosis, terjadi akibat kelebihan sekresi tiroksin (T4) atau triiodo-tironin (T3). (Barbara, C. Long, 1996: 265). Hipertiroid adalah kadar HT dalam darah yang berlebihan.(Corwin, 2000: 263). Hipertiroidisme adalah suatu ketidakseimbangan metabolik yang merupakan akibat dari produksi hormone tiroid yang berlebihan. (Doenges, M. E, 2000: 708). Hipertiroid adalah keadaan di mana kadar hormon tiroid yang berlebihan dan terlalu aktif. Hipertiroidisme adalah keadaan di mana produksi hormon tiroksin berlebihan. (Ranakusuma, A. B, 1992: 2425). Hyperthiroidism is characterized by overactivity of the thyroid gland, hipersecretion of thyroid hormone, and increased body metabolism and heat production. (Luckman and Sorenson’s, 1993: 1809).7 Epidemiologi Atrial Fibrilasi pada Hipertiroid Prevalensi AF di Amerika Serikat ± 2,2 juta pasien pertahun dan jumlah ini meningkat ± 160.000 kasus baru /tahun. Prevalensi AF meningkat sesuai dengan peningkatan usia yaitu < 1% pada usia < 50 tahun sedangkan pada usia > 80 tahun sekitar 9%. Laki-laki lebih banyak dibanding perempuan. Prevalensi hipertiroid di Inggris pada praktek umum 25-30 kasus dalam 10.000 wanita, di rumah sakit 3 kasus dalam 10.000 wanita. Prevalensi hipertiroid 10 kali lebih sering pada wanita dibanding pria (wanita : 20-27 kasus dalam 1.000 wanita, pria : 1-5 per 1.000 pria ). Data dari Whickham survey pada pemeriksaan penyaring kesehatan dengan Free Thyroxine Index (FT4) menunjukkan prevalensi hipertiroid pada masyarakat sebanyak 2 % (Stommat, 1996). Sedang prevalensi hipertiroid di Indonesia belum diketahui. Pada usia muda umumnya disebabkan oleh penyakit Graves, sedangkan struma multinodular toksik umumnya timbul pada usia tua. Didaerah pantai dan kota insidennya lebih tinggi dibandingkan daerah pegunungan atau dipedesaan (Ambarwati, 2000).
2 Universitas Sumatera Utara
Prevalensi atrial fibrilasi pada hipertiroid antara 2%-20%. Sedangkan jika dikaitkan dengan umur, 15% pasien dengan usia >70 tahun. Pada pasien atrial fibrilasi yang tidak diseleksi prevalesi hipertiroid < 1% . 1,6
Etiologi Atrial Fibrilasi pada Hipertiroid Atrial Fibrilasi (AF) disebabkan oleh hal yang berhubungan dengan kardia ataupun non kardia. Adapun beberapa penyebab kardia diantaranya penyakit jantung koroner, kardiomiopati dilatasi, kardiomiopati hipertropik, penyakit katup jantung dan aritmia jantung. Sedangkan penyebab AF yang berasal dari non kardia yaitu selain hipertiroid diantaranya hipertensi sistemik, diabetes melitus, penyakit paru serta neurogenik.6 Patofisiologi Patofisiologi Atrial Fibrilasi Atrial fibrilasi terjadi karena eksitasi dan recovery yang sangat tidak teratur dari atrium. Oleh karena itu impuls listrik yang timbul dari atrium juga sangat cepat dan sama sekali tidak teratur. Bentuk gelombang fibrilasi dapat sangat kasar dengan amplitudo >1 mm atau halus sehingga gelombangnya tidak terlihat nyata. Biasanya hanya sedikit dari impuls tersebut yang sampai ventrikel kanan karena dihambat nodus AV untuk melindungi ventrikel, agar denyut ventrikel tidak terlalu cepat sehingga menimbulkan denyut ventrikel 80150kali/menit.9 Patofisiologi Hipertiroid Penyebab hipertiroid mayoritas disebabkan oleh grave diseases, goiter multinoduler toksik dan goiter mononoduler toksik. Hipertiroidisme pada penyakit graves biasanya disebabkan antibodi reseptor TSH yang menyebabkan rangsangan pada aktivitas tiroid dan pada goiter multinoduler toksik biasanya berhubungan dengan sistem autonom dari tiroid itu sendiri. Selain itu terdapat juga hipertiroid akibat dari peningkatan TSH dari pituatri, namun kasus ini jarang. Hipertiroid pada T3 tirotoksikosis mungkin diakibatkan T3 deiodinisasi dari T4 pada tiroid atau meningkatnya T3 diluar jaringan tiroid.7,8
3 Universitas Sumatera Utara
Patofisiologi Atrial Fibrilasi pada Hipertiroid Mekanisme seluler hormon tiroid Kelenjar tiroid memproduksi hormon triiodotironin (T3) dan levotiroksin (T4) dalam merespon TSH (Tiroid Stimulating Hormon). Kelenjar tiroid awalnya mensekresikan T4 kemudian akan dikonversikan menjadi T3 oleh 5 monodeiodination di hati, ginjal, muskuloskeletal. T3 berperan penting pada jantung karena pada jantung tidak terdapat aktivitas miosin intraseluler yang teriodinisasi secara signifikan. T3 berikatan dengan thyroid hormone nuclear receptors (TRs). Ikatan ini menginduksi thyroid hormone response elements (TREs). TRs berikatan denga TREs sebagai homodimer atau heterodimer. Hormon tiroid berefek pada miosit jantung dan hal ini berhubungan erat dengan fungsi jantung dalam meregulasi struktur dan regulasi gen. Efek T3 ini dapat muncul dengan segera dan tidak berpengaruh terhadap transkripsi TRE. T3 dapat merubah ion channel pada membran yaitu natrium, kalium, dan kalsium serta adenin nukleotida translokator 1 pada membran
mitokondrial
dan
berbagai
pathway
sinyal
intraseluler
jantung.1,5
Gamb.1. Efek T3 pada miosit jantung
Efek hormon tiroid pada sistem kardiovaskuler Hormon tiroid berefek pada jantung dan pembuluh darah
perifer yaitu meliputi
penurunan SVR (Systemic Vascular Resistance) dan peningkatan
pada heart rate dan
kontraktilitas ventrikel kiri serta volume darah. Hormon tiroid menyebabkan penurunan resistensi arteriol perifer melalui efek langsung pada sel VSM (Vascular Smooth Muscle) dan 4 Universitas Sumatera Utara
penurunan mean atrial pressure dan ketika hal ini dieteksi oleh ginjal maka sistem renin angiotensin aldosteron akan teraktifasi dan absorbsi natrium akan meningkat. T3 juga berperan dalam memproduksi eritropoetin dimana hal ini akan menyebabkan peningkatan eritrosit dan menyebabkan kenaikan blood volume dan preload. Pada kondisi hipertiroid, hal ini menyebabkan kenaikan cardiac output 50% - 300% lebih tinggi dibanding keadaan normal. Pada sel VSM, efek mediasi hormon tiroid merupakan hasil aksi genomik dan nongenomik. Target aksi non genomik yaitu membran ion chanel dan sintesis nitric oxide endotel yang berperan dalam menurunkan SVR. Relaksasi VSM bertujuan untuk menurunkan resistensi dan tekanan arterial yang berakibat terhadap peningkatan cardiac output. Peningkatan produksi nitric oxide endotel terjadi. 1,5
Gamb.2. Efek hormon tiroid pada hemodinamik kardiovaskuler, T3 berefek pada tissue thermogenesis, systemic vascular resistence, blood volume, cardiac contractility, heart rate and cardiac output
Efek Langsung Hormon Tiroid pada jantung Hormon tiroid merupakan regulator penting dalam ekpresi gen jantung dan banyak manifestasi jantung yang berhubungan dengan ekspresi gen T3. Beberapa efek dari hormon tiroid terhadap ekspresi gen jantung dapat dilihat pada tabel berikut :
5 Universitas Sumatera Utara
Patogenesis Atrial Fibrilasi pada Hipertiroid Mekanisme elektrofisiologis fibrilasi atrial diduga karena reentry (masuknya kembali) berbagai gelombang eksitasi yang mengelilingi atrium, sebagai akibat penyebaran (dispersion) yang nonuniform dari kerefraktorian atrium (Maisel dkk, 2001). Secara pasti mekanisme ini belum dapat diketahui, namun kejadiannya mungkin diinisiasi oleh beberapa faktor pencetus seperti kontraksi prematur atrium, terutama pada penderita yang memiliki substrat pokok yang rentan pada atrium. Ada kalanya fibrilasi atrium dapat disebabkan olah peletusan fokus atrium secara rnendadak (Fauci et al, 1998). Secara normal bagian atrium yang saling berbatasan mempunyai periode refrakter yang sama (waktu setelah depolarisasi ketika miokardium tidak dapat direstimulisasi) dan menyebabkan penyebaran gelombang yang terdepolarisasi secara teratur diseluruh atrium. Reentry dan fibrilasi atrial dipermudah jika bagian atrium yang saling berbatasan memiliki periode refrakter yang berbeda, sehingga sebuah gelombang yang terdepolarisasi menjadi terpecah karena menghadapi baik refrakter maupun miokardium yang mudah terangsang, Hal ini membuat gelombang yang terdahulu membalik dan menstimulasi miokardium yang sebelumnya refrakter, tapi sekarang terepolarisasi, sehingga menyebabkan perambatan yang tak henti-hentinya dari gelombang terdahulu dan reentry (Houge and Hyder, 2000). Hormon tiroid memberikan efek multipel pada jantung. Sebagian disebabkan oleh kerja langsung T3 pada miosit, tetapi interaksi antara hormon-hormon tiroid, katekolamin, dan sistem saraf simpatis juga dapat mempengaruhi fungsi jantung, dan juga perubahan hemodinamika dan peningkatan curah jantung yang disebabkan oleh peningkatan umum metabolisme (Sherwood, 1996).
Gambar 4. Norepinephrine (NE) dikeluarkan dari saraf adrenergik. NE mengalami deaminasi dan dioksidasi menjadi DOMA, NMN, MOPEG, VMA. Sumber ; Shepherd (1980).
6 Universitas Sumatera Utara
Konduksi atrium yang lambat juga mempermudah reentry, dan hal ini menjelaskan hubungan yang ada antara potensial aksi yang memendek dan meningkatnya resiko terjadinya fibrilasi atrial pada hipertiroidism. Iskemi pada atrium serta penyakit jantung yang terkait tidak hanya memberikan sumbangan pada konduksi dan kerefraktorian abnormal atrium tetapi juga meningkatkan frekuensi munculnya faktor pencetus (triggering events) (Maisel dkk, 2001). Hipotesis, bahwa fibrilasi atrial akibat hipertiroid berkaitan dengan perubahan ekspresi gen (mRNA) merupakan suatu penjelasan dimana efek hormon tiroid pada ekspresi mRNA meningkat sebesar 1,5Kv dan menurunkan channel kalsium pada ekspresi mRNA (Watanabe et al, 2003). Hormon tiroid berpotensi memberikan efek adrenergik pada jantung. Konsetrasi Catecholamine dapat normal atau berkurang pada penderita hipertiroidism. Mekanisme kerja catecholamines yaitu meningkatkan kepekaan jaringan memalui peningkatan reseptor adrenergi. Hyperthyroidism berhubungan dengan aktifitas vagal dan mengurangi variabilitas denyut jantung (Watanabe et al, 2003). Pada atrial fibrilasi terjadi pelepasan beberapa sitokin. Sitokin tersebut berpengaruh pada pembentukan T3, sehingga pada beberapa pasien atrial fibrilasi akan diikuti dengan penurunan kadar hormon T3. Penurunan hormon tersebut berpengaruh pada transkripsi myosin a dan ß yang merupakan pembentuk utama otot jantung kontraktil, protein retikulum sarkoplasmik, Ca2+ ATP-ASE dan fosfo lamban. Masing-masing protein tersebut tergantung pada transkripsi genetik yang diregulasi oleh T3. Dilain pihak penurunan T3 juga dapat menyebabkan peningkatan Ca2+ intraseluler, yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kinerja otot jantung maupun kemungkinan timbulnya penyulit atrial fibrilasi melalui terjadinya stunned myocardium dan hybernating cardiac. Pengaruh hormon tiroid terhadap waktu aksi potensial otot jantung juga berpeluang terhadap timbulnya aritmia jantung (Watanabe et al, 2002). Durasi potensial aksi miosit lebih pendek pada hyperthyroid dibandingkan dengan euthyroid. Pertukaran ion kalium terlambat dan hal tersebut meningkat pada hyperthyroid, dan pertukaran L-type kalsium berkurang pada hyperthyroid sehingga jumlah T3 meningkat yang akhirnya menghasilkan durasi potensial yang memendek. Pada penyakit berat karena sebab apapun, down-regulation hormon tiroid dapat terjadi. Masih belum diketahui bagaimana hal ini akan mempengaruhi pasien dengan atrial fibrilasi. Untuk memeriksa perubahan kadar hormon tiroid dalam serum saat terjadinya
7 Universitas Sumatera Utara
fibrilasi atrial serta hubungannya dengan fungsi jantung dan hasilnya maka Friberg dkk melakukan penelitian ini (Ambarwati, 2000). Pasien dengan kerusakan fungsi jantung atau mengalami reaksi inflamasi yang berat menunjukkan down-regulation sistem tiroid yang lebih nyata. Tidak ditemukan hubungan dengan enzim-enzim jantung. Pasien dengan riwayat atrial fibrilasi sebelumnya memiliki kadar T3 yang lebih rendah, infark yang lebih kecil, dan kadar protein reaktif C yang lebih tinggi. Selain itu juga terdapat sitokin proinflamasi interleukin-6. Dapat disimpulkan bahwa sistem hormon tiroid secara cepat mengalami downregulation saat terjadi fibrilasi atrial. Kejadian ini bisa bermanfaat saat terjadinya iskemia akut. Pasien dengan angina memiliki kadar interleukin-6 dan protein reaktif C yang lebih tinggi serta sistem hormon tiroid yang lebih tertekan. Penekanan kadar tiroid pada pasien dengan angina mungkin telah terjadi sebelum proses infark dimulai. 5,8
Gejala dan Tanda Atrial Fibrilasi pada Hipertiroid Beberapa manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada pasien AF pada hipertiroid yaitu berupa palpitasi, angina saat aktivitas, dipsneu, cepat lelah, sinkop ataupun gejala tromboemboli. Manifestasi lanjut dari keadaan AF ini yaitu suatu kondisi gagal jantung kongestif oleh karena menurunnya curah jantung.1,4 Pemeriksaan Laboratorium & Penunjang 1. Elektrokardiografi berupa : aritmia, hilangnya gelombang P 2. Foto thoraks biasanya ventrikel kiri, aorta, arteri pulmonal biasanya tidak berubah namun pada beberapa kasus terdapat pembesaran jantung. 3. Thyroid Ultrasonograpi berfungsi untuk mendeteksi nodul jika radioiodine uptake tidak dapat dilakukan. 4. Scan radioiodine uptake berfungsi untuk mendiagnosa grave disease dan goiter multinoduler toxic 5. Pemeriksaan laboratorium yaitu T3 (Total T3, Free T3 by analoque methode, Free T3 by dialysis) , T4 (Total T4, Free T4 by analoque methode, Free T4 by dialysis) , TSH, thyrotropin, Thyroid antibodi.3
8 Universitas Sumatera Utara
Terapi Pada kasus atrial fibrilasi dengan hipertiroid maka pengobatan diupayakan secara etiologi yaitu dengan mengendalikan kondisi hipertiroidnya terlebih dahulu setelah itu mengatasi masalah atrial fibrilasinya. Yang termasuk dalam terapi hipertiroidnya yaitu menurunkan tirotoksikosis dengan 3 methode yaitu (1) tirostatika, (2) tiroidektomi, (3) yodium radioaktif. 1.Tirostatika Obat anti tiroid (OAT) yaitu golongan tiomidazol(Karbimazol 5 mg,metamizol(MTZ) atau tiamizol 5,10,30mg) dan derivat tiourasil (PTU propiltiourasil 50,100mg) menghambat proses organifikasi dan reaksi autoimun,dan efek tambahan PTU adalah untuk menghambat konversi T4 menjadi T3 diperifer. Waktu paruh MTZ 4-6 jam sedangkan PTU 1-2 jam. PTU dibandingkan MTZ disekresikan dalam air susu ibu 10 kali lebih rendah. OAT juga berperan dalam menghambat ekspresi HLA-DR di sel folikel sehingga imunologis membaik. Dosis dimulai dari 30 mg CMZ, 30 mg MTZ dan PTU 400mg sehari dalam dosis terbagi. Selama 46 minggu dapat mencapai eutiroid, kmudian dosis titrasi sesuai respon klinis. Lama pengobatan 1-1,5 tahun kemudian dihentikan ntuk melihat apakah terjadi remisi. Terdapat dua metode dalam menggunakan OAT ini yaitu metode titrasi dan metode blok substitusi. Metode titrasi adalah dimulai dengan dosis besar kemudian diturunkan berdasarkan klinis dan laboratorium. Metode blok substitusi adalah pasien diberi dosis tinggi terus menerus sampai tercapai kondisi hipotiroid kemudian diberikan hormon tiroksin sehingga eutiroid dapat tercapai. 2. Tiroidektomi Yaitu tindakan operasi tiroid yang dilakukan jika kondisi eutiroid tercapai. 3. Yodium radioaktif
9 Universitas Sumatera Utara
Tujuan pengobatan AF adalah untuk mengembalikan ke irama sinus, mengontrol laju irama ventrikel dan mencegah terhadap terjadinya komplikasi tromboemboli. 1. Mengembalikan ke irama sinus Yaitu dengan melakukan kardioversi baik farmakologis ataupun elektrik. Kardioversi farmakologis yaitu paling efektif bila dilakukan pada kondisi AF dalm 7 hari . Kardioversi elektrik diindikasikan pada pasien dengan gangguan hemodinamik disertai tanda iskemik, hipotensi, sinkop. Kardioversi elektrik dilakukan dengan 200 J dan bila tidak berhasil dapat dinaikkan menjadi 300 J. Obat antiaritmia
tidak
digunakan pada pasien dengan AF permanen. Pada pasien pasien tertentu, terapi obat antiaritmia selam 4 minggu setelah kardioversi elektrik berguna dalam meningkatkan keselamatan pasien. Droedarone adalah salah satu obat yang berguna dalam menjaga sinus ritme pada pasien AF paroksismal dan permanen. Dronedarone tidak boleh diberikan pada pasien dengan gagal jantung moderat atau severe. Adapun skema untuk kardioversi elektrik maupun farmakologi dapat dilihat sbb:
:
Gambar.5 Indikasi untuk melakukan kardioversi elektrik atau farmakologi dan pilihan antiaritmia sebagai farmakologi pada pasien dengan onset akut AF
kardioversi
Untuk mempertahankan irama sinus dapat diberikan obat didalam tabel berikut :
10 Universitas Sumatera Utara
2. Pilihan obat-obat untuk pengontrol laju ventrikel adalah digoxin, antagonis kalsium ( verapamil dan diltiazem) serta penyekat beta. Laju irama yang dianggap terkontol 6080 kali/menit pada saat istirahat dan 90 -115 saat aktivitas. 3. Pengobatan antitrombotik bertujuan untuk mencegah komplikasi stroke emboli. Pada pasien AF harus dilakukan penghitungan CHA2DS2-VASc untuk menilai resiko stroke pada pasien AF non valvular. CHA2DS2-VASc terdiri dari [Congestive heart failure, Hypertension, Age ≥75, Diabetes, Stroke (doubled), vascular disease, age 65-74, sex kategory female]. Setelah itu dilakukan penghitungan HAS-BLED [Hypertension , Abnormal renal/liver function, Stroke, Bleeding history or predisposition, Labile INR, Elderly (e.g. age .65, frailty, etc.) Drugs/alcohol concomitantly] sebagai alat untuk menilai resiko perdarahan serta untuk langkah mengkoreksi jika HAS-BLED≥ 3 artinya memiliki resiko tinggi terhadap perdarahan, meskipun demikian pasien tetap diberikan warfain. Warfarin lebih superior dibandingkan aspirin. Sedangkan penggunaan kombinasi aspirin dengan clopidogrel pada pasien yang menolak untuk menggunakan oral anti koagulan seperti warfarin. NOACs merupakan suatu alternatif 11 Universitas Sumatera Utara
terapi antitrombotik yang memiliki efikasi dan keselamatan dibandingkan warfarin. Yang termasuk dalam NOACs adalah inhibitor trombin (dabigatran) serta inhibitor faktor Xa ( Rivaroxaban, Apixaban) dengan target pengobatan INR 2 – 3, dan pada pasien dengan usia > 70 tahun INR 1,6 - 2. Adapun rekomendasi yang dikeluarkan sesuai dengan 2012 focused update of the ESC Guidelines for the management of atrial fibrillation.1,2,4,5,7,9
12 Universitas Sumatera Utara
13 Universitas Sumatera Utara
14 Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
1. Klein Irwin, Danzi Sara : Thyroid Disease and the Heart.Circulation. 2007;116:17251735. doi: 10.1161/CIRCULATIONAHA.106.678326 2.
3.
Camm A.J, Lip G.Y.H, Caterina D.R, et al. 2012 focused update of the ESC Guidelines for the management of atrial fibrillation. European Heart Journal (2012) 33, 2719–2747 doi:10.1093/eurheartj/ehs253 Brent G.A, Graves Disease, The new England Journal of Medicine(2008);358:2594-605
4. Page R.L, Newli diagnosed Atrial Fibrillation, The new England Journal of Medicine(2004);351:2408-16 5. Kisyanto Y, Antono D, Penyakit Jantung Tiroid dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 5, Internal Publishing:2009;1798-1803 6. Ranitya R, Nasution S.A, Fibrilasi Atrial dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 5, Internal Publishing:2009;1612-1617 7. Djokomoeljanto R, Kelenjar Tiroid, Hipertiroid dan Hipotiroid dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 5, Internal Publishing:2009;1993-2008 8. Wustmann K, Kucera P, Burow A,et.al. Activation of electrical triggers of Atrial Fibrilation in Hyperthyroidsm, J Clin Endocrinol Metab, June 2008,93(6):2104-2108 9. Lilly L.S, Pathophisiology of Heart Disease, 5th:China(2011); 287-288
15 Universitas Sumatera Utara