Homekotoba dalam Bahasa Jepang Yofiandhy Dwi Indrayana, Lea Santiar Program Studi Jepang, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
Abstrak Penelitian ini membahas makna-makna jenis homekotoba dalam bahasa Jepang. Penelitian ini dilakukan dengan membandingkan penggunaan homekotoba dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan memahami perbedaan antar jenis-jenis penggunaan homekotoba tersebut sehingga dapat membantu penutur asing bahasa Jepang dalam berkomunikasi dengan penutur jati bahasa Jepang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis-jenis homekotoba dapat dilihat melalui komponen makna, implikasi, dan untuk siapa homekotoba tersebut diucapkan. Penelitian ini dilakukan secara kualitatif berdasarkan teori dan ditulis dengan metode penulisan deskriptif analisis. Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini ialah bahwa pada dasarnya homekotoba terdiri dari lima jenis, yaitu homeru ‘memuji’, oseji ‘basa-basi’, hiniku ‘menyindir’, gomasuri ‘menjilat’, dan jiman ‘sombong’. Homeru dan oseji masuk ke dalam kategori homekotoba untuk orang lain yang tidak terdapat implikatur percakapan di dalamnya, hiniku dan gomasuri masuk ke dalam kategori homekotoba untuk orang lain yang terdapat implikatur percakapan di dalamnya, sedangkan jiman masuk ke dalam kategori homekotoba untuk diri sendiri. Kata kunci: homekotoba; kata-kata pujian; implikatur; analisis makna
Homekotoba in Japanese Language Abstract The purpose of this research is to make a significance definition on homekotoba’s types. This research analyze the difference of these types by comparing in their daily usage so that foreigners who learns Japanese can have a clear understanding in these homekotoba. The result of this research is showing that the types of homekotoba can be seen in their meaning component, implication, and who’s the recipient of that homekotoba. This is a qualitative research that written in analytic description method. The conclusion of this research is that homekotoba can be classified into 5 categories, which are homeru ‘praising’, oseji ‘small talk’, hiniku ‘satirize’, gomasuri ‘curry favor’, and jiman ‘haughty’. Homeru and oseji can be categorized as homekotoba for others that doesn't have conversation's implicature in it, while hiniku and gomasuri fall into homekotoba for others that have conversation implicature in it. Lastly, jiman fall the category of homekotoba for one own self. Keywords: homekotoba; words of flattery; implicature; meaning analysis
1
Homekotoba Dalam..., Yofiandhy Dwi Indrayana, FIB UI, 2013
Pendahuluan Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana, 2009: 24). Dengan kata lain, bahasa menjadi kebutuhan yang selalu ada dalam kehidupan manusia. Sementara itu, kehidupan manusia senantiasa berubah seiring dengan perkembangan zaman karena manusia dan bahasa memiliki keterkaitan yang cukup kuat. Ketika manusia berkembang, bahasa pun ikut berkembang. Perkembangan ini kemudian memberikan pengaruh terhadap penggunaannya dalam masyarakat. Perubahan yang terjadi terlihat dengan jelas dalam berbagai tataran linguistik, salah satunya yaitu sosio-linguistik, sub linguistik yang mengkaji mengenai bahasa dan pemakaiannya dalam konteks sosial dan kebudayaan (Appel, Hubert, dan Meijer, 1976: 10). Sosiolinguitik adalah cabang linguistik yang mempelajari hubungan dan saling pengaruh antara perilaku bahasa dan perilaku sosial (Kridalaksana, 2009: 225). Dengan kata lain, melalui sosiolinguistik kita dapat mengetahui bagaimana sifat manusia tergambarkan melalui pemakaian bahasanya. Namun, dalam pemakaian bahasa sendiri terdapat perbedaan tataran yang menjadi faktor penting dalam penilaian perilaku seseorang melalui bahasanya, yaitu tataran formal dan informal. Dalam tataran formal, misalnya bahasa dalam berpidato, presentasi produk, dan presentasi ilmiah. Sementara itu, berbahasa dalam bentuk nonformal dapat dalam bentuk “bercanda”, “merumpi”, atau sekadar “mengobrol”. Di setiap tataran yang berbeda terdapat penilaian yang berbeda pula, seperti implikatur, subjektivitas, dan inferensi. Oleh karena itu, dalam sosiolinguistik sendiri, terdapat ilmu-ilmu yang mempelajari lebih dalam mengenai makna dan pemakaian bahasa, yaitu semantik dan pragmatik. Dalam penelitian ini, penulis melakukan analisis makna, sebuah metode yang merupakan turunan dari ilmu semantik, yang kemudian dilanjutkan dengan analisis melalui teori implikatur. Mengutarakan homekotoba merupakan salah satu dari berbagai macam jenis interaksi sosial yang dapat ditemukan di kehidupan sehari-hari. Inti dari homekotoba hanya satu, yaitu memberi penghargaan pada orang lain. Memberikan homekotoba dan menanggapinya merupakan pertukaran yang wajar, namun ini juga dapat menjadi sebuah objek studi apabila dilihat dari sisi perilaku budaya, sosial, dan linguistik. Dalam kehidupan masa kini, di balik pemberian homekotoba tidak jarang ditemukan adanya unsur-unsur lain seperti sindiran, maksud lain selain membuat penutur merasa senang. 2
Homekotoba Dalam..., Yofiandhy Dwi Indrayana, FIB UI, 2013
Bangsa Jepang memiliki cara tersendiri dalam berkomunikasi dan menjalin perasaan satu sama lain dalam interaksi antarindividunya. Sebuah hal seperti pujian dapat menjadi penentu hubungan baik antarkedua individu. Makna pujian memiliki kekuatan besar bagi bangsa Jepang untuk menjalani hidup. Memberikan pujian bertujuan untuk membuat mitra tutur merasa senang, tetapi pujian ini sering dianggap sebagai hal yang rendah. Namun, bagi bangsa Jepang, menghilangkan pujian dari perkataannya, ialah hal yang tabu.1 Dalam bahasa Jepang, kata-kata pujian kadang-kadang digunakan juga untuk sindiran atau basa-basi. Menanggapi hal tersebut, masyarakat Jepang akan benar-benar memasukkannya ke dalam hati. Oleh karena itu, kata-kata pujian tidak dapat diabaikan dalam kegiatan berbahasa bangsa Jepang sehari-hari. Apabila melihat pengertian pujian bagi bangsa Jepang di atas, terlihat bahwa terdapat kesamaan dengan pengertian pujian bagi bangsa Indonesia. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) (2007: 904), makna pujian hanya sebatas ‘pernyataan memuji’. Meskipun demikian, faktanya dalam kehidupan sehari-hari tidak hanya itu. Oleh masyarakat Indonesia pujian juga sering digunakan sebagai basa-basi, sindiran, atau awalan dari kalimat persuasif atau permintaan tolong. Oleh karena itu, bagi bangsa Indonesia, kata-kata pujian kadangkala dapat diabaikan. Dalam sebuah contoh percakapan bahasa Indonesia, ditemukan seperti ini: 1. “Hay salam kenal ya, blognya bagus deh :) boleh minta follow backnya. thank u :)”2 Dalam contoh tersebut, terlihat bahwa kata-kata pujiannya hanya sebagai basa-basi, namun tetap dapat dikatakan juga sebagai bentuk memuji. Sementara dalam bahasa Jepang, basa-basi (お世辞) ‘oseji’ dan memuji (褒める) ‘homeru’ adalah dua istilah yang berbeda. Kebiasaan masyarakat Jepang dalam mengucapkan ungkapan-ungkapan pujian memang berbeda dengan masyarakat Indonesia. Penulis menduga bahwa faktor-faktor yang melatarbelakangi perbedaan ini dilandaskan oleh perbedaan budaya kedua negara tersebut. Oleh karena itu, penulis meyakini bahwa mempelajari ungkapan pujian dalam bahasa Jepang bagi masyarakat Indonesia, terutama pemelajar bahasa Jepang, merupakan hal yang sangat penting. Fungsi utama mempelajari ungkapan pujian dalam bahasa Jepang dan jenis-jenisnya ini ialah agar 1
(Terjemahan) http://www3.ocn.ne.jp/~mhc/10tu.htm (diakses pada 4 Maret 2012, 9:02 WIB) http://audreysubrata.blogspot.com/2012/09/kepada-pak-jokowi-pak-ahok-saya-ga-mau.html (diakses pada 6 November 2012, 13:02 WIB) 2
3
Homekotoba Dalam..., Yofiandhy Dwi Indrayana, FIB UI, 2013
pemelajar asing tidak mengalami kesulitan dalam berkomunikasi langsung dengan penutur jati bahasa Jepang. Penelitian ini bertujuan agar penutur asing bahasa Jepang di Indonesia memahami homekotoba dan jenis-jenisnya serta bagaimana homekotoba tersebut digunakan dalam percakapan sehari-hari.
Landasan Teori Paul Grice (1975: 23) mengatakan bahwa dalam sebuah tuturan, mungkin terdapat proposisi yang bukan merupakan bagian dari tuturan yang bersangkutan. Proposisi yang diimplikasikan ini yang disebut sebagai implikatur. Ia menyatakan bahwa konsep implikatur ini dapat menyelesaikan masalah pola-pola inferensi yang ditemukan dalam percakapan sehari-hari. Karena implikatur bukan merupakan bagian tuturan yang mengimplikasikannya, hubungan kedua proposisi itu bukan merupakan konsekuensi mutlak. Dalam tulisan yang sama, Grice membagi implikatur ke dalam dua jenis, yaitu: 1. Implikatur Konvensional (Conventional Implicature) Dalam beberapa kasus, makna konvensional dari kata yang digunakan menjelaskan makna implikatur yang diucapkan. Maksudnya adalah pengertian yang bersifat umum. Grice memberikan contoh: a. He is an Englishman; he is, therefore, brave. b. His being an Englishman implies that he is brave. Terjemahan: a. Dia orang Inggris; berarti dia, dengan kata lain, seorang pemberani. b. Dia sebagai Inggris mengimplikasikan bahwa ia pemberani. Grice meneliti bahwa jika seseorang dapat mengucapkan (a) untuk menyatakan (b). Orang akan lebih memilih mengucapkan (a) karena apabila langsung mengucapkan (b) maka mungkin akan timbul salah pengertian. Pada dasarnya, kedua kalimat ini memiliki makna yang sama. Semua orang juga sepakat bahwa orang Inggris adalah
4
Homekotoba Dalam..., Yofiandhy Dwi Indrayana, FIB UI, 2013
orang yang pemberani. Namun, kalimat (b) lebih tegas, sehingga lebih mudah membuat salah pengertian. Dengan kata lain, implikatur konvensional menggunakan makna yang umum dan memiliki fungsi yang konvensional untuk penuturnya. 2. Implikatur Percakapan (Conversational Implicature) Implikatur percakapan merupakan implikatur yang maknanya bergantung pada konteks percakapan yang terjadi, misalnya: c. Alan: Are you going to Paul’s Party? Barb: I have to work. Terjemahan: Alan: Apakah kamu akan pergi ke pestanya Paul? Barb: Aku harus bekerja. Pada percakapan di atas, jawaban Barb sama sekali tidak menjawab pertanyaan Alan. Namun, terimplikasikan bahwa Barb tidak akan pergi ke pestanya Paul. Ini yang disebut sebagai implikatur percakapan. Teori implikatur Grice tersebut menjelaskan bagaimana tujuan dari pengucapan homekotoba atau kata-kata pujian dapat berbeda-beda. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) (2007: 904), makna pujian adalah ‘pernyataan memuji’. Pernyataan yang disampaikan dengan tujuan untuk membuat orang lain, dalam hal ini mitra tutur, merasa senang. Namun, kadangkadang dalam beberapa kondisi interaksi tertentu, tujuan dari homekotoba bukan hanya untuk membuat orang lain merasa senang, melainkan ada pula tujuan yang lain, yaitu tujuan “persuasif” dan “sarkasme" atau “sindiran”. Pada masa kini, pujian dan persuasi sudah menjadi dua hal yang saling terkait. Seorang individu melakukan pujian untuk tujuan persuasi, dan juga melakukan tindakan persuasi untuk mendapatkan pujian. Hal ini sejalan dengan studi tentang persuasi yang berasal dari zaman Yunani kuno, atau mungkin sebelumnya. Salah satu buku pertama dalam catatan sejarah yang dapat dikatakan sebagai risalah mengenai bidang persuasi ini adalah buku tentang bagaimana cara memperoleh pujian dari Pharaoh (Gray, 1946). 5
Homekotoba Dalam..., Yofiandhy Dwi Indrayana, FIB UI, 2013
Implikasi berupa sarkasme atau sindiran pun sering ditemui dalam pujian, misalnya pada salah satu contoh kalimat dengan majas ironi dalam bahasa Indonesia: “bagus sekali tulisanmu, sampai-sampai tidak bisa dibaca.”3 Dalam kalimat tersebut kata-kata “bagus sekali tulisanmu” merupakan kata-kata pujian, namun di dalamnya terdapat unsur sindiran karena maksud penutur bukan untuk memuji. Tidak masuk akal seseorang memberikan komentar seperti itu apabila orang tersebut tidak dapat membaca tulisannya. Dalam keadaan ini, kata-kata pujian dalam kalimat ini sama sekali tidak memiliki fungsi untuk membuat mitra tutur merasa senang. Dengan kata lain, sebuah pujian pun mungkin dapat menjadi sebuah implikatur. Sugimoto (2009: 21) mengatakan bahwa dalam penggunaannya secara umum, homekotoba dalam bahasa Jepang dapat menjadi homeru (褒める) ‘memuji’ dan oseji (お世辞) ‘basabasi’. Perbedaan antara homeru dan oseji dapat dilihat dari ada atau tidaknya kejujuran didalamnya. Oseji juga biasanya digunakan kepada orang yang lebih dihormati. Sugimoto (2009) juga mengatakan bahwa oseji juga digunakan untuk menjaga keharmonisan hubungan dengan orang lain. Meskipun demikian, tidak mengatakan yang sebenarnya dalam pujiannya tidak selalu berarti oseji. Levinson (1983) mengatakan bahwa dalam sebuah tuturan, salah satu implikatur yang mungkin muncul adalah fakta yang secara lahiriah tidak kelihatan berkaitan atau berlawanan (PWJ Nababan, 1987: 28). Dalam hal ini, sebuah homekotoba pun dapat bermaksud hal yang berlawanan dari memuji, yaitu hiniku (皮肉) ‘menyindir’. Pada dasarnya, hiniku adalah sebuah bentuk kritik atau sindiran yang menyakitkan perasaan atas kesalahan atau keburukan seseorang dengan ekspresi secara tidak langsung 4. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa hiniku adalah bentuk satire. Kemudian, selain ketiga jenis homekotoba di atas, Jia Yu (1999: 25-26) mengatakan bahwa terdapat turunan dari oseji, yaitu gomasuri (ゴマすり) ‘menjilat’. Gomasuri berarti memuji agar mendapatkan keuntungan dari orang lain dengan cara merendahkan diri sendiri. Dalam melakukan gomasuri, sebelum menyatakan apa yang diinginkan, seseorang selalu memuji mitra tuturnya terlebih dahulu, meskipun apa yang dikatakannya belum tentu tulus. Pujian yang dimaksud adalah oseji. 3 4
http://www.terpopuler.net/macam-macam-majas-dan-contohnya (Terjemahan) http://gogen-allguide.com/hi/hiniku.html (18 November 2012, 16:20 WIB)
6
Homekotoba Dalam..., Yofiandhy Dwi Indrayana, FIB UI, 2013
Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Jenis tulisan yang digunakan ialah deskriptif analisis, yaitu mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah diperoleh, kemudian data tersebut dianalisis dan dituangkan kembali ke dalam skripsi ini. Data diperoleh dari sebelas episode drama Jepang Hanawake no Yon Shimai berupa dialogdialog percakapan yang di dalamnya terdapat penggunaan homekotoba. Data-data tersebut dicatat dan dan kemudian dianalisis komponen maknanya. Kemudian, data-data tersebut dianalisis lagi dengan teori implikatur percakapan sehingga dapat dengan jelas diklasifikasikan.
Hasil Penelitian Data yang terkumpul dari drama Jepang Hanawake no Yon Shimai adalah sebanyak 29 situasi yang masing-masing di dalamnya terdapat pengucapan homekotoba. Setelah dilakukan analisis, didapatkan hasil yang terlihat dalam tabel di bawah ini. Jenis Homeru Oseji Hiniku Gomasuri Jenis Lainnya
Jumlah 14 6 2 6 1
Persentase 48,28 % 20,69 % 6,89 % 20,69 % 3,45 %
Secara rinci, hasil analisis data juga dapat dilihat dalam tabel di bawah ini. 意義要素 種類 正直 風刺
和を守る
利益をはかる
Data 1
+
-
+
-
褒める
Data 2
-
-
+
-
お世辞
Data 3
+
+/-
+
-
褒める
Data 4
+
-
+
+
ゴマすり
7
Homekotoba Dalam..., Yofiandhy Dwi Indrayana, FIB UI, 2013
Data 5
+
-
+
-
褒める
Data 6
+
+/-
+
-
褒める
Data 7
+
+
-
+
褒める
Data 8
+
-
+
-
褒める
Data 9
+
-
+
-
褒める
Data 10
+/-
-
+
+
ゴマすり
Data 11
+
-
+
-
褒める
Data 12
+/-
-
+
-
お世辞
Data 13
+
-
+
-
お世辞
Data 14
+/-
-
+
-
お世辞
Data 15
+
-
+
+
ゴマすり
Data 16
+
-
+
+
ゴマすり
Data 17
-
+
-
-
皮肉
Data 18
+
-
+
-
褒める
Data 19
+/-
-
+
-
お世辞
Data 20
+
-
+
-
褒める
Data 21
+
-
+
-
褒める
Data 22
+
-
+
-
褒める
Data 23
+
-
+
-
褒める
Data 24
+/-
-
+
-
お世辞
Data 25
+
-
+
-
褒める
Data 26
+
-
-
-
その他
Data 27
+
+
+
+
ゴマすり
Data 28
+
+
+
-
皮肉
Data 29
+
-
+
+
ゴマすり
8
Homekotoba Dalam..., Yofiandhy Dwi Indrayana, FIB UI, 2013
Pembahasan 1. Kata-kata pujian dengan jenis Homeru (褒める) Penulis menemukan empat belas situasi yang merupakan penggunaan homekotoba jenis oseji ‘basa-basi’. Namun, penulis hanya menjabarkan dua analisa dari empat belas situasi yang penulis temukan. (1)
Sachiko:
ミニドレッスすてきかわいいね∼ お人形さんみたい。 Mini Doressu suteki kawaiine~ Oningyou-san mitai Mini Dress itu cantik dan lucu ya~ Seperti boneka. (Episode: 1. Waktu: 00.00.51)
Penutur:
Sachiko Hanawa (ibu)
Mitra Tutur:
Takemi Hanawa (anak perempuan)
Situasi:
Sachiko Hanawa berbicara kepada Takemi dari kejauhan dengan tersenyum lebar tentang pakaian yang ia kenakan di pernikahan.
Pada data (1), homekotoba diucapkan secara eksplisit oleh penutur, yaitu dengan kata-kata suteki yang berarti ‘cantik’ dan kawaii yang berarti ‘lucu’ atau ‘imut’. Selain itu, secara implisit homekotoba tersebut juga menggunakan kata ningyou ‘boneka’. Dalam kebudayaan Jepang, ningyou ‘boneka’ diibaratkan sebagai sesuatu yang bermakna positif. Maksudnya dapat berarti ‘cantik’ atau ‘lucu’. Apabila melihat implikasinya, maka kata ningyou tersebut memiliki makna yang sama dengan homekotoba yang diutarakan sebelumnya. Oleh karena itu, implikasi ini adalah pelengkap berupa pujian implisit yang memperkuat homekotoba tersebut. Kemudian berdasarkan konteksnya, homekotoba tersebut diucapkan oleh Sachiko kepada anaknya, Takemi, yang sedang menikah. Karakter Sachiko adalah seorang yang selalu menunjukkan rasa senang terhadap apapun yang terjadi pada anak-anaknya. Pada waktu itu, Takemi mengenakan mini dress sebagai gaun pengantin dan Sachiko mengutarakan kata-kata pujian pada pakaian yang dikenakan Takemi. Pada dasarnya, seorang pengantin putri ingin terlihat cantik pada hari pernikahannya. Oleh karena itu, pujian yang diucapkan sesuai untuk memenuhi keinginan mitra tuturnya, sehingga pujian tersebut mengandung komponen makna 9
Homekotoba Dalam..., Yofiandhy Dwi Indrayana, FIB UI, 2013
wa o mamoru. Di sisi lain, karena homekotoba tersebut diucapkan oleh ibu pada pernikahan anaknya yang keduanya memang memiliki hubungan baik, maka homekotoba tersebut tidak mengandung makna menyindir. Oleh karena homekotoba tersebut memiliki komponen shoujiki ‘kejujuran’ dan diucapkan oleh seorang ibu kepada anaknya, homekotoba pada data (1) termasuk ke dalam kategori homeru ‘memuji’. (2)
Maki:
(Tertawa kecil) 私の作品佳作で賞しちゃったんだい。 Watashi no sakuhin kasaku de shou shichattandai. Karya buatanku mendapatkan penghargaan honorable mention lho.
à Chie:
(Terkejut dan langsung tersenyum) すごい!ついに漫画化デビューするの。 Sugoi! Tsui ni mangaka debyuu suru no. Hebat! Apakah setelah ini kamu akan memulai debut sebagai pengarang komik? (Episode: 9. Waktu: 00.19.21)
Penutur:
Numazaki Chie (teman)
Mitra Tutur:
Fukushima Maki (teman)
Situasi:
Maki tertawa kecil sendiri kemudian menunjukkan kepada teman-temannya komik buatannya yang mendapatkan penghargaan.
Dalam homekotoba yang diutarakan pada data (2), penutur berkomentar atas karya yang ditunjukkan oleh mitra tuturnya. Karya tersebut merupakan sebuah komik yang mendapatkan penghargaan. Penutur mengucapkan homekotoba secara eksplisit dengan kata sugoi yang berarti ‘hebat’. Dengan pujian tersebut, penutur menunjukkan ketertarikan atas apa yang dicapai oleh mitra tuturnya. Penutur ikut merasakan senang atas pencapaian tersebut. Dengan kata lain, homekotoba tersebut mengandung makna shoujiki ‘kejujuran’. Hal ini yang membuat homekotoba tersebut masuk ke dalam kategori homeru ‘memuji’.
10
Homekotoba Dalam..., Yofiandhy Dwi Indrayana, FIB UI, 2013
2. Kata-kata pujian dengan jenis Oseji (お世辞) Penulis menemukan enam situasi yang merupakan penggunaan homekotoba jenis oseji ‘basabasi’. Namun, penulis hanya akan menjabarkan dua analisa dari enam situasi yang ditemukan, yaitu situasi (2), dan (12). (3)
Yamane:
きれいね、竹美。 Kirei ne, Takemi. Kamu cantik ya, Takemi.
à Takemi:
(Memegang pundak Yamane) 本当?あなたにそう言ってもらえるのが一番うれしい。 Hontou? Anata ni sou itte moraeru no ga ichiban ureshii. Benarkah? Aku paling senang kalau kamu yang mengatakannya. (Episode: 1. Waktu: 00.00.38)
Penutur:
Takemi Hanawa (pengantin)
Mitra Tutur:
KatsuhikoYamane (mantan suami)
Situasi:
Yamane menghadiri pesta pernikahan Takemi. Ia menghampiri Takemi dan memujinya. Kemudian, Takemi memegang pundak Yamane dan merespon pujiannya dengan tersenyum.
Kata-kata ichiban ureshii ‘paling senang’ yang diucapkan oleh Takemi pada data (3) adalah homekotoba yang diucapkan oleh Takemi untuk membalas homekotoba yang sebelumnya diberikan oleh Yamane kepada Takemi. Karena diucapkan kepada mantan suaminya, tidak lazim jika tuturan “anata ni sou itte moraeru no ga ichiban ureshii” ‘paling senang kalau kamu yang mengatakannya’ diucapkan dengan kejujuran. Namun, homekotoba tersebut tetap diucapkan untuk menjaga hubungan baik antarkeduanya. Hal itu karena homekotoba tersebut mengimplikasikan ucapan terima kasih atas homekotoba yang didapat penutur. Oleh karena itu, meskipun tidak terdapat komponen shoujiki ‘kejujuran’, tetap terdapat komponen wa wo
11
Homekotoba Dalam..., Yofiandhy Dwi Indrayana, FIB UI, 2013
mamoru ‘menjaga keharmonisan’. Sesuai dengan pengertian-pengertian yang telah disebutkan sebelumnya, homekotoba ini termasuk ke dalam jenis oseji ‘basa-basi’. (4)
Yamane:
はい、できた。 Hai, dekita. Ya, sudah matang.
à Ayame:
やった!おいしそう∼。 Yatta! Oishisou~. Asyik! Kelihatannya enak~. (Episode: 5. Waktu: 00.29.22)
Penutur:
Hanawa Ayame (anak)
Mitra Tutur:
KatsuhikoYamane (ayah)
Situasi:
Yamane baru saja selesai memasak takoyaki untuk Takemi dan anak-anaknya.
Data (4) berisi homekotoba yang diutarakan secara eksplisit oleh anak-anak kepada ayahnya setelah melihat hasil masakan ayahnya. Homekotoba yang diucapkan adalah oishisou yang berarti ‘kelihatannya enak’. Dalam kebudayaan Jepang, memuji makanan saat makanan telah matang atau datang merupakan hal yang biasa yang seringkali diucapkan oleh masyarakat Jepang, meskipun tidak diketahui apakah homekotoba itu benar-benar tulus atau hanya sebuah basa-basi. Oleh karena itu, tidak diketahui secara pasti homekotoba pada data (9) apakah memiliki komponen shoujiki ‘kejujuran’ atau tidak. Berdasarkan hal tersebut, homekotoba pada data (4) termasuk dalam jenis oseji ‘basa-basi’.
3. Kata-kata pujian dengan jenis Hiniku (皮肉) Penulis menemukan dua homekotoba yang termasuk dalam jenis hiniku ‘menyindir’, yaitu pada situasi (17) dan situasi (28). (5) à Takemi:
(Datang membawakan jus sambil menyeringai) すっかり、寛いじゃって、いいご身分だね。 Sukkari, kutsuroijatte, ii gomibun da ne.
12
Homekotoba Dalam..., Yofiandhy Dwi Indrayana, FIB UI, 2013
Benar-benar deh, santai-santai, punya status sosial yang tinggi ya. Daigo:
(Terkejut dan tercebur ke kolam renang) (Episode: 7. Waktu: 00.20.47)
Penutur:
Takemi Hanawa (anak)
Mitra Tutur:
Daigo Hanawa (ayah)
Situasi:
Takemi melihat sosok ayahnya yang bersantai-santai di samping kolam renang rumah mantan suami Takemi setelah ayahnya kabur dari rumah karena masalah dengan keluarganya.
Pada data (5), homekotoba diucapkan oleh seorang Takemi kepada ayahnya. Sebelumnya, sang ayah kabur dari rumah karena sedang bermasalah dengan anak-anaknya. Setelah menghilang untuk beberapa hari, Takemi menemukannya sedang bersantai di rumah mantan suami Takemi. Penutur berkata “kutsuroijatte, ii gomibun da ne” yang berarti bahwa ayahnya itu kini telah memiliki status sosial yang tinggi, sehingga dapat bersantai-santai di rumah yang bagus. Tuturan ini menggunakan kata mibun ‘status sosial yang tinggi’ dengan prefiks go yang membuatnya menjadi keigo ‘bahasa sopan’. Namun, tuturan ini diawali dengan kata kutsurogu ‘santai-santai’ dengan imbuhan jatte dan diakhiri dengan da ne yang membuatnya menjadi kalimat futsuugo ‘bahasa biasa/sehari-hari’. Dalam struktur bahasa Jepang, kalimat tersebut tak lazim. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa penutur menggunakan kata gomibun dengan bahasa sopan untuk memberikan sindiran. Homekotoba tersebut jelas tidak mengandung
komponen
shoujiki ‘kejujuran’
maupun
wa wo mamoru ‘menjaga
keharmonisan’. Oleh karena homekotoba pada data (5) hanya mengandung komponen fuushi ‘satire’, maka homekotoba tersebut termasuk dalam jenis hiniku ‘menyindir’. (6)
Sakurako:
(Menarik nafas dan tersenyum kecil) あたし、ショウちゃんと別れた。 Atashi, Shou-chan to wakareta. Aku, sudah putus5 dengan Shou-chan.
Takemi:
(Terkejut) へっ!
5
Tidak lagi berpacaran.
13
Homekotoba Dalam..., Yofiandhy Dwi Indrayana, FIB UI, 2013
He’! Hah! Sakurako:
全然落ち込んでないから。仕事も新しい部署に移って、毎日残業、すご いでしょ。 Zenzen ochikondenai kara. Shigoto mo atarashii busho ni utsutte, mai nichi zangyou, sugoi deshou. Sama sekali tidak sedih kok. Jabatnku juga dipindahkan ke posisi baru, setiap hari lembur, hebat kan?
à Takemi:
(Tersenyum) ん∼だからちょっといい女風になったんだ。 N~ dakara choto ii onna fuu ni nattan da. Hm~ pantas kamu sedikit jadi lebih feminim. (Episode: 11. Waktu: 00.33.54)
Penutur:
Takemi Hanawa (kakak perempuan)
Mitra Tutur:
Sakurako Hanawa (adik perempuan)
Situasi:
Setelah Sakurako dipindahtugaskan ke jabatan yang baru, ia berkunjung ke rumah Takemi yang baru. Kemudian, ia membantu Takemi menjemur baju. Saat sedang membantunya, Sakurako menarik nafas panjang, tersenyum kecil, dan mulai berbicara.
Homekotoba pada data (6) diucapkan oleh seorang kakak yang sudah lama tak bertemu adiknya. Saat bertemu kembali, adiknya telah mendapat posisi yang lebih baik di tempat kerja. Kemudian, sang kakak memujinya. Pujian tersebut berbeda dengan homekotoba pada data (6). Penutur mengutarakan homekotoba secara eksplisit, yaitu dengan mengatakan “onna fuu ni nattan da” yang berarti ‘menjadi feminim’. Apabila melihat keadaannya, homekotoba tersebut memiliki komponen makna shoujiki ‘kejujuran’ karena sang adik memang menjadi lebih feminim. Namun, karena pada waktu sebelumnya sang adik tidak biasa bersikap feminim seperti itu, jadi terdapat pula komponen fuushi ‘satire’ di dalam homekotoba tersebut. Meskipun terdapat komponen fuushi ‘satire’, tetapi kata-kata sarkasme dalam homekotoba pada data (6) hanya candaan untuk menjaga hubungan baik antarkeduanya. Namun, 14
Homekotoba Dalam..., Yofiandhy Dwi Indrayana, FIB UI, 2013
homekotoba tersebut diucapkan dengan intonasi yang terkesan merendahkan mitra tuturnya. Selain itu, hasil kuesioner dari responden yang belum pernah menonton drama juga mengatakan bahwa homekotoba tersebut termasuk ke dalam jenis hiniku ‘menyindir’. Oleh karena itu, homekotoba tersebut tetap masuk ke dalam jenis hiniku ‘menyindir’ dan bukan homeru ‘memuji’ meskipun di dalamnya juga terdapat komponen shoujiki ‘kejujuran’.
4. Kata-kata pujian dengan jenis Gomasuri (ゴマすり) Dari enam situasi yang ditemukan, penulis akan menjabarkan dua analisis diantaranya, yaitu situasi (4), dan (10). (7)
Shouzaburou:
(Sambil menyetir mobil) 肉ジャガマジでうまかったよ。あいうのさ、家庭の味とか言ってた。 Nikujaga maji de umakatta yo. A iu no sa, katei no aji to ka itteta. Nikujaganya benar-benar enak lho. Mungkin, itulah yang disebut dengan rasa rumah. (Episode: 3. Waktu: 00.26.57)
Penutur:
Shouzaburou Mashiko (pacar)
Mitra Tutur:
Sakurako Hanawa (pacar)
Situasi:
Shouzaburou memakan nikujaga 6 buatan Sakurako sebelum mereka berdua berselisih.
Data (7) menunjukkan homekotoba yang diucapkan oleh seorang laki-laki kepada pacarnya yang memasak nikujaga untuknya. Penutur memuji nikujaga yang dibuat oleh mitra tuturnya dengan kata-kata umakatta yang berarti ‘enak’. Pujian ini mungkin memiliki makna bahwa penutur ingin dimasakkan nikujaga lagi oleh mitra tuturnya. Kemudian jika melihat konteksnya, sebelum homekotoba tersebut diutarakan, keduanya sempat bertengkar. Penutur mengutarakan homekotoba tersebut agar hubungan antarkeduanya semakin baik. Dengan kata lain, dapat ditemukan juga komponen rieki wo hakaru ‘merencanakan untuk mendapat keuntungan’ bahwa penutur mengimplikasikan permohonan maaf pada kekasihnya. 6
Nikujaga: daging dan kentang rebus.
15
Homekotoba Dalam..., Yofiandhy Dwi Indrayana, FIB UI, 2013
Berdasarkan hal tersebut, homekotoba pada data (7) masuk ke dalam kategori gomasuri ‘menjilat’. (8)
Shouzaburou:
でも、なんでこの仕事を俺に示したんだ?もしかして、俺に会いたかっ た? Demo, nande kono shashin wo ore ni shimeshitan da? Moshikashite, ore ni aitakatta? Tetapi, kenapa menunjukkan foto ini ke aku? Jangan-jangan, kamu ingin bertemu denganku?
à Sakurako:
まさか、朝焼けの写真が好評だったから。また同じカメラマンに頼めば ってなっただけ。 Masaka, asayake no shashin ga kouhyou datta kara. Mata onaji kameraman ni tanomebatte natta dake. Bukan begitu, karena foto sinar pagi itu terkenal. Aku hanya jadi ingin meminta tolong pada fotografer yang sama. (Episode: 11. Waktu: 00.38.11)
Penutur:
Sakurako Hanawa (teman)
Mitra Tutur:
Shouzaburou Mashiko (teman)
Situasi:
Sakurako menggunakan foto terkenal yang diambil oleh Shouzaburou untuk perusahaannya setelah mereka berdua sudah tidak berpacaran lagi.
Data (8) mengandung homekotoba yang diucapkan oleh seseorang kepada temannya setelah menggunakan foto yang diambil oleh temannya tersebut untuk keperluan perusahaannya. Homekotoba tersebut merupakan jenis gomasuri ‘menjilat’, tetapi didahului oleh oseji ‘basabasi’ yang memiliki komponen shoujiki ‘kejujuran’. Penutur mengucapkan kouhyou yang berarti ‘terkenal’ sebagai pujian untuk foto yang diambil oleh mitra tutur. Foto yang dimaksud dalam homekotoba tersebut memang telah meraih penghargaan di sebuah majalah. Oleh karena itu, terbukti bahwa foto itu memang terkenal. Homekotoba pada data (8) dikategorikan ke dalam jenis gomasuri ‘menjilat’ karena terdapat implikasi berupa keinginan penutur untuk menggunakan foto-foto yang diambil oleh mitra tuturnya lagi. Keinginan itu memang tidak terlihat dalam pengucapan pujiannya, namun tersirat di dalamnya. Sesuai dengan teori yang diutarakan Grice (1975: 23), homekotoba 16
Homekotoba Dalam..., Yofiandhy Dwi Indrayana, FIB UI, 2013
tersebut termasuk ke dalam implikatur percakapan. Oleh karena itu, homekotoba tersebut tetaplah termasuk dalam jenis gomasuri ‘menjilat’. 5. Kata-kata pujian dengan jenis Lainnya Selain kategori-kategori di atas, terdapat pula jenis-jenis homekotoba lain yang ditemukan dalam pengucapan homekotoba pada drama Hanawake no Yon Shimai yang bukan merupakan homeru ‘memuji’, oseji ‘basa-basi’, hiniku ‘menyindir’, maupun gomasuri ‘menjilat’. Penulis menemukan satu homekotoba yang bukan merupakan homeru ‘memuji’, oseji ‘basabasi’, hiniku ‘menyindir’, maupun gomasuri ‘menjilat’. (9)
Takemi:
あ、これ、あたしが売ったいなた。おいしそう∼。 A, kore, atashi ga utta inata. Oishisou~. Ah, ini kan, inata yang aku jual. Kelihatannya enak~. (Episode: 11. Waktu: 00.06.01)
Penutur: Takemi Hanawa (penjual ikan) Mitra Tutur:
Tamu
Situasi:
Hanawa melihat pengunjung yang sedang memakan inata yang ia jual di sebuah restoran.
Pada data (18), penutur mengucapkan pujian oishisou yang berarti ‘kelihatannya enak’ kepada tamu restoran yang sedang memakan ikan yang dijual oleh penutur. Dengan kata lain, pujian ini diutarakan untuk diri penutur sendiri. Pujian tersebut mengandung komponen makna (+) pada shoujiki ‘kejujuran’ dan (-) pada komponen yang lainnya. Penulis mengategorikan jenis homekotoba tersebut ke dalam jenis lainnya karena tidak diucapkan kepada orang lain, melainkan diri penutur sendiri. Meskipun pengertian homeru ‘memuji’, oseji ‘basa-basi’, hiniku ‘menyindir’, dan gomasuri ‘menjilat’ berbeda-beda, tetapi keempatnya diucapkan kepada orang lain yang berfungsi sebagai mitra tutur. Oleh karena itu, penulis tidak mengategorikannya ke dalam empat jenis yang disebutkan sebelumnya. Penulis mengategorikannya ke dalam jenis homekotoba lain, yaitu jiman (自慢) ‘sombong’.
Kesimpulan 17
Homekotoba Dalam..., Yofiandhy Dwi Indrayana, FIB UI, 2013
Homekotoba dalam bahasa Jepang memiliki banyak jenis penggunaan tergantung fungsi pemakaiannya. Homekotoba yang fungsi awalnya adalah untuk memuji atau membuat mitra tutur merasa senang, kini telah memiliki fungsi-fungsi lain tergantung konteks wacana saat homekotoba itu diutarakan. Jenis-jenis tersebut yaitu homeru, oseji, hiniku, gomasuri, dan jiman. Adanya implikatur pada penuturan homekotoba menyebabkan munculnya jenis-jenis homekotoba dengan fungsi dan tujuan yang berbeda-beda. Homekotoba tanpa implikatur di dalamnya atau yang sesuai dengan tujuan utamanya, yaitu membuat mitra tuturnya merasa senang, terbagi ke dalam jenis homeru ‘memuji’ dan oseji ‘basa-basi’. Kemudian, homekotoba yang di dalamnya terdapat implikatur terbagi menjadi hiniku ‘sindiran’ dan gomasuri ‘menjilat’. Oleh karena implikatur pada homekotoba itu bergantung pada konteks wacananya, dapat disimpulkan bahwa homekotoba yang berbeda dengan tujuan utamanya merupakan bentuk implikatur percakapan. Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pengucapan homekotoba dalam bahasa Jepang di masa kini dapat dibagi menjadi lima jenis, yaitu homeru, oseji, hiniku, gomasuri, dan jiman. Kelima jenis homekotoba ini berbeda-beda tergantung tujuan homekotoba tersebut diutarakan; implikasi yang terkandung dalam homekotoba tersebut; konteks wacana; dan untuk siapa homekotoba tersebut diutarakan.
Saran Penulis menutup makalah ini dengan dua harapan bagi penelitian selanjutnya yang didasarkan pada makalah ini: yang pertama adalah penelitian ini dapat dapat dilanjutkan dengan menggunakan teori eksplikatur dan prinsip kesantunan. Hal ini disebabkan karena kedua hal tersebut juga sebenarnya memiliki peran yang sangat penting dalam pembagian jenis homekotoba selain implikatur. Yang kedua adalah penerapan hasil penelitian ini dalam metode pengajaran bahasa Jepang untuk orang asing. Hal ini bertujuan agar penutur asing bahasa Jepang lebih mudah dalam menjalani komunikasi langsung dengan penutur jati bahasa Jepang.
18
Homekotoba Dalam..., Yofiandhy Dwi Indrayana, FIB UI, 2013
Daftar Pustaka Fukusawa, Emi. Compliment Responses and Study Abroad. Jurnal Fakultas Sophia Junior College 31 (2011): 35-50. Jia, Yu. Tadashii Oseji no Tsukaikata. Tokyo: Hama no Shuppan, 1999. Grice, H.P. Meaning. Philosophical Review 66 (1957): 377-388.
―― Logic and conversation. Ed. P. Cole dan J. Morgan. Syntax and Semantics 3: Speech Acts (1975): 41‒58. Leech, G. Principles of Pragmatics. London: Longmans, 1983. Levinson, S. C. Pragmatics. Cambridge: Cambridge University Press, 1983. Nababan, P.W.J. Ilmu Pragmatik: Teori dan Penerapannya. Jakarta : Proyek Pengembangan Lembaga Tenaga Kependidikan, 1987. Okamoto, Shinichiro. Perception of Hiniku and Oseji: How Hyperbole and Orthographically Deviant Styles Influence Irony-Related Perceptions in the Japanese Language. Discourse Processes 41:1 (2006): 25-50. Rani, Abdul, dkk. Analisis Wacana. Jawa Timur: Banyumedia Publishing, 2006. Sugimoto, Yoshiaki. Kokoro wo Oni ni Shite Shikaru Yori Muri ni Demo Homenasai. Tokyo: Nihon Jitsugyou Shuppansha, 2009. Sugiyama, Minako. Hanashikata no Manaa to Kotsu. Tokyo: Gakken, 2005.
19
Homekotoba Dalam..., Yofiandhy Dwi Indrayana, FIB UI, 2013