Hidup Tidak Selalu Berwarna Biru Biru, warna langit yang menggambarkan sebuah keelokan, sebuah kegembiraan, dan warna yang luhur maknanya. Tapi, biru tidak akan menjadi lebih indah jika tidak dijajarkan dengan warna-warna lain. Warna yang melengkapi dan menghiasi dunia. Warna yang bersifat lebih anggun ataupun lebih keras. Warna yang lebih halus, dan warna yang lebih kasar. Warna yang lebih indah dipandang mata, ataupun yang kurang enak dinikmati. Warna, ya memang tidak hanya ada satu, melainkan ada berjuta.
Jika warna tidak hanya biru, begitupun juga dengan kehidupan. Kehidupan ini tidak akan selamanya ada. Ada waktu dimana kita harus menemui “pencipta boneka” . Kita didunia hanyalah boneka ciptaan yang memiliki peran masing-masing.
Kita kesampingkan dulu kehidupan kelak. Kita sekarang membicarakan mengenai makna warna “Biru” dalam kehidupan. Dan pastinya kehidupan saat ini dimana anda sedang membaca, anda sedang menulis, anda tertawa, menangis atau mungkin anda sekarang sedang tidur. Bagaimanapun aktifitas anda saat ini, jika anda sekarang sedang mengembang – kempiskan dada anda, itu tandanya anda masih hidup. Dan jika kulit dicubit atau pipi di tampar masih terasa sakit, banyak yang percaya anda memang masih hidup. Maka bersyukurlah !
2
Dalam hidup, seperti sudah dibicarakan tadi, katanya warna Biru menggambarkan kehidupan yang penuh dengan suka cita. Kehidupan dimana seluruh warna-warna yang dianggap menjengkelkan, warna yang
dianggap
mengganggu
dan
kerap
kali
menyebabkan kesedihan, hilang seketika karena dihapuskan atau digantikan warnanya dengan warna biru. Warna biru, warna yang memiliki makna luhur. Dimana
orang
kehidupannya
dibilang
mapan,
memiliki warna biru dalam kehidupannya. Disini tidak disebutkan orang itu harus menyukai atau mewarnai segala hal yang ia sukai dengan warna biru, melainkan gambaran dari warna itu sendiri. Warna biru, warna kehidupan yang penuh dengan kesempurnaan,
warna
yang
menggambarkan
kebahagiaan , dan warna yang menjadikan kehidupan lebih indah. Jika kehidupan
digambarkan tidak
lagi
selamanya
dengan berwarna
warna, biru.
Kehidupan itu tidak seperti cerita kartun doraemon. Atau seperti cerita Cinderela yang terkenal. Yang 3
selalu berakhir bahagia atau happy ending. Tapi kehidupan itu bagiakan sebuah benang kusut. Kita akan membuatnya lurus sehingga benang itu bisa dijadikan sebuah kain, dan kemudian dijadikan pakaian yang indah. Atau kita akan membiarkannya tetap kusut, bahkan menjadikannya lebih kusut, sehingga sungguh sulit untuk membuatnya lurus. Kehidupan
itu
tidak
selamanya
indah,
tidak
selamanya enak, dan tidak selamanya selalu “ada”.
Ada disini memiliki makna lebih praktis. Atau ketika ingin memakan ayam goreng, langsung saja tersedia ayam goreng dimeja makan tanpa tahu dari mana dan siapa yang membuatnya. Atau kita ingin mandi, dan tiba-tiba ember terisi penuh tanpa harus lelah
lengan
kita
menimba
pada
air
sumur.
Kehidupan itu tidak seperti itu. Atau tidak tiba-tiba ada. Semuanya pasti membutuhkan sebuah usaha. Membutuhkan kerja keras, dan membutuhkan sebuah dorongan. Karena tanpa dorongan, hidup itu seperti sebuah laptop tanpa tombol power. Kita tidak tahu 4
bagaimana memulainya, kita tidak tahu fungsinya, dan
kita
tidak
akan
tahu
bagaimana
menggunakannya. Maka dari itu, kita seharusnya sadar diri bahwa kehidupan itu tidak selamanya senang, tidak selamanya ada yang menopang, dan tidak selamanya akan berjalan begitu saja jika kita tidak pernah memulainya.
Mungkin
kita
sekarang
sedang
bersenang-senang, tapi ingatlah kesenangan itu tidak selamanya ada. Dan itu berarti kehidupan tidak selamanya berwarna biru.
5
“Jika di dunia ini hanya warna biru yang paling berharga, lantas untuk apa ada warna pelangi? Tahukah muncul?
mengapa Karena
ia
warna biru didalamnya. ”
6
pelangi memiliki
Kebahagiaan Itu Tidak Instan
Ia dulu menikah dengan wanita yang juga mencintainya. Dan buah cintanya yakni seorang putra. Istrinya seorang buruh cuci, dan ia mencoba peruntungan dengan menjual mesin kedokteran yang berbentuk kotak dan dibilang aneh. Tapi usahanya sepertinya gagal. Istrinya mulai meninggalkannya, dan anaknya. Ia kemudian bertemu dengan seseorang yang
menggunakan
kendaraan
mewah,
dan
kemudaian ia bertanya, “Bung, apa pekerjaanmu sehingga kau bisa membeli yang seperti ini? “ Dan orang itu menjawab singkat, “Aku pialang saham !” Kemudian ia bertanya lagi, “Apakah pialang saham harus berpendidikan tinggi? “ 7
Dan kemudian orang itu menjawab lagi, “Tidak, kau hanya harus pintar menghitung saja “. Sambil bercanda dan saling melempar senyum, kedua orang itu berpisah. Orang itu masuk ke kantornya, dan Ia melanjutkan perjalanannya. Kemudian ia mencoba peruntungan dengan menjadi pialang saham karena tertarik dengan apa yang didapatkan oleh orang yang ia temui tadi siang. Walaupun ia hanya magang dan tidak dibayar, tapi demi kebahagiaan ia tetap menjalaninya. Dengan usaha yang nyata dan gigih, akhirnya ia kini menjadi salah satu pemilik saham di Wall Street dengan harga saham yang tinggi. Kebahagiaan yang ia cari, didapatkan dengan keringat dan usaha yang tiada henti. Lalu, siapakah Ia ini? Ya , dialah Chris Gardner. Cerita nyata yang dijadikan sebuah film berjudul “Pursuit Of Happyness” yang diperankan oleh Will Smith sebagai Chris. Yang pernah menontonnya pasti tahu, sangat menarik cerita film ini dan dapat dijadikan sebuah pelajaran. Bagi yang 8
belum menontonnya, jangan ketinggalan. Walaupun sudah terbilang lama, tapi filmnya masih berlaku bagi kehidupan ini.
***
9