BADAN PUSAT PUSAT STATISTIK STATISTIK No. 69/12/72/ Th. XVI, 2 Desember 2013
HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM TAHUN 2013 SEBANYAK 74,07 RIBU RUMAH TANGGA, NAIK 5,92 PERSEN DARI TAHUN 2003
Jumlah rumah tangga usaha pertanian tahun 2013 sebanyak 401,89 ribu rumah tangga, subsektor tanaman pangan 190,19 ribu rumah tangga, hortikultura 140,62 ribu rumah tangga, perkebunan 322,13 ribu rumah tangga, peternakan 163,20 ribu rumah tangga, perikanan 52,07 ribu rumah tangga, dan kehutanan 41,37 ribu rumah tangga.
Jumlah rumah tangga petani gurem di Indonesia tahun 2013 sebanyak 74,07 ribu rumah tangga atau sebesar 19,13 persen dari rumah tangga pertanian pengguna lahan, mengalami peningkatan sebanyak 4,12 ribu rumah tangga atau naik 5,92 persen dibandingkan tahun 2003.
Jumlah petani yang bekerja di sektor pertanian sebanyak 451,85 ribu orang, terbanyak di subsektor perkebunan sebesar 341,17 ribu orang dan terkecil di subsektor perikanan kegiatan budidaya ikan sebesar 15,80 ribu orang.
Petani utama Sulawesi Tengah sebesar 31,07 persen berada di kelompok umur 35-44 tahun.
Rata-rata luas lahan yang dikuasai per rumah tangga usaha pertanian seluas 1,72 ha, terjadi peningkatan sebesar 52,77 persen dibandingkan tahun 2003 yang hanya sebesar 1,12 ha.
Jumlah sapi dan kerbau pada 1 Mei 2013 sebanyak 253,40 ribu ekor, terdiri dari 249,98 ribu ekor sapi potong, 10 ekor sapi perah dan 3,41 ribu ekor kerbau.
1. PENDAHULUAN Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan amanat Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik dan mengacu pada sejumlah rekomendasi dari Food and Agriculture Organization (FAO) yang menetapkan “The World Programme for the 2010 Around Agricultural Censuses Covering Periode 2006-2015”. Pelaksanaan ST2013 dilakukan secara bertahap, yaitu pencacahan lengkap usaha pertanian pada Mei 2013, dilanjutkan dengan pendataan rinci melalui Survei Pendapatan Rumah Tangga Usaha Pertanian pada November 2013 dan Survei Struktur Ongkos Komoditas Pertanian Strategis dalam setiap subsektor pertanian pada MeiOktober 2014.
Berita Resmi Statistik No. 69/12/72 Th. XVI, 2 Desember 2013
1
Dalam Berita Resmi Statistik (BRS) ini, data jumlah rumah tangga usaha pertanian 2003 dihitung dari data mentah ST2003 dengan menggunakan konsep ST2013 yang tidak menggunakan Batas Minimal Usaha dan master wilayah ST2013 untuk rumah tangga usaha pertanian.
2.
USAHA PERTANIAN
Berdasarkan Hasil pencacahan lengkap ST2013 diketahui bahwa jumlah rumah tangga usaha pertanian pada tahun 2013 sebesar 401,89 ribu rumah tangga. Subsektor perkebunan, tanaman pangan, dan peternakan merupakan tiga subsektor dengan jumlah rumah tangga usaha pertanian terbanyak yaitu masing-masing 322,13 ribu rumah tangga, 190,19 ribu rumah tangga, dan 163,20 ribu rumah tangga. Sementara itu, kehutanan merupakan subsektor yang paling sedikit memiliki rumah tangga usaha pertanian, yaitu sebanyak 41,37 ribu rumah tangga. Gambar 1. Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian Menurut Subsektor, Tahun 2003 dan 2013 (ribu)
Jumlah Rumah Tangga (ribu)
400,00 350,00 300,00 250,00 200,00 150,00
17,32
37,88
41,37
43,19
52,07
55,83
163,20
135,53
322,13
301,91
140,62
141,09
190,19
169,49
401,89
50,00
396,62
100,00
0,00 Sulawesi Tengah
Tanaman Pangan
Hortikultura Perkebunan
2003
Peternakan
Perikanan
Kehutanan
Jasa Pertanian
2013
Rumah tangga usaha pertanian pada tahun 2013 mengalami peningkatan sebanyak 5,27 ribu rumah tangga dari 396,62 ribu rumah tangga pada tahun 2003 menjadi 401,89 ribu rumah tangga, yang berarti terjadi perubahan sebesar 1,33 persen. Secara absolut peningkatan terbesar terjadi di subsektor peternakan sebanyak 27,67 ribu rumah tangga, sedangkan penurunan terbesar di subsektor perikanan yaitu sebanyak 3,76 ribu rumah tangga. Kondisi yang sama juga terjadi pada perkembangan secara persentase dimana peternakan merupakan subsektor yang mengalami peningkatan paling besar selama 10 tahun terakhir yaitu sebesar 20,41 persen, sedangkan perikanan menjadi subsektor dengan tingkat penurunan tertinggi yaitu sebesar -6,73 persen. Sementara itu, jumlah rumah tangga usaha jasa pertanian tahun 2013 mengalami penurunan yang cukup signifikan dibandingkan tahun 2003. Hasil ST2013 menunjukkan jumlah rumah tangga usaha jasa pertanian sebanyak 17,32 ribu rumah tangga, turun sebanyak 20,56 ribu rumah tangga (-54,29 persen) dari tahun 2003 yang berjumlah 37,88 ribu rumah tangga. 2
Berita Resmi Statistik No. 69/12/72 Th. XVI, 2 Desember 2013
Tabel 1. Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian Menurut Subsektor Tahun 2003 dan 2013
Rumah Tangga Usaha Pertanian (000) Sektor/Subsektor (1) SEKTOR PERTANIAN
2003
2013
(2)
(3)
Perubahan Absolut % (4) (5)
396,62
401,89
5,27
1,33
169,49
190,19
20,69
12,21
104,20
111,67
7,47
7,17
Palawija
90,69
100,16
9,47
10,44
2. Hortikultura
141,09
140,62
-0,48
-0,34
3. Perkebunan
301,91
322,13
20,22
6,70
4. Peternakan
135,53
163,20
27,67
20,41
5. Perikanan
55,83
52,07
-3,76
-6,73
8,49
15,07
6,58
77,45
49,79
40,38
-9,41
-18,90
43,19
41,37
-1,83
-4,23
11,29
25,60
14,31
126,70
0,09
0,24
0,15
168,54
33,05
17,36
-15,69
-47,48
37,88
17,32
-20,56
-54,29
SUBSEKTOR : 1. Tanaman Pangan Padi
Budidaya Ikan Penangkapan Ikan 6. Kehutanan Budidaya Tanaman Kehutanan Penangkapan Satwa/Tumbuhan Liar Pemungutan Hasil Hutan/ Penangkapan Satwa Liar 7. Jasa Pertanian
Ket eran gan : Sat u rum ah t an gga usah a p er t an ian d ap at m en gusah akan leb ih d ari 1 sub sub sekt o r usah a p ert an ian , seh in gga jum lah rum ah t an gga usah a p ert an ian b ukan m erup akan p en jum lah an rum ah t an gga usah a p ert an ian d ari m asin g -m asin g sub sekt o r t an am an p an gan , h o rt rikult ura, p erkeb un an , p et ern akan , p erikan an d an keh ut an an .
Jumlah rumah tangga petani gurem (rumah tangga usaha pertanian pengguna lahan yang menguasai lahan kurang dari 0,5 hektar) di Sulawesi Tengah tahun 2013 sebanyak 74,07 ribu rumah tangga. Komposisi terbanyak berada di Kabupaten Donggala sebesar 12,42 ribu rumah tangga, disusul Kabupaten Parigi Moutong sebesar 11,53 ribu rumah tangga dilanjutkan Kabupaten Sigi sebesar 9,96 ribu rumah tangga. Sementara komposisi rumah tangga petani gurem terkecil berada di Kabupaten Poso sebesar 2,62 ribu rumah tangga. Dibandingkan dengan kondisi tahun 2003, jumlah rumah tangga petani gurem di tahun 2013 mengalami peningkatan. Jika pada tahun 2003 petani gurem di Sulawesi Tengah sebanyak 69,94 ribu rumah tangga, pada tahun 2013 bertambah menjadi 74,07 ribu rumah tangga atau naik sebesar 5,92 persen. Peningkatan terbesar secara absolut terjadi di Kabupaten Donggala yang mencapai 4,20 ribu rumah tangga. Ditinjau secara persentase peningkatan rumah tangga petani gurem terbesar terjadi di Kabupaten Tojo Una-una sebesar 109,34 persen. Sementara penurunan terbesar jumlah rumah tangga petani gurem secara absolut dan persentase terjadi di Kota Palu dengan jumlah penurunan mencapai 5,37 ribu rumah tangga, atau turun sebesar -56,93 persen. Berita Resmi Statistik No. 69/12/72 Th. XVI, 2 Desember 2013
3
Gambar 2. Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Petani Gurem Menurut Kabupaten/Kota, Tahun 2003 dan 2013
Palu
4,06
9,43 8,66 9,96
Sigi 1,68 3,52
Tojo Una-una
9,61 11,53
Parigi Moutong 2,51 3,27
Buol
8,04 7,56
Tolitoli
8,22
Donggala
12,42
3,44 2,62
Poso
4,30 3,86
Morowali
7,19 5,70
Banggai
6,86 9,57
Banggai Kep.
69,94
Sulawesi Tengah 0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
74,07
70,00
Jumlah Rumah Tangga Petani Gurem (ribu)
2003
2013
Peningkatan jumlah rumah tangga petani gurem terbesar berasal dari peningkatan 6,22 ribu rumah tangga usaha pertanian yang menguasai lahan antara 2000-4999 m2. Selain itu berkurangnya jumlah rumah tangga usaha pertanian pengguna lahan 10000-19999 dan 20000-29999 m2 masing-masing sebanyak 5,38 ribu rumah tangga dan 3,88 ribu rumah tangga juga turut menyumbang terjadinya peningkatan jumlah rumah tangga petani gurem secara keseluruhan pada tahun 2013. Tabel 2. Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian Pengguna Lahan Menurut Kabupaten Tahun 2003 dan 2013
No.
Kabupaten
(1)
(2)
Rumah Tangga Usaha Pertanian Pengguna Lahan Perubahan 2013 Absolut (4) (5)
2003 (3)
% (6)
1
Banggai Kepulauan
29.503
30.641
1.138
2
Banggai
49.977
47.311
-2.666
-5,33
3
Morowali
29.425
32.869
3.444
11,70
4
Poso
34.432
38.231
3.799
11,03
5
Donggala
45.272
46.876
1.604
3,54
6
Tolitoli
31.898
32.878
980
3,07
7
Buol
18.261
18.403
142
0,78
8
Parigi Moutong
64.643
72.582
7.939
12,28
9
Tojo Una-una
20.025
23.829
3.804
19,00
10
Sigi
34.689
36.994
2.305
6,64
11
Palu
14.511
6.644
-7.867
-54,21
4
Berita Resmi Statistik No. 69/12/72 Th. XVI, 2 Desember 2013
3,86
372.636
Sulawesi Tengah
387.258
14.622
3,92
Dari seluruh rumah tangga usaha pertanian pada tahun 2013, sebesar 96,36 persen merupakan rumah tangga usaha pertanian pengguna lahan (387,26 ribu rumah tangga). Sedangkan rumah tangga usaha pertanian bukan pengguna lahan hanya sebesar 3,64 persen, atau sebanyak 14,63 ribu rumah tangga. Selama kurun waktu sepuluh tahun, rumah tangga usaha pertanian pengguna lahan mengalami peningkatan sebesar 14,62 ribu rumah tangga atau sebesar 3,92 persen. Peningkatan jumlah rumah tangga terbesar secara absolut terjadi di Kabupaten Parigi Moutong yang mencapai 7,94 ribu rumah tangga. Sementara itu peningkatan jumlah rumah tangga pengguna lahan terbesar secara persentase terjadi di Kabupaten Tojo Una-una yang mencapai 19,00 persen. Penurunan jumlah rumah tangga pengguna lahan secara absolut terjadi di Kota Palu. Pada tahun 2003, jumlah rumah tangga pertanian pengguna lahan di Kota Palu mencapai 14,51 ribu rumah tangga selanjutnya pada tahun 2013 menjadi 6,64 ribu rumah tangga atau menurun 54,21 persen.
Tabel 3. Rata-rata Luas Lahan yang Dikuasai per Rumah Tangga Usaha Pertanian Menurut Kabupaten dan Jenis Lahan Tahun 2013 (Hektar)
No.
Kabupaten
(1)
(2)
Lahan Bukan Pertanian 2003 (3)
2013 (4)
Lahan Pertanian Lahan Sawah 2003 (5)
2013 (6)
Lahan Bukan Sawah 2003 (7)
2013 (8)
Lahan yang Dikuasai
Jumlah 2003 (9)
2013 (10)
2003 (11)
2013 (12)
1
Banggai Kepulauan
0,17
0,18
0,01
0,01
0,95
1,15
0,96
1,16
1,13
1,34
2
Banggai
0,34
0,09
0,22
0,32
0,79
1,61
1,01
1,93
1,34
2,02
3
Morowali
0,38
0,08
0,18
0,26
0,93
1,89
1,11
2,15
1,48
2,23
4
Poso
0,28
0,07
0,19
0,23
1,00
1,74
1,19
1,97
1,46
2,04
5
Donggala
0,20
0,04
0,10
0,14
0,95
1,30
1,05
1,45
1,25
1,49
6
Tolitoli
0,11
0,06
0,15
0,20
0,76
1,33
0,91
1,53
1,02
1,59
7
Buol
0,25
0,05
0,12
0,15
0,76
1,39
0,88
1,55
1,14
1,60
8
Parigi Moutong
0,18
0,04
0,19
0,24
1,00
1,46
1,20
1,69
1,38
1,73
9
Tojo Una-una
0,20
0,14
0,02
0,02
0,96
1,76
0,98
1,79
1,18
1,93
10 Sigi
0,12
0,04
0,21
0,23
0,69
1,02
0,90
1,25
1,02
1,29
11 Palu
0,06
0,04
0,02
0,06
0,11
0,73
0,13
0,79
0,18
0,82
0,20
0,07
0,14
0,19
0,79
1,45
0,92
1,64
1,12
1,72
Sulawesi Tengah
Hasil Sensus Pertanian 2013 menunjukkan bahwa rata-rata penguasaan lahan yang dimiliki oleh rumah tangga pertanian pada tahun 2013 mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Jika pada tahun 2003 rata-rata lahan yang dikuasai sebesar 1,12 ha, pada tahun 2013 rata-rata lahan yang dikuasai meningkat menjadi 1,72 ha untuk setiap rumah tangga pertanian. Peningkatan rata-rata lahan yang dikuasai terutama berasal dari peningkatan pengusaan lahan pertanian dari 0,92 ha pada tahun 2003 menjadi 1,64 ha pada tahun 2013. Sebaliknya pada penguasaan lahan bukan pertanian terjadi penurunan penguasaan lahan oleh rumah tangga pertanian dari 0,20 ha pada tahun 2003 menjadi hanya 0,07 ha pada tahun 2013.
Berita Resmi Statistik No. 69/12/72 Th. XVI, 2 Desember 2013
5
Rata-rata penguasaan lahan per rumah tangga pertanian terbesar tahun 2013 terdapat di Kabupaten Morowali seluas 2,23 ha, sedangkan rata-rata penguasaan lahan per rumah tangga terkecil terdapat di Kota Palu seluas 0,82 ha. Kabupaten dengan rata-rata penguasaan lahan pertanian per rumah tangga terbesar juga di Kabupaten Morowali seluas 2,15 ha dan kabupaten dengan rata-rata penguasaan lahan pertanian per rumah tangga terkecil adalah Kota Palu seluas 0,79 ha. Sementara itu, penguasaan lahan sawah terbesar terdapat di Kabupaten Banggai sebesar 0,32 ha dan terkecil terdapat di Kabupaten Banggai Kepulauan sebesar 0,01 ha per rumah tangga pertanian. Sedangkan untuk penguasaan lahan pertanian bukan sawah terbesar berada di Kabupaten Morowali yaitu sebesar 1,89 ha dan terkecil berada di Kota Palu sebesar 0,73 ha per rumah tangga pertanian. Berdasarkan kondisi demografi petani menurut jenis kelamin, hasil Sensus Pertanian 2013 menunjukkan bahwa dari seluruh jumlah petani sebanyak 451,85 ribu orang yang bekerja di sektor pertanian pada tahun 2013 didominasi oleh petani laki-laki sejumlah 392,91 ribu orang (86,96 %). Sedangkan jumlah petani perempuan yang bekerja di sektor ini hanya berjumlah 58,94 ribu orang atau sebesar 13,04 persen. Kondisi ini berlaku umum untuk komposisi petani di masing-masing subsektor pertanian baik di tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Persentase jumlah petani laki-laki terbesar berada di subsektor penangkapan ikan yang mencapai 98,45 persen sementara persentase petani laki-laki paling sedikit berada di subsektor hortikultura yang mencapai 85,33 persen.
Tabel 4. Jumlah Petani Menurut Sektor/Subsektor dan Jenis Kelamin Tahun 2013 (000) Laki-Laki Sektor/Subsektor (1) SEKTOR PERTANIAN SUBSEKTOR : 1. Tanaman Pangan 2. Hortikultura 3. Perkebunan 4. Peternakan 5. Perikanan Budidaya Ikan Penangkapan Ikan 6. Kehutanan
Absolut
Perempuan %
Absolut
Jumlah %
Absolut
%
(2) 392,91
(3) 86,96
(4) 58,94
(5) 13,04
(6) 451,85
(7) 100,00
182,39 130,26 310,31 148,61
89,57 85,33 90,95 86,05
21,24 22,40 30,86 24,09
10,43 14,67 9,05 13,95
203,63 152,66 341,17 172,69
100,00 100,00 100,00 100,00
14,74 40,91 40,77
93,28 98,45 95,92
1,06 0,64 1,73
6,72 1,55 4,08
15,80 41,56 42,51
100,00 100,00 100,00
Sementara itu dari hasil Sensus Pertanian 2013 juga diketahui bahwa sebanyak 341,17 ribu petani yang bekerja di sektor pertanian berada di subsektor perkebunan atau terbesar dari seluruh subsektor pertanian. Subsektor lain yang juga banyak menyerap jumlah tenaga kerja berturut-turut adalah subsektor tanaman pangan dan perikanan dengan jumlah petani yang masing-masing sebesar 203,63 ribu orang dan 172,69 ribu orang. Dari Tabel 5 diketahui bahwa sebanyak 124,86 ribu rumah tangga usaha pertanian dengan kelompok umur petani utamanya antara 35-44 tahun. Sementara jumlah rumah tangga usaha pertanian yang kelompok umur petani utamanya kurang dari 15 tahun sebanyak 98 rumah tangga dan jumlah rumah tangga usaha pertanian yang kelompok umur petani utamanya di atas 65 tahun sebanyak 34,60 ribu rumah tangga. 6
Berita Resmi Statistik No. 69/12/72 Th. XVI, 2 Desember 2013
Tabel 5. Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Petani Utama Tahun 2013 Jumlah
Kelompok Umur Petani Utama (Tahun) (1) < 15 15 – 24 25 – 34 35 – 44 45 – 54 55 – 64 65 + Jumlah Distribusi (Persen)
Laki-Laki
Perempuan
(2)
(4) 96 6.495 70.131 120.317 94.305 54.798 29.292 375.434 93,42
Absolut (6)
2 158 1.395 4.539 7.719 7.331 5.313 26.457 6,58
Distribusi (Persen) (7)
98 6.653 71.526 124.856 102.024 62.129 34.605 401.891
0,02 1,66 17,80 31,07 25,39 15,46 8,61 100,00
Rumah tangga usaha pertanian dengan petani utama laki-laki juga terlihat lebih banyak jumlahnya jika dibandingkan dengan petani utama perempuan. Kecenderungan ini terjadi hampir serupa di masingmasing kelompok umur. Jumlah rumah tangga usaha pertanian dengan petani utama laki-laki tercatat berjumlah 375,43 ribu rumah tangga, jauh lebih tinggi dibandingkan petani utama perempuan yang tercatat sebanyak 26,46 rumah tangga. Persentase jumlah rumah tangga pertanian dengan petani utama laki-laki terbanyak berada pada kelompok umur 35-44 tahun sebesar 32,05 persen dan terendah berada pada kelompok umur dibawah 15 tahun yang mencapai 0,03 persen. Sedangkan pada rumah tangga pertanian dengan petani utama perempuan secara persentase terbesar berada pada kelompok umur 45-54 tahun (29,18%) dan terendah berada pada kelompok umur di bawah 15 tahun (0,01%).
Gambar 3. Jumlah Petani Utama Menurut Kelompok Umur Tahun 2013
Kelompok Umur < 15 0,02%
Kelompok Umur 65 + 8,61%
Kelompok Umur 15-24 1,66%
Kelompok Umur 25-34 17,80%
Kelompok Umur 55-64 15,46%
Kelompok Umur 45-54 25,39%
Kelompok Umur 35-44 31,07%
Berita Resmi Statistik No. 69/12/72 Th. XVI, 2 Desember 2013
7
Komposisi jumlah petani utama secara keseluruhan terbesar berada pada kelompok umur 35-44 tahun sebesar 31,07 persen, kemudian disusul kelompok umur 45-54 tahun (25,39 %) dan kelompok umur 25-34 tahun (17,80 %). Kelompok umur dibawah umur 15 dan kelompok umur 15-24 tahun merupakan dua kelompok umur yang paling sedikit jumlah petani utamanya dengan nilai masing-masing sebesar 0,02 persen dan 1,66 persen.
3. PERUSAHAAN PERTANIAN BERBADAN HUKUM DAN USAHA PERTANIAN LAINNYA Ditinjau dari jumlah perusahaan pertanian yang berbadan hukum, hasil Sensus Pertanian 2013 menunjukkan bahwa terdapat 49 perusahaan pertanian. Sebagian besar atau sebanyak 27 perusahaan pertanian yang berbadan hukum bergerak di subsektor perkebunan disusul subsektor kehutanan sebanyak 13 perusahaan pertanian. Sedangkan perikanan merupakan subsektor yang paling sedikit memiliki perusahaan pertanian yaitu sebanyak satu perusahaan pertanian. Gambar 4. Perbandingan Jumlah Perusahaan Berbadan Hukum Menurut Subsektor, Tahun 2003 dan 2013 (Perusahaan)
50
49 40
34
30
9
15
20
13
27
Jumlah Perusahaan
60
60
2003
2013
0
1 Perikanan
0
2
Peternakan
1
2 Perkebunan
0
1
4
10
0 Sulawesi Tengah
Tanaman Pangan
Hortikultura
Kehutanan Jasa Pertanian
Jumlah Perusahaan Pertanian pada tahun 2013 menurun dibanding tahun 2003. Jika pada tahun 2003 jumlah perusahaan pertanian sebanyak 60 unit maka pada 10 tahun kemudian turun menjadi 49 unit atau dengan kata lain terjadi penurunan sejumlah 11 unit (18,33 %). Penurunan jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum tertinggi antara tahun 2003 sampai tahun 2013 secara absolut maupun persentase terjadi di subsektor perikanan, yang mengalami penurunan jumlah unit usaha mencapai 8 perusahaan pertanian atau turun sebesar 88,89 persen. Peningkatan jumlah perusahaan pertanian baik secara absolut maupun persentase terbesar terjadi di subsektor tanaman pangan dengan jumlah peningkatan sejumlah 3 perusahaan pertanian atau sebesar 300,00 persen . 8
Berita Resmi Statistik No. 69/12/72 Th. XVI, 2 Desember 2013
Tabel 6. Jumlah Perusahaan Pertanian Berbadan Hukum dan Usaha Pertanian Lainnya Menurut Subsektor Tahun 2003 dan 2013 Perusahaan Pertanian Berbadan Hukum (Perusahaan) Sektor/Subsektor (1) SEKTOR PERTANIAN
2003
2013
(2)
(3)
Usaha Pertanian Lainnya 2013 (Unit)
Perubahan Absolut (4)
% (5)
(6)
60
49
-11
-18,33
131
Tanaman Pangan
1
4
4
300,00
42
Padi
0
0
0
0,00
19
SUBSEKTOR : 1.
Palawija
1
4
3
300,00
31
2.
Hortikultura
0
2
2
-
24
3.
Perkebunan
34
27
-7
-20,59
47
4.
Peternakan
1
2
1
100,00
55
5.
Perikanan
9
1
-8
-88,89
24
Budidaya Ikan
8
0
-8
-100,00
23
Penangkapan Ikan
1
1
0
0,00
1
15
13
-2
-13,33
8
0
0
0
0,00
2
6.
Kehutanan
7.
Jasa Pertanian
4. SAPI DAN KERBAU Jumlah sapi dan kerbau pada 1 Mei 2013 sebanyak 253,40 ribu ekor, terdiri dari 249,98 ribu ekor sapi potong, 10 ekor sapi perah dan 3,41 ribu ekor kerbau. Jumlah sapi potong betina lebih banyak bila dibandingkan dengan jumlah sapi potong jantan. Hasil Sensus Pertanian 2013 menunjukkan bahwa jumlah sapi potong betina sebanyak 169,34 ribu ekor dan jumlah sapi potong jantan sebanyak 80,64 ribu ekor. Sedangkan sapi perah betina sebanyak 7 ekor dan jumlah sapi perah jantan hanya sebanyak 3 ekor. Sementara itu populasi kerbau betina sebanyak 2,51 ribu ekor dan jumlah kerbau jantan sebanyak 0,90 ribu ekor. Gambar 5. Jumlah Sapi Potong, Sapi Perah dan Kerbau Menurut Jenis Kelamin Tahun 2013
Betina; 169,34 ribu ekor
Sapi Potong
Jantan; 80,64 ribu ekor
Jantan; 0,90 ribu ekor
Jantan; 3 ekor Betina; 2,51 ribu ekor
Betina; 7 ekor
Sapi Perah
Kerbau
Berita Resmi Statistik No. 69/12/72 Th. XVI, 2 Desember 2013
9
Kabupaten dengan jumlah sapi dan kerbau terbanyak adalah Kabupaten Banggai, dengan jumlah sapi dan kerbau sebanyak 54,65 ribu ekor. Sedangkan Kota Palu adalah wilayah dengan jumlah sapi dan kerbau paling sedikit (8,12 ribu ekor). Jumlah sapi potong terbanyak juga terdapat di Kabupaten Banggai, yaitu sebanyak 54,64 ribu ekor, sedangkan sapi perah hanya terdapat di Kabupaten Poso, dengan jumlah sebanyak 10 ekor. Jumlah ternak kerbau terbesar berada di Kabupaten Poso yang berjumlah 1,99 ribu ekor. Tabel 7. Jumlah Sapi dan Kerbau Pada 1 Mei 2013 Menurut Kabupaten dan Jenis Kelamin (ekor) Sapi Potong No.
Kabupaten
(1)
(2)
1
Banggai Kepulauan
2
Banggai
3
Morowali
4
Poso
5
Donggala
6
Sapi Perah
Kerbau Jantan Betina
Jumlah
Jumlah Sapi dan Kerbau
(11)
(12)
Jantan
Betina
Jumlah
Jantan
Betina
Jumlah
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
5.329
10.650
15.979
0
0
0
3
1
4
15.983
17.101
37.541
54.642
0
0
0
2
2
4
54.646
6.410
14.613
21.023
0
0
0
161
414
575
21.598
(9)
(10)
4.192
9.907
14.099
3
7
10
473
1.513
1.986
16.095
11.807
23.276
35.083
0
0
0
7
20
27
35.110
Tolitoli
3.597
9.723
13.320
0
0
0
29
79
108
13.428
7
Buol
4.284
9.673
13.957
0
0
0
0
0
0
13.957
8
Parigi Moutong
9.421
16.762
26.183
0
0
0
18
22
40
26.223
9
Tojo Una-una
6.761
14.208
20.969
0
0
0
0
0
0
20.969
10 Sigi
9.016
17.524
26.540
0
0
0
206
456
662
27.202
11 Palu
2.723
5.462
8.185
0
0
0
3
0
3
8.188
80.641 169.339
249.980
3
7
10
902
2.507
3.409
253.399
Sulawesi Tengah
Bila dirinci menurut wilayah, tiga kabupaten yang memiliki sapi potong paling banyak adalah Kabupaten Banggai dengan jumlah populasi sebanyak 54,64 ribu ekor, kemudian Kabupaten Donggala (35,08 ribu ekor), dan Kabupaten Sigi (26,54 ribu ekor). Sementara itu, wilayah yang memiliki sapi potong paling sedikit adalah Kota Palu dengan jumlah populasi sebanyak 8,18 ribu ekor. Di Sulawesi Tengah populasi sapi perah hanya terdapat di Kabupaten Poso dengan jumlah populasi sebanyak 10 ekor, sedangkan wilayah lain sama sekali tidak terdapat populasi sapi perah. Kerbau paling banyak terdapat di Kabupaten Poso dengan jumlah populasi sebanyak 1,99 ribu ekor, kemudian Kabupaten Sigi (0,66 ribu ekor), dan Kabupaten Morowali (0,58 ribu ekor). Kabupaten yang sama sekali tidak memiliki populasi kerbau adalah Kabupaten Buol dan Kabupaten Tojo Una-una.
10
Berita Resmi Statistik No. 69/12/72 Th. XVI, 2 Desember 2013
5. KONSEP DAN DEFINISI Kegiatan pencacahan Sensus Pertanian 2003 dilakukan dengan pendekatan rumah tangga dimana setiap rumah tangga usaha pertanian dilakukan pencacahan di lokasi tempat tinggal rumah tangga tersebut berada. Kegiatan usaha pertanian yang dilakukan oleh rumah tangga tangga usaha pertanian yang berada di luar wilayah (Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi) tempat tinggal rumah tangga tetap dicatat sebagai kegiatan usaha pertanian di tempat tinggal dimana rumah tangga tersebut. Penentuan suatu rumah tangga sebagai rumah tangga usaha pertanian mengacu pada syarat Batas Minimal Usaha (BMU) dan dijualnya suatu komoditi pertanian. Penentuan syarat rumah tangga usaha pertanian ini tidak berlaku untuk kegiatan usaha di subsektor tanaman pangan. Pada kegiatan Sensus Pertanian 2013, pencacahan rumah tangga usaha pertanian dilakukan dengan pendekatan rumah tangga dan status pengelola usaha pertanian. Rumah tangga yang dicakup sebagai rumah tangga usaha pertanian dalam Sensus Pertanian 2013 adalah rumah tangga usaha pertanian yang berstatus sebagai mengelola usaha pertanian milik sendiri, mengelola usaha pertanian dengan bagi hasil dan mengelola usaha pertanian dengan menerima upah. Disamping itu pada kegiatan ST 2013 ini tidak mensyaratkan Batas Minimal Usaha dari setiap komoditi pertanian yang diusahakan oleh rumah tangga, namun untuk syarat komoditi pertanian yang dijual masih tetap berlaku dalam ST 2013. Usaha Pertanian adalah kegiatan yang menghasilkan produk pertanian dengan tujuan sebagian atau seluruh hasil produksi dijual/ditukar atas risiko usaha (bukan buruh tani atau pekerja keluarga). Usaha pertanian meliputi usaha tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan, termasuk jasa pertanian. Khusus tanaman pangan (padi dan palawija) meskipun tidak untuk dijual (dikonsumsi sendiri) tetap dicakup sebagai usaha. Rumah Tangga Usaha Pertanian adalah rumah tangga yang salah satu atau lebih anggota rumah tangganya mengelola usaha pertanian dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual, baik usaha pertanian milik sendiri, secara bagi hasil, atau milik orang lain dengan menerima upah, dalam hal ini termasuk jasa pertanian. Perusahaan Pertanian Berbadan Hukum adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan jenis usaha di sektor pertanian yang bersifat tetap, terus menerus yang didirikan dengan tujuan memperoleh laba yang pendirian perusahaan dilindungi hukum atau izin dari instansi yang berwenang minimal pada tingkat kabupaten/kota, untuk setiap tahapan kegiatan budidaya pertanian seperti penanaman, pemupukan, pemeliharaan, dan pemanenan. Contoh bentuk badan hukum: PT, CV, Koperasi, Yayasan, SIP Pemda. Usaha pertanian lainnya adalah usaha pertanian yang dikelola oleh bukan rumah tangga dan bukan oleh perusahaan pertanian berbadan hukum, seperti: pesantren, seminari, kelompok usaha bersama, tangsi militer, lembaga pemasyarakatan, lembaga pendidikan, dan lain-lain yang mengusahakan pertanian. Rumah Tangga Petani Gurem adalah rumah tangga pertanian pengguna lahan yang menguasai lahan kurang dari 0,5 hektar. Petani Utama adalah petani yang mempunyai penghasilan terbesar dari seluruh petani yang ada di rumah tangga usaha pertanian. Lahan yang Dikuasai adalah lahan milik sendiri ditambah lahan yang berasal dari pihak lain, dikurangi lahan yang berada di pihak lain. Lahan tersebut dapat berupa lahan sawah dan/atau lahan bukan sawah (lahan pertanian) dan lahan bukan pertanian.
Berita Resmi Statistik No. 69/12/72 Th. XVI, 2 Desember 2013
11
Rumah Tangga Usaha Pertanian Pengguna Lahan adalah rumah tangga usaha pertanian yang melakukan satu atau lebih kegiatan usaha tanaman padi, palawija, hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan, budidaya ikan/biota lain di kolam air tawar/tambak air payau, dan penangkaran satwa liar. Rumah Tangga Usaha Jasa Pertanian adalah rumah tangga yang melakukan kegiatan usaha atas dasar balas jasa atau kontrak/secara borongan, seperti melayani usaha di bidang pertanian. Rumah Tangga Usaha Pertanian yang Melakukan Pengolahan Produksi Hasil Pertanian Sendiri adalah rumah tangga yangg melakukan kegiatan mengubah bahan baku hasil pertanian sendiri menjadi barang jadi/setengah jadi atau barang yang lebih tinggi nilainya. Jumlah Sapi dan Kerbau adalah jumlah sapi dan kerbau yang dipelihara pada tanggal 1 Mei 2013 baik untuk usaha (pengembangbiakan/penggemukan/pembibitan/pemacekan) maupun bukan untuk usaha konsumsi/hobi/angkutan/perdagangan/lainnya.
12
Berita Resmi Statistik No. 69/12/72 Th. XVI, 2 Desember 2013