HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kombinasi Gula Merah dan Gula Pasir Coro merupakan minuman tradisional khas Pati Jawa Tengah. Minuman Coro terbuat dari bahan dasar dua belas macam rempah, santan, dan gula merah. Selain sebagai pemberi rasa manis, gula merah juga berkontribusi pada warna coklat kemerahan minuman Coro. Tidak hanya gula merah, warna minuman Coro juga dipengaruhi oleh serbuk campuran rempah dan santan. Teknik kokristalisasi yang akan digunakan dalam pembuatan minuman instan Coro adalah sebuah teknik enkapsulasi menggunakan sukrosa yang berasal dari campuran gula merah dan gula pasir. Gula pasir digunakan karena hampir semua komponennya adalah sukrosa dan tidak banyak mengandung komponen pencemar (komponen lain selain sukrosa). Meskipun banyak mengandung pencemar (gula lain selain sukrosa, pecahan kelapa, serta pecahan kulit kelapa), gula merah digunakan dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan gula pasir. Hal ini untuk mempertahankan rasa khas pada minuman Coro. Tahap pertama pada penelitian ini adalah pemilihan kombinasi gula merah dan gula pasir yang akan digunakan dalam pembuatan minuman instan Coro. Pemilihan didasarkan pada waktu pembentukan kristal dan kadar air serbuk gula yang dihasilkan. Ada tiga kombinasi gula merah dan gula pasir yang diujikan, yaitu jumlah gula merah dan gula pasir dengan perbandingan 80:20, 70:30, dan 60:40. Teknik yang dilakukan pada tahap pertama merupakan teknik kokristalisasi, hanya saja kokristalisasi dilakukan tanpa penambahan bahan lain selain gula. Proses kokristalisasi dapat diterapkan pada kristalisasi sukrosa. Dalam proses kokristalisasi, kristalisasi spontan larutan gula murni superjenuh akan tercapai dengan pengadukan cepat, menghasilkan agregrat kristal berukuran mikro sebagai hasil dari proses pendinginan. Agregrat yang dihasilkan memiliki kenampakan seperti spons, dengan ruang kosong cukup besar dan luas permukaan yang meningkat. Kehadiran bahan lain akan menjadikan terciptanya dispersi tak terbatas hampir diseluruh area permukaan dari agregrat sukrosa (Bennion and Scheule 2004). Gula dapat larut dalam air dan akan mencapai level jenuh pada konsentrasi 66.6%. Tetapi, sangatlah mungkin melarutkan lebih banyak gula dalam air hingga mencapai kondisi superjenuh dengan bantuan panas (Lees 1999). Tahapan kokristalisasi diawali dengan melarutkan campuran gula dalam air dengan perbandingan gula dan air 2:1. Selanjutnya campuran gula dipanaskan hingga mencapai kepekatan tertentu. Menurut Bhandari et al. (1998), kristalisasi spontan larutan gula superjenuh tercapai pada suhu tinggi (120oC) dan kadar air rendah (95-97obrix), komponen aroma dapat ditambahkan saat kristalisasi spontan. Ketercapaian tingkat kepekatan larutan gula dapat diamati dengan cara meneteskan larutan gula dalam air. Jika larutan gula mengeras di dalam air maka tingkat kepekatan larutan gula sudah tercapai. Setelah larutan gula mencapai tingkat kepekatan yang diinginkan kemudian dilakukan pendinginan larutan gula. Pendinginan cukup dilakukan pada suhu ruang dengan disertai pengadukan hingga terbentuk kristal gula. Kristal gula yang terbentuk kemudian dihaluskan dan disaring dengan saringan ukuran 1050 mesh. Secara umum tahapan proses pembuatan minuman instan dengan teknik kokristalisasi meliputi penyiapan larutan gula jenuh dan dipertahankan pada suhu tersebut untuk menghindari pengkristalan, penambahan bahan yang akan dienkapsulasi, pengadukan untuk mendapatkan campuran yang homogen, pengkristalan, pengeringan, dan penyeragaman ukuran (Antara 1997). Tahap pertama penelitian diawali dengan pembuatan serbuk gula dengan ketiga kombinasi gula merah dan gula pasir yang telah ditentukan. Kemudian dilakukan pengukuran waktu pembentukan kristal secara spontan. Pembentukan kristal secara spontan terjadi saat proses pendinginan yang disertai pengadukan. Hasil pengukuran waktu pendinginan larutan gula hingga menjadi kristal gula dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil pengukuran waktu pendinginan menunjukkan makin banyak jumlah gula pasir yang digunakan maka waktu yang dibutuhkan untuk pendinginan makin singkat. Kombinasi gula C memerlukan waktu pendinginan 207.67 detik sedangkan kombinasi gula B dan A memerlukan waktu pendinginan 233.67 detik dan 280.00 detik. Waktu pendinginan larutan gula dengan kombinasi gula C 33 detik lebih cepat dibanding waktu pendinginan kombinasi gula B dan 77 detik dibanding waktu pendinginan kombinasi gula A.
16
Tabel 3. Waktu pendinginan larutan gula hingga menjadi kristal gula Kode Kombinasi gula Waktu pendinginan sampel
(gula merah : gula pasir)
(detik)
A
80:20
283.00
B
70:30
233.67
C
60:40
207.67
Geary (2008) menyebutkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan kristal dari larutan gula adalah ada tidaknya faktor pencemar (impurities). Keberadaan bahan pencemar (impurities) dalam larutan sukrosa berpengaruh pada kecepatan pembentukan kristal sukrosa. Telah diketahui bahwa beberapa monosakarida dapat mendorong efek yang memperlambat kecepatan pertumbuhan kristal sukrosa dari larutan. James (1999) menyebutkan bahwa gula invert merupakan salah satu dari bahan pencemar (impurities) dalam gula. Campuran gula invert dan sukrosa lebih mudah larut dibanding larutan sukrosa serta lebih sulit terbentuk kristal, proses kristalisasi campuran gula akan lebih mudah dikontrol jika campuran gula tidak mengandung gula invert (Bennion and Scheule 2004). Sukrosa mengalami proses hidrolisis sehingga ikatan glikosidik pecah dan menghasilkan campuran glukosa dan fruktosa. Glukosa dan fruktosa dikenal sebagai gula invert yang merupakan komposisi utama dari madu (Geary 2008). Gula merah mengandung jenis gula selain sukrosa. Jenis gula yang menyusun gula merah dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil pemisahan jenis gula pada gula merah menggunakan HPLC Jenis Gula (%) Gula Kelapa Gula Aren Gula Semut Sukrosa
85.27
90.40
91.27
Fruktosa
6.67
3.77
2.04
Glukosa
4.88
2.50
2.93
Maltosa
3.19
3.68
3.76
(Santoso 1988) Gula pasir kemungkinan adalah bahan pangan paling murni yang pernah diketahui, mengandung 99.95% (bk) sukrosa (James 1999). Jika dibandingkan dengan gula merah, gula pasir memiliki tingkat kemurnian yang lebih tinggi. Gula pasir merupakan komponen proses yang sangat mempengaruhi pembuatan minuman instan Coro menggunakan teknik kokristalisasi. Hal ini terbukti dengan makin singkatnya waktu pendinginan dengan makin banyaknya jumlah gula pasir yang ditambahkan. Selain pengukuran waktu pendinginan, dilakukan pula pengukuran kadar air serbuk gula hasil kokristalisasi tiap komposisi gula. Kadar air serbuk gula hasil kokristalisasi dapat dilihat pada Tabel 5. Hasil Anova menunjukkan kadar serbuk hasil kokristalisasi ketiga komposisi tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05, ditunjukkan dengan nilai sig. sampel (0.085) yang lebih besar dari nilai taraf signifikansi yang digunakan. Serbuk gula hasil kokristalisasi memiliki kadar air berkisar pada 2% (bb), dengan kadar air terendah dimiliki oleh serbuk gula hasil kokristalisasi kombinasi C yaitu sebesar 2.21%. Sedangkan dua serbuk gula yang lain memiliki kadar air 2.22% dan 2.31% untuk kombinasi A dan B secara berurutan. Menurut Santoso (1988), kandungan fruktosa, glukosa, dan maltosa akan meningkat dengan makin rendahnya kandungan sukrosa yang akan menyebabkan peningkatan kadar air sehingga kekerasan gula menurun. Makin banyak gula merah yang digunakan dalam komposisi campuran gula yang diujikan maka kandungan gula invert pun semakin besar. Oleh karena itu, serbuk gula yang dibuat dari gula merah dengan jumlah yang lebih banyak memiliki kadar air yang lebih tinggi dibanding serbuk gula yang dibuat dari gula merah dengan jumlah yang lebih sedikit. Hasil penelitian Bhandari, Datta, D’Arcy dan Rintoul (1998) menunjukkan bahwa pada kokristalisai madu dengan perbandingan sukrosa dan madu 80:20, produk yang dihasilkan berbentuk semi solid, sedangkan pada perbandingan 85:15 dan 90:10, produk yang dihasilkan berupa kristal granular.
17
Tabel 5. Kadar air serbuk gula hasil kokristalisasi Kombinasi Kadar air serbuk gula hasil kokristalisasi Kode gula merah : gula pasir (% bb) (% bk) A
80:20
2.31
2.37
B
70:30
2.22
2.27
C
60:40
2.21
2.26
Komposisi gula yang akan digunakan untuk proses selanjutnya ditentukan dengan mempertimbangkan waktu pendinginan dan kadar air akhir serbuk gula. Berdasarkan hasil pengujian waktu pendinginan dan kadar air serbuk gula, kombinasi C memerlukan waktu pendinginan yang lebih singkat dan memilki kadar air serbuk gula yang paling rendah dibanding dua komposisi yang lain. Oleh karena itu, pada proses selanjutnya akan digunakan kombinasi gula C, yaitu komposisi gula dengan perbandingan gula merah dan gula pasir 60:40.
B. Formulasi Minuman Setelah memperoleh komposisi gula merah dan gula pasir yang digunakan, tahapan selanjutnya adalah formulasi minuman. Minuman Coro terbuat dari 12 rempah. Berdasarkan bentuknya setelah diolah, ada dua macam rempah yang digunakan dalam pembuatan minuman instan Coro, yaitu rempah dalam bentuk kering serta rempah dalam bentuk segar. Rempah yang berbentuk kering diantaranya adas, kulit pala, merica, cabai jawa, manis jangan, pekak, pulosari, pala, kayu mesoyi, dan kapulaga. Kesepuluh rempah ini diolah dengan penyangraian dan penghalusan hingga menjadi serbuk campuran rempah. Pembuatan serbuk campuran rempah dapat dilihat di Lampiran 2. Serbuk campuran rempah diperoleh dari pedagang rempah di pasar Juwana, Pati. Komposisi serbuk campuran rempah dapat dilihat di Lampiran 2. Penggunaan serbuk rempah ini dimaksudkan untuk memaksimalkan flavor yang terkandung di dalam rempah mengingat proses yang digunakan merupakan proses dengan suhu tinggi yang dapat merusak bahkan menghilangkan flavor rempah. Selain itu digunakan pula rempah dalam kondisi segar, yaitu jahe dan sereh. Jahe dan sereh digunakan dalam bentuk segar untuk diambil ekstraknya. Proses kokristalisasi merupakan proses dimana terjadi pelapisan atau penggabungan bahan kedua dalam lapisan kristal sukrosa berukuran mikro dengan kristalisasi spontan (Bennion dan Scheule 2004). Kokristalisasi adalah proses enkapsulasi dimana terjadi pengubahan struktur kristal sukrosa yang teratur menjadi kristal aglomerasi yang tidak teratur, sehingga terbentuk matriks berpori yang dapat disisipi ingredient lain (Chen et al 1988). Proses kokristalisasi sudah diterapkan dalam proses enkapsulasi ingredient yang mengandung flavor khas, diataranya minyak kulit jeruk (Beristain et al. 1996), pulp buah jeruk (Antara 1997), ektrak yerba mate (Deladino et al. 2010), dan madu (Bhandari et al. 1998). Selain itu, menurut Barbara dan Scheule (2004), penyatuan campuran bahan dalam matriks kristal sukrosa dapat juga digunakan dalam pembuatan produk instan yang memiliki keunggulan sifat fungsional, seperti fungsi gelling, aerasi, dan emulsifikasi seperti campuran puding, campuran gelatin untuk dessert, campuran minuman beraroma, dan campuran icing. Pembuatan minuman instan Coro diawali dengan pembuatan ekstrak jahe, ekstrak sereh dan santan kental. Proses pembuatan ekstrak jahe, ekstrak sereh dan santan kental dapat dilihat pada Lampiran 3. Setelah pembuatan ekstrak jahe, ekstrak sereh, dan santan kental, proses selanjutnya adalah proses pembuatan minuman instan Coro dengan teknik kokristalisasi. Air, gula, dan serbuk rempah dipanaskan bersama hingga gula terlarut semua. Larutan gula terus dipanaskan hingga konsentrasi gula mencapai tingkat kepekatan yang diinginkan. Penambahan ekstrak jahe dan ekstrak sereh ke dalam larutan gula dilakukan ditengah-tengah proses pemanasan. Hal ini merupakan upaya mengurangi hilangnya komponen volatil akibat pemanasan. Sedangkan santan kental ditambahkan saat pemanasan sudah hampir selesai untuk mencegah kemungkinan overheating santan. Santan memiliki total padatan yang cukup tinggi. Berdasarkan penelitian Tipvarankarnkoon (2009), santan yang dibuat dengan penambahan air memiliki total padatan 24.52% dan santan yang dibuat tanpa penambahan air memiliki total padatan 33.5%. Santan yang digunakan dalam pembuatan minuman instan Coro merupakan santan yang diekstrak menggunakan sedikit air dengan perbandingan parutan kelapa dan air 2:1. Pemanasan mengakibatkan kadar air santan menurun. Jika pemanasan berlebihan, maka padatan yang terdapat dalam santan dapat mengalami kerusakan sehingga berakibat terbentuknya residu padatan santan. Adanya residu padatan yang berasal dari
18
overheating santan dikhawatirkan akan memperbanyak total padatan tidak larut dalam produk minuman instan Coro. Tahap formulasi dilakukan dengan menggunakan tiga formula. Formulasi dilakukan dengan memvariasikan jumlah ekstrak jahe yang digunakan. Pemilihan jumlah ekstrak jahe sebagai variasi formula dilakukan dengan menilik pada karakteristik minuman yang pedas. Karakter utama yang menonjol dari jahe adalah rasa pedasnya. Menurut Wohlmuth et al. dalam Ali et.al (2008), rasa pedas pada jahe segar terutama disebabkan oleh senyawa gingerol yang merupakan seri homolog dari fenol. Dibandingkan dengan bahan rempah lainnya, jahe paling mempengaruhi karakter pedas minuman Coro. Meski demikian, selain jahe, merica juga memberikan pengaruh pada rasa pedas minuman. Rasa pedas dari merica disebabkan oleh keberadaan senyawa piperin. Akan tetapi karena merica digunakan dalam bentuk sudah tercampur dalam serbuk campuran rempah maka variasi jahe lebih memungkinkan untuk dilakukan. Tiga formula yang diujikan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Formulasi minuman instan Coro Bahan
Formula X
Y
Z
Gula merah (gram)
180
180
180
Gula pasir (gram)
120
120
120
9
9
9
Ekstrak jahe (ml)
90
120
150
Ekstrak sereh (ml)
30
30
30
Santan kental (ml)
30
30
30
Serbuk rempah (gram)
Uji organoleptik dilakukan untuk menentukan formula mana yang terpilih untuk selanjutnya dilakukan uji produk akhir. Uji organoleptik menggunakan uji rating hedonik dilakukan untuk mengetahui kesukaan panelis terhadap produk. Menurut Setyaningsih et al. (2010), uji kesukaan disebut juga uji hedonik, dilakukan apabila uji didesain untuk memilih satu produk di antara produk lain secara langsung. Uji ini dapat diaplikasikan pada saat pengembangan produk atau pembandingan produk dengan produk pesaing. Pada uji rating hedonik minuman instan Coro, atribut yang diujikan meliputi rasa, aroma, kenampakan, dan keseluruhan. Skala penilaian yang digunakan adalah skala kategori dengan skala 1 yang menyatakan tingkat kesukaan sangat suka hingga skala 7 yang menyatakan tingkat kusukaan sangat tidak suka. Uji rating hedonik dilakukan dengan 70 panelis tidak terlatih yang bukan merupakan konsumen minuman tradisional Coro. Penggunaan panelis yang bukan merupakan konsumen minuman tradisional Coro sangat mungkin memberikan hasil yang tidak mewakili konsumen asli minuman ini. Akan tetapi, justru dapat menunjukkan apakah minuman ini dapat diterima oleh konsumen yang lebih luas atau tidak. Sebagai pelengkap hasil uji organoleptik dilakukan survey untuk mengetahui ketidaksukaan panelis terhadap rempah-rempah ataupun jahe. Survey ini dilakukan untuk mengetahui pemetaan panelis yang digunakan sehingga dapat dihubungkan dengan hasil uji organoleptik yang diperoleh. Diharapkan bahwa hasil uji organoleptik tidak dipengaruhi oleh ketidaksukaan panelis terhadap rempah-rempah atau jahe. Survey dilakukan dengan menanyakan secara langsung kepada panelis apakah panelis tidak menyukai rempah-rempah atau jahe setelah panelis melakukan uji hedonik. Hasil yang diperoleh adalah dari 70 panelis yang melakukan penilaian produk terdapat 50 panelis menyatakan suka terhadap rempah-rempah atau jahe, 8 panelis menyatakan agak suka, dan 12 panelis menyatakan tidak suka. Dari hasil pemetaan panelis berdasar ketidaksukaan terhadap rempah-rempah atau jahe maka dapat dinyatakan bahwa komposisi panelis tidak akan memberikan pengaruh negatif terhadap uji kesukaan minuman instan Coro. Hal ini tidak lain dikarenakan jumlah panelis yang menyatakan tidak suka terhadap rempah-rempah kurang dari setengah dari total panelis. Atribut Rasa Dalam istilah fisiologis, indera perasa dapat dideskripsikan sebagai sensasi yang kita rasakan dalam mulut saat mengkonsumsi makanan atau minuman yang merupakan hasil dari interaksi kimia
19
Frekuensi rating kesukaan
antara komponen pangan dengan jaringan indera perasa pada lidah dan daerah lain dalam mulut. Biasanya, kita menyebutnya dengan pucuk perasa (Shachman 2005). Hasil uji organoleptik menunjukkan lebih dari 50% panelis memberikan skor kesukaan yang berkisar antara agak suka hingga sangat suka terhadap atribut rasa. Hal ini tidak hanya terjadi untuk satu formula saja tapi juga pada dua formula yang lain dengan rata-rata rating kesukaan berkisar dari 3.04-3.29 (agak suka-netral). Distribusi frekuensi rating kesukaan panelis terhadap rasa ketiga formula dapat dilihat pada Gambar 6. Pengolahan data menggunakan Anova menunjukkan bahwa rasa ketiga formula sampel tidak berpengaruh secara nyata terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap rasa sampel. Hal ini ditunjukkan oleh nilai sig. sampel (0.520) yang lebih besar dibanding nilai signifikansi yang dipilih (0.05). Oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa perbedaan formulasi ketiga sampel tidak berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan panelis terhadap atribut rasa minuman instan Coro. 23 22
25
23
suka
18
20 12
15
8
5 4
3
5
agak suka
13
11 8
10 5
sangat suka
22
7
5
1
netral
10 9
agak tidak suka 1
0
sangat tidak suka
0 X
tidak suka
Y Formula
Z
Gambar 6. Frekuensi rating kesukaan panelis terhadap atribut rasa ketiga formula
Frekuensi rating kesukaan
Atribut Aroma Hasil uji organoleptik menunjukkan lebih dari 50% panelis memberikan skor kesukaan yang berkisar antara suka hingga sangat suka terhadap atribut aroma minuman instan Coro formula X dan Y. Sedangkan, untuk minuman instan Coro formula Z, lebih dari 50% panelis memberikan rating kesukaan yang berkisar antara agak suka hingga sangat suka. Rata-rata rating kesukaan panelis terhadap ketiga formula berkisar antara 2.63-2.80 (suka-agak suka). Distribusi frekuensi rating kesukaan panelis terhadap rasa ketiga formula dapat dilihat pada Gambar 7. Pengolahan data uji rating hedonik atribut aroma minuman instan Coro menggunakan Anova menunjukkan bahwa nilai sig. sampel (0.516) lebih besar dibanding nilai signifikansi yang digunakan (0.050). Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan formulasi ketiga minuman tidak berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan panelis terhadap aroma minuman Coro. 35 35 30 25 20 15 10 5 0
sangat suka
32 27
suka 22
7
32 0 X
agak suka
15
12 11 5
10 6
Y
9 4
7 2
0 Z
netral 1 0
agak tidak suka tidak suka sangat tidak suka
Formula
Gambar 7. Frekuensi rating kesukaan panelis terhadap atribut aroma ketiga formula Atribut Kenampakan Pengujian selanjutnya dilakukan terhadap atribut kenampakan. Atribut ini dipilih dengan mempertimbangkan karakter minuman, yaitu adanya padatan yang masih terdapat dalam minuman. Padatan ini tak lain adalah padatan serbuk campuran rempah yang tidak larut air serta padatan dari santan yang digunakan. Dengan diujikannya atribut ini, diharapkan panelis akan menilai berdasar apa yang ditangkap oleh indera penglihatannya secara keseluruhan bukan hanya warna minuman saja. Hasil uji organoleptik menunjukkan penyebaran rating kesukaan panelis terhadap atribut kenampakan yang merata dengan rata-rata rating kesukaan untuk formula Z adalah 3.06, formula Y 3.54, dan
20
Frekuensi rating kesukaan
formula X 3.59. Pada formula X panelis yang menyatakan suka jumlahnya sama dengan panelis yang menyatakan agak tidak suka. Pada formula Y banyaknya panelis yang menyatakan suka, agak suka, netral, dan agak suka jumlahnya hampir sama. Sedangkan pada formula Z, rating yang paling banyak diberikan oleh panelis adalah suka. Distribusi frekuensi rating kesukaan panelis terhadap rasa ketiga formula dapat dilihat pada Gambar 8. 30
26
25
20
20
20
16 13 10
15 10
suka
18 14 15
17 14
agak suka netral 8
5
4
3
2
5
sangat suka
3
2
0
0
agak tidak suka tidak suka 0
sangat tidak suka
0 X
Y
Z
Formula
Gambar 8. Frekuensi rating kesukaan panelis terhadap atribut kenampakan ketiga formula Hasil Anova menunjukkan sig. sampel (0.001) lebih kecil dibanding dengan nilai signifikansi yang digunakan (0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa perbedaan formulasi minuman memiliki pengaruh nyata terhadap kesukaan panelis terhadap kenampakan. Panelis menilai formula Z memiliki atribut kenampakan yang berbeda nyata dengan formula X dan Y, sedangkan formula X dan Y memiliki atribut kenampakan yang tidak berbeda nyata. Formula Z memiliki rata-rata skor kesukaan atribut kenampakan paling kecil dibanding dengan dua formula lainnya. Makin rendah skor kesukaan berarti makin besar kesukaan panelis terhadap produk. Hal ini berarti diantara ketiga formula, formula Z memilik kenampakan yang lebih disukai dibanding dua formula lainnya. Meski demikian skor ketiga formula masih terletak pada kisaran kesukaan yang sama, yaitu antara agak suka dan netral.
Frekuensi rating kesukaan
Atribut Keseluruhan Penilaian minuman secara keseluruhan (overall) digunakan untuk mengetahuai kesukaan panelis terhadap keseluruhan minuman. Menurut Shachman (2005), sensori keseluruhan tidak hanya dinilai dari satu indera perasa saja. Sering kali ada perpaduan antara indera perasa dengan beberapa indera lainya, seperti olfactory (aroma), penglihatan, sentuhan, dan terkadang pendengaran (bunyi). Hasil uji organoleptik menunjukkan lebih dari 50% panelis memberikan skor kesukaan yang berkisar antara suka hingga agak suka terhadap atribut keseluruhan minuman instan Coro untuk ketiga formula dengan rata-rata skor kesukaan berkisar antara 2.99 hingga 3.13 (suka-netral). Distribusi frekuensi rating kesukaan panelis terhadap rasa ketiga formula dapat dilihat pada Gambar 9.
30 25 20 15 10 5 0
28 24 20 22
18
5
3
X
23 18 9 8
2
4
2
0 Y
9 7 6 0
2
0
sangat suka suka agak suka netral agak tidak suka tidak suka sangat tidak suka
Z
Formula
Gambar 9. Frekuensi rating kesukaan panelis terhadap atribut keseluruhan ketiga formula Nilai sig. sampel hasil analisis kesukaan atribut keseluruhan menggunakan Anova adalah 0.638 atau lebih besar dibanding dengan nilai signifikansi yang digunakan (0.05). Dengan demikian, dapat
21
disimpulkan bahwa perbedaan formulasi ketiga minuman tidak berpengaruh nyata terhadap kesukaan panelis terhadap keseluruhan (overall) minuman. Hasil uji organoleptik yang diperoleh kemudian dihubungkan dengan hasil survey komposisi panelis berdasar ketidaksukaan terhadap rempah-rempah. Survey panelis menunjukkan bahwa 71.43% panelis menyatakan suka rempah-rempah atau jahe, 11.43% menyatakan agak suka dengan rempahrempah atau jahe, dan 17.14% panelis menyatakan tidak menyukai rempah-rempah atau jahe. Presentase pemetaan panelis berdasarkan ketidaksukaan terhadap rempah-rempah atau jahe dapat dilihat pada Gambar 10. Hasil ini kemudian dihubungkan dengan presentase rating yang diberikan panelis terhadap produk. Penggolongan respon rating yang diberikan panelis dilakukan untuk mempermudah dalam penentuan presentase respon rating. Rating 1-3 (sangat suka-agak suka) digolongkan dalam kategori suka, rating 4 (netral) dalam kategori agak suka, dan rating 5-7 (agak tidak suka-sangat tidak suka) digolongkan dalam kategori tidak suka. Rating 3 (agak suka) dan rating 5 (agak tidak suka) tidak digolongkan dalam satu kategori agak suka tetapi digolongkan dalam kategori terpisah, yaitu kategori suka dan tidak suka karena rating 4 (netral) dianggap sebagai pembatas antara suka dan tidak suka. Hasil penghitungan respon rating berdasarkan kategori suka, agak suka, dan tidak suka menunjukkan bahwa terdapat 66.67% yang menyatakan suka, 15.71% agak suka, dan 17.62% tidak suka. Respon pemberian rating oleh panelis ini memiliki kecocokan dengan komposisi panelis berdasar ketidaksukaannya terhadap bahan baku pembuatan produk. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 10. 17.14 11.43 % % 71.43 %
suka
agak suka
17.62 % 15.71 66.67 % %
tidak suka
suka
a
80%
agak suka
tidak suka
b 71.43%
komposisi panelis respon rating oleh panelis
66.67%
60% 40% 11.43%
20%
15.71% 17.14% 17.62%
0% suka
agak suka
tidak suka
c Gambar 10. (a) presentase komposisi panelis (b) presentase respon panelis, (c) perbandingan presentase komposisi panelis dan respon panelis Hasil uji organoleptik menunjukkan perbedaan jumlah jahe ketiga formula tidak berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan panelis pada atribut rasa, aroma, serta keseluruhan. Akan tetapi berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan atribut kenampakan. Berdasarkan hasil uji organoleptik maka formula yang dipilih adalah formula X. Pemilihan ini didasarkan karena dengan hasil uji terhadap rasa dan aroma ketiga formula yang tidak berpengaruh nyata. Demikian pula atribut keseluruhan yang tidak berpengaruh nyata meskipun hal serupa tidak terjadi pada atribut kenampakan. Oleh karena itu, dipilihlah formula yang paling ekonomis dari segi bahan baku, yaitu formula X dengan jumlah ekstrak jahe paling sedikit dibanding kedua formula lainnya.
C. Formula Terpilih Minuman Instan Coro Setelah memperoleh formula yang dipilih berdasarkan hasil uji organoleptik maka dilakukan penghitungan rendemen pada proses pembuatan minuman instan Coro. Proses pembuatan minuman instan Coro memiliki rendemen akhir sebesar 71.98% seperti yang ditunjukkan pada Lampiran 8. Selain penghitungan rendemen, dilakukan pula analisis kimia dan fisik minuman instan. Analisis
22
kimia meliputi analisis proximat yang terdiri dari analisis kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar karbohidrat, analisis total gula, serta analisis kapasitas antioksidan. Sedangkan analisis fisik meliputi analisis warna, analisis bagian tidak larut air, serta analisis waktu kelarutan minuman instan Coro. Hasil analisis formula terpilih dapat dilihat pada Tabel 7. Analisis Proximat Hasil analisis proximat menunjukkan bahwa minuman instan Coro mengandung kadar air 5.47% (bb), kadar abu 2.33% (bb), kadar lemak 2.81% (bb), kadar protein 2.12% (bb) dan kadar karbohidrat 87.42% (lihat Tabel 7). Kadar air minuman instan Coro lebih tinggi dibanding kadar air serbuk gula pada tahap pertama penelitian (2.21%). Hal ini disebabkan adanya ingredient lain selain serbuk gula di dalam minuman instan Coro, yaitu serbuk campuran rempah. Serbuk campuran rempah diduga mempengaruhi kadar air akhir minuman instan Coro. Serbuk campuran rempah yang digunakan dalam pembuatan minuman instan Coro memiliki kadar air 8.25%. Selain itu, ekstrak jahe, ekstrak sereh, serta santan akan menambah waktu pemanasan. Lama waktu pemanasan berpengaruh terhadap pembentukan gula invert akibat proses inversi. Menurut Bennion dan Scheule (2004), inversi sering kali terjadi dan sulit dikendalikan saat sukrosa dipanaskan dengan air dan asam. Kecepatan pemanasan dan lamanya waktu pemanasan akan berpengaruh pada jumlah gula invert yang terbentuk. Jika jumlah asam yang ditambahkan terlalu banyak, atau waktu pemanasan terlalu lama, akan terjadi inversi yang berlebihan, yang akan berakibat pada kegagalan kristalisasi. Selain itu, menurut Jackson dan Howling dalam Jackson (1999), keberadaan gula invert dalam jumlah yang cukup besar dapat menyebabkan masalah terkait dengan sifat alaminya yang higroskopis akibat jumlah fruktosa yang terbentuk selama inversi cukup besar, yang akan menarik air dari lingkungan. Tabel 7. Sifat fisikokimia minuman Coro instan hasil analisis formula terpilih Analisis Hasil Kadar air (% bb)
5.47
Kadar abu (% bb)
2.33
Kadar lemak (% bb)
2.81
Kadar protein (% bb)
2.12
Kadar karbohidrat (% bb)
87.42
Total gula (%)
95.03
Kapasitas antioksidan (mgEq AA/100 gr)
80.12
Warna L
46.48
a
+4.47
b
+12.81
Bagian tak larut (%)
6.57
Waktu dispersi (menit)
1’50
Analisis Total Gula Selain analisis proximat, dilakukan pula analisis untuk mengetahui total gula minuman instan Coro. Hasil analisis menunjukkan bahwa minuman instan Coro memiliki total gula sebesar 95.03%. Jumlah ini merupakan jumlah yang cukup besar. Akan tetapi, dengan melihat pada komposisi minuman yang sebagian besar adalah gula maka besarnya angka total gula minuman Coro dianggap sesuai dengan komposisi penyusunnya. Analisis Kapasitas Antioksidan Rempah-rempah digunakan sebagai bahan baku minuman Coro. Selain memberi citarasa dan aroma, rempah-rempah juga mengandung berbagai komponen aktif. Menurut Koswara, rempahrempah telah luas dikenal gunanya sebagai pemberi cita rasa atau bumbu, disamping banyak digunakan untuk jamu tradisional. Sifat tersebut disebabkan kandungan zak aktif aromatis di
23
dalamnya. Menurut Srinivasan (2005), komponen rempah-rempah yang bertanggung jawab terhadap kualitas atribut disebut sebagai komponen aktif utama, yang juga bertanggung jawab memberi manfaat efek fisiologi yang dimiliki rempah-rempah. Minuman instan Coro memberikan efek fisiologi dapat menghangatkan tubuh. Efek ini tak lain karena penggunaan rempah-rempah sebagai bahan baku. Salah satu manfaat yang dapat diperoleh dari kandungan komponen aktif rempah-rempah adalah kemampuan antioksidasi. Menurut Ramaswamy dan Banerjee (1948) dalam Srinivasan (2005), rempah-rempah telah banyak diteliti, terkait dengan potensi antioksidannya dalam sistem pangan, sejak 55 tahun yang lalu. Oleh karena itu, dilakukan analisis antioksidan untuk mengetahui apakah minuman instan Coro memiliki kapasitas antioksidan. Pengukuran kapasitas antioksidan minuman instan Coro dilakukan secara in vitro, yaitu dengan menggunakan metode DPPH. Pengujian dengan DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) pada prinsipnya adalah reaksi penangkapan hidrogen dari antioksidan oleh radikal bebas DPPH dan diubah menjadi 1,1-difenil-2-pikrilhidrazin (Irawati 2008). Hasil analisis menunjukkan bahwa minuman instan Coro memiliki kapasitas antioksidan setara dengan kapasitas antioksidan 80.12 mg asam askorbat/100 gram sampel. Dengan demikian satu sajian minuman instan Coro, yaitu 24 gram serbuk minuman, memiliki kapasitas antioksidan setara dengan 19.23 mg asam askorbat. Nilai AKG vitamin C orang Indonesia adalah 75 mg vitamin C untuk wanita dewasa dan 90 mg vitamin C untuk pria dewasa. Jika dibandingkan dengan nilai kebutuhan vitamin C, maka kapasitas antioksidan yang terkandung dalam minuman instan Coro tergolong rendah. Meski demikian, jumlah ini bukan tidak berarti sama sekali. Menurut Halimoon and Hasan (2010), bahan pangan yang mengandung antioksidan membantu mengurangi resiko penyakit degenerasi, seperti arthritis, arteriosklerosis, kanker, penyakit jantung, inflamasi dan disfungsi otak. Analisis Warna Analisis warna dilakukan terhadap serbuk minuman instan Coro dengan menggunakan alat Chromameter CR-300 Minolta. Hasil pengukuran warna dengan metode Hunter ditampilkan dalam skala L*a*b*. Menurut Francis dalam Nielsen, nilai ini sangat mewakili warna, dimana L = kecerahan, +a = tingkat kemerahan, -a = tingkat kehijauan, +b = tingkat kekuningan, -b= tingkat kebiruan. Ketiga skala ini dikenal sebagai sistem CIELAB dengan parameter L*a*b*. Hasil pengukuran warna menunjukkan nilai L serbuk minuman instan Coro 46.48, nilai a= +4.47, dan nilai b= +12.81. Analisis Bagian Tak Larut dan Waktu Dispersi Pada umumnya suatu minuman instan hanya memiliki sedikit ampas atau sama sekali tidak berampas. Ampas tersebut merupakan bagian minuman yang tidak larut air. Meski demikian, tidak ada aturan umum yang mengatur berapa jumlah minimum kandungan bagian yang tidak larut air dari minuman instan. Pengukuran bagian tidak larut air dilakukan dengan melarutkan minuman instan ke dalam air kemudian dilakukan penyaringan menggunakan kertas saring untuk mengetahui berapa banyak bagian minuman yang tidak larut air. Berdasarkan hasil analisis, minuman instan Coro mengandung 6.57% bagian tidak larut. Penggunaan rempah dalam bentuk serbuk dianggap mempengaruhi jumlah bagian tidak larut minuman instan Coro. Beberapa rempah tidak dapat larut dalam air. Oleh karenanya, di dalam minuman instan Coro terdapat bagian yang tidak larut dalam air. Selain itu penggunaan gula merah pun juga mempengaruhi jumlah bagian tak larut dalam air. Gula merah mengandung bagian yang tidak larut air. Sesuai dengan standar SNI 01-3743-1995, batas maksimal kandungan bagian tak larut dari gula palma adalah 1%. Berdasarkan hasil penelitian Santoso (1988) gula palma menngandung 2.54% bagian tak larut. Sedangkan hasil penelitian Imanda (2007) menunjukkan bahwa gula palma mengandung 0.2% bagian tak larut. Besarnya bagian tak larut dianggap akan mempengaruhi kesukaan terhadap minuman. Hal ini tak lain disebabkan persepsi konsumen terhadap minuman instan adalah minuman yang biasanya tidak memiliki ampas (bagian tak larut). Jumlah bagian tak larut minuman instan Coro sebesar 6.57% ini diperkirakan mempengaruhi penilaian panelis terhadap atribut kenampakan minuman pada uji organoleptik yang telah dilakukan sebelumnya. Bagian tak larut ini terlihat sebagai butiran-butiran yang ada pada minuman. Kecepatan kelarutan minuman juga menjadi salah satu faktor yang menentukan sifat instan minuman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa minuman instan Coro memiliki waktu dispersi 1 menit 50 detik. Hal ini menunjukkan bahwa minuman instan Coro cepat larut dalam air sehingga cepat dalam pemyajian.
24
D. Kelayakan Usaha berdasarkan Kriteria Investasi Asumsi: Usaha dijalankan dengan model usaha industri rumah tangga. Usaha dijalankan di rumah sehingga tidak ada biaya investasi untuk tempat usaha. Oleh karena itu, investasi hanya dilakukan untuk pembelian alat-alat produksi. Listrik dan air PAM yang digunakan untuk menjalankan bisnis juga bersumber dari rumah dengan membayar sejumlah biaya listrik dan PAM yang dibayarkan tiap bulan dengan tarif air listrik Rp 42,000/bulan dan Rp 39,000/bulan. Usaha diasumsikan memiliki 2 pegawai bagian produksi dan 1 pegawai bagian administrasi sekaligus marketing dengan gaji masing-masing Rp 850,000/bulan dengan waktu kerja 26 hari/bulan. Pegawai bagian administrasi sekaligus marketing adalah pemilik usaha. Selain itu juga diasumsikan tidak ada biaya perawatan (maintenance) alat. Asumsi-asumsi tersebut digunakan untuk menghitung komponen-komponen lainnya. Hasil dari penghitungan tersebut antara lain: Total produksi/hari (kg bahan) = 12.875 Total produksi/hari (kg produk) = 72.86% x 12.875= 9.3807 Berat produk/pcs (gr) = 24 Total produksi/hari (pcs) = 390.86 Operasional usaha/bulan (hari) = 26 Total produksi/bulan (pcs) = 390x26 = 10,140 Discount rate (%) =8 Pajak penghasilan (%) = 10 Harga jual (Rp/pcs) = 1,350 Asumsi digunakan untuk melakukan penghitungan harga pokok produksi dan kriteria kelayakan usaha, yang meliputi NPV, Gross B/C, Net B/C, dan IRR. Berdasarkan asumsi tersebut diatas maka harga pokok produksi satu bungkus (pcs) minuman instan Coro adalah Rp 1,145.18. Penghitungan HPP dapat dilihat pada Lampiran 14. Hasil perhitungan kriteria kelayakan usaha menunjukkan untuk usaha pembuatan minuman Coro instan, memiliki nilai NPV= Rp 1,537,620, gross B/C= 1.0151, Net B/C= 1.4220, dan IRR= 27.18%. Penghitungan kriteria kelayakan tersebut disajikan dalam bentuk cashflow yang dapat dilihat pada Lampiran 15. Nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa usaha pembuatan minuman instan Coro skala rumah tangga layak untuk dilakukan. Suatu bisnis dapat dinyatakan layak jika jumlah seluruh manfaat yang diterimanya melebihi biaya yang dikeluarkan. Selisih antara manfaat dan biaya disebut dengan manfaat bersih atau arus kas bersih. Suatu bisnis dinyatakan layak jika NPV lebih besar dari 0 (NPV>0) yang artinya bisnis menguntungkan atau memberikan manfaat. Dengan demikian jika suatu bisnis mempunyai NPV lebih kecil dari 0 maka bisnis tersebut tidak layak untuk dijalankan (Nurmalina, Sarianti, dan Karyadi 2009). Usaha pembuatan minuman instan Coro memiliki NPV>0 yang berarti usaha ini layak untuk dijalankan. Gross B/C ratio merupakan kriteria kelayakan lain yang biasa digunakan dalam analisis bisnis. Baik manfaat maupun biaya adalah nilai kotor (gross). Dengan menggunakan kriteria ini akan lebih menggambarkan pengaruh dari adanya tambahan biaya terhadap tambahan manfaat yang diterima. Kriteria ini memberi pedoman bahwa bisnis layak untuk dijalankan apabila gross B/C ratio lebih besar dari 1 dan bisnis tidak layak untuk dijalankan bila lebih kecil dari 1(Nurmalina, Sarianti, dan Karyadi 2009). Usaha pembuatan minuman instan Coro memiliki gross B/C ratio>1 yang berarti usaha ini layak untuk dijalankan. Net B/C ratio adalah ratio antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Dengan kata lain, manfaat bersih yang menguntungkan bisnis yang dihasilkan terhadap setiap satu satuan kerugian dari bisnis tersebut. Suatu bisnis atau kegiatan investasi dapat dikatakan layak bila Net B/C lebih besar dari satu dan dikatakan tidak layak bila Net B/C lebih kecil dari satu (Nurmalina, Sarianti, dan Karyadi 2009). Usaha pembuatan minuman instan Coro memiliki Net B/C>1 yang berarti usaha ini layak untuk dijalankan. Kelayakan bisnis juga dinilai dari seberapa besar pengembalian bisnis terhadap investasi yang ditanamkan. Ini dapat ditunjukkan dengan mengukur besarnya Internal Rate of Return (IRR). IRR adalah tingkat discount rate (DR) yang menghasilkan NPV sama dengan nol. Besaran yang dihasilkan dari perhitungan ini adalah dalam satuan persentase (%). Sebuah bisnis dikatakan layak apabila IRRnya lebih besar dari opportunity cost of capital-nya (DR) (Nurmalina, Sarianti, dan Karyadi 2009). Usaha pembuatan minuman instan Coro memiliki IRR sebesar 27.18% dengan DR 8%, yang berarti usaha ini layak untuk dijalankan.
25