GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 77 TAHUN 2014
TENTANG
RENCANA KEHUTANAN TINGKAT PROVINSI (RKTP) BALI TAHUN 2014-2034
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR BALI,
Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketcntuan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.l/Menhut-II/2012 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi (RKTP), dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.49/Menhut-II/2011 tentang Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) Tahun 2011-2030 perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi (RKTP) Bali Tahun 2014-2034;
Mengingat :
1. Undang-Undang Pembentukan
Nomor
64
Daerah-daerah
Tahun
1958
Tingkat
I
Bali,
tentang Nusa
Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1649);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
3. Undang-Undang
Nomor
41
Tahun
1999
tentang
Kehutanan (Lembaran Negara Republik Inonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);
4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 2004, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
5. Undang-Undang
Nomor
12
Tahun
2011
tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5334);
6. Undang-Undang
Nomor
Pemerintahan
Daerah
23
Tahun
(Lembaran
2014
Negara
tentang Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah
(Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 246, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5589);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004, tentang Perencanaan Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 146, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4453);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4453);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4696), sebagaimana telah
diubah
dengan
Peraturan
Pemerintah
Nomor
3
Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4814);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
11. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.42/Menhut11/2010 tentang Sistem Perencanaan Kehutanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 460); 12. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.49/Menhut-
11/2011 tentang Rencana Kehutanan Tingkat Nasional Tahun 2011-2030 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 381);
13. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. l/Menhut-II/2012 tentang
Pedoman
Penyusunan
Rencana
Kehutanan
Tingkat Provinsi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 48);
14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 32); MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG RENCANA KEHUTANAN TINGKAT PROVINSI (RKTP) BALI TAHUN 2014-2034. BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Gubemur ini yang dimaksud dengan: 1.
Provinsi adalah Provinsi Bali.
2.
Gubemur adalah Gubernur Bali.
3. Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi Bali Tahun 2014-2034 yang selanjutnya disingkat RKTP Bali Tahun 2014-2034 adalah rencana yang berisi arahan-arahan
makro pemanfaatan dan penggunaan spasial atau ruang
dan potensi kawasan hutan untuk pembangunan
kehutanan dan pembangunan di luar kehutanan yang menggunakan kawasan hutan serta perkiraan kontribusi
Sektor Kehutanan di Wilayah Provinsi Bali untuk jangka
waktu 20 (dua puluh) tahun.
Pasal 2
RKTP Bali Tahun 2014-2034 disusun sebagai acuan:
a. Penyusunan
Rencana
Kehutanan
Tingkat
Kabupaten/Kota;
b. Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan di Tingkat Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH);
c. Penyusunan
Rencana
Strategis
(Renstra)
Dinas
Kehutanan Provinsi Bali dan Unit Pelaksana Teknis Kementenan Kehutanan di Provinsi;
d. Penyusunan Rencana/Program Pembangunan Daerah Bidang Kehutanan di Provinsi;
e. Koordinasi Perencanaan antar sektor antar Instansi Kehutanan Pusat dan Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota);
f. Pengendalian kegiatan pembangunan Kehutanan, KPH dan UPT. Kementerian Kehutanan di Provinsi.
BAB II SISTEMATIKA Pasal 3
Sistematika RKTP Bali Tahun 2014-2034 meliputi: BAB I. BAB II. BAB III.
BAB IV. BAB V. BAB VI.
PENDAHULUAN; POTENSI DAN REALITAS; ARAHAN INDIKATIF KEBIJAKAN PENGURUSAN HUTAN PROVINSI; VISI DAN MISI PENGURUSAN HUTAN PROVINSI; INDIKASI KEKUATAN, KELEMAHAN, ANCAMAN, DAN PELUANG; KEBIJAKAN DAN STRATEGI;
BAB VII. KONTRIBUSI MANFAAT EKOLOGI/LINGKUNGAN SOSIAL BUDAYA, DAN EKONOMI SEKTOR KEHUTANAN
PADA
PEMBANGUNAN
PROVINSI
BALI; dan BAB VIII.
PENUTUP. Pasal 4
Isi beserta uraian Sistematika RKTP Bali Tahun 2014-2034
sebagaimana tercantum dalam Lampiran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini. BAB III
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 5
Peraturan Gubernur diundangkan.
ini
mulai
berlaku
pada
tanggal
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Bali. Ditetapkan di Bali pada tanggal 15 Desember 2014 GUBERNUR BALI,
MADE MANGKU PASTIKA
Diundangkan di Denpasar pada tanggal 15 Desember 2014 SEKRETARIS DAERAH PROVINSI BALI,
COKORDA NGURAH PEMAYUN
BERITA DAERAH PROVINSI BALI TAHUN 2014 NOMOR 77
RENCANA KEHUTANAN
TINGKAT PROVINSI (RKTP) TAHUN 2014 - 2034.
PEMERINTAH PROVINSI BALI
DINAS KEHUTANAN DENPASAR,
DESEMBER 2014
KATA PENGANTAR
Sesanti Angayu Bagia kami haturkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa atas Asung Kertha Wara Nugraha-NYA dan adanya dukungan dari semua pihak, sehingga Buku Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi (RKTP) Tahun 2014-2034 dapat disusun. Rencana ini merupakan salah satu instrumen dalam rangka penyelenggaraan pembangunan kehutanan yang dilandasi oleh paradigma baru yang berorientasi pada pengelolaan sumber daya (Resources based management) dengan memperhatikan potensi, peluang dan kendala yang ada atau mungkin timbul.
Rencana ini memuat kebijakan makro Kehutanan selama dua puluh tahun yang merupakan landasan untuk melakukan pengukuran rencana pelaksanaan kinerja yang
memerlukan integrasi antara sumber daya manusia dan sumber daya lain, sehingga memungkinkan
partisipasi
berbagai pihak yang terkait dengan
pembangunan
kehutanan.
Dengan tersusunnya Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi (RKTP) Tahun 2014-
2034 ini diharapkan mampu mengantisipasi tantangan dan dinamika pembangunan
kehutanan dimasa depan, sehingga dapat terwujudnya kondisi hutan yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat secara optimal dan berkelanjutan. Disadari bahwa dengan keterbatasan yang ada, buku ini masih belum sempurna, namun demikian diharapkan dapat memberikan manfaat.
Denpasar,
Desember 2014.
GUBERfNUR BALI,
MADE MANGKU PASTIKA
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL LAPORAN
i
KATA PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAM BAR
vi
I
PENDAHULUAN
1
1.1
Latar Belakang
1
A.
3
1.2 II
Dasar Hukum
B. Maksud dan Tujuan C. Ruang Lingkup
4 5
Sistematika Penulisan
5
POTENSI DAN REALITAS
7
2.1. Potensi dan Kondisi Umum Hutan Provinsi Bali
7
2.1.1. Luas Kawasan dan Potensi Kawasan Hutan
di Provinsi Bali
2.1.2. Luas dan Potensi Hutan Rakyat
18
2.1.3. Hutan Yang Dikelola Oleh Desa Adat 2.1.4. Potensi Pemanfaatan Kawasan Hutan 2.1.5. Industri Pengolahan Hasil Hutan
19 21 22
2.2. Kontribusi Sektor Kehutanan Provinsi Bali 2.2.1. Kontribusi Ekologi
2.2.2. Kontribusi Sosial Budaya 2.2.3. Kontribusi Ekonomi 2.3. Kondisi Kelembagaan Sektor Kehutanan 2.4. Managemen Pengelolaan Hutan 2.5 Isu Strategis Terkait Pengurusan Hutan 2.5.1. Isu Strategis Spesifik 2.5.1.1. Rehabilitasi Hutan dan Lahan 2.5.1.2.Perlindungan dan Pengamanan Hutan 2.5.1.3. Pemantapan Kawasan Hutan
III
IV
7
23 23 23 24 26 27 29 29 29 32 35
2.5.1.4. TertibTatausaha Kayu Hasil Hutan 2.5.1.5. Sumberdaya Manusia (SDM) dan Pemerintahan yang Bersih 2.5.1.6. Ketergantungan Masyarakat Sekitar Hutan 2.5.2. Isu Strategi Umum 2.5.2.1. Perubahan iklim 2.5. 2.2.Tata Ruang 2.5.2.3. Krisis Air dan Kekuata Pangan 2.5.2.4. Sistem Informasi yang Berbasis Spasial ARAHAN INDIKATIF KEBIJAKAN PENGURUSAN HUTAN
37
43 46 47
PROVINSI 3.1. Analisis Spasial
47
3.2. Hasil Analisis Kawasan (Arahan Pemanfaatan)
48
3.3. Luas Efektif Arahan Pengelolaan
50
VISI DAN MISI PENGURUSAN HUTAN PROVINSI
51
38 39 41 41 42
V. INDIKASI KEKUATAN, KELEMAHAN, ANCAMAN DAN PELUANG 5.1. Analisis Kekuatan, Kelemahan, Ancaman, dan Peluang 5.1.1. Kekuatan dan Kelemahan (Strengths and Weaknesses) 5.1.2. Peluang dan Ancaman (Opportunity & Threats)
53 53 53 56
5.2. Analisis Faktor Internal
58
5.3. Analisis Faktor Eksternal
60
VI. KEBIJAKAN DAN STRATEGI
66
6.1. Umum 6.2. Kebijakan dan Strategi Kawasan Untuk Konservasi
66 68
6.3. Kebijakan dan Strategi Kawasan Untuk Perlindungan
71
6.4. Kebijakan dan Strategi Kawasan Untuk Rehabilitasi
73
6.5. Kebijakan dan Strategi Kawasan Untuk Pengusahaan 6.6. Kebijakan dan Strategi Hutan Rakyat Untuk Perlindungan
75 77
6.7. Kebijakan dan Strategi Hutan Rakyat Untuk Budidaya 6.8. Kebijakan dan Strategi Peningkatan Kualitas Aparatur
79
Pemerintahan
81
VII. KONTRIBUSI MANFAAT EKOLOGI/LINGKUNGAN SOSIAL BUDAYA, DAN EKONOMI SEKTOR KEHUTANAN PADA PEMBANGUNAN PROVINSI BALI
7.1. Target Kontribusi Ekologi/Lingkungan 7.2. Target Kontribusi Sosial Budaya
7.3. Target Kontribusi Ekonomi 7.3.1. Pemanfaatan Hasil hutan Kayu
7.3.2. Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu 7.3.3. Pemanfaatan Jasa Lingkungan
VIII. PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN -LAMPIRAN
'
83 83
84 85 85 86 87
go
91 94
DAFTAR TABEL
Hal Tabel 2.1
Potensi Luasan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) di Provinsi Bali
8
Tabel 2.2.
PNBP Wisata Alam Kehutanan Provinsi Bali
11
Tabel 2.3. Tabel 2.4.
Potensi Jasa Lingkungan di Kawasan Hutan Provinsi Bali.... Pelaku Penangkaran Satwa bukan Komersiil di Prov. Bali...
12 15
Tabel 2.5
Pelaku/Perusahaan Penangkar dan Pengedar Flora dan
Tabel 2.6
Fauna di Provinsi Bali Perusahaan Eksportir Satwa di Provinsi Bali Luas Hutan Rakyat di Provinsi Bali
15 16 18
Tabel 2.8
Hutan yang dikelola oleh Desa Adat di Provinsi Bali
19
Tabel 2.9
Sebaran Jumlah Industri Pengolahan Hasil Hutan di Provinsi Bali Produk DomestikRegional Bruto (PDRB) Provinsi Bali Atas
22
Tabel 2.7
Tabel 2.10
Tabel 2.11 Tabel 2.12 Tabel 2.13
Dasar Harga Menurut Lapangan Usaha (Tahun 2006-2009)..
25
Perkembangan Lahan Kritis di Provinsi Bali Realisasi Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Kawasan Hutan Provinsi Bali Perkembangan Kebun Bibit Rakyat di Provinsi Bali
29
3q 31
Tabel 2.14
Data Sumber Benih di Provinsi Bali Tahun 2010 sampai
Tabel 2.15
2014 Jems Gangguan Keamanan Hutan Di Provinsi Bali Tahun
31
2013
33
Hutan Di Provinsi Bali Penggunaan Kawasan Hutan Di Provinsi Bali Nilai dan Status Daya Dukung Air Di Provinsi Bali Kriteria Penentuan Arahan Spasial RKTP Arahan Pengelolaan Hutan
35 36 45 47 43
Tabel 2.16
Tabel 2.17
Tabel 2.18 Tabel 3.1. Tabel 3.2. Tabel 3.3 Tabel 5.1 Tabel 5.2
Tabel 5.3
Desa Pekraman yang Mendapat Bantuan Pengamanan
Luas Arahan Indikatif RKTP Bali Berdasarkan Fungsi
Kawasan Matriks Evaluasi Faktor Strategis Internal Matriks Evaluasi Faktor Strategis Eksternal Matriks SWOT Pengelolaan Sumberdaya Hutan di Provinsi Bali
Tabel 6.1.
Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kehutanan Jangka
Tabel 6.2.
Panjang di Provinsi Bali Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kehutanan Jangka Panjang Kawasan Konservasi di Provinsi Bali
Tabel 6.3.
64 55 70
Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kehutanan Jangka Panjang Kawasan Untuk Perlindungan di Provinsi Bali
Tabel 6.4.
40 59 61
72
Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kehutanan Jangka Panjang Kawasan Untuk Rehabilitasi di Provinsi Bali
74
Tabel 6.5.
Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kehutanan Jangka Panjang Kawasan Untuk Pengusahaan di Provinsi Bali
76
Tabel 6.6.
Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kehutanan Jangka Panjang Hutan Rakyat Untuk Perlindungan di Provinsi Bali
78
Tabel 6.7.
Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kehutanan Jangka Panjang Hutan Rakyat Untuk Budidaya di Provinsi Bali
Tabel 6.8.
Kebijakan
dan
Strategi
Kehutanan Provinsi Bali
Peningkatan
79
Kualitas Aparatur 81
DAFTAR GAMBAR Hal
Gambar 2.1.
Luas Kawasan Hutan Di Provinsi Bali
7
Gambar3.1
Luas Arahan Indikatif Hutan di Provinsi Bali
49
Gambar 5.1
Kuadran SWOT
63
BAB I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat penting
bagi
kehidupan,
sehingga
keberadaannya
perlu
selalu
dijaga
dan
dilestarikan. Secara konsepsional yuridis hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu
dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan (Pasal 1 Ayat (1) Undangundang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan). Berdasarkan definisi
tersebut, maka hutan wajib dikelola secaraterencana dan terpadu untuk memberikan manfaat bagi lingkungan dan kehidupan manusia. Oleh karena itu hutan
perlu
mendapat
perhatian
khusus dalam
merencanakan
pengelolaannya secara holistik dan terintegrasi.
Kawasan hutan Provinsi Bali merupakan satu-satunya sebagai pengatur tata hidrologis dan tata alam lingkungan di wilayah ini. Di lain pihak luas kawasan hutan
kawasan
belum memenuhi ketentuan minimal luas
hutan seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang
Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999, yaitu 30 % dari luas wilayah daratan Provinsi Bali, dan fungsinya juga belum optimal. Berdasarkan Surat
Keputusan (SK) Menteri Kehutanan Nomor 433/Kpts-II/1999, luas kawasan
hutan di wilayah Provinsi Bali adalah 130.686,01 Ha atau 22,59 % dari luas daratan Provinsi Bali.
Sesuai dengan orientasi pembangunan kehutanan Provinsi Bali yang mengedepankan aspek ekologi, sosial, dan aspek ekonomi, maka prioritas
kebijakan pembangunan kehutanan di Provinsi Bali yang sejalan dengan kebijakan umum RKTN 2011-2030 yaitu meningkatkan tutupan hutan di dalam maupun di luar kawasan hutan serta peningkatan perlindungan dan
konservasi hutan, pengembangan hasil hutan bukan kayu (HHBK), pengembangan jasa lingkungan dan wisata alam.
Terkait dengan icon Bali sebagai pariwisata dunia, maka kelestarian
fungsi clan pemanfaatan kawasan harus tetap terjaga. Apabila terjadi kerusakan hutan maka secara langsung maupun tidak langsung akan
berdampak pada kegiatan pariwisata. Dengan demikian, maka optimalisasi pemanfaatan kawasan hutan diarahkan juga untuk mendukung kegiatan pariwisata, khususnya pengembangan jasa lingkungan wisata alam. Selain itu juga telah terimplementasi dalam kegiatan pemanfaatan kawasan hutan produksi ditanamiberjenis-jenis kayu perpatungan untuk penyediaan bahan baku berbagai industri kerajinan yang menggunakan bahan kayu.
Dalam pelaksanaannya pengoptimalan fungsi dan kawasan
hutan
pengamanan
diperlukan usaha
hutan
secara
intensif,
pengelolaan, didukung
manfaat luas
perlindungan, dan
dengan
perencanaan
kehutanan secara sinergi dalam penyelenggaraan kehutanan yang lebih produktif,
partisipatif,
akuntabel dan transparan. Sejalan
dengan
hal
tersebut, di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004, tentang Perencanaan Kehutanan, pasal 41 menyebutkan bahwa instansi kehutanan
Provinsi wajib menyusun Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi (RKTP).
RKTP Bali 2014-2033 ini disusun berdasarkan potensi dan realitas, serta isu-isu strategis dan berbagai permasalahan yang dihadapi oleh Sektor Kehutanan di Provinsi Bali saat ini dan kedepannya.
Dokumen RKTP ini dapat dipakai sebagai landasan/pedoman dalam penyusunan
program
pembangunan
kehutanan
di
Provinsi
Bali
sehinggadiharapkan optimalisasi fungsi dan pemanfaatan hutan dapat . tercapai,kontribusi bidang kehutanan baik berupa jasa lingkungan, hasil hutan bukan kayu/HHBK, dan manfaat lainnya semakin dirasakan oleh masyarakat.
A. Dasar Hukum
Dasar hukum penyusunan RKTP Bali Tahun 2012-2033adalah:
1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
5. Undang-Undang Nomor 34 Tentang Pemerintah Daerah
6. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan jo. PP No. 3 Tahun 2008;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan,
Antara
Pemerintah,
Pemerintah
Daerah
Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota;
10. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
11. Peraturan Pemerintah No. 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan;
12. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam pada Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam;
13. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam;
14. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai;
15. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 22/Menhut-II/2012, tentang Pedoman Kegiatan Usaha pemanfaatan Jasa Lingkungan, Wisata Alam pada hutan lindung;
16. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.42/Menhut-II/2010 tentang Sistem Perencanaan Kehutanan;
17. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.49/Menhut-II/2011 tentang Rencana Kehutanan Tingkat Nasional Tahun 2011-2030;
18. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.l/Menhut-II/2012 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi (RKTP); 19. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali 2009-2029;
20. Peraturan Daerah Bali Nomor 11 Tahun 2009 tentang Pengelolaan DAS Terpadu.
B. Maksud dan Tujuan
Penyusunan RKTP Bali dimaksudkan untuk menyediakan acuan dan pedoman dalam penyusunan rencana kehutanan tingkat kabupaten/kota (RKTK) dan UPT baik tingkat provinsi maupun kementerian, sehinggaterbangun keselarasan/keserasian, dan konsistensi arah perencanaan, pengelolaan pembangunan kehutanan di Provinsi Bali. Tujuan penyusunan Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi (RKTP) Bali ini adalah terbangunnya koordinasi, sinergi, dan konsistensi rencana-rencana pengelolaan/pembangunan kehutanan di tingkat Provinsi dengan Rencana Kehutanan Tingkat Kabupaten/Kotamaupun yang dilaksanakan oleh UPT Kementerian Kehutanan,sehingga menjadi kesatuan rencana kehutanan yang utuh dan menyeluruh. C. Ruang Lingkup
Rencana
Kehutanan
Tingkat
Provinsi
(RKTP)
Bali
merupakan
penjabaran dari RKTN 2011-2030 yang memuat visi dan misi, arahan, kebijakan, strategi, target, arahan program dalam pengurusan Kehutanan
Provinsi Bali sebagai pedoman pelaksanaan dan pengendalian kegiatan Pembangunan Kehutanan di Provinsi Bali berbasis pada seluruh kawasan
hutan dan hutan milik di wilayah Provinsi Bali untuk jangka waktu 20 tahun.
1.2. Sistematika Penulisan
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang (Dasar Hukum, Tujuan, Ruang Lingkup). 1.2. Sistematika Penulisan.
BAB II. POTENSI DAN REALITAS 2.1. Potensi dan Kondisi Umum Hutan di Provinsi Bali.
2.2.Kontribusi Sektor Kehutanan Provinsi Bali (Ekologi, sosial budaya, dan ekonomi). 2.3. Kondisi Kelembagaan Sektor Kehutanan Provinsi Bali. 2.4. Isu Strategis Terkait Pengurusan Hutan Provinsi Bali. BAB III.ARAHAN INDIKATIF KEBIJAKAN PENGURUSAN HUTAN PROVINSIBALI
(ACUAN ARAH PEMBANGUNAN KEHUTANAN JANGKA PANJANG PROVINSI) Gambaran mengenai arahan operasional kebijakan pengurusan hutan berdasarkan hasil analisis data spasial dan nonspasial.
BAB IV. VISI DAN MISI PENGURUSAN HUTAN PROVINSI BALI 4.1. Visi. 4.2. Misi.
BAB V. INDIKASI KEKUATAN, KELEMAHAN, ANCAMAN, DAN PELUANG 5.1. Analisis Kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman (terkait
proses transformasi potensi manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan SDH menjadi barang jasa nyata dalam mendukung hidup dan kehidupan masyarakat di Provinsi Bali). 5.2. Sintesis hasil analisis (butir-butir dasar arahan skenario). BAB VI.
KEBIJAKAN DAN STRATEGI
BAB VII. KONTRIBUSI MANFAAT EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGANSEKTOR KEHUTANAN PADA PEMBANGUNAN PROVINSI BALI
Target pengurusan hutan di wilayah Provinsi Bali untuk jangka waktu 2014-2033. BAB VIII. PENUTUP
BAB II.
POTENSI DAN REALITAS
2.1
Potensi dan Kondisi Umum Hutan Provinsi Bali
2.1.1 Luas Kawasan dan Potensi Kawasan Hutan di Provinsi Bali
Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.433/Kpts-II/1999 bahwa luas kawasan hutan di Provinsi Bali yaitu: 130.686,01 ha atau 22,59% dari luas daratan Provinsi Bali.Luas kawasan hutan yang ada di Provinsi Bali sebagian
besar berfungsi sebagai hutan lindung, sedangkan sisanya adalah merupakan kawasan hutan produksi, cagar alam, Taman Nasional, Taman Wisata Alam, dan Taman Hutan Raya. Secara lengkap luas kawasan hutan di Provinsi Bali disajikan pada Gambar 2.1 dan Peta pada Lampiran.... Taman Hutan
Taman Wisata
Alam; 4,154,49
Raya 1,373.50 ___ ha
Taman^ Nasional Cagar Alam,
1,762.8 0 ha^
'•'.'S,.19,002.89: ha
Hutan Iinciting 95,766.06 ha
Gambar 2.1. Luas Kawasan Hutan di Provinsi Bali
Potensi pemanfaatan kawasan hutan di Provinsi Bali
berupa jasa
lingkungan (jasling) dan wisata alam, hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta hasil
hutan kayu
(HHK).
Potensi
yang paling
besar untuk dapat
dikembangkan adalah jasling terutama
wisata alam. Sampai saat ini
pemanfaatan
lingkungan yang
potensi HHBK dan jasa
ada
belum
dikembangkan secara optimal. Hal ini disebabkan karena belum adanya database pendukung secara kuantitatif mengenai produksi HHBK dan jasa
lingkungan yang ada, sehingga ke depan database tentang potensi serta pemanfaatan jasa lingkungan dan HHBK sangat diperlukan.
Potensi HHBK yang cukup banyak di kawasan hutan Provinsi Bali, bila dikembangkan secara optimal akan dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan pendapatan masyarakat dan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Potensi Produksi HHBK di wilayah ini berupa tanaman tumpangsari baik dengan tanaman semusim maupun tahunan dan budidaya lebah madu. Sampai saat ini produksi HHBK belum diketahui secara pasti karena belum ada data-data
secara kuantitatif yang dapat mengukur sampai seberapa
besar kontribusi sektor kehutanan baik secara ekologi, sosial budaya, dan ekonomi bagi pembangunan Bali. Selain itu potensi kayu putih dan getah pinus juga belum termanfaatkan secara ekonomis. Potensi hasil hutan bukan kayu secara lengkap disajikan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 PotensiHasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) di Provinsi Bali
KPH Bali Timur
2
Jenis HHBK Getah pinus Minyak kayu putih
KPH Bali Barat
405 ha
3
Madu
KPH Bali Barat
4 kelompok
No 1
Keterangan
Lokasi
KPH Bali Tenqah KPH Bali Timur
971ha
Belum terbentuk kelompok Belum terbentuk kelompok
Sumber: Dinas Kehutanan Provinsi Bali
Berdasarkan data Dinas Kehutanan Provinsi Bali, bahwa di KPH Bali
Barat terdapat tegakan kayu putih seluas 405 Ha yang sudah siap untuk
dimanfaatkan daunnya untuk menjadi minyak kayu putih. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tim UNUD 2008 - 2010 menunjukkan bahwa rendemen
minyak kayu putih yang dihasilkan cukup tinggi (9 - 10 l/ton daun kayu putih) dengan kualitas minyak terutama kadar cineolnya yang cukup tinggi. Untuk taksasi 1 Ha tegakan menghasilkan 2 ton daun kayu putih dengan rendemen minyak 10 liter/ton, maka tegakan seluas 405 Ha akan
menghasilkan minyak kayu putih ± 20 liter X 405 = 8100 liter minyak kayu putih/tahun. Bila harga minimal 1 liter minyak kayu putih Rp 100.000, maka akan dihasilkan Rp 810.000.000,- per tahunnya. Berdasarkan hasil studi banding yang dilakukan ke pabrik penyulingan minyak kayu putih di Sendangmole Daerah Istimewa Yogyakarta bahwa dengan tegakan kayu putih 405 ha yang ada saat ini, sudah memungkinkan untuk didirikan penyulingan minyak kayu putih dengan kapasitas 1 ton.
Penyadapan getah pinus di KPH Bali Timur mempunyai potensi yang cukup besar, sehingga perlu dilakukan pengelolaan yang optimal. Potensi getah pinus di wilayah ini sebesar 114 ton/th, dengan harga Rp. 4.500/kg, sehingga setiap tahun akan dapat memberikan kontribusi sebesar Rp. 513.000.000,00. Pengambilan getah pinus ini sudah pernah dilakukan dengan
pemberdayaan
masyarakat
sebagai
tenaga
penyadap
dan
dikerjasamakan dengan Perhutani Jawa Timur namun dihentikan pada tahun 2013. Dengan demikian perlu dilakukan kajian untuk melakukan kerjasama kembali, sehingga selain dapat meningkatkan PNBP sekaligus juga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
Pengembangan lebah madu saat ini sudah dilakukan di KPH Bali Barat,
Bali Tengah dan Bali Timur dengan melibatkan masyarakat sekitar hutan. Di KPH Bali Barat saat ini telah terbentuk beberapa kelompok tani lebah madu dengan pembinaan oleh Tim Unud, sedangkan untuk di KPH Bali Tengah dan Bali Timur kelompok tani belum terbentuk. Data kuantitatif tentang produksi lebah madu belum diketahui secara pasti karena belum pernah dilakukan pendataan.
Demikian
juga
pemanfaatan
kawasan
hutan
dengan
memanfaatkan ruang di bawah tegakan/tumpangsari baik dengan tanaman semusim maupun tahunan belum ada data tetang luasan maupun data
produksinya, sehingga belum diketahui dengan pasti berapa kontribusi sektor kehutanan bagi masyarakat. Potensi jasa lingkungan pada Kawasan Hutan di Provinsi Bali
dapat dikembangkan
meliputi:
jasling wisata alam,
yang
pemanfaatan air,
perlindungan keanekragaman hayati, dan sebagai penyumbang oksigen serta penyimpan karbon. Jasling wisata alam yang telah dikembangkan di Provinsi Bali sampai saat ini dikelola oleh KSDA, TNBB, dan Dinas Kehutanan Provinsi Bali. Di wilayah KPH Bali Timur, Bali Tengah, dan KPH Bali Barat cukup banyak
potensi jasling wisata alam maupun jasling lainnya yang sangat potensial untuk dikembangkan.
Wisata alam yang berada di kawasan hutan apabila dikelola secara ekonomis dapat memberikan PNBP pada pemerintah pusat/daerah, terutama melalui jasa karcis masuk dan parkir. Beberapa wisata alam yang sudah
memberikan kontribusi (PNBP) adalah wisata alam yang dikelola oleh UPT Tahura Ngurah Rai, Balai Taman Nasional Bali Barat (BTNBB) dan Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Bali. Secara lengkap PNBP Wisata alam pada kawasan hutan di Provinsi Bali disajikan pada Tabel 2.2. Tabel 2.2. PNBP Wisata Alam Kehutanan Provinsi Bali PNBP (Rp)
Pengelola
No.
2010 1
TNBB
2
BKSDA
3
TAHURA
Sumber : UPT Tahura
2011 -
-
2012
2013
439.653.500
761.069.000
75.314.000
7.731.750
11.562.500
5.752.000
71.366.000
114.072.000
141.730.000
-
Ngurah Rai, TNBB dan BKSDA Bal 1
Pengembangan potensi wisata alam juga dapat berupa wisata religi/spiritual dan wisata medis (kesehatan). Di Kawasan hutan Provinsi Bali
wisata religi berupa tempat-tempat suci/pura dan wisata medis berupa pemandian air panas. Tempat-tempat tersebut mempunyai daya tarik dan
banyak
dikunjungi
wisatawan
baik
wisatawan
domestik
maupun
mancanegara sebagai tempat untuk meditasi, mencari ketenangan, inspirasi, dan sebagainya.
Potensi jasling untuk pemanfaatan air yang dikembangkan sampai saat ini berupa mata air dan bendungan di KPH Bali Barat, pemanfaatan danau Beratan, Buyan dan Tamblingan, dan air terjun di KPH Bali Tengah. Selain
potensi tersebut untuk ke depan terdapat beberapa jasling pemanfaatan air yang dapat dikembangkan, yaitu : pemanfaatan aliran air di Tukad Yeh Buah
KPH Bali Barat untuk rafting, dan beberapa air terjun di KPH Bali Tengah. Secara rinci potensi jasling yang ada saat ini dan sangat potensial untuk dikembangkan di kawasan hutan Provinsi Bali disajikan pada Tabel 2.3. Tabel 2.3. Potensi Jasa Lingkungan di Kawasan Hutan Provinsi Bali No.
Jasa Lingkungan
Lokasi
Keterangan
1
2
3
4
1
Wisata alam :
Kabupaten
TWA Buyan Tamblingan
Tabanan dan
Buleleng
TWA Penelokan dan TWA Gunung Batur Bukit Payanq
TWA Sangeh
Kabupaten Bangli Kabupaten Badung
Dikelola oleh Balai Konservasi Sumber
Daya Alam Bali
No.
Jasa Lingkungan
Lokasi
1
2
3
Tahura Ngurah Rai
Kota Denpasar dan Kabupaten
Badung Kabupaten Taman Nasional Bali Barat
Jembrana dan
Bulelenq Tracking, rute off road, wisata berkuda, Panorama yang indah dari tempat ketinggian di Pucak Bukit Rangda, Mendoyo Dauh Tukad, Desa Batu
Agung, Bukit Surga.
Keterangan 4 Dikelola oleh UPT
Tahura Ngurah Rai
Dikelola oleh Balai TNBB
Rute Off Road dan Wisata Berkuda belum berizin.
KPH Bali Barat.
Khusus bukit surga perlu dipromosikan karena memiliki
panorama dan struktur geologi yang khas
Jogging Track dan panorama hutan lindung yang indah (di Desa Sukasada, Desa Banjar, Kubu Tambahan, Pupuan, Penebel, Candi Kuning, Petang), Pendakian Gunung Batukaru di Desa
KPH Bali Tengah
Merupakan jasling yang cukup potensial untuk dikembangkan
Wanqaya Gede (Kec. Penebel)l
Panorama yang indah di Penelokan, Pendakian Gunung Batur, Pendakian Gunung Abang, Jogging Track di
KPH Bali Timur
Penelokan 2
Jasling Wisata Air:
Air terjun Grojogan Sari, AirTerjun Yeh Mesehe, Sungai Ijo Gading, Tempat Rafting Tukad Yeh Buah.
Dikelola bersama Komite Pariwisata
KPH Bali Barat
Desa Blimbing Sari
dalam mendukung ekowisata
Air Terjun Desa Galungan, Danau
3
Perlu dimaksimalkan
Buyan, Danau Tamblingan, Air terjun Desa Lemukih Kubu Tambahan (air terjun bertingkat 3), Air terjun Desa Batu Kasur, Air Terjun Desa Sambangan, AirTerjun Desa Belimbing, Telaga 3 warna di Desa Selat
dan BKSDA Bali
Air Terjun Desa Les
KPH Bali Timur
pemanfaatannya
KPH BaliTengah
secara ekonomi
Jasling Wisata Bahari Dikelola bersama
Wisata Bahari Pulau Menjangan
TNBB
masyarakat Labuan Lalang Desa Sumberklampok, Desa Pejarakan, Desa Sumberkima dan
Sekitarnya. 4
Wisata Religi/Spiritual
Tempat suci (Pura) Sad Kahyangan Besakih, Pura Pasar Agung, Pura Pengubengan, Lempuyang, Pura Jati, Angreka Sari, Pura Jaga Satru, Pura Telaga Sawangan, Pura Pucak Penulisan, dsb Pura Pucak Batukau, Pura Teratai Bang, Pucak Sari, Pura Tirta Kuning (terdapat air dengan 3 warna yaitu putih, kuning, dan merah), Pura Batu Meringgit, Pura Pucak Mangu, Pura Ulun Danau
Tamblingan, Areal Semedi Puncak Sari,
Kabupaten Karangasem (KPH Bali Timur)
Agar selalu menjaga kelestarian hutan
Khusus puncak Kabupaten Tabanan dan
Buleleng (KPH Bali Tengah)
landep perlu dilakukan pengkajian yang mendalam karena merupakan
wilayah yang
No.
Jasa Lingkungan
Lokasi
Keterangan
1
2
3
4
bersejarah bagi
Puncak Landep
kehutanan, yaitu tempatnya RTK 1
Pura Pulaki, Pura Melanting, Kuburan Jayaprana, Pura Puncak Manik, Pura Kerta Kawat, Pura Tirta Empul, Pulau Menjangan, dsb.
Kabupaten Buleleng (KPH Bali Barat dan
TNBB)
Pura Candi Narmada, Pura Dalem Pengembak, Pura Sakenan, Pura Tanah
Tahura Ngurah
Kilap
Rai
Pura Candi
Narmada/Tanah Kilap diyakini sebagai tempat memohon rejeki, dan Pura Dalem Pengembak (sebagai tempat melukat/pembersihan jiwa)
Jasling Pemanfaatan Air
5
Bendung Grokgak, Bendung Palasari, Sumber Mata Air Telaga, Bendungan
KPH Bali Barat
Yang mempunyai fungsi social sifatnya
BKSDA Bali
digunakan secara
gratis, tetapi apabila
Benel
Danau Buyan, Danau Tamblingan, dsb
ekonomi harus
Danau Batur, Telaga Sawangan, Sumber Mata Air Soda
dilakukan KPH Bali Timur
perhitungan dan kontribusi yang jelas terhadap pemerintah
Wisata Pendidikan
6
Taman Nasional Bali Barat, Monomen
Perjuangan Lintas Laut, Bambu langka di DesaTelaga Kebun Raya Eka Karya Bedugul
TNBB dan KPH Bali Barat.
KPH Bali Tengah
Perlu sosialisasi dan
penelitian lebih lanjut Untuk selalu
memperhatikan lingkungan dan kelestarian hutan
Taman Hutan Raya Ngurah Rai
Tahura Ngurah Rai
Museum Gunung Api, Kaldera Gunung Batur
Cagar Alam Batukau
BKSDA Bali
Sarana yang ada perlu diperbaiki dan dipelihara Perlu promosi dan sosialisasi
BKSDA Bali
Penangkaran Penyu Penangkaran Jalak Bali
Perlu pengembangan
TNBB
lebih intensif
Sumber: Dinas kehutanan Provinsi Bali, BKSDA Bali, BTNBB
Potensi keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna di kawasan hutan
Provinsi Bali merupakan modal dasar yang harus dilestarikan dan
dikembangkan untuk keperluan penelitian/pendidikan, wisata alam, dan sumber plasma nutfah. Flora fauna langka yang dapat dijumpai di kawasan hutan Provinsi Bali antara lain: Jalak Bali di KPH Bali Barat, Kokokan di
Tahura Ngurah Rai, Kakatua jambul kuning, Curik Bali di TNBB, pohon Cemara pandak di Batukaru KPH Bali Tengah, pohon Kesua, kayu Peradah
(untuk
penolak
sebagainya.
bala),
Purnajiwa
(pengobatan
penyakit dalam),
dan
Kondisi berbagai plasma nutfah sampai saat ini mulai mengalami tekanan bahkan ada yang dalam katagori sangat kritis. Hal ini disebabkan
oleh adanya perburuan, penangkapan secara liar, peredaran liar dan bahkan ada yang sampai dibawa ke luar daerah. Untuk menjamin keberadaan dan keberlanjutan flora fauna yang dilindungi dilakukan dengan penangkaran. Di
wilayah ini ada beberapa flora fauna yang digunakan sebagai pelengkap upacara
agama
(wewalungan).
Beberapa desa
adat yang
melakukan
penangkaran satwa dengan tujuan wewalungan (upacara agama) yang dibina oleh Dinas Kehutanan Provinsi Bali disajikan pada Tabel 2.4. Selain itu
peredaran flora dan fauna di wilayah ini cukup tinggi, dan biasanya pengedar merangkap sebagai penangkar. Secara lengkap jumlah penangkar dan/atau pengedar flora fauna disajikan pada Tabel 2.5.
Tabel 2.4. Pelaku Penangkaran Satwa Bukan Komersiil di Provinsi Bali Kabupaten
No. 1
Karangasem
2
Tabanan
3
Jembrana
4
Buleleng Badung
5
Desa Adat
Jenis Satwa
Rusa Rusa Rusa Rusa Rusa Rusa
Besakih
Kesimpar Batungsel Batuagung Sudaji Werdibuana
dan dan dan dan dan dan
Kijang Kijang Kijang Kijang Kijang Kijang
Sumber: Renstra Dinas Kehutanan Provinsi Bali, 2012
Tabel 2.5 Pelaku/Perusahaan Penangkar dan Pengedar Flora Fauna di Provinsi Bali Jumlah No.
Jenis
1
2
Jumlah
Jumlah
penangkar
penangkar
pengedar
dan atau
3
4
Keterangan
pengedar 1
2
Reptil
1
Koral
10
Insekta Tumbuhan Gaharu
-
-
8 20
-
-
2
-
-
1
9
-
6
5
Anggrek
-
Kerajinan - Fosil Walrus
-
- Gading Walrus - Kulit ular, biawak Buaya 1
2
Daging
1
-
13
-
1
3
ular
2
-
-
4
-
-
-
5
1
-
dan biawak
Kulit reptile
-
5
-
6
Jumlah Jenis
No.
Jumlah
Jumlah
penangkar
penangkar
pengedar
dan atau
Keterangan
pengedar 1
Ikan
Burung
37
Rusa dan kijang
3
2
1
-
-
-
-
Sumber: BKSDA Bali
Keberadaan satwa juga dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan eksport.
Di Provinsi Bali
terdapat 4 (empat) eksportir satwa yang tidak
dilindungi peraturan perundangan yang merupakan binaan Dinas Kehutanan Provinsi Bali. Secara lengkap eksportir satwa di Provinsi Bali disajikan pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Perusahaan Eksportir Satwa di Provinsi Bali No.
Nama Perusahaan
Jenis Satwa
Keterangan
1
CV. Harya Fauna
Reptil
Dalam binaan
2
UD. Brazza
Kupu-kupu
3
PT. Ikas
Insekta
Dinas Kehutanan
4
PT. Nusa Bali Aquatik
Reptil
Provinsi Bali
Sumber: Renstra Dinas Kehutanan Provinsi Bali, 2012
Berdasarkan data Balai KSDA Bali tahun 2012, terdapat 8 Lembaga Konservasi/Badan
Usaha dan
10 usaha
perorangan yang
melakukan
penangkaran Jalak Bali. Menurut data tersebut, jumlah jalak Bali yang telah
ditangkar adalah 291 ekor dan telah dilepasliarkan 100 ekor dan yang hidup liar di Taman Nasional Bali Barat sebanyak 34 ekor. Fauna Gajah yang terdapat di Lembaga Konservasi di Bali tahun 2012 adalah 97 ekor yang tersebar di 5 Lembaga Konservasi yaitu : (1) PT Kasianan (Bali Elephant Camp) Petang Kabupaten Badung sebanyak 18 ekor, (2) PT Wisata Reksa Gajah Perdana Desa Taro Kabupaten Ginyar sebanyak 30 ekor, (3) PT Bakas Aneka Citra, Ds Bakas, Kabupaten Klungkung sebanyak 10 ekor, (4) Taman Safari Indonesia III (Bali Safari Marine Park ) By Pass IB
Mantra, Kabupaten Gianyar sebanyak 33 ekor, (5) CV Bali Harmoni (Bali Zoo Park) Desa. Singapadu Kabupaten Gianyar sebanyak 6 ekor. Untuk pelestarian satwa penyu (data BKSDA tahun 2012), di Provinsi Bali terdapat 8 kelompok Badan Usaha Pelestari Penyu baik yang telah berijin
maupun yang belum berijin, telah melakukan beberapa jenis kegiatan pelestarian seperti: penetasan telor, pemeliharaan Tukik, pemeliharaan penyu pada kolam untuk atraksi wisata, penyelamatan telor penyu sepanjang
pantai, dan pembesaran penyu dalam keramba apung. Adapun jenis penyu yang dikembangkan/dilestarikan adalah : penyu hijau, penyu sisik dan penyu sisik semu.
Selain pelestarian fauna di atas masih terdapat beberapa lembaga
konservasi yang melestarikan berbagai jenis satwa antara lain: Kupu-Kupu Taman Lestari yang melakukan penangkaran/pelestarian kupu-kupu, Rimba
Reptil
(pelestarian
pelestarian
reptil),
Taman
Safari
Indonesia
(pengembangan/
berbagai jenis satwa), CV Melka Satwa (pengembangan/
pelestarian mamalia air), dan CV Bali SHeel Museum (merupakan Musium Zoologi)
Hutan merupakan sumber terbesar sebagai penyumbang oksigen, penyimpan dan cadangan karbon. Secara ekonomi fungsi ekologi hutan
sebagai cadangan dan penyimpanan karbon sampai saat ini belum banyak
dikembangkan. Secara keseluruhan potensi kontribusi kawasan hutan sebagai
cadangan dan penyimpanan karbon di kawasan hutan Provinsi Bali kurang lebih sebesar 168,72 ton/ha (Wisnu, 2013). Dengan demikian secara
keseluruhan cadangan karbon pada kawasan hutan di Provinsi Bali dengan luasan 130.686,01 ha kurang lebih adalah sebesar 22.049.343,61 ton. Hasil hutan kayu (HHK) di Provinsi Bali relatif kecil bila dibanding dengan daerah di luar Bali, karena kawasan hutannya sebagian besar berupa hutan lindung dan hanya sebagian kecil yang berupa hutan produksi. Dilihat dari fungsi hutan yang menitik beratkan pada fungsi ekologi, maka hutan produksi juga dititik beratkan pada fungsi konservasi yang berarti bahwa tidak boleh melakukan tebang habis. Potensi hasil hutan kayu di Provinsi Bali berasal dari kawasan hutan produksi Bali Barat yang berupa .HKM seluas 150 ha (SK. Menteri Kehutanan No. lll/Menhut-II/2009), HTR seluas 375 ha (SK.Menteri Kehutanan No. 91/Menhut-II/2009), dan HTHR seluas 583 ha.
2.1.2 Luas dan Potensi Hutan Rakyat
Potensi luasan
hutan rakyat yang ada di provinsi Bali adalah
24.732,11 ha yang terdiri dari hutan rakyat umum dan hutan rakyat swadaya yang tersebar di 8 kabupaten (BPDAS Unda Anyar, 2013). Secara rinci luas hutan rakyat di Provinsi Bali disajikan pada Tabel 2.7.
Tabel 2.7. Luas Hutan Rakyat di Provinsi Bali Luas (Ha.)
Kabupaten
No
Hutan Rakyat Swadaya
KPH
Hutan
Rakyat Umum
1
Jembrana
Bali Barat
159,20
1.646
2
Tabanan
Bali Tenqah
248,75
2.648
3
Badung Gianyar
Bali Tenqah Bali Tengah
165,00
2.227 1.715
5
Bangli
Bali Timur
6
Bali Timur
3.584
7
Klungkung Buleleng
27,00 131,70 29,40
63,93
5.185
8
Karangasem
Bali Timur
4
Bali Barat dan Bali Tengah
2.145
4.101 658,53 1.481,11 23.251 24.732,11
Sub Jumlah Jumlah Total
Sumber: BPDAS Unda Anyar(2013) Pengembangan hutan rakyat ini dapat menambah luasan hutan/lahan
yang berfungsi hutan/tutupan vegetasi, sehingga dapat meningkatkan persentase luasan hutan yang masih di bawah standar minimal
30% dari
luas daratan Provinsi Bali. Dalam prakteknya pengembangan hutan rakyat dapat dilakukan dengan pemberian insentif dan disinsentif {reward dan punishment), sehingga memacu masyarakat untuk menanam tanaman hutan
di lahan miliknya terutama pada daerah-daerah dengan kemiringan yang cukup terjal. Untuk mendukung tingkat keberhasilan hutan rakyat maka dukungan pemerintah sangat diperlukan terutama dalam penyediaan bibit yang
berkualitas
dalam
jumlah
yang
mencukupi,
serta
pembinaan/penyuluhan untuk lebih meningkatkan kesadaran masyarakat tentang arti pentingnya hutan dan kelestarian lingkungan. 2.1.3
Hutan yang dikelola oleh Desa Adat
Sampai saat ini luas hutan yang dikelola oleh Desa Adat di Provinsi Bali
adalah 349,321 ha yang tersebar di 11 desa adat yang berfungsi sebagai forest tracking, laba pura, kuburan, dan obyek wisata (Alas Kedaton dan Monkey Forest). Pengelolaan hutan oleh desa adat ini dilakukan oleh desa
adat setempat berdasarkan awig-awig yang telah ditetapkan oleh Desa Adat
yang bersangkutan. Dinas Kehutanan Provinsi hanya melakukan pembinaan fungsional. Secara lengkap data hutan yang dikelola oleh Desa Adat di Provinsi Bali disajikan pada Tabel 2.8.
Tabel 2.8 Hutan yang dikelola oleh DesaAdat di Provinsi Bali No.
Hutan
Lokasi
Pengelolaan
Potensi
1
Desa Klumpu,
- Desa Adat
Bukit Murai Kec. Nusa
- Awig-awig
Klampuak, Pule, Intaran, dll
Luas
5
Penida, Klunqkunq 2
3
Keterangan
(ha)
Adat
-Sejak tahun
-
1960-an
Desa Batu
- Desa Adat
Madeg, Kec. Nusa Penida, Klungkung
-Awig-awig -Sejak tahun
10
Klampuak, Pule, Intaran, dll
-
1985-an
Desa
- Desa Adat
Mahoni,
Pembagian
Tenganan,
-Awig-awig
Aren,
Kec. Manggis, Karangasem
- Sejak tahun
Lahan: - Sawah dan
197,
1842-an
Nangka, Forest
321
Lahan Kering
Durian
4Tracking
-
Hutan Adat
masuk ke
Lahan Kering
yang tidak dapat diolah 4
DesaAdatPengl
- Desaadat
ipuran,
- Awig-awig
petung,
masuk ke Lahan
KelurahanKub, Kec. Bangli
-Dari
jajang, tali, majegau, langsat,
Kering yang
47
dulusudahada
(tahuntidakdi ketahui)
Bambu:
Hutan Adat
tidak dapat diolah
taep,
cempaka 5
- Desa Adat
Pelestarian
adat
Belimbing,
fauna kera
Mekori
Pupuan
dan burung,
Hutan
Tabanan
flora
majegau, kwanitan, bunut,
20
demulih,
teep, klampuak 6
Alas
Tabanan
Kedato
12
Desa Adat
Sebagai
Kukuh, Marga
obyek wisata
Pelaba Pura
dan habitat
n
kera 7
Hutan
Tabanan 16
adat Hutan
Pelaba Pura
Puakan sesuai
Dalem
awig
Puakan 8
Desa adat
Sebagian
Gianyar
Adat
dikelola desa
Taro
Adat dan
sebagian 5
Pengembang an sapi putih dan sebagai obyek wisata
dikontrakkan
kepada Bali Adventure
Elephant Safari Park. 9
Hutan
13
Marga Tengah Hutan Adat Pilan
Hutan Pingit dan Hutan
Adat
10
Desa Adat
Tabanan
Tabanan
bambu Desa Adat
12
Sebagai kuburan dan Pura Puseh
Hutan
No.
Lokasi
Hutan
11
Luas
Pengelolaan
Potensi
Keterangan
Desa Adat
Obyek
Monkey forest
(ha)
Adat
Gianyar
Adat
pariwisata
12,5
Padang Teqal
349,
Jumlah
321
Sumber: KPH Bali Tengah dan Bali Timur 2.1.4
Potensi Pemanfaatan Kawasan Hutan
Secara
umum
pemanfaatan
kawasan
hutan di
Provinsi
Bali
dikelompokkan menjadi : (1) pemanfaatan wilayah kelola (kawasan hutan
yang sudah dibebani izin pemanfaatan) dan (2) wilayah tertentu (wilayah pada blok pemanfaatan yang merupakan wilayah hutan yang belum dibebani izin baik pemanfaatan maupun penggunaan hasil hutan dan dikelola oleh KPH). Pemanfaatan pada wilayah kelola yang direncanakan berupa hutan desa dan
penyadapan getah pinus, tetapi sampai saat belum keluar izin
pengelolaannya dari Gubernur, sehingga perlu dilakukan kajian untuk pertimbangan pemberian izin pengelolaan. Sedangkan untuk wilayah tertentu meliputi kawasan kayuputih dan kayu perpatungan. Pengembangan jasa lingkungan dapat dilakukan baik pada wilayah kelola maupun wilayah tertentu. Pengelolaan kawasan hutan baik pada wilayah kelola maupun
wilayah tertentu harus sesuai dengan pembagian blok yang ada, apakah berada pada blok inti, blok pemanfaatan atau blok khusus dan dalam
pelaksanaannya mengikuti peraturan yang berlaku pada masing-masing blok. Pemanfaatan hutan sebagai penyedia jasa lingkungan (pemanfaatan air,
wisata alam, stok karbon dan sebagainya) harus terus ditingkatkan
produktivitasnya dengan menejemen pengelolaan secara profesional sehingga dapat memberikan kontribusi yang lebih besar dariSektor Kehutanan terhadap lingkungan maupun PAD Provinsi Bali. Untuk data-data
kuantitatif sampai saat ini belum tersedia, seperti berapa cadangan karbon yang tersimpan dalam hutan, banyaknya air yang digunakan baik untuk
masyarakat maupun pengusaha, obyek-obyek wisata alam yang ada dan berapa kontribusinya, dan Iain-Iain. 2.1.5 Industri Pengolahan Hasil Hutan
Industri pengolahan kayu yang ada di Provinsi Bali terdiri dari tempat
penampungan terdaftar (TPT) dan industri primer hasil hutan kayu (IPHHK). Berdasarkan data BP2HP sampai tahun 2013 di Provinsi Bali terdapat sekitar
194 tempat penampungan terdaftar dan industri primer hasil hutan kayu sebanyak 9 unit. Secara lengkap sebaran jumlah industrypengolahan hasil hutan di masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Bali
disajikan pada
Tabel 2.9.
Tabel 2.9. Sebaran Jumlah Industri Pengolahan Hasil Hutan di Provinsi Bali Jumlah (unit) No.
Kabupaten/Kota
Industri dan
Penampung Hasil Hutan 1
Badung
2
5
Bangi Buleleng Denpasar Gianyar
6
Jembrana
9
7
Karanqasem
2
8
Tabanan
3
4
Industri Primer
26 4
Jumlah
1 -
28
2
55
4
34
1 -
-
36
1
194
9
Sumber: Statist/* Kehutanan Provinsi Bali (2013) dan BP2HP
1.1
Kontribusi Sektor Kehutanan Provinsi Bali
Sesuai dengan orientasi pembangunan kehutanan Provinsi Bali yang mengedepankan masalah ekologi, kemudian sosial dan ekonomi ditempatkan pada bagian yang terakhir, maka kontribusi bidang kehutanan masih relatif kecil.
2.2.1
Kontribusi Ekologi
Ditinjau dari segi ekologi hutan mempunyai fungsi hidro-orologis yang berarti bahwa hutan berfungsi sebagai pengatur tata air dan pencipta iklim mikro. Selain itu juga sebagai perlindungan plasma nutfah, perlindungan habitat flora dan fauna termasuk tanaman langka serta cadangan dan penyimpanan karbon yang mempunyai posisi penting sebagai paru-paru dunia. Menurut Zain (1996) bahwa eksistensi hutan sebagai sub-ekosistem global menempati komposisi penting sebagai paru-paru dunia.
Hutan di Provinsi Bali merupakan satu-satunya sebagai pengatur tata air. Fungsi hutan sebagai pengatur tata air akan mampu melindungi lahan dari erosi dan mencegah atau mengurangi terjadinya banjir. Hutan sebagai reservoir alam juga akan mampu menciptakan sumber-sumber air yang akan mengalir melalui sungai-sungai, sehingga akan mampu mencegah kekeringan
pada msim kemarau dan mencegah banjir pada musim penghujan.
2.2.2
Kontribusi Sosial Budaya
Peranan sosial budaya hutan merupakan salah satu program kegiatan untuk
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat
melalui
peran-serta
masyarakat dalam pengelolaan dan pelestarian hutan. Undang-undang No.
41 Tahun 1999 tentang kehutanan mengamanatkan bahwa pengelolaan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariannya. Dengan demikian tujuan akhir dari pengelolaan hutan adalah hutan lestari dan masyarakat sejahtera. Salah satu pola kerjasama pengelolaan hutan
bersama masyarakat dapat dilakukan dengan memanfaatkan ruang di bawah tegakan dengan kegiatan tumpangsari tanaman semusim, tanaman tahunan,
dan budidaya lebah madu. Dalam prakteknya masyarakat dituntut harus ikut serta menjaga, melestarikan dan mengamankan
hutan terutama terhadap
gangguan dari luar, seperti pembalakan maupun perambahan.
Selain itu, hutan juga menyimpan banyak tanaman langka, khususnya di
Bali tanaman ini mempunyai fungsi sebagai pelengkap upacara keagamaan (beringin, majegau, pule, kawista) serta ada beberapa tanaman yang diyakini oleh masyarakat Bali mempunyai kekuatan magis (kesua dan peradah untuk penolak bala, gaharu, pule, dsb).
Pengelolaan hutan bersama masyarakat di Provinsi Bali sudah sejak .2010 dicadangkan melalui hutan desa tetapi ijin pengelolaan dari Gubernur Bali belum turun. Pencadangan hutan desa sampai dengan tahun 2014
dilakukan di semua KPH dengan total luas hutan adalah 16.150 ha, yang terdiri dari 870 ha di Kabupaten Karangasem, 1.997 ha di Kabupaten Bangli, 4.442 ha di Kabupaten Buleleng, 7.560 ha di Kabupaten Jembrana, dan 1.281 ha di Kabupaten Tabanan. 2.2.3 Kontribusi Ekonomi
Kontribusi ekonomi sektor kehutanan yang tercermin dari produk
domistik regional bruto (PDRB) di Provinsi Bali masih relatif kecil dibanding dengan sektor lainnya (pertanian, peternakan, perkebunan, dan perikanan). PDRB dari berbagai sektor/lapangan usaha disajikan pada Tabel 2.10.
Tabel 2.10. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Bali atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006 - 2009). Lapangan Usaha Pertanian, peternakan,
PDRB (Triliun Rupiah) 2008 9.152,61
2006
2007
7.463,26
8.216,47
3.608,72 651,84
3.944,28 707,44
1.988,97 !
2.182,55
1,95 1.211,79
2,28
2,61
1.379,92
1.565,63
2009
10.487,15
kehutanan, dan perikanan a. Tanaman bahan makanan
b. Tanaman perkebunan c. Peternakan dan hasil-hasilnya
d. Kehutanan *) e. Perikanan
4.354,90
788,10 2.441,38
4.770,33 946,23 2.957,51
2,88 1.810,20
Sumber: Bali dalam Angka, 2010 Berdasarkan Tabel tersebut, PDRB sektor kehutanan menunjukkan angka paling rendah, walaupun terjadi tren kenaikan dari tahun sebelumnya.
Pada tahun 2009 kontribusi sektor kehutanan dalam menyumbang PDRB Provonai Bali hanya sebesar 0,03%. Dengan demikian untuk meningkatkan kontribusi PDRB sektor kehutanan dapat dilakukan dengan pengoptimalan pemanfaatan kawasan hutanterutama hasil hutan bukan kayu (HHBK),
pemanfaatan jasa lingkungan, wisata alam, wisata medis, wisata religi, dan sebagainya disamping peningkatan produk/hasil hutan kayu (HHK). Produksi kayu yang dikembangkan di kawasan hutan Provinsi Bali sampai saat ini masih relatif rendah, yaitu pada areal HKM seluas 150 ha dan
HTHR seluas 583 ha sedangkan HTR seluas 375 ha masih dalam prosesyang berada di wilayah UPTKPH Bali Barat. Sedangkan untuk produk HHBK berasal
dari hasil lebah madu, kayu putih, getah pinus dan jasa lingkungan. Wisata alam
yang dikembangkan secara komersial baru pada kawasan Tahura
(Dinas Kehutanan Provinsi Bali), Taman Wisata Alam Danau Buyan Tamblingan, Taman Wisata Alam Penelokan, Taman Wisata Alam Sangeh, Taman Wisata Alam Gunung Batur Bukit Payang, dan Taman Nasional Bali Barat.
Pengembangan lebih lanjut sektor HHBK ini sangat menjanjikan untuk meningkatkan sumber pendapatan sektor kehutanan. Hal itu dapat dilakukan pada tanaman kayu putih di KPH Bali Barat, yang sampai saat ini belum dimanfaatkan dengan baik, bahkan sudah ada masyarakat yang secara illegal melakukan penyulingan minyak kayu putih. Dengan demikian perlu kiranya
direncanakan untuk membuat pabrik penyulingan kayuputih dengan kapasitas 1 ton. Selain itu di KPH Bali Timur juga memungkinkan dilakukan kerjasama
penyadapan getah pinus dengan pihak lain dengan melibatkan masyarakat, karena mempunyai potensi yang cukup besar, yaitu 114 ton/ha. 2.3
Kondisi Kelembagaan Sektor Kehutanan
Kelembagaan sektor kehutanan terdiri dari sektor formal/lembaga
pemerintah maupun nonformal. Dalam pelaksanaannya untuk mendukung keberhasilan pembangunan
sektor
kehutanan ini diperlukan sinergitas
antara kedua lembaga tersebut untuk saling mendukung.
Lembaga formal kehutanan di Provinsi Bali terdiri dari instansi Dinas Kehutanan Provinsi Bali dan UPT Kementerian Kehutanan. Dinas Kehutanan
Provinsi Bali membawahi 3 KPH (KPH Bali Barat, Bali Tengah dan Bali Timur) dan UPT Tahura Ngurah Rai. Dinas Kehutanan Provinsi Bali mempunyai tupoksi sebagai penyelenggara dalam pengelolaan kawasan hutan, dan KPH
sebagai pengelola teknis.Sedangkan di luar kawasan hutan (hutan rakyat) dikelola oleh lembaga kehutanan tingkat Kabupaten/Kota. UPT Kementerian Kehutanan yang berada di Provinsi Bali terdiri dari UPT BP-DAS Unda Anyar, BPKH Wilayah VIII Denpasar, BPHM Wilayah I, BP2HP Wilayah IX, BKSDA Bali, BPTH Bali dan Nusa Tenggara serta Taman Nasional Bali Barat.
Lembaga
non
formal
sebagai
mitra
kerja
yang
mendukung
pembangunan kehutanan di Provinsi Bali terdiri beberapa kelembagaan yaitu: Majelis Desa Pakraman, Lembaga Swadaya Masyarakat dan Forum DAS baik provinsi maupun kabupaten/kota. 2.4
Managemen Pengelolaan Hutan
Berdasarkan PP Nomor : 38 Tahun 2007 dan memperhatikan ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS) serta deliniasi geografis
Provinsi Bali, maka
pengurusan hutan di Bali bersifat skala Provinsi dan diistilahkan dengan
"Managemen Pengelolaan Satu Kesatuan Ekosistem". Cakupan managemen pengelolaan hutan di wilayah Provinsi meliputi : (a) Pengelolaan Pusat, (b) Pengelolaan Provinsi, dan (c) Pengelolaan Kabupayen/Kota. a. Pengelolaan Pusat
Kewenangan pemerintahan pusat dalam pengelolaan hutan di Provinsi Bali dilakukan dengan membentuk 7 Unit Pelaksana Teknis (UPT), yaitu 2 UPT mengelola kawasan hutan (Taman Nasional Bali Barat yang dikelola oleh TNBB dan BKSDA Bali yang mengelola Taman Wisata Alam). Selain itu terdapat 5 UPT yang berfungsi fasilitasi dan bimbingan teknis fungsional
urusan bidang kehutanan, yaitu : UPT BP-DAS Unda Anyar, BPKH Wilayah
VIII Denpasar, BPHM Wilayah I, BP2HP Wilayah IX, dan BPTH Bali dan Nusa Tenggara.
b. Pengelolaan Provinsi
Kawasan hutan yang dikelola oleh Dinas Kehutanan Provinsi Bali meliputi hutan lindung, hutan produksi, dan taman hutan raya Ngurah Rai. Dalam pelaksanaannya Dinas Kehutanan Provinsi Bali membentuk 4 unit
pelaksana teknis, yaitu UPT KPH Bali Barat, UPT KPH Bali Tengah, UPT KPH Bali Timur, dan UPT Tahura Ngurah Rai. Disamping itu Dinas Kehutanan
Provinsi Bali juga menangani industri primer hasil hutan dan penatausahaan hasil hutan, serta berfungsi mengkoordinasikan semua urusan bidang
kehutanan dalam pengelolaan pembangunan kehutanan di wilayah Provinsi Bali.
Pengelolaan hutan Di Provinsi Bali ditetapkan wilayah pengelolaan hutan dalam bentuk Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). KPH merupakan
institusi pengelola hutan yang terorganisir dengan kejelasan tujuan dan wilayah kelola untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi, wewenang dan tanggungjawab dalam rangka pengelolaan hutan sesuai dengan fungsi pokok dan peruntukan hutan. Pembentukan KPH ini diharapkan dapat mewujudkan
penyelenggaraan pengelolaan hutan di tingkat tapak dapat berjalan secara efisien dan lestari serta berkelanjutan. Tugas penting KPH dalam pengelolaan hutan adalah : (a) menyusun rencana dan program kerja UPT; (b) menyusun rencana pengelolaan hutan, menyelenggarakanpengelolaan hutan dan tata hutan;
(c)
menjabarkan
kabupaten/kota
kebijakan
kehutanan
untuk diimplementasikan; (d)
nasional,
provinsi
melaksanakan
dan
kegiatan
pengelolaanhutan mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan serta pengendalian; (e) melaksanakan pemantauan dan penilaian atas pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan;
(f) membuka
peluang investasi guna mendukung tercapainya tujuan pengelolaan hutan; dan (g) melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada Kepala Dinas. c. Pengelolaan Kabupaten/Kota
Dinas yang membidangi kehutanan Kabupaten/Kota mengelola hutan rakyat, rehabilitasi dan konservasi lahan di luar kawasan hutan dan
penatausahaan hasil hutan terutama kayu rakyat. Selain itu, sesuai dengan UU Nomor 41 Tahun 1999 bahwa pengelolaan hutan dilakukan secara
koheren, yang berarti bahwa walaupun pengelolaan kawasan hutan berada di
tingkat provinsi, tetapi karena berada di wilayah kabupaten, maka dalam
prakteknya kabupaten ikut bertanggungjawab terhadap pengamanan hutan.
2.5
Isu Strategis Terkait Pengurusan Hutan
2.5.1
Isu Strategi Spesifik
2.5.1.1 Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Berdasarkan data BP DAS Unda Anyar, bahwa sampai saat ini luas lahan
kritis di Provinsi Bali adalah 44.669,78 ha yang berada di dalam maupum di luar kawasan hutan. Lahan kritisdi dalam kawasan hutan seluas 16.323,68 ha dan di luar kawasan seluas 28.346,10 ha. Secara lengkap perkembangan lahan kritis di Provinsi Bali disajikan pada Tabel 2.11 Tabel 2.11. Perkembangan Lahan Kritis di Provinsi Bali Di Dalam Kawasan Hutan No.
Di Luar Kawasan Hutan (Ha.)
(Ha.)
Tahun
Sangat
Kritis
Kritis
Jumlah
Kritis
Sangat Kritis
Total
(Ha.)
Jumlah
1
2004
18.992,00
3.993,00
22.985,00
31.479,00
909,00
32.388,00
55.373,00
2
2008
16.210,32
2.240,00
18.450,32
31.656,94
1.000,00
32.656,94
51.107,26
3
2013
13.693,24
2.630,44
16.323,68
28.346,10
28.346,10
44.669,78
-
Sumber: Dinas Kehutanan Provinsi Bali, 2013.
Upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi meluasnya lahan kritis dilakukan
dengan
meningkatkan
penutupan
lahan
melalui
kegiatan
rehabilitasi hutan dan lahan. Realisasi rehabiltasi hutan dan lahan di Provinsi
Bali disajikan pada Tabel 2.12. Tabel 2.12. R ealisasi Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Provinsi E ali No.
Tahun
l
2009
Luas(ha) Rehabilitasi Hutan
Rehabilitasi Lahan
295
-
Jumlah 295 3.117
2
2010
722
2.395
3
2011
388
2.325
2.713
4
2012
373
3.480
3.853
5
2013
1.707
3.062
4.769
3.485
11.262
14.747
Sumber: Dinas Kehutanan Provinsi Bail, 2013
Berdasarkan Tabel tersebut di atas dapat dilihat bahwa dari tahun 2004
sampai tahun 2013 terjadi penurunan luasan lahan kritis seluas 10.703,22 ha. Dengan demikian apabila luasan rehabilitasi hutan dan lahan tiap tahunnya tidak terjadi peningkatan, maka luas lahan kritis yang ada saat ini akan
selesai direhabilitasi dalam waktu 40 tahun. Oleh karena itu perlu adanya
usaha untuk meningkatkan target luasan RHL setiap tahunnya.
Untuk mendukung percepatan dan keberhasilan rehabilitasi hutan dan
lahan perlu disertai dengan penyediaan benih/bibit yang mencukupi baik kuantitas
maupun
kualitasnya,
penanaman
tepat
waktu,
disertai
pemeliharaan secara intensif dan berkelanjutan. Penanaman pohon sebaiknya dilakukan dengan diversifikasi berbagai jenis tanaman serta
menyesuaikan
dengan kondisi biofisik/agroklimat setempat. Penyediaan benih/bibit dapat dilakukan melalui pengoptimalan kebun benih/bibit
yang
dikelola
KPH/UPT
maupun
perseorangan
dan
pengembangan/pembinaan KBR (Kebun Bibit Rakyat). Sampai tahun 2013 di Provinsi Bali terdapat 148 desa yang terdiri dari 167 kelompok yang mendapatkan
KBR tersebar tersebar di 8 kabupaten. Secara lengkap
perkembangan KBR selama 4 tahun terakhir disajikan pada Tabel 2.13 dan data sumber benih disajikan pada Tabel 2.14.
Tabel 2.13 Perkembangan Kebun Bibit Rakyat d 2010
2011
Kabupaten
2012
Jml.
Jml. No
Provinsi Bali.
-
2013 Jml.
Jml.
Jml,
Jml.
Bibit
Jml.
Jml.
Bibit
Jml.
Jml.
Bibit
Jml.
Jml.
Bibit
Desa
Kip.
(ribuan
Desa
Kip.
(ribuan
Desa
Kip.
(ribuan
Desa
Kip.
(ribuan
btq)
btq)
btq)
1
Buleleng
21'
21
1.050
30
30
1.500
30
30
750
34
35
btq) 875
2
Jembrana
4
4
200
5
5
250
12
13
325
12
15
375
Keterangan
Gamelina, Senqon, Jail
Mangrove, Senqon
3
Tabanan
17
17
850
20
20
1.000
17
17
425
9
10
250
Gamelina, Albnizia,
4
Badung
6
6
300
3
3
150
7
7
175
7
7
175
Albizia, Nyangi, Lenggung, Rajumas,
5
Klungkung
14
15
250
6
6
300
10
10
250
14
15
375
Jati,
6
Bangli
8
8
400
8
8
400
28
28
700
26
30
750
7
Gianyar
/
7
350
8
8
400
7
7
175
10
10
250
Gamelina, Ampupu, Albizia, Jabon, Jempinis Gamelina,
Mahoni
Jabon Gamelina
Albnizia, Mahoni 8
Karangasem
19
19
950
30
30
1.500
42
45
1.125
36
45
1.125
Albizia, Ampupu,
Gqamelina, Mahoni Jumlah
87
87
4.350
110
110
5.500
153
157
3.925
Sumber: Dinas Kehutanan Provinsi Bali dan BPDAS Unda Anyar
148
167
4.175
Tabel 2.14 Data Sumber Benih di Provinsi Bali Tahun 2010 Sampai 2014 Klasifikasi No.
Jenis
Kabupaten
Sumber Benih
Tegakan Benih
Jembrana
Mahoni
Tabanan
Rasamala, Kepelan,
Tegakan Benih
Gintungan
Teridentifikasi
Badung
Pala
Tegakan Benih
Gianyar
Bambu Petung Bambu Tali
Luas (Ha)
Kondisi
6,97
Baik
4,17
Baik
Teridentifikasi Baik
Baik
10,51
Baik
11,33
Baik
5,38
Baik
9,64
Baik
4,27
Baik
33,89
Baik
Teridentifikasi
Tegakan Benih Teridentifikasi
Mahoni
Bambu Tabah
Klungkung
Angih
Bangli
Ampupu, Bambu petung hitam, Bambu tali, Bambu jajang, Bambu
Tegakan Benih Teridentifikasi
Tegakan Benih Teridentifikasi
Petung hijau, Karangasem 8
Buleleng
Majegau, Rajumas,
Tegakan Benih
Cendana
Teridentifikasi
Panggal buaya,
Tegakan Benih
Intaran, Bentawas, Gamelina
Teridentifikasi
jumlah
86,16
Sumber: BPTH Bali Nusra
2.5.1.2 Perlindungan dan Pengamanan Hutan
Perlindungan dan pengamanan hutan bertujuan untuk menjaga hutan, kawasan hutan, dan lingkungannya agar fungsi lindung, fungsi konservasi
dan fungsi produksi tercapai secara optimal dan lestari. Perlindungan hutan dan kawasan hutan merupakan usaha untuk : (a) mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang disebabkan oleh
perbuatan manusia, ternak, kebakaran, gangguan alam seperti hama dan penyakit; dan (b) mempertahankan dan menjaga hak-hak Negara, masyarakat, dan perorangan atas hutan, hasil hutan, investasi, serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.
Perlindungan dan pengamanan hutan di provinsi Bali merupakan isu
yang sangat penting karena sampai saat ini masih banyak gangguan keamanan terhadap keberadaan hutan. Perambahan, illegal logging,
pencurian makanan ternak, penggembalaan liar, perburuan terhadap flora dan fauna yang dilindungi dan kebakaran adalah masalah yang sering
dijumpai di lapangan yang menyebabkan terjadinya kerusakan hutan. Selain itu
masalah persertifikatan kawasan hutan menjadi hal yang urgen untuk
segera ditangani untuk menghindari berkurangnya luas kawasan. Secara lengkap disajikan pada Tabel 2.15. Tabel 2.15. Jenis Gangguan Keamanan hutan di Provinsi Bali Tahun 2013. Jenis No.
Gangguan
Lokasi
Luas(ha)
Keterangan
Hutan 1
Kebakaran
KPH Bali Barat
99,00
hutan
Hutan alam, Hutan tanaman, hutan prduksi rumput, seresah kering
KPH Bali Timur BKSDA Bali
60,00 0,50
Hutan aim, semak, alang-alang, rumput kerinq, cemara TWA
(TWA Bukit Payang, Batur) TNBB
Jumlah 1 2
Peram bahan
KPH Bali Barat
6,80 166,30
4.850,27
Semak
Ditanami tanaman semusim dan
tahunan serta untuk pemukiman eksTIMTlM KPH Bali
1,50
Tengah
KPH Bali Timur
2.004,54
Untuk kebun sayur dan sebagai urugan untuk jalan, pembuangan sampah, TPS (bangunan), bekas limbah kandang, pura, pondok, tempat pengolahan tinja Ditanami tanaman semusim dan
tahunan sertapembuatan rumah dan pensertifikatan Jumlah 2 3
Pensertifikat an
KPH Bali Barat KPH Bali
6.856,31 38,963 9,56
Tenqah KPH Bali Timur Jumlah 3 4
Penebangan
5,961 54,484
Kerugian (Rp.)
liar/'Illegal logging KPH Bali Barat
35.453.500
Bayur, kepundung, kuwanitan, blahbuah, demulir, iseh, Intaran, gamelina, Mahoni, sawokecik, intaran
KPH Bali
-
Tenqah KPH Bali Timur Jumlah 4
15.814.000
Juwet dan kunyit-kunyit, Pinus
51.267.5000
Sumber: Statistik Kehutanan Provinsi Bali 2013.
Adanya enclave dalam kawasan juga dapat menyebabkan kerentanan hutan terhadap gangguan keamanan yang dapat menyebabkan kerusakan
hutan. Enclave yang berada dalam kawasan hutan seluas 1.786,85 ha yang tersebar di 72 lokasi pada 6 kabupaten, yaitu Kabupaten Buleleng (7 lokasi),
Tabanan (2 lokasi), Badung/Denpasar (4 lokasi), Bangli (18 lokasi), Klungkung (6 lokasi) dan Karangasem (35 lokasi). Dari 6 kabupaten tersebut
yang paling luas terdapat di Kabupaten Bangli (1.080,98 ha), kemudian Karangasem (553,22 ha),
Buleleng (136,08 ha), Tabanan (5,61 ha),
Klungkung (5,61 ha), dan Badung/Denpasar (5,35 ha). Untuk menekan terjadinya kerusakan hutan yang lebih parah petugas
jagawana (polisi hutan) telah berkoordinasi dengan polisi dan sekitar
hutan.
Pada
saat
ini bentuk
partisipasi
masyarakat
masyarakat
dalam
perlindungan dan pengamanan hutan di Provinsi Bali telah dilakukan melalui pembentukan pecalang-pecalang swakarsa dan sudah ada rewardnya berupa insentif untuk operasional pengamanan. Sampai dengan tahun 2013 desa
pekraman yang mendapat bantuan untuk pengamanan hutan sebanyak 8
desa yang tersebar di 5 kabupaten. Besarnya insentif tersebut adalah Rp. 10.000.000 untuk masing-masing desa pekraman yang berasal dari dana
APBN. Secara lengkap desa pekraman yang mendapat insentif pengamanan
hutan disajikan pada Tabel 2.16. Untuk ke depannya perlu diperbanyak jumlah desa pekraman yang mendapatkan bantuan untuk pengamanan
hutan, sehingga kerusakan hutan dapat ditekan menjadi seminimal mungkin. Selain itu juga perlu mengakomodir aturan tentang kelestarian hutan ke dalam awig-awig/pararem desa adat yang berbatasan dengan hutan dan membentuk kelompok-kelompok pelestari sumberdaya hutan.Khusus mengenai persertifikatan dan illegal logging harus diproses sesuai dengan peraturan yang berlaku secara konsisten dan konsekwen.
Mengingat isu lingkungan dan kerusakan hutan merupakan isu global yang sangat penting, maka pemahaman tentang lingkungan dan pelestarian
hutan harus ditanamkan sejak usia dini. Hal itu dapat dilakukan dengan memasukkan isu-isu tersebut ke dalam kurikulum sekolah dari tingkat SD sampai Perguruan Tinggi.
Tabel 2.16. Desa Pekraman yang Mendapat Bantuan Pengamanan Hutan di Provinsi Bali. No. 1
Kabupaten Buleleng
Kecamatan
Desa Pekraman/Dinas
Kubutambahan
Desa pekraman Kladis, desa Pakisan
Sukasada
Desa pekraman Selat Padan Banten, desa Selat
Desa pekraman Amertasari, desa Peqayaman
No.
2
Kabupaten
Kecamatan
Desa Pekraman/Dinas
Jembrana
Pekutatan
Desa pekraman Badingkayu, desa
Kintamani
Desa pekraman Blandingan, desa
Pupuan
Desa pekraman Galiukir, desa Kebon
Pengragoan
Bangli
3
Blandingan
4
Tabanan
5
Karangasem
Padangan Penebel
Desa pekraman Bengken, desa Wangaya Gede
Abang
Desa pekraman Purwayu, desa Tribuana
Sumber: Stab'stik Kehutanan Provinsi Bali Tahun 2013
2.5.1.3
Pemantapan Kawasan Hutan
Pemantapan kawasan hutan meliputi beberapa hal, yaitu : tata batas, pemeliharaan batas, dan rekonstruksi batas kawasan.
Pada kenyataannya
batas kawasan hutan banyak mengalami gangguan akibat ulah manusia yang tidak bertanggung jawab.
Peningkatan jumlah penduduk yang berbatasan dengan kawasan hutan menyebabkan kebutuhan masyarakat akan lahan juga meningkat, sehingga
merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya
perambahan hutan dan
bahkan melakukan pensertifikatan karena mahalnya harga tanah. Di Provinsi
Bali sudah banyak terjadi persertifikatan kawasan oleh masyarakat baik yang berada di KPH maupun Tahura Ngurah Rai. Dalam kawasan hutan di provinsi Bali juga banyak dimanfaatkan untuk
kepentingan di luar sector kehutanan (penggunaan kawasan). Penggunaan kawasan hutan merupakan penggunaan untuk kepentingan pembangunan di luar sektor kehutanan dan dapat dilakukan baik di dalam kawasan hutan
lindung maupun produksi. Penggunaan kawasan hutan sampai saat ini jumlahnya cukup banyak, sehingga berdampak terhadap luas dan fungsi
ekologi hutan. Dengan demikian untuk ke depan
perlu dilakukan
pengawasan yang berkesinambungan bagi yang sudah mempunyai izin untuk
menghindari kemungkinan terjadinya pelanggaran terhadap ketentuan yang sudah disepakati. Selain itu juga perlu dilakukan pembatasan terhadap izin penggunaan yang baru, kecuali untuk penggunaan yang bersifat vital dan
harus dilakukan tetapi perlu dilakukan kajian yang mendalam dengan melampirkan
dokumen Amdal/UKL-UPL
dan
harus
tetap
dilakukan
pengawasan. Secara lengkap penggunaan kawasan hutan disajikan pada Tabel 2.17.
Tabel 2.17. Penggunaan Kawasan Hutan di Provinsi Bali No. .
1
Penggunaan
Lokasi
Pinjam pakai
Tabanan/
kawasan
Buleleng
hutan
Pura dalam
Luas
nya
(ha)
5 lokasi
37,90
Bangli
6 lokasi
6,23
Badung/ Denpasar
18 lokasi
178,22
Jembrana/ Buleleng
17 lokasi
70,46
Jumlah 1
2
Banyak
Pengguna : PLN, Telkom, TNI,
Pertamina, Dispenda, BMG,
46 lokasi
292,82
Buleleng
33 buah
5,96
Jembrana
20 buah
2,42
kawasan
Tabanan
7
Bangli
9 buah
Karangasem
43 buah
Jumlah 2
Keterangan
buah
112 buah
1,121 0,60 5,00
LLAJR/Perhubungan, PU, Pemda Bangli (semuanya belum melakukan proses perpanjangan ijinpinjam pakai kawasan hutan)
Pura Kayangan jagat, Sad Kayangan, Kayangan tiga, wsagina/dadia Kayangan jagat, Sad Kayangan, Kayangan Tiga Sad Kayangan Kayangan jagat, Sad Kayangan, Kayangan Tiga Kayangan jagat, Sad Kayangan, Dadia
15,10
Sumber: Statistik Kehutar an Provin.>/ Bali Ta hun 2013.
Dengan demikian pemanfaatan kawasan banyak yang beralih fungsi menjadi non kehutanan, sehingga perlu dilakukan penataan kembali yang mengacu pada tata ruang (RTRW) yang berlaku. Selain itu perlu dilakukan
rekonstruksi batas kawasan yang dilakukan secara periodik (setiap 5 tahun) untuk menghindari adanya perambahan kawasan oleh masyarakat sekitar hutan.
2.5.1.4 Tertib Tatausaha Kayu Hasil Hutan
Makin berkembangnya industri pengolahan kayu baik yang telah berijin maupun yang belum berijin, membutuhkan penyediaan bahan baku yang
cukup besar. Permasalahan tentang bahan baku kayu terutama tentang ketersediaan/pasokannya untuk memenuhi kebutuhan industri tersebut saat
ini sering menjadi masalah. Hal ini disebabkan karena penyediaan bahan
baku tidak ada peningkatan, tapi yang meningkat malah industrinya. Hal ini merupakan salah satu penyebab maraknyaillegal logging (penebangan liar)
dan illegal trading (perdagangan kayu liar) sampai saat ini masih menjadi permasalahan di Provinsi Bali.
Upaya yang telah dirintis oleh Dinas Kehutanan untuk menekan Illegal
logging
adalah dengan pengembangan
hutan
berbasis
masyarakat
(pengembangan hutan rakyat) baik yang dilakukan oleh perorangan maupun
dengan pola kemitraan antara masyarakat dengan industri (investor) sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan bahan baku kayu.
Untuk menjaga tertibnya peredaran hasil hutan kayu di Provinsi Bali, maka penataan hasil hutan kayu inimenjadi isu penting.Penatausahaan hasil
hutan dimaksudkan sebagai suatu system pembinaan dan peredaran
hasil
hutan
mulai dari
hulu sampai
ke
monitoring
hilir. Dalam
hal
penatausahaan hasil hutan ini, pada setiap simpul (setiap pemberhentian) dalam pengangkutan hasil hutan dilakukan pemeriksaan oleh petugas yang berwenang sebagai proses verifikasi. Khusus untuk penatausahaan hasil hutan rakyat, diperlukan keterlibatan Kepala Desa/Lurah atau pemuka-
pemuka Desa/Adat untuk memberikan legalitas berupa surat keterangan asal usul ataupun keterangan lainnya. Dokumen yang diterbitkan mulai dari
hutan/tempat penebangan sampai di tempat tujuan akhir, pada dasarnya merupakan suatu dokumen yang menggambarkan mekanisme yang dapat
digunakan untuk memantau/pembuktian balik tentang keabsahan/legalitas dari peredaran hasil hutan tersebut. Dengan system penatausahaan yang dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan, diharapkan dapat memberikan jaminan legalitas terhadap peredaran hasil hutan tersebut.
2.5.1.5 Sumberdaya
Manusia
(SDM) dan
Pemerintahan yang
Bersih
Sumberdaya manusia sampai saat ini khususnya di bidang teknis kehutanan masih sangat kurang, sehingga perlu ditingkatkan baik jumlah maupun kualitasnya. Selain itu khusus mengenai Jagawana, apabila dilihat dari rasio antara luas dan jumlah personilnya masih terlalu rendah, maka diperlukan pemikiran untuk dicarikan jalan keluarnya. Jumlah Jagawana sampai saat ini sebanyak 202 personil terdiri dari Dinas Kehutanan Provinsi
Bali 93 orang, BKSDA Bali 52 orang dan TNBB 57 orang. Personil jagawana yang berada di Dinas Kehutanan Provinsi Bali membawahi kawasan hutan
seluas 105.765,92 ha, sehingga rasionya adalah sebesar 1/1.137,27 yang berarti bahwa setiap 1 orang jagawana membawahi 1.137,27 ha.
Strategi dalam pengembangan SDM kehutanan ke depan, perlu diprioritaskan Sarjana Kehutanan/basik latar belakang kehutanan. Upaya untuk meningkatkan pemerintahan yang bersih untuk menuju Baliclean and green,
harus didukung oleh suatu sistem pemerintahan yang bersih dan
berwibawa, SDM yang punya komitmen, bersih dari korupsi, kolusi, dan
nepotisme, serta memiliki keterbukaan terhadap publik. Keterbukaan harus dilakukan mulai dari perencanaan, penyusunan sampai implementasi program
dan kebijakan di lapangan serta harus didukung oleh regulasi yang tepat dan
konsisten terhadap penegakan hukum tanpa pandang bulu. Dengan demikian ke depan pembangunan kehutanan
dapat berhasil dengan baik untuk
menuju tecapainya suatu good governance and good government.
2.5.1.6
Ketergantungan Masyarakat Sekitar Hutan
Tingkat kemiskinan masyarakat di sekitar hutan merupakan salah satu
faktor
penyebab
ketergantungannya
terhadap
hutan.
Masyarakat
menganggap bahwa hutan merupakan sumber penghasilan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya tanpa mempedulikan akibat yang ditimbulkan. Untuk menekan kerusakan
hutan akibat perambahan yang dilakukan oleh
masyarakat, maka dalam pengelolaan hutan perlu melibatkan masyarakat (pengelolaan hutan bersama masyarakat/PHBM). Peningkatan usaha ekonomi
masyarakat di sekitar hutan dapat dilakukan dengan cara : optimalisasi pemanfaatan lahan di bawah tegakan dengan budidaya tanaman wanafarma, tumpang sari dengan tanaman semusim, dan budidaya lebah madu. Dalam
pelaksanaannya
pemerintah
harus
mendorong
masyarakat
untuk
mengembangkan sistem ekonomi kreatif dengan memberikan bantuan
modal, pembinaan/pendampingan secara berkelanjutan, dan penyediaan demplot-demplot percontohan sehingga mereka lebih menyadari perlunya menjaga kelestarian hutan dan dapat memberikan kontribusi yang lebih besar dalam meningkatkan pendapatannya.Dengan demikian tujuan pengelolaan hutan yaitu "hutan lestari masyarakat sejahtera" akan dapat terwujud.
Jumlah desa yang berada di sekitar kawasan hutan di Provinsi Bali
sebanyak 155 desa.Dari jumlah tersebut sekitar 80 %berada di sekitar
kawasan hutan lindung, dan 20 % berada di luar kawasan hutan lindung. 2.5.2 Isu Strategi Umum 2.5.2.1
Perubahan iklim
Meningkatnya emisi gas rumah kaca akan berakibat terhadap perubahan iklim global yang pada akhirnya akan berdampak terhadap kerusakan
lingkungan. Perubahan iklim global menyebabkan terjadinya kenaikan
frekuensi dan
intensitas cuaca yang ekstrim seperti musim kemarau yang
berkepanjangan dan curah hujan dengan intensitas tinggi dalam waktu yang pendek. Hal ini akan berakibat terjadinya bencana kekeringan, banjir, longsor dan sebagainya.
Untuk mengantisipasi/meminimalkan dampak dari
tersebut,
maka
setiap
kegiatan
pembangunan
perubahan iklim
dalam
menunjang
perekonomian dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara tegas harus mengacu pada tujuan untuk mereduksi gas rumah kaca. Untuk ke
depan, upaya mitigasi sektor kehutanan di Provinsi Bali difokuskan pada kebijakan-kebijakan prioritas sebagai berikut:
1. Penanggulangan illegal logging, yang akan berkontribusi dalam penurunan konsentrasi C02 di udara.
2. Rehabilitasi dan konservasi hutan dan lahan untuk meningkatkan kapasitas penyerapan karbon (sink enhancement) dan mempertahankan stok karbon (carbon conservation). Konservasi hutan juga berkontribusi pada ketahanan dan adaptabilitas terhadap kejadian terkait iklim ekstrim.
3. Percepatan pembangunan hutan tanaman (HTR), hutan rakyat, hutan desa, untuk peningkatan berkontribusi terhadap peningkatan kapasitas hutan dalam penyerapan karbon.
4. Pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan, berkontribusi dalam
peningkatan kepedulian terhadap isu perubahan iklim dan kemampuan beradaptasi terhadap kejadian terkait iklim.
Ke depan adaptasi terhadap perubahan iklim merupakan hal yang perlu menjadi agenda penting dalam pembangunan kehutanan di Provinsi Bali. Beberapa upaya adaptasi terhadap perubahan iklim dari sektor kehutanan antara lain : (1) melembagakan pemanfaatan informasi iklim sehingga mampu mengelola resiko terjadinya perubahan iklim; (2) meningkatkan informasi dan pengetahuan SDM kehutanan untuk mengatasi
resiko perubahan iklim di masa yang akan datang; dan (3) mengintegrasikan setiap sasaran mitigasi dan adaptasi dengan aspek sosial budaya/kearifan lokal berbasiskan pada kekhasan masyarakat setempat. 2.5.2.2 Tata Ruang
Penataan ruang di Provinsi Bali menjadi isu strategis seiring dengan
mahalnya harga tanah dan meningkatnya jumlah penduduk yang
membutuhkan
ruang untuk berbagai kegiatan. Hal ini menyebabkan
banyaknya terjadi alih fungsi lahan pertanian dan perambahan hutan untuk penggunaan lain.
Penataan ruang yang didasarkan pada keseimbangan ekosistem dan daya dukung serta daya tampung lingkungan harus dilaksanakan dengan tertib dan konsisten sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 16 Tahun 2009. Dengan demikian tidak ada kegiatan-kegiatan pemanfaatan lahan yang saling tumpang tindih dan mendesak fungsi kawasan hutan. Untuk mengantisipasi terjadinya pemanfaatan ruang yang tidak sesuai
dengan tata
ruang
baik di tingkat provinsi
maupun
Kabupaten/Kota
(RTRW/RTRK/RDTR), maka perlu dilakukan sosialisasi dan pengawasansecara konsisten dan berkelanjutan, serta penegakan hukum secara tegas tanpa pandang bulu.
Khusus pemanfaatan kawasan yang berkaitan dengan kehutanan perlu
selalu disinkronkan dengan berbagai kepentingan non kehutanan dengan tujuan untuk mengoptimalkan pemanfaatan kawasan secara terpadu serta
menghindari konflik tenurial. Demikian pula wilayah perbatasan antar
kabupaten perlu disepakati bersama dalam penyusunan tata ruang dalam
bentuk kerjasama antar daerah khususnya terkait dengan pengelolaan sumberdaya hutan yang seringkali melewati batas administrasi.
2.5.2.3
Krisis Air dan Ketahanan Pangan
Air merupakan sumberdaya yang sangat penting/vital bagi kehidupan semua mahluk hidup di muka bumi. Kekurangan air minum dan sanitasi serta
buruknya
lingkungan akan
membawa dampak yang
membahayakan
kesehatan. Demikian pula ketersediaan air untuk pangan juga merupakan faktor yang sangat penting bagi keberhasilan program ketahanan pangan. Saat ini di Provinsi Bali telah mengalami defisit air terutama pada musim
kemarau. Defisit air ini akan bertambah parah pada tahun-tahun berikutnya akibat
pertambahan
jumlah
penduduk
dan
meningkatnya
kegiatan
perekonomian. Di sisi lain, ketersediaan air untuk berbagai keperluan seperti
sektor domestik, pertanian, perikanan, peternakan, industri, dan lingkungan sangat tergantung kepada iklim.
Perubahan mendasar terkait sumberdaya air juga akan menyebabkan
perubahan pada system sosial, yaituwilayah-wilayah yang dulunya dikenal
dengan sumber-sumber air yang berlimpah saat ini mengalami perubahan yang drastis. Hal ini sangat dirasakan dampaknya terhadap kegiatan pertanian khususnya pertanian tanaman pangan.
Kondisi sumberdaya air akan mengalami ancaman semakin parah akibat meningkatnya
degradasi
DAS yang
menyebabkan
menurunnya
kuantitas dan kualitas aliran sungai. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh penggundulan hutan dan praktek pengolahan tanah bagian hulu DAS yang menyebabkan erosi dan sedimentasi di bagian hilir, pencemaran dari limbah industri,
domestik,
pertanian
dan
sampah
padat.
Kondisi
tersebut
menyebabkan peningkatan banjir musim hujan dan terjadinya kekeringan di musim kemarau.
Debit air sungai menurun di musim kemarau, dan kualitasnyapun sangat
buruk
akibat
adanya
pencemaran.
Perubahan
iklim
global
yang
berkecenderungan meningkatkan intensitaas curah hujan pada musim hujan dan penurunan curah hujan yang sangat tajam pada musim kemarau serta
bertambah panjangnya periode musim kemarau akan memperparah kondisi yang telah terjadi saat ini.
Kondisi tersebut akan mempengaruhi ketahanan pangan menjadi sangat rentan, karena akan berakibat terhadap banyaknya kejadian gagal panen.
Subak yang merupakan lembaga pengelola airuntuk tanaman pertanian baik untuk lahan basah maupun lahan kering (subak abian) tidak dapat berjalan optimal karena terbatasnya ketersediaan air.
Ketersediaan air di Provinsi Bali pada akhir-akhir ini air merupakan faktor
pembatas dalam produktivitas pertanian karena selain debitnya kecil juga terjadi konflik kepentingan dalam penggunaan air. Sebagai contoh yang terjadi di Kabupaten Tabanan yang merupakan lumbung berasnya Bali saat .ini banyak subak-subak yang sudah tidak produktif sehingga banyak yang
telah beralih fungsi menjadi lahan non pertanian. Bendungan yang ada yang seharusnya dipakai sebagai irigasi subak banyak dimanfaatkan untuk kepentingan domistik (PDAM), industri dan pariwisata.
Berdasarkan hasil perhitungan status daya dukung air (perbandingan antara besarnya ketersediaan air dan tingkat kebutuhan air) dapat
digambarkan dengan status daya dukung air yang surplus dan status daya dukung air yang defisit. Secara umum status daya dukung air di Provinsi Bali
adalah defisit dengan status daya dukung air di bawah 1 (satu) atau 0,87. Di Provinsi Bali terdapat 4 kabupaten yang memiliki status daya dukung air surplus dengan nilai daya dukung berkisar antara 1,62 sampai 1,02 dan 5
kabupaten/kota memiliki daya dukung air defisit dengan nilai daya dukung airantara 0,17 sampai 0,68. Besaran nilai dan status daya dukung air di
Provinsi Bali tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 2.18. Tabel 2.18. Nilai dan Status Daya Dukung Air di Provinsi Bali Total No
Kabupaten/Kota
Kebutuhan air
(m3/th)
Ketersediaan air
(m3/th)
Nilai Daya Dukunq Air
Status
Daya
Dukung Air
5(4/3) Kab. Jembrana
423.784.000
Kab. Tabanan
662.752.000
Kab. Badung
603.968.000
Kab. Gianyar
625.116.800
Kab. Klungkung Kab. Bangli
Kab. Karangasem Kab. Buleleng Kota Denpasar 10
Provinsi Bali
11
Prov. Bali
28.068.800 339.993.600 684.395.200 1.029.238.400
746.672.000 5.396.608.000 5.454.769.600
494.448.492,06 1074.297.028,48 410.540.200,58 444.322.259,01 192.007.832,32 506.196.749,85 700.777.901,76
1,17 1,62 0,68
Surplus Surplus Defisit
ML
Defisit
0,68 1,49 1,02 0,82
Surplus Surplus
Defisit
845.738.552,11 125.780.596,02 4.710.888.187,13
Ai7_ _pj87
Defisit
4.710.888.187,13
0,86
Defisit
Defisit Defisit
+Wisatawan
Sumber: Makalah Seminar Karakteristik Hidrologi dan Penggunaan Air di Bali (2014) 2.5.2.4 Sistem Informasi yang Berbasis Spasial
Pada era sekarang ini Informasi Teknologi merupakan hal yang sangat penting dalam mendukung keberhasilan pembangunan, khususnya di bidang kehutanan. Segala bentuk data/informasi harus disediakan dalam bentuk SIG
(Sistem Informasi Geografi), sehingga
memudahkan dalam proses editing
data (penambahan, pengurangan) serta memudahkan pengaksesan data. Hal ini akan menghemat waktu dan tenaga, sehingga pekerjaan akan lebih efisien dan akhirnya ke depan akan tercipta suatu pengelolaan hutan yang efektif dan efisien.
BAB III.
ARAHAN INDIKATIF KEBIJAKAN PENGURUSAN HUTAN PROVINSI
BALI (ACUAN ARAH PEMBANGUNAN KEHUTANAN JANGKA PANJANG PROVINSI BALI) 3.1 Analisis Spasial
Arahan pemanfaatan ruang kawasan hutan provinsi dilakukan dengan mengacu pada pemanfaatan ruang kawasan hutan nasional. Analisis spasial dilakukan terhadap hasil tumpang susun/over/ay peta-peta tematik dengan skala 1:250.000 yang meliputi, Peta Arahan Indikatif RKTN 2011-2030 untuk
Provinsi Bali, Peta Administrasi, Peta Kawasan Hutan, Peta Morfologi DAS, Peta Rawan Longsor, Peta Hutan Rakyat, dan Peta Lahan Kritis. Selanjutnya
hasil overlay tersebut diklasifikasikan menjadi enam arahan spasial. Peta
Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi (RKTP) menggunakan skala peta 1: 250.000. Kriteria penentuan arahan spasial RKTP disajikan pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Kriteria Penentuan Arahan Spasial RKTP NO
Arahan Kawasan hutan untuk Konservasi
Kriteria Umum
Seluruh kawasan konservasi termasuk hutan
Mangrove Tahura, TNBB dan usulan kawasan konservasi.
Kawasan hutan untuk
Perlindungan
Seluruh kawasan hutan lindung dan kawasan hutan pada kawasan lindung berdasarkan RTRW Provinsi
Bali, dan usulan hutan produksi jadi kawasan hutan lindung Kawasan hutan untuk Rehabilitasi
Kawasan hutan dan lahan dalam wilayah DAS kritis, maupun bekas penambangan
4
Kawasan hutan untuk
Seluruh kawasan hutan produksi, hutan lindung dan
Pemanfaatan/penqusahaan
hutan konservasi pada blok /zona pemanfaatan. Area di luar kawasan hutan berupa hutan hak dengan kriteria tidak kritis, potensial kritis, agak kritis dan sangat kritis yang berada di wilayah DAS.
Hutan Rakyat
dapat berfungsi perlindungan dan budidaya. Pengelolaan sumber daya hutan pada kriteria arahan kawasan hutan
dan lahan tersebut digunakan sebagai dasar untuk menentukan arahan
pengelolaan. Arahan pengelolaan hutan secara rinci disajikan pada Tabel 3.2. Tabel 3.2. Arahan Pengelolaan Hutan NO
Arahan Kawasan hutan untuk Konservasi
Kawasan hutan untuk
Pengelolaan
Diarahkan untuk konservasi SDH (pengawetan flora dan fauna) dengan tetap mempertimbangkan aspek ekologi, sosial budaya (kemasyarakatan), dan ekonomi (zona tertentu). Diarahkan untuk
Pengelolaan
Arahan
NO
- perlindungan sistem penyangga kehidupan (tata air, mencegah banjir dan erosi, intrusi air laut, dan kesuburan tanah).
Perlindungan
-
Optimalisasi pemanfaatan jasa lingkungan dan
pemungutan hasil hutan bukan kayu (kecuali pada blok inti pada hutan lindung). Rehabilitasi4
Diarahkan untuk percepatan rehabilitasi pada wilayah DAS dengan kriteria kritis.
Kawasan hutan untuk
Diarahkan untuk pemanfaatan kawasan hutan skala
Pemanfaatan/pengusahaan
kecil, jasa lingkungan, HHK dan HHBK.
Kawasan hutan untuk
3. 4
Hutan Rakyat
5
Diarahkan untuk pengusahaan/pemanfatandan/ atau perlindungan
3.2 Hasil Analisis Kawasan (Arahan Pengelolaan) Berdasarkan hasil analisis spasial kawasan yang menggunakan metode
overlay Peta Arahan Indikatif RKTN 2011-2030 untuk Provinsi Bali, Peta
Administrasi, Peta Kawasan Hutan, Peta Morfologi DAS, Peta Rawan Longsor, Peta Hutan Rakyat dan Peta Lahan Kritis Bali menghasilkan data luas arahan indikatif RKTP. Luas arahan indikatif RKTP Bali disajikan pada Gambar 3.1 dan peta pada Lampiran
, sedangkan luas arahan indikatif RKTP Bali
berdasarkan fungsi dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Hutan Rakyat
Kawasan Hutan
Swadaya, 1,481.11 Ha
Untuk Konservasi
Kawasan Hutan Untuk
Pemanfaatan/P
haan, 8,62
awasan Hutan
Kawasan Hutan
: Untuk
Untuk Rehabilitasi.'
Perlindungan-"
:55.313 Ha."
•95.854760 Ha
V
Gambar 3.1. Luas Arahan Indikatif Hutan di Provinsi Bali
Tabel. 3.3. Luas Arahan Indikatif RKTP Bali Berdasarkan Fungsi Kawasan Fungsi No.
1.
Arahan
Kawasan Hutan Untuk
Luas(Ha)
26.293,59
HP HK
26.293,59
HL
-
Tetap
Terbatas
(Ha
(Ha) -
Fungsi No.
Arahan
Luas(Ha)
HP HK
Tetap (Ha
HL
Terbatas
(Ha)
Konservasi 2.
Kawasan
Hutan Untuk
95.766,06
95.766,06
-
-
Perlindungan 3.
Kawasan
Hutan Untuk
16.323,68
7.697,32
1.907,10
6.719,26
1.907,10
6.719,26
Rehabilitasi 4
KawasanHutan
untuk
5.
Pemanfaatan / Pengusahaan Hutan Rakyat
104.392,42 24.732,11
-
-
95.766,06
-
-
-
Sumber: Dinas Kehutanan Provinsi Bali dan BP DAS Unda Anyar 3.3 Luas Efektif Arahan Pengelolaan
Dalam perencanaan kehutanan, luas kawasan hutan akan tetap
dipertahankan serta konflik kawasan dapat diselesaikan. Namun demikian, dengan adanya proyeksi peningkatan kebutuhan lahan dari berbagai sektor serta adanya dinamika pembangunan di daerah maka perlu dilakukan
rasionalisasi terhadap kawasan hutan sehingga tercapai harmonisasi
kebutuhan lahan multi sektor dalam pembangunan daerah, sehingga dapat menjamin kepastian hukum di bidang kehutanan. Kompleksitas dinamika pembangunan dapat dianalisis melalui indikasi usulan perubahan kawasan hutan dalam rangka review RTRWP.
Luas kawasan hutan di Provinsi Bali masih di bawah jumlah ideal 30 %
dan tidak ada kawasan hutan produksi yang dapat di konversi, sehingga luas efektif arahan pengelolaan kawasan hutan di Provinsi Bali seluas 130.686,01 ha (100 %). Pemenuhan kebutuhan lahan untuk pembangunan sektor lain di
luar kehutanan hanya bisa dipenuhi melalui mekanisme pinjam pakai kawasan hutan dan/atau tukar menukar kawasan hutan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
BAB IV.
VISI DAN MISI PENGURUSAN HUTAN PROVINSI BALI
Dalam rangka pelaksanaan pembangunan di Provinsi Bali, setiap periode lima tahun Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih menetapkan visi, misi, tujuan dan sasaran serta strategi dan kebijakan pembangunan daerah. Visi
dan misi merupakan gambaran kondisi masa depan yang dicita-citakan dan akan dicapai dalam periode lima tahun. Gambaran kondisi masa depan yang dicita-citakan adalah suatu kondisi yang dapat dicapai pada akhir periode dan
keberhasilannya dapat diukur melalui indikator-indikator kinerja. Visi Provinsi Bali sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Bali tahun 2013 - 2018 adalah "Bali yang Maju, Aman, Damai
dan Sejahtera (BALI MANDARA)". Visi tersebut dijabarkan ke dalam tiga misi pembangunan sebagai berikut:
1. Mewujudkan Bali yang berbudaya, metaksu, dinamis, maju, dan modern. 2. Mewujudkan Bali yang aman, damai, tertib, harmonis serta bebas dari berbagai ancaman.
3. Mewujudkan Bali yang sejahtera dan sukerta lahir bathin.
Sejalan dengan visi dan misi pembangunan Provinsi Bali serta
memperhatikan potensi dan kondisi hutan serta permasalahannya, maka Dinas Kehutanan
Provinsi Bali telah menetapkan visi
pembangunan
kehutanan yang dituangkan dalam Rencana Strategis tahin 2014 - 2018 yaitu:
" Terwujudnya Luas dan Fungsi Hutan yang Optimal, Aman dan Lestari, Didukung oleh Masyarakat dan Sumber Daya Manusia Professional dalam Pembangunan Bali Berkelanjutan".
Untuk lebih memfokuskan dalam penetapan strategi dan kebijakan pembangunan kehutanan di Provinsi Bali dalam periode lima tahun, maka visi pembangunan kehutanan dijabarkan ke dalam misi sebagai berikut: 1. Meningkatkan rehabilitasi hutan dan lahan.
2. Meningkatkan perlindungan dan konservasi sumberdaya hutan termasuk peredaran flora dan fauna.
3. Meningkatkan pemantapan kawasan hutan.
4. Meningkatkan pemanfaatan potensi sumberdaya hutan dalam mendukung pariwisata dan pemberdayaan masyarakat.
5. Meningkatkan tertib tata usaha kayu industri hasil hutan.
6. Meningkatkan profesionalisme SDM kehutanan dan pelayanan.
BABV.
INDIKASI KEKUATAN, KELEMAHAN, ANCAMAN DAN PELUANG
Pemanfaatan ruang kawasan hutan Negara dan hutan rakyat di Provinsi Bali diarahkan menjadi 6 (enam) arahan yang merupakan rencana
spasial untuk mendukung pembangunan kehutanan berbasis sinergitas ekologi, sosial budaya dan ekonomi untuk meningkatkan kemanfaatan dan
produktivitas kawasan hutan. Visi pembangunan kehutanan dua puluh tahun
ke depan diwujudkan dengan memperhatikan faktor internal yaitu kekuatan, kelemahan dan faktor eksternal yaitu: ancaman dan peluang yang ada. 5.1 Analisis Kekuatan, Kelemahan, Ancaman, dan Peluang Proses transformasi potensi manfaat ekologi (lingkungan), sosial
budaya, dan ekonomi sumberdaya hutan menjadi barang jasa nyata dalam mendukung hidup dan kehidupan kesejahteraan masyarakat di Provinsi Bali.
Untuk mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan perlu upaya dalam mengelola kekuatan, kelemahan, ancaman, dan peluang yang ada. Berdasarkan konsep pendekatan SWOT dengan mengetahui kekuatan
dan kelemahan serta peluang dan ancaman dalam pengelolaan sumberdaya
hutan di Provinsi Bali, akan dapat diketahui adanya permasalahan yang dihadapi, serta tindakan yang perlu dilakukan untuk memaksimalkan
kekuatan dan merebut peluang yang ada serta mengatasi kelemahan dan ancaman yang dihadapi.
5.1.1 Kekuatan dan Kelemahan {Strengths and Weaknesses) Faktor kekuatan {strengths) dan kelemahan {weaknesses) merupakan faktor yang berasal dari dalam (internal) Kehutanan. Faktor-faktor tersebut
dipergunakan untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan atau kegagalan dalam pengelolaan sumberdaya hutan dan kehutanan di Provinsi Bali. 1. Faktor Kekuatan {Strengths)
Faktor kekuatan yang dimiliki untuk memperkuat manajemen pengelolaan dan pencapaian penyelenggaraan pengelolaan sumberdaya hutan di Provinsi Bali adalah sebagai berikut: a. Tersedianya perangkat peraturan perundanganan terkait dengan
kehutanan, antara lain : Undang-Undang No. 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan, Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, UndangUndang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No.
33 Tahun
2004 tentang
Perimbangan
Keuangan antara Pusat dan Daerah;
b. Adanya dukungan kelembagaan pusat, provinsi dan kabupaten kota yang mengurus bidang kehutanan; c. Adanya paradigma baru kehutanan (berikan kesempatan hutan bernafas);
d. Potensi hutan sebagai objek daya tarik wisata (Bali sebagai tujuan wisata dunia)
e. Biodiversitas hutan di Provinsi Bali cukup tinggi (adanya flora dan
fauna endemik)
f. Telah tersusunnya dokumen Pengelolaan DAS Terpadu (RPDT). g. Adanya potensi pengembangan hutan desa dan hutan rakyat
h. Pengembangan budidaya sumberdaya hutan berupa kayu dan non kayu
i. Diversitas produk-produk hutan non kayu;
j. Telah selesainya penataan batas kawasan hutan dan penetapannya masih dalam proses. 2. Faktor Kelemahan
Beberapa kelemahan yang diindikasikan sebagai faktor yang memperlemah
manajemen
dan
pencapaian
penyelenggaraan pengelolaan sumberdaya
tujuan'
dalam
hutan di Provinsi Bali
adalah sebagai berikut:
a. Belum optimainya fungsi dan peruntukan kawasan hutan karena masih adanya lahan kritis di beberapa kawasan;
b. Luas kawasan hutan produksi yang relatif sempit dan sporadis serta diarahkan berfungsi hidroorologis;
c. Belum diakuinya keberadaan dan kepentingan hutan secara luas; d. Belum
optimainya
pemanfaatan
kawasan
hutan,
kawasan
konservasi, dan kawasan lainnya, sehingga memberikan peluang terjadinya tekanan oleh masyarakat.
e. Masih lemahnya
penegakan hukum dan penerapan peraturan
perundangan di bidang kehutanan;
f. Belum mantapnya kelembagaan dan otonomi kehutanan; g. Belum mantapnya database tentang potensi hutan; h. Belum optimainya pemberian peran masyarakat dalam pengelolaan hutan;
i.
Masih terbatasnya sarana dan minimnya
kuantitas
dan
prasarana pendukung, masih
kualitas
SDM,
serta
terbatasnya
kompetensi di bidang kehutanan;
j.
Masih lemahnya koordinasi antar lembaga pengelola hutan;
k. Rendahnya investasi, akses modal, dan terbatasnya anggaran
I.
Belum optimainya pengelolaan hasil hutan non kayu, sehingga belum nampak adanya kontribusi kehutanan terhadap masyarakat;
m. Masih kurangnya implementasi hasil-hasil penelitian dan iptek
dalam pembangunan kehutanan
n. Rendahnya kontribusidalam pemanfaatan hasil hutan 0. Masih banyaknya permasalahan kawasan hutan terutama masalah tenurial yang belum terselesaikan.
5.1.2. Peluang dan Ancaman {Opportunity & Threats)
Peluang dan ancaman merupakan faktor dari luar (eksternal), yang dapat mempengaruhi dalam penyelenggaraan pengelolaan sumberdaya hutan di Provinsi Bali adalah:
1. Faktor Peluang {Opportunity)
a. Adanya komitmen pemerintah untuk melakukan perimbangan keuangan pusat dan daerah, pemberdayaan masyarakat dalam
pemberdayaan hutan dan peningkatan kesejahteraan masyrakat guna pengentasan kemiskinan
b. Tersedianya RTRWP, RPJP/RPJM, Renstra Pusat/Daerah, serta Perda-perda yang terkait dengan kehutanan
c. Adanya kecendrungan/komitmen dari masyarakat luas untuk
kembali ke alam {back to nature) d. Adanya falsafah Tri Hita Karana dan Tri Mandala yang merupakan
landasan
keseimbangan
dalam
pembangunan
wilayah
e. Adanya kebudayaan Bali yang memiliki akar dan budaya dukung dari partisipasi masyarakat.
f. Adanya kearifan lokal sebagai pengejawantahan dari keadaan dan potensi sosial masyarakat Bali, telah berakar kuat dalam ikatan sosial budaya dan adanya dukungan lembaga-lembaga tradisional seperti Desa Pakraman/Adat, Banjar Adat, Subak, Subak Abian, serta adanya awig-awig, pararem dan lainnya sebagai pengikat masyarakat setempat. Disamping itu, adanya
dukungan dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan kehutanan seperti organisasi pemerhatikehutanan (LSM) dan organisasi lainnya.
g. Ditetapkannya Bali sebagai daerah tujuan wisata dunia (DTW),
artinyaBali dianggap telah menjadi milik dunia, sehingga dapat dijadikan show windows bagi pembangunan kehutanan. h. Pengembangan kegiatan penelitian dengan bidang kehutanan i. Adanya dukungan internasional untuk pengelolaan hutan secara lestari dan wacana perdagangan karbon.
j. Adanya keterlibatan perguruan tinggi dan masyarakat dalam pembangunan kehutanan.
k. Adanya wacana tentang pengutamaan pemanfatan jasa lingkungan dari hutan.
I. Adanya dukungan partisipasi positif dari instansi pemerintah terkait, swasta, dan masyarakat daerah;
m. Tersedianya keadaan sosial budaya masyarakat Bali (adanya kearipan lokal berkaitan dengan pelestarian alam/tanaman
(tumpek wariga/tumpek uduh, wana kertih, danu kertih, samudra kertihjana kertih, jagat kertih, dsb.);
n. Keinginan masyarakat yang cukup tinggi untuk berpartisipasi dalam pembangunan kehutanan
o. Adanya kelompok tani hutan binaan sebagai mitra dalam pengelolaan hutan
p. Tersedianya pasar untuk perdagangan hasil hutan kayu maupun non kayu.
2. Faktor Ancaman (Threats)
a. Masih rendahnya tingkat pendidikan dan kesadaran masyarakat terhadap kelestarian hutan
b. Masih tingginya ketergantungan masyarakat terhadap hutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
c. Masih tingginya kebutuhan bahan baku kayu dan non kayu untuk memenuhi peluang pasar
d. Masih tingginya kerawanan/gangguan terhadap hutan e. Masih tingginya jumlah penduduk miskin yang tinggal di sekitar kawasan hutan
f.
Rendahnya PDRB dari sektor kehutanan
g. Masih terdapat lahan kritis di dalam maupun di luar kawasan hutan. 5.2 Analisis Faktor Internal
Berdasarkan
identifikasi
terhadap
faktor-faktor
strategis
internal
(kekuatan dan kelemahan) pada Dinas Kehutanan Provinsi Bali, kemudian
dilakukan pembobotan dengan mempergunakan matriks pasangan berganda
{Paired Comparisen Matrix). Berdasarkan pembobotan akan diperoleh skore
untuk masing-masing faktor. Secara lengkap matriks evaluasi faktor strtegis internal disajikan pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1 Matriks Evaluasi Faktor strategis Internal No.
Faktor Dimensi Internal
Kode
Bobot
Rating
Skore
1
2
3
4
5
6
SI
0,057
4
0,228
S2
0,083
4
0,332
S3
0,093
4
0,372
S4
0,105
4
0,420
S5
0,115
4
0,460
S6
0,099
4
0,396
S7
0,126
4
0,504
S8
0,158
3
0,474
Kekuatan 1
Tersedianya perangkat peraturan perundanganan terkait dengan kehutanan, antara lain : Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah 2
Adanya dukungan kelembagaan pusat, provinsi dan kabupaten kota yang mengurus bidanq kehutanan
3
Adanya paradigma baru kehutanan (berikan kesempatan hutan bernafas)
4 5
6
Potensi hutan sebagai objek daya tarik wisata (Bali sebaqai tujuan wisata dunia) Biodiversitas hutan di Provinsi Bali cukup tinggi (adanya flora dan fauna endemik) Telah tersusunnya dokumen Pengelolaan DAS Terpadu (RPDT).
7
Adanya potensi pengembangan hutan desa dan hutan rakyat
8
Pengembangan budidaya sumberdaya hutan berupa kayu dan non kayu
No.
Faktor Dimensi Internal
Kode
Bobot
Rating
2
3
4
5
6
S9
0,165
3
0,495
1
9
Diversitas produk-produk hutan non kayu
Skore
3,681
Total Faktor kelemahan 1
Belum optimainya fungsi dan peruntukan kawasan hutan karena masih adanya lahan kritis di beberapa kawasan
2
3 4
Luas kawasan hutan produksi yang relatif sempit dan sporadis serta diarahkan berfungsi hidroorologis Belum diakuinya keberadaan dan kepentingan hutan secara luas
Belum optimainya pemanfaatan kawasan hutan, kawasan konservasi, dan kawasan lainnya, sehingga memberikan peluang
Wl
0,640
3
1,920
W2
0,055
3
0,165
W3
0,055
3
0,165
W4
0,063
3
0,189
W5
0,067
3
0,201
W6
0,068
3
0,204
W7
0,083
3
0,249
W8
0,079
3
0,237
W9
0,076
3
0,228
W10
0,068
3
0,204
Wll
0,085
3
0,255
W12
0,078
3
0,234
W13
0,076
3
0,228
W14
0,083
3
0,249
terjadinya tekanan oleh masyarakat. 5
Masih lemahnya penegakan hukum dan penerapan peraturan perundangan di bidang kehutanan
6
Belum mantapnya kelembagaan dan otonomi kehutanan
7
Belum mantapnya database tentang potensi hutan
8
Belum optimainya pemberian peran masyarakat dalam pengelolaan hutan
9
Masih terbatasnya sarana dan prasarana pendukung, masih minimnya kuantitas dan kualitas SDM, serta terbatasnya kompetensi di bidanq kehutanan
10
Masih lemahnya koordinasi antar lembaga penqelola hutan
11 12
Rendahnya investasi, akses modal, dan terbatasnya anqqaran Belum optimainya pengelolaan hasil hutan
non kayu, sehingga belum nampak adanya kontribusi kehutanan terhadap masyarakat 13
Masih kurangnya implementasi hasil-hasil
penelitian dan iptek dalam pembangunan kehutanan 14
Belum adanya kontribusidalam pemanfaatan hasil hutan
4,728
5.3. Analisis Faktor Eksternal
Berdasarkan Identifikasi terhadap factor-faktor strategi eksternal,
diperoleh peluang dan ancaman, yang dilakukan pembobotan dengan menggunakan matriks pasangan berganda {Paired Comparison Matrix) terhadap factor peluang dan ancaman tersebut.Skor factor strategis eksternal diperoleh dari perkalian antara bobot dan rating dari peluang dan ancaman
dalam strategi pengembangan Kehutanan dan matriks evaluasi faktor strtegis eksternal disajikan pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2. Matriks Evaluasi Faktor Strategis Eksternal Faktor Eksternal
Peluang Dimensi Eksternal
No. 1
Adanya komitmen pemerintah untuk melakukan perimbangan keuangan pusat dan daerah, pemberdayaan masyarakat dalam pemberdayaan hutan dan peningkatan kesejahteraan masyrakat guna pengentasan
Kode
Bobot
Rating
Skor
01
0,065
4
0,26
02
0,049
4
0,196
03
0,068
3
0,204
04
0,032
4
0,128
05
0,032
4
0,128
06
0,049
4
0,194
07
0,058
4
0,232
08
0,040
4
0,16
09
0,099
3
0,297
010
0,044
3
0,132
Oil
0,046
3
0,138
012
0,054
4
0,216
013
0,063
4
0,252
014
0,068
4
0,272
015
0,057
3
0,171
016
0,093
3
0,279
017
0,083
3
0,249
kemiskinan 2
Tersedianya RTRWP, RPJP/RPJM, Renstra Pusat/Daerah, serta Perda-perda yang terkait dengan kehutanan
3
Adanya kecendrungan/komitmen dari masyarakat luas untuk kembali ke alam {back to nature) Adanya falsafah Tri Hita Karana dan Tri Mandala
4
yang merupakan landasan keseimbangan dalam pembangunan wilayah
5
6
Adanya kebudayaan Bali yang memiliki akar dan budaya dukung dari partisipasi masyarakat. Adanya kearifan lokal sebagai pengejawantahan dari keadaan dan potensi sosial masyarakat Bali, telah berakar kuat dalam ikatan sosial
7
8
9
budaya dan adanya dukungan lembaga-lembaga tradisional yang ada, seperti Desa Pakraman/Adat, Banjar Adat, Subak, Subak abian, serta penetapan Awig-awig, pararem dan lainnya sebagai pengikat masyarakat setempat. Disamping itu,
adanya dukungan dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan kehutanan seperti organisasi pemerhai/kehutanan (LSM) dan organisasi lainnya Ditetapkannya Bali sebagai daerah tujuan wisata dunia (DTW), artinyaBali dianggap telah menjadi milik dunia, sehingga dapat dijadikan show windows baqi pembangunan kehutanan. Pengembangan kegiatan penelitian dengan bidang kehutanan
10
Adanya dukungan internasional untuk pengelolaan hutan secara lestari dan wacana perdagangan karbon
11
Adanya keterlibatan perguruan tinggi dan masyarakat dalam pembanqunan kehutanan.
12
13
Adanya wacana tentang pengutamaan pemanfatan jasa lingkungan dari hutan. Adanya dukungan partisipasi positif dari instansi pemerintah terkait, swasta, dan masyarakat daerah
14
15
Tersedianya keadaan sosial budaya masyarakat Bali (adanya kearipan lokal berkaitan dengan pelestarian alam/tanaman (tumpek wariqa/tumpek bubuh, wana kertih dsb.) Keinginan masyarakat yang cukup tinggi untuk berpartisipasi dalam pembanqunan kehutanan Adanya kelompok tani hutan binaan sebagai
16
mitra dalam pengelolaan hutan
17
Tersedianya pasar untuk perdagangan hasil hutan kayu maupun non kayu TOTAL Peluang
3,508
Faktor Eksternal
Peluang Dimensi Eksternal
No.
Kode
Bobot
Rating
Skor
Tl
0,156
3
0,468
T2
0,139
3
0,417
T3
0,124
4
0,496
T4
0,130
4
0,520
T5
0,137
3
0,411
T6
0,169
3
0,507
T7
0,144
3
0,432
Ancaman
1
Masih rendahnya tingkat pendidikan dan kesadaran masyarakat terhadap kelestarian hutan
2
Masih tingginya ketergantungan masyarakat terhadap hutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
3
Masih tingginya kebutuhan bahan baku kayu dan non kayu untuk memenuhi peluang pasar
4
Masih tingginya kerawanan/gangguan terhadap hutan
5
Masih tingginya jumlah penduduk miskin yang tinggal di sekitar kawasan hutan
6 7
Rendahnya PDRB dari sektor kehutanan Masih terdapat lahan kritis di dalam maupun di luar kawasan hutan TOTAL
3,251
Berdasarkan hasil pengolahan data Tabel 5.1 dan 5.2, diperoleh nilai dari faktor internal (S-W) dan eksternal (O-T) sebagai berikut: a. Nilai Evaluasi Faktor Strategis Internal (I) 1= Total Kekuatan - Total Kelemahan
1= 3,681 - 4,728 1= - 1,047
Nilai Evaluasi Faktor Strategis Eksternal (E) E= Total Peluang - Total Ancaman E= 3,508-3,251 E= 0,257
Hasil perhitungan nilai I dan E tersebut, maka diidentifikasikan bahwa
pembangunan sektor kehutanan pada saat ini berada pada kuadran II (lihat Gambar 5.1.).
PELUANG
Kuadran IV
KuadranI
Mendukung Strategi Turn Around
Mendukung Strategi Agressive
KELEMAHAN KEKUATAN
(0,257,-1,04)
Kuadran III (WT)
Kuadran II
Mendukung Strategi Defensive
Mendukung Strategi Diversification
ANCAMAN
Gambar 5.1. Kuadran SWOT
Aiternatif strategi yang diprioritaskan Dinas Kehutanan Provinsi Bali
adalah dengan mengembangkan strategi diversifikasi berbagai jenis kegiatan.Dalam pelaksanaannya dilakukan dengan mengoptimalkan semua potensi/kekuatan yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang, memperbiki
kelemahan, menghadapi tantangan yang mengarah pada isu-isu strategis yang berkembang saat ini dan di masa yang akan datang. Sintesis hasil
ananas SWOT pengelolaan sumberdaya hutan di Provinsi Bali disajikan pada Tabel 5.3.
Tabe' 5-%rMoWnsiSBaliSWOT Pen9el°'aan ^ ^ **» -
Pengembangan hutan desa dan hutan rakyat
Memaksimalkan fungsi kawasan hutan dengan rehabilitasi lahan kritis di dalam maupun di luar
Peluang (O)
Pengembangan/diversitas budidaya
sumberdaya hutan baik HHK maupun HHBK
kawasan Menyediakan data base tentang potensi dan
produktivitas kawasan
dengan melibatkan Perguruan
Tinqqi/pihak terkait
^\
Faktor ^S.
Internal
Faktor
Kekuatan (S)
\^
Eksternal
Kelemahan (W)
\. 2
3
Mengoptimalkan peran masyarakat dalam pengelolaan hutan
Mendorong penelitian pengembangan jasa lingkungan dan HHBK secara
1
aplikatif
Mengoptimalkan pemanfaatan
Meningkatkan pemberdayaan
kawasan untuk pengembangan jasa lingkungan
masyarakat dalam pengelolaan hutan dan pengembangan ekonomi
Mengimplemantasikan kearifan lokal dalam upaya pelestarian alam/hutan seperti tumpek wariga
kerakyatan Membuat regulasi tentang
mekanisme sharing pemanfaatan hasil hutan
(ritual untuk persembahan terhadap segala jenis tumbuhan), wana kertih (ritual untuk kelestarian hutan), danau kertih (untuk keselamatan danau), segara kertih (untuk keselamatan laut) dan sebagainya Mendorong masyarakat adat untuk mengadopsi masalah kelestarian
hutan ke dalam awig-awig/ perarem dan mengoptimalkan dalam pelaksanaannya Membentuk/mengaktifkan kelompok-kelompok tani hutan Strategi S-T Meningkatkan penegakan hukum/awig dalam rangka perlindungan hutan
Percepatan rehabilitasi hutan dan lahan
Ancaman (T)
Strategi W-T
Meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi antar instansi
penyelenggara kehutanan (Provinsi, KPH, UPT daerah dan pusat serta Kabupaten) Mendorong pengembangan ekonomi kreatif masyarakat sekitar hutan dan penguatan
Meningkatkan PDRB dari sektor
kelembaqaan masyarakat Meningkatkan kuantitas dan
kehutanan
kualitas SDM bidang
Menekan jumlah penduduk miskin sekitar hutan dengan meningkatkan peranserta masyarakat dalam pengelolaan
Mengoptimalkan pemanfaatan aneka fungsi kawasan hutan
kehutanan
hutan
Meningkatkan kesadaran
masyarakat terhadap kelestarian hutan, melalui pendidikan, penyuluhan secara langsung maupun melalui media massa
BAB VI.
KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Upaya yang dilakukan untuk mencapai target kontribusi sektor
pembangunan kehutanan dalam kerangka arahan indikatif pengurusan hutan di Provinsi Bali, selanjutnya disusun kebijakan dan strategi pembangunan kehutanan Provinsi Bali yang bersifat komprehensip. 6.1 Umum
Sesuai dengan visi pembangunan kehutanan di Provinsi Bali, maka kebijakan pembangunan sektor kehutanan 20 tahun ke depan diarahkan untuk mempertahankan dan mewujudkan luas dan fungsi hutan yang optimal, aman, lestari didukung masyarakat dan sumberdaya manusia
profesional dalam pembangunan Bali berkelanjutan. Untuk mendukung keberhasilan visi tersebut, maka pengurusan hutan harus berorientasi pada 3
aspek, yaitu
ekologi, sosial budaya, dan ekonomi secara seimbang sesuai
dengan fungsi hutan. Secara rinci kebijakan dan strategi pembangunan kehutanan jangka panjang disajikan pada Tabel 6.1.
Tabel 6.1 Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kehutanan Jangka Panjang di Provinsi Bali. Milestone
Kebijakan Pembaruan sistem
Strategi Memperbaiki system
pengelolaan
Instansi Penanggung
2014-
2019-
2024-
2029-
2018
2023
2028
2033
Jawab
Dishut Provinsi Bali, Balai V
V
V
V
Taman Nasional Bali
Barat, BKSDA Bali
kawasan hutan
Membangun
Dishut Provinsi Bali, Balai
baseline sistem
Taman Nasional Bali
informasi kehutanan
V
V
V
V
Barat, BKSDA Bali
Meningkatkan
Dishut Prov. Bali, Balai
produktivitas
Taman Nasional Bali
hutan V
V
V
V
Barat, BPDAS Unda Anyar,
BPHM Wil I, BPTH Bali Nusra, BPKH Wil. VIII, BP2HPWNIX
Meningkatkan pendapatan/PNBP
pemanfaatan kawasan hutan
Dishut Prov. Bali, Balai Taman Nasional Bali V
V
V
V
Barat, BPDAS Unda Anyar, BPHM Wil I, BPTH Bali Nusra, BPKH Wil. VIII, BP2HP Wil IX
Memanfaatkan
Dishut Prov. Bali, Balai
kawasan hutan
Taman Nasional Bali
dalam mendukung ketahanan pangan,
Optimalisasi
konservasi air,
Pemanfaatan
dan enerqi
Kawasan Hutan
Melibatkan pihak swasta dalam
V
V
V
V
Barat, BPDAS Unda Anyar, BPHM Wil I, BPTH Bali Nusra, BPKH Wil. VIII, BP2HP Wil IX
V
V
V
V
Dishut Provinsi Bali, Balai Taman Nasional Bali
Milestone
Kebijakan
Strategi
Instansi Penanggung
2014-
2019-
2024-
2029-
2018
2023
2028
2033
Jawab
Barat, BKSDA Bali
peningkatan HHBK
Mengembangkan/ diversifikasi jasa lingkungan (wisata alam dan wisata religi) yang
Dishut Prov. Bali, Balai Taman Nasional Bali V
V
V
V
Barat, BPDAS Unda Anyar, BPHM Wil I, BPTH Bali Nusra, BPKH Wil. VIII,
kreatif
BP2HP Wil IX
Mensosialisasikan/
Dishut Prov. Bali, Balai
promosi
Taman Nasional Bali
investasi
jasa lingkungan
V
V
V
V
Barat, BPDAS Unda Anyar, BPHM Wil I, BPTH Bali Nusra, BPKH Wil. VIII, BP2HP Wil IX
Memberikan insentif untuk
BPDAS Unda Anyar, V
hutan rakyat yang
V
V
V
BP2HPWIIIX, BPTH Bali Nusra
bersertifikat Melakukan
Dishut Prov. Bali, Balai
penelitian-
Taman Nasional Bali
penelitian yang
Barat, BPDAS Unda Anyar, BPHM Wil I, BPTH Bali
perlu
dikembangkan
Nusra, BPKH Wil. VIII,
antara lain: hutan
BP2HP Wil IX
alam, hutan tanaman,
.Peningkatan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan
V
biodiversitas, potensi jasa lingkungan, HHBK, pengelolaan DAS, pengolahan hasil hutan, dan cadan
V
V
V
gan karbon
Mengembangkan
Dishut Prov. Bali, Balai
penelitian berbasis
Taman Nasional Bali
kebutuhan
pemanfaatan dan penerapan hasil
V
V
V
V
riset dan teknologi
BP2HP Wil IX
perbaikan penqelolaan hutan Melakukan penelitian
konservasi tanah
Barat, BPDAS Unda Anyar, BPHM Wil I, BPTH Bali Nusra, BPKH Wil. VIII,
Dishut Prov. Bali, BPDAS V
V
V
V
Unda Anyar
dan air
Membangun
Dishut Prov. Bali, Balai
infrastruktur
Peningkatan
penunjang pembangunan
Koordinasi
kehutanan
Taman Nasional Bali V
V
V
V
sama Daerah
Mensosialisasikan/ promosi produkproduk kayu, HHBK, dan jasa lingkungan Menerapkan pengelolaan DAS secara terpadu sesuai dokumen
BPHM Wil I, BPTH Bali
Nusra, BPKH Wil. VIII,
Lintas
Sektor/kerja-
Barat, BPDAS Unda Anyar, BP2HP Wil IX
Dishut Prov. Bali, Balai Taman Nasional Bali V
V
V
V
Barat, BPDAS Unda Anyar, BPHM Wil I, BPTH Bali
Nusra, BPKH Wil. VIII, BP2HP Wil IX
Dishut Prov. Bali, BPDAS Unda Anyar V
V
V
V
V
V
V
RPDT yang telah ada
Mengembangkan dan meningkatkan
Dishut Prov. Bali, Balai v
Taman Nasional Bali
Milestone
Strategi
Kebijakan
Instansi Penanggung
2014-
2019-
2024-
2029-
2018
2023
2028
2033
Jawab
Barat, BPDAS Unda Anyar, BPHM Wil I, BPTH Bali
SDM kehutanan
dengan Badan Pengembangan
Diklat
Nusra, BPKH Wil. VIII,
SDM Kehutanan
Daerah/Pusat
BP2HP Wil IX
Mengembangkan
Dishut Prov. Bali
SDM kehutanan
V
sesuai komoditas
V
V
V
unqgulan daerah Meningkatkan
Dishut Prov. Bali
kompetensi dan
V
sertifikasi SDM
V
V
V
kehutanan daerah
Komitmen dan
Menegakkan
Dishut Prov.
Konsistensi
hukum secara konsekuen dan
Bali,BalaiTaman Nasional Bali Barat, BPDAS Unda Anyar, BPHM Wil I, BPTH Bali Nusra, BPKH Wil. VIII,
Penegakan Hukum Bidang
V
konsisten
V
V
V
Kehutanan
BP2HPWHIX
Menyiapkan SDM poihut provinsi
Dishut Prov. Bali, Balai Taman Nasional Bali
dan kabupaten
V
V
V
Barat,BKSDA Bali
V
yang tangguh dan berwibawa
Melakukan
Dishut Prov. Bali, Balai
koordinasi intensif
Taman Nasional Bali
dengan aparat
V
V
V
V
Barat, BKSDA Bali
hukum
6.2 Kebijakan dan Strategi Kawasan untuk Konservasi
Berdasarkan hasil analisis spasial pemanfaatan kawasan hutan di
Provinsi Bali, bahwa luas arahan kawasan untuk konservasi adalah26.293,59
ha. Pada prinsipnya kawasan konservasi dikelola melalui tiga pilar konservasi yang
meliputi
kegiatan
perlindungan
sistem
penyangga
kehidupan,
pengawetan dan pengkayaan biodiversity, serta pemanfaatan secara lestari
sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.
Perlindungan
sistem penyangga
kehidupan
meliputi
penguatan
kapasitas kelembagaan perlindungan hutan dan konservasi alam serta
penegakan hukum. Pengawetan dan pengkayaan biodiversitydiarahkan pada
kegiatan pengelolaan untuk pelestarian keanekaragaman hayati baik keanekaragaman genetik, jenis maupun ekosistem. Pengelolaan beberapa kawasan ekosistem esensial perlu dioptimalkan sehingga dapat berfungsi sebagai penyangga kehidupan. Upaya ini perlu didukung dengan pemantapan kapasitas
kelembagaan
unit pengelolaan
kawasan
konservasi
serta
peningkatan sumberdaya manusia dan prasarana pengelolaan. Pemanfaatan pada kawasan konservasi dalam 20 tahun ke depan
dapat dikembangkan pada produk-produk hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan seperti wisata alam, wisata spiritual, karbon, wisata air. Berbagai
faktor pendukung dalam pengembangannya perlu disiapkan antara lain
regulasi yang tepat, informasi database yang lengkap dan akurat, inovasi teknologi produksi dan pengolahan hasil hutan bukan kayu, evaluasi jasa lingkungan, dan akses pemasaran.
Pengelolaan kawasan konservasi ke depan perlu didukung dengan pemantapan pengelolaan, baik dari segi perencanaan maupun kelembagaan
dan peningkatan peran serta masyarakat di daerah penyangga, sehingga diharapkan kawasan konservasi dapat mengembalikan fungsi kawasan
sebagai sistem penyangga kehidupan secara mandiridan terwujudnya
kesejahteraan masyarakat. Secara rinci kebijakan dan strategi pembangunan kehutanan jangka panjang kawasan konservasi disajikan pada Tabel 6.2. Tabel 6.2 Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kehutanan Jangka Panjang Kawasan Konservasi di Provinsi Bali. Milestone
Kebijakan Peningkatkan
Strategi
Instansi
2014-
2019-
2024-
2029-
2018
2023
2028
2033
Penanggung Jawab
keanekaraga
Melakukan pembinaan dan pengawasan penangkaran serta
man hayati
Bali, BKSDA
peredaran flora-fauna endemic
(biodiversity) dan
(seperti cemara pandak, jalak Bali di Bali Barat, dsb.), taman
Bali, Balai
konservasi
satwa alam dan amdal
Dishut Prov.
V
V
V
V
Taman Nasional Bali Barat
kehutanan
Melakukan rehabilitasi kawasan
Dishut Prov.
konservasi yang
Bali, BP DAS Unda Anyar,
rusak/terdegradasi V
V
V
V
BKSDA Bali, Balai Taman Nasional Bali Barat
Memantapkan pengelolaan
Dishut Prov.
kawasan konservasi dengan perencanaan pengelolaan secara terpadu
V
v
V
V
Bali, BKSDA Bali, Balai Taman Nasional Bali Barat
Memberdayakan masyarakat di
Dishut Prov.
sekitar kawasan konservasi
Bali, BalaiTaman Nasional Bali
Barat, BPDAS V
v
V
V
Unda Anyar, BPHM Wil I,
•
BPTH Bali
Nusra, BPKH Wil. VIII, BP2HP Wil IX
Melakukan penelitian sumberdaya genetik dan plasma
Dishut Prov.
Bali, BKSDA Bali, Balai
nutfah V
v
V
V
Taman Nasional Bali Barat
Milestone
Kebijakan Pemanfaatan terkendali flora fauna
Strategi
Instansi
2014-
2019-
2024-
2029-
2018
2023
2028
2033
Penanggung Jawab
Identifikasi keberadaan dan jenis
Dishut Prov.
flora fauna
Bali, BKSDA Bali, Balai
V
V
V
V
Taman Nasional Bali Barat
Perlindungan
Melakukan reboisasi secara
Dishut Prov.
sumber mata
berkesinambungan
Bali, BKSDA Bali, Balai
•air dan kawasan suci
V
V
V
V
Taman
Nasional Bali
Barat, BP DAS Unda Anyar
Menetapkan batas kawasan
Dishut Prov. V
V
V
V
Bali,,
BPKHWilayah VIII
Meningkatkan peranserta
Dishut Prov.
masyarakat dalam perlindungan
Bali, BKSDA Bali, Balai
sumber mata air dan kawasan sua
V
V
V
V
Taman Nasional Bali
Barat, BP DAS Unda Anyar
6.3 Kebijakan dan Strategi Kawasan untuk Perlindungan Luas kawasan hutan untuk perlindungan adalah 95.766,06 ha. Kawasan ini berfungsi sebagai penyangga kehidupan bagi ekosistem di
bawahnya, untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan mempertahankan kesuburan tanah. Secara
ekologis, kawasan ini memiliki peranan penting dalam mengendalikan pemanasan global karena kemampuan untuk menyerap karbon akibat efek
gas rumah kaca, yang ke depan merupakan salah satu sumber pendapatan ekonomi melalui perdagangan karbon. Berdasarkan data yang dipublikasikan
Kementerian Kehutanan rata-rata potensi serapan karbon pada hutan lindung sebesar 177,7 ton/ha. Dengan asumsi bahwa potensi karbon pada tegakan hutan 177,7 ton/ha, maka kawasan hutan lindung dapat menyimpan 17.017628,862 ton karbon.
Mengingat fungsi kawasan perlindungan yang penting dalam menjaga sumberdaya air dan tanah, maka pemanfaatannya dilakukan secara terbatas.
Pemanfaatan yang sesuai untuk kawasan ini meliputi: pengembangan jasa lingkungan dan hasil hutan bukan kayu. Reboisasi dan atau pengkayaan dikembangkan dengan jenis-jenis yang sesuai untuk perlindungan DAS
dengan ciri berdaun panjang, mempunyai perakaran dalam, tingkat evapotranspirasi rendah serta menghasilkan daun, getah, kulit, dan buah. Secara rinci kebijakan dan strategi pembangunan kehutanan jangka panjang Kawasan untuk Perlindungan sumberdaya hutan di Provinsi Bali disajikan pada Tabel 6.3.
Tabel 6.3
Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kehutanan Jangka Panjang Kawasan untuk Perlindungan di Provinsi Bali. Instansi
Milestone
Kebijakan
Strategi
Perlindungan dan
Meningkatkan perlindungan
keamanan hutan
dan keamanan hutan
2014-
2019-
2024-
2029-
Penanggung
2018
2023
2023
2033
Jawab
Dishut Prov.
Bali, BKSDA V
V
V
V
Bali, Balai Taman Nasional Bali Barat
Mcnigkatkan intensitas
Dishut Prov.
pengawasan
Bali, BKSDA Bali, Balai
V
V
V
V
Taman Nasional Bali Barat
Melibatkan masyarakat
Dishut Prov.
dalam perlindungan hutan
Bali, BKSDA Bali, Balai
V
V
V
V
Taman
Nasional Bali Barat
Meningkatkan penegakan
Dishut Prov.
hukum
Bali, BKSDA V
V
V
V
Bali, Balai Taman
Nasional Bali Barat
Pemantapan
Memantapkan kawasan
potensi sumberdaya
hutan yang memenuhi aspek fisik, legalitas dan legitimasi
hutan
melalui : 1. Memelihara batas V
kawasan hutan
V
V
V
Dishut Prov. Bali
2. Melakukan Evaluasi
kesesuaian fungsi
Dishut Prov. V
V
V
V
kawasan hutan
Bali, BPKH Wil VIII
6.4 Kebijakan dan Strategi Kawasan untuk Rehabilitasi
Arahan kawasan untuk rehabilitasi luasannya mencapai 55.313 Ha,
dimana areal ini termasuk kawasan hutan produksi tetap, dan hutan produksi terbatas dengan kondisi agak kritis, kritis, dan sangat kritis yang perlu direhabilitasi. Pada kawasan ini perlu reboisasi dan atau pengkayaan yang ditujukan untuk percepatan pemulihan lahan kosong atau lahan terbuka, miskin riap, dan
tegakan
dengan
pertumbuhan yang
rendah
untuk
mempercepat penutupan lahan. Pada kawasan ini diterapkan sistem silvikultur pada hutan tanaman disamping silvikultur intensif yang meliputi seleksi jenis unggul, manipulasi lingkungan tapak, dan proteksi tanaman. Secara rinci kebijakan dan strategi pembangunan kehutanan jangka panjang Kawasan untuk Rehabilitasi di Provinsi Bali disajikan pada Tabel 6.4. Tabel 6.4 Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kehutanan Jangka
Panjang Kawasan untuk Rehabilitasi di
Provinsi Bali. Instansi
Milestone
Penanggung
Strategi
Kebijakan Rehabilitasi hutan dan lahan
2014-
2019-
2018
2023
20242028
20292033
Jawab Dishut Prov.
Meningkatkan pemulihan dan
Bali,
fungsi hutan dan lahan
BalaiTaman Nasional Bali V
V
V
V
Barat, BPDAS Unda Anyar, BPHM Wil I, BPTH Bali Nusra Dishut Prov.
Mewujudkan Bali hijau
Bali,BKSDA
Bali, BalaiTaman V
V
V
V
Nasional Bali
Barat, BPDAS Unda Anyar,
BPHM Wil I, BPTH Bali Nusra
Mengembangkan tanaman
hutan
perbenihan baik
secara
V
V
V
V
Dishut Provinsi Bali dan BPTH
kuantitas maupun kualitas Meningkatkan peran serta
wilayah VIII
masyarakat dalam rehabilitasi
Bali, BKSDA
Dishut Prov.
Bali,
hutan dan lahan
BalaiTaman
Nasional Bali V
V
V
V
Barat, BPDAS Unda Anyar, BPHM Wil I, BPTH Bali Nusra dan Instansi Kehutanan
Kabupaten
Meningkatkan pemberdayaan masyarakat melalui Pengembangan hutan desa dan hutan rakyat
Dishut
ProvinsiBali, BP DAS Unda V
V
V
V
Anyar, BPTH Bali Nusra dan Instansi Kehutanan
Kabupaten
Memberikan insentif kepada
Dishut
para pihak yang mempunyai
ProvinsiBali, BP
inisiatif dalam rehabilitasi hutan
DAS Unda
dan lahan
Anyar, BPTH V
V
V
V
Bali Nusradan Instansi Kehutanan
Kabupaten
Instansi
Milestone
Penanggung
Kebijakan
Strategi
2014-
2019-
2024-
2018
2023
2028
20292033
Jawab
Melakukan
Dishut
Pembinaan/pengembangan KBR (Kebun Bibit Rakyat)
ProvinsiBali, BP DAS Unda V
V
V
V
Anyar, BPTH Bali Nusra dan
Instansi Kehutanan
Kabupaten
Melakukan monitoring evaluasi pengelolaan
dan DAS
Dishut
ProvinsiBali, BP DAS Unda
secara berkala V
V
V
V
Anyar, dan Instansi
Kehutanan
Kabupaten / Kota
6.5 Kebijakan dan Strategi Kawasan untuk Pengusahaan Arahan kawasan untuk pengusahaan luasnya 8.626,36 Ha. Kawasan ini dimanfaatkan untuk tujuan meningkatkan produktivitas kawasan hutan
produksi sebagai upaya pemenuhan bahan baku kayu dan pengembangan ekonomi rakyat.Data kontribusi dari hasil produksi kayu dari hutan produksi di
Provinsi Bali, sampai saat ini belum ada. Dari hasil/produksi HHBK seperti
tumpangsari, lebah madu, getah pinus, dan Iain-Iain belum ada penghitungan secara kuantitatif. Ke depan data-data kuantitatif produksi non kayu sangat dibutuhkan untuk mengetahui besarnya kontribusi kawasan hutan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Secara rinci kebijakan dan strategi pembangunan kehutanan jangka panjang kawasan untuk pengusahaan di Provinsi Bali disajikan pada Tabel 6.5.
Tabel 6.5. Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kehutanan Jangka Panjang Kawasan untuk Pengusahaan di Provinsi Bali. Milestone
Kebijakan
Strategi
1
2
Pembinaan
dan
•penertiban industri
Meningkatkan tertib tata usaha kayu hasil hutan
Instansi
2014-
2019-
2024-
2029-
Penanggung
2018
2023
2028
2033
Jawab
3
4
5
6
V
V
V
V
hasil
hutan
7
Dishut Prov.
Bali, BP2HP Wil. IX
Melakukan Pembinaan, monitoring, dan pengawasan peredaran dan industry hasil hutan
Dishut Prov.
Bali, BP2HP V
V
V
V
Wil. IX dan Instansi Kehutanan
Kabupaten
Pengembangan/ Peningkatan aneka produksi hasil hutan
Inventarisasi potensi sumberdaya hutan
Dishut Prov.
Bali, BPKH Wil. V
V
VIII dan
Instansi Kehutanan
Kabupaten
Instansi
Milestone
Kebijakan
Strategi
1
2
Mengembangkan hutan kayu
2014-
2019-
2024-
2029-
Penanggung
2018
2023
2028
2033
Jawab
3
4
5
6
hasil
Bali, BP2HP
(HHK) dan
non kayu (HHBK)
7 Dishut Prov.
V
v
v
v
Wil. IX dan Instansi
Kehutanan
Kabupaten Memberdayakan
.
masyarakat
Dishut Prov.
sekitar
Bali, BKSDA Bali,
kawasan hutan
BalaiTaman Nasional Bali
Barat, BPDAS V
V
V
V
Unda Anyar, BPHM Wil I, BPTH Bali
Nusra dan Instansi
Kehutanan
Kabupaten Melakukan
inventarisasi
Dishut Prov.
tegakan hutan produksi
Bali, BPKH Wil. VIII,BP2HP V
V
V
V
Wil. IX dan Instansi Kehutanan
Kabupaten
Peningkatan
Mengembangkan
Akses dan Peran Serta
pengelolaan kawasan
Bali, BPKH Wil.
hutan berbasis
Masyarakat
VIII, BP2HP
masyarakat (hutan desa)
Dishut Prov.
V
V
V
V
dalam
Wil. IX dan Instansi Kehutanan
Pengelolaan Hutan
Kabupaten
Melakukan pembinaan
Dishut Prov.
dan pengembanpgan
Bali, BPKH Wil.
hutan rakyat dan industry ikutannya
VIII, BP2HP V
V
V
V
Wil. IX dan Instansi
Kehutanan
Kabupaten
Meningkatkan kolaborasi pengadaan bahan baku dan kemitraan dengan masyarakat
Dishut Prov.
Bali, BPKH Wil.
VIII, BP2HP V
V
V
V
Wil. IX dan Instansi Kehutanan
Kabupaten
6.6 Kebijakan dan Strategi Hutan Rakyat untuk Perlindungan Hutan rakyat untuk perlindungan diarahkan pada lahan-lahan milik
dengan kemiringan yang relatif terjal/sempadan jurang, sempadan sungai, sempadan pantai dan merupakan daerah yang rawan bencana. Hal ini
bertujuan untuk melindungi kawasan setempat dan yang ada di bawahnya, pengatur tata air, dan stok karbon. Pada areal ini dapat diberikan insentif
kepada masyarakat misalnya berupa fasilitas usaha ekonomi produktif yang
sesuai antara lain pemanfaatan lahan di bawah tegakan silvopasture,
pengembangan produk HHBK, jasa lingkungan dan sebagainya. Penetapan areal tersebut berdasarkan peta kekritisan DAS dan
meliputi areal yang agak kritis, kritis, dan sangat kritis. Oleh karena itu dalam
pengelolaannya diarahkan untuk mengembalikan fungsi perlindungan daerah di bawah dan sekitarnya dengan memilih jenis-jenis tanaman dengan
perakaran dalam, tingkat evapotranspirasi rendah, dan diupayakan yang hanya menghasilkan bukan kayu (HHBK) serta disertai penanaman rumput penguat teras. Secara rinci kebijakan dan strategi pembangunan kehutanan
jangka panjang hutan rakyat untuk perlindungan di provinsi Bali disajikan pada Tabel 6.6.
Tabel 6.6. Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kehutanan Jangka Panjang Hutan Rakyat untuk Perlindungan di Provinsi Bali. Milestone
Kebijakan
Strategi
1
2
Instansi
2014-
2019-
2024-
2029-
Penanggung
2018
2023
2028
2033
Jawab
3
4
5
6
7
Penyusunan
Memperkuat kelembagaan
Dishut Prov.
Pola
Pengelolaan
KTHR dan pola pengembangan kawasan
Bali,BPDAS Unda Anyar, BPTH Bali
Kawasan
berbasis potensi SDH
V
V
V
lindung di luar
V
Nusra dan
Instansi Kehutanan
kawasan
Kabupaten
Mendorong investasi hijau {green investment) melalui
Dishut Prov.
Bali,BPDAS Unda Anyar, BPTH Bali
pemberian
insentif/disinsentif
V
V
V
V
Nusra dan
Instansi Kehutanan
Kabupaten
Melakukan optimalisasi pemanfaatan lahan melalui pengembangan jasling dan HHBK
Dishut Prov.
Bali,BPDAS Unda Anyar, BPTH Bali V
V
V
V
Nusra dan Instansi Kehutanan
Kabupaten
6.7 Kebijakan dan Strategi Hutan Rakyat untuk Budidaya
Hutan rakyat untuk budidaya dilakukan di lahan milik masyarakat yang tidak rawan terhadap bencana. Areal ini diupayakan untuk memiliki produktivitas yang optimal sebagai pemasok bahan baku kayu dan pengembangan ekonomi rakyat. Kebutuhan bahan kayu di Provinsi Bali setiap tahun berkisar antara 150.000 m3 - 175.000 m3. Berdasarkan kebutuhan
tersebut sebagian besar masih dipenuhi dari luar Bali, yaitu sebesar ± 85%
dan sisanya berasal dari kayu lokal.Pemilihan jenis tanaman disesuaikan
dengan potensi
geobiofisiknya
dan juga denganmempertimbangkan
pemilihan jenisyang diinginkan masyarakat pemilik lahan. Pengembangan penanaman
hutan
jenis-jenis
pertumbuhan
cepat,
pengembangan
rakyat
tanaman
nilai
di
daerah
yang
ekonomi
hulu
memiliki
tinggi,
dan
sistem agroforestry (silvopasture).
dilakukan
dengan
perakaran
dalam,
dapat Hutan
dilakukan
rakyat pada
morfologi DAS tengah dan hilirditanami dengan jenis-jenis vegetasi yang memiliki kemampuan memperbaiki kondisi tanah, mencegah erosi, dan
bernilai ekonomis tinggi.
Secara rinci kebijakan dan strategi pembangunan
kehutanan jangka panjang hutan rakyat untuk budidaya di Provinsi Bali disajikan pada Tabel 6.7
Tabel 6.7. Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kehutanan Jangka Panjang Hutan Rakyat untuk Budidaya di Provinsi Bali. Milestone
Kebijakan
Strategi
1
2
Instansi
2014-
2019-
2024-
2029-
Penanggung
2018
2023
2028
2033
Jawab
3
4
5
6
7
Melakukan diversifikasi pola
Dishut Prov.
rehabilitasi di luar kawasan
Bali,BPDAS
hutan
Unda Anyar, V
Percepatan
V
V
V
Rehabilitasi
BPTH Bali Nusra dan Instansi Kehutanan
Lahan
Kabupaten Memberikan
Dishut Prov.
insentif/kemudahan kepada
Bali,BPDAS
para pihak yang berinisiatif
Unda Anyar,
melakukan
BPTH Bali
rehabilitasi/menarik investasi
V
V
V
V
di bidang rehabilitasi
Nusra dan
Instansi Kehutanan
Kabupaten Peningkatan Produk Hasil Hutan
Melakukan intensifikasi dan
Dishut Prov.
diversifikasi produk hasil hutan kayu
Bali,BPDAS
Unda Anyar, V
V
V
V
BPTH Bali
Nusra dan Instansi Kehutanan
Kabupaten
Menetapkan dan mengembangkan komoditas
Dishut Prov.
Bali,BPDAS Unda Anyar,
strategi kehutanan V
BPTH Bali
V
Nusra dan Instansi
Kehutanan
Kabupaten Peningkatan
Mengembangkan hutan
Dishut Prov.
Akses dan
rakyat berbasis masyarakat
Bali,BPDAS
Peran
Masyarakat
V
V
V
V
Unda Anyar, BPTH Bali
dalam
Nusra dan
penqembanq-
Instansi
Milestone
Kebijakan
Strategi
1
2
Instansi
2014-
2019-
2024-
2029-
Penanggung
2018
2023
2028
2033
Jawab
3
4
5
6
an hutan
7 Kehutanan
rakyat
Kabupaten
Meningkatkan SDM dan
Dishut Prov.
menguatkan kelembagaan serta jaringan bisnis UMKM
Bali,BPDAS Unda Anyar, BPTH Bali V
V
V
V
Nusra dan Instansi
Kehutanan
Kabupaten / Kota, Dinkop dan UMKM
Mengembangkan teknologi dan permodalan
Dishut Prov.
Bali,BPDAS Unda Anyar, BPTH Bali
V
V
V
V
Nusra dan Instansi Kehutanan
Kabupaten / Kota
6.8
Kebijakan
dan
Strategi
Peningkatan
Kualitas
Aparatur
Pemerintahan
Keberhasilan pembangunan kehutanan harus didukung oleh kinerja dan pelayanan dari sumberdaya manusia yang profesional. Hal tersebut dapat tercapai apabila disusun suatu kebijakan dan dijabarkan dalam strategi operasional yang mamadai. Kebijakan dan strategi peningkatan kualitas aparatur Kehutanan Provinsi Bali secara lengkap disajikan pada Tabel 6.8.
Tabel 6.8. Kebijakan dan Strategi Peningkatan Kualitas Aparatur Kehutanan Provinsi Bali Milestone
Kebijakan
Strategi
1
2
Instansi
2014-
2019-
2024-
2029-
Penanggung
2018
2023
2028
2033
Jawab
3
4
5
6
7
Membuat perencanan
dalam pembangunan kehutanan, melalui : a. Melakukan
Peningkatan kualitas
koordinasi
aparatur dalam
perencanaan
mendukung pembangunan
pembangunan
kehutanan
Dinas Kehutanan V
V
V
V
Provinsi Bali
kehutanan
b. Melakukan kajian
Dinas
pemanfaatan dan
Kehutanan
penggunan
Provinsi Bali, BPKH Wil VIII,
kawasan hutan v
V
Balai Taman Nasional Bali
Barat, BKSDA Bali
Milestone
Kebijakan
Strategi
1
2
Instansi
2014-
2019-
2024-
2029-
Penanggung
2018
2023
2028
2033
Jawab
3
4
5
6
c. Menyusun rencana
7 Dinas
Kehutanan
kehutanan
Provinsi Bali, BPKH Wil VIII,
V
Balai Taman Nasional Bali
Barat, BKSDA Bali
d. Melakukan
Dishut Prov.
monitoring, evaluasi, dan
Bali, BalaiTaman
pelaporan
Nasional Bali
pembangunan
Barat, BPDAS Unda Anyar, BPHM Wil I,
kehutanan
V
V
V
V
BPTH Bali
Nusra, BPKH Wil. VIII, BP2HP Wil IX e.
Melakukan
Dinas
pembinaan dan
Kehutanan
pengendalian
Meningkatkan sarana
dan prasarana kerja
kegiatan KPH 1. Meningkatkan pelayanan administrasi
V
V
V
V
Provinsi Bali Dinas
V
V
V
V
V
V
V
V
Kehutanan
Provinsi Bali
perkantoran
2. Meningkatkan sarana dan prasarana aparatur
A. Meningkatkan system dan prosedur kerja
Dinas Provinsi Bali
Meningkatkan
Dinas Kehutanan
kapasitas sumberdaya aparatur melalui
pengembangan dan peningkatan kualitas SDM
Kehutanan
V
V
V
V
Provinsi Bali
BAB VII.
KONTRIBUSI MANFAAT EKOLOGI/LINGKUNGAN,
SOSIAL BUDAYA, DAN EKONOMI SEKTOR KEHUTANAN PADA PEMBANGUNAN PROVINSI BALI
7.1 Target Kontribusi Ekologi/Lingkungan
Proporsi luas tutupan hutan di Provinsi Bali pada tahun 2014 sebesar 22,59 % dari luas daratan Provinsi Bali (belum memenuhi luasan minimal 30% dari luas daratan). Disamping luasannya tidak memenuhi, fungsi hutanpun
belum
optimal.
Kedepan
luasan
22,59%
ini
harus
tetap
dipertahankan, namun fungsinya harus terus ditingkatkan. Berdasarkan data yang ada, bahwa lahan kritis dalam kawasan hutan yang masih tersisa saat ini seluas 16.323,68 ha. Berdasarkan hasil analisis realisasi rehabilitasi hutan
selama 5 tahun terakhir bahwa rata-rata setiap tahun mampu melakukan
rehabilitasi hutan seluas 697 ha. Oleh karena itu agar tercapai target rehabilitasi
untuk seluruh
lahan kritis dalam
kawasan,
maka
luasan
rehabilitasi setiap tahun harus ditingkatkan menjadi rata-rata 816 ha. Dengan demikian dalam kurun 20 tahun ke depan seluruh lahan kritis tersebut sudah
terehabilitasi, sehingga luas hutan yang hanya 22,59 % dapat berfungsi optimal.
Untuk meningkatkan luas tutupan lahan yang berfungsi hutan, apabila
memungkinkan dapat dilakukan dengan
pemanfaatan tanah-tanah Negara
yang berimpitan/berbatasan dengan kawasan hutan, sempadan jurang, sempadan sungai, sempadan pantai, dan sebagainya. Di samping itu luasan tutupan lahan yang berfungsi hutan juga dapat ditingkatkan dengan pengembangan hutan rakyat. Dilihat dari luasan lahan kritis di luar kawasan hutan adalah 28.346,10 ha dan setiap tahun mampu dilakukan rehabilitasi seluas 2.252,4 ha, sehingga apabila rehabilitasi lahan terus dilakukan secara kontinyu dan konsisten, maka dalam waktu 13 tahun lahan kritis di luar
kawasan dapat dituntaskan dan kegiatan selanjutnya diperlukan adanya pemeliharaan secara keberlanjutan. Rencana aksi yang dilakukan untuk meningkatkan fungsi kawasan hutan di Provinsi Bali melalui : perencanaan pengelolaan secara terpadu, rehabilitasi
hutan
dan
lahan,
perlindungan
hutan,
pengembangan
pengelolaan hutan bersama masyarakat, pengembangan hasil hutan kayu
dan non kayu,
pengembangan jasa
lingkungan,
serta
peningkatan
produktivitas hutan produksi untuk memenuhi kebutuhan kayu khususnya kayu
perpatungan
untuk
mendukung
industri
pariwisata,
tanpa
mengesampingkan fungsi ekologi.
7.2 Target Kontribusi Sosial Budaya Kontribusi sosial budaya dapat dinilai antara lain dengan peran sektor
kehutanan dalam menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat melalui system "Magersaren", yaitu memberi kesempatan kepada petani sekitar
hutan untuk menanam tanaman tahan naungan di bawah tegakan tanaman hutan dengan syarat memberikan kontribusi sesuai aturan yang disepakati ke dua belah pihak (antara masyarakat dengan pemerintah dalam hal ini Dinas Kehutanan
Provinsi Bali). Dalam system magersaren ini para
petani
diwajibkan untuk ikut menjaga/memelihara tanaman kayu hutan yang berdekatan dengan tanaman petani. Dalam kurun waktu 20 tahun ke depan
perlu dilakukan : (1) melakukan evaluasi untuk memberikan ijin/legalitas dalam memanfatkan hutan, (2) pendataan produksi dari system magersaren
(3)
pembentukan/pembinaan/pendampingan
kelompok
tani
untuk
meningkatkan produktivitas hasil magersaren, (4) menyiapkan regulasi untuk memberikan kontribusi terhadap pemerintah.
Pengembangan ekonomi kerakyatan dari Sektor Kehutanan dilakukan dengan mewujudkan perekonomian daerah berbasis pada potensi unggulan daerah dengan dukungan rekayasa teknologi dan berorientasi pada ekonomi
kerakyatan. Dalam pelaksanaannya didukung dengan pembentukan koperasi atau lembaga-lembaga keuangan desa lainnya.
Fungsi sosial budaya masyarakat terhadap hutan dilakukan melalui keikutsertaannya
dalam
perlindungan
dan
pelestarian
hutan
dengan
membentuk Lembaga Adat berupa pecalang swakarsa, masyarakat pencinta
lingkungan,
pembuatan
Awig-awig
Adat/Desa
Pekraman
mengakomodir masalah pelestarian hutan. Dengan demikian pada
dengan
tahun
2033 diharapkan target pembangunan kehutanan Provinsi Bali dapat tercapai
yaitu hutan lestari dan masyarakat sekitar hutan sejahtera. 7.3 Target Kontribusi Ekonomi Kontribusi ekonomi sektor kehutanan di Provinsi Bali sampai saat ini
belum optimal karena hutan di Bali belum diusahakan untuk produksi kayu.
Demikian pula produksi hasil hutan bukan kayu belum memberikan kontribusi
yang nyata karena potensi yang ada belum dikembangkan secara optimal. Kedepan sektor kehutanan di Provinsi Bali diharapkan mampu memberikan kontribusi yang nyata dengan optimasi pemanfaatan potensi sumberdaya yang ada terutama potensi HHBK, jasa lingkungan dan wisata alam. 7.3.1 Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu
Pemanfaatan hasil hutan kayu pada kawasan hutan sampai saat ini di Provinsi
Bali belum
memberikan
kontribusi
secara
ekonomi.
Hal
ini
disebabkan karena orientasi pembangunan kehutanan lebih menitik beratkan
pada aspek ekologi dan sosial budaya dibanding ekonomi, sehingga hutan produksi yang ada juga dipertahankan berfungsi konservasi. Ke depan untuk memberikan kontribusi secara ekonomi, pemanfaatan
kawasan harus
dilakukan secara optimal, terutama pada kawasan pencadangan HTR, HTHR, dan HKM.
Mengingat bahwa luasan hutan produksi di Provinsi Bali relatif sempit, maka untuk ke depan dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu lokal ditargetkan dari pengembangan hutan rakyat khususnya hutan rakyat budidaya.
Kebutuhan
bahan
kayu di Provinsi
Bali
setiap tahun
rata-rata
200.000 m3. Kebutuhan kayu tersebut sebagian besar masih dipenuhi dari
luar Bali yaitu sebesar ± 85%, dan sisanya berasal dari kayu hutan rakyat. Dalam kurun waktu 20 tahun ke depan sektor kehutanan diharapkan mampu menyediakan kayu dari hutan rakyat ±25 % setara dengan ± 50.000m3-
7.3.2 Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu
Produksi hasil hutan bukan kayu (HHBK) sampai saat ini belum dikembangkan secara optimal. Namun melihat cukup banyak kawasan hutan di Provinsi Bali yang memiliki potensi cukup besar untuk pengembangan HHBK baik pada kawasan hutan Negara, hutan desa maupun hutan rakyat, maka ke depan pemanfaatannya harus dioptimalkan.
Potensi dan prospek pengembangan HHBK yang sangat potensial untuk
dikembangkan pada kawasan hutan di Provinsi Bali antara lain: lebah madu, minyak kayu putih, getah pinus, pemanfaatan ruang di bawah tegakan berupa tumpangsari tanaman semusim, tanaman tahunan dan sebagainya.
HHBK yang sudah dikembangkan saat ini adalah ternak lebah di RPH
Penginuman dan tanaman kayu putih seluas 405 ha yang telah siap panen
untuk menghasilkan minyak kayu putih di RPH Sumberklampok KPH Bali Barat.
Berdasarkan taksasi hasil daun kayu putih minimal 2 ton/ha, maka
saat ini sudah layak didirikan pabrik penyulingan daun kayu putih dengan
volume 1 ton. Ke depan masih dapat dilakukan perluasan pngembangan tanaman kayu putih sampai seluas lebih kurang 2.500 ha, sehingga memungkinkan untuk mendirikan pabrik penyulingan skala besar (lebih dari 2 ton/hari).
Pengembangan lebah madu dan tanaman tumpangsari sampai saat ini
belum dilakukan pendataan secara kuantitatif sehingga produktivitas dan kontribusinya secara ekonomi belum diketahui secara pasti. Ke depan perlu
dilakukan penelitian yang berkaitan dengan produktivitas dan kontribusi yang diperoleh dari Sektor Kehutanan untuk kesejahteraan masyarakat. Potensi getah pinus di KPH Bali Timur seluas 971 ha saat ini belum
diusahakan/dilakukan penyadapan secara optimal. Dengan melihat potensi arealnya yang cukup luas, maka ke depan penyadapan perlu dilakukan dengan menjalin kemitraan dengan pihak ke tiga serta melibatkan masyarakat sekitar hutan. Apabila dilihat potensi produksi getah pinus di
wilayah ini sebesar 114 ton/tahun dengan harga minimum Rp. 4.500; per kg, maka dapat memberikan kontribusi sebesar Rp 513.000.000; per tahun. Dalam kurun waktu 20 tahun ke depan diharapkan mampu meningkatkan produksi dan luasan, sehingga dapat memberikan kontribusi yang lebih besar. 7.3.3 Pemanfaatan Jasa Lingkungan Potensi pemanfaatan jasa lingkungan dalam kawasan hutan di Provinsi
Bali memiliki prospek yang cukup besar untuk dikembangkan 20 tahun ke
depan. Hal ini mengingat bahwa Provinsi Bali merupakan salah satu tujuan wisata dunia yang mempunyai daya tarik wisatawan yang cukup besar.
Potensi jasa lingkungan yang dapat dikembangkan antara lain: wisata alam, wisata budaya, wisata religi/spiritual, wisata agro, wisata pendidikan, wisata medis, dan sebagainya.
Untuk lebih memaksimalkan pemanfaatan potensi jasling yang ada,maka
dalam rencana pengembangannya perlu disertai dengan kajian/penelitian secara komprehensip. Penelitian-penelitian yang harus dilakukan meliputi
inventarisasi, potensi/kesesuaian peruntukan, teknologi pengembangan, sosial budaya, dan ekonomi.
Melihat potensi jasa lingkungan di kawasan hutan Provinsi Bali yang cukup banyak, maka perlu dibuatkan skala prioritas dalam realisasinya. Berdasarkan atas urgensi dan besarnya potensi yang dimiliki, maka beberapa potensi jasa lingkungan yang diprioritaskan untuk dikembangkan pada tahap awal, adalah: 1. Pucak Landep
Kawasan ini terletak di KPH Bali Tengah yang memiliki keindahan
alam yang cukup menarik dengan panorama yang sangat indah dari tempat ketinggian. Dari tempat ketinggian ini kearah timur kita dapat melihat view Danau
Tamblingan dan kota Singaraja. Disamping itu
tempat ini juga mempunyai nilai sejarah bagi kehutanan di Provinsi Bali,
karena di tempat ini ditetapkan sebagai RTK 1. Di samping keindahan alamnya, dengan pembuatan prasasti tentang ditetapkannya kawasan ini sebagai RTK 1 akan lebih meningkatkan daya tarik untuk menarik minat masyarakat/wisatawan untuk mengenal tempat tersebut.
2. Pura Pasar Agung di KPH Bali Timur, sebagai tempat untuk memohon
segala petunjuk yang berhubungan dengan pelaksanaan upacara-upacara besar terutama upacara di tempat suci (Pura-pura yang besar) yang ada di Provinsi Bali seperti di Pura Besakih, Pura Lempuyang Andakasa, Dalem
Ped, Gowa Lawah, Ulun Danu Batur, Batukaru, Tanah Lot, Perancak, Rambut Siwi, Pulaki dan sebagainya.
3. Pucak Bukit Rangda dengan pemandangan yang sangat indah dari puncak bukit
dengan melihat laut dan pemandangan alam dari tempat
ketinggian. Di samping pemandangan yang indah, pada kawasan ini juga terdapat
pura
Pucak
Bukit
Rangda
yang
sering
dikunjungi
umat/wisatawan asing untuk wisata spiritual/tempat meitasi. 4. Bukit Surga di KPH Bali Barat, memiliki panorama yang sangat indah dan
formasi geologi yang sangat unik, yang dapat dikembangkan untuk wisata alam dan sekaligus wisata pendidikan.
5. Sungai Biluk Poh yang berada di kabupaten Jembrana dan Desa Banyupoh di Kabupaten Buleleng bagian barat, mempunai jenis batuan yang sama, dapat dikembangkan sebagai wisata ilmu/pendidikan untuk melacak sejarah dan proses kejadiannya.
6. Lokasi Off Road di Sombang KPH Bali Barat yang menghubungkan kawasan hutan produksi di Sombang dengan kawasan hutan lindung.
Tempat ini sudah sering dipergunakan sebagai tempat untuk even-even nasional. Di KPH Bali Timur lokasi off Road terdapat di wilayah Kintamani.
7. Tempat wisata berkuda di Gerokgak KPH Bali Barat saat ini sudah beroperasi, tetapi belum berijin.
8. Telaga dengan tiga warna di Desa Selat, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, di Wilayah UPT. KPH. Bali Tengah.
BAB VIII. PENUTUP
Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi (RKTP) Bali 2014-2033 merupakan arahan makro pemanfaatan dan penggunaan spasial/ruang dan potensi kawasan hutan untuk pembangunan kehutanan dan pembangunan diluar kehutanan yang menggunakan kawasan hutan dalam skala Provinsi untuk jangka waktu 20 tahun. RKTP ini menjadi acuan bagi perencanaan kehutanan pada tingkat yang lebih rendah, yakni perencanaan kehutanan di wilayah Kabupaten/Kota.
Penyusunan RKTP Provinsi Bali mengacu pada RPJP, RPJM, IKU, dan Renstra serta arahan pemanfaatannya mengacu pada pemanfaatan ruang kawasan hutan nasional berdasarkan tumpang susun beberapa peta tematik,
sehingga menghasilkan 6 klasifikasi arahan spasial, yaitu : kawasan hutan untuk konservasi, kawasan hutan untuk perlindungan, kawasan hutan untuk rehabilitasi, kawasan untuk pemanfaatan/pengusahaan, hutan rakyat untuk perlindungan, dan hutan rakyat untuk budidaya. Dalam jangka panjang perlu
dilakukan evaluasi ataupun review seiring dengan terjadinya perubahan kondisi biofisik wilayah sesuai ketentuan perundang-undangan. Kontribusi ekonomi kawasan hutan di Provinsi Bali saat ini masih relatif
kecil. Ke depan peningkatan kontribusi sektor kehutanan dapat dilakukan dengan meningkatkan produktivitas dan optimalisasi pemanfaatan HHBK dan jasa lingkungan yang mempunyai potensi cukup besar.
Denpasar,
Desember 2014.
GUBERNUR BALI,
1 MADE MANGKU PASTIKA A
DAFTAR PUSTAKA
Database Sumber Benih Tanaman Hutan Bio Region Bali dan Nusa Tenggara. 2013. Kementerian Kehutanan, Direktorat Jendral Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial. Balai Pembenihan Tanaman Hutan Bali
dan Nusa Tenggara. Pemerintah Provinsi Bali, Dinas Kehutanan. 2014. Kegiatan RHL Tahun 20102013 dan Rencana RHL Tahun 2014. Bali Handara, 18-19 Pebruari 2014.
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun Pembangunan Nasional
2004 tentang Sistem
Perencanaan
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Peraturan
Pemerintah
Nomor
44
Tahun
2004
tentang
Perencanaan
Kehutanan
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan jo. PP No. 3 Tahun 2008
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Peraturan Pemerintah No. 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam pada Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai;
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 22/Menhut-II/2012, tentang Pedoman
Kegiatan Usaha pemanfaatan Jasa Lingkungan, Wisata Alam pada hutan lindung. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.42/Menhut-II/2010 tentang Sistem Perencanaan Kehutanan.
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.49/Menhut-II/2011 tentang Rencana Kehutanan Tingkat Nasional Tahun 2011-2030. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.l/Menhut-II/2012 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi (RKTP).
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali 2009-2029.
Peraturan Daerah Bali Nomor 11 Tahun 2009 tentang Pengelolaan DAS Terpadu. Rencana Strategis Dinas Kehutanan. 2013-2018. Pemerintah Provinsi Bali, Dinas Kehutanan.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang. 2014-2023. Unit Pengelola Teknis Kesatuan Pengelola Hutan Bali Barat. Pemerintah Provinsi Bali, Dinas Kehutanan.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang. 2014-2023. Unit Pengelola Teknis Kesatuan Pengelola Hutan Bali Tengah. Pemerintah Provinsi Bali, Dinas Kehutanan.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang. 2014-2023. Unit Pengelola Teknis Kesatuan Pengelola Hutan Bali Timur. Pemerintah Provinsi Bali, Dinas Kehutanan.
Statistik Kehutanan Provinsi Bali. 2013. Pemerintah Provinsi Bali, Dinas Kehutanan.
Wisnu, G.N. 2013. Nilai Karbon Hutan. Tesis Program S2 Lahan Kering Pascasarjana Universitas Udayana.
Zona Benih Tanaman Hutan Region Bali dan Nusa Tenggara. 2012. Kementerian Kehutanan, Direktorat Jendral Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial. Direktorat Bina Pembenihan Tanaman Hutan. Balai
Pembenihan Tanaman Hutan Bali dan Nusa Tenggara. Denpasar.
BAB VIII. PENUTUP
Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi (RKTP) Bali 2014-2033 merupakan arahan makro pemanfaatan dan penggunaan spasial/ruang dan potensi kawasan hutan untuk pembangunan kehutanan dan pembangunan diluar kehutanan yang menggunakan kawasan hutan dalam skala Provinsi untuk jangka waktu 20 tahun. RKTP ini menjadi acuan bagi perencanaan kehutanan
pada tingkat yang lebih rendah, yakni perencanaan kehutanan di wilayah Kabupaten/Kota.
Penyusunan RKTP Provinsi Bali mengacu pada RPJP, RPJM, IKU, dan
Renstra serta arahan pemanfaatannya mengacu pada pemanfaatan ruang kawasan hutan nasional berdasarkan tumpang susun beberapa peta tematik, sehingga menghasilkan 6 klasifikasi arahan spasial, yaitu : kawasan hutan untuk konservasi, kawasan hutan untuk perlindungan, kawasan hutan untuk
rehabilitasi, kawasan untuk pemanfaatan/pengusahaan, hutan rakyat untuk perlindungan, dan hutan rakyat untuk budidaya. Dalam jangka panjang perlu dilakukan evaluasi ataupun review seiring dengan terjadinya perubahan kondisi biofisik wilayah sesuai ketentuan perundang-undangan. Kontribusi ekonomi kawasan hutan di Provinsi Bali saat ini masih relatif
kecil. Ke depan peningkatan kontribusi sektor kehutanan dapat dilakukan dengan meningkatkan produktivitas dan optimalisasi pemanfaatan HHBK dan jasa lingkungan yang mempunyai potensi cukup besar.
Denpasar,
Desember 2014.
GUBERNUR BALI,
MADE MANGKU PASTIKA