Good Governance & Kepemimpinan Transformasional dalam Tata Kelola Pemerintahan Lokal
To create good governance in local government for prosperity of people, it is important to arrange steps of strategy focusly for increasing government namely transformation ofleadership, reformation of institution, management of public services, and participacy of society
Keyword: Good governance, kepemimpinan, Pernerintahan lokal, partisipasi publik
Dody Hermana Penulis adalah Kandidat Guru Besar pada Fakultas Ilmu Sosial dati ilmu Politik: Uniuerisitas Garut, Dosen Jurusan Administrasi Negara Fakultas Syari'ah dan Hukum. UIN - SGD dan Dosen Fisip Universitas Padjajaran (UNPAD).
Dalam kamus, istilah "government' dan "governance" seringkali dianggap memiliki arti yang sama yaitu cara menerapkan otoritas dalam suatu organisasi, lembaga atau Negara. Government atau pemerintah juga adalah nama yang diberikan kepada entitas yang menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan dalam suatu negara. Isu good governance mulai mencuat pada akhir tahun 1980-an, terpicu oleh runtuhnya tembok Berlin dan kemiskinan di Eropa Timur, Afrika, dan Asia. Konsepsi good governance yang lahir di Eropa mendapat dukungan kuat dari negara industri di luar Eropa dan badan-badan pemberi pinjaman internasional, seperti U.K. Overseas Development Administration, United Nations Development Programe, dan World Bank (Minogue, 1987). Mereka secara substansial memberikan pengertian yang sama mengenai good governance mi, terutama dengan menempatkan akuntabilitas sebagai unsur yang penting di dalamnya. Istilah "governance" sebenarnya sudah dikenal dalam literatur administrasi dan ilmu politik hampir 120 tahun, sejak. Woodrow Wilson, yang kemudian menjadi Presiden Amerika Serikat ke 27, memperkenalkan bidang studi tersebut kira-kira 125 tahun yang lalu. Tetapi selama itu governance hanya digunakan dalam literatur politik dengan pengertian yang sempit, Wacana tentang "governance" dalam pengertian yang hendak kita bahas pada tulisan ini diterjemahkankedalam bahasa Indonesia sebagai tatapemerintahan,penyelenggaraan pemerintahan atau pengelolaan pemerintahan, tatapamong - baru muncul sekitar 15 tahun belakangan, terutama setelah berbagai lembaga pembiayaan internasional menetapkan "good governance" sebagai persyaratan utama
untuk setiap program bantuan mereka. Oleh para teoritisi dan praktisi administrasi negara Indonesia, istilah "good governance" telah diterjemahkan dalam berbagai istilah, misalnya, penyelenggaraan pemerintahan yang amanah (Bintoro Tjokroamidjojo),. World Bank mendefiniskan Good governance sebagai suatu penyelenggaraan manajemen pembangunanyang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dan investasi, dan pecegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha. Government Vs Governance Perbedaan paling pokok antara konsep "government" dan "governance" terletak pada bagaimanacara penyelenggaraan otoritas politik, ekonomi dan administrasi dalam pengelolaan urusan suatu bangsa. Konsep "pemerintahan" berkonotasi peranan pernerintah yang lebih dominan dalampenyelenggaran berbagai otoritas tadi. Sedangkan dalam governance mengandung makna bagairnana cara suatu bangsa - mendistribusikan kekuasaan dan mengelola sumberdaya dan berbagai masalah yang dihadapi masyarakat. Dengan kata lain, dalam konsep governance terkandung unsur demokratis, adil, transparan, rule of law, partisipatiof dan kemitraan. Mungkin difinisi yangdirumuskan IIAS adalah yang paling tepat meng-capture makna tersebut yakni "the process where by elements in society wield power and authority, and influence and enact policies and decisions concerning public life, economic and social development." Terjemahan dalam bahasa kita, adalah proses dimana berbagai unsur dalam masyarakat menggalangkekuatan dan otoritas, dan mempengaruhi dan mengesahkan kebijakan dan keputusan tentang kehidupan publik, serta pernbangunan ekonomi dan sosial. Tiga Pilar Pokok Good governance Ada tiga pilar pokok yang mendukung kemampuan suatu bangsa dalam melaksanakan good governance, yakni: pernerintah (thestate), civil sQciety (masyarakat adab, masyarakat madani, masyarakat sipil), dan pasar atau dunia usaha. Penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bertanggung jawab baru tercapai bila dalam penerapan otoritas politik, ekonomi dan administrasi ketiga unsur tersebut mermiliki jaringan dan interaksi yang setara dan sinerjik. Interaksi dan kemitraan seperti itu biasanya baru dapat berkembang subur bila ada kepercayaan (trust), transparansi, partisipasi, serta tata aturan yang jelas dan pasti, Good governance yang sehat juga akan berkembang sehat dibawah kepemimpinan yang berwibawa dan memiliki visi yang jelas. Kondisi dan Permasalahan kita? Bagaimana kondisi good governance di Indonesia? Berbagai assessment yang diadakan oleh lembaga-Iernbaga internasional selama ini menyimpulkan bahwa Indonesia sampai saat ini belumpernah mampu mengambangkan good governance. Mungkin karena
alasan itulah Gerakan Reformasiyang digulirkan oleh para mahasiswa dari berbagai kampus telah menjadikan good governance, walaupun masih terbatas pada Pemberantasan Praktek KKN (Clean Governance). Namun, hingga saat ini salah satu tuntutan pokok dari Amanat Reformasi itupun belum terlaksana.Kebijakan / yang tidak jelas, penempatan personil yang tidak kredibel, enforcement menggunakan, serta kehidupan politik yang kurang berorientasi pada kepentingan bangsa telah menyebabkan dunia bertanya mengenai apakah Indonesia memang serius me1aksanakan good governance? Tidak perlu disanggah lagi bahwa Indonesia Masa Depan yang kita cita-citakan amat memerlukanGood governance seperti yang dikonsep-tualisasikan oleh World Bank. Pengembangan good governance tersebut harus menjadi tanggung-jawab kita semua. Dalam kondisi seperti sekarang, pemerintah, yang selama ini : mendapat tempat yang dominan dalam penyelenggaraan otoritas politik,ekonomi dan administrasi, sukar diharapkan secara sadar dan sukarela, akan berubah dan menjelma menjadi bagian yang efektif dari good governance Indonesia.Karena itu pembangunan good governance dalam menuju Indonesia Masa Depan harus dilakukan melalui tekanan eksternal dari luar birokrasi atau pemerintah, yakni melalui pemberdayaan civil society untuk memperbesar partisipasi berbagai warganegara dalam peneyelenggaraan pemerintahan. Kekuatan eksternal kedua yang dapat "memaksa" timbulnya good governance adalah dunia usaha.Pola hubungan kolutif antara dunia usaha dengan pemerintah yang telah berkembang selama lebih 3 dekade harus berubah menjadi hubungan yang lebih adil dan terbuka. Tata Kelola Pemerintahan Daerah yang didambakan Masyarakat Selama berpuluh tahun, sebelum era reformasi tahun 1998, kita bangsa Indonesia sering lebih familiar dengan kata government yang berarti pemerintahan atau pemerintahan dari pada governanceyang sesungguhnya berarti jugapemerintah atau pemerintahan.Perbedaannya adalah dalam nuansa politik yang monolitik sentralistik maka government merupakan pemerintahan yang bertumpu pada otoritas yang menunjukan pengelolaan dengan kewenangan tertinggi.Sehingga yang terjadi adalah pemerintahan menjadi sentralistik, terpusat pad a kekuasaan pemerintahan di pusat Jakarta. Pemerintah atau perrierintahan atau negara menjadi agen tunggal yang mendominir segala aktivitas pemerintahan dan pembangunan.Sedangkan governance, pemerintahan bertumpu pada kompabilitas atau keharmonisan dian tara berbagai komponen atau kelompok atau kekuatan yang ada di dalam negara.Di dalam pemerintahan yang governance maka terjadilah atau dituntut adanya sinergi diantaraketiga aktor yang ada ialah pemerintahan itu sendiri (Public), masyarakat (Community atau Civil Society atau masyarakat madani) dan pihak swasta (Private).
Dalam kontek pemerintahan Daerah pun demikian dalam pemerintahan yang governance terdapatperan berbagai aktor di luar pemerintahan , sehingga pihak-pihak yang terlibat juga sangat luas. Di dalam istilah atau nuansa yang lain, pemerintahan dituntut lebih demokratis dengan lebih memperhatikan dan mengikut sertakan komponenkomponen atau unsur-unsur atau kekuatan-kekuatan diluar pemerintahan. Dengan demilian apabila saat ini dituntut terciptanya good governance adalah dalam pengertianterwujudnya tata kelola pemerintahan atau kepemerintahan atau penyelengggaraan pemerintah yang baik. Dan wujudnya adalah bagaimana ke-3 aktor yang ada ialah public, private dan community mendudukan dirinya sesuai dengan kapasitas dan lingkupnya masing-masingmelakukan sinergi antar mereka, dan yang kesemuanya mengarah didalam rangka mencapai tujuan negara dan masyarakat. Masing-rnasing aktor mengetahui dengan jelas dan tetap tujuannya, perannya dan arahannya (purpose, role and direction) Tata pemerintahan atau governance dalam wujud keharmonisan - didalam sistem, proses, prosedur, fungsi, kestukturan,pengorganisasian dan etik sertaadanya keterkaitan diantara ke-3 komponen tersebut, sehingga mengasilkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), itulah yang didambakan oleh masyarakat. Didalam pemerintahan yang ada good governance terwujudlah pemerintahan yang dilakukan dengan kebersamaan dan kapasitas kompetensinya masing-masing untuk mencapai tujuan negara di dalamrangka merealisasikan kesejahteraan masyarakat. Bagaimana pemerintah (publik) dengan wewenang dan regulasinya memberikan jalur, saluran kepada swasta dan masyarakat untuk tidak saja terlibat dalam pembuatan kebijaksanaan negara, tetapi juga beagaimana mereka masing-masing dapat mengaktualisasikan dirinya sesuai dengan porsi dan kapasitasnya. Lima Unsur Utama dalam Good governance Untuk itu diperlukan paling tidak 5 (lima) unsur utama atau indikator yang hams dipenuhi dan dituntut untuk terbentuknya good governance. 1.
2.
3.
Rule of law, yang berarti terjamin adanya kepastian hukum dan rasa keadilan bagi masyarakat maupun pihak swasta terhadap setiap kebijakan publik yang dibuat dan dilaksanakan. Dengan demikian baik pemerintah, masyarakat maupun swasta menjadi terlindungi oleh adanyakepastian hukum atau perundang- undangan.Sehingga ke-3 komponen tersebut tanpa ragu-ragu melaksanakan fungsi dan aktivitasnya masing-masing. Akuntabilitas, yang bermakna mampu bertanggung jawab dan mempertanggungjawabkan segalaaktivitas yang dilakukannya, terutama dalam pemerintahan yang demokratis atau governance ini, bertanggungjawab dan mempertanggungjawabkan kepada masyarakat. Transparant atau opennes, yang berarti tidak saja mengarah adanya kejelasan mekanismeformulasi, implementasi dan evaluasi terhadap kebijakan, program atau aktivitas, tetapi jugaterbukanya kesempatan bagi masyarakat untuk mengajukan tanggapan, usul maupun kritik.
4.
5.
Profesionalisme yang mengarah kepada baik skill, kemampuan maupun kompentensi yang harusdimiliki oleh semua komponen atas tanggung jawab dan tugas yang dibebankan kepadanya. Partisipasi, yang memiliki makna, terbukanya akses bagi seluruh komponen atau lapisan untuk ikut serta atau terlibat dalam pembuatan keputusan atau kebijakan.
Langkah-langkah Strategis dalam Implementasi Tata Kelola Pemerintahan Daerah Yang Baik Untuk mewujudkan Tata kelola Pemerintahan Daerah yang baik untuk kesejahteraan masyarakat, maka perlu dirumuskan suatu langkah-Iangkah strategisnya secara fokus dan berwujud nyata bagipeningkatan kinerja Pemerintahan adalah sebagai berikut : o o o
Kepemimpinan Transformasional Reformasi kelembagaan dan manajemen publik Membangun Partisipasi masyarakat
1. Kepemimpinan Transformasional Kunci urituk menciptakan good governance menurut pendapat penulis adalah suatu kepemimpinanDaerah yang memiliki legitimasi dan dipercayai oleh masyarakat. Karena itu Pemilihan kepala Daerah harus dilaksanakan secara langsung, adil dan jujur dapat menjadi salah satu jawaban bagi terbentuknya penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Namun faktor yang harus diperhatikan lebih serius adalah mengenai Penyelenggaraan Pilkadadan Kriteria Pimpinan Daerah yang harus lebih ketat lagi sehingga diharapkan akan mampu memilih seorang yang kredibel, yang mendapat dukungan popular, dan yang visioner dan kapabel. Karakteristik Pemimpin Transformasional 1.
2.
3.
Memiliki VISI kuat. Pemimpin transformasional memiliki visi yang kuat tentang bagaimanapemerintahan berjalan dengan baik serta mampu mentransformasikan visi tersebut ke seluruh aparatur pemerintahan.Visi ini akan mencakup suatu transformasi dari organisasi pemerintahan menuju komitmentotal terhadap pelayanan publik. Memiliki peta untuk tindakan (map for action). Pemimpin Transformasional mengetahuibagaimana menerjemahkan VISI Pemerintahan ke dalam kenyataan.Sekaligus dapat secara efektif merencanakan bagaimana visi yang telah disepakati bersama. Memiliki kerangka untuk visi (frame for vision). Pemimpin Transformasional dapat menyusunvisi ke dalam suatu kerangka kerja yang secara akurat menggabungkan visi itu dengan nilai-nilai yang telah diyakini oleh seluruh elemen pemerintahan.
4.
Memiliki kepercayaan diri (selfconfidence).Pemimpin /transformasional memiliki kepercayaan diri yang tinggi serta selalu bersikap optimis dan tidak kehilangan akal dalam menghadapi suatu masalah. 5. Berani mengambil resiko (risk taking). Pemimpin transfermasional berani mengambil resikodalam merealisasikan visi mereka yang telah ditransformasionalkan menjadi visi bersama. Pemimpin Transformasional menginginkan peru bahan perubahan pendekatan berupa ide-ide baru, praktek-praktek baru, atau cara-cara baru dalam memecahkan masalah kemasyarakatan. 6. Memiliki gaya pribadi Inspirasional.Pemimpin transformasional memiliki magnetis pribadi yang kuat sehingga membuat aparatur pemerintah sebagai pelaksana kebijakannya merasa dekat dan termotivasi menuju peningkatan performansi yang lebih baik dalam kinerjanya. 7. Memiliki kemampuan memotivasi.Pemimpin transformasional memiliki kemampuan mengidentifikasi potensi yang ada dari setiapaparatur, kemudian memotivasi dan membantu setiap aparatur itu secara intelektual berkembanguntuk mencapai VISI organisasi pemerintahan yang telah disepakati bersama. 8. Memiliki kemampuan mengidentifikasi manfaat-manfaat Pemimpin Transformasional memilikikemampuan mengidentifikasi manfaatmanfaat yang diperoleh apabila melaksanakan visitersebut, Pemimpin transformasional dapat secara langsung menunjukkan penghargaan danpengakuan atas keberhasilan apabila mencapai visi pernerintahan. 2. Reformasi Kelembagaan (institutional reform) dan Reformasi manajemen Publik (publicmanagement reform) Untuk mewujudkan Good governance diperlukan Reformasi Kelembagaan (institutional reform) dan reformasi manajemen public (public management reform). Reformasikelembagaan menyangkut pembenahan seluruh alat-alat pemerintahan di daerah baikstruktur maupun infrastrukturnya.Selain Reformasi kelembagaan dan reformasi manajemen sektor public, untuk mendukung terciptanya good governance, maka diperlukan serangkaian reformasi lanjutan terutama yang terkait dengan system pengelolaan keuangan pemerintah daerah, yaitu : 1. 2. 3. 4.
Reformasi Sistem Penganggaran (Budgeting reform) Reformasi Sistem (Accounting Reform) Reformasi Sistem Perneriksaan (Audit Reform) Reformasi Sistem Keuangan Daerah (management Reform)
Akuntansi Manajemen (financial Tuntutan pembaharuan sistem keuangan tersebut adalahagar pengelolaan keuangan uang rakyat (public money) dilakukan secara transparan dengan mendasarkan konsep Value for money sehingga tercipta. akuntabilitas publik.
Dalam setiap penyelenggaraan good governance, harus berlandaskan pada tiga prinsip dasar yaitu: (1) Transparansi adalah keterbukaan dalam manajemen pemerintahan, manajemer Iingkungan, ekonomi, sosial dan politik; (2) Akuntabilitas adalah mempertanggungjawabkankeberhasilan atau kegagalan ke pada pemberi amanah, sampai pemberi amanah atau yang mendelegasikan kewenangan puas terhadap kinerja pelaksanaan kegiatannya (3) Partisipasi dirriana pengambilan keputusan yang demokratis, pengakuan HAM kebebasan pers, kebebasanmengernukakan pendapat, dan mengakomodasi aspirasi masyarakat (partisipasi) ; Ketiga prinsip dasar tersebut, merupakan bagian tak terpisahkan dalam setiap penentuan kebijakanpublik, implementasi, dan pertanggungjawabannya dalam bingkai good governance. Agar goodgovernance menjadi kenyataan dan sukses diperlukan komitmen dari semua pihak, pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat. Good governance yang etektif menuntut adanya kesetaraan, interpretasi, serta etos kerja dan moral yang tinggi sebagai nilai dasar yang harusdipegang - teguh oleh seluruh komponen yang terkait. Dengan demikian, good governance merupakan cita-cita ideal, di mana untuk mencapainyadiperlukan masa transisi dan pelaksanaan secara bertahap (gradual), selain itu diperlukan komitmen yang kuat dari semua pihak yang terkait, dan tindakan nyata ke arah terselenggarnya good governance guna meraih peluang yang selalu terbuka. Akuntansi dan Akuntabilitas Akuntansi adalah gabungan dari aktivitas mengenai analisis, pericatatan, peringkasan dan penginterpretasian transaksi keuangan. Jadi, akuntansi itu bertujuan untuk menyediakan informasi keuangan yang lengkap dan akurat dalam bentuk yang sesuai dan dalam waktu yang tepat (National Committee on Governmental Accounting, 1968). Sementara itu, penyusunan akuntabilitas yang benar sangat tergantung kepada informasi yangdisediakan oleh akuntansi, hingga sistem akuntansi harus didesain sesuai dengan kebutuhan informasi dalam penyusunan akuntabilitas tersebut. Carino (1985) menjelaskan empat jenis akuntabilitas, yaitu: (1) Akuntabilitas tradisional yang memfokuskan diri kepada keteraturan transaksi anggaran serta ketaatan dan keterikatan kepada persyaratan hukum dan kebijaksanaan administratif. Akuntabilitas ini merupakan suatu tanggungjawab birokrasi yang telah' diberi kewenangan untuk melaksanakan suatu fungsi khusus. Dalam hal ini akuntabilitas harus diberikan kepada atasannya dalam jajaran birokrasi; (2) Akuntabilitas manajerial yang memperhatikan efisiensi dan ekonomi dalam penggunaan dana, harta kekayaan tak bergerak, tenaga kerja dan sumber daya lain milik negara; (3) Akuritabilitas program yang fokus perhatiannya adalah kepada hasil operasi pemerintah. Fokus utama dari tipe akuntabilitas ini adalah kepala dari instansi sebagai manager program; (4) Akuntabilitas proses yang menekankan pada prosedur dan metode operasi dan memfokuskandiri kepada black box di dalam sistem yang mengubah masukan menjadi keluaran.
Pada akhir-akhir ini, Amerika Serikat memasuki era baru akuntabilitas dalam program publik,karena keinginan para pembayar pajak akan perlunya perbaikan kinerja pemerintah dan adanyabukti-bukti bahwa program telah dilaksanakan. Untuk keperluan itu, maka sistim akuntabilitas kinerja kemudian disusun (Brinzius dan Compbell,1991). Dalam sistem akuntabilitas kinerja, dimuat kewajiban pernerintah untuk mempertanggungjawabkantingkat pencapaian kinerja yang telah ditetapkan sebelumnya, Sistem ini menyediakan kerangkakerja untuk mengukur hasil jadi tidak hanya menyangkut proses atau beban kerja yang kernudiandiinformasikan agar dapat digunakan secara efektif oleh pemimpin-pemimpin politik, pembuat kebijaksanaan, para manajer program, konsumen pelayanan, dan masyarakat untuk berbagai kebutuhan. Dalam sistem akuntabilitas kinerja, sistem anggaran memegang peranan penting. Akuntabilitas menyangkut juga adanya mekanisme yang menjamin bahwa baik politisi maupun pejabat bertanggungjawab atas tindakan-tindakan mereka dan penggunaan sumber daya publik dan kinerjanya (Minogue, 1987) Uraian di atas menunjukkan bahwa akuntansi diperlukan bagi penyusunan setiap jenis akuntabilitas, tentu saja dengan penyesuaian bentuk, isi dan waktu pelaporan. Makna Akuntabilitas Makna atau pengertian akuntabilitas dilihat dari aspek manajemen pemerintah, sebagai berikut: (I) Akuntabilitas, menurut Tokyo Declaration of Guidelines on Public Accountability (1985), adalah kewajiban-kewajiban dari individu-individu atau penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumber-sumber daya publik serta yang berkaitan, guna menjawab hal-hal yang menyangkut pertanggungjawaban fiskal, manajerial, dan program atau kegiatan; (2) Akuntabilitas adalah perwujudan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan atas pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan, melalui suatu media pertanggungjawaban secara periodik (Tim Studi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah- BPKP). Kewajiban-kewajiban individu atau penguasa dimaksud, terutama berkaitan dengan aktivitas birokrasi dalam memberikan pelayanan sebagai kontra prestasi atas hakhaknya yang telah dipungut langsung maupun tidak langsung dari masyarakat. Hal ini, berarti pula menyangkut kelayakan atau ketidaklayakan keberhasilan atau kegagalan kinerja di bidang pelayanan public yang merupakan aktivitas utama. Karena itu, perlu pertanggunjawaban melalui media yang disusun berdasarkan standar yang eksplisit, selanjutnya dikomunikasikan kepada pihak internal maupun eksternal (publik) secara periodik maupun insidental, sebagai keharusan hukum dan bukan semata-mata karena kesukarelaan. Akuntabilitas (accountability) sebagai salah satu prasyarat dari penyelenggaraan negara yang baik, didasarkan pada konsep organisasi dalam manajemen, menyangkut: (I)
Luas kewenangan dan rentang kendali (spand of controls) organisasi; (2) Faktor-faktor yang dapat dikendalikan(controllable) dan tidak dapat dikendalikan (uncontrollable) pada level manajemen atau tingkat kekuasaan tertentu Rentang manajemen berjalan paralel dengan pertumbuhan organisasi, semakin bertambah besar organisasi dari suatu entitas dituntut pendelegasian wewenang yang lebih luas, atau perlunya pemisahan kekuasaan yang proporsional. Konsekuensinya, adabeberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan tertentu yang sebenarnyaberlaku secara berjenjang atau berdasarkan pemisahan kekuasaan yang ada, artinya: (1) Kontrolabel pada kekuasaan legislatif, tapi tidak kontrolabel bagi kekuasaan eksekutif. Contohnya, pernbahasan dan persetujuan atas rancangan undang-undang adalah kontrolabel, bagipemegang kekuasaan legistatif (DPR). Sedangkan, pelaksanaan atas undang-undang yang telah disahkan tersebut adalah kontrolabel bagi kekuasaan eksekutif (Presiden); (2) Kontrolabel pada tingkat keputusan manajer pucuk, tetapi tidak kontrolabel pada tingkatan manajer menengah. Contohnya, keputusan investasi- atau ekpansi mesin pabrik adalah kewenangan Direksi perusahaan, sedangkan penentuan besarnya penyusutan tahunan atas mesin pabrik berada pada Manajer Produksi atau Keuangan. Karena itu, besarnya kapital inisial yang dikeluarkan untuk ekspansi, adalah kontrolabel bagi Direksi tapi tidak kontrolabel bagi Manajer Produksi,sedangkan besarnya biaya penyusutannya kontrolabel bagi Manajer Produksi, tapi tidak kontrolabel bagi Direksi perusahaan. Dengan demikian, sesuatu yang dapat dikendalikan (controllable), harus dapat dipertanggungjawabkan (accountable) oleh manajer atau pejabat publik yang berwenang.Sebaliknya, yang tidak kontrolabel adalah tidak akuntabel. Dalam pelaksanaaan akuntabilitas, pejabat publik harus mengenal lingkungannya (environment) baik internal maupun eksternal, artinya dalam situasi bagaimana ia dioperasionalkan, karena akuntabilitas itu hanyadapat tumbuh dan berkernbang dalam suasana demokratis, keterbukaan, dan aspirasi masyarakat diakomodasi dengan baik, sehingga di negara otokratis dan tertutup, akuntabilitas tidak akan bisa bersemi. Pemerintah harus menyadari pula bahwa aktivitas pelayanan masyarakat, adalah hal yang tidakbisa dipisahkan dari amanat dan interaksinya dengan publik sebagai keniscayaan yang harus dilakukan, dan mempertanggungjawabkan perkembangan seluruh hasil pelaksanaan kegiatannya melalui media yang sesuai dan dapat diterima oleh publik. Tipe Akuntabilitas Tipe atau jenis akuntabilitas, dapat dikatagorikan menjadi dua, yaitu akuntabilitas internal dan akuntabilitas eksternal. a. Akuntabilitas Internal Berlaku bagi setiap tingkatan dalam organisasi internal penyelenggara negara termasuk pemerintah, dimana setiap pejabat atau petugas publik baik individu atau kelompok secarahirarki berkewajiban untuk mernpertanggungjawabkan kepada atasan
langsungnya secara build in mengenai perkembangan kinerja atau hasil pelaksanaan kegiatannya secara periodik maupun sewaktu-waktu bila dipandang perlu. Keharusan akuntabilitas internal pemerintah tersebut, telah dimanatkan dalam instruksi Presiden Nomor 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas KinerjaInstansi Pemerintah (AKIP), yang mengintsruksilan kepada: (1) Para Menteri; (2) Panglima TNI; (3) Gubernur Bank Indonesia; (4) Jaksa Agung; (5) Kepala Kepolisian RI; (6) Para Pimpinam Lembaga Pemerintah Non Departemen; (7) Para Pimpinan Sekretariat Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara; (8) Para Gubemur; (9) Para Bupati/Walikota antara lain, untuk melaksanakan: (1) Akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, sebagai wujud pertanggungjawabannya dalam mencapai misi dan tujuan organisasi; (2) Setiap instansi pemerintah sampai tingkat eselon II harus mempunyai Perencanaan Strategik tentang program-program utama yang akan dicapai selama 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) tahunan; (3) Perencanaan strategik dimaksud, mencakup: (a)Uraian tentang: visi, misi, strategi, dan faktor-faktor kunci keberhasilan organisasi; (b) Uraian tentang tujuan, sasaran, dan aktivitas organisasi; (c) Uraian tentang cara mencapai tujuan dan sasaran tersebut; (4) Setiap akhir tahun, instansi pemerintah menyampaikanLaporan Akuntabilitas .Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) kepada Presiden dan salinannyadisampaikan kepada Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP); (5) Kepala BPKP,mengevaluasi terhadap laporan akuntabilitas instansi pemerintah, dan melaporkan kepada Presiden melalui Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan salinannya disampaikan kepada Kepala Lembaga Administrasi Negara. b. Akuntabillitas Eksternal Melekat pada setiap lembaga negara sebagai suatu organisasi untuk mempertanggungjawabkan semua amanat yang telah diterima dan dilaksanakan ataupun perkembangannya untuk dikomunikasikan kepada pihak esksternal dan lingkungannya (public or external ccountability and environment). Contoh keharusan akuntabilitas publik: (1) Bank Indonesia, wajib menyampaikan informasi kepada publik secara terbuka melalui media masa setiap awal tahun anggaran (tahun kalender), yang memuat: Evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan moneter pada tahun sebelumnya dan rencana kebijakan moneter serta penetapan sasaran-sasaran moneter untuk tahun yang akan datang dengan mempertimbangkan sasaran laju inflasi serta perkembangan kondisi ekonomi dan keuangan. Selain itu, Bank Indonesia, wajib mengumumkan laporan keuangan tahunannya (annual report) kepada publik melalui media masa; (2) MPR mengadakan sidang tahunan untuk mendengarkan dan membahas laporan Presiden dan Lembaga Tinggi Negara mengenai pelaksanaan ketetapan Majelis serta menetapkan putusan Majelis lainnya. Dalam pelaksanaannya, Lembaga-Lembaga Tinggi Negara: Presiden, DPR, MA, DPA, dan BPK, mempertanggungjawaban atas perkembanganpelaksanaan tugas dan fungsinya (progress report) dalam sidang MPR tahunan, yang diliput oleh media massa secara luas, merupakan bentuk pertanggungjawabkan atau akuntabilitas publik. 3. Membangun Partisipasi Masyarakat
Partisipasi merupakan perwujudan dari berubahnya paradigma mengenai peran masyarakat dalam pembangunan. Masyarakat bukanlah sekedar penerima manfaat (beneficiaries) atau objek belaka, melainkan agen pembangunan (subjek) yang mempunyai porsi yang penting. Dengan prinsip "dari dan untuk rakyat", mereka harus memiIiki akses pada pelbagai institusi yang mempromosikan pembangunan. Karenanya, kualitas hubungan antara pemerintah dengan warga yang dilayani dan dilindunginya menjadi penting di sini. Hubungan yang pertama mewujud lewat proses suatu pemerintahan dipilih. Pemilihan anggota legislatif dan pimpinan eksekutif yang bebas dan jujur merupakan kondisi inisialyang dibutuhkan untuk memastikan bahwa hubungan antara pemerihtah yang diberi mandat untuk menjadi "dirigen" tata pemerintahan ini dengan masyarakat (yang diwakili legislatif) dapat berlangsung dengan baik. Pola hubungan yang kedua adalah keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan.Kehadiran tiga domain pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil dalam proses ini amatpenting untuk memastikan bahwa proses "pembangunan" tersebut dapat memberikan manfaat yangterbesar atau "kebebasan" (mengutip Amartya Zen) bagi masyarakatnya. Pemerintah menciptakan lingkungan politik, ekonomi, dan hukum yang kondusif. Sektor swasta menciptakan kesempatan kerja yang implikasinya meningkatkan peluang untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Akan halnya masyarakat sipil (lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat, organisasi keagamaan, koperasi, serikat pekerja, dan sebagainya)memfasilitasi interaksi sosial-politik untuk berpartisipasi dalam berbagai aktivitas ekonomi, sosial, dan politik. Sementara itu, di tingkat praktis, partisipasi dibutuhkan untuk mendapatkan informasi yang andal dari sumber pertama, serta untuk mengimplementasikan pemantauan atas atas implementasikebijakan pemerintah, yang akan meningkatkan "rasa memiliki" dan kualitas implementasi kebijakan tersebut. Di tingkatan yang berbeda, efektivitas suatu kebijakan dalam pembangunan mensyaratkan adanya dukungan yang luas dan kerjasama dari semua pelaku (stakeholders) yang terlibat dan memiliki kepentingan. Implementasi Partisipasi Publik Keterlibatan masyarakat diperlukan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan suatu program. Mekanisme kontrol dapat langsung dilakukan tanpa perlu menunggu suatu kesalahan atau penyelewengan terjadi. Selain itu,rasa memiliki masyarakat akan meningkat karena mereka terlibat dalam setiap proses pengelolaan program; suatu perubahan peran masyarakat dari "konsumen" (objek terakhir) semata menjadi bagian dari "produsen" (salah satu pelaku utama). Satu hal yang penting untuk diperhatikan di siru adalah sifat keterlibatan itu. Pelibatan masyarakat yang bersifat mobilisasi (tidak partisipatif) dan tidak diikuti dengan pemberian wewenang tidak akan bermanfaat dalam peningkatan kinerja suatu program. Pembangunan daerah harus dilakukan bersama dengan masyarakat, bukan untuk
masyarakat. Dalam pengelolaan program-program JPS, mulai tahun anggaran 1999/2000 diperkenalkan Forum Lintas Pelaku (FLP) atau stakeholders' forum yang merupakan ruang publik tempat masyarakat dan pemerintah dapat berinteraksi, berdiskusi, dan mencari pemecahan berbagai masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan berbagai program JPS di masing-masing kabupaten/ kota. Dalam implementasinya, masih cukup banyak masalah yang dihadapi. Di beberapa wilayah, dominasi pemerintah daerah masih sangat tinggi dan FLP hanyalah menjadi alat legitimasi (bahwa berbagai komponen masyarakat telahdilibatkan). Situasi sebaliknya juga terjadidi banyak daerah; organisasi non-pemerintah mendominasi FLP dan mengalienasi pernerintah daerah, sehingga FLP menjadi forum pemantauan semata. Walaupun demikian, diharapkan bahwa masingmasing FLP dapat merumuskan fungsi, wewenang, dan mekanisme kerjanya, sesuai dengan karakteristik masing-masing daerah. Di masamendatang, FLP diharapkan dapat berkelanjutan (sustainable) dan mampu bertransformasi menjadisebuah ruang publik (public sphere) yang bukan hanya tertentu pada program-program JPS, melainkan tempat seluruh unsur masyarakat dan pemerintah daerah dapat berdialog, merumuskan visi, mengidentifikasi kebutuhan dan prioritas, serta memecahkan berbagai masalah setempat (sebagai misal Forum Perkotaan atau sejenisnya).
Penutup Agenda ke Depan Menyimak secara kritis uraian di atas boleh jadi optimisme pada sebagian elemen pemerintahanDaerah akan hadir dan menjadi terang benderang; Bila langkah-langkah strategis untuk Pencapaian good governance dan peningkatan kesejahteraan yang lebih baik bagi rakyat akan mampu kita Iaksanakan secara fokus, konsisten dan dinasais. Oleh karena itu sangat beralasan jika kita harus menyiapkan agenda kedepan berupa pengkajiankembali terhadap berbagai kebijakan yang berlaku sekarang untuk menentukan format penyelenggaraan negara pemerintahan yang memberi manfaat terbesar kepada rakyat. Berupa : 1.
Melakukan Pencegahan dan Penindakan Praktik KKN di Tubuh Birokrasi dengan cara • Tidak adanya manipulasi pajak; • Tidak adanya pungutan liar; • Tidak adanya manipulasi tanah; • Tidak adanya manipulasi kredit; • Tidak adanya penggelapan uang negara; • Tidak adanya pemalsuan dokumen; • Tidak adanya pembayaran fiktif; • Proses pelelangan (tender) berjalan dengan fair ;
2.
• Tidak adanya penggelembungan nilai kontrak ( mark-up ); • Tidak adanya uang komisi; • Tidak adanya periundaan pembayaran kepada rekanan; • Tidak adanya kelebihan pembayaran; • Tidak adanya ketekoran biaya. Melakukan Pemberdayaan masyarakat dan memberikan kepastian Hukum bagi semua pihak. dengan upaya-upaya sebagai berikut: • Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik. • Berjalannya mekanisme dialog dan musyawarah terbuka dengan masyarakat dalam perumusan program dan kebijakan layanan publik (seperti forum konsultasi publik). • Adanya kepastian dan penegakan hukum; • Adanya penindakan terhadap setiap pelanggar hukum; • Adanya pernahaman mengenai pentingnya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan. • Terjaminnya konsistensi dan kepastian hukum seluruh peraturan perundang-undangan, baik di tingkat pusat maupun daerah. • Hukum menjadi landasan bertindak bagi aparatur pemerintahan dan masyarakat untuk mewujudkan pelayanan publik yang baik. • Kalangan dunia usaha swasta akan merasa lebih aman dan terjamin ketika menanamkan modal dan menjalankan usahanya karena ada aturan main (rule of the game) yang tegas, jelas, dan mudah dipahami oleh masyarakat. • Tidak akan ada kebingungan di kalangan pemerintah daerah dalam melaksanakan tugasnya serta berkurangnya konflik antarpemerintah daerah serta antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. • Akhirnya Perlu adanya kesepakatan bersama serta rasa optimistik yang tinggi dari seluruh komponen bangsa bahwa kepemerintahan yang baik dapat diwujudkan demi mencapai masa depan bangsa dan negara yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) 1999 Tim Studi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Leaflet Paket Hasil Studi: (1) Perwujudan Pemerintahari yangBaik, (2) Perencanaan Stratrgis, (3) Akuntabilitas, (4) Pengukuran Kinerja, dan (5) Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintas, Jakarta: BPKP. Harbani Pasolong. 2007. Teori Administrasi Publik, Bandung: Penerbit Alfabeta. Loekman Soetrisno. 1995. Menuju Masyarakat Partisipatif, Yogyakarta: Kanisius. Sofian Effendi. 2008. Membangun Good governance. Yogyakarta: UGM. Warsito Utomo. 2006. Administrasi Publik: Baru Indonesia.Yogyakarta: Pustaka Pelajar Mardiasmo, MBA, Akuntansi Sektor Yogyakarta: Andi Offset AK.2009. Riant Nugroho D. 2004. Kebijakan Publik. Publik Formulasi, Implementasi, Dan Evaluasi. Jakarta: Elex Media Komputindo.