26
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kurva Pertumbuhan Chlorella vulgaris Pertumbuhan pada organisme uniseluler (termasuk Chlorella vulgaris) didefinisikan sebagai suatu peningkatan massa sel dan disertai ukurannya oleh sintesis makromolekul yang menghasilkan struktur baru (Becker 1994). Penentuan pola pertumbuhan pada Chlorella vulgaris dengan melakukan sampling untuk menghitung jumlah sel Chlorella vulgaris setiap hari menggunakan hemasitometer dan mikroskop. Nilai kepadatan sel yang didapat dari penghitungan matematis selanjutnya diturunkan dengan pendekatan logaritmik (log) kemudian diplotkan ke dalam suatu grafik sehingga didapatkan kurva kurva pertumbuhan.
Tabel kepadatan sel
Chlorella vulgaris selama pertumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 2.
Kurva
pertumbuhan Chlorella vulgaris dapat dilihat pada Gambar 5.
Log jumlah sel (sel/ml)
7.5
6.5
5.5 0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
30
Umur Kultur (Hari) Keterangan : = Kurva pertumbuhan Chlorella vulgaris umur panen 9 hari = Kurva pertumbuhan Chlorella vulgaris umur panen 18 hari = Kurva pertumbuhan Chlorella vulgaris umur panen 27 hari
Gambar 5 Kurva pertumbuhan Chlorella vulgaris Pertumbuhan Chlorella vulgaris selain ditentukan dengan penghitungan jumlah sel juga dapat ditentukan dengan penghitungan kepadatan optik.
Kepadatan optik Chlorella vulgaris diukur setiap harinya menggunakan spektrofotometer uv-vis pada panjang gelombang 450 nm. Nilai absorbansi yang didapat dari pengukuran rapat optis selanjutnya diturunkan dengan pendekatan
27
logaritmik normal (ln) kemudian diplotkan ke dalam suatu grafik sehingga didapatkan kurva pertumbuhan. Tabel kepadatan optik Chlorella vulgaris selama pertumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 3.
Kurva kepadatan optik
Chlorella vulgaris dapat dilihat pada Gambar 6.
Ln jumlah sel
1 0 0
2
6
4
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
30
-1 -2 -3 Umur Panen (Hari) Keterangan : = Kurva kepadatan optik Chlorella vulgaris umur panen 9 hari = Kurva kepadatan optik Chlorella vulgaris umur panen 18 hari = Kurva kepadatan optik Chlorella vulgaris umur panen 27 hari
Gambar 6 Kurva kepadatan optik Chlorella vulgaris Hubungan antara kepadatan sel dan kepadatan optik pada fase pertumbuhan dapat ditentukan dengan analisa regresi linier. Kurva hubungan
antara kepadatan sel dengan kepadatan optik (450 nm) pada kultur
Absorban kepadatan sel 450 nm
Chlorella vulgaris dapat dilihat pada Gambar 7. 1.6 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0
y = 0.053x + 0.033 R² = 0.945
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
Jumlah sel (106sel/ml) Gambar 7 Hubungan antara kepadatan sel dan kepadatan optik (450 nm) pada kultur Chlorella vulgaris
28
Berdasarkan hasil analisa regresi linier hubungan antara kepadatan sel dan kepadatan optik (450 nm) pada kultur Chlorella vulgaris dapat dinyatakan erat. Nilai R2 memiliki korelasi positif antara kepadatan optik dan kepadatan sel Chlorella vulgaris karena titik-titik data menggerombol mengikuti suatu garis lurus dengan kemiringan positif. Chlorella vulgaris pada penelitian ini memiliki pola pertumbuhan yang dimulai dari fase logaritmik (eksponensial), fase penurunan laju pertumbuhan dan fase stasioner.
Gambar 5 dan 6 menunjukan bahwa fase logaritmik
Chlorella vulgaris pada semua perlakuan umur panen dimulai pada awal kultivasi sampai hari ke-4, fase penurunan laju pertumbuhan dicapai pada hari ke-5 sampai hari ke-6 dan fase stasioner dicapai pada hari ke-7 sampai dengan pada hari pemanenan tiap perlakuan. Chlorella vulgaris yang diinokulasi berasal dari fase log sehingga tidak mengalami fase lag (fase adaptasi).
Media dan kondisi
lingkungan yang sama antara media inokulum dengan kultur menyebabkan Chlorella vulgaris tidak perlu lagi melalui fase lag atau adaptasi untuk dapat tumbuh. Fase logaritmik ditandai dengan naiknya laju pertumbuhan yang disertai dengan meningkatnya kepadatan sel dan kepadatan optik. Kepadatan sel umur panen 9 hari pada hari pertama adalah 9,16 x 105 sel/ml dan hari ke-4 adalah 12,80 x 106 sel/ml, sedangkan kepadatan optik umur panen 9 hari pada hari pertama adalah 0,08 dan hari ke-4 adalah 0,59. Kepadatan sel umur panen 18 hari pada hari pertama adalah 2,46 x 106 sel/ml dan hari ke-4 adalah 12,83 x 106 sel/ml, sedangkan kepadatan optik umur panen 18 hari pada hari pertama adalah 0,19 dan hari ke-4 adalah 0,79. Kepadatan sel umur panen 27 hari pada hari pertama adalah 9,58 x 105 sel/ml dan hari ke-4 adalah 10,04 x 106 sel/ml, sedangkan kepadatan optik umur panen 27 hari pada hari pertama adalah 0,12 dan hari ke-4 adalah 0,56. Ciri metabolisme selama fase log adalah aktivitas fotosintesis yang tinggi untuk pembentukan protein dan komponen penyusun
plasma sel
yang dibutuhkan dalam pertumbuhan
(Fogg 1975). Chlorella vulgaris memasuki fase penurunan laju pertumbuhan pada hari ke-5 sampai hari ke-6. Penambahan jumlah sel memasuki fase penurunan laju
29
pertumbuhan sedikit lebih lambat dibandingkan fase log. Kepadatan sel umur panen 9 hari, 18 hari dan 27 hari pada hari ke-5 secara berturut-turut adalah 14,23 x 106 sel/ml; 15,34 x 106 sel/ml; dan 10,39 x 106 sel/ml sedangkan hari ke-6 kepadatan sel umur panen 9 hari, 18 hari dan 27 hari secara berturut-turut adalah 15,79 x 106 sel/ml; 16,95 x 106 sel/ml; dan 11,03 x 106 sel/ml. Kepadatan optik umur panen 9 hari, 18 hari dan 27 hari pada hari ke-5 secara berturut-turut adalah 0,63; 0,86 dan 0,63; sedangkan hari ke-6 kepadatan optik umur panen 9 hari, 18 hari dan 27 hari secara berturut-turut adalah 0,63; 0,81; dan 0,66. Pertumbuhan sel tidak stabil, tetapi jumlah populasi masih naik karena jumlah sel yang tumbuh masih lebih banyak daripada jumlah sel yang mati pada fase penurunan laju pertumbuhan (Fardiaz 1989). Chlorella vulgaris memasuki fase stasioner pada hari ke-7. Fase stasioner merupakan tahap pertumbuhan yang konstan dimana laju reproduksi sama dengan laju kematian. Penambahan dan pengurangan jumlah mikroalga relatif sama atau seimbang sehingga kepadatannya tetap (Becker 1994). Kepadatan sel hari ke-7 untuk umur panen 9 hari, 18 hari dan 27 hari secara berturut-turut adalah 15, 86 x 106 sel/ml; 19,97 x 106 sel/ml; dan 12,85 x 106 sel/ml. Kepadatan optik hari ke-7 untuk umur panen 9 hari, 18 hari dan 27 hari secara berturut-turut adalah 0,77; 0,96; dan 0,68. Kepadatan sel Chlorella vulgaris pada saat umur panen 9 hari, 18 hari dan 27 hari secara berturut-turut adalah 19, 64 x 106 sel/ml; 22,67 x 106 sel/ml; dan 17,84 x 106 sel/ml. Kepadatan optik pada saat pemanenan untuk umur panen 9 hari, 18 hari dan 27 hari secara berturut-turut adalah 0,87; 1,33; dan 1,06. Hal ini menunjukkan bahwa selama fase stasioner masih terjadi pembelahan sel. Selama proses kultivasi, warna kultur akan berubah dari hijau cerah menjadi hijau tua. Perubahan warna tersebut menandakan terjadinya peningkatan kepadatan sel. Perubahan warna pada kultur Chlorella vulgaris terjadi karena dominasi pigmen klorofil yang berwarna hijau (Borowitzka 1988). Perubahan warna kultur Chlorella vulgaris pada hari yang berbeda ditunjukkan pada Gambar 8.
30
(A)
(B)
Gambar 8 Perubahan warna kultur Chlorella vulgaris pada hari yang berbeda (A = hari ke-1, B= hari ke-18). Berat kering dan berat organik meningkat seiring dengan bertambahnya umur panen. Biomassa Chlorella pyrenoidosa dan Chlorella sp. menunjukkan kecenderungan peningkatan biomassa kering sehubungan dengan waktu pengukuran,
yaitu
pada
umur
panen
4
hari
berat
biomassa
kering
Chlorella pyrenoidosa dan Chlorella sp. adalah 0,7 mg/l dan pada umur panen 15 hari biomassa kering Chlorella pyrenoidosa dan Chlorella sp. secara berturut-turut adalah 1,5 mg/l dan 1,8 mg/l (Sriharti 2004). Kepadatan populasi berada pada puncaknya pada fase stasioner, sehingga meningkatkan biomassa dari kultur (Fogg 1975). Berat kering (g/l) pada umur panen 9 hari, 18 hari dan 27 hari secara berturut-turut adalah 0,22; 0,35; dan 0,37. Berat organik (g/l) pada umur panen 9 hari, 18 hari dan 27 hari secara berturut-turut adalah 0,20; 0,33; dan 0,35. Analisa ragam menunjukkan bahwa umur panen yang berbeda mempengaruhi berat kering dan berat organik Chlorella vulgaris secara nyata (P < 0,05) (Lampiran 4c dan 4f). Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa berat kering dan berat organik umur panen 9 hari mempunyai perbedaan yang signifikan satu dengan yang lainnya, serta umur panen 18 hari dan umur panen 27 hari tidak mempunyai perbedaan yang signifikan satu dengan yang lainnya (Lampiran 4d dan 4g). Perubahan berat kering dan berat organik Chlorella vulgaris pada umur panen yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 9.
31
b
Berat biomassa (g/l)
0.4 0.3
b
b
a
b
a
0.2 0.1 0.0 B kering (g/l)
B organik (gr/l)
Keterangan : = Berat kering dan organik (g/l) Chlorella vulgaris umur panen 9 hari = Berat kering dan organik (g/l) Chlorella vulgaris umur panen 18 hari = Berat kering dan organik (g/l) Chlorella vulgaris umur panen 27 hari
Gambar 9 Berat kering dan berat organik (g/l) Chlorella vulgaris pada umur panen yang berbeda Produktivitas adalah kemampuan suatu organisme untuk menghasilkan produk atau hubungan antara produk yang dihasilkan dengan jumlah waktu yang dibutuhkan. Produktivitas (g/l/hari) Chlorella vulgaris pada umur panen yang
Produktivitas (g/l/hari)
berbeda dapat dilihat pada Gambar 10. a
0.08
b 0.06
c 0.04 0.02 0.00 9
18
27
Umur Panen kultur Chlorella vulgaris (Hari) Gambar 10
Produktivitas (g/l/hari) Chlorella vulgaris pada umur panen yang berbeda
Produktivitas Chlorella vulgaris menurun dengan bertambahnya umur panen. Produktivitas (g/l/hari) Chlorella vulgaris pada umur panen 9 hari, 8 hari, dan 27 hari berturut-turut adalah 0,076; 0,057; dan 0,041.
Penurunan kadar
nitrogen akan menurunkan produktivitas sel alga. Keterbatasan unsur nitrogen
32
membuat sel mikroalga tidak mampu melakukan proses biosintesa dan metabolisme secara maksimal (Michael 1980 diacu dalam Csavina 2008). Analisa ragam menunjukkan bahwa umur panen
yang berbeda
mempengaruhi produktivitas Chlorella vulgaris secara nyata (P < 0,05) (Lampiran 5c). Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa umur panen 9 hari, 18 hari, dan 27 hari mempunyai perbedaan yang signifikan satu dengan yang lainnya (Lampiran 5d). 4.2 Komposisi Berbeda
Kimia
Biomassa Chlorella vulgaris pada Umur Panen
Komposisi kimia mikroalga sangat tergantung pada ketersediaan nutrien dan kondisi lingkungan seperti intensitas cahaya, lama pencahayaan, suhu, dan lain-lain (Becker 1994). Kandungan protein, karbohidrat dan lipid pada alga diukur pada berbagai macam fase pertumbuhan untuk mengetahui perbedaan produktivitas komposisi kimianya. Kandungan protein, karbohidrat, dan lipid
Komposisi kimia biomassa (%)
pada umur panen yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 11. a 40 b 30
c
b ab
a b
20
a
a
10 0 protein
karbohidrat
lipid
Keterangan : = Kandungan protein, karbohidrat, dan lipid (%) Chlorella vulgaris umur panen 9 hari = Kandungan protein, karbohidrat, dan lipid (%) Chlorella vulgaris umur panen 18 hari = Kandungan protein, karbohidrat, dan lipid (%) Chlorella vulgaris umur panen 27 hari
Gambar 11 Kandungan protein, karbohidrat, dan lipid Chlorella vulgaris pada umur panen yang berbeda Kandungan protein Chlorella vulgaris mengalami penurunan dengan bertambahnya umur panen. Persentase kadar protein pada umur panen 9 hari, 18 hari, dan 27 hari berturut-turut adalah 39,02%; 31,01%; dan 21,97% berat
33
kering.
Analisa ragam menunjukkan bahwa umur panen yang berbeda
mempengaruhi kandungan protein Chlorella vulgaris secara nyata (P < 0,05) (Lampiran 6c). Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa kandungan protein pada umur panen 27 hari, 18 hari, dan 9 hari mempunyai perbedaan yang signifikan satu dengan yang lainnya (Lampiran 6d). Kandungan karbohidrat Chlorella vulgaris meningkat pada umur panen 18 hari dan menurun pada umur panen 27 hari. Persentase kandungan karbohidrat pada umur panen 9 hari, 18 hari, dan 27 hari berturut-turut adalah 23,05%; 26,13%; dan 22,56% berat kering. Analisa ragam menunjukkan bahwa umur panen yang berbeda mempengaruhi kandungan karbohidrat Chlorella vulgaris secara nyata (P < 0,05) (Lampiran 7c). Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa kandungan karbohidrat pada umur panen 9 hari tidak memiliki perbedaan signifikan satu dengan yang lain dan umur panen 18 hari mempunyai perbedaan yang signifikan dengan umur panen 27 hari (Lampiran 7d). Kandungan lipid Chlorella vulgaris mengalami peningkatan dengan bertambahnya umur panen.
Persentase kadar lipid pada umur panen 9 hari,
18 hari, dan 27 hari berturut-turut adalah 11,94%; 12,96%; dan 16,51% berat kering.
Analisa ragam menunjukkan bahwa umur panen yang berbeda
mempengaruhi kandungan lipid Chlorella vulgaris secara nyata (P < 0,05) (Lampiran 8c). Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa kandungan lipid pada umur panen 9 hari dan 18 hari tidak mempunyai perbedaan yang signifikan satu dengan yang lainnya, sedangkan umur panen 27 hari mempunyai perbedaan yang signifikan dengan yang lainnya. Kandungan nitrogen di dalam media berkurang sejalan dengan akhir fase pertumbuhan (Siron et al. 1989). Mikroalga ketika berada pada kondisi stress seperti kekurangan nutrien akan merubah penggunaan karbon dari proses pertumbuhan menjadi cadangan energi seperti lipid (Piorreck et al. 1984 diacu dalam Csavina 2005). Total lipid dan karbohidrat meningkat serta kandungan protein menurun pada saat mikroalga memasuki fase stasioner (Ogbonna & Tanaka 1996; Zhu et al. 1997; Lourenco et al. 1997 diacu dalam Catherine et al. 2003).
34
Kandungan lipid mikroalga meningkat pada kondisi nutrien yang terbatas. Penelitian yang dilakukan pada lima spesies Chlorella yang ditumbuhkan pada media yang kekurangan nitrogen menunjukkan adanya peningkatan kandungan lipid pada kelima spesies Chlorella tersebut. Peningkatan tertinggi ditunjukkan oleh Chlorella vulgaris yang kandungan lipidnya meningkat dari 18% menjadi 40% berat kering dan Chlorella Emersonii yang kandungan lipidnya meningkat dari 29% menjadi 63% berat kering (Iiiman et al. 2000 diacu dalam Csavina 2005). Penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan lipid pada Chlorella meningkat pada kondisi nitrogen yang terbatas. 4.3 Kandungan Klorofil Chlorella vulgaris pada Umur Panen yang Berbeda Klorofil adalah pigmen utama yang berwarna hijau pada semua makhluk hidup yang mampu melakukan fotosintesis. Klorofil bersifat larut dalam lipid karena keberadaan gugus fitolnya (C20H39OH). Klorofil sangat peka terhadap cahaya dan panas. Pemanasan dapat mengakibat denaturasi protein sehingga klorofil yang berikatan kompleks dengan protein menjadi tidak terlindungi. Pengerjaan klorofil dan penyimpanan klorofil harus dilakukan dalam ruang gelap atau ruang redup dengan cahaya yang aman dan sejuk (Gross 1991). Kandungan klorofil-a dan klorofil-b Chlorella vulgaris mengalami perubahan dengan bertambahnya umur panen.
Persentase kadar klorofil-a
Chlorella vulgaris pada umur panen 9 hari, 18 hari, dan 27 hari berturut-turut adalah 0,14%; 0,15%; dan 0,11% berat kering.
Persentase kadar klorofil-b
Chlorella vulgaris pada umur panen 9 hari, 18 hari, dan 27 hari berturut-turut adalah 0,05%; 0,05%; dan 0,04% berat kering. Analisa ragam
menunjukkan
bahwa umur panen
mempengaruhi
kandungan klorofil-a Chlorella vulgaris secara nyata (P < 0,05) (Lampiran 9c). Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa kandungan klorofil-a pada umur panen 9 hari dan 18 hari tidak memiliki perbedaan yang signifikan satu dengan yang lainnya sedangkan umur panen 27 hari memiliki perbedaan yang signifikan dengan yang lainnya (Lampiran 9d). Analisa ragam menunjukkan bahwa umur panen tidak mempengaruhi kandungan klorofil-b Chlorella vulgaris secara nyata (P > 0,05) (Lampiran 9f). Kandungan klorofil-a dan klorofil-b pada umur panen yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 12.
35
Kandungan klorofil (%)
a
a
0.15
b
0.12 0.09
a
0.06
a
a
0.03 0 klorofil-a
klorofil-b
Keterangan : = Kandungan klorofil-a dan klorofil-b (%) Chlorella vulgaris umur panen 9 hari = Kandungan klorofil-a dan klorofil-b (%) Chlorella vulgaris umur panen 18 hari = Kandungan klorofil-a dan klorofil-b (%) Chlorella vulgaris umur panen 27 hari
Gambar 12 Kandungan klorofil-a dan klorofil-b Chlorella vulgaris pada umur panen yang berbeda Penurunan kandungan klorofil diduga sangat berkaitan dengan telah terserap habisnya nutrien yang menjadi faktor pembatas tumbuh alga tersebut. Nutrien essensial yang dibutuhkan untuk mensintesis zat-zat organik termasuk klorofil pada saat fotosintesis adalah nitrat. Medium yang mengalami defisiensi nitrogen akan menurunkan sintesis klorofil, karena kondisi sel yang mulai
mengalami kemunduran (Nybakken 1988).
Kekurangan Mg juga dapat
mengakibatkan rendahnya kandungan klorofil, karena Mg merupakan bahan dasar pembentuk klorofil (Tjahjo et al. 2002). Perbandingan rasio klorofil-a terhadap klorofil-b pada Chlorella vulgaris
pada umur panen 9 hari, 18 hari dan 27 hari secara berturut-turut yaitu 2,7:1; 2,9:1; dan 2,7:1. Jumlah klorofil-a lebih banyak dibandingkan klorofil-b. Rasio
klorofil-a terhadap klorofil-b umumnya sebesar 3:1 (Gross 1991). Rumus molekul klorofil-a adalah C55H72N4O5Mg, sedangkan klorofil-b
adalah C55H70N4O6Mg. Klorofil-b berbeda dengan klorofil-a karena klorofil-b mempunyai satu grup formil (-CHO-) pada cabang ke tiganya sedangkan
klorofil-a mempunyai grup metil (-CH3-) pada cabang ke tiganya. Klorofil-b relatif lebih polar dibandingkan klorofil-a, namun demikian klorofil-b termasuk senyawa non polar. Klorofil berwarna hijau karena menyerap secara kuat daerah merah dan biru dari spektrum sinar tampak. Perbedaan kecil dalam struktur dari dua klorofil menghasilkan perbedaan dalam penyerapan spektrum, biru-hijau
36
untuk klorofil-a dan kuning-hijau untuk klorofil-b. Posisi penyerapan maksimum bervariasi sesuai dengan pelarut yang digunakan. Klorofil merupakan ester dan larut pada pelarut organik (Gross 1991). Klorofil mempunyai tiga fungsi utama dalam proses fotosintesis yaitu memanfaatkan energi matahari, memicu fiksasi CO2 menjadi karbohidrat dan menyediakan dasar energetik bagi ekosistem secara keseluruhan (Gross 1991). Klorofil banyak dimanfaatkan sebagai food suplement untuk membantu mengoptimalkan fungsi metabolik, sistem imunitas, detoksifikasi, dan meredakan radang (inflamatorik). Klorofil juga dapat merangsang pembentukan darah karena menyediakan bahan dasar dari pembentuk haemoglobin. Peran ini disebabkan karena struktur klorofil yang menyerupai hemoglobin darah dengan perbedaan pada atom penyusun inti dari cincin porfirinnya (Limantara 2007). 4.4
Aktivitas Antioksidan Biomassa Chlorella vulgaris pada Umur Panen yang Berbeda Aktivitas senyawa radikal bebas dapat diputuskan dan dihambat dengan
senyawa antioksidan. Daya penghambatan biomassa Chlorella vulgaris terhadap
Daya Penghambatan (%)
oksidasi asam linoleat dapat dilihat pada Gambar 13. 100 80 60 40 20 0 1
2
3
4 5 Lama Inkubasi (Hari)
6
7
Keterangan : = Biomassa Chlorella vulgaris yang dipanen pada umur 9 hari = Biomassa Chlorella vulgaris yang dipanen pada umur 18 hari = Biomassa Chlorella vulgaris yang dipanen pada umur 27 hari = Butil Hidroksi Toluen
Gambar 13 Daya penghambatan biomassa Chlorella vulgaris pada umur panen yang berbeda
37
Biomassa Chlorella vulgaris yang dipanen pada umur 9 hari, 18 hari, dan 27 hari mampu menghambat terjadinya oksidasi asam linoleat sebesar 68%; 67% dan 68%. Ekstrak air panas Chlorella vulgaris strain 072 menunjukan daya penghambatan sebesar 88,54% dan 90,57% terhadap radikal bebas DPPH pada konsentrasi 0,62 mg/ml dan 1,24 mg/ml (Mukti et al. 2009). Chlorella baik untuk kesehatan karena mengandung empat hal penting yaitu, kaya akan klorofil, Chlorella Growth Factor (CGF), serat yang tinggi pada dinding sel, dan kandungan nutrien yang tinggi (Kantilal 2006). Kandungan klorofil, β–karoten, vitamin C, dan vitamin E pada Chlorella dapat melawan senyawa radikal bebas dan menghambat bahaya radikal bebas seperti timbulnya penyakit degeneratif (Lee & Rosenbaum 2000). Chlorella Growth Factor merupakan zat yang unik yang hanya terdapat di Chlorella. Chlorella Growth Factor kaya akan kandungan asam nukleat (DNA dan RNA), asam amino, polisakarida, vitamin, mineral, glikoprotein dan β–glukan. Chlorella Growth Factor dapat memperbaiki kerusakan sel dan jaringan, memperlambat proses penuaan, dan merangsang pertumbuhan sel baru yang sehat (Kantilal 2006). 4.5 Ekstrak Lipid Chlorella vulgaris Ekstrak Chlorella vulgaris dianalisa secara gravimetri dengan prosedur yang diadaptasi dari Bligh dan Dyer (1959) dan dimodifikasi oleh Benemann and Tillett (1987) diacu dalam Woertz (2007). Metode ini menggunakan ekstraksi pelarut untuk mengekstraksi lipid dari sel biomassa. Biomassa yang digunakan dalam bentuk kering. Hasil biomassa kering Chlorella vulgaris disajikan pada Gambar 14.
Keterangan:
A B C
= Biomassa kering Chlorella vulgaris yang dipanen 9 hari = Biomassa kering Chlorella vulgaris yang dipanen 18 hari = Biomassa kering Chlorella vulgaris yang dipanen 27 hari
Gambar 14 Biomassa kering Chlorella vulgaris pada umur panen yang berbeda
38
Biomassa kering yang dihasilkan pada umur panen 27 hari lebih besar dibandingkan biomassa kering 18 hari dan 9 hari. Hal ini disebabkan oleh jumlah sel Chlorella vulgaris pada fase umur panen tersebut lebih tinggi dibandingkan jumlah sel pada umur panen lainnya. Rendemen ekstrak Chlorella vulgaris disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Rendemen ekstrak Chlorella vulgaris Umur Panen 9 Hari 18 Hari 27 Hari
Berat Biomassa kering (g) 2 2 3
Berat Ekstrak (g) 0,3 0,38 0,64
Rendemen ekstrak pasta (%) 15 19 21,33
Ekstrak yang diperoleh dari proses ekstraksi Chlorella vulgaris berbentuk pasta pada suhu kamar dengan warna yang hijau kekuningan.
Ekstrak
Chlorella vulgaris yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 15.
A B
Keterangan
:A B C
C
= Biomassa ekstrak umur panen 9 hari = Biomassa ekstrak umur panen 18 hari = Biomassa ekstrak umur panen 27 hari
Gambar 15 Ekstrak lipid Chlorella vulgaris pada umur panen yang berbeda Komponen lain yang mungkin terdapat pada saat ekstraksi lipid pada tanaman, meliputi fosfolipid, sterol, vitamin dan zat warna yang larut dalam lipid seperti klorofil dan karotenoid (Buckle et al. 1987). Pelarut non polar mampu mengekstrak hidrokarbon, asam lemak, asetogenin, dan terpen (Harborne 1987). Pelarut-pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi menghancurkan membran sel dan melarutkan pigmen yang terkandung dalam bahan sehingga menghasilkan warna tersebut (Shahidi & Naczk 1995). Ekstrak yang berwarna hijau kekuningan diduga karena kandungan klorofil dan karotenoid. Hasil dari ekstraksi tahap awal ini masih berupa ekstrak kasar dan umumnya ekstraksi
39
dengan pelarut tidak dapat menghasilkan komponen yang diinginkan secara sempurna kecuali dilanjutkan dengan pemurnian. 4.4.1 Aktivitas antioksidan ekstrak lipid Chlorella vulgaris pada umur panen yang berbeda Pengukuran aktivitas antioksidan menggunakan metode FTC. Metode ini didasarkan
pada
kemampuan
senyawa
antioksidan
dalam
menghambat
terbentuknya radikal radikal bebas yang disebabkan oleh oksidasi asam linoleat. Aktivitas antioksidan ekstrak lipid Chlorella vulgaris dapat dilihat pada
Daya Penghambatan (%)
Gambar 16. 100 80 60 40 20 0 1
Keterangan :
2
3
4 5 Lama Inkubasi (Hari)
6
7
= Aktivitas antioksidan ekstrak lipid pada umur panen 9 hari = Aktivitas antioksidan ekstrak lipid pada umur panen 18 hari = Aktivitas antioksidan ekstrak lipid pada umur panen 27 hari = Butil Hidroksi Toluen
Gambar16 Daya penghambatan ekstrak lipid Chlorella vulgaris pada umur panen yang berbeda Ekstrak lipid Chlorella vulgaris yang dipanen pada umur 9 hari, 18 hari, dan 27 hari secara berturut-turut mampu menghambat terjadinya oksidasi asam linoleat sebesar 71,33%; 67% dan 70%. Kandungan klorofil dan pigmen lainnya diduga
merupakan
penyebab
aktivitas
antioksidan
pada
ekstrak
lipid
Chlorella vulgaris. Mekanisme antioksidatif klorofil-a dan turunannya menunjukkan bahwa struktur porfirin penting untuk aksi antioksidatif klorofil dan juga keberadaan Mg meningkatkan aktivitas antioksidan klorofil. Magnesium (Mg) akan memberi pengaruh terhadap aktivitas antioksidan klorofil jika terdapat dalam bentuk
40
terkelat dalam struktur klorofil, bukan dalam bentuk ionik (sebagai MgCl2) (Endo et al. 1985). Aktivitas antioksidan ekstrak lipid pada Sargassum dentifolium sebesar 83,44% dan Laurencia papillosa sebesar 87,15%. Hal ini disebabkan karena kedua alga tersebut mengandung klorofil khususnya klorofil-a dan turunannya (Shanab 2007). Klorofil-a memiliki kemampuan menghambat radikal peroksida sepeti vitamin E (Le Tutor et al. 1996, Mendiola et al. 2005 diacu dalam Shanab 2007) dan dapat meningkatkan aktivitas antioksidan dari α-tokoferol (Cahyana et al. 1993 diacu dalam Shanab 2007). Hasil oksidasi asam linoleat adalah senyawa malonaldehida dan radikal peroksida yang reaktif. Radikal bebas yang terbentuk akan berubah menjadi senyawa karbonil, yaitu aldehida dan keton. Oksidasi asam linoleat membentuk malonaldehida merupakan indikasi adanya oksidasi lemak. Asam linoleat yang mengalami kerusakan akan menghasilkan senyawa peroksida yang sangat reaktif dan bersifat radikal bebas. Penambahan antioksidan menyebabkan oksidasi asam linoleat terhenti (Schulz 1985). Aktivitas antioksidan yang ditentukan dengan metode FTC membutuhkan suatu kontrol positif, pembanding ini biasanya merupakan senyawa yang telah diketahui sifat antioksidannya, yaitu butil hidroksi toluena (BHT). Suatu senyawa antioksidan akan mencegah terjadinya oksidasi senyawa yang mudah sekali teroksidasi seperti lemak, minyak, asam lemak, dan anggota lipid lainnya (Schulz 1985). Radikal bebas dapat terbentuk dari oksidasi asam linoleat akibat proses inkubasi pada suhu 37 oC. Hal ini membuat asam lemak akan berubah menjadi lemak peroksida yang selanjutnya mengoksidasi Fe2+ menjadi Fe3+. Kation besi yang mengalami kenaikan bilangan oksidasi akan bereaksi spesifik dengan amonium tiosianat membentuk warna merah darah.
Kemampuan
antioksidan menghambat oksidasi ditunjukkan dengan sedikitnya Fe2+ yang teroksidasi oleh peroksida asam linoleat menjadi Fe3+.
41
4.5.2 Pigmen pada ekstrak lipid Chlorella vulgaris Identifikasi
awal
keberadaan
pigmen
dilakukan
dengan
metode
kromatografi lapis tipis (KLT). Hasil analisa menggunakan KLT menunjukkan bahwa di dalam ekstrak lipid Chlorella vulgaris mengandung beberapa jenis pigmen yang dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4 Nilai Rf dan warna spot visual masing-masing fraksi yang terbentuk Fraksi 1 2 3 4 5 6
Rf 0,20 0,31 0,41 0,60 0,93 0,99
Warna visual abu-abu, hijau kuning, hijau abu-abu, hijau biru, hijau abu-abu oranye, kuning
Dugaan Pigmen feoforbid-a(*) klorofil-b (*) (**) Tidak teridentifikasi klorofil-a (**) feofitin-a (**) β –karoten (**) (***)
(*) Bacon et al. (1967) diacu dalam Prangdimurti et al. (2006) (**)Stahl (1969) diacu dalam Prangdimurti et al. (2006) (***)Britton et al. (1995) diacu dalam Merdekawati et al. (2009)
Masing-masing fraksi mempunyai nilai Rf yang berbeda-beda. Nilai Rf ini digunakan sebagai dasar identifikasi senyawa yang terdapat pada bahan dan untuk membedakan warna fraksi yang satu dengan yang lain pengamatan fraksi yang terbentuk.
pada saat
Perbedaan nilai Rf (Retention factor)
menjelaskan tentang perbedaan berat molekul senyawa yang terkandung pada ekstrak Chlorella vulgaris.
Contoh perhitungan Rf dapat dilihat pada
Lampiran 11. Senyawa yang memiliki berat molekul rendah akan diadsorbsi terlebih dahulu sehingga akan menghasilkan spot yang paling tinggi atau nilai Rf yang dihasilkan paling besar. Klorofil dapat terdegradasi secara kimia yang meliputi reaksi feofitinasi, reaksi pembentukan klorofilid, dan reaksi oksidasi. Reaksi feofitinasi adalah reaksi pembentukan feofitin yang berwarna hijau kecoklatan. Reaksi ini terjadi karena ion Mg di pusat molekul klorofil terlepas dan diganti oleh ion H. Denaturasi protein pelindung dalam kloroplas akibat proses pemanasan dan perlakuan asam diduga mengakibatkan ion magnesium mudah terlepas dan digantikan oleh ion hidrogen membentuk feofitin (Gross 1991). Enzim klorofilase dapat menghidrolisis gugus fitol dari klorofil sehingga terlepas membentuk klorofilid. Klorofilid merupakan senyawa yang berwarna hijau dan lebih larut di dalam air jika dibandingkan dengan klorofil. Klorofilid
42
juga dapat kehilangan ion magnesium yang diganti dengan ion hidrogen membentuk feoforbid (Gross 1991). Klorofil-a lebih cepat berubah menjadi feofitin-a dan feoforbid-a sebesar 5-10 kali dibandingkan kecepatan perubahan klorofil-b menjadi feofitin-b dan feoforbid-b.
Perbedaan kecepatan perubahan ini disebabkan oleh pengaruh
induktif dari gugus formil (pada klorofil-b) yang mengakibatkan ikatan ion magnesium menjadi lebih kuat (Gross 1991). β –karoten memiliki kemampuan untuk melindungi dan memperbaiki sel dari bahaya radikal bebas dan membantu meningkatkan kemampuan sistem imunitas (Lee & Rosenbaum 2000). Karotenoid adalah pigmen berwarna kuning, jingga, atau merah yang terdapat di berbagai macam plastid berwarna (kromoplas) (Salisbury dan Ross 1995 diacu dalam Prangdimurti et al. 2006).
Karotenoid
terdapat dalam kloroplas dan kromoplas yang tersebar dalam protoplasma. Molekul karoten bergabung dengan lemak dan protein di dalam kloroplas dan krompolas (Gross 1991). Pigmen warna ini mudah diekstraksi dalam pelarut lipid seperti heksana dan kloroform.