FORMULASI STRATEGI PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN PRODUK CRUDE PALM OIL DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III DAN MINYAK GORENG DI PT. ASTRA AGRO LESTARI, Tbk
CHRISTIN IMELDA GIRSANG
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Formulasi Strategi Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan Produk Crude Palm Oil di PT. Perkebunan Nusantara III dan Minyak Goreng di PT. Astra Agro Lestari, Tbk adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Oktober 2007
Christin Imelda Girsang F 351040151
ABSTRACT CHRISTIN IMELDA GIRSANG. Strategy Formulation of Quality Control and Food Safety Product of Crude Palm Oil at PT. Perkebunan Nusantara III and Cooking Oil at PT. Astra Agro Lestari, Tbk. Under the direction of ENDANG GUMBIRA SA’ID, SAPTA RAHARJA and DONALD SIAHAAN. Deviation of CPO quality cause standard addition which be applied by CPO’s importer countries like environmental and food safety standard. Therefore, quality standard has been used by the food industry to fulfill the trade market and consumer through of quality management system on ISO 9001:2000 and food safety system with HACCP system approach. The aim of this study was formulating strategy of quality control based on quality management system and food safety management system. The research method and data analyze was done with some steps, there were : (1) consumer survey with weighting AHP (pairwise comparison) and QFD, (2) the valuation of ISO 9001:2000 implementation with self assessment method ,(3) the valuation of HACCP implementation with self assessment method, (4) the determination and valuation of internal-external factors with pairwise comparison, (5) the determination of company position with IE Matrix, and also (6) formulating the alternative formula of quality control strategy with SWOT Matrix. The result showed that the strategy should be done by PKS Rambutan were: increasing commitment management to implementing SOP (Standard Operating Procedure) of grading and SMK3 tightly; building the better sanitation system/SSOP; increasing the production activity of specific quality (DOBI, PAH, Dioxin, Pesticide residues, etc); increasing the customer loyalty with giving the quality assurance by HACCP certification;, and also developing new product/product diversification which employed the competitive advantage in solving environment problems. The strategy that could be done by PMG Cap Sendok were : development and relevant training SDM especially with the system HACCP; increasing the product quality with give the quality assurance like ISO and HACCP certification; increasing the production technology by advance machine and equipment; and also developing new product/product diversification which export oriented by performing a alliance strategic with the frying oil foreign company by blending palm oil with soy oil, palm oil with corn oil, palm oil with the other of vegetation oil in state export target.
Key words : strategy, quality control, food safety, ISO 9001:2000, HACCP, Crude Palm Oil, cooking oil
i
RINGKASAN CHRISTIN IMELDA GIRSANG. Formulasi Strategi Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan Produk Crude Palm Oil di PT. Perkebunan Nusantara III dan Minyak Goreng di PT. Astra Agro Lestari, Tbk. Dibimbing oleh ENDANG GUMBIRA SA’ID, SAPTA RAHARJA dan DONALD SIAHAAN. Beberapa penyimpangan mutu CPO yang terjadi, mengakibatkan adanya penambahan standar yang diterapkan oleh negara-negara pengimpor CPO seperti standar lingkungan dan keamanan pangan. Oleh karena itu, untuk industri pangan diberlakukan standar mutu dalam memenuhi keinginan pasar dan konsumen melalui penerapan Sistem Manajemen Mutu (SMM) dengan pendekatan ISO 9000 dan Sistem Manajemen Keamanan Pangan dengan pendekatan sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Penelitian bertujuan untuk membuat suatu formulasi strategi pengendalian mutu berdasarkan Sistem Manajemen Mutu dan Sistem Manajemen Keamanan Pangan. Metode penelitian dan analisis data dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu : (1) survei konsumen dengan pembobotan AHP (pairwise comparison) dan Quality Function Deployment (QFD), (2) penilaian penerapan ISO 9001:2000 dengan metode Self Assessment, (3) penilaian penerapan HACCP dengan metode Self Assessment, (4) penentuan dan penilaian faktor internal dan eksternal perusahaan dengan pairwise comparison, (5) penentuan posisi perusahaan dengan analisis Matriks IE, serta (6) perumusan formulasi strategi pengendalian mutu dengan analisis Matriks SWOT. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa strategi yang perlu dilaksanakan oleh pihak PKS Rambutan adalah : peningkatan komitmen manajemen dalam pelaksanaan SOP Sortasi dan SMK3 yang ketat dalam peningkatan mutu bahan baku; pembangunan sistem sanitasi/SSOP yang baik; peningkatan standar mutu CPO sesuai standar importir dengan menganalisis mutu spesifik, yaitu : DOBI, karoten, hidrokarbon, residu pestisida; peningkatan kepercayaan konsumen terhadap mutu produk dengan memberikan jaminan mutu melalui sertifikasi HACCP; serta pengembangan produk baru/diversifikasi produk yang mengekspoitasi keunggulan dalam mengatasi masalah lingkungan (Land Application, pemanfaatan tandan kosong, pengurangan emisi metan dari limbah cair menjadi biogas, dan sebagainya). Strategi yang dapat dilaksanakan oleh PMG Cap Sendok adalah : pengembangan dan pelatihan SDM terutama terkait dengan sistem HACCP; pemberian sertifikasi ISO dan HACCP untuk memberikan jaminan mutu kepada konsumen dalam peningkatan kualitas produk; peningkatan teknologi produksi dengan perubahan mesin dan peralatan yang lebih maju; serta pengembangan diversifikasi produk yang berorientasi ekspor dengan mengadakan aliansi strategis dengan perusahaan minyak goreng asing dengan cara memblending minyak sawit dengan minyak kedelai, minyak sawit dengan minyak jagung, minyak sawit dengan minyak nabati lain di negara tujuan ekspor. Kata kunci : strategi, pengendalian mutu, keamanan pangan, ISO 9000:2000, HACCP, Crude Palm Oil, minyak goreng
ii
FORMULASI STRATEGI PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN PRODUK CRUDE PALM OIL DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III DAN MINYAK GORENG DI PT. ASTRA AGRO LESTARI, Tbk
CHRISTIN IMELDA GIRSANG
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
iii
Judul Tesis
NAMA NRP
: Formulasi Strategi Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan Produk Crude Palm Oil di PT. Perkebunan Nusantara III dan Minyak Goreng di PT. Astra Agro Lestari, Tbk : Christin Imelda Girsang : F 351040151
Disetujui, Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Endang Gumbira Sa’id, MA. Dev Ketua
Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA Anggota
Dr. Ir. Donald Siahaan Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian
Dr. Ir. Irawadi Jamaran
Tanggal Ujian :
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Lulus :
iv
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena berkat dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Formulasi Strategi Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan Produk Crude Palm Oil di PT. Perkebunan Nusantara III dan Minyak Goreng di PT. Astra Agro Lestari, Tbk”. Tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian. Melalui kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat Prof. Dr. Ir. Endang Gumbira Sa’id, MA.Dev; Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA; dan Dr. Ir. Donald Siahaan selaku komisi pembimbing atas segala curahan waktu, bimbingan, arahan, nasehat dan dorongan moral kepada penulis sejak awal hingga selesainya tesis ini. Penghargaan dan ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Direktur Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan, Dr. Ir. Witjaksana Darmosarkoro yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengerjakan proyek penelitian ini. Secara khusus penulis menyampaikan rasa terima kasih yang terdalam kepada Staf/Pegawai Laboratorium Pengolahan Hasil dan Mutu (Lab PAHAM-PPKS), Ibu Sabarida Silalahi, Bapak Pontas Siahaan, Ibu Ijah, Lia, Jhon, serta Maslan Sinaga atas bantuannya selama penulis berada di Medan dan dalam pengumpulan data di lapangan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ir. Rediman Silalahi selaku Manajer PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III dan Bapak Pudjianto selaku General Manager PT. Astra Agro Lestari, Tbk divisi Refinery– Fractionation yang telah bersedia menjadi pakar dan memberikan banyak masukan selama penulis mengadakan penelitian di lapangan. Tak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Ponten M. Naibaho (PT. SUCOFINDO), Dr. Razak Purba (PPKS), Drs. Wagino (PKS Rambutan), Ir. Suyono (PKS Rambutan), Ir. Darwin (PT. AAL, Tbk), Makmur Siregar (PT. AAL, Tbk), Ir. Irwanto (PT. AAL, Tbk), serta Ir. Syarief Lambaga (PT. MAL) yang telah bersedia menjadi pakar dan memberikan curahan pemikiran dan pendapat dalam tesis ini. Demikian juga, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada Staf/Pegawai PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III dan PT. Astra Agro Lestari, Tbk divisi Refinery–Fractionation atas segala bantuannya selama penulis berada di lapangan. Rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada kedua orangtua tercinta, Ir. Annel Girsang dan Nella Samosir, S.Pd beserta saudara-saudariku terkasih, Ir. Fransisca Juniaty; Hardi Utami, SE; Mona Yosefa, S.Pd; Fenny Krisna dan Anfrischa Chrisyofi yang tiada henti memberikan kasih sayang, doa dan dukungannya selama ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman GBI Ciomas Ministry, rekan-rekan TIP 2004, teman-teman PMK MEKAR, teman-teman Parmasi IPB, temen-temen LaPriezta, teman-teman Gladys, teman-teman Arini, atas kasih persaudaraan, persekutuan, dukungan doa, dan motivasinya kepada penulis selama ini. Dan kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis selama ini.
v
Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak lepas dari kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sekalian demi kesempurnaannya di masa yang akan datang. Akhir kata, penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
Bogor, Oktober 2007 Christin Imelda Girsang
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis adalah putri ketiga dari Bapak Ir. Annel Girsang dan Ibu Nella Samosir, S.Pd yang dilahirkan di Pematangsiantar, Sumatera Utara pada tanggal 24 Mei 1980. Pada tahun 1999, penulis lulus dari SMU Negeri 1 Pematangsiantar dan diterima di Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Program Studi Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, Bali. Setelah menyelesaikan studi strata satu dan memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian tahun 2004, penulis langsung melanjutkan studi pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan di IPB, penulis pernah menjadi anggota MAKSI, pernah memperoleh piagam penghargaan dengan IPK 4.00 dan beberapa kali mengikuti berbagai kegiatan ilmiah yang dilakukan baik di dalam maupun di luar lingkungan kampus.
vii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiii PENDAHULUAN.. .......................................................................................... Latar Belakang ........................................................................................ Tujuan Penelitian ..................................................................................... Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................... Kegunaan Penelitian ..............................................................................
1 1 4 4 5
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. Mutu Pangan ........................................................................................... Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 : 2000 .............................................. Sistem Manajemen Keamanan Pangan ................................................... Keamanan Pangan ............................................................................ Good Manufacturing Practice (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) ......................................... Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) .......................... Crude Palm Oil (CPO) ............................................................................ Minyak Goreng Sawit...............................................................................
6 6 7 9 9 11 12 14 18
METODOLOGI PENELITIAN ....................................................................... Kerangka Pemikiran ................................................................................. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................. Tata Cara Pengumpulan Data ................................................................... Analisis Data............................................................................................. Metode Pembobotan AHP ................................................................ Metode Quality Function Deployment (QFD) .................................. Metode Self Assessment ................................................................... Metode Analisis SWOT.....................................................................
21 21 23 23 25 25 28 34 34
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN.......................................................... PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) ........................ Sejarah Perusahaan ......................................................................... Letak Pabrik ..................................................................................... Struktur Organisasi Perusahaan ....................................................... Produk dan Bahan Baku ................................................................... Proses Produksi CPO ........................................................................ PT. Astra Agro Lestari, Tbk .................................................................... Sejarah Perusahaan ......................................................................... Lokasi Pabrik ................................................................................... Struktur Organisasi Perusahaan ....................................................... Produk dan Bahan Baku ................................................................... Proses Produksi Minyak Goreng Cap Sendok ..................................
37 37 37 38 38 39 39 53 53 54 54 57 57
viii
Halaman ANALISIS QUALITY FUNCTIONAL DEPLOYMENT (QFD) ...................... 67 Konsumen CPO ....................................................................................... 67 Konsumen Minyak Goreng ..................................................................... 75 PENILAIAN SISTEM MANAJEMEN MUTU (SMM) ISO 9001 : 2000....... Manajemen Umum ................................................................................... Manajemen Pemasok................................................................................ Manajemen SDM dan Infrastruktur.......................................................... Manajemen Operasional ...........................................................................
83 83 86 87 89
PENILAIAN SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN HACCP.... 95 Kebijakan Mutu ....................................................................................... 96 Organisasi ................................................................................................. 97 Deskripsi Produk ...................................................................................... 98 Persyaratan Dasar ..................................................................................... 99 Bagan Alir Proses .................................................................................... 117 Prinsip HACCP ........................................................................................ 118 Penanganan Konsumen............................................................................. 121 Prosedur Recall......................................................................................... 121 Perubahan/Revisi/Amandemen Dokumen................................................ 121 STRATEGI PENGENDALIAN MUTU .......................................................... 123 PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III........................................ 123 Faktor-Faktor Lingkungan Internal................................................... 123 Faktor-Faktor Lingkungan Eksternal ................................................ 124 Analisis Matriks IFE dan EFE .......................................................... 125 Perumusan Alternatif Strategi .......................................................... 128 PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk ...................................... 130 Faktor-Faktor Lingkungan Internal................................................... 130 Faktor-Faktor Lingkungan Eksternal ................................................ 131 Analisis Matriks IFE dan EFE .......................................................... 132 Perumusan Alternatif Strategi .......................................................... 134 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 137 Kesimpulan............................................................................................... 137 Saran ......................................................................................................... 137 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 139 LAMPIRAN ..................................................................................................... 142
ix
DAFTAR TABEL Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Produksi dan Ekspor CPO tahun 1994 – 2006 ........................................... 16 Standar Mutu Minyak Sawit Berdasarkan SNI 01-2901-1992 ................... 18 Standar Mutu Minyak Goreng Berdasarkan SNI 01-3741-2002 ................ 19 Daftar Nama Pakar ..................................................................................... 24 Nilai dan Defenisi Pendapat Kualitatif dari Skala Perbandingan Saaty ... 26 Nilai Indeks Random (RI) .......................................................................... 27 Model Matriks SWOT ................................................................................ 36 Kriteria Kematangan TBS, Persyaratan Mutu dan Komposisi Panen yang Ideal .................................................................................................... 41 9. Hasil Analisis Kepentingan Antar Atribut Mutu CPO................................ 67 10. Hasil Analisis Prioritas Atribut Mutu CPO................................................. 67 11. Hasil analisis Planning Matriks untuk Atribut CPO PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III .................................................................... 69 12. Hasil Analisis Matriks Technical Proses CPO .......................................... 69 13. Hasil Analisis Relationship Terhadap Atribut Mutu CPO PKS Rambutan ........................................................................................... 71 14. Hasil Analisis Karakteristik Proses Produksi Untuk Technical Correlations CPO ...................................................................................... 71 15. Hasil Analisis Technical Matrix CPO......................................................... 73 16. Hasil Analisis Kepentingan Antar Atribut Mutu Minyak Goreng ............. 75 17. Hasil Analisis Prioritas Atribut Mutu Minyak Goreng .............................. 75 18. Hasil Analisis Planning Matriks atribut Minyak Goreng Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk ....................................................................... 77 19. Hasil Analisis Matriks Technical Response Minyak Goreng .................... 77 20. Hasil Analisis Relationship Terhadap Atribut Mutu Minyak Goreng Cap Sendok ................................................................................................ 79 21. Hasil Analisis Karakteristik Proses Produksi Untuk Technical Correlations Minyak Goreng .................................................................... 80 22. Hasil Analisis Technical Matrix Minyak Goreng ...................................... 81 23. Hasil Penilaian Penerapan SMM ISO 9001:2000 oleh Direksi di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok .............................................................. 83 24. Hasil Penilaian Penerapan SMM ISO 9001:2000 oleh Wakil Manajemen Di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok ................................................. 85 25. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Manajemen Pemasok Di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok .................................. 87 26. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Manajemen SDM dan Infrastruktur ............................................................................... 87 27. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Manajemen Operasi Bagian QA/QC Di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok .......... 90 28. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Manajemen Operasi Bagian Penelitian dan Pengembangan (Research and Development) di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok .................................................. 91 29. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada PPIC di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok ...................................................... 91
x
Halaman 30. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Bidang Produksi di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok ................................... 92 31. Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Manajemen Operasi Bagian Penggudangan di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok ........................................................................................................ 93 32. Penilaian Penerapan SMKP HACCP ......................................................... 95 33. Faktor-Faktor Lingkungan Internal PKS Rambutan .................................. 123 34. Faktor-Faktor Lingkungan Eksternal PKS Rambutan ............................... 125 35. Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE) PKS Rambutan ................................................................................ 126 36. Faktor-Faktor Lingkungan Internal PMG Cap Sendok .............................. 130 37. Faktor-Faktor Lingkungan Eksternal PMG Cap Sendok ........................... 131 38. Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE) PMG Cap Sendok ............................................................................ 133
xi
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Pendekatan Terintegrasi Dalam Pengendalian Keamanan Mikrobiologis dan Mutu Pangan .......................................................... 10 2. Proses Pengolahan TBS menjadi CPO ...................................................... 18 3. Diagram Alir Proses Pengolahan Minyak Goreng .................................... 19 4. Diagram Alir Penelitian.............................................................................. 22 5. Rumah Mutu Perusahaan X ....................................................................... 30 6. House Of Quality PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III .......... 74 7. House Of Quality PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk........... 82 8. Posisi Matriks IFE dan EFE PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III .............................................................................................. 127 9. Matriks SWOT PKS Rambutan ................................................................. 129 10. Posisi Matriks IFE dan EFE PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk ................................................................................................ 134 11. Matriks SWOT PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk ............ 136
xii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Pohon Industri Kelapa Sawit ...................................................................... 145 Struktur Organisasi PKS Rambutan ........................................................... 147 Diagram Alir Proses Produksi CPO di PKS Rambutan ............................. 148 Struktur Organisasi PMG Cap Sendok, PT.Astra Agro Lestari,Tbk .......... 149 Diagram Alir Proses Bleaching Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok ........ 150 Diagram Alir Proses Deodorisasi Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok ..... 151 Diagram Alir Proses Fraksinasi Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok ....... 152 Perhitungan Interval Kelas untuk Analisis Kepuasan Konsumen terhadap Atribut Crude Palm Oil (CPO) .................................................................. 153 9. Perhitungan Interval Kelas untuk Analisis Kepuasan Konsumen terhadap Atribut Minyak Goreng Cap Sendok .......................................................... 154 10. Bagan Organisasi PT. Perkebunan Nusantara III ....................................... 155 11. Standar Mutu CPO dan Kernel di PKS Rambutan ..................................... 156 12. Standar Mutu Minyak Goreng Cap Sendok ............................................... 157 13. Contoh Laporan Kinerja dan Penilikan PKS Rambutan ............................ 158 14. Contoh Jadwal Perawatan Mesin dan Instalasi PKS Rambutan ................. 159 15. Tabel Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko di PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III .................................................................... 160 16. Tabel Penetapan Titik Kendali Kritis (Critical control point/CCP) di PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III ......................................... 166 17. Lembar Kerja Control Measures di PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III ............................................................................................... 168 18. Tabel Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko di PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk........................................................................ 170 19. Tabel Penetapan Titik Kendali Kritis (Critical control point/CCP) di PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk......................................... 174 20. Lembar Kerja Control Measures di PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk ................................................................................................ 176
xiii
PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Saat ini, dunia memasuki era globalisasi yang berdampak terhadap sistem perdagangan internasional yang bebas dan lebih terbuka. Keadaan ini memberi peluang sekaligus tantangan bagi semua negara produsen. Sistem perdagangan bebas memungkinkan produk yang dihasilkan suatu negara dapat masuk ke negara lain, sehingga merupakan tantangan bagi semua negara agar produknya dapat memasuki pasar internasional. Di sisi lain, persaingan ketat antar negara diikuti oleh persaingan antar industri dalam menghasilkan produk yang bermutu. Era perdagangan bebas ditandai dengan adanya kesepakatan World Trade Organization (WTO) yang mengharuskan setiap negara anggotanya termasuk Indonesia bersaing dengan negara lain dalam merebut peluang pasar yang semakin terbuka lebar, diantaranya produk pangan. Dengan demikian, industri pangan harus mampu meningkatkan daya saingnya melalui peningkatan unsurunsur daya saing, seperti mutu, efisiensi, produktivitas, layanan, harga dan informasi yang didukung oleh teknologi dan sumber daya manusia (SDM) yang baik. Untuk meningkatkan daya saing dan daya penerimaan di pasar global, industri pangan harus menghasilkan produk yang tidak hanya enak dan bergizi, tetapi juga aman untuk dikonsumsi. Menurut Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang pangan, mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi dan standar perdagangan terhadap bahan makanan, makanan dan minuman. Berdasarkan pengertian tersebut, mutu pangan tidak hanya mengenai kandungan gizi, tetapi mencakup keamanan pangan dan kesesuaian dengan standar perdagangan yang berlaku. Masalah mutu dan keamanan pangan terjadi di berbagai negara dunia. Menurut laporan komisi Eropa yang dikutip dari www.europa.eu.int/comm/food/ fs/sfp/ras_index_en (18 Desember 2003), sepanjang tahun 2002 ditemukan sebanyak 1528 kasus kontaminasi di Eropa, yang terdiri dari cemaran kimia, fisik, mikroorganisme, residu pestisida, residu obat hewan, label, kemasan, radiasi dan tindakan adulterasi. Negara yang mendapat peringatan dari Eropa mengenai kasus
1
kontaminasi diatas adalah RRC (147 kasus), Thailand (143 kasus), Turki (141 kasus), dan Brasil (102 kasus). Indonesia sendiri berada pada urutan ke-13 dengan 39 kasus (Hermawan, 2005). Masalah keamanan pangan telah menyebabkan masalah sosial dan ekonomi dalam sistem kesehatan. Sebagai ilustrasi, di Amerika Serikat kerugian akibat penyakit melalui makanan mencapai 37,1 miliar dolar Amerika per tahun, yang mencakup biaya kesehatan dan kehilangan produktivitas. Pada tahun 1991, Peru mengalami kerugian akibat kontaminasi produk perikanan sebesar 700 juta dolar Amerika. Oleh karena itu, untuk industri pangan diberlakukan standar mutu untuk memenuhi keinginan pasar dan konsumen melalui penerapan Sistem Manajemen Mutu (SMM) dengan pendekatan ISO 9000 dan Sistem Manajemen Keamanan Pangan dengan pendekatan sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Minyak Goreng merupakan salah satu hasil industri pengolahan pangan yang sangat potensial, karena dikonsumsi masyarakat Indonesia setiap hari. CPO (Crude Palm Oil) yang menjadi bahan baku minyak goreng juga memiliki potensi yang sangat besar dikarenakan produk hilir yang dihasilkannya cukup banyak, antara lain sabun, mentega, bahan-bahan pembersih, minyak makan, pakan ternak, dan lain-lain. Cakupan pemasaran CPO dan konsumen minyak goreng sangat luas, karena CPO yang dihasilkan juga diekspor ke negara lain seperti kawasan Eropa yaitu Belanda, Spanyol, Jerman, Italia; kawasan Asia yaitu India, Pakistan, RRC, Bangladesh; dan kawasan Amerika. Oleh karena itu, aspek mutu dan keamanan pangan perlu diperhatikan. Adanya beberapa penyimpangan mutu CPO yang terjadi, seperti kasus CPO yang tercampur solar di Belawan, ditemukannya senyawa asing seperti pasir, tanah, dioxin, sudan red, dan lain-lain mengakibatkan adanya penambahan standar yang diterapkan oleh negara-negara pengimpor CPO seperti
standar
lingkungan,
keamanan
pangan,
dan
ketentuan-ketentuan
perdagangan. Salah satu contohnya adalah European Food Safety Legislation yang menekankan tentang “food safety control in the palm oil chain”, yang mengharuskan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) mengupayakan sistem jaminan keamanan pangan sehingga CPO yang dihasilkan diterima oleh negara-negara tujuan ekspor (Hiel, 2005). Selain itu, adanya penetapan ketentuan Notification
2
No. 120/2003-Customs oleh India yang membatasi bilangan asam menjadi 2 dan kandungan betacarotene pada CPO sebesar 500-2.500 mg per kilogram mengakibatkan Indonesia harus lebih memperhatikan mutu yang dikandung oleh CPO yang akan diekspor. Menurut MPOB (2005), saat ini banyak isu tentang keamanan pangan produk minyak sawit diantaranya sebagai berikut : (1) kandungan agrochemical pada bahan baku CPO yang mencemari produk akhir untuk pangan, (2) ketelusuran yang jelas mengenai bahan kimia yang digunakan selama penanaman dan pemeliharaan kelapa sawit : jenis, frekuensi, dan dosis, (3) kontaminasi mikroorganisme selama proses di Pabrik kelapa sawit (PKS), (4) kontaminasi mineral oil pada CPO, (5) kandungan arsenic dalam Palm Kernel Expeller Cake, dan (6) adanya kandungan logam berat, Polyaromatic hidrocarbon (PAH), dan dioxins. Indonesia mengungguli Malaysia dalam mengekspor CPO ke India, namun pada kenyataannya para pembeli India seperti Pakistan dan beberapa negara Eropa menghargai CPO Indonesia lebih rendah dari CPO Malaysia. Penyebabnya antara lain:
(1)
kurang
memadainya
infrastruktur
pelabuhan
Indonesia
yang
mengakibatkan India harus dibebani ongkos tambahan karena kapal harus menunggu dua sampai tiga hari, bahkan enam hari. Keterbatasan tersebut mengakibatkan semakin tingginya biaya demorage (waktu tunggu), (2) promosi CPO Indonesia kurang memadai, sehingga sejumlah pembeli di India kurang diyakini terhadap mutu CPO Indonesia. Selain itu, CPO Indonesia terjerat isu bahwa dalam proses pemurnian CPO, banyak bahan kimia yang digunakan sehingga para importir membeli CPO Indonesia lebih murah dibandingkan Malaysia. Titik-titik kritis pada pengolahan pangan perlu diketahui untuk memberikan jaminan keamanan pangan yang memadai, karena pengawasan pangan yang hanya mengandalkan uji pada produk akhir tidak akan mampu memberikan jaminan keamanan terhadap keamanan produk pangan yang beredar di pasaran, oleh karena itu HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) sebagai satu-satunya sistem jaminan mutu dengan basis keamanan pangan yang menjadi acuan bagi industri pangan di seluruh dunia perlu diterapkan.
3
TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat suatu formula strategi pengendalian mutu berdasarkan Sistem Manajemen Mutu (SMM) dan Sistem Manajemen Keamanan Pangan (SMKP) yang diharapkan dapat meningkatkan dan menjamin mutu produk CPO dan minyak goreng yang aman dan sesuai dengan keinginan dan harapan konsumen.
RUANG LINGKUP PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di industri CPO (Crude Palm Oil) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III dan industri minyak goreng di Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk. Sumatera Utara. Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Penelitian ini tidak membandingan kedua industri, tetapi merupakan rangkaian dari produk hulu ke produk hilir. 2. Menganalisa faktor-faktor mutu CPO dan minyak goreng yang diinginkan konsumen. 3. Menganalisa dan menilai sejauh mana penerapan sistem manajemen mutu (SMM) di industri pengolahan CPO di PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III dan industri minyak goreng di Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk. 4. Menganalisa dan menilai sejauh mana penerapan sistem manajemen keamanan pangan (SMKP) di industri pengolahan CPO di PKS Rambutan, PT. Perkebuann. Nusantara III dan industri minyak goreng di Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk. 5. Menentukan dan menilai faktor-faktor internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap peningkatan mutu CPO di PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III dan minyak goreng di Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk. 6. Membuat formulasi strategi pengendalian mutu guna peningkatan mutu produk CPO dan Minyak Goreng.
4
KEGUNAAN PENELITIAN Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Sebagai alat bantu dalam pengambilan kebijakan mutu bagi industri CPO di PT. Perkebunan Nusantara III dan Industri minyak goreng di PT. Astra Agro Lestari, Tbk. 2. Sebagai alat bantu bagi pemerintah daerah dan instansi terkait untuk menetapkan sistem jaminan mutu dan keamanan mutu CPO dan minyak goreng. 3. Memberikan kontribusi pemikiran dalam pengendalian mutu dan kebijakan perusahaan
mengenai
Sistem
Manajemen
Mutu
(SMM),
Sistem
Manajemen Keamanan Pangan (SMKP), dan strategi pengendalian mutu bagi produk CPO dan minyak goreng.
5
TINJAUAN PUSTAKA MUTU PANGAN Arti mutu secara umum berbeda-beda tergantung dari rangkaian kata atau kalimat dimana istilah mutu digunakan. Mutu merupakan karakteristik secara total dari produk atau jasa yang dihasilkan produsen yang berhubungan dengan konsumen. Deming (1969) menyatakan bahwa mutu seharusnya mengarah pada kebutuhan konsumen pada saat ini maupun yang akan datang. Mutu pangan sebagai salah satu unsur daya saing sangat terkait dengan penerimaan konsumen yang memiliki keinginan dan tuntutan yang terus bergerak. Perkembangan mutu pangan tidak terlepas dari perkembangan era mutu. Era mutu dimulai dari kegiatan inspeksi produk kemudian berkembang menjadi pengawasan mutu pada tahun 1920-an yang menekankan pada pengukuran. Arah perkembangan mutu pada tahun 1960-an kemudian bergerak kepada kegiatan pengendalian mutu dengan pendekatan statistika (statistical process control atau statistical quality control). Pada tahun 1980-an mutu berorientasi ke jaminan mutu (Quality Assurance/QA), sehingga akhirnya pada tahun 1990-an manajemen mutu mengarah kepada manajemen mutu total (TQM). Mutu saat ini, tidak lagi hanya didasarkan pada karakteristikkarakteristik fungsional yang konvensional, tetapi telah berkembang juga karakteristik-karakteristik atau atribut-atribut mutu baru seperti karakteristik psikologis (sifat-sifat sensori dan luxury), shelf life, kepraktisan/kemudahan (makanan siap santap) dan cepat saji (fast food). Karakteristik keamanan pangan (food safety) dan pengaruhnya terhadap kesehatan konsumen menjadi penting atau sebagai kekuatan daya saing, apalagi untuk tujuan ekspor. Dalam pengembangannya, pertimbangan utama dalam pembuatan standar mutu yang dilakukan oleh Codex Alimentarius Commission (CAC) lebih mengarah kepada upaya untuk memenuhi kesehatan konsumen (Wirakartakusumah dan Kadarisman, 1995). Menurut Baadilla (1996), sesuai dengan tuntutan konsumen produk pangan harus memenuhi persyaratan mutu yang meliputi lima aspek dengan urutan prioritasnya sebagai berikut : (1) aspek keamanan,
6
(2) aspek citarasa, (3) aspek nutrisi, (4) aspek estetika dan bisnis, serta (5) aspek halal. Pendekatan mutu perusahaan adalah mengembangkan dan menerapkan mutu melalui sistem yang mencakup struktur organisasi, tanggung jawab, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan pada penerapan manajemen mutu. Sistem mutu yang diterapkan dalam semua rantai produk dimulai dari pembelian dan desain, procurement dan produksi sampai distribusi dan penjualan. Standar khusus dalam sistem mutu, diantaranya ISO 9000 yang merupakan standar manajemen mutu dan jaminan mutu. Dalam mencapai keberhasilan bisnis jangka panjang digunakan pendekatan yang berdasarkan pada partisipasi semua anggota dalam organisasi, yaitu TQM melalui komitmen dan partisipasi yang besar dari semua kekuatan kerja untuk mendapatkan kepuasan konsumen yang lebih baik (Jouve, 2000).
SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001: 2000 ISO
9000
dikeluarkan
oleh
International
Standarization
For
Organization (ISO) yang berpusat di Genewa, Swiss. ISO 9000 merupakan seri standar internasional untuk sistem mutu yang menspesifikasikan persyaratan-persyaratan dan rekomendasi untuk desain dan penilaian dari suatu
sistem
manajemen,
dengan
tujuan
menjamin
bahwa
pemasok
(perusahaan) menyerahkan atau memproduksi barang dan atau jasa sesuai persyaratan yang ditetapkan. Standar internasional seri ISO 9000 diterbitkan dalam enam dokumen terpisah dengan nama ISO 8402, ISO 9000, ISO 9001, ISO 9002, ISO 9003 dan ISO 9004 (Hadiwiardjo dan Wibisono, 1996). Seri ISO 9000 direvisi setiap enam tahun sekali dan pada tahun 2000 dilakukan revisi ISO 9000 (Hadiwiardjo dan Wibisono, 1996; Gaspersz, 2001). Menurut Badan Standarisasi Nasional (2000) dalam revisi ISO tersebut terdapat empat standar utama, di bawah ini : ISO 9000 : Sistem manajemen mutu-konsep dan peristilahan ISO 9001 : Sistem manajemen mutu-persyaratan ISO 9004 : Sistem manajemen mutu-panduan ISO 10011 : Panduan pengauditan sistem mutu.
7
Standar ISO 9001, ISO 9002 dan ISO 9003 yang berlaku dilebur menjadi standar tunggal ISO 9001, sehingga dalam ISO 9000 revisi 2000 (ISO 9001 : 2000) hanya ada satu standar yang berisi persyaratan, yaitu ISO 9001. Standar diatas
menyarankan
adopsi
pendekatan
proses
saat
mengembangkan,
mengimplementasikan dan memperbaiki keefektifan sistem manajemen mutu, dalam rangka meningkatkan kepuasan pelanggan sesuai dengan persyaratan (BSN, 2000). Manfaat penerapan ISO 9001 : 2000 menurut Gaspersz (2001) adalah: (1) meningkatkan kepercayaan dan kepuasan pelanggan melalui jaminan mutu yang terorganisasi dan sistematik, (2) meningkatkan citra perusahaan serta daya saing dalam memasuki pasar global, (3) menghemat biaya dan mengurangi duplikasi audit sistem mutu oleh pelanggan karena dilaksanakan secara berkala, (4) membuka pasar baru karena nama perusahaan terdaftar pada lembaga registrasi terpercaya, (5) meningkatkan mutu dan produktivitas kerja manajemen melalui kerjasama dan komunikasi yang lebih baik, sistem pengendalian yang konsisten serta pengurangan dan pencegahan pemborosan, (6) meningkatkan kesadaran mutu perusahaan, dan (7) perubahan kultur kerja karyawan menjadi kultur mutu. Suatu organisasi untuk berfungsi efektif harus mengetahui dan mengelola sejumlah kegiatan yang saling berhubungan. Suatu kegiatan yang menggunakan sumber daya dan dikelola untuk memungkinkan transformasi masukan menjadi luaran, dapat dianggap sebagai suatu proses. Seringkali luaran suatu proses merupakan masukan bagi kegiatan berikutnya (BSN, 2000). Menurut Gaspersz (2001), tahap-tahap penerapan SMM adalah (1) komitmen dari manajemen puncak, (2) membentuk panitia pengarah atau koordinator ISO, (3) mempelajari persyaratan SMM ISO 9001:2000, (4) melakukan pelatihan terhadap semua anggota organisasi, (5) memulai peninjauan ulang manajemen, (6) identifikasi kebijakan mutu, prosedur-prosedur yang dibutuhkan dalam dokumen tertulis, (7) implementasi SMM, (8) memulai audit sistem manajemen mutu dan (9) memilih register/lembaga sertifikasi mutu yang terpercaya.
8
SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN Keamanan Pangan Menurut Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan. Menurut Fardiaz (1996), terdapat empat masalah utama dalam sistem keamanan pangan Indonesia, sebagai berikut : 1.
Masih banyak ditemukan produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan dalam peredarannya.
2.
Masih banyak kasus penyakit dan keracunan melalui makanan, yang sebagian besar belum dilaporkan dan belum diidentifikasi penyebabnya.
3.
Masih banyak ditemukan sarana produksi dan distribusi pangan yang tidak memenuhi persyaratan, terutama industri kecil atau industri rumah tangga dan penjual makanan jajanan.
4.
Rendahnya pengetahuan dan kepedulian konsumen terhadap keamanan pangan. Sesuai dengan Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen, konsumen berhak untuk mendapatkan keamanan dan keselamatan dari produk yang digunakan. Oleh karena itu, produsen wajib untuk menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau yang diperdagangkan sesuai dengan standar mutu yang berlaku. Berbagai
perangkat
diperlukan
dalam
membangun
pendekatan
terstruktur dan terintegrasi dalam menghasilkan produk pangan yang aman dan bermutu tinggi. Pendekatan terintegrasi dalam pengendalian keamanan mikrobiologis dan mutu pangan dapat dilihat pada Gambar 1.
9
Gambar 1. Pendekatan terintegrasi dalam pengendalian keamanan mikrobiologis dan mutu pangan (ILSI dalam Jouve, 2000) Dalam pendekatan tersebut, dokumen Good Manufacturing Practice (GMP) yang berisi tentang cara-cara memproduksi makanan yang baik dan syarat-syarat higienis yang menjelaskan kondisi dasar dalam kegiatan produksi pangan higienis yang mencakup penggunaan peralatan pengolahan pangan higienis, jadwal perawatan dan pembersihan peralatan dan fasilitas, serta pelatihan dan kesehatan karyawan. Sistem HACCP merupakan pendekatan terstruktur terhadap manajemen bahaya yang bertujuan untuk menjaga keamanan produk dari bahaya biologis, kimia dan fisik yang dapat terjadi pada produksi, distribusi dan penjualan pangan, serta mengendalikannya pada tingkat yang aman (Jouve, 2000). Menurut WHO (2000) penyakit melalui makanan yang terjadi dapat disebabkan oleh konsumsi makanan seperti susu mentah, daging, unggas mentah dan makanan yang tidak diolah dengan cepat, beberapa makanan laut dan air minum. Beberapa penyebab terjadinya masalah kesehatan adalah infeksi oleh Escherichia coli seperti E. coli 0157: H7, Listeria monocytogenes, dan Vibrio cholera. Selain itu, ada beberapa penyebab masalah keamanan pangan yang lain, yaitu toksin alami pangan (misalnya, mikotoksin, biotoksin laut, glikosida sianogenik), agen yang tidak biasa (seperti freon), persistent organic pollutants (POPs) dan bahan metal.
10
Dalam
CPO
yang
merupakan
bahan
baku
produk
pangan,
dikhawatirkan terkandung beberapa bahan-bahan berbahaya yang tidak dikehendaki, antara lain dioxin, PAH (polyaromatic hidrocarbon), logam berat, pestisida, dan lain-lain (http://www.fediol.be, 2006). Hiel (2005) juga pernah mengungkapkan bahwa ada beberapa kandungan bahan yang dikhawatirkan terkontaminasi dalam CPO, dan ini dikarenakan oleh penanganan bahan yang kurang baik mulai dari penanaman, pemanenan dan transportasi buah, proses pengolahan, transportasi CPO, hingga tangki timbun penyimpanan di pelabuhan. Dalam hal ini, bahaya didefinisikan oleh National Advisory Committee on Microbiologicul Criteria for Foods (NACMCF) sebagai bahan biologi, kimia atau fisik yang dapat menyebabkan resiko kesehatan bagi konsumen. Berdasarkan definisi tersebut, bahaya dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu bahaya biologi, bahaya kimia dan bahaya fisik (Pierson dan Corlett, 1992). Melalui sistem HACCP, bahaya-bahaya tersebut dapat dicegah melalui pengendalian titik-titik kritis di setiap tahapan proses produksi.
Good Manufacturing Practice (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) Menurut Adams dan Moss (1995), GMP didefinisikan sebagai suatu proses dalam industri pangan, dimana konsistensi produk akhir dari kualitas keamanan mikrobiologi dimonitor dengan uji laboratorium atau saat proses berlangsung.
Di
Indonesia,
tuntutan
kepada
produsen
pangan
untuk
menghasilkan produk pangan yang bermutu, aman dikonsumsi dan memenuhi keinginan konsumen lokal maupun global sudah menjadi perhatian pemerintah melalui SK Menteri Kesehatan RI No. 23/MENKES/SK/I/1978 mengenai pedoman cara berproduksi yang baik untuk makanan. Tujuan dari penerapan GMP di industri pangan adalah untuk menghasilkan produk bermutu sesuai dengan tuntutan konsumen. Menurut Jouve (2000) dokumen GMP dan peraturan higiene lainnya terdiri dari deskripsi dan definisi syarat-syarat kondisi higienis. Penerapan GMP, pengendalian higiene dan uji mikrobial telah dilakukan oleh produsen, pengolah dan pengatur kebijakan pangan, namun untuk memperkuat tujuannya
11
perlu diterapkan ketentuan lain seperti HACCP, penerapan konsep jaminan mutu dan manajemen mutu. Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) adalah program prasyarat yang dianjurkan oleh FDA dalam penerapan HACCP. Prosedur tersebut merupakan alat bantu dalam penerapan GMP dan mempunyai karakteristik yang umum pada sistem HACCP. Prosedur SSOP berisi tentang perencanaan tertulis untuk menjalankan GMP, syarat agar penerapan GMP dapat dimonitor dan adanya tindakan koreksi jika terjadi keluhan, verifikasi dan dokumentasi (FDA, 1995). SSOP menurut FDA (1995) terdiri dari delapan aspek kunci, yaitu: (1) keamanan air untuk proses produksi, (2) kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan termasuk peralatan, sarung tangan dan seragam produksi, (3) pencegahan kontaminasi silang dari obyek yang tidak saniter, (4) penyediaan dan pemeliharaan fasilitas sanitasi, cuci tangan dan toilet, (5) perlindungan bahan pangan, kemasan untuk produk akhir dan bahan yang kontak dengan bahan pangan seperti pestisida, pelumas, minyak dan bahan pembersih, (6) pelabelan dan penyimpanan, (7) kontrol kesehatan pekerja, dan (8) pencegahan hama penyakit.
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Sistem HACCP adalah suatu sistem yang mengidentifikasi bahaya spesifik yang mungkin timbul pada mata rantai produksi makanan dan tindakan pencegahan untuk mengendalikan bahaya tersebut, dengan tujuan menjamin keamanan makanan. Sistem HACCP merupakan pendekatan sistematik untuk mengidentifikasi, menilai dan mengontrol bahaya, terutama digunakan oleh produsen pangan dalam menghasilkan produk sehat dan aman (Jouve, 2000). Dasar konsep HACCP pertama kali dikembangkan pada tahun 1959 oleh perusahaan Pillsbury yang bekerjasama dengan The National Aeronautics and Space (NASA), the Natick Laboratories of the U.S Army and The U.S. Air Space Laboratory Project Group untuk menghasilkan pangan yang tidak terkontaminasi oleh bakteri patogen yang dapat menyebabkan sakit
12
pada astronot. Pemecahan dari masalah tersebut adalah melalui sistem pencegahan terhadap pengawasan pada bahan mentah, proses, lingkungan, karyawan, penyimpanan dan distribusi, sehingga dapat dihasilkan produk dengan jaminan keamanan yang tinggi (Pierson and Corlett, 1992). HACCP dapat diterapkan pada seluruh mata rantai produksi makanan, mulai dari proses pertama sampai produk akhir. Menurut Fardiaz (1996) tujuan HACCP terdiri dari tujuan umum dan khusus. Tujuan umum pelaksanaan HACCP adalah meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara mencegah atau mengurangi kasus keracunan dan penyakit melalui makanan. Tujuan khususnya adalah sebagai berikut : 1. Mengevaluasi cara memproduksi makanan untuk mengetahui bahaya yang mungkin timbul dari makanan. 2. Mempelajari
cara
memproduksi
makanan
dengan
memberikan
perhatian khusus terhadap tahap-tahap proses yang dianggap kritis. 3. Memantau dan mengevaluasi cara-cara penanganan dan pengolahan makanan, serta penerapan sanitasi dalam memproduksi makanan. 4. Meningkatkan inspeksi mandiri terhadap industri pangan oleh operator dan karyawan. Penerapan HACCP sebagai alat manajemen pada industri pangan memberikan keuntungan, diantaranya mengefektifkan biaya yang digunakan untuk memproduksi makanan yang aman, mencegah atau mengurangi terjadinya masalah keamanan pangan, meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk dan menjaga kelangsungan usaha (Tompkin, 1994). Menurut Fardiaz (1996) kegunaan HACCP terhadap industri pangan diantaranya, mencegah penarikan produk, mencegah penutupan pabrik, meningkatkan jaminan keamanan produk, mencegah kehilangan pembeli atau pasar, meningkatkan kepercayaan konsumen, dan mencegah pemborosan biaya atau kerugian yang mungkin timbul akibat masalah keamanan produk. Tujuh prinsip dalam HACCP adalah (1) melakukan identifikasi bahaya dan penetapan resiko, (2) penetapan Critical Control Point (CCP), (3) penetapan batas kritis/limit kritis, (4) pemantauan CCP, (5) tindakan koreksi terhadap
13
penyimpangan, (6) verifikasi dan (7) dokumentasi (Jouve, 2000; Moy, et al., 1994; Pierson dan Corlett, 1992). Menurut Jouve (2000) dan Fardiaz (1996) terdapat 12 langkah yang dapat dilakukan dalam HACCP, yaitu sebagai berikut (1) membentuk tim HACCP, (2) mendeskripsikan produk, (3) mengidentifikasi pengguna yang dituju, (4) membuat diagram alir, (5) verifikasi diagram alir di tempat, (6) mendaftar semua bahaya potensial, melakukan analisis bahaya, menentukan tindakan pengendalian, (7) menentukan CCP, (8) menetapkan batas kritis untuk setiap CCP, (9) menetapkan sistem pemantauan untuk setiap CCP, (10) menetapkan tindakan koreksi untuk penyimpangan yang mungkin terjadi, (11) menetapkan prosedur verifikasi, serta (12) menetapkan penyimpanan catatan dan dokumentasi. Menurut Basiron dan Chan (2005), kemungkinan bahaya yang memiliki dampak terhadap keamanan pangan minyak sawit dapat dilihat dalam tiga area, sebagai berikut : (1) Udara, air, tanah, bahan baku dan bahan-bahan lain yang dimasukkan pada saat pra-panen. (2) Aktivitas dari sistem mempunyai dampak terhadap lingkungan, dimana menghasilkan polusi air dan udara yang kemungkinan dapat menjadi sumber zat pencemar yang masuk kembali ke sistem melalui suatu titik yang berbeda. (3) Apabila ada tindakan untuk meningkatkan suatu manfaat dalam beberapa bagian dari sistem, kemungkinan akan meningkatkan resiko kesehatan manusia dalam bagian yang lain. Karenanya, keseluruhan sistem harus dipertimbangkan ketika mempelajari dampak/resiko keamanan pangan dari tindakan yang akan dilakukan.
CRUDE PALM OIL (CPO) Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) memiliki siklus produksi ekonomis 25 tahun. Pada tiga tahun pertama disebut sebagai kelapa sawit muda karena belum menghasilkan buah. Kelapa sawit mulai berbuah pada usia 30-36 bulan dan pada usia tujuh sampai lima belas tahun disebut sebagai periode matang (the mature periode), dimana pada periode tersebut produksi Tandan Buah Segar (TBS) mencapai puncaknya.
14
Semua komponen buah sawit dapat dimanfaatkan. Pelepah dan batang sawit bisa dijadikan pulp dan kertas, pakan ternak serta furniture. Tandan kosong dapat dimaanfaatkan sebagai pupuk kompos, pulp dan kertas, karbon, dan rayon. Cangkang inti sawit dapat digunakan sebagai bahan bakar dan karbon, sedangkan ampas inti sawit bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Serat mesokarp dapat diolah menjadi medium density fibre-board dan bahan bakar. CPO dan PKO dapat diolah menjadi produk pangan dan non pangan. Produk pangan antara lain minyak goreng, margarin, shortening, emulsifier, minyak makan merah, susu kental manis, vanaspati, confectioneries, es krim, dan yoghurt. Sedangkan produk non pangan antara lain biodiesel, pelumas, lilin, senyawa ester, kosmetik, farmasi, dan lain-lain (PPKS, 2006). Pohon industri kelapa sawit dapat dilihat pada Lampiran 1. CPO merupakan hasil dari unit pengolahan paling hulu dalam industri pengolahan kelapa sawit, dimana prosesnya juga merupakan titik kritis dalam alur hidup ekonomi buah kelapa sawit khususnya dan industri kelapa sawit umumnya. Sifat yang krusial tersebut disebabkan oleh beberapa faktor penting berikut : a. Sifat buah sawit yang segera mengalami kerusakan/penurunan mutu dan rendemen bila tidak segera diolah. b. CPO merupakan bahan antara industri olahan kelapa sawit dimana mutunya menentukan dayagunanya untuk diolah menjadi produk akhir industri dan konsumen rumah tangga seperti olein, stearin, minyak goreng, dan lain-lain. Seiring dengan peningkatan luas lahan kelapa sawit perkebunan rakyat dan swasta maka pangsa produksi CPO juga mengalami pergeseran. Pada tahun 1994 produksi minyak sawit adalah 2,8 juta ton, pada tahun 1999 produksi telah mencapai 6 juta ton, dan tahun 2006 mencapai 15,1 juta ton. Produksi tersebut dihasilkan oleh perkebunan rakyat, perkebunan negara dan perkebunan besar swasta. Data produksi dan Ekspor CPO dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
15
Tabel 1. Produksi dan Ekspor CPO tahun 1994 – 2006 (juta Ton) Tahun Produksi Ekspor 1994 2,8 1,3 1995 3,5 1,7 1996 3,7 3,0 1997 5,4 1,5 1998 5,4 3,3 1999 6,0 4,1 2000 6,6 4,1 2001 7,9 5,0 2002 9,7 6,3 2003 10,0 6,4 2004 10,3 8,7 2005 13,5 10,4 2006 15,1 13,2 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2004 Peningkatan permintaan minyak sawit yang selama ini terjadi selain disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan per kapita, juga karena keunggulan komparatif minyak sawit tersebut dibandingkan jenis minyak nabati lainnya seperti dijabarkan di bawah ini (PT. Bank Rakyat Indonesia dan LMAA-IPB, 2001) : 1. Potensi produksi minyak kelapa sawit/ha tanaman sebesar 7-25 kali lebih besar dibandingkan sumber minyak nabati lainnya, sehingga biaya produksinya akan lebih murah dibandingkan minyak nabati lainnya. 2. Harga minyak sawit jauh lebih murah dibandingkan dengan jenis minyak nabati lainnya. 3. Industri hilir yang berbahan baku minyak sawit sangat banyak dan beragam baik untuk keperluan pangan maupun non pangan. Pemanfaatan minyak sawit untuk oleokimia dan biodiesel dimasa mendatang akan sangat menjanjikan, karena potensinya yang sangat besar. 4. Di dunia keteknikan, minyak sawit digunakan sebagai minyak pelumas yang filmis (merata tanpa bolong), sehingga banyak diaplikasikan di industri logam sebagai rolling oil. 5. Perkebunan kelapa sawit lebih menghutan sehingga dapat melestarikan lingkungan dan pemanfaatan lahan yang optimal.
16
6. Kandungan asam lemak dalam minyak sawit sangat berimbang antara asam lemak jenuh dan asam yang berikatan rangkap, sehingga kurang membahayakan terhadap kesehatan manusia. 7. Kandungan vitamin A dan E yang cukup besar dalam minyak sawit yang sangat bermanfaat dalam dunia kesehatan. Selain hal tersebut di atas, Direktorat Jenderal Perkebunan (2007) mengatakan bahwa dari segi daya saing, minyak kelapa sawit memiliki kelebihan dibandingkan minyak nabati lain, diantaranya : (1) produktivitas per hektar relatif lebih tinggi dibandingkan minyak nabati lainnya, (2) merupakan tanaman tahunan yang cukup handal terhadap berbagai perubahan agroklimat, dan (3) dari segi aspek gizi, minyak kelapa sawit tidak terbukti sebagai penyebab meningkatnya kadar kolesterol dalam tubuh, bahkan mengandung beta karoten sebagai ProVitamin A. Keunggulan komparatif minyak sawit terhadap sumber nabati lain menyebabkan pangsa minyak sawit makin hari makin meningkat. Dengan berkembangnya industri yang menggunakan bahan baku minyak sawit, maka kebutuhan tersebut terus meningkat. Beberapa industri yang menggunakan minyak sawit adalah industri minyak goreng (34,2 % dari input), industri sabun dan bahan-bahan pembersih (16,2 %), industri minyak makan (5,9 %), industri mentega (1 %), industri pakan ternak (0,6 %) dan industri lainnya (3,7 – 8,7 %) (PT. Bank Rakyat Indonesia dan LMAA-IPB, 2001). Keunggulan komparatif minyak sawit di atas, sayangnya tidak diimbangi dengan mutu minyak sawit yang baik. Menurut Setiadi Djohar, dkk (2003), rendahnya mutu CPO disebabkan oleh bahan baku yang tidak baik. Banyaknya buah restan yang diolah sangat mempengaruhi mutu CPO yang dihasilkan. Faktor penyebab buah restan adalah faktor manusia (human error), alat dan fasilitas pengangkutan yang tidak memadai, serta metode pengangkutan dan lingkungan yang kurang mendukung. Di lain pihak, menurut Siahaan dan Erningpraja (2006), parameter mutu yang paling menentukan pada rantai produksi kebun, proses panen hingga pengangkutan ke PKS adalah asam lemak bebas dan DOBI (untuk mutu); serta logam berat, residu pestisida dan hidrokarbon (untuk keamanan
17
pangan). Proses pengolahan TBS menjadi CPO secara umum dapat dilihat pada Gambar 2, sedangkan Standar Mutu Minyak Sawit dapat dilihat pada Tabel 2. STERILISASI AIR CONDENSAT THRESHER
11 % MATERIAL P[ASSING TO DIGESTER
TANDAN KOSONG
DIGESTER 50 –65 %
21 %
PRESSING
40 %
9-10%
CAIRAN MINYAK
12-16%
BIJI
FIBRE 4-6%
MINYAK
NOS
23 %
6%
SLUDGE
KERNEL
CANGKANG 5-7%
12 -15%
MINYAK
BOILER
BUANGAN LIMBAH
6-8%
92-94%
INCINERATOR
ABU
LAND APPLICATION
Gambar 2. Proses Pengolahan TBS menjadi CPO (Naibaho, 2006)
Tabel 2. Standar Mutu Minyak Sawit/CPO Berdasarkan SNI 01-2901-2006 No
Kriteria uji
Satuan
Persyaratan mutu
-
Jingga kemerah-merahan
1.
Warna
2.
Kadar air dan kotoran
%, fraksi massa
0,5 maks
3.
Asam lemak bebas (sebagai asam palmitat)
%, fraksi massa
0,5 maks
4.
Bilangan Yodium
g Yodium / 100 g
50-55
Sumber : Badan Standarisasi Nasional, 2006
MINYAK GORENG SAWIT Menurut Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Nomor : 02240/B/SK/VII/91 tentang ”Pedoman Persyaratan Mutu serta Label dan Periklanan Makanan”, yang dimaksud dengan minyak goreng (cooking oil) adalah minyak yang diperoleh dari atau dengan cara memurnikan minyak nabati, dengan tujuan untuk menghilangkan bahan-bahan logam, bau, asam lemak
18
bebas, dan zat-zat warna. Secara umum komponen utama yang sangat menentukan mutu minyak adalah asam lemaknya, karena asam lemak akan menentukan sifat kimia maupun stabilitas minyak. Salah satu bahan baku penghasil minyak goreng adalah CPO (Crude Palm Oil). Disamping bahan baku utama, dalam proses pengolahan minyak goreng juga dibutuhkan bahan pembantu, baik bahan kimia maupun bahan pengemas. Proses produksi minyak goreng berbahan baku CPO pada dasarnya melalui dua tahap yaitu proses rafinasi dan fraksinasi, yang mana keduanya merupakan satu kesatuan proses. Rafinasi atau proses pemurnian adalah proses yang ditujukan untuk menghilangkan zat-zat yang tidak dikehendaki yang ada di dalam CPO, sehingga minyak menjadi bebas dari bau, FFA (Free Fatty Acid) yang rendah, warna yang normal, dan residu lainnya, sedangkan fraksinasi adalah proses pemisahan antara fraksi-fraksi yang ada dalam minyak goreng. Dalam proses fraksinasi tersebut terjadi pemisahan stearin dan olein. Standar mutu minyak goreng dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Standar Mutu Minyak Goreng Berdasarkan SNI 01-3741-2002 No Indikator 1. Kandungan air 2. Bilangan peroksida 3.
Satuan % mg oksigen / 100 oksigen %
Syarat 0.3 % maks 1.0 % maks
-
negatif
-
negatif normal normal normal
Kandungan Asam lemak bebas (asam pelarut) 4. Kandungan logam berbahaya (Pb, Cu, Mg) 5. Kandungan minyak pelikan 6. Bau / aroma 7. Warna 8. Rasa Sumber : Badan Standarisasi Nasional, 2002
0.3 % maks
Menurut Timms (2003), untuk menghasilkan refined oils dengan mutu yang baik, ada tiga hal yang perlu diperhatikan yaitu sebagai berikut : (1) CPO yang digunakan memiliki mutu yang tinggi, dimana memiliki FFA sebesar 2.5 – 5.0 %, (2) proses refinery dilakukan dengan kondisi yang terkontrol baik dan menjaga kandungan tocol sebagai antioksidan alami yang dikandung minyak, dan (3) minyak disimpan pada tangki penyimpanan yang terbuat dari stainless steel atau
19
baja dengan lapisan epoksi untuk menjaga minyak dari proses oksidasi yang disebabkan oleh besi. Adapun proses pengolahan CPO menjadi minyak goreng secara garis besarnya dibagi dalam dua tahapan, yaitu tahap pemurnian (refinery) dan tahap pemisahan (fractionation). Tahap pemurnian terdiri dari penghilangan gum (degumming), pemucatan (bleaching), dan penghilangan bau (deodorization). Tahap pemisahan terdiri dari proses pengkristalan (crystallization) dan pemisahan fraksi. Urutan proses minyak goreng secara singkat dapat dilihat pada Gambar 3.
CPO Proses degumming Proses bleaching Proses Filtrasi NPO Proses deodorisasi RBDPO (Rifined Bleached Deodorized Palm Oil)
Proses Fraksinasi Proses penyaringan RBD Olein
RBD Stearin
Gambar 3. Diagram Alir Proses Pengolahan Minyak Goreng (Amang, 1996)
20
METODOLOGI PENELITIAN KERANGKA PEMIKIRAN KONSEPTUAL Persaingan produk yang semakin terbuka merupakan tantangan bagi industri, khususnya industri pangan untuk memenuhi harapan dan tuntutan konsumen akan produk pangan yang tidak hanya bermutu namun aman untuk dikonsumsi. Oleh karena itu, setiap perusahaan melakukan berbagai upaya agar produk yang dihasilkan diterima oleh konsumen dan juga dapat mengungguli produk yang dihasilkan oleh perusahaan lain. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mengidentifikasi faktor-faktor mutu menurut konsumen dengan cara mengetahui keinginan dan persepsi konsumen terhadap produk yang bermutu. Upaya lain yang dilakukan adalah mengimplementasikan sistem mutu dan keamanan produk yang tersertifikasi seperti ISO 9001:2000 dan HACCP. Industri yang telah menerapkan sistem manajemen mutu standar internasional ISO 9001, dinilai telah menempatkan mutu sebagai syarat mutlak bukan hanya pada produk yang dihasilkannya tetapi juga sistem yang digunakan untuk menghasilkan produk tersebut. Penerapan HACCP memberikan jaminan bahwa produk yang dihasilkan telah mengedepankan persyaratan keamanan produk dalam semua rantai pengolahan pangan hingga produk tersebut dipasarkan kepada konsumen. Kedua sistem tersebut memiliki unsur-unsur yang harus diterapkan dengan baik dan diikuti dengan kegiatan perbaikan terus-menerus untuk menjamin efektifitas sistem yang diterapkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penilaian penerapan SMM dan SMKP melalui pengamatan langsung di industri untuk mengetahui kondisi obyektif sistem dalam menghasilkan produk yang bermutu, aman dan memiliki daya saing dengan produk sejenisnya. Penilaian penerapan SMM dan SMKP dilakukan dengan menilai kesesuaian sistem yang diterapkan di perusahaan dibandingkan dengan persyaratan ISO 9001:2000 dan HACCP. Sebuah perusahaan memiliki daya saing yang kuat jika perusahaan tersebut dapat mendengarkan keinginan dan harapan konsumen. Berdasarkan keinginan dan harapan konsumen, perusahaan dapat melihat dengan jelas bahwa lingkungan internal perusahaan dapat menjadi suatu kekuatan untuk memenuhi keinginan
21
tersebut, tapi dapat juga menjadi suatu kelemahan. Selain itu, lingkungan eksternal perusahaan juga akan mempengaruhi kegiatan perusahaan dalam memenuhi keinginan konsumennya. Penilaian lingkungan internal dan eksternal perusahaan dapat digunakan untuk menentukan posisi perusahaan saat ini. Hal ini sangat penting dilakukan mengingat banyaknya perusahaan yang berada dalam industri sejenis sehingga sebelum bertindak, perusahaan harus mengetahui posisinya. Dari posisi perusahaan saat ini diformulasikan strategi pengendalian mutu bagi industri CPO dan minyak goreng. Adapun diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah ini. Mulai
Identifikasi Faktor mutu CPO (survei konsumen) Penilaian penerapan SMM dan SMKP CPO di PTP. N III
AHP dan QFD
Identifikasi faktor mutu minyak goreng (survei konsumen) Penilaian penerapan SMM dan SMKP Minyak Goreng di PTP.AAL,Tbk
Analisis Self Assessment
Penentuan Faktor internal dan eksternal
Penentuan Faktor internal dan eksternal
Penilaian faktor lingkungan
AHP
Penilaian faktor lingkungan
Penentuan posisi perusahaan
Analisis Matriks IE
Penentuan posisi perusahaan
Perumusan alternatif strategi
Analisis Matriks SWOT
Perumusan alternatif strategi
Rekomendasi Strategi
Rekomendasi Strategi
Selesai Gambar 4. Diagram Alir Penelitian
22
Dasar pemilihan industri CPO dan minyak goreng sebagai obyek penelitian adalah dikarenakan saat ini cakupan pemasaran CPO dan konsumen minyak goreng sangat luas karena diekspor ke negara-negara seperti kawasan Eropa yaitu Belanda, Spanyol, Jerman, Italia; kawasan Asia yaitu India, Pakistan, RRC, Bangladesh; dan kawasan Amerika, oleh karena itu aspek mutu dan keamanan pangan perlu diperhatikan. Adanya beberapa penyimpangan mutu CPO yang terjadi di Indonesia mengakibatkan adanya penambahan standar yang diterapkan oleh negara-negara pengimpor CPO seperti standar lingkungan, keamanan pangan, dan ketentuan-ketentuan perdagangan lainnya.
TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan selama lima bulan, mulai bulan Agustus 2006 sampai Januari 2007 di industri CPO dan minyak goreng yang ada di Sumatera Utara, yaitu di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III dan Pabrik Minyak Goreng (PMG) Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk. Survei konsumen CPO dilakukan di industri minyak goreng yang menggunakan CPO sebagai bahan bakunya, sedangkan survei konsumen minyak goreng dilakukan di beberapa supermarket dan swalayan yang menjual minyak goreng merek Cap Sendok.
TATA CARA PENGUMPULAN DATA Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut : 1. Pengumpulan data primer, yaitu dengan mengadakan wawancara dengan responden konsumen dan para pakar yang memiliki pengetahuan tentang industri CPO dan industri minyak goreng serta mengadakan pengamatan langsung di lapangan pada industri CPO dan minyak goreng. 2. Pengumpulan data sekunder, yaitu dengan penelusuran buku-buku, hasil-hasil penelitian, majalah, jurnal dan sumber-sumber lain yang berhubungan. Selain itu, data juga diperoleh dari PPKS (Pusat Penelitian Kelapa Sawit), PT. Perkebunan Nusantara III dan PT Astra Agro Lestari, Tbk yang ada di Sumatera Utara.
23
Responden yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Responden konsumen Responden konsumen digunakan untuk menilai faktor mutu yang diinginkan konsumen minyak goreng. Responden terdiri dari para wanita dan ibu rumah tangga yang membeli dan mengggunakan minyak goreng Cap Sendok. Jumlah responden konsumen tersebut adalah 30 orang. 2. Responden pakar Responden pakar digunakan untuk menentukan atribut mutu CPO, menentukan permasalahan pada SMM dan SMKP, dan menentukan faktor lingkungan internal dan eksternal perusahaan. Responden pakar berasal dari PT. Perkebunan Nusantara III, PT Astra Agro Lestari. Tbk, Dinas Perkebunan Sumatera Utara, Lembaga Sertifikasi Mutu, dan Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Daftar nama pakar dapat dilihat pada Tabel 4 dibawah ini. Tabel 4. Daftar Nama Pakar Topik
Nama 1.
Prof. Dr. Ponten M. Naibaho
1. Tenaga ahli 2. Staf Pengajar
3. Tenaga ahli CPO
Minyak Goreng
2.
Dr. A. Razak Purba, MS
3.
Dr. Ir. Donald Siahaan
4.
Sabarida Silalahi, S.Si
5. 6.
Ir. M. Syarif Lambaga, M.Si Ir. Rediman Silalahi
7.
Ir. Wagino
8.
Ir. Suyono
1.
Ir. Pudjianto
2. 3. 4.
Ir. Darwin Hasibuan Makmur Effendi Ir. Irwanto
Instansi
Jabatan
Ketua Kelompok Peneliti Pemuliaan dan Kepala Satuan Usaha Strategis 1. Ketua Kelompok Peneliti, Divisi Pengolahan Hasil dan Mutu 2. Tenaga ahli klaster industri kelapa sawit Kepala Laboratorium Pangan dan Mutu Manajer Divisi HACCP Manajer Unit Bisnis PKS Rambutan Masinis Kepala PKS Rambutan Kepala Laboratorium, PKS Rambutan General Manajer /Kepala Divisi Deputi Manajer Pabrik Asisten Quality Assurance Asisten SHE
1. PT Sucofindo, Unit Agribisnis 2. Universitas Sumatera Utara & Universitas Nommensen 3. Dinas Perkebunan SUMUT PPKS
1. PPKS
2. Dinas Perindustrian & Perdagangan SUMUT PPKS Lembaga Sertifikasi Mutu, PT. Mutu Agung Lestari PTP. Nusantara III PTP. Nusantara III PTP. Nusantara III PT. Astra Agro Lestari, Tbk PT. Astra Agro Lestari, Tbk PT. Astra Agro Lestari, Tbk PT. Astra Agro Lestari, Tbk
24
ANALISIS DATA Data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan konsumen dan pakar serta tinjauan langsung ke lapangan, dianalisa menggunakan metode yang berbeda-beda sesuai kebutuhan dan kepentingannya. Metode Pembobotan AHP Metode pembobotan untuk analisis data pada survei konsumen dan strategi pengendalian mutu menggunakan pembobotan pairwise comparison AHP. AHP (Analytical Hierarchy Process) merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan dalam pengambilan suatu keputusan. Metoda AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty (1993), yang ditujukan untuk memodelkan problemaproblema tidak terstruktur, baik untuk bidang ekonomi, sosial maupun manajemen. Proses Hierarki Analitik ini merupakan suatu model yang luwes yang memberikan kesempatan bagi perorangan atau kelompok untuk membangun gagasan-gagasan dan mendefenisikan persoalan dengan cara membuat asumsi mereka masing-masing dan memperoleh pemecahan yang diinginkan darinya. Menurut Saaty (1993), terdapat tiga prinsip dasar Proses Hierarki Analitik, yaitu sebagai berikut : a. Menggambarkan dan menguraikan secara hierarkis (menyusun secara hierarki) persoalan-persoalan menjadi unsur-unsur yang terpisah-pisah. b. Pembedaan prioritas dan sintesis, yang kita sebut dengan penetapan prioritas, yaitu menentukan peringkat elemen-elemen menurut tingkat relatif kepentingannya. c. Konsistensi logis, yaitu menjamin bahwa semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pembobotan pairwise comparison adalah sebagai berikut : 1. Penilaian kriteria dan alternatif Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan. Menurut Saaty (1993), untuk berbagai persoalan skala 1 sampai 9 adalah
25
skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty dapat dilihat pada Tabel 5 . Tabel 5. Nilai dan defenisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty Identitas Kepentingan 1 3 5 7 9 2, 4, 6, 8
Defenisi Nilai Kedua elemen sama penting Elemen yang satu sedikit lebih penting (kebalikannya bernilai 1/3) Elemen yang satu essensial atau sangat penting (kebalikannya bernilai 1/5) Satu elemen jelas lebih penting (kebalikannya bernilai 1/7) Satu elemen mutlak lebih penting (kebalikannya bernilai 1/9) Nilai-nilai antara dua pertimbangan yang berdekatan (kebalikannya 1/2, 1/4, 1/6, 1/8)
Sumber : Saaty, 1993 2. Penentuan Prioritas Untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan berpasangan
(pairwise
comparison).
Nilai-nilai
perbandingan
relatif
kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif. Baik kriteria kualitatif, maupun kriteria kuantitatif dapat dibandingkan dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Bobot atau prioritas dihitung dengan memanipulasi matriks atau melalui penyelesaian persamaan matematik. 3. Konsistensi Logis Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis. Untuk menentukan bobot atau prioritas dengan jalan menentukan nilai eigen (eigenvector) yang dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu sebagai berikut : a. Penyelesaian dengan manipulasi matriks Prosedur untuk mendapatkan nilai eigen adalah : 1) Kuadratkan matriks tersebut. 2) Hitung jumlah nilai dari setiap baris, kemudian lakukan normalisasi. 3) Hentikan proses ini bila perbedaan antara jumlah dari dua perhitungan berturut-turut lebih kecil dari suatu nilai batas tertentu. b. Penyelesaian dengan persamaan matriks Langkah-langkah untuk menentukan besarnya bobot adalah :
26
1) Langkah 1 : Wi / Wj = aij (i, j = 1,2,...,n) Wi = bobot input dalam baris Wj = bobot input dalam lajur 2) Langkah 2 : Wi = aij Wj (i, j = 1,2,...,n) Untuk kasus-kasus umum mempunyai bentuk :
wi =
1 n ∑ aij w j (i, j = 1,2,...,n) n j =i
Wi = rataan dari ai1w1,...,ainwn 3) Langkah 3 : Bila perkiraan aij baik akan cenderung untuk dekat dengan nisbah wi/wj. Jika n juga berubah maka n diubah menjadi λmaks sehingga diperoleh : wi =
1
λmaks
n
∑a j =1
ij
w j (i, j = 1,2,...,n)
Perhitungan Consistency Ratio (CR) CR =
CI RI
CI =
( p − n) (n − 1)
Dimana : CI
= konsistensi indeks
RI
= indeks random yang didapat dari tabel Oarkridge
P
= nilai rata-rata consistency vector
N
= banyaknya alternatif atau kriteria
Tabel 6. Nilai Indeks Random (RI) Ukuran Indeks Random Ukuran Indeks Matriks Matriks (RI) Matriks (MI) 1 0,00 9 1,45 2 0,00 10 1,49 3 0,58 11 1,51 4 0,90 12 1,48 5 1,12 13 1,56 6 1,24 14 1,57 7 1,32 15 1,59 8 1,41 Sumber : Oarkridge Laboratory dalam Marimin (2004)
27
Penggabungan Pendapat Responden Pada dasarnya, AHP dapat digunakan untuk mengolah data dari satu responden ahli. Namun demikian dalam aplikasinya penilaian criteria dan alternatif dilakukan oleh beberapa ahli multidisipliner. Konsekwensinya pendapat beberapa ahli tersebut perlu dicek konsistensinya satu per satu. Pendapat yang konsistensi tersebut digabungkan dengan menggunakan rata-rata geometrik (Marimin, 2004). ____
X G = n π n xi XG = rata-rata geometrik
Dimana :
n
= jumlah responden
xi = penilaian oleh responden ke-i
Metode Quality Function Deployment (QFD) Quality Function Deployment (QFD) merupakan metode perencanaan dan pengembangan produk secara terstruktur yang memungkinkan perusahaan mendefenisikan secara jelas kebutuhan dan harapan pelanggan dan mengevaluasi kemampuan produk atau jasa secara sistematik untuk memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan tersebut. QFD juga merupakan suatu praktek untuk perbaikan proses yang memungkinkan perusahaan memenuhi harapan pelanggan. Menurut Sullivan (1986), manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan Quality Function Deployment (QFD) adalah sebagai berikut : a. Customer-focused, yaitu mendapatkan input dan umpan balik dari pelanggan mengenai kebutuhan dan harapan pelanggan. Hal ini penting karena performansi suatu perusahaan tidak akan terlepas dari pelanggan apalagi bila para pesaing juga melakukan hal yang sama. b. Time-efficient, yaitu mengurangi waktu pengembangan produk. Dengan menerapkan QFD maka program pengembangan produk akan difokuskan pada kebutuhan dan harapan pelanggan. c. Time-oriented, yaitu menggunakan pendekatan yang berorientasi pada kelompok. Semua keputusan didasarkan pada consensus dan keterlibatan semua orang dalam diskusi dan pengambilan keputusan dengan teknik brainstorming.
28
d. Documentation-oriented, yaitu menggunakan data dan dokumentasi yang berisi semua proses dan seluruh kebutuhan dan harapan pelanggan. Data dan dokumentasi ini digunakan sebagai informasi mengenai kebutuhan dan harapan pelanggan yang selalu diperbaiki dari waktu ke waktu. Survei konsumen dianalisis menggunakan metode Quality Function Deployment (QFD) yang diaplikasikan dengan Matriks House of Quality (HOQ). Matriks House of Quality (HOQ) digunakan untuk melihat harapan dan keinginan konsumen terhadap produk CPO dan minyak goreng serta keterkaitannya dengan aktivitas proses. Rumah Mutu Perusahaan X (House of Quality) dapat dilihat pada Gambar 5.
29
Harapan Konsumen
A. Customer Needs and Benefits (Harapan Pelanggan)
D. Relationship (Tanggapan atas kebutuhan pelanggan)
Persentase bobot
Bobot
Rasio perbaikan
C. Technical Response (Tanggapan atas karakteristik proses)
Perusahaan X Target
Tingkat kepentingan (Bobot konversi)
E. Technical Correlations
B. Planning Matrix (Riset pasar & rencana strategik)
Perusahaan X Prioritas Teknis Target Teknis
F. Technical Matrix (Prioritas tanggapan teknis, dan target teknis)
Gambar 5. Ilustrasi Rumah Mutu Perusahaan X Tahapan pembuatan Rumah Mutu (House of Quality) untuk industri CPO dan minyak goreng adalah sebagai berikut : A. Customer Needs and Benefits (harapan pelanggan) Tahap ini merupakan tahap untuk mendefenisikan harapan konsumen dan mengukur atribut-atribut mutu produk yang menjadi prioritas dengan cara pembobotan. Data untuk tahap ini diperoleh dari kuesioner dan wawancara
30
langsung kepada konsumen, serta berdasarkan studi literatur. Penilaian kuisioner menggunakan skala 5 (Likert). Data yang diperoleh kemudian dihitung dengan cara : (N1 x 1) + (N2 x 2) + (N3 x 3) + (N4 x 4) + (N5 x 5) Ket :
N1 = Jumlah responden dengan jawaban “sangat tidak puas” N2 = Jumlah responden dengan jawaban “tidak puas” N3 = Jumlah responden dengan jawaban “cukup puas” N4 = Jumlah responden dengan jawaban “puas” N5 = Jumlah responden dengan jawaban “sangat puas”
Langkah-langkah yang ditempuh untuk mendapatkan tingkat kepuasan konsumen adalah sebagai berikut : 1) Mencari nilai indeks maksimum (NI maks) dan nilai indeks minimum (NI min) kemudian menghitung range (NI maks – NI min). Nilai indeks maksimum =
Nilai indeks minimum =
Total nilai maksimum Bobot jawaban tertinggi Total nilai minimum Bobot jawaban terendah
Range = Nilai indeks maksimum – Nilai indeks minimum 2) Membuat interval kelas, yaitu : menentukan selang tingkat kepuasan dari atribut mutu produk yang dinilai. Disini terlebih dahulu dihitung panjang interval kelas. Panjang interval kelas =
Range Jumlah interval kelas
B. Planning Matrix (Riset pasar dan rencana strategik) Planning matrix merupakan informasi mengenai tiga hal, yaitu : (1) data pasar secara kuantitatif yang menunjukkan tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk yang dihasilkan perusahaan, (2) penggunaan rencana
31
strategik (target yang diharapkan perusahaan), serta (3) seberapa besar perbaikan yang perlu dilakukan perusahaan terhadap mutu produknya. Penilaian masih menggunakan skala likert menurut data sekunder yang diperoleh dari perusahaan. Nilai yang diperoleh pada tahap ini dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut : Rasio perbaikan = target nilai / skor evaluasi Bobot
= rasio perbaikan x tingkat kepentingan atribut
%bobot
= bobot/total bobot x 100%
C. Technical Response (Tanggapan atas karakteristik proses) Technical Response merupakan tahap untuk menentukan aktivitas proses yang terkait dengan spesifikasi dan harapan konsumen. Penentuan aktivitas proses dilakukan oleh para pakar dengan teknik brainstorming dan studi literatur. D. Relationship (Tanggapan atas kebutuhan pelanggan) Relationship merupakan pertimbangan tentang hubungan yang kuat atau lemah antara kebutuhan dan harapan pelanggan terhadap technical response (karakteristik proses). Tujuan dari membangun hubungan keterkaitan adalah untuk menunjukkan karakteristik proses yang memiliki hubungan paling berarti dengan atribut mutu produk, sehingga pada saat matriks sudah selesai dan analisa dilakukan dapat ditentukan karakteristik proses mana yang harus mendapat perhatian utama. Hubungan antara harapan konsumen dan karakteristik proses dapat dinyatakan dengan menggunakan lambang-lambang, yaitu sebagai berikut : = 10 = melambangkan hubungan kuat = 5 = melambangkan hubungan sedang = 1 = melambangkan hubungan lemah E. Technical Correlations Technical Correlations merupakan informasi mengenai hubungan antara elemen-elemen
technical
response
(karakteristik
proses).
Beberapa
karakteristik proses memiliki proses keterkaitan antara satu dengan lainnya. Pemberian tindakan pada karakteristik proses dapat mengakibatkan perubahan
32
pada karakteristik proses yang terkait lainnya, baik perubahan searah (positif) maupun perubahan berlawanan arah (negatif). Hubungan
keterkaitan
antara
elemen-elemen
technical
response
(karakteristik proses) dinotasikan dengan lambang sebagai berikut : 1) Hubungan kuat positif (++) Hubungan kuat positif merupakan hubungan searah yang kuat, dimana bila salah satu karakteristik proses memiliki ketergantungan terhadap proses yang lain (proses sebelumnya sangat menentukan mutu produk yang dihasilkan untuk proses selanjutnya). 2) Hubungan positif (+) Hubungan positif merupakan hubungan searah namun ketergantungannya tidaklah sekuat hubungan pada poin 1, dimana proses sebelumnya memiliki pengaruh sedang dalam penentuan mutu untuk proses selanjutnya. 3) Hubungan negatif (-) Hubungan negatif merupakan hubungan tidak searah, yaitu apabila proses yang satu tidak terlalu mempengaruhi mutu produk untuk proses selanjutnya. 4) Hubungan kuat negatif (--) Hubungan kuat negatif merupakan hubungan tidak searah yang kuat, dimana proses yang satu tidak memiliki hubungan ketergantungan dalam penentuan mutu produk yang dihasilkan. Korelasi ini perlu diperhatikan karena dengan adanya hubungan korelasi ini dapat diketahui usaha yang bisa dilakukan untuk memperbaiki suatu karakteristik proses dalam rangka meningkatkan kepuasan konsumen dan pengaruhnya terhadap karakteristik proses yang lain. F. Technical Matrix (Prioritas tanggapan teknis dan target teknis) Technical Matrix berisi informasi mengenai tingkat kepentingan tanggapan teknis berdasarkan kebutuhan dan harapan pelanggan, serta nilai relatif dari karakteristik proses yang menjadi target performansi teknis yang harus dicapai perusahaan.
33
Nilai tingkat kepentingan karakteristik proses ke-Y = (Bobot konversi tiap atribut x karakteristik proses ke-Y)
Nilai relatif karakteristik proses ke-Y = Tingkat kepentingan proses Jumlah total nilai kepentingan
Metode Self Assessment Data yang diperoleh dari kuesioner di perusahaan mengenai penilaian ISO 9001 dan SMKP akan dianalisis menggunakan metode modifikasi self assessment (Johnson, 1993) dengan tujuan untuk menilai sejauh mana penerapan SMM ISO 9001 dan SMKP yang telah diterapkan oleh industri. Tahapan penilaian dari metode modifikasi self assessment adalah sebagai berikut : a. Jawaban dari setiap pertanyaan dinilai berdasarkan isian kuesioner. Setiap jawaban mempunyai jangkauan penilaian 0 (untuk jawaban tidak) dan 1 (untuk jawaban ya). Bila pertanyaan ditanyakan berulang pada bagian yang berbeda, maka nilainya adalah 0,5. b. Setiap unsur mempunyai nilai maksimum yang merupakan nilai maksimum unsur jika setiap elemen diterapkan. c. Nilai setiap unsur yang diterapkan dibandingkan dengan nilai maksimum setiap unsur. d. Dilakukan interpretasi terhadap nilai penerapan yang diperoleh perusahaan, yaitu sebagai berikut : Nilai penerapan < 50 % nilai maksimum
= tidak dipenuhi
Nilai penerapan = 50 % nilai maksimum
= dipenuhi sebagian
Nilai penerapan > 50 % nilai maksimum
= dipenuhi.
Interpretasi penilaian penerapan SMM ISO 9001 dan SMKP yang telah diperoleh kemudian dianalisa.
Metode Analisis SWOT Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities),
34
namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats). Proses penyusunan perencanaan strategis melalui tiga tahap analisis (Rangkuti, 2000), yaitu sebagai berikut : a. Tahap Pengumpulan Data Tahap ini pada dasarnya tidak hanya berupa pengumpulan data, tapi juga pengklasifikasian dan pra-analisis data. Pada tahap ini, data yang diperoleh dapat dibagi dua, yaitu data eksternal dan data internal. Data eksternal dapat diperoleh dari lingkungan di luar perusahaan, seperti : analisis pasar, analisis kompetitor, analisis komunitas, analisis pemerintah, analisis pemasok, dan sebagainya, sedangkan data internal diperoleh dari dalam perusahaan itu sendiri, seperti : laporan keuangan, laporan sumber daya manusia, laporan kegiatan operasional, laporan kegiatan pemasaran, dan sebagainya. Data yang diperoleh dimodelkan ke dalam matriks, yang terdiri atas matriks faktor strategi eksternal (Matriks EFE) dan matriks faktor strategi internal (Matriks IFE). Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) digunakan untuk mengetahui faktor-faktor internal perusahaan berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan yang dianggap penting, sedangkan matriks EFE (Eksternal Factor Evaluation) digunakan untuk mengevaluasi faktorfaktor eksternal yang berkaitan dengan peluang dan ancaman bagi perusahaan. Kedua matriks tersebut kemudian akan digabungkan ke dalam satu matriks yang disebut matriks IE (internal-eksternal). Tujuan matriks ini adalah untuk memperoleh data strategi yang lebih detail (Rangkuti, 2000). b. Tahap Analisis Setelah data yang diperlukan diperoleh, selanjutnya akan dilakukan tahap analisis data. Tahap analisis ini menggunakan model Matriks SWOT, dimana matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Model Matriks SWOT dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini.
35
Menurut David (2002), matriks TOWS (Threats-OpportunitiesWeakness-Strengths) atau yang lebih dikenal dengan matriks SWOT merupakan alat pencocokan yang penting, yang membantu manajer untuk mengembangkan
empat
tipe
strategi,
dimana
matriks
ini
dapat
mengembangkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Keempat strategi tersebut adalah sebagai berikut : 1) Strategi S-O, strategi ini menggunakan kekuatan internal perusahaan untuk meraih peluang-peluang yang ada di luar perusahaan. 2) Strategi W-O, strategi ini bertujuan untuk memperkecil kelemahankelemahan internal perusahaan dengan memanfaatkan peluang-peluang eksternal. 3) Strategi S-T, strategi ini berusaha untuk menghindari atau mengurangi dampak
dari
ancaman-ancaman
eksternal
dengan
menggunakan
kekuatan yang dimilikinya. 4) Strategi W-T, strategi ini merupakan suatu cara untuk bertahan dengan mengurangi kelemahan internal serta menghindari ancaman. c. Tahap Pengambilan Keputusan Setelah dilakukan tahap pengumpulan data dan dianalisa maka akan diperoleh suatu kesimpulan yang berupa alternatif pengambilan keputusan sebagai alat strategi bagi perusahaan. Tabel 7. Model Matriks SWOT Faktor Internal
STRENGHTS (Kekuatan)1
WEAKNESSES (Kelemahan)2
SO Gunakan kekuatan untuk mengambil manfaat dari peluang yang ada
WO Mengatasi kelemahan dengan mengambil manfaat dari peluang yang ada WT Mengatasi ancaman dan memperbaiki kelemahan
Faktor Eksternal OPPORTUNITIES (Peluang)3
THREATS (Ancaman)4
ST Gunakan kekuatan untuk menangkis ancaman
Sumber : David, 2002
36
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN PKS RAMBUTAN, PT.PERKEBUNAN NUSANTARA III (Persero) Sejarah Perusahaan PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) merupakan salah satu dari 14 badan usaha milik negara (BUMN) yang bergerak dalam bidang usaha perkebunan, pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan. Pembentukan perusahaan ini mempunyai lintasan sejarah yang diawali dengan proses pengambil-alihan perusahaan untuk perkebunan Belanda pada tahun 1958 oleh pemerintah RI yang dikenal sebagai proses “Nasionalisasi” perusahaan perkebunan asing menjadi perusahaan perseroan negara (PPN). Embrio yang turun membentuk perusahaan berasal dari NU Rubber Culture Maatchappij Amsterdam (RCMA) dan NU Culture Kij’de Oeskut (CMO) yang merupakan perusahaan perkebunan Belanda yang beroperasi di Indonesia sejak zaman kolonial pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Langkah awal perusahaan dimulai pada tahun 1958 dengan nama perusahaan perkebunan negara baru cabang SUMUT (PPN Baru). Setelah mengalami beberapa kali perubahan, bentuk/status badan hukum sejalan dengan undang-undang (UU) dan Peraturan Pemerintah (PP) yang ada. Pada tahun 1968 PPN tersebut di re-organisasikan menjadi beberapa kesatuan perusahaan negara perkebunan (PNP) yang selanjutnya pada tahun 1974 bentuk hukumnya dialihkan menjadi PT. Perkebunan (Persero). Dalam rangka menunjukkan efektifitas dan efisiensi terhadap kegiatan usaha BUMN, pemerintah telah mencanangkan program re-strukturisasi BUMN, subsektor perkebunan melalui penggabungan usaha berdasarkan wilayah eksploitasi dan perampingan struktur organisasi. Diawali dengan langkah penggabungan manajemen pada tahun 1994, 3 (tiga) BUMN perkebunan yang terdiri dari PT. Perkebunan III (Persero), PT. Perkebunan IV (Persero) dan PT. Perkebunan V (Persero) disatukan pengelompokannya oleh Direksi PT. Perkebunan Nusantara III (Persero). Selanjutnya melalui peraturan pemerintah No. 8 tahun 1996, tanggal 14 Februari 1996 ketiga perusahaan tersebut yang wilayah kerjanya berada di propinsi Sumatera Utara digabungkan menjadi satu
37
perusahaan dengan nama “PT. Perkebunan Nusantara III (Persero)” yang berkedudukan di Medan, Sumatera Utara. Perusahaan bergerak di bidang usaha perkebunan dengan komoditas utama (core bisnis) kelapa sawit dan karet. Perusahaan memiliki lahan perkebunan yang didukung dengan pabrik pengolahan untuk masing-masing komoditas tersebut. Selain itu perusahan juga memiliki fasilitas pengolahan industri hilir karet. Lahan perkebunan perusahan tersebut di Propinsi Sumatera Utara seluas 144.580 Ha dalam pengolahan perusahaan, sedangkan bahan baku untuk pabrik kelapa sawit dan pabrik karet berasal dari kebun sendiri, kebun plasma maupun pihak lain. Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Rambutan merupakan salah satu pabrik kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara III (Persero).
Letak Pabrik PKS Rambutan merupakan salah satu dari 11 PKS yang dimiliki PT. Perkebunan Nusantara III (Persero). Pabrik kelapa sawit (PKS) Rambutan dibangun tahun 1983 yang berlokasi di Desa Paya Bagas Kecamatan Rambutan, Kotamadya Tebing Tinggi, Propinsi Sumatera Utara dengan kapasitas olah 30 ton/jam. Sumber bahan baku (TBS) berasal dari kebun seinduk dan kebun pihak ketiga terutama Perkebunan Inti Rakyat (PIR) yang berada di daerah Serdang Bedagai/Deli Serdang sekitarnya.
Struktur Organisasi Perusahaan Untuk mendukung kelancaran pengoperasian, PKS Rambutan mempunyai tenaga kerja/karyawan sebanyak 227 orang dengan perincian karyawan pimpinan delapan orang, karyawan pengolahan 84 orang, karyawan laboratorium/sortasi 33 orang, karyawan bengkel 38 orang, karyawan dinas sipil 15 orang, karyawan administrasi 17 orang, karyawan bagian umum/hansip 24 orang, dan karyawan bagian produksi delapan orang. Adapun struktur organisasi dapat dilihat pada Lampiran 3.
38
Produk dan Bahan Baku PKS Rambutan merupakan pabrik yang mengolah kelapa sawit menjadi CPO (crude palm oil) atau minyak sawit kasar. Sumber TBS (Tandan Buah Segar) sebagai sumber bahan baku yang masuk ke PKS Rambutan adalah berasal dari kebun seinduk dan pihak ketiga. Sumber TBS dari kebun seinduk berasal dari delapan kebun kelapa sawit, yaitu : Kebun Rambutan, Kebun Tanah Raja, Kebun Gunung Pamela, Kebun Gunung Monako, Kebun Sarang Gitting, Kebun Silau Dunia, Kebun Sei Putih, dan Kebun Gunung Para, sedangkan dari pihak ketiga berasal dari PIR dan Pembelian TBS pihak ketiga. Buah yang berasal dari kebun seinduk merupakan TBS, namun dari pihak ketiga hanya berupa brondolan saja. Dari perkiraan keseluruhan, buah yang berasal dari pihak ketiga hanya berkisar 5-10 % dari total bahan baku yang dibutuhkan PKS.
Proses Produksi CPO PKS Rambutan mengolah tandan buah segar (TBS) menjadi crude palm oil (CPO) dan kernel. Untuk mengolah TBS menjadi crude palm oil (CPO) dan kernel, PKS Rambutan memiliki 10 stasiun kerja yang saling terkait, yaitu : Stasiun Penerimaan TBS dan Pengiriman Produksi, Stasiun Loading Ramp, Stasiun Rebusan, Stasiun Thresing, Stasiun Pressing, Stasiun Klarifikasi, Stasiun Kernel, Stasiun Water Treatment, Stasiun Water Plant, Stasiun Fat-fit dan Effluent. Kapasitas pabrik disesuaikan dengan kapasitas alat pengempaan, yaitu 30 ton/jam. Diagram alir proses produksi CPO di PKS Rambutan dapat dilihat pada Lampiran 4. 1. Stasiun Penerimaan TBS Pada stasiun ini, dilakukan proses penerimaan TBS, yang bertujuan untuk memperoleh catatan waktu dan jumlah produk yang masuk dan dibongkar di loading ramp sesuai dengan kapasitas olah dan tidak dibenarkan membongkar TBS di pohon. Peralatan dan bahan yang dibutuhkan terdiri atas alat angkut TBS, timbangan dan loading ramp. Prosedur kerja di stasiun penerimaan TBS adalah sebagai berikut :
39
a. Penerimaan TBS harus disertai dengan surat pengantar buah yang berisikan : asal TBS, tahun tanam, jumlah tandan, tanggal panen, jam berangkat dan ditandatangani oleh pengirim. b. Penerimaan TBS disesuaikan dengan waktu olah dan kapasitas pabrik. c. Alat angkut TBS terlebih dahulu ditimbang, dicatat tanggal, jam tiba, dan
Formatted: Bullets and Numbering
hasil timbangan (bruto). d. TBS dibongkar di loading ramp. e. Alat angkut TBS ditimbang kosong (tarra), sehingga diketahui berat netto. Berat netto adalah berat bruto dikurangi berat tarra. f. Penimbangan dan pencatatan hasil penimbangan diserahkan kepada pemasok yang bersangkutan (sesuai dengan formulir yang berlaku). g. Hasil penimbangan TBS dibukukan dalam buku produksi. 2. Stasiun Loading Ramp Loading ramp adalah tempat penampungan sementara dan pemindahan tandan buah ke dalam rebusan (sterilizer). Tandan buah ditaruh pada tiap-tiap sekat (bays) dan diatur dengan pintu-pintu lain dengan isian sesuai kapasitas. Pengisian bays tidak boleh terlalu penuh karena dapat mengakibatkan hal-hal berikut : 1. Pintu dan penahan buah membengkok. Formatted: Bullets and Numbering
2. Tandan dan buah brondol dapat jatuh ke bawah 3. Dapat menyulitkan penurunan tandan buah ke dalam lori. Hal tersebut diatas dapat mengakibatkan kerugian produksi, yaitu kenaikan losis dan kenaikan ALB. Loading ramp PKS Rambutan berjumlah satu unit (12 bays) dengan kapasitas loading ramp sebesar 144 ton. Pada stasiun ini terjadi proses sortasi, yaitu pemilihan TBS yang sesuai dengan kriteria yang diinginkan PKS. Tujuan sortasi adalah untuk menjamin bahan baku TBS kelapa sawit yang diterima di pabrik sesuai kriteria yang sudah ditentukan. Peralatan dan bahan yang dibutuhkan antara lain gancu, sekop, timbangan, buku sortasi, dan surat pengantar buah.
40
Tabel 8. Kriteria kematangan TBS, persyaratan mutu dan komposisi panen yang ideal (Instruksi Kerja Bagian Sortasi PKS Rambutan PTP. N III, 2005) Fraksi Kematangan Buah luar membrondol Komposisi panen ideal Fraksi 00 Sangat mentah Tidak ada Tidak boleh ada Fraksi 0
Mentah
0 – 12,5 %
Tidak boleh ada
Fraksi 1
Kurang matang
12,50 – 25 %
Maksimal 20 %
Fraksi 2 dan 3
Matang
25 % - 75 %
Maksimal 68 %
Fraksi 4 dan 5
Lewat matang
75 % - 100 % dan buah dalam ikut membrondol
Maksimal 12 %
Brondolan = 7% +
Fraksi 4 + Fraksi5 % 2
Catatan : 7% adalah brondolan dari Fraksi 0,1,2 dan 3. Apabila persentase brondolan kurang dari perhitungan maka setiap penurunan/ kekurangan brondolan 1% maka rendemen turun sebesar 0,5 %. Prosedur pelaksanaan sortasi adalah sebagai berikut : 1. Buah yang disortasi hanyalah buah segar (TBS) yang diserahkan pada hari yang sama ke pabrik. 2. Truk yang mengangkut TBS yang akan disortasi dipilih secara acak (random) dari setiap afdeling oleh asisten laboratorium dan secara insidentil ditetapkan manajer. 3. Buah yang disortasi adalah 5-10 % dari produksi atau minimal 1 truk dari setiap afdeling. Buah pihak ketiga (plasma, pembelian, dan titip olah) disortasi seluruhnya. 4. Hasil dari sortasi berlaku umum untuk semua produksi TBS afdeling bersangkutan pada hari yang sama. 3. Stasiun Perebusan (Sterilizer)
Dari loading ramp, TBS dimasukkan ke dalam lori rebusan, kemudian lori dimasukkan ke dalam rebusan (sterilizer) untuk direbus dengan tujuan berikut ini : -
Memudahkan brondolan lepas dari tandan
-
Melunakkan buah sehingga mudah diaduk
-
Menonaktifkan enzim-enzim yang merusak mutu minyak
41
Formatted: Bullets and Numbering
-
Menggumpalkan zat putih telur dalam buah agar pemurnian minyak mudah dilakukan.
-
Melunakkan inti dari cangkang.
Perebusan dilaksanakan dengan kondisi operasi sebagai berikut : -
Tekanan uap 2.8 sampai dengan 3.0 kg/cm2.
-
Waktu merebus 80-90 menit (siklus perebusan)
-
Sistem merebus 3 puncak, puncak pertama dengan tekanan 1 kg/cm2, puncak kedua sampai 2 kg/cm2 dan puncak ketiga 2.8-3 kg/cm2.
-
Pada puncak ketiga, waktunya 35-45 menit, dimana lamanya tergantung pada kondisi buah (buah segar 45 menit, buah menginap 35 menit).
Tujuan cara merebus sistem tiga puncak adalah sebagai berikut : -
Tahap pertama adalah pembuangan udara dan penguapan air dari tandan buah (air kondensat).
-
Tahap kedua, untuk pematangan dan melunakan daging buah. Cara ini dilakukan untuk memperoleh hasil rebusan buah yang sempurna,
mengingat kerapatan brondolan dalam tandan buah semakin padat atau solid. Untuk mencapai kematangan perebusan brondolan bagian dalam diperlukan panas yang cukup. Pembuangan air kondensat dan udara pada puncak pertama dan kedua harus benar-benar sampai habis. Perebusan yang kurang sempurna akan mengakibatkan brondolan sukar lepas dari tandan, kehilangan brondolan di janjang kosong naik, buah yang kurang matang memerlukan perebusan ulang, pengepresan lebih sulit, inti kurang lekang dari cangkangnya, kehilangan minyak dalam air kondensat tinggi, serta kehilangan minyak dalam janjang kosong naik. 4. Stasiun Penebahan (Thresing) dan Pengadukan (Digester)
Setelah direbus tandan buah dimasukkan kedalam alat penebah (thresher). Tujuannya untuk melepaskan brondolan dari janjangan. Proses perontokan berlangsung akibat terbantingnya berulang-ulang tandan buah di dalam alat penebah, yang berputar dengan kecepatan ± 23 rpm.
42
Dalam penggunaan alat penebah, hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut : -
Sewaktu diputar, tandan buah dalam alat penebah harus dapat mencapai ketinggian yang maksimal sebelum jatuh.
-
Pengaturan buah yang masuk ke dalam alat penebah disamakan dengan kapasitas alat, sehingga tidak terjadi kelebihan kapasitas.
Hal yang menyebabkan hasil penebahan kurang sempurna antara lain : -
Tandan buah dari lapangan mentah
-
Tandan buah kurang masak dalam perebusan
-
Susunan brondolan dalam tandan sangat rapat dan padat sehingga uap tidak dapat mencapai bagian dalam tandan.
-
Pengeluaran udara kurang sempurna. Setelah terjadi penebahan di alat penebah (thresher), selanjutnya
brondolan dimasukkan ke dalam alat pengadukan (digester). Brondolan yang telah rontok pada proses penebahan, selanjutnya dimasukkan kedalam alat pengaduk/digester. Di dalam alat pengaduk, brondolan diremas/dilumat dengan pisau pengaduk yang diputar sambil dipanaskan. Proses pengadukan berlangsung akibat adanya gesekan antara pisau brondolan dan adanya tekanan gaya berat dari brondolan yang terisi penuh dalam alat pengaduk. Tujuan dari proses pengadukan adalah mendapatkan massa adukan yang homogen agar mudah diproses dalam pengepresan. Pengadukan dilaksanakan dalam kondisi sebagai berikut : -
Ketel adukan selalu dalam keadaaan penuh.
-
Suhu 90–95 oC.
-
Waktu pengadukan ± ½ jam.
Jika kondisi ini tidak terpenuhi, massa adukan akan sulit dikempa/dipress, dan akibatnya kehilangan minyak dalam ampas semakin tinggi. 5. Stasiun Pengempaan (Pressing)
Setelah terjadi pengadukan di digester, brondolan tersebut dimasukkan ke dalam alat pengempaan. Tujuan pengempaan adalah semaksimal mungkin memisahkan minyak yang ada dari massa adukan pada tingkat tekanan
43
tertentu. Minyak kasar yang diperoleh dialirkan ke stasiun klarifikasi untuk dijernihkan atau dimurnikan, sedangkan ampas diteruskan ke depericarper. Pengempaan dilakukan pada kondisi sebagai berikut : -
Suhu massa yang diproses 90–95 oC
-
Tekanan pengempaan 35–40 bar (tergantung pada jenis kempa)
-
Penambahan air panas dengan suhu 95 oC sebanyak 12–20% terhadap berat TBS. Penambahan air panas harus dapat memenuhi ketentuan cairan yang diinginkan pada proses pemurnian di klarifikasi, yakni di countinous settling tank (CST).
Hal yang dapat menyebabkan pengepresan kurang sempurna adalah buah kurang matang, pengadukan tidak sempurna, dan screw press sudah aus. Akibat dari ketidaksempurnaan pengepresan dapat menimbulkan kehilangan minyak pada ampas naik, kehilangan minyak pada biji naik, dan inti pecah naik. 6. Stasiun Pemurnian Minyak (Klarifikasi)
Minyak kasar yang keluar dari alat pengempaan dialirkan ke stasiun klarifikasi melalui sand trap tank, yang berfungsi sebagai penangkap pasir dan vibro separator untuk menyaring benda-benda kasar dari cairan. Crude oil dipompakan ke VCT (Vertical Clarifier Tank) untuk memisahkan sebagian minyak dari sludge dengan perbedaan bobot jenis dengan suhu 90–95oC. Minyak yang berada di bagian atas dialirkan ke oil tank, selanjutnya ke oil purifier untuk memisahkan sisa air yang masih ada dan kemudian dipompakan ke tangki timbun. Dari VCT, cairan sludge dialirkan ke dalam tangki sludge dengan suhu harus tetap dipertahankan 90–95oC. Selanjutnya cairan sludge dialirkan ke sludge separator melalui pre-cleaner dan strainer. Pre-cleaner berfungsi menghilangkan panas dari cairan, sedangkan strainer berfungsi menghilangkan serat-serat halus (NOS/non oil solid). Sludge separator dioperasikan dengan kondisi suhu cairan sludge 90–95oC dan cairan yang diolah sesuai dengan kapasitas alat. Hal-hal yang menyebabkan sludge separator tidak bekerja dengan sempurna adalah sebagai berikut : - Suhu cairan rendah, dibawah 90oC.
44
- Brush stasioner sudah rusak atau tidak berfungsi dengan baik - Alat dalam keadaan kotor atau aus. Akibat hal tersebut kehilangan minyak dalam sludge akan naik. Cairan sludge selanjutnya akan dialirkan ke dalam bak fat pit. Tujuannya adalah untuk mengutip kembali sisa minyak yang masih ada dalam sludge. Setelah itu, cairan sludge dibuang ke dalam pond untuk diproses sebelum dibuang. Sludge yang berada di bagian bawah akan dialirkan ke sludge tank untuk diolah ke sludge separator atau decanter. Pada penggunaan sludge separator, sludge tersebut harus melalui brush strainer dan sand cyclone untuk memisahkan serabut dan pasir. Selanjutnya sludge tersebut diproses di sludge separator untuk memisahkan minyak dari drab. Minyak yang diperoleh dipompakan kembali ke VCT, drab dialirkan ke fat pit. Dari fat pit dialirkan ke deoling pond dan minyak yang diperoleh dikembalikan ke recovery tank. Jika menggunakan decanter, vibro separator yang dipakai adalah single deck ukuran 20 mesh. Minyak kasar dari vibro separator ditampung dalam bak minyak kasar (crude oil) kemudian dialirkan ke decanter. Kegunaan decanter adalah memisahkan serat-serat halus (non oil solid) yang terkandung dalam minyak kasar. Serat halus berasal dari serat atau ampas dari buah mentah yang terputus-putus pada waktu pengepresan. Dengan berkurangnya serat halus, cairan minyak tidak akan kental sehingga proses pemisahan di dalam VCT akan lebih sempurna. Pengoperasian decanter dilaksanakan dengan kondisi suhu minyak kasar 90–95oC dan putaran motor penggerak 1500 rpm dan scroll 250 rpm. Keuntungan menggunakan decanter ialah pengenceran dapat dikurangi menjadi 60% dan pendangkalan kolam limbah tidak akan terjadi. Di dalam VCT (Vertical Clarifier Tank), lumpur kotor (sludge) dipisahkan dari minyak. Prinsip pemisahan berlangsung didasarkan pada perbedaan bobot jenis. Minyak yang berat jenis lebih ringan akan naik, sedangkan cairan lumpur akan turun. Dalam pemisahan ini, kekeruhan cairan (viskositas) dan suhu cairan sangat memegang peranan penting, oleh karena itu pengenceran
45
dan pemanasan merupakan faktor penentu keberhasilan pemisahan atau pemurnian di klarifikasi. Pemisahan di dalam VCT memerlukan kondisi sebagai berikut : - Suhu cairan dalam VCT harus antara 90–95oC. - Untuk menghindari terbawanya kotoran dalam minyak, ketebalan lapisan minyak di permukaan tangki VCT diatur ± 60 cm VCT vertikal dan ± 40 cm VCT horizontal. - Pemanasan dilakukan dengan sistem coil pipa pemanas. Jika pemisahan VCT berjalan dengan sempurna, minyak yang keluar dari VCT ke tangki minyak (oil tank) memiliki kadar kotoran 0,3–0,4 %, kadar air 0,6–0,8 %, dan cairan sludge menjadi minyak 10–12 %. Selanjutnya minyak dialirkan ke dalam oil purifier. Di dalam alat tersebut, kotoran dan air dipisahkan dari minyak sehingga kadar kotoran menjadi 0,1–0,2 % dan kadar air ± 0,4 %. Untuk meminimalkan air yang masih ada, minyak dialirkan ke dalam vacum drier dengan tekanan vakum 650.701 mmHg. Minyak akan keluar dengan kadar air 0,1–0,2%. Minyak yang keluar dari vacum drier ini sudah memenuhi standar mutu. Keberhasilan proses pemurnian minyak sangat ditentukan oleh proses pemisahan di VCT dan berfungsinya alat vacum drier. Minyak yang keluar dari vacum drier dialirkan ke balance tank dan selanjutnya dipompakan ke tangki timbun. 7. Stasiun Kernel
Melalui Cake Breaker Conveyor (CBC), ampas dialirkan ke ketel melalui blower untuk dipakai sebagai bahan bakar dan biji dialirkan ke depericarper. Bila persentase inti pecah tinggi, maka kehilangan inti pada ampas akan dihisap oleh blower. Pengolahan biji Tenera
Biji yang telah pecah di masukkan ke dalam pneumatic separator, abu dan cangkang dihisap ke hopper cangkang, crack mixture yang belum terpisah masuk kedalam sistem pemisah inti basah (hydrocyclone atau claybath). Alat ini bekerja dengan sistem perbedaan biji. Inti dimasukkan ke dalam silo inti
46
untuk di keringkan, cangkang di masukkan ke hopper cangkang untuk bahan bakar ketel uap. Pengeringan inti dalam silo dilaksanakan sebagai berikut : - Pemanasan di lakukan dengan sistem tiga tingkat, dengan suhu atas 80 oC, tengah 70 oC dan bawah 60 oC. - Waktu pengeringan ± 24 jam. Inti sawit kering dibersihkan dengan blower, kemudian yang telah kering ditimbang selanjutnya dikirim ke gudang inti. Mutu inti akan baik jika proses pengolahan biji mulai dari perebusan buah sampai pengeringan dan penghisapan kotoran dilaksanakan dengan baik. Biji yang sudah dipoles keluar dari polishing drum melalui timba biji atau destoner dimasukkan ke dalam hopper. Di hopper diumpan ke dalam ripple mill untuk dipecah. Pemecahan dalam ripple mill adalah dengan cara menjepit biji diantara rotor ban dan dinding yang bergerigi. Pengolahan Biji Dura
Biji yang sudah dipoles keluar dari polishing drum melalui timba biji atau destoner dimasukkan ke dalam silo biji. Dari silo biji melalui shaling grate diumpan ke dalam unit grading drum untuk pemisahan fraksi sampah, kecil, sedang, dan besar. Fraksi kecil, sedang, dan besar dimasukkan ke dalam cracker untuk pemecahan. Pemecahan dalam nut cracker adalah berdasarkan lemparan biji ke dalam dinding cracker ripple mill, yakni dengan cara menjepit biji diantara rotor ban dan dinding yang bergerigi. Biji yang telah pecah dimasukkan ke dalam pneumatic separator, abu dan cangkang dihisap ke hopper cangkang, cracker mixture yang belum terpisah masuk ke dalam inti basah hydrocyclone atau claybath. Alat ini bekerja dengan sistem perbedaan bobot jenis. Inti dimasukkan ke silo inti untuk dikeringkan, cangkang dimasukkan ke hopper cangkang untuk bahan bakar ketel uap. Pengeringan inti dalam silo dilaksanakan sebagai berikut : - Pemanasan dilakukan dengan sistem tiga tingkat, dengan suhu atas 80 oC, tengah 70 oC dan bawah 60 oC. - Waktu pengeringan ± 24 jam. Inti sawit kering dibersihkan dengan blower, kemudian yang telah kering ditimbang selanjutnya dikirim ke gudang inti. Mutu inti akan baik jika proses
47
pengolahan biji mulai dari perebusan buah sampai pengeringan dan penghisapan kotoran dilaksanakan dengan baik. 8. Stasiun Water Treatment (Stasiun Pemurnian Air)
PKS Rambutan memanfaatkan air dari sungai Padang yang berjarak ± 1 km dari PKS Rambutan untuk memasok kebutuhan air. Air tersebut diperlukan untuk proses perebusan, pembangkit tenaga listrik, proses pembersihan, dan untuk perumahan. Air yang berasal dari sungai biasanya mengandung zat-zat padat yang harus dibersihkan terlebih dahulu. Perlakuan yang dilakukan pada air sungai sebelum dipergunakan terdiri dari sedimentasi, flokulasi, koagulasi, dan filtrasi. Proses pengolahan air terdiri dari hal-hal sebagai berikut : 1. Pengolahan air domestik Pengolahan air untuk kebutuhan domestik, baik yang bersumber dari air permukaan atau air bawah tanah dilaksanakan dengan tahapan: pengendapan, penyaringan, koagulasi dan flokulasi, desinfektan (proses klorinasi
atau
penambahan
kaporit),
penghilangan
bau
dengan
menggunakan karbon aktif. 2. Pengolahan air ketel uap Pengolahan air untuk kebutuhan ketel uap, baik bersumber dari air permukaan atau air bawah tanah dilakukan dengan tahapan : a. Proses fisika (sedimentasi dan penyaringan) b. Proses kimiawi, dengan penggunaan bahan kimia untuk air umpan
Formatted: Bullets and Numbering
ketel dan untuk air ketel. 3. Proses penjernihan air dilakukan sebagai berikut : a. Proses koagulasi dilakukan pada clarifier tank dengan menginjeksikan bahan kimia soda ash, tawas dan flokulan, dimana pembubuhan soda ash digunakan untuk mengatur pH yang sesuai. b. Hasil penjernihan dari clarifier tank ditampung pada bak pengendapan. c. Air dari bak pengendapan, melalui sand filter dipompakan ke water tower. 4. Proses demineralisasi a. Proses demisi bertujuan untuk :
48
Formatted: Bullets and Numbering
-
menurunkan kesadahan air dengan menggunakan cation exch.
-
Menurunkan silica dengan menggunakan anion exch.
Air yang sudah melalui proses demisi ditampung dalam feed tank yang nantinya digunakan sebagai air umpan ketel. Cat : Regenerasi cation unit dilakukan bila kadar kesadahan telah
mencapai 2 ppm. regenerasi anion unit dilakukan bila kadar silica telah mencapai
5 ppm. b. Suhu air yang keluar dari feed tank minimum 70oC. 5. Untuk menghilangkan O2 terlarut (dissolved O2), air umpan dari feed tank dipompakan ke deaerator untuk dipanasi hingga suhu 95–100oC. Formatted: Bullets and Numbering
6. Penggunaan bahan kimia (internal treatment) Air dari daerator dipompakan ke ketel uap dengan terlebih dahulu diinjeksikan bahan kimia internal yang bertujuan untuk menghindari terjadinya korosi pada ketel uap. Bahan kimia internal treatment : - oxigen scavanger - scale inhibitor - pH alkalinity (pH Boster) - sludge conditioner / disposant. 7. Untuk pengawasan mutu air, dilakukan pengambilan contoh sesuai kebutuhan dan dianalisis di laboratorium, hasilnya digunakan untuk perbaikan atas penyimpangan. 8. Bahan kimia yang digunakan untuk eksternal dan internal treatment harus diikuti dengan pemeriksaan bulanan oleh pemasok bahan kimia guna memastikan bahwa pemakaian bahan kimia tepat dosis sehingga mutu air boiler sesuai dengan standar. Pemasok harus memiliki teknisi yang ahli untuk memberikan rekomendasi untuk perbaikan dan penyempurnaan pengolahan air umpan boiler. Hasil pemeriksaan dan rekomendasi oleh teknisi ahli tersebut harus dilaksanakan setiap bulan, sesuai hasil kunjungan yang bersangkutan ke
49
Formatted: Bullets and Numbering
pabrik terkait dan dibuat dalam laporan tertulis untuk diserahkan kepada direktur produksi, bagian teknologi, distrik, manajer, dan pabrik yang bersangkutan. 9. Stasiun Pembangkit Tenaga Listrik (Power Plant)
Stasiun ini berfungsi sebagai penggerak peralatan pabrik, penerangan pabrik dan kantor serta perumahan. PKS Rambutan memiliki 2 (dua) unit Turbin Generator dan 2 (dua) unit Diesel Generator. Untuk menampung steam dari turbin terdapat 1 (satu) unit BPV (Back Pressure Vessel), yang berfungsi untuk mendistribusikan uap ke stasiun-stasiun yang memerlukan uap. 10. Stasiun Boiler (Pembangkit Tenaga Uap)
Sumber uap di PKS Rambutan adalah Boiler. Uap tersebut digunakan untuk pembangkit tenaga listrik dan pemanasan. Boiler tersebut menggunakan bahan bakar fibre dan shell yang dihasilkan oleh stasiun Depericarper dan Kernel Recovery. Boiler berfungsi untuk menghasilkan steam dari pipa-pipa air, dimana di dalam boiler pipa-pipa air tersebut dipanaskan dengan mengalirkan udara panas dari hasil pembakaran di Refactory sehingga dibutuhkan untuk proses pembakaran. Udara dari boiler dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut : a. Udara primer
: udara dipasok dari bawah rangka bakar (grate).
b. Udara sekunder
: udara dipasok melalui lorong masuk bahan bakar.
Formatted: Bullets and Numbering
Secara teori, sejumlah bahan bakar memerlukan udara agar pembakaran total tercapai. Udara lebih sebaiknya dihindarkan karena ini akan mendinginkan tungku masak dan operasi boiler jadi tidak efisien. Ada beberapa cara untuk menentukan apakah jumlah udara yang dipasok sudah mencukupi atau berlebihan, yaitu dengan cara berikut : a. Oksigen lebih O2 meter dapat ditempatkan pada Exhouse Ducting agar dapat mengukur oksigen didalam emisi gas asap, dimana angka 2–3 % menunjukkan udara cukup untuk proses pembakaran yang baik. Lebih dari angka diatas berarti terlalu banyak udara lebih dan udara ekstra ini akan dapat mendinginkan tungku.
50
b. Karbondioksida Alat pengukur CO2 dapat juga digunakan, dan ditempatkan di Ducting Exhouse, dimana angka 12–14 % memperlihatkan pembakaran baik. Kurang dari 12 % berarti pembakaran tidak sempurna, dan diatas 14 % menunjukkan udara berlebihan. c. Emisi Cerobong Metode ini umumnya digunakan di PKS dengan kondisi sebagai berikut : 1. Bila warna asap yang keluar dari chimny berwarna coklat muda, maka pembakaran baik. 2. Bila warna asap hitam dan pekat, maka hal ini menunjukkan terlalu banyak bahan bakar digunakan atau udara kurang. 3. Bila asap berwarna putih atau tidak terlihat pada saat boiler beroperasi menunjukkan udara berlebihan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dari boiler adalah pengisian bahan bakar, distribusi bahan bakar, jumlah dan tingginya, desain rangka bakar dan kebersihannya, udara primer, udara sekunder, draft Balance, dan draft adjustment. Di PKS Rambutan memiliki 2 (dua) unit Boiler merek TAKUMA dengan jenis WATER TUBE berkapasitas 20 ton uap/jam. 11. Stasiun Limbah (Effluent Treatment)
a. Persyaratan Limbah Limbah yang dihasilkan PKS berupa limbah padat dan limbah cair. Limbah padat berupa cangkang dan serat yang dipergunakan sebagai bahan bakar boiler. Tandan kosong dimanfaatkan kembali sebagai Mulsa (pupuk bagi tanaman). Limbah cair yang dihasilkan harus mengikuti standar yang telah ditetapkan dan tidak dapat dibuang secara langsung ke sungai karena akan mencemari lingkungan. Limbah di PKS Rambutan diolah dengan sistem Land Application, yaitu dialirkan ke afdeling-afdeling untuk dimanfaatkan menjadi pupuk tanaman kelapa sawit. Untuk limbah yang dicairkan memiliki standar mutu sebagai berikut : BOD < 100 mg/liter, PH > 6, minyak dan lemak < 600 mg/liter. Sumber-sumber limbah cair di PKS Rambutan adalah berasal dari stasiun perebusan sekitar 10% dari TBS olah, stasiun klarifikasi sekitar 40% dari TBS
51
Formatted: Bullets and Numbering
olah, stasiun kernel sekitar 10% dari TBS olah, dan lain-lain sekitar 10%. Total keseluruhan limbah cair adalah sekitar 70% dari TBS olah. Parameter yang menjadi salah satu indikator kontrol untuk pembuangan limbah adalah angka Biological Oxygen Demand (BOD), angka BOD berarti angka yang menunjukkan kebutuhan Oxygen. BOD biasanya diukur dalam periode lima hari. Jika limbah cair yang mengandung BOD tinggi dibuang ke sungai maka oksigen yang ada di sungai akan terhisap oleh material organik tersebut, hingga mahluk hidup lainnya di sungai tersebut tidak kebagian oksigen. Fungsi dari Effluent treatment adalah untuk menetralisir parameter limbah yang masih terkandung dalam cairan limbah sebelum dibuang ke perairan umum (sungai). b. Sistem Pengendalian Sistem pengendalian limbah yang digunakan pada Effluent treatment adalah
dengan
menggunakan
beberapa
kolam,
yaitu
kolam
untuk
menghilangkan minyak, kolam untuk proses asidifikasi, kolam anaerobik, kolam aerobik, dan kolam terakhir. Pada kolam penghilang minyak, tujuannya adalah untuk menghilangkan minyak yang masih terkandung dalam limbah cair dengan mengurangi unsur-unsur yang mengurangi angka BOD. Proses Asidifikasi tujuannya untuk mengurangi suhu dan menaikkan pH, hingga dihasilkan cairan yang lebih stabil untuk mengalir ke tahap berikutnya. Pada kolam Fase aerobik, limbah yang tidak adanya oksigen menggunakan bakteri untuk mengubah limbah menjadi unsur yang tidak merusak lingkungan. Limbah yang mengandung unsur organik digunakan sebagai makanan bakteri untuk mengubahnya menjadi bahan yang tidak berbahaya bagi lingkungan. Pada fase aerobik menghasilkan pengurangan BOD secara signifikan dan PH yang dihasilkan mendekati 7. Yang mempengaruhi kinerja effluent treatment adalah sebagai berikut : 1. Pengendalian suhu dengan menggunakan cooling toner dan re-sirkulasi dan pH. 2. Kedalaman kolam (kapasitas). 3. Sistem distribusi, kondisi pompa, kualitas dan kuantitas umpan. 4. Jumlah dan kondisi bakteri.
52
PT. ASTRA AGRO LESTARI, Tbk Sejarah Perusahaan
PT. Astra Agro Lestari Tbk (biasa disebut PT. AAL) adalah salah satu perusahaan agribisnis terbesar di Indonesia yang bisnis intinya (core business) bergerak dalam bidang perkebunan dan pengolahan kelapa sawit. PT. AAL merupakan salah satu anak perusahaan PT. Astra Internasional Tbk. (Astra International Group) yang termasuk dalam Divisi Astra Resources untuk industri yang berbasis agribisnis perkebunan dan perkayuan. Astra Internasional itu sendiri merupakan salah satu konglomerasi terbesar di Indonesia yang pada awal kegiatan operasionalnya bergerak dalam bidang usaha perdagangan umum terutama hasil bumi. Kemudian Astra Internasional melakukan perluasan usaha ke bidang distribusi kendaraan dan alat-alat berat serta komponen kendaraan bermotor, di samping melakukan penyertaan saham baik secara langsung maupun tidak langsung pada anak-anak perusahaan dan juga kepada perusahaan yang mempunyai hubungan afiliasi yang bergerak dalam berbagai usaha antara lain kendaraan bermotor, jasa keuangan, industri, perkebunan serta usaha-usaha lainnya. PT. Astra Agro Lestari Tbk. semula didirikan dengan nama PT. Suryaraya Cakrawala sesuai Akte Pendirian No. 12 tanggal 3 Oktober 1988, kemudian pada tahun 1989 berubah nama menjadi PT. Astra Agro Niaga berdasarkan Akte Perubahan No. 9 tanggal 4 Agustus 1989. Akte Pendirian perusahaan dan perubahannya telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam SK No. C2-10099.HT.01.01.TH.89 tanggal 31 Oktober 1989 dan diumumkan dalam Lembaran Berita Negara Republik Indonesia No. 101 Tambahan No. 3626 tanggal 19 Desember 1989. Pada tanggal 30 Juni 1997, perusahaan melakukan penggabungan usaha dengan PT. Suryaraya Bahtera salah satu pemegang saham terbesar. Sehubungan dengan penggabungan usaha tersebut, nama perusahaan diubah menjadi PT. Astra Agro Lestari Tbk. (PT. AAL). PT. AAL yang bergerak dalam bidang perkebunan melaksanakan kegiatan usaha mulai dari penanaman, panen, pengolahan dan perdagangan hasil produksinya dilaksanakan oleh Perseroan sendiri maupun dioperasikan melalui 42 anak perusahaan dengan berbagai nama perusahaan yang masuk di dalam
53
beberapa Direktorat yang terbagi di beberapa Divisi Bisnis PT. AAL seluruh Indonesia, yang terdiri dari 30 perusahaan yang bergerak dalam bidang kakao, lima perusahaan dalam perkebunan teh, serta satu perusahaan dalam bidang pengolahan bahan baku CPO menjadi minyak goreng yang pabriknya berada di Tanjung Morawa Medan.
Lokasi Pabrik
Pabrik Refining and Fractionation, PT. Astra Agro Lestari, Tbk berada di jalur trans Medan – Siantar, tepatnya di kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Lokasi pabrik sekitar 300 meter dari persimpangan jalan trans Siantar – Medan. Lokasi pabrik tersebut sangat strategis karena terletak di daerah yang dekat dengan jalan utama sehingga memudahkan sarana transportasi.
Struktur Organisasi Perusahaan
Pada struktur organisasi perusahaan yang ditunjukkan di Lampiran 5, Divisi Refinery berada di bawah naungan direktorat Downstream Industries (DSI) dimana Divisi Refinery ini menangani pengolahan serta penjualan dan pemasaran turunan minyak kelapa sawit (CPO). Sebagai divisi dalam PT. AAL yang memproduksi minyak goreng dengan merek dagang Cap Sendok. Divisi Refinery yang dipimpin oleh seorang General Manager mempunyai tiga departemen yang masing-masing dipimpin oleh seorang manajer yang menjabat sebagai kepala departemen
(Department
Head),
yaitu
departemen
pabrik,
departemen
administrasi dan departemen marketing/pemasaran. Masing-masing manajer dalam menjalankan tugasnya, dibantu oleh beberapa asisten manajer untuk melaksanakan tugas-tugas operasionalnya. Antar departemen pabrik, pemasaran serta administrasi mempunyai keterkaitan satu sama lain, seperti misalnya departemen pemasaran bekerja sama dengan departemen pabrik dalam merencanakan jumlah produksi yang harus dilakukan berdasarkan informasi pasar yang diperoleh departemen marketing. Departemen administrasi bekerja sama dengan departemen pabrik dan departemen
54
marketing dalam mengelola anggaran biaya produksi dan biaya pemasaran. Bagan struktur organisasi ini dapat dilihat pada Lampiran 5. Kepala Divisi Refinery bertugas untuk mengkoordinasikan seluruh manajer untuk mencapai tujuan perusahaan, menetapkan sasarn yang cukup luas serta kebijakan untuk mencapainya, memahami kendala yang terjadi dan merumuskan kembali kebijakan yang harus ditetapkan, serta memastikan strategi berjalan baik sehingga visi dan misi terwujud sesuai dengan rencana. Adapun tugas-tugas dari masing-masing departemen yang dibawahi oleh Divisi Refinery dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Departemen Pabrik (Factory) Departemen pabrik dipimpin oleh seorang Manajer Pabrik (Factory Manager). yang dibantu oleh Deputy Manager. Manajer Pabrik membawahi langsung QAA (Quality Assurance Assistance),
Asisten PPIC (Product
Planning and Inventory Control) dan Asisten SHE (Safety Health and Environment), sedangkan Deputi Manajer Pabrik membawahi langsung asisten permesinan (Maintenance Asistance), Kepala Proses dan Kepala Packing. 2. Departemen Administrasi Departemen Administrasi dipimpin oleh seorang Manajer Administrasi dan membawahi langsung empat sub bagian, yaitu : Logistic, Finance & Accounting, HRGA dan Gudang. Tiap-tiap bagian dipimpin oleh Kepala Bagian, dimana bagian Logistic membawahi Procurement dan Expedisi. Bagian Finance & Accounting membawahi bagian Finance dan Accounting. Bagian Human Resources and General Affair (HRGA) membawahi personalia umum. Bagian kepala gudang membawahi gudang pabrik dan gudang packing. Bagian Logistic adalah bagian yang mengelola unit kerja procurement dan expedisi yang bertugas untuk mengelola persediaan dan persiapan untuk produksi pabrik serta packing yang menyangkut kepada pemesanan bahan baku, bahan penunjang, bahan bakar, material consumable dan spare part mesin pabrik dengan pihak pemasok. Unit kerja gudang mengatur persediaan barang, stock barang jadi, stock bahan baku serta lain-lain barang yang
55
tersimpan sebagai stock gudang dan bagian expedisi memonitor kelancaran pengiriman produk dan penerimaan bahan baku. Bagian personalia bertanggung jawab terhadap seluruh karyawan pada waktu bertugas di perusahaan, mengatur perekrutan, menempatkan tenaga kerja dan pengembangan karier. Sedangkan bagian finance dan accounting bertugas dalam hal keuangan untuk mengatur dan memonitor biaya produksi maupun biaya pemasaran, mengeluarkan pembayaran, mengelola semua arus keuangan perusahaan serta membuat laporan keuangan. 3. Departemen Pemasaran (Marketing) Departemen marketing/pemasaran dipimpin oleh seorang manajer pemasaran yang membawahi dua regional sales manager dan marketing and sales support, membuat perencanaan atau target penjualan, dan meneteapkan strategi pemasaran seperti melakukan promosi, menembus pasar baru yang tepat sesuai dengan kebijakan perusahaan. Saat ini kepala divisi refinery juga merangkap sebagai manajer pemasaran. Pemasaran minyak goreng Cap Sendok saat ini baru mencapai wilayah Sumatera dan Jawa, sehingga Regional sales manager tersebut masing-masing bertanggung jawab atas pemasaran dan penjualan untuk daerah Sumatera dan daerah Jawa. Selanjutnya masing-masing regional sales manager untuk Jawa membawahi supervisor area Jakarta dan Lampung, supervisor Jawa Barat dan supervisor Jawa Timur. Keseluruhan supervisor tersebut memiliki tugas untuk mencapai target yang ditentukan manajemen seperti target distribusi, volume penjualan, memonitor saluran distribusi, mengetahui persediaan barang di tiap-tiap area, serta memenuhi permintaan distributor. Selain itu supervisor area harus mampu mengetahui situasi dan kondisi yang terjadi di pasar dengan menganalisa kendala ataupun peluang yang ada, sebagai wakil manajemen atau perusahaan principle dalam menjaga hubungan dengan pihak distributor dan pedagang perantara lainnya. Pada bagian marketing and sales support membawahi bagian sales promotion and costumer service, administrasi computer data centre, serta marketing research. Bagian sales promotion and customer service membuat perencanaan dan menjalankan kegiatan promosi penjualan minyak goreng Cap
56
Sendok serta layanan pra jual maupun purna jual pada pelanggannya. Bagian administrasi komputer dan pusat data bertugas untuk mengumpulkan data guna keperluan pemasaran dan penjualan produknya yang didukung oleh sistem informasi yang dimiliki perusahaan, sedangkan bagian market research melakukan survey atau riset berdasarkan tujuan pemasaran yang ingin dicapai.
Produk dan Bahan Baku
Pabrik Refining and Fractionation, PT. Astra Agro Lestari, Tbk merupakan pabrik pengolahan CPO menjadi minyak goreng yang terdiri dari minyak goreng curah (bulking) dan minyak goreng dengan merek Cap Sendok dan Palmeco. Minyak goreng curah dan Cap Sendok dipasarkan di dalam negeri dan minyak goreng Palmeco dipasarkan di luar negeri (ekspor). Untuk minyak goreng Cap Sendok, dipasarkan ke toko-toko, swalayan dan supermarket, sedangkan yang curah dipasarkan ke warung, grosir dan pasar tradisional. Bahan baku CPO diperoleh dari pabrik sendiri, yang berasal dari Aceh dan sebagian berasal dari PKS swasta. Untuk minyak goreng Cap Sendok dan Palmeco, seratus persen CPO berasal dari pabrik sendiri, sedangkan untuk curah, CPO berasal dari pabrik sendiri dan dari pabrik swasta.
Proses Produksi Minyak Goreng Cap Sendok
Proses pengolahan minyak goreng Cap Sendok di PT. Astra Agro Lestari, Tbk terdiri dari dua tahapan proses, yaitu proses refining dan proses fractionation. Pada dasarnya, proses refining ada dua jenis yaitu Chemical refining dan physical refining. Pada chemical refining digunakan bahan kimia penolong, namun biaya operasinya sangat mahal, sedangkan physical refining lebih murah dan lebih mudah pelaksanaannya. PT. Astra Agro Lestari, Tbk menggunakan physical refining yang terdiri dari beberapa tahapan proses di bawah ini : 1. Pretreatment section, 2. Degumming section, 3. Bleaching section, dan 4. Deodorization section.
57
Hasil dari proses pemurnian (refining) diperoleh minyak RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) dan PFAD (Palm Fatty Acid Destillate). Proses Fractionation menggunakan Dry fractionation yang terdiri dari tiga tahapan proses sebagai berikut : 1. Tahap persiapan dan pengkondisian minyak (Preparation tank) 2. Tahap pembentukan kristal (Crystalizer tank) 3. Tahap filtrasi (Filter press) Kapasitas pabrik ini dalam mengolah minyak goreng Cap Sendok adalah 200 ton/hari. Diagram alir proses produksi minyak goreng Cap Sendok dapat dilihat pada Lampiran 4. A. Physical Refining
1. Pretreatment section Pretreatment section adalah proses pendahuluan yang dilakukan terhadap CPO (Crude Palm Oil) sebagai bahan baku, dimana CPO ini terlebih dahulu diuji di laboratorium sesuai persyaratan yang telah ditentukan. CPO yang datang dari PKS dicurahkan ke dalam loading dan akan mengalami pemanasan pendahuluan sebelum ditransfer ke dalam tangki timbun (storage tank) bahan baku. Media pemanas yang digunakan adalah steam yang mengalir di dalam pipa (coil) yang terdapat di dasar loading. Pada storage tank, CPO dipanaskan hingga suhu 50–60oC (maksimal) dengan tujuan agar CPO tidak membeku sehingga memudahkan pengaliran CPO. CPO dari storage tank ditransfer ke intermediate tank dengan menggunakan pompa. Dalam intermediate tank, CPO dipanaskan kembali hingga mencapai suhu 60–70oC. Selanjutnya, CPO dipompakan ke pemanas (heat exchanger), namun sebelumnya disaring terlebih dahulu di bucket stryner filter. Heat exchanger digunakan untuk memanaskan CPO pada saat start-up pabrik dan saat RBDPO sudah dihasilkan. Setelah CPO yang dipanaskan mencapai suhu 80–90oC, kemudian dipompakan ke tangki pengering (dryer vessel). Tangki ini bekerja pada tekanan vakum, dimana berfungsi sebagai pengering dengan menguapkan kandungan air pada CPO dengan cara sprayer pada ruang hampa tersebut.
58
2. Degumming section CPO dari dryer tank dialirkan dengan pompa menuju ke tangki pengolahan (degumming tank), dimana sebelumnya CPO dicampur dengan phosporic acid (H3PO4) untuk memudahkan pelepasan getah yang dikandung CPO. Tangki degumming dilengkapi dengan pengaduk (mixer static) yang berfungsi untuk menghomogenkan larutan minyak. Pada proses degumming ditambahkan bleaching earth (BE) yang bertujuan untuk mengeluarkan heavy metal dan kotoran lainnya hasil hidrasi. Dengan demikian, pada tangki ini sudah tercampur H3PO4 dan BE. Dari degumming tank, minyak dipompakan menuju bleaching tank. 3. Bleaching section CPO yang keluar dari degumming tank dialirkan menuju bleacher tank. Bleacher tank ini juga dilengkapi dengan pengaduk yang fungsinya untuk menghomogenkan larutan minyak CPO dengan BE. Bleacher tank ini beroperasi pada tekanan vakum 50-60 mBar. Fungsi dari bleacher tank adalah untuk memucatkan warna dari CPO, dimana BE akan mengikat karoten yang terdapat pada CPO. Hasil minyak BPO dari bleacher tank kemudian dialirkan atau dipompakan menuju ke niagara filter untuk menjernihkan minyak. Spent earth yang sudah dipisahkan akan dibuang melalui bottom niagara filter dengan cara mem-blowing terlebih dahulu dengan menggunakan uap yang bertekanan maksimum 3 Bar. Apabila minyak BPO tersebut keruh maka akan disirkulasikan kembali ke bleacher tank lalu kembali ke niagara filter hingga minyak BPO benar-benar jernih. Tekanan pada niagara filter tidak bisa lebih dari 1,4 Bar agar penyaringan minyak dapat berjalan dengan lancar dan niagara filter tidak padat dengan spent earth sehingga tidak merusak filter card yang terdapat pada niagara filter tersebut. Minyak BPO yang sudah jernih kemudian dipompakan menuju intermediate tank BPO. Dari intermediate tank ini BPO dialirkan menuju polishing
filter
dengan
menggunakan
pompa.
Polishing
filter
ini
menggunakan filter bag yang mempunyai dua jenis ukuran, yaitu ukuran 40 µ dan 10 µ. Filter bag ukuran 40 µ ini digunakan untuk menyaring BPO yang
59
berasal dari intermediate tank, sedangkan ukuran 10µ digunakan untuk menyaring minyak RBDPO yang berasal dari cooler. Polishing filter untuk BPO dan RPO masing-masing ada empat buah, dimana ada dua buah ukuran panjang dan dua buah ukuran pendek. Kemudian minyak BPO yang sudah disaring akan dipompakan ke Deaerator/Deodorization section untuk diolah lebih lanjut sehingga menghasilkan RPO. 4. Deodorization section Setelah CPO mendapat perlakuan penghilangan air (dryer), mengikat gum (degumming) dan pemucatan (bleaching), maka CPO disebut dengan Bleaching Palm Oil (BPO). BPO ini diproses lagi untuk menghasilkan RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) atau sering juga disebut dengan RPO (Refined Palm Oil). Pada proses deodorisasi, yang digunakan adalah proses physical refining untuk memisahkan free fatty acid (FFA), zat warna berupa pigmen, air, heavy metal, dan bahan lain yang dapat menimbulkan bau dan rasa yang tidak enak. Tahapan proses deodorisasi adalah sebagai berikut :
Deaerator BPO yang berasal dari polishing filter dipompa menuju deaerator. Deaerator berfungsi menghilangkan kembali kadar air dan gas yang masih ada dalam minyak sebagai penyebab oksidasi. Didalam deaerator terbentuk kondisi sedemikian rupa sehingga air menguap dan dihisap oleh sistem vakum yang dihasilkan oleh steam jet injector. Pada kondisi tersebut, minyak belum dapat menguap sehingga tidak mudah terhisap. Dengan terbentuknya kondisi vakum, tekanan uap larutan BPO akan turun sehingga suhu uap air dan gas-gas akan kecil. Dengan suhu 100–110oC sudah cukup untuk menghilangkan uap air dan gas-gas. BPO masuk deaerator dengan cara spray yang menggunakan nozzle sehingga akan memudahkan air dan gas untuk menguap. Uap air beserta gas akan lewat melalui pipa vakum menuju ke direct lalu dibuang ke Hot Well. Agar kondensat ini dapat dipakai kembali maka dipompakan ke Barometric Cooling Tower untuk didinginkan. BPO yang dihasilkan
60
dialirkan menuju spiral Heat Exchanger untuk dinaikkan suhunya dengan menggunakan media pemanas yang bersuhu sekitar 265oC.
Heat Exchanger Didalam heat exchanger terdapat pemanas yang berbentuk spiral tersebut dari bahan stainless steel. Secara kontinu terjadi perpindahan panas RPO bersuhu 265oC ke BPO bersuhu 110oC. BPO yang keluar dari heat exchanger bersuhu sekitar 210ºC. Pada spiral-spiral ini dapat terjadi penyumbatan-penyumbatan oleh karena pemakaian yang sudah lama sehingga mengakibatkan flow rate BPO yang masuk ke akan berkurang dan akan menurunkan kapasitas. Untuk mengatasi ini jika pabrik sedang tidak beroperasi, spiral heat exchanger dibersihkan (disirkulasikan) dengan caustic soda untuk membersihkan kotoran yang melekat pada dinding spiral.
Presstriper BPO yang telah dipanaskan di heat exchanger bersuhu 270–275ºC dan telah jernih dialirkan ke presstriper. Fungsi presstriper adalah untuk memisahkan FFA sebesar mungkin dengan penguapan. Pada kolom ini minyak diberi stripping steam yang berfungsi untuk membentuk gelembung-gelembung uap sehingga FFA cenderung menguap.
Scrubber Fungsi scrubber adalah menampung gas FFA dengan proses pendinginan. Minyak yang mengandung FFA cair di scrubber dipanaskan dengan suhu 70–80ºC sebagai umpan secara sprayer, menyebabkan terjadinya peristiwa kondensasi karena kondisi vakum terhisap masuk ke stripper untuk mendapatkan perlakuan final seperti di presstripper.
Stripper Fungsi Stripper adalah untuk memisahkan FA terakhir kalinya sehingga diperoleh RPO murni yang bebas FA dan bau sehingga siap untuk diproses ke dry fractionation.
Fatty Acid Kondensor Pipa vakum berfungsi untuk mendapatkan/menampung gas fatty acid atau liquid fatty acid sehingga gas akan terkondensasi menjadi liqiud.
61
Heat Exchanger (Cooler RPO) RPO memiliki suhu yang cukup tinggi sehingga perlu pendinginan sebelum masuk ke storage tank di polishing filter. Fungsi Heat Exchanger adalah untuk pendinginan RPO dengan air dingin sehingga diperoleh suhu RPO yang layak untuk disimpan (suhu condition storage) yaitu sekitar 50ºC. Air pendingin berasal dari chilling tower, dimana air yang masuk memiliki suhu 30–33ºC.
Polishing Filter CPO Fungsi polishing filter adalah untuk mendapatkan RPO bersih dan bebas dari kotoran. Prinsip polishing filter dilengkapi dengan filter bag, dimana ukuran lubang-lubang pada filter bagian adalah 10 µ. RPO masuk melalui top polishing filter kemudian mengalir ke bawah melalui filter bag sehingga kotoran RPO yang lebih besar dari 10 µ akan tertinggal di filter bag ini. Filter bag ini perlu dicuci dan diganti dengan yang baru pada interval waktu tertentu. RPO yang bebas kotoran mengalir ke tangki timbun (storage tank) dengan suhu RPO sekitar 70–80ºC.
Cooler Free Fatty Acid Fatty Acid sebelum diumpankan terlebih dahulu didinginkan dengan suhu 60–70ºC.
B. Dry Fractionation
Pada PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk menggunakan sistem fraksionasi tanpa pelarut (dry fractionation). Pada fraksionasi ini, minyak RBDPO produk refining plant yang masih mengandung dua fraksi (olein dan stearin) dipisahkan berdasarkan sifat fisiknya. Fraksi minyak yang tidak jenuh (unsaturated) mempunyai titik cair relatif lebih tinggi (stearin).
Tahap Persiapan dan Pengkondisian Minyak (Preparation tank) RBDPO dari refinery plant dipompakan ke tangki sebelum diumpankan ke tangki crystalizer. Pada tangki ini RBDPO diatur dengan suhu sekitar 80ºC dan diaduk merata dengan sebuah agigator. Tangki ini dilengkapi dengan pengatur suhu dan pengatur tekanan untuk mengatur kecepatan steam yang diperlukan untuk menggerakkan agigator. Tangki ini juga berguna untuk dosing minyak yang akan diumpankan ke
62
crystalizer tank. Tangki ini dilengkapi dengan level indikator yang berguna untuk menunjukkan volume RBDPO.
Tahap pembentukan kristal (Crystalizer tank) RBDPO yang akan difraksionasi dipompakan ke crystalizer tank tergantung pada berapa banyak yang diinginkan. Crystalizer ada enam buah, lima buah mempunyai spesifikasi yang sama yakni dan masingmasing mempunyai muatan 24 ton sedangkan satu buah mempunyai muatan 50 ton. Keenam tangki bekerja secara bergantian (tidak sekaligus, tetapi bertahap) sesuai dengan waktu pengisian. Beroperasi secara batch dan diharapkan dapat mengimbangi kapasitas refining plant. Dengan pendinginan perlahan-lahan yang bergantung kepada cooling start (suhu awal) dari setiap tangkinya sehingga fraksi stearin akan mengkristal sedangkan fraksi olein masih dalam fase cair. Air pendingin masuk melalui coil yang bersentuhan langsung dengan minyak di dalam tangki, air cooling tower akan digantikan dengan air chiller pada suhu minyak 48ºC. Agar minyak tercampur merata setiap crystalizer dilengkapi dengan sebuah pengaduk (agitator) yang digerakkan oleh elektromotor. Sistem pendinginan bertahap pada crystalizer di PT. Astra Agro Lestari, Tbk dikendalikan secara otomatis, dan laju aliran air pendingin diatur oleh suhu control valve (TCV). Penggantian air pendingin (cooling water dan chiller) diatur oleh pneumatic valve atau control valve. Dengan dua media pendingin cooling water dan chiller, minyak mengalami penurunan suhu yaitu cooling water menurunkan suhu minyak dari suhu awal (60-70ºC) menjadi suhu 24,5 ºC dengan cara bertahap. Langkah pendinginan ini disebut dengan cooling step.
Tahap filtrasi (Filter press) Tahan filtrasi berfungsi untuk memisahkan fraksi stearin yang telah mengkristal dengan olein yang masih dalam fase cair. PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk memiliki dua buah filter press, sebagai berikut : - Filter Press 01 (bekerja secara manual) - Filter Press 02 (bekerja secara automatic)
63
Pemisahan stearin dengan olein dalam filter press memiliki beberapa tahapan proses dibawah ini : a. Filtrasi Pada tahap ini, RPO yang sudah didinginkan di crystalizer hingga suhu mencapai 24,5ºC akan dipisahkan fraksi padat (stearin) dan fraksi cair (olein) dengan menggunakan filter press yang bertekanan 1,6 Bar (max). Fraksi padat akan melekat di plate dan fraksi cair akan mengalir ke storage tank. Tahap ini membutuhkan waktu sekitar 25-30 menit. b. Sequeezing Tahap ini dimaksudkan untuk memadatkan stearin yang ada di filter cloth dengan air kompressor 3 bar (max) yang masuk ke membran karet. Tahap ini membutuhkan waktu selama 25 menit. c. Suspension Blowing Tahap ini dimaksudkan untuk mengosongkan minyak yang tinggal dalam pipa-pipa yang belum tertekan. Waktu suspension blowing kirakira 5 menit. d. Cake Discharge Tahap ini dimaksudkan untuk membuang fraksi stearin yang telah dipadatkan ke dalam melting tank stearin yang terletak di bawah filter press dan selanjutnya dipompakan ke storage tank. Waktu yang diperlukan untuk cake discharge kira-kira 5 menit. Selain ketiga tahap diatas, untuk menunjang proses produksi di PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk dilengkapi dengan alat-alat bantu fraksionasi sebagai berikut : a. Hot Water Tank Tangki ini digunakan untuk pencairan stearin hasil filtrasi dan untuk memanaskan minyak dalam crystalizer tank yang tidak memenuhi standar untuk diproses di filter press. Minyak tersebut dipanaskan kembali oleh air yang berasal dari hot water tank agar dapat diproses ulang.
64
b. Washing Tank Washing tank digunakan untuk menampung olein panas bekas pencucian filter press. Untuk mencuci filter press, olein pencuci dipanaskan terlebih dahulu pada tangki ini. Jika hasil fraksionasi di kristalisasi jelek, olein keruh akan diover ke dalam tangki ini sebelum diproses ulang. c. Olein Intermediate Tank Hasil olein filter press dialirkan terlebih dahulu ke olein intermediate tank sebelum dipompakan ke storage. Tujuannya adalah untuk menguji mutu olein di laboratorium. Jika pemeriksaan di laboratorium menyatakan mutu olein baik dan sesuai standar yang ditetapkan, maka olein dipompakan ke storage tank. Jika olein mutunya buruk atau tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan, maka olein harus diproses ulang. d. Melting Tank Stearin Cake stearin yang keras dicairkan terlebih dahulu di dalam melting tank stearin dengan coil pemanas yang dialiri steam, kemudian dipompakan ke storage tank stearin. e. Cooling Tower Cooling tower yang digunakan pada bagian fraksionasi ada dua jenis, sebagai berikut : - Cooling Tower Liang Chi Digunakan untuk memenuhi kebutuhan air pendingin. Air pendingin yang dihasilkan dari cooling tower Liang Chi digunakan untuk mendinginkan RPO. Proses pendinginan air pendingin bekas ini disebut proses humidifikasi, dimana air pendingin bekas akan dipompakan ke atas cooling tower lalu akan turun ke bawah melalui packing-packing, dan untuk mempercepat pendinginan digunakan kipas angin (blower). - Cooling Tower Dry Fractionation Air pendingin dari cooling tower dry fractionation digunakan untuk mendinginkan crystallizer tank yang berisi RPO hingga mencapai
65
suhu 35 ºC selama kira-kira tiga jam dan juga untuk mendinginkan air yang akan dipompakan ke chiller dengan menggunakan refrigerant. Cooling tower dry fractionation ini dilengkapi dengan blower yang fungsinya menarik panas dari air yang didinginkan. Air yang jatuh ke cooling tower dry fractionation tersebut akan turun melalui packing yang terdapat pada cooling tower tersebut.
66
ANALISIS QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) UNTUK MENGETAHUI KEINGINAN DAN HARAPAN KONSUMEN KONSUMEN CPO A. Customer Needs and Benefits (Harapan Pelanggan) Survei pendahuluan dilakukan dengan wawancara langsung kepada konsumen CPO (industrial buyers), yaitu industri minyak goreng untuk mengetahui atribut-atribut mutu. Ini disebut juga dengan elemen Voice of Consumer (VOC) yang menjadi pertimbangan konsumen dalam membeli suatu produk. Berdasarkan hasil wawancara dengan konsumen dan pakar diperoleh delapan jenis atribut penentu mutu CPO yang menjadi prioritas konsumen dalam memilih CPO sebagai bahan baku minyak goreng, antara lain FFA, kadar kotoran, kadar air, PV, IV, DOBI, warna, dan karoten. Tabel 9 menunjukkan hasil analisis kepentingan antar atribut mutu CPO berdasarkan kombinasi pendapat pakar dan Tabel 10 menunjukkan hasil analisis prioritas atribut mutu CPO. Tabel 9. Hasil Analisis Kepentingan Antar Atribut Mutu CPO Atribut FFA Kadar air Kadar kotoran PV IV DOBI Warna Karoten
FFA
Kadar Air 1,644
Kadar Kotoran 1,644 0,922
PV 2,667 2,220
IV 2,667 2,459
DOBI 4,076 3,322
Warna 4,359 3,680
Karoten 6,544 6,118
2,352
2,459 1,246
3,323 2,551 2,047
3,817 3,322 2,766 2,221
6,544 5,348 4,828 4,076 3,758
Tabel 10. Hasil Analisis Prioritas Atribut Mutu CPO No 1 2 3 4 5 6 7 8
Atribut FFA Kadar kotoran Kadar air PV IV DOBI Warna Karoten
Bobot 0.255 0.199 0.191 0.117 0.101 0.066 0.049 0.024
Rangking 1 2 3 4 5 6 7 8
67
Berdasarkan metode pairwise comparison dari AHP yang dianalisa menggunakan Program Expert Choice 2000, maka didapat bobot masingmasing tingkat kepentingan atribut mutu CPO yaitu : kadar FFA (0.255), kadar kotoran (0.199), kadar air (0.191), Peroxide value (0.117), Iod value (0.101), DOBI (0.066), warna (0.049), dan karoten (0.024). Nilai Incon (Konsistensi
Indeks)
merupakan
nilai
ukuran
dari
seberapa
besar
kemungkinan ketidakkonsistenan kita dalam menetapkan prioritas untuk elemen-elemen yang ada. Konsistensi sampai kadar tertentu dalam menetapkan prioritas untuk elemen-elemen perlu untuk memperoleh hasilhasil yang sahih/akurat dalam dunia nyata. Nilai Konsistensi Indeks harus 10 persen atau kurang. Ketidakkonsistenan yang lebih besar menunjukkan kekurangan informasi atau kekurangpahaman sehingga hasilnya menjadi tidak akurat (Saaty, 1993). Nilai Incon yang diperoleh adalah lebih kecil dari 0,1 yaitu sebesar 0,03. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketidakkonsistenan gabungan pendapat konsumen pakar rendah, sehingga pendapat tersebut dipandang konsisten. Dari hasil analisis kepentingan antar atribut diatas, diketahui bahwa kadar FFA merupakan atribut yang menjadi prioritas pertama bagi konsumen dalam memilih CPO. Hal itu kemudian diikuti oleh atribut kadar kotoran, kadar air, PV, IV, DOBI, warna, dan karoten. B. Planning Matrix (Riset Pasar dan Rencana Strategik) Tahap ini merupakan tahap untuk mengkaji riset pasar berdasarkan penilaian konsumen mengenai sasaran perusahaan untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu produk yang dihasilkan perusahaan. Dari hasil analisis riset pasar, diketahui bahwa rasio perbaikan yang diharapkan konsumen untuk keseluruhan atribut mutu CPO sudah memenuhi target sasaran yaitu 1.00. Dengan rasio perbaikan tersebut maka PKS Rambutan sudah memenuhi target pasar, dan yang harus dilakukan adalah mempertahankan mutu CPO yang sudah ada. Hasil dari analisis riset pasar dan sasaran yang harus dicapai PKS Rambutan dapat dilihat pada Tabel 11.
68
Tabel 11. Hasil Analisis Planning Matriks Untuk Atribut CPO PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III Atribut
Target Nilai 4 4 4 4 4 4 4 4
FFA Kadar kotoran Kadar air PV IV DOBI Warna Karoten
Skor Evaluasi 4 4 4 4 4 4 4 4
Tingkat Kepentingan 8 7 6 5 4 3 2 1
Rasio Perbaikan 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00
C. Technical Response (Tanggapan atas karakteristik proses) Tahap ini merupakan tahap untuk menentukan jenis aktivitas proses yang terkait dengan spesifikasi dan harapan konsumen. Penentuan aktivitas proses dilakukan oleh para pakar dengan teknik brainstorming dan studi literatur. Hasil dari analisis tanggapan atas karakteristik proses dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Hasil Analisis Matriks Technical Proses CPO
10
10
5
10
10
1
10
5
5
5
5
5
1
10
10
1
5
0
10
10
10
1
5
Distribusi (Transportasi)
10
0
Penyimpanan CPO
0
6
10
Pemurnian (Klarifikasi)
7
10
Pengempaan (Pengepressan)
10
Pengadukan
0
Penebahan
8
Perebusan (Sterilisasi)
FFA
Tingkat Kepentingan
Penyimpanan Buah
1
Atribut
Sortasi TBS
N o
Penerimaan TBS
Karakteristik Proses Produksi
3
Kadar kotoran Kadar air
4
PV
5
0
10
10
10
0
5
5
10
5
5
5
IV
4
0
10
5
10
0
1
5
5
1
1
6
DOBI
3
0
10
10
10
0
5
5
10
5
5
7
Warna
2
0
10
10
10
0
5
5
5
5
5
8
Karoten
1
0
10
10
10
0
5
5
5
5
5
2
Nilai 10 melambangkan hubungan kuat antara atribut dengan karakteristik proses produksi, dimana proses tersebut berpengaruh kuat terhadap peningkatan atau penurunan nilai atribut produk. Nilai 5 melambangkan hubungan sedang, nilai 1 melambangkan hubungan lemah, dan nilai 0 melambangkan tidak adanya hubungan antara proses tersebut dengan peningkatan dan penurunan nilai atribut.
69
Aktivitas proses yang berpengaruh kuat terhadap kadar FFA adalah sortasi TBS, penyimpanan buah, perebusan, dan pengadukan, sedangkan proses pengempaan, pemurnian, penyimpanan CPO, dan distribusi berpengaruh sedang. Disamping itu proses penebahan berpengaruh lemah terhadap kadar FFA. Kadar kotoran dipengaruhi kuat oleh proses sortasi TBS, penyimpanan buah, proses pengempaan, dan pemurnian, sedangkan perebusan, penebahan dan distribusi berpengaruh sedang. Proses pengadukan dan penyimpanan CPO memiliki pengaruh yang lemah. Kadar air dipengaruhi kuat oleh proses sortasi TBS, penyimpanan buah, perebusan, pengadukan, pengempaan, dan pemurnian. Proses distribusi CPO memiliki pengaruh yang sedang terhadap kadar air, sedangkan penyimpanan CPO memiliki pengaruh yang lemah. Peroxide Value (PV) dipengaruhi kuat oleh proses sortasi, penyimpanan buah, perebusan, dan pemurnian, sedangkan proses pengadukan, pengempaan, penyimpanan CPO dan distribusi CPO memiliki pengaruh yang sedang terhadap PV. Iod Value (IV) dipengaruhi kuat oleh sortasi dan perebusan, sedangkan penyimpanan buah, pengempaan, dan pemurnian memiliki pengaruh sedang, serta pengadukan, penyimpanan CPO dan distribusi berpengaruh lemah. DOBI dipengaruhi kuat oleh sortasi, penyimpanan buah, perebusan dan pemurnian, sedangkan proses pengadukan, pengempaan, penyimpanan CPO dan distribusi memiliki pengaruh yang sedang. Parameter warna dan kandungan karoten sama-sama dipengaruhi kuat oleh proses sortasi,
penyimpanan
buah,
dan
perebusan,
sedangkan
pengadukan,
pengempaan, pemurnian, penyimpanan CPO serta distribusi memiliki pengaruh yang sedang. D. Relationship (Tanggapan Atas Kebutuhan Pelanggan) Tahap ini merupakan tahap untuk membandingkan tingkat kepuasan konsumen terhadap atribut-atribut mutu produk CPO yang dihasilkan oleh PKS Rambutan. Dari hasil analisis diatas, diketahui bahwa seluruh atribut mutu CPO, yaitu FFA, kadar kotoran, kadar air, kadar PV, kadar IV, DOBI, warna dan kandungan karoten yang dihasilkan PKS Rambutan memuaskan bagi konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa mutu CPO PKS Rambutan diterima oleh konsumen dan target yang ditentukan oleh PKS Rambutan sudah
70
tercapai. Tabel 13 menunjukkan hasil analisis kepuasan konsumen terhadap atribut mutu CPO yang dihasilkan PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III dan perhitungan analisis ini dapat dilihat pada Lampiran 7. Tabel 13. Hasil Analisis Relationship Terhadap Atribut Mutu CPO PKS Rambutan Atribut FFA Kadar kotoran Kadar air PV IV DOBI Warna Karoten
Sangat tidak puas 0
Tidak Cukup Puas puas puas 0 2 2
0 0 0 0 0 0 0
0 0 1 0 1 0 1
1 2 2 3 2 1 2
3 2 2 3 2 4 2
Sangat Jumlah Total puas nilai 2 6 24 2 2 1 0 1 1 1
6 6 6 6 6 6 6
25 24 21 21 21 24 21
Nilai indeks 4.80
Tingkat kepuasan 4
5.00 4.80 4.20 4.20 4.20 4.80 4.20
4 4 4 4 4 4 4
E. Technical Correlations Analisis Technical Correlations diperlukan untuk mengetahui hubungan keterkaitan antar karakteristik proses yang satu dengan proses lainnya. Suatu perubahan pada salah satu proses dapat mengakibatkan perubahan pada proses lainnya. Hasil analisis untuk technical correlations ini dapat dilihat pada Tabel 14.
4
Perebusan (Sterilisasi)
5
Penebahan
6
Pengadukan
7
Pengempaan (Pengepressan)
8
Pemurnian (Klarifikasi)
9
Penyimpanan
10
Distribusi / Transportasi
++
+
+
++
+
+
++
+
+
+
+
+
++
++
++
++
+
+
+ +
-
++
-
++
++
Distribusi (Transportasi)
Penyimpanan CPO
Penyimpanan Buah
Pemurnian (Klarifikasi)
3
+
Pengempaan (Pengepressan)
Sortasi TBS
++
Pengadukan
2
+
Penebahan
Penerimaan Buah
Perebusan (Sterilisasi)
1
Penyimpanan Buah
Aktivitas Proses
Sortasi TBS
No.
Penerimaan Buah
Tabel 14. Hasil Analisis Karakteristik Proses Produksi Untuk Technical Correlations CPO
-
71
Dari hasil analisa data diketahui bahwa proses penerimaan TBS memiliki hubungan kuat positif terhadap proses penerimaan buah, dan memiliki hubungan positif terhadap proses sortasi TBS. Proses sortasi TBS memiliki hubungan kuat positif terhadap proses perebusan dan pengempaan; memiliki hubungan positif dengan proses penyimpanan buah, proses penebahan, pengadukan, pemurnian dan penyimpanan CPO. Proses penyimpanan buah memiliki hubungan kuat positif terhadap proses perebusan; memiliki hubungan kuat dengan proses penebahan, pengadukan, pengempaan, pemurnian dan penyimpanan CPO. Proses perebusan memiliki hubungan kuat positif terhadap proses penebahan, pengadukan, pengempaan dan pemurnian, serta memiliki hubungan positif dengan proses penyimpanan CPO. Proses penebahan memiliki hubungan positif terhadap proses pengadukan dan pengempaan. Proses pengadukan memiliki hubungan kuat positif terhadap proses pengempaan, memiliki hubungan positif terhadap proses pemurnian, dan memiliki hubungan negatif dengan proses penyimpanan CPO. Proses pengempaan memiliki hubungan kuat positif terhadap proses pemurnian dan memiliki hubungan negatif dengan penyimpanan CPO. Proses pemurnian memiliki hubungan kuat positif terhadap proses penyimpanan CPO dan memiliki hubungan negatif dengan proses distribusi. Proses penyimpanan CPO memiliki hubungan negatif dengan proses distribusi. F. Technical Matrix (Prioritas Tanggapan Teknis dan Target Teknis) Technical Matrix berisi informasi mengenai tingkat kepentingan tanggapan teknis berdasarkan kebutuhan dan harapan pelanggan, serta nilai relatif dari karakteristik proses yang menjadi target performansi teknis yang harus dicapai perusahaan. Dari hasil analisa perhitungan data, didapat bahwa aktivitas proses yang paling menentukan mutu CPO yang akan digunakan sebagai bahan baku minyak goreng adalah proses sortasi TBS (0,175) dan penyimpanan buah (0,165) merupakan proses yang paling utama perlu mendapat perhatian, diikuti oleh proses perebusan (0,143), pemurnian (0.139), pengempaan
(0,119),
pengadukan
(0,104),
distribusi
CPO
(0,078),
penyimpanan CPO (0,054), serta penebahan (0,023). Hasil analisis hubungan keterkaitan antar proses produksi dapat dilihat pada Tabel 15.
72
Tabel 15. Hasil Analisis Technical Matrix CPO
0
10
2
7
0
10
6
0
10
3
Distribusi (Transportasi)
Penyimpanan CPO
5
10
5
5
1
10
10
1
5
10
10
0
10
10
10
1
5
5
IV
6
DOBI
3
0
10
10
10
0
7
Warna
2
0
10
10
10
0
8
Karoten
1
0
10
10
10
0
0
360
340
295
48
Pengaduka
1
Penebahan
10
Kadar air PV
Rangking
5
10
4
Nilai Tingkat Kepentingan Nilai Relatif
Pemurnian (Klarifikasi)
8
Kadar kotoran
Pengempaan (Pengepressan)
FFA
Perebusan (Sterilisasi)
1
Penyimpanan Buah
Sortasi TBS
Atribut
Penerimaan TBS
No
Tingkat Kepentingan
Karakteristik Proses Produksi
10
5
T O T A L
5
5
0
10
10
10
0
5
5
10
5
5
4
0
10
5
10
0
1
5
5
1
1
5
5
10
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
215
245
285
112
160
2.060 1,000
0
0,175
0,165
0,143
10
1
2
3
0,023 0,104 9
6
0,119
0,139
0,054
0,078
5
4
8
7
Proses pelaksanaan Quality Function Deployment (QFD) adalah dengan menyusun satu atau lebih matriks yang disebut dengan rumah kualitas (House Of Quality). Matriks tersebut menjelaskan hal-hal yang menjadi kebutuhan dan keinginan konsumen dan cara untuk memenuhinya. Rumah kualitas juga menggambarkan hubungan antara keinginan konsumen dengan aktivitas perusahaan serta mengevaluasi kemampuan perusahaan. Analisa yang dilakukan terhadap rumah kualitas menghasilkan tiga hal yang harus dilakukan oleh perusahaan yaitu memperbaiki, mempertahankan dan meningkatkan mutu CPO. Konsep rumah kualitas PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III, Tebing Tinggi dapat dilihat pada Gambar 6.
73
+ +
+
+
HARAPAN PELANGGAN
FFA Kadar kotoran Kadar air PV IV DOBI Warna Carotene
--
8 7 6 5 4 3 2 1
4 4 4 4 4 4 4 4
PKS Rambutan, PTP. N III
4
4
3
4
4
4
4
4
4
3
Nilai Tingkat Kepentingan Nilai Relatif
0
360
340
295
48
215
245
285
112
160
0
Target dan Rasio
PKS Rambutan,PTP.N III
Penyimpanan CPO
Distribusi (Transportasi)
-
++
++
++
+
--
+
+
Pemurnian (Klarifikasi)
++
Penebahan
Penyimpanan TBS
-
++ ++
+ ++
+
Sortasi TBS
Penerimaan TBS
BOBOT KONVERSI
+
++
Perebusan (Sterilisasi)
++
+
Pengempaan (Pengepressan)
+
++
Pengadukan
+
+
+
++
4;1.00 4;1.00 4;1.00 4;1.00 4;1.00 4;1.00 4;1.00 4;1.00
0,175 0,165 0,143 0,023 0,104 0,119 0,139 0,054 0,078
Keterangan :
++ + --
: kuat : sedang : lemah : hubungan kuat positif : hubungan positif : hubungan kuat negatif : hubungan negatif
Gambar 6. House Of Quality PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III
74
KONSUMEN MINYAK GORENG A. Customer Needs and Benefits (Harapan Pelanggan) Survei pendahuluan dilakukan dengan wawancara langsung kepada konsumen minyak goreng Cap Sendok, yaitu orang yang membeli langsung minyak goreng Cap Sendok untuk mengetahui atribut-atribut mutu. Berdasarkan hasil wawancara dengan konsumen dan pakar, maka diperoleh sepuluh jenis atribut penentu mutu minyak goreng yang menjadi prioritas konsumen dalam memilih minyak goreng untuk dikonsumsi, yaitu keamanan pangan, kehalalan, nilai gizi, warna, label, kemasan, harga, aroma, kekentalan, dan merek. Tabel 16 menunjukkan hasil analisis prioritas atribut mutu minyak goreng berdasarkan kombinasi pakar dan Tabel 17 menunjukkan hasil analisis prioritas atribut mutu minyak goreng. Tabel 16. Hasil Analisis Kepentingan Antar Atribut Mutu Minyak Goreng Atribut Warna Harga Nilai gizi Kemasan Merek Label Kehalalan Kekentalan
Warna
Harga 2,667
Nilai gizi
Kemasan Merek
Label Kehalalan Kekentalan Aroma
Keamanan produk
0,338
0,802
3,322
1,551
0,305
1,933
1,933
0,155
0,316
1,245
1,551
0,802
0,245
1
1
0,229
3
4,139
2,408
1,379
3,271
3,680
1
2,220
0,740
0,338
0,922
1
0,245
0,581
0,305
0,902
0,467
0,177
0,581
1,401
1,291
0,221
3,758
4,317
0,870
0,922
0,160
Aroma Keamanan produk
0,196
Tabel 17. Hasil Analisis Prioritas Atribut Mutu Minyak Goreng No Atribut Bobot Rangking 1 Keamanan pangan 0.257 1 2 Kehalalan 0.183 2 3 Nilai gizi 0.173 3 4 Warna 0.080 4 5 Label 0.066 5 6 Kemasan 0.058 6 7 Harga 0.050 7 8 Aroma 0.050 8 9 Kekentalan 0.046 9 9 Merek 0.035 10
75
Hasil dari analisis perhitungan data menggunakan pairwise comparison, memberikan rangking pembobotan dari masing-masing atribut sebagai berikut : keamanan pangan (0.257), kehalalan (0.183), nilai gizi (0.173), warna (0.080), label (0.066), kemasan (0.058), harga (0.050), aroma (0.050), kekentalan (0.046), dan merek (0.035). Di lain pihak, nilai Incon (Konsistensi Indeks)
merupakan nilai ukuran dari seberapa besar kemungkinan
ketidakkonsistenan kita dalam menetapkan prioritas untuk elemen-elemen yang ada. Konsistensi sampai kadar tertentu dalam menetapkan prioritas untuk elemen-elemen perlu untuk memperoleh hasil-hasil yang sahih/akurat dalam dunia nyata. Nilai Konsistensi Indeks harus 10 persen atau kurang. Ketidakkonsistenan yang lebih besar menunjukkan kekurangan informasi atau kekurangpahaman sehingga hasilnya menjadi tidak akurat (Saaty, 1993). Nilai Incon yang diperoleh adalah lebih kecil dari 0,1 yaitu sebesar 0,02. Hal tersebut
menunjukkan
bahwa
ketidakkonsistenan
gabungan
pendapat
konsumen pakar rendah, sehingga pendapat tersebut dipandang konsisten. Dari hasil analisis kepentingan antar atribut diatas, diketahui bahwa faktor keamanan pangan merupakan faktor utama bagi konsumen dalam membeli minyak goreng, diikuti oleh faktor kehalalan, nilai gizi, warna, label, kemasan, harga, aroma, kekentalan, dan merek. B. Planning Matrix (Riset Pasar dan Rencana Strategik) Dari hasil analisis data untuk riset pasar dalam upaya memperbaiki mutu, diketahui bahwa faktor pelabelan memiliki rasio perbaikan sebesar 2.00, sedangkan faktor keamanan pangan, kemasan, dan merek memiliki rasio perbaikan sebesar 1.333. Dengan rasio perbaikan tersebut maka PMG Cap Sendok perlu memperbaiki mutu minyak goreng dengan atribut pelabelan sebesar 1 %; diikuti oleh atribut keamanan pangan sebesar 0.333 %; kemasan sebesar 0.333 %, dan merek sebesar 0.333 %. Hasil dari analisis sasaran proyek dapat dilihat pada Tabel 18.
76
Tabel 18. Hasil Analisis Planning Matriks Atribut Minyak Goreng Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk Atribut Keamanan pangan Kehalalan Nilai gizi Warna Label Kemasan Harga Aroma Kekentalan Merek
Target Nilai 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4
Tingkat Kepentingan 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1
Skor Evaluasi 3 5 4 4 2 3 4 4 4 3
Rasio Perbaikan 1.333 1.000 1.000 1.000 2.000 1.333 1.000 1.000 1.000 1.333
C. Technical Response (Tanggapan Atas Karakteristik Proses) Tahap ini merupakan tahap untuk menentukan jenis aktivitas proses yang terkait dengan spesifikasi dan harapan konsumen. Penentuan aktivitas proses dilakukan oleh para pakar dengan teknik brainstorming dan studi literatur. Hasil dari analisis tanggapan atas karakteristik proses dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Hasil Analisis Matriks Technical Response Minyak Goreng
Tingkat Kepentingan
Penanganan bahan baku
Degumming
Bleaching
Deodorisasi
Kristalisasi
Penyaringan
Penyimpanan
Distribusi
1
Keamanan pangan
10
10
10
10
10
10
5
5
10
5
1
2
Kehalalan
9
10
0
1
1
1
0
0
1
0
0
3
Nilai gizi
8
10
5
5
5
10
5
5
1
1
1
4
Warna
7
10
5
5
10
5
1
1
1
1
1
5
Label
6
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
6
Kemasan
5
0
0
0
0
0
0
0
5
5
5
No
Pengemasan
Atribut
Penerimaan bahan baku
Karakteristik Proses Produksi
7
Harga
4
10
5
5
10
10
10
10
0
1
1
8
Aroma
3
1
0
0
0
10
0
0
1
1
0
9
Kekentalan
2
0
1
0
0
0
5
5
0
0
0
10
Merek
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Dari hasil perhitungan data diketahui bahwa, aktivitas proses yang berpengaruh kuat terhadap atribut keamanan pangan adalah penanganan bahan baku, degumming, bleaching, deodorisasi, pengemasan, penyimpanan, dan distribusi; sedangkan proses kristalisasi dan penyaringan memiliki pengaruh
77
yang sedang. Kehalalan dipengaruhi kuat oleh proses penerimaan bahan baku, dan dipengaruhi sedang oleh proses pengemasan. Nilai gizi dipengaruhi kuat oleh penerimaan bahan baku dan deodorisasi; dipengaruhi sedang oleh proses penanganan bahan baku, pengemasan, dan penyimpanan; serta dipengaruhi lemah oleh degumming dan distribusi. Atribut warna dipengaruhi kuat oleh proses penerimaan bahan baku, degumming, bleaching, dan deodorisasi; dipengaruhi sedang oleh proses penanganan bahan baku dan distribusi; serta dipengaruhi lemah oleh proses pengemasan dan penyimpanan. Atribut label tidak dipengaruhi oleh proses apapun. Atribut kemasan dipengaruhi secara sedang oleh proses pengemasan, penyimpanan, dan distribusi. Atribut harga dipengaruhi secara kuat oleh proses penanganan bahan baku, bleaching, dan deodorisasi; dipengaruhi secara sedang oleh proses degumming, kristalisasi, dan penyaringan; serta dipengaruhi secara lemah oleh proses penanganan bahan baku, penyimpanan dan distribusi. Atribut aroma dipengaruhi secara kuat oleh proses deodorisasi; dipengaruhi secara sedang oleh proses penyimpanan; dan dipengaruhi secara lemah oleh proses penerimaan bahan baku dan pengemasan. Atribut kekentalan dipengaruhi secara kuat oleh proses kristalisasi; dipengaruhi secara sedang oleh proses deodorisasi, penyaringan, dan penyimpanan; serta dipengaruhi secara lemah oleh proses penanganan bahan baku dan distribusi. Atribut merek tidak dipengaruhi oleh proses apapun. D. Relationship (Tanggapan Atas Kebutuhan Pelanggan) Tahap ini merupakan tahap untuk membandingkan tingkat kepuasan konsumen terhadap atribut-atribut mutu produk minyak goreng yang dihasilkan oleh PMG Cap Sendok. Dari hasil analisa, diketahui bahwa konsumen minyak goreng Cap Sendok merasa tidak puas akan label yang ada pada kemasan. Walaupun demikian, konsumen merasa cukup puas dengan faktor keamanan pangan, kemasan, dan merek. Faktor nilai gizi, warna, harga, aroma, dan kekentalan memuaskan konsumen, sedangkan faktor kehalalan sangat memuaskan konsumen. Hal ini merupakan bahan pertimbangan bagi PMG Cap Sendok untuk memperbaiki mutu minyak goreng yang dihasilkan terutama atribut label, merek, kemasan, serta keamanan pangan. Tabel 20
78
menunjukkan hasil analisis kepuasan konsumen terhadap atribut mutu CPO yang dihasilkan PMG Cap Sendok dan perhitungan analisis ini dapat dilihat pada Lampiran 8. Tabel 20. Hasil Analisis Relationship Terhadap Atribut Mutu Minyak Goreng Cap Sendok Atribut Keamanan pangan Kehalalan Nilai gizi Warna Label Kemasan Harga Aroma Kekentalan Merek
Sangat tidak puas
Tidak puas
Cukup puas
4 0 0 0 7 1 0 0 0 3
6 0 0 2 6 4 3 2 1 5
9 3 8 11 10 21 7 5 14 15
Puas Sangat Jumlah puas 8 16 17 15 7 4 12 23 15 6
3 11 5 2 0 0 8 0 0 1
30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
Total nilai 90 128 117 107 77 88 115 111 104 87
Nilai Tingkat indeks kepuasan 18.00 25.60 23.40 21.40 15.40 17.60 23.00 22.20 20.80 17.40
3 5 4 4 2 3 4 4 4 3
E. Technical Correlations Analisis Technical Correlations diperlukan untuk mengetahui hubungan keterkaitan antar karakteristik proses yang satu dengan proses lainnya. Suatu perubahan pada salah satu proses dapat mengakibatkan perubahan pada proses lainnya. Dari hasil analisa data diketahui bahwa proses penerimaan bahan baku memiliki hubungan kuat positif terhadap proses penanganan bahan baku, proses degumming, bleaching, dan deodorisasi, serta memiliki hubungan yang negatif terhadap proses kristalisasi, penyaringan, dan penyimpanan. Proses penanganan bahan baku tidak memiliki hubungan kuat positif terhadap proses apapun, namun memiliki hubungan yang positif terhadap proses degumming, bleaching, dan deodorisasi, serta memiliki hubungan negatif terhadap proses kristalisasi, penyaringan, dan penyimpanan. Proses degumming memiliki hubungan kuat positif terhadap proses bleaching dan deodorisasi; memiliki hubungan yang positif terhadap proses penyimpanan; serta memiliki hubungan negatif terhadap proses kristalisasi dan penyaringan. Proses bleaching memiliki hubungan kuat positif terhadap proses deodorisasi; memiliki hubungan positif terhadap proses penyimpanan; serta memiliki hubungan negatif terhadap proses kristalisasi dan penyaringan.
79
Proses deodorisasi memiliki hubungan positif terhadap proses penyimpanan, serta memiliki hubungan negatif terhadap proses kristalisasi dan penyaringan Proses kristalisasi memiliki hubungan kuat positif terhadap proses penyaringan, serta memiliki hubungan positif terhadap proses penyimpanan, dan memiliki hubungan negatif terhadap proses pengemasan. Proses penyaringan memiliki hubungan positif terhadap proses penyimpanan minyak goreng, dan memiliki hubungan negatif terhadap proses pengemasan. Proses pengemasan memiliki hubungan positif terhadap proses penyimpanan dan distribusi minyak goreng, sedangkan proses penyimpanan memiliki hubungan positif dengan distribusi minyak goreng. Hasil analisis untuk technical correlations tersebut dapat dilihat pada Tabel 21.
Bleaching
5
Deodorisasi
6
Kristalisasi
7
Penyaringan
8
Pengemasan
9
Penyimpanan
10
Distribusi
++
++
-
-
-
+
+
+
-
-
-
++
++
-
-
+
++
-
-
+
-
-
+
++
-
+
-
+ +
Distribusi
4
++
Penyimpanan
Degumming
++
Pengemasan
3
Penyaringan
Penanganan bahan baku
Kristalisasi
2
Deodorisasi
Penerimaan bahan baku
Bleaching
1
Degumming
Aktivitas Proses
Penanganan bahan baku
No .
Penerimaan bahan baku
Tabel 21. Hasil Analisis Karakteristik Proses Produksi Untuk Technical Correlations Minyak Goreng
+ +
F. Technical Matrix (Prioritas Tanggapan Teknis Dan Target Teknis) Technical Matrix berisi informasi mengenai tingkat kepentingan tanggapan teknis berdasarkan kebutuhan dan harapan pelanggan, serta nilai relatif dari karakteristik proses yang menjadi target performansi teknis yang harus dicapai perusahaan. Dari hasil analisa perhitungan data, didapat bahwa aktivitas proses yang paling menentukan mutu minyak goreng adalah proses penerimaan bahan baku CPO (0.202). Hal itu kemudian diikuti oleh proses
80
deodorisasi (0.155), bleaching (0.137), degumming (0.108), penanganan bahan baku (0.104), kristalisasi (0.078), penyaringan (0.078), pengemasan (0.069), penyimpanan (0.041), dan distribusi (0.028). Hasil analisis hubungan keterkaitan antar proses produksi dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Hasil Analisis Technical Matrix Minyak Goreng
Penyaringan
Penyimpanan
Distribusi
10
10
10
10
10
5
5
10
5
1
Kehalalan
9
10
0
1
1
1
0
0
1
0
0
3
Nilai gizi
8
10
5
5
5
10
5
5
1
1
1
4
Warna
7
10
5
5
10
5
1
1
1
1
1
5
Label
6
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
6
Kemasan
5
0
0
0
0
0
0
0
1
1
5
7
Harga
4
10
5
5
10
10
10
10
0
1
1
8
Aroma
3
1
0
0
0
10
0
0
1
1
0
9
Kekentalan
2
0
1
0
0
0
5
5
0
0
0
10
Merek
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
204
259
294
147
147
132
77
54
Nilai Tingkat Kepentingan Nilai Relatif Rangking
383
197
0,202
0,104
1
5
Pengemasan
Kristalisasi
10
2
Deodorisasi
Keamanan pangan
Atribut
Bleaching
Penanganan bahan baku
1
No
Degumming
Penerimaan bahan baku
Tingkat Kepen-tingan
Karakteristik Proses Produksi
0,108 0,137 0,155 0,078 0,078 0,069 0,041 0,028 4
3
2
6
6
7
8
Total
1.894 1,000
9
Proses pelaksanaan Quality Function Deployment (QFD) adalah dengan menyusun satu atau lebih matriks yang disebut dengan rumah kualitas (House Of Quality). Matriks diatas menjelaskan hal-hal yang menjadi kebutuhan dan keinginan konsumen dan cara untuk memenuhinya. Rumah kualitas juga menggambarkan hubungan antara keinginan konsumen dengan aktivitas perusahaan serta mengevaluasi kemampuan perusahaan. Analisis yang dilakukan terhadap rumah kualitas menghasilkan tiga hal yang harus dilakukan oleh perusahaan yaitu memperbaiki, mempertahankan dan meningkatkan mutu. Konsep rumah kualitas untuk PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk dapat dilihat pada Gambar 7.
81
-
+ -
++ ++ ++
+
+ -
-
++ ++
+
++
+ ++
+ +
+
-
5
5
1.00
Nilai gizi
8
4
4
1.00
Warna
7
4
4
1.00
Labelling
6
2
4
2.00
Kemasan
5
3
4
1.33
Harga
4
4
4
1.00
Aroma
3
4
4
1.00
Kekentalan
2
4
4
1.00
Merek
1
3
4
1.33
PT. AAL, Tbk Nilai Tingkat Kepentingan Nilai Relatif
Distribusi
9
Penyimpanan
Kehalalan
Pengemasan
1.33
Penyarinagn
4
Kristalisasi
3
Deodorisasi
10
Bleaching
Keamanan pangan
Degumming
Rasio
-
+
-
Target
Penanganan bahan baku
Penerimaan bahan baku
-
PT. AAL, Tbk
HARAPAN KONSUMEN
BOBOT KONVERSI
++
-
-
+
+
5
4
3
4
3
3
3
2
4
3
383
197
204
259
294
147
147
132
77
54
0,202 0,104 0,108 0,137 0,155 0,078 0,078 0,069 0,041 0,028
Keterangan :
++ + --
: kuat : sedang : lemah : hubungan kuat positif : hubungan positif : hubungan kuat negatif : hubungan negatif
Gambar 7. House Of Quality PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk
82
PENILAIAN SISTEM MANAJEMEN MUTU (SMM) ISO 9001 : 2000 MANAJEMEN UMUM Manajemen umum adalah manajemen puncak yang terdiri dari direksi dan wakil manajemen/Quality Management Representative (QMR). Direksi memiliki tanggung jawab untuk menetapkan kebijakan dan menjalankan roda perusahaan. QMR adalah wakil manajemen yang menjalankan kebijakan manajemen mutu dan bertanggung jawab terhadap penerapan Sistem Manajemen Mutu (SMM). Adanya dukungan dan komitmen manajemen adalah hal yang penting dalam penerapan SMM ISO 9001:2000. Tanpa dukungan manajemen puncak, penerapan SMM sangat sulit dan tidak mungkin dilaksanakan. a. Direksi Penilaian penerapan unsur-unsur ISO 9001:2000 oleh Direksi di PKS Rambutan diketahui berdasarkan dokumen ISO dan wawancara dengan Manajer dan Masinis Kepala (Maskep) di PKS Rambutan, sedangkan untuk PMG Cap Sendok diketahui berdasarkan wawancara dengan Factory Manager dan Deputy Manager. Tabel 23 merupakan hasil penilaian penerapan SMM ISO 9001:2000 oleh Direksi di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok. Tabel 23. Hasil Penilaian Penerapan SMM ISO 9001:2000 oleh Direksi di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok Unsur-Unsur ISO 4.0. Persyaratan Sistem Manajemen Mutu 4.1. Persyaratan umum 4.2. Persyaratan Dokumentasi 4.2.1. Umum 4.2.2. Pedoman Manual Mutu 4.2.3. Pengendalian Dokumen 4.2.4. Pengendalian Rekaman 5.0. Tanggung jawab manajemen 5.1. Komitmen manajemen 5.2. Fokus pada pelanggan 5.3. Kebijakan mutu 5.4. Perencanaan 5.5. Tanggung jawab, wewenang, dan komunikasi 5.6. Tinjauan manajemen
Keterangan :
Penerapan PKS PMG Cap Rambutan Sendok √
√
√ √ √ √
√ X √ √
√ √ √ √ √ √
X √ √ √ X √
√ = dipenuhi X = dipenuhi sebagian - = tidak dipenuhi
83
1) PKS Rambutan PKS Rambutan, yang merupakan bagian dari PT. Perkebunan Nusantara III, memiliki Manajemen Puncak yang terdiri dari Direktur Utama yang dibantu oleh Direktur Produksi, Direktur Keuangan, Direktur SDM dan Umum, serta Direktur Pemasaran. Di lain pihak, wakil manajemen dikenal dengan Corporate Management Representative (CMR). Bagan organisasi diatas dapat dilihat pada Lampiran 9. Dalam pelaksanaannya, terdapat dua unsur ISO yang terkait dengan direksi, yaitu persyaratan sistem manajemen umum dan tanggung jawab manajemen. Melalui salah seorang wakil manajemen yang ditunjuk oleh direksi, SMM dikembangkan, dikoordinasi, dan dikelola sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh SMM ISO 9001:2000. Tanggung jawab tertinggi unit implementasi kebijakan mutu dan pencapaian sasaran mutu terletak pada direktur utama yang dibantu oleh Direktur Produksi, Direktur Keuangan, Direktur SDM dan Umum, serta Direktur Pemasaran. Manajemen puncak dibantu oleh kepala bagian mengawasi Distrik Manajer (DM) dan Manajer unit kerja. 2) PMG Cap Sendok Secara umum, unsur SMM ISO 9001 : 2000 yang berkaitan dengan direksi telah dipenuhi oleh PMG Cap Sendok namun pada unsur Pedoman Manual Mutu, komitmen manajemen serta tanggung jawab, wewenang, dan komunikasi belum sepenuhnya terorganisasi dengan baik. PMG Cap Sendok memiliki komitmen dan kebijakan mutu yang sudah berfokus kepada pelanggan/konsumen, namun komitmen ini tidak termasuk komitmen untuk menjalankan SMM ISO 9001 : 2000. Berdasarkan analisis tersebut, dukungan manajemen puncak masih rendah sehingga tanggung jawab, wewenang dan komunikasi yang dimiliki belum terlaksanakan dengan baik. b. Wakil Manajemen Wakil menajemen disebut dengan QMR (Quality Management Representative) yang merupakan perwakilan Direksi dalam menjalankan kebijakan manajemen mutu dan bertanggung jawab terhadap penerapan
84
Sistem Manajemen Mutu (SMM). Tabel 24 merupakan hasil penilaian penerapan SMM ISO 9001:2000 oleh wakil Manajemen di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok. Tabel 24. Hasil Penilaian Penerapan SMM ISO 9001:2000 oleh Wakil Manajemen Di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok Penerapan PKS PMG Cap Rambutan Sendok
Unsur-Unsur ISO 4.0. Persyaratan Sistem Manajemen Mutu 4.1. Persyaratan umum 4.2. Persyaratan dokumentasi 5.0. Tanggung jawab manajemen 5.1. Komitmen manajemen 5.2. Fokus kepada pelanggan 5.3. Kebijakan mutu 5.4. Perencanaan 5.5. Tanggung jawab, wewenang, dan komunikasi 5.6. Tinjauan manajemen 8.0. Pengukuran, analisis dan peningkatan 8.1. Umum 8.2. Pengukuran dan pemantauan 8.2.1. Kepuasan pelanggan 8.2.2. Audit internal 8.2.3. Pengukuran & pemantauan proses 8.2.4. Pengukuran & pemantauan produk 8.3. Pengendalian produk yg tidak sesuai 8.4. Analisis data 8.5. Perbaikan
√ √
√ X
√ √ √ √ √ √
X √ √ √ X √
√
√
√ √ √ √ √ √ √
√ X √ √ √ √ √
Keterangan : √ = dipenuhi X = dipenuhi sebagian - = tidak dipenuhi 1) PKS Rambutan Manajemen puncak PKS Rambutan menunjuk salah seorang wakil manajemen untuk menjadi CMR dalam melaksanakan SMM. Persyaratan penerapan SMM yang disyaratkan untuk CMR telah dipenuhi sesuai dengan yang ditetapkan oleh ISO. Unsur SMM persyaratan umum dan persyaratan dokumen telah dipenuhi oleh CMR. Bersama-sama dengan Direksi,
CMR
menetapkan,
mendokumentasikan,
melaksanakan,
memelihara dan secara terus-menerus melakukan peningkatan SMM. Pelaksanaan SMM ini didasarkan oleh interaksi proses yang berbentuk business process mapping dan aliran proses pengolahan seluruh kegiatan, sumber daya dan personil yang dimiliki dapat dikelola dengan baik untuk mencapai tujuan SMM.
85
Dokumen-dokumen yang menjadi persyaratan penting dalam penerapan SMM ISO 9001 : 2000 ditetapkan dan dikelola oleh CMR. Dokumen tersebut mencakup pernyataan terdokumentasi kebijakan dan tujuan mutu, manual mutu, prosedur, dokumen untuk mengendalikan proses (instruksi kerja dan form kerja) dan catatan mutu. 2) PMG Cap Sendok PMG Cap Sendok belum menerapkan SMM ISO 9001:2000, sehingga tidak ada wakil manajemen dalam sistem ISO 9001:2000 yang menjalankan kebijakan mutu dan bertanggungjawab terhadap penerapan sistem manajemen mutu, namun dalam manajemen pabrik minyak goreng ini memiliki wakil manajer yaitu Deputi Factory Manager yang bertanggung jawab terhadap proses produksi dan mutu produk.
MANAJEMEN PEMASOK Menurut Sutrisno dan Utomo (2001), manajemen pemasok terkait dengan unsur pembelian pada SMM ISO 9001 : 2000 yang terdiri dari proses pembelian, informasi pembelian dan verifikasi produk yang dibeli. Dalam proses pembelian, organisasi harus melakukan penetapan kriteria pemilihan pemasok, melakukan seleksi pemasok dan evaluasi pemasok. Organisasi juga harus melakukan dokumentasi prosedur pembelian sehingga evaluasi pemasok dan peninjauan ulang dapat dilakukan secara berkelanjutan. Tabel 23 menunjukkan hasil penilaian penerapan unsur-unsur ISO 9001:2000 pada manajemen pemasok di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok. 1) PKS Rambutan Di PKS Rambutan, pemasok TBS 95-98 % adalah berasal dari kebun milik PT. Perkebunan Nusantara III sendiri dan 2-5 % berasal dari luar, oleh karena itu manajemen pemasok sangat baik pelaksanaannya. Informasi pembelian yang terdiri dari proses pembelian, informasi dan verifikasi produk yang dibeli sudah terurai dan terdokumentasi dengan baik. 2) PMG Cap Sendok Manajemen pemasok di PMG Cap Sendok cukup baik, dimana untuk bahan baku minyak goreng Cap Sendok 100 % berasal dari PKS sendiri. Hal
86
ini menjadikan manajemen bisa terkontrol dengan baik dan mutu bahan baku bisa sesuai yang diharapkan. Informasi pembelian yang terdiri dari proses pembelian, informasi dan verifikasi produk yang dibeli sudah terurai dan terdokumentasi dengan baik. Tabel 25. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Manajemen Pemasok Di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok PKS Unsur-Unsur ISO PMG Cap Rambutan Sendok 7.4. Pembelian 7.4.1. Proses pembelian 7.4.2. Informasi pembelian 7.4.3. Verifikasi produk yang dibeli
√ √ √
√ √ √
Keterangan : √ = dipenuhi X = dipenuhi sebagian - = tidak dipenuhi MANAJEMEN SDM DAN INFRASTRUKTUR SDM dan Infrastruktur adalah penunjang penerapan SMM ISO 9001:2000. Tersedianya kedua unsur pendukung tersebut akan mendukung dan meningkatkan efektifitas pelaksanaan SMM. Tabel 26 menunjukkan hasil penilaian penerapan unsur-unsur ISO pada manajemen SDM dan infrastruktur. Tabel 26. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Manajemen SDM dan Infrastruktur PKS Unsur-Unsur ISO PMG Cap Rambutan Sendok a. Sumber Daya Manusia 6.2. Sumber daya manusia 6.4. Lingkungan kerja b. Infrastruktur dan Teknik 6.3. Infrastruktur 7.5. Produksi dan Penyediaan sumber daya 7.5.1. Pengendalian produksi dan penyediaan jasa 8.5. Perbaikan
√ √
X √
√ √ √ √
X √ √ √
Keterangan : √ = dipenuhi X = dipenuhi sebagian - = tidak dipenuhi a. Sumber Daya Manusia SDM adalah personalia yang bertanggungjawab dalam melaksanakan SMM yang memiliki kompetensi, yaitu pendidikan, pelatihan, kemampuan
87
dan pengalaman. Dalam lingkup SMM yang terkait dengan SMM adalah unsur SDM yang meliputi kompetensi, kesadaran dan pelatihan serta pemeliharaan
lingkungan
kerja
yang
mendukung
pelaksanaan
dan
keberhasilan SMM. 1) PKS Rambutan Di PKS Rambutan, terdapat 218 orang karyawan yang mempunyai kualifikasi pendidikan sesuai bagian-bagiannya. Pelatihan-pelatihan sudah diberikan kepada karyawan sesuai bidang masing-masing, khususnya pelatihan ISO 9000. Menurut dua belas orang dari lima belas orang karyawan, pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan pekerjaan mereka sering mereka terima, baik berupa in house training, pusat maupun dari luar perusahaan. 2) PMG Cap Sendok PMG Cap Sendok memiliki 152 orang karyawan, dimana masingmasing karyawan menempati bagian pekerjaannya sesuai kualifikasi pendidikan yang mereka punyai. Pelatihan-pelatihan sudah mereka dapatkan, namun masih berupa in house training dan belum merupakan pelatihan ISO 9000 secara khusus. b. Infrastruktur dan Teknik Infrastruktur mencakup bangunan, ruang kerja, dan fasilitas yang sesuai, peralatan proses dan pelayanan pendukung seperti transportasi dan komunikasi. Dalam penerapan SMM ISO 9001:2000, unsur-unsur yang terkait dengan bagian teknik adalah infrastruktur, pengendalian produksi dan pelayanan dan perbaikan. Organisasi harus menetapkan, menyediakan, memelihara dan melakukan perbaikan infrastruktur untuk mencapai kesesuaian terhadap persyaratan produk. 1) PKS Rambutan PKS Rambutan memiliki infrastruktur yang cukup lengkap namun belum terpelihara dengan baik. Beberapa infrastruktur seperti kamar mandi (toilet) dan sarana air bersih untuk sanitasi karyawan kurang mendukung dan kurang terpelihara, sedangkan infrastruktur lainnya, seperti bangunan,
88
ruang kerja, peralatan proses, pelayanan transportasi dan komunikasi sudah memadai. 2) PMG Cap Sendok PMG Cap Sendok saat ini sedang membangun sistem GMP (Good Manufacturing Practice) sehingga saat ini infrastruktur yang dimiliki sedang mengalami perbaikan secara menyeluruh. Secara umum, infrastruktur yang dimiliki sudah mendukung dalam proses produksi. Beberapa infrastruktur sedang dalam penyempurnaan, misalnya gudang, ruang pengemasan, dan fasilitas sanitasi.
MANAJEMEN OPERASIONAL Manajemen operasional terdiri dari bagian Quality Assurance (QA) /Quality Control (QC), penelitian dan pengembangan/Research and development (litbang/R&D), Production Planning and Inventory Control (PPIC), produksi serta penggudangan bahan mentah dan produk jadi. a. Quality Assurance (QA)/ Quality Control (QC) QA atau jaminan mutu adalah istilah yang menyatakan keseluruhan kegiatan yang terencana dan resmi yang memberikan kepercayaan bahwa keluaran akan memenuhi tingkat mutu yang diinginkan, sedangkan QC atau pengendalian mutu adalah keseluruhan kegiatan dan teknik dalam proses untuk menciptakan karakteristik mutu tertentu. Kegiatan di atas mencakup pemantauan, mengurangi kemungkinan perubahan atau perbedaan dan penghilangan sebab-sebab yang diketahui (Hadiwiardjo dan Wibisono, 1996). Unsur SMM ISO 9001:2000 yang terkait dengan QA/QC adalah manajemen sumber daya (infrastruktur dan lingkungan kerja), realisasi produk (perencanaan realisasi produk, desain dan pengembangan, proses pembelian, produksi dan penyediaan jasa, serta pengendalian sarana pemantauan dan pengukuran) dan pemantauan, analisa dan perbaikan (pemantauan dan pengukuran proses, pemantauan dan pengukuran produk, pengendalian produk yang tidak sesuai, analisis data dan perbaikan). Tabel 27 menunjukkan hasil penilaian penerapan unsur-unsur ISO 9001:2000 pada manajemen operasi bagian QA/QC di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok.
89
Tabel 27. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Manajemen Operasi Bagian QA/QC Di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok PKS Unsur-Unsur ISO PMG Cap Rambutan Sendok 6.3. Infrastruktur 6.4. Lingkungan kerja 7.1. Perencanaan realisasi produk 7.3. Desain dan pengembangan 7.4. Pembelian 7.4.1. Proses pembelian 7.5. Produksi dan penyediaan jasa 7.6. Pengendalian sarana pengukuran dan pemantauan 8.2. Pengukuran dan pemantauan 8.2.3. Pengukuran & pemantauan proses 8.2.4. Pengukuran & pemantauan produk 8.3. Pengendalian produk yg tidak sesuai 8.4. Analisis data 8.5. Perbaikan
Keterangan :
√ √ √ √
X √ √ X
√ √ √
√ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
√ = dipenuhi X = dipenuhi sebagian - = tidak dipenuhi
1) PKS Rambutan PKS Rambutan memiliki infrastruktur QA/QC yang cukup lengkap sesuai dengan analisis kebutuhan yang diperlukan. Unsur-unsur lain mengenai QA/QC tersebut juga sudah terpenuhi dan terstandarisasi dengan baik. 2) PMG Cap Sendok PMG Cap Sendok saat ini sedang membangun sistem GMP (Good Manufacturing Practice) sehingga saat ini infrastruktur yang dimiliki sedang mengalami perbaikan secara menyeluruh. Ruang laboratorium merupakan ruang yang perlu mendapat renovasi dan penambahan peralatan laboratorium sehingga proses analisis mutu lebih baik lagi. Unsur-unsur QA/QC lain sudah terpenuhi dan terdokumentasi dengan baik. b. Penelitian dan Pengembangan (Research and Development) Unsur yang terkait dengan penelitian dan pengembangan adalah perencanaan realisasi produk, proses yang berkaitan dengan pelanggan desain dan pengembangan serta analisa data. Tabel 28 menunjukkan hasil penilaian
90
penerapan unsur-unsur ISO pada manajemen operasi bagian penelitian dan pengembangan (research and development) di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok. Tabel 28. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Manajemen Operasi Bagian Penelitian dan Pengembangan (Research and Development) di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok PKS Unsur-Unsur ISO PMG Cap Rambutan Sendok 7.1. Perencanaan realisasi produk 7.2. Proses yang terkait dengan pelanggan 7.3. Desain dan pengembangan 8.4. Analisis data
Keterangan :
√ √ √ √
√ √ X √
√ = dipenuhi X = dipenuhi sebagian - = tidak dipenuhi
1) PKS Rambutan R&D di PKS Rambutan memiliki keterbatasan secara skala pabrik, namun prosedur R&D ini tercakup lengkap berdasarkan skala pusat PTP. Nusantara III mulai dari unsur perencanaan realisasi produk, proses yang terkait dengan pelanggan, desain dan pengembangan, serta analisis data. 2) PMG Cap Sendok R&D di PMG Cap Sendok belum berjalan dengan maksimal. Desain dan pengembangan merupakan unsur yang belum mampu untuk direalisasikan penuh oleh perusahaan. Hal ini berkaitan dengan belum adanya bagian R&D secara khusus di perusahaan ini. c. Production Planning and Inventory Control (PPIC) Unsur yang terkait dengan PPIC adalah perencanaan realisasi produk, proses yang berkaitan dengan pelanggan dan pengendalian produksi dan penyediaan jasa. Tabel 29 menunjukkan hasil penilaian penerapan unsur-unsur ISO pada PPIC di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok. Tabel 29. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada PPIC di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok PKS Unsur-Unsur ISO PMG Cap Rambutan Sendok 7.1. Perencanaan realisasi produk 7.2. Proses yang terkait dengan pelanggan 7.5.1. Ketentuan pengendalian produksi dan pelayanan
√ √ √
√ √ √
91
Keterangan :
√ = dipenuhi X = dipenuhi sebagian - = tidak dipenuhi
1) PKS Rambutan Unsur-unsur yang terkait dengan PPIC di PKS Rambutan secara keseluruhan sudah terpenuhi dan berjalan dengan baik sesuai dokumen yang sudah terstandarisasi dengan baik. 2) PMG Cap Sendok PPIC di PMG Cap Sendok sudah memenuhi unsur-unsur ISO, yaitu perencanaan realisasi produk, proses yang terkait dengan pelanggan, dan ketentuan pengendalian produksi dan pelayanan. Keseluruhan unsur-unsur di atas sudah berjalan dengan baik. d. Produksi Pengendalian produksi dan penyediaan jasa diidentifikasi dan mampu telusur,
pemeliharaan/penjagaan/pengawetan
produk,
pemantauan
dan
pengukuran produk, dan pengendalian produk yang tidak sesuai. Tabel 30 menunjukkan hasil penilaian penerapan unsur-unsur ISO pada bidang produksi di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok. Tabel 30. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Bidang Produksi di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok PKS Unsur-Unsur ISO PMG Cap Rambutan Sendok 7.5.1. Pengendalian produksi dan penyediaan jasa 7.5.3. Identifikasi dan mampu telusur 7.5.5. Penjagaan/pemeliharaan produk/pengawetan produk 8.2.4. Pengukuran & pemantauan produk 8.3. Pengendalian produk yg tidak sesuai
√ √ √
√ √ √
√ √
√ √
Keterangan : √ = dipenuhi X = dipenuhi sebagian - = tidak dipenuhi 1) PKS Rambutan Unsur-unsur yang terkait dengan produksi sudah berjalan dengan baik. Kesemuanya berjalan sesuai dengan dokumen prosedur yang terstandarisasi.
92
2) PMG Cap Sendok Seperti halnya PKS Rambutan, PMG Cap Sendok juga sudah memenuhi keseluruhan unsur-unsur ISO 9001:2000 yang terkait dengan produksi. Prosedur mengenai unsur-unsur ini juga sudah terdokumentasi dengan baik. e. Penggudangan Penggudangan dilakukan untuk bahan baku/bahan mentah dan produk akhir. Unsur yang terkait dengan penggudangan bahan mentah adalah infrastruktur serta produksi dan penyediaan jasa. Penggudangan produk akhir adalah
infrastruktur,
pengendalian
produksi
dan
penyediaan
jasa,
pemeliharaan/penjagaan/pengawetan produk dan pengendalian produk yang tidak sesuai. Tabel 31 menunjukkan hasil penilaian penerapan unsur-unsur ISO pada manajemen operasi bagian penggudangan di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok. Tabel 31. Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Manajemen Operasi Bagian Penggudangan di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok PKS Unsur-Unsur ISO PMG Cap Rambutan Sendok Penggudangan Bahan Mentah 6.3. Infrastruktur 7.5. Produksi dan Penyediaan jasa Penggudangan Produk Akhir 6.3. Infrastruktur 7.5.1. Pengendalian Produksi dan Penyediaan jasa 7.5.5. Penjagaan/pemeliharaan produk/pengawetan produk 8.3. Pengendalian produk yang tidak sesuai
Keterangan :
√ √
√ √
√ √ √
√ √ √
√
√
√ = dipenuhi X = dipenuhi sebagian - = tidak dipenuhi
1) PKS Rambutan Mengenai unsur-unsur ISO yang terkait dengan pross penggudangan, PKS Rambutan sudah memenuhi keseluruhan unsur-unsur ISO tersebut. Hanya yang perlu mendapat perhatian adalah proses pemeliharaan dan perawatan gudang saja.
93
2) PMG Cap Sendok PMG Cap Sendok sudah memenuhi keseluruhan unsur-unsur ISO yang terkait dengan proses penggudangan, hanya tinggal proses pemeliharaan yang perlu mendapat perhatian, contohnya kebersihan dan penerangan di dalam gudang bahan penolong (Bleaching earth dan Phosporic acid) yang belum memadai. Selain hal tersebut, keberadaan hama (seperti serangga, tikus, dan lain-lain) perlu mendapat perhatian dalam hal pencegahan.
94
PENILAIAN SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN (SMKP) HACCP Penilaian penerapan SMKP HACCP industri pengolahan kelapa sawit dan minyak goreng menggunakan beberapa peubah penelitian, yaitu kebijakan mutu, organisasi, persyaratan dasar operasi, persyaratan dasar produk, penerapan prinsip HACCP dan penanganan konsumen. Hasil penilaian penerapan sistem keamanan pangan HACCP dapat dilihat pada Tabel 32. Tabel 32. Penilaian Penerapan SMKP HACCP Unsur-unsur HACCP PKS Rambutan 1. Kebijakan mutu X 2. Organisasi 2.1. Tim HACCP 2.2. Struktur organisasi 2.3. Bidang kegiatan √ 2.4. Personil dan pelatihan X 3. Deskripsi produk : Nama produk, komposisi, cara penyiapan dan √ penyajian, tipe pengemasan, masa kadaluarsa, cara penyimpanan, sasaran konsumen, cara distribusi, dll 4. Persyaratan Dasar 4.1. GMP X 4.2. SSOP X 5. Bagan Alir Proses √ 6. Prinsip HACCP 5.1. Analisa bahaya X 5.2. Penetapan CCP (jumlah CCP) X 5.3. Penetapan batas kritis (metode, dan √ penetapannya) 5.4. Penetapan sistem monitoring √ 5.5. Tindakan koreksi terhadap penyimpangan √ 5.6. Penetapan verifikasi √ 5.7. Catatan dan dokumentasi √ 7. Sistem Penyimpanan Catatan √ 8. Prosedur Verifikasi √ 9. Prosedur Pengaduan konsumen √ 10. Prosedur recall √ 11. Perubahan Dokumen/Revisi/Amandemen √ Keterangan : √ = dipenuhi X = dipenuhi sebagian - = tidak dipenuhi
PMG Cap Sendok √ √ √ √ X √
X X √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
95
KEBIJAKAN MUTU Kebijakan mutu adalah suatu pernyataan dari manajemen puncak yang menunjukkan komitmennya untuk menetapkan, menerapkan dan memelihara sistem HACCP dalam rangka mencapai tingkat mutu dan keamanan yang tinggi dari produk yang dihasilkan oleh perusahaan (SNI, 1999). Penisella et al. (1999) mengungkapkan hasil survei yang dilakukan 127 perusahaan makanan yang sudah menerapkan HACCP di Inggris, bahwa beberapa alasan dukungan manajemen pada penerapan HACCP, yaitu untuk meningkatkan keamanan produk yang dihasilkan (50%), memenuhi tekanan konsumen (37,5%), memenuhi persyaratan hukum (31,3%), mengikuti tren yang berkembang (15,6%), dan 3,1% lainnya karena membaca jurnal/buku. Corlett (1998) menyatakan bahwa dukungan manajemen adalah hal yang sangat penting dalam penerapan HACCP. Terdapat beberapa faktor yang dapat mendorong manajemen untuk memberikan dukungan dan komitmennya dalam menerapkan HACCP, seperti dijelaskan di bawah ini : a. Ditemukannya bahaya pada produk, pada batas yang tidak dapat diterima yang mengindikasikan bahwa sistem keamanan pangan yang dijalankan tidak efektif, adanya produk return, dan keluhan dari konsumen yang menyebabkan kerugian dan hilangnya pasar. b. Adanya desakan dari konsumen agar perusahaan menerapkan HACCP. c. Peraturan yang mensyaratkan perusahaan mengembangkan dan menerapkan HACCP, terutama produk daging dan perikanan. d. Produk yang dihasilkan akan dipasarkan di luar negeri dan memerlukan persyaratan HACCP. Penerapan HACCP memerlukan waktu, kesiapan infrastruktur dan faktor pendukung seperti GMP dan SSOP, yang keseluruhannya merupakan bagian dari dukungan penuh manajemen puncak untuk menerapkan SMKP. Menurut Mayes (1994), penerapan HACCP bukan pekerjaan semalam karena meliputi evaluasi teknis secara rinci terhadap proses dan produk serta membutuhkan dukungan dan komitmen manajemen disamping pengalaman untuk menganalisis bahaya dan mengembangkan prosedur pengendalian dan pemantauan.
96
a) PKS Rambutan PKS Rambutan memiliki kebijakan mutu yang hanya memenuhi sebagian dari yang dipersyaratkan oleh HACCP. Kebijakan mutu yang ditetapkan oleh PKS Rambutan belum menyatakan secara spesifik tentang kebijakan terhadap keamanan produk yang dihasilkan bagi konsumen. Selain itu, kebijakan yang ditetapkan manajemen puncak belum sepenuhnya diikuti dengan penyediaan faktor-faktor pendukung penerapan HACCP seperti GMP dan SSOP. b) PMG Cap Sendok PMG Cap Sendok memiliki kebijakan mutu yang telah memenuhi materi yang dipersyaratkan oleh HACCP. Aspek keamanan pangan sudah tercantum dalam kebijakan mutunya.
ORGANISASI Dalam SMKP HACCP, manajemen harus menetapkan uraian tentang sistem tanggung jawab, wewenang, fungsi, struktur organisasi dan personil yang bertanggung jawab terhadap mutu dan keamanan produk. Dalam hal ini, manajemen membentuk suatu tim HACCP yang terdiri dari beberapa personil yang memiliki latar belakang berbagai disiplin ilmu untuk menjamin bahwa pengetahuan dan keahlian spesifik tertentu tersedia untuk pengembangan program HACCP efektif. Dalam organisasinya tercakup pembentukan tim HACCP, struktur organisasi, bidang kegiatan, serta personalia dan pelatihan. a) PKS Rambutan Manajemen puncak PKS Rambutan telah menetapkan uraian tentang sistem tanggung jawab, wewenang dan fungsi setiap personil di dalam struktur organisasi dan deskripsi kerja, namun belum memenuhi persyaratan organisasi yang diinginkan oleh HACCP secara keseluruhan karena perusahaan ini tidak memiliki tim HACCP. Pelatihan-pelatihan bagi karyawan telah dilakukan namun belum merupakan pelatihan mengenai sistem HACCP. b) PMG Cap Sendok Sistem tanggung jawab, wewenang dan fungsi setiap personalia di dalam struktur organisasi dan deskripsi kerja di PMG Cap Sendok telah terurai dengan baik. Tim HACCP, struktur organisasi, bidang kegiatan, serta
97
personalia untuk sistem HACCP sudah terbentuk, namun untuk pelatihannya masih belum terlaksana sepenuhnya kepada semua pekerja.
DESKRIPSI PRODUK Dalam penerapan HACCP, perusahaan harus menetapkan deskripsi produk dan rencana penggunaan produk. Deskripsi produk berisi penjelasan dan spesifikasi produk akhir yang mencakup nama produk/nama dagang, komposisi produk, cara penyiapan dan penyajian, tipe pengemasan, masa kadaluarsa, cara penyimpanan, sasaran konsumen, cara distribusi, dan lain-lain. a) PKS Rambutan PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) memproduksi CPO tanpa merek dan tanpa kemasan karena dijual langsung ke konsumen yaitu industrial buyer dengan memakai truk tangki CPO, sedangkan CPO yang akan diekspor ditimbun pada tangki timbun bersama di Belawan melalui Kereta Api. Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit dari pemasok disortasi sehingga mutu TBS sesuai dengan standar fraksi kriteria matang TBS yaitu fraksi 1 sampai 5 dan brondolan. TBS tersebut kemudian direbus, dipress, dilakukan pemurnian, lalu disimpan pada tangki timbun untuk menghasilkan Crude Palm Oil (CPO). Sedangkan proses pengolahan kernel dimulai setelah tahap pengempaan, dimana ampas pressan berupa biji TBS dan serabut. Selanjutnya, biji dan serabut dipisah, lalu biji dipecah, dikeringkan, diperam, kemudian ditimbun di gudang penimbunan. CPO merupakan produk yang tidak langsung dikonsumsi manusia, tapi merupakan bahan baku dalam pembuatan olein, stearin, glycerin, sabun, dan sebagainya, oleh karena itu perlu adanya pengolahan lebih lanjut baru bisa dikonsumsi manusia. Kernel juga merupakan produk yang tidak dapat langsung dikonsumsi manusia, tetapi merupakan bahan baku dalam pembuatan minyak inti sawit, sehingga perlu adanya pengolahan lebih lanjut untuk dapat dikonsumsi manusia. CPO tidak dikemas dalam bahan pengemas, tapi disimpan dalam storage tank pada suhu 50-60 oC. Kernel tidak boleh terkena air atau bebas dari kelembaban O2. Sasaran pengguna/konsumen CPO dan kernel adalah industri-
98
industri oleopangan, oleokimia, farmasi, yang menggunakan CPO sebagai bahan bakunya. CPO dijual secara ekspor dan lokal, dimana ekspor melalui Kantor Penjualan Bersama (KPB), sedangkan kernel hanya dijual di lokal saja. b) PMG Cap Sendok PT. Astra Agro Lestari, Tbk memproduksi minyak goreng (olein) dengan merek Cap Sendok, Palmeco dan minyak goreng curah (bulking). Minyak goreng Cap Sendok dan Palmeco sebenarnya memiliki proses produksi dan standar mutu yang sama. Yang membedakan keduanya adalah tujuan pemasarannya. Minyak goreng Cap Sendok dipasarkan di dalam negeri, sedangkan merek Palmeco dipasarkan ke luar negeri (ekspor). Minyak goreng Cap Sendok diproses dari minyak kelapa sawit murni (CPO) dengan standar produk yang ingin dicapai adalah iodine value (60,00 meq min), cloud point (7,0 oC maks), stability (9–15 jam), FFA (0,06–0,08 %), dan visual (bening dan tidak ada benda asing). Minyak goreng Cap Sendok dikemas dalam kemasan primer dan sekunder, dimana kemasan primer berupa botol plastik jenis PET dan kemasan sekunder berupa kardus serta disimpan pada suhu ruangan. Minyak goreng yang dikemas tersebut didistribusikan menggunakan container barang ke toko dan supermarket.
PERSYARATAN DASAR Persyaratan dasar (Prerequisite) adalah suatu persyaratan teknis yang harus dimiliki dan dipenuhi oleh suatu perusahaan yang akan memulai proses produksi dan menerapkan HACCP. Persyaratan ini berupa peraturan teknis proses produksi dan penerapan HACCP, dan dalam operasionalisasinya diwujudkan dalam standar prosedur operasi (SPO) atau dalam bentuk dokumentasi lainnya. Persyaratan dasar tersebut adalah sistem sanitasi/ sanitation standard operating procedures (SSOP) dan diterapkannya cara-cara berproduksi yang baik atau GMP (Good Manufacturing Practice).
99
Good Manufacturing Practice (GMP) Sesuai dengan SK Menteri Kesehatan RI No 23/MEN/SK/I/1978 mengenai pedoman cara berproduksi yang baik untuk makanan, pedoman ini mencakup lokasi, bangunan, fasilitas sanitasi, alat produksi, bahan, proses pengolahan, produk akhir, laboratorium, personil, kemasan, label dan penyimpanan. Berikut ini dijelaskan penerapan GMP di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok. PKS Rambutan sebagai bagian dari PT. Perkebunan Nusantara III, walaupun sudah memiliki sertifikat Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000 dan Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14000 namun belum memenuhi sebagian persyaratan GMP sebagai persyaratan dasar HACCP. Prinsip-prinsip GMP belum dilaksanakan sesuai dengan standar yang seharusnya. Kegiatan sanitasi dilaksanakan sesuai dengan pengalaman yang biasa dilakukan. PMG Cap Sendok belum memiliki sertifikat sistem manajemen mutu ISO 9001:2000 dan sistem manajemen lingkungan ISO 14000. Demikian pula halnya untuk sistem manajemen keamanan pangan HACCP, walaupun sebagian besar unsur-unsurnya telah dipenuhi dan dilaksanakan, namun belum memiliki sertifikasi HACCP. Sebagaimana halnya dengan PKS Rambutan, prinsip-prinsip GMP sebagai prasyarat sistem HACCP di PMG Cap Sendok masih belum sepenuhnya sesuai dengan standar yang ada. 1) Lokasi a) PKS Rambutan Lokasi PKS Rambutan, berada di jalur trans Medan - Siantar yang sangat strategis, karena berada tidak jauh dari jalan raya. PKS berada di kawasan areal perkebunan kelapa sawit yang jauh dari sumber pencemaran seperti areal persawahan, pembuangan sampah, dan perumahan penduduk. Lokasi bangunan juga dilengkapi oleh sarana penunjang seperti, sarana penyediaan air bersih dan sarana pembuangan limbah yang dikelola dengan baik oleh perusahaan sendiri. b) PMG Cap Sendok PMG Cap Sendok berada di jalur trans Medan – Siantar yang tidak jauh dari jalan raya. Lokasi pabrik tidak sesuai dengan standar GMP, dimana pabrik ini berada di daerah perumahan padat penduduk dan
100
disekitar jalan masuk pabrik banyak terdapat sampah-sampah yang berasal dari pembuangan limbah rumah tangga. Jalan masuk menuju pabrik sudah rusak, dimana banyak jalan yang berlubang sehingga tergenang air pada saat hujan dan saat hari panas banyak debu dan terlihat kotor. Disamping pabrik minyak goreng terdapat pabrik pengolahan kopi menjadi minuman kopi instan, dimana sangat jelas terlihat bahwa arah pembuangan asap pembakarannya mengarah ke pabrik minyak goreng. Dampaknya sangat tidak baik karena dikhawatirkan PAH (polyaromatic hydrocarbon) yang dari pembakaran pabrik kopi menjadi kontaminan untuk pabrik minyak goreng. Di dalam pabrik minyak goreng Cap Sendok sendiri terdapat pekarangan yang tidak terpelihara dengan baik. Selain itu terdapat rumahrumah kecil yang sudah tidak layak huni yang menjadikannya terlihat kotor. 2) Bangunan Bangunan merupakan salah satu faktor penting dalam menjalankan suatu kegiatan industri terutama industri pengolahan pangan. Unsur-unsur yang perlu diperhatikan dalam bangunan adalah tata ruang, lantai, atap dan langitlangit, pintu, jendela, penerangan, dan ventilasi atau pengatur suhu. a) PKS Rambutan Tata ruang bangunan terdiri dari ruangan produksi dan ruang kantor yang terpisah sehingga tidak mengganggu proses produksi CPO dan tidak mengakibatkan pencemaran CPO. Susunan ruangan proses produksi diatur sesuai dengan urutan proses produksi sehingga tidak menimbulkan lalu lintas kerja yang simpang-siur dan tidak mengakibatkan pencemaran terhadap CPO. Ruangan proses pengolahan dan ruang pelengkap (gudang, laboratorium, bengkel, dan lain-lain) terletak terpisah, hal ini menjaga kontaminasi bahan dan peralatan lain. Luas masing-masing ruang pengolahan, ruang pelengkap dan kantor sesuai dengan jenis, kapasitas produksi, serta jumlah karyawan yang bekerja. Lantai yang dipersyaratkan dalam GMP berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No : 23/Men.Kes/SK/I/1978 harus rapat air, tahan
101
terhadap air, garam, basa, asam, dan bahan kimia lainnya, permukaan rata dan halus tetapi tidak licin dan mudah dibersihkan serta memiliki kelandaian yang cukup ke arah saluran pembuangan air. Kondisi lantai di unit pengolahan tidak sepenuhnya sesuai dengan persyaratan GMP menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No : 23/Men.Kes/SK/I/1978. Lantai di unit pengolahan rapat air, tahan terhadap air, garam, basa, asam, dan bahan kimia lainnya, permukaan tidak rata, tidak halus dan tidak licin namun mudah dibersihkan sesuai standar kebersihan PKS serta memiliki kelandaian yang cukup kearah saluran pembuangan air. Bangunan unit pengolahan tidak memiliki dinding karena merupakan bangunan semi terbuka, dimana atasnya memiliki atap dan disetiap sisi samping tidak memiliki dinding. Hal tersebut dimaksudkan agar ruangan unit pengolahan memiliki penerangan dan udara yang cukup sehingga para pekerja nyaman untuk bekerja. Dinding kamar mandi merupakan bagian yang perlu mendapat perhatian untuk segera diperbaiki karena sudah mengelupas dan terlihat sangat kotor. Atap di unit pengolahan terbuat dari seng yang tahan terhadap air, namun ada beberapa bagian seng yang terlihat bocor sehingga memungkinkan air untuk masuk ke ruangan unit pengolahan. Untuk bangunan pelengkap, kamar mandi merupakan bagian yang perlu untuk mendapat renovasi, baik bagian dinding, lantai, atap dan langit-langit, pintu serta ventilasi, mengingat kamar mandi sudah banyak bagianbagiannya yang rusak. Bangunan yang digunakan sebagai pabrik dan kantor di PKS Rambutan sesuai dengan persyaratan teknik dan higienis, dimana bangunan mudah dibersihkan, mudah dilaksanakan tindakan sanitasi dan mudah dipelihara. Perawatan dan pemeliharaan untuk bangunan juga tertuang dalam prosedur dan instruksi kerja. b) PMG Cap Sendok Lokasi pabrik minyak goreng di PMG Cap Sendok memiliki bangunan dengan ruangan pokok dan ruangan pelengkap yang masingmasing terpisah letaknya. Ruangan pelengkap merupakan ruangan
102
pengolahan mulai dari bahan baku hingga produk akhir, sedangkan ruang pelengkap merupakan ruangan lain yang mendukung proses pengolahan seperti kantor, bengkel, gudang, toilet, laboratorium, dan lain-lain. Tata letak susunan ruangan unit pengolahan dan ruang pelengkap diatur sedemikian rupa dan berdasarkan urutan proses produksi sehingga tidak menimbulkan lalu lintas kerja yang simpang-siur dan tidak mengakibatkan kontaminasi silang (cross contaminant). Luas masingmasing ruang pengolahan, ruang pelengkap dan kantor sesuai dengan jenis, kapasitas produksi, serta jumlah karyawan yang bekerja. Hanya pada ruangan bengkel, pekerja merasa ruangan tersebut terlalu sempit sehingga sering kali para pekerja memperbaiki peralatan hingga keluar batas ruangan bengkel, padahal itu merupakan jalan yang sering dilalui oleh pekerja lainnya. Lantai pada ruangan unit pengolahan rapat air, tahan terhadap air, garam, basa, asam, dan bahan kimia lainnya, permukaan rata dan halus, tetapi tidak licin dan mudah dibersihkan dan memiliki kelandaian yang cukup kearah saluran pembuangan air, demikian juga halnya dengan ruangan pelengkap. Dinding pada ruangan pengolahan terdiri dari tiga bagian yang bersusun keatas, dimana bagian pertama terbuat dari beton dengan tinggi lebih dari 20 cm diatas permukaan lantai yang rapat air. Susunan kedua dan ketiga terbuat dari seng yang semi tertutup karena ada celah terbuka antara dinding susunan pertama dengan kedua dan ketiga. Atap bangunan unit pengolahan terbuat dari seng yang tahan terhadap air dan mudah diperbaiki ataupun diganti bila terjadi kerusakan atau kebocoran. Tinggi dari lantai lebih dari 3 meter sesuai persyaratan GMP. Pintu di bagian unit pengolahan merupakan pintu yang terbuat dari bahan tahan lama, permukaan tidak rata, tidak halus, berwarna terang dan mudah dibersihkan, dapat ditutup dengan baik, serta membuka keluar. Bangunan unit pengolahan tidak memiliki jendela karena bangunan tersebut merupakan bangunan semi tertutup.
103
Untuk penerangan, bangunan unit pengolahan termasuk bangunan yang kurang penerangan karena di beberapa sudut ruangan pengolahan terlihat agak gelap. Indikator ini ditunjukkan dengan agak sulitnya membedakan jenis warna di beberapa ruang dalam stasiun pengolahan. 3) Fasilitas sanitasi a) PKS Rambutan Fasilitas sanitasi terdiri dari sarana penyediaan air, sarana pembuangan (sisa dan limbah), sarana toilet, dan sarana cuci tangan. PKS Rambutan belum mengelola fasilitas sanitasi dengan baik. Penyediaan sarana cuci tangan dan sabun belum terdapat di lingkungan proses pengolahan. Kamar mandi (toilet) juga sangat tidak memadai, dimana bak air sudah pecah-pecah, berjamur dan berlumut. Air yang tersedia juga tidak memadai untuk membersihkan anggota tubuh sebelum dan sesudah bekerja. Hal ini merupakan persoalan yang menjadi keluhan karyawan karena ketidaknyamanan bagi karyawan untuk membersihkan diri di kamar mandi. b) PMG Cap Sendok Di PMG Cap Sendok fasilitas sanitasi sudah dikelola dengan cukup baik. Sarana penyediaan air, sarana pembuangan (sisa dan limbah), sarana toilet, dan sarana cuci tangan sudah tersedia dengan SOP yang tertera di masing-masing tempat. Jumlah karyawan dengan fasilitas sanitasi yang ada telah sesuai sehingga karyawan tidak perlu mengantri dalam menggunakan fasilitas tersebut. Di dalam ruang ganti pakaian terdapat loker untuk menyimpan barang-barang karyawan dan tempat untuk menyimpan pakaian ganti. 4) Peralatan produksi a) PKS Rambutan Peralatan yang dipergunakan di PKS Rambutan sudah memadai, dimana peralatan yang digunakan dalam keadaan baik dan mencukupi untuk proses pengolahan. Peralatan produksi sudah sesuai dengan persyaratan teknik yaitu sesuai dengan jenis produksi. Standar prosedur untuk pembersihan dan perawatan peralatan secara berkala juga sudah
104
tersedia dan tertuang dalam prosedur dan instruksi kerja yang terdokumentasi dan terstandarisasi. b) PMG Cap Sendok Di PMG Cap Sendok, peralatan yang digunakan sudah sesuai dengan jenis produksi yang jumlahnya juga mencukupi. Kendala pada peralatan adalah usianya yang sudah tua sehingga kinerja mesin dan peralatannya menjadi berkurang. Prosedur kerja dan pemeliharaan mesin dan peralatan tersebut sudah terdokumentasi dengan baik. 5) Bahan a) PKS Rambutan Bahan baku dan bahan pelengkap telah mengalami proses pemeriksaan oleh pihak laboratorium dan sortasi. Bahan baku yang berupa TBS telah disortasi dan dianalisa mutunya sehingga yang diterima sesuai dengan kriteria kematangan TBS, persyaratan mutu dan komposisi panen yang
sudah
ditetapkan
perusahaan
yang
terdokumentasi
dan
terstandarisasi. b) PMG Cap Sendok Bahan baku dan bahan penolong yang digunakan telah memenuhi standar mutu dan persyaratan yang ditetapkan oleh manajemen karena telah terlebih dahulu mengalami pemeriksaan secara fisika dan kimia. Bahan-bahan tersebut juga harus memiliki CoA (Certificate of Analysis) dan sertifikat halal dari pemasok sehingga bahan baku dan bahan penolong benar-benar terjamin dengan baik. 6) Proses Pengolahan a) PKS Rambutan Proses pengolahan dilaksanakan sesuai standar prosedur yang didokumentasikan dalam instruksi kerja (IK) bagian teknologi dan IK bagian teknik. Pada IK bagian teknologi ini, instruksi kerja proses pengolahan terdiri dari Penerimaan TBS di Pabrik Kelapa Sawit, Sortasi TBS Kelapa Sawit, Analisa TBS, Pengolahan Kelapa Sawit, Pengendalian Proses dan Mutu Produksi PKS, Serah Terima Jaga Pabrik, Analisa Kehilangan Minyak dan Inti Sawit, Standar Mutu Minyak Sawit dan Inti
105
Sawit, Penyimpanan Produksi, Pengolahan Air Kebutuhan Pabrik, dan Pembelian dan Pengolahan TBS Kelapa Sawit Pihak Ketiga. Pada IK bagian teknik instruksi kerja yang terkait dengan proses pengolahan terdiri dari
Perencanaan
dan
Pelaksanaan
kegiatan
teknik,
pengawasan
pengendalian pekerjaan, kapasitas pabrik, penertiban inventaris, evaluasi kinerja peralatan pabrik, pemakaian kWh dan BBM, pemeliharaan mesin dan instalasi PKS, instalasi listrik, menjalankan dan memberhentikan mesin PKS, pengoperasian / inspeksi / pengawetan ketel uap, pengoperasian turbin uap dan genset, tera ulang timbangan, pengoperasian dan pemeliharaan alat angkut, road grader, traktor, excavator, trailer, mesin-mesin, gergaji, dan kalibrasi. Masing-masing tahapan proses pengolahan memiliki formula dasar yang menyebutkan jenis bahan yang digunakan, baik bahan baku dan bahan penolong serta persyaratan mutunya. Untuk setiap satuan pengolahan memiliki instruksi kerja tertulis yang menyebutkan jumlah bahan dan alat yang digunakan, tahap-tahap rincian kerja, langkah-langkah yang perlu diperhatikan selama pengolahan dengan mengingat faktor suhu, kelembaban, tekanan, dan lain-lain, sehingga tidak mengakibatkan kerusakan dan pencemaran pada produk akhir, alat pelindung diri, hal-hal emergency yang perlu diperhatikan selama pengolahan, serta hal lain yang dianggap perlu. Setiap proses pengolahan selalu dipantau dan diperiksa oleh petugas pengolahan di bagian produksi, dimana hasil pemantauan didokumentasikan dalam laporan kerja manual book. b) PMG Cap Sendok Seperti halnya di PKS Rambutan, PMG Cap Sendok juga memiliki instruksi kerja yang menguraikan tahap-tahap rincian kerja, langkahlangkah yang perlu diperhatikan selama pengolahan dengan mengingat faktor suhu, kelembaban, tekanan, dan lain-lain, sehingga tidak mengakibatkan kerusakan dan pencemaran pada produk akhir, alat pelindung diri, hal-hal emergency yang perlu diperhatikan selama pengolahan, serta hal lain yang dianggap perlu. Instruksi kerja yang ada di
106
PMG Cap Sendok ini belum sepenuhnya lengkap seperti pada PKS Rambutan yang sudah terdokumentasi dan tersertifikasi dengan baik. 7) Produk akhir a) PKS Rambutan PKS Rambutan menetapkan standar mutu produk akhir CPO yang dihasilkan, dan standar mutu untuk produk CPO dan kernel dapat dilihat pada lampiran 10. Standar mutu ini terdokumentasi pada prosedur mutu dan IK (instruksi kerja) yang sudah terstandarisasi. CPO dan kernel yang akan dipasarkan terlebih dahulu dilakukan pengujian fisik dan kimia di laboratorium internal dan eksternal sehingga produk CPO yang akan dipasarkan diketahui mutunya. Pengujian mutu di laboratorium internal terdiri dari kadar air, kadar kotoran dan FFA, sedangkan jika diperlukan analisa parameter mutu yang lain seperti DOBI, PV, IV, dan lain-lain maka pengujiannya dilakukan di laboratorium eksternal atau lembaga pemeriksa mutu di luar laboratorium PKS Rambutan. b) PMG Cap Sendok Produk akhir yang berupa minyak goreng merek Cap Sendok memiliki persyaratan mutu yang ditetapkan perusahaan, yang sesuai dengan standar mutu minyak goreng di Indonesia (SNI). Produk akhir dan produk samping yang dihasilkan, sebelum didistribusikan ke masyarakat terlebih dahulu mengalami pemeriksaan baik fisik, kimia maupun mikrobiologi, sehingga aman untuk dikonsumsi. Standar mutu minyak goreng cap Sendok yang dihasilkan PMG Cap Sendok dapat dilihat pada Lampiran 11. 8) Laboratorium a) PKS Rambutan PKS Rambutan memiliki laboratorium yang terdiri dari tiga ruangan, masing-masing adalah ruang inventaris laboratorium, ruang analisis minyak dan ruang analisis limbah dan air. Laboratoriumnya sudah memadai untuk skala PKS. Analisa yang dilakukan di laboratorium ini terdiri dari analisa kadar air, kadar kotoran, FFA (baik TBS maupun CPO),
107
lossis minyak sawit, lossis inti (kernel), analisa mutu air umpan boiler, dan analisa limbah. Hasil analisa tersebut didokumentasikan dalam log book laporan kinerja analisa mutu. Adapun contoh laporan kinerja analisa mutu dapat dilihat pada lampiran 12. b) PMG Cap Sendok Laboratorium yang dimiliki oleh PMG Cap Sendok merupakan bagian yang dirasakan kurang oleh pihak manajemen sendiri, mengingat ruangan laboratorium yang cukup sempit dan fasilitas yang kurang lengkap dalam mendukung analisis hasil produk. Analisis mutu yang dilakukan adalah analisis mutu bahan baku CPO, bahan penolong, dan produk akhir. Menurut Asisten QA, analisis mutu yang lebih spesifik dan beragam lebih banyak dilakukan di luar laboratorium sendiri dengan pengeluaran dana yang cukup besar, seperti di PPKS. 9) Higiene Karyawan a) PKS Rambutan Seluruh personil yang berhubungan langsung dengan produksi CPO dan kernel ataupun karyawan yang bekerja di pabrik seharusnya mengenakan pakaian kerja yang telah ditetapkan perusahaan seperti baju, sarung tangan, tutup kepala, penutup mulut, penutup telinga, dan sepatu kerja. Tetapi di PKS Rambutan, permasalahan yang masih dan sering ditemukan adalah ketidakkonsistenan dalam menggunakan APD (alat pelindung diri) yang ada. Pada standar prosedur operasi (SOP), hal tersebut penting untuk digunakan, tetapi masih banyak karyawan yang lalai untuk menggunakannya. Berdasarkan hasil wawancara dengan para pekerja, perlengkapan peralatan tersebut disediakan oleh perusahaan, tetapi pekerja malas menggunakannya. Ini merupakan ketidaktegasan pihak manajemen untuk mengawasi karyawannya dalam mematuhi peraturan
yang
sudah
dibuat
padahal
peraturan
tersebut
sudah
terstandarisasi dalam SMK3 (Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja). Kebiasaan karyawan yang buruk terutama pada unit sortasi juga sangat berpengaruh pada kualitas CPO, seperti merokok, mengupil dan
108
lain-lain. Sepatu yang tidak higienis karena dipakai diluar produksi juga dapat membawa kontaminan dari luar, contohnya debu. Pekerja yang dalam keadaan sakit tidak diperkenankan masuk kerja, apalagi kondisi dengan penyakit yang menular. Check up kesehatan pekerja pada bagian pengolahan dilakukan minimal dua kali setahun. b) PMG Cap Sendok Karyawan yang berhubungan langsung dengan proses pengolahan memiliki pakaian seragam yang khusus untuk karyawan bagian pengolahan. Beberapa karyawan yang memang wajib mengenakan sarung tangan, masker, penutup kepala, dan pelindung lainnya, mengenakannya disaat bekerja. Khusus bagian pengemasan, karyawan harus mencuci tangan sebelum dan sesudah bekerja, dan memakai pakaian khusus saat masuk ke ruang pengemasan. Mengenai
kesehatan
karyawan,
pihak
perusahaan
tidak
memperbolehkan karyawan yang sedang sakit untuk bekerja, namun tidak ada check up khusus secara berkala dari pihak perusahaan untuk karyawan. Pihak manajemen melarang karyawan untuk melakukan kebiasaan yang buruk saat bekerja, seperti merokok, mengupil, mengunyah makanan dan minuman saat bekerja, dan lain-lain yang dapat menyebabkan kontaminasi terhadap produk. 10) Wadah dan Pembungkus a) PKS Rambutan PKS Rambutan memproduksi crude palm oil, yang tidak dikemas melainkan dipasarkan dalam bentuk cair dalam drum dan tangki yang khusus untuk CPO. b) PMG Cap Sendok Minyak goreng Cap Sendok dikemas dengan botol dan jerigen. Wadah/kemasan ini dibuat dari bahan jenis PET yang tidak melepaskan bagian atau unsur yang dapat mengganggu kesehatan atau mempengaruhi mutu produk, dapat mempertahankan mutu isinya terhadap pengaruh dari luar, tahan terhadap perlakuan selama pengolahan, pengangkutan, dan
109
peredaran, serta telah dibersihkan dan dilakukan tindakan sanitasi sebelum dikemas. 11) Label a) PKS Rambutan CPO tidak dikemas dengan wadah, sehingga tidak memiliki label pada kemasannya. b) PMG Cap Sendok Label pada kemasan minyak goreng Cap Sendok terdiri atas nama merek, komposisi, volume isi (netto), saran penyajian, tanggal kadaluarsa, kode produksi, informasi nilai gizi, sertifikat halal, kode MD, dan nama perusahaan yang memproduksi. Label kemasan sudah sesuai dengan yang disyaratkan oleh Menteri Kesehatan tentang pelabelan. 12) Penyimpanan a) PKS Rambutan Penyimpanan menggunakan sistem FIFO (First In First Out), artinya setiap bahan baku, bahan penolong dan produk akhir yang masuk terlebih dahulu akan digunakan dan didistribusikan terlebih dahulu. Tangki dan gudang penyimpanan dipelihara kebersihannya sesuai standar prosedur dan instruksi kerja yang terstandarisasi. Bahan baku berupa TBS disimpan di loading ramp, dimana loading ramp ini dijaga kebersihannya dari tanah, pasir, sampah-sampah kebun setiap saat selama jam kerja. Bahan penolong lain, seperti Asam sulfat (H2SO4), Aluminium sulfat, NaOH, NALCO 724, NALCO 8173 PULV, NALCO 7203, NALCO 2811 PULV, NALCO 214, dan lain-lain disimpan di gudang penyimpanan masing-masing tempat secara terpisah. Bahan yang berkaitan dengan analisis laboratorium disimpan di ruang laboratorium tempat penyimpanan. CPO sebagai produk akhir disimpan di storage tank dengan suhu yang harus dijaga antara 50 oC–60 oC. b) PMG Cap Sendok Bahan baku disimpan dalam storage tank yang khusus untuk CPO dan bahan penolong lainnya disimpan di masing-masing gudang yang terpisah. Seperti halnya di PKS Rambutan, PMG Cap Sendok juga
110
menetapkan sistem penyimpanan secara FIFO (First In First Out), artinya setiap bahan baku, bahan penolong dan produk akhir yang masuk terlebih dahulu akan digunakan terlebih dahulu. Masing-masing bahan yang akan disimpan dan digunakan memiliki catatan yang berisi nama bahan, tanggal penerimaan, asal, jumlah penerimaan, tanggal pengeluaran, jumlah pengeluaran, sisa akhir, tanggal pemeriksaan, dan hasil pemeriksaan. 13) Pemeliharaan a) PKS Rambutan Kegiatan pemeliharaan di pabrik yang terdiri dari sarana pengolahan, sarana kantor dan lain-lain sudah dilakukan dengan baik. Prosedur pemeliharaan ini terangkum jelas dalam standar prosedur yang tertuang dalam instruksi kerja (IK). Instruksi kerja yang berkaitan dengan pemeliharaan adalah kebersihan pabrik, pemeliharaan PKS yang terdiri dari
pemeliharaan/perawatan
mesin
&
instalasi
PKS,
pemeliharaan/perawatan instalasi listrik, pengawetan ketel uap dan bejana uap, pemeliharaan peralatan PKS serta alat angkut bahan baku dan produk. Limbah ataupun buangan yang bersifat padat, cair, dan gas sudah dikelola
dengan
baik
sehingga
tidak
menimbulkan
pencemaran
lingkungan. Yang perlu mendapat perhatian dalam pemeliharaan adalah, tidak adanya prosedur operasi untuk pencegahan masuknya serangga, binatang pengerat, unggas dan binatang lain ke dalam bangunan serta pembasmian jasad renik, serangga dan binatang pengerat dengan menggunakan desinfektan, insektisida, atau rodentisida. Kebersihan lingkungan di proses pengolahan juga perlu mendapat perhatian. Pada loading ramp terlihat kotor, dimana masih banyak terdapat tanah dan pasir yang cukup tebal pada lantainya. Di stasiun perebusan juga masih kotor, dimana berserakan tumpahan brondolan, sisa minyak dan air kondensat dari lori, tanah dan pasir. Pada stasiun penebahan, salah satu alat digester bocor yang mengakibatkan tumpahan minyak yang tercecer di lantai stasiun penebahan. Pada stasiun pengolahan kernel, terlihat berserakan dan berterbangan serat-serat halus mesocarp sehingga
111
mengotori lantai dan mengganggu kesehatan karyawan karena dapat terhirup dan terkena mata. b) PMG Cap Sendok Bangunan dan bagian-bagiannya dipelihara secara teratur dan berkala, hingga selalu dalam keadaan bersih dan berfungsi dengan baik. Alat dan perlengkapan yang dipergunakan dibersihkan dan dilakukan tindak sanitasi secara teratur sehingga tidak menimbulkan pencemaran terhadap produk akhir. Alat pengangkutan dan alat pemindahan barang dalam bangunan unit produksi selalu bersih dan tidak merusak barang yang diangkut atau dipindahkan baik bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong, serta produk akhir. Alat pengangkutan untuk mengedarkan produk akhir selalu bersih dan dapat melindungi produk baik fisik maupun mutunya sampai ke tempat tujuan. Limbah padat dan limbah cair dikelola dengan baik sebelum dibuang. Hal yang belum terangkum jelas dalam prosedur operasi untuk pemeliharaan ini adalah prosedur dalam pencegahan masuknya serangga, binatang pengerat, unggas dan binatang lain ke dalam bangunan serta pembasmian mikroorganisme, serangga dan binatang pengerat dengan menggunakan desinfektan, insektisida, atau rodentisida. Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) Menurut Corlett (1998), SSOP adalah prosedur tertulis yang harus digunakan oleh produsen pangan dalam melaksanakan produksi dan sanitasi di pabrik. Ada delapan bagian dalam SSOP yang terdiri dari 1) keamanan air untuk proses produksi, 2) kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan, 3) pencegahan kontaminasi silang dari obyek yang tidak saniter, 4) penyediaan dan pemeliharaan fasilitas sanitasi, cuci tangan dan toilet, 5) perlindungan bahan pangan, kemasan untuk produk akhir dan bahaya yang kontak dengan bahan pangan 6) pelabelan dan penyimpangan, 7) kontrol kesehatan pekerja, dan 8) pencegahan hama penyakit. Berikut ini diuraikan penerapan SSOP di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok.
112
1) Keamanan air untuk proses produksi a) PKS Rambutan Air yang digunakan oleh PKS Rambutan berasal dari air sungai Padang yang berjarak ± 1 km dari PKS Rambutan. Air sungai ini kemudian diolah dengan proses sedimentasi, flokulasi, koagulasi dan filtrasi sehingga aman dan sesuai dengan syarat mutu yang dipergunakan untuk pengolahan. Selain air dari sungai padang, sumber air yang digunakan di PKS Rambutan adalah air dari sumur bor. Syarat mutu untuk air yang digunakan pada pengolahan terdokumentasi dan terstandarisasi dengan baik. b) PMG Cap Sendok Air yang digunakan oleh PMG Cap Sendok adalah air yang berasal dari PDAM dan sumur bor. Syarat mutu untuk air pengolahan adalah syarat air minum yang digunakan. 2) Kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan a) PKS Rambutan Peralatan yang dipergunakan untuk proses produksi memiliki proses pembersihan dan perawatan yang terdokumentasi dan terjadwal dengan baik, terutama peralatan yang kontak langsung dengan bahan. Contoh jadwal perawatan mesin dan instalasi PKS dapat dilihat pada Lampiran 13. Meskipun demikian, pada salah satu alat digester mengalami kebocoran sehingga minyak tercecer keluar mengotori lantai. Hal ini perlu mendapat penanganan secepatnya, untuk segera memperbaiki alat tersebut. b) PMG Cap Sendok Peralatan yang digunakan di PMG Cap Sendok termasuk sarung tangan dan seragam produksi didesain dan terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, tidak toksik dan tidak mudah terkikis. Pembersihan peralatan–peralatan memiliki prosedur yang dilakukan sebelum dan sesudah peralatan dipergunakan. Sarung tangan dan seragam yang dikenakan pada waktu bekerja terbuat dari bahan yang kuat, tidak mudah terkelupas, bersih dan dibersihkan setiap hari setelah selesai produksi.
113
3) Pencegahan kontaminasi silang dari obyek yang tidak saniter a) PKS Rambutan Kontaminasi
silang
dari
obyek
yang
tidak
saniter
sangat
memungkinkan terjadi di PKS Rambutan, karena para pekerja yang berhubungan langsung dengan proses produksi tidak melakukan pencegahan sanitasi yang baik. Hal tersebut dikarenakan para pekerja tidak mencuci tangan terlebih dahulu sebelum memulai aktivitas, tidak berganti pakaian sebelum bekerja, tidak memakai sarung tangan, topi maupun APD (alat pelindung diri) lainnya, terutama pada unit sortasi dan pengempaan. Menurut Soekarto (1990), bagian tubuh pekerja industri pengolahan pangan yang sangat mudah mengotori/mencemari produk adalah tangan, kepala terutama bagian muka dan rambut, serta kaki. Oleh karenanya, bagian-bagian tubuh tersebut perlu mendapat sarana untuk pencegahan kontaminasi seperti sarung tangan, sepatu khusus, penutup kepala dan mulut. Pekerja dibagian produksi terutama berhubungan langsung dengan makanan diwajibkan mengenakan penutup rambut, sarung tangan, dan masker. Pekerja tidak diperkenankan mengenakan perhiasan (cincin, arloji), tidak diijinkan makan dan minum serta merokok selama berada di ruang produksi (Manley,1991). Untuk mengatasi permasalahan di atas adalah dengan cara menerapkan peraturan yang tegas dengan disertai pengawasan yang lebih ketat tentang penggunaan seragam kerja pada saat bekerja, serta meningkatkan pengetahuan pekerja tentang sanitasi (higiene) yang dapat ditempuh melalui pendidikan, penyuluhan serta pelatihan pekerja yang berhubungan dengan praktek sanitasi dan higiene yang baik. Menurut Winarno (1994), pimpinan perusahaan harus memberikan pendidikan untuk karyawan tentang higiene perorangan dan pengolahan makanan agar karyawan mengetahui tindakan yang diperlukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi makanan. Pendidikan harus dilaksanakan, bukan hanya sampai pada taraf kognitif (tahu), tetapi sampai pada perubahan pola tingkah laku (attitude). Untuk sampai pada tahap ini, pendidikan harus dilaksanakan secara rutin, berkala, dan diawasi terus-menerus
114
(Winarno, 2002). Komitmen manajemen untuk mengawasi para pekerja masih kurang, karena tidak ada penegasan terhadap karyawan yang tidak menggunakan APD pada saat bekerja. b) PMG Cap Sendok Pencegahan kontaminasi dari objek yang tidak saniter, terdiri dari material kemasan, makanan, dari permukaan yang kontak dengan bahan pangan seperti peralatan, sarung tangan, seragam produksi dan kontaminasi silang dari bahan baku. Tangan pekerja, sarung tangan, seragam produksi, peralatan dan perlengkapan yang kontak dengan bahan pangan harus dalam keadaan bersih dan tidak boleh digunakan jika terkena cemaran atau kotoran. Tangan pekerja, sarung tangan dan seragam produksi, khususnya di unit pengemasan sangat memiliki peluang yang besar terjadinya kontaminasi dikarenakan metode pengemasan yang masih manual, yang dilakukan oleh tangan pekerja langsung. 4) Penyediaan dan pemeliharaan fasilitas sanitasi, cuci tangan dan toilet a) PKS Rambutan Perusahaan menyediakan tiga buah toilet untuk pekerja di proses pengolahan. Jumlah ini tidak sebanding dengan jumlah pekerja yang ada. Selain itu, kebersihan toiletnya juga tidak mendukung dimana lantainya retak-retak, berlumut dan menghitam. Seharusnya toilet sudah tidak layak untuk dipergunakan. Sebaiknya perusahaan memperbaiki dan merenovasi toilet serta menambah sedikitnya dua buah toilet lagi. Selain itu, sebaiknya dibuat sarana tempat mencuci tangan dengan air yang mengalir dan sabun yang selalu tersedia. Fasilitas lain yang seharusnya juga tersedia adalah tempat penyimpanan pakaian (loker) dan tempat penggantian pakaian. b) PMG Cap Sendok Lokasi fasilitas sanitasi dan cuci tangan harus mudah dijangkau oleh pekerja dan dekat dengan area pengolahan. Di area pengemasan sebaiknya memiliki fasilitas hand cleaning dan pengering tangan, mengingat pengemasan masih mengandalkan tangan manusia. Fasilitas toilet sudah cukup tersedia dan dilengkapi dengan tempat penggantian pakaian dan loker untuk menyimpan pakaian ganti dan barang-barang milik pekerja.
115
5) Perlindungan bahan pangan, kemasan untuk produk akhir dan bahaya yang kontak dengan bahan pangan a) PKS Rambutan Manajemen menetapkan standar penanganan bahan berupa prosedur tertulis yang digunakan di PKS Rambutan untuk menghindari kerusakan, salah penanganan atau kontaminasi antar bahan atau dengan sumber cemaran lainnya. bahan baku, bahan penolong, dan produk akhir ditangani sesuai dengan prosedur tertulis tersebut. TBS yang masuk selalu diperiksa agar mutunya sesuai dengan standar mutu yang diinginkan perusahaan. Selanjutnya TBS ini diletakkan di loading ramp sebelum diolah. Bahanbahan
penolong
lainnya
disimpan
terpisah
untuk
menghindari
kontaminasi. b) PMG Cap Sendok Bahan pangan, kemasan untuk produk akhir dan bahan yang kontak dengan bahan pangan sudah terlindungi dari cemaran kimia, fisik dan biologis, tetesan, aliran air dan debu/kotoran yang jatuh ke bahan pangan. Masing-masing bahan dan kemasan disimpan terpisah untuk menghindari kontaminasi. Para pekerja juga diharuskan untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah mempergunakan atau berhubungan dengan bahan-bahan. 6) Pelabelan dan penyimpanan a) PKS Rambutan Pihak
manajemen
menetapkan
prosedur
penyimpanan
yang
terdokumentasi dengan baik. Untuk menjamin kebersihan loading ramp sebagai tempat penyimpanan TBS, gudang untuk bahan penolong, dan storage tank untuk penyimpanan CPO, maka selalu dibersihkan sesuai jadwal yang tertulis pada prosedur yang terdokumentasi. PKS Rambutan menggunakan sistem FIFO untuk setiap bahan yang digunakan, dimana bahan yang lebih dahulu masuk akan juga lebih dahulu digunakan. Pelabelan dilakukan untuk setiap bahan yang masuk agar tidak terjadi kontaminasi silang antar bahan dan kekeliruan pada saat akan mempergunakannya.
116
b) PMG Cap Sendok Sama halnya dengan PKS Rambutan, PMG Cap Sendok sudah melakukan proses penyimpanan dengan baik, dimana bahan baku, bahan penolong, produk akhir, bahan pengemas disimpan terpisah dan menggunakan sistem FIFO sehingga bahan yang masuk terlebih dahulu akan keluar terlebih dahulu. Untuk mengetahui bahan yang masuk terlebih dahulu, dilakukan sistem pelabelan sehingga bahan-bahan tersebut mudah terdeteksi. Selain itu, susunannya dibuat teratur sesuai jadwal masuknya bahan tersebut. 7) Kontrol kesehatan pekerja a) PKS Rambutan PKS Rambutan melakukan general check up kesehatan pekerja secara berkala. General check up dilakukan minimal dua kali setahun. Kegiatan tersebut dilakukan bekerjasama dengan rumah sakit milik PT. Perkebunan Nusantara III. b) PMG Cap Sendok Di PMG Cap Sendok, general check-up belum ditangani oleh pihak perusahaan sendiri. Pekerja yang dalam kondisi sakit, luka yang dapat menjadi sumber kontaminasi pada proses pengolahan, kemasan dan produk akhir tidak diperbolehkan masuk sampai kondisinya normal. General check-up sangat diperlukan untuk mengetahui kesehatan pekerja. 8) Pencegahan hama penyakit a) PKS Rambutan Ruang produksi, gudang dan ruang lain di PKS Rambutan kemungkinan belum bebas dari hama pabrik seperti tikus, serangga, dan lain-lain. Hal ini dikarenakan belum adanya penerapan standar prosedur sanitasi untuk pemberantasan hama di lingkungan pabrik. b) PMG Cap Sendok Ruang produksi, gudang dan ruang lain harus bebas dari hama pabrik, seperti tikus, serangga dan lain-lain. Hal ini seharusnya mendapat perhatian karena di PMG Cap Sendok belum memiliki prosedur pengendalian hama.
117
BAGAN ALIR PROSES Bagan alir proses merupakan sebuah diagram yang menggambarkan tahaptahap operasional dalam pengerjaan sebuah produk atau produk lainnya dalam suatu proses pengolahan. a) PKS Rambutan Tahap-tahap pengolahan buah sawit menjadi CPO terdiri dari 10 stasiun unit pengolahan, yaitu : Stasiun Penerimaan TBS dan Pengiriman Produksi, Stasiun Loading Ramp, Stasiun Rebusan, Stasiun Thresing, Stasiun Pressing, Stasiun Klarifikasi, Stasiun Kernel, Stasiun Water Treatment, Stasiun Water Plant, dan Stasiun Fat-fit dan Effluent. Verifikasi diagram alir proses dilakukan dan hasilnya adalah sesuai dengan diagram alir yang ada di dokumen perusahaan. Bagan alir proses tersebut dapat dilihat pada Lampiran 4. b) PMG Cap Sendok Proses pengolahan minyak goreng Cap Sendok di PT. Astra Agro Lestari, Tbk terdiri dari dua tahapan proses, yaitu proses refining dan proses fractionation. Proses refining yang dilakukan adalah physical refining yang terdiri dari beberapa tahapan proses, yaitu : Pretreatment section, Degumming section, Bleaching section, dan Deodorization section. Hasil dari physical refining akan diperoleh minyak RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) dan PFAD (Palm Fatty Acid Destillate). Proses Fractionation menggunakan Dry fractionation yang terdiri dari tiga tahapan proses, yaitu : tahap persiapan dan pengkondisian minyak (Preparation tank), tahap pembentukan kristal (Crystalizer tank), dan tahap filtrasi (Filter press). Setelah verifikasi terhadap diagram alir dilakukan, ternyata keterangan pada diagram alir belum lengkap sehingga dilakukan rancangan diagram alir yang baru dengan keterangan yang lebih lengkap. Verifikasi bagan alir ini dapat dilihat pada Lampiran 14.
PRINSIP HACCP Tim HACCP harus menerapkan tujuh prinsip HACCP yang menjadi persyaratan utama HACCP. Ketujuh prinsip tersebut, yaitu identifikasi bahaya
118
dan penetapan resiko, penetapan titik kendali kritis (Critical control point/CCP), penetapan
batas
kritis,
pemantauan
CCP,
tindakan
koreksi
terhadap
penyimpangan, verifikasi dan dokumentasi. 1. Identifikasi bahaya dan penetapan resiko Mengidentifikasi bahaya-bahaya potensial yang mungkin timbul yang berhubungan dengan produksi makanan dan cara-cara pencegahan untuk mengendalikannya pada setiap tahap mulai dari penerimaan, penanganan bahan baku, proses produksi, produk akhir hingga distribusi. Menurut Donald Siahaan dan Luqman Erningpraja (2006), faktor resiko terbesar yang menjadi sumber kontaminasi dan penurun mutu CPO adalah: residu pestisida dan logam berat, cemaran pelumas dan minyak hidrolik, benda asing, penggunaan fat trap atau fat fit, adulterasi karena alat transpor dan bahan pembersih yang tidak tepat. a) PKS Rambutan Berdasarkan analisa bahaya yang diperoleh di PKS Rambutan, maka di setiap tahapan proses pengolahan buah sawit menjadi CPO memiliki bahaya potensial, yaitu bahaya fisik dan kimia. Hanya pada proses penebahan yang tidak ditemukan kemungkinan bahaya potensial. Selain itu, teridentifikasi juga bahaya yang kemungkinan merupakan kontaminasi dari pekerja, lingkungan serta mesin dan peralatan. Tabel identifikasi bahaya, penetapan resiko dan tindakan pencegahan di PKS Rambutan dapat dilihat pada Lampiran 15. b) PMG Cap Sendok Analisa bahaya yang ditemukan di PMG Cap Sendok adalah kemungkinan bahaya fisik dan kimia, dimana kemungkinan bahaya ini bisa timbul di hampir semua tahapan kecuali tahap distribusi. Tabel identifikasi bahaya, penetapan resiko dan tindakan pencegahan di PMG Cap Sendok dapat dilihat pada Lampiran 18. 2. Penetapan titik kendali kritis (Critical control point/CCP) Menetapkan titik, prosedur atau tahap operasional yang dapat dikendalikan untuk menghilangkan atau mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya. Yang dimaksud dengan tahap adalah setiap langkah
119
dalam produksi makanan dan atau pengolahan termasuk bahan mentah, penanganan, produksi, transportasi, formulasi, pengolahan, penyimpanan dan lain-lain. a) PKS Rambutan Pada proses pengolahan buah sawit menjadi CPO di PKS Rambutan diidentifikasi beberapa titik kendal kritis (CCP), yaitu pada lingkungan, peralatan mesin dan alat, tahap penerimaan bahan baku dan sortasi TBS, proses perebusan, pemurnian, dan distribusi. Tabel penetapan titik kendali kritis (Critical control point/CCP) dapat dilihat pada Lampiran 16. b) PMG Cap Sendok Titik kendali kritis (CCP) pada pengolahan minyak goreng Cap Sendok ditemukan pada tahap proses penerimaan CPO, penerimaan bleaching earth (BE), proses deodorisasi, dan pengemasan. Tabel penetapan titik kendali kritis (Critical control point/CCP) di PMG Cap Sendok dapat dilihat pada Lampiran 19. 3. Penetapan batas kritis Menetapkan batas kritis yang harus dipenuhi pada setiap CCP untuk menjamin bahwa CCP dapat dikendalikan dengan baik. Penetapan batas kritis dari keseluruhan CCP yang teridentifikasi dapat dilihat pada Lampiran 17 untuk PKS Rambutan dan Lampiran 20 untuk PMG Cap Sendok. 4. Pemantauan / Monitoring CCP Pemantauan/monitoring CCP dilakukan dengan menetapkan sistem atau prosedur untuk memantau pengendalian CCP dan batas kritis termasuk pengamatan, pengukuran, pengujian dan pencatatan secara terjadwal. Pemantauan/monitoring ini dapat dilihat pada Lembar Kerja Control Measures di Lampiran 17 untuk PKS Rambutan dan Lampiran 20 untuk PMG Cap Sendok. 5. Tindakan koreksi terhadap penyimpangan Menetapkan tindakan koreksi atau perbaikan yang harus dilakukan jika hasil pemantauan menunjukkan terjadinya penyimpangan pada CCP dan batas kritis. Tindakan koreksi ini dapat dilihat pada Lampiran 17 dan 20 pada Lembar Kerja Control Measures.
120
6. Catatan dan dokumentasi Menyusun dokumentasi yang mencakup semua prosedur dan catatan yang tepat mengenai prinsip dan penerapan HACCP untuk mengarsipkan HACCP. Catatan dan dokumentasi ini dapat dilihat pada Lembar Kerja Control Measures di Lampiran 17 untuk PKS Rambutan dan Lampiran 20 untuk PMG Cap Sendok. 7. Penetapan verifikasi Menetapkan prosedur pemeriksaan termasuk pengujian dan prosedur tambahan untuk membuktikan bahwa sistem HACCP telah dilaksanakan dan bekerja secara efektif. Penetapan verifikasi ini dapat dilihat pada Lembar Kerja Control Measures di Lampiran 17 untuk PKS Rambutan dan Lampiran 20 untuk PMG Cap Sendok.
PENANGANAN KONSUMEN Organisasi harus menetapkan prosedur untuk menangani keluhan-keluhan konsumen terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Selain itu, organisasi harus menetapkan metode untuk mengidentifikasi, menempatkan dan menarik kembali produk yang mengalami kerusakan atau menyalahi standar yang telah ditetapkan.
PROSEDUR RECALL Untuk menjaga kepuasan pelanggan dan menghindari konsumen dari mengkonsumsi produk yang tidak aman, maka perusahaan mempunyai kebijakan untuk melakukan penarikan produk (product recall). Informasi yang menjadi alasan untuk melakukan penarikan produk terutama adalah keluhan atau komplain dari pelanggan dan adanya kesalahan bahan baku atau proses produksi. Produk yang telah ditarik selanjutnya akan dikumpulkan pada tempat yang terpisah yang telah ditentukan. Informasi dan data penarikan produk akan didokumentasikan dan ditindaklanjuti. Tindak lanjut yang akan dilakukan dengan adanya penarikan produk antara lain sebagai berikut : a) Menyelidiki penyebab masalah dan menyusun tindakan koreksi agar tidak terulang kembali.
121
b) Penanganan terhadap produk yang ditarik. c) Penghentian proses produksi sampai diperoleh hasil perbaikan yang memenuhi persyaratan konsumen. Pelaksanaan penarikan produk tersebut dilakukan dibawah tanggung jawab Manajer.
PERUBAHAN/REVISI/AMANDEMEN DOKUMEN Perusahaan harus menjamin bahwa semua dokumen dan data yang terkait dengan HACCP Plan telah mempunyai identitas, ditinjau dan disahkan untuk menjamin kemutahirannya. Setiap perubahan terhadap dokumen harus diperiksa dan disetujui oleh manajemen atau wakil manajemen yang ditunjuk dan dilaporkan pada Tim HACCP agar dapat didokumentasikan. Kegiatan perubahan/revisi/amandemen dokumen ini berada di bawah tanggung jawab sekretaris Tim HACCP.
122
STRATEGI PENGENDALIAN MUTU PKS RAMBUTAN, PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III (Persero) Faktor-Faktor Lingkungan Internal Faktor-faktor lingkungan internal pada industri PKS Rambutan diperoleh berdasarkan hasil wawancara yang mendalam dengan para pakar dan tinjauan langsung ke lokasi penelitian. Perusahaan mempunyai kontrol langsung terhadap faktor-faktor internal dan perusahaan dapat memanfaatkan faktor-faktor internal yang menjadi kekuatan guna meningkatkan keuntungan serta mengatasi kelemahan agar tidak merugikan bagi perusahaan. Faktor-faktor tersebut dikaji dari berbagai aspek internal yang berkaitan erat bagi peningkatan mutu CPO. Faktor-faktor lingkungan internal tersebut dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33. Faktor-Faktor Lingkungan Internal PKS Rambutan No A. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 B. 1 2 3 4 5 6
Faktor Lingkungan Internal Kekuatan Ketersediaan bahan baku yang terjamin Penanganan bahan baku yang baik Mutu bahan baku yang terjamin SOP yang baku Tenaga kerja terlatih yang dimiliki Lokasi pabrik yang strategis Keunggulan kandungan yang dimiliki minyak sawit Produktivitas tinggi dengan ongkos produksi yang rendah Dana yang dimiliki perusahaan Harga jual CPO yang tinggi Kelemahan Komitmen manajemen yang kurang Fungsi R&D yang kurang mendukung Fasilitas laboratorium yang kurang memadai Fasilitas dan sistem sanitasi pekerja yang kurang mendukung Jumlah tenaga kerja yang dimiliki Sanitasi lingkungan yang kurang baik
Bobot 0.112 0.154 0.229 0.103 0.112 0.117 0.055 0.042 0.043 0.033 0.314 0.041 0.102 0.275 0.081 0.187
Berdasarkan Tabel 33 terlihat bahwa terdapat 16 faktor lingkungan internal, yang terdiri dari 10 faktor yang menjadi kekuatan dan enam faktor yang menjadi kelemahan. Kekuatan yang dimiliki perusahaan menjadi faktor yang sangat menguntungkan bagi aktivitas perusahaan, sedangkan kelemahan yang dimiliki perusahaan merupakan faktor yang dapat merugikan aktivitas perusahaan jika tidak ditangani dengan baik. Penilaian faktor lingkungan diatas dilakukan dengan
123
metode pairwise comparison dari AHP. Perhitungan bobot untuk faktor lingkungan dilakukan dengan bantuan software Expert Choice 2000. Tiga faktor kekuatan yang memiliki bobot tertinggi secara berurutan adalah mutu bahan baku yang terjamin (0.229), penanganan bahan baku yang baik (0.154) dan lokasi pabrik yang strategis (0.117), sedangkan untuk faktor kelemahan adalah komitmen manajemen yang kurang (0.314), fasilitas dan sistem sanitasi pekerja yang kurang mendukung (0.275), dan sanitasi lingkungan yang kurang baik (0.187).
Faktor-Faktor Lingkungan Eksternal Faktor-faktor lingkungan eksternal ditelaah dari berbagai aspek eksternal yang ada, seperti ekonomi, sosial, teknologi, politik, konsumen, pesaing dan pemasok. Aspek-aspek ini difokuskan kepada upaya pengendalian mutu produk yang dihasilkan perusahaan. Berdasarkan hasil wawancara dan diskusi yang mendalam dengan para pakar dan tinjauan langsung di lokasi penelitian, diperoleh 14 faktor eksternal yang terdiri dari tujuh faktor yang menjadi peluang dan tujuh faktor yang menjadi ancaman. Peluang merupakan suatu kondisi yang berada di luar perusahaan yang dapat dimanfaatkan perusahaan dengan sebaik-baiknya untuk menjadi sesuatu yang menguntungkan bagi perusahaan, sedangkan ancaman merupakan suatu kondisi yang berada di luar perusahaan yang harus dihindari perusahaan karena secara langsung ataupun tidak langsung bisa merugikan perusahaan. Perusahaan tidak mempunyai kontrol langsung terhadap faktor-faktor eksternal di atas, sehingga harus dapat memanfaatkan peluang dan menghindari ancaman yang ada. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh tiga faktor peluang paling utama, yaitu peningkatan pola hidup sehat (0.240), peningkatan tingkat pendidikan (0.192) dan kelapa sawit dapat menyerap karbon di udara dalam jumlah besar (0.165). Dilain pihak, tiga faktor ancaman utama yang mempengaruhi perusahaan dalam pengendalian mutu adalah kebijakan negara pengimpor dalam penambahan parameter mutu (DOBI, PAH, dioxin, pestisida, dan lain-lain) (0.274), kebijakan luar negeri terhadap food safety produk CPO (0.259) dan adanya technical barrier dari negara lain (0.157). Hasil penilaian peluang dan ancaman oleh masing-
124
masing pakar dilakukan berdasarkan metode pembobotan AHP pairwise comparison. Keluaran hasil perhitungan pembobotan diolah menggunakan software Expert Choise 2000. Hasil pembobotan Faktor-faktor lingkungan Eksternal dapat dilihat pada Tabel 34. Tabel 34. Faktor-Faktor Lingkungan Eksternal PKS Rambutan No A. 1 2 3 4 5 6 7 B. 1 2 3 4 5 6 7
Faktor Lingkungan Eksternal Peluang Permintaan pasar CPO yang tinggi Peningkatan tingkat pendidikan konsumen Peningkatan pola hidup sehat R & D yang berkembang pesat Industri hilir yang berkembang Tersedianya pemasok bahan baku TBS Kelapa sawit dapat menyerap karbon di udara dalam jumlah besar Ancaman Kebijakan negara pengimpor dalam penambahan parameter mutu (DOBI, PAH, dioxin, pestisida, dan lain-lain) Kebijakan luar negeri terhadap food safety produk CPO Adanya technical barrier dari negara lain Adanya substitusi produk yang sejenis Keberadaan industri yang sejenis Tindakan adulterasi dari luar Isu pemanasan global karena pembakaran hutan untuk perkebunan sawit
Bobot 0.124 0.202 0.250 0.055 0.043 0.151 0.175 0.274 0.259 0.157 0.053 0.056 0.098 0.103
Analisis Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE) Matriks IFE dan EFE merupakan alat analisis yang menggunakan faktorfaktor lingkungan internal dan eksternal yang dimiliki perusahaan untuk menentukan total nilai posisi internal dan total nilai posisi eksternal. Matriks IE tersebut dapat menentukan posisi sebuah perusahaan, dimana posisi perusahaan dapat berada pada salah satu dari sembilan sel yang ada. Kesembilan sel tersebut dapat dibagi menjadi tiga bagian utama yang mempunyai dampak strategi yang berbeda. Pertama, sel I, II, dan IV disebut strategi tumbuh dan bina. Kedua, sel III, V dan VII disebut strategi pertahankan dan pelihara. Ketiga, sel VI, VIII, dan IX disebut strategi panen atau divestasi. Adapun Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE) dapat dilihat pada Tabel 35.
125
Tabel 35. Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE) No A. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 B. 1 2 3 4 5 6
C. 1 2 3 4 5 6 7
D. 1
2 3 4 5 6 7
Faktor Lingkungan Internal Bobot Kekuatan Ketersediaan bahan baku yang terjamin 0,112 Penanganan bahan baku yang baik 0,154 Mutu bahan baku yang terjamin 0,229 SOP yang baku 0,103 Tenaga kerja terlatih yang dimiliki 0,112 Lokasi pabrik yang strategis 0,117 Keunggulan kandungan yang dimiliki minyak 0,055 sawit Produktivitas tinggi dengan ongkos produksi 0,042 yang rendah Dana yang dimiliki perusahaan 0,043 Harga jual CPO yang tinggi 0,033 Total nilai faktor kekuatan Kelemahan Komitmen manajemen yang kurang 0,314 Fungsi R&D yang kurang mendukung 0,041 Fasilitas laboratorium yang kurang memadai 0,102 Fasilitas dan sistem sanitasi pekerja yang 0,275 kurang mendukung Jumlah tenaga kerja yang dimiliki 0,081 Sanitasi lingkungan yang kurang baik 0,187 Total nilai faktor kelemahan NILAI POSISI INTERNAL Peluang Permintaan pasar yang tinggi 0.124 Peningkatan tingkat pendidikan konsumen 0.202 Peningkatan pola hidup sehat 0.250 R & D yang berkembang pesat 0.055 Industri hilir yang berkembang 0.043 Tersedianya pemasok bahan baku CPO 0.151 Kelapa sawit dapat menyerap karbon di udara 0.175 dalam jumlah besar Total nilai faktor peluang Ancaman Kebijakan negara pengimpor dalam penambahan parameter mutu (DOBI, PAH, 0,274 dioxin, pestisida, dll) Kebijakan luar negeri terhadap food safety 0,259 produk CPO. Adanya technical barrier dari negara lain 0,157 Adanya substitusi produk yang sejenis 0,053 Keberadaan industri yang sejenis 0,056 Tindakan adulterasi dari luar 0,098 Isu pemanasan global karena pembakaran hutan untuk perkebunan sawit 0,103 Total nilai faktor ancaman NILAI POSISI EKSTERNAL
Rating
Skor
4 4 4 4 4 4
0,448 0,616 0,916 0,412 0,448 0,468
3
0,165
3 3 3
0,129 0,129 0,099 3,830
2 2 2
0,628 0,082 0,204
1 2 1
0,275 0,162 0,187 1,538 2,292
4 4 4 4 4 4
0.496 0.808 1.000 0.220 0.172 0.604
3
0.525 3,825
1
0,274
1 2 2 2 1
0,259 0,314 0,106 0,112 0,196
2
0,206 1,467 2,358
126
Berdasarkan Tabel 35 terlihat bahwa total nilai faktor kekuatan yang diperoleh adalah 3,830 dan total nilai faktor kelemahan adalah 1,538. Hal ini memperlihatkan bahwa kekuatan internal perusahaan lebih besar dari pada kelemahan internal perusahaan, sedangkan hasil evaluasi faktor eksternal memperlihatkan bahwa total nilai peluang yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan sebesar 3,825 dan total nilai ancaman sebesar 1,467. Hal ini memperlihatkan bahwa perusahaan memiliki peluang eksternal yang lebih besar dibandingkan ancaman eksternal yang dihadapinya. Berdasarkan evaluasi faktor internal dan eksternal dapat diketahui bahwa posisi perusahaan berada pada sel V, dimana nilai posisi internal (total nilai kekuatan-kelemahan) adalah 2,292 dan nilai posisi eksternal (total nilai peluangancaman) adalah 2,358. Posisi perusahaan pada sel V menunjukkan strategi pertahankan dan pelihara, yaitu bahwa perusahaan harus mempertahankan dan memelihara keadaan perusahaan saat ini, dan penetrasi pasar serta pengembangan produk adalah strategi yang terbanyak dilakukan pada tipe strategi ini (David, 2002). Posisi perusahaan dapat dilihat pada Gambar 8.
TOTAL NILAI FAKTOR EKSTERNAL
4.0 Tinggi 3.0-4.0
TOTAL NILAI FAKTOR INTERNAL Kuat Sedang Lemah 3.0-4.0 2.0-2.99 1.0-1.99 3.0 2.0 1.0 I
II
III
3.0 Sedang 2.0-2.99
IV
Posisi Perusahaan
V
VI
VIII
IX
2.0 Lemah 1.0-1.99
VII 1.0
Gambar 8. Posisi Matriks IFE dan EFE PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III
127
Perumusan Alternatif Strategi Pengendalian Mutu Analisa
terhadap
lingkungan
perusahaan
memperlihatkan
bahwa
perusahaan dalam menjalankan berbagai aktivitas perusahaan dalam upaya pengendalian mutu sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan internal dan eksternal. Faktor lingkungan internal yang paling berpengaruh adalah bahan baku, produksi dan operasi, serta sumber daya manusia, sedangkan faktor lingkungan eksternal yang paling berpengaruh adalah konsumen, pemasok, pesaing dan produk substitusi. Analisis matriks IFE dan EFE memberikan hasil bahwa posisi PKS Rambutan berada pada sel V, dimana strategi yang dilakukan adalah strategi pertahankan dan pelihara, yaitu bahwa perusahaan harus mempertahankan dan memelihara keadaan perusahaan saat ini, dan penetrasi pasar serta pengembangan produk adalah strategi yang terbanyak dilakukan pada tipe strategi ini (David, 2002). Posisi perusahaan jika diaplikasikan dalam matriks SWOT adalah strategi S-O, dimana PKS Rambutan menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang yang ada. Jika posisi perusahaan bergeser, maka perusahaan harus menyesuaikan strategi yang akan dilaksanakan. Adapun perumusan alternatif strategi dengan menggunakan matriks SWOT dapat dilihat pada Gambar 9. Berdasarkan kondisi dan analisis Matriks SWOT, maka alternatif strategi yang dapat dilaksanakan oleh pihak PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III dalam mengendalikan mutu produknya saat ini adalah sebagai berikut : 1. Peningkatan komitmen manajemen dalam pelaksanaan SOP Sortasi dan SMK3 yang ketat dalam peningkatan mutu bahan baku (S1-5 & O2-3,6-7) 2. Pembangunan sistem sanitasi yang baik/SSOP (S2-4,7,O2-3,6-7) 3. Peningkatan standar mutu CPO sesuai standar importir dengan menganalisis mutu spesifik, yaitu : DOBI, karoten, hidrokarbon, residu pestisida (S2,4-5,8-10 & O1-2,6) 4. Peningkatan kepercayaan konsumen terhadap mutu produk dengan memberikan jaminan mutu melalui sertifikasi HACCP (S1-10 & O2-3,7-8) 5. Pengembangan diversifikasi produk yang mengekspoitasi keunggulan dalam mengatasi masalah lingkungan (S7,9 & O4-5,7-8).
128
KEKUATAN (S) 1. Ketersediaan bahan baku yang terjamin 2. Penanganan bahan baku yang baik 3. Mutu bahan baku yang terjamin 4. SOP yang baku 5. Tenaga kerja terlatih yang dimiliki 6. Lokasi pabrik yang strategis 7. Keunggulan kandungan yang dimiliki minyak sawit 8. Produktivitas tinggi dengan ongkos produksi yang rendah 9. Dana yang dimiliki perusahaan. 10. Harga jual CPO yang tinggi
KELEMAHAN (W) 1. Komitmen manajemen yang kurang 2. Fungsi R&D yang kurang mendukung 3. Fasilitas laboratorium yang kurang memadai 4. Fasilitas dan sistem sanitasi pekerja yang kurang mendukung 5. Jumlah tenaga kerja yang banyak 6. Sanitasi lingkungan yang kurang baik
PELUANG (O) 1. Permintaan pasar yang tinggi 2. Peningkatan tingkat pendidikan 3. Peningkatan pola hidup sehat 4. R&D yang berkembang pesat. 5. Industri hilir yang berkembang. 6. Tersedianya pemasok bahan baku 7. Kelapa sawit dapat menyerap karbon di udara dalam jumlah besar.
Strategi S-O : 1. Peningkatan komitmen manajemen dalam pelaksanaan SOP Sortasi dan SMK3 yang ketat dalam peningkatan mutu bahan baku (S1-5 & O2-3,6-7) 2. Pembangunan sistem sanitasi yang baik/SSOP (S2-4,7,O2-3,6-7) 3. Peningkatan standar mutu CPO sesuai standar importir dengan menganalisis mutu spesifik, yaitu : DOBI, karoten, hidrokarbon, residu pestisida (S2,4-5,8-10 & O1-2,6) 4. Peningkatan kepercayaan konsumen terhadap mutu produk dengan memberikan jaminan mutu melalui sertifikasi HACCP (S1-10 & O2-3,7-8) 5. Pengembangan produk baru/diversifikasi produk yang mengekspoitasi keunggulan dalam mengatasi masalah lingkungan (Contoh : LA, pemanfaatan tandan kosong, pengurangan emisi metan dari limbah cair menjadi biogas, dll.). (S7,9 & O4-5,7-8)
Strategi W-O : 1. Penerapan sistem GMP dalam peningkatan mutu produk (W1,3-6 & O1-3,6) 2. Pembangunan sistem operasi sanitasi yang baik / SSOP (S3,4,6 & O2,3) 3. Pengembangan produk / diversifikasi produk (W5 & O4-5,8) 4. Pengembangan dan pelatihan SDM terutama terkait dengan sanitasi pekerja (W4-5 & O2-3)
ANCAMAN (T) 1. Kebijakan negara pengimpor dalam penambahan parameter mutu (DOBI, PAH, dioxin, pestisida, dll) 2. Kebijakan luar negeri terhadap food safety produk CPO. 3. Adanya technical barrier dari negara lain mengenai nutrisi minyak sawit. 4. Adanya substitusi produk yang sejenis 5. Keberadaan industri yang sejenis 6. Tindakan adulterasi dari luar industri. 7. Isu pemanasan global karena pembakaran hutan untuk perkebunan sawit.
Strategi S-T : 1. Peningkatan mutu produk dengan kinerja yang tinggi (S2-6,8-9 & T1-3) 2. Peningkatan pengawasan mutu yang ketat di setiap rantai produksi minyak sawit serta peningkatan kedisiplinan pelaku transportasi minyak sawit (S2-9 & T1-3,6-7) 3. Pembangunan kepercayaan konsumen dengan sistem jaminan mutu yang tersertifikasi HACCP (S1-7 & T1-3,6-7)) 4. Pengeksploitasian keunggulan minyak sawit lewat R&D (S3,6 & T3) 5. Pengembangan produk baru/diversifikasi produk (S1-5,7 & T3-5) 6. Penerapan produksi bersih dalam mendapatkan green label (S4,6 & T4-5,7) 7. Peningkatan komitmen dan budaya kerja yang baik dalam menghasilkan minyak sawit lestari (S1-10 & O1-3,7) 8. Pembangunan good global image CPO melalui kampanye Palm oil saved our planet (S1,8 & O1-3,7)
Strategi W-T : 1. Penerapan sistem GMP (W1,3-4,6 & T12,4) 2. Penerapan sistem SSOP (W3-4,6 & T1-2) 3. Peningkatan fasilitas laboratorium analisis yang memadai (W1-3 & O1-3) 4. Penerapan sistem jaminan mutu yang tersertifikasi HACCP (W1-6& T1-3,5) 5. Peningkatan komitmen dan budaya kerja yang baik dalam menghasilkan minyak sawit lestari (W1-6 & T1-7)
Internal Factors Analysis Strategic (IFAS)
Eksternal Factors Analysis Strategic (EFAS)
Gambar 9. Matriks SWOT PKS Rambutan
129
PABRIK MINYAK GORENG CAP SENDOK PT. ASTRA AGRO LESTARI, TBK Faktor-Faktor Lingkungan Internal Seperti halnya di PKS Rambutan, faktor-faktor lingkungan internal pada PMG Cap Sendok diperoleh berdasarkan hasil wawancara yang mendalam dengan para pakar dan tinjauan langsung ke lokasi penelitian. Faktor-faktor tersebut dikaji dari berbagai aspek internal yang berkaitan erat bagi peningkatan mutu CPO. Adapun faktor-faktor lingkungan internal tersebut dapat dilihat pada Tabel 36. Tabel 36. Faktor-Faktor Lingkungan Internal PMG Cap Sendok No A. 1 2 3 4 5 6 7 B. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Faktor Lingkungan Internal Kekuatan Mutu bahan baku yang terjamin Penanganan bahan baku yang baik SOP yang baku Pemeliharaan mesin dan peralatan Tenaga kerja terlatih yang dimiliki Dukungan keuangan yang kuat Harga yang bersaing Kelemahan Ketersediaan bahan baku yang berkelanjutan Teknologi proses yang sudah lama Mesin dan peralatan yang sudah tua Kapasitas produksi dalam memenuhi permintaan Fungsi dan fasilitas R & D yang terbatas Infrastruktur yang kurang mendukung Lokasi pabrik yang tidak mendukung Fasilitas laboratorium yang kurang memadai Sistem operasi sanitasi yang belum berjalan baik Sistem pengemasan yang manual
Bobot 0.325 0.198 0.147 0.100 0.120 0.057 0.054 0.227 0.151 0.174 0.027 0.022 0.083 0.107 0.044 0.111 0.054
Berdasarkan Tabel 36 terlihat bahwa terdapat 17 faktor lingkungan internal, yang terdiri dari tujuh faktor yang menjadi kekuatan dan 10 faktor yang menjadi kelemahan. Kekuatan yang dimiliki perusahaan menjadi faktor yang sangat menguntungkan bagi aktivitas perusahaan, sedangkan kelemahan yang dimiliki perusahaan merupakan faktor yang bisa merugikan aktivitas perusahaan jika tidak ditangani dengan baik. Penilaian faktor lingkungan tersebut dilakukan dengan pairwise comparison dari metode AHP. Perhitungan bobot untuk faktor lingkungan dilakukan dengan bantuan software Expert Choice 2000.
130
Tiga faktor kekuatan yang memiliki bobot tertinggi secara berurutan adalah mutu bahan baku yang terjamin (0.325), penanganan bahan baku yang baik (0.198) dan SOP yang baku (0.147), sedangkan untuk faktor kelemahan adalah Ketersediaan bahan baku yang berkelanjutan (0.227), mesin dan peralatan yang sudah tua (0.174) dan teknologi proses yang sudah lama (0.151).
Faktor-Faktor Lingkungan Eksternal Berdasarkan hasil wawancara dan diskusi yang mendalam dengan para pakar dan tinjauan langsung di lokasi penelitian, diperoleh faktor-faktor lingkungan eksternal sebanyak 10 faktor yang terdiri dari lima faktor yang menjadi peluang dan lima faktor yang menjadi ancaman. Adapun faktor-faktor lingkungan eksternal dapat dilihat pada Tabel 37. Tabel 37. Faktor-Faktor Lingkungan Eksternal PMG Cap Sendok No A. 1 2 3 4 5 D. 1 2 3 4 5
Faktor-faktor Lingkungan Eksternal Peluang Diversifikasi produk dari CPO yang semakin beragam Peningkatan konsumsi minyak goreng sawit di dunia Peningkatan pola hidup sehat Pola kemitraan yang baik Hubungan dengan pemasok yang terbina baik Ancaman Harga bahan baku CPO yang tinggi Keberadaan industri yang sejenis Perubahan teknologi proses yang terus berkembang maju Tuntutan konsumen terhadap mutu yang semakin tinggi Adanya substitusi produk yang sejenis
Bobot 0.063 0.073 0.385 0.153 0.325 0.186 0.101 0.258 0.379 0.077
Berdasarkan Tabel di atas, terlihat bahwa tiga faktor peluang paling utama adalah peningkatan pola hidup sehat (0.385), hubungan dengan pemasok yang terbina baik (0.325) dan pola kemitraan yang baik (0.153), sedangkan tiga faktor ancaman utama yang mempengaruhi perusahaan dalam pengendalian mutu adalah tuntutan konsumen terhadap mutu yang semakin tinggi (0.379), perubahan teknologi proses yang semakin berkembang maju (0.258) dan harga bahan baku CPO yang tinggi (0.186). Hasil penilaian peluang dan ancaman oleh masingmasing pakar dilakukan dengan pairwise comparison dari metode AHP. Keluaran hasil perhitungan pembobotan diolah menggunakan software Expert Choise 2000.
131
Analisis Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE) Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE) merupakan hasil pemodelan data dari faktor-faktor lingkungan internal dan eksternal perusahaan. Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) digunakan untuk mengetahui faktor-faktor internal perusahaan berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan yang dianggap penting, sedangkan matriks EFE (Eksternal Factor Evaluation) digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor eksternal yang berkaitan dengan peluang dan ancaman bagi perusahaan. Kedua matriks tersebut kemudian digabungkan ke dalam satu matriks yang disebut matriks IE (internal eksternal). Tujuan matriks tersebut adalah untuk memperoleh data strategi yang lebih detail mengenai posisi internal dan eksternal perusahaan. Berdasarkan hasil analisis Matriks IE diperoleh total nilai faktor kekuatan sebesar 3,893 dan total nilai faktor kelemahan sebesar 1,448. Hal tersebut memperlihatkan bahwa kekuatan internal perusahaan lebih besar dari pada kelemahan internal perusahaan. Hasil evaluasi faktor eksternal memperlihatkan bahwa total nilai peluang yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan sebesar 3,070 dan total nilai ancaman sebesar 1,566. Hal tersebut memperlihatkan bahwa perusahaan memiliki peluang eksternal yang lebih besar dibandingkan ancaman eksternal yang dihadapinya. Adapun Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE) dapat dilihat pada Tabel 38.
132
Tabel 38. Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE) Faktor Lingkungan Internal A. Kekuatan 1 Mutu bahan baku yang sesuai 2 Penanganan bahan baku yang baik 3 SOP yang baku 4 Pemeliharaan mesin dan peralatan 5 Tenaga kerja terlatih yang dimiliki 6 Dukungan keuangan yang kuat 7 Harga yang bersaing Total nilai faktor kekuatan B. Kelemahan 1 Ketersediaan bahan baku yang berkelanjutan 2 Teknologi proses yang sudah lama 3 Mesin dan peralatan yang sudah tua 4 Kapasitas produksi dalam memenuhi permintaan 5 Fungsi dan fasilitas R & D yang terbatas 6 Infrastruktur yang kurang mendukung 7 Lokasi pabrik yang tidak mendukung 8 Fasilitas laboratorium yang kurang memadai 9 Sistem operasi sanitasi yang belum berjalan baik 10 Sistem pengemasan yang manual Total nilai faktor kelemahan NILAI POSISI INTERNAL C. Peluang 1 Diversifikasi produk dari CPO yang semakin beragam 2 Peningkatan konsumsi minyak goreng sawit di dunia 3 Peningkatan pola hidup sehat 4 Pola kemitraan yang baik 5 Hubungan dengan pemasok yang terbina baik Total nilai faktor peluang D. Ancaman 1 Harga bahan baku CPO yang tinggi 2 Keberadaan industri yang sejenis 3 Perubahan teknologi proses yang terus berkembang maju 4 Tuntutan konsumen terhadap mutu yang semakin tinggi 5 Adanya substitusi produk yang sejenis Total nilai faktor ancaman NILAI POSISI EKSTERNAL
Bobot
Rating
Skor
0,325 0,198 0,147 0,100 0,120 0,057 0,054
4 4 4 4 4 3 3
1,300 0,792 0,588 0,400 0,480 0,171 0,162 3,893
0,227 0,151 0,174
2 1 1
0,454 0,151 0,174
0,027 0,022 0,083 0,107 0,044
2 1 2 1 1
0,054 0,022 0,166 0,107 0,044
0,111 0,054
2 1
0,222 0,054 1,448 2,445
0,063
3
0,189
0,073 0,385 0,153 0,325
4 3 3 3
0,292 1,155 0,459 0,975 3,070
0,186 0,101
2 1
0,372 0,101
0,258
1
0,258
0,379 0,077
2 1
0,758 0,077 1,566 1,504
Berdasarkan evaluasi faktor internal dan eksternal dapat diketahui bahwa posisi perusahaan berada pada sel VIII, dimana nilai posisi internal (total nilai
133
kekuatan-kelemahan) adalah 2,445 dan nilai posisi eksternal (total nilai peluangancaman) adalah 1,504. Posisi perusahaan pada sel VIII menunjukkan strategi panen atau divestasi. Posisi perusahaan dapat dilihat pada Gambar 10.
TOTAL NILAI FAKTOR EKSTERNAL
4.0 Tinggi 3.0-4.0
TOTAL NILAI FAKTOR INTERNAL Kuat Sedang Lemah 3.0-4.0 2.0-2.99 1.0-1.99 3.0 2.0 1.0 I
II
III
IV
V
VI
3.0 Sedang 2.0-2.99 2.0 Lemah 1.0-1.99
VII
Posisi Perusahaan
VIII
IX
1.0 Gambar 10. Posisi Matriks IFE dan EFE PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk
Perumusan Alternatif Strategi Pengendalian Mutu Analisa terhadap lingkungan perusahaan memperlihatkan bahwa faktor lingkungan internal yang paling berpengaruh adalah bahan baku, produksi dan operasi, mesin dan alat serta sumber daya manusia, sedangkan faktor lingkungan eksternal yang paling berpengaruh adalah konsumen, teknologi proses, pemasok, pesaing dan produk substitusi. Analisis matriks IFE dan EFE memberikan hasil bahwa posisi PMG Cap Sendok berada pada sel VIII, dimana posisi perusahaan ini mendukung untuk melakukan strategi panen atau divestasi. Strategi panen atau divestasi jika diaplikasikan dalam matriks SWOT adalah strategi S-O, dimana PMG Cap Sendok menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang yang ada. Jika posisi perusahaan bergeser, maka perusahaan harus
134
menyesuaikan strategi yang akan dilaksanakan. Adapun perumusan alternatif strategi dengan menggunakan matriks SWOT dapat dilihat pada Gambar 11. Berdasarkan kondisi dan analisis Matriks SWOT, maka alternatif strategi yang dapat dilaksanakan oleh pihak perusahaan dalam mengendalikan mutu produknya saat ini adalah sebagai berikut : 1. Pengembangan dan pelatihan Sumber Daya Manusia (SDM) terutama terkait dengan sistem HACCP (S2,3,5,6 & O2-3) 2. Pemberian sertifikasi ISO dan HACCP untuk memberikan jaminan mutu kepada konsumen dalam peningkatan kualitas produk (S1-7 & O2-5) 3. Peningkatan teknologi produksi dengan perubahan mesin dan peralatan yang lebih maju (S3-6 & O1-4) 4. Pengembangan diversifikasi produk yang berorientasi ekspor, yaitu dengan mengadakan aliansi strategis dengan perusahaan minyak goreng asing dengan cara mem-blending minyak sawit dengan minyak kedelai, minyak sawit dengan minyak jagung, minyak sawit dengan minyak nabati lain di negara tujuan ekspor. (S5-6 & O1,4).
135
Internal Factors Analysis Strategic (IFAS)
Eksternal Factors Analysis Strategic (EFAS)
PELUANG (O) 1. R&D yang berkembang maju 2. Peningkatan konsumsi minyak goreng sawit di dunia 3. Peningkatan pola hidup sehat 4. Pola kemitraan yang baik 5. Tersedianya pemasok bahan baku
KELEMAHAN (W) KEKUATAN (S) 1. Ketersediaan bahan baku yang berkelanjutan 1. Mutu bahan baku yang sesuai 2. Teknologi proses yang sudah lama 2. Penanganan bahan baku yang baik 3. Mesin dan peralatan yang sudah tua 3. SOP yang baku 4. Pemeliharaan mesin dan peralatan yang sudah 4. Kapasitas produksi dalam memenuhi permintaan 5. Fungsi dan fasilitas R & D yang terbatas tua 6. Infrastruktur yang kurang mendukung 5. Tenaga kerja terlatih yang dimiliki 7. Lokasi pabrik yang tidak mendukung 6. Dukungan keuangan yang kuat 8. Fasilitas laboratorium yang kurang memadai 7. Harga yang bersaing 9. Sistem operasi sanitasi yang belum berjalan baik 10. Sistem pengemasan yang manual Strategi S-O : Strategi W-O : 1. Pengembangan dan pelatihan SDM terutama terkait 1. Efisiensi dan efektifitas dalam pelaksanaan produksi (W1dengan sistem HACCP (S2,3,5,6 & O2-3) 4 & O2,5) 2. Sertifikasi ISO dan HACCP untuk memberikan 2. Peningkatan teknologi produksi dengan perubahan mesin jaminan mutu kepada konsumen dalam peningkatan dan peralatan yang lebih maju (W2-5,8,10 & O1-4) kualitas produk (S1-7 & O2-5). 3. Pembangunan sistem operasi sanitasi yang baik / SSOP 3. Peningkatan teknologi produksi dengan perubahan (W6-10 & O3) mesin dan peralatan yang lebih maju (S3-6 & O1-4). 4. Peningkatan kualitas produk dengan cara memproduksi 4. Pengembangan diversifikasi produk yang berorientasi makanan yang baik / membangun sistem GMP (W1-10 & ekspor, yaitu dengan mengadakan aliansi strategis O1-5) dengan perusahaan minyak goreng asing dengan cara mem-blending minyak sawit dengan minyak kedelai, 5. Pembangunan kemitraan yang lebih baik dengan minyak sawit dengan minyak jagung, minyak sawit pemasok (W1,4,7 & O4-5) dengan minyak nabati lain di negara tujuan ekspor. (S5-6 & O1,4).
ANCAMAN (T) 1. Harga bahan baku CPO yang tinggi 2. Keberadaan industri yang sejenis 3. Perubahan teknologi proses yang semakin berkembang maju 4. Tuntutan konsumen terhadap mutu yang semakin tinggi 5. Adanya substitusi produk yang sejenis
Strategi S-T : 1. Peningkatan kualitas produk dengan kinerja yang tinggi (S3,5,7 & T1-5) 2. Peningkatan teknologi produksi (S2-7 & T2-3) 3. Pengembangan produk baru/diversifikasi produk (S1-5,7 & T2,3,5) 4. Pembangunan kepercayaan konsumen dengan sistem jaminan mutu yang tersertifikasi (S1-7 & T2-5)
Strategi W-T : 1. Pembangunan kemitraan yang lebih baik dengan pemasok (W1,4 & T1,2,5) 2. Penerapan sistem GMP (W2-4, 6-10 & T2-5) 3. Penerapan sistem SSOP (W3,6-10-10 & T2,4) 4. Penerapan sistem jaminan mutu yang tersertifikasi (W24,6-10 & T2-5)
Gambar 11. Matriks SWOT PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk
136
KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil analisis kepuasan konsumen, maka PMG Cap Sendok perlu meningkatkan mutu minyak goreng khususnya pada atribut pelabelan sebesar 1 % dan atribut keamanan pangan, atribut kemasan serta atribut merek yang masing-masing sebesar 0,33 %. 2. PKS Rambutan telah menerapkan dan mendapat sertifikasi ISO 9001:2000, namun perlu adanya penerapan sistem HACCP untuk menjamin CPO yang dihasilkan aman untuk diolah sebagai produk pangan. Oleh karena itu, PKS Rambutan perlu memperbaiki dan melengkapi beberapa unsur HACCP, yaitu : Kebijakan mutu, Pembentukan Tim HACCP, Personil dan Pelatihan, GMP, SSOP, Analisa bahaya potensial, serta Penetapan CCP (jumlah CCP). 3. PMG Cap Sendok belum mendapat sertifikasi ISO 9001:2000 maupun sertifikasi HACCP, oleh karena itu perlu adanya upaya untuk menerapkan kedua sistem dengan melengkapi dan memperbaiki unsur-unsur yang terkandung dalam kedua sistem ini. Unsur yang perlu dilengkapi dan diperbaiki dalam sistem ISO 9001:2000 adalah komitmen manajemen; tanggung jawab, wewenang, dan komunikasi; SDM; infrastruktur; serta desain dan pengembangan. Unsur yang perlu dilengkapi dan diperbaiki dalam penerapan sistem HACCP adalah Personil dan Pelatihan, GMP, dan SSOP. 4. Alternatif strategi yang dapat dilaksanakan oleh pihak PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III dalam mengendalikan mutu produknya saat ini adalah : (1) peningkatan komitmen manajemen dalam pelaksanaan SOP Sortasi dan SMK3 yang ketat dalam peningkatan mutu bahan baku, (2) pembangunan sistem sanitasi/SSOP yang baik, (3) peningkatan standar mutu CPO sesuai standar importir dengan menganalisis mutu spesifik, yaitu : DOBI, karoten, hidrokarbon, residu pestisida, (4) peningkatan kepercayaan konsumen terhadap mutu produk dengan memberikan jaminan mutu melalui sertifikasi HACCP, serta (5) pengembangan produk baru/diversifikasi produk yang
137
mengekspoitasi keunggulan dalam mengatasi masalah lingkungan (Contoh : Land Application, pemanfaatan tandan kosong, pengurangan emisi metan dari limbah cair menjadi biogas, dan sebagainya). 5. Aternatif strategi yang dapat dilaksanakan oleh PMG Cap Sendok dalam mengendalikan mutu produknya saat ini adalah : (1) pengembangan dan pelatihan SDM terutama terkait dengan sistem HACCP, (2) pemberian sertifikasi ISO dan HACCP untuk memberikan jaminan mutu kepada konsumen dalam peningkatan kualitas produk, (3) peningkatan teknologi produksi dengan perubahan mesin dan peralatan yang lebih maju, serta (4) pengembangan diversifikasi produk yang berorientasi ekspor, yaitu dengan mengadakan aliansi strategis dengan perusahaan minyak goreng asing dengan cara mem-blending minyak sawit dengan minyak kedelai, minyak sawit dengan minyak jagung, minyak sawit dengan minyak nabati lain di negara tujuan ekspor.
SARAN Saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut : 1. Perlu adanya penelitian mengenai GAP (Good Agricultural Practice), GHP (Good Handling Practice), dan GDP (Good Distribution Practice) sebelum TBS sampai ke PKS mengingat mutu bahan baku TBS sangat menentukan mutu CPO dan mutu CPO sangat menentukan mutu minyak goreng. 2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai penerapan sistem HACCP di PKS dan PMG yang lain untuk mengetahui titik-titik kritis di setiap tahapan proses produksi mengingat kebutuhan akan sertifikasi sistem tersebut di masa mendatang sangat dibutuhkan terutama bagi kegiatan ekspor.
138
DAFTAR PUSTAKA
Adams MR, Moss MO. 1995. Food Microbiology. The Royal Society of Chemistry. Thomas Graham House. The Science Park. Cambridge. Amang B. 1996. Ekonomi Minyak Goreng di Indonesia. Bogor: IPB Press. Baadilla HO. 1996. Persyaratan Mutu Pangan dalam Era Perdagangan Bebas. Di dalam: Seminar Nasional Pangan dan Gizi. Yogyakarta. Badan Pusat Statistik. 2004. Statistik Indonesia. BPS. Jakarta. Basiron Y, Chan KW. 2005. The Role of Research and Development Strategies in Food Safety and Good Agricultural, Manufacturing and Distribution Practices in the Malaysian Palm Oil Industry. J Malaysian Palm Oil Board (MPOB). BRI (Persero), LMAA-IPB. 2001. Industry Review Kelapa Sawit. PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero). BSN. 1992. Standar Mutu Minyak Sawit Berdasarkan Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
SNI 01-2901-1992.
BSN. 2000. Standar Nasional Indonesia (SNI) 19-9001-2001. Sistem Manajemen Mutu Persyaratan. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. BSN. 2002. Standar Mutu Minyak Goreng Berdasarkan SNI 01-3741-2002. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. David FR. 2002. Manajemen Strategis : Konsep. Sindoro A, penerjemah; Jakarta: PT Prenhallindo. Terjemahan dari: Concepts of Strategic Management. Deming WE. 1969. Out of The Crisis. Cambridge University Press. USA. Direktorat Jenderal Perkebunan. 2007. Pedoman Umum : Program Revitalisasi Perkebunan (Kelapa Sawit, Karet, Kakao). Jakarta: Departemen Pertanian. Djohar S, Tanjung H, Cahyadi ER. 2003. Building a Competitive Advantage on CPO Through Supplay Chain Management : A Case Study in PT. Eka Dura Indonesia, AAL Riau. J Manajemen dan Agribisnis 1:20–32. Fardiaz S. 1996. Evaluasi dan Proyeksi Permasalahan Keamanan Pangan. Temu Pakar dalam Rangka Studi Kaji Ulang Repelita VI Pangan dan Identifikasi Repelita VII. Kantor Menteri Negara Urusan Pangan RI dan Pusat Kebijakan Pangan dan Gizi (PSKPG) IPB. Bogor. FDA. 1995. Sanitation, Sanitary Regulation and Voluntary Programs. Di dalam : G Marriot, Norman (ed). Principles of Food Sanitation, hal 7. Third edition. New York: Chapman and Hall.
139
Gaspersz V. 2001. ISO 9001 : 2000 and Continual Quality Improvement. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hadiwirdjo BH, Wibisono S. 1996. Memasuki Pasar Internasional dengan ISO 9000 Sistem Manajemen Mutu. Jakarta: PT Ghalia. Hermawan T. 2005. Sistem Manajemen HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). Jakarta: PT. Bumi Aksara. Hiel R. 2005. Food Safety Control in the Palm Oil Chain. Modul Workshop on European Food Safety Legislation Relevant for Palm Oil. Jakarta: MVO. http://www.fediol.be. 2006. Risk Analysis of The Chain of Palm Oil and Palm Kernel Oil Products. http://www.europa.eu.int/comm/food/ fs/sfp/ras_index_en. 2003. Di dalam: Hermawan T. Sistem Manajemen HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). Jakarta: PT. Bumi Aksara. 2005. http//www.dprin.go.id Hubeis M. 1997. Menuju Industri Kecil Profesional di Era Globalisasi Melalui Pemberdayaan Manajemen Industri. Orasi Ilmiah Guru Besar IPB. Bogor. Jouve JL. 2000. Good Manufacturing Practice, HACCP and Quality System. Di dalam: Hund BM, TC Baird-Paker and GW Gould. The Microbiological Safety and Quality Control of Food. Volume I. Maryland: Aspen Publisher, Inc. Gaithersburg. Kadarisman D, Wirakartakusumah MA. 1995. Standarisasi dan Perkembangan Jaminan Mutu Pangan. B Teknologi dan Industri Pangan VI(1):74-78. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Bogor: Fateta, Institut Pertanian Bogor. Marimin. 2003. Moy G, Kaferstein F, Motarjeni Y. 1994. Application of HACCP to Food Manufacturing : Some Considerations on Harmonization through Training. J Food Control. 5 (3) : 131-139. MPOB. 2005. Competitiveness of The Malaysia Oil Palm Industry. Malaysia: MPOB. Naibaho P. 2006. Pengolahan Pabrik Kelapa Sawit. Bahan Training Pengolahan Kelapa Sawit. Jakarta: PT SUCOFINDO. Pierson MD, Corlett DA Jr. 1992. HACCP: Principles and Aplications. New York: Chapman and Hall Publ.
140
PPKS. 2005. Produk Pangan dari Minyak Sawit. Di dalam: Teknologi Pengolahan Industri Hilir. Medan: Pusat Penelitian Kepala Sawit (PPKS). PPKS, 2006. Pengenalan Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Bahan Training Pengolahan Kelapa Sawit. Medan: Pusat Penelitian Kepala Sawit (PPKS). PTP. N III, 2005. Sortasi TBS Kelapa Sawit. Di dalam: Daftar Instruksi Kerja Bagian Teknologi. Medan: PT. Perkebunan Nusantara III (Persero). Puspitasari D. 2004. Perbaikan dan Evaluasi Penerapan Sistem Manajemen Mutu pada Industri Pengolahan Tahu [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Rangkuti F. 2000. Analisis SWOT : Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Saaty TL. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin (PHA Untuk Pengambilan Keputusan Dalam Situasi Yang Kompleks). Edisi Bahasa Indonesia. Cetakan Kedua. Jakarta: IPMM dan PT Pustaka Binaman Pressindo. Siahaan D, Lalang B. 2004. Teknologi Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit. Medan: Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS). Siahaan D, Lukman E. 2006. Penerapan Good Agriculture Practice dan Good Manufacture Pratice Dalam Meningkatkan Mutu dan Keamanan Pangan Minyak Kelapa Sawit. J PPKS. Sullivan LH. 1986. Quality Function Deployment. Di dalam: Ariani, DW. Manajemen Kualitas : Pendekatan Sisi Kualitatif. Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional. 2000. Timms R. 2003. Delivering Quality and Food Safety to The European Palm Oil Consumer : Contribution of Palm Oil to the Food Industry. J Britannia Food Ingredients Ltd. Tompkin RB. 1994. HACCP in Meat and Poultry Industri. J. Food Control. 5 (3): 153-161. Utami E. 2004. Pengkajian Pelaksanaan GMP dan Penyusunan Rencana HACCP di PT. Coca-Cola Bottling Indonesia, Jawa Barat. Winarno FG. 2002. HACCP dan Penerapannya dalam Industri Pangan. Bogor: M-Brio Press. WHO. 2000. Fact Sheet 237 : Food Safety and Foodborne Illness. Geneva, Switzerland. (www.who.int/fsf).
141
Lampiran 1. Pohon Industri Kelapa Sawit (http//www.dprin.go.id) Carotene Tocopherool Minyak Kelapa
Sawit
Cocoa Butter
Fatty Alkohol (Ester) Palmitic/Sospropanol
Minyak Goreng Minyak Salad
Olein Stearin
Margarine
Oleic/Glycol Propylene Glycol
Soap Stock
Shortening
Oleic/Methanol Butanol
FFA
Minyak Padat
Inti Kelapa Sawit
Oleic/Olycealkohol Metalic Salt Palmitic Stearic/Ca, Zn Stearic/Ca/Mg
Glyserine
Stearic/Ai,Mg Oleic/Zn, Pb
Fatty Acid
Minyak Inti Sawit /PKO
Oleic/Ba Lauric Acid
Bungkil
S A W I T
Stearic/Octanol Butanol Stearic/Glycol
Sabun
K E L A P A
Palmitic/ Octanol Butanol
Polyaloxylated Derivates :
Myristic Acid Briket Arang
Arang Tempurung
Serat
Tepung Tempurung Bahan Bakar
Stearic/Ethylene Propylene Oxida
Karbon Aktif Oleic Acid Dimer/ Ethylene Propylene Oxida Asam Organik
Bahan Selulosa
Kertas
Fatty Amines Primary C16 & C18 Hydroclorides Aceates C16 & C18/ Ethoxylated
Tandan Kosong
Sludge
Palmitic/Ethylene Propylene Oxida
C16 & C18/Guanidin Ethoxylated Secondary C16 & C 18/ Ethoxylated Komponen Pakan Ternak
Quartenery C16 & C18 Esters of Dibasic Acid Azelaic/Butanol & Octanol As Esters Azelai/Glucol Esters Aleic Acid Dimer/Butanol & Octanol Esters Oxigenated Fatty Acid/Ester
Fatty Acid Amides Fatty Alchohol dll Stearamide Oleamide Suplated Alcanolamide of Palmitic, Stearic and Oleic Acids
C16 & C18 Alchohols Suphlated
Epoxystearic/ Octanol Ester Epithio Stearic/Mono & Polyhydric Alkohol Esters
C16 & C18 Alchohols/Esterified with Higer Saturated Fatty Acids C16, C18 & C19 Alchohol C16 & C 18 Alchohol/Ethexylation
142
Lampiran 2. Struktur Organisasi PKS Rambutan MANAJER
MASKEP
ASS. PENGOLAHAN
DCC
KRANI MASKEP
MANDOR PENGOL
Pemb.
Pemb.Kr.
Operator
DCC
MASKEP
Pelayan Kantor
KRANI PENGOL
ASS. LABORATORIUM
MANDOR. LAB / SORTASI
KRANI LAB / SORTASI /PROD
Ptgs. Laboratorium/ Sortasi/Penerimaan TBS /Pengiriman Produksi
ASS. TEKNIK / D.S / TRAKSI
MANDOR. BENGKEL UMUM/ LISTRIK/ WORKSHOP /D.SIPIL
Ptgs. Teknik/Listrik/ Workshop/ D.Sipil/Traksi
KRANI TEKNIK /D.SIPIL
ASS. TATA USAHA / UMUM
PAPAM
PETUGAS ADMIN. TU/ PERSONALIA /KR.GUDANG
DANTON/ WADANTON
Bagian Umum
SATPAM / HANSIP
Pemb. Operator
143
Lampiran 3. Diagram Alir Proses Produksi CPO di PKS Rambutan
144
Lampiran 4. Struktur Organisasi PMG Cap Sendok, PT.Astra Agro Lestari,Tbk
145
Lampiran 5. Diagram Alir Proses Bleaching Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok To Steam Ejector
Cyclone Separator
Drier Degumming
Niagara Filter
Steam
Bleacher
Static Mixer
CPO
G-202
H3PO4
Spent Earth
G-202A
To Air
To Storage
Polishing Filter
Bleaching Earth
A
Balance Tank
B
To Deaerator
146
Lampiran 6. Diagram Alir Proses Deodorisasi Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok Water
o
250 C
0
Steam
o
270 C 0
Termopac To Hot Well Vacum System
-1000 mba
PreStripper
Water
Scrubber
0
260 C
Steam 5 Water
Water Termia Oil Deodorizer
CPO G-201
0
Deaerator
To Hot Well
0
O
Water
255 C A
100 0
BPO
o
265 C
C
B
P. Filter
water To Hot Well
RBDPO
Condensor
_PFAD
147
Lampiran 7. Diagram Alir Proses Fraksinasi Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok
148
Lampiran 8. Perhitungan Interval Kelas untuk Analisis Kepuasan Konsumen terhadap Atribut Crude Palm Oil (CPO) Nilai indeks maksimum adalah : Nilai indeks maksimum =
Total nilai maksimum Bobot jawaban tertinggi
= Skala penilaian tertinggi x jumlah responden konsumen jumlah interval kelas = 5x6 5
=
6
Nilai indeks maksimum adalah : Nilai indeks minimum =
Total nilai minimum Bobot jawaban terendah
= Skala penilaian terendah x jumlah responden konsumen jumlah interval kelas = 1x6 5
= 1.2
Range dari nilai diatas adalah : Range
=
Nilai indeks maksimum – Nilai indeks minimum
= 6 – 1.2 = 4.8
Panjang interval kelas adalah : Panjang interval kelas =
=
Range Jumlah interval kelas 4.8
= 0.96
5 Berdasarkan perhitungan data tersebut, maka interval kelas yang disusun adalah : 1.2 – 2.16 = sangat tidak memuaskan > 2.16 – 3.12 = tidak memuaskan > 3.12 – 4.08 = cukup memuaskan > 4.08 – 5.04 = memuaskan > 5.04 – 6
= sangat memuaskan 149
Lampiran 9. Perhitungan Interval Kelas untuk Analisis Kepuasan Konsumen terhadap Atribut Minyak Goreng Nilai indeks maksimum adalah : Nilai indeks maksimum =
Total nilai maksimum Bobot jawaban tertinggi
= Skala penilaian tertinggi x jumlah responden konsumen jumlah interval kelas = 5 x 30 5
=
30
Nilai indeks maksimum adalah : Nilai indeks minimum =
Total nilai minimum Bobot jawaban terendah
= Skala penilaian terendah x jumlah responden konsumen jumlah interval kelas = 1 x 30 5
=
6
Range dari nilai diatas adalah : Range
=
Nilai indeks maksimum – Nilai indeks minimum
= 30 – 6 = 24
Panjang interval kelas adalah : Panjang interval kelas =
=
Range Jumlah interval kelas 24
= 4.8
5 Berdasarkan perhitungan data tersebut, maka interval kelas yang disusun adalah : 6 – 10.8
= sangat tidak memuaskan
> 10.8 – 15.6 = tidak memuaskan > 15.6 – 20.4 = cukup memuaskan > 20.4 – 25.2 = memuaskan > 25.2 – 30
= sangat memuaskan 150
Lampiran 10. Bagan Organisasi PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) RUPS Dewan Komisaris
KOMITE AUDIT
Direktur Utama
Direktur Produksi
Direktur Keuangan
Direktur SDM/Umum
Direktur Pemasaran
Kabag Tanaman
Kabag Pembiayaan
Kabag SDM
Kabag Pemasaran
Kabag Teknik
Kabag Sekretaris Korporat/CMR
Kabag SPI
Kabag Pengadaan
Kabag Kemitraan & Bina Lingkungan
Kabag Teknologi Informasi (TI)
Kabag Pengolahan
DM Wil Labuhan Batu-I
MR
DM Wil Labuhan Batu-II
MANAJER MANAJER MANAJER
DM Wil Labuhan Batu-III
DM Wil Asahan
DM Wil Simalu ngun
DM Wil Deli Serdang-I
DM Wil Deli Serdang-II
DM Wil Tapsel
GM Rumah Sakit
GM PIK
151
Lampiran 11. Standar Mutu CPO dan Kernel di PKS Rambutan
CPO
:
No
Parameter
Produksi (%)
Eksport (%)
1.
ALB
3.50
5
2.
Kadar air
0.15
0.15
3.
Kadar kotoran
0.02
0.02
4.
Nilai peroksida (Peroxide value)
-
5.00
5.
Nilai anisida (Aniside value)
-
6.00
6.
Kadar besi
-
3.50
7.
Kadar tembaga
-
0.05
8.
DOBI
-
2.5
9.
Bilangan Iod
-
51
-
39 - 41
10. Titik cair
Kernel
:
No
Parameter
Produksi (%)
Eksport (%)
1.
ALB
Max 1.00
Max 1.00
2.
Kadar air
Max 7.00
Max 7.00
3.
Kadar kotoran
Max 6.00
Max 6.00
4.
Inti pecah
Max 15.0
Max 15.0
5.
Kadar minyak
Min 49.0
Min 49.0
6.
Berubah warna
Max 40
Max 40
152
Lampiran 12. Standar Mutu Minyak Goreng Cap Sendok
OLEIN SUPER - Iodine Value : 60,00 Meq Min - Cloud Point
: 7,0 oC Max
- Stability
: 9 – 15 jam
- FFA
: 0,06 – 0,08 %
- Visual
: Bening dan Tidak Ada Benda Asing
OLEIN BULK - Iodine Value : 56,00 Meq Min - Cloud Point
: 10,0 oC Max
- FFA
: 0,1 % Max
SOFT STEARIN - Iodine Value : 38,0 meq Max - Melting Point : 46,0 oC Min
HARD STEARIN - Iodine Value : 43,0 Meq Max - Melting Point : 53,0 – 54,0 oC
153
Lampiran 13. Contoh Laporan Kinerja dan Penilikan PKS Rambutan
154
Lampiran 14. Contoh Jadwal Perawatan Mesin dan Instalasi PKS Rambutan
Stasiun : Kempa Peralatan : Hydraulic Power Pack Type/Mode : Pressure constant No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
JADWAL PERAWATAN MESIN DAN INSTALASI PKS Catatan :
Item yang dikerjakan Bersihkan bagian luar Periksa oil pada fluid level gauge Periksa mutu minyak hidrolik Periksa/bersihkan suction strainer Periksa hydraulic pump Periksa/bersihkan counter valve (u-way valve) Periksa/bersihkan relief valve, check valve, pressure switch Bersihkan accumulator Periksa/bersihkan return filler Bersihkan compressor piping system Periksa seal hydraulic cylinder untuk constant pressure Periksa/bersihkan ON/OFF Periksa hand control Periksa electric control panel Penggantian suku cadang disesuaikan life time alat
Interval Perawatan Harian Mingguan Bulanan Tahunan v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v
Keterangan Perhatikan batas up/low Penggantian sesuai manual operation Bila perlu diperbaiki/diganti
Bila perlu diganti
155
Lampiran 15. Tabel Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko di PKS Rambutan, PTP. Nusantara III (Persero) PRINSIP 1 Tahap 1. Lingkungan (semua tahapan)
2. Peralatan dan Mesin
3. Karyawan/ Pekerja
Bahaya
Risk
Sev.
Sign.
Lingkungan pabrik yang tidak bersih
M
M
S
SSOP dan melakukan proses pengendalian dan pemberantasan hama secara teratur dan hati-hati.
Bahan dari peralatan yang telah korosi sehingga memungkinkan untuk teroksidasi.
M
M
S
Pemeliharaan dan perawatan peralatan/mesin secara berkala dan peralatan yang digunakan sebaiknya terbuat dari bahan stainless steel atau epoksi.
Kontaminasi minyak mineral (pelumas dan hidrolik)
Bahan yang digunakan untuk perawatan alat dan mesin yang menggunakan minyak mineral non food grade.
M
M
S
Prosedur dikontrol dengan SOP dan sebaiknya menggunakan minyak mineral yang food grade, bisa terbuat dari minyak sawit.
Mikrobiologi : Fisik : Rambut, kuku, mur, paku, pasir, tanah, puntung rokok
Kontaminasi pekerja yang tidak memperhatikan kebersihan pada waktu bekerja
L
M
TS
Pelatihan pekerja dan perlunya inspeksi pekerja pada saat bekerja.
Pekerja yang sedang sakit
L
M
TS
Kontrol kesehatan setiap karyawan secara berkala.
Fisik : Foreign bodies (tikus, serangga, burung) Kimia : Mikrobiologi : Fisik : Kimia : Kontaminasi logam
Kimia : Mikrobiologi : Kontaminasi penyakit menular
Sumber Bahaya
Tindakan Pencegahan
156
Lampiran 15. Lanjutan Tabel Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko di PKS Rambutan, PTP. Nusantara III (Persero) PRINSIP 1 Tahap 4. Penerimaan bahan baku dan sortasi TBS
Bahaya
Risk
Sev.
Sign.
Tindakan Pencegahan
Penanganan pemasok TBS yang tidak bersih pada saat panen di kebun.
M
M
S
Perlu inspeksi dan pembinaan ke pemasok, dimana pengutipan TBS dan brondolan tidak diperkenankan memakai sekop atau sapu. TPH disemen atau dialasi plastik.
Buah mentah
Buah yang terlalu cepat dipanen.
L
M
TS
Buah restan
Buah yang menginap di kebun.
M
M
S
Sortasi dan tolak jika tidak memenuhi kriteria matang panen. Pelatihan pemasok mengenai rotasi panen, terutama pada panen puncak.
Kimia : Kontaminasi logam (Pb dan Cd)
Dari tanah yang terbawa pada saat pemanenan
L
H
S
Analisis laboratorium dengan memperhatikan sampling yang dilakukan.
ALB tinggi
Buah yang memar/luka pada saat pengisian buah di tempat pemungutan, penurunan buah di TPH, pengisian buah ke alat transpor pembawa buah ke pabrik, penurunan buah akan membawa lebih banyak tanah dan kotoran yang membantu mempercepat kenaikan ALB oleh karena kontaminasi mikroorganisme, sekaligus menjadi sumber kontaminasi logam, diantaranya besi, yang menjadi prooksidan proses hidrolisis minyak.
M
M
S
Meminimalisasi kerusakan buah dengan tata cara panen dan pengangkutan yang baik. Tidak menerima buah restan, oleh karena itu perlu inspeksi dan pembinaan ke pemasok, dimana : buah yang dipanen tidak boleh dibiarkan menginap di TPH, kondisi jalan menuju pabrik harus baik terutama pada musim hujan, jumlah alat angkut harus mencukupi sehingga buah tidak mengantri terutama pada masa panen puncak.
Residu pestisida
Penggunaan pestisida dalam penanggulangan hama tanaman.
L
H
S
Analisis laboratorium dan pelatihan ke pemasok mengenai pemakaian bahan agrokimia.
Fisik : Tanah, pasir, potongan daun, serangga, dan kotoran lain
Sumber Bahaya
Mikrobiologi : -
157
Lampiran 15. Lanjutan Tabel Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko di PKS Rambutan, PTP. Nusantara III (Persero) PRINSIP 1 Tahap 5. Penyimpanan bahan baku di loading ramp
Bahaya
Risk
Sev.
Sign.
Tindakan Pencegahan
Loading ramp yang tidak bersih dan pekerja yang tidak menjaga kebersihan.
L
M
TS
Buah yang telah disortasi sebaiknya langsung ditaruh dalam bays, sehingga tidak perlu ditaruh di loading ramp. Brondolan yang jatuh di loading ramp tidak boleh dikumpulkan dengan skop atau sapu, sehingga tanah, pasir dan kotoran lain terikut. Tidak diperkenankan merokok selama bekerja dan selalu menjaga kebersihan loading ramp.
Stagnasi di pabrik sehingga buah mengantri untuk diolah.
L
M
TS
Buah yang menginap dan menumpuk di loading ramp.
l
M
TS
Penyimpanan buah di loading ramp tidak lebih dari 2 hari dari masa panen, dan buah yang akan diolah mengikuti sistem FIFO. Penanganan buah di loading ramp sesuai dengan SOP dan minimalisasi kerusakan buah.
Tekanan uap yang terlalu tinggi.
L
H
S
Alat hoisting crane yang lepas, karena kondisi yang tidak baik (aus).
L
H
S
Uap panas yang berupa asap yang berasal dari ketel rebusan.
M
M
S
Kimia : Penurunan nilai DOBI
Waktu perebusan yang lama.
L
M
TS
Kontaminasi minyak pelumas
Lori yang menggunakan pelumas non food grade.
M
M
S
Fisik : Tanah, pasir, puntung rokok
Kimia : ALB meningkat
6. Perebusan
Mikrobiologi : Fisik : Sterilizer meledak Jatuhnya lori buah pada saat diangkat ke thresher. Gangguan kesehatan operator hoisting crane.
Sumber Bahaya
Alat ini sebaiknya tidak digunakan manual dan selalu dikontrol suhu dan tekanan yang diberikan. Perawatan dan pemeriksaan alat harus dilakukan secara benar dan teratur sesuai prosedur yang ada. Menempatkan posisi operator agak jauh dari sterilizer, yakni dekat thesher dan mengontrol melalui panel. Kontrol dengan SOP proses sterilisasi. Menggunakan pelumas food grade yang terbuat dari minyak sawit dan tidak diperkenankan mengutip minyak dari bawah lori dalam sterilisasi untuk dicampur dengan CPO.
158
Lampiran 15. Lanjutan Tabel Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko di PKS Rambutan, PTP. Nusantara III (Persero)
Tahap
Bahaya PAH (Polyaromatic hydrocarbon) Mikrobiologi : Kontaminasi mikroba
7. Penebahan
Fisik : Kimia : Mikrobiologi : -
8. Pengadukan
Fisik : Kimia : Kontaminasi logam Penurunan nilai DOBI
9. Pengepressan
Mikrobiologi : Fisik : Kadar kotoran meningkat. Kimia : Penurunan nilai DOBI
Mikrobiologi : Kontaminasi mikroba
PRINSIP 1 Sumber Bahaya Asap hasil pembakaran di pabrik.
Risk M
Sev. M
Sign. S
Tindakan Pencegahan Corong asap hasil pembakaran tidak terlalu dekat dan tidak mengarah ke stasiun klarifikasi dan inti sawit.
Air yang digunakan untuk perebusan.
L
M
TS
Uji air sebelum digunakan.
Pisau pengaduk mengalami korosi oleh asam.
L
M
TS
Pisau pengaduk sebaiknya terbuat dari mangan silikon.
Pemanasan dan lama pengadukan yang berlebihan.
L
M
TS
Kontrol dengan SOP dan menghindari pemberian uap langsung pada bejana digester.
Cangkang dari inti sawit yang pecah.
L
M
TS
Perawatan alat pengempaan dengan SSOP.
Pemberian steam langsung ke dalam screw press apabila suhu air dalam hot water tank tidak tercapai.
L
M
TS
Melakukan pengawasan terhadap pemanasan air dalam hot water tank.
Air yang digunakan untuk pengepressan.
L
M
TS
Uji mutu air sebelum digunakan.
159
Lampiran 15. Lanjutan Tabel Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko di PKS Rambutan, PTP. Nusantara III (Persero) PRINSIP 1 Tahap 10. Pemurnian
Bahaya Fisik : Kandungan NOS (non oil solid) berupa bahan organik dan non organik (Fe,Cu) Kimia : Kadar air tinggi Penurunan nilai DOBI dan PV yang meningkat.
PAH (Polyaromatic hydrocarbon)
11. Penyimpanan
Mikrobiologi : Kontaminasi mikroba Fisik : Kimia : Kontaminasi logam
Sumber Bahaya
Risk
Sev.
Sign.
Tindakan Pencegahan
Bahan yang terbawa dari proses sebelumnya, baik dari alat yang korosi, dan buah yang dikempa.
M
M
S
Proses pemurnian harus segera dilakukan agar tidak terjadi reaksi hidrolisis dan oksidasi.
Suhu dan lama pemanasan yang tidak tercapai. Proses oksidasi karena pemanasan yang berlebihan dan waktu yang lama, terdapat prooksidan (Fe, Cu), dan minyak kontak dengan udara karena adanya kebocoran.
L
M
TS
Kontrol dengan SOP proses pemurnian minyak.
L
M
TS
Kontrol SOP proses pemurnian minyak. Pengawasan dan perawatan terhadap alat dan mesin agar dipastikan tidak ada yang bocor.
Adanya alat, pipa dan tangki yang bocor sehingga memungkinkan kontak dengan udara yang berasal dari asap pembakaran.
L
M
TS
Perawatan alat, pipa dan tangki secara berkala sesuai SSOP.
Air yang digunakan untuk pengepressan.
L
M
TS
Uji mutu air sebelum digunakan.
Storage tank memiliki bagian-bagian yang terbuat dari bahan yang dapat menjadi prooksidan dan suhu yang tidak efektif.
L
M
TS
Proses pembersihan tangki yang salah/lalai, sehingga ada logam yang tinggal. Reaksi hidrolisis yang diakibatkan tangki penyimpanan tidak bersih dan kering pada saat pembersihan tangki.
L
M
TS
L
M
TS
Bahan dasar tangki penyimpan harus terbuat dari stainless steel atau baja dengan lapisan epoksi yang inert dan pemakaiannya hkusus untuk CPO. Bagian-bagian tangki, seperti pipa, kran, koil pemanas, pompa tidak boleh terbuat dari tembaga. Tangki memiliki alat sensor suhu automatik. Pembersihan tangki secara berkala sesuai dengan SOP perawatan dan pembersihan tangki penyimpanan. Perlu pemeriksaan yang teliti sehingga dipastikan tangki benar-benar bersih dan kering.
160
Lampiran 15. Lanjutan Tabel Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko di PKS Rambutan, PTP. Nusantara III (Persero)
Tahap
12. Distribusi dan transportasi
Bahaya Peningkatan kadar ALB dan nilai PV Fisik : Kimia : Kontaminasi logam
Peningkatan kadar ALB dan nilai PV
PRINSIP 1 Sumber Bahaya Pipa pemanas mengalami kebocoran, sehingga terjadi reaksi oksidasi karena minyak kontak dengan udara.
Risk L
Sev. M
Sign. TS
Tindakan Pencegahan Pipa pemanas diperiksa bersamaan dengan masa pencucian tangki timbun dengan melakukan uji hydrotest.
Tangki transportasi memiliki bagianbagian yang terbuat dari bahan yang dapat menjadi prooksidan dan suhu yang tidak efektif.
L
M
TS
Bahan dasar tangki transportasi harus terbuat dari stainless steel atau baja dengan lapisan epoksi yang inert dan pemakaiannya hkusus untuk CPO. Bagian-bagian tangki, seperti pipa, kran, koil pemanas, pompa tidak boleh terbuat dari tembaga. Tangki memiliki alat sensor suhu automatik.
Proses pembersihan tangki yang salah/lalai, sehingga ada logam yang tinggal.
M
M
S
Pencucian tangki secara berkala sesuai dengan SOP perawatan dan pembersihan tangki transportasi.
Reaksi hidrolisis yang diakibatkan tangki transportasi tidak bersih dan kering pada saat pembersihan tangki.
M
M
S
Perlu pemeriksaan yang teliti sebelum pengangkutan CPO sehingga dipastikan tangki tansportasi benar-benar bersih dan kering.
Pipa pemanas mengalami kebocoran, sehingga terjadi reaksi oksidasi karena minyak kontak dengan udara. Proses pemuatan dan CPO dari tangki timbun ke tangki transportasi yang lalai sehingga memungkinkan kontak dengan udara.
L
M
TS
M
M
S
Pemeriksaan tangki sebelum pengangkutan CPO.
Kontrol dengan SOP pemuatan CPO untuk distribusi.
161
Lampiran 16. Tabel Penetapan Titik Kendali Kritis (Critical control point/CCP) di PKS Rambutan, PTP. Nusantara III (Persero) PRINSIP 1 Tahap/Input 1. Lingkungan (semua tahapan) 2. Peralatan dan Mesin
3. Karyawan/Pekerja
4. Penerimaan bahan baku dan sortasi TBS
5. Penyimpanan bahan baku di loading ramp
6. Perebusan
Bahaya Fisik : Foreign bodies (tikus, serangga, burung) Kimia : Kontaminasi logam (Fe, Cu, Zink silikat, mercury) Kontaminasi minyak mineral (pelumas dan hidrolik) Fisik : Rambut, kuku, mur, paku, pasir, tanah, puntung rokok Mikrobiologi : Kontaminasi penyakit menular Fisik : Tanah, pasir, potongan daun, serangga, dan kotoran lain Buah mentah Buah restan Kimia : Kontaminasi logam (Pb dan Cd) ALB tinggi Residu pestisida Fisik : Tanah, pasir, puntung rokok Kimia : ALB meningkat Fisik : Sterilizer meledak Jatuhnya lori buah pada saat diangkat ke thresher. Gangguan kesehatan operator hoisting crane. Kimia : Penurunan nilai DOBI Kontaminasi minyak pelumas
P1
P2
P3
Ya
Ya
CCP
Ya Ya
Ya Ya
CCP CCP
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Ya Tidak Tidak
Tidak Tidak Tidak
Ya Ya Ya
Ya Tidak Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Ya
CP
Ya
Tidak
Ya
Ya
CP
Ya Ya Ya
Tidak Tidak Tidak
Tidak Tidak Tidak
Ya Ya
Tidak Tidak
Tidak Ya
Ya
P4
Ya
CCP/CP
CP CP
Ya
Ya
CP CP CP CCP CP CCP
CP CP CP
Tidak
CP CCP
162
Lampiran 16. Lanjutan Tabel Penetapan Titik Kendali Kritis (Critical control point/CCP) di PKS Rambutan, PTP. Nusantara III (Persero) PRINSIP 1 Tahap/Input
7. Pengadukan
8. Pengepressan
9. Pemurnian
10. Penyimpanan
11. Distribusi dan transportasi
Bahaya Mikrobiologi : Kontaminasi mikroba Kimia : Kontaminasi logam Penurunan nilai DOBI Fisik : Kadar kotoran meningkat. Kimia : Penurunan nilai DOBI Mikrobiologi : Kontaminasi mikroba Fisik : Kandungan NOS (non oil solid) berupa bahan organik dan non organik (Fe,Cu) Kimia : Kadar air tinggi Penurunan nilai DOBI dan PV yang meningkat. PAH (Polyaromatic hydrocarbon) Mikrobiologi : Kontaminasi mikroba. Kimia : Kontaminasi logam Peningkatan kadar ALB dan nilai PV Kimia : Kontaminasi logam Peningkatan kadar ALB dan nilai PV
P1
P2
P3
P4
CCP/CP
Tidak
Tidak
Ya Ya
Tidak Tidak
Tidak Tidak
Ya
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Ya Ya Ya
Tidak Tidak Ya
Tidak
Tidak
CP
Tidak Tidak
Tidak Tidak
CP CP
Ya Ya
Tidak Tidak
CP CP CP Ya
CP CP
CCP
Tidak Tidak
Ya Ya
CP CP CCP
Tidak Tidak
CCP CCP
163
Lampiran 17. Lembar Kerja Control Measures di PKS Rambutan, PTP. Nusantara III (Persero) CCP
BATAS KRITIS
Prinsip 2
Prinsip 3
MONITORING
Apa
Dimana
Prinsip 4 Bagaimana
TINDAKAN KOREKSI Prinsip 5 Kapan
VERIFIKASI
Prinsip 6
Prinsip 7
Siapa
Lingkungan Pestisida : Kontaminasi DDT = 0.05 ppm max hama Endosulfan = 0.5 ppm max Aldrin/Dieldrin= 0.01 ppm max Endrin = 0.01 ppm max Heptachlor = 0.01 ppm max Hexachlorobenzene = 0.01 ppm max Hexachlorocyclohexane : - Alfa = 0.02 ppm max - Beta = 0.01 ppm max - Gamma = 0.02 ppm max Logam : Peralatan Fe = 500 µg/kg max dan Mesin Kontaminasi Cu = 50 µg/kg max logam As = 2 ppm max Kontaminasi Pb = 10 ppm minyak Cd = 1 ppm mineral Ni = 200 µg/kg (pelumas dan Merkuri = 0.01 ppm hidrolik) Flourine = 150 ppm max Pelumas = 0
Kebersihan pabrik dari
Stasiun pengolahan
Visual Dengan flashlight
Setiap hari
Maskep
Penggunaan dosis pestisida
Stasiun pengolahan
Cek laporan pemakaian pestisida
Tiga bulan sekali
Maskep
Cek jadwal perawatan mesin/alat
Satu kali seminggu
Asisten Teknik
Cek laporan pemakaian pelumas dan oli hidrolik.
Satu kali seminggu
Asisten Teknik
Uji laboratorium
Tiga bulan sekali
Asisten Laboratorium
Penerimaan Fraksi TBS = I - V bahan baku Logam : Fe = 500 µg/kg max dan sortasi Cu = 50 µg/kg max TBS Kontaminasi As = 2 ppm max logam Pb = 10 ppm ALB tinggi
Fraksi TBS
Di loading ramp
Visual Cek laporan sortasi
Setiap hari
Maskep
Kadar kotoran Kadar air
Di Lab
Uji laboratorium
Setiap buah Asisten datang Laboratorium
Perawatan Stasiun mesin dan pengolahan peralatan pengolahan Penggunaan Stasiun dosis pengolahan pelumas dan dan bengkel oli hidrolik. teknik
PENCATATAN
Jika hama tak terkendali, stop operasi dan lakukan pemberantasan hama secara keseluruhan.
Log monitoring proses pembersihan periodik dan pembersihan harian. Log tindakan harian.
Evaluasi laporan inspeksi dan tindakan koreksi. Evaluasi laporan pembersihan pabrik.
Ganti alat jika sudah korosi. Perbaiki mesin/ alat yang rusak Penggunaan minyak mineral yang food grade, bisa berasal dari minyak sawit.
Log monitoring perawatan dan pembersihan mesin dan alat Log hasil uji laboratorium Log tindakan koreksi
Evaluasi laporan monitoring dan tindakan koreksi Evaluasi kinerja mesin dan peralatan. Evaluasi hasil analisis Lab.
Tolak jika tidak memenuhi persyaratan
Log penerimaan dan sortasi TBS Log laporan analisis mutu buah. Log tindakan koreksi.
Evaluasi hasil sortasi dan hasil analisis mutu Evaluasi pemasok Evaluasi tindakan koreksi.
164
Lampiran 17. Lanjutan Lembar Kerja Control Measures di PKS Rambutan, PTP. Nusantara III (Persero) CCP
BATAS KRITIS
Prinsip 2
Prinsip 3
MONITORING
Apa Residu pestisida
Perebusan Kontaminasi minyak pelumas
Cd = 1 ppm Ni = 200 µg/kg Merkuri = 0.01 ppm Flourine = 150 ppm max Pestisida = sama dengan di atas Pelumas = 0
Dimana
Prinsip 4 Bagaimana
TINDAKAN KOREKSI Prinsip 5 Kapan
PENCATATAN
VERIFIKASI
Prinsip 6
Prinsip 7
Siapa
Kadar ALB Kandungan pestisida
Di Lab
Uji Tiga bulan laboratorium sekali
Asisten Lab
Pemakaian dosis pelumas
Di stasiun perebusan
Cek dosis pemakaian
Asisten Teknik Eliminasi buah Log monitoring Evaluasi laporan yang proses perebusan monitoring. terkontaminasi Log harian analisa Evaluasi laporan Asisten Lab dan stop mutu di stasiun tindakan koreksi proses operasi. perebusan. Evaluasi laporan perawatan mesin/alat.
Setiap minggu
Uji Tiga bulan laboratorium sekali
Pemurnian Kandungan Kadar kotoran = 0.02% max Suhu NOS (non oil solid) berupa Logam = sama dengan di bahan organik atas Kualitas dan dan non organik komposisi air (Fe,Cu) PAH (B(a)P) = 2 µg/kg PAH max Asap (Polyaromatic pembuangan hydrocarbon) dari boiler Distribusi dan Logam = sama dengan di Suhu awal transportasi Kontaminasi atas. pemuatan logam ALB = 3.5% max Suhu selama Peningkatan PV = 5.0% max perjalanan kadar ALB dan Kebersihan nilai PV tangki
Stasiun pemurnian
Visual
Dua kali sehari
Asisten pengolahan
Stasiun water treatment
Uji lab
Sebelum digunakan
Asisten Lab
Stasiun boiler
Visual
Setiap hari
Rework atau adjustment
Eliminasi jika tidak memenuhi persyaratan mutu Asisten teknik
Di stasiun Uji lab setiap Asisten Lab pengiriman sebelum dan pengiriman CPO. sesudah pengiriman.
Blending Eliminasi jika tidak memenuhi persyaratan mutu
Log monitoring Evaluasi laporan proses pemurnian monitoring Log laporan Evaluasi laporan kinerja boiler tindakan koreksi Log tindakan koreksi Log laporan analisis mutu. Log monitoring proses pemuatan dan pengiriman Log tindakan koreksi
Evaluasi laporan monitoring Evaluasi laporan tindakan koreksi
165
Lampiran 18. Tabel Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko di PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk PRINSIP 1 Tahap
Potensial Bahaya
1. Penerimaan bahan Fisik : baku CPO Kadar kotoran tinggi Warna Kimia : ALB (FFA) tinggi Kadar air tinggi Iod Value (IV) Peroxide value (PV) DOBI Residu pestisida Mikrobiologi : 2. Penerimaan Phosporic Acid (H3PO4)
3. Penerimaan Bleaching earth
Fisik : Kimia : Mikrobiologi : Fisik : Kimia : Dioksin, PB, Cd,
Sumber Bahaya
Risk
Sev.
Sign.
Tindakan Pencegahan
Penanganan pemasok yang tidak baik.
L L
M L
TS TS
Analisis mutu CPO. Tidak menerima bahan baku yang tidak sesuai dengan kriteria mutu yang ditetapkan.
Penanganan pemasok yang tidak baik.
H M M H M H
S TS TS S S S
Analisis mutu CPO. Tidak menerima bahan baku yang tidak sesuai dengan kriteria mutu yang ditetapkan.
Kontaminasi pestisida di PKS.
L L L L M L
Penanganan pemasok yang tidak baik.
L
H
S
Suhu rendah pada waktu transfer minyak ke storage tank CPO.
L
L
US
Uji residu pestisida.
Memasok BE yang fresh (FBE) dan memiliki CoA.
Benzo(a)pyrene Mikrobiologi : 4. Pretreatment bahan Fisik : baku CPO berbentuk padat Kimia : Mikrobiologi : -
Pemanasan pendahuluan sebelu transfer ke storage tank.
166
Lampiran 18. Lanjutan Tabel Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko di PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk PRINSIP 1 Tahap 5. Degumming
Potensial Bahaya
Sumber Bahaya
Risk
Sev.
Sign.
Tindakan Pencegahan
Fisik : kadar kotoran (Fe, Cu)
Proses degumming yang tidak berjalan baik.
L
M
TS
Warna
Proses oksidasi yang terjadi.
L
M
TS
Pengontrolan penggunaan asam phospat dan adanya SOP yang baku. Mencegah kebocoran pipa dan pengontrolan suhu.
yang
L
H
S
Proses oksidasi karena suhu terlalu tinggi dan sisa karoten.yang tidak terikat.
L
M
TS
Pengontrolan terhadap suhu yang digunakan
BE yang kurang sehingga banyak karoten yang tidak terikat.
L
M
TS
Pengontrolan terhadap BE yang ditambahkan.
Mikrobiologi : Fisik : Bau tengik (rancidity)
FFA, Monogliserida, dan Digliserida.
L
M
TS
SOP Proses Deodorisasi dikontrol.
Kadar kotoran
Penanganan proses sebelumnya.
M
M
S
Hasil-hasil oksidasi asam lemak.
L
M
TS
Minyak panas teroksidasi oleh atmosfir akibat pemanasan minyak yang terlalu tinggi temperaturnya. Penanganan proses sebelumnya
L
H
S
Pemanasan minyak dilakukan dengan tekanan rendah
M
M
S
Penambahan asam sitrat dengan komposisi yang sesuai.
Kimia : PV tinggi
6. Bleaching
Mikrobiologi : Fisik : Warna gelap Kimia : Karoten
7. Deodorisasi
Kimia : Aldehid, keton, gas-gas yang larut dalam minyak dan uap air. Peroksida Prooksidan metal
Penggunaan Asam phospat (H3PO4) terlalu banyak.
Pengontrolan penggunaan asam phospat dan adanya SOP yang baku.
Kontrol proses sebelumnya dengan SOP.
Bahan baku yang digunakan sebaiknya bermutu tinggi.
Mikrobiologi : -
167
Lampiran 18. Lanjutan Tabel Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko di PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk Tahap 8. Kristalisasi
9. Filtrasi
Potensial Bahaya
Risk
Sev.
Sign.
Tindakan Pencegahan
Suhu, laju kristalisasi, komposisi gliserida, laju pendinginan, laju pengadukan dan waktu kristalisasi.
L
M
TS
Proses kristalisasi harus diperhatikan dan dikontrol dengan baik.
Cloud point tinggi
Suhu dan waktu yang tidak terkontrol baik.
M
M
S
Suhu dan temperatur harus dikontrol.
Stabilitas minyak rendah
Suhu dan waktu yang tidak terkontrol baik.
M
M
S
Suhu dan temperatur harus dikontrol.
Kimia : Mikrobiologi : Fisik : Filter cloth koyak
Tekanan sequeezing yang terlalu tinggi
L
M
TS
Pengontrolan tekanan sequeezing.
• Proses kristalisasi yang tidak sempurna sehingga kristalisasi stearin lewat saat disaring oleh penyaring. • Ukuran filter press yang sudah melebar.
L
L
TS
Proses kristalisasi perlu diperhatikan dan ukuran filter press perlu diperhatikan dan apabila perlu diganti, harus segera diganti.
Pekerja yang tidak higienis.
H
M
S
Fisik : Kristal tidak terbentuk atau ukuran kristal sangat kecil
Kimia : stearin
10. Pengemasan
PRINSIP 1 Sumber Bahaya
Mikrobiologi : Fisik : Kontaminasi pekerja
SOP dan SSOP
Kimia : Mikrobiologi : -
168
Lampiran 18. Lanjutan Tabel Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko di PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk Tahap 11. Penyimpanan Minyak goreng
12. Distribusi minyak goreng
Potensial Bahaya Fisik : Kristalisasi, kabut (cloudyness)
PRINSIP 1 Sumber Bahaya Suhu penyimpanan dibawah standar prosedur yang ditetapkan.
Risk
Sev.
Sign.
L
L
TS
Tindakan Pencegahan Menjaga suhu penyimpanan secara konstan.
Kimia : Mikrobiologi : Fisik : Kimia : Mikrobiologi : -
169
Lampiran 19. Tabel Penetapan Titik Kendali Kritis (Critical control point/CCP) di PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk PRINSIP 1 Tahap/Input 1. Penerimaan bahan baku CPO
2. Penerimaan Bleaching earth 3. Pretreatment bahan baku 4. Degumming
5. Bleaching
Bahaya Fisik : Kadar kotoran tinggi Warna Kimia : ALB (FFA) tinggi Kadar air tinggi Iod Value (IV) Peroxide value (PV) DOBI Residu pestisida Kimia : Dioksin, PB, Cd, Benzo(a)pyrene Fisik : CPO berbentuk padat Fisik : kadar kotoran (Fe, Cu) Warna Kimia : Kenaikan PV Fisik : Warna gelap Kimia : Karoten
P1
P2
P3
P4
CCP/CP
Ya Ya
Tidak Tidak
Ya
Ya
CP CP
Ya Ya Ya Ya Ya Ya
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya
Ya Ya Ya Ya Ya
Ya Ya Ya Ya Ya
CP CP CP CP CP CCP
Ya
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Ya Ya
Tidak Tidak
Ya Ya
Ya
Tidak
CP
Ya
Tidak
CP
Ya
Tidak
CP
CCP CP Ya Ya
CP CP
170
Lampiran 19. Lanjutan Tabel Penetapan Titik Kendali Kritis (Critical control point/CCP) di PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk PRINSIP 1 Tahap/Input 6. Deodorisasi
7. Kristalisasi
8. Filtrasi
Bahaya Fisik : Bau tengik (rancidity) Kadar kotoran Kimia : ALB Aldehid, keton, gas-gas yang larut dalam minyak dan uap air. Peroksida Prooksidan metal Fisik : Kristal tidak terbentuk atau ukuran kristal sangat kecil Cloud point tinggi Fisik : Filter cloth koyak
Kimia : stearin 9. Pengemasan Fisik : Kontaminasi pekerja 10. Penyimpanan minyak Fisik : goreng Kabut (cloudyness)
P1
P2
P3
P4
CCP/CP
Ya Ya
Tidak Tidak
Ya
Tidak
CP CCP
Ya Ya Ya Ya
Tidak Tidak Tidak Tidak
Ya
Tidak
CP CP CP CCP
Ya Ya
Tidak Tidak
Tidak Tidak
CP CP
Ya
Tidak
Tidak
CP
Ya
Tidak
Tidak
CP
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
CCP CP
171
Lampiran 20. Lembar Kerja Control Measures di PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk CCP
BATAS KRITIS
Prinsip 2
Prinsip 3
MONITORING Prinsip 4 Apa
Penerimaan bahan baku CPO Residu pestisida
Penerimaan Bleaching earth Dioksin, PB, Cd, Benzo(a) pyrene
Deodorisasi Kadar kotoran Prooksidan metal
TINDAKAN KOREKSI Prinsip 5
Dimana
Bagaimana
Kapan
PENCATATAN
VERIFIKASI
Prinsip 6
Prinsip 7
Siapa
Pestisida : Kandungan Di bagian CoA Setiap Asisten DDT = 0.05 ppm max pestisida penerimaaan Pemasok penerimaan QA Endosulfan = 0.5 ppm max pada CPO CPO dan di Uji CPO Aldrin/Dieldrin= 0.01 ppm max Laboratorium laboratorium Endrin = 0.01 ppm max Heptachlor = 0.01 ppm max Hexachlorobenzene = 0.01 ppm max Hexachlorocyclohexane : - Alfa = 0.02 ppm max - Beta = 0.01 ppm max - Gamma = 0.02 ppm max
Tolak jika tidak memenuhi persyaratan mutu bahan baku.
Log monitoring penerimaan CPO Log tindakan koreksi Log analisis mutu bahan baku CPO
Evaluasi laporan monitoring. Evaluasi tindakan koreksi Evaluasi laporan analisis mutu bahan baku.
Dioksin = < 1 pg WHO PCCD/F-TEQ/g Pb = < 10 mg/kg Cd = < 0,4 mg/kg Benzo(a) pyrene = < 1µg/kg
Tolak jika tidak memenuhi persyaratan
Log monitoring penerimaan BE. Log tindakan koreksi Log analisis mutu BE.
Evaluasi laporan monitoring. Evaluasi laporan tindakan koreksi Evaluasi laporan analisis mutu.
Rework jika Log monitoring memungkinkan proses deodorisasi Stop proses Log tindakan dan eliminasi koreksi produk yang Log laporan tidak sesuai pembersihan dan perawatan mesin/alat.
Evaluasi laporan monitoring. Evaluasi laporan tindakan koreksi Evaluasi laporan analisis mutu.
Mutu BE
Di Lab dan CoA Setiap gudang Uji memasok penyimpanan laboratorium BE BE
Bahan yang mudah menguap Suhu Di ruang pada 105oC = 0.2% m/m Tekanan pengolahan vakum Pengotor tidak larut bagian = 0.05% m/m Caustic deodorisasi. Kandungan sabun soda pada = 0.005% m/m saat Nilai asam = 0.6 mg/kg pembersih Nilai peroksida = 10 an alat. miliekulivalen dari oksigen aktif/kg minyak.
Visual Uji mutu hasil deodorisasi
Asisten QA
Setiap hari Asisten Setiap bulan QA untuk uji Kepala laboratorium Proses
172
Lampiran 20. Lanjutan Lembar Kerja Control Measures di PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk CCP
BATAS KRITIS
Prinsip 2
Prinsip 3
MONITORING
Apa
Dimana
Prinsip 4 Bagaimana
TINDAKAN KOREKSI Prinsip 5 Kapan
PENCATATAN
VERIFIKASI
Prinsip 6
Prinsip 7
Siapa
Fe = 1.5 mg/kg max Cu = 0.1 mg/kg max As = 0.1 mg/kg max Pb = 0.1 mg/kg max
Pengemasan pekerja TPC = 1000/g max
Kontaminasi
Kebersihan Ruang Salmonella = absent in 25 g karyawan pengemasan Yeasts = 10/g max Gejala Moulda = 10/g max penyakit Enterobacteriaceae = 10/g max pada E. Coli = absent /g karyawan.
Visual
Setiap hari sebelum masuk ruangan
General check up berkala
Enam bulan sekali
Kepala Jika ada yang Log monitoring Evaluasi laporan Packing sakit, maka monitoring sanitasi dan dipulangkan kesehatan pekerja. sanitasi pekerja. Evaluasi laporan untuk istirahat Log laporan hingga sembuh tindakan koreksi tindakan koreksi Kepala Jika parah, Log laporan Packing maka diantar ke analisis mutu. rumah sakit.
173