PENGARUH PENERAPAN MODEL DAUR BELAJAR 6 FASE (LC-6P) PADA MATERI TERMOKIMIA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KIMIA SISWA KELAS XI IPA SMAI ALMAARIF SINGOSARI
Firmansyah, Srini M. Iskandar, Darsono Sigit Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang E-mail:
[email protected] ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran Daur Belajar 6 Fase (LC-6P) dengan siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran ekspositori pada materi termokimia. Rancangan penelitian yang digunakan yakni rancangan eksperimental semu. Kelas eksperimen diajarkan menggunakan model pembelajaran Daur Belajar 6 Fase (LC-6P) sedangkan kelas kontrol diajarkan menggunakan model pembelajaran ekspositori. Instrumen yang digunakan berupa tes obyektif berjumlah 30 soal. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran Daur Belajar 6 Fase (LC-6P) dengan siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran ekspositori. Siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran Daur Belajar 6 Fase (LC-6P) memiliki rata-rata hasil belajar sebesar 79,89, sedangkan siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran ekspositori memiliki rata-rata hasil belajar sebesar 73,22. Kata kunci: model daur belajar 6 fase (LC-6P), termokimia, hasil belajar
Kegiatan pembelajaran dilakukan untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu yaitu berupa perubahan tingkah laku atau hasil belajar sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan (Arifin, 2005:44). Hasil belajar yang diperoleh menunjukkan tingkat pemahaman siswa terhadap materi pelajaran dan sekaligus sebagai tolok ukur keberhasilan suatu proses pembelajaran, sehingga apabila diperoleh hasil belajar yang kurang bagus maka perlu dilakukan pembenahan terhadap proses pembelajaran tersebut. Hasil wawancara dengan guru mata pelajaran kimia SMAI Almaarif Singosari menyatakan selama ini siswa mengalami kesulitan dalam belajar kimia, salah satunya dalam memahami materi termokimia. Hal ini terlihat dari nilai ulangan harian termokimia siswa yang sebagian besar masih di bawah standar ketuntasan minimal (SKM) yaitu 75, sehingga sering dilakukan ulangan perbaikan. Data yang menunjukkan rendahnya hasil belajar termokimia misalnya pada tahun ajaran 2011-2012 rata-rata nilai ulangan harian termokimia adalah 57,62 dengan rincian 76,92% siswa yang nilainya di bawah 75, sedangkan pada tahun ajaran 2010-2011 rata-rata nilainya adalah 59,33 dengan rincian 82,05% siswa yang nilainya di bawah 75. Rendahnya kualitas pembelajaran di atas disebabkan karena adanya masalah-masalah belajar. Masalah-masalah belajar tersebut dapat berasal dari faktor internal maupun eksternal siswa (Dimyati dan Mudjiono, 1994:226&236). Slameto (2003:65) menyatakan salah satu faktor eksternal yang dapat menjadi masalah belajar adalah penggunaan model pembelajaran. Penggunaan model 1
pembelajaran yang kurang tepat dan tidak sesuai dengan karakteristik siswa dapat membuat siswa mengalami kesulitan dalam mengikuti pembelajaran yang berdampak pada rendahnya hasil belajar siswa. Selama ini pembelajaran kimia di SMAI Almaarif Singosari menggunakan model pembelajaran ekspositori, artinya guru lebih banyak menggunakan metode ceramah dalam penyampaian materi pembelajaran, namun juga dilakukan kegiatan diskusi, tanya-jawab, dan praktikum (Sanjaya, 2008:179). Pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered), sehingga siswa cenderung hanya menjadi pendengar dan tidak terlalu berperan aktif dalam pembelajaran. Selama beberapa dekade terakhir ini terjadi pergeseran dalam dunia pendidikan, yaitu pergeseran dari teori behaviorisme menuju ke teori konstruktivisme (Iskandar 2001:3). Menurut teori konstruktivisme siswa sendiri yang membangun struktur pengetahuan di dalam dirinya dimana guru hanya berperan sebagai fasilitataor dan motivator. Kondisi ini mengakibatkan orientasi pembelajaran di kelas mengalami pergeseran, orientasi pembelajaran bergeser dari yang berpusat pada guru mengajar (teacher centered) ke pembelajaran berpusat pada siswa (student centered). Dunia pendidikan menciptakan berbagai model pembelajaran yang merupakan suatu cara mengorganisasikan pembelajaran berdasarkan teori-teori pembelajaran untuk menciptakan situasi belajar yang efektif (Arifin, 2005:51). Salah satu model pembelajaran yang berbasis pada paradigma pembelajaran konstruktivistik adalah model Daur Belajar (Dasna, 2006:69). Model Daur Belajar merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga peserta didik dapat menguasai kompetensi-kompetensi, yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif (Dasna & Fajaroh, 2007). Suatu model pembelajaran agar dapat diketahui seberapa besar memberi pengaruh terhadap peningkatan mutu pendidikan, maka model pembelajaran tersebut sebelumnya harus diuji coba terlebih dahulu. Model Daur Belajar (Learning Cycle) sudah banyak diteliti dan terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa, misalnya penelitian yang dilakukan oleh Auliawati (2011) dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 6E untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas XI Semester 2 SMA Negeri 1 Malang pada Materi Pokok Hidrolisis Garam” yang meyebutkan bahwa model Learning Cycle 6E memberikan hasil yang lebih baik terhadap hasil belajar siswa dibandingkan menggunakan metode ceramah (teacher centred). Penelitian yang dilakukan Soebagio dengan judul “Penggunaan Daur Belajar untuk Peningkatan Kualitas Pembelajaran dan Pemahaman Konsep Sel Elektrolisis pada Siswa Kelas III SMU Negeri 2 Jombang” juga menyebutkan model ini dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan pemahaman siswa. Materi termokimia itu sendiri memiliki karakteristik materi yang berisi pemahaman konsep, terutama pada pokok bahasan sistem dan lingkungan dan jenis-jenis perubahan entalpi. Kegiatan praktikum pada materi termokimia dapat dilakukan untuk menggali pengetahuan siswa, misalnya pada percobaan membuktikan gejala yang terjadi pada reaksi eksoterm dan endoterm. Selain itu, materi termokimia juga memerlukan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah kimia menggunakan rumus perhitungan yakni pada pokok bahasan entalpi dan perubahan entalpi. Berdasarkan karakteristik materi tersebut, salah satu model pembelajaran yang dapat mengkonstruksi konsep dalam diri siswa dan 2
melibatkan siswa secara aktif dalam menemukan konsep-konsep termokimia adalah model pembelajaran Daur Belajar 6 Fase (LC-6P). Sebagaimana yang dikatakan Johnston (dalam Iskandar, 2004:10) model pembelajaran Daur Belajar 6 Fase dapat diterapkan dalam pembelajaran topik-topik kimia yang bersifat teoritis maupun yang melibatkan praktikum. Berdasarkan uraian di atas, maka dipandang perlu untuk menerapkan model pembelajaran Daur Belajar 6 Fase (LC-6P) pada materi termokimia dalam upaya meningkatkan hasil belajar kimia siswa SMAI Almaarif Singosari. Oleh karena itu, tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan model Daur Belajar 6 Fase (LC-6P) pada materi termokimia untuk meningkatkan hasil belajar kimia siswa kelas XI IPA SMAI Almaarif Singosari. METODE Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan yakni rancangan eksperimental semu. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan pengaruh hasil belajar antara siswa yang diajarkan menggunakan model pembelajaran Daur Belajar 6 Fase (LC6P) pada kelas eksperimen dan siswa yang menggunakan model pembelajaran ekspositori pada kelas kontrol. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA yang terdiri atas dua kelas, yaitu kelas XI IPA 1 dan XI IPA 2 yang masing-masing berjumlah 29 siswa. Kelas XI IPA 1 sebagai kelas kontrol sedangkan XI IPA 2 sebagai kelas eksperimen yang dipilih secara acak. Instrumen penelitian Instrumen Pembelajaran Instrumen pembelajaran berupa RPP materi termokimia. RPP materi termokimia yang menggunakan model pembelajaran Daur Belajar 6 Fase (LC-6P) diterapkan pada kelas eksperimen, sedangkan RPP materi termokimia yang menggunakan model pembelajaran ekspositori diterapkan pada kelas kontrol. Instrumen Pengukuran Instrumen pengukuran yang digunakan adalah soal tes. Soal tes yang digunakan berupa soal pilihan ganda objektif yang berjumlah 30 soal dengan 5 alternatif pilihan jawaban. Analisis Data Uji Prasyarat Analisis Analisis prasyarat digunakan sebagai syarat untuk menentukan uji yang dipakai dalam pengujian kesamaan dua rata-rata dan uji hipotesis. Analisis prasyarat terdiri atas uji normalitas dan uji homogenitas. Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Uji ini bertujuan untuk mengetahui kesamaan kemampuan awal siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan menggunakan teknik uji-t dua pihak. Hal ini diperlukan karena dengan kemapuan awal yang sama maka akan diketahui peningkatan hasil belajar antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Uji Hipotesis Data hasil belajar siswa digunakan untuk menguji hipotesis penelitian, yakni menggunakan uji-t dua pihak. Uji-t dua pihak bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil belajar siswa di kelas kontrol dengan siswa di kelas 3
eksperimen setelah diberi perlakuan berupa model pembelajaran yang berbeda. Pengujian hipotesis dilakukan dengan metode statistik melalui pengujian hipotesis nol dengan nilai signifikannya α = 0,05. Hipotesis yang diajukan: H0 : Tidak ada perbedaan hasil belajar antara siswa di kelas eksperimen dengan siswa di kelas kontrol H1 : Ada perbedaan hasil belajar antara siswa di kelas kelas eksperimen dengan siswa di kelas kelas kontrol Pedoman pengambilan keputusan untuk uji hipotesis yaitu: Jika nilai signifikansi < 0,05 maka Ho ditolak. Jika nilai signifikansi > 0,05 maka Ho diterima. HASIL Deskripsi Data Kemampuan Awal Siswa Deskripsi data kemampuan awal siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Deskripsi Data Kemampuan Awal Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Kelas Jumlah Nilai Nilai Rata-rata Standar Siswa Terendah Tertinggi Deviasi Kontrol 29 70,00 97,00 80,59 5,435 Eksperimen 29 75,00 88,00 80,00 3,761 Total 58 70,00 97,00 80,29 4,598
Sebelum dilakukan uji-t dua pihak, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas varian. Uji Normalitas Data Kemampuan Awal Siswa Hasil uji normalitas data kemampuan awal siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil Uji Normalitas Data Kemampuan Awal Siswa Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen Uji Kolmogorov-Smirnov Kelas Standar Deviasi Nilai Z uji K-S Nilai Signifikansi Kesimpulan Kontrol 8,434 0,105 0,200 Normal Eksperimen 3,761 0,157 0,067 Normal
Uji Homogenitas Data Kemampuan Awal Siswa Hasil uji homogenitas varian data kemampuan awal siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Uji Homogenitas Varian Variabel Nilai F uji Levene Kemampuan 1,694 Awal
Nilai signifikansi 0,198
Kesimpulan Homogen
Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Hasil uji kesamaan dua rata-rata kemampuan awal siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Kemampuan Awal Siswa Rata-rata Uji-t kesamaan dua rata-rata Variabel KontrolEksperimen t Df Nilai signifikansi Kesimpulan (dua pihak) Kemampuan 80.58 80.00 0,478 56 0,635 Tidak ada beda Awal kemampuan awal siswa
4
Deskripsi Data Hasil Belajar Deskripsi data hasil belajar siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5. Deskripsi Data Hasil Belajar Siswa Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen Kelas Jumlah Nilai Nilai Rata-rata Standar Siswa Terendah Tertinggi Deviasi Kontrol 29 53,33 93,33 73,22 11,426 Eksperimen 29 60,00 93,33 79,89 9,777 Total 58 53,33 93,33 76,55 10,601
Sebelum dilakukan uji-t dua pihak, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas varian. Uji Normalitas Data Hasil Belajar Siswa Hasil uji normalitas data hasil belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil Uji Normalitas Hasil Belajar Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Uji Kolmogorov-Smirnov Kelas Standar Deviasi Nilai Z uji K-S Nilai Signifikansi Kesimpulan Kontrol 11,427 0,131 0,200 Normal Eksperimen 9,777 0,130 0,200 Normal
Uji Homogenitas Data Hasil Belajar Siswa Hasil uji homogenitas varian data hasil belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Uji Homogenitas Varian Variabel Nilai F uji Levene Hasil belajar 1,398
Nilai Signifikansi 0,242
Kesimpulan Homogen
Uji Hipotesis Hasil uji-t dua pihak terhadap nilai hasil belajar siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil Uji-t Dua Pihak Hasil Belajar Siswa Rata-rata Uji-t kesamaan dua rata-rata Nilai signifikansi Kesimpulan Variabel KontrolEksperimen t Df (dua pihak) Ada perbedaan Hasil Belajar 73,21 79,89 2,387 56 0,020 hasil belajar siswa
PEMBAHASAN Hasil belajar kognitif siswa dilihat dari nilai ulangan harian setelah materi termokimia di sampaikan pada kelas kontrol dan eksperimen. Ulangan harian dilakukan pada pertemuan ke-6 karena pembelajarannya dilakukan sebanyak 5 kali pertemuan di setiap kelas. Ulangan harian termokimia dilakukaan pada waktu yang sama pada kelas kontrol dan eksperimen, hal ini bertujuan untuk menghindari bocornya soal pada kedua kelas tersebut apabila dilakukan pada waktu yang berlainan. Berdasarkan Tabel 8 setelah dilakukan uji-t terhadap hipotesis penelitian, menunjukkan terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajarkan menggunakan model pembelajaran Daur Belajar 6 Fase dengan siswa yang diajarkan menggunakan model pembelajaran ekspositori. Rata-rata nilai ulangan harian termokimia kelas eksperimen berdasarkan Tabel 5 sebesar 79,89, 5
sedangkan kelas kontrol sebesar 73,22. Data tersebut juga menunjukkan bahwa nilai tertinggi siswa pada kelas eksperimen sama dengan nilai teringgi siswa pada kelas kontrol yaitu 93,33, namun nilai terendah siswa di kelas eksperimen hanya 60,00 sementara pada kelas kontrol sebesar 53,33. Berdsarkan data di atas maka dapat disimpulkan hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran Daur Belajar 6 Fase (LC-6P) lebih tinggi daripada siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran ekspositori. Tingginya hasil belajar kognitif siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran Daur Belajar 6 Fase (LC-6P) dikarenakan siswa diberi kesempatan untuk menggali dan menemukan sendiri konsep dari materi termokimia dengan mengeksplorasi informasi dari literatur yang ada. Guru hanya membimbing siswa dengan mempergunakan pertanyaan-pertanyaan yang tepat agar siswa bekerja secara sistematis menuju konstruksi pengetahuan tentang materi termokimia. Pengetahuan siswa akan diperoleh melaui proses membaca dan latihan menyelesaikan masalah secara mandiri. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Abell & Patrick (2007) bahwa pendekatan Daur Belajar membantu siswa memahami konsep ilmiah, meningkatkan penalaran ilmiah mereka, dan meningkatkan keterlibatan mereka dalam kelas. Menurut Soebagio, dkk (2001) kelebihan dari model pembelajaran Daur Belajar adalah menjadikan pembelajaran menjadi lebih bermakna sebab siswa secara langsung mengalami proses pemerolehan konsep dan memahami aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuan yang diperoleh siswa akan tersimpan lebih baik di dalam ingatan mereka karena diperoleh melalui proses membangun pengetahuan secara mandiri. Hal ini tentunya berdampak pada peningkatan hasil belajar kognitif siswa. Dasna (2006:71) juga mengatakan bahwa penggunaan model pembelajaran Daur Belajar mengakibatkan terjadi peningkatan kualitas proses (indikatornya antara lain meningkatkan: keaktifan siswa, komunikasi, interaksi siswa belajar) dan juga kualitas hasil belajar. Siswa yang diajarkan menggunakan model pembelajaran Daur Belajar 6 Fase (LC-6P) terlibat aktif dalam menemukan dan membangun pengetahuan secara mandiri dengan melakukaan eksplorasi, kemudian menemukan konsep, dan menerapkan konsep yang ditemukan (Iskandar, 2004:11). Siswa berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan dari guru dengan cara membaca literatur yang ada secara mandiri. Fajaroh dan Dasna (2007) juga menyatakan implementasi dari model pembelajaran Daur Belajar adalah siswa belajar secara aktif, siswa mempelajari materi secara bermakna dengan bekerja dan berfikir. Proses pembelajaran dengan menggunakan model Daur Belajar 6 Fase (LC-6P) cenderung bersifat induktif, yakni mengajarkan siswa yang awalnya tidak tahu menjadi tahu melalui kegiatan mencoba. Proses induktif ini terdapat pada fase exploration dan explanation. Oleh sebab itu, pemahaman yang diperoleh siswa cenderung lebih baik dibandingkan siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran ekspositori. Model pembelajaran ekspositori cenderung bersifat deduktif, yakni guru yang selalu memberi informasi dan menjelaskan konsep suatu materi pada siswa. Keterlaksanaan proses pembelajaran dengan model Daur Belajar 6 Fase (LC-6P) terkadang memerlukan waktu yang lebih lama dan tidak sesuai dengan yang direncanakan terutama pada pertemuan awal. Hal ini dikarenakan pelaksanaan pembelajarannya tergantung dari kondisi siswa, sebelum melangkah 6
ke fase berikutnya siswa terlebih dahulu harus sudah menjalani fase sebelumnya dengan baik karena setiap fase dalam Daur Belajar saling mempengaruhi. Kondisi ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Soebagio, dkk (2001) yang mengatakan memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam pelaksanaan pembelajaran. Pelaksanaan proses pembelajaran secara keseluruhan berjalan cukup baik. Hal ini terlihat dari pelaksanaannya yang masuk kategori sangat baik dan adanya peningkatan keterlaksanaan proses pembelajaran setiap pertemuannya. Rohmah (2011) dari hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa penerapan Learning Cycle memberikan hasil yang lebih baik terhadap hasil belajar siswa dibandingkan menggunakan metode ceramah. Auliawati (2011) dari hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa penerapan Learning Cycle memberikan hasil yang lebih baik terhadap hasil belajar siswa dibandingkan menggunakan metode ceramah. Soebagio, dkk (2001) dari hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa penerapan Learning Cycle dapat meningkatkan pencapaian kriteria ketuntasan belajar, keterampilan proses, dan pemahaman siswa. Serta Cohen dan Clough dalam (Soebagio, 2001) menyatakan bahwa Daur Belajar merupakan strategi jitu bagi pembelajaran sains di SMA dan SLTP, sebab dapat dilakukan secara fleksibel/luwes dan memenuhi kebutuhan nyata guru dan siswa. Sementara pada model pembelajaran ekspositori pengetahuan yang diperoleh siswa hanya terbatas pada apa yang dikuasi oleh guru saja (Sanjaya, 2008:148). Pengetahuan siswa tergantung dari bagaimana kamampuan guru dalam menyampaikan materi, sehingga apabila guru tidak memiliki kemampuan komunikasi yang baik maka siswa akan kehilangan motivasi dalam pembelajaran. Slameto (2003:65) menyatakan guru yang biasa mengajar dengan metode ceramah mengakibatkan siswa menjadi bosan, mengantuk, pasif, dan hanya mencatat saja. Kurang aktifnya siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran ekspositori dikarenakan guru sebagai pusat pembelajaran (teacher centered) yang menyampaikan materi dengan metode ceramah, sehingga siswa cenderung hanya menjadi pendengar dan tidak terlalu berperan aktif dalam pembelajaran. Guru hanya mengandalkan bahasa verbal dan siswa hanya mengandalkan kemampuan auditifnya, sehingga siswa menjadi pasif (Sanjaya, 2008:148). Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran Daur Belajar 6 Fase dapat meningkatkan hasil belajar kognitif siswa dibandingkan dengan model pembelajaran ekspositori. Hal ini dikarenakan model pembelajaran Daur Belajar 6 Fase merupakan salah satu dari teori belajar konstruktivistik yang menekankan kepada pembelajaran berpusat pada siswa (student centered), sehingga siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan pembelajaran lebih bermakna. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran Daur Belajar 6 Fase (LC-6P) dengan siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran ekspositori pada materi termokimia. Rata-rata hasil belajar siswa kelas eksperimen sebesar 79,89, sedangkan kelas kontrol sebesar 73,22. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran Daur Belajar 6 Fase (LC-6P) 7
lebih tinggi daripada siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran ekspositori. Saran Hasil penelitian menunjukkan model pembelajaran Daur Belajar 6 Fase (LC-6P) dapat meningkatkan hasil belajar siswa, sehingga dapat disarankan penerapannya apabila siswa mengalami kesulitan belajar di kelas. Jika guru ingin menggunakan model pembelajaran Daur Belajar 6 Fase (LC-6P) maka perencanaan dan persiapan yang baik sangat dibutuhkan agar kegiatan pembelajaran dapat terlaksana dengan lancar dan tepat waktu sehingga diperoleh hasil belajar yang maksimal. Materi termokimia yang digunakan dalam penelitian memiliki karakteristik materi yang bersifat teoritis (mengandung konsep dan perhitungan) dan praktikum, sehingga disarankan menggunakan materi yang memiliki karakteristik yang sama dengan materi ini apabila hendak menerapkan model pembelajaran Daur Belajar. DAFTAR RUJUKAN Arifin, Mulyati. 2005. Strategi Belajar Mengajar Kimia. Malang: UM Press. Auliawati. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 6E untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas XI Semester 2 SMA Negeri 1 Malang pada Materi Pokok Hidrolisis Garam. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FMIPA UM. Dasna, I W. 2006. Model Siklus Belajar (Learning Cycle) Kajian Teoritis dan Implementasinya dalam Pembelajaran Kimia. Dalam I Wayan Dasna dan sutrisno (Eds.), Model-Model Pembelajaran Konstrutivistik dalam Pembelajaran Sains-Kimia (hal. 69-78). Malang: Jurusan Kimia FMIPA UM. Dimyati dan Mudjiono. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Fajaroh, F. & Dasna, I W. 2007. Pembelajaran Dengan Model Siklus Belajar (Learning Cycle), (Online), (http://lubisgrafura.wordpress.com/ 2007/09/20/pembelajaran-dengan-model-siklus-belajar-learning-cycle/), diakses tanggal 6 Oktober 2012. Iskandar, S.M. 2001. Penerapan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Kimia di SMU. Dalam Effendy & Prayitno (Eds.), Media Komunikasi Kimia (hal.1-12). Malang: Jurusan Kimia FMIPA UM. Iskandar, S.M. 2004. Strategi Pembelajaran Konstrutivistik Dalam Kimia (Suhadi Ibnu, Ed.). Malang: Jurusan Kimia FMIPA UM. Patrick, B.L. & Abell, S.K. 2007. Examining the Learning Cycle. (Online), (http://jminogue.weebly.com/uploads/1/8/6/2/1862257/perspectives_learni ng_cycle.pdf), diakses tanggal 6 Oktober 2012. Rohmah, Nikmatur. 2011. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Learnin Cycle 5E Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 4 Malang pada Materi Hidrolisis Garam. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FMIPA UM. 8
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran (Berorientasi Standar Proses Pendidikan). Jakarta: Kencana. Tim Penulis. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Edisi Kelima. Malang: UM
9