Modul ke:
FILSAFAT MANUSIA Sosialitas Manusia; Pandangan-pandangan mengenai Korelasi Manusia dengan yang-Lain.
Fakultas
PSIKOLOGI
Program Studi
PSIKOLOGI http://www.mercubuana.ac.id
Firman Alamsyah, MA
Sosialitas Manusia Sosialitas manusia merupakan salah satu struktur yang tidak dapat tidak ada pada kodrat manusia. Kenyataan bahwa adanya manusia, atau keberadaan manusia ditandai dengan kebersamaannya dengan yang-lain adalah sebuah kenyataan manusia yang tak dapat dibantah lagi, bahwa manusia sudah bersosialisasi sejak mula ia hadir di dunia (dilahirkan).
Ciri-ciri Sosialitas Manusia Menurut Sudiarja dalam bukunya Filsafat Sosial, ciri-ciri sosialitas manusia itu; - Pertama, sosialitas manusia mempunyai dimensi yang sangat luas. Manusia tidak dapat disebut sebagai manusia selain berkat kehidupan sosialnya, kebersamaannya dengan yang lain. Sosialitas merupakan ciri hakiki yang tak teringkari, bukan ciri yang ditambahkan pada manusia atau kondisi yang ditentukan dari luar, melainkan sesuatu yang melekat pada dirinya sejak lahirnya. - Kedua, sosialitas yang terkait dengan kodrat manusia mengarah pada kemanusiaan yang lebih luas, penuh dan lebih sempurna. Sosialitas manusia adalah sosialitas yang terbuka, yang prospektif, yang dapat berkembang ke arah yang baik, sejauh manusia menyadari prospek dan bertanggungjawab atasnya. - Ketiga, hubungan sosial yang terjadi diantara manusia (masyarakat) dsebabkan oleh dua hal, yakni saling berkebutuhan, dan ikatan primitif yang primordial.
Refleksi Metafisis Sosialitas Manusia; Kondisi ‘Aku’
• Aku di-ada-kan oleh Yang Lain - Aku tidak Lepas dari Yang Lain - Aku diartikan oleh Yang Lain - Aku diadakan oleh Yang Lain • Kesimpulan: 100 % saya baru menjadi Aku karena Yang Lain, ketertentuan-ku seluruhnya tergantung pengakuanku terhadap Yang Lain dan pengakuan mereka terhadap Aku.
Refleksi Metafisis Sosialitas Manusia; Kondisi ‘Yang-lain’
• Aku meng-ada-kan Yang Lain - Yang Lain Itu Duniaku (Contoh; kawanku, rumahku dll) - Yang Lain menerima arti dari Aku (Dunia Objektif, Ilmu Pengetahuan, Pengalaman sehari-hari, Yang lain itu proyeksiku). - Aku mengadakan Yang Lain (hubungan afektif, ilmu pengetahuan, tanpa aku tidak ada yg lain). • Kesimpulan: Yang Lain selalu telah ada untuk aku, memiliki arti/nilai untuk Aku, menerima itu dari aku.
Korelasi ‘Aku’ & ‘Yang-lain’ • Hubungan timbal balik (tidak lepas, saling memberi arti, saling mengadakan) • Saling mengukur (keseimbangan, yang lain seluruhnya, relasi sekunder) • Absolut dan Relatif (saling memuat, substansi terbuka, identik dan disting, di dalam dan di luar, aku dan fungsiku, sosialitas bukan kekurangan)
Kesimpulan Refleksi Metafisis Sosialitas Manusia ‘Aku’ dan ‘Yang Lain’ (entah manusia entah bukan): substansi berdikari, berhubungan timbal balik, saling memberi arti dan nilai, saling mengadakan. ‘Aku’ dan ‘Yang Lain’ sama-sama merupakan keseluruhan pusatpusat yang otonom di dalam korelasi dan berkorelasi di dalam otonomi. Atau secara radikal: yang identik di dalam distingsi dan distingsi dalam identitas. Nb; Distingsi artinya dua atau lebih hal yang berbeda dengan kualitas yang sama tidak besar sebelah, berbanding atau bertolak belakang
Ragam Pandangan Filsafat tentang ‘Aku’ & ‘Yang Lain’
•
•
•
• •
Tendensi Monistis: tidak mengakui substasi lain (monisme mutlak), Yang Lain itu aspek/cara/saat/taraf dalam substansi mutlak (Monisme Lunak). Sensisme-Empirisme-Positivisme: Tidak dapat pertanggungjawabkan substansi-substansi, maka mereka mengingkari substansi lain. Filsuf yang lalaikan sisi yang lain: adanya dunia luar diterima tapi tidak diketahui hakikatnya (Kant), hanya selidiki fenomena yang saya sadari namun dibuat abstraksi dari adanya yang riil, tidak selidiki hubungan ril yang tepat (Husserl). Pluralisme: Akui adanya Yang Lain, namun Aku dan Yang Lain tidak berhubungan langsung secara efektif. Eksistensialisme; ”Aku” dan ’yang-lain’ saling memberi arti dan nilai, dan saling menciptakan.
Refleksi Filsuf Heidegger Tentang Sosialitas Manusia
Ciri dasar manusia bagi Heidegger adalah bahwa manusia Ada-di-dalamdunia (in-der-welt-sein). Dunia yang dimaksud bukan bumi atau alam semesta saja, tapi juga dari sudut pandang Manusia bahwa dunia adalah suatu tempat untuk dimukimi (bewohnt). Manusialah yang mampu menduniakan tempat ia berada, misalnya; dunia pelajar, dunia anak-anak, dunia Filsafat dll. Sedang kata “dalam” pada ada-di-dalam-dunia, bukan maksudnya terletak pada suatu tempat, melainkan entity sebagai sebuah keseluruhan atau keterlibatan dalam mana ia dilemparkan. Ada-di-dalamdunia juga berarti mengandaikan hubungan manusia dengan adaan-adaan lain. Dunia manusia adalah juga dunia bersama (mitwelt). Ada-dalam adalah juga Ada-dengan yang lainnya. Hal itu adalah Ada-dalam-dunia-bersamamanusia lain yang juga berarti bersama-ada-disana (mit dasein).
Konteks Sosial Manusia Versi Heidegger • Ada tiga macam adaan-adaan yang selalu berhubungan dengan manusia dengan cara berada yang berbeda-beda satu sama lain maupun dengan manusia sendiri. 1. Hubungan manusia dengan Alat-alat (zuhandenes). 2. Hubungan manusia dengan benda-benda yang bukan alat (vorhandenes) 3. Dan hubungan manusia dengan manusia lain (mit-dasein). • Yang pertama merupakan alat-alat dari produk cultural (zuhandenes), sedang yang kedua adalah benda-benda alamiah yang tergeletak begitu saja (vorhandenes) dan terakhir manusia lain diluar ‘aku.
Posisi Alat-alat (Zuhandenes) Perspektif Heidegger Zuhandenes (Alat-alat) secara harafiah berarti ‘siap-untuktangan’. ‘Ada’ alat-alat ini menurut Heidegger berstruktur ‘supaya’ atau ‘untuk’ (um-zu) bagi manusia, sesuatu yang kehilangan cirinya sebagai ‘untuk sesuatu’ atau netral terhadap keterlibatan kita akan kehilangan ada-nya sebagai zuhandenes, pena yang tidak terpakai karena tintanya sudah habis misalnya. Keterlibatan praktis manusia dengan alat-alat ini disebut mengurus (besorgen). Pandangan yang menyeluruh dan artikulasi atas seluruh system acuan itu disebut melihat sekeliling (umsicht), jika ada gangguan, misalnya penanya macet atau kursinya basah, maka seluruh system acuan yang diandaikannya begitu saja akan tersingkap dan disadari.
Posisi Bukan Alat-alat (Vorhandenes) Perspektif Heidegger
Posisi Bukan alat-alat (Voerhandenes) bertolak belakang dengan alat-alat (zuhandenes), adanya tersedia begitu saja dihadapan ataupun tidak dihadapan manusia. Strukturnya ‘tersedia’ begitu saja bagi manusia dengan tanpa minat untuk menanganinya.
Posisi Manusia Lain (Mit-Dasein) Perspektif Heidegger
mitdasein secara harfiah dalam bahasa Jerman berarti bersama-ada-disana, dalam hal ini manusia berhubungan dengan manusia lain atau orang lain. Kontak dengan mitdasein terjadi lewat besorgen (dalam mengurus zuhandenes dan vorhandenes), cara dan karakter ada-nya berbeda dengan adaan lainnya, ia tidak diurus atau ditangani melainkan mendapat pemeliharaan atau perhatian (fursorgen).
Sosialitas Manusia Sebagai Ada-di-dalam-Dunia
Hubungan ‘Aku’ & ‘Yang Lain’ Perspektif Heidegger
Manusia Lain
Demi Sesuatu Kemungkinan ada-nya Manusia
Manusia Lain
Towards-wich (works)
Alat-alat
Alat-alat
Dunia adalah totalitas fungsi-fungsi dan tugas-tugas dalam sosialitas manusia Polt, Heidegger; An Introduction, 1999
Daftar Pustaka • • •
• • •
Baker, Anton, 2000, Antropologi Metafisik, Yogyakarta: Kanisius Gahral, Adian, Donny,.2002, Martin Heidegger; Seri Tokoh Filsafat, Teraju: Jakarta. Hardiman, F, Budi,. 2003, Heidegger dan Mistik Keseharian, Suatu Pengantar Menuju Sein und Zeit, Kepustakaan Populer Gramedia: Jakarta. Heidegger, Martin, 1962,. Being and Time (terj. John Macquarrie & Edward Robinson), Harper & Row Publishers: New York Polt, Richard, 1999, Heidegger: an Introduction, Cornell University Press: New York. Richardson, William J, S.J, 1974, Heidegger: Through Phenomenology to Thought, Martinus Nijhoff, The Hague: Netherlands.
Terima Kasih Firman Alamsyah, MA