LAPORAN AKHIR PELAKSANAAN KEGIATAN P3TI/FEATI T.A. 2011 DEMPLOT PEMBUATAN PUPUK ORGANIK DI KABUPATEN MAROS Ruchjaniningsih,dkk
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya alam semaksimal mungkin memerlukan pengendalian yang selaras, serasi dan seimbang, karena perubahan dan gangguan terhadap sumber daya alam dan lingkungan yang tidak terkendali akan menimbulkan masalah untuk lingkungan manusia.
Hal tersebut akan mengakibatkan pencemaran, keracunan, erosi, banjir dan
kekeringan, sehingga akhirnya dapat mempengaruhi kesejahteraan ummat manusia (Hutagalung, 1973). Peningkatan produksi pertanian, tidak terlepas dari penggunaan bahan kimia, seperti pupuk buatan/anorganik dan pestisida. Penggunaan pupuk buatan/kimia dan pestisida saat ini oleh petani kadang kala sudah berlebihan melebihi takaran dan dosis yang dianjurkan, sehingga menggangu keseimbangan ekosistem, disamping itu tanah cendrung menjadi tandus, organisme-organisme pengurai seperti zat-zat renik, cacing-cacing tanah menjadi habis, demikian juga binatang seperti ular pemangsa tikus, populasi menurun drastis. Banyak petani memanfaatkan bahan organik sebagai pupuk di lahan pertanian, karena bahan tersebut merupakan bahan yang cepat melapuk. Salah satu contoh bahan organik yang digunakan antara lain kotoran hewan (sapi, kuda, kambing, ayam, dll) dan limbah pertanian. Namun dengan munculnya berbagai pupuk alternatif dan untuk menunjang pembangunan pertanian yang ramah lingkungan, maka saat ini digalakan pemanfaatan limbah pertanian sebagai bahan pembuatan pupuk organik. Pada saat ini banyak dijumpai berbagai merk dagang pupuk organik yang dijual dipasaran. Pupuk organik dapat berupa pupuk kandang, kompos dan campuran keduanya. Kunci pokok dalam pemilihan pupuk kandang adalah tingkat kematangan, perbandingan Carbon dan Nitrogen (C/N) dan kandungan unsur hara. Pemakaian pupuk pada waktu yang bersamaan (awal musim hujan) oleh petani, mengakibatkan sering terjadi kelangkaan pupuk di pasaran, walaupun ada harganya sangat tinggi, sehingga sebagian petani tidak sanggup membeli, akibatnya tanaman tidak dipupuk,
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
produksi tidak optimal. Perlu ada trobosan untuk mengatasi hal tersebut, salah satu diantaranya adalah pembuatan pupuk organik (kompos). Pupuk kandang selain berfungsi untuk memperbaiki sifat tanah juga sebagai sumber unsur hara walaupun dalam jumlah kecil. Dengan sifat fisik tanah yang baik, maka tanaman menjadi lebih subur karena leluasa dalam pengambilan unsur hara. Sedangkan kelebihan kompos yang dibuat dengan memanfaatkan bioaktif atau mikroba adalah mengandung mikroba yang berfungsi untuk melindungi tanaman dari serangan hama dan penyakit. Beberapa contoh kompos yang dibuat dengan menggunakan mikroba decomposer/pengurai antara lain: Bokashi, Fine Compost, Kompos Bioaktif, Trichoderma harzianum DT 38, T.pseudokoningii DT 39, Aspergillus sp dan fungi pelapuk putih. Sulawesi Selatan termasuk salah satu daerah penghasil limbah pertanian yang potensial untuk dijadikan sumber pupuk organik. Pada tahun 2010 luas lahan pertanian di Sulawsei Selatan mencapai 1.263.543.ha dengan rata-rata produktivitas 426.96 t/ha (BPS, 2010). Dimana dari hasil penelitian BPTP Sul Sel (2010) bahwa limbah pertanian yang paling potensial adalah berasal dari komoditas padi (jerami dan sekam), jagung (brangkasan dan tongkol) dan kacang tanah (brangkasan). Potensi Limbah padi, jagung dan kacang tanah di Sul Sel mencapai masing-masing 3 juta t, 800 ribu t dan 52 ribu t pertahun. Khusus di Kab Maros, Padi : 168,882 dan Kacang Tanah : 6,832. Menurut Suriawiria (1981) dalam Fakuara (1989), limbah organik masih dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia, antara lain untuk menimbun daerah yang cekung ataupun rawa, sebagai sumber pupuk organik dan sumber humus, untuk media jamur merang, penyubur plankton, bahan baku biogas, bahan baku pembuatan batu bata, media produksi vitamin dan protein sel tunggal dan untuk makanan ternak. Teknologi pembuatan pupuk organik dari berbagai limbah telah banyak dilakukan, namun hasil penelitian ini belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh petani. Hal ini disebabkan karena terbatasnya media disemminasi yang dapat diakses oleh petani. Oleh karena itu salah satu media yang diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani adalah demonstrasi teknologi. Untuk itu pada tahun 2011 dan sesuai mandat BPTP yang berperan sebagai penyedia sumber informasi teknologi pertanian spesifik lokasi, maka melalui program P3TIP/FEATI akan disosialisasikan dan didemonstrasikan teknologi pembuatan pupuk organik, yang diharapkan
petani
mampu
membuat
pupuk
organik
menyebarluaskan teknologi tersebut kepada petani lainnya.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
dan
menerapkan
bahkan
1.2. Tujuan, Sasaran dan Luaran
a. Tujuan Untuk mensosialisasikan dan mendemonstrasikan paket teknologi pembuatan pupuk organik di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. menghimpun umpan balik dari petani dan pengguna lainnya
dalam rangka
penyempurnaan teknologi pembuatan pupuk organik. b. Sasaran Gapoktan atau kelompok tani pada lokasi P3TIP/FEATI di Kabupaten Maros
c. Keluaran Tersosialisasinya teknologi pembuatan pupuk organik kepada petani pelaksana FEATI di Kabupaten Maros Diperolehnya umpan balik dari petani dan pengguna lainnya untuk penyempurnaan teknologi pembuatan pupuk organik
1.3. a.
Manfaat dan Dampak Manfaat Petani mampu membuat pupuk organik, dan menggunakan pupuk organik
di
areal pertanamannyai di Kabupaten Maros Meningkatnya pengetahuan, keterampilan petani dalam pembuatan pupuk organik melalui kegiatan demonstrasi teknologi b.
Dampak Meluasnya penggunaan inovasi teknologi pengolahan limbah menjadi pupuk organik yang mudah dan murah sehingga mampu meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
1.4.
Tinjauan Pustaka Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan
organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik (Rohendi. 2005). Sedangkan pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan. Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah dan murah untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit. Dekomposisi bahan dilakukan oleh mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri dengan bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara anaerobik memanfaatkan mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara dalam mendegradasi bahan organik. Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah diantaranya merangsang granulasi, memperbaiki aerasi tanah, dan meningkatkan kemampuan menahan air. Peran bahan organik terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu seperti N, P, dan S. Peran bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga mempengaruhi serapan hara oleh tanaman (Gaur, 1980). Beberapa studi telah dilakukan terkait manfaat kompos bagi tanah dan pertumbuhan tanaman.
Penelitian
Abdurohim,
2008,
menunjukkan
bahwa
kompos
memberikan
peningkatan kadar Kalium pada tanah lebih tinggi dari pada kalium yang disediakan pupuk NPK, namun kadar fosfor tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan NPK. Hal ini menyebabkan pertumbuhan tanaman yang ditelitinya ketika itu, caisin ( Brassica oleracea), menjadi lebih baik dibandingkan dengan NPK. Promi, adalah hasil penelitian Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI) dan saat ini telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Aktivator pengomposan ini
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
menggunakan
mikroba-mikroba
terpilih
yang
memiliki
kemampuan
tinggi
dalam
mendegradasi limbah-limbah padat organik, yaitu: Trichoderma pseudokoningii, Cytopaga,
sp, Trichoderma Pholyota sp, harzianum, Agraily sp dan FPP (fungi pelapuk putih). Mikroba ini bekerja aktif pada suhu tinggi (termofilik). Aktivator yang dikembangkan oleh BPBPi tidak memerlukan tambahan bahan-bahan lain dan tanpa pengadukan secara berkala. Namun, kompos perlu ditutup/sungkup untuk mempertahankan suhu dan kelembaban agar proses pengomposan berjalan optimal dan cepat. Pengomposan dapat dipercepat hingga 2 minggu untuk bahan-bahan lunak/mudah dikomposakan hingga 2 bulan untuk bahan-bahan keras/sulit dikomposkan.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
II. PROSES PERENCANAAN DAN KOORDINASI KEGIATAN a.
Persiapan Demplot Pembuatan Pupuk Organik Penetapan Tim Pelaksana Tim pelaksana ditetapkan berdasarkan kompetensi dan disiplin ilmu sesuai dengan kebutuhan teknologi di lapangan, terdiri dari peneliti, penyuluh dan teknisis serta penyuluh pedamping di kecamatan Bantimurung ( Desa Baruga dan Desa Tukamasea) dan Kecamatan Camba (Desa Patirodeceng dan Desa Sawaru). Koordinasi dengan instansi Badap Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Kab. Maros dalam rangka penentuan lokasi dan petani pelaksana Koordinasi dengan Balai penyuluhan Pertanian (BPP Model) Kecamatan Bantimurung dan BPP Kecamatan Camba untuk penentuan penyuluh pendamping. Penetapan Lokasi dan Peternak Pelaksana Penetapan
lokasi Uji Coba/Demonstrasi dilakukan bersama sama pengelolah
FEATI Kabupaten dan Penyuluh lapangan dengan persyaratan bahwa. : 1) Lokasi kegiatan Uji Coba/demonstrasi adalah lokasi P3TIP/FEATI; 2) letaknya berada dipinggir jalan; 3) mudah dijangkau sehingga dapat dilihat oleh petani sekitar; 4) bebas dari banjir, kekeringan; 5) tidak jauh dari jalan yang dilewati kendaraan roda 2 atau roda 4. Persyaratan petani pelaksana/kooperator adalah : 1) ketua Gapoktan pengelola FMA FEATI atau anggota Gapoktan
yang dominan
mengusahakan komoditi yang didemonstrasikan dan membutuhkan teknologi tersebut; 2) Petani kooperator sebaiknya inovatif; 2) mudah diajak kerjasama dalam pelaksanaan kegitan ; 3) dan dapat menggerakkan kelompok tani lainnya. b.
Sosialisasi Demplot Pembuatan Pupuk Organik Sosialisasi
teknologi dilakukan mengawali kegiatan demonstrasi bertujuan untuk
menyampaikan teknologi yang akan diintroduksi. Kegiatan ini adalah pertemuan dengan petani pelaksana, petani/ kelompok tani lainnya dengan peneliti, penyuluh untuk menyampaikan informasi tentang teknologi yang akan di demonstrasikan dan menyatukan pendapat serta tanggung jawab masing-masing mengenai hak dan kewajiban tim pelaksana
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
demonstrasi teknologi dan petani kooperator. Pertemuan dihadiri oleh petani instansi terkait, penyuluh kabupaten dan kecamatan serta peneliti – penyuluh BPTP sebagai narasumber. Pada pertemuan ini interaksi yang dilakukan melalui media cetak dan dialog antara nara sumber dan ptani.
c.
Pelaksanaan Demonstrasi Pembuatan Pupuk Organik Kegiatan demplot pembuatan pupuk organik dilaksanakan di lahan petani. Sebagai
pelaksana kegiatan demplot pembuatan pupuk organik ditetapkan 10 (sepupluh) petani kooperator per desa yang dianggap mampu menerima dan menerapkan teknologi tersebut dan dapat menyebarluaskan kepada anggota kelompok tani/ petani lainnya. Bimbingan teknis dilakukan oleh penyuluh pendamping desa Baruga, Tukamasea, Patirodeceng dan Sawaru
beserta
peneliti
dan
penyuluh
BPTP.
teknologi/pembuatan pupuk organik, dilakukan
Pada
setiap
tahapan
aplikasi
pertemuan lapang dengan mengundang
petani/anggota kelompok tani untuk melihat langsung kegiatan demplot pembuatan pupuk organik. Pengamatan berlangsung selama proses pelaksanaan dimulai sampai berakhirnya kegiatan. Kegiatan penyuluhan dilakukan secara terpadu, melibatkan penyuluh, peneliti dan instansi terkait. Data yang dikumpulkan meliputi aspek teknis perkembangan pembuatan pupuk organik dan respon/tanggapan terhadap teknologi yang diaplikasikan.
d.
Temu Lapang Demplot Pembuatan Pupuk Organik Temu lapang dilaksanakan pada akhir kegiatan dan merupakan puncak kegiatan
Demplot pembuatan pupuk organik. Dalam temu lapang ini peserta yang diundang bukan hany dari anggota kelompok tani pelaksana tetapi juga kelompok tani lain yang ada di desa Baruga,
Tukamasea,
Patirodeceng
dan
Sawaru
serta
desa
sekitarnya.
Ketua
gapoktan/pengelola FMA di desa lain sekitar desa Baruga, Tukamasea, Patirodeceng dan Sawaru, penyuluh pertanian yang ad di BPP, kepala BPP, dan instansi terkait dari kabupaten Maros. Sasaran yang ingin dicapai dari temu lapang ini adalah anggota kelompok tani atau ketua Gapoktan dapat meneruskan informasi yang diperoleh kepada para petani sekitarnya didukung oleh pengambil kebijakan dan nara sumber peneliti dan penyuluh. Dari temu lapang diharapkan dapat membangun mekanisme umpan balik untuk mengetahui tingkat
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
adopsi dan persepsi petani serta hambatan pelaksanaan demplot pembuatan pupuk organik di lapangan.
III.
a.
METODE PELAKSANAAN
Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Lokasi kegiatan di Kabupaten Maros dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut
merupakan lokasi P3TIP/ FEATI. Kegiatan berlangsung dari
Januari sampai
Desember
2011. b.
Petani pelaksana Dilaksanakan di lahan petani kec. Bantimurung pada kelompok tani Tanarajae (ketua
Jamaludin) dari desa Baruga, kelompok tani Tunasbontoa (ketua Nurlia) dari desa Tukamasea, untuk kec. Camba pada kelompok tani Taupaulle (ketua Baidarus) dari desa Patirodeceng, dan kelompok tani Padaelo
Ketua A. Fatath ) dari desa Sawaru dengan
melibatkan 20 orang petani kooperator setiap kelompok. c.
Pendekatan Demonstrasi
pembuatan
pupuk
organik
dilaksanakan
dengan
pendekatan
partisipatif dalam menunjukkan teknologi pembuatan pupuk organik yang mudah dan murah melalui pendayagunaan limbah jerami dan kotoran sapi untuk menjaga kesuburan tanah dan ketersediaan pupuk organik. d.
Alat dan Bahan Alat yang digunakan terdiri dari cetakan bambu, palu, tali, Paku, parang, gayung,
terpal plastik hitam, embrat, papan nama kegiatan, cangkul, sekop, baskom, ember, kantong berlabel prodak, timbangan, Alat pres, tali jepang/Rapia dan Promi. Bahan yang digunakan jerami, kotoran sapid an aktovator promi.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
e.
Teknologi yang di Introduksi Pembuatan pupuk organik dari limbah pertanian dan kotoran sapi
No. 1.
Komponen Jerami padi dan kotoran ternak
2. f.
promi Metode Pelaksanaan
a.
Paket Teknologi Bahan dapat terpisah atau sebagai campuran. 1 kg untuk setiap 2 ton bahan
Uji coba/Demonstrasi dilaksanakan di lahan petani di 4 lokasi dengan limbah jerami padi,
dan kotoran sapi. Dimana pelaksanaan di lapangan dilakukan sendiri oleh
petani, dibimbing oleh peneliti dan penyuluh b.
Partisipatif: petani terlibat secara langsung sejak perencanaan, pengamatan, aplikasi teknologi dan penilaian kinerja teknologi
c.
Peneliti dan penyuluh membimbing dan membuat design di lapang, selama proses kegiatan berlangsung dilakukan dokumentasi dan pencatatan
d.
Setiap tahapan aplikasi teknologi diundang petani untuk melihat langsung (10 petani /lokasi)
dan
pemberian
informasi
lainnya
berkaitan
dengan
objek
yang
didemonstrasikan e.
Pengamatan dilakukan terhadap:
Alokasi kemampuan penginderaan (telinga, mata, tangan)
menyerap informasi
teknologi dalam proses belajar melalui demonstrasi (tingkat partisipasi petani)
Respon, tanggapan dan komentar petani terhadap teknologi yang didemonstrasikan melalui dialog, wawancara menggunakan daftar pertanyaan yang meliputi : Tingkat pengetahuan, pemahaman, kemampuan teknis, dalam
menerapkan
teknologi yang didemonstrasikan Masalah yang ada jika teknologi diterapkan f.
Analisis Data
Data yang dikumpulkan kemudian dianalisis :
Analisis statistik sederhana untuk melihat kelayakan teknis teknologi kaitannya dengan perimbangan harga pupuk dan harga hasil pertanian
Kelayakan financial pembuatan pupuk organik berdasarkan R/C racio
R/C : www.sulsel.litbang.deptan.go.id
g. Tahapan Pembuatan Pupuk Organik 1. Masukan air ke dalam bak/drum, ±200 liter untuk setiap 1 ton bahan 2. Masukan promi ke dalam bak sesuai dosis yang diperlukan dan aduk hingga tercampur merata 3. Siapkan cetakan bambu 4. Masukan jerami lapis demi lapis, sirami campuran promi disetiap lapisan secara merata, dan padatkan setiap lapisan jerami dengan cara diinjak-injak 5. Setelah penuh, buka cetakan bambu dan tutup tumpukan jerami dengan plastik. Ikat plastik dengan tali. Beri pemberat pada bagian atas plastik 6. Tumpukan jerami dibiarkan selama 2 – 4 minggu 7. Pengamatan setelah diinkubasi 2 minggu, dengan melakukan pengamatan hingga kebagian dalam tumpukan.
Plastik penutup dibuka dan amati tumpukan jerami.
Pengomposan berjalan baik / matang apabila: Terjadi penurunan tinggi tumpukan Jika dipegang terasa panas Tidak berbau menyengat Tidak kering Jerami mulai melunak 8. Panen dilakukan bila telah cukup matang. Ciri kompos matang: Berwarna coklat kehitam-hitaman Lunak dan mudah dihancurkan Suhu tumpukan sudah mendekati suhu awal pengkomposan Tidak berbau menyengat dan Volume menyusut hingga kurang lebih setengahnya
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
a.
Karakteristik Lokasi Kegiatan Secara geografis Kabupaten Maros terletak di bagian Barat Sulawesi Selatan dengan
batas-batas Wilayah sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Pangkep, sebelah Selatan berbatasan dengan Kota Makassar, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bone dan sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar. Kabupaten Maros yang terdiri dari 14 (empat belas) kecamatan, dua diantaranya diambil sempel sebagai lokasi demplot yang masing-masing diambil dua desa yaitu: Kecamatan Batimurung pada desa Baruga dan Tukamasea; dan Kecamatam Camba pada desa Patirodeceng dan Sawaru. Luas wilayah dari ke empat lokasi demplot dapat dilihat secara rinci pada Tabel 1.
Tabel 1. Luas wilayah, Luas sawah, Luas lahan kering, Luas lahan kakao, Luas lahan Jambu mete di Kecamatan Bantimurung dan Camba. Kecamatan Bantimurung Kecamatan Camba Karakteristik Tukamasea Baruga Patirodeceng Sawaru Luas wilayah (Km2) 21,14 23,68 13,47 13,13 Luas sawah (ha) 282,66 336,24 166.88 373.69 Luas lahan kering (ha) 95,33 74,22 141,58 198.14 Luas lahan kakao (ha) 61 7,740 36,725 Luas lahan jambu mete 45 1,870 1,080 Dari tabel 1 terlihat luas lahan pertanian masing-masing desa, dengan luas lahan dan banyaknya pertanaman tersebut
akan menghasilkan limbah pertanaman.
Dengan
bantuan promi limbah-limbah dari tanaman dapat diproses jadi kompos sehingga kesuburan lahan akan tetap terjaga, pemakaian pupuk kimia dikurangi dan pendapatan petani bertambah. Selain bercocok tanam petani di lokasi demplot pembuatan pupuk organik juga memelihara ternak. Jadi selain limbah pertanaman
petani Kecamatan Bantimurung dan
Camba juga menghasikan limbah dari peternakan, dengan adanya promi membantu para peternak mempercepat limbah ternaknya menjadi kompos. Hal tersebut merupakan indikator bahwa teknologi yang akan didemonstrasikan memiliki peluang untuk dapat diterima dan diterapkan karena ketersediaan bahan demonstrasi cukup baik dari aspek kuantitas, kualitas dan kontinuitasnya terjamin. Pada tabel 2 dapat dilihat secara rinci jumlah populasi ternak di empat lokasi demplot pembuatan pupuk organik.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Tabel 2. Populasi ternak unggas, Ternak besar dan Ternak kecil di Kecamatan Bantimurung dan Camba. Kecamatan Bantimurung Kecamatan Camba Karakteristik Tukamasea Baruga Patirodeceng Sawaru Ternak unggas (ekor) 6,858 10,839 21,324 50,845 Ternak kecil (ekor) 158 51 Ternak bersar (ekor) 1,018 575 604 1,157 Di kec. Bantimurung, dan Camba mempunyai type iklim C 2 dengan jumlah bulan basah 5 – 6 bulan dan bulan kering
2 - 3 bulan, dimana musimnya dibagi atas musim
hujan yang jatuh pada periode Oktober sampai Maret dan musim kemarau jatuh pada periode April sampai September dengan temperatur udara berkisar 20 - 30º C.
b.
Karakteristik Sumberdaya/ Petani kooperator Jumlah penduduk di kecamatan Bantimurung 27.476 orang, diantaranya 14.077 laki-
laki dan 14.083 perempuan sebagian besar tergolong dalam usia produktif 15 – 50 tahun. Sedangkan kecamatan
camba 13.971 orang, diantaranya 7.171 laki-laki dan 7.180
perempuan sebagian besar tergolong dalam usia produktif 15 – 50 tahun. Dengan demikian kesempatan belajar ataupun menambah pengetahuan baik formal maupun informal masih sangat besar terutama dalam adopsi teknologi pertanian.
Tabal 3. Persentase tingkat pendidikan penduduk desa Baruga, Tukamasea, Patirodeceng dan Sawaru Kecamatan Bantimurung Kecamatan Camba Tingkat pendidikkan Tukamasea Baruga (%) Patirodeceng Sawaru (%) (%) (%) Tidak tamat SD Tamat SD 50 60 10 5 Tamat SMP 25 10 5 20 Tamat SMA 25 10 60 50 S0 – S1 20 25 25
Tingkat pendidikan merupakan faktor yang sangat penting untuk mengetahui kemampuan sumberdaya manusia. Makin tinggi tinggi pendidikan petani akan semakin rasional pola pikir dan kemampuannya berusahatani. Tingkat pendidikan petani kooperator ditunjukkan oleh waktu yang dihabiskan dalam menuntut ilmu, yaitu 9 tahun yang merupakan tingkat pendidikan SLTP. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan petani sudah tergolong relatif maju yang berarti dalam melakukan aktivitas usahataninya dapat
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
berinteraksi dengan lingkungannya dengan baik. Dari data tersebut memberikan gambaran bahwa kemampuan petani untuk mengakses informasi maupun teknologi baru relatif lebih baik. Pada Tabel 3. dapat dilihat rata-rata tingkat pendidikan penduduk desa Baruga, Tukamasea, Patirodeceng dan Sawaru. Petani pada umumnya sudah menggunakan pupuk organik, hanya saja mutu pupuk organik yang digunakan sangat tergantung pada bahan dasar, kadar air cara membuatnya. Pengelolaan limbah pertanian sebagai bahan pupuk organik belum termanfaatkan, misalnya jerami, limbah kacang tanah, brangkas jagung dan lainnya sebagai sisa tanaman mengganggu pengolahan tanah dan penanaman padi.
Petani selalu membakar jerami
setelah panen, dan sebagian kecil memanfaatkannya untuk pakan ternak. Gambaran diatas menunjukkan kurang intervensi teknologi pembuatan pupuk organik terhadap pemanfaatan sisa tanaman. Mengingat pentingnya pengembalian dan penambahan bahan organic ke dalam tanah, maka sudah saatnya petani diperkenalkan dengan teknologi yang sederhana, murah, cepat dan menghasilkan pupuk organik yang berkualitas
c.
Karakteristik Usahatani Usahatani yang dikelola petani di desa Baruga, Tukamasea, Patirodeceng dan
Sawaru utamanya tanaman pangan seperti padi, jagung, kacang tanah dan sebagainya beberapa jenis sayuran dalam sekala kecil, demikian juga untuk sektor perkebunan seperti kakao, sedangkan di sektor peternakan sebagian kecil petani mempunyai ternak besar yaitu usaha ternak sapi untuk penggemukan, sedangkan ternak kecil berupa ayam buras dan itik. Dari segi kepemilikan lahan, rata-rata memiliki lahan 0,25 Ha, merupakan warisan secara turun temurun. Rendahnya kepemilikan yang diusahakan sangat erat hubungannya dengan pola usahatani yang dilakukan secara tradisional dengan menerapkan teknologi sederhana mulai dari pemeliharaan tanaman, panen maupun pasca panennya. Pergeseran pola usahatani yang dilakukan dari subsistem ke arah komersial belum terlihat, meskipun sebagian kecil sudah dapat memberi keuntungan. Dari status petani sebagian besar petani pemilik penggarap dan sisanya adalah buruh tani, mulai dari pengolahan tanah sampai kepada panen. Untuk pengadaan sarana produksi umumnya dilakukan oleh pedagang pupuk.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Pedagang tersebut terbatas
menyediakan pupuk dengan system pembayaran tunai atau bayar tunda paling lama 1 bulan. Ini dimungkinkan karena adanya dukungan dana dari hasil lainnya. Pemasaran hasil uahatani masih dilakukan secara individu ke pedagang desa atau pedagang pengumpul bahkan ada yang langsung ke pedagang di kabupaten. Komoditas padi umumnya dijual dalam bentuk gabah kering panen. Gambaran diatas menunjukkan kurangnya intervensi teknologi pembuatan pupuk organik terhadap pemanfaatan sisa tanaman
d.
Sosialisasi Demplot Pembuatan Pupuk Organik Kegiatan ini adalah pertemuan dengan petani pelaksana, petani/ kelompok tani
lainnya dengan peneliti, penyuluh untuk menyampaikan informasi tentang teknologi yang akan di demonstrasikan dan menyatukan pendapat serta tanggung jawab masing-masing mengenai hak dan kewajiban tim pelaksana demonstrasi teknologi dan petani kooperator. Pertemuan dihadiri oleh petani ( Kecamatan Bantimurung : Baruga, dan Tukamasea; pada Kecamatan
Camba: Patirodeceng,
Sawaru, Campaniga, Cendrana, Timpuseng dan
Patanyamang); instansi terkait, penyuluh kabupaten dan kecamatan serta peneliti – penyuluh BPTP sebagai narasumber. Di kecamatan Bantimurung sosialisasi dilaksanakan tanggal 18 Maret 2011 di kantor desa Tukamasea yang dihadiri oleh petani, Gapoktan Tanarajae dari desa Baruga
dan
Tunasbontoa dari desa Tukamasea serta masyarakat setempat. Disini ada kontribusi dari desa berupa tempat untuk berlangsungnya kegiatan sosialisasi ini. Dari 20 orang petani yang diundang banyak pertanyaan yang diutarakan tentang pembuatan pupuk organik ini dan meminta demonstrasi segera dilaksanakan Di kecamatan Camba Sosialisasi dilaksanakan tanggal 9 Juni 2011 di Aula pertemuan P4S Asamayama desa Patirodeceng yang dihadiri oleh petani patirodceng, Sawaru, Campaniga, cendrana dan Timpuseng gapoktan Taupaulle dari desa Patirodeceng, gapoktan Padaelo dari desa Sawaru, BPP dan masyarakat setempat.
Dari 20 orang petani yang
diundang banyak pertanyaan diajukan dan meminta demonstrasi segera dilaksanakan. Pada sosialisasi diperoleh kesimpulan bahwa petani sangat merespon kegiatan demonstrasi pembuatan pupuk organik dan mengharapkan agar limbah jerami yang selama ini dibakar dapat dikomposkan menjadi pupuk organik.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
e.
Demonstrasi Pembuatan Pupuk Organik Dua minggu setelah sosialisasi dilakukan temu lapang/demonstrasi pembuatan pupuk
organik di Kabupaten Maros, dimana demonstrasi demplot pembuatannya dilaksanakan di empat lokasi yang dilaksanakan pada tanggal 1 April 2011 di desa Tukamasea; tangal 8 April 2011 desa Barug; tanggal 13 Juni 2011 di desa Patirodeceng; dan tanggal 14 Juni 2011di desa Sawaru. Setiap desa dihadiri oleh petani, gapoktan Tanarajae, Tunasbontoa, Taupaulle, Padaelo, dari anggota kelompok tani lain di desa tersebut, masyarakat setempat, anggota dan ketuan FMA, instansi terkait, penyuluh kabupaten dan kecamatan serta peneliti – penyuluh BPTP sebagai narasumber. Pelaksanaan demonstrasi berlangsung dengan lancar dan petani ikut serta dalam setiap tahapan pembuatan atau demonstrasi ini sampai selesai. Pembuatan pupuk organik menggunakan bahan limbah jerami dan kotoran sapi, dimana setiap desa ada dua perlakuan yaitu : pengkomposan Jerami dengan promi dan pengkomposan
kotoran sapi dicamur
jerami dengan promi.
f.
Pengomposan Jerami dengan Promi Pengamatan hasil demplot pembuatan pupuk organik, dilakukan 3 minggu setelah
pengomposan. Hasil pengamatan pada perlakuan jerami dan di desa Baruga menunjukkan pupuk organik yang dibuat ada penyusutan volume jerami/penurunan tinggi tumpukan (± 0,5 m), terasa panas ketika dipegang, tidak berbau menyengat dan jerami mulai melunak dan mudah dihancurkan, berwarna kecoklatan. Keadaan ini menunjukkan bahwa kompos telah cukup matang, dan Kompos siap untuk diaplikasikan. Di desa Tukamasea pengamatan hasil demplot pembuatan pupuk organik dilakukan 3 minggu setelah pengomposan. Hasil pengamatan pembuatan pupuk organik pada perlakuan jerami yang dibuat terlihat ada sedikit penurunan tinggi tumpukan, terasa panas ketika dipegang, agak berbau menyengat dan jerami belum melunak, dan berwarna coklat. Keadaan ini menunjukkan bahwa kompos tersebut belum matang, hal ini disebabkan pada saat jerami dimasukan kecetakan terlalu padat dan jerami terlalu basah akibat hujan pada saat demonstrasi maka dilakukan pembalikan dan kompos diangin-anginkan agar terjadi penguapan setelah itu kompos ditutup kembali. Pengamatan selanjutnya dilakukan 2 minggu setelah pengamatan pertama, hasilnya menunjukkan bahwa kompos berwarna
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
coklat kehitaman, lunak dan mudah dihancurkan, dan kompos tidak berbau. Keadaan ini menunjukkan bahwa kompos telah cukup matang, dan kompos siap untuk diaplikasikan. Di desa Patirodeceng pengamatan hasil demplot pembuatan pupuk organik dilakukan 3 minggu setelah pengomposan. Hasil pengamatan pada perlakuan jerami menunjukkan pupuk organik yang dibuat ada penyusutan volume jerami/penurunan tinggi tumpukan (± 0,5 m), terasa panas ketika dipegang, tidak berbau menyengat dan jerami mulai melunak dan mudah dihancurkan, berwarna coklat kehitaman. Keadaan ini menunjukkan bahwa kompos telah cukup matang, dan Kompos siap untuk diaplikasikan. Pengamatan hasil demplot pembuatan pupuk organik di desa Sawaru dilakukan 3 minggu setelah pengomposan. Hasil pengamatan pembuatan pupuk organik pada perlakuan jerami yang dibuat terlihat ada sedikit penurunan tinggi tumpukan, terasa panas ketika dipegang, agak
berbau menyengat dan jerami belum melunak, dan berwarna coklat
kekuningan. Keadaan ini menunjukkan bahwa kompos tersebut belum matang, hal ini terjadi pada saat pembuatan kekurangan air, dan jerami yang digunakan dalam keadaan kering mengakibatkan sukarnya kompos menjadi lunak dan suhu dalam kompos tidak mendukung terjadinya fermentasi. Maka dilakukan pembalikan, dan kompos diangin-anginkan setelah itu kompos di siram air secukupnya agar terjadi fermentasi. Pengamatan selanjutnya dilakukan 2 minggu setelah pengamatan pertama, hasilnya menunjukkan bahwa kompos berwarna coklat kehitaman, lunak dan mudah dihancurkan, dan kompos tidak berbau. Keadaan ini menunjukkan bahwa kompos telah cukup matang, dan kompos siap untuk diaplikasikan.
g. Pengomposan Kotoran Sapi dicampur Jerami dengan Promi Pengamatan hasil demplot pembuatan pupuk organik, dilakukan 3 minggu setelah pengomposan. Hasil pengamatan pada perlakuan
jerami dicampur kotoran sapi di desa
Baruga menunjukkan pupuk organik yang dibuat ada penyusutan volume jerami/penurunan tinggi tumpukan (± 0,5 m), terasa panas ketika dipegang, tidak berbau menyengat dan jerami mulai melunak dan mudah dihancurkan, berwarna kecoklatan. Keadaan ini menunjukkan bahwa kompos telah cukup matang, dan Kompos siap untuk diaplikasikan. Di desa Tukamasea pengamatan hasil demplot pembuatan pupuk organik dilakukan 3 minggu setelah pengomposan. Hasil pengamatan pembuatan pupuk organik pada perlakuan jerami dicampur kotoran sapi yang dibuat terlihat ada sedikit penurunan tinggi tumpukan, terasa panas ketika dipegang, agak
berbau menyengat dan jerami belum
melunak, dan berwarna coklat. Keadaan ini menunjukkan bahwa kompos tersebut belum
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
matang, hal ini disebabkan jerami terlau basah akibat hujan pada saat demonstrasi maka dilakukan pembalikan
dan kompos diangin-anginkan agar terjadi penguapan setelah itu
kompos ditutup kembali. Pengamatan selanjutnya dilakukan 2 minggu setelah pengamatan pertama, hasilnya menunjukkan bahwa kompos berwarna coklat kehitaman, lunak dan mudah dihancurkan, dan kompos tidak berbau. Keadaan ini menunjukkan bahwa kompos telah cukup matang, dan kompos siap untuk diaplikasikan. Di desa Patirodeceng dan Sawaru pengamatan hasil demplot pembuatan pupuk organi dilakukan 3 minggu setelah pengomposan. Hasil pengamatan pada perlakuan jerami di campur kotoran sapi menunjukkan pupuk organik yang dibuat ada penyusutan volume tumpukan kompos/penurunan tinggi tumpukan (± 0,5 m), terasa panas ketika dipegang, tidak
berbau menyengat dan jerami mulai melunak dan mudah dihancurkan, berwarna
coklat kehitaman. Keadaan ini menunjukkan bahwa kompos telah cukup matang, dan Kompos siap untuk diaplikasikan.
h.
Temu Lapang Demplot Pembuatan Pupuk Organik Kegiatan ini adalah pertemuan petani pelaksana, petani/kelompok tani lainnya
dengan peneliti, penyuluh untuk bertukar informasi dan berdiskusi tentang pengalaman selama menerapkan paket teknologi pembuatan pupuk organik di lapangan. Untuk mengetahui respon petani
serta hambatan pelaksanaan di lapang. Pada setiap tahapan
aplikasi teknologi melibatkan instansi terkait lainnya dan kelompok tani lainnya, untuk memperluas dampak dari pelaksanaan demonstrasi. Tabel 4. Hasil uji analisa kimia pada pupuk organik dengan bahan baku jerami dan kotoran sapi Karakteriksik kompos Jerami + Kotoran sapi N – total 1,30 P2O5 4,33 K2O 2,23 pH 8,53 C-Organik 16,25 Temu lapang setelah pelaksanaan demonstrasi di Kabupaten Maros berlangsung dengan baik, dimana demonstasi/demplot pembuatannya dilaksanakan di empat lokasi yang terdiri dua kecamatan yaitu kecamatan Bantimurung (desa Baruga dan Tukamasea) pada tanggal 16 Mei 2011 dan di kecamatan Camba pada tanggal 21 Juli 2011 di desa Patirodeceng dan tanggal 22 Juli 2011 di desa Sawaru. Satu bulan setelah dilakukan temu
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
lapang pembuatan pupuk organik ini dilakukan contoh pengemasan, dan dilakukan analisa kimia (tabel 4) untuk pupuk organik yang menggunakan bahan baku jerami + lotoran sapi dengan hasil sebagai berikut: Temu lapang tersebut merupakan sarana terbaik untuk bertukar informasi mengenai teknologi yang diterapkan, sedangkan bagi peneliti /penyuluh BPTP adalah untuk mencari umpan balik permasalahan pembuatan pupuk organik untuk dilakukan analisis dan evaluasi sebagai bahan pengkajian kedepan.
Sasaran yang ingin dicapai pada temu lapang ini
adalah agar para kelompok tani/ kontak tani/ ketua gapoktan dapat meneruskan informasi yang diperoleh kepada petani lainnya untuk diterapkan.
i.
Umpan Balik
1. Apa manfaat menggunakan pupuk organik. Jawab : - Memperbaiki struktur tanah - Mendukung perkembangbiakan cacing, mikroba yang bermanfaat untuk tanaman - Mengubah pH tanah 2. Apa keuntungan Promi dibandingkan dengan EM4 atau stardec Jawab: - Promi mengandung mikroba yang bermanfaat bagi tanaman, baik sebagai peransang pertumbuhan, pelarut hara, pengendali penyakit tanaman dan dapat menguraikan limbah organik pertanaman. 3. Dimana bisa memperoleh Promi Jawab : - Promi bisa diperoleh di BPTP Sulsel 4. Bagaimana mengetahui kalau pupuk organik yang menggunakan promi sudah matang Jawab : - Tinggi tumpukan berkurang sampai setengahnya - Kompos berwarna coklat kehitaman - Kompos menjadi lunak dan mudah dihancurkan - Kompos tidak berbau 5. Apa kelebihan pembuatan pupuk organik dengan promi Jawab : - Tdak perlu adap pembalikan - Tidak perlu bahan tambahan lagi selain bahan baku dan air - Tidsk perlu pencacahan kecuali bahan baku keras
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
- Hanya sekali aplikasi sehingga lebih ekonomis dan tidak memerlukan waktu yang lama untuk menjadi kompos 6. Dari hasil diskusi dan penyampaian umpan balik hasil temu lapang dapat disimpulkan bahwa: - Petani akan mengembangkan pembuatan pupuk organik dengan promi - Di desa Baruga telah membeli promi sebanyak 9 kg dan membuat pupuk organik dengan bahan baku jerami pada panen bulan September. - Di desa Patanyamang kecamatan Camba telah membeli promi sebanyak 20 kg yang akan dimanfaatkan pada musim panen tahun depan - Di desa Tukamasea kecamatan Bantimurung kelompok tani Bungaeja telah mengadopsi pembuatan pupuk organik dengan beberapa perubahan bahan baku yang disesuaikan dengan ketersediaan bahan dilokasi yaitu sekam ditambah kotoran ayam dan sekam ditambah kotoran sapi. Kompos atau pupuk organik yang dihasilkan dari bahan tersebut telah dianalisis kimia dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil Analisis kimia Pupuk Organik Kelompok Tani Bungaeja Desa Tukamasea Karakteriksik kompos N – total P2O5 K2O pH C-Organik -
Kotoran sapi sekam 0.77 5.39 1.89 7.45 8.39
+
Kotoran Ayam sekam 0.88 6.08 0.79 6.37 11.7
+
Demonstrasi teknologi pembuatan pupuk organik mulai berdampak kepada petani di lokasi kegiatan yaitu desa Baruga, Tukamasea, Patirodeceng dan Sawaru maupun petani diluar desa tersebut. Gambaran ini menunjukkan bahwa difusi inovasi telah terjadi, sehingga jumlah adopter akan meningkat.
j. Analisa Respon Petani Analisis ini digunakan untuk mengetahui respon petani terhadap teknologi yang di demonstasikan dalam pembuatan pupuk organik.
Gambaran respon petani menunjukkan
sangat baik dan mengharapkan dilakukan di beberapa FMA lainnya khususnya di Kecamatan Bantimurung dan Camba.
Secara detail
respon petani terhadap teknologi pembuatan
pupuk organik diperoleh melalui kuesioner dan wawancara, baik pada saat sosialisasi, demonstrasi dan temu lapang. Kuesioner yang diperoleh dari sosialisasi, demonstrasi dan temu lapang pada tiap lokasi depmlot pembuatan pupuk organik disajikan pada tabel 6.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Tabel 6. Presentasi Tingkat Partisipasi pada Setiap Pelaksanaan Kegiatan Sosialisasi dan Demonstrasi Kegiatan Pembuatan Pupuk Organik Persentase tingkat partisipasi pada setiap pelaksanaan No Uraian Kegiatan kegiatan sosialisasi dan demonstrasi ........... (%)............... 1. Sosialisasi Demplot Pembuatan Pupuk Organik Hadir sebagai peserta sosialisasi 100 Aktif Menyimak Teknologi 100 Aktif Memberikan Pertanyaan 10 Aktif Memberikan Masukan/Informasi 20 Penunjang 2. Penilaian Petani Terhadap Demplot Pembuatan Pupuk Organik Teknologi tersebut sesuai dengan 100 kebutuhan petani Teknologi tersebut mudah dilakukan 100 Bahan kompos yang digunakan mudah 80 diperoleh Bahan kompos yang lain yang biasa 100 digunakan petani 3. Harapan Petani Terhadap Demplot Pembuatan Pupuk Organik Teknologi tersebut menarik bagi petani 100 Teknologi tersebut dapat digunakan oleh 100 petani Teknologi tersebut perlu dimodifikasi 50 Saran petani untuk modifikasi teknologi 10 tersebut 4. Sumber Pupuk Organik Sebagai Limbah Pertanian Memiliki Informasi Teknologi Pembuatan 30 kompos Mengetahui tentang potensi limbah 30 pertanian sebagai bahan kompos Mengetahui jermai padi sebagai bahan 30 kompos Mengetahui dekomposer untuk pembuatan 20 pupuk organik Mengetahui limbah tanaman sebagai 50 bahan kompos Mengetahui kandungan hara kompos 10 Mengetahui manfaat dari pupuk kompos 10 Megetahui manfaat limbah pertanian untuk 30 pakan, mulsa dan pupuk
Sumber : Data Primer setelah diolah
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Respon petani pada teknologi pembuatan pupuk organik berdasarkan tahapan proses pengambilan keputusan inovasi melalui munculnya pengetahuan ketika seorang individu/petani diarahkan untuk memahami eksistensi dan keuntungan/manfaat dan bagaimana suatu inovasi berfungsi atau menarik minat pada suatu teknologi ketika seorang individu/petani membentuk sikap baik atau tidak baik. Selanjutnya muncul keputusan ketika seorang individu/petani terlibat dalam aktivitas yang mengarah pada pemilihan adopsi atau penolakan sebuah inovasi. Dilanjutkan
tahapan pemanfaatan atau penerapan teknologi
ketika sorang individu/petani menetapkan penggunaan suatu inovasi dan menginformasikan teknologi baru tersebut kepada individu/petani lain. Dari tabel 6 diatas pada point 1 terlihat saat sosoialisasi pembuatan pupuk organik dari 2 kali sosialisasi petani yang diundang 100% hadir dan aktif menyimak namun yang memberi pertanyaan hanya sekitar 10 % sedangkan yang memberikan informasi atau masukan sekitar 20% petani yang hadir. Dari point 2 penilaian petani terhadap demplot pembuatan pupuk organik terlihat 100% petani membutuhkan teknologi ini dan 100% teknologi ini menutut petani mudah dilaksanakan karena petani menyatakan mudah mendapatkan bahan kompos yang digunakan (80%) dan hampir 100% bahan untuk dibuat kompos dapat dengan mudah diperoleh. Untuk Harapan petani terhadap demplot pembuatan pupuk organik pada point 3 terlihat 100% petani tertarik pada kegiatan ini dan 100% petani dapat menggunakan dan melaksanakan pembuatan pupuk ini dengan mudah, tetapi ada 50% petani menyarankan teknologi pembuatan pupuk organik ini dimodifikasi. Pada point 4 terlihat dari 30% petani memiliki sumber teknologi atau informasi pembuatan pupuk organik, mengetahui potensi limbah sebagai bahan kompos, dan mengetahui jerami padi sebagai bahan kompos. Ada sekitar 20% Petani mengetahui bahan dekomposer untuk pembuatan pupuk organik. Sedangkan untuk dekomposer promi dan kelebihan dari promu ini petani tidak ada atau belum tahu. Dari 50% petani mengetahui limbah tanaman sebagai bahan kompos, 10% petani mengetahui manfaat hara kompos. 10% petani mengetahui manfaat dari pupuk kompos, dan 30% petani mengetahui manfaat limbah pertanian untuk pakan, mulsa dan pupuk. Dari tabel 6 diatas dari tahap sosialisasi dan demonstrasi petani merespon dan aktif pada setiap kegiatan, dan banyak pertanyaan yang diajukan tentang tata cara pembuatan
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
pupuk ini. Pada kegiatan sosialisasi ada kontribusi dari petani atau gapoktan yang berupa tempat untuk kegiatan sosoialisasi berlangsung. Pada saat demonstrasipun petani atau gapoktan berkontribusi berupa jasa yaitu tenaga untuk membuat cetakan bambu, mengumpulkan bahan (jerami dan kotoran sapi) yang digunakan pada saat demonstrasi. Waktu yang digunakan pada proses pembuatan/demonstrasi adalah 2 jam untuk dua macam bahan kompos. Selanjutnya akan diuraikan secara jelas karakteristik teknologi yang diintroduksi berdasarkan komponen-komponen aktivitas yang menjadi bagian dari teknologi tersebut, dalam Tabel 7 berikut ini. Tabel 7. Karakteristik Teknologi Introduksi pada Demplot Pembuatan Pupuk Organik di Kabupaten MAros , 2011. No. Paket/Komponen Karakter Teknologi Introduksi Teknologi Kelebihan Kekurangan 1. Pengumpulan Bahan baku pupuk berupa limbah Membutuhkan bahan Baku pertanian banyak tersedia tempat pupuk organik Memiliki kandungan unsur hara yang penyimpanan baik yang aman dan Bahan baku bisa langsung diproses di baik tempat atau tidak perlu membutuhkan tempat khusus 2. Formulasi pupuk Aktivator pengomposan ini Membutuhkan organik dengan menggunakan mikroba-mikroba pengetahuan Promi terpilih yang memiliki kemampuan untuk tinggi dalam mendegradasi limbahmenghitung limbah padat organik, kesesuaian yang yaitu: Trichoderma pseudokoningii, C dibutuhkan ytopaga sp,Trichoderma harzianum, Pholyota sp, Agraily sp dan FPP (fungi pelapuk putih). Mikroba ini bekerja aktif pada suhu tinggi (termofilik). Pembuatan bisa dilakukan dimana saja Mudah dilakukan yaitu tanpa pembalikan Hanya 4 minggu sudah bisa dimanfaatkan Pupuk yang dihasilkan memiliki COrganik tinggi Pupuk bisa langsung diaplikasikan 3. Pengemasan Pupuk organik/kompos lebih aman Butuh biaya Pupuk Organik dan bisa bertahan tambahan untuk pengemasan Sumber : Hasil Olahan Data Primer
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Berdasarkan uraian pada Tabel 7 menunjukkan bahwa karakteristik teknologi yang dilakukan berdasarkan pada kelebihan dan kekurangan masing-masing komponen aktivitas demonstrasi. Petani membutuhkan strategi dalam memilih teknologi yang tepat guna pada teknologi yang akan diterapkan, yaitu dengan karakterisasi terhadap teknologi tersebut. Suatu adopsi akan berjalan dengan baik bila hasil karakterisasi teknologi menunjukkan bahwa suatu teknologi yang ditawarkan akan memberikan keuntungan yang relative lebih besar, dari nilai yang dihasilkan oleh teknologi lama. Dengan membandingkan kelebihan dan kekurangan teknologi introduksi dengan teknologi yang sudah ada kemudian identifikasi teknologi dengan biaya rendah atau teknologi yang produksinya tinggi. Kelebihan teknologi introduksi berdasarkan komponen aktivitas sebanyak 10 poin sementara kekurangannya hanya 3 poin. Gambaran ini menunjukkan bahwa indikator diterimanya suatu teknologi oleh petani sebagai pengguna teknologi. memiliki
kompatibilitas
yaitu
Selain itu juga, suatu teknologi juga harus
mempunyai
keterkaitan
dengan
sosial
budaya,
kepercayaan dan gagasan yang dikenalkan sebelumnya dan keperluan yang dirasakan oleh pengguna.
Selain itu teknologi harus mudah untuk diamati, sehingga banyak
adopter yang mampu menggunakannya dengan meniru tata pelaksanaannya tanpa bertanya kepada para ahlinya. Dengan demikian akan terjadi proses difusi, sehingga jumlah adopter akan meningkat.
k.
Analisa Finansial Analisis finansial dalam pembuatan pupuk organik yang akan diuraikan berikut ini
terdiri dari
biaya sarana produksi dan biaya tenaga kerja. Untuk mengetahui besarnya
biaya yang dikeluarkan dan pendapatan serta keuntungan yang diperoleh.
Adapun biaya
produksi yang dikeluarkan, penadapatan yang diperoleh dan keuntungan yang bisa diraup, secara rinci disajikan dalam tabel 8. Secara financial pembuatan pupuk organik sangat menguntungkan dengan biaya input rendah dapat memperoleh keuntungan yang cukup besar. Hasil perhitungan (Tabel 8) menunjukkan bahwa penggunaan biaya per ton jerami padi pada pembuatan pupuk organik selama 4 minggu pembuatan pupuk organic sebesar ± Rp 476.000,- yang destimasikan dengan dengan harga jual Rp 5000,- /kg penerimaan bersih per ton nya ± RP 3,024,000,Sedangkan hasil analisis kelayakan berdasarkan kriteria R/C menunjukkan bahwa setiap pengeluaran biaya Rp 1,- akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 7,353,-. Angka ini
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
juga memberikan keyakinan kepada petani bahwa dengan teknologi ini akan memberikan peningkatan pendapatan dan keuntungan. Tabel 8. Analisa financial pembuatan pupuk organik di Kabupaten Maros dengan bahan baku jerami padi dan kotoran sapi per ton No. Pembiayaan Kebutuhan Harga satuan Total Biaya (ton) Satuan (Rp) (Rp) 1 Biaya Sarana produksi Bahan Decomposer promi 1 kg 50,000 50,000 bambu 5 batang 10000 50,000 Terpal Plastik hitam 1 bh 60000 60,000 Tali jepang/Rapia 1 rol 10000 10,000 Paku 0.25 kg 24,000 6,000 Jerami padi kotoran sapi Jumlah (A) 2 Tenaga Kerja pembuatan cetakan bambu pembuatan promi Panen pupuk kompos
Rp
4 4 4
3 Jumlah (B)
5 Penerimaan bersih
25,000 25,000 25,000
Rp
Total biaya (A+B) 4 Penerimaan
OH OH OH
176,000
300,000 476,000
Rp 1000
kg Rp
R/C
100,000 100,000 100,000
3,500
3,500,000 3,024,000 7.353
Sumber : Data Primer setelah diolah Biaya produksi terdiri atas biaya variabel (promi, bambu, terpal plastik hitam, tali jepang, paku dan tenaga kerja). Dari biaya tersebut di atas tenaga kerja dan decomposer promi biaya tetap yang harus dikeluarkan, selain itu cetakan bambu dan terpal bisa beberapa kali digunakan, sedangkan untuk alat (sekop, cangkul, palu, embrat, baskom, parang dan gayung tidak membutuhkan biaya pengadaannya, dimana alat tersebut dimiliki semua petani untuk aktivitasnya sebagai petani (Tabel 8).
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Dengan adanya pembuatan pupuk organik ini petani dapat menghemat pengeluaran biaya pembelian pupuk kimia dan mendapat penghasilan lebih dari penjualan pupuk organik yang dibuatnya.
KESIMPULAN
1. Sosialisasi
pembuatan
pupuk
organik
di
kecamatan
Bantimurung
dan
Camba
berlangsung dengan lancar dan menarik minat petani akan kegiatan ini. 2. Demonstrasi di empat lokasi berlangsung dengan baik petani ikut aktif dan merespon kegiatan ini dari awal sampai akhir 3. Hasil kuesioner memperlihatkan dari tahap sosialisasi dan demonstrasi petani merespon dan aktif pada setiap kegiatan, dan banyak pertanyaan yang diajukan tentang tata cara pembuatan pupuk ini. 4. Demonstrasi teknologi pembuatan pupuk organik mulai berdampak kepada petani di lokasi kegiatan (terjadi proses adopsi teknologi) yaitu desa Baruga, Tukamasea, Patirodeceng dan Sawaru maupun petani diluar desa tersebut. 5. Dari hasil analisa finansial petani mendapat keuntungan bersih
RP 3,024,000,- dan
dapat menghemat biaya pupuk kimia hanya dengan biaya input Rp 476.000, -
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
DAFTAR PUSTAKA
Abdurohim, Oim. 2008. Pengaruh Kompos Terhadap Ketersediaan Hara Dan Produksi Tanaman Caisin Pada Tanah Latosol Dari Gunung Sindur , sebuah skripsi. Dalam IPB Information Resource Center, diunduh 13 Juni 2010. Biro Pusat Statistik Sulawesi Selatan. 2010. Sulawesi Selatan dalam Angka. BPS 2009. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan. 2010. Potensi Limbah Pertanian di 10 Kabupaten di Sulawesi selatan. Laporan Penelitian Hasil Kerjasama BPTP Sul Sel dengan PT Semen Tonasa. (tidak dipublikasi). Dinas Pertanian Tanaman Pangan Maros. 2010. Laporan Tahunan Diperta Maros 1999. Maros Fakuara, Y., Y. Setiadi., A.Sukendro., S. Wilarso dan C Wibowo, 1989. Hasil-Hasil Penelitian dan Prospek Pemanfaatan Serbuk Gergaji Sebagai Media Pertumbuhan Semai. Fakultas Kehutanan IPB. Yayasan Sarana Wana Jaya, Inhutani I dan Unesco. Bogor. Gaur, D. C. 1980. Present Status of Composting and Agricultural Aspect, in: Hesse, P. R. (ed). Improvig Soil Fertility Through Organic Recycling, Compost Technology. FAO of United Nation. New Delhi. Hutagalung, R.I., C.H. Phuah and W.F. Hew, 1973. The Ultilization of Cassava (Tapioca) in Liverstock Feeding. The 3rd Symposium on Tropical Root Crops. Ibadan. Nigeria. Rohendi, E. 2005. Lokakarya Sehari Pengelolaan Sampah Pasar DKI Jakarta, sebuah prosiding. Bogor, 17 Februari 2005.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id