NASKAH PUBLIKASI
KECEMASAN MENGHADAPI DUNIA KERJA PADA MAHASISWA TINGKAT AKHIR DITINJAU DARI PRESTASI AKADEMIK DAN KECERDASAN EMOSI
Oleh: TITO NOVAN MAHARDHIKA 00 320 105
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008
NASKAH PUBLIKASI KECEMASAN MENGHADAPI DUNIA KERJA PADA MAHASISWA TINGKAT AKHIR DITINJAU DARI PRESTASI AKADEMIK DAN KECERDASAN EMOSI
Telah Disetujui Pada Tanggal
13 Agustus 2008
Menyetujui, Dosen Pembimbing
(Hj. Ratna Syifa`a Rachmahana, S.Psi., M.Si., Psikolog)
KECEMASAN MENGHADAPI DUNIA KERJA PADA MAHASISWA TINGKAT AKHIR DITINJAU DARI PRESTASI AKADEMIK DAN KECERDASAN EMOSI
Tito Novan Mahardhika Ratna Syifa`a Rachmahana, S. S.Pi., M.Si.
INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kecemasan menghadapi dunia kerja ditinjau dari prestai akademik dan kecerdasan emosional pada mahasiswa tingkat akhir. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan negatif antara kecerdasan emosi dan prestasi akademik dengan kecemasan menghadapi dunia kerja pada mahasiswa tingkat akhir, di mana semakin tinggi kecerdasan emosi dan prestasi akademik maka semakin rendah kecemasan menghadapi dunia kerja pada mahasiswa tingkat akhir. Subyek yang digunakan dalam penelitian ini mahasiswa Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia sebanyak 60 mahasiswa yang sedang menyusun skripsi atau yang sudah selesai menyusun skripsi. Pengambilan subyek penelitian menggunakan metode purposive sampling, yaitu metode pengambilan sampel dengan didasarkan pada ciri-ciri, sifat-sifat dan karakteristik yang sudah ditentukan terlebih dahulu. Data yang diperoleh selanjutnya dilakukan analisis data dengan menggunakan teknik regresi linier dengan bantuan komputer program SPSS 11.5 for Windows. Hasil analisis regresi diperoleh hasil untuk variabel prestasi akademik (X1) dengan variabel kecemasan menghadapi dunia kerja (Y) diperoleh rx1y = -0,299 dengan p = 0,010 (p < 0,05). Hal tersebut dapat diartikan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara prestasi akademik dengan kecemasan menghadapi dunia kerja. Hubungan variabel kecerdasan emosi (X2) dengan variabel kecemasan menghadapi dunia kerja (Y) diperoleh r x2y = 0,260 dengan p = 0,022 (p< 0,05). Hal tersebut dapat diartikan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan kecerdasan emosi dengan kecemasan menghadapi dunia kerja. Besarnya sumbangan pengaruh dari kedua variabel bebas (X), yaitu untuk variabel prestasi akademik sebesar 8,9% dan untuk kecerdasan emosi (X2) sebesar 6,8%. Besarnya sumbangan variabel bebas (X) secara bersama-sama terhadap kecemasan menghadapi dunia kerja sebesar 15,2%. Kata Kunci : prestasi akademik, kecerdasan emosi, kecemasan menghadapi dunia kerja.
1
Pengantar Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut manusia untuk lebih mengoptimalkan kemampuan dalam bekerja dan menghadapi dunia kerja. Setiap manusia harus mempunyai kemampuan, baik secara kognitif, afektif maupun psikomotorik agar mampu bersaing untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan mempunyai prospek yang baik di masa mendatang. As’ad (1995) mengatakan, manusia bekerja karena banyak kebutuhan yang harus dipenuhi. Hurlock (2001) menyatakan bahwa kebutuhan adalah sesuatu yang harus terpenuhi, yang meliputi kebutuhan fisik, sosial dan psikologis. Kebutuhan dasar manusia tersebut menjadi sangat penting apabila dihubungkan dengan kondisi individu. Dengan demikian manusia kerja tidak dapat dipisahkan sebab kerja mengandung unsur sosial yang mengandung sesuatu dan bertujuan untuk memenuhi kebutuhannya. Data di lapangan menunjukkan bahwa memperoleh pekerjaan merupakan hal yang sangat sulit bahwa bagi lulusan perguruan tinggi sekalipun. Hal ini dapat dilihat pada tahun 2004, tercatat 39,2 juta pengangguran dengan sekitar 8,5 juta diantaranya pengangguran terbuka. Jumlah pengangguran makin banyak, karena tidak seimbangnya antara supply dan demand di dunia kerja. Hal senada diungkapkan oleh mantan Menteri Tenaga Kerja, Bomer Pasaribu yang menyatakan bahwa jumlah pengangguran terdidik (lulusan perguruan tinggi) mencapai 1,9 juta pada tahun 2002 dan diperkirakan akan terus meningkat menjadi 2,36 juta pada tahun 2004. jika prediksi tersebut menjadi kenyataan, maka jumlah pengangguran terdidik yang sangat besar tadi berpotensi menciptakan instabilitas yang membahayakan negara (kompas.com, 2006). Adanya kondisi tersebut banyak pihak yang merasa khawatir yang akan terjadi
2
belakangan ini dengan adanya kondisi tersebut. Kekhawatiran ini terjadi terutama pada mahasiswa yang merupakan kelompok potensial pencari kerja. Lulusan perguruan tinggi berharap bahwa proses pendidikan yang sedang dijalaninya akan mempermudah mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang diinginkan. Namun pada kenyataannya, pekerjaan itu sendiri bukanlah hal yang mudah untuk diperoleh. Terlebih lagi ketika mereka melihat para seniornya yang telah lulus terlebih dahulu, namun masih berstatus sebagai pengangguran. Menurut Kartono (2002) fear atau ketakutan, kekhawatiran adalah suatu reaksi emosional yang kuat, mencakup perasaan subjektif penuh ketidak senangan, agitasi, dan keinginan untuk melarikan diri atau bersembunyi, disertai kegiatan penuh perhatian. Ketakutan ini merupakan suatu reaksi terhadap satu bahaya khusus yang tengah dihadapi, kekhawatiran karena mengantisipasi satu bahaya. Anxiety merupakan perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut, rasa takut atau kekhawatiran kronis pada tingkat yang ringan kekhawatiran atau ketakutan yang kuat dan meluap-luap, satu dorongan sekunder mencakup suatu reaksi penghindaran yang dipelajari. Kecemasan dapat menurunkan gairah kerja dan daya konsentrasi yang merupakan suatu hal penting dalam kehidupan seseorang (Ambardini, 1992). Kecemasan juga dapat menurunkan tingkat pengendalian seseorang terhadap dirinya (Ambardini, 1992). Karena kecemasan merupakan salah satu bentuk emosi, maka tinggi rendahnya pada diri seseorang tergantung dari tinggi rendahnya kemampuan orang tersebut dalam mengendalikan dan mengelola emosinya. Salah satu hal yang mempengaruhi tingkat kemampuan seseorang dalam mengendalikan dan mengelola emosinya adalah tingkat kecerdasan emosional.
3
Salovey dan Mayer (Stein dan Book, 2002) menjelaskan kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami pikiran dan maknanya, dan mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan intelektual. Emotional Quetion (EQ) adalah serangkaian kecakapan yang memungkinkan individu melapangkan jalan di dunia yang rumit. Dalam bahasa sehari-hari, kecerdasan emosi biasanya kita sebut sebagai “street smart (pintar)”, atau kemampuan khusus yang kita sebut “akal sehat” (Stein dan Book, 2002). Kecerdasan emosi adalah jembatan antara apa yang individu ketahui dan apa yang individu lakukan. Semakin tinggi keterampilan individu maka semakin terampil individu melakukan apa yang dianggap benar (Patton, 1997). Keterampilan emosi adalah meta ability, yang menentukan seberapa baik individu mampu menggunakan keterampilan-keterampilan lain manapun yang individu miliki, termasuk intelektual yang belum terasah. Individu yang secara emosional cakap, mengetahui dan menangani perasaan mereka sendiri dengan baik, mampu membaca dan menghadapi perasaan orang lain dengan efektif memiliki keuntungan dalam setiap bidang kehidupan (Goleman, 2005). Sedangkan Hawari (2001) mengatakan bahwa dalam menghadapi Indonesia baru diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas, yang mampu bersaing dalam era globalisasi. Perkembangan masa depan, untuk menjadi sumber daya manusia yang sukses dalam arti bermanfaat bagi masyarakat, bangsa dan negara, maka sumber daya manusia sangat ditentukan oleh EQ (Emotional Quetiont) karena EQ memiliki kemampuan yang berbeda. Pasiak (2006) menyatakan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengolah emosinya, yang menghasilkan kemampuan untuk membangun dan menguasai
4
diri. Kecerdasan emosional juga merupakan kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mampu mengendalikan diri, menjaga suasana hati sehingga mampu mengendalikan diri, menjaga suasana hati sehingga terbebas dari stress sehingga mampu berempati dan berdo’a (Goleman, 2005). Hal lain yang berkaitan dengan kecemasan pada mahasiswa tingkat akhir dalam menghadapi dunia kerja adalah prestasi akademik. Prestasi akademik merupakan hasil yang diraih oleh seorang mahasiswa pada akhir studinya. Untuk mengukur prestasi akademik ini dapat dilihat dari nilai ujian semester, ujian akhir semester (UAS) dan Indeks Prestasi Komulatif (IPK). Tingkat kemampuan mahasiswa dalam menguasai perkuliahan dapat dilihat dari IPK. Penentuan IPK ini merupakan prestasi yang dimiliki oleh mahasiswa dari mulai awal semester sampai ahkir semester. Bagai mahasiswa yang mempunyai IPK yang tinggi dapat dikategorikan mempunyai kemampuan keilmuan yang tinggi, sedangkan dengan IPK yang rendah dapat diartikan mempunyai kemampuan keilmuan yang rendah. Hubungannya dengan dunia kerja, IPK merupakan salah satu faktor yang dapat mengindikasikan seorang mahasiswa mempunyai peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Penentuan standar IPK untuk dunia kerja dari masing-masing perusahaan mempunyai kriteria yang berbeda, tetapi secara umum standar IPK yang menjadi standar minimal untuk melamar pekerjaan adalah 2,75 (www.pustaka.com). Hasil wawancara kepada dua wawancara yang dilakukan penulis pada tanggal 9 Februari 2007 terhadap dua orang mahasiswa Universitas Islam Indonesia yang sudah menyelesaikan skripsi terungkap bahwa ada suatu kecemasan yang dimiliki oleh mahasiswa yang berada di tingkat akhir dalam
5
menghadapi dunia kerja. Kekhawatiran yang timbul karena disebabkan adanya keinginan secara ideal untuk mendapatkan pekerjaan yang baik dengan kenyataan di lapangan banyanya lulusan sarjana yang menganggur dan sulitnya untuk mendapatkan pekerjaan.
Dinamika Psikologis Kecemasan Menghadapi Dunia Kerja pada Mahasiswa Tingkat Akhir Ditinjau dari Prestasi Akademik dan Kecerdasan Emosi Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kecemasan menghadapi dunia kerja pada mahasiswa tingkat akhir, akan tetapi yang digunakan dalam penelitian ini adalah prestasi akademik dan kecerdasan emosi. Prestasi akademik merupakan indikator kualitas proses belajar seseorang, yang dapat diketahui melalui suatu pengukuran yang dibakukan (Nuryana dan Fahmie, 2005). Kecemasan menghadapi dunia kerja pada mahasiswa tingkat akhir menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari rencana masa depan yang sudah dibuat. Secara ideal, masa depan mahasiswa mempunyai prospek dalam enghadapi dunia kerja. Hal ini dikarenakan bahwa mahasiswa mempunyai berbagai media dan potensi untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Akan tetapi pada kenyataanya, lapangan kerja yang tersedia tidak semudah apa yang dibayangkan ketika masih kuliah. Beberapa bukti di lapangan menunjukkan bahwa memperoleh pekerjaan merupakan hal yang sangat sulit, bahwa bagi lulusan perguruan tinggi sekalipun. Hal ini dapat dilihat pada tahun 2004, tercatat 39,2 juta pengangguran dengan sekitar 8,5 juta diantaranya pengangguran terbuka. Jumlah pengangguran makin banyak, karena tidak seimbangnya antara supply dan demand di dunia kerja. Hal senada diungkapkan oleh mantar Menteri Tenaga Kerja, Bomer Pasaribu yang menyatakan bahwa jumlah pengangguran
6
terdidik (lulusan perguruan tinggi) mencapai 1,9 juta pada tahun 2002 dan diperkirakan akan terus meningkat menjadi 2,36 juta pada tahun 2004 (www.kompas.com). Faktor prestasi belajar mempunyai hubungan yang erat dengan kepercayaan diri seseorang dalam menghadapi dunia kerja. Pengukuran prestasi akademik sampai saat ini masih menggunakan berpola pada konsep yang terdiri dari domain kognitif, domain afektif, dan psikomotorik. Prestasi belajar mahasiswa tingkat akhir menjadi salah satu indikator yang dapat dijadikan ukuran untu menentukan nasib mahasiswa tersebut dalam menghadapi masa depan. Hal ini dikarenakan sebagain besar perusahaan masih menggunakan prestasi akademik dalam rekrutimen karyawan yang berasal dari perguruan tinggi. Seorang mahasiswa yang mempunyai prestasi akademik yang tinggi mempunyai
kecenderungan
mendapat
kemudahan
dalam
mendapatkan
pekerjaan atau masuk dalam dunia kerja. Walaupun memang dalam kenyataan di lapangan, prestasi akademik bukan satu-satunya faktor yang menentukan seseorang mendapatkan kemudahan untuk masuk dalam dunia kerja. Faktor kedua yang dapat mempengaruhi kecemasan menghadapi dunia kerja adalah kecerdasan emosi. Kecerdasan emosi dapat diartikan sebagai suatu kemampuan dalam mengenali setiap gejala emosi yang muncul sehingga membantu perkembangan intelektual dan emosi individu dalam mengungkapkan kepuasan dan ketidakpuasan secara benar. Kecerdasan emosi dijadikan sebagai suatu landasan untuk mengubah sesuatu yang sulit dan dirasa tidak mungkin terjadi menjadi sesuatu yang mudah dan mungkin terjadi. Pengertian tersebut sesuai dengan pernyataan Salovey dan Mayer (Stein dan Book, 2002) yang menyatakan bahwa kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran,
7
memahami pikiran dan maknanya, dan mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan intelektual. Emotional
Quetion
(EQ)
adalah
serangkaian
kecakapan
yang
memungkinkan individu melapangkan jalan di dunia yang rumit. Dalam bahasa sehari-hari, kecerdasan emosi biasanya kita sebut sebagai “street smart (pintar)”, atau kemampuan khusus yang kita sebut “akal sehat” (Stein dan Book, 2002). Keterampilan emosi adalah meta ability, yang menentukan seberapa baik individu mampu menggunakan keterampilan-keterampilan lain manapun yang individu miliki, termasuk intelektual yang belum terasah. Individu yang secara emosional cakap, mengetahui dan menangani perasaan mereka sendiri dengan baik, mampu membaca dan menghadapi perasaan orang lain dengan efektif memiliki keuntungan dalam setiap bidang kehidupan (Goleman, 2005). Berdasarkan uraian di atas, penulis dapat diasumsikan bahwa prestasi akademik dan kecerdasan emosional mempunyai hubungan yang erat dengan kecemasan menghadapi dunia kerja pada mahasiswa tingkat akhir. Mahasiswa yang mempunyai prestasi akademik dan kecerdasan emosi yang tinggi, maka cenderung mempunyai tingkat kecemasan yang rendah dalam menghadapi dunia kerja.
8
Metode Penelitian Subyek Penelitian Subyek penelitian yang digunakan adalah mahasiswa Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Yogyakarta tingkat akhir sebanyak 60 orang.
Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dokumen dan skala. Menurut Azwar (1999) istilah skala dipakai untuk menamakan alat ukur aspek penelitian. Dalam penelitian ini kecemasan menghadapi dunia kerja dan kecerdasan emosi ada di dalamnya. Hal ini sekaligus membedakan dengan istilah dokumen tentang nilai akademis yang dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur prestasi akademik, yaitu dengan melihat IPK semester akhir mahasiswa. Skala kecemasan meghadapi dunia kerja merupakan perasaan gelisah dan khawatir yang sifatnya subjektif, yang dirasakan individu sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan, tidak jelas apa yang dirasakan dan merupakan manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang timbul karena ada ancaman terhadap keselamatan individu-individu, dalam menghadapi kesempatan kerja yang ditandai oleh adanya perubahan-perubahan fisik, sosial dan psikologis (Kartono, 2002). Pengukuran skala kecemasan menghadapi dunia kerja dibuat oleh peneliti berdasarkan aspek kecemasan menurut Calchoun dan Acocella (1990) yang terdiri dari aspek kognitif, emosional dan fisiologis. Skor berdasarkan pada jawaban subjek terhadap pertanyaan yang tercantum dalam skala. Semakin tinggi skor yang diperoleh berarti semakin tinggi kecemasan menghadapi dunia kerja. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh semakin rendah kecemasan menghadapi dunia kerja.
9
Skoring aitem-aitem kecemasan menghadapi dunia kerja menggunakan sistem penilaian dengan empat alternatif jawaban yaitu jawaban yang terdiri dari dua kelompok yaitu 15 butir favorabel dan 15 butir unfavorabel. Bentuk skoring pada masing-masing kelompok pernyataan adalah “Selalu” (S), “Hampir Selalu” (HS), “Jarang” (J) dan “Tidak Pernah” (TP). Rentang skor setiap butir bergerak dari angka 1 sampai 4. Prestasi akademik adalah indikator dari kualitas mahasiswa setelah mengikuti sejumlah matakuliah dan selama menjalani perkuliahan hal itu ditunjukkan dengan adanya Indeks Prestasi Komulatif (IPK) (Bachtiar, dkk., 2004). Pengungkapan prestasi akademik menggunakan dokumen prestasi akademik diukur dengan menggunakan Indeks Prestasi Komulatif (IPK). Skor prestasi akademik berdasarkan pada tinggi dan rendahnya IPK yang tercantum pada dokumen transkip nilai semester akhir. Semakin IPK tinggi menunjukkan prestasi akademik yang tinggi, dan sebaliknya skor IPK yang rendah menunjukkan prestasi akademik yang rendah. Kecerdasan emosi adalah kemampuan dalam mengenali setiap gejala emosi yang muncul sehingga membantu perkembangan intelektual dan emosi individu dalam mengungkapkan kepuasan dan ketidak puasan secara benar (Goleman, 2005). Kecerdasan emosi diukur menggunakan skala kecerdasan emosi yang dibuat oleh peneliti berdasarkan aspek kecerdasan emosi yang mengacu pada pendapat Salovey (Goleman, 2005) yang terdiri dari mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan. Skor berdasarkan pada jawaban subjek terhadap pertanyaan yang tercantum dalam skala. Semakin tinggi skor skala kecerdasan emosi menunjukkan semakin tinggi tingkat kecerdasan emosi subjek dan semakin rendah skor kecerdasan emosi menunjukkan semakin rendah pula kecerdasan emosi.
10
Skala kecerdasan emosi tersebut terdiri dari 60 butir pernyataan dengan empat alternatif pilihan jawaban yang terdiri dari dua kelompok yaitu 30 butir favorabel dan 30 butir unfavorabel. Bentuk skoring penilaian pada masingmasing kelompok pernyataan adalah “Sangat Sesuai” (SS), “Sesuai” (S), “Tidak Sesuai” (TS) dan “Sangat Tidak Sesuai” (STS). Rentang skor setiap butir bergerak dari angka 1 sampai 4.
Metode Analisis Data Data yang diperoleh dari suatu penelitian tidak dapat diartikan secara langsung, tetapi perlu diolah terlebih dahulu agar data tersebut memberikan keterangan yang dapat dipahami, jelas, dan teliti. Teknik statistik yang digunakan adalah analisis regresi linier. Alasan menggunakan analisis regresi linier untuk mengungkap ada tidaknya pengaruh variabel independen yang terdiri dari kecerdasan emosi (X1) dan prestasi akademik (X2) terhadap variabel dependen yaitu kecemasan menghadapi dunia kerja (Y). Teknik analisis dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer yaitu program Statistical Programme for Social Science (SPSS) 11.5 for Windows.
11
Alat Ukur Penelitian Hasil analisis uji coba skala kecemasan menghadapi dunia kerja menunjukkan bahwa dari 30 aitem yang diujicobakan, sebanyak 26 aitem yang terseleksi (valid) sedangkan 4 aitem dianggap gugur. Aitem gugur tersebut adalah item nomor 1, 12, 19 dan 23. Koefisien korelasi aitem total skala kecemasan menghadapi dunia kerja bergerak antara 0,2514 – 0,7038. Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa koefisien reliabilitas untuk skala kecemasan menghadapi dunia kerja adalah nilai 0,8831. Menurut Ghozali (2006), reliabilitas dapat diterima jika nilai reliabilitas lebih besar dari 0,60 (r 11 > 0,60). Angka koefisien reliabilitas dalam skala kecemasan menghadapi dunia kerja sebesar 0,8831 Berarti skala tersebut cukup reliabel. Sebaran aitem-aitem skala kecemasan menghadapi dunia kerja setelah uji coba adalah sebagai berikut: Tabel 1. Skala kecemasan menghadapi dunia kerja sesudah uji coba Aspek 1. Kognitif 2. Emosional 3. Fisiologis Jumlah
Nomor Butir Favorable Unfavorable (1),6,11,(19),21 3,9,14,19,24, 1,7,12,17,22 4,10,15,(23), 25, 2,8,13,18,23 5,(12),16,20, 26 13 13
Jumlah item valid 8 9 9 26
Catatan: angka dalam ( ) adalah nomor urut item sebelum ujicoba
Hasil uji coba skala kecerdasan emosi sebanyak 40 aitem yang diujicobakan, sebanyak 22 aitem dinyatakan valid sedangk sebanyak 18 aitem dinyatakan gugur, yaitu nomor aitem 1, 2, 6, 7, 8, 12, 14, 15, 17, 18, 20, 21, 23, 26, 27, 36, 37, dan 40. Koefisien korelasi aitem total bergerak antara 0,3484 – 0,6571. Angka koefisien reliabilitas dalam skala kecerdasan emosi sebesar 0,8884. Berarti skala tersebut cukup reliabel. Sebaran aitem-aitem skala kecerdasan emosi setelah uji coba adalah sebagai berikut:
12
Tabel 2. Skala kecerdasan emosi dan distribusi butir Nomor Butir Aspek Favorable Unfavorable 1. Mengenali emosi (1),6,(21),16 (6),8,(26),(36) 2. Mengelola emosi (2),(12),10,17 (7),(17),(27),(37) 3. Motivasi diri sendiri 1,7,(23),18 (8),(18),13,21 1. Mengenali emosi 2,(14),11,19 4,9,14,22 orang lain 5. Membina Hubungan 3,(15),12,20 5,(20),15,(40) Jumlah 13 9
Jumlah item valid 3 2 5 7 5 22
Catatan: angka dalam ( ) adalah nomor urut item sebelum ujicoba
Hasil Penelitian 1. Dat Subyek Penelitian Subyek yang digunakan dalam penelitian ini mahasiswa Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Yogyakarta tingkat akhir. Gambaran umum tentang subyek penelitian sebagai berikut: Tabel 3. Deskripsi Subyek Penelitian No Karakteristik Subyek 1. Jenis Kelamin 2.
Tahun Ajaran
Kategori a. Laki-laki b. Perempuan a. Angkatan 2001 b. Angkatan 2002 c. Angkatan 2003 d. Angkatan 2004 e. Angkatan 2005
Jumlah 21 orang 39 orang 1 orang 3 orang 18 orang 8 orang 30 orang
2. Deskripsi Data Penelitian Gambaran singkat mengenai data penelitian yang berisikan fungsi-fungsi statistik dasar dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 4. Deskripsi Data Penelitian Variabel Min Kecemasan 26 Kecerdasan emosi
22
Hipotetik Maks Rerata 104 65 88
55
13
SD 13
Min 35
11
35
Empirik Maks Rerata SD 104 59,03 18,21 81
64,28
8,28
Tabel 5. Kategorisasi Kecemasan Menghadapi Dunia Kerja Kategorisasi Rumus Frekuensi Sangat Tinggi X > 88,4 6 Tinggi 72,8 < X < 88,4 6 Sedang 57,2 < X < 72,4 12 Rendah 41,6 < X < 57,2 31 Sangat Rendah X < 41,6 5
Persentase 10% 10% 20% 51,7% 8,3%
Berdasarkan kriteria kategorisasi tersebut, terlihat bahwa subjek penelitian memiliki kecemasan menghadapi dunia kerja yang tergolong rendah dengan persentase 51,7%, yang tergolong tinggi dan sangat tinggi masingmasing 10%, yang tergolong sedang sebesar 20% dan sisanya sebesar 8,3% tergolongan sangat rendah. Penentuan kategorisasi untuk variabel prestasi akademik dengan menggunakan
data
Indeks
Prestasi
Komulatif
(IPK).
Hasil
penelitian
menunjukkan bahwa IPK mahasiswa yang dijadikan subjek penelitian IPK terendah sebesar 2,24 dan IPK tertinggi sebesar 3,80. Dari data IPK tersebut secara keseluruhan dapat dibuat rata-rata IPK sebesar 3,23, sehingga prestasi akademik subjek penelitian berdasarkan IPK dapat dikategorikan cukup tinggi. Tabel 6. Kategorisasi Kecerdasan Emosi Kategorisasi Rumus Sangat Tinggi X > 74,8 Tinggi 61,6 < X < 74,8 Sedang 48,4 < X < 61,1 Rendah 35,2 < X < 48,4 Sangat Rendah X < 35,2
Frekuensi 6 37 14 3 0
Persentase 10% 61,7% 23,3% 5% 0%
Berdasarkan kriteria kategorisasi tersebut, terlihat bahwa subjek penelitian memiliki kecerdasan emosi yang tergolong tinggi dengan persentase 61,7%, yang tergolong sedang sebanyak 23,3%, yang tergolong sangat tinggi sebesar 10%, tergolong rendah sebesar 5% dan sisanya sebesar 0% tergolongan sangat rendah.
14
3. Hasil Uji Asumsi Hasil uji normalitas sebaran data menunjukkan bahwa sebaran untuk variabel kecemasan menghadapi dunia kerja dengan KS-Z = 1,293; p = 0,071 (p>0,05), variabel prestasi akademik (IPK) dengan KS-Z = 0,647; p = 0,797 (p>0,05). Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa nilai p > 0,05 dan variabel kecerdasan emosi dengan KS-Z = 1,202; p = 0,111 (p>0,05), dan, sehingga sebaran untuk variabel kecemasan menghadapi dunia kerja, kecerdasan emosi dan prestasi akademik (IPK) adalah normal. Hasil uji linieritas menunjukkan hubungan antara prestasi akademik (IPK) dengan kecemasan menghadapi dunia kerja menghasilkan p Linierity = 0,039 (p < 0,05) dan p Df Linierity = 0,281 (p>0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa hubungan antara prestasi akademik dengan kecemasan menghadapi dunia kerja adalah
linier.
Sedangkan
hubungan antara
kecerdasan
emosi dengan
kecemasan menghadapi dunia kerja menghasilkan p Linierit = 0,039 (p<0,05) dan p DF Linierty = 0,575 (p><0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa hubungan antara kecerdasan emosi dengan kecemasan menghadapi dunia kerja adalah linier.
4. Hasil Uji Hipotesis Hasil analisis regresi diperoleh hasil untuk variabel prestasi akademik (X1) dengan variabel kecemasan menghadapi dunia kerja (Y) diperoleh r x1y = -0,299 dengan p = 0,010 (p < 0,05). Hal tersebut dapat diartikan bahwa ada hubungan negatif
yang
signifikan
antara
prestasi
akademik
dengan
kecemasan
menghadapi dunia kerja. Hubungan variabel kecerdasan emosi (X2) dengan variabel kecemasan menghadapi dunia kerja (Y) diperoleh r x2y = 0,260 dengan p = 0,022 (p< 0,05). Hal tersebut dapat diartikan bahwa ada hubungan yang positif
15
dan signifikan kecerdasan emosi dengan kecemasan menghadapi dunia kerja. Dengan demikian kedua variabel bebas, yaitu prestasi akademik (X 1) dan kecerdasan
emosi
(X2)
masing-masing
mempunyai
hubungan
dengan
kecemasan menghadapi dunia kerja pada mahasiswa tingkat akhir Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Selanjutnya untuk mengetahui besarnya sumbangan pengaruh dari masing-masing variabel bebas (X) dapat ditunjukkan dengan nilai koefisien determinasi (R2), yaitu untuk variabel prestasi akademik R2 = 0,089, artinya variabel prestasi akademik (X 1) dapat menjelaskan kecemasan menghadapi dunia kerja sebesar 8,9%. Adapun sumbangan pengaruh kecerdasan emosi (X2) sebesar R2 = 0,068 dapat mempengaruhi kecemasan menghadapi dunia kerja (Y) sebesar 6,8%. Sedangkan besarnya sumbangan variabel bebas (X) R 2 = 0,152, artinya variabel prestasi akademik (X1) dan kecerdasan emosi (X2) secara bersama-sama mempengaruhi kecemasan menghadapi dunia kerja sebesar 15,2%.
16
Pembahasan Hasil uji hipotesis dengan menggunakan regresi linier menunjukkan ada pengaruh negatif prestasi akademik terhadap kecemasan menghadapi dunia kerja pada mahasiswa tingkat akhir pada mahasiswa Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Yogyakarta yang ditunjukkan dengan hasil regresi sebesar rx1y = -0,229 (p < 0,05), sehingga semakin tinggi prestasi akademik (IPK) maka semakin rendah kecemasan menghadapi dunia kerja, dan sebaliknya semakin rendah prestasi akademik maka semakin tinggi kecemasan menghadapi dunia kerja. Hal tersebut dapat diperkuat juga dengan hasil kategorisasi yang menunjukkan bahwa rata-rata prestasi akademik berdasarkan IP Kumulatif sebesar 3,23 dan nilai tersebut dapat dikategorikan cukup tinggi. Salah satu indikasi seorang mahasiswa mempunyai kemampuan akademik dengan melihat tinggi rendahnya IPK, karena IPK dapat dijadikan ukuran bagi dunia kerja untuk menilai seorang calon pegawai sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Tidak sedikit perusahaan yang menjadikan IPK sebagai ukuran untuk menentukan diterima atau tidaknya seorang calon pegawai. Hal inilah salah satu faktor yang menyebabkan kecemasan mahasiswa dalam menghadapi dunia kerja. Mereka merasa pesimis apabila memasuki dunia kerja dengan IPK yang tidak memuaskan. Tingkat prestasi akademik bagi mahasiswa menjadi salah satu masalah yang sering menjadi bagian dari kehidupan mahasiswa dalam menghadapi masa depan, khususnya menghadapi dunia kerja yang semakin kompetitif. Bagai mahasiswa yang mempunyai IPK yang tinggi dapat dikategorikan mempunyai kemampuan keilmuan yang tinggi, sedangkan dengan IPK yang rendah dapat diartikan mempunyai kemampuan keilmuan yang rendah. Hubungannya dengan dunia kerja, IPK merupakan salah
17
satu faktor yang dapat mengindikasikan seorang mahasiswa mempunyai peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Penentuan standar IPK untuk dunia kerja dari masing-masing perusahaan mempunyai kriteria yang berbeda, tetapi secara umum standar IPK yang menjadi standar minimal untuk melamar pekerjaan adalah 2,75 (www.pustaka.com). Hasil uji hipotesis juga menunjukkan ada hubungan positif kecerdasan emosi terhadap kecemasan menghadapi dunia kerja pada mahasiswa tingkat akhir Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Hal tersebut ditunjukkan dengan hasil analisis regresi linier sebesar rx2y = 0,260 dengan nilai probabilitas (p < 0,05), artinya ada hubungan antara kecerdasan emosi terhadap kecemasan menghadapi dunia, sehingga semakin tinggi kecerdasan emosi, maka semakin tinggi kecemasannya, dan sebaliknya semakin rendah kecerdasan emosi maka semakin rendah
kecemasan
menghadapi dunia kerja. Kecerdasan emosi menjadi faktor yang penting bagi mahasiswa tingkat akhir dalam menghadapi dunia kerja. Hal ini dikarenakan siap tidak siap seorang lulusan perguruan tinggi dengan status sarjana harus mampu menghadapi berbagai situasi yang berhubungan dengan kehidupannya dalam meraih pekerjaan.
Beberapa
hal
yang
dapat
dijadikan
seseorang
mempunyai
kecerdasan emosi, yaitu mengenali emosi diri yang merupakan kemampuan untuk memantau perasaan dari waktu ke waktu merupakan hal penting bagi wawasan psikologi dan pemahaman diri. Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan individu yang sesungguhnya membuat individu berada dalam kekuasaan perasaan. Seorang mahasiswa tingkat akhir yang mampu mengenali emosi diri sendiri akan mempunyai kesadaran diri tentang kemampuan dirinya
18
untuk memilih dan menentukan bidang pekerjaan yang diinginkannya. Hal ini sesuai
dengan
pendapat
Goleman
(1999)
mengatakan
bahwa
emosi
berpengaruh kuat atas pikiran dan tindakan individu, meski mungkin individu menganggap dirinya sebagai orang yang sabar dan rasional. Lebih lanjut Salovey dan Mayer (Stein dan Book, 2002) menjelaskan bahwa kecerdasan emosi
sebagai
kemampuan
untuk
mengenali
perasaan,
meraih
dan
membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami pikiran dan maknanya, dan mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan intelektual. Hasil penelitian juga terungkap bahwa besarnya sumbangan pengaruh dari masing-masing variabel bebas (X) dapat ditunjukkan dengan nilai koefisien determinasi (R2), yaitu untuk variabel prestasi akademik R2 = 0,089, artinya variabel prestasi akademik (X 1) dapat menjelaskan kecemasan menghadapi dunia kerja sebesar 8,9%. Adapun sumbangan pengaruh kecerdasan emosi (X2) sebesar R2 = 0,068 dapat mempengaruhi kecemasan menghadapi dunia kerja 2
(Y) sebesar 6,8%. Sedangkan besarnya sumbangan variabel bebas (X) R = 0,152, artinya variabel prestasi akademik (X1) dan kecerdasan emosi (X2) secara bersama-sama mempengaruhi kecemasan menghadapi dunia kerja sebesar 15,2%. Seorang mahasiswa yang akan menghadapi dunia kerja sudah pasti mempersiap diri, disamping kecerdasan emosi dan prestasi akademik. Hal ini dikarenakan pada dewasa ini kadangkala prestasi akademik tidak menjadi pegangan pokok untuk mendapatkan pekerjaan dan mampu menghadapi dunia kerja yang serba kompetitif. Begitu juga kecerdasan emosi bukan satu-satunya faktor yang dapat menentukan seseorang dapat meraih kesuksesan di dunia
19
kerja, tetapi masih ada faktor lain yang lebih penting seperti keterampilan kerja, kemampuan komunikasi personal, etos kerja dan lain sebagainya. Untuk itu pada hasil penelitian ini sumbangan kedua variabel yaitu kecerdasan emosi dan prestasi akademik relatif rendah dibandingkan faktor yang tidak diteliti, sehingga terjadinya kecemasan dalam menghadapi dunia kerja sering juga dimiliki oleh orang-orang yang tidak siap dari segi skill dan komunikasi kerja. Berdasarkan uraian di atas, dapat terungkap bahwa setiap mahasiswa mempunyai tingkat kecemasan dalam menghadapi dunia kerja kerja. Ada dua faktor yang berpengaruh terhadap kecemasan menghadapi dunia kerja, yaitu prestasi akademik dan kecerdasan emosi. Bagi mahasiswa yang mempunyai prestasi akademik yang tinggi akan cenderung mempunyai kecemasan yang rendah, begitu juga mahasiswa yang mempunyai tingkat kecerdasan emosi yang baik akan cenderung mempunyai kecemasan yang rendah, begitu juga bagi mahasiswa yang mempunyai Kedua faktor tersebut dapat dijadikan suatu acuan dalam mengukur tingkat kecemasan mahasiswa dalam menghadapi dunia kerja.
20
Kesimpulan dan Saran Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa hasil hipotesis yang digunakan ada pengaruh prestasi akademik dan kecerdasan emosi terhadap kecemasan menghadapi dunia kerja pada mahasiswa tingkat akhir. Variabel prestasi kerja berpengaruh negatif, artinya semakin tinggi prestasi akademik maka semakin rendah kecemasan menghadapi dunia kerja, dan sebaliknya semakin rendah prestasi akademik maka semakin tinggi kecemasan menghadapi dunia kerja, sedangkan variabel kecerdasan emosi berpengaruh positif, artinya semakin tinggi kecerdasan emosi maka semakin tinggi kecemasan menghadapi dunia kerja, dan sebaliknya semakin rendah kecerdasan emosi maka semakin rendah pula kecemasan menghadapi dunia kerja. Perbandingan antara lulusan perguruan tinggi dengan lapangan kerja yang tersedia sangat jauh berbeda, sehingga pihak perusahaan sangat ketat dalam menerima calon pegawai. Untuk itu mahasiswa semester akhir yang sebentar lagi akan menghadapi dunia kerja dituntut untuk benar-benar mempersiapkan diri, baik secara mental maupun prestasi akademik yang baik. Banyak hal yang dapat dilakukan oleh lulusan perguruan tinggi ketika tidak mendapat pekerja sesuai dengan yang diinginkan yaitu dengan menciptakan lapangan kerja sendiri sesuai kemampuan yang dimilikinya. Dalam hal ini, pengalaman dan kreativitas serta mampu dalam menciptakan peluang sangat dibutuhkan. Untuk mendapatkan hasil yang lebih lengkap dan mendalam, perlu dilakukan studi lanjutan, khususnya yang berhubungan dengan kecemasan mahasiswa semester akhir dalam menghadapi dunia kerja, misalnya dengan
21
menambah faktor sosial budaya, lingkungan keluarga, dan sebagainya. Bagi peneliti yang tertarik tentang kecemasan mahasiswa dalam menghadapi dunia kerja disarankan agar responden penelitian tidak hanya mahasiswa tetapi mengikutsertakan siswa-siswa sekolah yang tidak mampu melanjutkan ke perguruan tinggi, sehingga hasil yang diperoleh dapat dijadikan pembanding dan mengoreksi kecemasan mahasiswa dalam menghadapi dunia kerja.
22
DAFTAR PUSTAKA
Ambardhini. 1992. Hubungan Antara Kepercayaan Diri Dengan Post Power Syndrom Dalam Menghadapi Masa Pensiun (Tidak Diterbitkan). Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. As’ad, M. 1995. Psikologi Industri. Edisi Keempat. Yogyakarta: Liberty. Azwar, S. 1999. Pengantar Psikologi Intelegensi. Edisi 1. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. ________. 2003. Reliabilitas dan Validitas. Edisi IV. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. ________. 2004. Pengukuran Skala Psikologi. Edisi Revisi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Carr, A., 2001, Abnormal Psycology, 27 Chruch Road, Hove, East Sussex: Psychology Press. Calhoun, J.F, Acocella J.R- 1990. Psikologi tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan (terjemahan). Semarang WJP Sendian. Chaplin, J.P., 2000, Kamus Lengkap Psikologi, penerjemah: Kartini Kartono, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Goleman, D. 2005. Kecerdasan Emosi Utuk Mencapai Puncak Prestasi. Cetakan Keenam. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hawari. 1997. Bagaimana Meningkatkan Rasa Percaya Diri. Jakarta: Penerbit Arcon. ______. 2001. Kematangan Emosi dalam www.dadanghawari.com Handoyo, 2001. Mengatasi Rasa Tidak Percaya Diri. Jakarta: Puspa Swara. Hurlock, E.B. 2001. Psikologi Perkembangan. Penerjemah: Istiwidayanti dan Soedjarwo. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga. Kartono, K. 2002. Patologi Sosial 3 Gangguan-gangguan Kejiwaan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. ________. 1990. Gangguan-gangguan Psikis. Bandung: Penerbit Sinar Baru. Maramis, W.F. 1995. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University.
23
Patton, P,. 1997. Emotional Intelligence di Tempat Kerja. Jakarta: Pustaka Delapratasa. Pasiak, T. 2006. Manajemen Kecerdasan. Bandung: PT Mizan Pustaka. Pengangguran di Indonesia, www.kompas.com, September 2006, diakses 15 Februari 2007. Peluang Kerja Bagi Lulusan Perguruan Tinggi, 2006, Republika, Jakarta. Prabantini, D. 2004. Cara Pintar Membidik Pasar Kerja. Yogyakarta: Penerbit ANDI Offset. Prestasi Akademik. dari www.pustaka.com. Diakses Februari 2007. Stein, S dan Book. 2002. Ledakan EQ; 15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional Meraih Sukses. Bandung: Penerbit Kaifa.
24