FAKTOR YANG MEMENGARUHI PEMBENTUKAN DESTINATION IMAGE (Analisis Korelasi Information Sources dan Personal Factors terhadap Pembentukan Cognitive Image dan Affective Image pada Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat)
Karisma Widya Kusuma Sri Hastjarjo
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract The potential of the tourism began to be considered in many countries in the last decade. Indonesia is one of many countries which were taking serious efforts to increase income in tourism. However, challenges still need to be faced by Indonesia is an attempt to convey information and messages from marketers that will form the image. Therefore, the concept of destination image becomes really important to be studied, especially in designing effective tourism marketing strategy. This study refers to destination image influence factor model of Beerli and Martin (2004). Based on the model, this study aims to determine linkage between information sources and personal factors in forming the destination image, especially in the components of cognitive and affective image. The location was chosen in this study is the Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat due to the image of this destination is not as strong as Keraton Yogyakarta asthe part of Mataram Kingdom. The number of respondents in this research is as many as 361 with purposive sampling and accidental sampling to collect data. Rank Spearman is used to analyze the variables. In addition, chi square is also used to examine gender variable. The findings in this study are that the information sources have positive and significant correlation cognitive image. Furthermore, personal factors also have a positive and significant correlation to cognitive image, except on the socio-demographic variables. Lastly, personal factors also have a positive and significant correlation affective image, except on the socio-demographic variables. Keywords: correlation, destination image, information sources, personal factors, tourism
1
2
Pendahuluan Pariwisata merupakan salah satu sektor potensial.Berbagai langkahlangkah strategis dilakukan oleh beberapa negara untuk mendongkrak potensi pendapatan yang dihasilkan dari sektor ini. Upaya tersebut ditempuh untuk mencapai target pertumbuhan pada bidang pariwisata(Dominique, 2011:306). Indonesia adalah salah satu negara yang serius dalam mengembangkan sektor pariwisata.Terbukti dengan dibentuknya regulasi berupa Rancangan Induk Pengembangan Kepariwisataan Nasional (RIPPARNAS) No. 50 Tahun 2011 untuk mengembangkan promosi terpadu(Global Business Guide Indonesia, 2012). Langkah strategis tersebut membuahkan hasil berupa penghargaan dan pengakuan secara internasional. Indonesia menempati peringkat ke-74 dari 133 negara pada tahun 2011 dari posisi 81 di tahun 2009 menurut World Economic Forum Tourism Competitiveness Report (Global Business Guide Indonesia, 2011).Indonesia juga menjadi negara dengan pertumbuhan sangat pesat diantara negara-negara peserta G20 meurut World Travel & Tourism Council’s (WTTC) Travel and Tourism: Economic Impact 2014 Report”(Asean Brifing, 2014). Meskipun telah mendapatkan penghargaan, namun Indonesia masih memiliki banyak tantangan di bidang pariwisata.Salah satu tantangan yang perlu diperhatikan ialah upaya untuk membentuk image terkait pariwisata Indonesia di mata dunia.Dalam hal ini, konsep destination image menjadi penting untuk dikaji untuk merancang strategi pemasaran pariwisata yang efektif (Echtner dan Ritchie, 2003:37). Penelitian ini mengacu pada penelitian dengan model destination image olehAsunciòn Beerli dan Josefa D. Martín (2004)yang berfokus pada faktor information sources dan personal factors.Penelitian ini bermaksud untuk menemukan korelasi antara information sources dan personal factors pada komponen cognitive image dan affective imagedari konsep destination image. Lokasi
penelitian
dilakukan
di
Keraton
Kasunanan
Surakarta
Hadiningrat.Tempat tersebut dipilih karena dianggap masih belum memiliki image yang kuat di mata wisatawan jika dibandingkan dengan Keraton Yogyakarta.
3
Rumusan Masalah Rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini antara lain: a. Adakah korelasi antara information source terhadap cognitive image pada Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat? b. Adakah korelasipersonal factors terhadap cognitive image pada Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat? c. Adakah korelasipersonal factors terhadap affective image pada Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat?
Tujuan Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini antara lain: a. Mengetahui adakah korelasi antara information source terhadap cognitive image pada Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. b. Mengetahui adakah korelasi antara personal factors terhadap cognitive image pada Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. c. Mengetahi adakah korelasi antara personal factors terhadap affective image pada Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Tinjauan Pustaka a. Efek Komunikasi dan Efek Komunikasi Massa Efek adalah hasil akhir dari proses komunikasi, yaitu sikap dan tingkah laku orang yang dijadikan sasaran komunikasi, sesuai atau tidak sesuai dengan yang dilakukan (Suryanto, 2015:194). Dijelaskan oleh Devito bahwa dalam setiap proses komunikasi memungkinkan adanya efek (Devito, 2003:10). Menurutnya, terdapat tiga efek yang akan ditimbulkan dalam proses komunikasi, yaitu: 1. Cognitive effects may gain knowledge or learn how to analyze, synthesize, or evaluate something. 2. Affective effects may acquire or change your attitude, beliefs, emotions, or feelings. 3. Psychomotor effects learn new bodily movement as well as appropriate verbal and non-verbal behaviors. (Devito, 2003:10-11)
4
McQuail menjelaskan mengenai efek media tersebut terdapat pada masa terdahulu. Meskipun tidak memberikan batasan periode, ia juga memberikan kritik bahwa efek yang terjadi pada komunikasi massa tidak hanya terbatas pada tiga hal tersebut. Akhirnya perlu dikemukakan jenis pembedaan (differentiation) lain yaitu perbedaan antara jenis dan arah dampak (McQuail, 1996: 231).
b. Destination Image Destination image merupakan brand image di dalam konteks pariwisata.Dalam sektor pariwisata, penelitian terkait dengan destination image sangat diperlukan.Hal tersebut sebagaimana yang dikatakan oleh Dominique bahwa pengukuran destination image perlu untuk dilakukan karena hal tersebut merupakan elemen penting dalam hal kunjungan wisata(Dominique, 2011:306). Beberapa pendapat mengenai definisidestination image, misalnya sebagai berikut, “Perception or impression of a place (Phelps, 1986 dalam Echter dan Ritchie, 2003), perception of vacation attributes (Richardson & Crompton, 1988 dalam Echter dan Ritchie, 2003), dan organized representations of a destination in a cognitive system” (Crompton, 1977 dalam Echter dan Ritchie, 2003). Konsep destination image memiliki pedoman bahwa“the image of a tourist destination is based on consumer’s rationality and emotionally, and as the result of the combination of two (2) main components or dimensions” (Dominique, 2011:307). Komponen tersebut antara laincognitive image dan affective image. Namun, di bawah ini terdapat tambahan yakni overall image, sebagai wujud dari gambaran keseluruhan dari destination image.
1. Cognitive Image Cognitive
image
merupakan
tahapan
pertama
seseorang
dalam
penilaiannya terhadap sebuah objek.Hal tersebut ditegaskan oleh Beerli dan Martín bahwa komponen kognitif terbentuk lebih dahulu daripada komponen afektif.Selain itu, komponen kogntif merupakan umpan balik konsumen dari pengetahuan mereka terhadap suatu obyek (Beerli dan Martin, 2004:658).
5
Dikatakan pula oleh beberapa ahli yaitu Baloglu dan Brinberg (1997), Baloglu dan McCleary (1999a, 1999b), Gartner (1993), Walmsey dan Young (1998) bahwa image kognitif berkaitan dengan pengetahuan dan kepercayaan individu mengenai obyek (sebagai penilaian individu mengenai ciri khas obyek) (Beerli dan Martin, 2004:658). Kaitannya dalam pariwisata dan pembentukan destination image, cognitive imageberisi sekumpulan gagasan dan ide mengenai suatu destinasi wisata (White, 2004:309 dalam Teodorescue, 2015:2). 2. Affective Image Proses afektif akan terjadi setelah ide, gagasan, dan pengetahuan mengenai destinasi wisata terjadi dalam proses kognitif. Penilaian afektif merupakan tahap terakhir dalam rangkaian penilaian kognitif (Punam, 1988:386). Aspek afektif dinilai dari perasaan wisatawan dalam menilai destinasi wisata.Dominique menyampaikan bahwa afektif image terkait dengan perasaan dan emosi wisatawan yang mampu memengaruhi motivasi berkunjung wisatawan (Dominique, 2011:307). Dalam aspek afektif, motivasi turut mengambil bagian.Dari beberapa penelitian, motivasi tersebut dapat terjadi karena beberapa faktor. Sebagaimana pendapat bahwa, “affective associations influence to a great extent the destination image, and, implicitly, the buying decision, by means of factors such as climate, recreational activities, cultural traditions and gastronomy” (Leisen, 2001 dalam White, 2004 dalam Teodorescu (et al), 2015:2). 3. Overall Image Overall image merupakan gabungan dari kognitif dan afektif image, dimana pengalaman kunjungan langsung terhadap suatu destinasi akan turut memengaruhi pembentukan efek kognitif dan afektif dalam destination image (Dominique, 2011:308). Positif atau negatifnya penilaian secara keseluruhan tergantung dari pengalaman dan informasi yang didapatkan oleh wisatawan.Hal tersebut dapat terjadi karenaimage para wisatawan bersifat sangat subyektifkarena didasarkan
6
pada persepsi wisatawan yang pernah mendengar maupun berkunjung langsung (San Martín & Roddriguez, 2008 dalam Dominique, 2011:307).
c. Model Pembentukan Destination Image Gambar 1 Model Pembentukan Destination Image Menurut Beerli Information Sources Secondary Induced Organic Autonomous Primary Previous Experience of Visit Intensity of Visit
Perceived Destination Image Cognitivae Image Overall Image
Personal Factors Motivation Vacation Experience Socio-demographic Characteristics
Affective Image
Sumber: Beerli dan Martin, 2004:660 Seperti yang terlihat diatas, bahwa Perceived Destination Image berupa cognitive image, affective image, dan overall image dibangun oleh information sources dan personal factors. Pada kolom perceived destination image, ditunjukkan panah kearah bawah dari cognitive image menuju ke affective image. Hal tersebut menjelaskan bahwa aspek kognitif merupakan proses awal sebelum terjadinya pembentukan image secara afektif yang berpengaruh pada overall image. Namun, menurut model tersebut, overall image tidak harus selalu dibentuk dari dua kombinasi image.Overall image dapat juga dibentuk langsung dari cognitive image atau langsung dari affective image.
d. Information sources Menurut Baloglu, McCleary, dan Gartner information sources atau sumber informasi adalah faktor rangsangan (stimulus factors). Faktor-faktor
7
rangsangan tersebut akan memengaruhi persepsi dan penilaian terhadap suatu obyek. Persepsi tersebut didapatkan dari berbagai macam informasi yang didapatkan dari beragam sumber dan pada akhirnya berujung pada keputusan untuk mengunjungi suatu destinasi wisata.Sumber-sumber informasi ini dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu sekunder dan primer. Sumber sekunder merupakan sumber informasi konvensional yang juga masih dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu induced, organic, dan autonomous. Gartner (1993) menjelaskan perbedaan ketiga jenis sumber informasi tersebut: 1. Induced Sumber informasi yangs sifatnya formal.Inducedmerupakan pesan persuasif dan dipromosikan oleh suatu organisasi.Misalnya brosur, buku pedoman wisatawan, maupun internet. 2. Organic Sumber informasi ini sifatnya informal.Biasanya berasal dari keluarga atau kerabat yang pernah merasakan langsung berkunjung ke suatu tempat.Informasi yang diberikan pun diberikan secara sukarela. 3. Autonomous Sumber informasi ini hampir mirip dengan induced, namun pesan yang disampaikan berasal dari media massa, misalnya variety show atau reality show tentang liburan, atau liputan tentang tempat tersebut. Baik ketiganya disebut dengan secondary source karena terjadi sebelum wisatawan mengunjungi secara langsung sebuah tempat wisata.Image yang terbentuk oleh sumber informasi berbentuk organic, induce, dan autonomous didapatkan sebelum merasakan langsung sebuah destinasi wisata, yang oleh Phelp (1986) disebut secondary image (Beerli dan Martín, 2004:662). Sumber informasi yang lain adalah sumber primer. Sumber ini didapatkan oleh wisatawan saat mengunjungi langsung tempat wisata.Pengetahuan yang dimiliki oleh wisatawan setelah mengadakan kunjungan dimungkinkan berbeda dengan ketika hanya terpapar informasi dari sumber sekunder.
8
Beberapa ahli mengatakan bahwa ketika individu secara langsung mengunjungi tempat wisata, image yang terbentuk akan lebih realistis, kompleks, dan berbeda jika dibandingkan dengan image hanya dari sumber informasi sekunder (Beerli dan Martín, 2004:662).
e. Personal Factors Dalam personal factors, hal-hal yang terkait adalah motivasi, pengalaman perjalanan, dan sosio-demografi. Um dan Crompton (1990) menjelaskan bahwa meskipun pengetahuan mengenai destinasi wisata terbentuk dari rangsangan eksternal berupa beragam informasi terhadap individu, namun reaksi perasaan terhadap suatu destinasi dapat beragam karena faktor personal. 1. Motivasi Alex Sobur mendefinisikan bahwa motivasi berarti membangkitkan motif, membangkitkan daya gerak, atau menggerakkan seseorang atau diri sendiri untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai suatu kepuasan atau tujuan (Sobur, 2003:268). Kaitannya dengan pembentukan image, banyak ahli juga menyatakan bahwa motivasi mengambil peran dalam pembentukan image secara afektif. Diketahui bahwa menurut Dominique, image afektif berkaitan dengan perasaan dan emosi (referring to feelings and emotions … affected by the motivation …(Dominique, 2011:307)). Berdasarkan pendapat tersebut, hal-hal mengenai perasaan dan emosi termasuk dalam kondisi psikis manusia.Oleh karena itu maka, terdapat hubungan antara kondisi psikis terhadap motivasi manusia. Image afektif erat kaitannya dengan perasaan mengenai sebuah tempat. Seseorang yang memiliki motivasi berbeda dengan yang lain akan memberikan penilaian berbeda pula, sepanjang destinasi wisata tersebut mampu memenuhi kebutuhannya.
2. Pengalaman Wisata Pengalaman perjalanan juga berkontribusi dalam pembentukan image karena seorang individu yang telah mengalami atau melakukan sebuah perjalanan
9
ke suatu tempat, cenderung memiliki kebutuhan untuk mengulangi perjalanan di masa yang akan datang. Faktor ini juga merupakan faktor yang sebenarnya relatif baru karena masih belum banyak penelitian mengenai pengalaman perjalanan sebelumnya terhadap perjalanan di masa yang akan datang.
3. Sosio-Demografi Yang ketiga merupakan faktor sosio-demografi.Pada penelitian dijelaskan bahwa beberapa penelitian mencoba menemukan perbedaan image dari karakter sosio-demografi dan beberapa diantaranya menunjukkan hasil yang berbeda karena faktor tersebut (Beerli dan Martín, 2004:664). Sehingga hasil yang akan didapatkan dimungkinkan akan berbeda karena faktor sosio-demografi ini, mengingat individu dengan tingkat usia, pendidikan, dan geder yang berbeda memiliki sudut pandang yang juga berlainan.
Metodologi Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif karena menurut Wallace (1973) penelitian kuantitatif melibatkan lima komponen informasi ilmiah yaitu teori, hipotesis, observasi, generalisasi empiris, dan penerimaan atau penolakan hipotesis (Suryanto, 2011:135). Penelitian ini juga merupakan penelitian asosiatif, dimana tujuannya untuk untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi (Sevilla, 1993:87). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh orang yang pernah mengunjungi Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.Sampeldalam penelitian ini berjumlah 361 responden.Angka tersebut didapat dari rekapitulasi kunjungan wisatawan pada tahun 2013 di Bulan Juli-Agustus karena bulan tersebut dinilai paling banyak pengunjung.Teknik penarikan sampel menggunakan purposive sampling yang digunakan untuk menyeleksi bahwa hanya orang-orang yang pernah atau sedang mengunjungi Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat lah yang bisa menjadi responden.Selain itu, dalam penelitian ini juga digunakan teknik insidental.Penerapannya dalam penelitian ini adalah sewaktu peneliti berada di suatu tempat dan kebetulan bertemu dengan orang yang pernah
10
berkunjung ke Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, pada saat itulah peneliti dapat menjadikan seseorang tersebut menjadi responden guna memenuhi jumlah sampel yang diperlukan. Variabel independen dalam penelitian ini adalah information sources (XA), personal factors (XB), cognitive image (Y1) dan affective image (Y2). Berikut merupakan bagan dari komponen-komponen variabel: Gambar 2 Komponen Variabel Penelitian
Information Sources (XA) Brosur Dinas Pariwisata (X1) Internet (X2) Program TV (X3) Koran (X4) Keluarga dan Kerabat (X5) Kunjungan Langsung (X6) Intensitas Kunjungan (X7)
Personal Factors (XB) Motivasi (X8) Pengalaman Wisata (X9) Usia (X11) Tingkat Pendidikan (X12)
Cognitive Image (Y1)
Affective Image (Y2)
Jenis kelamin
Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisis asosiatif karena penelitian ini mencoba mencari hubungan antara beberapa variabel dengan variabel yang lain, sehingga korelatif dirasa sesuai untuk menganalisis data.Oleh karena data yang digunakan adalah data berjenis ordinal, maka analisis Rank Spearman digunakan untuk menghitung hubungan antarvariabel dalam penelitian ini. Namun terdapat salah satu variabel yang tidak menggunakan analisis Rank Spearman. Khusus variabel jenis kelamin yang mengukur apakah ia memiliki perbedaan terhadap cognitive dan affective image atau tidak, maka digunakanlah analisis Chi Square. Chi square adalah teknik statistik untuk menguji hipotesis yang digunakan merupakan hipotesis komparatif yang bila dalam populasi terdiri atas dua atau lebih kelas dimana data berbentuk nominal dan sampelnya besar (Sugiyono, 2012:107)
11
Sajian data Penyajian data dalam tahap statistik merupakan tahapan untuk menyusun dan menguraikan data secara teratur agar mudah dibaca dan dimengerti. Data yang akan disajikan dalam penelitian ini berjumlah 361 sampel. Data yang disajikan berikut merupakan deskripsi profil responden yang merupakan bagian data demografi. Informasi yang akan disajikan dalam bagian ini adalah uraian dari jenis kelamin, usia, dan tingkat pendidikan responden. Tabel 1 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin
Frekuensi
Persentase
Laki-laki
175
48,5%
Perempuan
186
51,5%
Jumlah
361
100%
Sumber: data primer Berdasarkan tabel diatas, terdapat 361 responden yang terdapat dalam penelitian
ini,
175
diantaranya
adalah
laki-laki
dan
sisanya
adalah
perempuan.Jumlah diatas dikatakan hampir seimbang. Secara persentase, responden berjenis kelamin perempuan tercatat sebanyak 51,5% lebih besar dibandingkan responden laki-laki dengan jumlah 48,5%. Tabel 2 Respoden Berdasarkan Umur Usia 13-18 tahun 19-25 tahun 25-40 tahun Lebih dari 40 tahun Jumlah
Frekuensi 116 172 48 25 361
Persentase 32,1% 47,6% 13,3% 6,9% 100%
Sumber: data primer Dari tabel diatas terlihat bahwa jumlah responden berusia 19-25 tahun adalah responden terbanyak.Kemudian diikuti oleh responden berusia 13-18 tahun
12
yang menempati peringkat kedua terbanyak.Berdasarkan data, dapat diperkirakan bahwa rata-rata orang yang pernah mengunjungi Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat merupakan pengunjung berusia muda. Tabel 3 Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan SD SMP SMA Diploma S1 S2 / S3 Jumlah
Frekuensi 15 20 196 21 102 7 361
Persentase 4,2% 5,5% 54,3% 5,8% 28,3% 1,9% 100%
Sumber: data primer Data diatas menunjukkan bahwa para responden yang pernah mengunjungi Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat memiliki pendidikan terakhir terbanyak pada jenjang SMA dan Strata 1. Analisis Data a. Korelasi antara information source (XA) terhadap cognitive image (Y1) Gambar 3 Angka Koefisien Korelasi Sumber Informasi terhadap Cognitive Image 0.424
0.421
0.378 0.306 0.26
0.258
0.205
Brosur
Internet
Program TV
Koran
Keluarga Kunjungan Intensitas dan Langsung Kunjungan Kerabat
Angka-angka koefisien korelasi antara variabel brosur, internet, program TV, koran, keluarga dan kerabat, kunjungan langsung, dan intensitas kunjungan (X1-X7) terhadap cognitive image (Y1) seperti pada grafik diatas.Artinya variabel-variabel
diatas
memiliki
hubungan
korelasi
terhadap
cognitive
image.Koefisien korelasi juga menunjukkan bahwa variabel diatas memiliki arah
13
hubungan yang positif.Artinya, apabila variabel sumber informasi naik maka variabel cognitive image juga naik. b. Korelasi antara personal factors (XB) terhadap cognitive image (Y1) Angka koefisien korelasi antara variabel motivasi (X8) terhadap cognitive image (Y1) adalah 0,531.Artinya kedua variabel memiliki hubungan korelasi yang sedang karena berada pada interval koefisien sebesar 0,40 – 0.599.Koefisien korelasi
menunjukkan arah hubungan yang positif. Artinya,
apabila variabel motivasi naik maka variabel cognitive image juga naik. Selanjutnya, korelasi antara kedua variabel tersebut dapat dikatakan signifikan karena nilai signifikansinya menunjukkan angka 0,000 yang lebih kecil dari taraf signifikansi 0,01. Angka koefisien korelasi antara variabel pengalaman wisata (X9) terhadap cognitive image (Y1) adalah 0,217.Artinya kedua variabel memiliki hubungan korelasi yang rendah karena berada pada interval koefisien sebesar 0,20 – 0.399.Koefisien korelasi menunjukkan arah hubungan yang positif. Artinya, apabila variabel pengalaman wisata naik maka variabel cognitive image juga naik. Selanjutnya, korelasi antara kedua variabel tersebut dapat dikatakan signifikan karena nilai signifikansinya menunjukkan angka 0,000 yang lebih kecil dari taraf signifikansi 0,01. Nilai chi square hitung sebesar dalam derajad kebebasan 24 dengan nilai alfa 0,05 adalah 27.786 lebih kecil dari pada nilai chi square tabel yakni sebesar 36.42, sehingga diputuskan bahwa hipotesis nol dalam penelitian ini diterima. Nilai Asymp.Sig antara jenis kelamin (X10) dengan cognitiveimage (Y1) sebesar 0,269. Nilai tersebut lebih besar dari nilai acuan yaitu 0,05. Sehingga, berdasarkan pedoman diatas maka keputusan yang diambil adalah tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan cognitiveimage terhadap Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Angka koefisien korelasi antara variabel usia (X11) terhadap cognitive image (Y1) adalah -0,81. Artinya kedua variabel memiliki hubungan korelasi yang sangat rendah atau hampir tidak ada korelasi karena berada pada interval koefisien sebesar 0,00 – 0.199.Koefisien korelasi juga menunjukkan bahwa kedua
14
variabel memiliki arah hubungan yang negatif Artinya, apabila variabel usia (X11) naik maka variabel cognitive image (Y1)tidak naik. Selanjutnya, korelasi antara kedua variabel tersebut dapat dikatakan tidak signifikan karena nilai signifikansinya menunjukkan angka 0,126 yang lebih besar dari taraf signifikansi 0,05. Angka koefisien korelasi antara variabel tingkat pendidikan (X12) terhadap cognitive image (Y1) adalah –0,29. Artinya kedua variabel memiliki hubungan korelasi yang sangat rendah atau hampir tidak ada korelasi karena berada pada interval koefisien sebesar 0,00 – 0.199.Koefisien korelasi juga menunjukkan bahwa kedua variabel memiliki arah hubungan yang negatif Artinya, apabila variabel tingkat pendidikan (X12) naik maka variabel cognitive image (Y1)tidak naik. Selanjutnya, korelasi antara kedua variabel tersebut dapat dikatakan tidak signifikan karena nilai signifikansinya menunjukkan angka 0,585 yang lebih besar dari taraf signifikansi 0,05. c. Korelasi antara personal factors(XB) terhadap affective image(Y2) Hasil
perhitungan
pada
tabel
sebesar
0,338
diatas
bisa
kita
interpretasikan bahwa antara variabel motivasi (X8) dengan affective image (Y2) memiliki hubungan korelasi yang rendah karena berada pada interval koefisien sebesar 0,20 – 0.399.Koefisien korelasi
menunjukkan arah hubungan yang
positif. Artinya, apabila variabel motivasi naik maka variabel affective image juga naik. Selanjutnya, korelasi antara kedua variabel tersebut dapat dikatakan signifikan karena nilai signifikansinya menunjukkan angka 0,000 yang lebih kecil dari taraf signifikansi 0,01. Angka koefisien korelasi antara variabel brosur dinas pariwisata (X9) terhadap affective image (Y2) adalah 0,243. Artinya kedua variabel memiliki hubungan korelasi yang rendah karena berada pada interval koefisien sebesar 0,20 – 0.399.Koefisien korelasi menunjukkan arah hubungan yang positif. Artinya, apabila variabel pengalaman wisata (X9) naik maka variabel affective image (Y2) juga naik. Selanjutnya, korelasi antara kedua variabel tersebut dapat dikatakan signifikan karena nilai signifikansinya menunjukkan angka 0,000 yang lebih kecil dari taraf signifikansi 0,01.
15
Nilai chi square hitung sebesar dalam derajad kebebasan 4 dengan nilai alfa 0,05 adalah 2.834 lebih kecil dari pada nilai chi square tabel yakni sebesar 9.490, sehingga diputuskan bahwa hipotesis nol dalam penelitian ini diterima. Nilai Asymp.Sig antara jenis kelamin (X10) dengan affective image (Y2) sebesar 0,589. Nilai tersebut lebih besar dari nilai acuan yaitu 0,05. Sehingga, berdasarkan pedoman diatas maka keputusan yang diambil adalah tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan cognitive dan affective image terhadap Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Angka koefisien korelasi antara variabel usia (X11) terhadap affective image (Y2) adalah -0,18. Artinya kedua variabel memiliki hubungan korelasi yang sangat rendah atau hampir tidak ada korelasi karena berada pada interval koefisien sebesar 0,00 – 0.199.Koefisien korelasi juga menunjukkan bahwa kedua variabel memiliki arah hubungan yang negatif Artinya, apabila variabel usia (X11) naik maka variabel affective image (Y2)tidak naik. Selanjutnya, korelasi antara kedua variabel tersebut dapat dikatakan tidak signifikan karena nilai signifikansinya menunjukkan angka 0,727 yang lebih besar dari taraf signifikansi 0,05. Angka koefisien korelasi antara variabel tingkat pendidikan (X12) terhadap affective image (Y2) adalah -0,30. Artinya kedua variabel memiliki hubungan korelasi yang sangat rendah atau hampir tidak ada korelasi karena berada pada interval koefisien sebesar 0,00 – 0.199.Koefisien korelasi juga menunjukkan bahwa kedua variabel memiliki arah hubungan yang negatif Artinya, apabila variabel tingkat pendidikan (X12) naik maka variabel affective image (Y2)tidak naik. Selanjutnya, korelasi antara kedua variabel tersebut dapat dikatakan tidak signifikan karena nilai signifikansinya menunjukkan angka 0,575 yang lebih besar dari taraf signifikansi 0,05.
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data diatas, kesimpulan pertama yang dapat diambil untuk rumusan masalah pertama adalah bahwa information sourcesberupa brosur, internet, program TV, koran, keluarga dan kerabat, kunjungan langsung,
16
serta intensitas kunjungan memiliki korelasi yang positif dan signitifikan terhadap pembentukan cognitive imagepada Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Artinya, sumber-sumber informasi tersebut mampu memberikan informasi mengenai Keraton Kasunanan pada pengunjung sehingga memengaruhi aspek kognitif mereka. Kesimpulan kedua dari hasil analisis data diatas adalah, bahwa motivasi dan pengalaman wisata memiliki korelasi positif dan signifikan terhadap pembentukan cognitive imagepada Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Artinya, motivasi dan pengalaman wisata mampu membentuk cognitive image. Selanjutnya untuk usia dan tingkat pendidikan memiliki korelasi negative dan tidak signifikan. Artinya, usia dan tingkat pendidikan dinilai tidak mampu membentuk cognitive image. Variabel jenis kelamin tidak memiliki perbedaan dalam membentuk cognitive image. Kesimpulan ketiga dari hasil analisis data diatas adalah, bahwa motivasi dan pengalaman wisata memiliki korelasi positif dan signifikan terhadap pembentukan affective imagepada Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Artinya, motivasi dan pengalaman wisata mampu membentuk affective image. Selanjutnya untuk usia dan tingkat pendidikan memiliki korelasi negative dan tidak signifikan. Artinya, usia dan tingkat pendidikan dinilai tidak mampu membentuk affective image. Variabel jenis kelamin tidak memiliki perbedaan dalam membentuk affective image.
Saran Saran yang dapat disampaikan pada penelitian ini adalah berdasarkan analisa data, brosur merupakan sumber informasi yang dinilai kurang memberikan informasi pada pengunjung, oleh sebab itu sekiranya pihak pengelola Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat mengoptimalkan sumber tersebut, alasannya adalah karena selama ini, brosur menjadi ujung tombak pihak pengelola keraton dalam memberikan informasi terhadap pengunjung. Sayangnya, sumber tersebut justru dianggap kurang memberikan informasi mengenai keraton.
17
Daftar Pustaka Anand, Punam, Morris B. Holbrook, dan Debra Stephens. 1988. The Formation of Affective Judgements: The Cognitive – Affective Model Versus The Independence Hypothesis. “Journal of Consumer Research”.Vol. 15, No.3. Inggris: Oxford University Press Asean Briefing. 2014. “Growth Indonesia’s Tourism Sector Outpaces G20 Member”. http://www.aseanbriefing.com/news/2014/03/25/growthindonesias-tourism-sector-outpaces-g20members.html#sthash.CgrlJYvl.dpuf. Diakses pada 14 Juni 2015 pukul 23.00 Beerli, Asunciòn dan Josefa D. Martín. 2004. Factor Influencing Destination Image. “Annals of Tourism Research”.Vol. 31, No.3. Spanyol: University of Las Palmas de Gran Canaria Devito, Joseph A. 2003. “Human Communication: The Basic Course”. United States: Pearson Education, Inc. Dominique, Sérgio., dan Ferreira Lopes. 2011. Destination Image: Origins, Developments, and Implications. “Revista de Turismo y Patrimonio Cultural”.Vol. 9 No.2. Portugal: PASOS Echtner, C., dan J. Ritchie. 1993. The Empirical Measurement of Destination Image: An Empirical Assessment. “Journal of Travel Research”. Vol. 31, No. 4 Global Business Guide Indonesia. 2011. “Tourism: Untapping The Potential”. http://www.gbgindonesia.com/en/services/article/2011/tourism_untappin g_the_potential.php. Diakses pada 14 Juni 2015 pukul 22.00. Global Business Guide Indonesia.2012. “Indonesia’s Tourism Industry and the Creative Economy. http://www.gbgindonesia.com/en/services/article/2012/indonesia_s_touri sm_industry_and_the_creative_economy.php. Diakses pada 14 Juni 2015 pukul 21.56 McQuail, Denis. 1996. “Teori Komunikasi Massa: Suatu Pengantar” Jakarta: Erlangga Sevilla, Consuelo G. 1993. “Pengantar Metode Penelitian”. Jakarta: UI Press Sobur, Alex. 2003. “Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah”. Bandung: Pustaka Setia Sugiyono. 2008. “Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D”. Bandung: Alfabeta Suryanto. 2015."Pengantar Ilmu Komunikasi". Bandung: CV Pustaka Setia Teodorescu, Nicolae. Ion Pârgaru. Aurelia-Felicia Stancioiu. Elena Matei. Andreea Botos. 2015. Modeling the Image Research of a Tourism Destination. “Amfiteatru Economic”.Vol. 16, No. 8. Romania: ProQuest LLC