Jurnal MKMI Vol 6 No.3 Juli 2010, hal 129-135
Artikel II
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBERADAAN VEKTOR AEDES AEGYPTI DI KAPAL DALAM WILAYAH PELABUHAN MAKASSAR Nirwan1, A. Arsunan Arsin2, Hasanuddin Ishak2 1 Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas 1 Makassar 2 Dosen FKM Unhas Makassar ABSTRACT All province in country that infecting to Dengue Haemoragic Fever (DHF) and regencies / cities that most infects up 75% is 330 reg/cities of 440 reg / cities ( Depkes RI, 2008). One of causes extends it DHF'S disease spreading is its happening mosquito geography expansion via ship transportation. This research intent to know relationship among long time stay ship at port, ship’s sanitasi conditions, ship’s home port at porting, ship’s type, Crew’S behaviours with in the presence mosquito Aedes aegypti at ship and (6 ) know factor the most are related mosquito existences Aedes aegypti at ship. This research at performs at port of Makassar area. Method that is utilized in this research is observasional with design cross sectional study. Sample that is taken is ship that drops anchor one a long time research as much 203 samples. Sample take is done with method consecutive sampling. analysis data by univariate's, bivariate (chi square's test), and multivariate (logistics regression). Research result point out that variable that is related mosquito existence Aedes aegypti on board for example: so long remained ship at port (p = 0,001), ship’s type (p = 0,002), ship’s sanitation condition (p = 0,000) and crew behaviour (ABK) (p = 0,004). Variable that don't be related mosquito existence Aedes aegypti on board which is ship home port (p = 1,044). Variable the most is related mosquito existence Aedes aegypti at ship which is ship’s sanitasi condition. Suggested to master and crew for everlastingly keep sanitation of ship and applies clear life behaviour and healthy. Key Words: Aedes Aegypti, Existence Aedes Aegypti at Ship, Grass Tonnage. sanya yang secara epidemiologis berhubungan dengan lalu lintas internasional. Keberadaan vektor di kapal sesuai hasil kegiatan pemeriksaan kapal oleh KKP Makassar (2009), jumlah kapal yang diperiksa pada tahun 2008 sebanyak 1.615 kapal dan terdapat kehidupan vektor (nyamuk, lalat dan kecoa) sebanyak 29 Kapal (1,8 %). Disinseksi alat angkut sebanyak 76 alat angkut dengan kriteria, ditemukan kehidupan vektor 29 Kapal (38,16 %), alat angkut akan berangkat ke luar negeri 44 kapal/pesawat (57,89%) dan alat angkut berasal dari wilayah dengan populasi vektor tinggi, 3 kapal/ pesawat (3,9%). Data tersebut menunjukkan bahwa kawasan Pelabuhan Makassar belum bebas dari nyamuk Aedes aegypti. Semakin tinggi kepadatan nyamuk di kawasan pelabuhan maka kemungkinan (potensi) terjadinya penularan penyakit antar wilayah akan semakin besar pula. Terjadinya ekspansi geografi nyamuk dari suatu wilayah ke wilayah lain dapat melalui alat angkut. Kondisi sanitasi kapal yang tidak memenuhi syarat memiliki potensi sebagai tempat perindukan potensial nyamuk Aedes aegypti. Adanya genangan air yang tidak terkontrol di kapal dan kebersihan kapal yang kurang menjadi faktor risiko berkembangnya vektor Aedes aegypti 3,4. Perilaku anak buah kapal
PENDAHULUAN Penyakit tular vektor yang dewasa ini sangat mewabah di seluruh dunia adalah demam berdarah dengue (DBD). Wabah penyakit ini pertama kali terjadi pada tahun 1780 serentak di Asia, Afrika dan Amerika. Di Asia Tenggara, wabah dimulai pada tahun 1950 di Filipina. Pada tahun 1968 penyakit ini masuk ke Indonesia yaitu di Kota Surabaya. Selanjutnya, menyebar keseluruhan tanah air Indonesia. Jumlah kabupaten/kota yang terjangkit pada tahun 2006 mencapai 330 kab/kota dari 440 kab/kota(75%). Semua Provinsi di tanah air sudah terjangkit1. Semakin meluasnya penyebaran penyakit DBD ke negara/wilayah/daerah lain disebabkan oleh beberapa hal antara lain terjadinya ekspansi geografi nyamuk Aedes aegypti, perpindahan manusia yang makin mudah, kemiskinan dan kekacauan iklim global 2. Salah satu usaha pencegahan masuknya/penularan penyakit demam kuning, demam berdarah dengue dan penyakit tular vektor lainnya adalah dengan membebaskan daerah pelabuhan/bandara dari kehidupan nyamuk Aedes aegypti. Sesuai dengan Anneks 4 International Health Regulation (IHR) tahun 2005, setiap pelabuhan dan daerah perimeter suatu bandara harus dipertahankan bebas dari nyamuk Aedes aegypti dan Anopheles baik jentik maupun nyamuk dewa129
Jurnal MKMI, Vol 6 No.3, 2010
pelabuhan asal kapal diperoleh melalui kuisioner dan formulir sanitasi kapal.
dalam memasang tabir dan menjaga kebersihan kapal sangat penting untuk mencegah ekspansi nyamuk ke kapal. Kapal yang memiliki tabir yang diletakkan pada lubang-lubang yang berhubungan dengan udara luar kapal sangat efektif untuk mencegah ekspansi nyamuk ke kapal. Pintu kapal diharapkan membuka keluar dan menutup dengan sendirinya (self closing). Ketika kapal berhenti di suatu tempat maka tabir/ perisai pada setiap pintu ruangan harus terpasang guna mencegah masuknya vektor ke kapal 5,6.Kapal-kapal besar umumnya memiliki ruang yang didesain memadai untuk mencegah ekspansi vektor ke kapal, sedangkan kapal-kapal motor dan kapal rakyat umumnya tidak memiliki perangkat demikian. Keberadaan nyamuk di kapal juga dipengaruhi oleh lama tinggal kapal di pelabuhan, semakin lama kapal tinggal maka risiko perpindahan nyamuk pemukiman/ pelabuhan ke kapal juga semakin besar. Penelitian ini ditujukan untuk memperoleh informasi tentang faktor yang berhubungan dengan keberadaan vektor Aedes aegypti di kapal dalam wilayah Pelabuhan Makassar tahun 2009.
Analisis Data Analisis univariate dilakukan dengan mendistribusikan data hasil pengukuran dalam bentuk tabel distribusi frekwensi. Data yang dianalisis adalah tingkat kepadatan vektor, jenis-jenis tempat/kapal yang disukai nyamuk dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Selanjutnya untuk mencermati normalitas data dilakukan perhitungan prosentase dan kecenderungan pemusatan data. Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Karena rancangan penelitian ini adalah studi potong lintang (cross sectional study) dengan data kategorikal, maka analisisnya dilakukan dengan uji chi squre (X²) . Untuk mengetahui variable bebas yang paling berhubungan dengan kepadatan nyamuk, dengan melakukan uji secara bersama-sama terhadap semua variable penelitian. Adapun variable yang akan diuji secara multivariate adalah variable bebas yang dalam analisis bivariat menunjukkan hubungan bermakna atau tidak, namun variable tersebut bila ditinjau secara teoritis adalah mempunyai hubungan terhadap keberadaan nyamuk. Karena variabel terikat merupakan variabel dikotomis yaitu Ada nyamuk dan tidak ada nyamuk, maka analisis yang digunakan adalah logistik regresi.
BAHAN DAN METODE Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Pelabuhan Makassar Kota Makassar dengan membagi 3 (tiga) area yaitu Dermaga Soekarno sebagai pelabuhan penumpang/umum/barang, Dermaga Hatta sebagai pelabuhan container dan Pelabuhan Paotere sebagai pelabuhan rakyat.
HASIL Faktor Yang Berhubungan Dengan Keberadaan Vektor Aedes Aegypti Di Kapal Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah kapal yang memiliki waktu tinggal di pelabuhan dengan kategori lama sebesar 64 kapal. Dari jumlah tersebut 30 kapal diantaranya (46,9%) terdapat kehidupan nyamuk, sisanya 34 kapal (53,1%) tidak ada nyamuk. Sedangkan kapal dengan kategori waktu tinggal tidak lama sebanyak 139 kapal, terdapat kehidupan nyamuk sebanyak 32 kapal (23%) sisanya 107 kapal (77%) tidak terdapat tanda-tanda kehidupan nyamuk. Hasil uji statistik dengan menggunakan computer program SPSS didapatkan nilai P-value = 0,001. Hal ini menunjukkan bahwa waktu tinggal kapal yang lama di pelabuhan berhubungan dengan keberadaan nyamuk di kapal. Kondisi sanitasi kapal yang tidak memenuhi syarat sebanyak 70 kapal, selebihnya memenuhi syarat 133 kapal. Kapal yang tidak memenuhi syarat, positif Aedes aegypti 40 kapal (57,1%), sedangkan yang negatife 30 kapal (42,9%). Sebaliknya jumlah kapal yang memenuhi syarat kondisi sanitasi kapal, positif Aedes aegypti hanya 22 kapal (16,5%) dan sisanya negatife Aedes aegypti 111 kapal (83,5%). Hasil uji statistik dengan menggunakan compu-
Populasi Dan Sampel Populasi pada penelitian ini adalah kapal yang merapat selama waktu penelitian di Dermaga Hatta, Soekarno dan Paotere. Berdasarkan laporan bulanan dari KKP Makassar, rata-rata kapal yang masuk setiap bulan selama tahun 2008 sebanyak 412 kapal. Perkiraan populasi selama waktu penelitian sebanyak 412 kapal. Besar sampel sebanyak 203 kapal selama 1 (satu) bulan waktu penelitian yang terbagi di 3 (tiga) dermaga yaitu Soekarno, Hatta dan Paotere. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode consecutive sampling. Semua kapal yang memenuhi kriteria sampel selama waktu penelitian dimasukkan sebagai subyek penelitian sampai mencapai jumlah sampel yang diinginkan yaitu 203 sampel/kapal. Pengumpulan Data Data mengenai keberadaan jentik nyamuk dikumpulkan langsung dari lokasi penelitian. Keberadaan jentik Aedes aegypti dikumpulkan melalui pemeriksaan jentik pada container air. Data faktor tempat bersarang potensial seperti kondisi sanitasi kapal, jarak labuh kapal ke pemukiman penduduk terdekat, lama tinggal kapal di pelabuhan, perilaku ABK dan 130
Jurnal MKMI, Juli 2010, hal 129-135
ter program SPSS didapatkan nilai P-value = 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi sanitasi kapal berhubungan dengan keberadaan nyamuk di kapal.
Sanitasi kapal yang tidak memenuhi syarat merupakan faktor yang berhubungan dengan keberadaan nyamuk Aedes aegypti di kapal.
Tabel 2. Lama Tinggal Kapal di Pelabuhan, Jenis Kapal, Kondisis Sanitasi Kapal, Pelabuhan Asal Kapal dan Perilaku Anak Buah Kapal Hubungannya dengan Keberadaan Vektor Aedes aegypti di Kapal Pelabuhan Makassar 2009 Variabel Bebas Lama tinggal kapal Lama Tidak lama Kondisi sanitasi kapal Tidak memenuhi syarat Memenuhi syarat Pelabuhan asal kapal Terjangkit DBD Tidak terjangkit DBD Jenis kapal Kapal barang Kapal penumpang Perilaku anak buah kapal Tidak baik Baik Sumber : data primer
Keberadaan Vektor A. aegypti n % n
%
n
Nilai p
30 32
46,9 23
34 107
53,1 77
64 139
0,001
40 22
57,1 16,5
30 111
42,9 83,5
70 133
0,000
47 15
30,3 31,2
108 33
69,7 68,8
155 48
0,903
61 1
34,5 3,8
116 25
65,5 96,2
177 26
0,002
44 18
38,9 20
69 72
61,1 80
113 90
0,004
Hubungan antara pelabuhan asal kapal dengan keberadaan nyamuk Aedes aegypti di kapal menggambarkan bahwa kapal yang berasal dari pelabuhan ter-jangkit DBD (155 kapal), terdapat nyamuk Aedes aegypti sebanyak 47 kapal (30,3%) sisanya 108 kapal (69,7%) tidak terdapat nyamuk. Kapal yang berasal dari pelabuhan tidak terjangkit DBD sebanyak 48 kapal, dari sejumlah kapal tersebut 15 kapal diantara-
nya (31,2%) terdapat kehidupan nyamuk dan sisanya 33 kapal (68,8%) tidak terdapat kehidupan nyamuk Aedes aegypti. Hasil uji statistik dengan menggunakan computer program SPSS didapatkan nilai P-value = 0,903 lebih besar dari α = 0,05 yang berarti Ho diterima dan Ha tolak. Hal ini menunjukkan bahwa pelabuhan asal kapal tidak berhubungan dengan keberadaan nyamuk di kapal.
Tabel 3. Analisis Multivariate Hubungan Antara Lama Tinggal Kapal di Pelabuhan, Kondisi Sanitasi Kapal, Jenis Kapal dan Perilaku Anak Buah Kapal (ABK) dengan Keberadaan Nyamuk Aedes Aegypti di Kapal Pelabuhan Makassar 2009 95,0%CI for Exp (B) Variabel Beta df Sig Wald Lower Upper Lama tinggal kapal -0,695 1 0,064 3,431 0,239 1,041 Kondisi sanitasi kapal 1,913 1 0,000 26,452 3,267 14,038 Jenis kapal 2,496 1 0,021 5,357 1,465 100,375 Perilaku ABK -0,137 1 0,735 0,114 0,395 1,926 Sumber : data primer Jenis kapal dengan keberadaan nyamuk A. Aegypti menunjukkan bahwa hanya 1 kapal (3,%) penumpang yang terdapat kehidupan nyamuk Aedes aegypti, sisanya 25 kapal (96,2%) tidak terdapat kehidupan nyamuk. Kapal barang (tangker, container, LCT, cargo, tongkang, tag boat dan kapal layar motor) sebanyak 177 kapal, terdapat nyamuk Aedes ae-
gypti 61 kapal (34,5%) dan sisanya 116 kapal (65,5 %) tidak ada nyamuk Aedes aegypti. Hasil uji statistik dengan program SPSS menggambarkan bahwa nilai P-value sebesar 0,002. Hal ini menunjukkan bahwa jenis kapal berhubungan dengan keberadaan nyamuk di kapal. Kapal dengan kategori perilaku ABK baik se131
Jurnal MKMI, Vol 6 No.3, 2010
huni padat di tanah air telah terjangkit DBD. Jumlah kabupaten/kota yang terjangkit DBD pada tahun 2006 mencapai 330 kab/kota dari 440 kab/kota (75 %). Sedangkan Provinsi yang terjangkit mencapai 32 dari 33 Provinsi (96,97%) 1.Data terbaru sesuai laporan tahun 2008, semua provinsi sudah terjangkit DBD. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan maret-april 2009, yang merupakan akhir musim hujan. Masih tingginya tingkat kepadatan nyamuk diluar mu-sim hujan ini juga sejalan dengan penelitian sejenis yang pernah dilaksanakan. Penelitian yang dilaksanakan pada tahun 1993-1994 bahkan menyimpulkan bahwa kepadatan nyamuk Aedes aegypti di Jakarta tidak berkorelasi dengan curah hujan. Kemudian dipertegas dengan penelitian lainnya yang menyimpulkan bahwa, perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti tidak bergantung pada musim hujan, walaupun jumlah kasus DBD meningkat selama musim hujan (Hari Suwasono, 1998). Tingkat kepadatan nyamuk tertinggi berada di Kawasan Pelabuhan Paotere yaitu sebesar 46,8%, kemudian Dermaga Hatta 29,4% dan Dermaga Soekarno 16,7%. Tingginya prosentase kapal yang positif Aedes aegypti di Pelabuhan Paotere berkaitan erat dengan kondisi lingkungan pemukiman yang padat di kawasan ini. Kawasan Pelabuhan Paotere berhubungan langsung dengan pemukiman penduduk dengan kepadatan yang tinggi. Pelabuhan dengan pemukiman hanya dibatasi oleh pagar pelabuhan. Jarak lokasi labuh kapal dengan pemukiman penduduk terdekat rata-rata 30 meter, bahkan ada yang berjarak 10 meter. Kepadatan nyamuk yang tinggi di Pelabuhan Paotere, sejalan dengan penetapan kawasan ini sebagai daerah yang rawan dengan penularan DBD. Dinas Kesehatan Kota Makassar menetapkan bahwa salah satu Kecamatan yang rawan penularan DBD adalah Kecamatan Ujung Tanah, dimana Pelabuhan Paotere merupakan salah satu lokasinya. Tingkat kerawanan di lokasi ini berdasarkan hasil survey jentik pada November 2008 mencapai 60% (T Azikin, 2009). Dermaga Hatta dan Dermaga Soekarno, tidak termasuk lokasi kecamatan yang rawan penularan DBD.
besar 90 kapal. Dari jumlah tersebut 18 kapal diantaranya (20%) terdapat kehidupan nyamuk dan sisanya 72 kapal (80%) tidak terdapat kehidupan Aedes aegypti. Sedangkan kapal dengan kategori perilaku ABK tidak baik sebanyak 113 kapal, terdapat kehidupan nyamuk sebanyak 44 kapal (38,9%) sisanya 69 kapal (61,1%) tidak terdapat tanda-tanda kehidupan nyamuk. Hasil uji statistik dengan menggunakan computer program SPSS didapatkan nilai P-value = 0,004. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa perilaku ABK berhubungan dengan keberadaan nyamuk di kapal. Analisis multivariat menunjukkan bahwa hanya ada dua variabel yang memiliki hubungan bermakna. Variabel kondisi sanitasi kapal yang paling besar hubungannya dengan keberadaan nyamuk di kapal yaitu nilai p-value 0,000. Kekuatan hubungan sebesar 26,452 kali kapal dengan kondisi sanitasi yang tidak memenuhi syarat berhubungan dengan keberadaan nyamuk. Jenis kapal menunjukkan hubungan dengan kekuatan 5,357 kali jenis kapal barang mempengaruhi keberadaan nyamuk di kapal. Lama tinggal kapal di pelabuhan dan perilaku anak buah kapal dalam analisis multivariate menunjukkan hubungan yang tidak signifikan. PEMBAHASAN Tingkat Kepadatan Nyamuk Adanya kehidupan nyamuk Aedes aegypti di kapal menunjukkan bahwa kapal tersebut tidak memenuhi persyaratan untuk berlayar. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, setiap alat angkut harus be-bas dari kehidupan vektor. Tingkat kepadatan nyamuk di kapal dalam kategori df 4 termasuk membahayakan bagi penularan penyakit tular vektor termasuk demam berdarah dengue (DBD) dan merupakan penyebab meluasnya penularan penyakit demam berdarah dengue (DBD) di tanah air dan di seluruh dunia. Ahli-ahli WHO menemukan pula hubungan antara density figure dengan biting rate (angka gigitan). Secara garis besarnya density figure kira-kira ½ nilai biting rate. Nilai density figure sebesar 4 (df 4) sebanding dengan biting rate 8 (8 ekor per orang per-jam). Nilai ini kurang lebih sebanding dengan kepadatan Aedes aegypti betina sebanyak 4000 ekor tiap hektar. Jenis kapal layar motor (KLM) yang paling dominan ditemukan adanya nyamuk Aedes aegypti. Kapal-kapal ini merupakan pelayaran rakyat yang melakukan pelayaran antar wilayah di tanah air. Pelabuhan-pelabuhan kecil yang ada di setiap pulau di tanah air biasanya menggunakan jasa angkutan jenis kapal ini, baik untuk lalulintas orang maupun lalulintas barang. Penyebaran penyakit DBD yang tidak terkendali pada luas wilayah penyebarannya di tanah air diduga berkaitan dengan mobilitas alat angkut jenis KLM ini. Hampir setiap pulau yang berpeng-
Hubungan Lama Tinggal Kapal Di Pelabuhan Dengan Keberadaan Aedes Aegypti di Kapal Semakin lama kapal tinggal di suatu wilayah memberikan peluang terjadinya ekspansi / migrasi nyamuk darat/pemukiman ke kapal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu tinggal kapal di pelabuhan berhubungan dengan keberadaan nyamuk di kapal. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi migrasi nyamuk pelabuhan/pemukiman ke kapal. Ekspansi geografi nyamuk Aedes aegypti pada dasarnya dari 132
Jurnal MKMI, Juli 2010, hal 129-135
pal dipengaruhi oleh perilaku ABK dan lama tinggal kapal di pelabuhan. Sekalipun belum pernah ada penelitian sejenis di kapal, tetapi penelitian kepadatan nyamuk di pemukiman sudah sangat banyak dilakukan. Penelitian tentang faktor sanitasi lingkungan berhubungan dengan keberadaan vektor DBD di Denpasar Selatan 7. Penelitian lain yaitu di Kota Mataram menyimpulkan faktor lingkungan berupa keberadaan kontainer air, baik yang berada di dalam maupun di luar rumah menjadi tempat perindukan nyamuk Aedes sebagai vektor penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), merupakan faktor yang sangat berperan terhadap penularan ataupun terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit Demam Berdarah Dengue di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, tetapi faktor sanitasi lingkungan tidak berperan terhadap penularan ataupun terjadinya KLB DBD 8. Sanitasi kapal yang jelek/tidak baik merupakan faktor risiko berkembangnya nyamuk Aedes aegypti. Tempat penampungan air di kapal yang terbuka dan jarang dikuras, barang bekas ditumpuk, tempat sampah, pencahayaan yang kurang, genangan air dan kebersihan kapal yang kurang merupakan tempat perindukan potensial nyamuk yang paling disukai. Kapal jenis KLM umumnya memiliki tempat penampungan air (TPA) dari drum plastik atau besi tanpa penutup. Letaknya ada yang di luar dan di dalam ruangan kapal. Konstruksi kapal jenis KLM ini tidak kedap serangga. Kondisi ini yang menyebabkan tingginya prosentase kapal KLM yang positif Aedes. Disis lain, ketersediaan air tawar di kapal sangat terbatas. Kapal melakukan pengisian air tawar di pelabuhan dan dipakai sampai berhari-hari selama pelayaran. ABK umumnya berhemat dalam penggunaan air. Kondisi ini menyebabkan TPA sangat jarang dikuras atau dibersihkan. Bila kapal berlabuh di pelabuhan yang memiliki populasi nyamuk Aedes yang tinggi sangat rentan untuk terjadi migrasi dan perkembangbiakan nyamuk di kapal. Kondisi sanitasi kapal yang jelek dapat dilihat dengan banyaknya barang bekas atau barang bawaan yang ditumpuk di sembarang tempat. Bila banyak tumpukan barang, maka penetrasi matahari dan hawa sangat berkurang. Akibatnya terjadi peningkatan kelembaban dan suhu, khusunya bila barang tersebut ditumpuk di area dapur, WC dan disekitar tempat penampungan air. Kondisi ini sangat disukai oleh nyamuk untuk bersarang, istirahat dan berkembangbiak. Hasil penelitian yang telah dilaksanakan di Surabaya menunjukkan bahwa kondisi lingkungan di Kelurahan Wonokusumo Kota Surabaya yang mempunyai hubungan dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti adalah kelembaban udara, sedangkan suhu udara tidak ada hubungan dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti 9.
Makassar, kemudian disebarluaskan ke seluruh tanah air melalui kapal. Waktu tinggal kapal dengan kategori lama yaitu bila waktu tinggal kapal sejak kedatangan sampai pada pemeriksaan 189,48 jam atau setara dengan 8 hari. Kategori ini sesuai dengan kriteria obyektif yang penulis telah tentukan sebelumnya. Waktu tinggal yang demikian memungkinkan nyamuk mengalami perkembangbiakan dari telur sampai nyamuk dewasa. Sekalipun dalam pelayaran, nyamuk-nyamuk dewasa berpeluang mati atau tidak akan terbawa ke pe-labuhan tujuan karena faktor kecepatan angin, tetapi telur dan jentik nyamuk yang sudah ada di air dapat menjadi nyamuk dewasa di pelabuhan tujuan. Di pelabuhan tujuan, nyamuk kapal dapat melakukan ekspansi/migrasi ke pemukiman penduduk, menggigit orang dan mengalami siklus perkembangbiakan lagi. Hubungan Kondisi Sanitasi Kapal Dengan Keberadaan Nyamuk Aedes Aegypti Di Kapal Sanitasi kapal adalah kondisi kapal berdasarkan kebersihan, pertukaran udara, pencahayaan, pencucian, adanya vektor lain selain Aedes aegypti, kualitas dan kuantitas air bersih dan air minum, sarana penampungan limbah cair, NUBIKA, sumber makanan, cara penyimpanan makanan, cara penyajian, pengolahan dan pelayanan makanan, sumber air bersih, penyimpanan, dan penyaluran, sarana penampungan sampah dan pemisahan jenis-jenis sampah. Pemeriksaan kondisi sanitasi kapal tersebut dilaksanakan disemua bagian kapal seperti dapur, ruang pengolahan makanan, gudang, palka/cargo, ruangan (penumpang, kelasi, perwira, geladak, deck), ruang mesin, WC/kamar mandi dan ruangan lainnya. Hasil penelitian menggambarkan bahwa hubungan yang bermakna antara kondisi sanitasi kapal dengan keberadaan nyamuk Aedes aegypti di kapal. Analisis multivariate dengan uji logistik regresi sebagaimana dalam Tabel 3, memperlihatkan bahwa kondisi sanitasi kapal yang paling kuat hubungannya dibandingkan dengan variabel lainnya. Nilai wald = 26,452 mengindikasikan bahwa kondisi sanitasi kapal yang tidak memenuhi syarat mempengaruhi keberadaan nyamuk di kapal sebanyak 26,452 kali. Variabel yang berpengaruh dalam analisis bivariate yaitu perilaku ABK dan lama tinggal kapal di pelabuhan, pada analisis multivariate menjadi tidak bermakna. Hal ini disebabkan karena variabel perilaku ABK outputnya juga menyangkut kondisi sanitasi kapal yaitu perilaku ABK dalam menjaga kebersihan kapal. Demikian halnya dengan variabel lama tinggal kapal di pelabuhan menjadi tidak bermakna karena semakin lama kapal tinggal di pelabuhan ada kecenderungan kapal tersebut tidak memenuhi syarat sanitasi. Sebagai simpulan bahwa kondisi sanitasi ka133
Jurnal MKMI, Vol 6 No.3, 2010
daan Nyamuk Aedes Aegypti di kapal Perilaku ABK dalam mencegah infestasi nyamuk ke kapal di diukur dengan melihat tirai pada ventilasi kamar ABK, kebiasaan menggantung pakaian, penanganan tempat penampungan air dan keaktifan dalam membersihkan kapal. Hasil penelitian seperti dalam Tabel 2 menunjukkan bahwa prosentase kapal yang positif Aedes aegypti lebih tinggi, hampir dua kali pada kapal dengan perilaku ABK tidak baik dibandingkan dengan kapal dengan perilaku ABK baik. Hasil uji statistik menunjukkan hubungan yang bermakna antara perilaku ABK dengan keberadaan nyamuk Aedes aegypti. Perilaku ABK yang tidak baik menyebabkan timbulnya tempat perindukan potensial nyamuk di kapal seperti gantungan pakaian, bejana air dan kelembaban udara yang tinggi. Banyaknya gantungan pakaian di kamar dapat menjadi tempat istirahat nyamuk. Bejana air yang tidak dikuras secaraa rutin dapat menjadi tempat bertelur nyamuk. Barang-barang bekas dan sampah yang ditumpuk di kapal dapat menyebabkan terbentuknya ruang yang lembab. Ruangan ini sangat disenangi nyamuk Aedes untuk beraktifitas, terbang dan hinggap. Beberapa penelitian tentang perilaku masyarakat hubungannya dengan vektor demam berdarah denguae (Aedes aegypti) yang sejalan dengan hasil penelitian ini, antara lain Nurjazuli (1998), beberapa faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes di suatu daerah adalah faktor kesehatan lingkungan, faktor pengetahuan dan pelaksanaan PSN di daerah tersebut. Penelitian di Kota Bandar Lampung menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara pelaksanaan PSN dan keberadaan jentik nyamuk Aedes di tempat penampungan air, tetapi tidak terdapat hubungan antara pengetahuan, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan terhadap keberadaan jentik nyamuk10. Tindakan 3M berperan positif terhadap pencegahan terjadinya KLB penyakit DBD di Kota Mataram 8. Pencegahan penyakit DBD yang paling utama adalah dengan kegiatan yang dikenal sebagai 3 M yaitu: menguras bak atau penampungan air, menutup bak atau tempat penampungan air dan menimbun/ mengubur barang-barang bekas seperti kaleng, botol dan lain-lain. Kegiatan ini bertujuan untuk memutus rantai perkembangbiakan nyamuk dengan cara membasmi jentik-jentik nyamuk, sehingga diharapkan tidak sampai menjadi nyamuk dewasa. Kegiatan 3 M ini harus dilaksanakan oleh masyarakat (termasuk ABK untuk di kapal) di lingkungan tempat tinggalnya masing-masing 11.
Hubungan Pelabuhan Asal Kapal Dengan Keberadaan Nyamuk Aedes Aegypti Di Kapal Pelabuhan asal kapal dengan keberadaan nyamuk Aedes aegypti di kapal, tidak menunjukkan adanya hubungan. Tidak ada perbedaan tingkat kepadatan nyamuk antara kapal yang berasal dari pelabuhan terjangkit DBD dengan kapal yang berasal dari pelabuhan yang tidak terjangkit DBD. Belum adanya penelitian sejenis sehingga menyulitkan penulis untuk melakukan analisis komparatif. Tetapi secara teori dan sudah dibuktikan dengan penelitian di tempat pemukiman menunjukkan bahwa ada hubungan antara kepadatan nyamuk dengan kejadian DBD. Tingkat kepadatan nyamuk yang tinggi sangat berisiko terhadap penularan DBD. Hubungan Antara Jenis Kapal Dengan Keberadaan Nyamuk Aedes Aegypti Di Kapal Kapal barang memiliki potensi risiko untuk menjadi tempat perindukan nyamuk. Secara prosentase kapal barang yang positif Aedes sebanyak 34,5% se-dangkan kapal penumpang hanya 3,8 %. Dalam analisis multivariate, hubungan variabel ini juga masih kuat yaitu nilai wald 5,357, yang berarti bahwa jenis kapal barang memiliki 5,357 kali berpeluang untuk positif nyamuk Aedes. Perbedaan konstruksi dan bentuk kapal mempengaruhi keberadaan nyamuk. Kapal dengan konstruksi terbuka memiliki risiko besar adanya infestasi nyamuk. Kapal-kapal barang umumnya memiliki konstruksi terbuka dan tidak rapat. Kapal-kapal ini ada yang memiliki konstruksi standar tetapi pada umumnya tidak memenuhi standar untuk melakukan pelayaran internasional. Kapalkapal rakyat, seperti KLM, kapal ikan, dan kapal yang memiliki gross tonnage kurang 1000 GT umumnya dibuat di dalam negeri dengan bahan kayu. Pada pintu masuk ruangan tidak dilengkapi pintu yang memiliki konstruksi untuk menutup sendiri (self closing). Demikian halnya dengan fan/kipas angin di atas pintu tidak ada. Alat ini berfungsi untuk mencegah masuknya serangga ke kapal. Secara umum kapal barang khususnya jenis KLM keadaanya tidak memenuhi syarat konstruksi rapat serangga sehingga dengan mudah terjadi ekspansi/migrasi nyamuk. Sebaliknya kapal penumpang yang umumnya dikelolah PT. PELNI memiliki konstruksi yang standar internasional. Semua pintu keluar bersifat self closing. Pada bagian atas pintu dilengkapi dengan kipas angin dengan daya yang kuat sehingga serangga tidak dapat masuk. Semua jendela dilengkapi dengan tirai. Tempat penampungan air di kapal PELNI hampir tidak ada. Kamar mandi dan WC dilengkapi dengan kran air. Konstruksi yang demikian memperkecil resiko adanya infestasi nyamuk di kapal.
KESIMPULAN Dari variabel yang diteliti menunjukkan bahwa yang memilki hubungan dengan keberadaan nyamuk
Hubungan Antara Perilaku ABK Dengan Kebera134
Jurnal MKMI, Juli 2010, hal 129-135
Aedes Aegypti adalah Kapal yang memiliki waktu tinggal yang lama (≥189, 48 jam) di pelabuhan, kondisi sanitasi kapal yang tidak memenuhi syarat/ risiko tinggi, jenis kapal barang/container, perilaku ABK yang tidak baik dan kondisi sanitasi kapal yang tidak memenuhi syarat/risiko tinggi. Sedangkan variabel
yang tidak memiliki hubungan dengan keberadaan nyamuk Aedes Aegypti adalah kapal yang berasal dari pelabuhan terjangkit DBD. Disarankan kepada nakhoda dan ABK untuk senantiasa menjada kondisi sanitasi kapal dan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.
DAFTAR PUSTAKA 1. Depkes RI, 2007, Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 2006, Ditjen PP-PL Depkes RI 2. Wilson, Mary E, 1995, Infectious Diseased: An Ecological Persfective, British Medical Journal, 311 3. Depkes RI, 1996. Sanitasi di Kapal, Sub Dit Kesehatan Pelabuhan dan Daerah perbatasan, Ditjen PPM & PLP. 4. Depkes RI, 1996. Hygiene dan Sanitasi di Penerbangan, Sub Dit Kesehatan Pelabuhan dan Daerah perbatasan, Ditjen PPM & PLP. 5. Depkes RI, 1996 Membina Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSNDBD), Jakarta, Dirjen PPM dan PLP 6. Depkes RI, 1996. Menggerakkan Masyarakat Dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD), Jakarta, Dirjen PPM dan PLP. 7. Suyasa, IN Gede, dkk, Hubungan Faktor Lingku-
ngan Dan Perilaku Masyarakat Dengan Keberadaan Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas I Denpasar Selatan, ECOTROPIC, 2008 Fathi, dkk, Peran Faktor Lingkungan Dan Perilaku Terhadap Penularan Demam Berdarah Dengue di Kota Mataram, Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol 2 No. 1, 2005 Ririh Yudhastuti dan Anny Vidayaniz, 2005, Hubungan Kondisi Lingkungan, Kontainer, dan Perilaku Masyarakat dengan Keberadaan Jentik Nya-muk Aedes aegypti di Daerah Endemis DBD di Surabaya, Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol 1, Januari 2005 Dyah Wulan Sumekar, Faktor-Faktor Yang BerhuBungan Dengan Keberadaan Jentik Nyamuk : studi di Kelurahan Raja-Basa Lampung, UNILA 2007 Depkes RI, 2007, Pedoman Penyelenggaraan Karantina Kesehatan di Kantor Kesehatan Pelabuhan, Depkes RI tahun 2007.
8.
9.
10.
11.
135