EVALUASI PAKAN TERCEMAR TIMBAL (Pb) PADA SISTEM FERMENTASI RUMEN IN VITRO
SKRIPSI PRAMUDIANTO EKAWARDANI
PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN PRAMUDIANTO EKAWARDANI. D24101063. 2006. Evaluasi Pakan Tercemar Timbal (Pb) pada Sistem Fermentasi Rumen In Vitro. Skripsi. Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Dwierra Evvyernie Amirroenas, MSc. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Sunaryadi, MSi. Kemajuan teknologi dan industri dalam kehidupan manusia menimbulkan dampak negatif dengan meningkatnya pencemaran logam-logam berat seperti timbal (Pb). Timbal merupakan salah satu jenis logam berat yang dapat bersifat toksik bagi makhluk hidup. Timbal dapat masuk ke tubuh ternak melalui kulit, saluran pernapasan maupun saluran pencernaan. Pakan yang tercemar Pb dapat menjadi media penghantar Pb. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pakan yang tercemar Pb terhadap fermentabilitas dan kecernaan in vitro pakan tersebut di dalam rumen. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan tujuh perlakuan dan tiga kelompok. Perlakuan ransum yang digunakan adalah R1 (ransum basal + 50 ppm Pb), R2 (ransum basal + 100 ppm Pb), R3 (ransum basal + 150 ppm Pb), R4 (ransum basal + 200 ppm Pb), R5 (ransum basal + 250 ppm Pb), R6 (ransum basal + 300 ppm Pb) dan R7 (ransum basal + 350 ppm Pb). Peubah yang diamati meliputi konsentrasi VFA (Volatile Fatty Acids) total, konsentrasi NH3 (Amonia) serta KCBK (Koefisien Cerna Bahan Kering) dan KCBO (Koefisien Cerna Bahan Organik). Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA) dan perbedaan yang nyata diuji lanjut menggunakan uji kontras ortogonal (Steel dan Torrie, 1993). Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan Pb di dalam ransum sangat nyata menurunkan (P<0,01) konsentrasi VFA total dan konsentrasi NH3, namun tidak mempengaruhi KCBK dan KCBO. Taraf Pb yang masih dapat ditoleransi adalah 100 ppm di dalam ransum yang mengandung Total Digestible Nutrient sebesar 67 % dan protein kasar 15 %. Kata-kata kunci: Timbal, VFA, Amonia, Kecernaan
ABSTRACT Evaluation of Lead’s Polluted Feed on In Vitro Rumen Fermentation System P. Ekawardani, D.E. Amirroenas, and Sunaryadi The advance of technology and industries on mankind’s life brought a negative effect on the increased of heavy metals pollution like lead (Pb). Lead is a heavy metal that could poison living things. Lead can enter the body through the skin, respiratory track and also digestion track of an animal. Lead’s polluted feed can be a carrier of lead. The objective of this research was to evaluate the lead’s polluted feed on in vitro’s fermentability and digestibility of the feed in the rumen. This research was held in Laboratory of Dairy Nutrition Science, Faculty of Animal Science Bogor Agricultural Institute. A randomized block design was allocated in this research with 7 treatments and 3 blocks. Treatment diets were R1 (Concentrate + 50 ppm Pb), R2 (Concentrate + 100 ppm Pb), R3 (Concentrate + 150 ppm Pb), R4 (Concentrate + 200 ppm Pb), R5 (Concentrate + 250 ppm Pb), R6 (Concentrate + 300 ppm Pb) and R7 (Concentrate + 350 ppm Pb). The variables observed were concentrations of total volatile fatty acids (VFA), concentrations of ammonia (NH3), dry matter digestibility and organic matter digestibility. Data were analyzed using analysis of variance and significant differences were tested using contrast orthogonal. The results showed that the increase of Pb in the diet significantly decreased (P<0.01) the concentrations of VFA and NH3, but did not affect the dry matter digestibility and organic matter digestibility. It is concluded that level of Pb that can still be tolerated is about 100 ppm in the diets containing 67 % of Total Digestible Nutrient and 15 % of crude protein. Key words: Lead, VFA, Ammonia, Digestibility
EVALUASI PAKAN TERCEMAR TIMBAL (Pb) PADA SISTEM FERMENTASI RUMEN IN VITRO
PRAMUDIANTO EKAWARDANI D24101063
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
EVALUASI PAKAN TERCEMAR TIMBAL (Pb) PADA SISTEM FERMENTASI RUMEN IN VITRO
Oleh PRAMUDIANTO EKAWARDANI D24101063
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 22 September 2006
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Dr. Ir. Dwierra E. Amirroenas, MSc. NIP. 131 624 183
Dr. Ir. Sunaryadi, MSi. NIP. 132 056 449
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Ronny R. Noor, MRur.Sc. NIP. 131 624 188
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 25 Maret 1983 di Bogor Jawa Barat. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Ismu Subianto dan Ibu Neneng Halimah. Pendidikan dasar Penulis selesaikan pada tahun 1995 di SDN Ciluar 5. Pendidikan lanjutan menengah pertama dimasuki pada tahun 1995 di SLTPN 2 Bogor dan diselesaikan pada tahun 1998 di SLTPN 1 Wates Kulon Progo, sedangkan pendidikan lanjutan menengah atas dimasuki pada tahun 1998 di SMUN 1 Wates Kulon Progo dan diselesaikan pada tahun 2001 di SMUN 1 Bogor. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2001. Selama
mengikuti
pendidikan,
Penulis
sempat
bergabung
dalam
kepengurusan Himpunan Mahasiswa Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak (Himasiter) pada Divisi NFS English Club. Kepanitiaan yang pernah diikuti antara lain Festival Cinta Peternakan 2002, Rangkaian Acara Paket Liburan Eksklusif Himasiter (KLUSTER) 2003 serta Pemilihan Raya Himasiter 2004.
KATA PENGANTAR Puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Evaluasi Pakan Tercemar Timbal (Pb) pada Sistem Fermentasi Rumen In Vitro” ini. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pencemaran timbal (Pb) pada pakan terhadap sistem fermentasi rumen dan kecernaan secara in vitro. Senyawa Pb yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pb-asetat yang memiliki rumus molekul (Pb++(CH3OO-)2.3H2O). Penelitian dilakukan secara in vitro dengan menggunakan cairan rumen domba yang berasal dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Ciampea. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juni 2005 di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Tahapan-tahapan dalam penelitian ini meliputi penyusunan formulasi dan pembuatan ransum, evaluasi in vitro, pengolahan data serta penulisan skripsi. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak atas masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Bogor, September 2006 Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ........................................................................................
ii
ABSTRACT ...........................................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP ................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ............................................................................
vii
DAFTAR ISI ..........................................................................................
viii
DAFTAR TABEL ..................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................
xii
PENDAHULUAN ..................................................................................
1
Latar Belakang ............................................................................ Perumusan Masalah .................................................................... Tujuan ........................................................................................
1 2 2
TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................
3
Timbal (Pb) ................................................................................. Toksisitas Timbal ........................................................................ Pencernaan Fermentatif dalam Rumen ........................................ Volatile Fatty Acids (VFA) .............................................. Amonia (NH3) ................................................................. Kecernaan ...................................................................................
3 4 6 6 7 8
METODE ...............................................................................................
10
Lokasi dan Waktu ....................................................................... Materi ......................................................................................... Ransum ........................................................................... Bahan .............................................................................. Alat ................................................................................. Rancangan .................................................................................. Perlakuan ........................................................................ Model .............................................................................. Peubah ............................................................................ Analisis Data ................................................................... Prosedur ...................................................................................... Penyusunan Ransum Penelitian ....................................... Evaluasi in vitro ..............................................................
10 10 10 10 11 11 11 11 12 12 12 12 12
HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................
15
Pencernaan Fermentatif dalam Rumen ........................................ Volatile Fatty Acids (VFA) .............................................. Amonia (NH3) .................................................................
15 15 18
Kecernaan ...................................................................................
20
KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................
22
Kesimpulan ................................................................................. Saran ..........................................................................................
22 22
UCAPAN TERIMA KASIH ...................................................................
23
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
24
LAMPIRAN ...........................................................................................
26
ix
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Kegunaan Pb dalam Pabrik ...........................................................
3
2. Komposisi Ransum Basal Penelitian Berdasarkan Bahan Kering ..
10
3. Komposisi Larutan McDougall ....................................................
13
4. Rataan Konsentrasi VFA dan Amonia per Perlakuan ....................
15
5. Rataan Koefisien Cerna Bahan Kering dan Organik per Perlakuan .....................................................................................
20
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Grafik Hubungan Level Pb pada Pakan dengan Konsentrasi VFA Total ....................................................................................
17
2. Grafik Hubungan Level Pb pada Pakan dengan Konsentrasi Amonia ........................................................................................
19
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Analisis Ragam Konsentrasi VFA Total .......................................
27
2. Uji Kontras Ortogonal Konsentrasi VFA Total .............................
27
3. Analisis Ragam Konsentrasi Amonia ...........................................
27
4. Uji Kontras Ortogonal Konsentrasi Amonia .................................
28
5. Analisis Ragam Koefisien Cerna Bahan Kering ............................
28
6. Analisis Ragam Koefisien Cerna Bahan Organik ..........................
28
PENDAHULUAN Latar Belakang Dewasa ini perkembangan kehidupan manusia telah maju dengan sangat pesat. Perkembangan ini terutama terjadi pada bidang industri dan transportasi. Sebagai suatu konsekuensi dari perkembangan industri dan transportasi ini maka efek negatifnya yaitu pencemaran terhadap lingkungan mutlak tidak dapat kita hindari. Salah satu jenis pencemaran lingkungan adalah polusi logam-logam berat. Logam-logam berat seperti timbal (Pb), merkuri (Hg), kadmium (Cd) dan tembaga (Cu) tersebar di permukaan bumi, di tanah, air dan udara. Logam-logam berat tersebut dapat berbentuk senyawa organik, anorganik atau terikat dalam senyawa logam yang lebih berbahaya daripada keadaan murninya. Mineral Pb merupakan mineral utama penyebab polusi yang dapat menyebabkan keracunan pada hewan dan manusia. Pencemaran mineral ini sebagian besar disumbangkan oleh gas hasil buangan kendaraan bermotor. Seiring dengan perkembangan kehidupan manusia, terjadilah dampakdampak negatif dari perkembangan industri dan transportasi seperti erosi tanah. Erosi tanah ini dapat menyebabkan mineral-mineral tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan tercuci, sedangkan logam-logam berat yang valensinya lebih besar dan membentuk ikatan kompleks tidak mudah tercuci. Logam-logam berat tersebut kemudian akan diserap oleh tanaman yang ada di permukaan tanah dan tanaman tersebut dikonsumsi oleh manusia maupun ternak. Alat-alat atau mesin yang digunakan pada proses pengolahan pakan yang berbahan logam diberi tambahan Pb agar penampilannya bertambah baik. Tanpa disadari Pb tersebut dapat mencemari pakan seiring dengan ausnya alat atau mesin tersebut karena penggunaan. Manusia atau ternak yang telah mengkonsumsi tanaman atau pakan yang terkontaminasi Pb tersebut dapat mengalami keracunan, begitu juga dengan manusia maupun ternak yang menghirup Pb yang berasal dari gas hasil buangan kendaraan bermotor. Susunan saraf merupakan organ yang menjadi sasaran utama Pb bila Pb masuk ke dalam tubuh manusia. Gangguan saraf ini umumnya terjadi ketika kadar Pb darah di atas 80 µg/dl. Hiperaktivitas dan penurunan nilai IQ dapat terjadi pada anakanak jika kadar Pb berkisar 40-50 µg/dl (Lu, 1995). Menurut Sunaryadi (2006)
domba yang mengkonsumsi Pb dapat mengalami penurunan fertilitas seperti menurunnya kekentalan, konsentrasi dan gerakan massa sperma. Hewan ruminansia lebih rentan terhadap kemungkinan terkena keracunan Pb dibandingkan dengan hewan non ruminansia. Sampai saat ini pengaruh dari keracunan Pb terhadap hewan ruminansia khususnya terhadap fermentabilitas dan kecernaan pakan di dalam rumen belum diketahui secara pasti. Perumusan Masalah Pencemaran lingkungan oleh logam berat yang berasal dari limbah industri dan buangan gas kendaraan bermotor sudah sangat mengkhawatirkan. Pencemaran ini diduga dapat berakibat negatif terhadap kesehatan dan metabolisme makhluk hidup khususnya ternak. Oleh karena itu perlu dikaji akibat yang ditimbulkan dari pencemaran Pb pada pakan terhadap fermentabilitas dan kecernaan pakan tersebut di dalam rumen. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pakan yang tercemar Pb terhadap fermentabilitas dan kecernaan in vitro pakan tersebut di dalam rumen.
2
TINJAUAN PUSTAKA Timbal (Pb) Menurut Piliang (2001), lambang timah hitam (Pb) berasal dari bahasa latin, plumbum. Logam berat dan lentur (pliable) mempunyai warna terang kebiruan, dan mudah berubah warna menjadi kusam dengan warna abu-abu dengan lapisan oksida. Mineral ini jarang terdapat dalam bentuk aslinya, melainkan biasa ditemukan dalam bentuk sulfida pada tambang galena. Timbal bernomor atom 82, memiliki berat atom 207,21, mencair pada suhu 327,5 °C dan mendidih pada suhu 1744 °C. Menurut Saeni (1997), logam berat seperti Pb memiliki afinitas yang tinggi terhadap unsur belerang (S) sehingga mendorong terjadinya ikatan logam berat dengan S pada setiap kesempatan. Timbal merupakan mineral utama penyebab polusi yang dapat menyebabkan keracunan pada hewan dan manusia. Bahan-bahan bakar yang mengandung aditif mineral timbal merupakan kontaminasi utama di udara, tanah dan air (Piliang, 2001). Menurut Darmono (1995), Pb adalah logam yang sangat populer dan banyak dikenal oleh orang awam. Hal tersebut disebabkan oleh banyaknya Pb yang digunakan di pabrik dan paling banyak menimbulkan keracunan pada makhluk hidup. Sifat-sifat dan kegunaan logam ini antara lain kepadatannya melebihi logam lain, mempunyai titik lebur yang rendah sehingga mudah digunakan dan murah biaya operasinya, mudah dibentuk karena bersifat lunak, mempunyai sifat kimia yang aktif sehingga dapat digunakan untuk melapisi logam guna mencegah perkaratan dan bila dicampur dengan logam lain membentuk logam campuran yang lebih bagus daripada logam murninya. Beberapa kegunaan Pb dalam pabrik dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kegunaan Pb dalam Pabrik Pabrik
Bentuk
Aki/baterai
Oksida
Produksi logam
Alloi (logam campuran)
Kimia
Tetra etil (organik)
Listrik
Logam
Pigmen/cat
Oksida/hidroksida
Sumber: Darmono (1995)
Lebih dari 200.000 ton Pb digunakan dalam industri kimia yang berbentuk tetra etil Pb, yang biasanya dicampur dengan bahan bakar minyak untuk melindungi mesin supaya lebih awet. (Darmono, 1995). Toksisitas Timbal Secara sederhana dan ringkas, toksikologi didefinisikan sebagai kajian tentang hakikat dan mekanisme efek berbagai bahan terhadap makhluk hidup dan sistem biologik lainnya. Toksikologi juga membahas penilaian kuantitatif tentang berat dan kekerapan efek ini sehubungan dengan terpaparnya makhluk tadi (Lu, 1995). Menurut Soemirat (2003) toksin atau racun adalah suatu zat baik itu berupa zat kimia, fisis maupun biologis yang bila dapat memasuki tubuh dalam keadaan cukup, secara konsisten, menyebabkan fungsi tubuh menjadi tidak normal. Salah satu kerja utama logam toksik adalah menghambat kerja enzim. Efek ini biasanya timbul akibat interaksi antara logam dengan gugus SH pada enzim itu. Suatu enzim dapat juga dihambat oleh logam toksik melalui penggusuran kofaktor logam yang penting dari enzim. Contohnya, timbal dapat menggantikan zink dalam enzim yang bergantung pada adanya zink, misalnya asam -aminolevulinat hidratase (ALAD) (Lu, 1995). Menurut McDowell (1992), Pb di lingkungan sekitar sebagian besar terdapat di udara tetapi jika kembali ke tanah, air dan tumbuhan dalam bentuk debu dapat membahayakan terutama bagi ternak yang merumput. Masuknya Pb ke dalam tubuh tidak hanya melalui saluran pencernaan, tetapi juga dapat terjadi melalui saluran pernapasan dan kulit. Keracunan Pb adalah salah satu kasus keracunan yang paling sering dilaporkan pada hewan ternak, terutama ruminansia besar, dan dipercaya keracunan ini sebenarnya lebih banyak terjadi daripada yang dilaporkan. Darmono (1995) menyatakan bahwa keracunan Pb pada orang telah diketahui sejak lama. Keracunan Pb atau disebut plumbism pernah dilaporkan seorang dokter Yunani sejak 2000 tahun yang lalu. Darmono (1995) juga melaporkan bahwa Pb mungkin berpengaruh negatif pada semua organ yaitu dengan mengganggu enzim oksidase dan sebagai akibatnya akan menghambat sistem metabolisme sel. Sebagian logam berat merupakan zat pencemar yang berbahaya. Logamlogam ini, misalnya Pb dapat bereaksi dengan unsur belerang dalam enzim, sehingga enzim tersebut menjadi tak mobil (Saeni, 1997). 4
Beberapa tahun belakangan ini pencemaran Pb yang berasal dari pipa-pipa air, kemasan makanan, cat dan sebagainya telah menurun jumlahnya dan tergantikan dengan pencemaran yang berasal dari gas buang kendaraan bermotor, asap rokok dan kosmetika. Pb secara alami diserap oleh tanaman dan masuk ke tubuh ketika dikonsumsi. Tubuh manusia dewasa mengandung rata-rata 100-120 mg Pb, dengan 90% terdapat dalam tulang dan gigi. Jumlah yang cukup banyak juga terdapat pada hati, ginjal, paru-paru, aorta dan rambut; sedang jumlah yang lebih kecil terdapat dalam jaringan otot dan otak (Lloyd et al., 1978). Menurut Darmono (1995), Pb dan logam berat lain seperti Cu, Zn, Cd dan Hg termasuk ke dalam jenis logam yang terlibat dalam proses enzimatik. Jenis logam berat tersebut biasanya masuk ke tubuh hewan dengan cara berikatan dengan protein (ligand binding). Jenis logam ini lebih reaktif terhadap ikatan ligan dengan sulfur dan nitrogen daripada jenis logam lain yang bukan logam berat seperti Na, K, Ca dan Mg sehingga hal ini sangat penting dalam sistem fungsi metaloenzim yang mengganggu (toksik) terhadap metabolisme sel itu sendiri. Apabila sitoplasma sel mengikat logam yang salah (nonesensial) atau sitoplasma mengikat logam lain yang bukan semestinya maka akan dapat menyebabkan rusaknya kemampuan katalitik (detoksikasi) dari sel tersebut. Dapat disimpulkan bahwa jika yang diikat logam yang bukan semestinya menjadi metaloenzim, fungsi enzim tersebut akan menjadi rusak. Linder (1992) melaporkan bahwa pembahasan Pb biasanya dihubungkan dengan aktivitas racunnya dan bukan karena pentingnya dalam metabolisme tubuh. Defisiensi terhadap Pb dapat terjadi jika konsumsi Pb
50 ppb dalam diet selama
satu generasi atau lebih. Defisiensi ini dapat menyebabkan penurunan penyimpanan besi (Fe) dalam hati dan limpa dan mungkin juga menyebabkan penurunan glukosa, trigliserida dan fosfolipid hati. Kelebihan Pb pada suatu organisme dapat mempengaruhi metabolisme sel darah merah, menghambat dua enzim untuk biosintesis
heme
( -aminolevulinate
dehydratase
dan
ferrochelatase
yang
menempatkan Fe+2 dalam cincin porfirin), juga menyebabkan anemia. Kelebihan Pb juga dapat mengakibatkan tertekannya respirasi pada mitokondria. Bila sudah masuk ke dalam tubuh, Pb didistribusikan melalui darah yang hampir semuanya ada di dalam eritrosit. Hampir semua Pb akan didepositkan dalam tulang (sekitar 90%) dan lainnya dalam jaringan lemak terutama hati dan ginjal.
5
Menurut Parakkasi (1995), Pb yang terserap dalam saluran pencernaan terutama disimpan dalam hati dan ginjal; dalam kedua organ inilah Pb akan terakumulasi. Pb menghambat enzim yang membutuhkan sulfhidril bebas, misalnya yang memegang peranan dalam pembentukan heme. Pencernaan Fermentatif dalam Rumen Ruminansia dan mikroba yang terdapat dalam rumennya memiliki hubungan yang saling menguntungkan di mana tumbuh-tumbuhan yang dimakan oleh hewan induk semang dicerna dan difermentasi oleh mikroba rumen untuk membentuk karbon dioksida (CO2), gas metan dan volatile fatty acids (VFA). Gas yang dihasilkan akan diekskresi oleh ruminansia dan VFAnya akan diserap dan dioksidasi (Hungate, 1966). Beberapa mineral berperan penting dalam meningkatkan aktivitas mikroba rumen. Sulfur adalah salah satu unsur penting yang mempengaruhi proses fermentasi dalam rumen (Arora, 1989). Owens dan Bergen (1983) melaporkan bahwa ada tiga macam mikroorganisme yang terdapat dalam rumen, yaitu bakteri, protozoa dan kapang. Volatile Fatty Acids (VFA) Volatile Fatty Acids (VFA) yang terbentuk ini merupakan sumber energi utama bagi ternak ruminansia (Sutardi, 1980; Arora, 1989 dan Parakkasi, 1995). Selama proses fermentasi, bahan-bahan yang mengandung energi (terutama karbohidrat) pada pakan ruminansia diubah menjadi sel-sel mikroba dan juga CO2, gas metan, asam asetat, propionat dan butirat. Sebagian dari produk-produk tersebut merupakan makanan bagi hewan inang. Hampir semua VFA yang diproduksi dalam rumen tersebut diserap oleh hewan (Hungate, 1966). Pernyataan yang serupa juga dicetuskan oleh McDonald et al. (2002), pakan yang masuk ke dalam rumen difermentasi untuk menghasilkan produk utama berupa VFA, sel-sel mikroba, serta gas metan dan CO2. Gas-gas tersebut akan hilang karena eruktasi dan VFA akan diserap melalui dinding rumen. Menurut Arora (1989), VFA yang diserap melalui epitelium retikulo rumen tersebut mencapai 85%. Tillman et al. (1989) juga menyatakan bahwa asam-asam asetat, propionat, dan butirat, CO2, dan gas metan adalah hasil akhir pencernaan jasad renik dan metabolisme karbohidrat dalam rumen. Selain asetat, propionat dan butirat, terdapat asam-asam lemak lain yang jumlahnya kecil dalam cairan rumen. Banyak dari asam6
asam lemak tersebut yang dihasilkan oleh proses deaminasi dari asam-asam amino dalam rumen. Menurut McDonald et al. (2002), ransum ruminansia mengandung selulosa, hemiselulosa, pati dan karbohidrat larut air dalam jumlah besar. Pemecahan karbohidrat di dalam rumen dapat dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama adalah pencernaan karbohidrat-karbohidrat kompleks menjadi gula-gula sederhana. Tahap kedua adalah perombakan gula-gula sederhana tersebut menjadi VFA yang sebagian besar adalah asam asetat, propionat dan butirat (Baldwin dan Allison, 1983). Amonia (NH3) Hungate (1966) mencatat bahwa amonia selalu terbentuk selama proses fermentasi asam amino dalam rumen. Amonia berperan sebagai bahan sumber nitrogen untuk pembentukan sel-sel mikroba dalam rumen. Menurut Arora (1989) dan McDonald et al. (2002), pencernaan protein yang terjadi dalam rumen dapat dijelaskan sebagai berikut. Protein yang berasal dari pakan dihidrolisis menjadi peptida dan asam amino oleh mikroorganisme rumen, tetapi beberapa asam amino mengalami pencernaan lebih lanjut menjadi asam organik, amonia dan CO2. Amonia yang dihasilkan, bersama beberapa peptida kecil dan asam amino bebas dimanfaatkan oleh organisme rumen untuk mensintesis protein mikroba. Amonia dalam cairan rumen ini merupakan kunci perantara pada pendegradasian pakan oleh mikroba dan sintesis protein. Perkiraan nilai konsentrasi amonia yang optimum untuk menunjang sintesis protein mikroba dalam cairan rumen sangat bervariasi, berkisar antara 5-17,65 mM (McDonald et al., 2002) atau 412 mM (Sutardi, 1977). Lloyd et al. (1978) menyatakan bahwa ruminansia dapat memanfaatkan bahan nitrogen protein maupun bahan nitrogen yang bukan protein karena mikroba dalam rumen menggunakan kedua sumber nitrogen tersebut untuk mensintesa protein yang berguna bagi pertumbuhan dan reproduksi mereka. Pemanfaatan sumber nitrogen bukan protein oleh ruminansia bergantung pada mikroba rumen yang menggunakan nitrogen dari bahan ini untuk pembentukan protein mikroba. Asamasam amino dari protein mikroba ini dapat dicerna dan diserap oleh hewan inang di abomasum dan usus halus.
7
Hal senada juga dinyatakan oleh McDonald et al. (2002), bahwa mikroorganisme rumen memiliki kemampuan untuk mengubah non protein nitrogen (NPN) yang terkandung dalam bahan pakan menjadi protein. Hal ini banyak dimanfaatkan dengan cara menambahkan bahan pakan yang mengandung NPN seperti urea. Ketika urea memasuki rumen, urea segera dihidrolisis menjadi amonia oleh enzim urease dari bakteri dan sebagai akibatnya konsentrasi amonia rumen meningkat. Menurut McDonald et al. (2002), jika laju degradasi protein dalam rumen lebih cepat dari laju sintesa protein, amonia akan terakumulasi dalam cairan rumen dan bukan tidak mungkin konsentrasi optimumnya dapat terlewati. Setelah konsentrasi optimum itu tercapai, amonia akan diserap ke dalam darah untuk kemudian dibawa ke hati dan diubah menjadi urea. Sebagian urea ini dapat kembali ke rumen lewat saliva atau langsung melewati dinding rumen, tetapi sebagian besar akan diekskresikan sehingga terbuang bersama urin. Kecernaan McDonald et al. (2002) menyatakan bahwa kecernaan suatu pakan sangat tepat didefinisikan sebagai bagian dari pakan yang tidak diekskresikan di dalam feses dan oleh karena itu diasumsikan bagian tersebut diserap oleh hewan. Kecernaan suatu pakan biasanya dinyatakan dengan dasar bahan kering dan koefisien atau persentase. Potensi nilai makanan untuk menyediakan zat makanan tertentu atau energi dapat ditentukan dengan jalan analisis kimia, tetapi nilai sebenarnya dari makanan untuk hewan ditunjukkan dengan bagian yang hilang setelah pencernaan, penyerapan dan metabolisme. Bagian pakan yang hilang dan mudah ditentukan secara langsung adalah kehilangan karena pencernaan. Secara definisi, daya cerna (kecernaan) adalah bagian zat makanan dari makanan yang tidak diekskresikan dalam feses. Biasanya dinyatakan dalam dasar bahan kering dan disebut “koefisien cerna” apabila dinyatakan dalam persentase. Kecernaan didasarkan atas suatu asumsi bahwa zat gizi yang tidak terdapat di dalam feses adalah habis untuk dicerna dan diabsorpsi (Tillman et al., 1989).
8
Menurut Tillman et al. (1989) dan McDonald et al. (2002), kecernaan bahan makanan atau ransum dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti komposisi makanan, komposisi rasio ransum, penyiapan makanan, suplementasi enzim pada pakan, faktor hewan dan juga level pemberian pakan.
9
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung dari bulan April sampai dengan Juni 2005. Materi Ransum Ransum penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ransum basal yang terdiri atas rumput gajah dan konsentrat. Perbandingan rumput gajah dan konsentrat adalah 50:50. Ransum basal yang digunakan mengandung TDN sebesar 67 % dan protein kasar sebesar 15 %. Komposisi ransum tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Setiap ransum ditambahkan Pb yang berbentuk senyawa Pb-asetat (Pb++(CH3OO-)2.3H2O) sesuai dengan perlakuannya masing-masing. Tabel 2. Komposisi Ransum Basal Penelitian Berdasarkan Bahan Kering Bahan makanan
Jumlah (%)
Jagung
2,4
Onggok
15,2
Bungkil kelapa sawit
4,8
Bungkil kacang kedelai
7,1
Bungkil kelapa
18,0
Tepung ikan
0,5
Minyak jagung
0,5
Urea
0,5
Tetes
1,0
Rumput gajah Jumlah
50,0 100,0
Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi ransum basal, cairan rumen domba, aquades, Pb-asetat, larutan Mc Dougall, gas CO2, kertas saring Whatman No. 41, HgCl2 jenuh, H2SO4 pekat, H2SO4 0,0059 N, H2SO4 15 %, HCl 0,5 N, Na2CO3 jenuh, alkohol, vaselin, asam borat berindikator dan larutan pepsin 0,2%.
Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tabung polypropylene dan tutup karet berventilasi, tabung film, gelas ukur, kantong plastik tahan panas, wadah berupa nampan, press cooker, timbangan analitik, sendok, kompor gas, mesin giling, mortar, oven, tanur listrik, buret, pipet volumetrik, seperangkat alat destilasi, labu Erlenmeyer, cawan porselen, pompa vakum, cawan Conway, sentrifusa, dan shaker bath. Rancangan Perlakuan Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan 7 perlakuan ransum dan 3 kelompok cairan rumen. Perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut: R1 = ransum basal + 50 ppm Pb R2 = ransum basal + 100 ppm Pb R3 = ransum basal + 150 ppm Pb R4 = ransum basal + 200 ppm Pb R5 = ransum basal + 250 ppm Pb R6 = ransum basal + 300 ppm Pb R7 = ransum basal + 350 ppm Pb Model Model matematika yang digunakan adalah model aditif linier berdasarkan Steel dan Torrie (1993): Xij =
+
i
+ j+
ij
Keterangan: Xij = nilai pengamatan perlakuan ke-i dan kelompok ke-j = rataan umum i
= efek perlakuan ke-i
j
= efek kelompok ke-j
ij
= galat percobaan perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
11
Peubah Peubah-peubah yang diamati dalam penelitian in vitro ini adalah: 1) Konsentrasi VFA total (mM). Konsentrasi VFA total diukur dengan menggunakan teknik destilasi uap. 2) Konsentrasi NH3 (Amonia) (mM). Konsentrasi amonia diukur dengan menggunakan metode mikrodifusi Conway. 3) KCBK (Koefisien Cerna Bahan Kering) dan KCBO (Koefisien Cerna Bahan Organik) (%). KCBK dan KCBO diukur dengan menggunakan metode Tilley dan Terry (1963). Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA) dan perbedaan yang nyata diuji lanjut dengan menggunakan uji kontras ortogonal (Steel dan Torrie, 1993). Prosedur Tahapan dalam penelitian meliputi penyusunan ransum penelitian dan evaluasi in vitro. Penyusunan Ransum Penelitian Ransum penelitian terdiri dari rumput gajah dan konsentrat dengan perbandingan 50 : 50 dengan komposisi ransum seperti pada Tabel 2. Evaluasi In vitro Dasar dari teknik in vitro adalah meniru kondisi rumen. Percobaan ini dilakukan berdasarkan metode Tilley dan Terry (1963). Teknik ini menggunakan rumen tiruan berupa tabung polypropylene 50 ml, larutan McDougall sebagai pengganti cairan saliva dan cairan rumen domba segar yang diambil langsung dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Ciampea. Pencernaan Fermentatif.
Sebanyak satu gram sampel ransum dimasukkan ke
dalam tabung fermentor, kemudian ditambahkan larutan McDougall (Tabel 3) 12 ml dan cairan rumen 8 ml. Tabung ditambahkan gas CO2 selama 30 detik untuk menciptakan kondisi anaerob dan disumbat dengan tutup karet yang berventilasi. Selanjutnya tabung dimasukkan ke dalam shaker bath dan difermentasikan selama 3 12
jam. Sumbat karet dibuka dan ditambahkan 2 tetes HgCl2 jenuh untuk membunuh mikroba di dalam tabung sehingga fermentasi terhenti. Kemudian tabung disentrifusa pada kecepatan 3000 rpm selama 5 menit dan supernatan ditampung untuk dianalisis VFA dan NH3. Tabel 3. Komposisi Larutan McDougall Bahan
Jumlah
NaHCO3
9,80 g
Na2HPO4.7H2O
7,00 g
KCl
0,57 g
NaCl
0,47 g
MgSO4.7H2O
0,12 g
CaCl2
0,04 g
Aquades
Hingga 1 liter
Analisis VFA total. Analisis VFA total dilakukan dengan teknik destilasi uap. Sebanyak 5 ml supernatan dimasukkan ke dalam tabung destilasi, lalu ditambahkan 1 ml H2SO4 15% dan tabung segera ditutup. Proses destilasi dilakukan dengan cara menghubungkan tabung dengan labu yang berisi air mendidih. Uap air panas akan mendesak VFA dan akan terkondensasi di dalam pendingin. Destilat ditampung di dalam labu Erlenmeyer yang berisi NaOH 0,5 N sehingga volumenya mencapai 300 ml. Setelah itu ditambahkan indikator phenolphtalein sebanyak 2 tetes dan dititrasi dengan HCl 0,5010 N sampai warna titrat berubah dari merah jambu menjadi jernih atau tidak berwarna. Produksi VFA total dihitung dengan rumus: VFA total = (a - b) × N - HCl ×1000/5 mM Keterangan:
a = volume titran blanko (ml) b = volume titran sampel (ml)
Analisis NH3. Analisis NH3 dilakukan dengan metode mikrodifusi Conway. Cawan Conway yang digunakan terlebih dahulu diolesi vaselin pada bagian bibirnya. Sebanyak 1 ml supernatan ditempatkan pada salah satu sisi sekat cawan dan pada sisi yang lain ditempatkan 1 ml larutan Na2CO3 jenuh. Cawan diletakkan miring ke arah sekat sehingga kedua larutan tidak tercampur. Pada bagian tengah cawan
13
ditempatkan 1 ml asam borat. Cawan Conway yang bibirnya sudah diolesi vaselin kemudian ditutup rapat sehingga kedap udara. Larutan Na2CO3 jenuh dicampurkan dengan supernatan dengan cara menggoyangkan dan memiringkan cawan. Selanjutnya cawan dibiarkan selama 24 jam pada suhu kamar. Setelah itu tutup cawan dibuka, asam borat dititrasi dengan H2SO4 0,0059 N sampai warnanya berubah dari biru menjadi kemerah-merahan. Kadar NH3 dihitung dengan rumus: NH3 = ml H2SO4 × N - H2SO4 × 1000 mM
Analisis Kecernaan Bahan kering dan Bahan Organik (KCBK dan KCBO). Pengukuran kecernaan bahan kering dan bahan organik (KCBK dan KCBO) dilakukan menurut metode Tilley dan Terry (1963). Tahapan analisis sama seperti yang dilakukan pada fermentasi in vitro, hanya saja waktu inkubasi dilanjutkan hingga 48 jam. Setelah 48 jam fermentasi in vitro, tutup karet dibuka dan ditambahkan 2 tetes HgCl2 jenuh. Campuran disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Supernatan dibuang, kemudian ke dalam tabung ditambahkan 20 ml larutan pepsin 0,2%. Inkubasi dilanjutkan selama 24 jam secara aerob. Sisa pencernaan disaring dengan kertas saring Whatman no. 41 dan dibantu pompa vakum. Hasil saringan dimasukkan ke dalam cawan porselen dan dikeringkan dalam oven 105°C untuk mengetahui residu bahan kering dan diabukan dalam tanur 600°C untuk menghitung residu bahan organiknya. Kecernaan dihitung dengan rumus:
KCBK (%) =
BK asal - (BK residu - BK residu blanko) × 100% BK asal
KCBO (%) =
BO asal - (BO residu - BO residu blanko) × 100% BO asal
Keterangan: BK = bahan kering BO = bahan organik
14
HASIL DAN PEMBAHASAN Pencernaan Fermentatif dalam Rumen Ruminansia dan mikroba yang terdapat dalam rumennya memiliki hubungan yang saling menguntungkan di mana pakan yang dimakan oleh hewan induk semang dicerna dan difermentasi oleh mikroba rumen yang terdiri dari bakteri, protozoa dan kapang untuk membentuk produk seperti asam lemak terbang (VFA), amonia (NH3), dan gas-gas seperti karbon dioksida (CO2), metan (CH4) serta hidrogen (H2). Asam lemak terbang yang merupakan sumber energi utama bagi ruminansia ini akan diserap melalui dinding rumen, sedangkan produk lain yang berupa gas akan keluar dari tubuh melalui proses eruktasi.
Volatile Fatty Acids (VFA) Asam lemak terbang merupakan salah satu produk akhir dari pencernaan mikroba dan metabolisme karbohidrat dalam rumen. Asam lemak terbang yang dominan terdapat dalam rumen adalah asam asetat, propionat dan butirat. Selain ketiga asam lemak terbang tersebut, juga terdapat asam lemak lain yang jumlahnya kecil seperti asam isobutirat, valerat, isovalerat, 2-metil butirat, dan 3-metil butirat yang dihasilkan oleh proses deaminasi dari asam-asam amino dalam rumen. Pengaruh penambahan Pb terhadap konsentrasi VFA total dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan Konsentrasi VFA dan Amonia per Perlakuan Perlakuan
Konsentrasi (mM) VFA
NH3
R1
113,04 ± 15,79
b
12,20 ± 3,26a
R2
105,41 ± 28,78b
15,56 ± 2,89b
R3
70,95 ± 7,11a
13,65 ± 1,82b
R4
79,11 ± 2,98a
14,90 ± 0,73b
R5
74,02 ± 24,38a
12,44 ± 1,46a
R6
73,93 ± 11,90a
11,80 ± 0,57a
R7
70,11 ± 15,55a
9,90 ± 0,61a
Keterangan: 1) R1 = ransum basal + 50 ppm Pb, R2 = ransum basal + 100 ppm Pb, R3 = ransum basal + 150 ppm Pb, R4 = ransum basal + 200 ppm Pb, R5 = ransum basal + 250 ppm Pb, R6 = ransum basal + 300 ppm Pb, R7 = ransum basal + 350 ppm Pb 2) Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01).
Rataan konsentrasi VFA dari ketujuh perlakuan berada pada kisaran 70,11113,04 mM. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap konsentrasi VFA total dalam rumen. Menurut Hungate (1966) rata-rata konsentrasi VFA total dalam rumen adalah sekitar 104,5 mM dan menurut Sutardi (1977) konsentrasi VFA total sekitar 80-160 mM telah mencukupi kebutuhan sintesis protein mikroba yang optimal. Ini berarti rataan konsentrasi VFA total pada perlakuan R3-R6 berada di bawah nilai konsentrasi yang normal, sedangkan rataan konsentrasi VFA total pada perlakuan R1 dan R2 berada di atas nilai tersebut. Pengujian lebih lanjut dengan menggunakan uji kontras ortogonal menunjukkan bahwa rataan konsentrasi VFA total pada perlakuan R3 sampai R7 sangat nyata lebih rendah daripada rataan konsentrasi VFA total pada perlakuan R1 dan R2. Hal ini mengindikasikan bahwa penambahan Pb pada ransum mulai menunjukkan pengaruh negatif terhadap konsentrasi VFA total pada penambahan Pb sebanyak lebih dari 100 ppm. Hasil analisis regresi antara perlakuan dan konsentrasi VFA total disajikan pada Gambar 1. Persamaan regresi antara perlakuan dan konsentrasi VFA total adalah persamaan regresi linier yaitu Y = -0,1348X + 110,75. Kurva yang terbentuk memperlihatkan bahwa penurunan nilai konsentrasi VFA yang sangat besar terjadi pada level Pb lebih dari 100 ppm (R2). Menurunnya konsentrasi VFA total ini diduga dikarenakan mikroba rumen ataupun enzim-enzim yang diperlukan dalam pencernaan fermentatif terganggu oleh adanya Pb dalam ransum. Pernyataan Darmono (1995) menguatkan dugaan tersebut, menurutnya Pb berpengaruh negatif terhadap semua organ yaitu dengan mengganggu enzim oksidase dan sebagai akibatnya akan menghambat sistem metabolisme sel. Linder (1992) menyatakan bahwa kelebihan Pb pada suatu organisme dapat mempengaruhi metabolisme sel darah merah, menghambat enzim untuk biosintesis heme sehingga menyebabkan anemia. Kelebihan Pb juga dapat mengakibatkan terganggunya respirasi pada mitokondria. Menurut Saeni (1997), Pb juga dapat bereaksi dengan unsur belerang dalam enzim, sehingga enzim tersebut menjadi tak mobil. Terganggunya bakteri diduga karena logam Pb ini bereaksi dengan enzim dan asam amino terutama yang mempunyai gugus sulfur pada membran dinding sel
16
bakteri, sehingga bakteri tidak dapat berkembang secara optimal dan akhirnya mati. Sifat negatif logam ini antara lain karena kemampuannya untuk membentuk kompleks dengan gugus karboksil (-COO), gugus amino (-NH3-) dan sulfhidril (-SH) asam amino protein dan enzim sehingga enzim yang bersangkutan akan mengalami denaturasi (Sunaryadi, 2006). Asam-asam amino yang mengandung gugus sulfhidril itu di antaranya adalah metionin, sistin dan sistein (Tillman et al., 1989). Bakteribakteri yang terganggu oleh Pb ini diduga terutama adalah bakteri-bakteri pencerna sumber energi seperti serat dan pati. 120
Konsentrasi VFA (mM)
100
80
60
40
y = -0,1348x + 110,75 2 R = 0,6728
20
0 R1
R2
R3
R4
R5
R6
R7
Perlakuan
Keterangan:
R1 = ransum basal + 50 ppm Pb, R2 = ransum basal + 100 ppm Pb, R3 = ransum basal + 150 ppm Pb, R4 = ransum basal + 200 ppm Pb, R5 = ransum basal + 250 ppm Pb, R6 = ransum basal + 300 ppm Pb, R7 = ransum basal + 350 ppm Pb
Gambar 1. Grafik Hubungan Level Pb pada Pakan dengan Konsentrasi VFA Total Konsentrasi VFA total tertinggi terdapat pada perlakuan R1 (ransum basal + 50 ppm Pb) yaitu sebesar 113,04 mM. Konsentrasi VFA total R1 ini tidak berbeda nyata dengan konsentrasi VFA total pada perlakuan R2 (ransum basal + 100 ppm Pb) yang sebesar 105,41 mM. Konsentrasi VFA total pada kedua perlakuan tetap tinggi diduga karena penambahan Pb pada kedua perlakuan adalah yang paling rendah dan belum memberikan efek negatif terhadap kerja mikroba dan enzim dalam memproduksi VFA. Dapat diduga bahwa pengaruh negatif Pb terhadap konsentrasi
17
VFA rumen baru muncul pada penambahan Pb sebanyak 150 ppm atau lebih, atau dengan kata lain batas toleransi Pb dalam ransum adalah 100 ppm.
Amonia (NH3) Amonia selalu terbentuk selama proses fermentasi asam amino yang terjadi dalam rumen. Amonia berperan sebagai bahan sumber nitrogen untuk pembentukan sel-sel mikroba dalam rumen (Hungate, 1966). Menurut Arora (1989), protein yang berasal dari pakan dihidrolisis menjadi peptida dan asam amino oleh mikroorganisme rumen, tetapi beberapa asam amino mengalami pencernaan lebih lanjut menjadi asam organik, amonia dan CO2. Amonia yang dihasilkan, bersama beberapa peptida kecil dan asam amino bebas dimanfaatkan oleh organisme rumen untuk mensintesis protein mikroba. Amonia dalam cairan rumen ini merupakan kunci perantara bagi degradasi mikroba dan sintesis protein. Rataan konsentrasi amonia rumen dari ketujuh perlakuan berkisar antara 9,90 sampai 15,56 mM (Tabel 4). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap konsentrasi amonia dalam rumen. Seluruh perlakuan berada dalam kisaran konsentrasi amonia yang optimal untuk menunjang sintesis protein, yaitu 4-12 mM (Sutardi, 1977) dan 5-17,65 mM (McDonald et al., 2002). Pada pengujian lanjut menggunakan uji kontras ortogonal, diperoleh rataan konsentrasi amonia pada perlakuan R2, R3 dan R4 sangat nyata lebih besar (P<0,01) dari rataan konsentrasi amonia pada perlakuan R1, R5, R6 dan R7. Meskipun demikian, keempat rataan konsentrasi amonia pada perlakuan R1, R5, R6 dan R7 masih dalam kisaran yang dinyatakan optimal oleh Sutardi (1977) maupun McDonald et al. (2002). Hasil analisis regresi antara perlakuan dan nilai konsentrasi amonia disajikan pada Gambar 2. Persamaan regresi yang didapat adalah persamaan regresi bertipe kuadratik dengan Y = -0,0001X2 + 0,041X + 11,242. Kurva yang terbentuk memperlihatkan bahwa setelah perlakuan mencapai level di atas 100 ppm, nilai konsentrasi amonia mengalami penurunan. Rataan konsentrasi amonia pada perlakuan R1, R5, R6 dan R7 yang sangat nyata lebih kecil daripada perlakuan R2, R3 dan R4 ini diduga disebabkan adanya pengaruh Pb terhadap enzim-enzim pencernaan fermentatif. Menurut Darmono 18
(1995) Pb dan logam berat lainnya termasuk ke dalam jenis logam yang terlibat dalam proses enzimatik. Jenis logam berat tersebut biasanya masuk ke tubuh hewan dengan cara berikatan dengan protein (ligand binding). Jenis logam ini lebih reaktif terhadap ikatan ligan dengan sulfur dan nitrogen daripada jenis logam lain yang bukan logam berat seperti Na, K, Ca dan Mg sehingga hal ini sangat penting dalam sistem fungsi metaloenzim yang mengganggu (toksik) terhadap metabolisme sel itu sendiri. Apabila sitoplasma sel mengikat logam yang salah (nonesensial) atau sitoplasma mengikat logam lain yang bukan semestinya maka akan dapat menyebabkan rusaknya kemampuan katalitik (detoksikasi) dari sel tersebut. Dapat disimpulkan bahwa jika yang diikat logam yang bukan semestinya menjadi metaloenzim, fungsi enzim tersebut akan menjadi rusak. 18 16
Konsentrasi Amonia (mM)
14 12 10 8
2
y = -0,001x + 0,041x + 11,242 2 R = 0,7827
6 4 2 0 R1
R2
R3
R4
R5
R6
R7
Perlakuan Keterangan:
R1 = ransum basal + 50 ppm Pb, R2 = ransum basal + 100 ppm Pb, R3 = ransum basal + 150 ppm Pb, R4 = ransum basal + 200 ppm Pb, R5 = ransum basal + 250 ppm Pb, R6 = ransum basal + 300 ppm Pb, R7 = ransum basal + 350 ppm Pb
Gambar 2. Grafik Hubungan Level Pb pada Pakan dengan Konsentrasi Amonia
19
Bertahannya konsentrasi amonia pada kisaran yang normal diduga karena adanya penambahan urea sebagai bahan pakan non protein nitrogen (NPN) sebanyak 0,5% dalam ransum. Ruminansia dapat memanfaatkan nitrogen protein maupun NPN karena mikroba dalam rumen menggunakan kedua sumber nitrogen tersebut untuk mensintesa protein yang berguna bagi pertumbuhan dan reproduksi mikroba tersebut. Pemanfaatan NPN oleh ruminansia bergantung pada mikroba rumen yang menggunakan nitrogen dari NPN ini untuk pembentukan protein mikroba. Asamasam amino dari protein mikroba ini dapat dicerna dan diserap di abomasum dan usus halus (Lloyd et al., 1978). Hal ini diperkuat oleh pernyataan McDonald et al. (2002), mikroorganisme rumen memiliki kemampuan untuk mengubah NPN yang terkandung dalam bahan pakan menjadi protein. Hal ini banyak dimanfaatkan dengan cara menambahkan bahan pakan yang mengandung NPN seperti urea. Ketika memasuki rumen, urea segera dihidrolisis menjadi amonia oleh enzim urease dari bakteri dan sebagai akibatnya konsentrasi amonia rumen meningkat dengan cepat. Penurunan konsentrasi amonia yang harusnya terjadi akibat penambahan Pb diduga terkompensasi dengan naiknya konsentrasi amonia akibat penambahan urea dalam ransum.
Kecernaan Pengaruh penambahan Pb terhadap koefisien cerna bahan kering (KCBK) dan koefisien cerna bahan organik (KCBO) disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Koefisien Cerna Bahan Kering dan Organik per Perlakuan Perlakuan
Koefisien Cerna (%) Bahan Kering
Bahan Organik
R1
41,13 ± 1,45
40,80 ± 1,44
R2
40,44 ± 1,60
40,03 ± 1,56
R3
41,27 ± 4,16
40,96 ± 3,96
R4
40,47 ± 0,80
40,20 ± 0,81
R5
39,51 ± 2,98
39,62 ± 2,75
R6
39,78 ± 1,37
39,59 ± 1,29
R7
41,31 ± 4,83
40,97 ± 4,83
Keterangan:
R1 = ransum basal + 50 ppm Pb, R2 = ransum basal + 100 ppm Pb, R3 = ransum basal + 150 ppm Pb, R4 = ransum basal + 200 ppm Pb, R5 = ransum basal + 250 ppm Pb, R6 = ransum basal + 300 ppm Pb, R7 = ransum basal + 350 ppm Pb
20
Menurut Tillman et al. (1989) dan McDonald et al. (2002) kecernaan suatu pakan didefinisikan sebagai bagian dari pakan yang tidak diekskresikan di dalam feses dan oleh karena itu diasumsikan bagian tersebut diserap oleh hewan. Biasanya dinyatakan dalam dasar bahan kering dan disebut “koefisien cerna” apabila dinyatakan dalam persentase. Kecernaan bahan makanan atau ransum dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti komposisi makanan, komposisi rasio ransum, penyiapan makanan, suplementasi enzim pada pakan, faktor hewan dan juga level pemberian pakan. Rataan KCBK dari ketujuh perlakuan berkisar antara 39,51-41,31%, sedangkan rataan KCBO dari ketujuh perlakuan berkisar antara 39,59-40,97%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap KCBK maupun KCBO. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan Pb dalam ransum tidak memberi dampak berbeda terhadap KCBK dan KCBO.
21
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Peningkatan konsentrasi timbal (Pb) dalam pakan akan mengakibatkan penurunan konsentrasi asam lemak terbang (VFA) total dan konsentrasi amonia (NH3). Batas toleransi terhadap Pb adalah 100 ppm. Pb tidak berpengaruh terhadap koefisien cerna bahan kering (KCBK) dan koefisien cerna bahan organik (KCBO).
Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mencari suplemen-suplemen pakan yang dapat meredam atau mengatasi keracunan pada sistem fermentasi rumen.
UCAPAN TERIMAKASIH Alhamdulillah, puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT dengan karunia dan rahmat-Nya yang telah melimpahkan nikmat tak terhingga dan hanya dengan pertolongan-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Ir. Dwierra Evvyernie Amiroennas, MSc. selaku dosen pembimbing utama dan Dr. Ir. Sunaryadi, MSi. selaku dosen pembimbing anggota atas segala bimbingan dan pengarahan yang diberikan selama penelitian hingga akhir penulisan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Nahrowi, MSc. selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing Penulis selama menjadi mahasiswa. Selain itu ucapan terima kasih Penulis sampaikan kepada Ir. Anita S. Tjakradidjaja, MRur.Sc. dan Dr. Ir. H. Moh. Yamin, MAgr.Sc. yang telah menguji, mengkritik dan memberikan sumbangan pemikiran serta masukan dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih kepada Ayah dan Bunda tercinta yang selama ini telah merawat, mengasuh dan mendidik Penulis sejak kecil, serta atas bantuan baik berupa materi, motivasi serta kasih sayang tak terhingga yang diberikannya selama ini. Terima kasih juga untuk Tantri adikku tersayang. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ai dan Butet rekan sepenelitianku, atas bantuan, kerja sama dan kekompakannya selama ini. Kepada sahabat-sahabat yang kubanggakan Ito, Dani, Rini, Lani, Novel, Acong, Wanul, Evie, Nola, Hindun, Marlin dan CB 100-nya, Ukon dan Awab, terima kasih tulus kuucapkan atas bantuan, spirit dan motivasi yang diberikan. Terima kasih juga Penulis ucapkan kepada Wildan, Diana, Asih, Titiek, Wanda serta kawan-kawan INMT ’38 lainnya. Terima kasih juga Penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu Penulis yang tidak dapat Penulis sebutkan satu-persatu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya. Bogor, September 2006
Penulis
DAFTAR PUSTAKA Arora, S. P. 1989. Pencernaan Mikroba pada Ternak Ruminansia. Cetakan ke-2, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Baldwin, R. L. and M. J. Allison. 1983. Rumen metabolism. J. Anim. Sci. 57 (2): 461-477 Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. UI Press, Jakarta. Hungate, R. E. 1966. The Rumen and Its Microbes. Academic Press, New York. Linder, M. C. 1992. Nutrisi dan metabolisme mikromineral. Dalam: M. C. Linder (Editor). Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Dengan Pemakaian secara Klinis. Terjemahan: A. Parakkasi. UI Press, Jakarta. Lloyd, L E., B. E. McDonald and E. W. Crampton. 1978. Fundamental of Nutrition. 2nd Edition. W. H. Freeman and Company, San Francisco. Lu, F. C. 1995. Toksikologi Dasar. Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Risiko. Edisi kedua. Terjemahan: E. Nugroho. UI Press, Jakarta. McDonald, P., R. A. Edward, J. F. D. Greenhalgh and C. A. Morgan. 2002. Animal Nutrition. 6th Edition. Ashford Colour Press, Gosport. McDowell, L. R. 1992. Mineral in Animal and Human Nutrition. Academic Press, London. Owens, F. N. And W. G. Bergen. 1983. Nitrogen metabolism of ruminant animals: historical perspective, current understanding and future implication. J. Anim. Sci. 57 (2): 498-518. Parakkasi, A. 1995. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. UI Press, Jakarta. Piliang, W. G. 2001. Nutrisi Mineral. Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor, Bogor. Saeni, M. S. 1997. Penentuan tingkat pencemaran logam berat dengan analisis rambut. Orasi Ilmiah. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor, Bogor. Soemirat, J. 2003. Prinsip Dasar Toksikologi Lingkungan. Dalam: J. Soemirat (Editor). Toksikologi Lingkungan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. 2nd Edition. Terjemahan: B. Sumantri. Gramedia, Jakarta. Sunaryadi. 2006. Peredaman toksisitas timbal (Pb) dan stimulasi kinerja produksi ternak ruminansia dengan suplemen mineral proteinat dan khitosan serta ekstrak rumput laut coklat. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, IPB, Bogor. Sutardi, T. 1977. Ikhtisar Ruminologi. Bahan Penataran Kursus Peternakan Sapi Perah di Kayu Ambon, Lembang. Dir.Jen. Peternakan / FAO. Lembang. Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Jilid 1. Departemen Ilmu Makanan Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Tilley, J. M. A. and R. A. Terry. 1963. Two-stage technique for the in vitro digestion of forage crops. Journal of British Grassland Society. 18: 104-111. Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1989. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
25
LAMPIRAN
Lampiran 1. Analisis Ragam Konsentrasi VFA Total Sumber Keragaman
db
JK
KT
F Hit
F 0,05
F 0,01
Ket
Perlakuan
6
5669,338
944,890
5,67
3,00
4,82
n
Kelompok
2
2231,050
1115,525
6,69
3,89
6,93
n
Eror
12
1999,448
166,621
Total
20
9899,836
Keterangan: n = nyata (P<0,05)
Lampiran 2. Uji Kontras Ortogonal Konsentrasi VFA Total Sumber Keragaman
db
JK
KT
F Hit
F 0,05
F 0,01
Ket
Perlakuan
6
5669,338
944,890
5,67
3,00
4,82
n
12 vs 34567
1
5432,153
5432,153
32,60
4,75
9,33
sn
1 vs 2
1
87,402
87,402
0,52
4,75
9,33
tn
37 vs 456
1
95,976
95,976
0,58
4,75
9,33
tn
7 vs 3
1
1,058
1,058
0,01
4,75
9,33
tn
56 vs 4
1
52,736
52,736
0,32
4,75
9,33
tn
6 vs 5
1
0,012
0,012
0,00
4,75
9,33
tn
Kelompok
2
2231,050
1115,525
6,69
3,89
6,93
n
Eror
12
1999,448
166,621
Total
20
9899,836
Keterangan: 1)1 = R1, 2 = R2, 3 = R3, 4 = R4, 5 = R5, 6 = R6, 7 = R7. 2)n = nyata (P<0,05), sn = sangat nyata (P<0,01), tn = tidak nyata (P>0,05)
Lampiran 3. Analisis Ragam Konsentrasi Amonia Sumber Keragaman
db
JK
KT
F Hit
F 0,05
F 0,01
Ket
Perlakuan
6
67,578
11,263
4,49
3,00
4,82
n
Kelompok
2
21,254
10,627
4,23
3,89
6,93
n
Eror
12
30,088
2,507
Total
20
118,921
Keterangan: n = nyata (P<0,05)
27
Lampiran 4. Uji Kontras Ortogonal Konsentrasi Amonia Sumber Keragaman
db
JK
KT
F Hit
F 0,05
F 0,01
Ket
Perlakuan
6
67,579
11,263
4,49
3,00
4,82
n
1567 vs 234
1
49,982
49,982
19,93
4,75
9,33
sn
7 vs 156
1
11,323
11,323
4,52
4,75
9,33
tn
6 vs 15
1
0,551
0,551
0,22
4,75
9,33
tn
1 vs 5
1
0,089
0,089
0,04
4,75
9,33
tn
3 vs 24
1
4,993
4,993
1,99
4,75
9,33
tn
4 vs 2
1
0,640
0,640
0,26
4,75
9,33
tn
Kelompok
2
21,254
10,627
4,24
3,89
6,93
n
Eror
12
30,088
2,507
Total
20
118,922
Keterangan: 1)1 = R1, 2 = R2, 3 = R3, 4 = R4, 5 = R5, 6 = R6, 7 = R7. 2)n = nyata (P<0,05), sn = sangat nyata (P<0,01), tn = tidak nyata (P>0,05)
Lampiran 5. Analisis Ragam Koefisien Cerna Bahan Kering Sumber Keragaman
db
JK
Perlakuan
6
Kelompok
KT
F Hit
F 0,05
F 0,01
Ket
9,387
1,565
0,18
3,00
4,82
tn
2
7,334
3,667
0,41
3,89
6,39
tn
Eror
12
106,396
8,866
Total
20
123,118
Keterangan: tn = tidak nyata (P>0,05)
Lampiran 6. Analisis Ragam Koefisien Cerna Bahan Organik Sumber Keragaman
db
JK
Perlakuan
6
Kelompok
KT
F Hit
F 0,05
F 0,01
Ket
6,566
1,094
0,13
3,00
4,82
tn
2
6,012
3,006
0,36
3,89
6,39
tn
Eror
12
100,985
8,415
Total
20
113,562
Keterangan: tn = tidak nyata (P>0,05)
28