EVALUASI DIAMETER SEPARATOR TERHADAP KEBERHASILAN PEMISAHAN GAS – CAIRAN, STUDI KASUS SEPARATOR DI PABRIK LPG BABELAN Edy Untoro1, Suparno2 1,2
STEM “Akamigas”, Jl. Gajah Mada No. 38, Cepu E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Pabrik pembuatan LPG tempat penelitian ini berlangsung dioperasikan oleh PT. ODIRA ENERJI PERSADA, terletak di lapangan minyak Babelan, Bekasi-Jakarta Timur. Permasalahan yang ada di pabrik tersebut yakni zat penyerap uap air (molekuler sieve) di unit pengering gas, setiap 1 tahun beroperasi harus diganti baru, dikarenakan beda tekanan gas masuk dan keluar (pressure drop) unit pengering lebih besar dari yang dipersyaratkan. Masalah tersebut belum diketahui penyebabnya dan jalan keluarnya. Peristiwa tersebut diperkirakan penyebabnya adalah lolosnya partikel cairan dari separator V-100A/B terikut aliran gas lalu masuk ke unit pengering gas yang mengakibatkan butiran molekuler sieve sebagian hancur, sehingga dalam waktu operasi relatif pendek, pressure drop lebih besar dari yang dipersyaratkan. Setelah dilakukan penelitian terbukti ukuran separator V-100A/B terlalu kecil, sehingga partikel cairan yang seharusnya terpisah di separator tersebut masih lolos terikut aliran gas. Kata kunci: LPG, molekuler sieve, pressure drop, separator, partikel cairan.
ABSTRACT The LPG manufacturing plant where this study was carried out is operated by PT. ODIRA PERSADA ENERGY, located in Babelan oil field, Bekasi-East Jakarta. The problem that exists in the plant is moisture absorbent (molecular sieve) in the gas dryer unit, in which every year of operation the moisture absorbent must be replaced due to the difference between the incoming and outgoing gas pressure (pressure drop) of dryer unit is larger than required. The cause and the solution to the problem is not yet known. It is predicted that the cause is that the escape of liquid particles from the separator V100A/B is entrained in the gas stream then go into a gas dryer unit resulting in molecular sieve granules that are partially destroyed. Consequently, in a relatively short operation the pressure drop is larger than required. Based on the study it was found that the size of separator V-100A/B is too small, so that the liquid particles that must be separated in the separator are still entrained in the gas flow. Keywords: LPG, molecular sieve, pressure drop, separator, liquid particle.
1.
PENDAHULUAN
Gas bumi terdiri dari komponen hidrokarbon methana, ethana, propana, butana dan sedikit pentana plus. Disamping itu gas bumi juga mengandung komponen bukan hidrokarbon, misalnya uap air (H2O). Dilihat dari sumbernya ada dua jenis gas bumi yakni dry gas dan associated gas. Associated gas adalah gas yang keluar dari bumi bercampur dengan minyak bumi. Gas dan minyak tersebut
harus segera dipisahkan, karena cara penanganan minyak dan gas bumi berbeda. Untuk memisahkan antara minyak dan gas bumi tersebut digunakan separator. Ukuran separator yang digunakan sedemikian rupa sehingga partikel cairan dengan diameter tertentu tidak terikut aliran gas. Liquified Petroleum Gas (LPG) adalah salah satu produk pengolahan gas, yang dipasarkan PT. PERTAMINA (PERSERO) dengan merek dagang ELPIJI, komponen uta-
Jurnal ESDM, Volume 5, Nomor 1, Mei 2013, hlm. 26-31
manya adalah propana dan butana. Pabrik LPG terdiri dari berbagai unit peralatan yakni: kompresor, separator, unit pengeringan gas (dryer), unit pendingin, unit fraksinasi dan tangki penampung produk LPG. Jumlah produk LPG yang dapat dihasilkan dari suatu pabrik LPG ditentukan oleh berbagai faktor antara lain kecepatan aliran gas, komposisi propana dan butana dalam gas umpan, dan unjuk kerja setiap peralatan proses. Menurut informasi dari mahasiswa STEM “Akamigas” yang berasal dari PT ODIRA ENERJI PERSADA bahwa molekuler sieve pada dryer setiap 1 (satu) tahun beroperasi harus diganti baru dikarenakan pressure drop lebih besar dari yang dipersyaratkan, padahal menurut buku petunjuk, penggantian molekuler sieve sekitar 5 tahun operasi. Berdasarkan diagram alir pabrik LPG tersebut, dryer C–101A/B tidak dapat beroperasi dengan baik. Diperkirakan penyebabnya adalah lolosnya partikel cairan dari separator V–100A/B terikut aliran gas, kemudian masuk ke unit filter separator dan akhirnya masuk ke dryer C–101A/B. Akibatnya pressure drop dryer lebih besar dari yang dipersyaratkan.
Makin besar diameter partikel cairan makin besar kecepatan pengendapannya, demikian pula sebaliknya.1) Berdasarkan pengalaman di lapangan pemisahan secara gravitasi di separator hanya mampu memisahkan partikel cairan dengan diameter minimum 100 mikron, sedangkan dengan filter separator mampu memisahkan partikel cairan dengan diameter antara 10 s/d 100 mikron.2) Dari gambar 1, terlihat mekanisme pemisahan secara gravitasi di separator vertikal. Agar terjadi pemisahan yang baik, maka settling velocity (Vt) harus lebih besar dari kecepatan rata - rata dari gas (Vg).
A. Teori Pemisahan Gravitasi Kecepatan pengendapan (settling velocity) partikel cairan tergantung dari diameternya.
Re adalah bilangan Reynold, didapat dari:
B. Kecepatan Pengendapan Partikel Cair Menurut Ken Arnold1) kecepatan pengendapan atau settling velocity partikel cair untuk separator vertikal sebagai berikut VtlggdmC’
Nilai C’ diperoleh dari gambar 2 dengan absis sebagai berikut: C' (Re) 2
Re
(0,95 x 10 8 ) g D 3p ( l - g ) 2
1.488 D p Vt g μ
.........(2)
...............................(3)
Viskositas gas dibaca dari gambar 3 dan gambar 4.3) 2.
METODE
Metode penelitian dimulai dari pertama studi pustaka, antara lain mencari faktorfaktor penyebab terjadinya pressure drop yang tinggi di unit pengeringan gas dan cara menghitung ukuran separator. Kedua melakukan survei di pabrik LPG Babelan. Pada saat survei tersebut antara lain dilakukan wawancara kepada pengawas operasi dan operator untuk mengetahui kondisi operasi pabrik secara umum dan kendala operasi yang pernah terjadi.
Gambar 1. Mekanisme Pemisahan Secara Gravitasi di Separator Vertikal
2
Untoro, dkk, Evaluasi Diameter Separator terhadap...
Gambar 2. Drag Coefficient sebagai Fungsi C’(Re)2 Spheres.
Gambar 3. Viscositas Gas pada Tekanan Atmosferik untuk Berbagai Berat Molekul Gas dan Suhu Operasi.
3
Jurnal ESDM, Volume 5, Nomor 1, Mei 2013, hlm. 26-31
Gambar 3. Viskositas Gas Relatif pada Pseudo Reduced Pressure and Temperature Pada saat itu juga dilakukan pengambilan data, baik data primer maupun sekunder. Ketiga, mengolah sekaligus menganalisis data berdasarkan studi pustaka yang telah dilakukan. Pengambilan data dilakukan pada saat dilakukan survei di pabrik LPG Babelan Bekasi. Data terkait dengan penelitian ini meliputi: (1) Diagram alir sederhana pabrik LPG, (2) Data gas umpan dan kondisi operasi, (3) Spesifikasi separator V– 100A/B. Data kondisi operasi dan gas umpan ditunjukkan pada tabel 1, sedangkan diagram alir sederhana pabrik LPG ditunjukkan oleh gambar 5.
Cartridge tersebut dirancang untuk 3 (tiga) tahun operasi. Kenyataannya pabrik baru dioperasikan satu tahun, diduga partikel cairan sudah lolos dari filter separator. Diperkirakan faktor penyebab utama kejadian ini adalah ukuran separator V–100A/B terlalu kecil. Tabel 1. Data Gas Umpan, Kondisi Operasi dan Spesifikasi Separator Data Pengamatan Kecepatan aliran gas Masa Relatif (BM)
3.
PEMBAHASAN 4)
Menurut Campbell , pressure drop yang tinggi di unit pengeringan gas (gas dryer) dapat disebabkan oleh hancurnya sebagian butiran molekuler sieve akibat masuknya cairan ke dalam bed molekuler sieve. Ada 2 (dua) unit alat untuk mencegah masuknya cairan ke gas dryer yakni separator V– 100A/B dan filter separator F–100. Filter separator adalah separator yang di dalamnya berisi cartridge yang menyaring partikel cairan yang lolos dari separator V–100A/B.
15 MMSCFD 26,925
Density gas ( g )
2,602 lb/cuft
Suhu
106oF ( 41oC)
Tekanan Suhu kritis rata –rata Tekanan kritis rata-rata Faktor kompresibilitas (Z)
4
Nilai dan Spesifikasi
504,7 Psia 451,9 oR 661,2 Psia 0,86
Density kondensate l)
38,5 lb/cuft
Name tag separator
V-100 A/B
Tipe separator
Vertical
Diameter separator
30 inchi
Panjang separator
10 ft
Untoro, dkk, Evaluasi Diameter Separator terhadap...
Gambar 5. Diagram Alir Sederhana LPG Plant Babelan Seperti diuraikan sebelumnya bahwa partikel cairan dengan diameter tertentu akan dapat terpisahkan di separator apabila terminal velocity lebih besar dari kecepatan aliran gas. Disamping itu, separator hanya dapat memisahkan partikel cairan dengan diameter paling kecil 100 mikron.1) Diasumsi diameter partikel terkecil yang terpisahkan dalam separator 100 mikron. Dari hasi perhitungan diperoleh settling velocity untuk separator vertical sebesar 0,198 ft/sec. Kecepatan rata-rata gas hasil perhitungan untuk masing-masing separator V–100A dan V–100B diperoleh sebesar 0,254 ft/sec. Proses pemisahan gas dan cairan di separator vertikal akan berlangsung baik apabila Vt lebih besar dari Vg. Disini Vt = 0,198 ft/sec dan Vg = 0,254 ft/sec, hal ini berarti pemisahan gas dan cairan di separator V– 100A/B kurang baik yakni masih banyak partikel cairan yang terikut ke aliran gas masuk ke dalam filter separator F–100. Karena terlalu banyak partikel cair yang masuk ke filter separator, maka cartridge filter cepat jenuh. Apabila terlambat mengganti cartridge, maka cairan akan masuk ke gas dryer. Menurut buku petunjuk operasi, penggantian cartridge filter setiap 3 (tiga) tahun operasi, sedangkan dalam kurun waktu satu tahun, cairan sudah masuk ke gas dryer. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa 2 (dua) buah separator V–100A/B diameternya kurang besar, atau jumlah separator perlu ditambah. Diusulkan penambahan 1 (satu) buah separator dengan ukuran yang sama yakni separator dengan diameter 30 inchi, dengan kapasitas aliran gas tetap yakni sebesar 15 MMSCFD, sehingga masing-masing separator akan mengalirkan gas sebesar 5 (lima) MMSCFD. Dengan cara perhitungan yang sama, diperoleh Vg sebesar 0,170 ft/sec, sedangkan Vt tetap sebesar 0,198 ft/sec. Sehingga dengan penambahan satu buah separator dengan ukuran yang sama, diharapkan permasalahan di gas dryer dapat teratasi. 4.
SIMPULAN
Pemisahan antara partikel cairan dengan gas di separator vertikal akan belangsung dengan baik apabila kecepatan pengendapan partikel cairan (Vt) lebih besar dari kecepatan rata-rata gas (Vg). Terjadinya pressure drop yang tinggi di unit pengeringan gas disebabkan oleh masuknya cairan yang lolos dari separator. Cairan ini akan menyebabkan sebagian butiran molekuler sieve hancur dan menutupi sebagian saluran yang terbentuk diantara butiran, sehingga menghambat alir-
5
Jurnal ESDM, Volume 5, Nomor 1, Mei 2013, hlm. 26-31
an gas. Perlu ditambah 1 (satu) buah separator vertikal V–100 yang ukurannya sama agar partikel cairan tidak masuk ke unit pengeringan gas. 5.
DAFTAR PUSTAKA
1. Arnold Ken, Stewart Maurice. Surface Production Operation-Design of Gas Handling Systems and Facilities. Houston: Gulf Publishing Company. 1986;2. 2. Arnold Ken, Stewart Maurice. Surface Production Operation-Design of Oil Handling Systems and Facilities. Houston: Gulf Publishing Company. 1986;1. 3. Gas Processors Association. Gas Processors Suppliers Association Engineering Data Book. Oklahoma 1998;2(12). 4. Campbell, John M. Gas Conditioning and Processing. Oklahoma: John M. Campbell and Company. 2001;2(8).
Daftar Simbol Vt Vg l g dm C’ Re Dp
= settling velocity, ft/sec = kecepatan gas, ft/sec = density liquid , (lb / Cuft) = density gas, (lb / Cuft) = diameter partikel, mikron = drag coefficient (koefisien gaser), tidak bersatuan = Bilangan Reynold, tidak bersatuan = diameter pipa, ft = viskositas gas, centipoises
6
MINIMALISASI EMISI GAS NOx DI KILANG MINYAK MENGGUNAKAN TEKNOLOGI BERSIH Woro Rukmi Hatiningrum STEM “Akamigas”, Jl. Gajah Mada No. 38, Cepu E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Baku mutu emisi gas NOx di Indonesia yang semakin ketat menyebabkan pengendalian emisi gas NOx dengan teknologi akhir pipa di industri khususnya di kilang minyak memiliki resiko tinggi terhadap pelanggaran baku mutu. Penerapan teknologi bersih yang dapat meminimalkan terbentuknya emisi gas NOx perlu dioptimalkan penerapannya di industri minyak. Tulisan ini membahas ketersediaan teknologi bersih bagi upaya meminimalkan emisi gas NOx secara teknik dan layak secara ekonomi. Kata kunci: baku mutu emisi, NOx, teknologi bersih, thermal NOx dan fuel NOx
ABSTRACT The strengthening trace hold limits of NOx gas emission in Indonesia leads to NOx gas emission control using end of piped technologies in industries specially in refineries having a high risk in breaking the trace hold limit. Implementation of cleaner technologies in refineries which could minimize a formation of NOx gas emission needs to be optimized. This paper discusses the availability of cleaner technologies to minimize NOx gas emission technically and economically. Keywords: emission trace hold limits, NOx, cleaner technologies, thermal NOx and fuel NOx
1.
juga berakibat terjadinya hujan asam. Pada kondisi udara bersih sebenarnya air hujan sudah bersifat sedikit asam dengan kisaran pH sebesar 5,2. Keberadaan polutan NOx dan SOx meningkatkan keasaman air hujan. Di daerah industri yang tercemar NOx dan SOx, pH air hujannya dapat mencapai 2,4. 2) Di Amerika Serikat, kilang minyak dan gas menyumbang sekitar 68% dari total emisi gas NOx sektor industri minyak dan gas (migas).3) Di Jepang pH air hujan hampir di seluruh area industri di bawah 5.4) Pemerintah Indonesia telah menetapkan baku mutu kualitas udara ambien melalui Peraturan Pemerintah nomor 41 tahun 1999 serta baku mutu emisi sumber tidak bergerak industri migas melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 13 tahun 2009 yang merupakan peraturan pengganti Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 129 tahun 2003, dimana dalam peraturan baru
PENDAHULUAN
Proses pengolahan minyak mengoperasikan beberapa peralatan pembakaran (Combustion equipments) antara lain: Process Fired Heaters, Flare Stacks, Utility Boilers, Regenerator dari FCCU (Fluidised Catalytic Cracking Unit), Gas Turbin, dan Waste Incinerators. Pengoperasian peralatan tersebut menjadi sumber polutan udara utama dari kilang minyak. Jenis polutan yang diemisikan antara lain SOx (Sulfur Oxides), NOx (Nitrogen Oxides), CO, Unburned Hydrocarbon, dan Particulate Matters. Polutan ini mengakibatkan bukan saja menurunkan kualitas udara ambien sekitar industri namun lebih dari itu beberapa jenis polutan seperti NOx, gas methan dan tentu saja CO2 terbukti berkontribusi terhadap terjadinya efek pemanasan global atau Green House Effect.1) NOx bersama-sama dengan SOx
7
Jurnal ESDM, Volume 5, Nomor 1, Mei 2013, hal. 32-39
tersebut baku mutu emisi gas NOx ditetapkan lebih ketat 20% s/d 60% dibanding dengan peraturan sebelumnya.5) Sebagai contohnya baku mutu NOx (NO2) dalam emisi proses pembakaran dari Turbin Gas berbahan bakar gas diperketat dari 400 mg/Nm3 menjadi 320 mg/Nm3 (lebih ketat 20%) sedang baku mutu NOx (NO2) dalam emisi proses pembakaran dari Ketel Uap (Boiler), Pembangkit Uap (Steam Generator) berbahan bakar gas diperketat dari 1000 mg/Nm3 menjadi 400 mg/Nm3 (lebih ketat 60%). Di negara maju seperti USA, dan negara-negara di Eropa dan Jepang menetapkan baku mutu emisi NOx lebih ketat dari baku mutu di Indonesia. Jepang sebagai negara yang paling efisisen dalam pemakaian energi mematok baku mutu polutan gas NOx sebagai NO2 rata-rata dua kali lebih ketat dibanding dengan baku mutu gas NOx yang diterapkan untuk industri migas di Indonesia.4) Di samping penetapan baku mutu emisi NOx berdasar tipe fasilitas yang dioperasikan, di Jepang juga diberlakukan pembatasan emisi NOx dikaitkan dengan volume pemakaian bahan bakar dan volume gas buang yang diemisikan dimana pembatasan tersebut belum diatur dalam baku mutu emisi NOx di Indonesia. Formula tersebut menunjukkan bahwa baku mutu emisi gas NOx yang diberlakukan di Jepang telah memperhatikan daya tampung lingkungan di sekitar industri, hal yang selayaknya juga diberlakukan di Indonesia. Baku mutu limbah Industri Migas di Indonesia yang telah memperhitungkan daya tampung lingkungan hanya baku mutu limbah cairnya. Pengetatan baku mutu tentu saja baik bagi upaya perlindungan lingkungan, meskipun penetapan baku mutu lingkungan hidup tidak selalu didasarkan pada kajian saintifik dan sering parameter baku mutu yang dimuat dalam peraturan lingkungan hidup harus dibayar mahal oleh industri untuk mematuhinya tetapi pengaruh paratemer tersebut terhadap perlindungan lingkungan kecil.3) Perkembangan baku mutu emisi gas khususnya gas NOx yang semakin ketat mendorong industri khususnya industri minyak di negara maju seperti di Jepang, USA
dan Negara Eropa untuk mengembangkan dan menerapkan teknologi pencegahan (Pollution Prevention Technologies) yang sering disebut sebagai teknologi bersih dalam mengendalikan emisi NOx tersebut. Hal ini dikarenakan bahwa dengan hanya mengandalkan pada pengoperasian teknologi akhir pipa, yaitu membakar dan atau membuang emisi gas melalui cerobong asap (centralized high stack) tidak dapat menjamin perusahaan secara konsisten mematuhi baku mutu emisi yang berlaku. Lebih lanjut, industri termasuk industri migas mengidentifikasikan banyaknya manfaat yang dapat diperoleh dengan menerapkan teknologi bersih pada proses produksinya. Dalam mengendalikan aspek lingkungan, perusahaan harus merubah sikap untuk menerapkan manajemen lingkungan secara proaktif.3) Hanya patuh terhadap peraturan lingkungan tidaklah cukup bagi perusahaan. Penerapan teknologi bersih yang merupakan teknologi antisipatif proaktif akan memberi manfaat antara lain: resiko lingkungan lebih kecil dibanding teknologi akhir pipa, merupakan solusi jangka panjang bagi industri, biaya operasionalnya lebih murah dibanding bila industri hanya mengandalkan teknologi akhir pipa.6) Tulisan ini dimaksudkan untuk menjabarkan ketersediaan teknologi pengendalian emisi NOx utamanya dari segi teknologi pencegahan dengan tetap juga menyajikan teknologi pengendalian NOx akhir pipa serta menyajikan pilihan teknologi terbaik secara teknik tanpa mengesampingkan aspek ekonominya (Best available technology economicly achieveable). Diharapkan dengan membaca tulisan ini para penanggung jawab fasilitas operasional di industri khususnya industri migas di Indonesia yang terkait dengan emisi gas NOx terus terdorong melakukan analisis keteknikan bagi upaya optimalisasi pengendalian emisi NOx menggunakan penerapan teknologi bersih. Jenis/variasi bentuk molekul NOx adalah: NO, NO2, NO3, N2O, N2O5, tetapi proses pembakaran umumnya menghasilkan gas NO dan NO2. NOx di dalam flue gas (gas hasil proses pembakaran) dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) bagian yaitu: Thermal
8
Hatiningrum, Minimalisasi Emisi Gas NOx di...
NOx, dan Fuel NOx. Thermal NOx terbentuk dari reaksi gas Nitrogen (N2) dalam udara bakar dengan gas Oxigen, sedangkan Fuel NOx merupakan gas NOx yang terbentuk dari hasil reaksi antara Nitrogen yang terkandung dalam bahan bakar dengan Oxygen dalam udara bakar. Reaksi pembentukan NOx dalam proses pembakaran7): Thermal NOx: Zeldovich mechanism Kondisi kaya udara (air rich condition):
NO + N ..........................(1)
+ O2
NO + O ..........................(2)
NO2 ....................................(3)
N2 + O N
NO + O
senyawa HCN dan NH3 dalam bahan bakar menjadi N2 dalam suasana reduction atmosphere, menciptakan zona kaya bahan bakar (fuel rich zone) agar tercipta suasana reduction atmosphere.7) 2.
A. Pengurangan terbentuknya thermal NOx Penurunan terbentuknya thermal NOx selama proses pembakaran dilakukan dengan cara modifikasi proses pembakaran untuk menurunkan flame temperature. Metoda yang digunakan adalah: flue gas recirculation, two stage combustion, udara ekses rendah (lean air combustion), desain burner dan modifikasi operasi, injeksi air dan uap.9) Kelima metoda tersebut ditujukan untuk menurunkan temperatur pembakaran dan atau menurunkan konsentrasi 02 dalam zona temperatur tinggi. Reaksi pembentukan NOx mulai terjadi pada suhu 1300oF, semakin tinggi temperatur fire box maka intensitas pembentukan NOx semakin besar. Pada temperatur fire box 1900oF, intensitas pembentukan NOx dua kali lipat lebih besar dibanding intensitas pembentukan NOx pada suhu 1300oF. Gambar 1 menunjukkan grafik perbandingan intensitas pembentukan thermal NOx diberbagai temperatur firebox
Kondisi kaya bahan bakar (fuel rich or lean air condition): N + OH
NO + H
METODE
.........................(4)
Fuel NOx: Fuel NOx dihasilkan dari proses pembakaran senyawa Nitrogen yang berada dalam bahan bakar. Umumnya 5 – 30% kandungan nitrogen dalam bahan bakar dikonversi menjadi NOx pada proses pembakaran. 75% NOx dalam flue gas merupakan fuel NOx terutama untuk bahan bakar padat.7) Sebagian fuel NOx yang sudah terbentuk selama proses pembakaran (dalam fuel rich zone) dapat didekomposisi kembali menjadi gas Nitrogen (seperti reaksi 5). CHi + NO HCN NHi N2 ..................(5)
CHi yang dipakai sebagai reaktan pada reaksi (5) merupakan spesies hydrocarbon dihasilkan dalam proses oksidasi fuel. Fuel rich zone akan mempercepat reaksi di atas sehingga pada akhirnya pembentukan fuel NOx pada fuel rich zone menjadi rendah.8) Berdasar mekanisme terbentuknya emisi gas NOx seperti reaksi (1), (2), (3) dan (4) maka prinsip penurunan terbentuknya thermal NOx adalah dengan: menurunkan temperatur pembakaran, menurunkan konsentrasi O2 dalam zona temperatur tinggi. Sedang prinsip untuk menurunkan pembentukkan fuel NOx adalah dengan: merubah
Gambar 1. Grafik Pengaruh Temperatur Fire Box pada Pembentukan (thermal) NOx.7) Pembentukan thermal NOx juga dipengaruhi oleh tinggi rendahnya temperatur udara bakar. Meskipun pemanasan awal (preheat) udara bakar dalam APH (air preheater) diperlukan untuk menaikkan efisiensi,10) namun hal ini berpengaruh negative tehadap semakin banyaknya emisi gas
9
Jurnal ESDM, Volume 5, Nomor 1, Mei 2013, hal. 32-39
NOx yang terbentuk. Pada temperatur udara bakar 625oF sampai 770oF maka thermal NOx yang terbentuk dua kali lebih banyak dibanding NOx yang terbentuk dengan temperatur udara bakar 120oF. Gambar 2 menunjukkan grafik perbandingan intensitas pembentukan thermal NOx pada berbagai temperatur udara bakar.
Gambar 4. Grafik Pengaruh Kandungan Hydrogen dalam Bahan Bakar Gas pada Pembentukan (thermal) NOx.7) B. Pengurangan Terbentuknya Fuel NOx Kandungan Nitrogen dalam bahan bakar bervariasi. Bahan bakar gas memiliki kandungan Nitrogen paling rendah dibanding bahan bakar cair dan padat. Bahan bakar batubara menyumbang emisi gas NOx tertinggi.2) Dengan demikian industri pengguna bahan bakar cair dan padat di Indonesia hendaknya mengoptimalkan penerapan teknologi pencegahan terbentuknya emisi gas NOx untuk mengantisipasi semakin ketatnya baku mutu emisi gas. Metoda pertama dalam pengurangan terbentunya fuel NOx adalah mengutamakan penggunaan bahan bakar gas atau bahan bakar bukan hydrocarbon seperti panas bumi, energi surya dan sebagainya. Agar fuel NOx yang sudah terbentuk selama pembakaran dapat bereaksi kembali dengan CHi membentuk N2 seperti reaksi (4) maka metoda yang dipergunakan untuk menurunkan net fuel NOx selama pembakaran adalah: slow mixing combustion dan two stage combustion.7)
Gambar 2. Grafik Pengaruh Temperatur Udara Bakar pada Pembentukan (thermal) Nox.7) Terbentuknya thermal NOx juga dipengaruhi oleh kelebihan oksigen dalam produk pembakaran. Semakin tinggi kandungan oksigen dalam flue gas, semakin tinggi pula thermal NOx yang terbentuk. Pada kelebihan oksigen dalam produk pembakaran sebesar 8%, maka intensitas terbentuknya emisi gas NOx naik menjadi 1,6 sampai 1,8 kali lebih besar dibanding intensitas terbentuknya NOx pada kelebihan oksigen 1%. Gambar 3 menunjukkan grafik perbandingan intensitas terbentuknya thermal NOx pada berbagai prosentase kelebihan oksigen dalam produk pembakaran. Kandungan Hidrogen dalam bahan bakar juga berpengaruh pada intensitas terbentuknya thermal NOx. Semakin tinggi kandungan hydrogen dalam bahan bakar, semakin tinggi pula suhu pembakaran sehingga lebih banyak thermal NOx yang terbentuk.
Gambar 5. Grafik Pengaruh Kandungan Nitrogen dalam Bahan Bakar (Cair) pada Pembentukan (Fuel) NOx.7) Selanjutnya, kondisi-kondisi yang dapat meningkatkan terbentuknya thermal dan fuel NOx selengkapnya dimuat dalam tabel 1.
Gambar 3. Grafik Pengaruh Ekses Oksigen pada Pembentukan (Thermal) NOx) pada Gas Burners.7)
10
Hatiningrum, Minimalisasi Emisi Gas NOx di...
yaitu: stage fuel type, dan stage air type. Pada stage fuel type aliran bahan bakar (gas) ke dalam burner dibagi menjadi primary fuel gas dan secondary fuel gas. Dengan metoda ini maka pada main flame akan tercipta zona primer kaya udara (air rich primary zone) sehingga temperature flame rendah dan reaksi pembentukan thermal NOx rendah. Sebaliknya pada stage air type udara bakar masuk ke dalam burner dibagi menjadi primary, secondary dan tertiary air. Selanjutnya pada main flame akan terbentuk zona kaya bahan bakar (fuel rich zone) sehingga temperatur pembakaran lebih rendah dari tipe burner konvensional dan pembentukan emisi gas NOx menjadi lebih rendah. Fuel NOx yang sudah terbentuk selama proses pembakaran dalam fuel rich zone dapat didekomposisi kembali menjadi gas Nitrogen (seperti reaksi 5).
Tabel 1. Kecenderungan Terbentuknya NOx dalam Proses Pembakaran. 7) No
Penyebab
Konsentrasi
Kecenderungan terbentuknya NOx
1
Kelebihan Oksigen Temperatur udara bakar Temperatur Fire Box Hydrogen dalam bahan bakar gas Nitrogen dalam bahan bakar cair
Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah
Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah
Tinggi Rendah
Tinggi Rendah
2 3 4
5
Dengan demikian keseluruhan metoda untuk menurunkan emisi gas NOx baik thermal NOx maupun fuel NOx terdiri dari langkah-langkah: 1. Memilih atau melakukan pengolahan pendahuluan terhadap bahan bakar yang akan digunakan dengan tujuan untuk meminimalkan kandungan Nitrogen dalam bahan bakar 2. Mengontrol proses pembakaran pada tingkat burner dan tingkat furnace-nya. 3. Pengendalian paska pembakaran yaitu pegolahan gas hasil pembakaran (flue gas treatment) 3.
PEMBAHASAN
Gambar 6. Low NOx Burner MasingMasing Dengan Tipe Stage Air dan Stage Fuel.7)
A. Low NOx burner (LNB) Merupakan burner yang didesain sedemikian rupa sehingga emisi gas NOx lebih rendah dari burner konvensional. LNB mengontrol pembentukan emisi gas NOx dengan cara memberikan air staging atau fuel staging untuk menghasilkan initial fuel rich zone diikuti dengan air rich zone untuk melengkapi penyempurnaan proses pembakaran atau sebaliknya untuk menciptakan initial air rich zone diikuti fuel rich zone. Sedangkan pada burner konvensional tidak dilengkapi air staging ataupun fuel staging. Dengan demikian Low NOx burner dapat didesain untuk 1) menurunkan thermal NOx saja, 2) menurunkan fuel NOx saja atau 3) menurunkan thermal dan fuel NOx sekaligus. Terdapat 2 (dua) tipe Low NOx burner
B. Ultra Low NOx Burner Ultra Low NOx burner (ULNB) mengadopsi konsep pengenceran dengan menerapkan internal flue gas resirculation untuk mendapatkan tingkat emisi gas NOx yang lebih rendah. Burner ini juga dilengkapi dengan three stage fuel staging. ULNB mampu menurunkan emisi gas NOx sampai 7 ppm jauh di bawah emisi gas NOx yang dihasilkan oleh LNB sebesar 30–40 ppm.11) Untuk keperluan resirkulasi flue gas dibutuhkan tekanan fuel gas yang lebih tinggi dibanding tekanan fuel gas pada LNB. Kinerja ULNB sensitive terhadap kandungan Hidrogen dalam bahan bakar, air preheat, particulate, liquid droplet dan air leakage.12)
11
Jurnal ESDM, Volume 5, Nomor 1, Mei 2013, hal. 32-39
Bila bahan bakar gas mengandung hydrogen, adanya air leakage ke dalam furnace dan adanya air preheater menyebabkan emisi gas NOx naik. Bila dalam sistem pembakaran, tetapi bila adanya air preheater dihilangkan maka efisiensi thermal turun dan mengakibatkan biaya bahan bakar naik.10) Demikian juga untuk mengubah sistem bahan bakar agar sedikit mengandung hydrocarbon, particulate dan droplet serta memperbaiki atap furnace agar tidak terjadi air leakage akan menaikkan biaya pemasangan ULNB. Beberapa praktisi di lapangan menyarankan menggabungkan ULNB dengan teknologi Flue Gas Resirculation (FGR) yang biaya pemasangannya sama dengan biaya pemasangan peralatan DeNox SCR (Selective Cathalitic Recovery). Sementara praktisi lingkungan lain menyarankan cukup menggunakan FGR, karena FGR sudah mampu menurunkan emisi gas NOx sebesar 80% pada pembakaran dengan burner konvensional. 11)
D. Pengolahan NOx dalam Flue Gas (Flue Gas DeNOx) Teknologi pengolahan emisi gas NOx dalam flue gas tidak termasuk teknologi pencegahan tetapi lebih dikategorikan sebagai teknologi akhir pipa. Jenis teknologi ini tetap diperlukan untuk menurunkan emisi gas NOx yang sudah terlanjur terbentuk, meski biayanya lebih mahal dibandingkan teknologi pencegahan seperti LNB, ULNB ataupun IFGR.13) Terdapat dua jenis metoda pengolahan NOx dalam flue gas yaitu dengan cara kering dan basah. Umumnya industri memilih menerapkan metoda kering, mengingat metoda basah akan menghasilkan limbah cair yang harus diolah lebih lanjut. Teknologi pengolahan emisi gas NOx dalam flue gas dengan metoda kering dibagi menjadi 2 (dua) katagori yaitu: SNR (Selective Non Catalytic Reduction), dan SCR (Selective Catalytic Reduction). SNR (Selective Noncathalytic Reduction). Pada SNR gas amoniak (NH3) diinjeksikan ke daerah superheated dari flue gas pada suhu 1740 oF, maka akan terjadi reaksi sebagai berikut:
C. IFGR (Induced Flue Gas Resirculation) IFGR menggunakan fan untuk menarik flue gas dari exhaust duck kemudian masuk ke dalam fan udara bakar. Fan IFGR juga berfungssi sebagai alat pencampur antara udara bakar dan flue gas. IFGR sangat efektif sebagai alat pengontrol emisi gas NOx dan mampu mereduksi sebesar 50 % - 80% emisi gas NOx dari burner konvensional.12)
4 NO + 4 NH3 + 02 4 N2 + 6 H20 ...............(6) NO
Temperatur operasi SNR adalah 900oC s/d 1000oC, effisiensi DeNox 30 – 50% dan kecepatan injeksi NH3 antara 1 s/d 2 mol/ mol NO.7) SCR (Selective Cathalytic Reduction). Pada SCR injeksi gas amoniak dilakukan pada temperatur lebih rendah yaitu sekitar 300oC s/d 400oC. Biasanya injeksi dilakukan di area flue gas sesudah unit Economizer. Katalis yang digunakan berbentuk sarang tawon (Honey Comb) atau bentuk piring (plate). SCR memiliki effisiensi DeNOx lebih tinggi dibanding SNR yaitu lebih dari 90%. Kecepatan injeksi amoniak lebih rendah dibanding SNR yaitu sekitar 0.85 mol/mol NO.7) Kilang minyak di Jepang mengoperasikan sebanyak 38 unit DeNOX, 5,8% dari seluruh unit DeNOx yang dioperasikan di Jepang. Industri listrik mengoperasikan unit DeNOx terbanyak yaitu sebanyak 153 unit.
Tabel 2. Perbandingan kinerja IFGR dengan Low NOx burner. 11) No
Kinerja
IFGR
Low NOx burner
1 2
Biaya Kinerja Biaya pemasangan
rendah tinggi
tinngi rendah
tidak mahal
mahal
3 4 5 6 7
Kapasitas penurunan emisi tinggi NOx Load rate tinggi Kebutuhan sama /tidak burner perlu diganti Total reduksi NOx
s/d 90 %
+ NO2 + 2 NH3 2 N2 + 3 H2O ...........(7)
rendah lebih rendah lebih besar s/d 50 %
12
Hatiningrum, Minimalisasi Emisi Gas NOx di...
E. Pemilihan Teknologi Minimalisasi Emisi Gas NOx dengan Biaya Efektif Hampir tidak ada teknologi tunggal untuk mengontrol emisi gas NOx dengan biaya yang paling ekonomis.13) Diperlukan untuk mempelajari seluruh pilihan teknologi yang dapat membantu perusahaan untuk memenuhi baku mutu yang terbaru, minimal dalam biaya investasi dan operasi, tidak berpengaruh pada jadwal turn around. Lebih lanjut menjelaskan perlunya perusahaan memperhatikan beberapa faktor sebelum mengadopsi teknologi minimalisasi NOx yaitu: metoda operasi, pengaruh positif atau negative dari tiap peralatan, kandungan NOx dalam emisi gas untuk tiap alternative kombinasi peralatan, estimasi biaya investasi dan operasi.13) Hasil kajian pemilihan teknologi minimalisasi NOx dengan biaya effektif yang dilakukan pada heater process di kilang minyak dengan bahan bakar gas (50% methane, 25% propane dan 25% hydrogen sebesar 100 MMBtu/hari), menggunakan natural draft, up fired, round flame conventional burners adalah sebagai berikut: hanya ULNB dan SCR yang mampu menurunkan emisi NOx sampai 10 ppm, pilihan teknologi pengendali emisi gas NOx yang hanya membutuhkan pemasangan burner baru dan pekerjaan duck work (LNB, ULNB dan fuel dillution yaitu pengenceran bahan bakar dengan flue gas atau inert gas lain) dimana memberikan biaya pengontrolan emisi gas NOx yang paling efektif, sistem SCR dan kombinasi teknologi yang menggunakan SCR dari segi biaya paling tidak efektif meskipun mampu menghasilkan tingkat emisi NOx paling rendah, dari segi biaya ULNB memberikan biaya pengontrolan emisi gas NOx paling effektif, Low NOx burner dikombinasi dengan SCR memberikan sistem pengontrolan NOx dua tingkat yaitu selama pembakaran dan sesudah pembakaran dan merupakan sistem pengontrolan NOx yang paling optimum meskipun dari segi biaya 4 (empat) kali lebih besar dibanding dengan pengontrolan emisi gas NOx dengan ULNB. 13)
4.
SIMPULAN
Dengan semakin ketatnya baku mutu emisi gas NOx, teknologi pengendalian emisi gas NOx di kilang minyak di Indonesia tidak dapat lagi hanya mengandalkan pada teknologi akhir pipa seperti pembakaran/ pengenceran yang terjadi dalam cerobong asap (centralized high stack). Upaya dalam pengendalian emisi gas NOx harus sudah dimulai sejak industri menentukan pemilihan bahan bakar yang dipergunakan dalam proses produksi. Bahan bakar rendah Nitrogen seperti bahan bakar gas hendaknya merupakan pilihan utama selain sumber energi ramah lingkungan. Pada proses pembakaran, temperatur box fire dan udara bakar dijaga pada suhu berturut turut 1300 – 1350oF dan 150oF. Kelebihan oksigen sebesar 1% memberikan konsentrasi pembentukan emisi gas NOx minimum. Penggunaan ULNB sebagai pengganti burner konvensional mampu menurunkan konsentrasi emisi gas NOx menjadi 10 ppm dengan biaya paling efektif atau menggunakan LNB dimana emisi gas NOx dalam flue gas menjadi 25 ppm dengan biaya setengah dari biaya ULNB. Industri minyak dapat pula memilih untuk menggunakan LNB dikombinasi dengan SCR. Dengan kombinasi kedua teknologi ini konsentrasi emisi gas NOx dapat turun menjadi 10 ppm, namun dengan biaya 4 (empat) kali lebih tinggi dari biaya ULNB atau 8 (delapan) kali lebih tinggi dari biaya LNB. 5.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Bunsuke K. Global Warming Countermeasures, Tokyo: JCCP; 2011. Iqbal, Syed A dan Iqbal N. Text Book of Environmental Chemistry, Discovery Publishing House PVt, Ltd, India; 2011. Reis C dan John, Environmental Control in Petroleum Engineering, Gulf Publishing Company, Tokyo;1996. Bunsuke K. Overview of Environmental Pollution Control in Japan and Japanese Refineries, Tokyo: JCCP; 2011.
2.
3.
4.
13
Jurnal ESDM, Volume 5, Nomor 1, Mei 2013, hal. 32-39
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
-----., Kumpulan Peraturan Lingkungan Hidup. Kementrian Lingkungan Hidup. Jakarta; 2011. Cheremisinoff, Nicholas P. Environmental Management System Handbook for Refineries. Gulf Publishing Company. Texas: Houston; 2006. Sasaki, Yoshiki. (JGC Corp), Air Pollution Control in Refineries. JCCP, Tokyo; 2011. -----. Low NOx burner, (www.gec.Jp/air/data/air). Diakses pada bulan Desember 2012. US – EPA. Evaluation of the Advanced Low NOx burners. Exxon and Hitachi Zosea Denox Process. US-EPA; 1981. Holman JP. Thermodynamic’ 4th ed. Mc Graw Hill International Ed. Toronto; 1988. Bury M, Roberto P dan Charles B. Optimizing the Performance of Ultra Low Emission Burners in Refinery and Chemical Plant Furnace. NPRA paper of NPRA Environmental Conference. Texas: San Antonio; 2006. -----. IFG -VS.- ow-NOx- urners, (www.etecinc.net/IFGR-VS.-Low-NOxBurners). Diakses pada bulan Desember 2012. Adams Mc. Minimization NOx emission from Furnace with an effective Cost. Hydrocarbon Processing Journal; June 2000.
14
UPAYA PRODUKSI GAS PADA RESERVOIR COALBED METHANE (CBM) SUMUR P#X DI KALIMANTAN Eko Budhi Santosa STEM “Akamigas”, Jl. Gajah Mada No. 38, Cepu E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Coalbed Methane (CBM) adalah salah satu jenis gas unkonvensional yang terbentuk bersama dengan proses pembentukan batubara (coalification), dan gas yang terbentuk tersebut teradsorpsi pada permukaan bagian dalam dari matriks batubara. Untuk memproduksikan gas ini diperlukan penurunan tekanan yang besar di reservoir, sehingga pada tekanan reservoir yang rendah gas methana dapat terlepas dari permukaan matriks batubara. Namun dengan pembentukan gas methana lingkungan batubara, maka pada umumnya CBM mengandung air yang mengisi rekahan batubara. Maka untuk memproduksikan gas methana dari lingkungan batubara, tekanan reservoir harus diturunkan, dengan air dalam reservoir CBM harus dikeluarkan (de-watering process) secara besar-besaran dengan tujuan menurunkan tekanan reservoir. Pada masa produksi reservoir CBM, besarnya produktivitas sumur CBM gas methana, yang dinyatakan sebagai besarnya laju alir gas ke dalam sumur yang sebanding dengan besarnya perbedaan antara tekanan di reservoir dengan tekanan di dasar lubang sumur, disebut sebagai Inflow Performance Relationship (IPR) sumur CBM gas methana. Untuk sumur yang berproduksi pada reservoir CBM, selama ini belum dikembangkan hubungan tersebut. Kata kunci: produksi, reservoir, PCP, de-watering.
ABSTRACT Coalbed Methane (CBM) is one type of unconventional gas that was formed along with the formation of coal (coalification), and the gas formed is adsorbed on the inner surface of the coal matrix. To produce this gas requires large pressure drop in the reservoir, resulting in a low pressure gas reservoir of methane that could be released from the surface of the coal matrix. However, with the establishment of the coal methane gas, the CBM generally contains water that fills the cracks of the coal. So, to produce methane gas from the coal reservoir pressure should be lowered, the water in CBM reservoir must be removed (de-watering process) on a large scale with the goal of lowering the reservoir pressure. During the production of CBM reservoirs, the amount of methane gas CBM well productivity, expressed as the amount of gas flow rate into the well which is proportional to the magnitude of the difference between the pressure in the reservoir with the pressure at the bottom of the wellbore, called Inflow Performance Relationship (IPR) CBM gas wells methane. For wells producing at CBM reservoir, the relationship has not been developed. Keywords: production , reservoir, PCP, de-watering.
1.
Alberta, salah satu propinsi yang berada di Canada pada tahun 2001 terdapat lebih dari 6000 sumur CBM yang sudah di bor.1) Indonesia kini juga mulai mengembangkan CBM, menurut penelitian yang dilakukan oleh Advanctes Resources International dan salah satu produsen migas Indonesia, besarnya potensi cadangan CBM Indone-
PENDAHULUAN
Meningkatnya kebutuhan energi nasional dan harga minyak yang melambung tinggi memaksa manusia untuk mulai mencari dan memanfaatkan energi alternatif.1) Salah satu energi alternatif yang mulai dikembangkan adalah Coalbed Methane (CBM).1) Di
15
Jurnal ESDM, Volume 5, Nomor 1, Mei 2013, hlm. 40-48
sia mencapai 337 TCF.1) Dalam usaha memproduksikan gas pada reservoir CBM perlu dilakukan penurunan tekanan dengan cara menguras air pada reservoir CBM atau (dewatering), proses pengurasan air ini sebaiknya menggunakan pompa yang alirannya stabil. Pompa yang dalam pengalirannya bersifat stabil untuk menjaga kondisi reservoir tidak banyak terganggu, digunakan metode PCP (Progressive Cavity Pump). Dari kombinasi melalui de-watering dan pengaliran gas methana, maka diperlukan flow line yang berbeda, juga monitoring tekanan yang lebih seksama. Coalbed Methane (CBM) adalah salah satu gas bumi yang berdasarkan proses pembentukannya dikatagorikan sebagai gas unkonvensional, dibandingkan dengan pembentukan gas hidrokarbon yang lain. Gas ini terbentuk secara alami bersamaan dengan proses pembentukan batubara (coalification) dan peatification.2) Gas yang terbentuk ini sebagian besar teradsorpsi pada permukaan dari mikropori matrik batubara sedangkan sisanya berada di rekahan lapisan batubara dan pada macropores, sebagai gas bebas.
ber untuk tiap gramnya bisa mencapai 2150 ft2/gr – 3150 ft2/gr. Perbandingan lainnya disam-paikan pada Tabel 1. Tabel 1. Perbedaan Gas Konvensional dengan Coal Bed Methane (CBM) Gas Konvensionil
Coal Bed Methane (CBM)
Gas mengalir sesuai dengan hk. Darcy ke lubang sumur
Dengan difusi, melewati mikropori sesuai dengan hk. Ficks, kemudian mengalir sesuai dengan hk. Darcy melewati rekahan
Gas tersimpan pada makropori
Gas menempel pada permukaan mikropori
Kurva produksi menurun
Kenaikan produksi pada saat awal
GWR semakin menurun
GWR meningkat pada bagian akhir Reservoir organik Ukuran pori < 5 Å - 50 Å
Reservoir inorganik Ukuran pori sebesar 1 µ 1 mm Memiliki reservoir dan source rock yang berdiri sendiri Well interference mengganggu produksi
Reservoir dan source rock adalah satu kesatuan Well interference membantu produksi
Banyaknya gas yang teradsorpsi merupakan fungsi dari tekanan dan volume poripori tersebut. Besarnya gas yang teradsorpsi bisa ditentukan dari hubungan antara tekanan dan gas yang teradsorpsi yang disebut sebagai kurva Langmuir Sorption Isotherm.
A. Coal Bed Methane (CBM) Terdapat beberapa perbedaan mendasar antara reservoir CBM dengan reservoir gas alam konvensional. Diantaranya adalah reservoir CBM dengan batubara sebagai source rock sekaligus reservoir. Reservoir CBM memiliki ukuran pori-pori yang lebih kecil yaitu berkisar antara 1 mikrometer sampai 1 milimeter. Gas methana yang berada di dalam reservoir ini juga tersimpan tidak seperti gas alam pada umumnya, melainkan teradsorpsi pada permukaan dalam dari mikropori matrik batubara. Oleh karena itu, aliran gas yang terjadi di dalam matriks batubara merupakan aliran secara difusi dan berupa aliran Darcy dibagian rekahannya. Keadaan ini mengakibatkan beberapa perbedaan pada pola produksinya. Luasnya permukaan dalam dari mikropori matrik batubara bisa sangat besar, yaitu mencapai ribuan feet kuadrat untuk tiap gramnya. Menurut beberapa sum-
B. Reservoir CBM Reservoir CBM merupakan reservoir dengan dual porosity yaitu rekahan (fracture) dan matriks.3) Rekahan tersebut, dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu face cleats dan butt cleats. Face cleats diartikan sebagai rekahan yang panjang dan berkesinambungan sepanjang batubara. Butt cleats adalah rekahan yang tidak berkelanjutan karena diputus oleh Face cleats. Pada matriks batubara terdapat pori-pori yang sangat kecil, disebut sebagai mikropori yang berukuran antara satu mikrometer sampai satu milimeter. Methana yang terbentuk saat peatification dan coalification sebagian besar akan teradsorbsi pada permukaan dalam dari mikropori ini.
16
Santosa, Upaya Produksi Gas pada...
2.
Model difusi4) pada kondisi pseudo steady state yang telah disederhanakan sebagai berikut:
METODE
Dalam penentuan potensi CBM, persamaan material balance dan performa produksi sangat penting dalam menentukan Original Gas In Place (OGIP) pada reservoir CBM. Persamaan material balance pa-da reservoir CBM telah dikembangkan sebelumnya dimana gas yang terdapat pada batubara terdapat pada sistem cleat dan matriks. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penurunan material balance adalah: 1. Gas teradsorspi di matriks. 2. Gas terkandung pada cleat. 3. Batubara berada pada kondisi saturated dan mengikuti Langmuir Isotherm. 4. Kompresibilitas air, kompresibilitas batuan dan produksi air diperhitungkan. Gas yang terdapat pada batubara adalah gas yang teradsorpsi pada batubara ditambah free gas yang terdapat pada cleat. Gas yang teradsorpsi pada matriks dapat dideskripsikan oleh Langmuir Isotherm. 4)
( )
Pengubahan ini menandakan bahwa gas 3.1 yang terdesorpsi pada reservoir seakan-akan di lepas sampai tekanan satu atmosfir yang mana mirip dengan percobaan yang dilakukan pada laboratorium. Agar sesuai pada keadaan yang sebenarnya maka persamaan sebelumnya, ditambahkan suatu konstanta waktu (n) dan diperoleh persamaan4) sebagai berikut:
..........................................(2)
Dimana Bg adalah faktor volume formasi gas (cuft/scf), saturasi air di dalam cleat dan volume cleat berubah terhadap tekanan dan water influks. Saturasi air di dalam cleat dipengaruhi oleh 3 mekanisme yaitu: 1. Ekspansi air karena kompresibilitas air 2. Water influks dan produksi air 3. Perubahan volume pori akibat kompresibilitas batuan. Persamaan saturasi air4) sebagai berikut: [
( [
[
[
(
)]
(
(
)]
( )
....................(3) [
(
)](
)
]
(
)
............................(6)
Penentuan harga n dapat dilakukan dengan cara mencocokkan hasil manual dengan hasil simulasi pada berbagai data yang kemudian diperoleh berbagai nilai ”n” lalu dirata-ratakan. Akan tetapi cara ini kurang akurat karena gas yang terdesorpsi pada suatu waktu (Vt) untuk setiap data adalah berbeda. Ketika volume gas yang terdapat pada batubara dikombinasikan dengan saturasi air maka persamaan5) (7) material balance-nya sebagai berikut:
)
)]
.................................(4)
....................................................(5)
Sedangkan gas yang terkandung pada cleat dideskripsikan oleh persamaan4) untuk sistem penyimpanan secara volumetrik sebagai berikut: )
)
Variabel VE merupakan volume gas teradsorpsi pada kondisi kesetimbangan yang akan berkurang seiring dengan penurunan tekanan. Dalam mendapatkan harga VE pada setiap tekanan memerlukan parameter tekanan pada setiap waktu. Parameter ini biasanya diperoleh dari persamaan numerik. Akan tetapi penyelesaian menggunakan persamaan numerik sangatlah rumit, sehingga dilakukan dengan merubah variabel VE menjadi variabel Ve. Variabel Ve adalah volume gas yang direpre-sentasikan pada persamaan4) sebagai berikut:
.................................(1)
(
(
*
+ .............................................(7)
17
Jurnal ESDM, Volume 5, Nomor 1, Mei 2013, hlm. 40-48
Cara lain yang ditawarkan yaitu dengan melakukan trial dan error terhadap nilai ”n” hingga harga produksi gas kumulatif (Gp) dari persamaan Darcy sama atau mirip dengan Gp yang diperoleh dari material balance pada suatu waktu. Cara ini dinilai lebih akurat karena nilai ”n” yang dihasilkan pada berbagai data lapangan adalah berbeda. Nilai V(t) yang telah diperoleh dapat digunakan untuk menentukan tekanan. Persamaan2) tekanannya dapat ditulis sebagai berikut: ( ) ( )
Jika air yang terproduksi (Wp) diubah dalam SCF maka persamaan5) saturasi ratarata dituliskan sebagai berikut: .............................................(12)
Produksi air kumulatif4) dapat didefinisikan sebagai: ∑
Persamaan di atas disubsitusikan ke persamaan (13) lalu hasilnya dimasukkan ke 3.7menjadi: persamaan4) qw sehingga
.....................................................(8)
Tekanan yang telah didapatkan dari persamaan di atas digunakan dalam penentuan laju produksi air2) yang dapat dituliskan sebagai berikut: ( * (
) )
+
..................................(13)
[
∑
] * (
( )
) +
............(14)
Harga qw diselesaikan dengan iterasi. Setelah qw (SCF/Day) diketahui maka pro3.8 ditentukan dengan duksi air kumulatif dapat persamaan (13) dan saturasi air rata-rata juga dapat diperoleh dari persamaan (12). Sedangkan saturasi gas dengan persamaan:5)
..........................(9)
Pada saat produksi, permeabilitas relatif air yang pada awalnya sama dengan satu akan turun sejalan dengan berkurangnya saturasi air. Jika tidak terdapat data laboratorium maka hubungan antara krw dan Sw5) dapat dituliskan sebagai berikut:
.................................................(15)
........................................(10)
Agar perhitungan menjadi lebih mudah maka diasumsikan krg* = 1, Sgc = 0 dan Swc = 1 maka persamaan5) 3.9 yang dihasilkan dapat di-tuliskan sebagai berikut:
Kemudian persamaan di atas disubstitusikan ke persamaan (9) dengan asumsi Swc mendekati nol. Persamaannya4) qw(bbl/day) dapat ditulis sebagai berikut:
.......................................................(16)
(
)
( * (
) )
+
Kemudian persamaan tersebut diatas disubstitusikan pada persamaan Darcy untuk gas. Agar memudahkan 3.10 perhitungan maka digunakan persamaan Darcy4) dengan hasilnya sebagai berikut:
........................(11)
King telah mendefinisikan saturasi air rata-rata pada saat menurunkan persamaan material balance.5) Untuk memudahkan perhitungan dibuat asumsi sebagai berikut: 1. Kompresibilitas air dan batuan sangat kecil sehingga dapat diabaikan. 2. Tidak terdapat water influks. 3. Faktor volume formasi (Bw) = 1 resbbl/ STB.
( * (
) )
+
.......................(17)
Dari persamaan tersebut maka produksi gas kumulatif dapat ditentukan menggunakan persamaan:4) GPn ∑nn 0 qg tn ............................................(18) n
18
Santosa, Upaya Produksi Gas pada...
Persamaan tersebut disebut juga produksi gas kumulatif dari persamaan Darcy. Selain itu, produksi gas kumulatif dapat juga ditentukan dengan menggunakan persamaan material balance yang ditunjukkan oleh persamaan4) sebagai berikut: [
3.
ini mengakibatkan laju produksi gas methana akan meningkat di awal periode produksi. Hingga pada akhirnya produksi akan mencapai puncaknya dan mulai mengalami penurunan laju produksi. Secara skematik perubahan laju produksi dapat ditunjukkan pada Gambar 2.
( )] .....................(19)
3.18
PEMBAHASAN
A. Mekanisme Aliran Gas pada CBM Untuk memproduksi methana pada reservoir CBM, tekanan reservoir harus diturunkan hingga mencapai tekanan desorpsi, dimana pada tekanan ini methana mulai terlepas dari permukaan dalam dari mikro pori batubara. Pada tekanan tersebut, gas akan mengalir sedikit demi sedikit melalui proses diffusi pada matriks batubara hingga gas mencapai rekahan. Proses ini terjadi berdasarkan hukum Ficks yang menerangkan bahwa pergerakan gas tersebut terjadi akibat perbedaan gradien konsentrasi. Setelah mencapai rekahan maka aliran gas hingga lubang bor mengikuti hukum Darcy. Ilustrasi yang dapat menggambarkan produksi CBM diperlihatkan pada Gambar 1.
Gambar 2. Kurva Perkiraan Produksi Vs Waktu.1) B. Pembuatan Kurva IPR Reservoir CBM Kurva IPR merupakan hubungan antara tekanan alir dasar sumur terhadap laju alir, yang diukur pada saat awal periode pseudo steady-state telah dicapai. Hal ini bertujuan agar IPR yang diperoleh merepresentasikan keadaan reservoir seluruhnya. Pengukuran tekanan dilakukan pada kedalaman tepat di atas top lapisan reservoir. Hal ini bertujuan agar dapat mengetahui kinerja dari semua lapisan reservoir yang ada. Selain itu, laju alir yang diperoleh merupakan gabungan laju alir dari semua lapisan reservoir. Penentuan IPR untuk studi kasus ini didasarkan pada beberapa parameter yang dianggap dapat mempengaruhi produksi pada reservoir CBM. Seperti misalnya PL, VL, tekanan reservoir awal dan temperatur reservoir. Pada pengujian ini, perubahan PL, VL, tekanan reservoir awal dan temperatur reservoir CBM memiliki hubungan yang linear. Semakin dalam reservoir, maka tekanan dan temperatur akan meningkat. Peningkatan ini akan menaikkan harga VL yang akibatnya akan menurunkan harga PL. Sehingga dengan perubahan yang linear tersebut akan didapatkan data untuk setiap model. Dari hasil regresi suatu percobaan IPR tak berdimensi
Gambar 1. Migrasi Gas Metana dalam Batubara.4) Akibat proses tersebut maka kelakuan produksi dari CBM menjadi berbeda dengan gas lainnya. Proses produksi dimulai dengan memproduksi air secara besar-besaran yang menyebabkan tekanan pada reservoir akan mengalami penurunan. Selanjutnya gas akan mulai terlepas dari permukaan dalam dari mikropori batubara pada saat tekanan mencapai critical desorption pressure, atau tekanan minimum pada saat gas mulai terlepas. Terlepasnya methana akan semakin bertambah saat tekanan semakin berkurang. Hal
19
Jurnal ESDM, Volume 5, Nomor 1, Mei 2013, hlm. 40-48
untuk beberapa aneka model menghasilkan persamaan1) sebagai berikut: (
) ..............(20)
Selanjutnya pembuatan kurva IPR dilakukan sama seperti pembuatan kurva IPR pada sumur minyak dan gas konvensional. C. Penentuan Metode Produksi pada Sumur Reservoir CBM Penentuan metode produksi pada sumur reservoir CBM ini sama seperti penentuan pada sumur minyak pada umumnya, dimana dengan memperhatikan perbandingan laju alir air dan gas terhadap tekanan dasar alir sumur. Selain itu risiko gangguan produksi yang disebabkan oleh formasi juga harus diperhatikan untuk dapat menentukan metode produksi. Pada dasarnya produksi gas CBM ini diupayakan untuk percepatan usaha dalam memproduksikan air yang terkandung di dalam reservoir batubara, sehingga produksi gas metana juga akan mengalami peningkatan dengan pertimbangan pemilihannya adalah selang kapasitas yang optimal, pola aliran air dari sumur, ketahanan terhadap konsentrasi gas dan serpihan batubara, serta perhitungan biaya yang relatif lebih murah dibandingkan yang lainnya. Salah satu metode yang bisa digunakan untuk mengembangkan pemilihan metode produksi adalah dengan memanfaatkan metode Analisis Nodal. Berikut Gambar 3, 4, 5 dan 6 beberapa skema sumur produksi CBM.
Gambar 4. Penampang Sumur Produksi CBM.2
Gambar 5. Penampang Sumur Produksi Deviasi dan Sumur Injeksi.2)
Gambar 6. Penampang Sumur Produksi dengan Sumur Injeksi Direksional.2) D. Observasi Produksi Sumur P#X ini awalnya adalah sumur gas konvensional yang telah di shutin karena produksi air yang berlebih. Setelah dilakukan pemilihan sumur kandidat, sumur P#X menjadi candidate well yang akan difungsikan menjadi sumur CBM. Berikut contoh data laporan Produksi harian sumur CBM P#X pada tabel 2:
Gambar 3. Penampang Sumur Produksi untuk Sumur Horisontal dan Vertikal.2)
20
Santosa, Upaya Produksi Gas pada...
Tabel 2. Contoh Data Laporan Harian (Daily Report) Press from press gauge, psi Gas Line or csg Press
Water Line or tbg Press
98 103 88 96 98 94 95 88 45 47 37 39 43 47 52 56
Rate Production
Read from VSD Pressure, psig
Gas, scf 800 845 824 854 842 804 809 821 745 754 754 769 767 755 785 779
Temp., °F
Water, bpd 145 465 47 479 436 482 479 665 473 471.8 568.2 369.5 612.2 384.7 398.5 303.3
Pip
Pdp
ΔP
PIT
PDP
1525.3 1459.9 1349 1320.5 1296.8 1258.9 1241.9 1237.4 1235.9 1221.8 1209.6 1196.5 1188.6 1180.2 1169.3 1148.9
1612 1570 1565 1567 1565 1561 1567 1562 1567 1569 1567 1568 1566 1563 1565 1591
86.7 110.1 216 246.5 268.2 302.1 325.1 324.6 331.1 347.2 357.4 371.5 377.4 382.8 395.7 442.1
176.85 177.36 177 177.3 177.51 178.05 178.08 177.75 177.97 177.12 177.21 177.36 177.6 177.63 177.87 177.9
176.69 177.09 176.17 177.06 177.24 177.82 177.82 177.58 176.88 176.88 177.03 177.18 177.24 177.43 177.46 177.61
Tabel 3. Contoh Data Analisis Laboratorium Gas
Water
Components
% mol
pH@25° C
5.2
dimensionless
ASTM D-1293
O2 N2 CH4 CO2 C2H6
0 0.581 90.552 1.526 4.975
SG@60°F TDS
1.0088 12980
dimensionless mg/l
ASTM D-1429 ASTM D-1888
C3H8 i-C4H10
0.804 0.126
n-C4H10 i-C5H12 n-C5H12 C6+
0.072 0.033 0.025 1.306
Resistivity, ohm/cm
Temp, °F
Metode
54 29.1 16.2 46.7
75 78 130 180
ASTM D-1125 ASTM D-1125 ASTM D-1125 ASTM D-1125
Total NaCl
12374.4
mg/l
Sebagai tambahan data diketahui pump submergence yang terbaca dari hasil echometer analysis diketahui sedalam 2959 ft. Sedangkan data laboratorium untuk mengetahui kandungan air dan komposisi gas ditabulasikan pada tabel 3 diatas.
hole completion yang diperforasi, sedangkan konfigurasi sumur dipasang casing 7 inchi dan tubing 3 ½ inchi sebagai sarana alir air formasi dari lapisan batubara. Pada sumur ini juga di-install pompa progressive cavity pump “Oil Pump™” yang terkoneksi dengan VSD (Variable Speed Drive) dengan mode discharge pressure sebagai pengaturannya di permukaan. Percepatan de-watering process dengan mengkaji ulang desain pemasangan PCP yang ada pada sumur CBM P#X karena adanya masalah terlepasnya batang rod yang digunakan untuk mengkoneksikan downhole equipment dengan surface facilities yang ada di permukaan.
E. Proses De-watering Pengembangan lapangan sumur coalbed methane di Kalimantan mencapai tahapan pemboran sumur pilot project dan saat commissioning. Sumur yang sudah mencapai tahapan komplesi dan saat commissioning contohnya adalah sumur P X. Sumur CBM tersebut well completion-nya adalah cased-
21
Jurnal ESDM, Volume 5, Nomor 1, Mei 2013, hlm. 40-48
4.
Daftar Simbol
SIMPULAN
= luas area pengurasan, ft2 = faktor volume formasi air, res bbl/STB = kompresibilitas batuan, psia-1 = kandungan initial gas rata-rata, scf/ton (dry ashfree) Cga = kapasitas gas pada tekanan abandon, scf/ ton (dry ash-free) Cw = kompresibilitas air, psia-1 D = diameter rotor, in fa = ash fraction Fb = beban aksial, lbf fm = moisture fraction Gs = gas storage capacity, scf/ton h = ketebalan lapisan reseevoir, ft K1 = konstanta adsorpsi, dimensionless K2 = konstanta desorpsi, dimensionless kg = permeabilitas efektif gas, md kw = permeabilitas efektif air, md krg = permeabilitas relatif gas, fraksi krg* = permeabilitas relatif gas pada end point, fraksi krw = permeabilitas relatif air, fraksi krw* = permeabilitas relatif air pada end point, fraksi Lr = panjang pitch rotor, ft Ls = panjang pitch stator, ft m = pseudo pressure, psia Ng = eksponen saturasi gas, dimensionless Nw = eksponen saturasi air, dimensionless np = jumlah pitch stator P = tekanan, psia Pg = tekanan fasa gas, psia Pi = tekanan reservoir awal, psia Pip = tekanan pada intake pompa, psi Pdp = tekanan pada discharge pompa, psi PL = konstanta Tekanan Langmuir, psia PL = , konstanta tekanan Langmuir, psia A Bw Cf Cgi
Penelitian CBM perlu lebih diperdalam dari dua sisi, terbentuknya Gas Methana dan pengamatan sejarah terbentuknya Batubara. Pembuangan karbondioksida akibat pembakaran methana lebih rendah dibandingkan batubara akibat sifat racun yang dikandung methana, dengan Produksi Gas pada Reservoir CBM mengurangi bahaya penambangan batubara akibat racun yang dikandung methana dan Produksi Gas dari CBM juga dapat mengurangi terlepasnya methana ke atmosfir akibat kegiatan penambangan batubara. Pengoperasian peralatan produksi gas agar lebih efisien, perlu tindak lanjut penelitian Pembuatan IPR reservoir CBM dengan pengamatan lapangan, Alternatif Pemilihan Metoda Produksi dalam proses de-watering, pengamatan water inflow dan operasi down hole equipment perlu ditingkatkan. Observasi lapangan pada sumur P#X, dengan dewatering sekitat 350 bwpd, mendapat produksi gas 750 scfd. 5.
DAFTAR PUSTAKA
1. Robbie, Arsyadanie. ”IP Sumur pada Reservoir Coal ed Methane”. andung: ITB; 2009. 2. All-LCC. “Handbook on Coal Bed Methane produced Water. Management and eneficial Use Alternatives”. Oklahoma: US Department of Energy National Petroleum Technology; 2003. 3. Aminian, dkk. Type Curve for Coalbed Methane Production Prediction. SPE 91482. Morgantown: West Virginia University; 2004. 4. Eric Firanda. “Perhitungan Profil Produksi Gas Pada Reservoir CoalBed Methane Menggunakan Metode Semi Analitik”. Bandung: ITB; 2009. 5. Aminian, dkk. Evaluation of Coalbed Methane eservoirs”. Morgantown: West Virginia University. 6. Rahayu Sitaresmi, dkk., “Model Perkiraan Permeabilitas Relatif Air Metana Dalam atubara”. Yogyakarta: IATMI. Juli 2007.
Pr Qc Qs Rf Sg Sg* Sw Sw* t Tm Tv VE
= tekanan reservoir, psia = laju alir pompa, bbl/day = laju alir kebocoran, bbl/day = faktor perolehan gas pada economic limit, fraksi = saturasi gas, fraksi = saturasi gas kritik, fraksi = saturasi air, frakasi = saturasi air connate, fraksi = waktu, hari = torsi tahanan mekanik, lbf-ft = torsi tahanan viskositas, lbf-ft =konsentrasi volumetrik pada kondisi kesetimbangan, scf/cuft VL = konstanta Volume Langmuir, scf/ton Vi = konsentrasi volumetrik mikropori, scf/cuft VO = konsentrasi matriks awal, scf/cuft V(t) = konsentrasi matriks pada waktu tertentu, scf/cuft Vpd = pump displacement, Ft3 qads = laju gas adsorpsi, scf/D/cuft qdes = laju gas desorpsi, scf/D/cuft QLp = laju alir produksi cairan, bpd qLp = laju alir minimum pompa, bpd qg = laju alir gas, mscfd qw = laju alir air, scf/day We = water influks, scf Wp = produksi air kumulatif, scf Ω =fraksi permukaan batubara yang tertutupi oleh molekul gas, dimensionless τ = sorpstion isoterm atau konstanta waktu, hari ρ = bulk density, g/cm3
22
Santosa, Upaya Produksi Gas pada... ρa ρb ρo ρw Øi δp ΔPhp µf µs σt
= ash density, g/cm3 = densitas batubara, gr/cc = densitas organik (pure coal density), g/cm3 = moisture density, g/cm3 = porositas awal, fraksi = rating head yang dikembangkan pada elementary cavity, psi = rating head pompa, psi = viskositas cairan pada temperatur inlet, cp = viskositas cairan pada temperatur permukaan, cp = tegangan tarik, psi
23
PENGARUH SISTEM GESER SUSUNAN ATOM DALAM SEL SATUAN TERHADAP KEKUATAN MATERIAL LOGAM Toegas S. Soegiarto STEM “Akamigas”, Jl. Gajah Mada No. 38. Cepu E-mail: tssoegiarto@ akamigas-stem.esdm.go.id
ABSTRAK Kekuatan logam didefinisikan sebagai kemampuan logam untuk tidak berubah bentuk. Bila logam mudah berubah bentuk (deformasi) maka dikatakan kurang kuat. Setiap logam memiliki bentuk sel satuan (unit cell) yang berbeda dan asih tergantung pada suhu. Sel satuan merupakan bentuk geometri terkecil dari susunan atom didalam kristal. Deformasi pada logam sangat tergantung dari tegangan geser, dislokasi, dan sistem gesernya. Bila tegangan geser mampu menggerakkan dislokasi pada bidang slipnya dan terjadi pada jumlah sistem geser yang besar, maka logam tersebut dikatakan kurang kuat bila dibandingkan dengan logam yang memiliki jumlah sistem geser yang kecil. Kata Kunci: deformasi, tegangan geser, dislokasi, sistem geser.
ABSTRACT Metal strength is defined as the ability of a metal not to deform. When a metal easily deforms (deformation) then it is said to be less robust. Each metal has its own shape of unit cell and is dependent on temperature. Unit cell is the smallest geometry of the arrangement of atoms within the crystal. Deformation in metals is highly dependent on shear stress, dislocation, and sliding systems. If the shear stress is capable of moving dislocations in the slip plane and occurs in a large number of sliding systems, then the metal is said to be less robust than the metals that have a small amount of sliding systems. Keywords: deformation, shear stress, dislocation, sliding system.
1.
PENDAHULUAN
Perubahan bentuk logam atau deformasi merupakan pergerakan dislokasi sehingga mencapai permukaan dan tegangan geser maksimum terjadi pada arah gesernya.1) Dislokasi harus berada pada sistem geser. Sistem geser adalah kombinasi antara bidang dan arah dimana pergeseran terjadi, oleh karena itu jumlah sistem geser merupakan kombinasi antara jumlah bidang geser dan arah geser. Pada susunan sel satuan yang berbeda maka jumlah sistem gesernya tidak sama. Semakin kecil jumlah sistem gesernya, berarti semakin sulit dislokasi untuk bergeser, sehingga logam tersebut sulit untuk dirubah bentuknya. Deformasi plastis atau deformasi permanen adalah peristiwa pem-
bebanan pada logam sampai melampaui kondisi luluhnya. Sebagai contoh pada proses pembentukan logam seperti halnya: stamping, rolling, forging, spinning, drawing, dan extruding, sedangkan pada proses perautan pemesinan, seperti halnya: milling, turning, sawing dan punching. Bila ditinjau dari dalam materialnya sendiri, maka deformasi plastis dapat disebabkan oleh 3 faktor kejadian, yaitu: deformasi karena slip, deformasi karena twinning atau deformasi karena kombinasi dari keduanya. 2.
PEMBAHASAN
A. Deformasi Plastis dari dalam Material Deformasi plastis karena slip terjadi pada bidang kristal yang mempunyai densitas
24
Soegiarto, Pengaruh Sistem Geser Susunan...
atom terbesar dengan arah slip sesuai dengan arah dari bidang slip tersebut. Bidang kristalnya dinamakan dengan bidang slip (slip plane) sedangkan arah slip dinamakan dengan close packed. Slip planes dan slip direction disebut slip systems.
bagainya, serta terjadi pada struktur bcc, seperti halnya: tungsten, alpha Fe dan sebagainya, sebagai akibat dari kondisi beban kejut (shock load) dan penurunan suhu pada logam. Sedangkan pada annealing following plastic deformation terjadi pada logam dengan struktur fcc, seperti halnya: alumunium, tembaga, kuningan dan sebagainya, sebagai akibat dari pengerjaan dingin yang selanjutnya logam tersebut diberikan perlakuan panas (heat treatment).
Gambar 1. Slip Plane pada Face Center Cubic (FCC).2) Pada slip planefcc (111) memiliki system direction ‹110› yang terdiri dari: [101], [011], dan [110]. Untuk mengetahui bahwa kombinasi antara slip plane (111) dan system direction ‹110› dapat membentuk satu system slip dapat dicari hubungan sebagai berikut:
Gambar 2. Deformation by Twinning.2) Tabel 1. Twin Plane dan Twin Direction pada Logam.2)
h.u + k.v + l.w = 0 .....................................(1)
untuk: [101], maka (1) (1) + (0) (1) + (-1) (1) = 0 [011], maka (0) (1) + (-1) (1) + (1) (1) = 0 [110], maka (-1) (1) + (1) (1) + (0) (1) = 0 Ternyata kombinasi slip planefcc (111) dan system direction ‹110› merupakan slip system pada fcc. Deformasi plastis karena twinning, merupakan pergerakan dari bidang-bidang atom dalam lattice sejajar dengan suatu bidang tertentu (bidang twinning), sehingga lattice dibagi dua simetris dengan arah yang berbeda (orientasi berbeda), antara bagian yang terdeformasi dan yang tidak terdeformasi. Hal ini terjadi bila geseran mengalami hambatan. Twinning dapat disebabkan oleh mechanical deformation dan annealing following plastic deformation. Pada mechanical deformation terjadi pada logam dengan struktur hcp, seperti halnya: magnesium, zinc dan se-
No.
Crystal Structure
Typical Examples
Twin Planes
Twin Direction
1.
Bcc
Alpha Fe, Tg
(112)
[111]
2.
Hcp
Zn, Cd, Mg, Ti
(1012)
[1011]
3.
Fcc
Ag, Au, Cu
(111)
[112]
Perbedaan antara deformasi twinning dan deformasi slip jika pada deformasi slip pada logam terjadi pergerakan slip beberapa kali dari atomic spacing dan secara microskopis terlihat sebagai garis pada permukaan. Pada deformasi slip orientasi kristal sebelum dan sesudah deformasi adalah tetap dan bila permukaan logam dipolis, maka bekas dari slip akan hilang. Sedangkan yang terjadi pada deformasi twinning ialah kurang dari satu kali jarak antar atomnya dan secara microskopis terlihat sebagai pita (bands). Pada deformasi twinning orientasi kristal berbeda pada twin regions dan bekas dari twinning tidak hilang, bila permukaan logam dipolis.
25
Jurnal ESDM, Volume 5, Nomor 1, Mei 2013, hlm. 49-55
Gambar 3. Deformasi Makro pada suatu Kubus yang dihasilkan Gerak Dislokasi Sisi dan Gerak Dislokasi Ulir.3)
Gambar 4. Hubungan Geometri pada Bidang Alas Kerucut Susunan Atom Angka Koordinasi 6.3)
Oleh karena mekanisme deformasi yang utama adalah geseran, maka pembahasan ditekankan pada mekanisme tersebut. Telah dijelaskan bahwa deformasi terjadi sebagai akibat geseran, kemudian agar terjadi geseran maka diperlukan dislokasi, tegangan geser dan sistem geser. Tegangan geser dibutuhkan untuk menggerakan dislokasi pada sistem geser sehingga mencapai permukaan. Sistem geser adalah kombinasi antara bidang geser dan arah geser. Bidang geser adalah bidang yang memiliki susunan atom terpadat, sedangkan arah geser adalah arah yang mempunyai susunan atom terpadat. Jadi semakin banyak sistem gesernya berarti geseran akan mudah terjadi atau dengan kata lain logam mudah terdeformasi.
Adapun hubungan antara angka koordinasi dengan perbandingan diameter atom ditunjukan seperti pada tabel 2. Tabel 2. Hubungan antara Angka Koordinasi dengan Perbandingan r/R.3) No.
Angka Koordinasi
Angka Perbandingan
1.
4
0,0225 – 0,414
2.
6
0,414 – 0,732
3.
8
0,732 – 1,000
4.
12
1,000
C. Sel Satuan dalam Kristal Logam Zat padat yang mengkristal memiliki susunan dan jarak atom tertentu, sehingga pusat pusat atom bila dihubungkan akan membentuk suatu geometri tertentu. Bentuk geometri ini merupakan bentuk dasar kristal dari suatu zat. Bentuk terkecil dari susunan atom dalam kristal disebut dengan Sel Satuan. Sel satuan harus memenuhi ruangan tiga dimensi, maka bentuk geometri sistem kristal yang mungkin sebanyak tujuh yaitu Triklinic, Monoklinic, Rombohedral, Heksagonal, Ortorombic, Tetragonal, Cubic. Bentuk geometris sistem kristal pada tabel 3.
B. Angka Koordinasi Angka koordinasi merupakan jumlah atom yang menyinggung pada satu atom tertentu. Pada ikatan atom logam, atom-atom dianggap sebagai bola-bola keras yang saling bersinggungan. Besarnya angka koordinasi tergantung pada perbandingan diameter atom yang terikat. Angka koordinasi maksimum ditentukan dengan ilmu ukur. Bentuk geometri bidang alas kerucut dari susunan atom dengan angka koordinasi 6 pada Gambar 4.
Tabel 3. Bentuk Geometri Sistem.3) No.
Sistem
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Triklinic, Monoklinic, Rombohedral, Heksagonal, Ortorombic, Tetragonal, cubic.
Rusuk a a a a a a a
≠ b≠ c ≠ b≠ c = b = c b ≠ c ≠ b≠ c b ≠ c = b = c
26
Sudut antara Rusuk α ≠ β ≠ γ ≠ 90o β 90o ; γ ≠ 90o α β γ ≠ 90o o α β 90 ; γ 120o α β γ 90o α β γ 90o α β γ 90o α
Soegiarto, Pengaruh Sistem Geser Susunan...
Gambar 5. Bentuk bentuk Geometri Kristal Logam.3) Untuk penempatan atom pada sistem kristal ditunjukan diatas seperti pada Gambar 5. Oleh karena pada logam memiliki atom yang sama, maka harga r/R = 1 dan dari tabel hubungan antara angka koordinasi dengan perbandingan r/R yang mungkin adalah 8 dan 12. Oleh karena pada logam ikatannya merupakan ion positif yang dikelilingi oleh ion negatif yang selalu bergerak, maka
ikatannya tidak memilih arah tertentu. Atau dengan kata lain bentuk geometri sistem kristalnya harus memiliki simetri yang tinggi. Dari ketujuh bentuk geometri sistem kristal yang ada pada tabel 3 yang mempunyai simetri yang tinggi adalah sistem kristal cubic; hexagonal; dan tetragonal. Sel satuan dengan angka koordinasi 8 akan berbentuk dua kemungkinan yaitu: body center cubic (bcc) atau tetragonal (bct),
27
Jurnal ESDM, Volume 5, Nomor 1, Mei 2013, hlm. 49-55
sedangkan untuk angka koordinasi 12 juga akan berbentuk dua kemungkinan yaitu face center cubic (fcc) atau hexagonal (hcp). Adapun perbedaan dari kedua bentuk sel satuan dalam kristal yang ada pada angka koordinasi 8 dengan angka koordinasi 12 apabila pada sel satuan dengan angka koordinasi 12 dalam satu bidang atom, satu atom dikelilingi oleh 6 atom lainnya, dibagian atas dan dibawahnya masing-masing dengan 3 atom. Pada sel satuan kubus pusat muka (fcc), segitiga atom ini memiliki orientasi yang berbeda antara segitiga yang dibawah dan segitiga yang diatas. Sedangkan sel satuan hexagonal susunan padat memiliki orientasi yang sama, oleh karena itu maka pada sel satuan pusat muka (fcc) orientasi bidang atom terpadat adalah ABC/ABC/ABC dan seterusnya, sedangkan pada sel satuan hexagonal susunan padat orientasinya adalah AB/AB/AB dan seterusnya.
D. Bidang Geser dan Arah Geser Sel satuan dalam kristal logam seperti fcc, bcc, dan hcp seperti yang ditunjukan pada tabel 4, maka adalah mungkin untuk diperkeras atau diperkuat melalui perlakuan panas pada logamnya, dengan tujuan untuk merubah struktur kristalnya, sehingga dengan demikian akan memperkecil jumlah sistem gesernya (sulit terdeformasi logamnya). Hal ini dapat dilakukan seperti pada proses pengerasan baja karbon dengan membuat fasa Martensite. Tabel 4. Bidang dan Arah Geser pada Kristal Logam.3)
Gambar 6. Susunan Bidang Padat dalam Sel Satuan fcc.3)
Gejala ini sebagai dasar dari cara pengerasan baja karbon dengan membuat fasa Martensite, yaitu dengan jalan laku panas (heat treatment). Fasa Martensite mempunyai sifat yang keras dan rapuh. Adapun proses perlakuan panas untuk mendapatkan Martensite pada baja karbon sebagi berikut: Baja karbon dipanaskan sampai mencapai suhu diatas A3 (memasuki daerah γ), kemudian ditahan sementara waktu guna mem-
Gambar 7. Sel Satuan Hexagonal Susunan Padat.3)
28
Soegiarto, Pengaruh Sistem Geser Susunan...
berikan kesempatan semua karbon yang larut didalam Ferite, terikat pada Cementite tertier, dan terikat pada Pealite untuk larut kedalam fasa γ. Setelah itu didinginkan secara cepat didalam media yang sesuai. Apabila diamati struktur sel satuan serta posisi atom karbon selama proses perlakuan panas maka pada suhu kamar Ferite memiliki struktur sel satuan bcc, sedangkan atom karbon sebagian larut pada Ferite (0,025% maksimum) terikat pada Cementite tertier, dan terikat pada fasa Pearlite (0,8% maksimum). Daerah γ struktur sel satuan adalah fcc, sedangkan atom karbon larut. Setelah didinginkan cepat menjadi fasa Martensite, karbon tetap larut karena tidak sempat kembali seperti keadaan semula, dan struktur sel satuannya bct dengan intertisi atom karbon ditengahnya. Mekanisme perubahan struktur sel satuan fcc menjadi bct adalah terjadinya geseran secara homogen, dislokasi twinning dan berakhir pada dislokasi glide. Intersisi atom karbon pada sel satuan bcc sehingga menjadi sel satuan bct, akan menyebabkan terjadinya perubahan sistem geser, dan juga menyebabkan medan tegangan disekitar atom karbon, sehingga meningkatkan kekuatan teoritik. Hal ini menyebabkan bahwa Martensite (bct) memiliki sifat mekanis yang keras dan kuat. Dimensi sel satuan bct sangat tergantung pada kandungan kadar karbon.
E. Tegangan Kritis untuk Slip mulai terjadi
Gambar 8. Tegangan Aksial dapat menghasilkan Tegangan Kritis dan menyebabkan Pergerakan Dislokasi pada Bidang Slip.1) (2) . cos .cos Φ
σ.cos .cos Φ ........(3)
Persamaan diatas memberikan tegangan geser pada bidang slip dengan arah sesuai dengan arah slip. δR maksimum untuk Φ = 45o, maka δR = 0,5 F/A. δR nol bila 90o atau Φ 90o material cenderung mengalami kegagalan dari pada slip bila beban bertambah. cos .cos Φ = m dan disebut dengan Schmid Factors.Tegangan geser yang harus diaplikasikan dengan arah (001) pada unit sel satuan kristal Nickel fcc agar menyebabkan slip pada sistem slip (111) [011], bila tegangan tariknya sebesar 13,70 M.Pa, adalah sebagai berikut:
Gambar 9. Sel Satuan Kristal Nickel fcc dibebani oleh Tegangan Tarik [001`] menghasilkan Tegangan Geser [111] pada Sistem Slip (111) [011].1)
Gambar 8. Hubungan antara Kadar Karbon dan Berbagai Perlakuan Panas terhadap Kekerasan Baja Karbon.3)
29
Jurnal ESDM, Volume 5, Nomor 1, Mei 2013, hlm. 49-55 Φ
Cos Φ a/ = atau o Φ = 54,74 δR = σ . cos . cos Φ = (13,7 M.Pa). (cos 45o).(cos 54,74o) δR = 5,60 M.Pa Besar tegangan geser yang terjadi sebesar 5,60 M.Pa 3.
SIMPULAN
Setiap logam mempunyai susunan sel satuan yang berbeda sehingga jumlah sistem gesernyapun tidak sama, berarti semakin besar jumlah sistem gesernya semakin mudah terjadi dislokasi untuk bergeser, sehingga logam tersebut mudah terdeformasi. Deformasi terjadi sebagai akibat geseran (slip), kemudian agar terjadi slip diperlukan Dislokasi, Tegangan Geser dan Sistem Geser. Pada komposisi tertentu, struktur sel satuan logam tergantung pada suhu. Dengan demikian hal tersebut diatas memungkinkan untuk mengeraskan logam melalui proses perlakuan panas (heat treatment), seperti halnya pengerasan baja karbon dihasilkan Martensite yang sifatnya keras dan kuat. Tegangan geser pada bidang slip sesuai dengan arah slip dan mempunyai nilai maksimum bila besar sudutnya Φ 45o. 4.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hertzberg, R.W. Deformation and Fracture Mechanics of Engineering Materials. Third Edition, New York: John Wiley & Sons Inc; 1989. 2. Hosford,W.F., Robert M. Caddell. Metal Forming Mechanics and Metallurgy, Englewood Cliffs: Prentice-Hall International, Inc; 1983. 3. Smith, W.F. Principles of Materials Science and Engineering. New York: Mc Graw Hill Company;1990.
Daftar Simbol r R F A
= = = = =
jari-jari atom yang kecil. jari-jari atom yang besar. beban tarik eksternal. luas penampang tegak lurus dengan arah beban. sudut antara arah slip dengan arah beban.
30
= sudut antara normal bidang slip dengan arah beban. luas bidang slip yang terinklinasi Φ terhadap = arah beban.
AUTOMATIC TANK GAUGING (ATG) Agus Heriyanto STEM “Akamigas”, Jl. Gajah Mada No 38. Cepu E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Pengukuran volume cairan minyak mentah ataupun produk-produk minyak yang ada di dalam tangki penimbun di industri migas sangat penting terutama berkenaan dengan ketelitian, karena hal ini berhubungan dengan transaksi jual beli. Metode pengukuran secara manual menggunakan stick atau semacam tongkat yang dimasukkan kedalam tangki. Tentu hal ini ketelitian dan kecepatannya rendah. Dengan perkembangan teknologi elektronika maka alat ATG yang merupakan kombinasi alat mekanik, dan elektronik (mikroprosesor) dapat mengukur secara otomatis dengan teliti dan cepat. Bagian alat ATG ini terdiri dari field device, interface dan receiver system. Field device berfungsi sebagai input atau sensor. Interface berfungsi mengolah data-data yang berasal dari sensor dan dikomunikasikan ke receiver system. Receiver system berfungsi memperagakan data atau signal yang berasal dari interface dan disajikan ke layar monitor. Kata kunci: field device, interface dan receiver system.
ABSTRACT The accuracy in the measurement of the volume of crude oil or other products in storage tanks is important since it is related to custody transfers. The conventional method is usually done by using a stick put into the tank, but its accuracy is not good. Nowadays, automatic tank gauging (ATG) is used to perform the measurement. ATG method that is a combination of mechanics and electronics (microprocessor) can perform the measurement automatically, accurately and fast. ATG consists of a field device, an interface and a receiver system. The field device serves as a sensor. The interface processes the data from the sensor and then sends the data to the receiver system. The receiver system serves to present the data or the signal and display it on the screen. Keywords: field device, interface and receiver system.
1.
dividu atau pun per group, dilihat dan dibaca baik di lokal maupun pada layar monitor yang terpasang diruang pengendali ITP. Automatic Tank Gauging (ATG) adalah alat pengukur level cairan didalam tangki baik untuk tangki crude maupun tangki produk yang menggunakan sistem digital dan bekerja secara otomatis, cerdas dan dapat memberikan data-data yang diperlukan untuk perhitungan volume tangki. Secara singkat dapat dijelaskan bahwa data-data ATG dari lapangan dikirim ke Central Processing Unit (CPU) untuk diolah dan dihitung kemudian hasilnya ditampilkan pada monitor (CRT) di control room. Tank Gauging System dengan menggunakan ATG ini diharapkan mampu
PENDAHULUAN
Automatic Tank Gauging (ATG) adalah pengukuran permukaan cairan (liquid level), volume, dan besaran-besaran lain dari cairan yang ada pada tangki, baik itu tangki crude maupun tangki produk. Instalasi Tangki dan Pengapalan (ITP) pada industri migas merupakan unit yang sebagian besar menggunakan peralatan instrumentasi tersebut, karena ITP merupakan unit pengumpul umpan (feed oil) sebagai bahan baku ke kilang, maupun produk dari kilang, yang ditampung pada tangki-tangki penimbun. Dengan dipasangnya ATG, maka tinggi permukaan minyak dari setiap tangki dapat diketahui secara in-
31
Jurnal ESDM, Volume 5, Nomor 1, Mei 2013, hlm. 56-63
mengatasi permasalahan atau kekurangan yang ada pada sistem pengukuran yang dipakai sebelumnya yaitu pengukuran secara manual 1) seperti: 1. Ketelitiannya yang rendah. 2. Kecepatan pengukurannya yang rendah. 3. Data hasil pengukuran hanya dapat diperoleh di satu tempat 4. Data hasil pengukuran tidak dapat diperoleh setiap saat.
sistem pengukuran tangki dengan temperatur rata-rata dan tank site monitor. Keluaran NMS531 bisa dipilih antara keluaran digital, keluaran analog atau kedua-duanya. Prinsip kerja dari level transmitter ini menggunakan prinsip Bouyancy (Gambar 4) yaitu atas dasar Hukum Archimides yang mengatakan bahwa4):
Tank Farm Control room
Proservo NMS 531 Prothermo NMT 535 Average temperature transmitter
8130/RTU
Local HART communication
Digital communication
FuelsManager Inventory Management
Promonitor NRF 560 Tank Side Monitor
Gambar 1. Sistem Pengukuran Automatic Tank Gauging (ATG) pada Tangki.
. Gambar 2. Field Device
Sistem Pengukuran ATG terdiri dari 3 bagian yaitu2,3): 1. Field Device yang terdiri dari Proservo NMS 531, Prothermo NMT 535, dan Promonitor NRF 560. 2. Interface : Remote Terminal Unit (RTU) 3. Receiver System : Personal Computer (PC) dengan Fuels Manager Sofware (perangkat lunak). 2.
PEMBAHASAN Gambar 3. Proservo NMS 531
A. Field Device Field device merupakan bagian input yang disebut juga sebagai elemen sensor atau transducer. Dimana tugas sensor adalah merubah suatu besaran fisis menjadi besaran fisis yang lain dan juga memonitor kondisi pengukuran dilapangan. Proservo NMS531 merupakan suatu alat ukur yang digunakan untuk mengukur level, interface level, density dan tank bottom. Gambar 3. memperlihatkan NMS531. NMS531 dapat digunakan untuk suatu aplikasi yang berdiri sendiri atau sebagai suatu
Displacer 250 gr. Balance Weight 190 gr.
Gambar 4. Prinsip Bouyancy “ ilamana suatu benda ditenggelamkan ke dalam fluida maka benda tersebut akan mendapat gaya tekan ke atas dari fluida
32
Heriyanto, Automatic Tank Gauging T ∞ W - (V +VB) ρb......................................(11)
sebesar berat fluida yang dipindahkan oleh benda tersebut.“ Oleh karenanya berat dari benda akan berkurang sebesar berat gaya tekan ke atas dari fluida. Dapat juga dituliskan sebagai berikut: Fa = Gaya Archimedes = Berat zat cair yang dipindahkan. W zat cair Fa
Upper liquid Density (ρu) Measured Displacer Weigth (Wu) Displacer Volume V
ρc.g.Vcair .................................(1)
Middle liquid Balance volume VB Density (ρm) Measured Displacer Weigth (Wm)
ρa.g.Va .............................................. ...(2)
Sehingga Total berat benda adalah :
Bottom liquid Density (ρb) Measured Displacer Weigth (Wb)
Wa = ρa.g.Va ................................................(3) Fa
= Wa ......................................................(4)
Gambar 5. Batas Level Pengukuran Untuk upper, middle, dan bottom density formula kalkulasi adalah sebagai berikut4):
ρc.g.V’a = ρa.g.Va .......................................(5) V’a
Measured wire Tension T
Measured Displacer Weight W
ρa/ρc.Va ...............................................(6)
Sebuah plat semikonduktor yang tebalnya t dihubungkan dengan arus luar I yang mengalir melalui bahan, bila plat itu diberikan medan magnet pada arah tegak lurus terhadap permukaan plat itu, maka potensial EH akan dibangkitkan, potensial ini disebut tegangan Hall, dinyatakan dalam1): E H = KH
u W VW
u
.......................................... .(12)
m W VW u ........................... .(13) u
m
b W VW m ............................ .(14) m
IB ..........…………….............….....(7) t
b
Perhitungan volume tangki terdiri dari beberapa metode faktor koreksi yang dipakai dalam transaksi penjualan : Faktor koreksi5) Muai Dinding Tangki diberikan untuk menyesuaikan dengan kondisi saat kalibrasi untuk membuat tabel tangki, yaitu pada suhu 400C dan masa jenis cairan pada temperatur tersebut = 0,7195 gram/ml.
Formula yang digunakan oleh NMS531 untuk kalkulasi level dan density5): Saat pengukuran permukaan (surface) atau interface level cairan dalam kondisi tetap, displacer diam menjaga keseimbangan posisi. Tegangan pada kawat ukuran adalah sebanding dengan berat displacer yang disusutkan oleh adanya gaya tekan keatas (buoyancy force).
Faktor Ekspansi = 1 + a (t- 400C)................ (15) Faktor Ekspansi awal = 1 + 0,0000348 ( 29 – 40 ) = 0,9996172
Surface T ∞ W - VBρu ................................................ (8)
Faktor Koreksi Atap Terapung5) ini diberikan karena pengaruh beban atap terhadap permukaan cairan. Dalam pemakaian tabel tangki mulai tinggi = 215 cm dan koreksi terhadap density standard pembuatan tabel. Faktor koreksi untuk mengkoreksi volume5) pada suhu pengukuran (observed) deng-
Upper interface T ∞ W - VBρm - (V - VB)ρu ........................ ...(9)
Middle interface T ∞ W - VBρb - (V - VB)ρm ........................ .(10)
Bottom level
33
Jurnal ESDM, Volume 5, Nomor 1, Mei 2013, hlm. 56-63
an volume standard (150C) dengan menggunakan Tabel 54 ASTM D1250 IP 200 dan kemudian dengan cara interpolasi maka akan didapat nilainya. Tabel 56 ASTM D 1250 IP 200 dipergunakan untuk mencari Faktor koreksi5) dari volume liter 150C ke satuan berat Metric Ton. Dengan mengetahui density 150C maka koreksi faktor tersebut dapat dicari dengan cara yang sama (interpolasi) seperti diatas. Faktor koreksi long ton5) dapat dicari melalui Tabel 57 dan dengan cara yang sama persis dengan mencari CF metric Ton, bila diketahui density 150C. Untuk mencari Faktor koreksi dari volume liter 150C ke barrel 600F5) mempergunakan Tabel 52 pada range density 0,687 sampai dengan 0,765 disebutkan faktor koreksinya = 6,294 (per 1000 liter). Promonitor NRF560 adalah suatu monitoring unit yang digunakan bersama dengan NMS531. Peralatan ini dipasang di sisi tangki atau paling jauh 1200 meter dari tangki. Komunikasi antara NMS 531 dan NRF 560 menggunakan HART protocol. NRF560 menyediakan indikasi pengukuran level, density dari NMS 531, temperatur dari NMT 535 dan status operasi, serta dapat mengirimkan perintah operasi ke NMS 531. Prothermo NMT 535 menggunakan Resistance Temperature Detector (RTD) dengan PT 100 Ω merupakan sensor temperatur yang menawarkan ketelitian sempurna dengan temperatur cakupan dari – 200OC sampai 850OC. Prinsip operasinya adalah dengan mengukur perubahan tahanan suatu unsur platinum yang mempunyai suatu tahanan 100 Ω pada 0OC dan 138.4 Ω pada 100 oC. Pengukuran temperatur NMT 535 menggunakan metode pengukuran temperatur rata-rata (average temperature) yang menggunakan sensor PT 100, yang terdiri dari 10 elemen titik pengukuran. Jarak antara elemen bergantung pada tinggi tangki. Hasil pengukuran semua elemen secara terus-menerus diamati, data temperatur diperbaruhi setiap 2 menit. Formula yang digunakan NMT 535 untuk kalkulasi temperatur rata-rata berdasarkan Gambar 9:6) Setiap elemen temperatur :
T1, T2, T3,..........T10
Temperatur rata-rata di level :
Tav, Liq =
1 6 Ti .................................(16) 6 i 1
Temperatur rata-rata di level :
T av, gas =
1 10 Ti .................................(17) 4 i 7
T10 T9 T8 T7 T6 T5 T4 T3 T2 T1
Gambar 6. Kedudukan Posisi Sensor Temperatur. B. Interface Interface merupakan penghubung serta mengkomunikasikan antara field device ke Receiver system. Bagian ini tugasnya melakukan pengolahan data atau sinyal yang diberikan oleh bagian input untuk dimodifikasi, dikuatkan atau diubahnya menjadi bentuk lain sesuai dengan besaran atau signal yang dibutuhkan oleh Receiver system. Remote Terminal Unit (RTU) 8130 adalah suatu unit perangkat terkecil didalam sistem pengendalian terdistribusi yang mempunyai kemampuan melakukan akuisisi data, pengendalian maupun memantau kondisi atau status proses. Rancang bangun RTU merupakan pengembangan dari sistem pengendalian berbantuan mikro komputer. Rangkaian RTU 8130 terdiri dari power supply, plug terminasi, high-performance 16bit komputer mikro, subsistem komunikasi dan suatu komplemen digital dan analog input atau output. RTU yang basis dasar di-
34
Heriyanto, Automatic Tank Gauging
bangun sebagai Motherboard dengan 4 konektor untuk modul perluasan I/O expansion modules. Jantungnya RTU 8130 adalah suatu Intel 80C188EB mikroprosesor yang beroperasi pada 18.432 MHz. yang dirancang khusus terutama untuk aplikasi yang real-time, µP meliputi timer atau counters, interrupt controller, dan chip-select juga meliputi 2 saluran serial yang ditunjuk sebagai COM0 dan COM3. Suatu pengendali komunikasi serial terpisah digunakan untuk COM1 dan COM2. Mikroprosesor membantu melakukan performa fungsi I/O, seperti halnya menyediakan RAM dan PROM. Boot sistem terdapat didalam PROM yang merupakan bagian dari µP. Memori program disimpan di flash memory. Database dapat disimpan lebih dari 64K di dalam nonvolatile RAM. Tabel, data dikumpulkan dan disimpan didalam RAM.
Model 8213. Komunikasi data RTU dengan NMS 531 dihubungkan melalui modul I/O interface Model 8213 yang merupakan suatu alat penghubung I/O cerdas (intelligent I/O interface), yang menangani membaca sekilas, pendeteksian kesalahan, mengerjakan secara beranting dan konversi data. Model 8213 (Gambar 9) menggunakan optical isolation, proteksi tegangan (Voltage) lebih, penyaringan dan pengaruh keadaan isyarat. Tersedia 4 saluran (channel) data. C. Receiver System Receiver System merupakan bagian output yang berfungsi memperagakan informasi yang dihasilkan bagian proses dalam bentuk sesuai dengan kebutuhan sistem. Sistem komputer dasar terdiri dari Central Processing Unit (CPU), memory Unit dan Input atau Output Unit. CPU merupakan unit untuk mengolah data dan menjalankan program yang tersimpan di dalam memory Unit. Input atau Output Unit berfungsi sebagai pintu yang menghubungkan sistem komputer tersebut dengan dunia luar. FuelsManager (FM) adalah perangkat lunak Supervisory Control and Data Acquisition (SCADA) yang khusus digunakan untuk aplikasi tank inventory system. FM merupakan aplikasi client atau server yang beroperasi dengan menggunakan Sistem operasi Microsoft Windows (NT, 2000 maupun XP). Dengan FM, operator dapat mengatur dan memonitor kondisi operasi atau fasilitas keseluruhan secara aman dan efisien. FM dapat beroperasi pada PC tunggal (standalone PC) atau sebagai bagian dari suatu jaringan. FM juga dapat berupa Workstation atau Server. FM dirancang sebagai suatu sistem yang terbuka (open system) yang memungkinkan para pemakai untuk mengintegrasikan semua jenis pengukuran tanki seperti floater, radar, servo, hidrostatis, intelligent magnetostrictive serta jenis pengukuran tanki lainnya ke dalam satu sistem. Semua parameter tangki yang diolah dan disimpan di FM seperti level, temperatur, dan lain-lain dapat diperagakan di monitor PC. Dengan FM, operator dapat melihat kondisi operasi
Gambar 7. Diagram Blok Perangkat Keras (Hardware).
Gambar 8. Modul I/O Interface
35
Jurnal ESDM, Volume 5, Nomor 1, Mei 2013, hlm. 56-63
dalam bentuk grafis secara real-time. Sistem dapat digunakan sebagai suatu total sistem untuk memonitor dan mengendalikan semua perangkat seperti pompa, valve, motor, mixer dan peralatan lainnya. Sistem dapat memonitor level, temperatur, alarm, volume, flow, dan variabel tangki lainnya sampai dengan 2000 tangki. Secara kasar istilah analog dapat disamakan dengan kontinyu, sedangkan digital dengan discrete, dua istilah ini sering dipergunakan dalam komunikasi data dalam tiga konteks yaitu data, pensinyalan, transmisi. Hal ini berarti dapat menentukan data sebagai entiti (sistem manajemen data base) yang menyampaikan arti atau informasi, sinyal adalah tampilan data elektrik atau elektromagnet. Pensinyalan itu berarti penyebaran sinyal secara fisik melalui media yang sesuai. ASCII merupakan sandi 7 bit, sehingga terdapat 2 pangkat 7 yang berarti ada 128 macam simbol yang dapat disandikan dengan sistem ini, sedangkan bit ke 8 merupakan bit paritas. Sandi ini dapat dikatakan yang paling banyak dipakai sebagai standard pensinyalan pada peralatan komunikasi data.
nikasi sinyal digital mempunyai suatu waktu tanggapan kira-kira 2 (dua) sampai 3 (tiga) data diper-barui per detik tanpa menyela sinyal analog.
Gambar 9. Sinyal Digital dan FSK Perangkat keras pada komunikasi serial port dibagi menjadi dua kelompok, yaitu Peralatan Terminal Data atau Data terminal equipment (DTE) dan suatu Peralatan Komunikasi data atau Data communication equipment (DCE). Spesifikasi elektris serial port merujuk pada Electronic Industri Association (EIA) : 1. Space (logika 0) ialah tegangan antara +3 hingga +25 volt 2. Mark (logika 1) ialah tegangan antara -3 hingga -25 Volt. 3. Daerah antara +3 Volt hingga -3 Volt tidak didefinisikan atau tidak terpakai. 4. Tegangan open circuit tidak boleh melebihi 25 volt. 5. Arus hubungan singkat tidak boleh melebihi 500 mA
Tabel 1. Kode ASCII
Gambar 10. Port RS 232 tipe DB 9 Jantan dan Betina. Kelebihan komunikasi serial ialah jangkauan panjang kabel lebih jauh dibandingkan dengan paralel karena serial port mengirimkan logika 1 dengan kisaran tegangan -3 Volt hingga -25 Volt dan logika 0 kisaran tegangan +3 sampai +25 Volt sehingga kehilangan daya karena panjangnya kabel bukan masalah utama. Bandingkan dengan port parallel yang menggunakan level
Komunikasi data dengan HART Protokol yang standard beroperasi menggunakan prinsip frequency shift keying (FSK). Sinyal digital terdiri dari dua frekwensi yaitu 1,200 Hz dan 2,200 Hz yang mewakili bit 1 dan 0, berturut-turut gelombang Sinus dua frekuensi ini dilapiskan pada arus searah (DC) kabel sinyal analog untuk menyediakan komunikasi digital dan analog bersama. Sebab nilai rata-rata sinyal FSK selalu nol. Komu-
36
Heriyanto, Automatic Tank Gauging
TTL yang berkisar dari 0 Volt untuk logika 0, logika 1= +5Volt. Transmisi data serial asinkron adalah pengiriman data secara perkarakter antara satu karakter dengan karakter tidak ada waktu antara yang tetap. Karakter dapat dikirim sekaligus ataupun dengan beberapa karakter, kemudian berhenti untuk waktu yang tidak tentu, lalu dikirimkan sisanya atau disebut dengan starstop Transmisi, kalau tiap karakter mengalami sinkronisasi dengan jalan penggunaan bit awal dan bit akhir, bit awal akan memberitahukan sistem untuk mulai mengumpulkan bit berikutnya sebagai bit data, bit akhir memberitahukan pada terminal bahwa data telah lengkap dan terminal kembali kekeadaan reset supaya dapat menerima bit awal lagi. Sikronisasi dilakukan kembali setiap karakter diterima. Transmisi data serial sinkron digunakan untuk transmisi kecepatan tinggi, yang ditransmisikan 1 block data. Dalam sistem ini baik pengirim atau penerima bekerja bersama-sama dan sinkronisasi dilakukan setiap sekian ribu data, start bit dan stop bit tidak dibutuhkan untuk tiap karakter, sinkronisasi dilaksanakan dan dijaga baik pada waktu tidak ada data yang dikirim maupun sesaat sebelum pengiriman terjadi sinkronisasi.
Ketika displacer diturunkan dan menyentuh cairan atau sedang mendeteksi kenaikan permukaan cairan, berat displacer akan berkurang oleh karena adanya gaya tekan keatas (buoyancy force).
FIELD NMT
ITP Room
NMS
JB
4p
2P
FJB
FM
FM FM
Console Type
Console Type
1P
1p
RTU
ES Dot Matrix Printer
NRF
8P
Switch
RS-232 proprietary protocol
Gambar 10. Hubungan antara Field Device, Interface dan Receiver System.
D. Sistem Pengukuran Automatic Tank Gauging pada Tangki Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya (Gambar 1) sistem pengukuran ATG terdiri dari Field Device, Interface dan Receiver System. Field device terdiri dari Proservo NMS 531 dan Prothermo NMT 535 terpasang diatas tangki sedangkan Promonitor NRF 560 terpasang dan ditempatkan disamping bawah tangki, NMS 531 berfungsi sebagai level transmitter yang mendeteksi level cairan didalam tangki yang bekerja dan dikendalikan secara otomatis. NMT 535 berfungsi sebagai temperature transmitter yang mengukur temparatur cairan didalam tangki yang menggunakan metode pengukuran temperatur rata-rata (average temperature), NRF 560 berfungsi sebagai monitoring NMS 531 dan NMT 535.
Gambar 11. Cara Kerja Metoda Deteksi Permukaan Cairan Proservo NMS531. Sebagai hasilnya, tenaga putaran pada coupling magnet juga berubah dan perubahan ini diukur oleh 2 pasang Hall Sensor. Hall sensor berfungsi sebagai pendeteksi berat (wire drum, wire dan displacer). Sinyal hasil pengukuran sensor ini yang menunjukan posisi displacer dikirim melalui rotary encoder ke Central Processing Unit (CPU). Sebagaimana level cairan naik dan turun, maka posisi displacer diatur oleh servo motor penggerak untuk mengikuti perubahan level cairan tersebut. Sinyal level ini bersama hasil pengukuran temperatur dan sinyal alarm
37
Jurnal ESDM, Volume 5, Nomor 1, Mei 2013, hlm. 56-63
juga dikirim ke Control room dengan menggunakan sistem komunikasi serial. 3.
5.
SIMPULAN 6.
Automatic Tank Gauging dengan sistem Servo Balance telah banyak digunakan di industri perminyakan dan gas dan merupakan alat pengukur ketinggian permukaan cairan (volume cairan) yang bekerja sangat efektif. Dimana alat tersebut menggunakan kombinasi dari pada susunan peralatan mekanik dan susunan peralatan elektronik yang bekerja saling mempengaruhi dengan respon yang cepat serta dapat menghasilkan datadata yang diperlukan dalam teknik pengukuran dengan benar. ATG bekerja secara otomatis dengan kemampuan sistem servo balance yang cerdas dapat mendeteksi setiap perubahan level cairan didalam tangki, dan langsung akan memperbaikinya menjadi angka koreksi dari nilai sebelumnya demikian secara terus menerus. Meskipun ATG merupakan alat (instrumen) ukur yang diandalkan dengan ketelitian yang tinggi, tetapi sampai saat ini belum dapat digunakan sebagai meteran untuk transaksi penjualan atau penerimaan, karena Dinas Metereologi dan Migas masih mengacu kepada metering system yang dilengkapi dengan meter prover untuk digunakan sebagai alat ukur transaksi yang sah di Indonesia. 4.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Heriyanto Agus. TPIM Hand Out. Cepu: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Minyak dan Gas Bumi; 2004. Rustendy Ruddy. Sistem Pengukuran Automatic Tank Gauging (ATG) Tangki 945-TK-101 di PT. Pertamina (Persero) UP II Dumai. Cepu: KKW PTK Akamigas-STEM; 2006. Syarifin Amin. Analisis Automatic Tank Gauging Tangki 42-T-302 A di Kilang PT. Pertamina (Persero) UP VI Balongan. Cepu: KKW PTK AkamigasSTEM; 2004. Sulistyo dan P.Setyono. Intisari Fisika. Bandung: CV Pustaka Setia; 2001.
2.
3.
4.
Purnomo Djoko. Presentase Koreksi Pengukuran ATG dan Perhitungan Muatan Tangki. Cepu: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Minyak dan Gas Bumi; 2006. Purnomo Djoko. Supervisory Control and Data Acquisition. Cepu: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Minyak dan Gas Bumi; 1996.
Daftar simbol Wa = berat benda yang tenggelam Fa = gaya Archimides Vcair V’a = volume zat cair yang dipindahkan Va = volume benda yang tenggelam ρc = rapat massa zat cair ρa = rapat massa benda yang tenggelam g = percepatan gravitasi bumi EH = tegangan Hall I = arus (Ampere) B = induksi medan magnet (Gaus, Wb/m2) t = tebal plat (cm) KH = koefisien Hall, indium antimode ( V.cm ) A.G
T W VB V ρu ρm ρb W Wu Wm Wb V t a
38
= = = = = = = = = = = = = =
tegangan kawat berat displacer volume Balance volume displacer upper density middle density bottom density berat displacer berat displacer pada Upper liquid berat displacer pada Middle liquid berat displacer pada Bottom liquid volume displacer suhu tangki koefisien muai ruang bahan dinding tangki (0,000348 / 0C)