PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
EVALUASI BATUAN INDUK SAMPLE BATUAN SEDIMEN FORMASI TALANG AKAR DI DAERAH LENGKITI, OGAN KOMERING ULU, SUMATERA SELATAN Budhi Kuswan Susilo*, Edy Sutriyono, Idarwati, Elisabet Dwi Mayasari Teknik Geologi, Universitas Sriwijaya *corresponding author:
[email protected]
ABSTRAK Formasi Talang Akar yang diendapkan pada cekungan Sumatera Selatan memiliki peran penting sebagai batuan induk dan reservoir. Evaluasi yang dilakukan untuk mengetahui potensinya sebagai batuan induk pada sebaran formasi ini di daerah Lengkiti, Ogan Komering Ulu, Sematera Selatan merupakan tujuan dari penelitian ini. Evaluasi mencakup kapasitas sumber, tipe zat organik, dan kematangan. Metode penelitian mencakup kerja lapangan untuk mengambil sampel batuan dan menganalisis sampel pada laboratorium dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi – LEMIGAS. Sembilan sampel diambil dari batuan sedimen berbutir halus yang mengandung zat organik. Parameter geokimia minyak bumi digunakan untuk menganalisis sampel batuan. Nilai karbon organik di dalam batuan mulai dari 0,081 sampai 1,554 % berat TOC menunjukkan kapasitas sumbernya yang dapat diabaikan hingga sedang dengan indikasi potensi yang berkisar mulai dari rendah sampai baik untuk menghasilkan hidrokarbon. Adapun S1 memberikan nilai yang kurang dari 0,5 mg HC/g batuan dan S2 menunjukkan nilai di bawah 2,5 mg HC/g batuan, sehingga menegaskan bahwa batuan tersebut tidak cukup memadai untuk menghasilkan hidrokarbon. Sebagian besar sampel adalah berasal dari kerogen tipe III karena nilai S2/S3 berkisar antara 1 – 5, dan indeks hidrogennya berkisar 50-200 mg HC/% berat TOC. Sampel lainnya adalah berasal dari kerogen tipe IV karena nilai S2/S3 adalah kurang dari 1, dan indeks hidrogen adalah di bawah 50 mg HC/% berat TOC. Temperatur maksimum (Tmaks) pirolisis menunjukkan nilai kurang dari 435oC. Itu berarti bahwa transformasi termal belum mencapai fase generasi hidrokarbon. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa kandungan zat organik pada batuan tidak mencukupi untuk menghasilkan hidrokarbon, terlebih lagi fase katagenesis belum tercapai. Hasil evaluasinya memberi indikasi bahwa potensi batuan induknya belum matang.
I.
Didasarkan atas konsep kehadiran batuan sedimen yang mengandung zat organik yang berpeluang menjadi batuan induk, maka dilakukan penelitian pada kelompok mudstones mencakup claystones dan/atau shales untuk mengetahui perannya pada sebagai sumber hidrokarbon. Oleh karena itu, penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui potensi hidrokarbon pada sebaran singkapan batuan dari Formasi Talang Akar di dua lintasan yakni sungai Lengkayap dan Sungai Napalan di daerah Lengkiti, Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu melakukan evaluasi batuan induk dari sampel batuan untuk mengetahui:
PENDAHULUAN Evaluasi batuan induk (source rock evaluation) adalah penilaian terhadap kapasitas batuan sedimen sebagai sumber hidrokarbon. Menurut Waples (1985) bahwa terminologi batuan induk seharusnya menunjukkan kondisi batuan sedimen berbutir halus dalam kapasitasnya menghasilkan hidrokarbon (hydrocarbon generation) dan lebih lanjut lagi mengeluarkannya (expulsion). Dengan demikian batuan induk dapat dikategori menjadi batuan induk efektif, mungkin, dan potensial (effective, possible, and potential source rocks). Namun, tidak semua batuan sedimen dapat berperan menjadi batuan induk. Hanya pada batuan sedimen berbutir halus yang kaya material organik dan telah mengalami transformasi termal selama proses burial yang berpeluang menghasilkan hidrokarbon (Waples, 1985; Bordenave, 1993).
a) Kekayaan zat organik (organic matter) yang dikandung sampel batuan sedimen; b) Jenis zat organik; c) Tingkat kematangan termal; 570
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA d) Tahapan pembentukan hidrokarbon.
II.
SAMPEL DAN PENELITIAN
III.
GEOLOGI MIGAS BUMI
Cekungan Sumatera Selatan sangat dikenal karena memiliki potensi minyak dan gas (migas) bumi, dan batubara (Gambar 3). Penelitian ini berfokus pada batuan sedimen yang berperan sebagai batuan induk. Formasi Lahat dan Talang Akar merupakan dapur utama dari migas di dalam cekungan ini. Kehadiran kedua formasi yang diendapkan pada cekungan synrift dengan arah NNW - SSE. Formasi Talang Akar dapat berkembang menjadi endapan postrift (Bishop, 2001).
METODE
Secara metodologi penelitian ini telah menggunakan induksi akumulatif sebagai pendekatan untuk melakukan evaluasi batuan induk sampel batuan sedimen yang hanya tersebar di singkapan dari Formasi Talang Akar. Pengambilan sampel dari Formasi Talang Akar terbatas hanya pada kelompok mudstone yang tersingkap sepanjang sungai Lengkayap dan Napalan. Oleh karenanya penelitian ini dilakukan secara cepat hanya untuk mendapatkan sampel batuan pada formasi dan lintasan yang telah ditentukan.
Formasi Lahat diendapkan pada awal synrift terdiri dari endapan tuffs, conglomerates, claystones dengan lingkungan alluvial, danau (lacustrine) dan air payau (brackish), selain juga dijumpai breccias dan lavas. Banyak anyak lapangan minyak yang menunjukkan peran formasi ini sebagai batuan induk dan reservoir. Sedangkan endapan Formasi Talang Akar terdiri dari sandstone kasar dan shaly sandtone yang diendapkan pada lingkungan non-marine sampai paralic environment (Baumann dkk., 1972).
Jumlah total sampel yang diambil adalah sebanyak 9 sampel dengan rincian 6 sampel dari lintasan sungai Lengkayap dan 3 sampel dari lintas sungai Napalan (Gambar 1 dan 2). Setiap sampel diberi nomor sampel, koordinat dan keterangan lokasi lintasan dan deskripsi litologi secara megaskopik (Tabel 1). Selanjutnya sampel tersebut dilakukan analisis geokimia.
Pada fase akhir Synrift (Oligosen akhir hingga Miosen Awal), Formasi Talang Akar diendapkan pada sikuen transgressive mulai dari lingkungan fluvial hingga basinal. Peran yang paling dikenal dari formasi ini adalah sebagai reservoir dan batuan induk. Formasi ini berumur Oligo - Miosen memiliki dua anggota, yakni GRM (Gritsand Member) dan TRM (Transition Member). GRM terdiri dari batuan sedimen fluvial berupa sandstones dan claystones). Sedangkan TRM terdiri sedimen laut, shales. Sedimen ini dipertimbangkan sebagai sebagai sumber hidrokarbon di sub cekungan Palembang Selatan (Suseno, dkk, 1992; Bishop, 2000).
Analisis sampel batuan dilakukan oleh Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS di Jakarta. Analisis sampel batuan memberikan data yang mencakup kandungan kabon organik total (total organic carbon, TOC % berat), data pirolisis S1, S2, S3 (mg HC/g batuan), dan temperatur maksimum (oC). Selanjutnya data tersebut diturunkan menjadi data rasio S2/S3, indek hidrogen (HI), indeks oksigen (OI), dan indeks produksi (PI). Analisis kekayaan zat organik menggunakan nilai TOC dengan merujuk pada Waples (1985) dan Peters dan Cassa (1994); Analisis zat organik, tingkat kematangan dan tahap pembentukan hidrokarbon merujuk pada Peters dan Cassa (1994).
Shales dari Formasi Lahat dan Talang Akar diendapkan pada lingkungan fluvio – deltaik yang sangat kaya dibandingkan dengan lingkungan laut dangkal. Material organik mencakup termasuk coal dan liptinite sehingga memberikan indikasi tentang potensi yang baik untuk menghasilkan campuran 571
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA antara minyak dan gas bumi (Suseno, dkk., 1992).
IV.
Jenis zat organik adalah salah satu data penting dalam evaluasi potensi batuan induk. Plot atas nilai indeks hidrogen (HI) dan indek oksigen (OI) pada diagram van kravelen dan Rasio S2/S3 dan nilai indeks hidrogen (HI) menentukan jenis zat organiknya (Gambar 5 dan 6). Zat organik disini adalah kerogen yang merupakan precursor (cikal bakal) dari terbentuknya hidrokarbon.
DATA DAN ANALISIS
Hasil dari analisis TOC dan pirolisis Rock Eval atas sampel batuan memberikan 9 parameter data geokimia mencakup nilai TOC dan nilai S1, S2, dan S3 dan Tmaks yang selanjutnya diturunkan menjadi data rasion S3/S3, HI, OI dan PI. Analisis dan interpretasi atas keseluruhan data tersebut merupakan metode untuk melakukan evaluasi batuan induk, sehingga diketahui penilaian atas jumlah kekayaan zat organik di dalam batuan, asal muasal atau jenisnya (kerogen), tingkat kematangan termal, dan potensinya menghasilkan hidrokarbon (Tabel 2).
Hasil analisis atas data menunjukkan bahwa jenis zat organiknya adalah kerogen tipe III dan IV. Hal ini ditunjukkan dengan nilai rasio S2/S3 berkisar antara 0,4 – 1,68. Sedangkan nilai HI berkisar antara 6 – 116 mg HC/g TOC (Gambar 5). Menurut Peters dan Cassa (1994) bahwa Nilai S2/S3 berkisar antara 1 - 5 dan nilai HI pada kisaran 50 – 200 mg HC / g TOC, kedua parameter menunjukkan bahwa jenis zat organiknya adalah kerogen tipe III. Selanjutnya, rasio S2/S3 di bawah 1 dan nilai indeks hidrogen di bawah 50 mg HC/ g TOC, keduanya menunjukkan bahwa jenis zat organiknya adalah kerogen tipe IV (Gambar 6)
Kekayaan Zat Organik Jumlah kekayaan zat organik dianalisis berdasarkan data nilai TOC, nilai S1 dan S2 (Gambar 4). Dari 9 sampel tersebut, terdapat kecenderungan nilai kisaran antara 0,5 – 2 % berat TOC. Nilai di atas menunjukkan kemungkinan kapasitasnya yang sedikit hingga menengah sebagai batuan sumber (Waples, 1985). Adapun potensinya terkategori cukup hingga baik untuk menghasilkan minyak bumi (Peters dan Cassa, 1994). Walaupun demikian, terdapat 2 dari 9 sampel yang bernilai di bawah 0,2 % berat TOC, sehingga terkategori memiliki kapasitas sumber yang dapat diabaikan (negligible) (Waples, 1985) atau memiliki potensi yang jelek untuk menghasilkan minyak bumi (Peters dan Cassa, 1994).
Kematangan Termal Penilaian atas kematangan sampel batuan sangat penting dilakukan untuk mengetahui proses transformasi termal yang dialami oleh zat organik. Nilai Tmaks yang diperoleh dari pirolisis Rock Eval dapat menggambarkan tingkat kematangan dari sampel batuan. Dari data Tmaks, keseluruhan sampel menunjukkan nilai kurang dari 435oC dimana nilainya berkisar pada 379,8 – 420,5oC. Kecuali, satu sampel yakni sampel 7 yang berasal dari lintasan sungai Napalan memiliki nilai Tmaks 513,5oC (Gambar 7).
Jumlah kekayaan zat organik diberikan juga oleh data S1 dan S2. Data pirolisis tersebut menunjukkan bahwa nilai S1 di bawah 0,5 mg HC/g batuan dan nilai S2 di bawah 2,5 mg HC/g batuan pada keseluruhan sampel batuan. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan zat organik tidak cukup (kurang) memadai untuk menghasilkan hidrokarbon (Peters dan Cassa, 1994).
Nilai Tmaks yang di bawah 435oC diinterpretasi sebagai batuan induk yang belum matang (immature). Adapun yang nilai Tmaksnya lebih dari 470oC menunjukkan batuan induk yang kelewat matang (postmature) (Peters dan Cassa, 1994).
Jenis Zat Organik
Selain menggunakan data Tmaks, indeks produksi ( PI) pun dapat digunakan untuk 572
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA melihat nilai kematangan suatu sampel. Data PI menunjukkan nilai dengan kisaran antara 0,08 – 0,4. Nilai yang demikian diinterpretasi sebagai sampel yang belum matang hingga telah mencapai puncak kematangan (peak of mature).
berat, maka perhatian harus lebih seksama diberikan ketika melakukan pengambilan sampel. Perlu verifikasi atas sampel sebelum dilakukan analisis TOC dan pirolisis Rock Eval. Bila kandungan zat organik tidak memadai, maka tidak akan memberikan data penting untuk evaluasi batuan induk. Hal yang menjadi penting adalah warna yang gelap bukan indikator dari zat organik yang terkandung di dalam batuan. Warna itu gelap dapat diberikan oleh mineral pyrite (FeS2) yang melimpah atau disebabkan sampel batuan dalam kondisi basah.
Tahap Pembentukan Hidrokarbon Sampel batuan berdasarkan dari analisis nilai HI dan rasio S2/S3 diperoleh gambaran tentang kemungkinan jenis zatorganik dan hidrokarbon yang mungkin dihasilkan. Titik proyeksi kedua nilai terhadap 9 sampel menunjukkan bahwa sampel terkategori kerogen tipe III dan IV. Dengan demikian, kalau sampel batuan menghasilkan hidrokarbon, maka jenis hidrokarbon yang dihasilkan hanya berjenis gas (Gambar 8). Namun, gambaran di atas tidak akan terwujud karena gas yang dihasilkan harus pada sampel yang telah matang. Pada kenyataannya, walaupun sampel menunjukkan kemungkinan gas terbentuk, namun sampel dalam kondisi belum matang (Gambar 9).
V.
Jenis zat organik yang ditunjukkan dari sampel menunjukkan kerogen tipe III dan IV. Kerogen tipe III diinterpretasi utamanya berasal dari tumbuhan tingkat tinggi yang diendapkan pada lingkungan pengendapan terrestrial, sedangkan kerogen tipe IV diinterpretasi berasal dari zat organik yang telah mengalami oksidasi dan kemungkinannya merupakan reworked material, yakni material tertransportasi dari asal lingkungan pengendapan insitu (Waples, 1985; Peters dan Cassa, 1994; Mc Carthy at al. , 2011). Menginat pengambilan sampel dilakukan pada Formasi Talang Akar yang diendapkan pada lingkungan Fluvio-Deltaik, maka interpretasi atas jenis zat organik menunjukkan kesesuaian dengan lingkungan pengendapannya.
DISKUSI
Berdasarkan hasil analisis dan interpretasi di atas, maka hasil evaluasi batuan induk terhadap keseluruhan sampel dapat diberikan. Kekayaan zat organik dari sampel batuan terkategori kecil hingga menengah dengan potensi untuk menghasilkan hidrokarbon terkategori cukup hingga baik (Waples, 1985; Peters dan Cassa, 1994). Namun, data ini tidak didukung dengan baik oleh nilai S1 dan S2 yang cenderung menunjukkan bahwa sampel batuan tidak cukup kaya mengandung zat organik. Sebagian nilai S1 berkesesuaian atau berpotensi baik, namun sebagian lain adalah jelek. Adapun nilai S2 untuk keseluruhannya tidak berkesesuaian karena terkategori jelek. Oleh karenanya, nilai S1 dan S2 menjadi tidak akurat untuk digunakan melakukan analisis kematangan termal dengan berbasis pada nilai PI.
Kematangan termal sampel batuan hanya dapat ditunjukkan oleh data Tmaks, karena data PI tidak valid untuk digunakan, mengingat nilai S1 dan S2 yang tidak mendukung. Selain itu, antara nilai Tmaks dan nilai PI tidak menunjukkan kesesuaian interpretasi. Oleh karena itu, lebih kuat apabila nilai PI diabaikan dalam analisis kematangan. Oleh karena keseluruhan sampel menunjukkan nilai kematangan termal kurang dari 435oC, maka sampel batuan belum mencapai kematangan termal (immature) karena fase katagenesis untuk menghasilkan hidrokarbon belum tercapai. Adapun nilai Tmaks sebesar 513,5 oC pada salah satu sampel menurut kami keluar dari kecenderungan, sehingga diabaikan dalam menilai kematangan sampel batuan sedimen.
Berkaitan dengan keterdapatan sampel dengan nilai TOC yang rendah di bawah 0,2 % 573
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA Berkenaan dengan pembentukan hidrokarbon, maka telah jelas bahwa sampel berpeluang untuk menghasilkan gas ketika kematangannya telah tercapai. Namun, sampel menunjukkan bahwa tidak ada gas yang telah dihasilkan sampel karena sampel belum mencapai mencapai kematangan secara termal. Adapun nilai Tmaks yang menunjukkan anomali yang telah dijelaskan di atas tidak menjadi penting karena tidak akan menghasilkan hidrokarbon, mengingat jenis zat organiknya terkategori sebagai kerogen tipe IV.
VI.
dengan potensinya yang terkategori cukup hingga baik untuk menghasilkan hidrokarbon; b) Jenis zat organik yang dikandung sampel batuan menunjukan kerogen tipe III dan tipe IV kerogen, yang sangat berkesesuaiann dengan lingkungan pengendapan FluvioDeltaik dari Formasi Talang Akar; c) Nilai Tmaks yang kurang dari 435oC menunjukkan bahwa keseluruah sampel belum memasuki fase katagenesis, sehingga dengan kata lain disebut sampel dalam kondisi belum matang;
KESIMPULAN
Evaluasi batuan induk terhadap 9 sampel batuan sedimen berbutir halus (mudstone) melalui analisis nilai TOC dan pirolisis RockEval memberikan kesimpulan sebagai berikut:
Sampel belum mencapai nilai kematangan sehingga, kerogen tipe pmemiliki potensi menghasilkan gas, namun tingkat kematangan yang belum tercapai menyebabkan zat organik pada sampel batuan sedimen tidak mengalami transformasi termal untuk menghasilkan hidrokarbon.
a) Kekayaan zat organik yang terkandung di dalam sampel batuan menunjukkan kategori yang kecil hingga menengah untuk perannya sebagai batuan induk
DAFTAR PUSTAKA Baumann, P., Oesterle, H., Suminta, Wibisono, 1972, The Cenozoic of Java and Sumatra, In: Proceedings of Indonesian Petroleum Association, First Annual Convention, p. 31 – 42. Bishop, M. G., 2000. South Sumatra Basin Province: The Lahat/Talang Akar – Cenozoic Total Petroleum System, World Energy Project of the U.S. Geological Survey; Open-File Report 99-50-S McCarty, K., Rojas, K., Niemann, M., Palmowsky, D., Peters, K., dan Stankiewicz, A., 2011, Oilfield review Summer: 23/2, Schlumberger . Peters, K., dan Cassa, M. R., 1994; Applied Source Rock Geochemistry, In: Magoon, L.B., Dow, W.G (editor), The Petroleum System - From Source to Trap, AAPG Memoir 60, p. 93 – 120. Suseno, P.H., Zakaria, Mujahidin, N., Subroto, E.A., 1992, Contribution of Lahat Formation as Hydrocarbn Source Rock in South Palembang Area, South Sumatera, Indonesia, Proceedings Indonesian Petroleum Association ; Twenty First Annual Convention. Waples, D.W., 1985, Geochemistry in Petroleum Exploration, International Human Resources Development Corporation, Boston, 232 p.
TABEL Tabel 1. Tabel memperlihatkan keterangan detil pengambilan sampel Sampel
Koordinat Lintang (LS) Bujur (BT)
Lokasi Singkapan 574
Litologi
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA 1
4O19’52,2”
104O06’07,3”
S. Lengkayap
2
4O19’52,2”
104O06’07,3”
S. Lengkayap
3
4O19’52,9”
104O06’04,9”
S. Lengkayap
4
4O19’48,7”
104O05’54,9”
S. Lengkayap
5
4O19’45,6”
104O05’26,2”
S. Lengkayap
6
4O19’45,3”
104O06’26,5”
S. Lengkayap
7
4O22’35,3”
104O06’57,0”
S. Napalan
8
4O22’37,5”
104O06’57,5”
S. Napalan
9
4O19’47,5”
104O06’54,9”
S. Napalan
gray calcareous shale (batuserpih gampingan abu-abu) brownish gray calcareous shale (batuserpih gampingan abu-abu kecoklatan) dark gray calcareous shale (batuserpih gampingan abu-abu gelap) greenish gray claystone (batulempung abu-abu kehijauan) gray calcareous shale (batuserpih gampingan abu-abu) gray calcareous shale (batuserpih gampingan abu-abu) brown shale (batuserpih coklat) black coaly shale (batuserpih batubaraan hitam) batuserpih coklat (brown shale)
Tabel 2. Kandungan TOC dan pirolisis Rock-Eval No. Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9
TOC (% berat) 0,809 0,608 0,900 0,110 1,042 1,003 1,155 1,554 0,081
S1 S2 S3 mg HC/g batuan 0,05 0,46 0,52 0,04 0,31 0,75 0,06 1,04 0,62 0,06 0,09 0,06 0,06 0,91 0,72 0,06 0,74 0,86 0,04 0,07 0,17 0,03 0,10 0,25 0,02 0,05 0,04
575
S2/S3 0,88 0,41 1,68 1,5 1,26 0,86 0,41 0,40 1,25
Tmaks (OC) 411,9 416,7 414,9 420,5 410,5 396,2 513,5 407,4 379,8
HI
OI
PI
57 51 116 82 74 74 6 6 62
64 123 69 54 86 86 15 16 49
0,10 0,11 0,05 0,40 0,08 0,08 0,36 0,23 0,29
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
GAMBAR
Gambar 1. Peta daerah studi dengan lokasi singkapan pengambilan sampel batuan
576
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
Gambar 2. Beberapa foto singkapan batuan sedimen di sungai Lengkayap dan Napalan: (a) singkapan 1 dan 2 – dark gray – brown calcareous shales; (b) singkapan 4 – greenish gray claystones; (c) singkapan 8 – black coaly shales; (d) singkapan 9 – brown shales.
577
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA Gambar 3. Peta cekungan Sumatera Selatan menunjukkan kenampakan struktur utama (Bishop, 2000)
Gambar 4. Kecenderungan nilai TOC, S1 dan S2 pada sampel batuan sedimen
578
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
Gambar 5. Plot Hi vs OI pada diagram van Krevelen
579
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
Gambar 6. Asal zat rrganik dari sampel Batuan sedimen yang dianalisis
Gambar 7. Plot nilai Tmaks dan TOC
580
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
Gambar 8. Plot nilai Indeks Hidrogen dan Rasio S2/S3
Gambar 9. Plot nilai HI dan Tmaks
581