EPILOG “Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu bahwa aku mengasihi Engkau.” (Yoh 21:17c)
“Dari lubuk hati kami yang terdalam, kami sampaikan terima kasih pada ayah-ibu, adikkakak, saudara, pembimbing, rekan sepanggilan, sahabat dan semua saja yang telah membantu kami berjuang sampai ke imamat Tuhan. ”Itulah ucapan terima kasih yang kami ungkapkan setelah 25 tahun yang lalu, kami berlima ditahbiskan. Hal yang sama juga saya ungkapkan secara pribadi pada pesta ini. Hanya karena kemurahan dan kebaikan Tuhanlah yang membuat saya mampu mengungkapkan hal yang sama, dalam waktu yang berbeda. Perjalanan itu tak pernah lepas dari campur tangan Tuhan melalui semua saudara dan sahabat tercinta yang mendampingi dan berjalan bersama menuju cita-cita mulia kelak.
Rasa syukur dan gembira karena mengalami bimbingan jalan Tuhan, membuat saya terus-menerus berani mengikuti dan menapaki langkah demi langkah. Bimbingan jalan Allah dapat saya rasakan karena saya berjalan bersama saudara-saudari umat beriman dalam persekutuan umat beriman. Mereka memandang saya bukan melulu sebagai orang dalam posisi yang khusus, melainkan sebagai saudara-saudara dalam pelayanan suci untuk mengajar, menguduskan, dan memimpin atas nama Kristus untuk memelihara keluarga Allah. Seraya mengutip kata-kata St. Agustinus yang sangat meneguhkan: “Saya merasa terhibur oleh karena saya ada bersama saudarasaudara. Di depan Anda, saya seorang imam, dan bersama Anda saya adalah umat beriman”. Kata-kata ini sangat membantu
Biji
Sesawi
dari
Kampung
S a w a h | 95
saya dalam mengemban panggilan Tuhan. Saya diyakinkan bahwa saya tidak berjalan sendirian. Bersama seluruh umat beriman, saya mencari jalan kesucian kepada Allah.
Motto Tahbisan Ungkapan yang ditulis oleh penginjil St. Yohanes menjadi motto tahbisan kami. “Tuhan... Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu bahwa aku mengasihi Engkau.” (Yoh.21:17c). Saya sadar bahwa perjalanan panjang selama 25 tahun ini penuh dengan berbagai macam rintangan dan tantangan. Perjalanan ini semakin saya rasakan sebagai penyertaan Tuhan yang tak habis-habisnya. Bagaimana saya memulainya dan bagaimana Tuhan senantiasa saya alami menyertai perjalanan itu? Sesaat setelah saya menerima rahmat tahbisan, ibu saya bercerita pada bahwa dia selalu berdoa untuk saya agar cita-cita saya ini dikabulkan Tuhan. Dia mengatakan sesuatu yang amat mengejutkan saya. Ketika saya berusia 4 tahun, saat ayah saya sakit dan menerima sakramen pengurapan orang
96 | B i j i
Sesawi
dari
Kampung
Sawah
sakit, ayah saya memohon bantuan agar mendoakan keluarga dan anak-anaknya. Pastor Bratasoeganda SJ yang memberikan pelayanan sakramen itu mengatakan bahwa kelak salah satu anakmu ada yang mengikuti saya sebagai pastor. Ibu saya mendengar apa yang diucapkan pastor dan menyimpan rahasia itu. Ibu saya tidak menceritakan hal itu kepada siapa pun termasuk kepada saya saat saya di seminari menengah maupun di seminari tinggi. Dia menyampaikan ucapan pastor Bratasoeganda, saat saya menerima tahbisan imam di Katedral Jakarta, 15 Agustus 1988. Saya kaget dan bertanya dalam hati mengapa Ibu tidak menceritakan itu sebelumnya? Mengapa ibu saya menyimpan rahasia itu sedemikian lama? Bukankah saya akan memiliki keyakinan yang lebih kuat andaikata dia mengatakan itu sebelum saya menempuh perjalanan menjadi calon imam? Apakah hal itu merupakan tindakan Allah untuk membiarkan saya mencari dan tetap berjuang dalam pencarian kehendakNya? Dua hal yang dapat saya peroleh yaitu pertama, bahwa Tuhan telah menanamkan panggilanNya sejak manusia dicipta. Ia sen-
diri yang memupuknya dan mendorong setiap orang yang dipanggilNya (lih. Yer.1:411) dan tidak membiarkannya. Ia menumbuhkan semangat dan pengharapan bagi setiap orang yang mencariNya. Ia menumbuhkan semangat cinta bagi orang yang telah disiapkan bagiNya. Kedua, Tuhan tidak membiarkan saya terlena oleh ungkapan penuh harapan itu dalam diri saya. Bisa jadi saya tidak akan berusaha sekuat tenaga. Tuhan selalu membiarkan manusia menemukanNya dalam setiap perjalanannya seperti Abraham yang dijanjikan Allah (Kel.22:3). Ia tahu segala yang akan dilakukan manusia. Dalam suratnya kepada jemaat di Filipi, rasul Paulus mengungkapkan bahwa ia telah ditangkap oleh Kristus (Flp.3:12). Ia menyadari bahwa kesempurnaan dirinya bukan karena usaha dan perjuangan kekuatan dirinya. Ia pun berusaha meraih dan mengejarnya, namun Kristuslah yang menangkapnya. Manusia tak berdaya di hadapan Allah.
Tantangan Zaman Dalam perjalanan imamat saya tantangan yang paling nyata adalah membawa orangorang muda semakin dekat dengan Allah. Sebagian besar umat KAJ adalah orangorang muda. Salah satu perhatian Gereja dalam Sinode KAJ yang pertama pada tahun 1990 yaitu membangun kaum muda. Orang muda semakin terlibat dalam Gereja. Mereka diharapkan memiliki iman yang kuat dan teguh. Tuntutan dasar agar kaum muda itu memenuhi panggilan Gereja adalah mampu menampilkan diri sebagai Gereja yang mandiri, misioner, mempunyai daya pikat dan daya tahan (*Sinode KAJ 1990). Memang tidak begitu mudah menghadapi gerak jiwa kaum muda yang mempunyai mobilitas tinggi. Memahami, membuka hati, dan keterlibatan pada hidup kaum muda menjadi kunci untuk membawa mereka kepada harapan Gereja. Selain itu sangat dibutuhkan katekese yang tepat bagi orang
Biji
Sesawi
dari
Kampung
S a w a h | 97
muda. Krisis makna yang sudah mulai dirasakan oleh kaum muda senantiasa perlu mendapatkan perhatian khusus. Perlunya pembinaan bagi mereka ini telah dipersiapkan baik oleh Gereja KAJ di Civita melalui pembinaan-pembinaan rohani dan mental. Bagaimana menanamkan nilai-nilai kehidupan kepada mereka? Saat ini maraknya aksi kekerasan, kelompok-kelompok geng motor, orang muda yang lebih memilih dugem daripada setia belajar, terjangkitnya budaya konsumtif dan mencari kenikmatan secara berlebihan serta ketidakpedulian terhadap masyarakat menjadi tantangan yang berat untuk membentuk dan membina mereka. Terasa menyedihkan apabila Orang Muda Katolik sudah terjangkit budaya semacam itu. Belum lagi ada banyaknya orang muda yang terjerat obat-obatan terlarang. Beberapa usaha untuk memberikan layanan pastoral kepada mereka melalui pengajaran katekese, seperti kegiatan penyegaran iman Katolik, pembentukan kepribadian dan latihan dasar kepemimpinan, pembinaan dalam kelompok-kelom-
98 | B i j i
Sesawi
dari
Kampung
Sawah
pok, kurang banyak diminati orang muda. Kurang adanya dukungan dan keterlibatan orangtua serta pemerhati yang peduli menambah banyaknya daftar sulitnya melakukan pembinaan. Banyaknya orang muda yang menarik diri dari kegiatan gereja; mereka yang lebih suka mencari popularitas sesaat karena pengaruh-pengaruh budaya baru semakin memperdalam krisis iman dan makna hidup. Kita bertanya apakah Gereja sudah mengalami krisis spiritualitas? Apakah kita terlalu formalistik, klerikalistik, dan ritualistik? Apakah para pastor lebih suka hanya memperhatikan liturgis saja? Sejak Sinode KAJ pertama diumumkan dan diimplementasikan, hasilnya belumlah memuaskan. Ini tetap merupakan tantangan kita bersama. Pembinaan Orang Muda Katolik menjadi tanggungjawab kita bersama. Kita memerlukan pembaruan terus-menerus dan mampu mewujudkan aspirasi mereka sesuai zamannya melalui pembinaan karakter, mental budaya, dan rohani, serta melatih mereka menjadi manusia kristiani yang dewasa dan tangguh. Kita berharap bahwa
dengan pembinaan ini Orang Muda Katolik lebih giat melibatkan diri dalam gereja dan merasa bangga akan imannya.
Figur Imam Sejak kecil saya mendambakan seorang imam yang penuh wibawa mengajarkan nilai-nilai injili kepada umatnya. Ia adalah seorang imam yang dekat dengan umatnya, terbuka, dan membawa harapan dan kegembiraan bagi umatnya. Imam yang pandai bercerita tentang kehidupan dan kekudusan para kudus Allah. Saya merasa beruntung bahwa saya boleh membaca kisah para kudus dari lemari kecil perpustakaan yang ada di gereja. Rumah saya yang terletak di depan gereja membuat saya mudah untuk pergi ke perpustakaan itu. Beberapa imam dan suster datang mengunjungi keluarga saya sehingga saya dapat melihat secara jelas bagaimana seorang imam menampilkan diri. Saya menggambarkan seorang imam ideal, yaitu yang dekat dengan umatnya dan yang menyapa dan menampilkan kekudusan Allah. Di samping
itu, seorang imam hendaknya anggun dan berwibawa dalam menyampaikan ajarannya saat berkotbah. Mgr. FX. Hadisumarta O.Carm mengatakan dalam makalah retret pribadinya, dalam sejarah Gereja, imam-imam mempunyai gambaran sosial diri mereka yang memiliki unsur-unsur “tetap ada” dan yang “bervariasi”. Yang selalu tetap, berlandaskan pada Kristus yang mengadakan imamat. Dalam ImamatNya yang hanya satu itulah semua imam mengambil bagiannya. Sedangkan unsur yang bervariasi, timbul dari perkembangan pengertian teologis tentang imamat, ada juga sebagai hasil usaha menyesuaikan atau “menginkarnasikan” imamat dalam keadaan historis dan sosial setiap zaman. Karena perubahan zaman itulah, gambaran tentang imam dalam dunia modern berlainan dari gambaran yang tradisional dan klasik. Dalam masyarakat modern yang berciri sekuler, rasional, lepas dari mitos-mitos atau demitologisasi, gambaran tentang imam pun berubah, namun seiring adanya perubahan tersebut, gambaran baru tentang imam dibutuhkan dalam batas-batas hasil pemikiran koordinatif pada bidang ilmu
Biji
Sesawi
dari
Kampung
S a w a h | 99
teologi biblis, sosiologis dan penyelidikan historis. Mgr. Hadisumarto menambahkan bahwa imamat bukan hanya ditempatkan dalam fungsi ibadat saja, tetapi juga bersifat profetis dan ministerial sebagai pelayan. Imam selalu merupakan hasil zamannya. Tempat imam ialah di tengah umat dan lepas dari status sosial dan kekuasaan temporal. Seorang imam, tetap “homo Dei” (1 Tim 6:11). Hidup dan bertindak sebagai imam (being a priest) merupakan suatu cara, gaya atau jalan hidup, berkat pilihan dan rahmat Allah – yang merupakan suatu persembahan diri tanpa syarat kepada Allah dan sesama. Bagaimanapun figur seorang imam hendaknya mampu memberi inspirasi dan mencitrakan kesucian Allah dalam seluruh pola kehidupannya. Dalam kesucian Allah bukan berarti seorang imam tak tersentuh oleh umatnya. Justru kesucian itu semakin dirasakan oleh umatnya ketika seorang imam berada bersama umatnya. Dengan kepribadian yang matang, dewasa dan seimbang serta berbudaya, seorang imam memberikan kekuatan dan peneguhan bagi seluruh umat yang digembalakannya. Dalam perjalanan
100 | B i j i
Sesawi
dari
Kampung
Sawah
imamat saya ini saya sekarang berada dalam proses pencarian dan perjalanan yang panjang untuk memperoleh kesucian itu. Saya harus tetap menjadi “homo Dei” bersama umat beriman dalam peziarahan di dunia ini.
Menghayati Salib Kristus Dalam tugas penggembalaan di tengah umat beriman, saya menyadari bahwa saya jauh dari sempurna. Tetapi yang saya yakini adalah Allah menyertai saya. Saya tidak sendirian. Perjuangan saya tidak tergantung pada kekuatan dan kelemahan manusiawi saya, melainkan karena Roh Allah yang selalu hidup dan menghidupi seluruh Gereja. Setiap bangun pagi, saya memulai hari ini dengan mohon berkat dan bimbingan malaekat kudus dari Allah. Doa dan harapan ini menguatkan saya dalam menghayati kelemahan saya, baik dalam karya penggembalaan umat Allah dalam setiap ibadat maupun dalam kerasulan lainnya. Dalam perjumpaan dengan banyak umat beriman di paroki-paroki, saya datang seba-
gai imam yang memiliki hasrat untuk melayani. Perjumpaan yang menggembirakan, menguatkan, meneguhkan dan membahagiakan saya alami seiring perjalanan imamat saya dalam perjumpaan dengan Allah yang menyertai. Allah yang mencurahkan kegembiraan dan harapan itu terwujud melalui persahabatan dan persaudaraan dengan rekan sepanggilan dan seluruh umat. Namun, acap kali saya juga mengalami kecemasan. Adanya tuntutan-tuntutan dan harapan dari umat yang “mendudukkan” imam pada fungsinya sebagai pemimpin ibadat maupun pelayanan pastoral dalam pandangan yang kuno, atau pun sebaliknya yang menuntut imam harus mengikuti tren gaul seperti zaman kini; atau mereka yang konservatif yang memiliki paradigma yang tak pernah berubah. Ada pula tuntutan pelayanan yang murah hati namun tanpa aturan yang menghendaki pelayanan harus dilayani oleh imam tanpa mengenal batas waktu. Semuanya itu seakan menjadi salib yang harus saya emban dalam perjalanan ini. Tanpa saya sadari tuntutan seperti itu
berimbas pada cara hidup, stres atau tekanan pada pikiran. Sebagai seorang imam yang berkarya di paroki, melihat dan merasakan penderitaan penyakit yang berbahaya, kemiskinan yang dialami oleh umat merupakan tantangan pelayanan pastoral yang mau tidak mau melibatkan diri agar mampu membawa mereka kepada kehidupan baru. Sebagai gembala rohani dan pengajar iman, saya tak mungkin lari dari kehidupan itu. Dalam renungan, saya merasakan bagaimana Petrus harus mengikuti jalan penderitaan Sang Guru. Petrus sadar bahwa ia sangat mencintai Gurunya dan mau sepenuh hati untuk mengikutiNya. “Setiap orang yang mau mengikuti Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikuti Aku.” (Mk.8:34). Demikian juga Paulus yang dengan tegas menyatakan pendiriannya terhadap Kristus: “Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan.” (1 Kor.2:2). Petrus tahu bahwa Yesus sangat mencintainya.
Biji
Sesawi
dari
Kampung
S a w a h | 101
Bersama beberapa murid lain, Petrus kerap diajak Yesus dan ia menjadi murid yang dipercaya oleh Gurunya itu. Yesus pun berdoa untuk dirinya. Maka dalam kisah penderitaan Yesus (Luk.22:54-62), Petrus pun mengikuti Yesus dari jauh sampai ia menyangkalNya. Saat seorang hamba perempuan melihat Petrus duduk bersama dekat perapian, dia berkata “Juga orang ini bersama-sama dengan Dia” (Luk.22:56), Petrus pun tegas-tegas menyangkal: “Bukan, aku tidak kenal Dia!” (ay.57). Pengalaman dengan beban yang berat menjadi pelajaran yang sangat berharga. Acap kali demi kesenangan pribadi, salib ingin saya hindari. Saya tidak mau memikul salib ini. Namun, saya kembali disadarkan bahwa saya telah berjanji mengikuti Yesus dan memanggul salib. Hanya dengan kerelaan dan kegembiraanlah, salib yang saya pikul dapat saya hayati.
Manusia Rohani Seorang imam dipanggil untuk menghayati hidup yang suci, bukan hanya atas dasar
102 | B i j i
Sesawi
dari
Kampung
Sawah
baptisannya yang telah ia terima (LG 39-42), melainkan atas dasar rahmat tahbisan menjadi imam. Ia hendaknya dapat melayani kebutuhan rohani umatnya dalam hubungan erat antara Allah dengan manusia. Kebutuhan akan hidup rohani termasuk berdoa menjadi tuntutan yang sangat penting mengingat perkembangan dunia yang saat ini menjadi sangat sekular. Karena tugasnya, yaitu ambil bagian dalam imamat Kristus untuk mengajar, menguduskan dan memimpin serta mempersatukan umat beriman, seorang imam haruslah memberi teladan dan setia untuk bersatu dengan Kristus dan GerejaNya. Tuntutan agar memiliki spiritualitas yang matang menjadi kewajiban yang terus-menerus diperjuangkan hingga menjadi seorang manusia rohani dan serentak merupakan bentuk kesaksian yang efektif bagi seorang imam. Seorang imam hadir untuk meneguhkan dan memberi harapan bagi seluruh umat beriman. Kehadirannya di tengah umat beriman adalah bentuk spiritualitas yang eklesial artinya bahwa seorang imam selalu dihubungkan dan disatukan dalam relasi antara Kristus dengan Gereja.
Sepanjang perjalanan cita-cita menjadi imam dan dalam karya serta perutusan, saya dihadapkan dengan berbagai tantangan. Saya memiliki harapan bagaimana saya dapat menjadi saluran berkat dan menumbuhkan kehidupan rohani bagi umat beriman, namun tidak sedikit saya mengalami kesulitan mengungkapkan doa kepada Allah. Ketika saya datang pada pembimbing rohani dan meminta nasihat bagaimana saya harus berdoa, dia hanya menjawab alamilah kebaikan dan kasih Allah dalam hidupmu sehari-hari. Waktu itu saya mengalami kekeringan; doa seakan-akan tak bergema dalam hidup; doa terasa hambar dan menjadi ritual yang rutin tanpa makna. Saya seolah-olah berada dalam perjalanan di padang gurun yang gersang. Apakah Allah membiarkan saya dalam situasi seperti ini terus-menerus? Dalam perspektif alkitabiah hal itu merupakan cara dan rencana Allah. Allah membimbing umatNya dengan menempuh perjalanan di padang gurun (Kel.13:18). Saya merasa dikuatkan oleh pembimbing rohani. Benar, dia mengatakan bahwa saya harus mengalami “kehidupan di
padang gurun” dalam seluruh aspek kehidupan rohani saya. Roh Allah membimbing Yesus di padang gurun setelah menerima baptisan di Sungai Yordan. Dalam seluruh masa hidupNya, Yesus mengulang serta memperbarui pengalaman padang gurun dengan menyingkir dari keramaian orang untuk berjumpa dengan BapaNya di tempat yang sunyi (Mat.4:1; Luk.5:16). Keterbukaan dan kepasrahan kepada kehendak Allah menjadi dasar akan adanya pembangunan hidup yang baru. Rasul Paulus dengan sangat gigih memperjuangkan dirinya untuk mewartakan Yesus Kristus. “Dengan kekuatan yang diberikan Kristus kepadaku, aku mempunyai kekuatan untuk menghadapi segala rupa keadaan.” (Fil.4:13). Ia sangat yakin akan perutusan kerasulannya, “harapan seperti ini tidak akan mengecewakan kita, sebab hati kita sudah diisi oleh Allah dengan kasihNya. Allah melakukan ini dengan perantaraan RohNya yang sudah diberikan kepada kita (Rom.5:5). Hidup seorang imam bukan hanya pelayan liturgis, melainkan memberikan kesaksian hidup terutama dengan menggali Sabda Allah dengan terbuka mendengarkan dan
Biji
Sesawi
dari
Kampung
S a w a h | 103
merenungkannya. Sharing pengalaman akan Sabda Allah bagi umat beriman menjadi bekal bagi mereka agar mereka selalu menjiwai persatuan dan persaudaraan. Hal lain yang diperlukan dalam perjalanan rohani seorang imam adalah merasakan perlunya pembaruan diri dengan pertobatan atau sakramen rekonsiliasi terus-menerus. Maka dibutuhkan sikap kerendahan hati untuk pembaruan ini.
Akhir kata: “dengan bantuan Allah, kami sanggup…” Saya berterima kasih dan bersyukur kepada Allah yang mahakuasa yang telah menyertai perjalanan imamat ini. PenyertaanNya begitu tulus dan luhur sehingga saya selalu merasa dikuatkan dan diteguhkan. Saat menerima tahbisan imamat 25 tahun yang lalu, saya mengucapkan “dengan bantuan Allah, kami sanggup!” di hadapan Uskup dan saudarasaudari yang hadir, rasanya hanya saya ucapkan begitu saja. Saya tidak tahu bagaimana Allah menyertai saya dan membimbing serta meneguhkan perutusan saya. Dalam perjalanan, saya merasakan
104 | B i j i
Sesawi
dari
Kampung
Sawah
bahwa Allah sedemikian kuat memegang tangan dan menuntun saya. Saat saya merasa jauh dariNya dan hanyut dalam cinta diri, Dia tetap memberi harapan. Dengan pembaruan diri melalui on going formation atau pembaruan janji imamat serta karya dan pelayanan, Allah tersenyum melihat dan mengukurkan tangan untuk membawa saya. Dan akhirnya saya menyerahkan sepenuh hidup saya ini ke dalam tanganNya, “sesungguhnya ketika engkau masih muda, engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu, dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa ke tempat yang tidak kau kehendaki” Lalu Yesus berkata kepada Petrus: “Ikutlah Aku!” Terima kasih kepada ayah-ibu almarhum, kakak-kakak, keponakan serta sahabat dan rekan seimamat dan juga buat seluruh umat yang telah mengenal, membantu, dan mencintai imamat saya. Atas segala bantuan, cinta dan harapan kita berjalan bersama dalam peziarahan ini. Yus Noron
Santa Maria Regina, Bintaro Jaya
Referensi Menggereja di Jakarta dan sekitarnya pada tahun 2000, Sinode Keuskupan Agung Jakarta, 1990, hal. 32, 34.
Makalah retret pribadi yang ditulis oleh Mgr. FX. Hadisumarta O.Carm.
Biji
Sesawi
dari
Kampung
S a w a h | 105