BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan pasar yang sangat besar bagi bisnis maskapai penerbangan. Indonesia memiliki setidaknya dua puluh maskapai penerbangan yang mengantongi AOC (Air Operator Certificate) 121, yaitu sertifikat yang diberikan untuk maskapai yang berkapasitas 30 atau lebih tempat duduk. Lalu lintas penerbangan Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun, dari 21 juta penumpang pada 2003 sampai 41 juta penumpang pada 2009. Dengan besarnya pasar transportasi penerbangan di Indonesia, kompetisi yang terjadi antar maskapai akan semakin ketat. Hal tersebut didorong oleh kemudahan konsumen mengakses informasi maskapai penerbangan yang beroperasi di Indonesia melalui internet. Konsumen dapat dengan mudah melakukan advance booking dan memilih tiket yang termurah dari berbagai maskapai penerbangan. Fenomena semakin mudahnya akses informasi harga tiket melalui internet membuat maskapai penerbangan harus mempersiapkan strategi penjualan sebaik mungkin. Marketing dan informasi yang ada di internet akan sangat mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli/tidak membeli suatu barang (Shankar, Rangaswamy, dan Pusateri, 1999). Tidak jarang, terdapat
pembatalan/cancellation
pada
suatu
penerbangan,
yang
mengakibatkan maskapai kehilangan pemasukan. Dalam hal ini, kebijakan penentuan harga jual tiket yang tepat menjadi sangat vital untuk memenangkan persaingan. Kebijakan penentuan harga produk ditentukan oleh berbagai faktor, yaitu faktor Internal decision-making factors dan External decision-making factors (Forman dan Hunt, 2004). Internal decision-making factors meliputi kapasitas produksi perusahaan, struktur harga internal, dan tingkat kontribusi pasar. External decision-making factors meliputi switching cost, barriers to
2
entry yang meliputi hak paten dan keuntungan teknologi, dan Price sensitivity of customer. Sensitivitas harga terhadap konsumen, diantara faktor eksternal lainnya, menjadi faktor yang paling menarik diteliti karena terdapat banyak ketidakpastian perilaku konsumen terhadap harga. Banyaknya ketidakpastian pada konsumen membutuhkan manajemen khusus untuk mengelola harga yang akan ditawarkan. Agar tepat mengimplementasikan kebijakan penentuan harga, perusahaan harus mengerti sensitivitas konsumen terhadap harga dan menerapkan pengetahuan tersebut pada berbagai produk yang ditawarkan (Monroe, 1990). Sensitivitas konsumen adalah reaksi konsumen terhadap perubahan harga produk. Menurut Draeger (2000), konsumen dari berbagai macam produk atau jasa memiliki derajat tertentu dalam sensitivitasnya terhadap harga jual. Bagi konsumen yang sensitif, perubahan kecil pada harga dapat berpengaruh terhadap angka penjualan produk, yang secara tidak langsung akan mempengaruhi tingkat keuntungan suatu perusahaan. Adapun konsumen yang tidak sensitif, perubahan-perubahan harga yang terjadi tidak akan mempengaruhi keputusannya untuk membeli suatu produk. Peluang dari kedua macam konsumen inilah yang dicermati perusahaan dalam menentukan kisaran harga jual produk dan kuantitas produk yang akan dijual. Sensitivitas konsumen terhadap harga sangat dipengaruhi oleh hubungan Price dan value, yaitu hubungan persepsi konsumen terhadap kualitas barang dengan harga barang tersebut (Lewis & Shoemaker, 1997). Harga, bisa menjadi penentu persepsi konsumen terhadap kualitas suatu produk. Lewis & Shoemaker (1997) mengemukakan bahwa ketika harga menjadi indikator dominan terhadap kualitas barang/jasa, aspek kebijakan penentuan harga (pricing decision) bisa digunakan sebagai “peta” untuk melihat posisi dari value barang/jasa yang ditawarkan ke pasar. Perusahaan seperti Taco Bell, McDonald’s dan Burger King sudah menerapkan metode untuk mengetahui sensitivitas pasar terhadap harga jual produk sejak tahun 1988. Hal ini menunjukkan bahwa dalam persaingan di pasar, kebijakan
3
penentuan harga sangat vital dalam upaya mempertahankan konsumen dan memenangkan persaingan. Berkompetisi pada pasar dengan banyak pesaing, perusahaan maskapai penerbangan seperti halnya perusahaan makanan cepat saji pada subjek penelitian Lewis & Shoemaker (1997), juga mempunyai pasar yang kompetitif. Semua maskapai berlomba-lomba mendapatkan pendapatan terbesar dengan memaksimalkan repeat order yang datang. Dalam hal persaingan, harga tiket menjadi pemasukan utama yang berperan penting dalam menentukan pendapatan perusahaan. Menurut riset yang dilakukan lembaga konsultan Simon, Kucher & Partners, peningkatan harga pada kisaran 2% dapat memicu pertumbuhan profit sebanyak dua digit (Knorr & Zigova, 2004). Tiket penerbangan, sebagai barang yang dijual akan memiliki beragam strategi dan skenario untuk menghadapi kondisi pasar. Tiket dengan harga yang tidak kompetitif akan ditinggalkan konsumen. Hal tersebut akan menyebabkan terjadinya revenue loss, karena harga tiket adalah faktor yang berpengaruh langsung terhadap revenue maskapai penerbangan. Selain harga tiket, dalam model bisnis suatu maskapai penerbangan terdapat pemasukan dari non-tiket (ancillary revenue) terutama untuk maskapai LCC (Low Cost Carrier) untuk meningkatkan keuntungan. Hal ini menekankan bahwa persaingan harga jual tiket dari maskapai, terutama pada lini bisnis LCC sangatlah ketat, sehingga perlu langkah yang hati-hati dalam proses penentuan harga jual tiketnya. Mengetahui sensitivitas konsumen terhadap harga jual tiket merupakan pengetahuan penting yang lebih dahulu harus diketahui untuk menetapkan strategi peningkatan revenue perusahaan. Tanpa diketahui sensitivitas konsumen yang tepat terhadap harga suatu tiket, strategi untuk meningkatkan ancillary revenue tidak akan bekerja, karena harga tiket menjadi daya tarik utama dalam jasa penerbangan (Knorr & Zigova, 2004). Sensitivitas konsumen pada bisnis maskapai penerbangan ternyata tidak hanya dipengaruhi oleh harga yang ditawarkan semata. Mantin dan Gillen (2009), menyatakan bahwa keputusan buy/not buy konsumen maskpai
4
penerbangan dipengaruhi oleh harga tiket yang ditawarkan (daily airfare), jarak yang ditempuh (distance), dan harga relatif tiket. Pada penelitian lain, Roos, Mills, dan Whelan (2007), menyatakan bahwa waktu pembelian tiket (time period) juga berpengaruh dalam pricing decision maskapai. Faktorfaktor tersebut, disamping faktor harga perlu diteliti untuk mendefiniskan perilaku konsumen terhadap harga. Dengan kondisi persaingan yang ketat dan banyaknya faktor yang berpengaruh pada keputusan konsumen, maskapai dituntut untuk memiliki banyak skenario harga. Skenario-skenario ini akan ditawarkan pada konsumen dan apabila skenario yang satu tidak berhasil, maka akan dipakai skenario yang lain. Salah satu metode yang ditempuh adalah dengan dynamic pricing. Dynamic pricing merupakan strategi bisnis yang mengatur harga produk dari waktu ke waktu guna memaksimalkan profit (Lin & Sibdari, 2008). Pentingnya
permodelan
terhadap
kebijakan
penentuan
harga
berdasarkan sensitivitas konsumen ini menjadi tantangan bagi setiap maskapai penerbangan. Banyaknya faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dan dampak langsung dari perilaku konsumen pada pemasukan maskapai menjadi hal-hal yang harus dipertimbangkan secara matang. Di sisi lain, maskapai berusaha memenangkan persaingan dengan menerapkan skenario-skenario harga yang berdasarkan kelas-kelas tertentu. Berawal dari permasalahan tersebut, penelitian pricing based on sensitivity
analysis
ini
dilakukan.
Penelitian
bermaksud
untuk
mengembangkan Persamaan matematis guna memprediksi nilai sensitivitas konsumen terhadap faktor-faktor yang berpengaruh pada perilaku konsumen seperti harga yang ditawarkan, jarak rute, selisih harga, dan waktu pembelian. Sensitivitas konsumen akan diteliti guna mendapatkan model yang bisa meningkatkan pendapatan maskapai dengan mempertimbangkan perilaku konsumen pada kelas-kelas harga tertentu.
5
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, perumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimana memodelkan skenario harga jual yang bisa meningkatkan pendapatan maskapai dengan mempertimbangkan perilaku konsumen pada kelas-kelas harga tertentu?”
1.3 Asumsi dan Batasan Masalah Batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Penelitian dilakukan terhadap konsumen maskapai penerbangan yang beroperasi di Indonesia. 2. Pembelian tiket yang diteliti adalah yang tercatat pada periode Juni 2011Maret 2013. 3. Penelitian hanya dilakukan pada jenis penerbangan sekali jalan (one way travel). Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Konsumen dianggap unbiased terhadap Brand maskapai, sehingga Brand dianggap tidak memberikan pengaruh bagi kepindahan konsumen. 2. Demand yang datang adalah sejumlah kapasitas total maskapai, sehingga pada akhirnya tidak ada kursi kosong pada suatu penerbangan.
1.4 Tujuan Penelitian 1.
Membangun Persamaan matematis yang dapat digunakan dalam menentukan nilai sensitivitas konsumen terhadap perubahan harga, jarak tempuh rute, harga yang ditawarkan maskapai, dan waktu pembelian tiket.
2.
Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh dalam pembangunan model sensitivitas konsumen.
3.
Mengevaluasi revenue yang didapatkan dari model skenario harga pada berbagai level sensitivitas konsumen.
6
1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah didapatkannya model tentang kaitan reaksi konsumen terhadap harga jual tiket maskapai yang dimodelkan dalam model sensitivitas terhadap perubahan harga. Model sensitivitas yang didapatkan dapat mengGambarkan reaksi konsumen terhadap harga yang ditawarkan, jarak rute yang ditempuh, selisih harga dengan competitor, dan waktu pembelian tiket. Hal utama yang ingin didapatkan adalah pendapatan optimum maskapai dengan mempertimbangkan perilaku konsumen pada kelas-kelas harga tertentu.