EMBRIOGENESIS IN VIVO PADA BIJI MELINJO (Gnetum gnemon L.) DAN PENGARUH ASAM ABSISAT TERHADAP PERKEMBANGAN IN VITRO BAKAL EMBRIO
Oleh MASDIANA A. Amin NIM : 31193001
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2000
EMBRIOGENESIS IN VIVO PADA BIJI MELINJO (Gnetum gnemon L.) DAN PENGARUH ASAM ABSISAT TERHADAP PERKEMBANGAN IN VITRO BAKAL EMBRIO
RINGKASAN
Karya tulis untuk memperoleh gelar Doktor dalam bidang Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di Institut Teknologi Bandung Dipertahankan pada Sidang Terbuka Komisi Program Doktor Program Pascasarjana Institut Teknologi Bandung 25 September 2000
Oleh Masdiana A.Amin
Promotor Ko-Promotor
: Prof. Dr. Sri Sudarwati : Dr. Sri Nanan Widiyanto Dr. Mumu Sutisna
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2000
Tumbuhan melinjo (G.gnemon L.) merupakan salah satu tumbuhan berbiji terbuka (Gymnospermae) yang tumbuh di daerah tropis. Perkembangbiakan tunbuhan melinjo secara generatif masih mendapat hambatan. Hambatan ini disebabkan biji melinjo yang telah tua dan gugur dari pohon induknya membutuhkan waktu yang lama untuk berkecambah, bila disemai pada substrat tanah. Lamanya waktu yang dibutuhkan biji melinjo untuk berkecambah, diduga karena tahap-tahap perkembangan bakal embrio tersebut membutuhkan waktu yang lama. Belum diketahuinya umur dari tahap-tahap perkembangan bakal embrio, sejak berada pada pohon induk hingga biji gugur dan berkecambah merupakan masalah yang akan dicari pemecahannya. Penelitian ini bertujuan untuk; 1) melengkapi informasi mengenai jangka waktu dari urutan-urutan perkembangan bakal embrio biji melinjo; 2) mempercepat perkembangan bakal embrio biji melinjo dengan memberi perlakuan asam absisat (ABA) in vitro; 3) menentukan profit protein yang terbentuk akibat perlakuan ABA. Pendekatan untuk memecah masalah ini dilakukan dengan cara mengamati anatomi perkembangan bakal embrio dengan metode paraffin. Untuk pengamatan anatomi perkembangan bakal embrio dilakukan polinasi buatan. Untuk mempercepat perkembangan bakal embrio dengan memberi perlakuan biji melinjo yang telah gugur dari pohon induknya dengan larutan asam absisat (ABA). Profit protein yang dibentuk akibat perlakuan ABA ditentukan dengan metode elektroforesis satu dimensi (1D). Bakal biji setelah dipolinasi memperlihatkan, bahwa polen telah berada dalam rongga polen, demikian juga set telur telah dibentuk setelah dua minggu dipolinasi. Polen menempel dan mulai berkecambah pada jaringan nuselus yang berdegenerasi pada minggu ketiga dan keempat. Pada minggu ketiga juga ditemukan endosperm telah dibentuk di bagian khalaza kantung embrio dan memenuhi seluruh kantung embrio pada minggu keenam. Bakal embrio stadium dua inti ditemukan pada minggu keempat dan kelima setelah dipolinasi. Bakal embrio stadium dua inti ini adalah hasil pembelahan zigot yang pada tahap awal pembelahan hanya inti zigot yang membelah. Bakal embrio ini akan membentuk tonjolan yang memanjang berbentuk tabung ke arah horizontal atau ke arah khalaza kantung embrio. Tonjolan ini dinamakan suspensor primer dan mulai dibentuk pada tepi endosperm bagian mikropil pada minggu keenam setelah dipolinasi. Selanjutnya suspensor primer membentuk percabangan dan menyusup ke dalam endosperm pada minggu ketujuh. Suspensor primer selanjutnya membentuk percabangan yang banyak dan tersebar di bagian tengah dan tepi endosperm sejak minggu kedelapan hingga minggu ke- 15 setelah dipolinasi. Pada
minggu ke- 16 dan 17 setelah dipolinasi percabangan suspensor primer telah terkumpul terutama di bagian tengah endosperm. Biji melinjo yang mengandung bakal embrio tahap suspensor primer tersebut gugur dari pohon induknya dan selanjutnya akan berkembang di tanah. Suspensor primer membentuk satu sel pekuliar pada bagian distalnya, pada biji umur delapan minggu setelah disemai. Sel pekuliar membelah untuk membentuk dua sel pekuliar pada biji umur 12 minggu, bakal empat sel pekuliar ditemukan pada biji umur 16 minggu dan suspensor primer dengan massa sel ditemukan pada biji umur 20 minggu setelah disemai. Bakal embrio selanjutnya membentuk suspensor sekunder dengan massa sel pada biji umur 24 minggu setelah disemai. Suspensor sekunder dengan massa sel selanjutnya membentuk pemula massa sel embrional pada biji umur 28 minggu. Pemula massa sel embrional selanjutnya berkembang menjadi massa sel embrional pada biji umur 32 minggu setelah disemai. Massa sel embrional pada biji umur 38 minggu selanjutnya akan berkembang membentuk struktur menyerupai kerucut (konikal) dan kemudian berdiferensiasi membentuk bakal kotiledon dan bakal apeks pucuk pada biji umur 40 minggu setelah disemai. Embrio, kotiledon dan "feeder" terbentuk pada biji umur 44 minggu dan biji umur 48 minggu setelah disemai akan berkecambah. Penelitian ini membukikan, bahwa perkembangan bakal embrio biji melinjo sejak dari bakal biji dipolinasi sampai biji berkecambah membutuhkan waktu yang lama. Dari bakal biji dipolinasi hingga biji gugur membutuhkan waktu 17 minggu dan dari biji gugur sampai berkecambah membutuhkan waktu 48 minggu. Oleh karena itu dilakukan usaha untuk mempercepat perkembangan bakal embrio menggunakan asam absisat (ABA). Hasil pengamatan terhadap biji melinjo yang dikultur dalam medium air yang diberi konsentrasi ABA 0,25 mM, 0,50 mM dan 0,75 mM selama 12 minggu, di dalam biji masih ditemukan stadium suspensor primer, demikian pula pada biji kontrol. Pada umur 13 minggu biji yang diberi perlakuan ABA 0,50 mM telah membentuk suspensor sekunder, sedangkan pada biji yang disemai pada substrat tanah suspensor sekunder baru ditemukan pada biji umur 24 minggu setelah disemai. Pada umur 24 minggu biji yang diberi perlakuan ABA 0,50 mM memperlihatkan suspensor sekunder telah membentuk massa sel embrionai pada bagian distalnya, sedangkan biji yang disemai pada substrat tanah massa sel embrional ditemukan pada biji umur 32 minggu setelah disemai. Dengan demikian, ABA dengan konsentrasi 0,50 mM dapat mempercepat terbentuknya suspensor sekunder dan massa sel embrional.
Hasil analisis protein yang dilakukan terhadap biji yang diberi perlakuan ABA selama 13 minggu, memperlihatkan profil protein yang terdeteksi dengan BM 21-81 kDa. Protein dengan BM 65 kDa dan 31 kDa secara spesifik terdeteksi pada biji yang diberi perlakuan ABA 0,50 mM. Diduga protein dengan BM 65 dan 31 kDa merupakan protein spesifik yang berperan dalam pembentukan suspensor sekunder. Protein dengan BM 58 kDa terdeteksi pada semua biji dengan perlakuan ABA 0,25 mM, 0,50 mM dan 0,75 Mm. Protein tersebut tidak terdeteksi pads biji kontrol. Diduga perlakuan ABA dapat menginduksi gen yang berfungsi dalam biosintesis protein dengan BM 58 kDa dan diduga merupakan protein cadangan.