Jerami Volume 2 No. 3, September - Desember 2009
UPAYA PENYIMPANAN PLASMA NUTFAH PLANLET PISANG BUAI (Musa parasisiaca L.) SECARA IN VITRO PADA BERBAGAI KONSENTRASI ASAM ABSISAT DAN PACLOBUTRAZOL (In Vitro Conservation of Banana Plantlet on Absisic Acid and Paclobutrazole) Sherly Dewi Aridha, Irfan Suliansyah, Gustian Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas, Padang
ABSTRACT An experiment to obtain appropriate concentration of plant growth inhibitor in in vitro conservation of banana plantlets has been carried out at the plant Tissue Culture Laboratory, Faculty of Agriculture, Andalas University Padang. Treatments were concentration of absisic acid (10, 20, 30, 40, and 50 mg/l) and concentration of paclobutrazole (2, 4, and 6 mg/l) . The experimental units were arranged in a Completely Randomized Design with 5 replicates. Results indicated that 40 mg/l absisic acid effectively reduced number of leaves and root length of banana plantlets. On the other hand, Paclobutrazole at 2 mg/l only effectively reduced the number of leaves of banana plantlets. Key word: Musa paradisiaca, in vitro, conservation, abcisic acid, paclobutrazole
PENDAHULUAN
S
umatera Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman hortikultura, terutama buah-buahan. Salah satu buahbuahan yang terbukti memiliki nilai strategis dan ekonomis adalah pisang. Disamping terdapat pisang yang umum dibudidayakan petani, terdapat juga pisang indigenous yang merupakan tanaman asli Sumatera Barat, seperti pisang: Batu (Kepok), Buai, Tembaga (berkulit nila kemerahan dan ada juga yang kuning), Bamban, Rotan, dan Lidi. Jenis pisang indigenous tersebut sekarang sudah semakin langka dijumpai. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk pelestarian plasma nutfah pisang agar keanekaragaman hayati tetap terjaga. Upaya pelestarian pisang sudah dilakukan, namun masih bersifat konvensional. Saat ini upaya pemuliaan tanaman secara konvensional dirasakan kurang efektif, karena memiliki banyak keterbatasan. Keterbatasan tersebut antara lain membutuhkan banyak waktu, tenaga, tempat dan biaya, kestabilan genetik sulit dijamin. Oleh karena itu dibutuhkan suatu teknik alternatif untuk mengatasi pemuliaan tanaman secara konvensional. Menurut Wattimena (1991), Gunawan (1987), Abdullah (1991) dan Sunyoto, Wibowo (2001), serta Suliansyah (2002) bahwa sistem
126
konservasi inkonvensional (in vitro) lebih baik dibandingkan dengan sistem konservasi konvensional. Tujuan utama konservasi in vitro adalah mereduksi laju pertumbuhan yang dapat dilakukan melalui penyimpanan pada suhu rendah, penggunaan zat penghambat tumbuh, menambah bahan osmotika, menurunkan tekanan atmosfir. Kelebihan konservasi in vitro antara lain yaitu lebih hemat dalam hal tenaga, tempat dan biaya dan mengurangi erosi genetik. Konservasi in vitro juga dapat digunakan untuk perbanyakan tanaman yang tidak menghasilkan biji atau berbiji rekalsitran, dapat menghasilkan tanaman yang bebas hama dan penyakit sistemik, mempersingkat waktu pemuliaan, sewaktu-waktu dapat diperbanyak dengan cepat, tidak tergantung pada musim dan genetik lingkungan serta mempermudah pertukaran plasma nutfah antar negara sehingga sangat berguna bagi pemuliaan tanaman. Di Balai Penelitian Tanaman Buah Solok, planlet harus disubkultur ke media baru setiap bulan. Cara ini menimbulkan efek sampingan yaitu terjadinya perubahan genetik, penambahan kebutuhan tenaga kerja dan biaya, dan memberi peluang terjadinya kontaminasi (Sunarlim, Komiatin, Mariska, Hadiatmi, Tambunan, Rahayu, 2000). Zat pengatur
ISSN 1979-0228
Penyimpanan In Vitro Planlet Pisang
tumbuh paclobutrazol sering ditambah pada medium karena dapat memperpendek ruas batang serta memperpanjang masa dormansi sehingga akan meningkatkan daya konservasi Wattimena, 1988. Penggunaan medium dengan konsentrasi sukrosa rendah pada kultur jaringan pisang dapat memperpanjang daya simpan hingga 3 bulan Leni, (2000). Penelitian Gati, Mariska, Harran, Megia (1999) penyimpanan in vitro tunas nilam menggunakan paclobutrazol 5 mg/l planlet dapat disimpan sampai 12 minggu. Di Filipina, penggunaan 2 % manitol atau 1 mg/l asam absisat ubi kayu dapat disimpan tanpa kehilangan daya tumbuh setelah penyimpanan 6.5 bulan (Acedo, 1995). Tujuan percobaan adalah untuk mendapatkan konsentrasi asam absisat dan paclobutrazol yang terbaik pada upaya penyimpanan planlet pisang buai secara in vitro.
BAHAN DAN METODE Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang. Percobaan berbentuk Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 9 perlakuan 3 ulangan. Perlakuan dalam percobaan adalah sebagai berikut: A = Tanpa perlakuan zat pengatur tumbuh B = Asam absisat 10 mg/Liter media C = Asam absisat 20 mg/Liter media D = Asam absisat 30 mg/Liter media E = Asam absisat 40 mg/Liter media F = Asam absisat 50 mg/Liter media G = Paklobutrazol 2.0 mg/Liter media H = Paklobutrazol 4.0 mg/Liter media I = Paklobutrazol 6.0 mg/Liter media Data pengamatan dianalisis secara statistik dengan uji F dan dilanjutkan dengan uji BNJ pada taraf 5%. Sterilisasi Alat. Sebelum memulai penanaman terlebih dahulu dilakukan sterilisasi ruang laminar air flow cabinet (LAFC) dengan menyemprotkan formalin atau alkohol 70% selanjutnya diberikan cahaya ultra violet paling kurang selama satu jam. Sterilisasi untuk alat-alat transfer seperti gunting, pisau, jarum, petridis sebelum digunakan juga dilakukan sterilisasi basah, sama seperti pensterilan botol kultur, dengan merebus botol dalam autoclave
ISSN 1979-0228
dengan temperatur 121 0C, tekanan 15 psi selama 30 menit. Persiapan Media Kultur. Persiapan media dilakukan dengan pembuatan larutan stok media MS. Larutan stok tersebut dibuat berdasarkan acuan baku formulasi media berdasarkan kelompok nutrisi. Setelah larutan stok tersebut dibuat masing-masing labu ukur disimpan di dalam lemari pendingin. Pembuatan media dilakukan dengan mengencerkan larutan stok nutrisi dan vitamin sesuai dengan ketentuan masing-masing media. Kemudian diupayakan pencapaian pH masing-masing media adalah 5.8 yang ditetapkan dengan cara penambahan NaOH 1N jika pH terlalu rendah atau menambahkan HCl 1N jika pH terlalu tinggi sambil diaduk dengan pengaduk magnetic stirrer. Kemudian ditambahkan agar sebanyak 7 gram diaduk dan dimasak sampai mendidih, setelah itu masukkan media kedalam botol kultur sebanyak 10 ml. Media selanjutnya disterilkan dalam autoclave pada dengan suhu 121 0C dengan tekanan 15 psi selama 30 menit. Sebelum digunakan, media diinkubasi selama 1 minggu . Inokulasi/Penanaman. Setiap botol yang berisi media dengan kandungan nutrisi sesuai perlakuan ditanam masing-masing dengan satu planlet. Botol-botol yang telah ditanam dengan planlet ditempatkan pada rak-rak dalam ruang pemeliharaan. Suhu dan kelembaban ruang kultur selalu diamati untuk menghindari terjadinya pengembunan dalam botol kultur. Pengamatan. Pengamatan dilakuan terhadap peubah: persentase planlet yang hidup, tinggi planlet, jumlah daun, jumlah tunas, dan luas daun.
HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase Planlet Hidup Hasil pengamatan terhadap persentase planlet yang hidup setelah penyimpanan selama 16 minggu pada berbagai konsentrasi asam absisat dan Paclobutrazol menunjukkan bahwa seluruh planlet yang ditanam mampu bertahan hidup dalam kondisi yang baik (Gambar 1).
127
Jerami Volume 2 No. 3, September - Desember 2009
A
B
C
Gambar 1. Planlet Pisang Buai setelah penyimpanan selama 16 minggu: A. Tanpa zat pengatur tumbuh; B. 40 mg/l asam absisat, C. 6 mg/l paclobutrazole Tinggi Planlet Hasil pengamatan terhadap tinggi planlet pisang Buai setelah penyimpanan 16 minggu menunjukkan bahwa zat pengatur tumbuh asam absisat dan Paclobutrazole tidak mempengaruhi tinggi tanaman planlet pisang buai (Tabel 1). Tabel 1
Tinggi Planlet Pisang Buai Setelah Penyimpanan 16 Minggu (Data ditransformasi dengan
Perlakuan (mg/l) Tanpa zat pengatur tumbuh 10 mg/l asam absiat 20 mg/l asam absiat 30 mg/l asam absiat 40 mg/l asam absiat 50 mg/l asam absiat 2 mg/l paclobutrazol 4 mg/l paclobutrazol 6 mg/l paclobutrazol
x 0,5 )
Tinggi Planlet (cm) 9.60 6.00 4.00 5.66 7.50 4.66 3.66 2.33 2.66
Angka-angka pada tabel diatas tidak berbeda nyata menurut tabel F pada taraf nyata 5%
A
Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa eksplan Pisang Buai diberi asam absisat dan paclobutrazol tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap upaya mereduksi laju pertumbuhan planlet Pisang Buai. Artinya pertumbuhan planlet Pisang Buai tidak menunjukkan perbedaan tinggi dengan perlakuan berbagai konsentrasi asam absisat dan paclobutrazol dan tanpa zat pengatur tumbuh pada masa simpan selama 16 minggu. Gambar 2 menampilkan perbedaan morfologi antara planlet Pisang Buai yang diberi perlakuan asam absisat, paclobutrazol, dan tanpa zat penghambat tumbuh. Secara visual dapat dilihat bahwa ketebalan batang dengan perlakuan asam absisat dan paclobutrazol menunjukkan perbedaan morfologi. Batang dengan perlakuan paclobutrazol terlihat lebih kokoh jika dibandingkan dengan perlakuan asam absisat. Selanjutnya Wattimena (1988) menjelaskan bahwa pemendekan batang karena pemberian zat penghambat tumbuh sering kali diikuti oleh peningkatan ketebalan batang.
B
C
Gambar 2. Planlet Pisang Buai menunjukkan perbedaan morfologi antar perlakuan: A. Tanpa zat pengatur tumbuh; B. 50 mg/l asam absisat, C. 6 mg/l paclobutrazole 128
ISSN 1979-0228
Penyimpanan In Vitro Planlet Pisang
Jumlah Daun yang Terbentuk Hasil analisis ragam terhadap jumlah daun pada penyimpanan Pisang Buai secara in vitro menunjukkan bahwa perlakuan beberapa konsenterasi asam absisat dan paclobutrazol berpengaruh terhadap jumlah daun yang terbentuk pada planlet Pisang Buai. Peubah jumlah daun pada penyimpanan planlet Pisang Buai secara in vitro disajikan pada Tabel 3. Tabel 2. Jumlah daun Planlet Pisang Buai Setelah Penyimpanan 16 Minggu (Data ditransformasi dengan
x 0,5 ) Perlakuan (mg/l) 40 mg/l asam absisat 20 mg/l asam absisat 50 mg/l asam absisat 10 mg/l asam absisat 30 mg/l asam absisat 2 mg/l paclobutrazol 6 mg/l paclobutrazol Tanpa zat pengatur tumbuh 4 mg/l paclobutrazol
Jumlah daun 1.40 a 4.51 a b 5.55 a b 6.52 a b 6.68 b 7.62 b 8.92 b 9.29 b 9.99 b
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf kecil yang sama, berbeda tidak nyata menurut BNJ 5 %
Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa perlakuan berbagai konsentrasi asam absisat dan paclobutrazol memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun yang terbentuk pada planlet Pisang Buai. Dari Tabel 3 tersebut terlihat adanya perbedaan yang nyata antara pemberian 40 mg/l asam absisat dengan pemberian 30 mg/l asam absisat, konsentrasi paclobutrazol (2,6 dan 4 mg/l) dan tanpa zat penghambat tumbuh. Tidak adanya terlihat perbedaan jumlah daun antara perlakuan konsentrasi asam absisat (40, 20, 50 dan 10 mg/l). Demikian pula tidak ada perbedaan jumlah daun antara konsentrasi asam absisat (20, 50, 10, 30 mg/l), konsentrasi paclobutrazol (2,6 dan 4 mg/l) dan tanpa zat pengatur tumbuh. Hal ini menunjukkan asam absisat dan paclobutrazol yang diberikan pada konsentrasi yang berbeda mempengaruhi pertambahan jumlah daun pada planlet pisang. Konsentrasi asam absisat 40 mg/l lebih efektif mereduksi pembentukan daun planlet Pisang Buai, daun yang terbentuk tipis, lemah dan berjumlah 1.4 helai. Secara umum planlet pisang pada media tanpa zat penghambat tumbuh berwarna hijau, batangnya tumbuh tinggi, daun panjang bahkan ada beberapa tunas planlet Pisang Buai
ISSN 1979-0228
mencapai ujung botol kultur. Sedangkan konsentrasi 4 mg/l paclobutrazol daun yang terbentuk tebal, kokoh dan berjumlah 9.99 helai. Pertumbuhan daun mencapai tutup botol, maka planlet Pisang Buai harus di subkultur. Subkultur yang terlalu sering akan mengeluarkan tenaga, biaya dan resiko kontaminasi akan semakin tinggi. Media yang tidak dapat menghambat pembelahan sel planlet Pisang Buai tidak tepat dalam usaha konservasi Pisang Buai. Gambar 3 menampilkan bahwa pada perlakuan asam absisat terlihat bahwa daun yang dihasilkan berwarna hijau muda dan terjadi pengurangan jumlah daun Konsentrasi asam absisat 40 mg/l efektif mereduksi jumlah daun planlet Pisang Buai. Hal ini diduga bahwa pemberian asam absisat dan paclobutrazol menyebabkan ketidakseimbangan proses fisiologi eksplan tunas pisang yang menyebabkan penekanan dan akhirnya menghentikan jumlah daun yang terbentuk. Gambar 3 juga menampilkan bentuk daun yang berbeda antara planlet tanpa zat penghambat tumbuh, perlakuan asam absisat dan paclobutrazol. Daun dengan perlakuan paclobutrazol terlihat lebih lebar dan pendek jika dibandingkan dengan bentuk daun dengan perlakuan asam absisat. Proses perkembangan sel-sel pada pusat titik tumbuh planlet Pisang Buai dipengaruhi oleh keseimbangan hormon pertumbuhan endogen dan eksogen. Pada percobaan ini diberi asam absisat dan paclobutrazol secara eksogen diduga mampu mempengaruhi keseimbangan hormon endogen planlet Pisang Buai sehingga semakin tinggi konsentrasi maka jumlah daun yang dihasilkan semakin berkurang. Pada percobaan media penyimpanan Pisang Buai menggunakan zat pengatur tumbuh paclobutrazol memperlihatkan bahwa makin tinggi konsentrasi paclobutrazol maka daun makin kecil berwarna hijau tua. Warna daun yang semakin hijau pada perlakuan paclobutrazol karena retardan tersebut dapat meningkatkan kandungan klorofil (Wattimena, 1988). Pada penyimpanan planlet Pisang Buai konsentrasi 2 mg/l paclobutrazol daun seperti roset. Paclobutrazol menghambat sintesis gibberellin, sehingga ruas batang memendek tetapi bukunya bertambah. Hal yang sama ditemukan pada penelitian Sunarlim et al., (2000) pada tanaman ubi kayu dengan media penyimpanan selama 5 bulan.
129
Jerami Volume 2 No. 3, September - Desember 2009
A
B
C
Gambar 3. Daun planlet Pisang Buai menunjukkan penurunan jumlah dengan pemberian asam absisat dan paclobutrazol: A. Tanpa zat pengatur tumbuh; B. 40 mg/l asam absisat, C. 2 mg/l paclobutrazole Asam absisat yang ditranslokasikan dari akar merupakan peringatan bagi daun bahwa akar dalam keadaan kekurangan air, kemudian daun akan melakukan penutupan stomata sebagai respon awal. Sebagai respon selanjutnya akan terjadi penuaan premature daun dan absisi daun (Davies, 1987). Penuaan daun disertai dan ditandai dengan terlalu cepatnya terjadi kehilangan dan kerusakan kloroplas, RNA, dan protein (Gardner, 1991). Respon selanjutnya jumlah daun yang terbentuk akan semakin berkurang. Asam absisat menyebabkan stomata menutup dengan cara menghambat pompa proton yang kerjanya tergantung pada ATP di membran plasma penjaga. Pompa ini biasanya mengangkut proton keluar dari sel penjaga, sehingga menyebabkan terjadinya aliran masuk cepat dan penimbunan K kemudian terjadi penyerapan air secara osmotik serta pembukaan stomata (Salisburry and Ross, 1992). Selanjutnya penutupan stomata akan menyebabkan terhambatnya pembentukan hasil fotosintesis. Paclobutrazol dalam pembentukan planlet Pisang Buai dapat menghambat reaksi oksidasi antara kauren dan asam kaurenoat selanjutnya akan menghambat sintesis giberellin dalam tanaman yang berperan dalam merangsang perpanjangan tunas, pembelahan sel dan menghilangkan dormansi pada tunas. Terhambatnya sintesis gibberellin maka tunas menjadi dorman dan pembelahan sel serta pemanjangan sel menjadi terhambat selanjutnya akan mereduksi jumlah daun yang terbentuk. Dampak selanjutnya adalah terhambatnya pembentukan daun. Selanjutnya Wattimena (1988) menyatakan peran fisiologis
130
asam absisat adalah mendorong dormansi tunas dan biji, penutupan stomata, transport fotosintat ke biji, pembentukan protein cadangan dan mendorong absisi daun, bunga, dan buah. Asam absisat akan menstimulus penutupan stomata karena tekanan potensial pada vakuola sel penjaga rendah. Dari penelitian ini terlihat bahwa pemberian asam absisat umumnya menghasilkan daun dan batang berwarna hijau muda, karena asam absisat merangsang penutupan stomata. Peningkatan konsentrasi asam absisat menyebabkan pertumbuhan planlet kurang baik dan persentase daun hijau menurun. Hal ini diduga karena pengaruh stres osmotik akibat perlakuan yang diberikan. Menurut Levitt (1972) gejala visual tanaman yang mengalami stres osmotik berupa penghambatan pertumbuhan ukuran daun dan didalam jaringan tanaman yang mengalami stres osmotik dapat menyebabkan warna hijau daun menjadi gelap. Panjang Akar Hasil analisis ragam panjang akar planlet Pisang Buai secara in vitro pada berbagai konsentrasi asam absisat dan paclobutrazol menunjukkan bahwa pemberian asam absisat dan paclobutrazol menghambat pembentukan akar. Pengaruh asam absisat dan paclobutrazol dapat dilihat pada Tabel 3 sebagai berikut. Pada Tabel 3. terlihat bahwa pemberian asam absisat dan paclobutrazol memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan eksplan yang membentuk akar. Dari Tabel 3. tersebut terlihat adanya perbedaan yang nyata antara perlakuan 40 mg/l asam absisat dengan
ISSN 1979-0228
Penyimpanan In Vitro Planlet Pisang
perlakuan 20 mg/l asam absisat, 6 mg/l paclobutrazol, 6 dan 4 mg/l paclobutrazol, 30 dan 50 mg/l asam absisat, 2 mg/l paclobutrazol, 10 mg/l asam absisat dan tanpa zat pengatur tumbuh. Tabel 3. Panjang akar yang terbentuk pada berbagai konsentrasi asam absisat dan paclobutrazol (Data ditransformasi dengan
x 0.5 )
Perlakuan (mg/l)
Panjang akar (cm)
40 mg/l asam absisat 20 mg/l asam absisat 6 mg/l paclobutrazol 4 mg/l paclobutrazol 30 mg/l asam absisat 50 mg/l asam absisat 2 mg/l paclobutrazol 10 mg/l asam absisat
0.89 2.09 2.12 2.45 2.59 3.38
Tanpa zat pengattur tumbuh
8.56
a a a a a a
b b b b b
4.88 a b 7.56 b c c
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf kecil yang tidak sama bersbeda nyata menurut uji BNJ pada taraf 5 %
A
Akar planlet pada media tanpa pemberian paclobutrazol dan asam absisat menghasilkan planlet tertinggi dengan rata-rata tinggi 8.56 cm dan selama penyimpanan 16 minggu. Pengamatan secara visual terlihat media tanpa zat penghambat tumbuh membentuk perakaran, berbulu dan bewarna putih kecoklatan. Kenyataan ini tentu saja tidak sesuai untuk dilakukan penyimpanan karena harus dilakukan subkultur, sehingga akan mengeluarkan biaya, tenaga dan terjadinya perubahan genetik. Menurut Meldia et al., (1996) sifat dari eksplan pisang adalah mudah berakar sehingga tidak dibutuhkan media khusus perakaran. Pola percabangan dan jumlah akar yang tinggi akan menyebabkan tingginya laju penyerapan hara pada media pada media, dan dengan cepatnya laju penyerapan hara mengakibatkan hara pada media tidak tersedia lagi untuk tanaman, sehingga eksplan yang di konservasi pertumbuhannya akan berhenti dan bahkan mati. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.
B
C
Gambar 3. Pertumbuhan akar planlet Pisang Buai setelah penyimpanan selam 16 minggu: A. Tanpa zat pengatur tumbuh; B. 40 mg/l asam absisat, C. 4 mg/l paclobutrazole
Pertumbuhan akar yang ekstensif ini mengakibatkan tanaman semakin cepat kehilangan nutrisi karena akar terus menyerap unsur hara, akibatnya tanaman bertambah tinggi dan karena botol yang digunakan berukuran kecil maka daun merunduk dan membengkok Peningkatan jumlah konsentrasi asam absisat dan paclobutrazol menyebabkan panjang akar yang semakin pendek. Hal ini dapat dilihat pemberian asam absisat 40 mg/l mamapu menekan pertumbuhan akar dengan panjang yang didapatkan 0.89 cm. Akar yang pendek menyebabkan tanaman tidak mampu
ISSN 1979-0228
menyerap unsur hara dari media dengan sempurna yang menyebabkan tanaman hanya memanfaatkan cadangan makanan dari dalam sel, dengan demikian lama kelamaan tanaman akan menjadi mati. Dari percobaan membuktikan bahwa keadaan tempat tumbuh mempengaruhi pertumbuhan planlet. Faktor pertumbuhan tanaman salah satunya adalah lingkungan yang kondusif bagi tanaman, jika kondisi lingkungan optimum maka pertumbuhan tanaman juga optimum (Hakim et al., 1988) Akar berfungsi menyerap unsur hara yang akan digunakan untuk proses metabolisme
131
Jerami Volume 2 No. 3, September - Desember 2009
dalam tubuh tumbuhan. Selanjutnya Davies (1987) menjelaskan bahwa proses perkecambahan sangat dipengaruhi oleh aktivitas hormon endogen, baik bersifat sebagai regulator (auksin, sitokinin dan giberellin) maupun sebagai inhibitor (asam absisat). Pada proses pematangan embrio kandungan inhibitor endogen akan semakin meningkat sehingga akan semakin mendukung terjadinya dormansi pada biji. Menurut Grossman (1988) bahwa penambahan inhibitor eksogen akan mempengaruhi nisbah hormon endogen. Pemberian hormon eksogen (asam absisat) akan disirkulasikan dari xylem ke jaringan phloem, jika kondisi inhibitor asam absisat yang semakin meningkat pada media, maka akan menurunkan jumlah hormon auksin endogen, sehingga keluarnya akar Pisang Buai akan terhambat.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan pada planlet tanaman Pisang Buai dengan berbagai konsentrasi asam absisat dan paclobutrazol selama 16 minggu dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Planlet Pisang Buai mampu bertahan hidup hingga minggu ke-16 pada media MS dengan berbagai konsentrasi asam absisat dan paclobutrazol 2. Penggunaan asam absisat 40 mg/l, efektif dalam mereduksi jumlah daun dan panjang akar planlet Pisang Buai selama masa penyimpanan16 minggu. 3. Penggunaan paclobutrazol 2 mg/l, efektif dalam mereduksi jumlah daun planlet Pisang Buai selama masa penyimpanan16 minggu. .
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, A. 1991. Kegunaan Kultur Jaringan Dalam Pelestarian Plasma Nutfah. Buletin Penelitian Tanaman Industri. No.2: 35-39. Acedo, V.Z. 1995. Meristem culture and in vitro maintenance of Philippines cassava. In The Cassava Biotechnology Network. Proccedings of the Second International Scientific Meeting. Bogor, Indonesia 2226 August 1994.
132
Davies, P.J. 1987. Plant hormones and their role in plant groeth and development. Martinus Nijhoff. Gardner, T.P., R.B. Pearce., and R.L. Mitchell. 1985. Physiology of Crop Plant. The IOWA State University Press. Gati, E., I. Mariska, S. Harran, dan R. Megia. 1999. Penyimpanan in vitro tunas nilam dengan cara menghambat pertumbuhan. Buletin Plasma Nutfah Vol 7 No 2. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Depertemen Pertanian. Grossmann, K. 1990. Plant growth retardants as tools in physiological research. Physiol Plant. Gunawan, L. W. 1987. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. PAU Bioteknologi IPB. Bogor. 304 hal. Hakim, N., Nyapka, M.Y. Lubis, S.G. Nugroho, R. Saul, A. Diha, B.B Hong, dan H.H. Bailey. 1988. Dasar-dasar ilmu tanah. Unila. Lampung. Leni.
2000. Pertumbuhan planlet beberapa varietas pisang buai (Musa paradisiaca L.) pada berbagai konsentrasi sukrosa untuj penyimpanan secara in vitro. Tesis Program Pasca Sarjana UNAND. Padang.
Levitt,
J. 1972. Responses of plants to enviromental stresses. Academic Press.
Meldia, Y., A. Sutanto., Sukmayadi dan S. Purnomo. 1996. Pengaruh macam sumber karbon dan kandungan unsur hara terhadap penyimpanan plasma nutfah pisang. Balai Penelitian Tanaman Buah Solok. Salisburry, F.B. and C.W. Ross. 1992. Plant Physiology. 4th edition. Wadsworth Publishing. Suliansyah, I. 2002. Kultur Jaringan. Pertanian UNAND. Padang.
Fak.
Sunarlim, N., M. Kosmiatin, I. Mariska, Hadiatmi, I.R. Tambunan, dan S. Rahayu. 2000. Penyimpanan tanaman ubi-ubian dengan metode pertumbuhan minimal dan kriopreservasi. Akses Tgl. 21 Juli 2005. Tersedia Http://www.indobiogen.or.id.
ISSN 1979-0228
Penyimpanan In Vitro Planlet Pisang
Sunyoto dan P.B. Wibowo. 2001. Konservasi sumber daya genetic jeruk, pisang, papaya secara In vitro. Stigma Vol. IX No.2
Wattimena, G.A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. PAU IPB. Bogor. _______________. 1991. Bioteknologi Tanaman. PAU Bioteknologi IPB. Bogor.
------------------------------oo0oo------------------------------
ISSN 1979-0228
133