EMBOLISASI ARTERI RENAL PADA TRAUMA GINJAL REFERAT Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajat Dokter Spesialis Radiologi
Oleh : dr. Andi Rizal Pembimbing : dr. Sudarmanta, Sp Rad (K)
BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2015
PENDAHULUAN Trauma ginjal merupakan trauma pada sistem urologi yang paling sering terjadi. Kejadian penyakit ini sekitar 8-10% terbanyak ketiga setelah hepar dan lien pada trauma tumpul abdomen. Trauma ginjal termasuk trauma parenkim ginjal , pelvis renalis, dan pedikel, Sekitar 85-90% trauma ginjal terjadi akibat trauma tumpul yang biasanya diakibatkan oleh kecelakaan lalulintas. Pada umumnya ringan dan dapat sembuh secara spontan dengan pengobatan konservatif.13
Pada pasien
hemodinamik yang tidak stabil akibat perdarahan perirenal meluas secara progresif diperlukan tindakan intervensi bedah. Perkembangan radiologi intervensi,
angiografi dan tehnik
transcateter
mempunyai peran penting dalam pengelolaan pasien perdarahan ginjal khususnya trauma ginjal grade IV dengan kondisi hemodinamik stabil . Kemampuan embolisasi transcateter untuk mengobati perdarahan yang mengancam jiwa, mengurangi angka operasi secara signifikan pada trauma organ padat intraabdominal seperti lien, hepar, ginjal . ( 6) Laju mortalitas dan morbiditas trauma (ruptur) ginjal bervariasi tergantung dari beratnya trauma yang terjadi, derajat trauma yang mengenai organ lainnya dan rencana pengobatan yang digunakan. Peranan radiologi dalam penanganan trauma ginjal sangat penting dalam menentukan derajat dan terapi. Peranan radiologi dalam terapi pada pasien trauma ginjal grade IV yang stabil yang disertai perdarahan terus menerus dengan angiografi embolisasi transarteri merupakan terapi alternatif untuk menghindari tindakan bedah berupa nefroctomi yang komplikasinya dapat berupa
penurunan fungsi ginjal. Tujuan dalam penulisan ini untuk mengetahui gambaran radiologi trauma ginjal dan penatalaksanaan embolisasi arteri renalis pada taruma ginjal.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EMBOLISASI 2.1.1 Pengertian Embolisasi adalah Tindakan invasive minimal
menyumbat arteri secara
selektif dengan cara sengaja memasukkan embolan melalui kateter pada pembuluh darah (feeding artery) utama dari target untuk menghambat / menghentikan aliran darah pada vaskuler yang mengalami kelainan atau malformasi. Embolisasi arteri renal pertama kali dilakukan oleh Bookstein dan Ernst Sejak 1973 untuk pengobatan perdarahan pada trauma tumpul ginjal
13
Embolisasi
arteri renal adalah Menyumbat arteri renalis dengan bahan embolan untuk mengurangi / menghentikan aliran darah arteri renal pada kasus perdarahan aktif pada trauma renal, pada pasien preoperasi neoplama ginjal atau kasus angiomiolipoma dan kasus malpormasi arteri renalis. 2.1.2 Indikasi Embolisasi digunakan untuk mengobati berbagai kondisi yang mempengaruhi berbagai organ tubuh manusia misalnya
Perdarahan, pertumbuhan tumor.
Embolisasi pada kasus perdarahan misalnya : hemoptisis berulang,
malpormasi
arteriovenous (AVMs), aneurisma cerebral, perdarahan gastro-intestinal , Epistaksis, Varicocel, perdarahan post partum dan uterus fibroid. Embolisasi juga digunakan untuk memperlambat atau menghentikan suplai darah sehingga mengurangi ukuran tumor ; misalnya tumor ginjal, tumor
hati misalya chemoembolization transkateter
arteri (TACE) pada kasus karsinoma hepatoseluler (HCC).
2.1.3 Prosedur Pada pemeriksaan arteriografi renalis dilakukan dengan cara puncture arteri femoralis dextra dengan tehnik seldinger. Lewat introducer sheat cateter 5
F
dan
gude
wire
0,035
Bentson
dilakukan
pemeriksaan
vertebra digital
subtraction angiographic (DSA) dimulai dengan cara menyuntikkan kontras untuk menilai vascularisasi arteri renalis. Setelah mengetahui sumber perdarahan dilakukan embolisasi superselektif dengan menggunakan mikro kateter Coaxial ( 2.5 French, Tracker, Bonston scientific atau 2,7 French, Terumo ) untuk mencegah terjadinya refluks bahan embolan ke arteri parenkim normal dan spame arteri renalis 2.1.4 Embolan Bahan embolan yang sering digunaan : Polivinil alkohol (PVA) Keberhasilan partikel PVA dalam embolisasi tergantung pada pembentukan thrombus di mana sebagian besar pembuluh darah yang diembolisasi diisi dengan trombus dengan partikel PVA. Secara histologi agen embolan ini akan menyebabkan trombosis intraluminal yang berhubungan reaksi inflamasi. PVA dianggap sebagai agen emboli permanen karena frekuensi rendah terbentuknya rekanalisasi pembuluh darah. PVA menghasilkan oklusi permanen dan tidak menyerap.
Partikel PVA memiliki
kecenderungan untuk agregat dalam pembuluh darah sekali diberikan, berpotensi menyebabkan suatu oklusi yang lebih proksimal dari target. Embolan cairan (nbca - n-butyle-2-cyanoacrylate, Onyx, dan ethiodol ) digunakan untuk AVM, embolan ini mengalir melalui struktur pembuluh darah yang kompleks. Gelfoam merupakan spons gelatin steril yang digunakan sebagai bahan embolan intravaskular yang
bersifat sementara. Gelfoam biasanya diserap sepenuhnya (tergantung pada jumlah yang digunakan, derajat kejenuhan dengan darah, dan tempat di mana digunakan), dengan reaksi jaringan sedikit. Ketika digunakan sebagai bahan embolan maka rekanalisasi pembuluh darah dapat terjadi dalam beberapa minggu. Sediaan Gelfoam dalam ukuran 12 mm sampai 6 cm. Coil l dapat dikelompokkan menjadi microcoils dan macrocoils. Macrocoils, juga disebut gulungan Gianturco, pertama kali diperkenalkan pada tahun 1975.Oklusi terjadi sebagai akibat coil-induced trombosis bukan oklusi mekanik dari lumen oleh kumparan coil. Untuk meningkatkan efek thrombogenik maka ekor wol Dacron dilekatkan pada gulungan. Sediaan coil dalam berbagai ukuran dan dapat dibawa melalui kateter angiografik yang umum digunakan 4F atau 5F untuk macrocoil. Microcoils (coil platinum) dapat dibawa melalui mikrokateter 2,2F atau 3,5F yang digunakan embolisasi coil yang superselective. Microcoils sangat thrombogenic, radiopak, dan biokompatibel.Detachable balloon Sebelumnya sering dipergunakan untuk embolization namun dalam belakangan terakhir perannya sebagai agen embolik banyak digantikan oleh coil oleh karena kadang terjadi kesulitan penempatan posisi dari detachable ballon. Pada kasus caroticocavenous fistula (CCF) post traumatik embolisasi dengan detachable ballon masih lebih sering digunakan. 2.1.5 Keuntungan dan kekurangan Keuntungan : Invasif minimal, tidak ada jaringan parut, risiko minimal, pada umumnya anestesi local,
infeksi
waktu pemulihan lebih cepat, tingkat
keberhasilan tinggi dibandingkan dengan prosedur lainnya. Sedangkan kekurangan :
Operator dependent , Risiko emboli mencapai jaringan sehat berpotensi menyebabkan gastritis dan ulkus duodenum. B. TRAUMA GINJAL 2.2.1 Pengertian Trauma ginjal termasuk trauma parenkim ginjal , pelvis renalis, dan pedikel. Trauma ginjal adalah kecederaan yang paling sering pada sistem urinari. Trauma sering kali disebabkan kerana jatuh, kecelakaan lalu lintas, luka tusuk, dan luka tembak. Trauma ginjal akut dapat mengancam jiwa namun sebagian besar cedera ginjal ringan dan dapat dikelola secara konservatif. 2.2.2 Etiologi Ada 3 penyebab utama dari trauma ginjal , yaitu
Trauma tajam , Trauma
tumpul dan Trauma iatrogenic . Trauma tajam seperti tembakan dan tikaman pada abdomen bagian atas atau pinggang merupakan 10 – 20 % penyebab trauma pada ginjal di Indonesia. Trauma iatrogenic pada ginjal dapat disebabkan oleh tindakan operasi atau radiologi intervensi, dimana di dalamnya termasuk retrograde pyelography, percutaneous nephrostomy, dan percutaneous lithotripsy. Dengan semakin meningkatnya popularitas dari teknik teknik di atas, insidens trauma iatrogenik semakin meningkat , tetapi kemudian menurun setelah diperkenalkan ESWL. Biopsi ginjal juga dapat menyebabkan trauma ginjal . Trauma tumpul merupakan penyebab utama dari trauma ginjal. Dengan lajunya pembangunan, penambahan ruas jalan dan jumlah kendaraan, kejadian trauma akibat kecelakaan lalu lintas juga semakin meningkat.
2.2.3 Epidemiologi Trauma (ruptur) ginjal merupakan trauma urologi yang paling sering terjadi, terjadi 8-10 % dari pasien dengan disertai trauma pada abdomen 7. Dari penelitian Baverstock (2001) dan Sagalowsky (1983) trauma tumpul merupakan penyebab terbanyak dengan jumlah sebesar 80% dari trauma ginjal.9 Di antara pasien dengan hematuria, tercatat trauma ginjal sebesar 25%; dimana kurang dari 1% pasien dengan mikrohematuria yang memiliki trauma ginjal . 2.2.4 Anatomi Ginjal letaknya diretroperitoneal sebelah dorsal cavum abdominale, ginjal kiri bagian atas V.Lumbal I, bagian bawah V.Lumbal IV pada posisi berdiri letak ginjal kanan lebih rendah . Struktur ginjal dibagi dua yaitu Cortex sebelah luar dan medulla sebelah dalam. Cortex terdiri dari Corpusculi Renalis, Tubuli Contorti, Permulaan Tubulus Collectus sedangkan Medulla : Terdiri bangunan berbentuk piramid disebut Piramid Renalis, ujung piramid akan menjadi Colix Minor, beberapa Colix Minor bergabung menjadi Colix Major, beberapa Colix Major bergabung menjadi Pelvis Renalis dan berlanjut sebagari ureter. ( Gambar .1) Vaskulerisasi Ginjal : Arteri renalis berasal dari cabang aorta abdominalis , arteri . Segmentalis yang memvasculerisasi satu segmen ginjal, arteri Segmentalis memberi cabang A.Interlobaris dan memberi cabang A. Arcuata , arteri . Arcuata memberi
cabang dalam cortex ginjal disebut A. Interlobularis, arteri . Interlobularis bercabangcabang menjadi Arteriole Afferent.( gambar.1)
2.2.5 Gejala Klinis Gejala klinis trauma ginjal pada umumnya mempunyai gejala trauma abdomen antara nyeri perut 24 %, Nyeri pinggang 24 %, hematuri 16 % dan hipotensi 10 % 5. Gejala klinis tergantung derajat trauma ginjal, trauma ginjal grade III – IV selain nyeri abdomen berat , gross hematuri dan biasanya disertai gangguan hemodinamik yang tidak stabil. 2.2.6 Gambaran Radiologi Pemeriksaan
radiologi pada trauma ginjal dapat dilakukan berupa
pemeriksaan USG, IVP, MSCT , MRI dan arteriografi. Pemeriksaan USG sering menjadi pilihan pertama karena cepat, tidak invasif
untuk menevaluasi emergensi
untuk menilai organ intra abdomen pada kasus trauma tumpul abdomen. Pada pemeriksaan ginjal dapat dilihat adanya lacerasi parenkim ginjal, hematom subcapsular dan adanya infark . USG ginjal pada kasus trauma operator dependen. Sedangkan pada pemeriksaan intravenous pielografi
( IVP ) digunakan untuk
mengevaluasi ginjal normal kontralateralnya dan menilai derajat pada trauma ginjal. Pada trauma ginjal yang ringan tidak mempengaruhi system pelvikokalises hanya sedangkan trauma ginjal yang berat dapat dilihat adanya extravasase kontras dari sisten calises.
Pemeriksaan MSCT digunakan
untuk menevaluasi trauma ginjal dengan
adanya cross hematuri , fraktur pelvis. Pemeriksaan dapat melihat adanya lacerasi parenkim , hematoma, system pelvicojuntuon dan kerusakan vascular. Untuk mendapat hasil yang baik sebaiknya penambilan MSCT dalam 3 phase yaitu phase arteri ( 20-30 detuk ) untuk menevaluasi adanya kerusakan vascular ginjal , phase nefrogram ( 80 detik atau lebih ) untuk menevaluasi kelainan parenkim ginjal kelainan vena renalis dan phase delayed
dan
(2-10 menit) untuk melihat adanya
extravasase urin dari system pelvic-calices . Arteriografi merupakan merupakan gold standar untuk menevaluasi kelainan vascular ginjal. 2.2.7 Klasifikasi Tujuan pengklasifikasian trauma ginjal adalah untuk memberikan pegangan dalam terapi dan prognosis. Klasifikasi trauma ginjal membantu dalam penyamaan persepsi (standarisasi) akan berbagai jenis pasien, pilihan terapi dan hasil yang diharapkan. American Association for the Surgery of Trauma (AAST) telah mengembangkan penklasifikasian trauma ginjal yang diterima luas hingga saar ini. Trauma ginjal diklasifikasikan dari derajat I-V. Derajat I : Kontusio renal, laserasi parenkim (-), hematoma tidak meluas ke subkapsular . Derajat II : Laserasi kortikal superfisial <1 cm. Tidak melibatkan collecting system dan hematoma tidak meluas sampai ke perinefrik , Derajat III : Laserasi lebih dalam > 1 cm. Tidak meluas ke collecting system dan hematoma tidak meluas sampai ke perinefrik Derajat IV : Laserasi meluas sampai ke dalam collecting system, mencederai pembuluh ginjal utama dan segmental. Derajat V : Shattered kidney dan dispersi dari bagian avulsi,
avulsi, laserasi atau thrombosis pada main renal vessels, hilar injury, dan avulsi di ureteropelvic junction (UPJ) 18,.( gbr 2) 2.2.8 Penatalaksanaan Penatalaksanaan trauma ginjal penanganan secara
tergantung derajatnya. Grade I-III berupa
konservatif, grade IV dengan hemodinamik stabil dengan
embolisasi arteri renalis dan gared V dilakukan dengan tindakan bedah.
BAB III DISKUSI Perdarahan ginjal adalah suatu kondisi yang dapat mengancam jiwa yang dapat disebabkan oleh trauma, operasi, biopsi, serta perdarahan spontan tumor ginjal atau aneurisma. Perdarahan tersebut dapat dihentikan dengan embolisasi seperselektif arteri ginjal sebagai terapi alternative untuk mencegah tindakan nefrectomi 16 Peranan
radiologi
diagnostik
maupun
radiologi
intervensi
dalam
penatalaksanaan trauma tumpul abdomen terutama trauma ginjal sangat penting dalam menentukan derajat dan embolisasi seperselektif pada trauma ginjal grade IV yang hemodinamik stabil. Diagnosis dini dan akurat adalah kunci untuk menghindari nephrectomy. Pemeriksaan MSCT, ultrasonografi dan angiografi resonansi magnetik (MRA) dapat membantu untuk mendeteksi lesi vaskular ginjal, namun pemeriksaan arteriografi merupakan gold standar19. Pada pemeriksaan ultrasonografi pada trauma tumpul abdomen dapat menilai hepar, lien , ginjal, vesica urunaria dan menilai adanya perdarahan intraabdominal maupun perdarahan retroperitoneal. Pada trauma ginjal dapat melihat adanya subcapsular hematoma, kerusakan parenkimal renal dan vascular renal
11
.
Pemeriksaan arteriografi tidak hanya menunjukkan lesi, tetapi
juga dapat langsung dilakukan pengobatan intervensi berupa embolisasi pada lesi vascular ginjal untuk menghindari perdarahan lanjut. Penatalaksanaan trauma ginjal grade I-III menurut
(AAST) yang
hemodinamik stabil adalah pengobatan secara konservatif karena sebagian besar cedera vaskular sembuh secara spontan sedangkan trauma ginjal grade IV yang
hemodimaik yang tidak stabil dan trauma ginjal grade V dilakukan dengan eksplorasi bedah berupa nefrectomi. Penatalaksanaan trauma ginjal derajat IV yang stabil disertai hematuri terus menerus dilakukan dengan tindakan radiologi intervensi berupa arteri embolisasi selektif. Tindakan nefroctomi direkomendasikan bila ada perdarahan masif, perdarahan ginjal bertahan selama lebih dari 72 jam, atau semakin memburuk fungsi ginjal biasa pada pasien trauma grade IV dan grade V selalu menyebabkan
hilangnya sebagian fungsi ginjal
3
sedangkan arteri embolisasi
menhentikan perdarahan dan tetap mempertahankan fungsi ginjal. Embolisasi arteri renal direkomendasikan pada kasus perdarahan ginjal karena keberhasilan teknis yang tinggi, penyembuhan yang efektif dan komplikasi yang minimal .
Selektif embolisasi arteri ginjal adalah pilihan yang optimal untuk
pengobatan perdarahan pada trauma ginjal berat, arteriovenosa (AV) shunt, biopsi ginjal dan AV fistul. Indikasi untuk arteriografi ginjal dan superselective embolisasi arteri ginjal adalah: Hematoma perirenal yang bertambah ; Trauma ginjal berat seperti laserasi ginjal; ginjal A-V fistula atau pembentukan pseudoaneurysm; dan hematuria persisten 13 . Efektivitas transkateter embolisasi arteri tergantung pada pilihan yang tepat dari bahan embolisasi , bahan harus dipilih sesuai dengan tempat lesi vascular, ukuran dan pola aliran pembuluh yang akan tersumbat, ketersediaan bahan, dan pengetahuan ahli radiologi yang akan melakukan prosedur. Berbagai agen emboli termasuk gelfoam, koil, PVA, dan NBCA tersedia untuk pengobatan vaskular ginjal.
dari lesi
Koil adalah agen emboli paling sering digunakan. Penggunaan teknik koaksial dengan mikrokateter dan microcoils memungkinkan lokalisasi yang tepat cabang arteri yang mengalami perdarahan 19. Kelemahan utama koil adalah bahwa biasanya memakai lebih dari satu koli
diperlukan untuk oklusi yang memadai yang
meningkatkan biaya dan waktu prosedur 16. PVA bersifat biocompatible dan inert dan memberikan penutupan arteri dengan cepat. Walaupun sebelumnya diterima sebagai agen embolan permanen berdasarkan pemeriksaan histologist sebagian besar pembuluh darah besar yang terpasang PVA tidak menutup secara sempurna dengan partikel PVA tertanam dalam dinding pembuluh darah . Penggunaan PVA selama injeksi sulit di control dan embolisasi yang tidak diharapkan dapat terjadi. Oleh karena itu penggunaan PVA dipilih sebagai alternative untuk lesi yang sulit dijangkau pada pemeriksaan caterisasi superselektif . Penggunaan NBCA di arteri ginjal telah dilaporkan oleh Yamakado et al dan Parildar et al. menyimpulkan bahwa NBCA menyebabkan embolisasi permanen dengan biaya yang efektif.
NBCA mempunyai keuntungan : viskositas rendah,
injeksi mudah memyebabkan thrombus cepat dan permanen adapun kekurangan menggunakan embolan cairan (NBCA) dapat terjadi refluks ke organ yang sehat (non target) biasanya terjadi akibat jumlah embolan yang banyak dan pada saat penarikan cateter.
Pemeriksaan BUN dan creatinin untuk menilai fungsi ginjal post embolisasi tidak efektif karena BUN dan creatinin mencerminkan fungsi ginjal secara keseluhan baik yang luka maupun ginjal yang normal, oleh karena itu pemeriksaan skintigrafi dinamis Tc 99 DMSA untuk menevaluasi fungsi ginjal post embolisasi. Wessel et al melaporkan bahwa penilainan fungsi ginjal 3 bulan dan 6 bulan post embolisasi dengan skintigrafi Tc99 -dimercaptosuccinic acid ( tc 99 DMSA ) tidak mengalami gangguan 3. Embolisasi hemostatik di ginjal, menurut literatur, sukses dalam 82-100% kasus
3, 16
. Perdarahan dan hematuria berhenti,
hemodinamik pasien stabil, dan
fungsi ginjal mereka diperbaiki, tanpa komplikasi.16 Komplikasi yang berkaitan dengan prosedur embolisasi intervensi jarang . Embolisasi selektif arteri renal utama atau oklusi lebih dari satu cabang arteri ginjal dapat menyebabkan sindrom pasca embolisasi, hipertensi sistemik dan gangguan fungsional. Rekanalisasi sebagian dari cabang tersumbat juga dapat menghasilkan stenosis, yang menyebabkan hipertensi . .
BAB IV : KESIMPULAN Peranan radiologi sangat penting dalam penanganan trauma ginjal baik diagnostic maupun terapi . Embolisasi arteri renalis merupakan terapi pilihan utama
untuk pasien yang mengalami pendarahan ginjal berat karena
keberhasilan yang tinggi,
yang tingkat
cepat dan efektif untuk menghentikan perdarahan
komplikasi minimal tanpa mengaggu fungsi ginjal .
,
DAFTAR PUSTAKA 1. David C, Bonyet T, caridi J. Renal arteri embolisasi : Application and success in patients with renal cell carcinoma and angiolipoma.
Seminars in
interventional radiology, vol. 24 . 2007. 2. Anonim 1 , Embolization , Wikipedia, the free encyclopedia. 3. Morita S, Inokuchi S, Tsuji T, Fukushima T. Arterial embolization in patients with grade-4 blunt renal trauma , evaluation of the glomerular filtration rates by dynamic scintigraphy with 99mTechnetium-diethylene triamine pentacetic acid. Scandinavian Journal of trauma, Resuscitation and Emergency Medicine. 2010, 18:11. 4. Iqbal N, Chughtai MN. Management of blunt renal trauma. JPMA 54:516 ; 2004.. 5. Mani NBS, Kim L. The Role of Interventional Radiology in Urologic Tract Trauma. 2011;1(212):415–23 16. 6. Gould JE, Vedantham S. The role of interventional radiology in hepatobiliary malignancy. Clin Radiol. 1992;46(212):421. 7. Lynch D, Plas E, Serafetinidis E, Turkeri L, Hohenfellner M. Guidelines on Trauma. 2003. 8.
Drive PW. American College of Radiology 1891. 2013;20191.
9. Summerton D, Djakovic N, Kitrey N. Guidelines on Urological Trauma. Eur Urolgy 2010.
10. Kawashima A, Sandler CM, Corl FM, West OC, Tamm EP, Fishman EK. Education Exhibit - Continuing Medical Education Imaging of Renal Trauma : A Comprehensive Review. 2001;(4):1–12. 11. Hricak H. Role of imaging in the evaluation of pelvic cancer. Important Adv Oncol. 1991;103–33. 12. Dinkel H-P, Danuser H, Triller J. Blunt renal trauma: minimally invasive management with microcatheter embolization experience in nine patients. Radiology. 2002;223:723–30. 13. Press D. Superselective transcatheter renal artery embolization for the treatment of hemorrhage from non-iatrogenic blunt renal trauma : report of 16 clinical cases. 2014;455–8. 14. Richman D, Green M. Case Reports of Traumatic. 1977;843–4. 15. Chatziioannou A, Brountzos E, Primetis E, Malagari K, Sofocleous C, Mourikis D, et al. Effects of superselective embolization for renal vascular injuries on renal parenchyma and function. Eur J Vasc Endovasc Surg. 2004;28:201–6. 16. Pappas P, Leonardou P, Papadoukakis S, Zavos G, Michail S, Boletis J, et al. Urgent superselective segmental renal artery embolization in the treatment of life-threatening renal hemorrhage. Urol Int. 2006;77:34–41. 17. Tait CD, Somani BK. Renal Trauma: Case Reports and Overview. Case Rep Urololy 2012;1–4. from: http://www.hindawi.com/journals/criu/2012/207872/
18. Van der Wilden GM, Velmahos GC, Joseph DK, Jacobs L, DeBusk MG, Adams C a., et al. Successful Nonoperative Management of the Most Severe Blunt
Renal Injuries.
JAMA .
2013;148(10):924.
Available
from:
http://archsurg.jamanetwork.com/article.aspx?doi=10.1001/jamasurg.2013.27 47 19. Mavili E, Dönmez H, Özcan N, Sipahioǧlu M, Demirtaş A. Transarterial embolization for renal arterial bleeding.
Diagnostic Interv Radiol.
2009;15:143–7. 20. Rimon
U,
Duvdevani
M
Garniek
A,
Golan
G
Ethanol and Polyvinyl Alcohol Mixture for Transcatheter Embolization Renal Angiomyolipoma. Journal .
et.al. of
LAMPIRAN Gambar 1
Gambar 2 Grade I
Grade II
Grade III
Grade IV
Gambar 3
Tehnik seldinger
Gambar 4
a. Tampak lacerasi parenkimal , b. Tampak extravasasi kontras selama arterigrafi ke perirenal
Gambar 5
a. pre-embolisasi,
b. Post embolisasi dengan coil
Gambar 6
a. Tampak lecerasi cortex renal sinistra disertai pseudoanorisma dengan hematom perirenal, b. Tampak embolisasi dengan coil, c. evaluasi 6 bulan post embolisasi tampak scar dari coil dan hematoma perirnal (-).
Gambar 7
a. Pre embolisasi , Tampak perdarahan di pole inferior , Post embolisasi dengan n-butyl cyanoacrylate .
Gambar 8
b. Tampak perdarahan pada tumor renal ( adenocarsinoma ) a. Pre embolisasi ,b. , Post embolisasi dengan gealfoam.