REFERAT DIAJUKAN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT MENCAPAI DERAJAT PPDS I RADIOLOGI
EMBOLISASI PADA MALFORMASI ARTERIOVENOSA OTAK
OLEH : dr. Huda El Adha NIM : 10/310822/PKU/12181
PEMBIMBING : dr. Sudarmanta, Sp.Rad (K) RI
BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UGM / RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA 2013
BAB I PENDAHULUAN
Malformasi arteriovenosa (AVM) pada otak merupakan kelainan sistema saraf pusat yang jarang , meskipun begitu kelainan tersebut secara signifikan menyebabkan angka kesakitan dan kematian dalam jangka panjang. Sekarang ini banyak pilihan terapi untuk kelainan tersebut diantaranya microvascular neurosurgery, stereotactic radiation, dan endovascular embolization. Diantara ketiganya yang menjadi pilihan utama adalah embolisasi , yang dapat pula dikombinasikan dengan operasi maupun stereotactic radiation (radiosurgery). Embolisasi harus pula memperhatikan tentang keseimbangan antara faktor resiko dengan kelebihannya pada setiap pasien. Pelaksanaan
embolisasi
sebaiknya
dilakukan
oleh
seorang
intervensional
neuroradiologi yang handal dan berpengalaman untuk keselamatan pasien maupun keefektifan terapi yang diberikan.1 Sejarah embolisasi AVM di otak dimulai sejak tahun 1960 yang dilakukan oleh Luessenhop dan Spence, dimana sudah dilakukan serebral angiografi selektif yang dilanjutkan dengan menyuntikan silastic spheres melalui arteri karotis interna. Tehnik ini mempunyai resiko yang sangat tinggi karena dapat menimbulkan iskemik infark.2
Pada tahun 1974, Serbinenko merupakan orang pertama yang melakukan
tindakan angiofrafi dan embolisasi serebral superselektif menggunakan balon yang dapat dilepaskan melalui kateter yang fleksibel. Penelitian
yang dilakukan
serbinenko tersebut mempercayai bahwa nidus pada AVM merupakan target dari
embolisasi.3
Sampai akhirnya tahun 1976 , Kerber mengembangkan tehnik
embolisasi secara modern yang menggunakan mikrokateter untuk mengalirkan cairan embolisasi ke dalam nidus AVM.4 Arteriovenous Malformation (AVM) adalah suatu lesi pada pembuluh darah dimana terbentuk suatu
nidus abnormal yang menyebabkan terjadinya shunting
patologis pada aliran darah dari arteri ke vena tanpa melalui kapiler.
5,6,7
Nidus sering
diketahui sebagai benda asing pada parenkim serebral dan terkadang membentuk lesi berukuran besar yang menempati lobus otak. Selama bertahun-tahun, AVM diduga disebabkan oleh kelainan kongenital, namun beberapa penelitian mendapatkan bahwa AVM juga merupakan kelainan yang didapat.8 AVM tidak menimbulkan gejala yang spesifik dan sedikit atau tanpa resiko pada kesehatan atau kehidupan seseorang, sedangkan lainnya menyebabkan efek berat dan mematikan apabila timbul perdarahan. 5,9 Sekitar 0,1 % dari populasi memiliki AVM serebral, biasanya terjadi pada wanita pada dekade 2-4 dimana 30 – 55 % pasien dengan perdarahan intrakranial demikian halnya dengan anak – anak yang memiliki AVM serebral.
Tujuh puluh persen pasien dengan perdarahan
intrakranial yang disebabkan oleh AVM terjadi pada usia 40 tahun.8 Tingkat mortalitas akibat AVM serebral dapat dikontrol dengan diagnosis yang akurat. Modalitas imejing merupakan pemeriksaan yang akurat diantaranya dengan CT scan dan MRI. Namun pemeriksaan angiografi masih merupakan baku emas untuk mendiagnosa AVM.9
Terapi AVM bertujuan untuk menimbulkan obliterasi sempurna atau reseksi lesi vaskuler untuk mencegah rekurensi perdarahan di masa mendatang dan mempertahankan fungsi neurologis.10,11 Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui endovascular management of brain AVM, dalam hal ini embolisasi AVM di otak.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI PEMBULUH DARAH SEREBRAL Arteri karotis komunis kanan merupakan cabang pertama arteri brakiosefalika atau arteri inominata dan arteri karotis komunis kiri merupakan cabang kedua arkus aorta. Masing – masing arteri karotis berjalan dalam karotis sheath , lateral kolumna vertebralis, dan bercabang di level vertebra servikal 3 – 5. Pada percabangan tersebut, arteri karotis interna berada di posterolateral dari arteri karotis eksterna.12,13,14 Arteri karotis interna mensuplai sirkulasi anterior dan arteri vertebralis serta arteri basilaris mensuplai sirkulasi posterior. Arteri karotis eksterna mensuplai struktur ekstrakranial di kepala dan leher serta meninges (Gambar 1).12,13,14 1. SIRKULASI ANTERIOR a. Arteri karotis interna Terdapat 7 segmen yaitu C1 ( ICA servikal), C2 (petrosus ), C3 ( laserum ), C4 ( kavernosus ), C5 ( klinoid ), C6 ( oftalmika ), C7 ( communicating ) (Gambar 2).
Segmen C1 (servical) berjalan ke
superior di dalam ruang karotis dan memasuki kanal karotis di basis kranii ( pars pertrosal tulang temporal ). Segmen C2 (petrosus) berada di dalam kanal karotis tulang temporal, keluar dari kanal karotis
melalui apeks petrosus, cabangnya adalah arteri vidian beranastomosis dengan arteri karotis eksterna dan arteri kortikotimpani yang mensuplai telinga tengah. Segmen C3 (laserum) merupakan segmen kecil dari apeks petrosus di atas foramen laserum menuju ke sinus kavernosus. Segmen C4 (kavernosus) mempunyai cabang yaitu trunkus meningohipofiseal yang mensuplai hipofisis, tentorium dan duramater klivus , cabang yang lain adalah trunkus inferolateral yang mensuplai duramater sinus kavernosus. Segmen C5 (klinoid) memasuki ruangan subaraknoid dekat posesus klinoid anterior. Segmen C6 (oftalmika) berjalan dari cincin duramater distal di klinoid superior sampai di bawah arteria communicating posterior. Segmen C7 (communicating) berjalan di bagian bawah arteria communicating posterior sampai arteria karotis interna terminal yang kemudian bercabang menjadi arteri serebri anterior dan arteri serebri media.12,13,14 b. Arteri serebri anterior Arteri serebri anterior dibagi dalam 3 segmen anatomis yaitu A1 ( segmen horizontal / precommunicating ) , A2 ( segmen vertikal / postcommunicating ), dan A3 ( distal ) (Gambar 3). Segmen A1 berjalan di bawah lobus frontal di atas N. optikus dan kiasma optikus untuk bergabung dengan segmen A1 kontralateral melalui arteri communicating anterior, memberikan cabang arteri lentikulostriata
medial, arteri rekuren Huebner merupakan cabang terbesar yang bisa berasal dari segmen A1 maupun A2. Segmen A2 berjalan ke atas memberikan cabang frontapolar dan pada level genu korpus kalosum bercabang menjadi arteri kalosomarginal dan arteri perikalosal yang merupakan segmen A3. Cabang kortikal arteri kalosomarginal mensuplai lobus frontal medial, dan cabang kortikal arteri perikalosal mensuplai lobus parietal medial. 12,13,14 c. Arteri serebri media Arteri serebri media dibagi dalam 4 segmen anatomi yaitu M1 ( segmen horisontal ), M2 ( segmen insular ), M3 ( operkular ), M4 ( kortikal ) (Gambar 4).
Arteri lentikulostriata medial dan lateral
merupakan cabang perforating M1 yang mensuplai ganglia basalis dan regio kapsula. Segmen M1 berjalan di dalam fissure Sylvii dan memberikan cabang
arteri temporalis anterior sebelum bercabang
menjadi 2 – 3 trunkus utama ( segmen M2 ). Cabangnya berjalan di frontoparietal dan operkula temporal ( segmen M3 ). Segmen M4 mensuplai permukaan lateral hemisfer serebri. 12,13,14
2. SIRKULASI POSTERIOR a. Sistem vertebro-basilar Arteri vertebralis kanan kiri merupakan cabang pertama arteri subklavia, kemudian memasuki foramen transversarium vertebra
servikal 6 berjalan ke atas melengkung ke lateral dan medial di sekitar arkus anterior atlas di belakang massa lateralis, memasuki duramater dan ruang subaraknoid di level foramen magnum, bersatu dengan arteri vertebralis kontralateral di belakang klivus dan di depan pons menjadi arteri basilaris. Setelah memasuki ruang kranium, masing – masing arteri vertebralis memberikan cabang arteri serebelar posterior inferior ( PICA ) (Gambar 5). Arteri vertebralis kanan kiri tidak sama ukurannya dimana biasanya arteri vertebralis kiri lebih besar daripada kanan.12,13,14 Arteri basilaris
berjalan ke superior di anterior permukaan
pons memberikan cabang arteri serebelar anterior inferior dan arteri serebelar superior dan posterior di kedua sisi. b. Arteri serebri posterior Arteri serebri posterior yang terbagi menjadi 4 segmen anatomis yaitu P1 ( segmen precommunicating ) sebelum bergabung dengan arteri communicating posterior untuk menjadi P2 ( segmen ambien ) dan P3 ( segmen quadrigeminal ) serta P4 ( segmen terminal ) yang memberikan cabang oksipital dan temporal inferior. Arteri communicating posterior memberikan cabang arteri thalamoperforata dan segmen P1 memberikan cabang arteri thalamoperforata posterior dan arteri thalamogenikulata. Arteri koroidal posterior medial berasal dari segmen P2 melewati midbrain ke superior di atas thalamus untuk
mencapai ventrikel 3. Cabang kortikal berasal dari segmen P2 ( arteri temporalis anterior dan posterior ) dan membentuk segmen P4. 12,13,14 B. ARTERI KAROTIS EKSTERNA Arteri karotis eksterna merupakan percabangan dari arteri karotis komunis pada regio midservikal. Bagian proksimal dari arteri ini berjalan anteromedial dari arteri karotis interna, namun selaras berjalan naik dan kemudian arteri ini menuju posteromedial untuk mensuplai bagian-bagian wajah. Arteri karotis eksterna mempunyai sembilan cabang utama, yaitu ; (1) Arteri tiroid superior, mensuplai darah untuk laring dan bagian-bagian tiroid; (2) Arteri pharyngeal asending, mensuplai darah untuk meningen, telinga tengah, nervus kranial bawah, dan nervus servikal bagian atas; (3) Arteri lingualis, mensuplai darah untuk lidah dan faring ; (4) Arteri fasialis, mensuplai darah untuk wajah, palatum, dan faring; (5) Arteri oksipitalis, mensuplai darah untuk bagian muskulokutaneus dari SCALP dan leher; (6) Arteri auricularis posterior, mensuplai darah untuk SCALP, kavum timpani, pinna, dan glandula parotis; (7) Arteri maksilaris, merupakan cabang terbesar yang mempunya tiga bagian mayor yang masing-masingnya mempunyai cabang-cabang sendiri, cabang paling pentingnya adalah arteri meningen media yang sering terjadi laserasi pada truma kepala dan mengakibatkan epidural hematom; (8) Arteri fasialis transversum, yang bersama arteri fasialis mensuplai darah untuk area buccal; (9) Arteri temporalis superfisialis,
merupakan cabang terkecil yang mensuplai darah 1/3 depan dari SCALP dan bagian wajah.15 C. SIRKULASI KOLATERAL DI OTAK 1. Kolateralisasi Eksterna ke Interna Ketika arteri karotis interna mengalami stenosis, darah dialihkan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna ke dalam arteri karotis interna di distal stenosis, memungkinkan kelanjutan perfusi ke otak. Arteri fasialis dan arteri temporalis superfisialis, misalnya dapat membentuk hubungan anastomosis dengan arteri oftalmika melalui arteri angularis; aliran retrograde di arteri oftalmika kemudian membawa darah kembali ke sifon karotikum. Kolateral ke arteri oftalmika juga dapat disuplai oleh arteri bukalis. Hubungan anastomosis eksterna ke interna lebih lanjut terdapat diantara arteri faringea asendens dan ramus meningealis arteri karotis interna. Arteri-arteri tersebut, biasanya terlalu kecil untuk terlihat melalui angiografi, secara bersama-sama disebut trunkus inferolateralis.16 2. Kolateralisasi Karotis Eksterna ke Vertebralis Cabang-cabang arteri karotis eksterna dan arteri vertebralis yang menyuplai otot-otot servikal dan leher secara anastomosis berhubungan pada berbagai titik (Gambar 7). Cabang arteri karotis eksterna yang paling penting pada hal ini adalah arteri oksipitalis. Kolateral dapat terbentuk pada kedua arah; oklusi arteri vertebralis di proksimal dapat dikompensasi oleh darah dari rami nukhales arteri oksipitalis, sedangkan oklusi arteri
karotis komunis atau arteri karotis interna di proksimal dapat di kompensasi oleh darah yang memasuki sirkulasi anterior dari cabangcabang otot arteri vertebralis melalui arteri oksipitalis. Seperti contoh lainnya, jika oklusi arteria karotis komunis di proksimal telah menghentikan sirkulasi arteri serebral baik interna maupun eksterna, darah dari arteri vertebralis dapat mengalir di arteri karotis eksterna secara retrogrard turun ke bifurkasio karotidis, dan kemudian naik lagi melalui arteri karotis interna, mengembalikan perfusi di teritori arteri karotis interna.16 3. Sirkulus Arteriosus Wilisi Arteri-arteri serebral berhubungan satu sama lain melalui susunan pembuluh darah berbentuk seperti lingkaran di dasar otak yang dikenal sebagai sirkulus wilisi (Gambar 8). Interkoneksi ini memungkinkan kelanjutan perfusi jaringan otak bahkan jika salah satu pembuluh darah besar mengalami stenosis atau oklusi. Sirkulus ini sendiri terdiri dari segmen pembuluh darah besar dan arteri yang disebut arteri komunikans yang menghubungkan satu pembuluh besar dengan lainnya. Berjalan dari satu sisi lingkaran dari anterior ke posterior, kita dapat menemukan arteri komunikans anterior, segmen proksimal (A1) arteri serebri anterior, segmen distal arteri karotis interna, arteri komunikans posterior, segmen proksimal (P1) arteri serebri posterior, dan basilar tip. Penurunan aliran darah di pembuluh darah besar akibat stenosis yang berkembang lambat di
bawah sirkulus Willisi biasanya dapat dikompensasi oleh peningkatan aliran kolateral di sekitar sirkulus, sehingga infark hemodinamik tidak terjadi. Namun, ada banyak variasi anatomis sirkulus Willisi dengan salah satu atau beberapa segmen arteri penyusunnya mengalami hypoplasia atau tidak ada. Kombinasi yang tidak menguntungkan antara stenosis pembuluh darah besar dan varian anatomis sirkulus Willisi yang tidak memungkinkan aliran kolateral yang adekuat dapat menimbulkan infark hemodinamik.16 4. Anastomosis Kalosal Sirkulasi serebri anterior dan posterior secara anastomosis berhubungan dengan arteri kalosal. Karena itu, bila arteri serebri anterior teroklusi, darah dari arteri serebri posterior dapat terus menyuplai regio sentral.16 5. Anastomosis Leptomeningeal Lebih lanjut, cabang-cabang arteri serebri anterior, arteri serebri posterior, dan arteri serebri media secara anastomosis berhubungan satu sama lain melalui arteri-arteri piamater dan arachnoid. Juga terdapat anastomosis leptomeningeal yang menghubungkan cabang ketiga arteri serebeli utama.16 D. VENA OTAK 1. Vena Otak Superfisial dan Profunda
Vena-vena otak , tidak seperti vena pada bagian tubuh lainnya, tidak berjalan bersama dengan arteri. Teritori arteri serebri media tidak sama dengan area drainase vena serebral. Darah vena dari parenkim otak melewati ruang subarachnoid dan ruang subdural di dalam vena kortikal yang pendek yang memiliki anatomi relatif sama : vena-vena tersebut meliputi vena anastomotika superior (Trolard), vena dorsalis superior serebri, vena media superfisialis serebri, dan vena anastomotika inferior (Labbe) pada permukaan lateral lobus temporalis (Gambar 9).16 Darah vena dari regio otak yang dalam, termasuk ganglia basalis dan thalamus, mengalir ke sepasang vena interna serebri dan sepasang vena
basalis
Rosenthlm.
Vena
interna
serebri
terbentuk
oleh
penggabungan vena-vena septum pelusidum (vena septalis) dengan vena talamostriata. Keempat vena ini, dari kedua sisi, bergabung di belakang splenium untuk membentuk vena magna serebri Galen. Dari sini, darah vena mengalir ke sinus rektus mengalir ke dalam sinus rektus dan kemudian kedalam gabungan sinus (confluens sinuum, torcular Heropii), yang merupakan pertautan sinus rektus, sinus sagitalis superior, dan sinus trasversus kedua sisi.16 2. Sinus Dura Vena-vena superfisialis dan profunda serebri mengalir ke dalam sinus venosus kranialis yang terbentuk oleh lipatan ganda membrane dura dalam. Sebagian besar drainase vena dari konveksitas serebral berjalan
dari depan ke belakang di sinus sagitalis superior, yang berjalan digaris tengah di sepanjang perlekatan falks serebri. Pada titik di belakang kepala tempat falks serebri bergabung dengan tentorium, sinus sagitalis superior bergabung dengan sinus rektus, yang berjalan di garis tengah di sepanjang perlekatan tentorium dan membawa darah dari region otak yang dalam. Darah vena dari sinus sagitalis superior dan sinus rektus kemudian didistribusikan ke kedua sinus tranversus di dalam torcular Herophili (“winepress of Herophilus”, dari Herophilus of Alexandria) : dari masingmasing sinus tranversus, darah mengalir ke dalam sinus sigmoideus, yang kemudian berlanjut di bawah foramen jugulare sebagai vena jugularis interna. Sinus umumnya asimetris, dan ada beberapa variasi anatomis pola drainase vena di regio torcular (Gambar 10).16 Darah dari otak tidak hanya mengalir ke sistem jugularis interna tetapi juga melalui pleksus pterigoideus, ke dalam sistem vena viserokranium. Sinus kavernosus, yang terbentuk oleh lipatan ganda duramater di dasar tengkorak, juga mengalirkan sebagian darah vena dari regio basal otak. Sinus ini terutama menerima darah dari lobus temporalis dan dari orbita (melalui vena oftalmika inferior dan vena oftalmika superior). Vena tersebut mengalir ke beberapa kanal vena. Salah satu di antaranya adalah sinus sigmoideus, yang dihubungkan dengan sinus kavernosus oleh sinus petrosus superior dan inferior. Sebagian darah juga memasuki pleksus pterigoideus.16
Peningkatan tekanan vena yang patologis di sinus kavernosus, misalnya, yang disebabkan oleh ruptur aneurisma arteri karotis interna intrakavernosus,
menyebabkan
perubahan
aliran
vena
tersebut,
menimbulkan kemosis dan eksoftalmos.16 E. MALFORMASI ARTERIOVENOSA (AVM) 1. Definisi Malformasi arteriovenosa adalah suatu lesi pada pembuluh darah dimana terbentuk suatu nidus abnormal yang menyebabkan terjadinya shunting patologis pada aliran darah dari arteri ke vena tanpa melalui kapiler.
6,7
Nidus sering diketahui sebagai benda asing pada parenkhim
serebral dan terkadang membentuk lesi berukuran besar yang menempati lobus otak.8 Malformasi
arteriovenosa
pada
otak
merupakan
suatu
konglomerasi dari arteri dan vena yang berdilatasi didalam parenkhim otak, dimana kehilangan organisasi vaskuler yang normal pada level subarteriolar dan kerusakan dari kapiler bed sebagai hasil dari shunting abnormal arteri ke vena tanpa melalui kapiler. Malformasi arteriovenosa dapat terjadi dimana saja di susunan saraf pusat.17 2. Epidemiologi Sekitar 0,1 % dari populasi memiliki AVM serebral, biasanya terjadi pada wanita pada dekade 2-4 dimana 30 – 55 % pasien dengan perdarahan intrakranial demikian halnya dengan anak – anak yang
memiliki AVM serebral. Tujuh puluh persen pasien dengan perdarahan intrakranial yang disebabkan oleh AVM terjadi pada usia 40 tahun. Kurang lebih 300.000 orang ( 1,3 % ) di Amerika Serikat mendapatkan AVM, namun hanya 12 % yang menunjukkan gejala.5,10 Pada saat deteksi, sekitar 15 % pasien adalah asimptomatik, 20 % pasien dengan kejang , dan 65 % pasien dengan perdarahan intrakranial. Sakit kepala sebagai gejala pada kasus tanpa adanya defisit neurologis adalah jarang.5,10 3. Patofisiologi Selama bertahun-tahun, AVM diduga disebabkan oleh kelainan kongenital, namun beberapa penelitian mendapatkan bahwa AVM juga merupakan kelainan yang didapat.8 Aliran darah yang normal mengalir dari jantung melalui arteri besar ke semua area seluruh tubuh. Cabangcabang arteri akan mengecil sampai menjadi suatu kapiler darah, dimana dengan ketebalan satu sel. Capillary bed merupakan tempat dimana terdapat pertukaran oksigen dan nutrien dengan jaringan tubuh dan mengambil barang sisanya. Perjalanan darah dari capillary bed kembali ke jantung melewati vena. Pada AVM, arteri berhubungan secara langsung dengan vena tanpa melewati capillary bed diantara arteri dan vena. Hal ini menimbulkan masalah yang disebut sebagai high pressure shunt atau fistula. Vena tidak dapat
mengendalikan tekanan darah yang datang
secara langsung dari arteri. Vena teregang dan melebar untuk dapat
menampung darah yang berlebihan. Pembuluh darah yang lemah dapat ruptur dan berdarah dan juga dapat berkembang sebagai aneurisma. Jaringan normal disekelilingnya dapat mengalami kerusakan sebagai AVM ``steals`` darah dari area tersebut.10 Sedangkan pada kelainan kongenital,
AVM
serebral
berkembang pada usia gestasi 4 dan 8 minggu. Lesi ini terdiri dari hubungan langsung yang persisten antara inflow arteri dengan vena outflow tanpa melalui bantalan kapiler. Pleksus vaskuler primordial mula – mula berdiferensiasi menjadi komponen aferen, eferen dan kapiler pada bagian rostral otak embrio. Bagian pleksus yang lebih superfisial membentuk saluran vaskuler yang lebih besar menjadi arteri dan vena, sedangkan bagian pleksus yang lebih dalam membentuk komponen kapiler yang melekat pada permukaan otak. Dimulainya sirkulasi ke otak terjadi sekitar akhir usia 4 minggu. AVM muncul akibat hubungan lansung yang persisten antara arteri dan vena embrional dari pleksus vaskuler primitif dengan kegagalan berkembangnya bantalan kapiler. 18 4. Gejala klinis Malformasi arteriovenosa dapat menimbulkan berbagai macam gejala klinis dan gejala yang timbul sesuai dengan lokasinya. Secara klinis lebih dari 50% pasien AVM muncul dengan perdarahan intrakranial, 2025% pasien muncul dengan kejang vokal maupun umum, khususnya pada lesi kortikal supratentorial. Pasien AVM mengalami nyeri lokal pada
kepala akibat peningkatan aliran darah dan nyeri timbul biasanya atipikal serta dapat bersifat difus atau lokal seperti migren. Lima belas pasien AVM mengalami gangguan gerak, berbicara, maupun penglihatan. 8 Gejala klinis yang umum dari AVM akibat dari perdarahan intrakranial menyeluruh akibat ruptur AVM. AVM yang berlokasi dipermukaan otak atau didalam ventrikel
menyebabkan
perdarahan
subarakhnoid atau intraventrikuler dan jarang berakibat gejala fokal. Gejala berikut sering tampak ; (1) Konvulsi; (2) nyeri kepala; (3) defisit neurologis
hemisferik
progresif,
seperti
hemiplegia,
afasia,
dan
hemianopsia homoni ; (4) deteriorisasi mental. Bruit kranial mungkin terdengar pada beberapa kasus. Kecuali sistema galenik, hanya AVM yang
sangat
besar mengakibatkan
kardiomegali atau gagal jantung
kongestif dengan semua tingkat frekuensi. 5. Diagnosis Tingginya angka mortalitas oleh karena AVM maka membutuhkan diagnosis yang akurat. Kemajuan modalitas imejing berkontribusi besar dalam diagnosis perdarahan intraserebral yang disebabkan oleh AVM. CT scan dapat digunakan sebagai alat skrining awal untuk pasien dengan sekualae neurologis berkaitan dengan AVM yang ruptur atau non-ruptur. Dengan modalitas ini dapat ditentukan lokasi lesi, perdarahan akut, hidrosefalus, atau area ensefalomalasia akibat ruptur atau tindakan pembedahan sebelumnya. Pada CT scan non kontras akan memperlihatkan
area hiperdens ireguler sering disertai kalsifikasi pada AVM non-ruptur atau perdarahan akut pada CT scan non kontras apabila terjadi ruptur suatu AVM. Pemberian kontras CT scan akan memperlihatkan area dengan penyangatan yang heterogen (Gambar 11). AVM yang kecil sering terdapat penyangatan homogen, dan tepinya biasanya berbatas tegas. Area
hiperdens yang tampak pada CT scan dengan kontras
dapat
diperkirakan sebagai akibat perdarahan kecil sebelumnya, trombus mural, kalsifikasi kecil, variks, atau faktor lain.5,10,14 MRI lebih superior daripada CT scan dalam menentukan detil makroarsitektur AVM, kecuali apabila terjadi perdarahan akut. Gambaran arsitektural meliputi anatomi nidus, feeding arteri, dan draining vein . MRI lebih sensitif mendeteksi perdarahan subakut. AVM terlihat sebagai struktur menyerupai spon dengan patchy signal loss atau low void, berkaitan dengan adanya feeding arteri dan draining vein pada sekuens T1WI (Gambar 12). Kombinasi MRI dan angiografi menyediakan informasi yang saling melengkapi yang memberikan pemahaman mengenai struktur nidus, feeding arteri dan draining vein secara 3 dimensi. Saat ini MRA tidak dapat menggantikan peran angiografi serebral, pada kasus terjadinya perdarahan akut karena hematom akibat AVM akan mengkaburkan detil struktur AVM, membuat MRA tidak berguna. 5,10,14 Angiografi serebral digunakan untuk evaluasi preoperatif pasien dengan AVM, angiografi dapat memperlihatkan nidus, feeding arteri dan
draining vein. Angiografi dapat menilai aliran dalam nidus AVM, mencari adanya aneurisma merupakan salah satu penilaian evaluasi preoperatif. Disarankan angiografi dilakukan berdekatan dengan waktu operasi karena AVM dapat bertambah besar ukurannya seiring dengan berjalannya waktu.5,10,14 Lokasi, ukuran dan konfigurasi ( kompak versus difus ) nidus ; pola dan lokasi feeding arteri dan draining vein ; dan abnormalitas yang menyertai seperti aneurisma, fistula arterio-vena, stenosis atau oklusi draining vein merupakan semua faktor yang harus dipertimbangkan untuk estimasi tidak hanya resiko eksisi bedah melainkan juga resiko bila tidak dilakukan terapi. Untuk membantu ahli bedah saraf menentukan resiko tindakan bedah digunakan beberapa klasifikasi yang pertama kali dipakai adalah klasifikasi Luessenhop dan Gennarelli. Namun klasifikasi yang digunakan saat ini adalah klasifikasi Spetzler-Martin, klasifikasi ini membantu menentukan estimasi resiko pembedahan dengan melakukan penilaian (Tabel 1).5,10,14,18 Lokasi AVM serebellar dan batang otak perlu dipertimbangkan lebih dalam melakukan reseksi karena lokasi ini merupakan tempat beresiko tinggi untuk terjadinya perdarahan dibandingkan dengan AVM supratentorial. Perlu diperhatikan pula apabila AVM terletak di ganglia basalis atau thalamus karena lokasi ini dengan annual bleed rate sebesar 9,8 % lebih tinggi dibandingkan annual bleed rate pada lokasi lain. 5,10,14,18
Ukuran AVM pada suatu studi 168 pasien dengan riwayat ruptur sebelumnya, ukuran AVM tidak dapat dijadikan acuan untuk memprediksi terjadinya perdarahan di masa mendatang. Studi lain melaporkan AVM ukuran kecil memiliki resiko tinggi untuk terjadinya perdarahan. Spetzler dan kawan – kawan membandingkan tekanan feeding arteri pada AVM kecil dan besar, mereka menemukan tekanan feeding arteri yang tinggi pada AVM kecil dan mengatakan AVM kecil lebih sering berdarah dibandingkan AVM besar. Studi terkini menerangkan bahwa resiko perdarahan 1,5 % pertahun pada AVM grade 4 dan 5 yang merupakan AVM besar. 5,10,14,18 Drainase profunda merupakan faktor resiko tinggi terjadinya perdarahan pada AVM. Nataf dan kawan – kawan melaporkan korelasi kuat antara frekuensi perdarahan dan adanya drainase profunda pada AVM. Pada studi lain dikatakan AVM dengan draining vein tunggal memiliki resiko tinggi untuk terjadinya perdarahan. 5,10,14,18 6. Terapi Terapi AVM otak meliputi embolisasi, bedah mikrovaskuler dan radiasi stereotaktik (radiosurgery) dimana terapi ini dapat digunakan secara tersendiri atau terapi kombinasi dalam pengobatan AVM. 6 Apabila tidak terdapat perdarahan sebelumnya, dokter akan memutuskan
untuk
mengobservasi
pasien,
dengan
menggunakan
antikonvulsan untuk mencegah kejang dan pengobatan untuk menurunkan tekanan darah. Kejadian defisit neurologis dan kematian akibat terapi AVM berkisar sekitar 8%. Sebagian pusat pengobatan, embolisasi pada AVM otak lebih sering digunakan dibandingkan dengan terapi bedah dan biasanya dilakukan sebelum terapi radiosurgery. Secara umum, embolisasi dapat digunakan sebagai tindakan prabedah, radioterapi, kuratif, maupun paliatif. Embolisasi prabedah dapat meningkatkan outcome ( mengurangi angka morbiditas dan mortalitas) terutama pada AVM yang letaknya jauh dari permukaan otak. Selain itu embolisasi dapat memperkecil ukuran nidus
dan
jumlah
aliran
darah
yang
melalui
AVM
sehingga
mempersingkat waktu pembedahan dan mengurangi resiko kehilangan darah yang banyak.6
BAB III PEMBAHASAN
Arteriovenous Malformation (AVM) di otak memperlihatkan gambaran adanya AV shunt , ditandai adanya opasitas yang terlalu awal pada draining veins dan menurunnya waktu transit AV.19 Hal tersebut merupakan hasil hubungan langsung antara arteri dan vena di dalam sirkulasi tanpa melalui capillary bed. Terdapat dua tipe dari hubungan AV : fistulous dan plexiform. Fistulous nidus merupakan hubungan langsung AV dengan caliber yang lebar (Gambar 13), sedangkan plexiform nidus merupakan kumpulan dari banyak vaskuler yang kecil yang disuplai oleh satu atau lebih feeding arteri dan juga mengalir ke satu atau lebih draining vein (Gambar 14), sehingga plexiform nidus dapat terdiri dari satu atau lebih direct fistulas (mixed plexiform-fistulous nidus) (Gambar 15).20 Suatu pemeriksaan angiografi yang lengkap pada otak untuk kasus AVM, terdiri dari ; (1) evaluasi secara selektif pada AVM dan seluruh vaskuler otak menggunakan kateter 4 atau 5 French (Fr); (2) evaluasi yang super selektif untuk mengevaluasi feeding arterial pedicles, nidus dan venous draninage menggunakan mikrokateter yang ditempatkan sampai dengan aspek distal dari feeding arteri.20 AVM di otak diklasifikasikan menjadi tipe superfisial (cortical) dan tipe deep. Tipe cortical AVM di klasifikasikan lagi menjadi tipe sucal, gyral, dan mixed, sedangkan tipe deep AVM diklasifikasikan lagi menjadi subarachnoid, deep parenchimal, plexal dan mixed.19
Sucal AVM menempati subpial space dari sulcus (Gambar 16). Nidus berada di dalam sulcus atau dengan variasi menyebar ke cortex cerebri, subcortical white matter, bahkan sampai ke dinding ventrikel. Sucal AVM diasumsikan dengan bentuk conical atau piramida yang mengisi ruang sulcus. Pada bagian yang paling superfisial dilingkupi oleh meninges, bukan oleh parenkim. Oleh sebab itu, kebanyakan suplai pada bagian superfisial berasal dari arteri meningea. Pial arteri merupakan arteri penyuplai utama yang berakhir di nidus setelah menyuplai cabang-cabang di cortex dan medulla untuk mendekati girus (terminal feeders). Terminal supply ini biasanya merupakan tempat embolisasi yang aman. Pada sucal AVM yang lebih besar menerima suplai dari basal perforating arteri.19 Gyral AVM diselubungi oleh cortex dan biasanya bertipe spherical (Gambar 17). Gyrus biasanya melebar sedangkan sulcus yang didekatnya terkompresi. Suatu gyral AVM yang luas mungkin akan meluas ke subcortical white matter bahkan sampai dengan dinding ventrikel. Suplai arteri utamanya berasal dari cabang-cabang pial yang secara terus menerus disamping AVM menyuplai parenkim yang normal (indirect feeders). Suplai dari meningeal biasanya tidak ada, hal itu dikarenakan cortex diatasnya berada di antara nidus dan meninges. Basal perforating arteri mungkin mensuplai pelebaran yang lebih dalam dari gyral AVM yang luas.19 Mixed
(sulcogyral)
type
biasanya
merupakan
AVM
luas
yang
mengkombinasikan gambaran sucal dan gyral. AVM yang terjadi secara khas melibatkan gyri dan sulci, yang meluas ke sub cortical white matter dan dinding ventrikel. Suplai arteri merupakan kombinasi dari meningeal arteri dan cabang
terminal dari pial bagian sucal, cabang non terminal dari pial bagian gyral, dan juga basal perforating arteri.19 Deep AVM relatif jarang ditemukan (Gambar 18). Deep AVM dapat diklasifikasikan lagi menjadi subarachnoid, deep parenchimal, plexal dan mixed type. Subrachnoid AVM ditemukan di basal cysternal dan fissures, yang disuplai oleh bagian sub arachoid dari arteri coroidal dan perforating arteri. Deep parenchymal AVM berlokasi di deep gray dan white matter seperti di thalamus, basal ganglia, dan corpus callosum. Deep parenchimal disuplai oleh arteri basal perforators, coroidal, basal circumferential dan cabang-cabang medullary pial. Plexal AVM berada intraventrikuler, yang utamanya disuplai oleh choroidal arteri. Mixed deep AVM biasanya besar, yang merupakan kombinasi subarachoid, deep parenchimal dan plexal. Venous drainage biasanya ke deep venous system, meskipun transmedullary venous drainage juga dapat terlihat.19 Penerapan secara rutin dari superselektif angiografi sebagai lanjutan dari selektif angiografi dapat digunakan sebagai dasar pemikiran untuk memperdalam pemahaman tentang angioarsitektur dari AVM di otak. Klasifikasi yang digunakan untuk feeding arteri pada AVM di otak menggunakan pendekatan secara anatomi, geometrik dan hemodinamik untuk merencanakan dan menggambarkan embolisasi yang akan dilakukan. Suplai dari pial disediakan oleh cabang-cabang extracortical (subpial), cortical, medullary dan /atau corticomedullary.
Suplai dari meningeal langsung ke transdural pial anastomosis
(gambar 19). Suplai dari kolateral dapat langsung ke leptomeningeal dan
subependymal anastomosis. Suplai dari arteri choroidal berasal dari bagian ekstraventikuler (fissural, parenchimal) atau intraventrikuler.20,21 Klasifikasi geometrik dari feeding arteri didefinisikan sebagai hubungan antara bagian distal feeder
dengan nidus dan parenkim normal. Tiga tipe
digambarkan pada angiografi superselektif yaitu: terminal, pseudoterminal, dan indirect. Terminal feeder berakhir di nidus yagn berada pada bagian distal dari cabang yang menyuplai otak yang normal. Terminal feeder biasanya besar sehingga memudahkan kateterisasi yang superselektif. Embolisasi yang dilakukan sangatlah aman bila ujung kateter berada di distal dari cabang sampai normal parenkim. Pseudoterminal feeder tampak pada ujung nidus, tetapi biasanya berlanjut sampai melewati parenkim otak yang normal. Bagian distal bukan merupakan bagian yang bisa dilihat dengan angiografi karena adanya aliran yang tinggi ke dalam nidus (sump effect). Gambaran yang ada harus disimpulkan lagi sesuai dengan dasar anatominya. Posisi kateter yang terkalang selama arteriografi superselektif dapat mengakibatkan tidak tervisualisasinya bagian distal. Merubah kondisi hemodinamik selama proses embolisasi dari suatu pseudoterminal feeder dapat mengakibatkan material emboli menyumbat bagian distal sampai ke otak normal, yang menghasilkan komplikasi berupa iskemik. Indirect feeder merupakan cabang ke nidus yang berasal dari arteri yang melewati bagian proksimal nidus ketika menyuplai otak yang normal (Gambar 20). Indirect feeder biasanya kecil dan pendek, membentuk sudut yang tajam dari pembuluh utama. Kateterisasi secara superselektif sering kali dapat dikerjakan, tetapi
tetaplah sulit. Pembuluh darah utama mungkin melebar lebih besar dari indirect feeder.19,20 Feeding arteri dapat diklasifikasikan secara hemodinamik kedalam dominan atau supplementary feeders tergantung dari banyaknya aliran. Dominant feeders yang menyuplai sebagian besar nidus mempunyai gambaran yang besar dan membawa banyak aliran dibandingkan supplementary feeders. Baik dominant maupun supplementary feeders dapat berasal dari area vaskuler yang sama atau berbeda. Kebanyakan dari AVM di otak terdiri dari gabungan dua tipe tersebut.19 Nidus merupakan daerah antara bagian yang paling distal dari arterial feeders dengan aspek proksimal dari draining veins. AV shunting terjadi pada bagian tersebut dan merupakan target utama dari embolisasi. Hilangnya gambaran nidus merupakan hasil yang diharapkan dalam terapi.20 Kebanyakan dari AVM di otak mempunyai nidus yang homogen, berbatas tegas, tepi licin, dan bercirikan adanya feeding arteri serta draining veins. Sebagian kecil dari AVM di otak mempunyai gambaran difus dengan tepi yang tidak tegas. Angiogenesis dihubungkan dengan watershed transfer yang menjadikan gambaran difus pada AVM. Ukuran dari nidus mempunyai variasi yang sangat banyak. Bentuk dari AVM tersebut menggambarkan anatomi di sekitarnya. Sucal AVM biasanya berbentuk kerucut , gyral dan subcortical white matter AVM biasanya berbentuk bulat, sedangkan deep AVM mempunyai bentuk bervariasi berdasarkan lokasinya ( callosal, cisternal, dsb). AVM yang besar mempunyai bentuk yang lebih komplek karena melibatkan banyak struktur anatomi di dalamnya.19
Superselektif angiografi menyebabkan adanya konsep tentang nidal vascular compartement, yang didasarkan dari vaskuler intranidal terdiri dari satu atau lebih feeding arteri yang menyuplai AV shunting dengan draining veins yang unik. Nidus dapat mempunyai satu atau lebih kompartemen dengan ukuran dan aliran yang bervariasi. Hubungan AV di dalam suatu kompartemen bisa berbentuk plexiform, fistulous atau mixed. Pada kompartemen tersebut sering kali terhubungkan secara hemodinamik, sehingga oklusi pada compartemental feeders tanpa oklusi pada compartemental zone pada AV shunting mengakibatkan compartement tersebut masih dapat memberikan vaskularisasi ke unit sebelahnya. Oklusi pada compartement vein dapat meningkatkan resiko nidal rupture. Oleh sebab itu, kateterisasi secara hatihati dalam melihat angioarsitektur dari compartment adalah penting untuk merencanakan suatu embolisasi.19 Studi secara histologi menjelaskan bahwa nidus merupakan suatu sistem yang kompleks dan rumit serta berhubungan dengan saluran vaskuler untuk pengosongan melalui collecting vein yang turtous dan berdinding tipis. Tiga zona telah dijelaskan yaitu nidus, intermediate dan vena. Zona arteri terdiri atas pleksus yang saling berhubungan dan berdinding tebal. Zona intermediate sangat heterogen, terdiri dari empat tipe coiled, yang berhubungan dengan diameter 0,15 sampai dengan 1 mm. Zona vena mempunyai ketebalan dinding 1 sampai 3 mm dan memusat ke draining vein. AV shunt dapat terjadi diantara zona arteri dan intermediate.20 Lokasi dari AVM di otak biasanya dapat memprediksi pola dari venous drainage; bagaimanapun juga banyak sekali variasinya. Cortical AVM (sucal dan
gyral) secara khas dialirkan melalui vena cortical ke dural sinus yang terdekat. Dengan adanya perluasan ke subcortical maupun ke ventrikuler seringkali mempunyai
dua
venous
drainage
yaitu
superfisial
(cortical)
dan
deep
(subependymal). AVM sentral biasanya dialirkan ke deep venous system. Bagaimanapun juga, pola yang tidak diharapkan seperti transcerebral cortical venous drainage dari deep AVM atau deep venous drainage dari cortical AVM, mungkin dapat terlihat sekitar 30%. Variasi ini menggambarkan kolateral vena yang terbentuk setelah terjadi oklusi dari venous drainage yang asli. 20 Aspek penting dari nidal venous drainage termasuk variasi anatomi vena, kolateral venous drainage dan high-flow angiopathy (Gambar 21). Variasi anatomi dari venous drainage terbentuk untuk merespon efek hemodinamik seperti adanya vena embrionik serta variasi dari vena serebral dan dural sinus. Kolateral venous drainage muncul sebagai respon obstruksi dari pembentukan rute baru dari venous drainage, baik secara ipisilateral, kontralateral maupun transserebral. Hal ini terjadi mungkin karena kompresi vena secara mekanik atau stenosis vena atau thrombosis vena karena high-flow angiopathy. Berkurangnya pembentukan dari kolateral venous drainage mungkin disebabkan oleh adanya hipertensi vena, aneurisma vena, dan ektasis vena (varix) proksimal yang menyebabkan obstruksi, khususnya pada high flow AVM . Gejala klinis yang mungkin ada karena adanya kompresi langsung pada otak maupun saraf kranialis oleh varix, kejang atau defisit neurologis dapat muncul dari hipertensi vena dan perdarahan dari ruptur AVM.19,20
Flow-directed mikrokateter digunakan untuk embolisasi dengan bahan embolan cair yang sudah di rancang untuk aspek keamanan maupun kehandalannya sehingga dapat menjangkau bagian yang paling distal dari sirkulasi intrakranial. Mikrokateter maupun guide wire mempunyai bagian dengan tingkat kelembutan yang berbeda. Bagian proksimal mempunyai ciri yang kaku dan berdinding tebal untuk mempermudah melakukan gerakan longitudinal maupun memutar. Bagian tengah mempunyai dinding yang lebih tipis dan lebih fleksibel tetapi masih bisa untuk dilakukan gerakan mendorong. Bagian distal merupakan bagian yang paling kecil dengan diameter 1.3 – 1.8-Fr , berdinding tipis, sangat lembut dan fleksibel. Mikrokateter mempunyai selubung luar yang hydrophilic untuk menurunkan thrombogenicity sehingga dapat digunakan untuk memasuki pembuluh darah yang kecil dan berkelok-kelok, serta dapat mencegah adesi dengan bahan emboli. Guidewire yang di dirancang untuk arteri serebral (0,008-0,014-inch) mempunyai bagian distal yang sangat fleksibel dan lembut. Guidewire juga terlindungi oleh selubung hydrophilic untuk menurunkan friksi dengan kateter.20 Tehnik terbaru embolisasi AVM memungkinkan mikrokateter menuju ke aspek yang paling distal dari feeding arteri yang menyuplai nidus. Guide kateter pertama-tama ditempatkan di distal servikal aspek dari arteri karotis interna atau vertebralis. 6-Fr guide kateter disarankan
untuk memudahkan menginjeksikan
kontras ketika mikrokateter dimasukkan, akan tetapi 5-Fr guide kateter lebih aman digunakan pada arteri vertebralis yang kecil. Rotating hemostatic valve digunakan sebagai sumbu mikrokateter untuk dapat secara kontinyu membilas guide kateter
dengan heparin saline. Pemberian heparin diperlukan untuk mencegah terjadinya tromboemboli maupun aliran yang lambat. Mikrokateter (1.5 atau 1.8.Fr) dengan ujung distal yang melengkung (bentuk “J”) dimasukkan ke arteri cerebral dengan panduan fluoroskopi substrak (road-map). Ada dua tehnik untuk navigasi intrakranial , yaitu flow directed dan guide wire assisted. Flow directed navigation menggunakan aliran arteri untuk menarik distal kateter yang fleksibel maju ke depan. Ujung kateter biasanya akan masuk ke aliran yang paling kencang, dimana biasanya disitulah letak feeder ke AVM. Selain itu control juga dilakukan dengan menginjeksikan kontras secara berlahan (puffing) untuk memilih cabang arteri mana yang akan dipilih. Untuk guidewire assisted navigation, guidewire 0,008-inch dimasukkan sampai ke distal dari mikrokateter untuk menambah daya dorong dan merubah bentuk ujung kateter.22 Sekitar 10 % dari embolisasi AVM di otak mengalami defisit neurologis yang permanen .23 Kebanyakan dari penyebab defisit neurologis ini disebabkan oleh embolisasi yang dilakukan di cabang dari AVM feeder yang menyuplai parenkim otak normal.20 Cabang – cabang tersebut mungkin tidak kelihatan selama proses angiografi superselektif dikarenakan oleh tingginya aliran darah ke nidus (sump effect), sehingga dapat teroklusi selama proses embolisasi karena terdapat perubahan hemodinamik. Provocative test (Superselektif Wada Tes) digunakan untuk mencegah komplikasi embolisasi tersebut, meskipun ada perbedaan pendapat tentang hal tersebut, dimana beberapa ahli menyatakan bahwa provocative test tidak diperlukan. 20 Short-acting barbiturate (amobarbital) di injeksikan intra arteri melalui mikrokateter di tempat yang direncanakan akan dilakukan embolisasi. Jika terdapat
defisit neurologis (transient) , maka embolisasi kontraindikasi dilakukan di tempat tersebut. Amobarbital secara prinsip memberikan efek pada gray matter (GABA reseptor) dan tidak memberikan efek pada white matter. Kemudian muncul provocative test menggunakan lidokain yang dapat menginhibisi gray maupun white matter dengan mem-blok sodium channel, sehingga dapat mendeteksi defisit neurologis yang tidak dapat dideteksi menggunakan amobarbital.20 Para ahli yang berpendapat bahwa provocative test tidak diperlukan mempunyai alasan jika kontras tidak masuk ke cabang arteri otak yang normal selama tindakan angiografi superselektif
maka zat provocative juga tidak akan masuk, sehingga akan
memberikan hasil yang negatif.20 Meskipun terdapat perbedaan pendapat mengenai provocative test , dalam perspektif medicolegal provocative test tetap diperlukan apabila terjadi komplikasi yang serius setelah tindakan embolisasi.20 Secara umum terdapat tiga bahan emboli, yaitu solid occlusive devices (coils, silk, threads, balloons), particulates (polyvinyl alcohol (PVA) particles), dan liquids (cyanoacrylates, Onyx, ethanol).
Solid occlusive devices digunakan untuk
mengoklusi direct AV fistula yang besar. Particulates embolan menggunakan PVA telah digantikan oleh cairan N-butyl cyanoacrylate (NBCA) pada kebanyakan center, sedangkan liquid embolan yang paling direkomendasikan oleh Food and Drug Administration (FDA) adalah Onyx.24 PVA merupakan embolan yang paling sering digunakan sebelum liquid embolan sering digunakan seperti NBCA dan Onyx. Partikel PVA mempunyai ukuran yang bervariasi dari 50 sampai 1000 µm, mempunyai sifat yang tidak radiopak
sehingga harus dicampur dengan kontras pada saat pemberiannya. PVA sering kali dikombinasikan dengan coils dan silk, terutama pada AV shunt yang lebar.24 PVA memiliki kelemahan seperti yang diungkapkan oleh sorimachi et al. , bahwa mereka menemukan 43% AVM di otak post embolisasi dengan PVA bertambah besar ukuran nidusnya, hal ini disebabkan bahwa PVA lebih mengumpul dan mengoklusi arteri feeder dari pada nidusnya .25 Sebagai tambahan , histopatologi analisis mengungkap bahwa post embolisasi di dalam lumen berisi kumpulan partikel embolan dengan thrombus dari pada lumen yang penuh dengan PVA. Hal ini mungkin mengungkapkan alasan kenapa AVM yang telah mengalami obliterasi komplet setelah embolisasi dengan PVA dapat muncul kembali.25 Meskipun begitu, pada suatu penelitian terungkap bahwa PVA masih mempunyai tingkat keefektifan yang sama dengan NBCA dalam embolisasi preoperatif pada AVM di otak.20 N-Butyl cyanoacrylate (NBCA) mempunyai banyak kegunaan untuk embolisasi AVM di otak. Cairan monomer dapat diinjeksikan melalui mikrokateter flow-directed yang kecil (1.5 dan 1.8-Fr) sehingga dapat diposisikan di distal feeder arteri atau di dalam nidus, dengan demikian dapat mengurangi resiko terjadinya embolisasi pada cabang arteri yang normal. 20
NBCA monomer mengalami
exothermic polymerization catalized yang cepat oleh nucleophiles yang ditemukan di darah dan endothelium vaskuler untuk membentuk sifat yang adesif . Pembuluh darah secara permanen akan teroklusi ketika polimer secara penuh mengisi lumen. NBCA merangsang adanya respon inflamasi dari dinding pembuluh darah dan jaringan di sekitarnya sehingga menimbulkan nekrosis pembuluh darah dan pertumbuhan
jaringan fibrous kedalam. Respon secara histologis inilah yang mengkontribusi terjadinya oklusi permanen oleh NBCA. Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Wikholm yang mengikuti perkembangan 12 pasien post embolisasi AVM di otak dengan NBCA yang dilakukan evaluasi dengan angiografi antara 4 sampai 78 bulan dengan hasil tidak didapatkan rekanalisasi (Gambar 22).26 Pemberian NBCA biasanya di bawah conscious sedation dari pada dengan general anastesi , hal ini dilakukan supaya tetap dapat dilakukan provocative test. NBCA , ethiodol dan tantalum disiapkan menggunakan sarung tangan steril dan pada meja steril yang terpisah, hal ini untuk mencegah kontaminasi dengan katalis ionik. Konsentrasi NBCA adalah sekitar 25-33%, dibuat dengan cara mencampur 1 cc NBCA dengan 2 – 3 cc ethiodol dalam gelas. Serbuk tantalum digunakan untuk meningkatkan radiopasitas dari embolan yang akan diinjeksikan. Mikrokateter kemudian diirigasi menggunakan larutan dextrose 5 % untuk menghilangkan katalis ionik dari lumen, selanjutnya NBCA yang telah diencerkan tadi di injeksikan secara berlahan ke dalam nidus selama 15-60 detik dibawah kontrol fluoroskopi substraksi yang kontinyu. Kecepatan injeksi disesuaikan sehingga tidak menimbulkan reflux, jika NBCA masuk ke draining vein maka injeksi dihentikan sementara selama beberapa detik. Injeksi kemudian dilanjutkan dan dilihat apakah masuk ke nidus lagi, jika masuk ke vena lagi maka injeksi dihentikan. Injeksi juga dihentikan jika terjadi reflux ke proximal. Setelah selesai dengan cepat mikrokateter harus ditarik kembali dan ujungnya harus di diawasi dengan fluoroskopi. Kemudian dilakukan angiografi post tindakan embolisasi (Gambar 23).20
Onyx merupakan embolan cair yang sudah dicampur sebelumnya yang terdiri dari ethylene-vinyl alcohol copolymer (EVOH) dan tantalum powder (untuk radioopasitas) yang terlarut di dimethyl sulfoxide (DMSO). Onyx merupakan embolan yang kohesif dan tidak adhesif. Terdapat dua konsentrasi EVOH yaitu Onyx 18 (6% EVOH) dan Onyx 34 (8% EVOH). Onyx 18 dapat masuk lebih dalam ke dalam nidus karena memiliki viskositas dan precipitation rate yang rendah. Onyx 34 direkomendasikan untuk mengemboli high-flow fistula. Kedua formula tersebut membutuhkan waktu sekitar 5 menit untuk menjadi solid. DMSO dipilih sebagai pencampur karena dapat cepar bercampur dan mempunyai efek fisiologis pada manusia yaitu angiotoksik. DMSO dengan angiotoksisitasnya mempunyai efek lanjutan berupa vasospasme, angionekrosis, arterial trombosis, dan ruptur vaskuler.20 Pada saat pemberian Onyx (Gambar 24) , pasien dapat merasakan sakit , oleh karena itu seringkali general anastesia diberikan. Onyx yang akan diberikan harus dikocok terlebih dahulu dengan kuat selam 20 menit untuk tercampurnya tantalum secara maksimal. Kateter di flush menggunakan normal saline kemudian dead space diisi menggunakan DMSO, kemudian Onyx dimasukkan menggunakan 1 cc syringe dengan kecepatan 0,25mL/90 sec. Injeksi dilanjutkan dengan kecepatan 0,1 mL/min ketika Onyx mulai keluar dari mikrokateter. Jika terjadi refluks ke proximal makan injeksi dihentikan selama 30 detik kemudian dilanjutkan kembali, demikian juga pada saat masuk ke draining vein.20 Setelah dilakukan embolisasi pasien dirawat di neurointensive care unit selama 24 jam dan biasanya diperbolehkan pulang pada hari kedua post embolisasi.
Hipotensi ringan biasanya terjadi 24 jam pertama pada pasien dengan AVM yang luas dan high-flow. Embolisasi tambahan bisanya dilakukan untuk AVM yang luas dan high-flow setiap tiga sampai empat minggu.20 Komplikasi post embolisasi adalah periprocedural hemorrhage dan ishemic stoke. Terdapat beberapa kasus periprocedural hemorrhage , hal ini disebabkan faktor teknis yang disebabkan oleh kateter dan guidewire yang menyebabkan perforasi arteri, dissection, ruptur aneurisma, trauma vaskuler pada saat penarikan dan terembolisasinya venous outflow . Ischemic stroke dapat timbul dari retrograde thrombosis dari feeding arteri yang stagnan kedalam cabang arteri yang normal.20
BAB IV KESIMPULAN
AVM di otak merupakan kelainan vaskuler pada sistema saraf pusat yang sangat jarang dengan morbiditas dan mortalitas jangka panjang yang signifikan. Embolisasi menjadi terapi pilihan yang sangat penting dan biasanya dikombinasikan operasi maupun stereotactic radiosurgery. Bagaimanapun juga resiko yang ada harus tetap menjadi pertimbangan utama dalam suatu rencana terapi. Suatu team multidisiplin yang berpengalaman diperlukan untuk penanganan AVM di otak secara optimal. Perkembangan teknologi embolan yang cepat diharapkan dapat menekan efek yang timbul dari embolisasi pada AVM di otak, demikian juga dengan perkembangan mikrokateter dan guidewire yang memungkinkan untuk melakukan superselektif kateterisasi sampai distal arteri di otak. Hal inilah yang dapat memberikan gambaran yang optimal tentang angioarsitektur AVM sehingga dapat dilakukan embolisasi dengan tepat dan efektif.
DAFTAR PUSTAKA
1. Fleetwood IG, Steinberg GK. Arterovenous Malformations. Lancet. Mar 9 2002;359(9309) :863-73 2. Luessenhop AJ, Gennarelli TA. Anatomical Grading of Supratentorial Arteriovenous Malformations fot Determining Operability.Neurosurgery 1977;1(1):30-5 3. Wolpert SM, Stein BM. Catheter Embolization of Intracranial Arteriovenous Malformation as an Aid to Surgical Excision.Neuroradiology 1975;10(2):7385 4. Serbinenko FA, Balloon Catheterization an Occlusion of Major Cerebral Vessels. J Neurosurg 1974;41(2):125-45 5. Haaga JR. Cerebral Aneurysm and Vascular Malformations. CT and MR Imaging of the Whole Body. 4th Edition. Philadelphia, Mosby. 2002 : 292 – 308 6. Higashida RT. What is Arteriovenous Malformation (AVM) ?. American Stroke Association 2006 ; 1-8 7. Brown RD Jr, Wiebers DO, Torner JC. The Epidemiology of Brain Arteriovenous Malformation in Olmstead County, Minnesota, 1965 to 1992. Neurology 1996;46:949-52 8. Picard L. Brain Arteriovenous Malformation : Technique and results of endovascular treatment. Available at www.star-program.de 9. Gilman S. Imaging of the Brain, fist of two part. Downloaded from www.nejm.org at University of Wisconsin on December 6, 2004 10. Zuccarello M, Mc Mahon N. Arteriovenous Malformation ( AVM ). Available on : http ://www.mayfieldclinic.com.2010 11. Niazi TN, Klimo P, Anderson RC, Raffel C. Diagnosis and Management of Arteriovenous Malformations in Children. J Neurosurg 2004 ; 101 (1) : 18-24
12. Uflacker, Renan. Atlas of Vascular Anatomy : An Angiographic Approach, 2nd Edition. Sao Paolo, Lippincott Williams & Wilkins. 2007 : 6-69 13. Harnsberger R, Osborn AG, Ross J, Mc Donald A. Diagnostic and Surgical Imaging Anatomy, 1st Edition. Canada, Amirsys. 2002 : 274-363 14. Grainger RG, Allison DJ. Skull and Brain : Methods of Examination and Anatomy. Diagnostic Radiology : A Textbook of Medical Imaging, 5 th Edition. Philadelphia, Churcill Livingstone. 2008 : 1245-70 15. Goetz CG. Textbook of Clinical Neurlogy. Edisi 3. Philadelphia : Saunders; 2007 16. Baehr M. Diagnostik neurologi Duus : Anatomi, fisiologi, tanda, gejala.Alih bahasa alifa dimanti. Editor bahasa Indonesia : Wita.J.Suwono.Ed.4. Jakarta,EGC.2010 : 385-91 17. Friedlander RM. Arteriovenous Malformations of the Brain, N Engl J Med. 2007;356:2704-12 18. Baskaya, Mustafa K. Cerebral Arteriovenous Malformations. Clinical Neurosurgery, volume 53. Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins. 2006 : 114-41 19. Valavanis A. The Role of Angiography in The Evaluation of Cerebral Vascular Malformations. Neuroimaging Clin N Am 1996;6(3):679-704 20. Hurst RW, Rosenwasser RH. Interventional Neuroradiology. New York. Informa. 2008 : 276-99 21. Geibprasert S, et al. Radiologic Assesment of Brain Arteriovenous malformations : What Clinicians Need to Know. RadioGraphics 2010:30;483501 22. Richling B, Killer M. Endovascular Management of Patient with Cerebral Arteriovenous Malformations. Neurosurg Clin N Am 2000;11(1):123-45 23. The Arteriovenous Malformation Study Group.Arteriovenous Malformations of The Brain in Adults. N Engl J Med 1999; 340(23): 1812-18
24. Howington JU, Kerber CW, Hopkins LN.Liquid Embolic Agent in The Treatment of Intracranial Arteriovenous Malformations.Neurosurg Clin N Am 2005;16(2):355-63 25. Sorimachi T,et al.Embolization of Cerebral Arterivenous Malformations Achieved with polyvinyl Alcohol Particles : Angiographic Reappeareance and Complications.AJNR Am J Neuroradiol 1999;20(7):1323-28 26. Wikholm G. Occlution of Cerebral Arteriovenous Malformations wih N-butyl cyano-acrylate is Permanent. AJNR Am J Neuroradiol 1995;16(3):479-82
LAMPIRAN
Gambar 1. Skematik a. karotis interna, a. karotis eksterna, a. vertebralis dan topografinya di leher dan otak.9
Gambar 2. DSA lateral a. karotis interna kanan menunjukkan segmen a. karotis interna.13
A
B
Gambar 3. Submentoverteks menunjukkan sirkulus Willisi dan komponen saraf otak, segmen A1 berjalan di superior N. optikus. B. potongan sagital melalui fissura interhemisfer, segmen A2 berjalan naik di depan ventrikel 3 dan segmen A3 berjalan mengikuti kelengkungan genu korpus kalosum.13
A
B
Gambar 4. A. Submentoverteks memperlihatkan topografi a. serebri media. B. a. serebri media berjalan di dalam fissure Sylvii terbagi menjadi segmen M1-M4, a. lentikulostriata berasal dari permukaan superior M1 mensuplai ganglia basalis dan kapsula eksterna.13
Gambar 5. Arteri pada basis kranii. 16
A
B
Gambar 6 . A. a. serebri posterior memiliki cabang perforating , koroidal dan kortikal. B. a. serebri posterior mensuplai lobus oksipitalis, segmen P1 dimulai dari bifurfikasi basilar sampai PCoA junction, segmen P2 di posterolateral midbrain, segmen P3 di belakang midbrain.13
Gambar
7. Anastomosis arteri-arteri di otak. Diperlihatkan jalur kolateral berikut
ini : Kolateral dari sirkulasi arteri karotis eksterna ke arteri karotis interna : 1. Arteri karotis eksterna –arteri fasialis-arteri angularis-arteri carotis interna; 2. Arteri karotis eksterna-arteri temporalis superfisialis-arteri angularis-arteri karotis interna; 3. Kolateral dari eksterna ke sirkulasi vertebralis : arteri karotis eksterna-arteri oksipitalis-arteri vertebralis; 4. Sirkulus Willisi; 5. Kolateral leptomeningealis antara arteri serebri anterior, media dan posterior.16
Gambar 8. Sirkulus Willisi.16
Gambar 9. Vena-vena otak.16
Gambar 10 . Sinus Venosus Durae.16
Gambar 11. CT scan kepala aksial dengan kontras memperlihatkan struktur tubular yang tidak beraturan di lobus parietal sinistra, yang pada temuan merupakan nidus. Terdapat pula gambaran perdarahan intraventrikel. 21
Gambar 12. oksipital.
MRI T1WI kepala sagital memperlihatkan AVM yang luas di
21
Gambar 13. Fistulous AVM besar (panah besar, A dan B). Aneurisma arteri kecil (panah kecil, A). Ektasia vena (kepala panah, B). Aneurisma vena (panah kecil, C dan D).20
Gambar 14. Plexiform AVM (Kepala panah, A B dan C). (A) AP angiogram. (B) Lateral angiogram. (C) Superselektif angiogram (ujung mukrokateter, panah). (D) Lateral angiogram post embolisasi (residual nidus, panah). 20
Gambar 15. Mixed plexiform (A, kepala panah) dan fistulous (B, panah) nidus.20
Gambar 16. Sucal AVM. (A) Triangular nidus (panah) pada lateral angiogram. (B) NBCA pada nidus (panah) pada CT kepala non kontras.20
Gambar 17. Gyral AVM. Axial T2-weighted MRI (A) dan lateral angiogram(B) memperlihatkan gyral AVM yang kecil (panah).20
Gambar 18. Deep AVM (panah lebar A dan B) pada lateral angiogram (A) dan axial T2-wieghted MRI (B). Menggambarkan adanya vena ektasi (kepala panah, A) dan aneurisma vena (panah kecil, A).20
Gambar 19. Karotis eksterna menyuplai AVM dari meningea media (panah,B) dan cabang oksipital (kepala panah,B).20
Gambar 20.
Pada saat embolisasi plexiform AVM. (A) AP angiogram
memperlihatkan superfisial (panah,A) dan deep (kepala panah,A) venous drainage. (B) Lateral angiogram memperlihatkan vena ektasi (kepala panah, B) dan aneurisma vena (panah,B). (C) Lateral superselektif angiogram memperlihatkan suplai (kepala panah, C) ke nidus (panah besar,C). (D) lateral angiogram memperlihatkan residual nidus setelah embolisasi (kepala panah, D).20
Gambar 21. High-flow AVM yang luas dengan left transverse sinus occlution (A, panah) dan right sigmoid sinus stenosis (B, panah) yang menyebabkan hipertensi dan gangguan kognitif.20
Gambar 22.
Kuratif AVM embolisasi. (A) Lateral angiogram memperlihatkan
oksipital AVM nidus (panah). (B) Superselektif angiogram (panah, ujung mikrokateter). (C danD) AP dan Lateral post embolisasi memperlihatkan obliterasi yang komplet dari nidus.20
Gambar 23.
Nidal pseudoaneurism dengan perdarahan. (A,B) AP dan lateral
angiogram memperlihatkan plexiform cerebellar AVM. (C) Superselektif superior serebelar angiogram memeperlihatkan nidal pseudoaneurism yang luas (panah) dan nidal aneurysm kecil (kepala panah). (D) Pseudoaneurysm dan superior nidus (panah, ujung mikrokateter). (E) NBCA pada pseudoaneurysm (panah) dan superior nidus (kepala panah). (F) Lateral angiogram post embolisasi. 20
Gambar 24.
Angiogram pada saat embolisasi dengan Onyx. (A) Onyx (kepala
panah) dan ujung kateter (panah). (B) Lateral angiogram pada saat embolisasi.20
Tabel 1. Grading Arterio-vena Malformasi untuk Prediksi Komplikasi Neurologis dari Pembedahan menurut Spetzler-Martin.18
Keterangan : AVM grade 1-5 sesuai dengan total poin. AVM grade 1 adalah AVM yang kecil, lokasinya di daerah non-eloquent, draining vein di superfisial. AVM grade 5 adalah AVM besar, lokasi di daerah eloquent, draining vein di profunda.
Tabel 2. Tujuan dari evaluasi angiografi secara selektif pada AVM di otak.20 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Daerah arteri yang menyuplai AVM Feeding pedicles High-flow arteriopathy (stenosis, ektasis, aliran –berhubungan dengan aneurisma) Nidus (ukuran, bentuk, lokasi, aliran, fistula, ektasis, aneurisma) Venous drainage (daerah, deep, superficial) Individual draining veins High-flow venous angiopathy (dural sinuses, stenosis vena, oklusi dan varises) Venous drainage pada parenkim otak yang normal
Tabel 3. Tujuan dari evaluasi angiografi secara superselektif pada AVM di otak.20 1. 2. 3. 4. 5.
Distal feeding pedicles (anatomi, aneurisma, geometri, hemodinamik) Arterionidal junction Nidus (kompartemen, direct AV fistulas, plexiform regions, intranidal ectasias, dan aneurisma) Venonidal junction Aspek proximal dari draining veins