Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 5E Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Prestasi Belajar Fisika Siswa Kelas X-Keperawatan SMK Kesehatan BIM Probolinggo Elies Septiana Sari, Asim, Yudyanto Jurusan FMIPA Universitas Negeri Malang Email :
[email protected] ABSTRAK: Berdasarkan hasil observasi aktivitas dan prestasi belajar siswa ± 58,82% berada dibawah standar. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, 38,24% siswa pada mata pelajaran fisika belum memperoleh nilai KKM yang telah ditentukan sekolah yaitu 75. Salah satu upaya untuk memecahkan permasalahan tersebut diterapkan suatu pembelajaran konstruktivisme yaitu pembelajaran model Learning Cycle 5E. Jenis penelitian adalah Tindakan Kelas. Penelitian berlangsung dalam dua siklus. Adapun tujuan penelitian ini adalah mengetahui bagaimana keterlaksanaan penerapan model pembelajaran Learning Cycle 5E, bagaimana model pembelajaran Learning Cycle 5E dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan catatan lapangan, lembar observasi, dan tes. Analisis data dalam penelitian ini besifat kualitatif (berupa kata atau kalimat) dan kuantitatif (berupa angka). Kesimpulan dari penelitian ini adalah terjadi peningkatan keterlaksanaan pembelajaran sebesar 8,70%, peningkatan aktivitas siswa pada aspek afektif sebesar 18,34%, sedangkan untuk aspek psikomotor sebesar 16,53%, dan peningkatan pada prestasi belajar siswa sebesar 22,58%. Kata kunci: Model Pembelajaran Learning Cycle 5E, Aktivitas Siswa, prestasi belajar
PENDAHULUAN Fisika merupakan bagian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berhubungan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis, sehingga proses pembelajarannya bukan hanya sekedar penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Sebagaimana yang telah tercantum dalam kurukulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), bahwa proses pembelajaran IPA ditandai oleh munculnya metode ilmiah yang terwujud melalui serangkaian kerja ilmiah, nilai dan sikap ilmiah. Hal ini peserta didik harus mampu mengembangkan pengalamannya untuk dapat merumuskan masalah, menyusun dan mengajukan hipotesis, merancang eksperimen, menguji hipotesis melalui eksperimen, mengumpulkan data, mengolah dan menafsirkan data. Pembelajaran yang dilakukan diharapkan siswa dapat memenuhi Standart Kompetensi Kelulusan (SKL) yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan tuntutan kurikulum (Depdiknas, 2006). 1
2
Model pembelajaran yang digunakan dalam proses belajar mengajar memiliki peranan penting dalam menentukan keberhasilan dalam belajar. Oleh karena itu guru dituntut agar dapat menerapkan model pembelajaran yang efektif dan efisien yang dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Manfaat dari model pembelajaran adalah untuk meningkatkan suasana belajar yang lebih kondusif dengan lebih melibatkan aspek-aspek kecerdasan siswa atau dengan kata lain siswa diarahkan untuk melakukan aktivitas pembelajaran mandiri dengan pengawasan secara proposional oleh guru (Sayuti, 2012). Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru fisika SMK Kesehatan BIM Probolinggo, diketahui ada beberapa kendala dalam melaksanakan proses pembelajaran dalam aspek afektif yaitu kurangnya kerja sama, kurangnya menghargai pendapat teman, tidak berani mengajukan pendapat, dan tidak berani menjawab pertanyaan. Sedangkan, pada aspek psikomotor yaitu melakukan percobaan sesuai prosedur masih rendah atau kurang, kurang tanggap dalam melaksanakan tugas, dan kurangnya kerja sama kelompok. Sehingga, aktivitas siswa masih rendah. Berdasarkan data Kriteria Ketuntasan Minimal kelas X-Keperawatan di SMK Kesehatan BIM Probolinggo bahwa standar ketuntasan belajar minimal untuk mata pelajaran fisika adalah 75, namun pada kenyataannya dilihat dari nilai rata-rata UH masih dibawah nilai KKM yaitu 72,97 (Tabel 1.1). Berdasarkan informasi yang diperoleh tidak tercapainya ketuntasan belajar siswa karena pada kegiatan belajar mengajar lebih berpusat kepada guru, sehingga siswa kurang memperoleh pengetahuan secara mandiri. Oleh karena itu perlu usaha perbaikan agar siswa dapat lebih aktif dalam proses pembelajaran yang pada akhirnya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Tabel 1.1 Daftar nilai rata-rata ulangan harian siswa
Kelas
UH 1
UH 2
UH 3
Rata-rata
X – Analis Kesehatan
75,14
77,64
73,06
75,28
X – Keperawatan
73,79
73,75
71,36
72,97
X – Farmasi
78,17
79,02
75,00
77,40
Sumber: guru fisika SMK Kesehatan BIM Probolinggo
2
3
Berdasarkan nilai rata-rata ulangan harian siswa diambil kelas XKeperawatan untuk penelitian tindakan kelas. Berdasarkan rata-rata UH dikethui bahwa terdapat 38,24% siswa tidak tuntas dan 58,82% siswa tuntas. Aktivitas siswa dan prestasi belajar siswa dapat meningkat apabila guru dapat meningkatkan kerja sama siswa, meningkatkan sifat menghargai pendapat teman, meningkatkan sifat berani mengajukan pendapat, meningkatkan sifat berani menjawab pertanyaan, meningkatkan tanggap dalam melaksanakan tugas, meningkatkan sifat kerja sama kelompok dengan menggunakan berbagai macam model pembelajaran, memberikan umpan balik kepada siswa. Salah satu alternative untuk pemecahan masalah tersebut adalah dengan menggunakan model pembelajaran yaitu model pembelajaran Learning cycle 5E. Learning cycle 5E merupakan model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student centered), berupa rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa, meliputi pembangkitan minat (engagement), eksplorasi (exploration), penjelasan (explanation), elaborasi (elaboration), dan evaluasi (evaluation) sehingga peserta didik dapat menguasai kompetensikompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif (Suastra, 2009). Aktivitas dalam pembelajaran Learning cycle lebih banyak ditentukan oleh peserta didik sehingga peserta didik menjadi lebih aktif. Dalam proses pembelajaran Learning cycle setiap fase yang baru dan sebelumnya saling berkaitan sehingga membuat peserta didik lebih mudah mengerti serta mampu mengaplikasikan konsep-konsep yang telah mereka pahami pada latihan soal. Learning cycle merupakan model pembelajaran yang berlandaskan pada teori konstruktivistik. Pada pembelajaran teori konstruktivistik menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan proses mengajar. Sehingga proses belajar mengajar lebih berpusat pada siswa dan guru sebagai fasilitator (Soebagio, 2001). Berdasarkan beberapa hasil penelitian terdahulu, model pembelajaran Learning cycle 5E efektif mampu untuk meningkatkan proporsi penurunan jumlah siswa yang mengalami miskonsepsi (Taufiq, 2012). Hasil penelitian lain juga melaporkan, bahwa model pembelajaran Learning cycle 5E dapat digunakan guru sebagai salah satu alternatif cara untuk meningkatkan kemampuan komunikasi
3
4
matematis siswa (Agustyaningrum, 2010). Penelatian lain juga melaporkan bahwa model pembelajaran Learning cycle 5E dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa (Apriyani, 2010). Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul ”Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 5E untuk Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar Fisika Siswa Kelas X-Keperawatan SMK Kesehatan BIM Probolinggo”. METODE Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research), yaitu penelitian praktis yang bertujuan untuk memperbaiki suatu keadaan pembelajaran di kelas dengan melakukan tindakan-tindakan (Kasbolah, 1999:1). Tindakan yang akan dilakukan adalah penerapan model pembelajaran Learning Cycle 5E. Penelitian ini bertujuan untuk menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan proses mengajar. Sehingga proses belajar mengajar lebih berpusat pada siswa dan guru sebagai fasilitator (Soebagio, 2001). Penelitian tindakan kelas tiap siklusnya terdiri dari tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa, meliputi pembangkitan
minat
eksplorasi
(engagement),
(exploration),
penjelasan
(explanation), elaborasi (elaboration), dan evaluasi (evaluation). Tahap tersebut digambarkan pada Gambar 1. Penelitian ini dilaksanakan di SMK Kesehatan BIM Probolinggo dengan subyek penelitian adalah kelas X-Keperawatan. Data dan sumber data yang diperoleh dari penelitian yaitu, keterlaksanaan pembelajaran Learning Cycle 5E, aktivitas siswa dan prestasi belajar siswa. Instrumen penelitian yang digunakan meliputi perangkat pembelajaran, lembar observasi dan soal tes formatif. Analisis data dalam penelitian ini bersifat kualitatif (berupa kata atau kalimat) dan kuantitatif (berupa angka).
4
5
Perencanaan
Refleksi
Siklus I
Pelaksanaa
Pengamatan
Perencanaan
Refleksi
Siklus II
Pelaksanaan
Pengamatan
Siklus berikutnya Gambar 1 Siklus Model Kemmis & MC Taggart (Sumber: Arikunto 2007)
HASIL DAN PEMBAHASAN Keterlaksanaan Pembelajaran Gambaran keterlaksanaan pembelajaran tiap-tiap tahap pada siklus I dan siklus II ditunjukkan pada Tabel 2 berikut: Tabel 2 Keterlaksanaan Penerapan Model Learning Cycle 5E Pada Siklus I Dan Siklus II Learning Cycle 5E
Siklus I
Siklus II
Engagement Exploration Explanation Elaboration Evaluation
77,00 81,00 76,00 75,00 77,00
84,50 86,50 86,00 85,00 87,50
77,20
86,00
Keterlaksanaan
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa pembelajaran fisika dengan menggunakan model Learning Cycle 5E dapat terlaksana cukup baik pada siklus I dan sangat baik pada siklus II. Hal tersebut dapat dilihat dari persentase keterlaksanaan pembelajaran yakni 77,20% pada siklus I dan 86,00% pada siklus II.
5
Persentase
6
88.00 86.00 84.00 82.00 80.00 78.00 76.00 74.00 72.00 70.00 68.00
84.50
86.50
86.00
87.50 85.00
81.00 77.00
76.00
75.00
77.00 SIKLUS 1 SIKLUS 2
Sintak Pembelajaran Learning Cycle 5E Gambar 3 Grafik Keterlaksanaan Pembelajaran Secara Rinci
Gambar 3 menunjukkan keterlaksanaan pembelajaran model pembelajaran Learning cycle 5E secara secara rinci. Dari Gambar 2 terlihat bahwa pada setiap tahap pembelajaran dalam model pembelajaran Learning cycle 5E mengalami kenaikan persentase keterlaksanaan pembelajaran dari siklus I sampai siklus II. Hal ini mengindikasikan bahwa solusi dari hasil refleksi refleksi I yang dilakukan tepat. Tahap engagement pada siklus II merupakan kelanjutan dari tahapan pada siklus I. Seluruh kegiatan pada tahapan engagement siklus I hampir engagement kelas dipertahankan pada tindakan selanjutnya. Tahap exploration sebagian besar siswa lebih suka bertanya kepada guru tentang langkah-langkah langkah pengerjaan LKS daripada memahami LKS sendiri. Guru mengatasinya dengan menjelaskan bagian yang tidak dimengerti pada tiap tiap-tiap kelompok. Hal ini menjadikan banyak waktu yang terbuang. terbuang. Pembagian kerja kelompok belum memperlihatkan keaktifan siswa. Beberapa siswa terlihat bermain dan bergurau sendiri, sehingga mengandalkan pekerjaan teman satu kelompoknya, menjadikan suasana kelas kurang kondusif. Tahap explanation xplanation belum ada tanggapan pan untuk kelompok yang persentasi. Hal inilah yang menyebabkan persentase keterlaksanaan siklus I masih kurang. Pada siklus II dilakukan usaha perbaikan berupa pengalokasian waktu tersendiri untuk memahami LKS. Menegaskan pada siswa bahwa pengerjaan LKS aakan mendapatkan poin tambahan sebagai nilai tugas. Pada diskusi kelas, setiap 6
7
kelompok diminta untuk memberikan tanggapan atau pertanyaan kepada kelompok lain. Tahap elaboration siswa diminta untuk menerapkan konsep yang sebelumnya telah dipelajari dan di diskusikan secara berkelompok, namun pada siklus I siswa mengalami kebinguangan dalam menerakan konsep. Guru memberi penjelasan tentang bagaimana menerapkan konsep dalam latihan soal dengan memeberi contoh soal. Sehingga pada sikls II siswa sudah bias mene menerapkan konsep ke dalam latihan soal. Hal ini merupakan perbaikan dan keberhasilan pada siklus II. Tahap evaluation valuation waktu pembelajaran yang telah usai karena banyaknya waktu yang terpakai pada tahap sebelumnya mengakibatkan kegiatan penarikan kesimpulan tidak ak dapat berjalan dengan baik. Selain itu, siswa juga belum terbiasa menyimpulkan dan mengkomunikasikan apa yang ada dalam pikirannya. Hal inilah yang mengakibatkan keterlaksanaan tahap evaluation masih kurang. Untuk itu, pada siklus II dilakukan perbaikan. perbaikan Aktivitas Siswa Pembahasan Aktivitas siswa diawali dengan memberikan gambaran ketercapaian aspek aktivitas siswa baik dari aspek afektif maupun psikomotor pada siklus I dan siklus II seperti ditunjukkan pada Gambar 3 dan Gambar 4
Sekor sikap (%)
AKTIVITAS SISWA PADA ASPEK AFEKTIF DAN TARAF KEBERHASILAN 100 80 60 40 20 0
86.13 69.36
88.07 87.42 86.24 70 68.71 66.46
SIKLUS 1 SIKLUS 2
Aktifitas siswa Gambar 4.. Grafik Perbandingan Aktivitas Siswa pada Aspek Afektif Siklus I dan II
7
8
Sekor sikap (%)
AKTIVITAS SISWA PADA ASPEK PSIKOMOTOR DAN TARAF KEBERHASILAN 100 80 60 40 20 0
86.13 68.71
86.45 69.36
85.16 70.33
SIKLUS 1 Melakukan Tanggap dalam Kerjasama percobaan melaksanakan kelompok tugas sesuai prosedur
SIKLUS 2
Aktifitas siswa Gambar 5.. Grafik Perbandingan Aktivitas Siswa pada Aspek Psikomotor Siklus I dan II
Berdasarkan Gambar 4 dan Gambar 5 dapat dipaparkan hasil penelitian untuk ketercapaian aktivitas aktivita siswa secara deskriptif sebagai berikut. Aktivitas siswa pada aspek afektif yaitu bekerja sama pada siklus I masih kurang dimana nilai persentase ketercapaian kurang dari 75 (standar) dimana nilai persentase ketercapaian sebesar 69,36%. Sebagian besar siswa masih belum melakukan kerja sama dengan baik. Hal Hal ini terlihat saat siswa melakukan praktikum benda elastis pada pertemuan pertama siklus I. Siswa mampu membedakan benda elastis dan tidak elastis tersebut dengan baik meskipun ada beberapa yang masih belum bisa menyebutkan secara sempurna. Sehingga pada siklus II aktivitas ini sangat perlu ditingkatkan. Aktivitas siswa pada aspek afektif yaitu menghargai pendapat teman pada siklus I siswa masih kurang dimana nilai persentase ketercapaian kurang dari 75 (standar) yaitu sebesar 70,00%. Sebagian besar siswa masih belum bisa menghargai pendapat dari temannya. Cara peningkatannya yaitu dengan mengontrol situasi kelas agar lebih kondusif sehingga siswa dari kelompok lain tidak merasa canggung untuk mengeluarkan pendapatnya atau menyatakan hasil diskusi kelompok. Nilai ini masih dibawah standar sehingga pada siklus II perlu ditingkatkan. Aktivitas siswa pada aspek afektif yaitu mengajukan pendapat pada siklus I siswa masih kurang dimana nilai persentase ketercapaian kurang dari 75
8
9
(standar) yaitu sebesar 65.67%. Sebagian besar siswa masih belum bisa menuliskan kejadian apa yang akan terjadi ketika dilakukan hal yang berbeda dari yang telah dilakukan. Nilai ini masih dibawah standar sehingga pada siklus II perlu ditingkatkan. Cara peningkatannya yaitu, dengan cara memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa, sehingga siswa mampu untuk memprediksi atas demonstrasi yang dilakukan dan menyimpulkan jawaban dari prediksi yang telah dibuat setelah melakukan belajar tim. Aktivitas siswa pada aspek afektif yaitu menjawab pertanyaan pada siklus I siswa masih kurang dimana nilai persentase ketercapaian kurang dari 75 (standar) yaitu sebesar 68,71%. Sebagian besar siswa masih merasa takut untuk menjawab pertanyaan. Nilai ini masih dibawah standar sehingga pada siklus II perlu ditingkatkan. Cara peningkatannya yaitu, dengan cara memberikan pertanyaan-pertanyaan yang dapat memancing rasa penasaran siswa. Aktivitas siswa pada aspek psikomotor yaitu melakukan percobaan sesuai prosedur pada siklus I siswa masih kurang dimana nilai persentase ketercapaian kurang dari 75 (standar) yaitu sebesar 68,71%. Sebagian besar siswa melakukan percobaan tidak sesuai dengan prosedur karena siswa bermain-main dengan alat praktikum. Sehingga nilai ini masih dibawah standar sehingga pada siklus II perlu ditingkatkan. Cara peningkatannya yaitu, dengan cara lebih mengkondisikan siswa agar melakukan percobaan sesuai prosedur dan mengingatkan untuk tidak bermain-main dengan alat. Aktivitas siswa pada aspek psikomotor yaitu tanggap dalam melaksanakan tugas pada siklus I siswa masih kurang dimana nilai persentase ketercapaian kurang dari 75 (standar) yaitu sebesar 70,33%. Sebagian besar siswa bingung dengan latihan soal yang diberikan dan siswa kurang tepat waktu dalam pengumpulan tugas. Nilai ini masih dibawah standar sehingga pada siklus II perlu ditingkatkan. Cara peningkatannya yaitu, dengan cara lebih menjelaskan maksud pertanyaan dari latihan soal yang diberikan dan menegaskan siswa tentang pengumpulan tugas, bila dikumpulkan lebih cepat maka akan diberi point. Aktivitas siswa pada aspek psikomotor yaitu kerjasama kelompok pada siklus I siswa masih kurang dimana nilai persentase ketercapaian kurang dari 75 (standar) yaitu sebesar 69,36%. Siswa kurang bekerja sama dengan anggota
9
10
kelompok mereka dalam berdiskusi. Mereka masih mengandalkan jawaban dari teman kelompok. Nilai ini masih dibawah standar sehingga pada siklus II perlu ditingkatkan. Cara peningkatannya yaitu, dengan cara mengontrol siswa selama melakukan diskusi ketika berkelompok. Aktivitas siswa siklus I dan siklus II terjadi peningkatan pada semua aspek yang diteliti yaitu, aspek afektif maupun aspek psikomotor. Aktivitas siswa pada aspek afektif mengajukan pendapat memiliki persentase peningkatan paling tinggi yaitu sebesar 21,61% yang diperoleh dari siklus I sebesar 66,46% menjadi 88,07% pada siklus II. Hal ini menunjukkan solusi yang didapatkan setelah refleksi siklus I tepat. Aspek afektif bekerja sama memiliki persentase paling rendah yaitu sebesar 16,77% yang diperoleh dari siklus I sebesar 69,36% menjadi 86,13% pada siklus II. Pada siklus I aspek afektif menghargai pendapat dan menjawab pertanyaan telah mencapai standar yang ditetapkan sebelumnya, namun pada aspek ini masih perlu ada perbaikan (solusi). Aktivitas siswa pada aspek psikomotor yaitu melakukan percobaan sesuai prosedur memiliki persentase peningkatan paling tinggi yaitu sebesar 17,42% yang diperoleh dari siklus I sebesar 68,71% menjadi 86,13% pada siklus II. Hal ini menunjukkan solusi yang didapatkan setelah refleksi siklus I tepat. Aspek psikomotor yaitu tanggap dalam melaksanakan tugas memiliki persentase paling rendah yaitu sebesar 14,83% yang diperoleh dari siklus I sebesar 70,33% menjadi 85,16% pada siklus II. Pada siklus I aspek psikomotor yaitu kerjasama kelompok telah mencapai standar yang ditetapkan sebelumnya, namun pada aspek ini masih perlu ada perbaikan (solusi). Guru hanya melanjutkan apa yang telah direncanakan pada pertemuan sebelumnya. Dari uraian dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa dapat ditingkatkan dengan penerapan model pembelajaran Learning cycle 5E. Prestasi Belajar Siswa Pembahasan prestasi belajar siswa diawali dengan memberikan gambaran ketercapaian prestasi belajar pada siklus I dan siklus II seperti ditunjukkan pada Gambar 5
10
11
Persentase %
100.00 90.00 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00
96.77 74.19 58.82 Observasi Awal 38.24
Siklus I
25.81
Siklus II 3.23
Siswa Tuntas Siswa Tidak Tuntas Prestasi Belajar Siswa Gambar 6 Peningkatan Prestasi Belajar dari Observasi Awal sampai Siklus II
Prestasi belajar merupakan tingkat pemahaman siswa terhadap materi. Prestasi belajar pada penelitian ini mencakup empat kemampuan kognitif yaitu, kemampuan menghafal, memahami, menerapkan dan menganalisis. Prestasi belajar ini diukur dari nilai tes siswa setiap setiap akhir siklus dan perolehan nilai tugas dan pekerjaan rumah setiap pertemuan. Hasil nilai akhir dibuat rerata dan dilihat siswa yang tuntas dan belum tuntas, kemudian dibandingkan tiap siklus untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa. Rata-rata Rata ata nilai akhir siklus I adalah 81,81 ada 8 siswa yang belum tuntas karena nilainya dibawah SKM, dengan ketuntasan belajar siklus I sebesar 74,19%. Pada siklus II diperoleh rerata nilai sebesar 91,38 dan 1 siswa yang belum tuntas, dengan ketuntasan belajar pada siklus I sebesar 96,77%. Gambar 5 menunjukkan bahwa dimulai dari data prestasi belajar pada observasi awal sampai siklus II persentase siswa yang tuntas mengalami kenaikan dan yang tidak tuntas mengalami penurunan. Peningkatan persentase siswa yang tuntas menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Learning cycle 5E dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan paparan data dan pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa: 1. Penerapan model pembelajaran Learning cycle 5E pada kelas X XKeperawatan BIM Probolinggo telah terlaksana dengan baik, yaitu dengan
11
12
tahap engagement, exploration, explanation, elaboration, dan avaluation, persentase keterlaksanaan telah memenuhi kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan yaitu 77,20% dengan kategori baik pada siklus I kemudian diperbaiki lagi sehingga pada siklus II terlaksana 86% dengan kategori sangat baik. 2. Aktivitas siswa kelas X-Keperawatan BIM Probolinggo mengalami peningkatan selama penerapan model pembelajaran Learning cycle 5E untuk aspek afektif sebesar 68,63% dengan kategori baik pada siklus I dan sebesar 86,97% dengan kategori sangat baik pada siklus II, sedangkan untuk aspek psikomotor sebesar 69,47% dengan kategori baik pada siklus I dan sebesar 86% dengan kategori sangat baik pada siklus II. 3. Prestasi belajar siswa kelas X-Keperawatan SMK BIM Probolinggo mengalami peningkatan selama penerapan model pembelajaran Learning cycle 5E sebesar 74,19% dengan kategori cukup baik pada siklus I dan sebesar 96,77% dengan kategori sangat baik pada siklus II. DAFTAR RUJUKAN Agustyaningrum, Nina. 2010. Implemetasi Model Pembelajaran Learning Cycle 5E unutk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa Kelas IX B SMP Negeri 2 Sleman. Jurnal Pendidikan Matematika Indonesia, (Online), (http://uny.ac.id), diakses tanggal 14 April 2014 . Anderson, W dan Krathwohl, D.R. 2001. A Taxonomy for Learning Teaching and Assessing. A Revision of Bloom’s Taxonomy of educational Objectives. New York: Addison Wesley Longman, Inc. Apriyani. 2010. Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 5E dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMPN 2 Sanden Kelas VIII pada Pokok Bahasan Prisma dan Limas. Jurnal Pendidikan Matematika Indonesia, (Online), (http://uny.ac.id), diakses tanggal 14 April 2014 . Arikunto, S. 2003. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Depdiknas. Arikunto, S. 2007. Manajemen Penelitian. Jakarta: PT Bumi Aksara. Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian (Edisi Revisi 2010). Jakarta: PT Rineka Cipta. Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas Djumhuriyah, Siti. (2008). “Penggunaan Model Pembelajaran Learning Cycle untuk Meningkatkan Ketuntasan belajar Siswa pada Konsep Pemuaian di Kelas VIID SMP Negeri 8 Bogor”. Tersedia di www.docstoc.com diakses pada tanggal 3 Februari 2014. 12
13
Eronika, Shabrina. 2013. “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 5 Fase Terhadap Prestasi belajar Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Batu Tahun Ajaran 2012/2013 Pada Materi Stoikiometri”. Skripsi. Tidak dipublikasikan, FMIPA UM. Fajaroh dan Dasna. 2008. “Pembelajaran Dengan Model Siklus Belajar (Learning Cycle)”. Tersedia di http://masofa.wordpress.com/2008/01/06/pembelajaran-dengan-modelsiklus-belajar-learning-cycle/ diakses pada tanggal 14 Maret 2014. Giancolli, D. C. 1998. Fisika Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Isjoni. 2009. Pembelajaran Kooperatif Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar Peserta Didik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Kanginan, Marthen. 2004. Fisika untuk SMA Kelas XI. Bandung: Erlangga. Lubis, Riani. 2008. Diktat Kuliah Fisika Dasar 1. Teknik Informatika: UNIKOM. Nurfauziawati, Nova. 2010. Modulus Elastisitas. Universitas Padjadjaran: Jatinangor. Purba, Dyah., Sopyan, A. & Hartono. 2006. Aktivitas Belajar dan Penguasaan Materi Siswa Dengan Pembelajaran Berbasis Portofolio Pada Mata Pelajaran Sains Fisika SMP. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, (Online), (http://unnes.ac.id), diakses tanggal 30 September 2013 . Sayuti, Irda. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 5E untuk Meningkatkan Sikap Ilmiah dan hasil Belajar Biologi Siswa Kelas XI IPA4 SMA Negeri 5 Pekanbaru. Tersedia pada http://digilib.unri.ac.id/public/UNRI D-Undergraduate-222045%20BAB%2012.pdf. (diakses tanggal 20 Maret 2014). Soebagio, 2001. Penerapan Model Learning Cycle 5E Untuk Meningkatkan Pembelajaran IPA. Tersedia pada http://digilib.unimed.ac.id/public/UNIME D-Undergraduate-222045%20BAB%2011.pdf. (diakses tanggal 14 April 2014). Taufiq, Muhamad. 2012. Remediasi Miskonsepsi Mahasiswa Calon Guru Fisika Pada Konsep Gaya Melalui Penerapan Model Siklus Belajar (Learning Cycle) 5E. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, (Online), http://journal.unnes.ac.id/index.php/jpii.pdf diakses tanggal 14 April 2014. Wartono. 2003. Strategi Belajar Mengajar Fisika. Malang: Jica Common Textbook. Wena, Made. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara.
13