EFFECT OF RICEBEAN FLOUR (Vigna umbellata) AND WHEAT FLOUR MIXING VARIATIONS ON PHYSICAL PROPERTIES, ORGANOLEPTIC PROPERTIES AND CALCIUM LEVELS OF COOKIES PRODUCTION Savietry Violeta Milla Kii1, Agus Wijanarka2, Tri Kusuma Agung Puruhita3 ABSTRACT Background: Increased consumption of wheat flour from year to year on the Indonesian people should be followed by developing a variety of local food starch. Ricebean processing into flour is one way to reduce the use of wheat flour. Making cookies with ricebean flour mixing expected to result in physical properties, acceptable organoleptic properties and increased levels of calcium cookies. Objective: Determine the effect of ricebean flour and wheat flour mixing variations in cookies production cookies in terms of physical properties, organoleptic properties and calcium levels. Method: Quasi-experimental studies with a variety of mixing ricebean flour is 100%: 0%, 90% : 10%, 80% : 20% and 70% : 30%. The physical properties of color, aroma, flavor and texture are observed subjectively and processed using descriptive methods, but the texture was also observed objectively through measurements using a Universal Testing Machine / Test Zwick. Organoleptic properties are assessed using questionnaires and processed using Kruskal-Wallis test, difference test followed by Mann-Whitney test. Calcium levels obtained through laboratory testing and processed using descriptive methods. Result: Cookies physical properties (color, aroma, flavor and texture) cookies varies between 4 variation of mixing. The average texture of the cookies is a variation 100%: 0% at 16.1961 N, the variation of 90%: 10% at 21.0229 N, the variation of 80%: 20% at 28.9554 N and the variation of 70%: 30% by 31, 5371 N. The results of KruskalWallis test statistics for the organoleptic assessment of the panelists on cookies Asymp.Sign color values (p = 0.931), aroma (p = 0.860), texture (p = 0.004) and taste (p = 0.425). Cookies calcium levels increased with increasing amount of ricebean flour mixed, which is a variation 100%: 0% at 115.4 ppm, cookies are a variation of 90%: 10% at 151.273 ppm, cookies are a variation of 80%: 20% at 208.92 ppm and variations 70%: 30% at 196.611 ppm. Conclusion: Addition of ricebean flour mixture cookies variation increase color, typical ricebean aroma, typical ricebean sense, and the texture harder and higher the texture measurements. There is not effect of the addition ricebean flour mixing variating to organoleptic panelis assessment of color, aroma and flavor, but there was an effect on the texture of the cookies that is a significant diffrerence the average rate of favorites on all variation of cookies. Addition of ricebean flour mixing variations increased cookies calcium level. Keywords: Ricebean, Cookies, Physical, Organoleptic and Calcium.
1.Student Department of Nutritional Sciences, Faculty of Health Sciences, Respati University of Yogyakarta 2.Lecturer Department of Nutrition, Poltekes Ministry of Health Yogyakarta 3.Lecturer Department of Nutritional Sciences, Faculty of Health Sciences, Respati University of Yogyakarta
PENDAHULUAN Pangan merupakan kebutuhan pokok yang harus tersedia setiap saat, baik kuantitas maupun kualitas, aman, bergizi dan terjangkau daya beli masyarakat. Kekurangan pangan tidak hanya dapat menimbulkan dampak sosial, ekonomi, bahkan dapat mengancam keamanan dalam masyarakat. (1) Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melaksanakan kembali (reaktualisasi) diversifikasi pangan berbasiskan sumberdaya lokal serta mendorong pemberdayaan usaha mikro kecil bidang pangan dalam pengembangan pangan lokal dengan tepung-tepungan. (2) Tepung terigu banyak digunakan dalam industri pangan di Indonesia, akan tetapi biji gandum yang merupakan bahan baku tepung terigu sulit dibudidayakan sehingga harus dimpor dari negara lain yang dari tahun ke tahun makin meningkat jumlahnya. (3) Salah satu solusi untuk mengatasi masalah tersebut adalah memanfaatkan tepung dari bahan pangan lokal, diantaranya adalah kacang uci (Vigna umbellata). Pemanfaatan kacang uci masih terbatas pada pengolahan dengan cara direbus dan dimakan dengan nasi atau dimakan sebagai pengganti nasi. Oleh karena itu perlu dikenalkan kepada masyarakat cara-cara lain pengolahan kacang uci, misalnya dengan dibuat tepung. Tepung kacang uci selanjutnya dapat dijadikan sebagai campuran tepung terigu dalam pembuatan cookies. Cookies merupakan salah satu jenis makanan ringan yang diminati masyarakat. Dibandingkan dengan kue basah dan rerotian, cookies tidak memerlukan bahan yang volumenya dapat mengembang (kandungan gluten tinggi), sehingga tepung-tepungan lain seperti tepung kacang uci dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan cookies. Kacang uci memiliki kandungan kalsium sebesar 269 mg per 100 gram berat bahan sedangkan kandungan kalsium tepung terigu sebesar 22 mg per 100 gram berat bahan (4). Penambahan tepung kacang uci pada pembuatan cookies dapat memberi tambahan nilai gizi kalsium pada cookies, sehingga cookies tersebut bisa menjadi salah satu alternatif pangan kaya kalsium guna mencukupi kebutuhan kalsium manusia terutama anak-anak dalam masa pertumbuhan. Berdasarkan latar belakang di atas dan didukung dengan keberadaan bahan serta belum adanya penelitian sejenis maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Variasi Pencampuran Tepung Kacang Uci (Vigna umbellata) dan Tepung Terigu Pada Pembuatan Cookies Ditinjau Dari Sifat Fisik, Sifat Organoleptik dan Kadar Kalsium”.
METODE PENELITIAN Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu dengan beberapa perlakuan. Dasar rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak sederhana.
Lokasi dan Waktu Penelitian Uji organoleptik dan uji sifat fisik (warna, aroma, rasa dan tekstur) dilaksanakan di Laboratorium Diet Gizi Universitas Respati Yogyakarta. Selain itu, uji sifat fisik tekstur juga dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Uji kadar kalsium dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012.
Variabel Penelitian 1.
Variabel bebas : Variasi pencampuran tepung kacang uci dan tepung terigu.
2.
Variabel terikat : Sifat fisik, sifat organoleptik, kadar kalsium
3.
Variabel kontrol: a.
Komposisi bahan lain
b.
Proses pengolahan (waktu, tekhnik, tempat)
Definisi Operasional 1.
Variasi pencampuran tepung adalah banyaknya tepung terigu dengan tepung kacang uci yang digunakan dalam pembuatan cookies. Parameter
: Tepung terigu
Cookies A
100%
: 0%
Cookies B
90%
: 10%
Cookies C
80%
: 20%
Cookies D
70%
: 30%
Skala 2.
: tepung kacang uci
: Rasio
Sifat fisik adalah karakteristik yang ada pada cookies seperti warna, aroma, rasa dan tekstur. a.
b.
Warna yaitu karakteristik cookies yang diamati dengan indera penglihatan serta dilengkapi foto. Parameter
: Krem, coklat kekuningan, coklat muda, coklat
Skala
: Nominal
Aroma adalah karakteristik cookies yang diamati dengan indera penciuman. Parameter
: Khas cookies, khas kacang uci +, khas kacang uci ++
Skala
: Nominal
(Keterangan: Semakin banyak tanda +, semakin kuat aroma kacang uci) c.
Rasa adalah karakterisitik cookies yang diamati dengan indera pengecap. Parameter
: Khas cookies, khas kacang uci +, khas kacang uci ++
Skala
: Nominal
(Keterangan: Semakin banyak tanda +, rasa kacang uci semakin kuat)
d.
Tekstur 1)
Secara subyektif, tekstur adalah karakteristik cookies yang diamati dengan indera peraba.
2)
Parameter
: Lunak, Keras +, keras ++
Skala
: Nominal
Secara obyektif, tekstur adalah karakteristik cookies yang diukur dengan menggunakan Universal Testing Machine/Test Zwick.
3.
Parameter
: Newton
Skala
: Rasio
Uji organoleptik terhadap cookies dalah uji untuk mengetahui kesukaan konsumen terhadap suatu produk pangan, dengan menggunakan metode hedonic scale test yang dilakukan oleh panelis secara inderawi meliputi kesukaan terhadap warna, bau, rasa, tekstur dan kesukaan secara keseluruhan. Parameter : 1
Skala 4.
: Sangat tidak suka
2
: Tidak suka
3
: Kurang suka
4
: Suka
5
: Sangat suka
6
: Sangat suka sekali
: Ordinal
Kadar kalsium adalah kandungan kalsium secara keseluruhan dalam cookies yang ditentukan dengan metode titrimetri. Parameter : ppm Skala
: Rasio
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data dari penelitian ini merupakan data primer, yang diperoleh dengan cara pengumpulan data sebagai berikut : 1.
Data sifat fisik : Data ini diperoleh dengan pengamatan secara subyektif dan obyektif oleh peneliti meliputi : warna dengan pengamatan secara langsung, aroma dengan indera pembau, rasa dengan indera pengecap, tekstur dengan indera peraba dan diukur menggunakan Universal Testing Machine/Test Zwick.
2.
Data sifat organoleptik : Data sifat organoleptik didapat melalui uji organoleptik dengan metode Hedonic Scale Test. Uji organoleptik dilakukan oleh panelis agak terlatih yang berjumlah 25 orang yang semuanya mahasiswa jurusan Ilmu Gizi Universitas Respati Yogyakarta.
3.
Kadar Kalsium Data kadar kalsium diperoleh langsung dari analisis kandungan kalsium di Laboratorium Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta menggunakan metode titrimetri.
Pengolahan dan Analisis Data Cara pengolahan data yaitu dengan mengumpulkan form uji kesukaan panelis kemudian direkap. Data disajikan dalam bentuk tabel, grafik dan disertai foto. Untuk membuktikan hipotesis, menggunakan uji statistik yaitu : analisis data sifat fisik menggunakan metode deskriptif, analisis organoleptik menggunakan uji statistik k independen sampel (Kruskal-Wallis) dan apabila ada perbedaan maka dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney, Analisis tekstur dan kadar kalsium menggunakan uji statistik Anova. Apabila ada perbedaan maka akan dilanjutkan dengan uji LSD (Least Significant Diffrence).
HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Cookies 1.
Warna Berdasarkan hasil penilaian sifat fisik cookies diketahui cookies tanpa penambahan tepung kacang uci (100% : 0%) memiliki warna krem, cookies variasi 90% : 10% dan variasi 80% : 20% memiliki warna coklat kekuningan, sedangkan cookies variasi 70% : 30% memiliki warna coklat muda. Perbedaan warna cookies disebabkan karena adanya pencampuran tepung kacang uci dalam pembuatan cookies. Warna tepung kacang uci adalah putih kecoklatan, sehingga pencampuran tepung kacang uci dalam jumlah yang semakin besar akan menghasilkan warna cookies yang semakin tua.
2.
Aroma Pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti, aroma kacang uci pada cookies mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya jumlah tepung kacang uci yang dicampurkan dengan tepung terigu dalam pembuatan cookies. Cookies kontrol (100% : 0%) memiliki aroma khas cookies karena belum dilakukan pencampuran tepung kacang uci. Pada cookies variasi 90% : 10% mulai tercium aroma kacang uci namun tidak terlalu kuat, sedangkan pada cookies variasi 80% : 20% dan 70% : 30% memiliki aroma khas kacang uci yang kuat. Aroma kue kering ditentukan oleh komponen bahan yang digunakan dan perbandingannya, seperti margarin, telur, bahan tambahan, dan jenis tepung. Dengan demikian, persentase pencampuran tepung kacang uci terhadap terigu akan mempengaruhi aroma produk. Berdasarkan penilaian sifat fisik, aroma kacang uci semakin kuat seiring dengan penambahan tepung kacang uci dalam jumlah yang semakin banyak.
3.
Rasa Berdasarkan hasil penilaian sifat fisik menunjukkan bahwa cookies kontrol (100% : 0%) memiliki rasa khas cookies pada umumnya. Pencampuran tepung kacang uci pada cookies variasi 10%: 90% menghasilkan rasa yang berbeda dengan cookies kontrol yakni terdapat peningkatan rasa kacang uci namun rasa dari kacang uci tidak terlalu kuat. Pada cookies variasi 80% : 20% dan variasi 70% : 30% menghasilkan cookies dengan rasa kacang uci yang kuat. Hasil penilaian peneliti menunjukkan bahwa semakin banyak pencampuran tepung kacang uci maka rasa kacang uci pada cookies yang dihasilkan semakin kuat.
4.
Tekstur Berdasarkan penilaian sifat fisik secara subyektif, terjadi peningkatan tekstur cookies yaitu tekstur cookies semakin keras dengan pencampuran tepung kacang uci yang semakin banyak. Penilaian tekstur cookies selain dilakukan secara subyektif juga dilakukan secara obyektif melalui pengukuran tekstur menggunakan Universal Testing Machine/Test Zwick. Rata-rata hasil penilaian tekstur menggunakan Universal Testing Machine dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Rata-Rata Hasil Penilaian Tekstur Keempat Variasi Cookies Menggunakan Universal Testing Machine/Test Zwick No
Variasi Cookies
Tekstur Cookies Rata-rata (Newton) (Newton) Pengulangan I Pengulangan II 100% : 0% 15,5645 16,8277 16,1961c 1. 90% : 10% 22,0153 20,0305 21,0229b 2. 80% : 20% 28,4787 29,4322 28,9554a 3. 70% : 30% 30,7272 32,3470 31,5371a 4. Keterangan: Semakin besar hasil pengukuran tekstur, semakin keras tekstur bahan yang diukur dan notasi huruf yang sama (a, b, c, d) pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan pada uji LSD Tekstur cookies hasil pengukuran menggunakan Universal Testing Machine/Test Zwick mengalami peningkatan seiring dengan penambahan tepung kacang uci. Cookies yang memiliki tekstur paling keras adalah cookies variasi 70% : 30%. Tekstur cookies yang keras disebabkan karena adanya pencampuran tepung kacang uci pada pembuatan cookies. Pencampuran tepung kacang uci menyebabkan adonan kekurangan gluten sehingga meningkatkan kekerasan pada cookies. Gluten merupakan protein yang hanya terdapat dalam tepung terigu dan berperan penting dalam pengembangan karena gluten berfungsi untuk menahan gas yang terbentuk selama fermentasi agar tidak keluar dari adonan (Subagio, 2003). Hasil uji statistik Anova diketahui pencampuran tepung kacang uci pada pembuatan cookies berpengaruh terhadap tekstur cookies dengan hasil yaitu Fhitung > Ftabel (87,97 > 6,39). Analisis statistik dilanjutkan dengan uji LSD untuk mengetahui perbedaan tekstur secara bermakna dan diperoleh hasil seperti pada Tabel 1.
Sifat Organoleptik Cookies Hasil rata-rata uji organoleptik cookies dengan uji Kruskall-Wallis dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Mean Rank Tingkat Kesukaan Panelis Terhadap Cookies Variasi pencampuran tepung Mean Rank kacang uci : tepung terigu Warna Aroma Rasa Tekstur 48,92a 43,68a 51,10a 33,36a 100% : 0% a a a 49,16 47,88 54,76 58,46b 90% : 10% a a a 53,28 52,16 47,36 55,04b 80% : 20% a a a 50,64 56,54 48,78 53,27b 70% : 30% (a, b) Keterangan: Notasi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada uji Mann-Whitney 1.
Warna Dari hasil analisa diketahui bahwa persentase tertinggi untuk setiap kategori tingkat kesukaan panelis terhadap warna cookies yaitu 8% panelis menyatakan sangat suka sekali terhadap warna cookies variasi 100% : 0%, 12% menyatakan sangat suka terhadap warna cookies variasi 80% : 20%, 68% panelis menyatakan suka terhadap warna cookies variasi 70% : 30%, 28% panelis menyatakan agak suka terhadap warna cookies variasi 100% : 0% dan 8% panelis menyatakan tidak suka terhadap tekstur cookies variasi 100% : 0% dan 90% : 10%. Pada pembuatan cookies, peneliti tidak menggunakan pewarna makanan. Warna hasil pembakaran cookies dihasilkan dari bahan yang digunakan selama pengolahan antara lain adanya pencampuran tepung kacang uci, telur serta karamelisasi gula. Rata-rata panelis lebih menyukai warna cookies dengan campuran tepung kacang uci dibandingkan dengan cookies tanpa campuran tepung kacang uci karena warna yang dihasilkan dari pembakaran cookies dengan tepung kacang uci dianggap lebih menarik oleh panelis. Warna cookies yang paling disukai oleh panelis adalah cookies variasi 70% : 30% dengan distribusi panelis tertinggi yaitu 68% sedangkan distribusi panelis pada cookies variasi 90% : 10% dan variasi 80% : 20% sebesar 60%. Hasil analisis menggunakan uji statistik Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa keempat variasi cookies tidak mempengaruhi secara nyata tingkat kesukaan panelis terhadap warna dengan Asymp. Sign. = 0,926 (p > 0,05). Hasil analisis Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa cookies dengan mean rank tertinggi yaitu pada cookies variasi 80%: 20% sebesar 53,28. Hasil tersebut memberikan gambaran bahwa produk cookies variasi 80% : 20% dapat diterima oleh masyarakat dari segi tingkat kesukaan warna serta berpotensi untuk dikembangkan di masyarakat. Selain itu untuk mengembangkan cookies variasi 80% : 20%, hal lain yang harus dipertimbangkan adalah tingkat kesukaan panelis terhadap aroma, rasa dan tekstur cookies.
2.
Aroma Hasil penilaian organoleptik oleh panelis terhadap aroma keempat cookies menunjukan bahwa 12% panelis menyatakan sangat suka terhadap cookies variasi 80% : 20%, 60% panelis menyatakan suka terhadap aroma cookies variasi 70% : 30%, sebanyak 44% panelis menyatakan agak suka terhadap variasi 90% : 10% dan 16% panelis menyatakan tidak suka terhadap cookies variasi 100% : 0%. Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa panelis lebih menyukai aroma cookies dengan campuran tepung kacang uci terutama pada cookies variasi 70% : 30%, hal ini ditunjukkan dengan persentase tingkat kesukaan tertinggi dan tidak ada panelis yang menyatakan tidak suka atau sangat tidak suka terhadap cookies tersebut. Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji statistik Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa bahwa keempat variasi cookies tidak mempengaruhi secara nyata tingkat kesukaan panelis terhadap aroma cookies dengan Asymp. Sign. = 0,353 (p > 0,05). Hal ini disebabkan karena persentase kacang uci yang dicampurkan dengan tepung terigu masih dalam jumlah yang sedikit ( variasi 10%, 20%, 30%) sehingga tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada penilaian tingkat kesukaan panelis. Hasil analisis Kruskal-Wallis diperoleh mean rank tertinggi yaitu pada cookies variasi 70% : 30% sebesar 56,54 sehingga memungkinkan untuk dikembangkan di masyarakat tetapi harus mempertimbangkan kesukaan panelis pada cookies ini dari segi sensori laiinya yaitu warna, rasa dan tekstur.
3.
Rasa Dari hasil analisa diketahui bahwa sebagian besar panelis lebih menyukai rasa cookies dengan campuran tepung kacang uci, hal ini dapat dilihat dari persentase masing-masing kategori tingkat kesukaan. Cookies variasi 70% : 30% memiliki persentase tertinggi seperti halnya cookies variasi 80% : 20%, tetapi pada cookies variasi 70% : 30% belum disukai oleh panelis karena terdapat panelis yang menyatakan sangat tidak suka sekali terhadap aroma cookies tersebut. Beberapa panelis tidak menyukai rasa dari cookies variasi 70% : 30% karena belum terbiasa dengan adanya campuran tepung kacang uci yang cukup banyak pada pembuatan cookies. Berdasarkan data hasil analisis menggunakan uji statistik Kruskal-Wallis, keempat variasi cookies tidak mempengaruhi secara nyata tingkat kesukaan panelis terhadap rasa cookies dengan Asymp. Sign. = 0,773 (p > 0,05). Pada penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti, variasi campuran tepung kacang uci masih dapat diterima oleh panelis hingga pencampuran tepung kacang uci sebanyak 30%. Rasa cookies yang paling banyak disukai oleh panelis adalah cookies variasi 90% : 10% dengan mean rank hasil uji statistik Kruskal-Wallis sebesar 54,76. Cookies variasi 90% : 10% berpotensi untuk dikembangkan dimasyarakat.
4.
Tekstur Tekstur cookies yang paling banyak disukai oleh panelis adalah cookies variasi 70% : 30% dengan persentase panelis yang menyatakan suka sebesar 56% serta tidak ada panelis yang menyatakan sangat tidak suka terhadap cookies tersebut. Tekstur cookies yang paling banyak tidak disukai oleh panelis adalah cookies variasi 100% : 0% dengan persentase panelis yang menyatakan tidak suka sebesar 44%. Tekstur cookies variasi 100% : 0% dinilai oleh panelis memiliki tekstur yang agak rapuh bila dibandingkan dengan cookies lainnya sehingga kurang disukai oleh panelis. Hasil analisis menggunakan uji statistik Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa keempat variasi cookies secara nyata mempengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur cookies dengan Asymp. Sign. = 0,004 (p < 0,05). Variasi pencampuran tepung kacang uci memiliki pengaruh pada penilaian panelis terhadap tekstur cookies yakni semakin besar pencampuran tepung kacang uci maka tekstur cookies semakin disukai oleh panelis. Berdasarkan hasil uji statistik Kruskal-Wallis, tekstur cookies yang paling banyak disukai oleh panelis adalah cookies variasi 90% : 10% hal ini dibuktikan dengan mean rank tertinggi sebesar 58,46. Produk cookies ini berpotensi untuk dikembangkan di masyarakat dengan mempertimbangkan tingkat kesukaan panelis terhadap warna, aroma dan rasa cookies tersebut. Dari hasil uji statistik juga menunjukkan bahwa cookies variasi 90% : 10% memiliki mean rank tertinggi pada penilaian organoleptik terhadap rasa cookies dan dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa cookies variasi 90% : 10% dapat dikembangkan di masyarakat. Analisa tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur cookies dilanjutkan dengan uji statistik MannWhitney dan diperoleh hasil sebagai berikut: a.
Ada perbedaan antara cookies variasi 100% : 0%) dengan cookies variasi 90% : 10%, 80% : 20% dan variasi 70% : 30%.
b.
Tidak ada perbedaan tekstur antara cookies variasi 90% : 10% dengan cookies variasi 80% : 20% dan variasi 70% : 30%,
c.
Tidak ada perbedaan antara tekstur cookies variasi 80% : 20% dengan cookies variasi 70% : 30%.
Kadar Kalsium Uji kadar kalsium dilakukan pada 4 macam sampel cookies dan hasil uji laboratorium kadar kalsium
Kadar Kalsium Cookies (ppm)
cookies dapat dilihat pada Gambar 1.
250.00
208.19
200.00 150.00
196.61
151.27 115.40
100.00 50.00 0.00 0% : 100%
10% : 90%
20% : 80%
30% : 70%
Variasi Cookies Gambar 1. Kadar Kalsium Variasi Cookies Dari Gambar di atas, diketahui bahwa terdapat peningkatan kadar kalsium cookies secara signifikan dimana cookies dengan tambahan tepung kacang uci memiliki kadar kalsium yang lebih tinggi dari cookies variasi 100% : 0%. Kadar kalsium pada cookies variasi 70% : 30% mengalami penurunan dibandingkan cookies variasi 80% : 20%, padahal cookies ini merupakan cookies dengan penambahan tepung kacang uci paling banyak dibandingkan dengan cookies variasi 90% : 10% dan 80% : 20%. Penyebab penurunan kadar kalsium pada cookies variasi 70% : 30% tidak diketahui. Hasil uji laboratorium kadar kalsium selanjutnya dianalisa menggunakan uji statistik Anova (analysis of varians) untuk mengetahui perbedaan kadar kalsium keempat variasi cookies melalui uji statistik dan diperoleh bahwa ada perbedaan yang nyata dengan hasil uji yaitu Fhitung > Ftabel (1032,76 > 6,39). Berdasarkan hasil uji statistik Anova diatas dapat disimpulkan bahwa semakin besar variasi campuran tepung kacang uci maka terdapat perbedaan nyata pada kadar kalsium cookies. Analisis kadar kalsium dilanjutkan dengan uji statistik LSD untuk mengetahui perbedaan kadar kalsium cookies secara bermakna dan diperoleh hasil sebagai berikut: a.
Ada perbedaan kadar kalsium antara cookies variasi 100% : 0% dengan cookies variasi 90% :10%, 80% : 20% dan 70% : 30%.
b.
Ada perbedaan kadar kalsium antara cookies variasi 90% : 10% dengan cookies variasi 80% : 20% dan 70% : 30%.
c.
Ada perbedaan kadar kalsium antara cookies variasi 80% : 20% dengan cookies variasi 70% : 30%.
Cookies dengan campuran tepung kacang uci memiliki kelebihan dibandingkan cookies yang dibuat hanya dengan tepung terigu karena mengandung kadar kalsium yang lebih tinggi sehingga dapat dimanfaatkan sebagai salah satu alternatif pangan kaya kalsium guna mencukupi kebutuhan kalsium penduduk Indonesia terutama anakanak dalam masa pertumbuhan.
Selain dimanfaatkan sebagai alternatif pangan kaya kalsium untuk anak-anak, cookies ini juga dapat dimanfaatkan untuk pemenuhan kalsium pada kelompok umur remaja, dewasa dan usia lanjut. Sumbangan kalsium cookies untuk anak-anak usia 1-9 tahun dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) kalsium sehari sebesar 500 mg dalam persajian 50 g yaitu cookies variasi campuran 100% : 0% sebesar 11,54% AKG, variasi campuran 90% : 10% sebesar 15,13% AKG, variasi campuran 80% : 20% sebesar 20,82% AKG, dan cookies variasi 70% : 30% sebesar 19,66% AKG. Untuk laki-laki usia 46-59 tahun dengan kebutuhan kalsium sebesar 800 mg sehari, sumbangan kalsium cookies dalam 50 g per sajian yaitu cookies variasi campuran 100% : 0% sebesar 7,19 % AKG, variasi campuran 90% : 10% sebesar 9,45% AKG, variasi campuran 80% : 20% sebesar 13,01% AKG dan cookies variasi 70% : 30% sebesar 12,29% AKG. Sedangkan untuk perempuan usia 46-59 tahun dengan kebutuhan kalsium sehari sebesar 600 mg, sumbangan kalsium cookies dalam 50 g per sajian yaitu cookies variasi 100% : 0% sebesar 9,62% AKG, variasi 90% : 10% sebesar 12,61%, variasi 80% : 20% sebesar 17,35% AKG dan cookies variasi 70% : 30% sebesar 16,38% AKG.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1.
Semakin banyak variasi campuran tepung kacang uci warna cookies semakin coklat, aroma semakin khas kacang uci, rasa semakin khas kacang uci, dan tekstur semakin keras serta hasil pengukuran tekstur semakin tinggi.
2.
Tidak ada pengaruh variasi pencampuran tepung kacang uci terhadap penilaian organoleptik panelis pada warna, aroma dan rasa cookies yang dihasilkan (p > 0,05).
3.
Ada pengaruh variasi pencampuran tepung kacang uci terhadap penilaian sifat organoleptik panelis pada tekstur cookies yang dihasilkan (p < 0,05) yaitu semakin banyak campuran tepung kacang uci pada pembuatan cookies, semakin banyak panelis yang menyukai tekstur cookies. Tekstur cookies yang paling banyak disukai panelis adalah cookies variasi 90% : 10% dengan mean rank tertinggi sebesar 58,46.
4.
Ada pengaruh variasi pencampuran tepung kacang uci terhadap kadar
kalsium cookies yaitu
semakin banyak campuran kacang uci maka kadar kalsium cookies semakin tinggi.
Saran 1.
Dalam pembuatan cookies disarankan untuk mencampurkan tepung kacang uci agar dapat meningkatkan kadar kalsium cookies.
2.
Produk cookies yang dapat dikembangkan di masyarakat adalah cookies variasi 90% : 10% karena memiliki mean rank tingkat kesukaan panelis tertinggi pada rasa dan tekstur cookies.
DAFTAR PUSTAKA Sutrisno. Ismi, Edris. 2010. Internet. Reaktualisasi Diversifikasi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. http://www.majalahpangan.com/2010/04/reaktualisasi-diversifikasi-pangan-berbasis-sumber-daya-lokal/. 11 November 2011. 16.00 WIB Badan Ketahanan Pangan. 2010. Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP). [Internet] Jakarta: Badan Ketahanan Pangan. Tersedia dalam: http://bkp.deptan.go.id/node/72 [Diakses 10 November 2011] Budijanto, Slamet. F, Zakaria. R, Dewanti. 1997. Karakteristik Ubijalar Sebagai Bahan Tepung Pada Pembuatan Kue “Cake”. Seminar Nasional Teknologi Pangan Denpasar: Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia Kantor Menteri Negara Urusan Pangan RI Persagi, 2009. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. Jakarta: PT Elex Media Komputindo