EFEKTIVITAS SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE (SEFT) UNTUK MENURUNKAN PERILAKU MEROKOK PADA MAHASISWA Laila Komariah Fakultas Psikologi, Universitas Ahmad Dahlan, Jalan Kapas 9, Semaki, Yogyakarta 55164, Indonesia. E-mail :
[email protected]
ABSTRACT This study aims is to examine the effectiveness of Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) for reducing college smoking behavior. Subjects in this study were students in one of universities in Yogyakarta. The subjects of the study were 22 people consisting of 10 people in Experimental Group and 12 people of Control Group. Criteria for the subject is currently still smoking, willing to follow SEFT and willingness to fill out the inform consent and not being in therapy or other programs related to smoking. Spiritual Emotional Freedom Technique was used as intervention model. This research used analysis Mann-Whitney Test and Wicolxon Test with a pretest post test control group design. The results of this study showed that there is a significant reduction of students’ smoking behavior that are given SEFT. The conclusion of this study is SEFT intervention can decrease students’ smoking behavior.
Keywords: college, smoking behavior, spiritual emotional freedom technique (SEFT).
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengetahui efektivitas Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) untuk menurunkan perilaku merokok pada mahasiswa. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa salah satu Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Yogyakarta. Subyek penelitian berjumlah 22 orang yang terdiri dari 10 orang pada Kelompok Eksperimen dan 12 orang pada Kelompok Kontrol. Kriteria subyek adalah mahasiswa angkatan 2009-2011 yang merokok, bersedia mengikuti SEFT dengan mengisi lembar kesediaan dan tidak sedang mengikuti terapi atau program lain yang berkaitan dengan merokok. Intervensi yang digunakan adalah pelatihan Spiritual Emotional Freedom Technique. Penelitian ini menggunakan
78
analisis Uji Mann-Whitney dan Uji Wicolxondengan desain penelitian yang digunakan adalah pretest post test control group design. Hasil dalam penelitian ini menunjukkan ada penurunan perilaku merokok yang signifikan pada mahasiwa yang diberikan SEFT. Hal tersebut berdasarkan pada hasil analisis dengan uji Wilcolxon pada Kelompok Eksperimen yang menunjukkan bahwa taraf signifikansi yang diperoleh data (T) sebesar 0,025 (T<0,05). Kesimpulan dalam penelitian ini adalah SEFT efektif untuk menurunkan perilaku merokok pada mahasiswa. Hal tersebut berdasarkan taraf signifikansi yang diperoleh dari data (U) sebesar 0,00 (U<0,05) yang diperoleh dari Uji Mann-Whitney gain score pretest dan posttest skala perilaku merokok pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol. Kata Kunci: mahasiswa, perilaku merokok, spiritual emotional freedom technique (seft).
PENDAHULUAN Perilaku merokok bila dilihat dari berbagai sudut pandang sangat merugikan baik bagi individu yang bersangkutan maupun orang di sekelilingnya. Ada beberapa riset yang mendukung pernyataan tersebut. Jika dilihat dari sisi kesehatan, pengaruh bahan-bahan kimia yang dikandung rokok seperti nikotin, CO (karbonmonoksida) dan tar akan memacu kerja dari susunan syaraf pusat dan susunan syaraf simpatis sehingga mengakibatkan tekanan darah meningkat dan detak jantung bertambah cepat (Kendal dan Hammen dalam Komalasari dan Helmi, 2000), bronkitis kronis, emfisema, kanker paru-paru, larink, mulut, faring, esofagus, kandung kemih, penyempitan pembuluh nadi (Amstrong dalam Susanna dkk, 2003). Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa kebiasaan merokok merupakan penyebab utama yang meruntuhkan kesehatan manusia dan menyebabkan kematian dini. Data statistik menggambarkan bahwa 90% yang disebabkan karena penyakit jantung koroner dan 75% yang disebabkan karena penyakit emphysema, semua itu dipacu karena kebiasaan merokok. Selain itu bahaya bagi ibu hamil yang merokok adalah mampu membuat anak yang dilahirkannya mengalami BBLR (Berat Badan Lahir Rendah < 2500 gr), kematian prenatal, dan SIDS (Sudden Infant Death Syndrome), kelahiran prematur, dan juga rentan terhadap keguguran (Husaini, 2006). Dampak buruk rokok tidak hanya sebatas pada perokok saja tetapi juga pada orang di sekitarnya. Perokok pasif dapat meningkatkan risiko kanker, penyakit jantung, dan paru. Pada anak dapat menimbulkan kematian mendadak.Di Amerika Serikat sekitar 4000 orang perokok pasif meninggal setiap tahun karena kanker paru. Amstrong (Susanna dkk., 2003) mengatakan bahwa asap rokok dapat menyebabkan iritasi mata dan saluran hidung bagi orang yang berada di sekitarnya. Pengaruh lingkungan asap tembakau dan kebiasaan ibu hamil merokok dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada anaknya bahkan sebelum anak
79
dilahirkan. Bayi yang lahir dari wanita yang merokok selama hamil dan bayi yang hidup di lingkungan asap rokok mempunyai resiko kematian yang sama. Walaupun bahaya rokok sudah banyak diketahui, namun jumlah para perokok tidak berkurang. Data yang dikeluarkan WHO pada tahun 2008, Indonesia berada pada urutan ketiga dari 10 negara perokok terbesar di dunia dengan klasifikasi perokok anak/remaja Indonesia 13,5% dan 34% perokok dewasa (Nusantaraku, 2009). Merokok juga diprediksi akan menjadi kebiasaan yang paling berbahaya bagi kesehatan karena akan membunuh lebih dari 6,4 juta orang setiap tahunnya mulai tahun 2015 dan dapat meningkatkan penyebaran penyakit seperti kanker dan serangan jantung yang persentasenya 50% lebih tinggi daripada serangan HIV/AIDS (Pujiyono, 2010). Laventhal dan Cleary (Mc Gee, 2005) mengatakan bahwa perilaku merokok pada remaja umumnya semakin lama akan semakin meningkat sesuai dengan tahap perkembangannya yang ditandai dengan meningkatnya frekuensi dan intensitas merokok, dan sering mengakibatkan perokok mengalami ketergantungan nikotin. Smet (1994) menyatakan bahwa individu pertama kali merokok pada usia berkisar antara 11-13 tahun dan pada umumnya merokok pada usia sebelum 18 tahun. Brigham (Mubarok, 2009) mengatakan pada awalnya saat pertama kali merokok, gejala-gejala yang mungkin terjadi adalah batuk-batuk, lidah terasa getir, perut terasa mual, dan kepala pusing. Hal ini disebabkan adanya nikotin yang bersifat adiktif, sehingga jika dihentikan secara tiba-tiba akan menimbulkan stres. Kandel (Baker, 2004) juga menyatakan bahwa pengaruh nikotin dalam rokok dapat membuat seseorang menjadi pecandu atau ketergantungan pada rokok. Ada berbagai alasan yang membuat seseorang merokok. Rosemary (2011) mengatakan bahwa selain faktor adiktif dalam rokok, kebiasaan merokok di kalangan mahasiswa dipicu oleh kondisi lingkungan yang mayoritas adalah perokok. Kebiasaan merokok yang turun-menurun ditambah kurangnya pemahaman akan bahaya rokok bagi kesehatan menjustifikasi perilaku merokok mahasiswa. Pendapat lain dikemukakan oleh Smet (1994) mengatakan bahwa seseorang merokok karena faktor-faktor socio cultural seperti kebiasaan budaya, kelas sosial, gengsi, dan tingkat pendidikan. Menurut Oskamp dkk. (Smet, 1994) individu mulai merokok dikarenakan pengaruh lingkungan sosial seperti teman-teman, orang tua, dan media. Pendapat tersebut didukung oleh Lewin (Komalasari dan Helmi, 2000) yang menyatakan bahwa perilaku merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan individu. Artinya, perilaku merokok selain disebabkan faktor-faktor dalam diri, juga disebabkan faktor lingkungan. Laventhal (Smet, 1994) juga mengungkapkan data bahwa merokok tahap awal dilakukan dengan teman-teman (46%), seorang anggota keluarga bukan orang tua (23%), dan orang tua (14%). Komalasari dan Helmi (2000) menjelaskan bahwa ada empat prediktor yang dijadikan alat ukur bantu perilaku merokok, yaitu : 1. Intensitas merokok Intensitas merokok adalah seberapa sering individu melakukan aktivitas merokok.
80
2. Tempat merokok Tempat merokok adalahtempat individu melakukan aktivitas merokoknya (rumah, sekolah, jalan, dan lain-lain). Mu’tadin (2002) mengatakan bahwa tipe perokok berdasarkan tempat dibagi menjadi dua, yaitu : a. Merokok di tempat-tempat umum / ruang publik. b. Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi seperti kamar tidur dan toilet. 3. Waktu merokok Waktu merokok adalah kapan (pada momen apa saja) individu melakukan aktivitas merokoknya. 4.Fungsi merokok Fungsi merokok yaitu seberapa penting aktivitas merokok bagi seorang perokok dalam kehidupan sehari-hari dan makna merokok itu sendiri bagi individu yang bersangkutan. Sudah seharusnya upaya menghentikan kebiasaan merokok menjadi tugas dan tanggung jawab dari segenap lapisan masyarakat (Tandra, 2003). Hasil survey yang dilakukan oleh Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok (LM3) menyatakan bahwa dari 375 responden, 66,2% pernah mencoba berhenti merokok tetapi mereka gagal. Kegagalan ini ada berbagai macam; 42,9% tidak tahu caranya; 25,7% sulit berkonsentrasi, dan 2,9% terikat oleh sponsor rokok (Fawzani dan Triratnawati, 2005). Jacken (Syafiie dkk., 2008) mengatakan bahwa ada dua metode menghentikan kecanduan terhadap rokok yang selama ini dikembangkan para ahli dalam dunia rokok. yaitu : 1. Metode yang mengandalkan perubahan perilaku. Metode yang mengandalkan perubahan perilaku yang dimaksud adalah bahwa perokok berhenti merokok tanpa bantuan obat-obatan. Metode tersebut diantaranya adalah : a. Metode cold turkey Metode ini adalah metode yang paling sederhana dan paling mudah dimengerti tetapi juga paling banyak terjadi kegagalan.Caranya adalah dengan berhenti merokok. Perokok cukup menentukan kapan akan berhenti merokok (Jacken dalam Syafiie dkk., 2008). b. Cognitive behavioral therapy Inti dari pendekatan ini ialah pengetahuan atau kesadaran akan perilaku menjadi dasar untuk merubah perilaku ke arah yang diinginkan. Perokok hanya akan merubah perilaku buruk merokok jika tahu bahwa merokok itu buruk. Berdasar pengetahuan tersebut, perokok tersebut berusaha merubah perilaku dari suka merokok. (Jacken dalam Syafiie dkk., 2008). c. Aversive Conditioning Teknik ini sangat unik, yaitu memasangkan (pairing) sebuah stimulus atau masukan yang negatif (bisa perilaku atau pikiran) dengan perilaku yang ingin dirubah merokok (Jacken dalam Syafiie dkk., 2008). 2. Metode yang mengandalkan terapi obat-obatan.
81
1) Nicotine replacement therapy 2) Pemberian obat-obatan bukan nikotin. 3) Metode akupuntur. 4) Metode Hipnotis Untuk menghentikan kebiasaan merokok, hipnotis digunakan karena mampu merubah perilaku orang secara setengah sadar tetapi sukarela. Artinya, jika pada saat trancedia diberi intervensi oleh penghipnotis bahwa merokok itu buruk dan dia harus berhenti, maka pada saat dia sadar kembali, besar kemungkinan dia akan berhenti, sekalipun dia tidak tahu siapa yang menyuruhnya berhenti merokok (Jacken dalam Syafiie dkk., 2008). SEFT dapat dijadikan salah satu alternatif untuk menghentikan perilaku merokok seseorang. Dalam sebuah video di youtube yang diunggah pada tanggal 14 Agustus 2008 seseorang bisa berhenti merokok dalam waktu kurang dari lima menit dengan menggunakan SEFT. Video lainnya yang pernah disiarkan oleh Metro TV dan diunggah ke youtube pada tanggal 6 November 2008 memberitakan sekitar 1429 siswa se-Jakarta menolak menghisap rokok setelah diberikan terapi SEFT. Zainuddin (2009) mengatakan bahwa SEFT adalah salah satu varian dari satu cabang ilmu baru yaitu energy psychology.SEFT merupakan penggabungan antara spiritual power dan energy psychology. Efek dari penggabungan antara spiritual dan energy psychology ini dinamakan amplifiying effect (efek pelipatgandaan).
Spiritual Power
Energy Psychology
The Amplifying Effect
Gambar 1. Diagram SEFT (Zainuddin, 2009)
Feinsten (2009) mengatakan bahwa energy psychology (EP) adalah hasil klinis yang mempunyai kecepatan, jarak, dan ketahanan yang tidak biasa. Feinstein (2009) juga menjelaskan bahwa kontroversi terkait kelayakan EP sebagai sebuah treatment terjadi di kalangan psikolog. Bagi sebagian yang mendukung EP mengatakan bahwa EP merupakan sebuah terobosan besar sedangkan yang menolak mengatakan bahwa EP adalah sesuatu yang mustahil dan tidak adanya data yang mendukung. Feinstein (2009) juga menjelaskan bahwa kontroversi yang terjadi di kalangan psikolog adalah karena kebanyakan aliran psikoterapi meyakini bahwa penyebab gangguan psikologis atau hambatan emosi karena adanya ingatan (sadar ataupun bawah sadar) akan trauma masa lalu. Pengalaman traumatis tersebut yang menyebabkan individu mengalami berbagai gangguan seperti phobia dan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Berbeda dengan psikoterapi konvensional, EP berasusmsi bahwa memang beberapa ingatan masalau dapat membangkitkan
82
emosi negative namun ini tidak berjalan secara langsung melainkan ada “proses antara” yaitu terjadinya gangguan sistem eergi tubuh. Norcross dkk. (2006) mengatakan bahwa kebanyakan psikolog tidak melihat EP sebagai sebuah pengobatan yang layak. Meskipun bukti empiris EP semakin banyak dan mencapai batas apa yang disebut oleh komunitas psikologi klinis (APA) sebagai sebuah treatment yang dapat digunakan untuk kondisi tertentu, namun keberhasilan tersebut belum diakui secara ilmiah (Feinstein, 2008). Kelayakan EP sebagai alat pengobatan terus diupayakan oleh para terapis atau praktisi, Fenstein (2009) mengungkapkan bahwa laporan klinis dari treatment ini adalah: a. Variasi jumlah, urutan, dan pemilihan titik akupuntur tidak mempengaruhi hasil. b. Metode yang bervariasi dalam melakukan stimulus titik akupuntur hasilnya tetap sama efektif. c. Titik akupuntur ”tradisional” lebih efektif daripada titik “palsu”. Zainuddin (2009) menjelaskan teknik-teknik yang mendasari SEFT adalah sebagai berikut : a. Emotional Freedom Technique (EFT) Hainsworth (2008) mengatakan bahwa EFT diperkenalkan pada tahun 1995 oleh Gary Craig. EFT adalah metode sederhana yang menekankan fokus pada masalah dalam diri individu disertai dengan menekan secara lembut pada titik akupuntur (tapping) di wajah , tubuh bagian atas dan tangan. EFT dapat membantu berbagai masalah emosi dan fisik, diantaranya adalah fobia, gangguan fisik dan seksual, stress dan kecemasan, trauma, alergi, sakit kepala, migrain, kecanduan, kepercayaan diri, dan insomnia. Hainsworth (2008) menjelaskan bahwa banyak saluran energi yang berjalan dalam tubuh seseorang. Energi tersebut sangat penting perannya bagi kesehatan seseorang. Energi tersebut mengalir dalam 12 jalur energi yang disebut energy meridian. Jika aliran energi ini terhambat atau kacau maka timbullah gangguan emosi atau penyakit fisik. Proses penyembuhan dalam EFT tidak perlu mengungkap peristiwa atau emosi masa lalu. Individu hanya perlu menekankan apa yang dialami pada saat ini dan mengikuti penyebab timbulnya perasaan negatif tersebut. Individu tidak harus mengalami kembali emosi lama, hanya perlu fokus untuk menyembuhkan emosiemosi negatif tersebut (Hainsworth, 2008). Adapun langkah – langkah yang dilakukan dalam EFT adalah sebagai berikut : 1) Estimate Severity Hainsworth (2008) mengatakan bahwa ada baiknya terlebih dahulu subjek menentukan nilai seberapa tinggi intensitas emosi / rasa sakit yang dialami sekarang dengan menggunakan skala 0-10 (0 = tidak terasa, 10 = intensitas maksimum). Nilai subjektif tersebut (0-10) yang menjadi tolok ukur kemajuan setelah SEFT diterapkan. 2) The Set Up
83
Hainsworth (2008) mengatakan bahwa semua individu memiliki aspek bawah sadar yang tidak siap untuk menyembuhkan karena menganggap jauh lebih aman dengan keadaan dirinya yang sekarang. The set up dirancang untuk membantu individu agar siap untuk sembuh. Cara melakukan set up adalah dengan mengucapkan kalimat set up seperti “ Meskipun saya ingin merokok ketika minum kopi padahal saya juga ingin berhenti merokok, saya benar – benar menerima dan mencintai diri saya sendir ”. Kalimat tersebut diucapkan sebanyak tiga kali sambil menekan pada titik karate chop yaiti pada samping telapak tangan (Hainsworth, 2008). 3) Tapping Pada bagian tapping yang dilakukan adalah dengan menekan atau mengetuk 5-7 kali ketukan pada titik-titik di bagian tubuh tertentu sambil mengucapkan permasalahn yang sedang dialami subjek. Adapun titik-titik tersebut adalah pada bagian top of head (bagian atas kepala), end of eyebrow (titik permulaan alis mata), side of eye (titik permulaan alis mata), under eye (2 cm di bawah mata), under nose (di bawah hidung), chin (antara dagu dan bagian bawah bibir), collarbone (pada ujung tempat bertemu tulang dada dan tulang rusuk pertama), under arm, (untuk laki-laki terletak di bawah ketiak sejajar dengan putting susu dan wanita terletak di perbatasan antara tulang dada dan bagian bawah payudara), gamut (di bagian antara perpanjangan tulang jari manis dan tulang jari kelingking), karate point (di samping telapak tangan) (Hainsworth, 2008). Hainsworth (2008) juga menjelaskan bahwa ketika subjek menekan pada titik-titik tertentu dalam tubuh yang telah disebutkan di atas, sadarilah bahwa setiap kenangan atau emosi atau pikiran atau perasaan dalam tubuh yang muncul ke permukaan akan menuntun subjek pada permasalahan atau apa yang harus diucapkan pada putaran tapping selanjutnya. 4) Continuation Pada tahap conntinuation individu memperkirakan kembali berapa tinggi intensitas emosi / rasa sakit yang dialami. Jika sudah turun namun belum nol maka melakukan langkah-langkah EFT kembali mulai langkah pertama hingga ketiga. Akan tetapi, kalimat yang diucapkan ketika melakukan set up disesuaikan menjadi seperti contoh berikut ini : “Meskipun saya masih ingin merokok ketika minum kopi, padahal saya juga ingin berhenti merokok, saya benar-benar mencintai dan menerima diri saya sendiri". Individu juga dipastikan untuk memasukkan setiap kenangan, pikiran, emosi atau perasaan dalam tubuhnya yang muncul saat melakukan EFT berikutnya (Hainsworth, 2008). 5) Nine Gamut Prosedure Hainsworth (2008) mengatakan bahwa nine gamut procedure adalah proses keseluruhan dari sembilan bagian dari bentuk panjang EFT yang pada awalnya diajarkan namun tidak banyak digunakan pada saat sekarang. Tetapi proses ini bisa sangat kuat dalam menghilangkan semua link dalam otak seseorang untuk menghilangkan peristiwa traumatis. Hainsworth (2008) juga mengatakan bahwa beberapa praktisi percaya bahwa melakukan proses ini sangat penting untuk menghilangkan trauma.
84
Hainsworth (2008) mengatakan 9 langkah yang dilakukan dalam nine gamut procedure sambil menekan pada titik gamut dan tuning adalah sebagai berikut: a) Menutup mata b) Membuka mata c) Menggerakkan mata dengan keras ke kanan bawah d) Menggerakkan mata dengan keras ke kanan bawah e) Memutar bola mata searah jarum jam f) Memutar bola mata berlawanan arah jarum jam g) Bergumam dengan berirama selama 2 detik h) Menghitung dari 1 sampai 5 i) Bergumam dan bersenandung lagi selama 2 detik b. Self Hypnotherapy (Ericksonian) Sarafino (1990) menyebutkan bahwa hypnosis merupakan salah satu teknik yang sudah digunakan sudah digunakan beberapa dokter sejak lama untuk menghilangkan rasa sakit (analgesik) dalam pembedahan. Ketika dalam kondisis terhipnosis perhatian seseorang terhadap dirinya (termasuk tubuh) berkurang, bahkan hilang sama sekali. Masih menurut Sarafino (1990) menjelaskan bahwa meditasi dapat dipandang sebagai suatu bentuk self – hypnosis karena pada saat meditasi seseorang dipuatkan pada objek meditasi (benda, napas, mantra / do’a) sehigga semakin lama seseorang semakin tidak merasakan rangsangan yang ada di sekitarnya, termasuk rangsang sakit. Zainuddin (2009) mengatakan bahwa dalam SEFT yang digunakan adalah ericksonian hypnotherap. Subjek menghipnosis diri sendiri untuk menghapus program-program bawah sadar yang menjadi akar penyebab dari emosi negatif yang dialami. c. Meditation and Relaxation Smith (Subandi, 2003) mengatakan bahwa istilah meditasi mengacu pada sekelompok latihan untuk membatasi pikiran dan perhatian. Sementara itu, Walsh (Subandi, 2003) mengungkapkan bahwa meditasi merupakan teknik atau metode latihan yang digunakan untuk melatih perhatian supaya dapat meningkatkan taraf kesadaran yang selanjutnya dapat dapat membawa proses-proses mental dapat terkontrol secara sadar. Zainuddin (2009) mengatakan bahwa walapun terdapat berbagai jenis dan pendapat mengenai meditasi, tapi jenis meditasi yang paling banyak dipraktikan adalah yang membawa subjek pada kondisi tenang dan relaks, merasakan nafas, menyadari kehadiran Tuhan dalam diri, serta mengarahkan untuk kembali pada diri sejati (fitrah). Saat melakukan SEFT, subjek dianjurkan melakukannya dalam kondisi meditative (yakin, khsyuk, ikhlas, pasrah, dan syukur). Jika demikian, efek SEFT akan terasa lebih efektif. d. Provocative Therapy Farrelly (2002) mengatakan bahwa bahasa terapi konvensional yang penggunaannya tidak hanya menekankan pada kehebatan kata-kata yang disampaikan kapada klien tetapi lebih menekankan pada kemampuan terapis
85
supaya klien mampu memeriksa kembali asumsinya sendiri terhadap permasalahan yang di hadapinya dan menjadikannya sebagai sesuatu yang dapat menyembuhkan dan membuatnya berubah. f. Logotherapy Southwick dkk. (2006) mengatakan bahwa secara bahasa logotherapy adalah penyembuhan melalui makna. Logotherapy adalah psikoterapi yang memusatkan pada kebermaknaan yang berasal dari filsafat eksistensial dan didasarkan pada pengalaman hidup penggagas psikoterapi tersebut yaitu Viktor Frankl. g. Powerfull Prayer Barth (2004) menyatakan bahwa terdapat bukti ilmiah yang mengatakan bahwa do’a dan spiritualitas berpengaruh terhadap kesehatan. Pernyataan tersebut didukung dengan penelitian Koenig (2004) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara agama, spiritualitas, dan kesehatan baik mental maupun fisisk. Zainuddin (2009) menjelaskan bahwa dalam SEFT, 90% menekankan pada unsur spiritualitas. Subjek dibawa pada keyakinan bahwa kesembuhan berasal dari Tuhan sehingga subjek dapat ikhlas dan pasrah terhadap masalah ataupun sakit yang sedang dialaminya. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa teknik yang mendasari SEFT adalah seluruh teknik yang terdapat dalam EFT, ditambahkan dengan Logotherapy, Self Hypnosis (Ericsonian), Transcendental Relaxation & Meditation, Sedona Methode, Provocative Therapy, dan Powerfull Prayer. Zainuddin (2009) mengatakan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan SEFT agar hasilnya efektif : a. Testing Sebelum menerapkan SEFT, terlebih dahulu subjek menentukan nilai seberapa tinggi intensitas emosi/rasa sakit yang dialami sekarang dengan menggunakan skala 0-10 (0 = tidak terasa, 10 = intensitas maksimum). Nilai subjektif tersebut (0-10) yang menjadi tolok ukur kemajuan setelah SEFT diterapkan. b. Aspects Ketika melakukan SEFT, subjek dibantu untuk memikirkan dan membayangkan masalah yang dialaminya. Memikirkan dan membayangkan aspek yang membuat subjek ingin merokok, sudah dapat menimbulkan gangguan energi yang hampir sama ketika subjek sedang merokok. Efektivitas SEFT yang diterapkan pada saat membayangkan aspek tersebut cenderung bertahan. d. Be Spesific Semakin spesifik mengenali akar masalah dari gangguan emosi, pikiran, dan perilaku yang dialami maka semakin efektif hasilnya. Zainuddin (2000) menjelaskan langkah-langkah bagaimana melakukan SEFT : a. The Set-Up. The Se-Up bertujuan untuk memastikan agar aliran energi tubuh terarahkan dengan tepat.Langkah ini dilakukan unuk menetralisir psychological reversal atau perlawanan psikologis (biasanya berupa pikiran negatif
86
spontan atau keyakinan bawah sadar negatif, seperti kesulitan untuk melepaskan diri dari kecanduan merokok).Cara menetralisir psychological reversal tersebut adalah dengan melakukan the set-up words. Dalam bahasa religius, the set-up words adalah doa kepasrahan kepada Allah SWT. Contoh the set-up wordsadalah “Ya Allah walaupun saya ingin sekali merokok padahal saya ingin bisa berhenti merokok.,saya ikhlas menerima masalah saya ini. Saya pasrahkan padamu kesembuhan saya dari kecanduan rokok.” b. The Tune In Cara melakukan tune-in adalah dengan memikirkan sesuatu atau peristiwa spesifik tertentu yang dapat membangktkan emosi negatif yang akan dihilangkan atau situasi dimana seseorang sangat ingin merokok. Tujuannya adalah untuk secara spesifik menetralisir emosi negatif atau sakit fisik yang dirasakan. Untuk membantu terjadinya tune-in adalah dengan terus memikirkan sesuatu yang membangkitkan respon emosi negatif tersebut sekaligus mengulang-ngulang kata pengingat yang mewakili emosi yang dirasakan. Dalam hal ini, kata pengingatnya adalah kecanduan rokok. Cara lain untuk melakukan tune-in adalah dengan mengganti kata pengingatnya dengan kalimat “saya ikhlas, saya pasrah pada-Mu ya Allah”. Tune-in tetap dilakukan sampai semua teknik SEFT dilakukan hingga akhir. c. The Tapping Tapping adalah mengetuk ringandengan dua ujung jari pada titik-titik tertentu di tubuh sebanyak tujuh kali ketukan sambil terus melakukan tunein. d. Nine Gamut Procedure Nine gamut procedure adalah sembilan gerakan untuk merangsang otak.Setiap gerakan dimaksudkan untuk merangsang bagian otak tertentu. Sembilan gerakan tersebut adalah : 1) Menutup mata 2) Membuka mata 3)Mata digerakkan dengan kuat ke kanan bawah 4) Mata digerakkan dengan kuat ke kiri bawah 5) Memutar bola mata searah jarum jam 6) Memutar bola mata berlawanan arah jarum jam 7) Bergumam dengan berirama selama dua detik 8) Menghitung satu, dua, tiga, empat, dan, lima 9) Bergumam lagi seperti langkah ke-7 e. The Tapping Again Setelah menyelesaikan nine gamut procedure, langkah terakhir adalah mengulang lagi the tapping dan diakhiri dengan mengambil nafas panjang kemudian menghembuskannya. Walaupun beberapa fakta telah membuktikan keberhasilan SEFT dalam membantu banyak orang untuk berhenti merokok namun belum ada penelitian yang mengkaji secara ilmiah terkait efektivitas terapi tersebut. Oleh karena itu, peneliti tertarik meneliti efektivitas SEFT sehingga efektivitas SEFT tidak hanya dibuktikan secara empiris namun dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
87
METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Fakultas Bimbingan Konseling Universitas PGRI Yogyakarta. Fakultas tersebut dilengkapi dengan berbagai fasilitas seperti laboratorium BK, ruang laboratorium bahasa, masjid kampus, dan laboratorium komputer. Univesitas PGRI Yogyakarta beralamatkan di jalan PGRI I, Sonosewu No. 117 Yogyakarta 55182. Adapun sesuai dengan latar belakang permasalahan, maka yang menjadi subjek penelitian adalah mahasiswa BK angkatan 2009-2011, dimana jumlah keseluruhannya saat ini dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1. Jumlah Keseluruhan Mahasiswa Per Kelas Fakultas BK Universitas PGRI Yogyakarta Angkatan Tahun 2009-2011
Angkatan 2011
2010
2009
Kelas
Jumlah
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11
38 40 36 43 42 38 39 41 39 42 39 437
Total
Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa. Demi tercapainya efektivitas pemberian SEFT maka jumlah subjek dibatasi 20 orang yang terbagi secara random ke dalam Kelompok Eksperimen (KE) dan Kelompok Kontrol (KK). KE berjumlah 10 orang dan KK berjumlah 10 orang. KE diberi SEFT sedang KK tidak. Adapun kriteria subjek penelitian adalah sebagai berikut : 1. Tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Bimbingan Konseling (BK) Universitas PGRI Yogyakarta. 2. Mahasiswa angkatan 2009 – 2011 yang merokok. 3. Bersedia mengikuti SEFT dengan mengisi lembar kesediaan. 4. Subjek tidak sedang mengikuti terapi atau program lain yang berkaitan dengan merokok. Alasan peneliti menetapkan kriteria tersebut untuk menghindari bias dalam penelitian. Pretest dilaksanakan pada hari Sabtu, 31 Maret 2012 dari pukul 16.0017.00 BBWI. Prosedur pelaksanaannya, pertama-tama peneliti mengumpulkan 25 subjek penelitian di ruang kelas nomor 7 (tujuh) Fakultas BK Universitas PGRI Yogyakarta. Selanjutnya peneliti dan satu asisten menyajikan skala perilaku merokok kepada 25 orang subjek. Berdasarkan hasil pengisian skala perilaku merokok, diperoleh data pretest 25 subjek yang digunakan untuk dua tujuan, yaitu sebagai skor pretest yang akan dianalisis dan sebagai poses screening. Oleh karena itu data pretest pada proses 88
screening dibuat kategorisasi tingkat perilaku merokok berdasarkan norma empirik dari data pretest. 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Sangat Rendah
Rendah
Normal
Tinggi
Sangat Tinggi
Grafik 1. Kategorisasi Tingkat Perilaku Merokok Mahasiswa BK Universitas PGRI Yogyakarta Angkatan Tahun 2009-2011
Berdasarkan tabel dan grafik di atas, dapat dilihat bahwa dari 25 subjek penelitian terdapat 3 (tiga) orang yang memiliki tingkat perilaku merokok dengan kategori tinggi, 18 orang dengan kategori normal, 3 (tiga) orang dengan kategori rendah, dan 1 (satu) orang dengan kategori sangat rendah. Selanjutnya peneliti membagi 25 subjek tersebut ke dalam dua kelompok yaitu Kelompok Eksperimen (KE) dan Kelompok Kontrol (KK). KE merupakan kelompok yang diberi perlakuan berupa pemberian Spiritual emotional Freedom Technique (SEFT) sedangkan KK adalah kelompok yang tidak diberi perlakuan apapun. Pembagian kelompok tersebut menggunakan teknik matching. Dua puluh lima subjek penelitian pada masing-masing kelompok dipisah berdasarkan tingkat perilaku merokoknya, yakni tinggi, normal, rendah dan sangat rendah. Setelah itu barulah peneliti melakukan teknik matching dengan membagi setiap kategori ke dalam KE dan KK. Hasilnya adalah KE memiliki 13 subjek dan KK 12 subjek. Hasil matching subjek dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
89
Tabel 2. Hasil Matching Skor Pretest Subjek Penelitian
Kategori
Skor
Tinggi 69,5 – 73 Normal/Sedang 54 – 69 Rendah 41,5 – 53,5 Sangat Rendah ≤ 41 Total
Jumlah Subjek Kelompok Kelompok Eksperimen Kontrol 2 1 9 9 1 2 1 0 13 12
Total 3 18 3 1 25
Setelah melakukan proses matching, peneliti melaksankan pemberian perlakuan pada kelompok eksperimen, pemberian perlakuan dilaksanakan pada hari Minggu, 1 April 2012 dari pukul 07.00-17.00 BBWI dan bertempat di Masjid Sela, Masjid Kampus Universitas PGRI Yogyakarta. Perlakuan yang diberikan adalah pemberian SEFT oleh terapis yang sudah mengikuti pelatihan SEFT dan telah berpengalaman memberikan SEFT. Terapis memberikan SEFT kepada subjek secara satu persatu. Terapis memperkirakan bahwa setiap subjek membutuhkan waktu sekitar 45 menit untuk diberikan SEFT sehingga peneliti mengundang tiap subjek dengan waktu yang berbeda, yaitu selang waktu 45 menit. Hal tersebut dilakukan agar subjek tidak menunggu lama ketika akan diberikan SEFT. Proses pemberian SEFT untuk menurunkan perilaku merokok yang dilakukan terapis kepada subjek adalah sebagai berikut: Pertama, subjek diminta untuk menghisap rokok dan merasakan nikmatnya merokok. Kedua, terapis menanyakan kepada subjek seberapa tinggi kenikmatan yang dirasakan subjek saat merokok jika diberi skala 0-10 (0 = tidak merasakan kenikmatan merokok, 10 = nilai maksimum dari kenikmatan yang dirasakan subjek saat merokok). Ketiga, terapis melakukan interview terhadap subjek untuk mengetahui faktor-faktor yang membuat subjek ingin sekali merokok. Keempat, terapis memberikan SEFT kepada subjek sampai subjek tidak merasakan nikmatnya merokok dan tidak ada keinginan untuk merokok lagi. Peserta yang hadir pada saat itu berjumlah 10 orang, 3 (tiga) orang lainnya tidak hadir dan tidak memberikan keterangan atas ketidakhadiran sehingga peneliti hanya mengikutkan 10 orang subjek tersebut untuk dapat mengikuti posttest. Posttest dilaksanakan pada hari Senin, 2 April 2012 pada pukul 16.00 – 17.00 BBWI di ruang kelas nomor 7 (tujuh) Fakultas BK Universitas PGRI Yogyakarta. Peserta yang hadir berjumlah 22 orang yang terdiri dari 10 orang dari Kelompok Eksperimen dan 12 orang dari Kelompok Kontrol. Peneliti memberikan skala perilaku merokok kepada 22 subjek tersebut (KE dan KK). Selanjutnya data dari hasil posttest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol dianalisis dengan menggunakan SPPS 16.0 for Windows. Pada hari Minggu, 28 April 2012 pada pukul 08.00 – 17.00 BBWI, Subjek pada Kelompok Kontrol diberikan SEFT untuk menurunkan perilaku merokok. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Rancangan penelitian menggunakan metode 90
eksperimen yaitu dengan pretest post test control group design (Cook & Campbel, 1979) dimana kelompok yang digunakan yaitu Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen yang diberikan pretest dan post test. Kelompok yang diberi perlakuan hanya kelompok eksperimen. Metode observasi adalah pengamatan atau pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena kegiatan yang sedang berlangsung atau tidak berlangsung. Observasi dilakukan guna memperoleh data pelengkap yang bertujuan untuk melihat motivasi dan konsentrasi subjek ketika diberikan SEFT. Data kuantitatif diperoleh peneliti dari pengukuran skala perilaku merokok. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah T-test dengan data berskala interval yang perhitungannya dibantu dengan memakai program SPSS (Statistical Product and Service Solution) for Windows release 16.0.. Analisa data dengan teknik ini digunakan untuk data pretest dan posttest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Data kualitatif diperoleh peneliti dari hasil wawancara dan observasi yang digunakan untuk melengkapi data kuantitatif. HASIL DAN PEMBAHASAN SEFT efektif untuk menurunkan perilaku merokok pada mahasiswa. Hal tersebut terlihat dari hasil uji Mann-Whitney gain score pretest dan posttest skala perilaku merokok pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol yang menyebutkan bahwa taraf signifikansi yang diperoleh dari data (U) sebesar 0,00 dengan kaidah uji beda = 5% (0,05). Berdasarkan hasil tersebut, nilai U lebih sedikit daripada nilai = 0,05 (U<0,05) yang berarti bahwa ada perbedaan gain score pretest dan posttest skala perilaku merokok yang signifikan antara Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol. Berdasarkan uji Wilcolxon disimpulkan juga bahwa ada penurunan perilaku merokok pada Kelompok Eksperimen sesudah diberikan SEFT. Hal tersebut dapat diketahui dari hasil uji Wilcolxon pada Kelompok Eksperimen bahwa taraf signifikansi yang diperoleh data (T) sebesar 0,025 dengan kaidah uji beda = 5% (0,05). Berdasarkan hasil tersebut, nilai T lebih sedikit daripada nilai = 0,05 (T<0,05) yang berarti ada perbedaan skor skala perilaku merokok yang signifikan antara skor skala perilaku merokok pada pretest dan posttest pada Kelompok Eksperimen. Sedangkan pada Kelompok Kontrol yang tidak diberikan perlakuan, hasil uji Wilcolxon menyatakan bahwa taraf signifikansi yang diperoleh data (T) sebesar 0,079 dengan kaidah uji beda = 5% (0,05). Berdasarkan hasil tersebut, nilai T lebih besar daripada nilai = 0,05 (T>0,05) yang berarti tidak ada perbedaan skor skala perilaku merokok yang signifikan antara skor skala perilaku merokok pada pretest dan posttest pada Kelompok Kontrol. Meskipun berdasarkan hasil uji analisis Mann-Whitney dan uji Wilcolxon menyebutkan bahwa hipotesis terbukti, namun penelitian ini mempunyai kelemahan yaitu pada alat ukur. Alat ukur yang berupa skala perilaku merokok dirasa kurang tepat untuk mengukur perilaku merokok subjek sehingga pada
91
penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan alat ukur yang lebih tepat agar pengukuran terhadap efektivitas SEFT lebih jelas terlihat. Hasil wawancara terhadap sepuluh subjek memperlihatkan bahwa sebelum diberikan SEFT, subjek sering merokok terutama ketika setelah makan dan berkumpul bersama teman-teman yang merokok. Ada pula yang merokok dikarenakan ingin melepaskan ketegangan dan rasa jenuh. Hal tersebut selaras dengan yang diungkapkan Aritonang (Sari dkk., 2008) jika ditinjau dari faktor sosial, sebagian besar perokok menyatakan bahwa merokok dikarenakan pengaruh orang-orang di sekitarnya seperti orang tua dan teman.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa : 1. Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) efektif untuk menurunkan perilaku merokok pada mahasiswa. Mahasiswa yang diberikan SEFT mengalami penurunan skala perilaku merokok dibandingkan mahasiswa yang tidak diberikan SEFT. 2. Hasil observasi menunjukkan bahwa subjek yang mengalami penurunan perilaku merokok setelah diberikan SEFT adalah subjek yang terlihat sungguh-sungguh dan terlihat konsentrasi ketika melakukan SEFT dan mempunyai keinginan besar untuk berhenti merokok. Berdasarkan wawancara, subjek menceritakan bahwa setelah diberikan SEFT, rokok menjadi terasa pahit di lidah dan tidak ada keinginan dalam diri subjek untuk merokok lagi.
DAFTAR PUSTAKA Baker, B.T., dkk. 2004. School-related stresss and Psychosomatic symptoms among Norwegian adolescents : Annual Review of Psychology. http://www.proquest.com/. 14 April 2011. Cook & Campbel. 1979. Quasi Experimentation: Design and Analysis issues for Field Setting. Boston : Houghto Mifflin. Farrelly, F. 2002. Provocative Therapy. Paper presented at the Intensive Training Cource Tagungshause Lowen. Germany. October 26-29. Fawzani, N. & Triratnawati, A. 2005. Terapi Berhenti Merokok (Studi Kasus 3 Perokok Berat). Jurnal Kesehatan. 1 : 15-22.
92
Fenstein. 2009. Controversies in Energy Psychology. Journal Energy Psychology: Theory, Research, Treatment. 1 : 45-56. Hainsworth. 2008. You Can Heal with EFT. www.selfheal4me.com. 8Juli 2012 Husaini, A. 2006. Tobat Merokok Rahasia dan Cara Empatik Berhenti Merokok. Depok : Pustaka Iiman. Koenig, H. G. 2004. Religion, Spirituality, and Medicine : Research Findings and Implications for Clinical Practice. Southern Medical Journal. 12 : 97. Komalasari, D. & Helmi, A.F. 2000. Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Merokok Pada Remaja. Jurnal Psikologi, 28: 37-47. Kompas. 2011. Bebas Kecanduan Rokok dalam 15 Menit, Mau?. Kompas 2 Agustus 2011. http://griyaterapisehatmadiun.wordpress.com/2011/08/02/bebaskecanduan-rokok-dalam-15-menit-mau/. 17 Agustus 2011. Kompas. 2008. Stop Rokok dengan Terapi SEFT. 31 Mei 2008. http://www1.kompas.com/lipsus052009/herculesread/2008/05/31/1555432 1/stop.rokok.dengan.terapi.seft. 22 Juli 2012. Mc Gee, dkk. 2005. Is Cigarette Smoking Associated with Suicidal Ideation Among Young People. The American Journal of Psychology. http://www.proquest.com/. 14 April 2011. Mubarok. 2009. Remaja dan Perilaku Merokok. http://id.shvoong.com/medicineand-health/1928293-remaja-dan-perilaku-merokok/. 13 Agustus 2011. Mu’tadin, Z. 2002. Remaja & Rokok. http://www.e-psikologi.com/epsi/search.asp. 13 Aguatus 2011. Nusantaraku. 2009. 10 Negara dengan Jumlah Perokok Terbesar di Dunia. http://nusantaranews.wordpress.com/2009/05/31/10-negara-jumlahperokok-terbesar-di-dunia/. 14 April 2011. Norcross, J. C., Koocher, G. P., & Garofalo, G. P. 2006. Discredited psychological treatments and tests: A Delphi poll. Professional Psychology: Research and Practice. 37 : 515-522.
93
Pujiyono, Y. 2010. Ngefams di dalam Gedung, PNS, dan Anggota dewan Cuekin Pegrub. http://bataviase.co.id/node/261458. 14 April 2011. Rosemary, R. 2011. Antara Motivasi dan Tantangan Berhenti Merokok (Studi Kasus Mahasiswa di Banda aceh). Aceh Development International Conference. Malaysia. Maret 2011. Sarafino, E. P. 1990. Health Psychology, Biopsychososial interaction. Newyork: John Wiley & Son. Sari, A.T.O., Neila R. & Mirza E. 2008. Empati dan Perilaku Merokok di Tempat Umum. Jurnal Psikologi. 1-15. SEFT- Stop Merokok Metro TV-Rekor MURI. Diunduh dari http://www.youtube.com/watch?v=c-oFwoYSmAc&feature=related. 13 Agustus 2011. SEFT untuk Berhenti Merokok Kurang dari 5 Menit. Diunduh dari http://www.youtube.com/watch?v=be_3Q-hDY3I. 13 Agustus 2011. Smet, B. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT Grasindo. Southwick, Gilmartin, Mcdonough & Morrissey. Logotherapy as an Adjunctive Treatment for Chronic Combat-reladed PTSD : A MeaningbasedIntervention. American Journal of Psychotherapy. 2 : 60. Subandi, M. A. 2003. Latihan Meditasi untuk Psikoterapi dalam Psikoterapi Pendekatan Konvensional dan Kontemporer. Subandi (editor). Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Susanna, D., Budi H. & Hendra F. 2003. Penentuan Kadar Nikotin dalam Asap Rokok. Jurnal Kesehatan. 7: 47-49. Syafiie, R.M., Frieda N.R.H., dan Y.F.L. Kahija. 2008. Stop Smoking! Studi Kualitatif Terhadap Pengalaman Mantan pecandu Rokok dalam Menghentikan Kebiasaannya.
94
Tandra, H. 2003. Merokok & Kesehatan. Dalam Kompas 30 Juni 2003. http://www.domeclinic.com/lifestyle/merokok-a-kesehatan.pdf. 13 Agustus 2011. Zainuddin, A. F. 2009. Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) for Healing + Success + Happiness + Greatness. Jakarta : Afzan Publishing. Zainuddin, A. F. 2005. Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT). Jakarta : Afzan Publishing. Zainuddin, A. F. 2000. Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT). Jakarta : Afzan Publishing.
95