perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
EFEKTIVITAS PENERAPAN PENDIDIKAN MORAL DALAM MEMBENTUK DISIPLIN MORAL (Studi Pada Anak Yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” Dukuh Pangin Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo)
SKRIPSI
Oleh: SANTI WIDIYANTI K6408052
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Santi Widiyanti
NIM
: K6408052
Jurusan/Program Studi : PIPS/Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Menyatakan bahwa skripsi saya berjudul “EFEKTIVITAS PENERAPAN PENDIDIKAN MORAL DALAM MEMBENTUK DISIPLIN MORAL (Studi Pada Anak Yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” Dukuh Pangin Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo)” ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri. Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.
Surakarta, 10 Juli 2012 Yang Membuat Pernyataan
Santi Widiyanti
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
EFEKTIVITAS PENERAPAN PENDIDIKAN MORAL DALAM MEMBENTUK DISIPLIN MORAL (Studi Pada Anak Yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” Dukuh Pangin Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo)
Oleh: SANTI WIDIYANTI K6408052
Skripsi Ditulis dan diajukan untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Pada hari
: Jum‟at
Tanggal
: 13 Juli 2012
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Winarno, S.Pd, M.Si.
Moh. Muchtarom, S.Ag., M.S.I.
NIP. 19710813 199702 1 001
NIP. 19740724 200501 1 002
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Pada hari
:
Tanggal
:
Tim Penguji Skripsi : Nama Terang
Tanda Tangan
Ketua
: Dr. Triyanto, S.H., M.Hum.
Sekretaris
: Rini Triastuti, S.H., M.Hum.
Anggota I
: Dr. Winarno, S.Pd, M.Si.
Anggota II
: Moh. Muchtarom, S.Ag., M.S.I.
Disahkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Dekan,
Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd commit to user NIP. 19600727 198702 1 001
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Santi Widiyanti. EFEKTIVITAS PENERAPAN PENDIDIKAN MORAL DALAM MEMBENTUK DISIPLIN MORAL (Studi Pada Anak Yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” Dukuh Pangin Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo). Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Juli 2012. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) strategi pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral yang diajarkan pengasuh pada anak yatim yang memiliki perbedaan usia dan jenjang pendidikan, (2) efektivitas penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral pada anak yatim, dan (3) faktor yang menjadi kendala penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral pada anak yatim. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Strategi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah strategi ganda terpancang. Sumber data adalah informan, peristiwa atau aktivitas dan dokumen. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling. Teknik pengumpulan data dan penyusunan data adalah wawancara, observasi dan analisis dokumen. Peneliti menggunakan triangulasi data dan metode untuk mendapatkan data yang valid. Sedangkan teknik analisis data menggunakan model interaktif dengan mengikuti langkahlangkah berikut: (1) pengumpulan data, (2) reduksi data, (3) penyajian data dan (4) kesimpulan. Prosedur penelitian ini mengikuti langkah-langkah: (1) persiapan, (2) pengumpulan data, (3) analisis data, dan (4) penyusunan laporan penelitian. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa: (1) Strategi penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral yakni, modeling keteladanan/contoh, pembiasaan / habituasi, pemberian materi, strategi pendekatan individu, bimbingan personal, dan menciptakan lingkungan yang kondusif, (2) Berdasarkan indikator efektivitas penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral, dapat dikatakan belum efektif dilihat dari indikator input, process, output dan outcome yang belum tercapai sesuai dengan tujuan awal dari pendidikan moral , (3) faktor yang menjadi kendala sulitnya penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral berasal dari peserta didik, guru sebagai fasilitator, dan sarana prasarana.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Santi Widiyanti. EFFECTIVENESS OF THE IMPLEMENTATION OF MORAL EDUCATION IN SHAPING THE MORAL DISCIPLINE (Studies in Orphan at Orphanage Orphan "Miftahul Jannah" Pangin Hamlet Joho Village Sukoharjo District). Thesis. Surakarta : Faculty of Teacher Training and Education Sebelas Maret University. July 2012. The purposes of this study are to determine: (1) strategies of moral education in shaping the moral discipline which teaches caregivers to orphans who have different ages and levels of education, (2) the effectiveness of the implementation of moral education in shaping the moral discipline of the orphans, and (3) factor is a constraint application of moral education in shaping the moral discipline of the orphans. This research used descriptive qualitative method. The research strategy used in this researh is a embedded strategy fixed. The sources of the data were informants, document and the event or activity. The sampling technique was purposive sampling. The techniques of collection and arranging the data were interviews, observation and document analysis. The researcher used triangulation of data and methods to obtain valid data. While, the techniques of analyzing data used using interactive model by following these steps: (1) collecting data, (2) data reduction, (3) data display, and (4) conclusion. The research procedure were these steps: (1) preparation, (2) data collection, (3) data analysis, and (4) preparation of research reports. Based on the result of the research, it can be concluded that: (1) Strategies implementation of moral education are exemplary modeling / example, habituation and the provision of materials, strategic approach to individual, personal guidance, and creating an enabling environment, (2) based on indicators of the effectiveness of the implementation of education moral in the form of moral discipline orphan, it can be seen to have effectively seen from the indicators of input, process, output and outcome, (3) factors into the difficulty of the application constraints derived from the moral education of orphan, teachers as facilitators, and infrastructure.
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmeh dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhan-mu, Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS. An Nahl ayat 125) Nabi saw bersabda, "Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia." (HR.Bukhari) Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita adalah untuk mencoba, karena didalam mencoba itulah kita menemukan dan belajar membangun kesempatan untuk berhasil (Mario Teguh) Jika kamu ingin melakukan perubahan dalam hidupmu, mulailah melakukan perubahan sekarang dari hal-hal terkecil, dan percayalah Allah akan selalu menemani kemanapun kita pergi. (Penulis) commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Dengan penuh kasih, karya ini kupersembahkan untuk: Bapak dan ibu tercinta, do’a, dukungan, dan kasih sayangmu yang tanpa batas Kakak dan Adik tersayang yang selalu membantuku Keluarga
baruku
PPKn
‘08,
dukungan
kebersamaan kita tidak akan kulupakan Almamater
commit to user
ix
dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Segala Puji syukur hanya bagi Allah SWT yang telah melimpahkan banyak rahmat, nikmat, hidayah dan inayah-Nya kepada penulis sehingga pada waktu-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Jurusan Pendidikan Ilmu Sosial Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan, saran, dorongan dan perhatian dari berbagai pihak, skripsi ini tidak dapat diselesaikan dengan baik. Dalam kesempatan
ini
dengan
segenap
kerendahan
hati
perkenankan
penulis
menghaturkan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd., selaku Dekan Fakutas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin penyusunan skripsi. 2. Bapak Drs. Syaiful Bachri, M. Pd., selaku Ketua Jurusan PIPS, yang telah menyetujui atas permohonan penyusunan skripsi ini. 3. Ibu Dr. Sri Haryati, M. Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang telah memberikan pengarahan dan izin penyusunan skripsi ini. 4. Bapak Dr. Winarno, S. Pd, M. Si., selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dorongan dan perhatian yang luar biasa sehingga memperlancar penulisan skripsi ini. 5. Bapak Moh. Muchtarom, S. Ag., M. Si., selaku pembimbing II yang juga telah memberikan bimbingan, pengarahan, dorongan dan perhatian yang luar biasa sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 6. Bapak H. Moryono H.I. selaku Penangung Jawab Harian Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” Dukuh Pangin, Kelurahan Joho, Kabupaten Sukoharjo yang telah memberikan izin, pengarahan dan bimbingan selama penulis melakukan penelitian ini. commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7. Bapak H. Sunaryo, BA dan Bapak H. Mudjidi, S. Ag, S. Pd, selaku ustadz bimbingan sikap perilaku anak dan ustadz akhlak terima kasih atas bantuan, dukungan dan kerjasamanya. 8. Ibu Dra. Indiah Sri Maharsi (Wali Kelas 9F SMP Negeri 6 Sukoharjo), Ibu Sri Lestari, S. Pd. (Wali Kelas 6 SD N Jetis IV Sukoharjo) dan Bapak Hadi Prianto, S. Pd., M. Ag.(Guru BK MTsN Sukoharjo) yang telah memberikan pengarahan, bimbingan dan informasi serta terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya. 9. Adik-adik Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”, terima kasih atas bantuan, kerjasama dan dukungannya. 10. Bapak dan Ibu tersayang yang senantiasa memberikan yang terbaik, kasih saying dan semangat bagi penulis. 11. Sahabat-sahabatku tersayang terima kasih untuk dukungan, persahabatan dan bantuannya. 12. Semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi yang telah dikerjakan ini masih jauh dari kesempurnaan maka saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan ini akan senantiasa penulis harapkan untuk perbaikan di masa mendatang. Akhirnya
penulis
berharap
semoga
karya
ini
bermanfaat
bagi
perkembangan ilmu pengetahuan dan pembaca pada umumnya.
Surakarta, Juli 2012 Penulis
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ........................................................................................
i
HALAMAN PERNYATAAN...........................................................................
ii
HALAMAN PENGAJUAN..............................................................................
iii
HALAMAN PERSETUJUAN ..........................................................................
iv
HALAMAN PENGESAHAN ...........................................................................
v
HALAMAN ABSTRAK....................................................................................
vi
HALAMAN ABSTRACT............................................................................... .... vii HALAMAN MOTTO.................................................................................. ...... viii HALAMAN PERSEMBAHAN....................................................................... .
ix
KATA PENGANTAR.................................................................................. .....
x
DAFTAR ISI........................................................................................……….. xii DAFTAR TABEL.........................................................................................…. xvi DAFTAR GAMBAR......................................................................................... xvii DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... xviii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..................................................................
1
B. Perumusan Masalah .......................................................................
7
C. Tujuan Penelitian ............................................................................
7
D. Manfaat Penelitian ..........................................................................
8
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ...........................................................................
9
1. Tinjauan Tentang Moral ..........................................................
9
a. Pengertian Moral...................................................................
9
b. Obyek Moral ......................................................................... 12 c. Jenis Moral ............................................................................ 13 d. Nilai Moral ........................................................................... 14 e. Norma Moral......................................................................... 18 commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Tinjauan Tentang Pendidikan Moral ....................................... 19 a. Pengertian Pendidikan .......................................................... 19 b. Pengertian Pendidikan Moral ............................................... 21 c. Tujuan Pendidikan Moral ..................................................... 22 d. Target/Substansi Pendidikan Moral...................................... 23 e. Strategi Pendidikan Moral/Budi Pekerti ............................... 24 f. Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Pendidikan Moral .................................................................................... 25 3. Tinjauan Tentang Disiplin Moral ............................................. 26 a. Pengertian Disiplin ............................................................... 26 b. Cara-cara Menanamkan Disiplin .......................................... 27 c. Unsur-unsur Disiplin............................................................. 29 d. Aspek-aspek Disiplin ............................................................ 31 e. Kriteria Disiplin yang Efektif ............................................... 32 f. Evaluasi Disiplin ................................................................... 33 g. Pengertian Disiplin Moral .................................................... 34 4. Tinjauan Teori Moralitas .......................................................... 36 5. Tinjauan Tentang Anak Yatim ................................................ 45 a. Pengertian Anak .................................................................... 45 b. Pengertian Anak Yatim ........................................................ 46 6. Tinjauan Tentang Efektivitas ................................................... 48 a. Efektivitas Pendidikan Moral ............................................... 48 b. Indikator Efektivitas ............................................................. 50 B. Kerangka Pemikiran ...................................................................... 51 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 53 B. Bentuk dan Strategi Penelitian ...................................................... 54 C. Sumber Data ................................................................................... 55 D. Teknik Pengambilan Sampel .......................................................... 58 E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 58 commit to user F. Validitas Data ................................................................................. 61
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
G. Analisis Data .................................................................................. 63 H. Prosedur Penelitian ......................................................................... 65 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ............................................................. 67 B. Deskripsi Permasalahan Penelitian .................................................. 89 1. Strategi Penerapan Pendidikan Moral Di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” ................................................ 89 2. Efektivitas Penerapan Pendidikan Moral Dalam Membentuk Disiplin Moral Pada Anak Yatim Di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” .................................. 96 3. Faktor Yang Menjadi Kendala Sulitnya Penerapan Pendidikan Moral Dalam Membentuk Disiplin Moral Pada Anak Yatim Di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” .................................................................... 119 C. Temuan Studi ................................................................................... 136 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Kesimpulan ...................................................................................... 152 B. Implikasi ........................................................................................... 154 C. Saran ............................................................................................... 155 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 157 LAMPIRAN
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.
Enam Tahap Perkembangan Moral Kohlberg ...............................
40
Tabel 2.
Jadwal Kegiatan Penelitian ............................................................
53
Tabel 3.
Daftar Penanggung Jawab Harian ..................................................
77
Tabel 4.
Daftar Ustadz Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” .......
77
Tabel 5.
Data Anak Yatim yang Berasrama dan Tidak Berasrama di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” ........................................
Tabel 6.
Data Anak Yatim Berdasarkan Tingkat Pendidikan Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah .........................................
Tabel 7.
79
Jadwal Kegiatan Harian di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” ..........................................................................................
Tabel 9.
78
Data Anak Yatim Berasrama Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” ..........................................................................................
Tabel 8.
78
80
Rencana dan hasil dari Indikator Input .......................................... 106
Tabel 10. Rencana dan hasil dari Indikator Prosess ...................................... 110 Tabel 11. Rencana dan Hasil daari Indikator Output ..................................... 114 Tabel 12. Rencana dan Hasil dari Indikator Outcome ................................... 117 Tabel 13. Kendala dan Upaya Mengatasinya dari Indikator Input ................ 125 Tabel 14. Kendala dan Upaya Mengatasinya dari Indikator Process ............ 129 Tabel 15. Kendala dan Upaya Mengatasinya dari Indikator Output .............. 132 Tabel 16. Kendala dan Upaya Mengatasinya dari Indikator Outcome .......... 135
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.
Kerangka Pikir ...........................................................................
52
Gambar 2.
Analisis Data Model Interaktif ....................................................
65
Gambar 3.
Denah Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” ................
68
Gambar 4.
Struktur Organisasi Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” .......................................................................................
commit to user
xvi
72
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1
Data Informan ............................................................................ 161
Lampiran 2
Pedoman Wawancara ................................................................ 163
Lampiran 3
Pedoman Observasi ................................................................... 166
Lampiran 4
Catatan Lapangan Hasil Wawancara ......................................... 167
Lampiran 5
Catatan Lapangan Hasil Observasi ............................................ 176
Lampiran 6
Trianggulasi Data ...................................................................... 202
Lampiran 7
Trianggulasi Metode .................................................................. 210
Lampiran 8
Biodata Pribadi .......................................................................... 195
Lampiran 9
Susunan Pengurus Kamar Anak Yatim ..................................... 201
Lampiran 10 Jadwal Aktivitas Harian Anak ................................................... 205 Lampiran 11 Jadwal Kegiatan Ba‟da Ahar ..................................................... 206 Lampiran 12 Jadwal Azan Masjid Nurul Imam .............................................. 207 Lampiran 13 Jadwal Regu Piket Putra ............................................................ 208 Lampiran 14 Pembagian Piket Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” 212 Lampiran 15 Surat Pemberitahuan Kepada Ketua RT .................................... 220 Lampiran 16 Surat Pemberitahuan Libur Lebaran Kepada Keluarga ............. 221 Lampiran 17 Gambar Kegiatan penelitian ...................................................... 222 Lampiran 18 Laporan Nilai Kegiatan Anak Yatim ......................................... 224 Lampiran 19 Rapor Nilai Kegiatan Anak Yatim ........................................... 225 Lampiran 20 Tata Tertib Anak Asuh Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” ..................................................................................... 228 Lampiran 21 Tata tertib Melaksanakan Ibadah di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” ..................................................................... 232 Lampiran 22 Surat Ijin Keluar Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” 233 Lampiran 23 Buku Catatan Pelanggaran......................................................... 235 Lampiran 24 Daftar Absensi Santri Panti Asuhan Anak Yatim ..................... 237 Lampiran 25 Catatan Peristiwa Harian Anak Yatim....................................... 241 commit to user Materi Kegiatan Ba‟da Lampiran 26 Absensi Ustadz Dalam Memberikan
xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id xviii
Ashar Panti Asuhan Anak AYtim “Miftahul Jannah” ............... 243 Lampiran 27 Kartu Kasus (Catatan Kejadian) Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Sukoharjo ..................................................................... 245 Lampiran 28 Data Anak Asuh Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” 250 Lampiran 29 Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi Kepada Pembantu Dekan 1 FKIP UNS ................................................................... 252 Lampiran 30 Surat Keputusan Dekan FKIP UNS tentang Ijin Penyusunan Skripsi ........................................................................................ 253 Lampiran 31 Surat Permohonan Ijin Research / Try Out Kepada Rektor UNS .......................................................................................... 254 Lampiran 32 Permohonan Surat Pengantar Ijin Penelitian Kepada Bupati Sukoharjo ................................................................................... 255 Lampiran 33 Surat Ijin Penelitian .................................................................. 256 Lampiran 34 Surat Keterangan Telah Mengadakan Penelitian di SD Negeri Jetis 04 Sukoharjo ...................................................................... 257 Lampiran 35 Surat Keterangan Telah Mengadakan Penelitian di SMP Negeri 6 Sukoharjo ................................................................... 258 Lampiran 36 Surat Keterangan Telah Mengadakan Penelitian di MTsN Sukoharjo ................................................................................... 259 Lampiran 37 Surat Keterangan Telah Mengadakan Penelitian di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” ................................................. 270
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hakhak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Anak. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan, diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan serta memperoleh pendidikan yang layak termasuk pendidikan moral. Anak-anak baik yang masih memiliki orang tua yang lengkap maupun yatim adalah manusia masa depan yang dilahirkan oleh setiap ibu, yang “hitam putihnya” juga tidak terlepas dari pengaruh orang lain di lingkungan sekitarnya, terutama orang tua bagi anak yang masih memiliki orang tua maupun keluarga dan kerabat dekat. Namun, keadaan tersebut akan lain jika salah satu atau kedua orang tua meninggal, maka akan terasa sekali kepincangan dalam hidupnya. Karena itu, anak yatim juga memiliki hak yang sama dengan anak-anak lain seusianya. Mereka adalah generasi masa depan yang berkualitas. Hari depan bangsa kita semuanya tergantung pada mereka. Karenanya, untuk membentuk dirinya menjadi manusia yang tangguh dalam menghadapi tantangan persaingan pada era globalisasi serta arus informasi dan komunikasi yang akan datang, hakhak mereka harus dipenuhi secara bertahap. Sejak seorang anak lahir ke dunia, ia sudah memiliki hak asasi, yakni hak untuk memperoleh kasih sayang, kesehatan, pendidikan, serta bimbingan moral dari orang tuanya. Pemeliharaan seorang anak tidaklah cukup hanya dengan nafkah lahirnya saja tanpa memperhatikan aspek pendidikan dan moralitas sang to user anak. Terlebih bagi anak yatim commit yang tidak memiliki orang tua lagi. Hak anak
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
untuk mendapatkan pendidikan juga merupakan hal yang amat penting, terutama bagi anak yatim. Mendidik anak yatim dengan baik adalah membimbing dan mengarahkan mereka kepada hal-hal yang baik lagi bermanfaat, dan memelihara serta memperingatkan mereka agar tidak terjerumus kepada hal-hal yang merusak. Secara fungsional pendidikan digolongkan kepada pendidikan untuk diri sendiri, dalam keluarga, serta masyarakat, dimana pendidikan tersebut melibatkan berbagai pihak yang secara bersama-sama bertanggung jawab bagi terwujudnya manusia yang berperilaku baik dan buruk. Untuk itu pendidikan nasional diharapkan membentuk sumber daya manusia yang berkualitas sehingga dapat melaksanakan pembangunan nasional dengan baik. Dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional pasal 1 dijelaskan bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Hal ini juga sejalan dengan isi dari Pasal 9 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bahwa “Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya”. Secara fungsional pendidikan digolongkan menjadi pendidikan untuk diri sendiri, pendidikan dalam keluarga dan juga masyarakat, dimana pendidikan melibatkan berbagai pihak secara bersama-sama, bertanggung jawab bagi terwujudnya manusia yang berperilaku baik, beriman dan bermoral. Oleh sebab itu pendidikan nasional diharapkan membentuk sumber daya manusia yang berkualitas sehingga dapat melaksanakan pembangunan nasional lebih baik. Pendidikan moral merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan. Pendidikan moral memberi arti penting dalam masa perkembangan anak dan remaja, khususnya dalam perkembangan sikap dan perilaku, untuk itu hendaknya pendidikan diberikan sejak dini guna memberikan arah dan penentu useragama anak yatim ini termasuk pandangan hidupnya. Pendidikancommit moraltodan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
perkara yang wajib mendapatkan perhatian khusus dari para pengasuh panti asuhan. Diharapkan mereka tidak menjadi unsur perusak atau akar kesengsaraan dalam umat dengan menularkan benih-benih kerusakan akhlak mereka dalam pergaulan dengan umat lainnya. Menurut Nurul Zuriah (2007: 22) “Pendidikan Moral adalah suatu program pendidikan yang mengorganisasikan dan meyederhanakan sumbersumber moral dan disajikan dengan memperhatikan pertimbangan psikologi untuk tujuan pendidikan”. Jadi dalam pendidikan moral nilai-nilai moral yang diajarkan disesuaikan dengan tahapan perkembangan psikologi anak sehingga anak dapat memahami nilai-nilai moral tersebut. Masalah-masalah moral yang terjadi sekarang ini jauh lebih kompleks dibandingkan dengan masalah-masalah moral yang terjadi pada masa-masa sebelumnya. Merebaknya isu-isu moral di kalangan remaja seperti meningkatnya pemberontakan remaja atau dekadensi etika atau sopan santun. Kasus pelanggaran moral telah terjadi bahkan dari tingkat sekolah dasar. Seorang anak Sekolah Dasar Negeri 27 Pemecutan Denpasar pada tahun 2005 terlibat perkelahian hingga menewaskan temannya dan menyebabkannya dijatuhi hukuman 10 tahun penjara (Anonim. 2005 dikutip dalam http://www.ypha.or.id). Bulan Januari tahun 2007 di Kediri, seorang siswa kelas VI SD menjadi tersangka tunggal kasus pembunuhan murid Taman Kanak-kanak dan menyebabkannya masuk Lapas Kediri. (Anonim. 2007 dikutip dalam http://www.antara.com). Pada bulan Juni tahun 2006, di pasar Tabanan, Denpasar siswa Sekolah Dasar terlibat dalam kasus-kasus pencurian uang dari plangkiran (tempat ibadah Agama Hindu) dengan alasan untuk membayar uang sekolah (Tempo, 13 Juni 2006). Kasus-kasus tersebut memang tidak terjadi pada anak yatim di panti asuhan namun mungkin kebiasaan-kebiasaan kurang patuh terhadap aturan seperti ketidakdisiplinan tidur saat pelajaran, suka membolos yang menjadi masalah moral yang sampai saat ini belum dapat diatasi secara tuntas dan dikhawatirkan akan menjadi masalah moral yang jauh lebih komplek di kemudian hari. Oleh karena tidak adanya orang tua yang memberikan pembinaan moral dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
pemeliharaan kepada anak-anak yatim tersebut, maka biasanya anak-anak tersebut dibina di panti asuhan. Panti asuhan adalah suatu lembaga pelayanan sosial yang didirikan oleh pemerintah maupun masyarakat yang betujuan untuk membantu atau memebrikan bantuan terhadap individu, kelompok masyarakat dalam upaya memenuhi kebutuhan kehidupan sosial yang dapat befungsi sosial. Panti asuhan memegang peranan penting dalam perkembangan anak karena panti asuhan merupakan lingkungan pertama dan utama yang bertanggung jawab serta sebagai pengganti peran dari orang tua kandung mereka. Panti asuhan memiliki fungsi sebagai keluarga dalam meningkatkan dan mengembangkan potensi anak baik fisik, mental dan sosial.Oleh sebab itu panti bertanggung jawab untuk kesejahteraan jasmani, rohani dan sosialnya. Sebagaimana dijelaskan mengenai pengasuhan anak dalam Depsos RI (1994: 2), bahwa: Asuhan anak-anak, pertama-tama dan terutama menjadi kewajiban dan tanggung jawab orang tua, akan tetapi bila sudah tidak ada dan tidak diketahui adanya, atau nyata-nyata tidak mampu melaksanakan hak dan kewajiban maka Panti Sosial Asuhan Anak (PSSA) atau rumah yatim piatu dapat menggantikan sementara fungsi keluarga dalam meningkatkan dan mengembangkan potensi anak baik fisik, mental dan sosial. Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” merupakan salah satu panti asuhan anak yatim di Kabupaten Sukoharjo. Terdapat 60 anak asuh di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” yang menimba ilmu di berbagai tingkat pendidikan. Beberapa anak masih belajar di berbagai Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan Sukoharjo, dan sebagian kecil Sekolah Menengah Pertama (SMP) baik di sekolah yang berbasis agama maupun umum. Selain itu ada juga yang telah duduk di bangku Sekolah Menegah Atas (SMA). Dalam hal pendidikan, Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” menfasilitasi pendidikan anak yatim sampai pada perguruan tinggi. Panti asuhan juga memberikan pendidikan akhlak dan moralitas serta pendidikan agama untuk membangun toleransi, kebersamaan dan disiplin. Perbedaan usia dan jenjang pendidikan mengakibatkan semakin beragam pula masalah moral yang dihadapicommit karenatokondisi user lingkungan yang dihadapi juga
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
berbeda. Keadaan seperti ini yang memungkinkan mereka mudah terpengaruh oleh hal-hal yang bersifat negatif, Padahal di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” sudah terdapat peraturan tata tertib yang berlaku bagi anak sejak mereka masuk dan mulai tinggal di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”. Mengingat sebagian besar anak asuh yang tinggal di Panti Asuhan Anak Yatim “Mitahul Jannah” adalah mereka yang sudah menginjak usia sekolah mulai dari sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor keinginannya untuk bertindak yang cenderung bebas, yang memungkinkan mudahnya terpengaruh oleh hal-hal yang bersifat negatif, khususnya pergaulan di luar panti. Oleh sebab itu, diperlukan adanya pendidikan moral yang efektif guna mengatasi berbagai permasalah moral sekarang ini. Kondisi moral anak-anak di panti asuhan mentaati peraturan atau tata tertib panti asuhan, kebiasaan berdoa, kepedulian untuk membantu teman yang sakit atau terkena musibah, berkata jujur, menepati janji, selalu bangun tepat waktu, beribadah tertib, dan selalu mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan di panti. Kegiatan atau aktivitas harian anak panti dibuatkan jadwal sedemikian rupa sehingga anak tetap dapat mengikuti kegiatan panti dan tidak lupa tugas-tugas sekolah mereka. Sedangkan pendidikan khusus tentang sikap moral atau budi pekerti mereka lakukan seminggu sekali pada hari minggu. Anak asuh di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” sebagian tinggal di panti (berasrama) dan sisanya tinggal bersama keluarga tetapi ketika panti memiliki kegiatan anak-anak tersebut akan datang. Anak panti asuhan juga dapat kembali ke lingkungan keluarga mereka masing-masing (ibu, kakek, nenek atau pamannya) yang masih ada. Anak yang ingin pulang harus meminta izin kepada pengasuh mereka dan keluarga yang menjemput harus datang ke panti. Jadi anak tidak dibiarkan pulang sendiri dan ketika saatnya kembali ke panti keluarga mereka akan mengantarkannya. Hal ini dilakukan sebagai pengawasan terhadap anak panti selain itu untuk menjalin komunikasi yang positif dan harmonis antara pihak keluarga dengan anak panti. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
Ustadz H. Sunaryo, BA (pengasuh Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”) menyampaikan bahwa “Panti bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang dibutuhkan anak termasuk kaitannya dengan sekolah, termasuk mengambil raport dan biaya pendidikan”. Pihak panti rutin mengadakan kunjungan ke sekolah dimana anak-anak tersebut bersekolah. Guru di salah satu sekolah pernah menyampaikan kepada pengasuh bahwa anak asuhnya sering tidur di kelas, beberapa datang terlambat dan tidak mengerjalan PR. Pembinaan moral menuju terbentuknya kedisiplinan moral berfokus pada kedudukan anak, dimana mereka berada dalam proses berkembang atau menjadi kearah kematangan dan kemandirian. Upaya mencapai kematangan tersebut, diperlukan bimbingan karena masih kurangnya pemahaman tentang diri dan lingkungannya. Menurut Soegeng Prijodarminto (1992: 15) menyatakan bahwa, “Disiplin yang lahir dari rasa sadar, rasa insaf akan membuat seseorang itu melaksanakan hal-hal yang tertib, teratur lancar tanpa orang lain harus mengarahkan, menyuruh, mengawasi atau menertibkan”. Disiplin merupakan kesadaran diri yang muncul dari batin terdalam untuk mengikuti dan mentaati peraturan-peraturan dan hukum yang berlaku dalam suatu lingkungan tertentu. Perilaku disiplin anak harus senantiasa berlangsung dalam interaksi individu maupun dengan lingkungannya. Bagi seorang anak asuh, pembinaan disiplin harus mulai dikembangkan dari hidup disiplin bersama di dalam panti, karena hal itu merupakan langkah awal dalam berpijak agar mereka selalu memperhatikan, merancang dan mengarahkan segala sesuatu dengan baik. Pendidikan moral yang baik dalam membentuk disiplin moral yang harus ditanamkan pada diri anak yatim sehingga mereka memiliki kepribadian dan kesadaran yang hakiki. Pendidikan moral yang diterima oleh anak yatim di Panti asuhan diberikan oleh pengasuh dan pengurus panti dengan memberikan contoh-contoh disiplin yang baik ternyata belum efektif. Tujuannya adalah agar anak di panti dapat mencontoh apa yang dilakukan pengasuh dan pengurusnya. Akan tetapi, karena perbedaan usia tersebut maka banyak anak di panti yang belum bisa commit to user menerimanya. Efektivitas pendidikan moral yang diberikan oleh Panti Asuhan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
Anak Yatim “Miftahul Jannah” masih perlu dipertanyakan lagi mengingat masih adanya anak panti yang mengantuk saat pelajaran, datang terlambat ke sekolah, tidak mengerjakan PR, terkadang ada juga yang membolos (pulang sebelum jam pelajaran usai). Dengan memperhatikan beberapa hal yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti tertarik dan berusaha untuk mengungkap lebih dalam lagi mengenai “Efektivitas Penerapan Pendidikan Moral Dalam Membentuk Disiplin Moral (Studi Pada Anak Yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannnah” Dukuh Pangin Kelurahan Joho kabupaten Sukoharjo)”.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana strategi pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral yang diajarkan pengasuh pada anak yatim yang memiliki perbedaan usia dan jenjang pendidikan di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” Dukuh Pangin Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo? 2. Bagaimana efektivitas penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral pada anak yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannnah” Dukuh Pangin Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo? 3. Faktor apa saja yang menjadi kendala penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral pada anak yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannnah” Dukuh Pangin Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo?
C. Tujuan Penelitian Sejalan dengan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis: 1. Strategi penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral yang diajarkan pengasuh pada anak yatim yang memiliki perbedaan usia dan jenjang pendidikan di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” Dukuh commit to user Pangin Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
2. Efektivitas penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral pada anak yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannnah” Dukuh Pangin Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo. 3. Faktor apa saja yang menjadi kendala penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral pada anak yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannnah” Dukuh Pangin Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya baik secara teoritis maupun secara praktis, antara lain: 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini memberikan sumbangan bagi bidang studi PPKN dalam mengimplementasikan mata kuliah yang berhubungan dengan pendidikan moral seperti mata kuliah Pendidikan Nilai. Sehingga membentuk kaum akademis yang memiliki perasaan sosial untuk turut serta membantu anak yatim dalam menumbuhkan nilai-nilai moral. 2. Manfaat Praktis a. Sebagai masukan yang bermanfaat bagi pihak Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” Dukuh Pangin Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo dalam meningkatkan pendidikan moral khususnya dalam membentuk disiplin moral pada anak yatim. b. Diharapkan dapat memberikan masukan bagi pendidik pendidikan moral dalam meningkatkan penerapan pendidikan moral supaya menjadi lebih efektif. c. Memberikan motivasi bagi anak yatim agar mempunyai disiplin moral terhadap pribadinya dan memberikan gambaran kepada masyarakat tentang pola atau sistem kedisiplinan moral.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan tentang Moral a. Pengertian Moral Moral dari segi etimologi berasal dari bahasa latin yaitu “Mores” yang berasal dari suku kata “Mos”. Mores berarti adat istiadat, kelakuan, tabiat, watak, akhlak, yang kemudian artinya berkembang menjadi sebagai kebiasaan dalam bertingkah laku yang baik, susila. Moralita berarti mengenai kesusilaan (kesopanan, sopan-santun), dapat diartikan bahwa orang yang susila adalah orang yang baik budi bahasanya. Dalam bahasa Arab, moral dikenal dengan istilah “akhlak” yang selanjutnya dikenal dengan budi pekerti. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 575) “Moral merupakan ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai akhlak, akhlak dan budi pekerti, kondisi mental yang mempengaruhi seseorang menjadi tetap semangat, berani dan disiplin”. Dalam Webster’s New World Dictionary of the American Language yang dikutip oleh Cheppy HC (1995: 221) dikatakan bahwa “Moral adalah sesuatu yang berkaitan, atau ada hubungannya, dengan kemampuan menentukan benar-salahnya sesuatu tingkah laku”. Jadi dapat dipahami bahwa istilah moral pada hakikatnya menunjukkan kepada ukuran-ukuran yang telah diterima oleh sesuatu komunitas. Sedangkan N. Driyarkara S. J dalam bukunya Percikan Filsafat, yang dikutip Bambang Daroeso (1988: 22) menyatakan bahwa “Moral atau kesusilaan adalah nilai yang sebenarnya bagi manusia”. Dalam jurnal pendidikan dan kebudayaan Masganti Sit (2010: 3) dinyatakan bahwa: Kata moral selalu dipandang memiliki makna yang tumpang tindih dengan akhlak, etika, budi pekerti, dan nilai. Namun pada hakekatnya ada beberapa perbedaan diantara kelima istilah ini. Akhlak commit user dilakukan dalam berhubungan menekankan perbuatan baik toyang
9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
dengan Allah, manusia, dan alam untuk mencari keridhaan Allah. Etika adalah bagian dari filsafat yang membicarakan perbuatan baik dan buruk. Budi pekerti dipandang adalah kumpulan tata karma yang dipandang baik dalam budaya tertentu. Nilai merupakan rujukan dalam menentukan keputusan dalam melakukan suatu perbuatan. Sedangkan moral adalah perbuatan baik yang mensejahterakan kehidupan manusia. Persamaan kelima istilah ini terletak pada inti pembicaraannya tentang perbuatan terpuji yang seharusnya dilakukan manusia untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Menurut Sjarkawi (2006: 28) “Moral diartikan sebagai sarana untuk mengukur benar-tidaknya atau baik-tidaknya tindakan manusia”. Sedangkan menurut James Rachels (1999: 19) “Morality is, at the very least, the effort to guide one’s conduct by reason-that is, to do what there are the best reason for doing-while giving equal weight to the interests of each individual who will be affected by one’s conduct Inti dari kutipan di atas singkatnya moralitas adalah upaya menuntut tingkah laku seseorang dengan akal budi -yang dilakukan adalah akal budi yang paling baik- sedangkan yang manrik perhatian di antara manusia ialah siapa yang berpura-pura dengan tingkah lakunya. D. A. Wila Hulky B. A dalam Bambang Daroeso (1988: 22) mengatakan bahwa kita dapat memahami moral dengan tiga cara yaitu: 1) Moral sebagai tingkah laku hidup manusia, yang mendasarkan diri pada kesadaran, bahwa ia terikat oleh keharusan untuk mencapai yang baik sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam lingkungannya. 2) Moral sebagai perangkat ide-ide tentang tingkah laku hidup, dengan warna dasar tertentu yang dipegang oleh sekelompok manusia di dalam lingkungan tertentu. 3) Moral adalah ajaran tentang tingkah laku hidup yang baik berdasarkan pandangan hidup atau agama tertentu. Pribadi yang terdidik secara moral adalah “Seseorang yang belajar (di sekolah atau dimanapun juga) untuk hidup dalam satu cara yang merefleksikan kesan dan praktik kewajiban untuk mengembangkan normanorma dan cita-cita sosial” (Cheppy HC, 1988: 110-111). Menurut Herimanto dan Winarno (2010: 141) moral adalah “ Salah satu bagian dari nilai moral, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
manusia yang bermoral tindakannya senantiasa didasari nilai-nilai moral yang melakukan perbuatan atau tindakan moral”. Menurut Dewey pengertian moral dalam pendidikan moral hampir sama dengan rasional, dimana penalaran moral disiapkan sebagai prinsip berfikir kritis untuk sampai pada pilihan dan penilaian moral yang dianggap sebagai pikiran dan sikap terbaiknya (Nurul Zuriah, 2009: 22). Sedangkan menurut M. Sukanta AS (2007: 67) moral adalah “Suatu kode etik yang dapat menentukan baik dan buruknya secara umum yang berlaku dalam masyarakat”. Dalam jurnal pendidikan oleh Halim yang mengutip pakar ilmu-ilmu sosial dalam Sabar Budi Raharjo (2010: 233) dinyatakan bahwa akhlak atau moral mempunyai empat makna yaitu: 1) Moral adalah sekumpulan kaidah perilaku yang diterima dalam satu zaman atau sekelompok orang. 2) Moral adalah sekumpulan kaidah perilaku yang dianggap baik berdasarkan kelayakan bukan berdasarkan syarat. 3) Moral adalah teori akal tentang kebaikan dan keburukan, menurut filsafat. 4) Tujuan-tujuan kehidupan yang mempunyai warna humanism yang kental yang tercipta dengan adanya hubungan-hubungan sosial. Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk. Seseorang yang belajar (di sekolah atau dimanapun juga) untuk hidup dalam satu cara yang merefleksikan kesan dan praktik kewajiban untuk mengembangkan norma-norma dan cita-cita sosial (Cheppy HC, 1988: 110111). Sedangkan Ronald Durhka menyatakan bahwa ciri-ciri orang yang matang secara moral (Morally Nature Person) yakni: 1) Who holds correct moral position and acts in acoord with such position. 2) The knowledge of these do‟s and don‟t‟s right and rong. 3) The character and will to act in accord with sub 2. 4) Know best what would or should. 5) Mature moral reason. (Hamid Darmadi, 2009: 30-31) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
Kesimpulan dari kutipan di atas bahwa seseorang yang matang secara moral adalah orang yang bertindak sesuai dengan aturan yang ada. Dalam hal ini berarti orang tersbut sudah menjadi pribadi yang terdidik secara moral. Higgins dan Gilingan mengemukakan ciri orang bermoral ialah selalu merasakan adanya moral bases and (tuntutan dan keharusan moral) untuk selalu bertanggung jawab terhadap atau akan adanya: “1) Needs and welfare of individual and others, 2) the involpment and implication of the self and consequences of outher, 3) intrinsic value of social relationships” (Hamid Darmadi, 2009: 31). Inti dari kutipan di atas bahwa ciri orang yang bermoral adalah orang yang selalu bertanggung jawab terhadap kebutuhan dan kesejahteraan individu dan masyarakat, bertanggung jawab terhadap perkembangan dan implikasi diri dan konsekuensi dari masyarakat serta bertanggung jawab terhadap nilai intrinsic dari hubungan sosial. Nilai intrinsik yang dimaksud disini adalah nilai dari suatu nilai moral dan norma dalam kehidupan secara umum. Orang dikatakan bermoral apabila orang tersbut tidak melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa moral memegang peranan penting dalam kehidupan manusia yang berhubungan dengan baik buruknya tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari yang berupa sekumpulan kaidah perilaku. Orang dikatakan bermoral apabila orang tersebut tidak melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat berdasarkan tiga kemampuan yaitu disiplin atau kewajiban, mengajar dan otonomi diri. Sehingga orang dikatakan memiliki moral apabila orang tersebut dapat menentukan obyek moral dan kematangan moral yang terbentuk melalui perkembangan moral yang dimilik masing-masing individu dalam menjalani kehidupannya. b. Obyek Moral Sebelum melakukan perbuatan, manusia menentukan sendiri apa yang akan dikerjakan. Ia telah menentukan sikap, mana yang harus dilaksanakan, commit to userBambang Daroeso (1988: 25) mana yang tidak boleh dilaksanakan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
mengatakan dalam diri manusia ada dua suara, yaitu: “Suara hati yang mengarah ke kebaikan, dan suara was-was yang mengajak ke keburukan”. Dalam melakukan perbuatannya manusia didorong oleh tiga unsur, antara lain: 1) Kehendak yaitu pendorong pada jiwa manusia yang memberi alasan pada manusia utnuk melakukan perbuatan. 2) Perwujudan dari kehendak yang berbentuk cara melakukan perbuatan dalam segala situasi dan kondisi. 3) Perbuatan tersebut dilakukan dengan sadar dan kesadaran inilah yang memberikan corak dan warna perbuatan tersebut. (Bambang Daroeso, 1988: 26). Kesimpulannya bahwa obyek moral adalah tingkah laku manusia, perbuatan manusia, baik secara individual maupun secara kelompok. Dimana perbuatan yang akan dilakukan merupakan obyek yang ada dalam suara hati manusia yaitu mana yang boleh dilaksanakan dan mana yang tidak boleh dilaksanakan. Obyek tersebut diwujudkan dengan cara melakukan perbuatan secara sadar dalam segala situasi dan kondisi. c. Jenis Moral Menurut Kant (Lili Tjahjadi, 1991: 48) moralitas dibagi dalam dua jenis yaitu “Moralitas heteronom maupun moralitas otonom”. Hal itu dijelaskan sebagai berikut: 1) Moralitas Heteronom Moralitas heteronom adalah sikap dimana kewajiban ditaati dan dilaksanakan bukan karena kewajiban itu sendiri, melainkan karena sesuatu yang berasal dari luar kehendak si pelaku itu sendiri, misalnya karena maua mencapai tujuan yang diinginkannya atau karena perasaan takut pada penguasa yang memberi kewajiban itu. Sikap semacam ini, menurut Kant, menghancurkan nilai moral. 2) Moralitas Otonom Moralitas otonom adalah kesadaran manusia akan kewajibannya yang ia taati sebagai sesuatu yang dikehendakinya sendiri karena diyakini sebagai sebagai sesuatu yang baik. Di dalam moralitas otonom, orang mengikuti commit to user dan menerima hukum lahiriah bukan lantaran mau mencapai tujuan yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
diinginkannya atau karena takut terhadap penguasa pemberi hukum itu, melainkan karena itu dijadikan kewajibannya sendiri berkat nilainya yang baik. Bagi Kant, moralitas ini merupakan prinsip tertinggi moralitas. Jadi menurut Kant moralitas dibagi menjadi dua yaitu moralitas heteronom dan moralitas otonom. Akan tetapi, moralitas otonom merupakan prinsip tertinggi moralitas karena kesadaraan mentaati kewajiban didasarkan pada keyakinan bahwa sesuatu itu baik bukan karena takut atau paksaan dari penguasa sehingga moralitas otonom adalah moralitas yang hakiki dari tindakan manusia. Sedangkan menurut W. Poespoprodjo (1986: 103) moralitas dibagi menjadi: 1) Moralitas intrinsik memandang perbuatan menurut hakikatnya bebas lepas dari setiap hukum positif, apakah perbuatan itu baik atau buruk pada hakikatnya, bukan apakah seorang telah memerintahkannya atau melarangnya. 2) Moralitas ekstrinsik adalah moralitas yang memandang perbuatan sebagai sesuatu yang diperintahkannya atau dilarang oleh seseorang yang kuasa atau oleh hukum positif, baik dari manusia asalnya maupun dari Tuhan. Berdasarkan uraian di atas maka jenis moral dibagi menjadi dua yaitu moralitas heteronom atau ekstrinsik dan moralitas otonom atau intrinsik. Moralitas heteronom atau ekstrinsik merupakan sikap dalam melaksanakan perbuatan (kewajiban) karena diperintahkan atau dilarang oleh seseorang dan akan menghancurkan nilai moral. Sedangkan moralitas otonom atau intrinsic merupakan kesadaran manusia untuk melaksanakan perbuatan (kewajiban) karena diyakini bahwa itu baik tanpa diperintah atau dilarang seseorang. d. Nilai Moral Nilai atau value (bahasa Inggris) atau valere (bahasa latin) berarti berguna, mampu akan, berdaya, berlaku, dan kuat. Nilai adalah kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu dapat disukai, diinginkan, berguna, dihargai, dan dapat menjadi obyek kepentingan. Hamid Darmadi (2009: 27-28) berpendapat “Nilai adalah sesuatu yang berharga baik menurut standar logika (benarcommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
salah), estetika (baik-buruk), etika (adli/layak-tidak adil), agama (dosa dan haram-halal) serta acuan dan atas sistem keyakinan diri maupun kehidupan”. Nilai atau “value” (bahasa Inggris) termasuk dalam bidang kajian filsafat. Istilah nilai dalam bidang filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya “keberhargaan” (worth) atau kabaikan “goodness”, dan kata kerja yang artinya suatu kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian. (Fransena dalam Hamid Darmadi, 2009: 67) Pandangan lain dalam Dictionary of Sosiology and Related Sciences, yang dikutip oleh Hamid Darmadi (2009: 67) dikatakan bahwa “Nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia”. Nilai dianggap sebagai keharusan suatu cita yang menjadi dasar bagi keputusan yang diambil oleh seseorang. Nilai-nilai itu merupakan bagian kenyataan yang tidak dapat dipisahkan atau diabaikan. Setiap orang bertingkah laku sesuai dengan seperangkat nilai, baik nilai yang sudah merupakan hasil pemikiran yang tertulis maupun belum. (Sjarkawi, 2006: 29) Selanjutnya Bambang Daroeso (1988: 20) berpendapat bahwa nilai adalah “Suatu penghargaan atau kualitas terhadap sesuatu, yang dijadikan dasar penentu tingkah laku seseorang, karena sesuatu hal itu menyenangkan (pleasant), memuaskan (satisfying), menarik (interest), berguna (useful), menguntungkan (profitable), suatu sistem keyakinan (belief).” K. Bertens (2007: 141) mengemukakan bahwa nilai mempunyai ciri, antara lain: 1) Nilai berkaitan dengan subyek: kalau tidak ada subyek yang menilai, maka tidak ada nilai juga. 2) Nilai tampil dalam suatu konteks praktis, dimana subyek ingin membuat sesuatu. 3) Nilai menyangkut sifat-sifat yang “ditambah” oleh subyek pada sifat-sifat yang dimiliki oleh obyek. Nilai tidak dimiliki oleh obyek pada dirinya. Menurut K. Bertens (2007: 139) nilai adalah “Sesuatu yang menarik bagi kita, sesuatu yang kita cari, sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang disukai dan diinginkan, singkatnya commitsesuatu to user yang baik”. Sedangkan menurut
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
Herimanto dan Winarno (2010: 128) nilai merupakan “Sesuatu yang diharapkan (das solen) dan sesuatu yang baik yang dicitakan manusia”. Pada dasarnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai seperti apa yang ada dan bagaimana hubungan nilai itu dengan manusia. Penggolongan nilai beraneka ragam tergantung pada sudut pandang penggolongan nilai tersebut. Menurut Notonegoro (Hamid Darmadi, 2009: 68) membagi nilai menjadi tiga macam: 1) Nilai material; yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani dan manusia atau kebutuhan material ragawi manusia. 2) Nilai vital; segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas. 3) Nilai kerohanian; yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia, nilai kerohanian dapat dibedakan atas empat macam yaitu: a) Nilai kesabaran; bersumber pada akal (ratio, budi, cipta) manusia. b) Nilai keindahan atau estetis; bersumber pada unsur perasaan (estrthis, gevoel, rasa) manusia. c) Nilai kebaikan atau nilai moral; bersumber pada unsur kehendak (will, wollen, karsa) manusia. d) Nilai religious; merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak. Nilai dan moral sebenarnya tidak dapat berdiri sendiri karena kedua istilah tersebut memiliki kaitan satu dengan lainnya. Bahkan dalam konteks tertentu nilai dan moral sering disatukan menjadi nilai moral. Nilai moral menurut Sjarkawi (2006: 29) adalah “Segala nilai yang berhubungan dengan konsep baik dan buruk”. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa nilai moral adalah suatu nilai yang dijunjung tinggi dalam masyarakat dan memberikan penilaian terhadap tingkah laku manusia. Tidak semua nilai adalah nilai moral, tetapi nilai moral berkaitan dengan perilaku manusia tentang hal yang baik dan buruk sehingga terdapat ciri-ciri terkait dengan nilai moral. Nilai moral tidak terpisahkan dari jenis nilai lainnya. Setiap nilai dapat dikatakan memperoleh suautu “bobot moral”, bila diikutsertakan dalam tingkah laku moral. Menurut K. to Bertens commit user (2007: 143-147) nilai moral
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
mempunyai empat ciri yaitu “Berkaitan dengan tanggung jawab kita, berkaitan dengan hati nurani, mewajibkan, dan bersifat formal”. Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1) Berkaitan dengan Tanggung Jawab Kita Nilai moral berkaitan dengan pribadi manusia yang bertanggung jawab. Nilai-nilai moral mengakibatkan bahwa seseorang bersalah atau tidak bersalah, karena ia bertangung jawab. Suatu nilai moral hanya bisa diwujudkan dalam perbuatan-perbuatan yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab orang yang bersangkutan. 2) Berkaitan dengan Hati Nurani Mewujudkan nilai moral merupakan “imbauan” dari hati nurani. Salah satu ciri khas nilai moral adalah bahwa hanya nilai ini menimbulkan “suara” hati nurani yang menuduh kita bila meremehkan atau menentang nilai-nilai moral dan memuji kita bila mewujudkan nilai-nilai moral. 3) Mewajibkan Nilai moral mewajibkan kita secara absolut dan dengan tidak bisa ditawartawar. Nilai-nilai moral harus diakui dan direalisasikan, tidak bisa diterima bila seseorang acuh terhadap nilai ini. 4) Bersifat Formal Nilai moral bersifat formal ini diartikan bahwa kita merealisasikan nilainilai moral dengan mengikutsertakan nilai-nilai lain dalam suatu “tingkah laku moral”. Nilai-nilai moral tidak memiliki “isi” tersendiri, terpisah dari nilai-nilai lain dan tidak ada nilai moral yang murni terlepas dari nilai-nilai lain. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa seseorang akan mengetahui baik buruknya tindakan yang ia lakukan apabila ia sudah memiliki pengetahuan atau pemahaman tentang moral, dan seseorang akan mempunyai rasa cinta terhadap perbuatan yang baik ketika mereka memiliki perasaan moral, sehingga setelah seseorang memiliki pengetahuan dan perasaan moral maka ia akan mampu melakukan keputusan dan perasaan moralnya kedalam commit to user Tindakan moral adalah tindakan perilaku nyata yang berupa tindakan moral.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
manusia yang muncul melalui pertimbangan rasional yang mandiri, sehingga selalu dilakukan secara sadar, bebas, bukan paksaan, dan dengan demikian ia pasti disiplin atas peraturan maupun kebiasaan sebagai sesuatu yang pasti dilakukan dan menjadikannya sebagai bagian yang tidak dapat dilepaskan dari dirinya. e. Norma Moral Herimanto dan Winarno (2010: 131) menyatakan bahwa “Norma adalah kaidah, ketentuan, aturan, kriteria, atau syarat yang mengandung nilai tertentu yang harus dipatuhi oleh warga masyarakat di dalam berbuat, dan beritngkah laku sehingga terbentuk masyarakat yang tertib, teratur, dan aman.” Sedangkan Sjarkawi (2006: 29) berpendapat bahwa “Norma berarti ukuran, garis pengarah, dan aturan, kaidah bagi pertimbangan dan penilaian”. Norma adalah tatanan aturan hukum (arti luas), jadi sesuatu yang sudah memiliki kekuatan normatif atau kekuatan lain (dianut dan diterima serta dilaksanakan masyarakat, kekuatan keilmuan sebagai teori atau dalil handal yang kebenarannya terbukti atau diterima, atau (Krischenbaum dalam Hamid Darmadi, 2009: 128) Dengan demikian norma pada dasarnya memberikan batasan bagaimana seharusnya manusia berperilaku yang sesuai dengan norma. Norma bisa berbentuk tertulis maupun tidak tertulis, dalam bentuk tertulis norma dapat berupa aturan tata tertib, papan pengumuman, kode etik, sedangkan dalam bentuk lisan norma dapat berbentuk anjuran, larangan, pantangan yang diakui oleh banyak orang. Menurut Herimanto dan Winarno (2010: 132) norma yang berlaku di masyarakat secara umum dapat digolongkan menjadi 4 macam, yaitu “Norma agama, norma moral, norma kesopanan, dan norma hukum”. Adapun penjelasannya sebagai berikut: 1) Norma agama adalah peraturan hidup manusia yang berisi perintah dan larangan yang berasal dari Tuhan. 2) Norma moral/kesusilaan adalah peraturan kaidah hidup yang bersumber dari hati nurani dan merupakan nilai-nilai moral yang mengikat manusia. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
3) Norma kesopanan adalah peraturan/kaidah yang bersumber dari pergaulan hidup antar manusia. 4) Norma hukum adalah peraturan/kaidah diciptakan oleh kekuasaan resmi atau negara yang sifatnya mengikat dan memaksa. (Herimanto dan Winarno, 2010: 132) Norma moral/kesusilaan adalah norma yang hidup dalam masyarakat yang dianggap sebagai peraturan dan dijadikan pedoman dalam bertingkah laku. Norma moral dipatuhi oleh seseorang agar terbentuk akhlak pribadi yang mulia. Pelanggaran atas norma moral ada sanksinya yang bersumber dari dalam diri pribadi. Jika melanggar, ia merasa menyesal dan merasa bersalah.(Herimanto dan Winarno, 2010: 133) Sjarkawi (2006: 34) menyatakan bahwa “Norma moral adalah memandang bagaimana manusia harus hidup agar manjadi baik sebagaimana manusia”. Sedangkan Bambang Daroeso (1988: 27) menyatakan bahwa “Norma moral merupakan landasan perbuatan manusia, yang sifatnya tergantung pada tempat, waktu dan keadaan”. Sehingga norma moral ini dapat berubah-ubah sesuai waktu, tempat dan kebiasaannya. Berdasarkan paparan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa norma merupakan kaidah/patokan yang digunakan manusia sebagai pedoman dalam bertingkah laku. Sedangkan norma noral adalah kaidah/patokan yang dijadikan manusia sebagai tolak ukur untuk menentukan baik buruknya perilaku manusia dan untuk menjadikan seseorang menjadi bermoral maka diperlukan suatu pendidikan yang dapat memperbaiki moral tersebut.
2. Tinjauan tentang Pendidikan Moral a. Pengertian Pendidikan Secara etimologis kata „pendidikan‟ berasal dari kata dasar „didik‟ yang mendapat imbuhan awalan dan akhiran pe-an. Berubah menjadi kata kerja „mendidik‟ yang berarti membantu anak untuk menguasai aneka pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan nilai yang diwarisi dari keluarga dan masyarakatnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
Menurut M.J. Langeveld pendidikan diartikan sebagai “Pemberian pembimbingan dan pertolongan rohani dari orang dewasa kepada mereka yang masih memerlukan yang berlangsung dalam pergaulan”. (Rachmat Djatun dkk, 2009: 25-26). proses
John Dewey mengartikan pendidikan adalah “ Suatu
pembentukan
kecakapan-kecakapan
fundamental
baik
secara
intelektual maupun emosional ke arah alam dan sesama manusia. (Arif Rohman, 2009: 6). Menurut Sudardja pendidikan adalah: Upaya untuk mempersiapkan peserta didik agar mampu hidup dengan baik dalam masyarakatnya, mampu meningkatkan dan mengembangkan kualitas hidupnya sendiri serta berkontribusi secara bermakna dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan bangsanya. (Sabar Budi Raharjo, 2010: 231) Dalam jurnal ilmu pendidikan oleh Masganti Sit (2010: 2) dinyatakan bahwa “Kajian filosofis tentang pendidikan juga telah memunculkan berbagai rumusan tujuan pendidikan yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan sarana menyempurnakan perkembangan potensi-potensi manusia termasuk perkembangan moral”. Menurut Arif Rohman (2009: 10) pendidikan adalah: 1) Pendidikan berwujud aktivitas interaktif yang sadar dan terencana. 2) Dilakukan oleh minimal dua orang, satu pihak berfungsi sebagai fasilitator dan dinamisator sedang pihak lainnya sebagai subyek yang berupaya mengembangkan diri. 3) Proses dicapai melalui penciptaan suasana belajar dan proses pembelajaran. 4) Terdapat nilai yang diyakini kebenarannya sebagai dasar aktivitas. 5) Memiliki tujuan baik dalam rangka mengembangkan segenap potensi internal individu anak. 6) Puncak pencapaian tujuan adalah kedewasaan, baik secara fisik, psikologik, sosial, emosional, ekonomi, moral dan spiritual pada anak. Sementara itu Azyumardi Azra memberikan pengertian bahwa pendidikan merupakan “Suatu proses di mana suatu bangsa mempersiapkan generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi tujuan hidup secara efektif dan efisien”. (Sabar Budi Raharjo, 2010: 231). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
Sedangkan Carter V. Good dalam bukunya „Dictionary of Education‟ membedakan pengertian pendidikan dalam dua hal: “(1) Pedagogy is the art, practice, or profession of teching. (2) Pedagogy is the systematized learning or instruction concerning principles and methods of teaching and of student control and guidance.” (Arif Rohman, 2009: 6) Inti dari kutipan di atas membedakan pengertian pendidikan dalam dua hal yang pertama pendidikan adalah seni, praktek, atau profesi pengajaran. Sedangkan yang kedua pendidikan adalah ilmu yang sistematis atau pengajaran yang berhubungan dengan prinsip-prinsip dan metode-metode mengajar, pengawasan dan pembimbingan siswa. Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa: Pendidikan berarti daya upaya untuk memajukan pertumbuhan nilai moral (kekuatan batin, karakter), fikiran (intellect) dan tumbuh anak yang antara satu dan lainnya saling berhubungan agar dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras. (Zaim Elmubarok, 2008: 2) Berdasarkan pendapat di atas maka pendidikan merupakan usaha sadar yang bertujuan untuk mendewasakan manusia dengan cara memberi bantuan melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan pelatihan agar dapat menghadapi peranannya dimasa yang akan datang, sehingga manusia dapat menolong dirinya sendiri dalam mengatasi setiap permasalahan yang dihadapi. b. Pengertian Pendidikan Moral Menurut Nurul Zuriah (2007: 22) “Pendidikan Moral adalah suatu program pendidikan yang mengorganisasikan dan meyederhanakan sumbersumber moral dan disajikan dengan memperhatikan pertimbangan psikologi untuk tujuan pendidikan”. Jadi dalam pendidikan moral nilai-nilai moral yang diajarkan disesuaikan dengan tahapan perkembangan psikologi anak sehingga anak dapat memahami nilai-nilai moral tersebut Sedangkan Hamid Darmadi (2007: 56-57) menjelaskan bahwa: Pandidikan moral dapat diartikan sebagai suatu konsep kebaikan (konsep yang bermoral) yang diberikan atau diajarkan kepada peserta didik (generasi muda dan masyarakat) untuk membentuk budi pekerti to user terpuji seperti terdapat dalam luhur, berakhlak muliacommit dan berperilaku
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
Pancasila dan UUD 1945. Dalam menyajikan pendidikan moral, guru diharapkan membantu peserta didik mengembangkan dirinya, baik secara keilmuan maupun secara mental spiritual keagamaan. Adanya panutan nilai, moral, dan norma dalam diri manusia dan kehidupannya akan sangat menentukan totalitas diri individu atau jati diri manusia, lingkungan sosial, dan kehidupan individu sendiri. Pendidikan moral sangat penting artinya dengan adanya pendidikan moral dapat memperbaiki moral anak yatim agar mereka mengetahui perbuatan mana yang baik dan mana yang buruk, maka pembentukan karakter kewarganegaraan (civic disposition) yang memiliki disiplin terhadap perilaku sangat diperlukan sebagai usaha untuk membina dan mengembangkan nilai yang dianggap baik sehingga akan membentuk karakter hidup setiap individu agar menjadi warga yang baik. Ki Hajar Dewantara dalam Nurul Zuriah (2007: 125) mengatakan bahwa: Pengajaran budi pekerti/moral tidak lain adalah mendukung perkembangan hidup anak-anak, lahir dan batin dari sifat kodratinya menuju ke arah peradaban dalam sifatnya yang umum. Sedangkan syarat pendidikan budi pekerti menurut Ki Hajar Dewantara disebut dengan metode ngerti, ngrasa, nglakoni (menyadari, menginsafi, dan melakukan). Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan moral adalah suatu program pendidikan yang mengorganisasikan sumber moral untuk membentuk budi pekerti luhur, berakhlak mulia dan berperilaku terpuji. c. Tujuan Pendidikan Moral Tujuan pendidikan moral menurut Dreeben dalam Nurul Zuriah (2007: 22) adalah “Jika tujuan pendidikan moral akan mengarahkan seseorang menjadi bermoral, yang penting adalah bagaimana seseorang dapat menyesuaikan diri dengan tujuan hidup bermasyarakat”. Sedangkan tujuan pendidikan moral menurut Hamid Darmadi (2009: 51) adalah “Menghargai dan menghormati manusia sebagai manusia serta commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
memperlakukan menusia sebagai manusia merupakan kewajiban manusiawi setiap manusia”. Frakena dalam Sjarkawi (2006: 49) mengemukakan ada lima tujuan pendidikan moral antara lain: 1) Mengusahakan suatu pemahaman “pandangan moral” atau cara-cara moral dalam mempertimbangan tindakan-tindakan dan penetapan keputusan apa yang seharusnya dilakukan, seperti membedakan hal estetika, legalitas atau pandangan tentang kebijaksanaan. 2) Membantu mengembangkan kepercayaan atau pengadopsian satu atau beberapa prinsip umum yang fundamental, idea tahu nilai sebagai suatu pijakan atau landasan untuk pertimbangan moral dalam menetapkan suatu keputusan. 3) Membantu mengembangkan kepercayaan pada dan atau mengadopsi norma-norma konkret, nilai-nilai, kebaikan seperti pada pendidikan moral tradisional yang selama ini dipraktikan. 4) Mengembangkan suatu kecenderungan untuk melakukan sesuatu yang secara moral baik dan benar. 5) Meningkatkan pencapaian refleksi otonom, pengendalian diri atau kebebasan mental spiritual, meskipun itu disadari dapat membuat seseorang menjadi pengkritik terhadap ide-de dan prinsip-prinsip, dan aturan-aturan umum yang sedang berlaku. Jadi
pada
intinya
tujuan
pendidikan
moral
ialah
untuk
mengembangkan warga negara yang mampu bertanggung jawab dan berdisiplin secara moral dan sebagai upaya mentransmisikan nilai-nilai moral dan spiritual yang diperlukan oleh anak. d. Target/Substansi Pendidikan Moral Target/substansi dari pendidikan moral pada umumnya dapat diarahkan untuk: 1) Membina dan menanamkan nilai moral dan norma. 2) Meningkatkan dan memperluas tatanan nilai keyakinan seseorang atau kelompok. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
3) Membina dan meningkatkan jati diri/kualitas diri manusia/masyarakat/ bangsa. 4) Menangkal, memperkecil dan meniadakan hal/nilai moral naïf/negatif. 5) Membina dan mengupayakan terlaksananya dunia yang diharapkan. 6) Mengklarifikasikan dan mengoperasionalkan nilai moral dan norma dasar. 7) Mengklarifikasi dan atau mengkaji menilai diri keberadaan nilai moral dan norma dalam diri manusia dan atau kehidupannya. (Hamid Darmadi, 2009: 130) Berdasarkan pendapat di atas yang menjadi target/substansi pendidikan moral adalah pembentukan manusia yang memiliki jati diri/kualitas yang memiliki nilai moral dan melaksanakan nilai moral dan norma dasar dalam kehidupannya. e. Strategi Pendidikan Moral/Budi Pekerti Winarno (2003: 8-9) menyatakan bahwa “Penerapan pendidikan moral/budi pekerti dapat dilakukan dengan berbagai strategi pengintegrasian dalam kehidupan sehari-hari melalui keteladanan, kegiatan spontan, teguran, pengkondisian lingkungan dan kegiatan rutin.” Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1) Keteladanan/contoh Kegiatan pemberian contoh/teladan yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh pengawas, kepala sekolah, staf administrasi di sekolah yang dapat dijadikan model bagi peserta didik. 2) Kegiatan spontan Kegiatan spontan yaitu kegiatan yang dilaksanakan secara spontan pada saat itu juga. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada saat guru mengetahui sikap/tingkah laku peserta didik yang kurang baik, seperti meminta sesuatu dengan berteriak, mencoret dinding. 3) Teguran Guru perlu menegur peserta didik yang melakukan perilaku buruk dan mengingatkannya agar mengamalkan nilai-nilai yang baik sehingga guru commit to laku usermereka. dapat membantu mengubah tingkah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
4) Pengkondisian lingkungan Suasana sekolah dikondisikan sedemikian rupa dengan penyediaan sarana fisik. Contoh penyediaan tempat sampah, jam dinding, slogan-slogan mengenai budi pekerti yang mudah dibaca oleh peserta didik, aturan/tata tertib sekolah yang ditempelkan pada tempat yang strategis sehingga setiap peserta didik mudah membacanya. 5) Kegiatan rutin Kegiatan rutinitas merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat. Contoh kegiatan ini adalah berbaris masuk ruang kelas, berdoa sebelum dan sesudah kegiatan, mengucapkan salam bila bertemu dengan orang lain, membersihkan kelas/belajar. Jadi strategi pendidikan moral dapat dilakukan melalui pemberian keteladanan/contoh, kegiatan spontan, teguran, pengkondisian lingkungan dan kegiatan rutin. Dari berbagai strategi pendidikan tersebut anak dapat melihat dan mengamati dalam kehidupan sehari-hari sehingga tidak diperlukan penekanan materi. Straregi pendidikan semacam ini efektif untuk mencapai pembelajaran sikap. f. Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Pendidikan Moral Menurut Cheppy HC (1995: 295) faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan pendidikan moral, yaitu “Masalah peranan guru, dan masalah proses belajar mengajar”. Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1) Masalah peranan guru Guru pendidikan moral harus mempunyai ketrampilan, pengetahuan, dan kemampuan yang dibutuhkan dalam tugas-tugas profesionalnya. 2) Masalah proses belajar-mengajar Dalam proses belajar mengajarnya, seorang guru harus dapat menyusun materi dan program yang dapat terima dengan mudah oleh peserta didik dan mampu menarik minat peserta didik sehingga pendidikan moral yang commit to user diterapkan berhasil.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan pendidikan moral antara lain: 1) Peserta didik, yang sejatinya memiliki tingkat kesadaran dan perbedaan perkembangan kesadaran moral yang tidak merata maka perlu dilakukan identifikasi yang berujung pada sebuah pengertian mengenai kondisi perkembangan moral dari peserta didik itu sendiri. 2) Nilai-nilai (moral) Pancasila, berdasarkan tahapan kesadaran dan perkembangan moral manusia maka perlu diketahui pula tingkat tahapan kemampuan peserta didik. Hal ini penting mengingat dengan tahapan dan tingkatan yang berbeda itu pula maka semua nilai-nilai moral yang terkandung dalam pendidikan moral tersebut memiliki batasan-batasan tertentu untuk dapat tertanam pada kesadaran moral peserta didik. 3) Guru
sebagai
fasilitator,
apabila
kita
kembali
mengingat
teori
perkembangan moral manusia dari Kohlberg dengan 4 dalilnya maka guru seyogyanya adalah fasilitator yang memberikan kemungkinan bagi siswa untuk memahami dan menghayati nilai-nilai pendidikan moral itu. 4) Prasarana, yaitu segala sesuatu penunjang kesuksesan peserta didik dalam proses pembelajaran seperti perpustakaan, buku pelajaran wajib maupun penunjang, ruang kelas yang nyaman, laboratorium dan sarana ibadah. (Sylvie, 2006:1) Dengan memperhatikan empat hal di atas maka proses perkembangan moral manusia yang berjalan dalam jalur pendidikan tentu akan berjalan sesuai dengan tahapan perkembangan moral pada tiap diri manusia. Tahapan perkembangan moral dapat dibandingkan antara individu yang satu dengan individu yang lain bila faktor-faktor yang mempengaruhi perkembanngan moral yang dihadapi masing-masing individu itu sama.
3. Tinjauan tentang Disiplin Moral a. Pengertian Disiplin Disiplin berasal dari kata yang sama dengan “disciple” yakni seseorang commit user yang belajar dari atau secara suka relatomengikuti seorang pemimpin. Menurut
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
Sylvia Rimm (2003: 47) menyatakan bahwa tujuan disiplin adalah “Mengarahkan anak agar mereka belajar mengenai hal-hal baik yang merupakan persiapan bagi masa dewasa, saat mereka sangat bergantung kepada disiplin diri. Diharapkan disiplin diri mereka akan membuat hidup mereka bahagia, berhasil, dan penuh kasih sayang.” Menurut Emile Durkheim (1986: 176) menyatakan bahwa Hanya melalui disiplin sajalah kita dapat mengajar anak untuk mengendalikan keinginan-keinginannya, membatasi segala macam seleranya, menetapkan sasaran-sasaran aktivitasnya. Pembatasan merupakan syarat kebahagiaan dan kesehatan moral. Tentu saja pembatasan yang diperlukan berbeda-beda menurut waktu dan tempat dan berbeda pula untuk setiap tahap dalam kehidupan. Tujuan seluruh disiplin ialah membentuk perilaku sedemikian rupa hingga ia akan sesuai dengan peran-peran yang ditetapkan kelompok budaya, tempat individu itu diidentifikasikan (Elizabeth B. Hurlock, 2005: 82). Jadi
pada
intinya
disiplin
adalah
mengajarkan
anak
untuk
mengendalikan keinginannya dalam bentuk pembatasan-pembatasan sesuai dengan waktu dan tempat dalam rangka menetapkan aktivitas tertentu.
b. Cara-cara Menanamkan Disiplin Kedisiplinan diri pada anak sudah terbentuk, apabila anak sudah dapat bertingkah laku sesuai dengan pola tingkah laku yang baik. Anak sudah mengenal kedisiplinan yang baik apabila anak tanpa hukuman sudah dapat bertingkah laku dan memilih perbuatan-perbuatan yang diharapkan oleh lingkungannya. Menurut Elizabeth B. Hurlock (2005: 93), “Cara menanamkan disiplin yaitu cara menanamkan kedisiplinan otoriter, cara menanamkan kedisiplinan permitif, cara menanamkan kedisiplinan demokratis”. Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1) Cara menanamkan kedisiplinan otoriter Menanamkan perilaku yang diinginkan dengan peraturan keras dalam mengendalikan dengan melalui kekuatan eksternal dalam bentuk hukuman terutama hukuman badancommit atau sama to usersekali tidak adanya persetujuan,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
pujian atau tanda-tanda penghargaan lainnya bila anak memenuhi standar yang diharapkan. 2) Cara menanamkan kedisiplinan permitif Dengan menggunakan sedikit disiplin, biasanya tidak membimbing anak ke pola perilaku yang disetujui secara sosial dan tidak menggunakan hukuman. Dalam hal ini, anak sering tidak diberi batas-batas atau kendala yang mengatur apa saja yang boleh dilakukan. 3) Cara menanamkan kedisiplinan demokratis Metode penanaman disiplin dengan menggunakan penjelasan, diskusi dan penalaran untuk membantu anak untuk mengerti mengapa perilaku tertentu diharapkan, sehingga lebih menekankan aspek edukatif dari disiplin dari pada aspek hukumannya. Disiplin demokratis menggunakan hukuman dan penghargaan, dengan penekanan yang lebih besar pada penghargaan. Hukuman tidak pernah keras dan biasanya tidak berbentuk hukuman badan. Jadi disiplin dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu secara otoriter, permitif dan demokratis. Akan tetapi disiplin sebaiknya dilakukan dengan cara yang terlalu otoriter, tetapi juga tidak terlalu memperbolehkan semuanya (permisif). Dalam menanamkan disiplin kepada anak orang tua harus menjelaskan secara lengkap apa yang boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan, mengapa hal itu boleh atau tidak., apa dampaknya jika dilakukan atau tidak dilakukan dan sebagainya. Dari uraian di atas dijelaskan berbagai cara dalam menanamkan kedisiplinan dan acuan dasar perilaku dalam menjalankan kedisiplinan. Kedisiplinan pada anak dapat juga ditanamkan dengan memberikan tata tertib yang mengatur hidup anak. Tata tertib yang disertai pengawasan dan pemberian pengertian pada setiap pelanggaran, tentunya akan menimbulkan rasa keteraturan dan disiplin diri. Tingkah laku anak yang berarti dan bertujuan, harus dibimbing oleh orang tua, guru, pembimbing atau orang dewasa lainnya. Tingkah laku anak supaya menjadi teratur maka perlu adanya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
pengertian baik melalui nasehat dan pengarahan sehingga tercapai tingkah laku yang wajar dan serasi. c. Unsur-unsur Disiplin Menurut Elizabeth B. Hurlock (2005: 84-93) disiplin yang mampu mendidik anak untuk berperilaku sesuai dengan standar yang ditetapkan kelompok sosial harus mempunyai empat unsur pokok: “peraturan, hukuman, penghargaan, dan konsistensi.” Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1) Peraturan Peraturan sebagai pedoman perilaku atau pola yang ditetapkan (mungkin orang tua, guru, dan teman bermain) untuk tingkah laku. Tujuannya ialah membekali anak dengan pedoman perilaku yang disetujui dalam situasi tertentu. Peraturan memiliki dua fungsi yaitu: a) Peraturan memiliki nilai pendidikan, sebab peraturan memperkenalkan pada anak perlaku yang disetujui anggota kelompok tersebut. b) Peraturan membantu mengekang perilaku yang tidak diinginkan. Banyaknya peraturan yang ada sebagai pedoman perilaku anak bervariasi menurut situasi, usia anak, sikap orang yang mendisiplin, cara teknik menanamkan disiplin dan banyak faktor lainnya. Peraturan bertindak sebagai dasar konsep moral dan konsep moral sebaliknya bertindak sebagai dasar kode moral. Dari konsep moral umum atau nilai moral anak mengembangkan kode moral. 2) Hukuman Hukuman diberikan kepada seseorang karena suatu kesalahan, perlawanan atau pelanggaransebagai ganjaran atau pembalasan. Hukuman memiliki tiga fungsi dalam perkembangan moral anak yaitu: a) Hukuman menghalangi pengulangan tindakan yang tidak diinginkan oleh masyarakat. b) Hukuman ialah mendidik, mereka dapat belajar bahwa tindakan tertentu benar dan yang lain salah dengan mendapat hukuman. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
c) Hukuman memberi motivasi untuk menghindari perilaku yang tidak diterima masyarakat. 3) Penghargaan Penghargaan diberikan untuk perilaku yang baik yang sejalan dengan peraturan yang berlaku. Penghargaan tidak perlu berbentuk materi, tetapi dapat berupa kata-kata pujian, senyuman atau tepukan dipunggung. Penghargaan mempunyai tiga fungsi, yaitu: a) Penghargaan mempunyai nilai mendidik, bila suatu tindakan disetujui anak akan merasa hal itu baik. b) Penghargaan berfungsi sebagai motivasi untuk mengulangi perilaku yang disetujui secara sosial. c) Penghargaan berfungsi untuk memperkuat perilaku yang disetujui secara sosial, dan tidak adanya penghargaan akan melemahkan keinginan untuk mengulang perilaku ini. Jenis penghargaan yang diberikan harus sesuai dengan perkembangan anak. Bentuk penghargaan antara lain dengan penerimaan sosial, hadiah, dan perilaku yang istimewa. 4) Konsistensi Konsistensi berarti tingkat keseragaman atau stabilitas. Konsistensi harus menjadi ciri semua aspek disiplin. Harus ada konsistensi dalam peraturan yang digunakan sebagai pedoman perilaku, kosistensi dalam pengajaran dan pemaksaan peraturan, konsistensi dalam hukuman yang diebrikan kepada mereka yang tidak menyesuaikan standar, dan konsistensi dalam penghargaan bagi mereka yang menyesuaikan. Konsistensi mempunyai tiga fungsi, yaitu: a) Konsistensi memiliki nilai mendidik yang besar, bila bila peraturannya konsisten
maka
akan
memacu
proses
belajar
karena
nilai
pendorongnya. b) Konsistensi memiliki nilai motivasi yang kuat. c) Konsistensi mempertinggi penghargaan terhadap peraturan dan orang commit to user yang berkuasa.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
Sedangkan menurut Soegeng Prijodarminto (1992: 24) berpendapat bahwa: Terdapat unsur pokok yang membentuk disiplin, pertama sikap yang telah ada pada diri manusia dan sistem nilai budaya yang ada di dalam masyarakat, sikap atau attitude merupakan unsur yang hidup di dalam jiwa manusia yang harus mampu bereaksi terhadap lingkungannya, dapat berupa tingkah laku atau pemikiran. Sedangkan sistem nilai budaya yang berfungsi sebagai petunjuk atau pedoman atau penuntun kehidupan manusia. Dari uraian di atas penulis menarik kesimpulan bahwa unsur-unsur disiplin merupakan segala sesuatu yang membentuk atau terdapat dalam disiplin itu sendiri meliputi peraturan, hukuman, penghargaan dan konsistensi. Kesimpulannya bahwa disiplin itu ada karena empat unsur di atas. Bila salah satu unsur tidak ada atau tidak berjalan sebagaimana mestinya maka disiplin moral yang berkembang pada anak bukan disiplin moral yang telah mencapai standar. Hal ini mengakibatkan perkembangan disiplin moral dalam rangka mencapai kematangan moral sulit untuk tercapai. d. Aspek-aspek Disiplin Disiplin akan membuat diri anak tahu membedakan hal-hal apa saja seharusnya dilakukan, yang wajib dilakukan, yang boleh dilakukan, yang tidak sepatutnya dilakukan karena merupakan hal yang dilarang. Menurut Soegeng Prijodarminto (1992:23) ada tiga aspek disiplin: 1) Sikap mental (mental attitude), yang merupakan sikap taat dan tertib sebagai hasil atau pengembangan dari latihan, pengendalian pikiran dan pengendalian watak. 2) Pemahaman yang baik mengenai sistem aturan perilaku, norma, kriteria, dan standar yang sedemikian rupa, sehingga pemahaman tersbut menmbuhkan pengertan yang mendalam atau kesadaran, bahwa ketaatan akan aturan, norma, kriteria dan standar tadi merupakan syarat mutlak untuk mencapai keberhasilan (sukses). 3) Sikap kelakuan yang secara wajar menunjukan kesungguhan hati, untuk mentaati segala hal secara cermat dan tertib. Dari ketiga uraian di atas penulis menarik kesimpulan bahwa kedisiplinan tidak dapat dipisahkan dari berbagai aspek seperti
mental,
pemahaman terhadap aturan perilaku, norma, kriteria, dan standar perilaku commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
serta sikap yang wajar terhadap peraturan yang ada. Ketiga aspek tersebut mempengaruhi proses pembentukan kedisiplinan. e. Kriteria Disiplin yang Efektif Pada dasarnya kedisiplinan mendorong individu untuk bekerjasama antara yang satu dengan yang lain. Dalam menegakan kedisiplinan metode hukuman dan pemberian hadiah tidak efektif membawa perubahan yang positif berjangka panjang dalam perilaku anak. Disiplin yang efektif didasarkan pada pengajaran yang memungkinkan pendidik untuk memandang sifat anak yang kurang sesuai sebagai kesempatan untuk mengadakan perubahan dan pertumbuhan yang baik. Menurut Jane E. Allen dan Marilyn Cheryl (2005: 26) menyatakan bahwa “Ada tiga kriteria untuk menentukan disiplin yang efektif yaitu disiplin harus menunjukkan sikap yang terhormat, disiplin harus efektif dalam jangka waktu yang lama dan disiplin harus mengajarkan kecakapan hidup yang berharga utnuk membentuk karakter yang baik”. Selanjutnya akan dijelaskan tiga kriteria disiplin yang efektif sebagai berikut: 1) Disiplin harus menunjukan sikap yang terhormat Penanaman kedisiplinan pada diri anak didasarkan contoh dan model pengajaran dari orang dewasa sangat penting bagi anak untuk belajar tentang rasa hormat. Rasa hormat adalah unsur yang penting bagi hubungan yang sehat. Rasa hormat harus ditunjukan pada anak setiap saat, sehingga anak merasa dihargai oleh orang dewasa. Dengan demikian anak akan meniru tingkah laku dan belajar kehidupan orang dewasa. 2) Disiplin harus efektif dalam jangka panjang Banyak orang berpendapat bahwa metode hukuman merupakan metode yang paling efektif untuk menanamkan kedisiplinan. Pada dasarnya metode ini efektif tetapi hanya dalam waktu yang singkat. Pada waktu jangka panjang hukuman tidak efektif. Hukuman bersifat satu yaitu dengan menempatkan anak sebagai makhluk yang selalu diarahkan, dibimbing dan dibenarkan, sehingga pengambilan keputusannya tidak commit user diri, kerjasama dan tingkah laku mendorong mereka memiliki rasa to percaya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
yang positif di masa depan. Menurut Jane E. Allen dan Marilyn Cheryl (2005: 26) “Anak yang mendapatkan hukuman akan membuat salah satu dari empat keputusan yaitu resentment (marah, dendam, benci, sebal), rebellion (berontak), revenge (balas dendam) dan retreat (menarik diri)”. 3) Disiplin harus mengajarkan kecakapan hidup Kecakapan hidup merupakan kecakapan dan kemampuan yang diperlukan untuk mengatur hidup, emosi, hubungan dan aktivitas lainnya. Disiplin harus berisi kecakapan hidup seperti membantu menyiapkan makanan, membersihkan rumah, mencuci piring, mencabut rumput dan berbagai kegiatan yang lain. Orang dewasa (orang tua, guru, pengasuh dan lain-lain) dapat membuat jadwal tugas utnuk mengatur kegiatan anak. Hal ini dimaksudkan agar anak menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Dari uraian di atas penulis menarik kesimpulan bahwa kedisiplinan dapat diterapkan pada anak secara efektif dengan memperlakukan anak dengan baik menghindari hukuman secara fisik dan mengajarkan anak tentang kecakapan hidup sehingga mendorong mereka memiliki rasa percaya diri, kerjasama dan tingkah laku yang positif dimasa depan. f. Evaluasi Disiplin Disiplin tidak boleh dievaluasi berdasarkan hasil langsungnya, dan juga tidak boleh dievaluasi dengan melihat perilaku moral anak itu saja. Menurut Elizabeth B. Hurlock (2005: 97-98) ada 3 kriteria yang dapat digunakan untuk mengevaluasi disiplin: “pengaruh disiplin pada perilaku, pengaruh sikap anak pada mereka yang berwenang terhadap disiplin, dan pengaruh disiplin pada kepribadian anak”. Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1) Pengaruh disiplin pada perilaku Kesenjangan antara pengetahuan moral dan perilaku moral kadang-kadang tidak terelakkan. Akan tetapi bila anak menunjukkan kemajuan yang progresif dalam perilaku mereka dengan meningkatnya usia dan bila kesenjangan antara pengetahuan moral dan perilaku moral berkurang maka commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
secara bertahap mendekati tingkat tertinggi dari perilaku moral dan mendekati kematangan moral. 2) Pengaruh sikap anak pada mereka yang berwenang terhadap disiplin Anak peka terhadap sikap adil orang tua, guru, dan orang lain yang berwenang. Anak yang merasa bahwa disiplin yang diterimanya adil dan bahwa kendala perilaku mereka perlu demi kebaikan mereka sendiri, lebih mempunyai sikap positif terhadap para pendisiplin dibandingkan anak yang merasa bahwa yang berwenang bersikap jahat atau mau membalas dendam. 3) Pengaruh disiplin pada kepribadian anak Bila anak merasa bahwa mereka dibatasi atau dihukum secara tidak adil, dan bila mereka merasa uaha mereka untuk mentaati peraturan tidak dihargai karena mereka jarang mendapat penghargaan dan pujian maka konsep diri akan terpengaruh. Bila anak merasa yakin bahwa mereka telah menjadi korban perlakuan yang tidak adil, hal ini seringkali berakibat gangguan kepribadian yang serius. Berdasarkan ketiga kriteria yang digunakan dalam mengevaluasi disiplin moral maka evaluasi disiplin moral tidak bisa dilakukan dengan pengamatan langsung dan sekali. Melainkan perlu dilihat dari berbagai aspek yang berkaitan dengan penerapan pengetahuan disiplin moral yaitu tentang perubahan perilaku anak, sikap anak terhadap pendisiplin dan perubahan kepribadian anak. Bila anak telah memenuhi ketiga kriteria tersebut maka dapat dikatakan bahwa anak tersebut telah memiliki disiplin moral. g. Pengertian Disiplin Moral Menurut Emile Durkheim (1986: 178) menyatakan bahwa “Disiplin moral tidak hanya menunjang hidup moral dalam arti sebenarnya, melainkan pengaruhnya berlangsung secara terus menerus. Disiplin moral berperan besar dalam pembentukan watak dan kepribadian pada umumnya”. Dalam kenyataanya,
unsur
mengendalikan diri
paling
hakikat
dari
watak
adalah
kemampuan
yang memungkinkan kita mengendalikan nafsu, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
keinginan, dan kebiasaan-kebiasaan kita dan mengatur menurut kaidah yang berlaku. Disiplin moral adalah mengendalikan diri (menjaga moral) tidak menyakiti dan tidak merugikan makhluk lain. Menjaga diri untuk tidak melakukan pembunuhan, pencurian, perzinahan, pembicaraan yang tidak benar; dan menjaga diri untuk tidak bermabuk-mabukan; inilah disiplin moral yang akan selalu dihargai oleh siapapun juga. Seseorang yang mempunyai kecakapan intelektual memang akan dipuji; tetapi seseorang yang mempunyai disiplin moral akan dihargai.(YM Bhikkhu Sri Pannavaro Mahathera, 2010: 1) Menurut Penuatua D. Todd Christofferson (2009: 105) mengatakan bahwa: Disiplin moral merupakan penerapan hak pilihan yang konsisten untuk memilih yang benar karena hal itu adalah benar, bahkan ketika hal itu sulit. Hal itu menolak kehidupan yang mementingkan diri sendiri, berpihak pada mengembangkan karakter yang layak untuk respek dan kebesaran sejati. Akar kata disiplin terdiri dari kata “disciple [murid],” yang menyarankan pada pikiran kenyataan bahwa kesepadanan merupakan disiplin yang ideal yang membentuk seseorang yang bajik dan unggul secara moral. Disiplin moral mengajarkan kita untuk tidak bertindak sesuai dengan keinginan-keinginan yang hanya bersifat sesaat, yang mengakibatkan tingkah laku kita hanya setaraf dengan kecenderungan-kecenderungan alamiah belaka (Emile Durkheim, 1986: 178). Sedangkan menurut Penuatua D. Todd Christofferson (2009: 107) “Disiplin moral adalah disiplin diri yang berlandaskan standar-standar moral”. Menurut YM Bhikkhu Sri Pannavaro Mahathera (2010: 1) “Untuk mempunyai disiplin moral diperlukan pengendalian diri, pengendalian diri memerlukan ketekunan, kesabaran, semangat dan keuletan. Tanpa keuletan, tanpa ketekunan dan kesabaran; seseorang akan gagal mengendalikan dirinya sendiri”. Dengan memperhatikan pengertian di atas maka disiplin menuntun pada berkurangnya kebebasan untuk setiap orang. Disiplin moral adalah disiplin yang keluar dari hati nurani untuk mengendalikan diri (menjaga commit to user standar-standar moral. moral) untuk melakukan kebenaran berdasarkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36 4. Tinjauan Teori Moralitas
Menurut L. Kohlberg
(1995: 231-234) mengemukakan ada tiga
tingkat perkembangan moral, yakni “Tingkat prakonvensional, tingkat konvensional, dan tingkat sesudah konvensional”. Hal tersebut dapt dijelaskan sebagai berikut: 1) Tingkat Pra-Konvensional Pada tingkatan ini anak mengakui adanya aturan-aturan dan baik buruknya mulai mempunyai arti baginya, tetapi hal itu semata-mata dihubungkan dengan reaksi orang lain. Penilai tentang baik buruknya perbuatan hanya ditentukan oleh faktor-faktor dari luar. Motivasi untuk penilaian moral terhadap perbuatan hanya didasarkan atas akibat atau konsekuensi yang dibawakan oleh perilaku si anak: hukuman atau ganjaran, hal yang pahit atau menyenangkan. Pada tingkatan ini terdiri dari dua tahapan yaitu: a) Punisment and obedience orientation (orientasi hukuman dan kepatuhan). Pada tahap ini perbuatan anak didasarkan pada otoritas orang tua, guru dan atas hukuman yang akan menyususl apabila ia tidak patuh. b) Instrument-relativist orientation (orientasi relativis instrumental). Pada tahap ini perbuatan dianggap baik jika ibarat isntrumrn (alat) dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan kadang-kadang juga kebutuhan orang lain. Dalam tahap ini anak mulai menyadari adanya kepentingan orang lain, tetapi hubungan antara manusia dianggap seperti hubungan orang di pasar (hubungan timbale balik). 2) Tingkat Konvensional Pada tingkatan ini perbuatan-perbuatan mulai dinilai atas dasar norma-norma umum dan kewajiban serta otoritas dijunjung tinggi. Disini anak mulai menyesuaikan penilaian dan perilakuanya dengan harapan orang lain atau kode yang berlaku dalam kelompok sosialnya. Anak tidak hanya menyesuaikan diri tetapi juga setia kepadanya, berusaha commit to user mewujudkan secara aktif, menunjukkan ketertiban dan berusaha
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
mewujudkan
secara
aktif,
menjunjung
ketertiban
dan
berusaha
mengidentifikasikan diri mereka yang mengusahakan ketertiban sosial. Dua tahap dalam tingkatan ini adalah: a) Tahap interpersonal corcodance atau “good boy-nice girl” orientation (penyesuaian dengan kelompok dan orientasi menjadi anak manis). Tingkah laku yang baik adalah tingkah laku yang membuat senang orang lain atau menolong orang lain dan yang mendapat persetujuan mereka. Supaya diterima dan disetujui orang lain seseorang harus berperilaku “manis” (good boy-nice girl), artinya ia adalah sebagaimana diharapkan oleh orang tua, guru dan sebagainya. Ia ingin bertingkah laku secara “wajar”, artinya menurut norma-norma yang berlaku. Jika ia menyimpang dari norma-norma kelompoknnya ia merasa malu dan bersalah, sehingga anak mengetahui betapa pentingnya maksud dari suatu perbuatan itu. b) Tahap law and order, orientation (orientasi hukum dan ketertiban). Paham “kelompok” dimana anak harus menyesuaikan diri disini diperluas: dari kelompok akrab (artinya, orang-orang yang dikenal oleh anak secara pribadi) ke kelompok yang lebih abstrak, seperti suku bangsa, Negara, agama. Tekanan diberikan pada aturan-aturan tetap, otoritas dan pertahanan ketertiban sosial. Pada tahap ini perilaku yang baik adalah melakukan kewajibannya, menghormati otoritas dan mempertahankan ketertiban sosial yang berlaku demi ketertiban itu sendiri. Orang yang melanggar ketertiban sosial jelas bersalah. 3) Tingkat Pasca-Konvensional Tingkat ini disebut juga sebagai tingkat otonom. Pada tingkat ketiga ini hidup bermoral dipandang sebagai penerimaan tanggung jawab pribadi atas dasar prinsip-prinsip yang dianut dalam batin. Norma-norma yang berlaku dalam masyarakat tidak dengan sendirinya berlaku, tetapi harus dinilai atas dasar prinsip-prinsip yang mekar dari kebebasan pribadi. Tingkat ketiga ini mempunyai dua tahap antara lain: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
a) Social contract orientation (orientasi kontral sosial legalistis). Dalam tahap ini disadari bahwa relativisme nilai-nilai dan pendapat-pendapat pribadi dan kebutuhan akan usaha-usaha untuk mencapai konsesus. Disamping ada yang disetujui dengan cara yang demokratis, baik buruknya tergantung pada nilai-nilai dan pendapat-pendapat pribadi. Segi hukum ditekankan, tapi diperhatikan secara khusus kemungkinan untuk mengubah hukum, asal hal itu terjadi demi kegunaan sosial (berbeda dengan pandangan kaku tentang law and order dalam tahap 4). Selain bidang hukum, persetujuan bebas dan perjanjian adalah unsure pengikat bagi kewajiban. b) The universal ethical principle orientation (orientasi prinsip etika yang universal). Dalam tahap ini orang mengatur tingkah laku dan penilaian moralnya berdasarkan hati nurani pribadi. Yang mencolok adalah bahwa prinsip-prinsip etis dan hati nurani berlaku secara universal. Pada dasarnya prinsip-prinsip ini menyangkut keadilan, kesediaan membantu satu sama lain, persamaan hak manusia dan hormat untuk martabat manusia sebagai pribadi. Orang yang melanggar prinsipprinsip ini akan mengalami penyesalan yang mendalam. Dalam proses perkembangan moral reasoning dengan enam tahapannya dapat digambarkan sebagai berikut: (1) Perkembangan moral terjadi secara berurutan dari satu tahap ke tahap berikutnya. (2) Dalam perkembangan moral orang tidak memahami cara berfikir dari tahap yang lebih dari dua tahap diatasnya. (3) Dalam perkembangan moral, seseorang secara kognitif tertarik pada cara berfikir dari satu tahap di atas tahapnya sendiri. Anak dari tahap 2 merasa tertarik kepada tahap 3. Berdasarkan inilah Kohlberg percaya bahwa moral reasoning dapat dan mungkin dikembangkan. (4) Dalam perkembangan moral, perkembangan hanya akan terjadi to user apabila diciptakan commit suatu diequilibrium kognitif pada diri si anak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
didik. Seseorang yang sudah mapan dalam satu tahap tertentu harus diusik secara kognitif sehingga ia terangsang untuk memikirkan kembali prinsip yang sudah dipegangnya. Kalau ia tetap tentram dan tetap dalam tahapannya sendiri, maka tidak mungkin ada perkembangan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam bagan enam tahap perkembangan moral menurut Kohlberg di bawah ini: Ting
Tahap
Konsep Moral
kat I
Moralitas prakonvensional
berdasarkan tingkat hukuman
(usia 4-10 tahun)
akibat keburukan tersebut;
Tahap 1: Memperhatikan ketaatan dan hukum
II
1. Anak menentukan keburukan
2. Perilaku baik dihubungkan dengan penghindaran diri dari hukuman; 3. Perilaku baik dihubungkan dengan
Tahap 2:
pemuasan keinginan dan kebutuhan
Memperhatikan
sendiri tanpa mempertimbangkan
pemuasan kebutuhan
kebutuhan orang lain.
Moralitas
1. Anak dan remaja berperilaku sesuai
Konvensional
dengan aturan dan patokan moral
(usia 10-13 tahun)
agar memperoleh persetujuan orang
Tahap 3:
dewasa, bukan untuk menghindari
Memperhatikan “citra
hukuman;
anak baik”
2. Perbuatan baik dan buruk dinilai berdasarkan tujuannya. Jadi, ada perkembangan kesadaran terhadap aturan.
Tahap 4: Memperhatikan
1. Anak dan remaja memiliki sikap terhadap wewenang dan peraturan;
hukum dan peraturan 2. Hukum harus ditaati semua. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
III
Moralitas Pasca-
1. Remaja dan dewasa mendefinisikan
Konvensional
(mengartikan) perilaku baik sebagai
(usia 13 tahun ke atas)
hak pribadi sesuai dengan aturan
Tahap 5:
dan patokan sosial;
Memperhatikan hak perseorangan
2. Perubahan hukum dan aturan dapat diterima jika diperlukan untuk mencapai hal-hal yang paling baik; 3. Pelanggaran hukum dan aturan dapat terjadi karena alasan-alasan tertentu. 1. Keputusan mengenai perilaku sosial
Tahap 6: Memperhatikan
didasarkan atas prinsip moral
prinsip-prinsip etik
pribadi yang bersumber dari hukum universal yang selaras dengan kebaikan umum dan kepentingan orang lain; 2. Keyakinan terhadap moral pribadi dan nilai-nilai tetap melekat meskipun sewaktu-waktu berlawanan dengan hukum yang dibuat untuk mengekalkan aturan sosial.
Tabel 1. Enam Tahap Perkembangan Moral Kohlberg Perkembangan moral akan dipengaruhi oleh sejumlah variabel antesenden yaitu, lingkungan sosial, perkembangan kognitif kemampuan menempatkan diri pada posisi ornag lain (empati) dan konflik kognitif. Oleh sebab itu tugas pendidikan moral ialah menciptakan stimulus kognitif dan mengembangkan empati (Udin Saripudin W.MA, 1989: 31) Udin Saripudin W.MA (1989: 35) menyatakan bahwa “Teori perkembangan moral mempunyai implikasi pada pendidikan moral. Hal ini commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
terutama tertuju pada masalah bagaimana proses pendidikan moral dapat memberikan kemudahan bagi perkembangan moralitas individu”. Jika melihat perkembangan moral manusia di atas, maka tentu akan ada sebuah proses yang tidak lepas dari perkembangan moral itu sendiri. Proses yang dimaksud adalah yang disebut dengan pendidikan. Pendidikan moral sangat diperlukan bagi manusia, karena melalui pendidikan ini perkembangan moral diharapkan mampu berjalan dengan baik, serasi sesuai dengan norma demi harkat dan martabat manusia itu sendiri. Sehingga pendidikan moral sangat penting diberikan kepada anak yatim agar mereka menghargai diri sendiri sebagai manusia yang bermoral. Dimana dengan adanya pendidikan moral yang efektif akan membawa perubahan sikap yang positif anak yatim di Panti Asuhan Yatim “Miftachul Jannah”, sebaliknya pendidikan moral yang kurang efektif membawa perubahan yang negatif bagi anak yang dapat melakukan penyimpanan terhadap tingkah lakunya. Sedangkan menurut Emile Durkheim (1990: 13-80) “Unsur-unsur Moralitas adalah: Semangat disiplin, ikatan pada kelompok-kelompok sosial, dan otonomi penentu nasib sendiri”. Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1) Semangat disiplin Pada dasarnya moralitas adalah suatu disiplin. Semua disiplin mempunyai tujuan ganda yaitu mengembangkan suatu keteraturan tertentu dalam tindak tanduk manusia dan memberinya suatu sasaran tertentu yang sekaligus juga membatasi cakrawalanya. Disiplin bisa mengembangkan dan membatasi sikap yang lebih mengutamakan hal-hal yang merupakan kebiasaan. Disiplin bisa mengatur dan memaksa. Disiplin bisa menjawab sesuatu yang terulang dan bertahan lama dalam hubungan antar manusia Karena hubungan sosial mempunyai unsur-unsur yang bersifat umum dan karena hal-hal yang sama dari lingkungan sekitar selalu terulang secara periodik. Maka wajarlah bila cara-cara bertindak tertentu selalu terulang secara teratur. Keteraturan relatif dari berbagai situasi dimanapun berada. Itulah yang menunjukkan keteraturan relatif dari tingkah laku kita.Manfaat commit to oleh user disiplin tidak langsung kelihatan praktis pembatasan yang dikenakan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
jelas.
Membatasi
seseorang,
menempatkan
hambatan
pada
jalan
perkembangan kebebasan seseorang, tetapi pembatasan itu merupakan syarat untuk kebahagiaan dan kesehatan moral seseorang. Dalam kenyataannya, manusia diciptakan untuk hidup dalam lingkungan tertentudan terbatas, betapapun luasnya lingkungan itu. Seluruh kegiatan hidup ditujukan pada penyesuaian diri terhadap lingkungan tersebut. Hidup berarti menyesuaikan diri dengan dunia fisik di sekitar kita dan dengan dunia sosial dimana kita menjadi anggotanya. Fungsi disiplin adalah untuk menjamin ditaatinya batas-batas yang ada dilingkungan hidup manusia.Jika batas yang sangat signifikan itu tidak ada dan kekuatan moral yang mengelilingi kita tidak dapat lagi mengendalikan nafsu, maka karena tidak Jadi disiplin berguna bukan hanya demi kepentingan masyarakat sebagai suatu sasaran mutlak tapi juga demi kesejahteraan individual. Melalui disiplin, seseorang belajar mengendalikan keinginan. Dengan demikian disiplin sangat membantu perkembangan suatu hal yang amat penting bagi diri pribadi. Kemampuan untuk membatasi berbagai keinginan dan mengendalikan diri sendiri. Suatu kecakapan yang kita peroleh dalam pendidikan disiplin moral merupakan syarat mutlak bagi tumbuhnya kemampuan individu untuk bertanggungjawab. 2) Ikatan pada kelompok-kelompok sosial Di luar individu tidak ada sesuatu yang lain selain kelompok yang dibentuk dari kesatuan individu-individu yakni masyarakat. Karena itu,tujuan moral adalah sasaran yang menyangkut masyarakat. Bertindak secara moral adalah bertindak demi kepentingan bersama. Selain individu hanya ada satu kesatuan psikis, satu makhluk moral yang dapat diamatisecara empiris yaitu masyarakat. Oleh karena itu, hanya masyarakatlah yang menjadi tujuan tingkah laku moral. Masyarakat tidak bisa direduksi menjadi kumpulan individu semata. Sebab jika kepentingan pribadi masing-masing orang secara terpisah tidak mempunyai nilai moral, maka semua kepentingan betapapun banyaknya tidak akan mempunyai commit diri to user nilai moral.Dalam menyatukan pribadi dengan masyarakat, setiap
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
orang juga harus mempunyai kepentingan. Jika masyarakat semata-mata hanya merupakan sesuatu yang berbeda dengan individu, maka keterikatan seperti itu hanya bisa dimengerti bila manusia mau merelakan hakikatnya untuk menjadi sesuatu yang bukan dirinya sendiri. Sebab dalam kenyataannya, mengaitkan diri dengan makhluk lain berarti menyatukan diri bahkan siap menggantikan makhluk tersebut apabila keterikatan sampai pada waktu titik yang menuntut pengorbanan. Sebagaimana halnya moralitas yang membatasi dan memaksa manusia untuk memenuhi tuntutan
alamiah.
Masyarakat
juga
memaksa
manusia
untuk
merealisasikan diri sendiri dalam memenuhi komitmen dan ketaatannya. Moralitas hanya menyuruh manusia melakukan apa yang ditentukan oleh hakikatnya sebagai manusia. Untuk menjadi manusia sejati, harus mengaitkan diri dengan sumber utama kehidupan moral dan mental yang menjadi ciri utama manusia. Sumber itu tidak berada dalam diri manusia melainkan dalam masyarakat. Masyarakat merupakan penghasil dan penyimpan semua kekayaan peradaban.Unsur kedua dari moralitas ini mengandung pengertian jika ingin menjadi makhluk moral, maka manusia harus mengabdikan dirinya pada sesuatu yang bukan dirinya sendiri. Ia harus menyatu dengan masyarakat betapapun rendahnya tingkat persatuan itu. 3) Otonomi penentu nasib sendiri Otonomi penentuan nasib sendiri memungkinkan prinsip-prinsip moral tetap mempunyai sifat khasnya. Meskipun manusia hidup dalam keterbatasan, dan dalam batas-batas tertentu manusia tetap pasif bila menyangkut kaidah-kaidah yang memerintah. Namun sikap pasif tersebut sekaligus berubah menjadi sikap aktif. Melalui bagian aktif inilah manusia secara bebas menghendakinya. Manusia menginginkan sifat bebas karena mengetahui alasan dari keberadaanya. Hal ini bukanlah konformitas pasif yang bisa mengerdilkan
kepribadian manusia tapi adalah kepatuhan
pasif,yaitu menyetujui tanpa mengetahui sebab dan pertimbangannya. commit to user Meskipun manusia buta dalam menjalankan perintah yang tidak diketahui
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
arti dan kepentingannya, tetapi paling tidak mengerti mengapa harus berperan sebagai alat yang buta. Dan itulah yang disebut kebebasan dalamberinisiatif untuk setiap tindakan. Untuk bertindak secara moral, tidak cukup hanya dengan menghormati disiplin dan keterikatan pada kelompok sosial. Lebih dari itu, entah karena rasa hormat pada kaidah atau karena pengabdian padacita-cita kolektif, manusia harus mempunyai pengetahuan
dan
kesadaran
yang
jelas
dan
lengkap
mengenai
perbuatannya. Kesadaran tersebut memberi otonomi kepada tingkah laku manusia yang untuk selanjutnya akan dibutuhkan oleh kesadaran umum dari setiap makhluk moral yangsejati. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa otonomi penentuan nasib sendiri adalah pengertian mengenai moralitas. Moralitas tidak hanya menyangkut berbagai tindakan yang disengaja dan tidak disengaja menurut cara-cara tertentu yang umumnya dituntut oleh moralitas itusendiri Menurut W. Poespoprodjo (1986: 114-115) menyatakan bahwa “Positivisme moral adalah teori yang mengatakan bahwa semua moralitas itu konvensional, bahwasanya tidak terdapat perbuatan yang menurut hakikatnya baik atau buruk ditunjuk tiga sumber konvensi: adat kebiasaan, Negara dan Dekrit Tuhan”. Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1) Adat Kebiasaan Pendapat ini dipegang oleh para filsuf seperti Spencer, Nietzche, Comte, dan Marx. Adat kebiasaan bisa mendapatkan kekuatan hukum dan member moralitas ekstrinsik pada jenis perbuatan yang berbeda sifatnya. Tetapi tidak semua moralitas dapat didasarkan atas adat kebiasaan karena sementara adat kebiasaan tidak dapat dihapuskan dan beberapa jenis perbuatan tidak pernah dapat dijadikan adat kebiasaan. Satu-satunya alasan untuk itu adalah bahwa perbuatan-perbuatan ini, baik atau buruk, tidak bergantung pada adat kebiasaan apa pun, dan adat kebiasaan bukanlah sumber semua moralitas. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
2) Negara Hobbes dan Rousseau berkata bahwa sebelum pembentukan negara tidak terdapat moralitas, moralitas adalah ketaatan (penaatan) atau ketidaktaatan (penaatan) kepada hukum sipil. Negara dapat memberikan moralitas ekstrinsik kepada jenis perbuatan jenis perbuatan yang berbeda sifatnya, tetapi tiada negara yang dapat sepenuhnya semau-maunya dalam hukumhukumnya. Terdapat perbuatan-perbuatan yang setiap negara harus memerintahkannya, dan terdapat perbuatan-perbuatan lain yang setiap negara harus melarangnya, karena kehidupan manusia sendiri menuntut hal ini. Perbuatan ini telah bermoral atau tidak bermoral sebelum ada negara. 3) Dekrit Tuhan Meskipun moralitas bergantung kepada kehendak Tuhan, juga Tuhan tidak dapat sepenuhnya semau-mau-Nya dalam hal yang Dia kehendaki. Kehendaknya bergantung pada intelek-Nya, sedangkan baik intelek maupun kehendak-Nya bergantung kepada esensi-Nya. Tuhan tidak dapat berlawanan dengan diri-Nya sendiri. Oleh karena Dia sendiri tidak dapat berbuat menurut cara yang berlawanan dengan essensi-Nya yang tak terbatas, Dia juga tidak dapat, memerintahkan atau mengizinkan makhlukNya berbuat seperti itu.
5. Tinjauan tentang Anak Yatim a. Pengertian Anak Anak merupakan generasi pewaris dan penerus pembangunan bangsa, yang akan menentukan baik buruknya kelangsungan warisan pembangunan yang diringgalkan pendahulunya. Karena itu, anak seharusnya diberikan kesempatan yang luas untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan masa pertumbuhannya menuju kedewasaan dan kemandirian. Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak menyebutkan bahwa “Anak adalah seseorang yang belum commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”. Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990 tentang Hak-hak Anak dinyatakan anak-anak seperti juga halnya dengan orang dewasa memiliki hak hak dasar sebagai manusia. Akan tetapi karena kebutuhan-kebutuhan khusus dan kerawanannya, maka hak-hak anak diperlukan dan diperhatikan secara khusus. Adapun hak-hak pokok anak, antara lain sebagai berikut; 1) Hak untuk hidup yang layak: setiap anak memiliki hak untuk kehidupan yang layak dan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar mereka termasuk makanan, tempat tinggal, dan keperawatan kesehatan. 2) Hak untuk berkembang: setiap anak berhak untuk tumbuh dan berkembang secara wajar tanpa halangan. Mereka berhak mendapatkan pendidikan, bermain, bebas mengeluarkan pendapat memilih agama, mempertahankan keyakinannya, dan semua hak yang memungkinkan mereka berkembang secara maksimal sesuai potensinya. 3) Hak untuk dilindungi: setiap anak berhak untuk dilindungi dari segala bentuk tindakan kekerasan. 4) Hak untuk berperan serta: setiap anak berhak untuk berperan aktif dalam masyarakat dan di negaranya termasuk kebebasan untuk berekspresi, kebebasan untuk berinteraksi dengan orang lain dan menjadi anggota suatu perkumpulan. 5) Hak untuk memperoleh pendidikan. Jadi anak adalah seseorang yang berusia di bawah 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan yang memiliki hak-hak yang dilindungi oleh Negara dan kedua orang tua. Hak-hak anak dilakukan secara khusus karena anak masih dalam perawatan yang khusus. b. Pengertian Anak Yatim Kata “anak yatim” merupakan gabungan dari dua kata, yaitu “anak” dan “yatim”. Istilah “anak” dalam bahasa Arab disebut waladun dan jamaknya commit to user – yalidu – wilâdatan - maulidan. aulâdun yang berasal dari akar kata walada
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
Dalam bahasa Indonesia, anak berarti keturunan. Secara etimologis, kata “yatim” merupakan kata serapan dari bahasa Arab yutma – yatama – yatma yang berarti infirâd (kesendirian). Anak yatim berarti anak di bawah umur yang kehilangan ayah yang bertanggung jawab dalam perbelanjaan dan pendidikannya, belum baligh (dewasa), baik ia kaya atau miskin, laki-laki atau perempuan. Pasal 1 ayat (10) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak menyebutkan bahwa “Anak asuh adalah anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga, untuk diberikan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, pendidikan, dan kesehatan, karena orang tuanya atau salah satu orang tuanya tidak mampu menjamin tumbuh kembang anak secara wajar”. Menurut Ahsin Sakho Muhammad (2011: 1) “Anak yatim adalah manusia yang masih kecil yang masih sangat membutuhkan perhatian, kasih sayang, support dari orang lain. Seorang anak kecil sebagaimana biasa ingin diperhatikan dan dimanjakan oleh kedua orang tuanya”. Sedangkan menurut Abdul Kadir Bin Usman (2011:1) menyatakan bahwa “anak yatim adalah anak kecil yang belum dewasa yang ditinggal mati ayahnya, sementara ia masih belum mampu mewujudkan kemashlahatan yang akan menjamin masa depannya”. Menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 38 menyebutkan bahwa: 1) Pengasuhan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, dilaksanakan tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental. 2) Pengasuhan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diselenggarakan melalui kegiatan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, dan pendidikan secara berkesinambungan, serta dengan memberikan bantuan biaya dan/atau fasilitas lain, untuk menjamin tumbuh kembang anak secara optimal, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial, tanpa mempengaruhi agama yang dianut anak. Dalam ajaran Islam, pemeliharaan seorang anak tidaklah cukup hanya dengan nafkah lahirnya saja tanpa memperhatikan aspek pendidikan dan commit to user moralitas sang anak. Terlebih bagi anak yatim yang tidak memiliki orang tua
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
lagi. Al-Marâghiy dalam Abdul Kadir bin Usman (2011: 1) menjelaskan bahwa “Perintah berbuat baik pada anak yatim adalah dengan cara memperbaiki pendidikannya dan menjaga hak miliknya agar jangan sampai tersia-sia”. Dengan memperhatikan pendapat di atas perlu dingat bahwa anak-anak yatim juga merupakan bagian tak terpisahkan dari suatu umat atau bangsa. Apabila akhlak mereka rusak, maka akibatnya akan merambat kepada seluruh umat atau bangsa, sebab perbuatan mereka yang tidak baik merupakan akibat dari buruknya sistem pendidikan yang mereka tempuh, dan tentu saja hal ini akan berimbas pada terciptanya krisis akhlak di kalangan umat atau bangsa. Karenanya, kita harus menyadari bahwa anak yatim juga merupakan saudara kita. Kita patut bersyukur jika kita masih memiliki orang tua lengkap yang dapat mendidik kita dan membiayai pendidikan kita. Dan manifestasi dari syukur itu adalah dengan memperhatikan dan berbelas kasih pada anak yatim serta memperhatikan segala keperluan mereka agar mereka tidak merasa ditelantarkan.
6. Tinjauan tentang Efektivitas a. Efektivitas Pendidikan Moral Efektivitas berasal dari kata efektif, yang berarti mempunyai nilai efektif, pengaruh atau akibat, dapat juga diartikan sebagai kegiatan yang bisa memberikan hasil yang memuaskan, dapat dikatakan juga bahwa efektivitas adalah keterkaitan antara tujuan dan hasil yang dinyatakan, dan menunjukkan derajat kesesuaian antara tujuan yang dinyatakan dengan hasil yang dicapai. Jadi pengertian efektivitas adalah pengaruh yang ditimbulkan dan disebabkan oleh adanya suatu kegiatan tertentu untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan yang dicapai dalam setiap tindakan yang dilakukan. Efektivitas adalah tercapainya apa yang telah direncanakan atau dapat diartikan sebagai pengukuran dalam arti pengukuran terhadap tercapainya sasaran/tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
Marbun (2003: 71) menyatakan bahwa “Efektivitas (effectiveness) adalah suatu besaran atau angka utnuk menunjukkan sampai seberapa jauh sasaran (target) tercapai”. Sedangkan E. Mulyasa (2005: 82) menyatakan bahwa: Efektivitas adalah adanya kesesuaian antara orang yang melaksanakan tugas dengan sasaran yang dituju. Efektivitas adalah bagiamana suatu organisasi berhasil mendapatkan dan memanfaatkan sumber daya dalam usaha mewujudkan tujuan operasional. Hasil yang semakin mendekati tujuan yang telah ditetapkan menunjukkan semakin tinggi tingkat efektivitasnya. Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu hal dapat dikatakan efektif apabila hal tersebut sesuai dengan yang dikehendaki. Artinya, pencapaian hal yang dimaksud merupakan pencapaian tujuan dilakukannya tindakan untuk mancapai suatu tujuan. Efektivitas dapat diartikan sebagai suatu proses pencapaian suatu tujtuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Suatu usaha atau kegiatan dapat dikatakan efektif apabila usaha atau kegiatan tersebut telah mencapai tujuannya. Apabila tujuan yang dimaksud adalah tujuan suatu instansi maka proses pencapaian tujuan tersebut merupakan keberhasilan dalam melaksanakan program atau kegiatan menurut wewenang, tugas dan fungsi instansi tersebut (dalam hal ini tujuan pendidikan moral untuk membentuk disiplin moral pada anak yatim di Panti Asuhan Yatim “Miftachul Jannah” Dukuh Pangin, Kelurahan Joho, Kabupaten Sukoharjo). Jadi berdasarkan pengertian mengenai pendidikan moral dan efektivitas yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa efektivitas pendidikan moral adalah keefektifan pembinaan moral yang diberikan dimana pendidikan moral ini merupakan pembinaan yang membawa belajar peserta didik menjadi efektif yang di dalamnya terdapat pemanfaatan potensi yang dapt digunakan sebagai sarana utnuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Adapun tujuan tersebut yakni membentuk disiplin moral pada anak yatim atau dapat diartikan juga sebagai suatu proses sampai sejauh mana pencapaian tujuan menanamkan nilai-nilai commit to user moral yang telah ditetapkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
sebelumnya atau keberhasilan yang dicapai dari program penanaman konsep kebaikan untuk membentuk budi pekerti dan akhlak mulia pada diri individu sehingga memiliki disiplin moral. b. Indikator Efektivitas Indikator efektivitas menurut E. Mulyasa (2005: 84-85) adalah “indikator input, indikator process, indikator output, dan indikator outcome”. 1) Indikator input: indikator input ini meliputi karakter guru, fasilitas, perlengkapan, dan materi pendidikan serta kapasitas manajemen. 2) Indikator process: indikator process meliputi perilaku administratif, alokasi waktu guru, dan alokasi peserta didik (anak yatim di Panti Asuhan Yatim “Miftachul Jannah”) 3) Indikator output: indikator output ini berupa hasil-hasil yang berhubungan dengan bentuk perolehan pendidikan peserta didik (anak yatim di Panti asuhan Yatim “Miftachul Jannah”) dan dinamikanya, hasil-hasil yang berhubungan dengan pembinaan moral, dan hasil-hasil yang berhubungan dengan perubahan sikap, serta hasil-hasil yang berhubungan dengan keadilan dan kesamaan. 4) Indikator outcome: indikator ini meliputi jumlah anak panti yang memiliki disiplin moral di sekolah di mana anak tersebut mendapatkan pendidikan formalnya dan juga anak panti yang melakukan pelanggaran terhadap disiplin moral. Jadi efektivitas penerapan pendidikan moral dapat dilihat dengan memperhatikan indikator efektivitas itu sendiri. Keempat indikator di atas digunakan untuk mengetahui sejauh mana efektivitas penerapan pendidikan moral, outcome yang dihasilkan besar dengan sedikit input maka semakin tinggi tingkat efektivitas pendidikan moral dan begitu pula sebaliknya dengan banyaknya input yang diberikan kepada anak tetapi outcome yang dihasilkan sedikit maka tingkat efektivitasnya semakin rendah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51 B. Kerangka Berpikir
Pendidikan moral sangat penting bagi pembentukan dan perkembangan kepribadian seseorang. Pendidikan moral perlu diarahkan menuju upaya-upaya terencana untuk menjamin moral setiap manusia yang diarahkan menjadi warga Negara yang cinta akan bangsa dan tanah airnya, serta dapat menciptakan dan memelihara ketentraman dan kerukunan masyarakat dan bangsa dikemudian hari. Panti Asuhan Yatim “Miftachul Jannah” di Dukuh Pangin Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo merupakan salah satu panti asuhan yang menerapkan dan memberikan pendidikan moral pada setiap anak yatim yang menjadi anggota dari panti tersebut. Kegiatan pendidikan moral yang ada di panti ini diberikan dengan model-model pendidikan moral yang merupakan strategi dalam menyampaikan nilai-nilai moral kepada anak yatim. Penerapan pendidikan moral ini bertujuan untuk mengurangi perilaku anak yatim yang tidak sesuai dengan moral yang ada dalam masyarakat serta dapat membentuk watak atau karakter anak yatim agar memiliki watak sebagai manusia yang mempunya disiplin moral. Untuk dapat mengetahui efektivitas penerapan pendidikan moral, dapat dilihat dari bagaimana pendidikan itu berhasil membentuk watak disiplin moral pada diri anak yatim dan dapat diketahui dengan menggunakan indikator dari efektivitas itu sendiri. Penerapan pendidikan moral yang efektif akan mengakibatkan perubahanperubahan yang terjadi setelah anak yatim mempelajarinya. Penerapan pendidikan moral ini harus mencapai tujuan yang semaksimal mungkin yaitu dapat membentuk anak yatim menjadi manusia yang bermoral dan berakhlak mulia. Namun dalam pelaksanaanya mengalami beberapa hambatan dari faktor internal dan eksternal. Pendidik di panti dalam memberikan pendidikan moral juga harus membangkitkan dan memotivasi anak yatim agar lebih memahami pendidikan moral, agar perilaku moral mereka sesuai dengan norma-norma yang ada, sehingga dari proses pendidikan moral dengan metode yang digunakan oleh pendidik dipanti asuhan pembina pendidikan moral akan mempengaruhi pemahaman anak yatim mengenai nilai dan norma-norma moral yang ada di commit masyarakat yang pada akhirnya jugato user mempengaruhi keberhasilan dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
membentuk pribadi anak yatim yang memiliki disiplin terhadap dirinya sendiri terutama dalam perilakunya kearah yang lebih baik lagi. Oleh karena itu penerapan pendidikan moral yang diberikan panti asuhan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan tujuan dari pembinaan moral anak yatim yaitu membentuk warga panti asuhan anak yatim menjadi manusia yang bermoral sehingga tidak ada perilaku yang menyimpang dari norma-norma yang ada di masyarakat. Secara sistematis hal tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Penerapan pendidikan moral anak yatim
Disiplin moral anak yatim
Efektivitas penerapan pendidikan moral
Tujuan membentuk manusia yang bermoral
Unsur-unsur disiplin moral
Indikator efektivitas
Faktor Penghambat
Gambar 1. Kerangka Pikir
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Tempat penelitian merupakan sumber diperolehnya data yang sesuai dengan permasalahan yang digunakan dalam penelitian. Dalam penelitian ini penulis memilih lokasi penelitian di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” Dukuh Pangin Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo. Hal ini diambil dengan pertimbangan: a. Penelitian ini belum pernah diteliti oleh peneliti lainnya. b. Adanya kemajemukan usia dan tingkat pendidikan sehingga pola pendidikan moral yang digunakan juga berbeda. c. Adanya keterbukaan dari pihak panti asuhan sehingga memudahkan di dalam melaksanakan penelitian yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi.
2. Waktu Penelitian Waktu penelitian direncanakan enam (6) bulan yang dimulai pada bulan Januari 2012 sampai dengan bulan Juni 2012. Kegiatan tersebut dapat digambarkan dalam tabel sebagai berikut: Tabel 2. Jadwal Kegiatan Penelitian No.
Kegiatan
1.
Pengajuan Judul
2.
Penyusunan Proposal
3.
Ijin Penelitian
4.
Pengumpulan Data
5.
Analisis Data
6.
Penyusunan Laporan
Tahun 2012 Jan
Feb
commit to user
53
Mar
Apr
Mei
Juni
Juli
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54 B. Bentuk dan Strategi Penelitian 1. Bentuk Penelitian
Bentuk Penelitian merupakan cara yang digunakan oleh peneliti dalam menyusun penelitian yang bertujuan untuk memahami suatu masalah dengan pemecahan masalah tersebut. Menurut H. B. Sutopo (2002: 110-111) bentuk penelitian dibedakan menjadi “Penelitian eksploratif kualitatif, penelitian deskriptif kualitatif dan penelitian eksplanasi kualitatif”. yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor dalam Lexy J. Moleong (2008: 4) mengenai penelitian kualitatif adalah sebagai berikut, “Metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”. Mengenai penelitian kualitatif Kirk dan Miller dalam Lexy J. Moleong (1995: 3) berpendapat bahwa “Penelitian kualitatif sebagai tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental tergantung pada pengamatan terhadap manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orangorang tersebut dalam bahasannya dan dalam peristilahannya”. Dalam penelitian ini bentuk yang digunakan adalah bentuk penelitian deskriptif kualitatif karena data yang dikumpulkan berupa kata-kata, kalimat, pencatatan dokumen maupun arsip yang lebih dari angka dan frekuensi yang terdapat di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”.
2. Strategi Penelitian Pada setiap penelitian diperlukan sebuah strategi agar tujuan yang telah direncanakan dapat tercapai. Menurut H. B. Sutopo (2002: 112) menyatakan bahwa “Di dalam penelitian kualitatif dikenal adanya studi kasus tunggal dan studi kasus ganda, kemudian keduanya masih dibedakan dengan jenis penelitian terpancang ataupun holistik”. Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model tunggal terpancang. H.B. Sutopo (2002: 41-42) menjelaskan bahwa “Dalam penelitian commit to user kualitatif bentuk penelitian terpancang (embedded research) adalah penelitian
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
kualitatif yang menentukan fokus penelitian berupa variabel utamanya yang akan dikaji berdasarkan pada tujuan dan minat penelitinya sebelum peneliti ke lapangan studinya”. Dalam penelitian ini, peneliti sudah menentukan fokus pada variabel tertentu. Tetapi dalam hal ini peneliti tetap tidak melepaskan variabel fokusnya (pilihannya) dan sifatnya yang holistik sehingga bagian-bagian yang diteliti tetap diusahakan pada posisi saling berkaitan dengan bagian-bagian konteks keseluruhannya guna menemukan makna yang lengkap. Sehingga dalam penelitian ini menggunakan strategi ganda terpancang sebab objek penelitiannya adalah Panti Asuhan Yatim “Miftachul Jannah”, SD Negeri Jetis IV, SMP Negeri 6 Sukoharjo dan MTsN Sukoharjo, serta pembahasan masalah hanya terpancang pada perumusan masalah yang telah diuraikan di depan pada bab pendahuluan yaitu tentang efektivitas penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral pada Anak Yatim di Panti Asuhan Yatim “Miftachul Jannah” Dukuh Pangin Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo. C. Sumber Data Pendapat tentang sumber data dalam penelitian kualitatif menurut Lofland dalam Lexy J. Moleong (1995: 112), “Sumber data utama dalam penelitain kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya data tambahan seperti dokumen dan lain-lain”. Berkaitan dengan hal itu pada bagian ini jenis datanya ke dalam kata-kata dan tindakan, sumber data tertulis, foto dan statistik. Sumber data yang digunakan dalm penelitian ini meliputi data yang berupa informan, peristiwa atau aktivitas, serta dokumen dan arsip, lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut: 1. Informan Informan dalam penelitian kualitatif sering disebut dengan responden yaitu yang memberikan informasi dalam penelitian yang digunakan sebagai sumber data. Dengan sumber data ini maka akan diperoleh informasi, pernyataan, maupun kata-kata yang diperoleh dari informan yang disebut dengan data primer yaitu orang yang tahu dan dapat dipercaya serta mengetahui secara mendalam data-data commit to user kunci (key informan). Menurut yang diperlukan, atau sering disebut informan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
H.B. Sutopo (2002: 50) informan adalah “Sumber data yang berupa manusia di dalam penelitian kualitatif lebih tepat disebut sebagai informan”. Informan diharapkan dapat memberikan informasi mengenai sesuatu yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Informan adalah orang yang dianggap mengetahui permasalahan yang akan dikaji serta mengetahui secara mendalam tentang data-data yang diperlukan sehingga akan diperoleh informasi tentang permasalahan yang akan dikaji. Adapun informan yang memberikan data adalah: a. Pengasuh Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannnah” 1) H. Muryono H. I. Dengan menanyakan pada informan tentang bagaimana efektivitas penerapan pendidikan moral yang diberikan pihak Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” dalam membentuk disiplin moral pada anak yatim, kemudian menanyakan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi sulitnya penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral pada anak yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” Dukuh Pangin Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo. b. Pendidik Pendidikan Moral di Panti Asuhan “Miftahul Jannah” 1) H. Sunaryo, BA 2) H. Mudjidi, S.Ag, S.Pd Pada informan ini peneliti menanyakan mengenai strategi pendidikan moral yang diberikan Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” dalam membentuk disiplin moral pada anak yatim, mengenai efektivitas penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin serta faktor yang menjadi kendala penerapan pendidikan moral. Pendidik pendidikan moral sangat mengetahui bagaimana pendidikan moral di laksanakan. c. Santriwan/wati Panti Asuhan Yatim “Miftahul Jannnah” 1) Eko Wahyono 2) Pamungkas Adi Madesa 3) Ilham Taufiqurrohman commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
Pada santriwan/wati ini peneliti menanyakan mengenai efektif atau tidak pendidikan moral yang diberikan panti asuhan kepada mereka, kemudian menanyakan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi sulitnya anak yatim dalam penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral pada anak yatim di Panti Asuhan Anak Yatim Miftachul Jannah Dukuh Pangin Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo. d. Guru BK, Wali Kelas 1) Dra. Indiah Sri Maharsi (Wali Kelas Pamungkas A./ SMP N 6 Sukoharjo) 2) Sri Lestari, S.Pd. (Wali Kelas Ilham Taufiqurohman / SD N Jetis IV) 3) Hadi Prianto, S.Pd., M.Ag (Guru BK Eko Wahyono / MTs N Sukoharjo) Guru disini yang dimaksudkan adalah guru yang mengajar dan mengetahui sikap disiplin yang ditunjukkan oleh anak panti asuhan pada saat berada di sekolah. Peneliti akan menanyakan mengenai sikap disiplin anak yatim yang berkaitan dengan efekrivitas penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral. Sekolah yang menjadi tujuan penelitian adalah SD N Jetis IV, SMP N 6 Sukoharjo dan MTs N Sukoharjo. 2. Peristiwa atau Aktivitas Menurut H.B. Sutopo (2002: 51), “Dari pengamatan pada peristiwa atau aktivitas, peneliti bisa mengetahui bagaimana sesuatu terjadi secara lebih pasti karena menyaksikan sendiri secara langsung”. Aktivitas yang peneliti amati adalah kegiatan atau aktivitas dari kegiatan bimbingan untuk penerapan pendidikan moral di Panti Asuhan Yatim “Miftahul Jannnah” Dukuh Pangin Kelurah Joho Kabupaten Sukoharjo. 3. Dokumen dan Arsip Menurut H.B. Sutopo (2002: 54), “Dokumen dan arsip merupakan bahan tertulis yang berhubungan dengan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu”. Dalam mengkaji dokumen tidak hanya mencatat apa yang tertulis, tetapi juga berusaha menggali dan menangkap makna yang tersirat dalam dokumen tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
Adapun dokumen dan arsip yang digunakan sebagai sumber data adalah: a. Data Jumlah anak yatim yang berada di Panti Asuhan b. Skala penilaian sikap bulanan anak yatim c. Absensi kegiatan bimbingan d. Pembagian tugas piket anak yatim di panti asuhan
D. Teknik Sampling (Cuplikan) Dalam penelitian kualitatif sample ditentukan oleh peneliti sendiri dengan mempertimbangkan bahwa sampel untuk mengetahui masalah yang diteliti jujur, sapat dipercaya dan datanya bersifat obyekatif. Sugiyono (2010: 300) menyatakan bahwa “Dalam penelitian kualitatif, teknik sampling yang sering digunakan adalah purposive sampling dan snowball sampling”. Purposive Sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita teliti atau penguasa dari lembaga yang kita teliti. Menurut Goetz & Le Compte dalam H. B. Sutopo (2002: 185) “Purposive Sampling yaitu teknik mendapatkan sampel dengan memilih individu-individu yang dianggap mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data”. Dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel sumber data, diambil dengan memilih peserta didik di Panti Asuhan Yatim “Miftachul Jannah” di Dukuh Pangin Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo sebanyak 17 anak, koordinator panti asuhan, pembina panti dan pembimbing/pengasuh pendidikan moral yang dianggap mengetahui informasi dan masalah yang berkaitan dengan penelitian, dengan populasi seluruh anak Panti Asuhan Yatim “Miftachul Jannah”. Teknik ini digunakan untuk menangkap kedalaman data yang akan digali dari informan kunci.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59 E. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Sugiyono (2010 : 224) mengatakan “ Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data”. Peneliti akan mendapatkan data yang memenuhi standar yang ditetapkan dengan mengetahui teknik pengumpulan data. Oleh karena itu perlu diperhatikan teknik pengumpulan data yang dipergunakan sebagai alat pengambiil data. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang diperlukan antara lain: 1. Wawancara Wawancara merupakan suatu teknik untuk mendekati sumber informasi dengan cara tanya jawab yang dikerjakan dengan sistematis dan berdasatkan pada tujuan penelitian. Wawancara dalam penelitian kualitatif pada umumnya tidak dilakukan secara terstruktur ketat dan dengan pertanyaan tertutup seperti di dalam penelitian kuantitatif, tetapi dilakukan secara tidak terstruktur atau sering disebut sebagai teknik “wawancara mendalam”, karena peneliti merasa “tidak tau apa yang belum diketahuinya” dengan demikian wawancara dilakukan dengan pertanyaan yang bersifat “open-ended”, dan mengarah pada kedalaman informasi, serta dilakukan dengan cara yang tidak secara formal terstruktur, guna menggali pandangan subyek yang diteliti tentang banyak hal yang sangat bermanfaat untuk menjadi dasar bagi penggalian informasinya secara lebih jauh dan mendalam. (H.B. Sutopo, 2002: 59). Pedoman wawancara merupakan daftar pertanyaan yang digunakan sebagai petunjuk dan pedoman peneliti untuk mengkaji permasalahan yang dikaji. (dapat dilihat pada lampiran 2). Wawancara dalam penelitian ini menggunakan cara antara lain: a. Menggunakan metode diskusi yaitu antara informan dengan peneliti. b. Peneliti
memberikan
pertanyaan
kepada
informan
mengenai
pokok
permasalahan. c. Informan menjawab pertanyaan yang diberikan oleh peneliti. d. Peneliti memberikan feedback atas jawaban dari informan mengenai permasalahan yang belum jelas. e. Informan kembali menjelaskan feedback dari peneliti. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
f. Sebelum mengakhiri wawancara, peneliti kembali menegaskan jawaban yang diberikan oleh informan serta peneliti menanyakan kembali jawaban yang peneliti belum pahami. g. Wawancara diakhiri setelah peneliti benar-benar mendapatkan data yang dianggap peneliti dapat mendukung penelitiannya. 2. Observasi H. B. Sutopo (2002: 64) bahwa observasi adalah “Menggali data dari sumber yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi, dan benda, serta rekaman gambar”. Sedangkan menurut Nasution dalam Sugiyono (2010: 310) menyatakan bahwa “Observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi”. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan observasi berperan pasif terlibat langsung dalam kegiatan di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” Dukuh Pangin Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo dengan mencatat berbagai hal yang dianggap perlu untuk mendukung penelitian ini. Observasi yang dilakukan peneliti dengan mengamati kondisi dan perilaku dalam hal ini anak yatim yang diwawancara. Sedangkan teknik observasi yang digunakan peneliti yaitu dengan mengamati fenomena yang ada hubungannya dengan penelitian secara nyata dan mendalam dengan menggunakan pedoman observasi. (dapat dilihat pada lampiran 3). Pengamatan yang dilakukan di tempat yang terkait serta mengungkap fenomena-fenomena yang ada hubungannya dengan penelitian secara nyata dan mendalam di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” 3. Analisis Dokumen H.B Sutopo (2002: 69) berpendapat bahwa “Dokumen dan arsip merupakan sumber data yang memiliki posisi penting dalam penelitian kualitatif”. Dalam penelitian, peneliti mencatat isi penting yang tersurat dalam dokumen atau arsip dan tentang maknanya yang tersirat. Analisis dokumen yaitu teknik pengumpulan data dengan mempelajari dokumen. Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagi sumber data yang dimanfaatkan untuk menguji, commitkejadian to user atau peristiwa yang akan datang. menafsirkan, bahkan untuk meramalkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
Peneliti melakukan analisis mengenai efektivitas penerapan pendidikan moral melalui dokumen yang ada dan yang dianggap penting yang mendukung hasil penelitian. Adapun dokumen yang digunakan antara lain data jumlah anak yatim , skala penilaian bulanan anak yatim, absensi kegiatan bimbingan, jurnal kegiatan bimbingan dan pembagian tugas anak yatim pengasuh di panti asuhan.
F. Validitas Data Sugiyono (2010: 363) menyatakan bahwa “Validitas merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada obyek penelitian dengan daya yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Validitas data adalah keabsahan data yang diperoleh di dalam penelitian atau suatu data yang diikuti keabsahannya. Penguji data dilakukan dengan triangulasi data untuk menjamin kemantapan dari data penelitian ini. Data yang telah dikumpulkan, diolah , diuji kesahihannya melalui teknik pemeriksaan tertentu. Dalam penelitian kualitatif terdapat beberapa cara yaitu, antara lain berupa teknik trianggulasi dan review informan. 1. Trianggulasi H.B Sutopo (2002: 78) menyatakan bahwa “Trianggulasi merupakan cara yang paling umum digunakan bagi peningkatan validitas dalam peningkatan validitas dalam peningkatan kualitatif”. Sedangkan menurut Sugiyono (2009: 241) “Trianggulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada”. Menurut Patton dalam H.B. Sutopo (2002: 78-83) trianggulasi ada 4 (empat) macam yakni “Trianggulasi data, trianggulasi metode, trianggulasi peneliti, dan trianggulasi teori”. Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut: a. Trianggulasi data atau trianggulasi sumber, artinya data yang sama atau sejenis akan lebih mantap kebenarannya bila digali dari beberapa sumber yang berbeda. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
b. Trianggulasi metode, jenis trianggulasi ini bisa dilakukan oleh seorang peneliti dengan mengumpulkan data sejenis tetapi dengan menggunakan teknik dan metode yang berbeda. c. Trianggulasi peneliti, yaitu hasil penelitian baik data atau simpulan mengenai bagian tertentu atau keseluruhannya bisa diuji validitasnya dari beberapa peneliti. d. Trianggulasi teori, trianggulasi ini dilakukan peneliti dengan menggunakan perspektif lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan yang dikaji. Dalam hal tujuan trianggulasi, menurut Susan Stainback yang dikutip oleh Sugiyono (2010: 330) menyatakan bahwa “The aim is not determine the truth about some social phenomenon, rather the purpose of triangulation is to increase one’s understanding of what ever is being investigated”. Inti dari kutipan di atas tujuan dari trianggulasi bukan untuk mencari kebenaran tentang beberapa fenomena yang ada, tetapi lebih pada peningkatan dan pemahaman peneliti terhadap apa yang telah ditemukan dalam penelitian tersebut sehingga menghasilkan suatu kesimpulan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan trianggulasi data dan trianggulasi metode. Yang dimaksud dengan trianggulasi data disini diartikan bahwa peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data yang sama. Cara ini mengarahkan kepada peneliti agar melakukan pengumpulan data harus menggunakan beragam data yang tersedia, dalam arti data yang sama atau sejenis akan lebih mantap kebenarannya bila digali dari beberapa sumber yang berbeda. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan cara mencari data dari informan. Sedangkan trianggulasi metode disini dialkukan peneliti dalam mengumpulkan data dengan metode yang berbeda-beda antara lain dilakukan dengan wawancara, pengamatan dan analisis dokumen yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63 2. Review Informan
H.B Sutopo (2002: 83) menyatakan bahwa: Cara ini merupakan usaha pengembangan validitas penelitian yang sering digunakan oleh peneliti kualitatif. Pada waktu peneliti sudah mendapatkan data yang cukup lengkap dan berusaha menyusun sajian datanya walaupun mungkin masih belum menyeluruh, maka unit-unit laporan yang disusunnya perlu dikomunikasikan dengan informan pokok (key informan). Dalam penelitian ini review informan dilakukan setelah peneliti sudah mendapatkan data dari narasumber dan sudah berusaha menyusun data tersebut walaupun belum menyeluruh. Peneliti akan mengkomunikasikan ulang dengan sumber data yang memberikan pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftachul Jannah” untuk mengetahui apakah yang telah diteliti merupakan sesuatu yang dapat disetujui oleh mereka atau tidak. Setelah data tersebut cukup lengkap kemudian peneliti menyusun sajian data.
G. Analisis Data Menurut H.B Sutopo (2002: 94), “Analisis dalam penelitian kualitatif terdiri dari empat komponen pokok yaitu pengumpulan data, reduksi data, sajian data, dan penarikan simpilan dengan verikasinya”. Sedangkan menurut Sugiyono (2010: 335), menyebutkan bahwa: Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan dapat membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri semdiri maupun orang lain. Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman (1992: 16), “Analisis terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan atau verifikasi”. 1. Reduksi Data H.B. Sutopo (2002: 91) menyatakan bahwa “Reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data dari fieldnote commit to user yang berlangsung pelaksanaan penelitian”. Sedangkan mattew B. Miles dan A.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
Michael Huberman (1992: 16) mengatakan bahwa “Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Menurut Sugiyono (2010: 338) “Mereduksi data berarti merangkum, memilih halhal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya”. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila perlu. 2. Penyajian Data Menurut Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman (1992: 17), “Penyajian data dibatasi sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan”. Sedangkan menurut Sugiyono (2009: 249) “Penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya”. Akan tetapi sajian data yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dalam teks yang bersifat naratif. Sajian data merupakan suatu rakitan dari organisasi informasi, deskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan simpulan penelitian dapat dilakukan. Sajian data selain dalam bentuk narasi kalimat, juga dapat meliputi berbagai jenis matriks, gambar/skema, jaringan kerja kaitan kegiatan, dan juga tabel sebagai pendukung narasinya (H.B. Sutopo, 2002: 93) Dalam penelitian ini sajian data dari informasi deskripsi dalam bentuk narasi kalimat, gambar/skema dan jaringan kerja di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftachul Jannah”. Penyajian data dalam bentuk tersebut akan memberikan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. 3. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi H.B. Sutopo (2002: 93) menyatakan bahwa “Penarikan kesimpulan tidak akan terjadi sampai pada proses pengumpulan data berakhir, simpulan perlu diverifikasi agar cukup mantap dan benar-benar bisa dipertanggungjawabkan”. Kesimpulan akhir diperoleh bukan hanyato sampai commit user pada akhir pengumpulan data
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
melainkan dibutuhkan suatu verifikasi yang berupakan penggulangan dengan melihat kembali field note (data mentah) agar kesimpulan yang diambil lebih kuat dan bisa dipertanggungjawabkan. Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman (1992: 19) menyatakan bahwa “Reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi sebagai sesuatu yang jalin-menjalin pada saat sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar untuk membangun wawasan umum yang disebut analisis”. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam bagan berikut ini:
Pengumpulan Data
Penyajian Data
Reduksi Data
Kesimpulan-kesimpulan: Penarikan/Verifikasi
Berdasarkan pendapat di atas, maka penarikan simpulan dalam penelitian Gambar 2: Analisis Data Model Interaktif (Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, 1992: 20) Berdasarkan pendapat di atas, maka penarikan simpulan dalam penelitian ini dapat dilakukan sampai pada proses pengumpulan data berakhir agar benarbenar bisa dipertanggungjawabkan. Selain itu, penarikan kesimpulan merupakan proses lanjutan sesudah reduksi data dan penyajian data. H. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi langkahlangkah sebagai berikut: 1. Persiapan a. Mengurus perijinan penelitian. b. Menyusun protocol penelitian, pengembangan pedoman pengumpulan data to user dan menyusun jadwal kegiatancommit penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66 2. Pengumpulan Data
a. Mengumpulkan data di lokasi studi dengan melakukan observasi, wawancara mendalam, dan mencatat serta merekam dokuman. b. Melakukan review dan pembahasan beragam data yang telah terkumpul. c. Memilah dan mengatur data sesuai kebutuhan. 3. Analisis Data a. Menentukan teknik analisa data yang tepat sesuai proposal penelitian. b. Mengembangkan sajian data dengan analisis lanjut kemudian di cross check kan dengan temuan lapangan. c. Setelah dapat data yang sesuai intensitas kebutuhan maka dilakukan proses verifikasi dan pengayaan dengan mengkonsultasikan dengan orang yang dianggap lebih ahli. d. Setelah selesai, baru dibuat simpulan akhir sebagai temuan penelitian. 4. Penyusunan Laporan Penelitian a. Penyusunan laporan awal. b. Review laporan: pertemuan di adakan dengan mengundang kurang lebih 2 orang yang cukup memahami penelitian untuk mendiskusikan laporan yang telah disusun sementara. c. Perbaikan laporan sesuai dengan rekomendasi hasil diskusi. d. Penyusunan laporan akhir.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian Deskripsi
lokasi
penelitian
merupakan
tahapan
dimana
peneliti
memperoleh data di lapangan yaitu di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”, SD N Jetis 4 Sukoharjo, MTSN Sukoharjo, dan SMP N 6 Sukoharjo yang dikumpulkan, kemudian peneliti mendeskripsikan data tersebut sehingga dapat disajikan secara sistematis. Aspek-aspek yang dideskripsikan dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Letak geografis Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”, 2. Sejarah singkat berdirinya Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”, 3. Visi, misi, motto dan kegiatan terprogram Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”, 4. Dasar dan tujuan berdirinya Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”, 5. Struktur organisasi Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”, 6. Keadaan Penanggung Jawab Harian, Ustadz, dan Anak Yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”, 7. Jadwal kegiatan Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” , 8. Keadaan Umum SMP Negeri 6 Sukoharjo, 9. Keadaan Umum MTsN Sukoharjo. Aspek-aspek tersebut akan dijabarkan sebagai berikut: 1. Letak Geografis Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” Panti Asuhan “Miftahul Jannah” merupakan panti asuhan yang berada di bawah IPHI (Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia) Muhammadiyah Cabang Sukoharjo berlokasi di Komplek Masjid Nurul Imam tepatnya berada di Kecamatan Sukoharjo. Secara geografis terletak di pinggir kota dan dekat dengan daerah industri. Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” menempati areal seluas + 1.900 m2, sedangkan 400 m2 digunakan untuk masjid. Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” ini terletak di Dukuh Pangin RT 2 RW 7 Kelurahan Joho, Kabupaten Sukoharjo. Tanah tersebut merupakan wakaf H. Moryono, H.I. yang dimulai dengan pembangunan masjid Nurul Imam, sedangkan commit to user pengembangan panti asuhan berada di bawah IPHI Muhammadiyah.
67
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
Lokasi Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” berbatasan dengan: a. Sebelah Timur
: Sawah
b. Sebelah Barat
: Sawah
c. Sebelah Utara
: Sawah
d. Sebelah Selatan
: Perumahan Penduduk
Denah Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”
Parkir Kantor Sawah Tangga Kamar Tidur Putra
Ruang Belajar
Ruang Makan
Kamar Mandi Putra Tangga Kamar Tidur Putri
Gudang
Kamar Mandi Putri
Masjid Nurul Imam
Gambar 3. Denah Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” merupakan tempat penampungan dan penyantunan bagi anak yatim dengan tujuan untuk memberikan pelayanan dan pelindungan bagi anak yatim agar mereka dapat hidup sesuai dengan hak-hak mereka sebagai anak dan dapat hidup secara normatif serta agar mereka mampu bertahan hidup sehingga kedepannya mereka dapat diterima di masyarakat dan hidup sebagai manusia yang bermoral. 2. Sejarah Singkat Berdirinya Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” ada berdasarkan ide dari Bapak H. Moryono H. I. Pada tahun 2006 H. Moryono HI merupakan salah satu pengurus Panti Asuhan “Aisyah” di Ngreni, Boyolali. Panti Asuhan “Aisyah” ini sudah berdiri secara baik dan maju, anak asuhnya sudah berskala nasional karena berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Selain itu anak asuhnya juga banyak yang sudah menjadi pengusaha sukses dan menjadi donator tetap di panti. Pertama-tama H. Moryono H. I. mendirikan masjid Nurul Imam kemudian berinisiatif untuk mendirikan panti asuhan di Sukoharjo. Bapak memiliki tanah tetapi tidak ada dana untuk membangun. Akhirnya H. Moryono HI mengumpulkan pengurus IPHI-Muhammadiyah Cabang Sukoharjo untuk bersama-sama mendirikan panti asuhan dan pada tanggal 26 Juni 2011 ditetapkan berdiri Panti Asuhan Anak yatim “Miftahul Jannah” yang berada di Desa Pangin RT 02/07 Jetis Sukoharjo dengan 20 anak yatim di asrama. Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” pada awal berdirinya memiliki kendala dalam mencari anak yatim. Hal ini disebabkan karena anak yatim di Kabupaten Sukoharjo belum terdata dan keluarga dari anak yang masih masih mampu untuk merawat. Sekarang jumlah anak yatim 62 meliputi anak berasrama dan tidak berasrama (santunan luar), untuk anak yang berasrama berjumlah 17 anak dan sisanya masuk dalam santunan luar. Anak yatim yang berasrama terdapat biodata pribadi anak (dapat dilihat lampiran 8). Rencananya Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” akan dijadikan panti asuhan modern commit user yang berbasis agama dan teknologi. Pada to saat ini panti asuhan masih dalam proses
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
pembangunan sarana dan prasarannya. Hal ini dilakukan pihak panti untuk mengimbangi pesatnya arus informasi dan globalisasi.
3. Visi, Misi, Moto dan Kegiatan Terprogram Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” a. Visi Terwujudnya anak yatim yang sholeh dan sholehah, mandiri dan berguna bagi agama, bangsa, dan negara. b. Misi Pantinya Para Pemimpin: 1) Mendidik anak untuk belajar menjadi pemimpin bagi teman temannya dan diri sendiri. 2) Mendidik anak untuk bertanggung jawab terhadap kemandirian pribadi dan berkelompok. 3) Mengajarkan anak untuk 24 jam bersama Nabi sebagai suri tauladan dalam hidup dan kehidupan. 4) Menjadikan anak ceria dan bangga di tengah tanggung jawab dan amanah hidup dalam asuhan panti 5) Mengelola, mendidik, melindungi dan mengarahkan anak asuh menjadi insan yang berguna bagi agama, masyarakat dan negara. 6) Meningkatkan dan mengembangkan minat dan bakat anak asuh sehingga mandiri dalam segala hal. 7) Mendorong menumbuhkembangkan kreatifitas dan kemajuan hidup anak yatim di lingkungan masyarakat dan sekolah. 8) Mengurangi
beban
negara
mengenai
meningkatkan kualitas hidup anak yatim. c. Motto 1) Beriman 2) Berprestasi 3) Mandiri 4) Disiplin
commit to user
anak
yatim
terlantar
dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
d. Kegiatan Terprogram 1) Setoran hafalan surat pendek dan doa setiap pagi sampai sarapan pagi 2) Latihan melaksanakan sholat tahajud setiap hari kamis pukul 03.30. 3) Latihan berpuasa setiap hari senin dan kamis. 4) Mendengarkan tausiyah atau kultum pada hari senin dan jum‟at setelah sholat maghrib. 5) Pelajaran BTA setiap kamis malam jum‟at (khusus anak yang belum bisa baca iqro) 6) Privat baca iqro setiap sore jam 15:45 -16:15 (setelah sholat ashar) 7) Konsultasi massal seputar ilmu fiqih anak dan remaja bersama Ustadz Agus setiap rabu malam sebelum belajar malam 8) Naturalisasi bahasa arab, inggris, kromo inggil, jurnalistik, dunia olah raga dan wawasan islam setiap pagi menemani mandi dan sarapan pagi. 4. Dasar dan Tujuan Berdirinya Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” Setiap bentuk organisasi resmi pasti mempunyai dasar atau landasan hukum, tujuan dan fungsi berdirinya Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” adalah sebagai berikut: a. Landasan atau dasar hukum, yaitu: 1) Landasan Idiil: Pancasila 2) Landasan Struktural: UUD 1945 3) Landasan Operasional: Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. b. Maksud dan tujuan berdirinya, antara lain: 1) Pulihnya kepercayaan diri serta timbulnya kemandirian dan tanggung jawab terhadap masa depan diri anak. 2) Memberikan pelayanan dengan berbagai fasilitas yang ada kepada anak yatim sehingga tidak tertinggal dalam pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun psikis. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
3) Membantu mengembalikan kepribadian anak yatim sesuai dengan norma atau tatanan nilai yang obyektif. 4) Mengarahkan agar anak yatim tersebut dapat menjadi orang yang berguna dalam kehidupan masyarakat dengan cara wajar serta menjadi orang berpartisipasi aktif dalam pembangunan. 5. Struktur Kepengurusan Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” Pelindung
Penasehat
Ketua
Bendahara
Sekretaris
Pengembangan Pendidikan
Identifikasi
Keamanan
Gambar 4: Struktur Organisasi Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” Keterangan: 1) Pelindung a) Camat Sukoharjo
: Gondang Rejono, S. Sos
b) Lurah Joho
: Prawoto
c) Ketua RT 2 RW 7 Dk. Pangin Secara garis besar bertugas: a) Memberikan kebijakan perlindungan terhadap anak yatim. b) Mendorong eksistensi Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”. c) Memfasilitasi Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” dalam kegiatan untuk anak yatim. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
2) Penasehat a) H. Anis Sugito, BA b) Drs. H. Abdul Rosyid Muchtar c) Drs. H. Mahfud Secara garis besar bertugas: a) Memberikan pertimbangan terhadap kegiatan untuk anak yatim. b) Memfasilitasi dan menjembatani segala kegiatan Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”. c) Mendorong eksistensi dan kemajuan panti. 3) Ketua a) H. Anwar Fauzi, SKM b) H. Mudjidi. S.Pd. c) Drs. Sugiyarto, S. Pd. Secara garis besar bertugas: a) Penanggung jawab pelaksanaan keguatan. b) Memimpin rapat dan menentukan kebijakan berdasarkan kesepakatan musyawarah mufakat. c) Melakukan koordinasi dengan pihak terkait dengan kegiatan Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”. d) Mengkoordinir semua kegiatan Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”. 4) Bendahara a) H. Moryono Ismo H b) H. Banu Widodo, S.TP. c) Hj. Supadmi. S.Pd. Secara garis besar bertugas: a) Mencatat keluar/masuknya keuangan. b) Mengumpulkan setiap dokumen yang berhubungan dengan transaksi keuangan. c) Melaporkan pertanggungjawaban penggunaan keuangan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
5) Sekretaris a) H. Imroni Sholeh b) H. Suparlan c) Bp/Sdr. Sukadi Secara garis besar bertugas: a) Mendokumentasikan setiap kegiatan. b) Membuat dan mengagendakan surat. c) Bersama bendahara membuat laporan. d) Melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh ketua. 6) Identifikasi a) H. Taqwim, BBA, S.Pd. b) H. Suradi MS. Secara garis besar bertugas: a) Mendata dan mancari anak yatim di sekitar panti asuhan untuk dimasukan dalam anggota panti b) Melakukan tindak lanjut terhadap anak yang mau masuk panti. c) Melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh ketua. 7) Pengembangan Pendidikan a) Drs. Muhammad Bardan b) Drs. H. Nuri Hartono c) H. Muhtaruddin, S.Ag. d) H. P. Suyanto, BA. e) Bp. Madyo Purnomo Secara garis besar bertugas: a) Melaksanakan tugas mengajar mingguan yang terjadwal ba‟da ashar. b) Melaksanakan kegiatan study tour ke panti asuhan modern yang lain sebagai pengembangan Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”. c) Mendatangkan guru bimbingan belajar utnuk membantu anak belajar pelajaran sekolah. d) Melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh ketua. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
8) Keamanan a) Bp. Subandi b) Bp. Budi c) Bp. Giyono Secara garis besar bertugas: a) Menjaga lingkungan panti dari segala macam gangguan. b) Mengawasi keamanan panti. c) Melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh ketua. 9) Rumah Tangga a) Drs. Wahid Umar Santoso b) Bp. Harsono c) Hj. Sri Suharti d) Hj. Sumarni, S. TP. e) Hj. Umi Histoni f) HJ. Sunarti Sunaryo g) Hj. Sugini Sunardi h) Hj. Endang Widyaningsih, S. Pd. i) Hj. Sri Rahayu Suroso j) Hj. Endang Budi Hastuti, S. Pd. Secara garis besar bertugas: a) Menyediakan makanan untuk anak yatim. b) Menjaga kebersihan lingkungan sekitar dapur. c) Mengurus kebutuhan sehari-hari anak. 10) Penyalur/Pelanjut a) H. Suradi MS. b) H. Moryono c) Drs. H. Sugiarto CK d) H. Suharto. BR e) H. Sukadi, BA. f) H. Sukisno, SE. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
Secara garis besar bertugas: a) Menerima dana dan melanjutkannya untuk masing-masing kegiatan seijin bendahara. b) Mengalokasikan dana yang telah diperoleh untuk dibagikan untuk masingmasing bagian. c) Melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh ketua.
6. Keadaan Penanggung Jawab Harian, Ustadz, dan Anak Yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” a. Penanggung Jawab Harian Penanggung jawab harian adalah petugas yang memiliki kewajiban mengawasi dan memberikan arahan kepada anak yatim dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari termasuk jadwal kegiatan bimbingan. Penanggung jawab harian di panti bertanggung jawab pada anak selama 24 jam serta memberikan izin kepada anak asuh yang akan izin meninggalkan panti asuhan. Penanggung jawab harian melaksanakan peran orang tua secara langsung dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban di panti sesuai dengan tanggungg jadwal dan jadwal kegiatan anak selain itu berkaitan dengan hak-hak anak di panti seperti uang saku, makan, istirahat. Anak yatim juga memiliki tanggung jawab yang sama terhadap kepengurusan kamar dan lingkungan panti. Pihak pengurus juga membuat susunan pengurus kamar harian bagi anak yatim sehingga anak memiliki tanggung jawab masing-masing. (untuk lebih jelas lihat lampiran 9). Anak yatim tersebut bertempat tinggal di panti dan mengikuti segala peraturan harian (untuk lebih jelas lihat lampiran 10) yang ada di panti. Pelaksana harian juga mengatur jadwal kegiatan anak yatim kegiatan di Panti Asuhan Anak yatim “Miftahul Jannah”. Jumlah pelaksana harian di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” terdiri dari 3 penanggung jawab harian yaitu:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
Tabel 3. Daftar Penanggung Jawab Harian No. Nama
Tanggung Jawab
1.
H. Moryono, HI
Ketua Pengasuh & Bendahara
2.
Bagus Setyawan
Pengasuh Pa
3.
Tina Kusuma
Pengasuh Pi
4.
Hj. Naryo
Unit Dapur
5.
E.S. Yuniati
Unit Dapur
Sumber: Data primer pengasuh Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” b. Ustadz Ustadz adalah petugas yang memberikan bimbingan sopan santun / perilaku anak, al-qur‟an dan tarjamah, tarikh (sejarah nabi), ibadah/muamalah, akhlaq, umum dan bahasa arab serta bimbingan umum yang memberikan materi terjadwal satu kali dalam satu minggu dengan alokasi waktu 1½ jam. (untuk lebih jelas silahkan lihat lampiran 11). Kegiatan bimbingan ini dilakukan ba‟da ashar. Selain itu untuk menunjang prestasi belajar anak asuh, Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” juga memberikan bimbingan pelajaran umum di sekolah yang diberikan ba‟da isya‟ oleh guru bimbingan pelajaran umum di luar panti dan biasanya diberikan menjelang ujian semester. Adapun ustadz yang memberikan materi bimbingan di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” berdasarkan materi yang disampaikan antara lain: Tabel 4. Daftar Ustadz Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” No.
Nama
Materi Kegiatan/Bimbingan
1.
H. Sunaryo, BA
Sopan Santun / Perilaku Anak
2.
Drs. H. Suparno ZD, M. Ag.
Al-Qur‟an dan Tarjamah
3.
H. Taqwim, BBA., S.Pd.
Ibadah / Muamalah
4.
Drs. H. Suparman
Tarikh (Sejarah Nabi)
5.
H. Mudjidi, S.Ag., S.Pd.
Akhlaq
6.
H. Anwar Fauzi, SKM.
Umum
7.
H. P. Suyatno
Bahasa Arab & Bimbingan Belajar
Sumber: Data primer pengasuh Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
c. Anak Yatim Daftar Anak Yatim berjumlah 62 anak yang terdiri dari berbagai jenjang usia dan pendidikan, asal daerah, dan berbagai sekolah. Anak yatim tersebut juga ada yang berasrama dan ada juga yang tidak berasrama. Anak yatim yang berasrama di Panti asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” berjumlah 17 anak. Anak yatim yang tidak berasrama masuk dalam santunan luar berjumlah 45 anak, setiap kegiatan yang terdapat di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”, pihak panti akan memberitahu untuk datang ke panti. Anak yatim yang termasuk dalam santunan luar setiap bulan akan mendapatkan biaya dari panti. Berikut daftar anak yatim yang berasrama sebagai berikut: Tabel 5. Data Anak Yatim yang Berasrama dan Tidak Berasrama di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” No.
Keterangan
Berasrama
Tidak Berasrama
Jumlah
1.
Laki-laki
12
21
33
2.
Perempuan
5
24
29
17
45
62
Jumlah
Sumber: Data primer pengasuh Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” Anak yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” terdiri dari jenjang pendidikan yang berbeda-beda mulai dari belum sekolah SD, SMP, SMA dan SKB baik di sekolah negeri maupun swasta yang meliputi anak yang berasrama maupun yang tidak berasrama (santunan luar). Berdasarkan tingkat pendidikan formal yang ditempuh anak yatim di panti asuhan disajikan dalam tabel sebagai berikut: Tabel 6. Data Anak Yatim Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan No.
Keterangan
SD
SMP
SMA
SKB
Belum
Jumlah
Sekolah
1.
Laki-laki
17
14
-
1
1
33
2.
Perempuan
11
15
2
1
-
29
Jumlah
28
29 2 2 1 62 commit to user Sumber: Data primer pengasuh Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
Tabel 7. Data Anak Yatim Berasrama Panti Asuhan Anak “Miftahul Jannah” No.
Nama
Mulai Asrama
1.
Bayu Budi Sulistyo
5 Juli 2011
2.
Eko Wahyono
5 Juli 2011
3.
Ilham Taufiqurrahman
5 Juli 2011
4.
Pamungkas Adi Madesa
5 Juli 2011
5.
Rio Rivaldi
31 Juli 2011
6.
Rotama
5 Juli 2011
7.
Wisnu Saloka
5 Juli 2011
8.
Sri Mulyono
5 Agustus 2011
9.
Abib Armaulana
5 Juli 2011
10.
Fresti Dwi Cahyo
25 Februari 2012
11.
Rehan Tri Priansah
5 Juli 2011
12.
Diki
25 Februari 2012
13.
Dwi Wulandari
5 Juli 2011
14.
Eva Rini Asih
5 Juli 2011
15.
Puput Resi Madesa
5 Juli 2011
16.
Intan Mulyasari
5 Juli 2011
17.
Fatiah Dian Febrian
25 Februari 2012
Sumber: Data primer pengasuh Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” Anak juga memiliki tanggung jawab terhadap kegiatan sehari-hari termasuk dalam kepengurusan kamar anak yatim mengenai pembagian tugas pokok pengurus kamar. Selain itu anak juga memiliki tugas sebagai kepungurusan dan tanggung jawab terhadap teman-teman dengan jabatan dan bagian berdasarkan tugasnya masing-masing. (untuk lebih jelas dapat dilihat lampiran 13). 7. Jadwal Kegiatan Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” Jadwal kegiatan harian anak dibuat untuk mingguan dan harian. Jadwal aktivitas harian anak dilaksanakancommit pagi hari setelah bangun tidur dan pada siang to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
hari setelah pulang dari sekolah. Sedangkan hal tersebut berbeda dengan hari minggu karena anak tidak berangkat ke sekolah jadi jadwal hariannya juga berbeda (untuk lebih jelas lihat lampiran 9).Adapun jadwal kegiatan bimbingan sebagai berikut: Tabel 8. Jadwal Kegiatan Harian di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” No 1 2
Waktu 03.40 - 04.00 04.00 - 04.30
Aktivitas Petugas Bangun tidur, etika bangun & bersuci Pengasuh Menata kasur-selimut & berangkat ke Pengasuh masjid 3 04.30 – 05.30 Aktivitas masjid, sholat subuh, Qiro‟atul Pengasuh Qur‟an & iqro‟ 4 05.30 – 06.30 Piket, hobby, menyiapkan sepeda & Ketua Piket mandi 5 06.30 – 07.00 Do‟a pagi, sarapan pagi & berangkat Ketua Piket sekolah 6 07.00 – 14.00 Sekolah Ketua Piket 7 13.00 – 13.30 Pulang sekolah, sholat Dzuhur dan makan Ketua Piket siang 8 13.30 – 14.45 Istirahat & tidur siang Ketua Piket 9 14.45 – 15.00 Bangun tidur, bersuci, ke masjid Pengasuh 10 15.00 – 16.00 Aktivitas masjid, Sholat Ashar & Piket Pengasuh 11 16.00 – 16.45 Kegiatan terprogram Ketua Piket 12 16.45 – 17.15 Mandi – ke masjid Ketua Piket 13 17.15 – 18.15 Pembinaan akhlak, sholat maghrib & Ketua Piket Qiro‟atul Qur‟an 14 18.15 – 18.45 Makan sore & A‟iliyah (kekeluargaan) Ketua Piket 15 18.45 – 19.30 Ke masjid, aktivitas masjid & sholat isya‟ Ketua Piket 16 19.30 – 20.30 A‟iliyah (kekeluargaan) – belajar malam Pengasuh 17 20.30 – 21.00 Amal Mahmudah – bersuci Pengasuh 18 21.00 – 03.40 Tidur malam Pengasuh Sumber: Data primer pengasuh Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” Jadwal kegiatan anak asuh setiap hari ada dengan tujuan agar anak terbiasa untuk bersikap disiplin terhadap waktu dan dapat melaksanakan tugasnya untuk hari itu. Anak asuh juga memiliki jadwal kegiatan di masjid. Selain piket membersihkan masjid juga azan bagi anak laki-laki. Pengurus panti membuat jadwal azan bagi anak yatim sebagai bentuk pendidikan agama dan kesadaran untuk datang ke masjid. (untuk lebih jelas dapat dilihat pada lampiran 10). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
8. Keadaan Umum SMP Negeri 6 Sukoharjo a. Profil Sekolah Nama Sekolah
: SMP Negeri 6 Sukoharjo
NSS
: 210103.11.04.084/29-5-1991
Alamat
: Jl. Perkutut-Bedingin-Banmati, Sukoharjo 57512
Telepon
: (0271)7003653
E-mail
:
[email protected]
SK Pendirian
: SK Perubahan Nama menjadi SMP:0259/o/1994 tanggal 5 oktober 1994
Website
: smpn6.netau.net
b. Sejarah Keberadaan SMP Negeri 6 Sukoharjo Bila dilihat sekilas mengenai keberadaan SMP Negeri 6 Sukoharjo, orang akan berpendapat bahwa SMP Negeri 6 Sukoharjo adalah masih muda bila didasari urutan nomor sekolah-sekolah negeri di Kabupaten Sukoharjo, karena di Kabupaten Sukoharjo khususnya di wilayah kecamatan Sukoharjo ada 7 buah sekolah negeri setingkat SMP, yaitu : SMP Negeri 1 Sukoharjo, SMP Negeri 2 Sukoharjo, SMP Negeri 3 Sukoharjo, SMP Negeri 4 Sukoharjo, SMP Negeri 5 Sukoharjo, SMP Negeri 6 Sukoharjo, dan SMP Negeri 7 Sukoharjo. Tetapi bila ditelusuri dari keberadaannya sebagai lembaga pendidikan khususnya jenjang pendidikan sekolah menengah pertama sebenarnya SMP Negeri 6 Sukoharjo merupakan lembaga pendidikan lanjutan menengah yang paling awal/pertama kali lahir di wilayah kabupaten Sukoharjo, karena secara kelembagaan lembaga pendidikan ini didirikan 2 tahun setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Adapun riwayat keberadaan lembaga pendidikan ini bernama “Sekolah Pertukangan Negeri (SPtKN) 2 tahun, didirikan tahun 1947, dengan kondisi sebagai berikut: 1) Jumlah siswa sebanyak : 45 orang 2) Jumlah kelas : 2 kelas ; jurusan bagian kayu 3) Jumlah guru : 6 orang ; jumlah pegawai 2 orang commit todiuser 4) Gedung/Ruang kelas : menumpang rumah penduduk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
5) Lokasi Sekolah : Kel. Jetis, Kec. Sukoharjo, Kab. Sukoharjo 6) Kepala Sekolah : pertama kali Bp. Mari kemudian diganti oleh Bp. Wiryo Pada tahun 1950 SPtKN 2 tahun namanya diubah menjadi Sekolah Tehnik Pertama (STP) 2 tahun, dimana pada tahun 1953 pemerintah membangunkan satu unit sekolah baru untuk STP 2 tahun Sukoharjo yang berlokasi di Jalan Jenderal Sudirman No. 76 Sukoharjo (sekarang ditempati Kantor BPD Kab. Sukoharjo), terdiri dari 6 buah lokal membujur ke utara ke jalan Jenderal Sudirman yang terperinci sebagai berikut : sebuah ruang teori, sebuah ruang praktek, sebuah ruang menggambar, sebuah ruang untuk Kepala Sekolah dan para guru dan pegawai, sebuah ruang untuk urusan murid, dan sebuah ruang untuk gedung perlatan. Dengan menempati gedung yang baru di lokasi yang baru pula, lembaga pendidikan ini semakin dipercaya baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Pada tahun 1956 pemerintah meningkatkan statusnya dari STP 2 tahun diubah menjadi Sekolah Tehnik Negeri (STN) 3 tahun, dengan 2 jurusan yaitu mesin dan gedung, dan membuka sekolah baru yaitu Sekolah Kerajinan Negeri (SKN) 2 tahun, jurusan bagian besi dan bagian kayu yang gedungnya menumpang pada STN. Perkembangan berikutnya pada tahun 1964 terjadi lagi perubahan yaitu : 1) STN 3 tahun diubah menjadi ST 1 Sukoharjo, dengan jurusan Bangunan Gedung dan Mesin 2) SKN 2 tahun diubah menjadi ST 2 Sukoharjo, dengan jurusan Bagian Mesin. Keberadaan lembaga pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tehnik ini berlangsung sampai tahun 1991. mulai saat itu lembaga pendidikan ini tidak lagi dipersiapkan menyelenggarakan pendidikan kejuruan, tetapi mulai difungsikan untuk menyelenggarakan pendidikan umum tingkat menengah pertama. Dalam masa transisi nama SMP 6 berubah-ubah yaitu: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
a) Tahun 1991 dari ST 1 Sukoharjo diubah menjadi SMP Negeri 5 Sukoharjo b) Tahun 1993 dari SMP Negeri 5 Sukoharjo berubah menjadi SMP Negeri 7 Sukoharjo sehubungan dengan berdirinya satu unit baru Sekolah Menengah Pertama yang berlokasi di kelurahan Bulakan, yang kemudian disebut SMP Negberi 5 Sukoharjo c) Tahun 1997 berdasarkan SK. Mendikbud RI No. 034/c/1997 tanggal 7 Maret 1997 yang menyebutkan bahwa alih fungsi ST 1 Sukoharjo menjadi SMP Negeri 6 Sukoharjo dengan alamat Jl. Jenderal Sudirman No. 76 Sukoharjo. Laju perkembangan kota Sukoharjo menyebabkan persil pekarangan di Jl. Jenderal Sudirman No. 76 yang terletak di tepi Jalan raya yang sangat ramai dan berdekatan dengan pasar kota Sukoharjo tempat dimana selama hampir setengah abad digunakan ST 1 (sekarang SMP Negeri 6 Sukoharjo) menurut hasil penelitian ternyata tidak baik lagi digunakan untuk kegiatan proses belajar mengajar, sehingga mulai tahun ajaran 1999/2000 SMP Negeri 6 Sukoharjopindah ke lokasi yang baru, yaitu di Jl. Perkutut, Kel. Banmati, Kec. Sukoharjo, Kab. Sukoharjo, kurang lebih 5 km dari lokasi lama dari arah selatan, sampai sekarang. c. Visi dan Misi SMP Negeri 6 Sukoharjo 1) Visi
: Berprestasi, Beriman dan Berbudaya
2) Misi
:
a) Mengintensifkan KBM, BK dan Ekstrakurikuler b) MengintensifkanPendidikan Keagamaan c) Menanamkan nilai-nilai budaya sehingga memiliki budi pekerti yang luhur d) Menerapkan manajemen partisipasif dengan melibatkan seluruh warga sekolah e) Menanamkan jiwa patriotisme agar menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
f) Menjadikan sekolah sebagai sumber informasi dan pusat kebudayaan (Regional Centre)
d. Perkembangan SMP Negeri 6 Sukoharjo Semenjak terjadi alih fungsi dari ST 1 menjadi SMP Negeri 6 Sukoharjo, perkembangan SMP Negeri 6 Sukoharjo cukup menggembirakan. Dari tahun ke tahun ada kemajuan bila ditinjau dari animo calon siswa yang mendaftarkan diri pada setiap tahun ajaran baru, jumlah kelas dan jumlah siswa, jumlah guru dan jumlah karyawan, presentasi kelulusan setiap akhir tahun pelajaran, termasuk juga fasilitas untuk kelancaran kegiatan belajar mengajar. Selama sepuluh tahun terakhir perkembangan SMP Negeri 6 Sukoharjo sebagai berikut: 1) Keadaan animo calon siswa baru dan jumlah siswa yang diterima dalam kegiatan penerimaan siswa baru sangat memuaskan, karena jumlah pendaftar selalu melebihi daya tampung yang tersedia, bahkan kadangkadang mencapai tiga kali lipat. 2) Keadaan guru dan karyawan SMP Negeri 6 Sukoharjo dari tahun ke tahun mengalami
perubahan
baik
dari
segi
jumlah
maupun
tingkat
kependidikannya. Sejalan dengan program pemerintah dalam upaya peningkatan mutu pendidikan nasional, sehingga tidak sedikit guru-guru SMP Negeri 6 Sukoharjo yang mengikuti program peningkatan kemampuan guru baik melelui penataran/training, tugas belajar yang dibiayai pemerintah maupun studi lanjut dengan biaya mandiri. 3) Sejak awal keberadaannya SMP Negeri 6 Sukoharjo telah diberi kewenangan untuk menyelenggarakan Ujian Akhir Nasional secara mandiri dan selama ini SMP Negeri 6 Sukoharjo mampu melaksanakan kewenangan tersebut dengan baik dan sukses. Sukses Pelaksanaan : Penyelenggaraan Ujian Akhir Sekolah maupun Ujian Akhir Nasional berjalan lancar dan mengacu pada pedoman baik yang dierbitkan oleh pemerintah pusat dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional, petunjuk commit to userdalam hal ini Dinas Pendidikan pelaksanaan dari pemerintah daerah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
Kabupaten (khususnya Kab. Sukoharjo) maupun program kerja tahunan SMP Negeri 6 Sukoharjo, sehingga EBTA/EBTANAS (dulu), Ujian Sekolah dan Ujian Nasional (sekarang) dapat berjalan lancar, tanpa kendala yang berarti. Sukses Hasil : Hasil akhir penyelenggaraan Ujian Akhir Sekolah maupun Ujian Nasional SMP Negeri 6 Sukoharjo sejak pertama
kali
tahun
pelajaran
1993/1994
sebagai
penyelenggara
EBTA/EBTANAS sangat memuaskan bagi peserta Ujian Akhir maupun sekolah sebagai lembaga penyelenggara pendidikan tingkat sekolah menengah pertama, karena semua peserta ujian akhir yang terdaftar berhasil lulus 100% kecuali : (a) Tahun pelajaran 1997/1998, lulus=99,26% dari 270 peserta tidak lulus 2 orang . (b) Tahun pelajaran 1998/1999, lulus=99,45% dari 182 peserta tidak lulus 1 orang. (c) Tahun pelajaran 2004/2005, lulus=99,51% dari 204 peserta tidak lulus 1 orang. Penyebab ketidak lulusan peserta ujian karena mengundurkan diri setelah daftar nominasi tetap peserta ujian akhir disyahkan oleh jajaran Departemen Pendidikan Nasional yang berwenang. e. Kondisi Fisik Kondisi fisik SMP Negeri 6 Sukoharjo baik tanah maupun gedung cukup memadai dan selalu diusahakan untuk peningkatan kuantitas maupun kualitas. Bangunan gedung baik untuk fasilitas proses kegiatan belajar mengajar maupun perkantoran dibangun di atas tanah seluas 10000m2. nomor persil : 11.16.0402.4.00004, Sertifikat Hak Pakai atas nama SMP Negeri 6 Sukoharjo, dengan ijin bangunan No. : 503/277/1/1998. Terdiri dari : 1) 18 ruang untuk ruang kelas 2) 1 unit untuk ruang perpustakaan 3) 2 unit untuk ruang ketrampilan 4) 1 unit ruang guru commit to user 5) 1 unit ruang tata usaha yang dilengkapi gudang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
6) 1 unit ruang kerja pembantu kepala sekolah 7) 1 unit ruang kantor Kepala Sekolah berdampingan dengan ruang tamu 8) 1 unit ruang untuk kegiatan bimbingan karir 9) 1 unit ruang kesenian (gamelan) 10) 1 unit tempat sepeda murid 11) 1 unit tempat sepeda guru 12) beberapa unit kamar kecil dan wc untuk siswa dan untuk guru 13) Sebagai sarana ibadah juga telah dibangun Masjid berukuran induk 6x6 m, dan dilengkapi dengan tempat wudzu dan gudang untuk menyimpan inventaris alat-alat peribadahan 14) 1 unit aula berukuran 10x40 m yang baru dalam taraf penyelesaian. Serta bangunan lain yang belum disebutkan satu persatu. f. Kinerja Semua Komponen SMP Negeri 6 Sukoharjo Kinerja semua komponen SMP Negeri 6 Sukoharjo yang dilandasi kesungguhan, kecermatan, kekompakan dan kerukunan serta profesionalisme membuahkan hasil yang memuaskan diantaranya : 1) Dari 44 orang guru dan pegawai yang berstatus PNS mendapat Piagam Tanda Kehormatan Satya Lencaya Karya Satya dari Presiden Republik Indonesia, 30 tahun, 20 tahun, atau 10 tahun sejumlah 27 orang. 2) Dalam pelaksanaan proses KBM, Pengelolaan Proses Administrasi Pendidikan Administrasi Sekolah berjalan dengan baik yang dibuktikan dengan hasil penilaian dari Badan Administrasi Sekolah Tahun 2005/2006, propinsi
Jawa
Tengah
dinyatakan
terakreditasi
dengan
memuaskan (A).
9. Keadaan Umum MTsN Sukoharjo a. Profil Sekolah Nama Sekolah
: Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN Sukoharjo)
Alamat
: Jl. K.H. Agus Salim No. 48 Sukoharjo
Telepon
: (0271) 591114 commit to user :
[email protected]
E-mail
predikat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
Website
: www.mtsn-skh.sch.id
b. Sejarah MTS Negeri Sukoharjo Pada awal berdirinya, madrasah ini bernama Madrasah Tsanawiyah Negeri Bekonang Fillial 3 Sukoharjo. Didirikan pada tanggal 1984, dengan mengambil lokasi di Jl. Seram No. 14 (Barat Kodim Sukoharjo Kota). Tepatnya menumpangn pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Sukoharjo dengan masuk siang mulai jam 13.00 sampai dengan 17.15. Pendaftaran peserta didik baru dimulai tanggal 15 Juni 1984. Setelah Madrasah berjalan hampir satu tahun, yang tepatnya tanggal 14 Mei 1985, dengan Surat Keputusan No: WK/5.c/1088/Ts/Fill/85. MTs Negeri Bekonang Fillial 3 resmi menjadi Fillial (Kelas Jauh) dari MTs Negeri Bekonang. Dan baru pada tahun pelajaran 1985/1986 dengan serah terima jabatan antara Kepala MTs Negeri Bekonang Fillial 3 Sukoharjo (Sutardi DS,BA) dengan Kepala MTs Negeri Bekonang (Drs. H. Lukman Suryani), dengan Was Panda'is Wil Sukoharjo dan (Bp. Muchsan Harsono,BA) dan Bp. Tulus Sukoyo (Kepala Seksi RUA Islam Kantor Depag Kab.Sukoharjo), sebagai saksi timbang terima tersebut. Perkembangan menggembirakan terjadi pada tahun 1992/1993 setelah Kantor Departemen Agama mengizinkan lokasinya yang bertempat di Jl.Veteran No.100 dipakai untuk MTs Negeri Fillial 3 Sukoharjo untuk kegiatan belajar mengajar selama 3 tahun, terhitung dari tahun 1992/1993 sampai dengan tahun 1994/1995. Dan pada tahun 1995 mendapat SK Penegrian sehingga mengalami perubahan nama dari MTs Negeri Fillial 3 Sukoharjo, menjadi MTs Negeri Sukoharjo. Dan tahun 1996/1997 MTs Negeri Sukoharjo yang semula bertempat di Jl.Veteran No 100 Sukoharjo ini pindah ke Jl.KH. Agus Salim No 48 Sukoharjo, tepatnya disebelah barat lapangan kelurahan Joho Kecamatan Sukoharjo. Sejak saat itu pergantian pimpinan madrasah dapat diurutkan sebagai berikut : commit to user 1) Tahun 1986 - 2000 dipimpin oleh Bapak Drs. Abu Bahri
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
2) Tahun 2001 - 2004 dipimpin oleh Bapak suranto, BA 3) Tahun 2004 - 2007 dipimpin oleh Bapak Drs. Sutadi, M.Pd 4) Tahun 2007 sampai sekarang dipimpin oleh Bapak drs. Ahmadi, M.Pd.I c. Visi dan Misi MTS Negeri Sukoharjo 1) Visi: Mewujudkan Madrasah yang unggul di bidang IMTAQ dan IPTEK 2) Misi: a) Mengembangkan fitroh siswa agar menjadi muslim yang berakhlak mulia memiliki aqidah islamiyah yang benar dan kuat serta memiliki wawasan nasionalisme yang kuat. b) Mengembangkan potensi dasar anak untuk dapat berfikir kritis, obyektif,
rasional,
sistematis
dalam
upaya
penguasaan
ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam rangka mempersiapkan siswa melanjutkan ke tingkat jenjang pendidikan yang lebih tinggi. c) Mengembangkan bakat dan minat siswa dalam mewujudkan keahlian anak dalam menghadapi era pasar bebas. d) Menumbuh kembangkan dan mendorong rasa peka menghafal bagi anak untuk surat-surat, ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadist sebagai bekal dan landasan hidup. e) Menanamkan jiwa dan semangat disiplin, tertib, rajin belajar dan etos kerja yang tinggi, untuk mewujudkan manusia yang berkualitas.
B. Deskripsi Permasalahan Penelitian Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah efektivitas penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” di Dukuh Pangin, Kelurahan Joho, Kabupaten Sukoharjo. Efektivitas merupakan suatu yang dikendaki atau merupakan akibat yang dikerjakannya dan merupakan suatu pengukuran terhadap tercobanya atau sasaran akan tujuan yang ditentukan sebelumnya. Tujuan pendidikan moral di panti adalah membentuk disiplin moral (bersumber dari hati nurani) anak, sehingga muncul konsistensi sikap disiplin pada anak bukan karena takut pada commitAnak to user hukuman tetapi karena suatu kewajiban. yatim di Panti Asuhan Anak Yatim
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 89
Piatu “Miftahul Jannah” terdiri dari usia dan jenjang pendidikan yang berbeda sehingga kemampuan masing masing anak untuk melaksanakan disiplin juga berbeda. Dalam penerapan pendidikan moral berkaitan erat dengan (1) strategi penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral, (2) efektivitas penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral, dan (3) faktor yang menjadi kendala penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral pada anak yatim untuk mempermudah pengkajian permasalahan maka penulis memilih data yang benar-benar dapat dipakai dalam memecahkan permasalahan, sehingga data-data tersebut dapat menjawab rumusan masalah.
1. Strategi Penerapan Pendidikan Moral di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” Pelaksanaan pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” diaplikasikan dalam kegiatan bimbingan sopan santun dan perilaku anan serta bimbingan akhlak. Penerapan bimbingan sopan santun dan perilaku anak serta akhlak ini dimaksudkan sebagai dasar untuk memperbaiki perilaku dan sikap dari anak yatim yang selama ini kurang mendapatkan bimbingan dari orang tua maupun keluarga terdekat sehingga memiliki sikap disiplin baik dalam lingkungan panti maupun di sekolah. Pendidikan moral pada hakikatnya memiliki strategi, metode dan model pendidikan moral yang secara umum dapat dilihat pada kajian teori. Salah satu unsur penting dan memegang peranan dalam pendidikan moral adalah penggunaan strategi pendidikan moral yang tepat dan bervariasi, sehingga mampu meningkatkan kematangan moral peserta didik. Strategi pendidikan moral dimaksudkan sebagai pemikiran tentang bagaimana cara menyampaikan nilai-nilai moral kepada peserta didik. Suatu strategi pendidikan moral ini mencakup teori
atau cara pandang tentang
bagaimana seseorang berkembang secara moral dan serangkaian prinsip untuk membantu perkembangan moral serta dapat membantu dalam melaksanakan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 90
pendidikan moral. Adapun strategi pendidikan moral yang digunakan Panti Asuhan Anak yatim “Miftahul Jannah” sebagai berikut:
a. Modeling keteladanan/contoh Strategi
pendiidkan
moral
yang
digunakan
pengasuh
dalam
memberikan materi pendidikan moral dengan menggunakan keteladanan. Hal ini berdasarkan hasil wawancara dengan H. Moryono H. I. mengatakan bahwa “Pendidikan yang digunakan para pengasuh dalam memberikan materi pendidikan moral yaitu melalui keteladanan/contoh dalam kehidupan seharihari dengan begitu anak dapat melihat secara langsung”. (Catatan Lapangan 1). Hal ini juga dikuatkan berdasarkan hasil wawancara dengan H. Sunaryo, BA yang mengatakan bahwa “Strategi yang digunakan dalam mengajar pendidikan moral dengan keteladanan. Dengan menceritakan kisah Nabi, dari situ dapat diambil kebaikan-kebaikan sifat Nabi yang bisa diambil sebagai contoh maupun teladan dalam berperilaku”. (Catatan Lapangan 2). Kemudian berdasarkan hasil wawancara dengan H. Mudjidi, S. Ag., S.Pd. mengatakan bahwa: Strategi pendidikan moral yang digunakan dengan keteladanan yang dicontohkan pengasuh dan ustadz di panti. selain itu kita (pengasuh dan ustadz) saling mengingatkan untuk selalu menjaga sikap dan akhlak. Selanjutnya untuk mengetahui perilaku dan sikap disiplin anak yatim bisa dilihat dari absensi kehadiran dalam kegiatan bimbingan. (Catatan Lapangan 3). Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti di lapangan pada hari Kamis tanggal 12 April 2012 pukul 16.00 pelaksanaan bimbingan akhlak, H. Mudjidi, S.Ag., S.Pd. dalam memberikan materi pembelajaran menjaga perilaku disiplin dan tutur katanya. Strategi ini menuntut peran pengasuh utnuk berseikap yang baik yang dapat ditiru oleh anak yatim, dan juga anak yatim harus mampu mengambil keteladanan dari para pengasuh. Perilaku yang dapat dijadikan teladan oleh anak yatim dari pengasuh antara lain misalnya dalam menyelesaikan masalahcommit secaratoadil, usermenghargai pendapat anak yatim,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 91
mengkritik orang lain secara santun, mau mendengarkan pendapat, ide, dan saran-saran dari orang lain. Harapannya perilaku dan sikap disiplin dari anak yatim dapat berubah dengan adanya keteladanan dari pengasuh. Jadi sebagai seorang pengasuh harus menjaga tutur katanya, berhati-hati dalam bertindak dan berperilaku, supaya tidak tertanamkan nilai-nilai negatif dalam diri anak yatim. Strategi keteladanan yang diberikan pengasuh dalam mengajarkan pendidikan moral dengan cara memberikan contoh keteladanan kepada anak yatim, agar sikap dan perilaku dari pengasuh ini dapat menjadikan panutan anak yatim. Hal ini sesuai dengan apa yang apa yang dikatakan oleh Ki Hajar Dewantara bahwa guru atau pendidik dituntut menjadi figur yang yang Ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tutwuri handayani. Yang berarti bahwa sikap pemimpin (guru) harus mampu memberi teladan, memberi contoh, menjadi motivator, dalam penanaman moral kepada peserta didiknya sehingga mampu melahirkan peserta didik yang bermoral baik. b. Pembiasaan / Habituasi dan Pemberian Materi Kegiatan bimbingan di kelas dilakukan secara rutin, konsisten dan terjadwal setiap minggu di Panti asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”. Bimbingan atau materi yang diberikan meliputi materi sikap, al-qur‟an ddan tarjamah, tarikh (sejarah nabi), ibadah / muamalah, akhlak, umum dan bahasa arab. (Jadwal kegiatan dapat dilihat pada lampiran 11). Dalam hal ini juga kegiatan rutin sehari-hari meliputi berdoa sebelum dan sesudah kegiatan, mengucapkan salam bila bertemu dengan orang lain, membersihkan kelas, kamar mandi dan lingkungan panti serta belajar. Hal ini berdasarkan wawancara dengan H. Moryono H I mengatakan bahwa “Kegiatan pendidikan moral di sini (Panti Asuhan Anak Yatim) dilakukan secara rutin setiap satu minggu sekali dan kegiatan sehari-hari seperti membersihkan kelas, kamar mandi dan belajar yang selalu diawali dan diakhiri dengan berdoa”. (Catatan Lapangan 1). Berdasarkan hasil wawancara dengan H. Sunaryo, BA mengatakan bahwa: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 92
“Strategi yang digunakan dalam mengajarkan pendidikan moral dengan mengikutsertakan anak dalam kegiatan rutin panti seperti membersihkan kelas dan kamar mandi karena kebersihan sebagian dari iman, kemudian mengucapkan salam kepada orang lain dan kegiatan harian terjadual di panti”. (Catatan Lapangan 2). Hal serupa juga disampaikan oleh H. Mudjidi, S. Ag., S.Pd. mengatakan bahwa “Dalam pendidikan moral strategi yang digunakan dengan kegiatan rutin sehari-hari dan kegiatan terjadwal di kelas setiap satu minggu untuk satu materi”. (Catatan Lapangan 3). Strategi Pembiasaan / Habituasi dan Pemberian Materi akan membantu peserta didik (anak yatim) membiasakan hidup secara teratur dalam kesehariannya. Dengan hidup teratur akan menjadikan hidup yang berkualitas dan bermanfaat. Selain itu strategi ini dimaksudkan untuk mengembangkan kualitas disiplin peserta didik dalam mengikuti rutinitas Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” salah satunya melalui jadwal azan bagi santriwan panti asuhan (untuk lebih jelas lihat lampiran 12). Selain itu melalui jadwal piket putra (untuk lebih jelas lihat lampiran 13) merupakan pembiasaan / habituasi dalam melaksanakan tata tertib piket. Strategi ini juga bertujuan untuk meningkatkan efektivitas anak yatim untuk menghadapi berbagai peraturan di luar panti asuhan. c. Strategi Pendekatan Individu Strategi pendekatan individu digunakan pengasuh untuk membantu memecahkan masalah yang bersifat pribadi dan tidak dapat diselesaikan secara kelompok. Strategi ini guru mengenal dan melakukan pendekatan individu kepada anak utnuk menggali permasalahan yang dihadapi anak. Cara tersebut dilakukan melalui bimbingan perseorangan setelah maslah tersebut berhasil diselesaikan secara pribadi dan akan dijadikan contoh bagi anak yang lain. Berdasarkan hasil wawancara dengan H. Moryono H I mengatakan bahwa “Strategi pendidikan moral yang digunakan pengasuh melalui strategi pendekatan individu sehingga ustadz dapat memahami masing-masing individu”. (Catatan Lapangan 1). Hal ini juga dikuatkan berdasarkan hasil commit to user wawancara dengan H. Sunaryo, BA mengatakan bahwa:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 93
“Strategi pendidikan moral yang digunakan melalui pendekatan individu tujuannya ketika pembelajaran secara kelompok dilakukan anak yatim yang satu akan melihat dan belajar dari anak yatim yang lain. Sedangan untuk bimbingan perseorangan digunakan untuk menggali dan mengenali anak dalam melihat suatu sikap disiplin karena tidak ada pengaruh dari orang lain”. (Catatan Lapangan 2). Hal serupa juga disampaikan H. Mudjidi, S. Ag., S. Pd. mengatakan bahwa “Strategi dalam pembelajaran moral yang digunakan melalui pembelajaran perseorangan dan kelompok.”. (Catatan Lapangan 3). Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti di panti pada hari Kamis tanggal 15 April 2012 pukul 16.30 strategi ini fokus utamanya terletak pada bagaimana peserta didik (anak yatim) memahami kebutuhan dan memecahkan masalah baik pribadi maupun kelompok dalam masalah apapun itu. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti selama di panti asuhan juga digunakan bimbingan perseorangan maupun kelompok. Strategi ini fokus utamanya terletak pada bagaimana memahami kebutuhan orang lain dari pada upaya menyeimbangkan kebutuhan-kebutuhan tersebut ketika berkonflik dengan orang lain. Di Panti Asuhan “Miftahul Jannah” para pengasuh berusaha memberikan solusi yang terbaik dalam membantu memecahkan masalah yang dihadapi oleh anak yatim, baik yang berifat pribadi maupun masalah yang bersifat umum/kelompok. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan peneliti di lapangan dapat disimpulkan pembelajaran strategi bimbingan perseorangan dan kelompok ini sangat efektif untuk pembelajaran pendidikan moral karena selain pendekatan individu juga perlu adanya kerja sama dalam kelompok untuk menciptakan tanggung jawab dan disiplin pada tiap-tiap anggota kelompok. Strategi ini juga bisa diberikan oleh pembimbing dari masing-masing anak yatim melalui bimbingan perseorangan (individu) yang diberikan dengan cara face to face. Anak yatim sebagai peserta didik bisa menceritakan semua masalah yang sedang mereka alami kepada pembimbing mereka masingmasing, dan tugas dari seorang pembimbing commit to user memberikan arahan dan nasehat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 94
serta berusaha memberikan solusi terbaik kepada anak yatim atas masalah yang sedang mereka alami. Dalam arti pembimbing memberikan contoh yang baik bagaimana anak yatim harus bertindak (keteladanan) dan harus bersikap disiplin dengan tindakan yang sudah mereka ambil. d. Bimbingan Personal Strategi pendidikan moral dalam bimbingan personal ini dilakukan apabila pengasuh maupun ustadz mengetahui anak bersikap yang kurang baik. Jadi ustadz akan memberikan memberitahu peserta didik (anak) bila perbuatan tersebut tidak baik, sehingga anak lebih mudah untuk memahami sesuai dengan usia mereka. Hal ini sesuai dengan wawancara dengan H. Moryono H I selaku pengasuh harian anak yang menyampaikan bahwa “Dalam memberikan pendidikan moral bapak biasanya melakukan dengan bimbingan personal ketika anak melakukan perbuatan yang kurang baik.”. (Catatan Lapangan 1). Berdasarkan hasil wawancara dengan H. Sunaryo, BA selaku ustaz bimbingan sopan santun dan perilaku anak di panti Asuhan Anak yatim “Miftahul Jannah” yang mengatakan bahwa “Berhubung sikap itu berkaitan dengan tingkah laku yang dapat dilihat maka ketika anak melakukan sikap yang kurang baik maka pemberitahuan atau pembelajaran itu akan bapak sampaikan pada saat itu juga”. (Catatan Lapangan 2). Hal serupa juga disampaikan H. Mudjidi, S. Ag, S. Pd mengatakan bahwa “Strategi yang saya gunakan juga melalui kegiatan-kegiatan yang bersifat personal yang biasa dilakukan anak sehingga anak akan lebih mudah dalam menyerap pembelajaran”. (Catatan Lapangan 3). Strategi bimbingan personal semacam ini dirasa pengasuh maupun ustadz sebagai stretegi yang paling terkesan di hati anak-anak karena mereka akan mengingat pemberitahuan yang disampaikan ustadz dan tidak melukai perasaan mereka. Kesan yang mendalam dari teguran sang ustaz maupun pengasuh akan mereka ingat. Dan akan lahir sikap disiplin yang bersumber dari hati nurani mereka sehingga sikap disiplin yang mereka laksanakan berdasarkan suatu kewajiban bukan takut kepada hukuman. to user e. Menciptakan Lingkungan yangcommit Kondusif
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 95
Suasana Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” dikondisikan sedemikian rupa dengan penyediaan sarana fisik contoh penyediaan tempat sampah agar anak disiplin ketika membuang sampah di tempat sampah, slogan-slogan doa tujuannya agar anak selalu membaca doa ketika akan melakukan aktivitas serta aturan dan tata tertib ditempelkan mengenai pembagian piket (untuk lebih jelas lihat lampiran 14) pada tempat yang strategis sehingga setiap peserta didik (anak yatim) mudah membacanya. Hal ini berdasarkan wawancara dengan H. Moryono H I mengatakan bahwa: “Kami (pihak panti) mengatur sedemikian rupa lingkungan panti terutama sarana fisik yang akan membantu anak dalam melaksanakan tata tertib diselaraskan dengan sarana yang ada di panti seperti menempelkan tata tertib dan doa agar anak membacanya sehingga mengikuti tata tertib maupun doa yang ditempel tersebut”. (Catatan Lapangan 1). Hal serupa juga disampaikan H. Sunaryo, BA mengatakan bahwa “Pemberian materi dikelas tidak mungkin berhasil tanpa adanya dukungan kondisi lingkungan, jadi untuk membantu anak kami mengatur kondisi panti sedemikian rupa”. (Catatan Lapangan 2). Berdasarkan wawancara dengan H. Mudjidi, S. Ag., S.Pd. selaku ustaz bimbingan akhlak mengatakan bahwa “Untuk membantu siswa dalam menerapkan sikap disiplin yang bersumber dari nurani mereka bukan karena hukuman kami menempelkan slogan-slogan dan doa-doa agar mereka selalu ingat dan menjadi kebiasaan sehari-hari yang baik”. (Catatan Lapangan 3). Dengan lingkungan yang kondusif akan mendukung penerapan teori yang telah diajarkan oleh pengasuh. Berawal dari mereka melihat doa-doa dan slogan-slogan yang menarik akan mempengaruhi mereka untuk membaca dan akhirnya setiap hari akan melaksanakan marupakan strategi yang digunakan oleh pengasuh dan ustaz untuk melatih peserta didik (anak yatim) bersikap disiplin yang berasal dari nurani (moral). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pendidikan moral yang digunakan pengasuh maupun ustadz pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” dalamcommit memberikan to user pendidikan moral tidak semua
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 96
strategi pendidikan moral digunakan yaitu kegiatan spontan dan teguran . Jadi strategi yang digunakan meliputi yakni dengan modeling keteladanan/contoh yang diberikan ustadz maupun pengasuh panti asuhan, pembiasaan /habituasi dan pemberian materi dilakukan untuk menciptakan siswa yang terbiasa dalam melaksanakan sikap disiplin baik di dalam maupun di luar panti, strategi pendekatan individu, bimbingan personal untuk mengatasi masalah personal anak biasanya dilakukan oleh H. Moryono H.I., dan menciptakan lingkungan yang kondusif yang terprogram dalam kegiatan sehari-hari Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”. Kenyataan yang ada di lapangan strategi pendidikan moral yang digunakan ustazd di panti asuhan tidak semuanya digunakan padahal jika strategi-strategi tersebut digunakan akan membantu dalam penerapan pendidikan moral kepada anak yatim. Karena semua strategi pendidikan moral tersebut saling menunjang dan menutupi kelemahan strategi lainnya. Kemudian berdasarkan apa yang peneliti lihat selama di lapangan, Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” juga menggunakan pembinaan dengan wawasan pendidikan moral pancasila. Dengan adanya pendidikan moral pancasila ini diharapkan warga negara mempunyai tingkah laku, keyakinan, motivasi, kehendak sesuai dan layak dengan sila-sila pancasila, serta bersikap hidup manusia pancasila. Strategi ini dapat dilihat dari kegiatan rutin anak yatim selama di panti. Kegiatan piket tersebut seperti piket masjid dan asrama. Dari kegiatan piket ini dapat memupuk kerjasama antara anak yatim yang satu dengan yang lainnya sehingga akan tercipta kehidupan yang rukun. Kemudian dengan adanya kegiatan pembinaan agama dan kegiatan sholat berjamaah setiap hari seperti yang peneliti lihat pada hari Minggu tanggal 15 April 2012 di masjid Nurul Imam ini dapat mengembangkan tingkat iman dan taqwa mereka. Selain itu pihak panti asuhan telah menyelesaikan laporan administrasi kepada ketua RT berupa surat laporan data yang bertempat tinggal di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”.
2. Efektivitas Penerapan pendidikan Moral Dalam Membentuk Disiplin to user Anak Yatim “Miftahul Janah” Moral Pada Anak Yatim di commit Panti Asuhan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 97
Efektivitas suatu hal dapat dilihat dari berhasil tidaknya program yang telah dijalankan dari apa yang telah direncanakan sebelumnya untuk mengukur efektivitas dapat menggunakan indikator efektivitas. Adapun indikator efektivitas adalah “Indikator input, indikator process, indikator output, dan indikator outcome”. Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut: a. Indikator input: indikator input ini meliputi karakteristik guru pendidikan moral, fasilitas, perlengkapan, materi pendidikan dan metode pendidikan. b. Indokator process: indikator proses meliputi perilaku administrasi, alokasi waktu guru, dan alokasi waktu peserta didik. c. Indikator output: indikator dari output ini berupa hasil-hasil dalam bentuk perolehan peserta didik dan dinamikanya sistem sekolah, hasil-hasil yang berhubungan dengan prestasi belajar dan hasil-hasil yang berhubungan dengan perubahan sikap. d. Indikator outcome: indikator ini meliputi tingkat kedisiplinan siswa di panti dan di sekolah. Pembahasan mengenai Efektivitas Penerapan Pendidikan Moral dalam Membentuk Disiplin Moral pada Anak Yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” akan dikaji sebagai berikut. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengasuh pendidikan moral khusunya yang mengajar akhlaq dengan H. Mudjidi, S.Ag., S.Pd. mengatakan bahwa “Penerapan pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” diberikan sejak berdirinya Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”, hal ini dilakukan untuk membina sikap disiplin anak yatim yang biasa hidup bebas di rumah tidak mempunyai aturan”. (Catatan Lapangan 3). Jadi dalam hal ini Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” menerapkan pendidikan moral sesuai dengan tujuan dari Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” sendiri yaitu untuk memberikan perlindungan dan pendidikan bagi anak yatim, dan kurang mampu agar dapat menjadi anak yang sholeh dan sholehah sebagai anak yang hidup di masyarakat secara normatif commit to user moral dikatakan efektif apabila sebagai anak yang bermoral. Sehingga pendidikan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 98
anak yatim yang tinggal di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” memiliki sikap disiplin yang memang bersumber dari kesadaran moral bukan adanya faktor eksternal tapi internal dari dalam diri mereka. Untuk mengetahui efektivitas penerapan pendidikan moral dapat diukur dengan menggunakan indikator efektivitas, jadi efektif atau tidaknya pendidikan moral dapat dilihar dari tercapai tidaknya indikator efektivitas tersebut. Adapun indikator efektivitas penerapan pendidikan moral antara lain: a. Indikator Input Indikator input ini mencakup: 1) Karakteristik Guru Pendidikan Moral Dalam Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” guru disebut sebagai pengasuh/ustadz. Pengasuh mempunyai peran yang sangat penting dalam memberikan pendidikan dan bimbingan bagi anak yatim, dalam hal ini pengasuh harus bisa memberikan motivasi kepada anak yatim agar terjadi proses interaksi belajar yang kondusif. Pengasuh harus siap menjadi mediator dalam segala situasi proses belajar mengajar, sehingga pengasuh akan menjadi tokoh atau teladan yang akan dilihat dan ditiru tingkah lakunya oleh peserta didiknya dalam hal ini anak yatim, tidak hanya itu saja melainkan juga harus menjadi motivator dalam menanamkan nilainilai moral. Pendidikan moral yang diberikan di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” diberikan melalui kegiatan bimbingan sopan santun dan perilaku anak dan akhlak. Pengasuh dalam memberikan pendidikan moral tidak berdasarkan silabus. Hal ini berdasarkan kenyataan di lapangan yang peneliti lihat pengasuh tidak membuatnya. Hal ini dikarenakan pendidikan di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” merupakan pendidikan nonformal jadi tidak seperti halnya sekolah formal yang menggunakan silabus dalam mengajar. Akan tetapi untuk setiap pengasuh pada masing-masing materi memiliki jadwal sekali dalam seminggu sebagai bentuk tanggung jawab pengasuh dalam memberikan bimbingan moral kepada anak yatim. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 99
Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan hasil wawancara dengan H. Moryono H. I. mengatakan bahwa “Jika pengasuh/ustadz yang memberikan materi Ba‟da ashar berhalangan hadir kadang jamnya digantikan dengan jam pelajaran lain kadang juga kosong”. Sedangkan berdasarkan hasil wawancara dengan H. Sunaryo, BA mengatakan bahwa “Jika saya berhalangan hadir, saya memberitahu Mas Bagus (penanggung jawab harian) untuk digantikan materi lain kadang juga kosong dan saya biasanya tidak menggantinya dengan hari lain karena setiap ba‟da ashar ada pemberian materi yang lain”. (Catatan Lapangan 2). Hal ini juga dikuatkan berdasarkan hasil wawancara dengan H. Mudjidi, S.Ag., S.Pd. mengatakan bahwa “Kadang saya tidak mengisi materi akhlaq karena ada pekerjaan lain di luar panti, tidak ada jam pengganti untuk mengajar materi ini di hari dan jam lain”. (Catatan Lapangan 3). Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti pada hari Minggu tanggal 15 April 2012 pukul 16.30 di ruang kelas, pengasuh pendidikan di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” kurang antusias dalam memberikan materi pada anak yatim khususnya dalam memberikan materi pendidikan moral. Hal tersebut dapat dilihat dari pengasuh materi sikap di Panti asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” yang sedang ada kepentingan tidak mengisi materi pendidikan sikap (moral) sehingga pada jam pelajaran tersebut kosong dan tidak ada jam lain atau hari lain untuk menggantikan pemberian materi sikap (moral) yang waktunya hanya 1 minggu sekali. Tingkat pendidikan ustadz yang mengajarkan pendidikan moral terdiri dari berbagai tingkatan sekolah mulai dari SMA, Strata-1 hal ini mengakibatkan penguasaan materi untuk masing-masing ustadz juga berbeda. Ini berarti bahwa pengasuh kurang antusias terhadap perubahan perilaku anak yatim dan kurangnya waktu untuk bimbingan sikap dan akhlaq sehingga membuat tidak efektifnya penerapan pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”. Selain itu, ustadz yang commit to user materi karena ada acara yang memberikan materi juga tidak memberikan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 100
lain. Hal ini mengakibatkan proses pembelajaran di panti menjadi terhambat.
2) Fasilitas Fasilitas yang diberikan pihak Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” menurut pengasuh dan peserta didik (anak yatim) dapat dikatakan baik, hal tersebut dapat dilihat dari fasilitas kelas yang digunakan untuk bimbingan kegiatan pendidikan moral yaitu berupa meja, papan tulis, spidol masih layak untuk digunakan. Namun pada kenyataannya Panti Asuhan “Miftahul Jannah” masih dalam proses pembangunan sehingga dengan keterbatasan fasilitas kegiatan belajar mengajar dilaksanakan dengan duduk di lantai (lesehan). Hal ini disampaikan oleh H. Moryono H. I. mengatakan bahwa “Pendidikan ba‟da ashar (termasuk materi sikap dan akhlaq) biasanya dilaksanakan di ruang tidur karena anak merasa nyaman, padahal juga terdapat ruang belajar”. (Catatan Lapangan 1). Berdasarkan wawancara dengan H. Sunaryo, BA mengatakan bahwa “Fasilitas di panti cukup lumayan terdapat papan tulis, spidol, penghapus, meja hanya saja tidak terdapat kursi sehingga anak-anak duduk di bawah (lantai) padahal lantainya dingin, yang saya takutkan anak-anak akan mudah sakit akan lebih baik jika diberi alas duduk”. (Catatan Lapangan 2). Hal serupa juga disampaikan oleh H. Mudjidi, S.Ag., S.Pd. mengatakan bahwa “Fasilitasnya cukup memadai dan dapat digunakan semaksimal mungkin sehingga akan membantu proses pembelajaran, tetapi suasana pembangunan yang sedang berjalan sangat mengganggu”. (Catatan Lapangan 3). Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti, fasilitas pendukung kegiatan pembelajaran memadai sudah terdapat 2 buah papan tulis, 3 buah spidol, penghapus dan meja yang masih baru dan layak untuk digunakan. Selain itu kondisi ruang kelas juga nyaman dan terang (untuk lebih jelas dapat dilihat lampiran 17). Akan tetapi kondisi lantai yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 101
begitu dingin tanpa adanya alas duduk yang memadai mengakibatkan anak sering flu. Jadi peneliti menyimpulkan bahwa fasilitas sebagai pendukung pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” masih kurang karena beberapa fasilitas
yang mengganggu pelaksanaan
pembelajaran. Akan tetapi pada dasarnya kondisi ruang kelas sudah nyaman dan sangat mendukung proses pembelajaran tetapi ketika pembangunan berjalan akan menimbulkan kebisingan dan mengganggu konsentrasi siswa. 3) Perlengkapan Perlengkapan dalam kegiatan bimbingan pendidikan moral dapat dikatakan kurang, karena tidak memiliki LCD pribadi. Padahal dengan adanya LCD dapat membantu dalam penerapan pendidikan moral misalnya dengan diputarkannya film-film motivasi dan mendidik yang dapat menumbuhkan semangat anak yatim untuk menjadikan sikap disiplin yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan wawancara H. Moryono H. I. mengatakan bahwa “Pada dasarnya perlengkapan disini sudah memadai untuk pendidikan moral, tapi akan jauh lebih baik jika ada LCD yang memudahkan dalam pembelajaran pemutaran film”. (Catatan Lapangan 1). Berdasarkan wawancara dengan H. Sunaryo, BA mengatakan bahwa “Perlengkapan yang tersedia di panti dalam mendukung kegiatan pembelajaran sudah memadai, sudah tersedia televisi dan VCD sebagai pengganti LCD untuk kegiatan pemutaran film-film motivasi”. (Catatan Lapangan 2). Hal ini sesuai dengan wawancara dengan H. Mudjidi, S.Ag., S.Pd. mengatakan bahwa “Dalam pemutaran film-film motivasi dengan menggunakan televisi dan VCD”. (Catatan Lapangan3). Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti pada hari Minggu tanggal 15 April 2012 pukul 16.00 pada saat bimbingan sikap yang disampaikan oleh Muhammad Tri Wibowo menggunakan kaset VCD commit to user dan memutarkan yang berisi perbandingan sikap anak yang disiplin dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 102
tidak disiplin beserta dampak yang ditimbulkan. Peserta didik (anak yatim) mengamati dengan seksama dan dibeberapa kesempatan pemutaran kaset ustadz menerangkan sikap disiplin.
4) Materi Pembelajaran Peran pengasuh sebagai pengajar harus bisa menjadi fasilitator bagi peserta didiknya dalam menerima materi yang disampaikan, tetapi bukan hanya sekedar pengajar melainkan juga sebagai pendidik. Sebagai pengasuh hendaknya tetap mengaitkan materi-materi pembelajaran pendidikan moral dengan kondisi lingkungan yang ada, agar anak yatim dapat menerapkan hasil belajarnya tersebut ke dalam lingkungannya tidak hanya pandai teori. Penerapan materi pendidikan moral dikembangkan tidak mengacu pada materi pokok yang ada dalam silabus. Dalam Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” pengasuh penidikan moral dalam memberikan materi tidak menggunakan materi yang sesuai dengan silabus, pengasuh memberikan materi sesuai dengan apa yang ingin disampaikan pengasuh, sebab disini setiap pengasuh tidak membuat silabus tidak seperti pendidikan formal, sehingga tidak ada yang dijadikan acuan. Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara dengan H. Moryono, H I selaku pengasuh dan penanggung jawab harian mengatakan bahwa Mengenai silabus Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” tidak membuat karena Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” ini bukan seperti pendidikan formal yang ada melainkan merupakan pendidikan informal yang berperan sebagai pengganti keluarga yang telah meninggal dunia. (Catatan Lapangan 1). Berdasarkan hasil wawancara dengan H. Sunaryo, BA mengatakan bahwa “Mengenai silabus saya tidak pernah membuat”. (Catatan Lapangan 2). Sedangkan berdasarkan hasil wawancara dengan H. Mudjidi, S. Ag., S.Pd. mengatakan bahwa “Dulu ketika saya mengajar saya membuat silabus, tapi kesininya saya sudah tidak membuat”. (Catatan Lapangan 3). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 103
Jadi dapat dsimpulkan bahwa mengenai materi pembelajaran belum efektif, sebab belum disusun secara terprogram. Padahal sebagai sub sistem pendidikan nasional seharusnya Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” yang menyelenggarakan pendidikan nonformal dalam memberikan materi pendidikan moral harusnya diprogram secara teratur, agar jelas materi apa saja yang akan diberikan kepada peserta didik (anak yatim) dan disesuaikan dengan kemampuan peserta didik. Sumber buku yang digunakan oleh pengasuh pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” ada yang menggunakan lebih dari sumber dan ada juga yang tidak memakai buku pedoman (acuan) atau buku paket. Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara dengan H. Moryono H I selaku pengasuh atau penangung jawab harian pmengatakan bahwa “Untuk sumber buku yang digunakan tidak hanya 1 buku tergantung dari pengasuh”. (Catatan Lapangan 1). Namun berdasarkan hasil wawancara dengan H. Sunaryo, BA mengatakan bahwa “Dalam mengajar saya tidak memakai buku pedoman atau buku paket”. (Catatan Lapangan 2). Berdasarkan hasil wawancara dengan H. Mudjidi, S.Ag., S.Pd. mengatakan bahwa “Buku yang saya gunakan tidak hanya 1 buku ada buku tentang akhlaq dan agama”. (Catatan Lapangan 3). Berdasarkan observasi pada hari Kamis tanggal 12 April 2012 dan hari Minggu tanggal 15 April 2012, pada saat ustadz memberikan materi kepada peserta didik (anak yatim) membawa satu buku mengenai materi yang diajarkan. Ustadz tidak membawa bahan materi yang lain yang berkaitan. Selain itu ustadz juga tidak memiliki silabus yang digunakan untuk menyusun rencana pembelajaran. Jadi dapat disimpulkan bahwa mengenai materi pembelajaran kurang efektif dilihat dari sumber buku yang digunakan masih ada beberapa pengasuh yang tidak menggunakan buku pedoman dalam mengajar. Kemudian seperti yang peneliti lihat di lapangan sumber buku to user tersebut hanya menjadi commit pegangang pengasuh saja, anak yatim tidak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 104
diberikan kopiannya, sehingga akan sulit bagi anak yatim untuk dapat memahami apa yang diajarkan oleh pengasuh. Pemberian materi pendidikan moral tidak hanya memberikan materi saja tetapi sebagai seorang pengasuh harus memberikan pemahaman kepada anak yatim agar mudah dimengerti dan dipahami sehingga diharapkan perilaku disiplin anak yatim dapat berubah. 5) Metode Pembelajaran Metode
dapat
diartikan
sebagai
model
atau
pendekatan
pembelajaran yang tepat untuk memperlancar kegiatan pembelajaran. Untuk menyampaikan materi pembelajaran kepada peserta didik diperlukan suatu metode pembelajaran yang tepat. Metode pembelajaran yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan tujuan dan materi pelajaran yang akan dikuasai oleh peserta didik (anak yatim). Pemilihan metode mengajar yang akan digunakan harus dapat membantu kelancaran dan kefektifan kegiatan belajar mengajar. Sedangkan kegiatan bimbingan di luar kelas biasanya dilakukan dengan permainan kelompok yang dibimbing oleh pengasuh selaku pembimbing dari anak yatim. Kegiatan di luar kelas ini bertujuan untuk melihat seberapa disiplin anak tersebut ketika berada di luar kelas melalui berbagai tata tertib dan kegiatan harian anak yatim. Kegiatan bimbingan di luar kelas juga digunakan untuk menghilangkan rasa jenuh karena sebagian besar kegiatan bimbingan untuk anak yatim dilaksanakan di dalam kelas. Pembelajaran di dalam kelas maupun di luar kelas harus mampu menumbuhkembangkan berbagai kemampuan anak yatim. Menanamkan nilai-nilai pendidikan moral pada anak yatim tidaklah mudah, apalagi sasarannya pada anak yatim yang sejak awal tidak pernah mendapatkan bimbingan dari orang tua, sehingga dibutuhkan seorang pengasuh yang berkompetensi untuk dapat memilih model pembelajaran dan metode yang cocok agar anak yatim tertarik dan mudah memahami materi yang diberikan serta agar tidak membosankan. Seperti to userH. I. mengatakan bahwa “Dalam hasil wawancara dengan commit H. Moryono
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 105
penyampaian
materi
tergantung
dari
bagaimana
pengasuh
menyampaikannya agar anak yatim dapat memahami apa yang diajarkan”. (Catatan Lapangan 1). Kemudian berdasarkan hasil wawancara dengan H. Sunaryo, BA mengatakan bahwa “Cara penyampaian materi oleh pengasuh mempengaruhi tingkat pemahaman anak yatim dan saya selalu melakukan inovasi pembelajaran yang dilakukan di dalam dan di luar kelas”. (Catatan Lapangan 2).Hal ini juga dikuatkan berdasarkan hasil wawancara dengan H. Mudjidi, S.Ag., S.Pd. yang mengatakan bahwa: Dalam memberikan materi juga tergantung dari bagaimana cara pengasuh menyampaikan materi tersebut. Saya memberikan materi kepada anak yatim tidak hanya menggunakan metode ceramah dan tanya jawab saja tetapi dengan membuka materi sebelum mengajar dengan menyanyi lagu islami dan memberikan kata kunci dari materi yang akan saya sampaikan. Hal ini agar anak yatim tidak merasa bosan. (Catatan Lapangan 4). Dengan memberikan kata kunci pada saat menerangkan materi seperti yang dilakukan H. Mudjidi, S. Ag., S.Pd. diharapkan dapat membantu anak yatim agar mereka mengerti dan paham maksud dari materi yang diberikan pengasuh. Namun kenyataan di lapangan yang peneliti lihat tidak semua pengasuh dalam mengajar memberikan kata kunci dari materi yang mereka berikan kepada anak yatim. Berdasarkan wawancara tersebut dapat disimpulkan kegiatan belajar mengajar atau kegiatan bimbingan di dalam Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” dibedakan menjadi dua yaitu kegiatan bimbingan belajar mengajar di dalam kelas dan di luar kelas. Kegiatan bimbingan di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” yang dilakukan di dalam kelas menggunakan metode ceramah, diskusi dan tanya jawab. Kegiatan bimbingan pendidikan moral sendiri biasanya dilakukan di dalam kelas. Keberhasilan untuk menanamkan nilai-nilai moral melalui pendidikan moral dipengaruhi juga dari cara penyampaian seorang pengasuh sendiri.. Hal inilah yang akan mendukung terciptanya ketrampilan intelektual, sosial, dan personal yang didasarkan pada logika, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 106
inspirasi, kreativitas, moral, dan sikap secara komprehensif antara guru dalam hal ini pengasuh dan peserta didik (anak yatim). Adapun tabel rencana dan hasil dari indikator input di atas adalah sebagai berikut:
Tabel 9. Rencana dan hasil dari Indikator Input No Indikator Input 1 Karakteristik guru (pengasuh) pendidikan moral
Rencana Pengasuh pendidikan moral diwajibkan mengisi materi bimbingan kepada anak yatim Meja, kursi, papan tulis, spidol
2
Fasilitas
3
Perlengkapan
Menggunakan LCD
4
Materi Pembelajaran
Menggunakan sumber buku dan silabus
5
Metode Pembelajaran
Bervariasi
Hasil Pengasuh tidak mengisi materi dalam kegiatan bimbingan akhlaq (pendidikan moral), dengan kata lain sering kosong. Belum terdapat kursi, pembelajaran dilaksanakan dengan duduk di lantai (lesehan) Tidak adanya LCD dan kurangnya sarana prasarana penunjang pendidikan moral seperti alat peraga. Buku hanya sebagai pegangan pengasuh, anak yatim (peserta didik) hanya dijelaskan materinya saja tanpa diberikan fotokopian materi yang diajarkan dan ada pengasuh yang tidak menggunakan buku pedoman atau buku paket dalam memberikan materi Ceramah, tanya jawab, diskusi kelompok, sama untuk semua usia.
b. Indikator Process Indikator proses ini mencakup: 1) Perilaku Administratif Guru Perilaku adalah sikap dan tindakan nyata yang ada pada diri to user manusia yang merupakancommit tanggapan atas perilaku yang telah dilakukan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 107
manusia tersebut. Perilaku administratif guru merupakan suatu tindakan atau suatu kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh guru untuk membantu, melayani, mengarahkan, ataupun mengatur semua kegiatan yang ada untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Guru dalam Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” disebut sebagai pengasuh atau ustadz, sedangkan anak yatim sebagai peserta didiknya. Pengasuh harus mempunyai kemampuan untuk memberikan motivasi kepada anak yatim untuk belajar giat dan menanamkan kepercayaan kepada anak yatim untuk mempelajari sesuatu sesuai dengan minat dan kemampuannya berdasarkan tata tertib dan peraturan yang ada di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” yang harus dikembangkan. Berdasarkan wawancara dengan H. Moryono H. I. mengatakan bahwa “Pada dasarnya ustadz pendidikan moral telah memiliki kualitas yang sangat bagus, tetapi karena kesibukan masing-masing ustadz jadi sering kosong”. (Catatan Lapangan 1). Hal serupa juga disampaikan oleh H. Sunaryo, BA mengatakan bahwa “Saya berusaha untuk tetap mengisi bimbingan walau terkadang berbenturan dengan kegiatan di luar. Selain itu ketika saya bisa hadir untuk mengajar, sikap dan materi sudah saya persiapan agar menarik dan mudah dipahami”. (Catatan Lapangan 2). Berdasarkan wawancara dengan H. Mudjidi, S.Ag., S.Pd. mengatakan bahwa: Dalam pembelajaran saya selalu memberikan motivasi kepada anak untuk selalu mengembangkan bakat yang diminati dan melaksanakan tata tertib yang ada di panti. Dalam mengarahkan anak saya selalu memberikan kepercayaan kepada mereka untuk dapat menjadi insan yang berkualitas dan saya berusaha untuk dapat memberikan contoh yang baik kepada anak-anak. (Catatan lapangan 3). Berdasarkan wawancara di atas pengasuh hendaknya menjadi contoh dan motivator dalam penanaman nilai-nilai moral dan menjadi suri teladan dalam aplikasi pendidikan moral. Jadi berhasil tidaknya suatu proses pendidikan juga dipengaruhi oleh pengasuh yang ada. Pengasuh commit to user pendidikan moral harus memberikan contoh atau teladan yang baik kepada
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 108
semua anak yatim dan harus pandai memilih strategi dalam memberikan materi khususnya materi pendidikan moral agar menarik dan mudah dipahami anak yatim.
2) Alokasi Waktu Guru Alokasi waktu guru merupakan waktu yang digunakan guru untuk menyampaikan materi kepada anak didik. Waktu yang digunakan harus memadai sehingga dapat digunakan secara efektif. Alokasi waktu yang digunakan untuk pendidikan moral 1½ jam. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan hasil wawancara dengan H. Moryono, H I mengatakan bahwa “Waktu untuk pendidikan moral 1½ jam”. (Catatan Lapangan 1). Menurut hasil wawancara dengan H. Sunaryo, BA mengatakan bahwa “Untuk waktu pendidikan moral khususnya bimbingan sikap 1½ jam, manurut saya kurang karena 1 minggunya hanya 1 kali”. (Catatan Lapangan 2). Sedangkan berdasarkan hasil wawancara dengan H. Mudjidi, S.Ag., S.Pd. mengatakan bahwa “Waktu untuk pembinaan akhlaq 1½ jam untuk 1 kali pertemuan, menurut saya waktu tersebut kurang karena anak yatim membutuhkan waktu yang sedikit lebih banyak agar anak yatim paham dan mengerti materi yang saya ajarkan”. (Catatan Lapangan 3). Jadi dapat disimpulkan bahwa waktu yang diberikan kepada pengsuh pendidikan moral dirasa masih kurang, apalagi berdasarkan kenyataan yang peneliti lihat di lapangan pengasuh kadang tidak mengisi pada saat jam bimbingan karena ada halangan tugas di luar panti. Sedangkan waktu untuk pembinaan agama untuk pengasuh kurang karena jumlah anak yatim yang banyak membutuhkan waktu yang banyak pula agar anak yatim paham dan mengerti yang diajarkan. 3) Alokasi Waktu Peserta Didik Alokasi waktu peserta didik dalam pembelajaran pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” dirasakan sudah cukup commit to user bagi anak yatim hanya saja waktu tersebut tidak efektif bagi mereka
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 109
karena anak yatim sendiri yang membuat waktu tersebut tidak efektif, hal tersebut dapat dilihat dari hasil wawancara (anak yatim) Eko Wahyono, yang mengatakan bahwa “Saya terkadang tidak ikut kegiatan bimbingan karena malas, saya sedikit sulit memahami apa yang diajarkan oleh ustadz”. (Catatan Lapangan 4). Hal ini juga dikuatkan berdasarkan hasil wawancara dengan Pamungkas Adi Madesa mengatakan bahwa “Kadang waktu bimbingan saya ketiduran di kamar karena saya kecapekan mengerjakan tugas sekolah”. (Catatan Lapangan 5). Hal serupa juga dikatakan oleh Ilham Taufiqurohman pada hari Minggu tanggal 15 April 2012 mengatakan bahwa “Kadang saya malas mengikuti kegiatan bimbingan, karena saya ketiduran di kamar, biasanya saya dibangunin, selain itu saya mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolah terkadang saya ijin untuk tidak mengikuti kegiatan ba‟da ashar tersebut”. (Catatan Lapangan 6). Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti di lapangan terhadap alokasi waktu peserta didik karena alokasi waktu yang diberikan pada waktu yang digunakan untuk istirahat. Ketika anak memiliki jam tambahan di sekolah sampai pukul 03.00 dan sampai di panti harus mengikuti kegiatan bimbingan pendidikan moral kembali akan sulit bagi siswa untuk dapat menerima pelajaran. Selain itu terkadang ustaz tidak datang dalam bimbingan, pikiran anak menjadi terpola setiap hari bahwa ustaz tidak datang dan menimbulkan rasa malas untuk mengikuti pendidikan moral. Anak juga memiliki waktu untuk pulang ke rumah dengan membawa izin dari pihak panti asuhan. Sedangkan untuk hari libur lebaran pihak panti juga memberikan surat liburan hari raya kepada keluarga yang masih ada. Surat pengantar liburan hari raya berisi himbauan kepada wali anak untuk tetap menjaga kualitas keimanan anak yatim. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa salah satu alasan anak yatim malas mangikuti bimbingan karena mereka tidak mengerti commit to user materi apa yang diberikan ustadz, hal ini disebabkan karena usia anak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 110
yatim yang masih kecil itu sendiri ada yang masih TK. Hal ini menyebabkan kesadaran mereka untuk belajar masih sangat rendah. Selain itu proses pembelajaran pendidikan moral yang dilakukan ba‟da ashar kurang efektif karena pada jam tersebut anak baru bangun tidur siang dan beberapa anak belum pulang sekolah karena mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Perilaku administrasi pengajar / ustadz pendidikan moral juga kurang karena masih terdapat ustadz yang tidak mengisi materi tanpa keterangan dan membiarkan kosong. Adapun tabel rencana dan hasil dari indikator proses di atas adalah sebagai berikut: Tabel 10. Rencana dan hasil dari Indikator Prosess No Indikator Proses 1 Perilaku Adminisrasi
2
3
Rencana Memberikan metode pembelajaran yang bervariasi
Hasil Metode yang digunakan pengasuh bervariasi, tetapi mengenai model kurang bervariasi Alokasi waktu Direncanakan 1½ jam Untuk pendidikan moral Guru (khususnya bimbingan sikap) dirasa kurang karena 1 minggunya hanya 1 kali pertemuan dan itu dan itu pun kadang ustaz tidak mengisi karena ada tugas kantor dan tidak diganti pada waktu atau hari yang lain. Sedangkangkan untuk pendidikan moral (khususnya pembinaan akhlaq) sudah cukup namun ada beberapa ustaz yang merasa waktu tersebut kurang Alokasi waktu Direncanakan 1½ jam Belum cukup karena 1½ peserta didik jam itu untuk bimbingan selama 1 minggu untuk 1 kali pertemuan. Namun anak yatim sendiri yang membuat waktu tersebut commit to user tidak cukup (belum
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 111 maksimal) karena anak yatim sendiri yang tidak mengikuti kegiatan bimbingan tersebut karena malas.
c. Indikator Output Indikator output ini mencakup: 1) Hasil-hasil yang Berhubungan dengan Prestasi Belajar Prestasi belajar adalah hasil yang tampak dari kegiatan menggali ilmu dan ketrampilan. Prestasi belajar bisa dinilai dari tiga aspek yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Selain itu perkembangan mental dan sikap dari anak yatim juga harus menjadi perhatian pembimbingan dan ustadz. Oleh karena itu penilaian pada ranah afektif perlu dilakukan secara serius. Sehingga prestasi belajar yang diperoleh dapat benar-benar menunjukkan perubahan ke arah positif pada semua aspek. Baik itu perubahan pengetahuan, sikap maupun skill. Penerapan pendidikan moral tidak hanya melihat pada aspek kecerdasan kognitif saja melainkan juga perlu memperhatikan aspek afektif dan psikomotorik. Sebab penerapan pendidikan moral sendiri bertujuan untuk mengembangkan watak maupun karakter dari anak yatim kearah yang lebih baik agar menjadi manusia yang bermoral dan hidup normatif di dalam masyarakat. Berdasarkan wawancara dengan H. Moryono, H I mengatakan bahwa: Hasil dari pembelajaran di panti asuhan meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor dengan nilai (BB) Baik sekali, (B) Baik, (C) Cukup dan (K) Kurang. Penilaiannya meliputi beberapa macam termasuk ketaatan dan kedisiplinan. Dengan adanya laporan nilai kegiatan anak ini nantinya akan terlihat hasil dari pembelajaran. (Catatan Lapangan 1). Hal serupa juga disampaikan oleh H. Sunaryo, BA selaku ustadz bimbingan sopan santun dan perilaku anak yang menyampaikan bahwa: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 112
Anak-anak sudah tinggal di panti memiliki nilai dan prestasi yang baik dalam materi sopan santun, hal ini dapat dilihat dalam Laporan Nilai Kegiatan Anak sopan santun minimal memperoleh nilai (B) Baik. Hal yang berbeda dapat dilihat pada anak yang baru saja masuk panti, mereka cenderung bebas dan seenaknya sendiri. Biasanya saya akan melakukan bimbingan ekstra pada pada anak tersebut (tambahan bimbingan), sehingga anak tersebut dapat mengikuti sopan santun anak yang lain. (Catatan Lapangan 2). Berdasarkan wawancara dengan H. Mudjidi, S.Ag., S.Pd. “Hasil dari pendidikan moral yang diajarkan di panti asuhan dapat kita lihat sekarang, hanya pada anak yang usianya masih kecil kesadaran mereka belum muncul tapi hanya mengikuti kakak-kakak saja”. (Catatan Lapangan 3). Dalam penilaian mengenai prestasi belajar khususnya dalam hal penilaian sikap dari perilaku peserta didik dalam hal ini adalah anak yatim dilakukan oleh pembimbing dari masing-masing anak yatim dengan memperhatikan beberapa kriteria yang pada hasil akhirnya penilaian tersebutlah yang menentukan apakah anak yatim sudah dirasa cukup untuk mendapatkan pembinaan selama di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” yang dilihat dari berbagai aspek kegiatan bimbingan, salah satunya pendidikan moral. Penilaian tersebut juga dilakukan oleh ustaz melalui absensi anak yatim dalam mengikuti kegiatan bimbingan selama di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftshul Jannah”. Kemudian untuk melihat prestasi belajar anak yatim dari segi ketrampilan dapat dilihat dari hasil karya anak yatim sendiri selama mereka mengikuti kegiatan bimbingan ketrampilan. 2) Hasil-hasil yang Berhubungan dengan Perubahan Sikap yang Konsisten Indikator output yang lain mencakup perubahan perilaku atau sikap dari anak yatim setelah mereka menerima pelajaran dari ustadz. Belajar sendiri merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam membentuk pribadi dan perilaku disiplin individu. Sebab belajar merupakan proses kegiatan untuk mengubah tingkah laku peserta commit to user didik. Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 113
pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh perubahan dalam sikap disiplinnya. Sehingga dalam hal ini peran pendidikan moral baik dalam sekolah formal maupun nonformal sangat penting dalam membentuk kepribadian peserta didik yang memiliki moral, berbudi pekerti dan berakhlak mulia, sebab peserta didik yang memiliki kecerdasan intelektual setinggi apapun tidak akan bermanfaat secara positif bila tidak memiliki kecerdasan afektif secara emosional, sosial, maupun spiritual. Berdasarkan wawancara dengan H. Moryono, H I selaku penanggung jawab harian di panti “Anak pada dasarnya sudah memiliki sikap disiplin hanya saja penerapan hanya terbatas ketika ada pengasuh dan ustadz” (Catatan Lapangan 1). Hal serupa juga disampaikan H. Sunaryo, BA selaku ustadz bimbingan sopan santun dan perilaku anak “Sikap anak dapat dilihat dari keikutsertaannya dalam semua kegiatan bimbingan di panti, misalnya dalam kegiatan sholat dan kegiatan bimbingan lainnya masih saja ada yang tidak ikut, padahal tidak sedang berhalangan tetapi karena malas” (Catatan Lapangan 2). Hal serupa juga disampaikan H. Mudjidi, S.Ag, S. Pd menyatakan bahwa: Perubahan sikap belum begitu terlihat pada diri anak, anak masih bimbang dan ragu dalam melaksanakan peraturan. Akan tetapi secara sikap anak sudah tertib. Seiring kedewasaan umur dan pola piket mereka akan mengakibatkan timbulnya sikap konsisten pada anak. Kalau untuk saat ini belum terlihat sikap konsisten pada anak. Anak masing terkadang menaati peraturan terkadang juga melanggar peraturan yang lain. (Catatan Lapangan 3). Berdasarkan wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa anak belum secara konsisten memiliki sikap disiplin. Anak pada suatu waktu menaati peraturan dan pada peraturan yang lain mereka masih melanggar. Pendidikan moral yang diberikan kepada peserta didik dalam hal ini anak yatim bertujuan untuk membentuk dan mengembangkan karakter atau watak dari peserta didik yang berkaitan dengan hati nurani sebagai bentuk commit to user kesadaran diri untuk bertindak. Untuk mengetahui apakah anak yatim telah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 114
memiliki disiplin moral atau belum dapat dilihat dari sikap dan perilaku yang ditunjukkannya dalam kehidupan sehari-harinya baik selama mereka di panti asuhan maupun saat mereka berada di sekolah. Ini menandakan bahwa sikap dan perilaku dari anak yatim sendiri belum menunjukkan disiplin moral karena anak yatim sendiri bertindak tidak karena kewajiban kewajiban. Selain itu juga dapat dilihat dari skor pelanggaran siswa di masing-masing sekolah dimana anak yatim tersebut bersekolah. Adapun tabel rencana dan hasil dari indikator output di atas adalah sebagai berikut: Tabel 11. Rencana dan Hasil daari Indikator Output No 1
2
Indikator Rencana Output Hasil yang Mencapai aspek berhubungan kognitif, afektif, dan dengan prestasi psikomotor belajar
Hasil yang Mencapai tujuan berhubungan pembelajaran dengan pendidikan moral perubahan sikap
Hasil Kurang maksimal dalam mencapai aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik karena faktor dari anak yatim (sebagai peserta didik) sendiri yang memiliki usia yang masih sangat kecil, dan ustaz yang memberikan materi tidak disesuaikan dengan kemampuan, usia dan jenjang pendidikan anak yatim, dan diberikan secara bersama-sama Kurang maksimal dalam mencapai tujuan pembelajaran pendidikan moral, karena masih adanya anak yatim yang memiliki catatan pelanggaran di panti.
d. Indikator Outcome Indikator outcome ini meliputi: 1) Tingkat Kedisiplinan Anak di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” Pendidikan moral yang dilaksanakan bertujuan untuk menjadikan commit to user peserta didik menjadi anak yang bermoral dan memiliki disiplin yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 115
tinggi terhadap peraturan yang ada. Oleh karena itu perlu dilihat sejauh mana anak melaksanakan tata tertib yang terdapat di panti sebelum melihat pelaksanaan tata tertib di sekolah. Berdasarkan wawancara dengan H. Moryono, HI yang mengatakan bahwa “Tingkat kedisiplinan anak dalam melaksanakan tata tertib cukup untuk usia mereka. Hanya saja terkadang pengaruh teman di sekolah yang mengajaknya untuk bermain pada jam istirahat pulang sekolah”. (Catatan Lapangan 1). Berbeda dengan yang disampaikan H. Sunaryo, BA yang mengatakan bahwa “Anak cenderung kurang disiplin bila ada kegiatan pembelajaran, ada beberapa anak yang tidak hadir tetapi dalam sopan santun anak sangat baik”. (Catatan Lapangan 2). Hal serupa juga disampaikan oleh H. Mudjidi, S.Ag, S. Pd yang mengatakan bahwa “Masalah kedisiplinan anak masih kurang, ketika pembelajaran saya masih terdapat anak yang tidak hadir apalagi anak yataim ayang masuk santunan luar”. (Catatan Lapangan 3). Hal tersebut sesuai dengan observasi yang dilakukan peneliti di lapangan pada hari Minggu tanggal 15 April 2012 pukul 16.00 dimana masih terdapat anak yang tidak mengikuti kegiatan pembelajaran bimbingan sikap, ini menunjukkan bahwa beberapa anak tidak memiliki sikap disiplin terhadap peraturan, dan beberapa lagi yang datang dalam pembelajaran hanya tidur saja. Hal ini menunjukkan kesadaran anak untuk melaksanakan disiplin hanya faktor dari luar bukan kesadaran dari dalam dirinya untuk bersikap disiplin. Dari wawancara dan observasi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa anak yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” masih kurang dalam melakukan sikap disiplin karena anak yatim masih ada yang melanggar tata tertib panti dan beberapa yang melaksanakan karena takut pada pengasuh. Anak yatim yang melanggar tata tertib akan diberikan hukuman sesuai dengan kesalahan yang mereka lakukan. Hukuman yang diberikan adalah dengan hafalan surat dan do‟a sehari-hari. to user 2) Tingkat Kedisiplinan Anakcommit di Sekolah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 116
Target terakhir pendidikan nonformal juga berbeda dengan pendidikan formal (sekolah), dalam pendidikan nonformal adalah bagaimana peserta didik dapat menerapkan hasil pendidikannya dalam dunia sosial kemasyarakatan. Berbeda dengan pendidikan formal (sekolah) yang target akhirnya jumlah lulusan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya. Peserta didik (anak yatim) dikatakan mandiri dan mempunyai disiplin apabila mereka mempunyai disiplin terhadap dirinya berdasarkan kesadaran yang muncul dari dalam hati, bukan karena hukuman yang ada. Tingkat kedisiplinan anak dapat dilihat berdasarkan wawancara dengan Dra. Indiah Sri Maharsi selaku wali kelas Pamungkas Adi Madesa (SMP Negeri 6 Sukoharjo) mengatakan bahwa “Pamungkas anak yang tertib, dan tidak memiliki perbedaan sikap disiplin dengan teman-temannya yang lain dan tidak memiliki catatan dengan guru BK. Hanya saja anak ini agak pendiam, tapi lumayan pandai”. (Catatan Lapangan 7). Hal serupa juga disampaikan oleh Sri Lestari, S. Pd selaku wali kelas Ilham Taufiqurohman (SD Negeri Jetis IV) mengatakan bahwa “Ilham anak yang pandai, mudah bergaul, tertib dan sopan kepada orang lain. Dia cukup disiplin, tetapi terkadang sering ketiduran di kelas”. (Catatan Lapangan 8). Berdasarkan wawancara dengan Hadi Prianto selaku Guru Bimbingan Konseling (MTsN Sukoharjo) mengatakan bahwa: “Eko Wahyono pada dasarnya anak yang cukup disiplin akan tetapi pada hari Jum‟at tanggal 9 Maret 2012 dia merokok di sekolah. Tindakan sekolah memberikan teguran dan membuat surat pernyataan untuk tidak mengulangi lagi. Saya belum menghubungi pihak panti karena anak tersebut baru kali ini melakukan pelanggaran tata tertib”. (Catatan Lapangan 9). Berdasarkan observasi di SD N Jetis 4 dan SMP N 6 Sukoharjo masih terdapat anak yang melanggar tata tertib di sekolah seperti bermain saat pelajaran, makan saat pelajaran dan mengantuk saat pelajaran. Pada dasarnya anak yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah cukup disiplin ketika berada di sekolah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 117
Berdasarkan uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa outcome yang diharapkan dari pendidikan moral yang telah diterapkan di Panti asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” belum optimal. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran anak untuk bersikap disiplin mulai ada dan terbawa ke luar panti. Hanya saja terkadang pengaruh lingkungan terutama teman sekolah sangat besar untuk melakukan pelanggaran tata tertib. Adapun tabel rencana dan hasil dari indikator outcome di atas adalah sebagai berikut: Tabel 12. Tabel Rencana dan Hasil dari Indikator Outcome No 1
2
Indikator Outcome Tingkat Kedisiplinan Anak di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” Tingkat Kedisiplinan Anak di Sekolah
Rencana
Hasil
Mencapai kedisiplinan tanpa melanggar tata teta tertib panti yang ada
Kurang maksimal dalam mencapai tingkat kedisiplinan, terdapat anak yang masih melanggar dan masuk dalam buku catatan pelanggaran (lihat lampiran 23) Kurang maksimal dalam mencapai tujuan sikap disiplin. Terdapat anak yang melanggar tata tertib di sekolah dan masuk dalam buku catatan pelanggaran di sekolah.
Melaksanakan semua tata tertib di sekolah dan memiliki sikap disiplin.
Sesuai dengan indikator dari efektivitas penerapan pendidikan moral di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” dikatakan kurang efektif sehingga masih ada anak yatim yang belum terbentuk sebagai pribadi yang terdidik secara moral yang mempunyai disiplin moral. Pribadi yang terdidik secara moral adalah seseorang yang belajar (di sekolah atau dimanapun juga) untuk hidup dalam satu cara yang merefleksikan kesan dan praktik kewajiban untuk mengembangkan norma-norma dan cita-cita sosial. Maksudnya bahwa pribadi yang terdidik secara moral adalah commit to usersesuai dengan aturan-aturan yang seseorang yang telah belajar untuk bertindak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 118
ada dan menjadi sadar dan bahagia dengan tindakan-tindakan dan nilai-nilainya. Tetapi kenyataannya masih ada anak yatim yang belum terbentuk disiplin moralnya yang merupakan kewajiban anak yatim sendiri untuk bersikap disiplin terhadap tata tertib dan aturan yang ada di sekolah dan di panti ini berarti bahwa mereka tidak mempunyai disiplin terhadap dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya. Efektivitas bisa dilihat dengan perbandingan tingkat pencapaian dengan tujuan yang telah disusun sebelumnya. Ini dapat dilihat di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” sendiri dari indikator input, process, output dan outcomes belum sesuai dengan yang diharapkan. Mengenai penerapan kegiatan bimbingan pendidikan moralnya tidak seperti halnya pendidikan formal pada umumnya (sekolah), sebab Panti Asuhan Anak yatim “Miftahul Jannah” sendiri merupakan yayasan yang menyelenggarakan pendidikan nonformal bagi anak yatim sehingga terdapat perbedaan dengan pendidikan formal pada umunya dalam kegiatan belajar mengajarnya. Adapun perbedaannya yaitu dalam pendidikan nonformal umunya tidak dibagi atas jenjang, waktu penyampaian materi diprogram lebih pendek, usia siswa atau peserta didik tidak perlu sama, para peserta didik umumnya berorientasi studi jangka pendek. Bila anak panti tersebut ingin bertemu keluarga yang masih ada bisa meminta izin kepada penanggung jawab harian terbatas hari minggu atau hari libur dengan meminta surat izin (untuk lebih jelas silahkan lihat lampiran 22). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa efektivitas penerapan pendidikan moral dapat juga dilihat dari aspek pengetahuan, sikap dan perilaku anak yatim setelah mendapatkan pendidikan moral di panti. Adapun mengenai pengetahuan anak yatim mengenai pendidikan moral sendiri belum efektif, hal ini dikarenakan jenjang usia dan tingkat pendidikan yang berbeda sehingga tingkat serapan masing-masing anak juga berbeda. Kemudian mengenai sikap dan perilakunya juga belum efektif, hal ini dapat dilihat dari pada saat kegiatan bimbingan kadang ada yang tidak ikut bimbingan dengan alasan malas atau ketiduran, kemudian masih ada anak yatim yang tidak disiplin di sekolah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 119
3. Faktor yang Menjadi Kendala Sulitnya Penerapan Pendidikan yang Moral Dalam Membentuk Disiplin Moral Pada Anak Yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” Dalam pelaksanaan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral mengalami berbagai kendala. Kendala dalam pelaksanaannya terbagi dalam indikator input, process, output dan outcome. a. Indikator Input Indikator input ini mencakup: 1) Karakteristik Guru Pendidikan Moral Pengasuh dalam memberikan pendidikan moral tidak berdasarkan silabus. Hal ini berdasarkan kenyataan di lapangan yang peneliti lihat pengasuh tidak membuatnya. Hal ini menjadikan kendala dalam penerapan pendidikan moral yaitu tidak adanya acuan atau patokan pembelajaran pendidikan moral. Akan tetapi untuk setiap pengasuh pada masing-masing materi memiliki jadwal sekali dalam seminggu sebagai bentuk tanggung jawab pengasuh dalam memberikan bimbingan moral kepada anak yatim. Karakteristik guru pendidikan moral yang menjadi kendala adalah semangat dan motivasi guru dalam memberikan pendidikan moral masih sangat kurang. Guru sebagai fasilitator yang membantu anak yatim dalam memahami dan menghayati nilai-nilai moral kurang berkompeten. Hal ini berdasarkan wawancara dengan H. Moryono, H I mengatakan bahwa: “Faktor yang mempengaruhi penerapan pendidikan moral adalah cara penyampaian ustaz dalam memberikan materi. Bahan ajar yang diberikan ustadz kurang terstruktur, stretegi pembelajaran yang diberikan sama untuk semua anak baik yang sudah remaja maupun yang masih anak-anak”. (Catatan Lapangan 1). Kemudian berdasarkan hasil wawancara dengan H. Sunaryo, BA commit to user mengatakan bahwa “Penyampaian materi kepada anak saya lakukan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 120
dengan strategi yang sama tanpa memandang usia mereka, saya anggap mereka sudah paham dengan apa yang saya jelaskan”. (Catatan Lapangan 2). Sedangkan menurut hasil wawancara dengan Eko Wahyono mengatakan bahwa “Ustaz dalam memberikan materi membosankan dan saya biasanya langsung mengantuk terkadang materi minggu lalu diulang kembali”. (Catatan Lapangan 4). Hal serupa juga disampaikan oleh Ilham Taufiqorohman yang mengatakan bahwa “Ustaz sering menyampaikan materi yang sama secara berulang-ulang setiap minggunya”. (Catatan Lapangan 6). Ini berarti bahwa pengasuh kurang antusias terhadap perubahan perilaku anak yatim dan kurangnya waktu untuk bimbingan sikap dan akhlaq sehingga membuat tidak efektifnya penerapan pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”. Selain itu, ustadz yang memberikan materi juga tidak memberikan materi karena ada acara yang lain. Hal ini mengakibatkan proses pembelajaran di panti menjadi terhambat. Jadi intinya seorang pendidik tidak dilihat dari bagaimana kemampuannya mengembangkan ilmu pengetahuan tetapi dilihat dari bagaimana
pendidik
menyampaikan
materi
dan
melaksanakan
pembelajaran yang menarik dan dapat dimengerti oleh peserta didiknya. 2) Fasilitas Fasilitas yang diberikan pihak Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” menurut pengasuh dan peserta didik (anak yatim) dapat dikatakan baik, hal tersebut dapat dilihat dari fasilitas kelas yang digunakan untuk bimbingan kegiatan pendidikan moral yaitu berupa meja, papan tulis, spidol masih layak untuk digunakan. Namun pada kenyataannya Panti Asuhan “Miftahul Jannah” masih dalam proses pembangunan sehingga dengan keterbatasan fasilitas kegiatan belajar mengajar dilaksanakan dengan duduk di lantai (lesehan). Berdasarkan wawancara dengan H. Sunaryo, BA mengatakan bahwa “Fasilitas di panti cukup lumayan terdapat papan tulis, spidol, commit to user kursi sehingga anak-anak duduk penghapus, meja hanya saja tidak terdapat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 121
di bawah (lantai) padahal lantainya dingin, yang saya takutkan anak-anak akan mudah sakit akan lebih baik jika diberi alas duduk”. (Catatan Lapangan 2). Hal serupa juga disampaikan oleh H. Mudjidi, S.Ag., S.Pd. mengatakan bahwa “Fasilitasnya cukup memadai dan dapat digunakan semaksimal mungkin sehingga akan membantu proses pembelajaran, tetapi suasana pembangunan yang sedang berjalan sangat mengganggu”. (Catatan Lapangan 3). Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti, fasilitas pendukung kegiatan pembelajaran memadai sudah terdapat 2 buah papan tulis, 3 buah spidol, penghapus dan meja yang masih baru dan layak untuk digunakan. Selain itu kondisi ruang kelas juga nyaman dan terang (untuk lebih jelas dapat dilihat lampiran 17). Akan tetapi kondisi lantai yang begitu dingin tanpa adanya alas duduk yang memadai mengakibatkan anak sering flu. Jadi peneliti menyimpulkan bahwa fasilitas sebagai pendukung pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” masih kurang sehingga mengganggu pelaksanaan pembelajaran dan menjadi faktor kendala penerapan pendidikan moral. Akan tetapi pada dasarnya kondisi ruang kelas sudah nyaman dan sangat mendukung proses pembelajaran tetapi ketika pembangunan berjalan akan menimbulkan kebisingan dan mengganggu konsentrasi siswa. 3) Perlengkapan Perlengkapan merupakan segala sesuatu penunjang kesuksesan dalam penerapan pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”, seperti perpustakaan, buku pelajaran penunjang, ruang kelas yang nyaman. Perlengkapan dalam kegiatan bimbingan pendidikan moral dapat dikatakan kurang, karena tidak memiliki LCD pribadi. Padahal dengan adanya LCD dapat membantu dalam penerapan pendidikan moral misalnya dengan diputarkannya film-film motivasi dan mendidik yang dapat menumbuhkan semangat anak yatim untuk menjadikan sikap to user disiplin yang lebih baik. commit Akan tetapi perlengkapan pendidikan moral di
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 122
dalam Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” dikatakan kurang, hal ini seperti hasil wawancara dengan H. Moryono H I mengatakan bahwa “Untuk sarana masih banyak yang dalam proses pembangunan jadi sebagian belum jadi seperti perpustakaan seruang dengan ruang kelas, buku-buku bacaan dan pendamping masih kurang”. (Catatan Lapangan 1). Kemudian berdasarkan hasil wawancara dengan H. Sunaryo, BA mengatakan bahwa “Panti asuhan belum memiliki ruang perpustakaan, rencananya nanti di lantai 2 yang sekarang masih dibangun, belum ada LCD juga”. (Catatan Lapangan 2). Sedangkan menurut hasil wawancara dengan H. Mudjidi, S. Ag., S. Pd mengatakan bahwa “Sarana prasarana masih kurang terutama LCD karena terhambat proses pembangunan yang masih belum selesai sehingga menghambat proses belajar mengajar”. (Catatan Lapangan 3). Jadi intinya bahwa perlengkapan dalam penerapan pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” terkendala proses pembangunan yang belum selesai selain itu belum tersedianya LCD. Mewujudkan sikap disiplin moral yang baik pada diri anak yatim tidaklah mudah karena menyangkut kebiasaan hidup mereka yang biasanya hidup bebas tanpa aturan. Sehingga disini dibutuhkan keahlian dari seseorang ustaz untuk memilih metode yang tepat agar apa yang diajarkan dapat diterima oleh anak yatim. 4) Materi Pembelajaran Penerapan materi pendidikan moral dikembangkan tidak mengacu pada materi pokok. Dalam Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” pengasuh penidikan moral dalam memberikan materi tidak menggunakan materi yang sesuai dengan silabus, pengasuh memberikan materi sesuai dengan apa yang ingin disampaikan pengasuh, sebab disini setiap pengasuh tidak membuat silabus tidak seperti pendidikan formal, sehingga tidak ada yang dijadikan acuan. Sedangkan untuk sumber buku yang digunakan oleh pengasuh pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim commit to user lebih dari sumber dan ada juga “Miftahul Jannah” ada yang menggunakan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 123
yang tidak memakai buku pedoman (acuan) atau buku paket. Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara dengan H. Moryono, H I selaku pengasuh dan penanggung jawab harian mengatakan bahwa Mengenai silabus Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” tidak membuat karena Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” ini bukan seperti pendidikan formal yang ada melainkan merupakan pendidikan informal yang berperan sebagai pengganti keluarga yang telah meninggal dunia. Untuk sumber buku yang digunakan tidak hanya 1 buku tergantung dari pengasuh. (Catatan Lapangan 1). Berdasarkan hasil wawancara dengan H. Sunaryo, BA mengatakan bahwa “Mengenai silabus saya tidak pernah membuat, sedangkan dalam mengajar saya tidak memakai buku pedoman atau buku paket ”. (Catatan Lapangan 2). Sedangkan berdasarkan hasil wawancara dengan H. Mudjidi, S. Ag., S.Pd. mengatakan bahwa “Dulu ketika saya mengajar saya membuat silabus, tapi kesininya saya sudah tidak membuat. Buku yang saya gunakan tidak hanya 1 buku ada buku tentang akhlaq dan agama”. (Catatan Lapangan 3). Jadi dapat dsimpulkan bahwa mengenai materi pembelajaran belum disusun secara terprogram. Padahal sebagai sub sistem pendidikan nasional seharusnya Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” yang menyelenggarakan pendidikan nonformal dalam memberikan materi pendidikan moral harusnya diprogram secara teratur, agar jelas materi apa saja yang akan diberikan kepada peserta didik (anak yatim) dan disesuaikan dengan kemampuan peserta didik. Selain itu sumber buku yang digunakan masih ada beberapa pengasuh yang tidak menggunakan buku pedoman dalam mengajar. Kemudian seperti yang peneliti lihat di lapangan sumber buku tersebut hanya menjadi pegangang pengasuh saja, anak yatim tidak diberikan kopiannya, sehingga akan sulit bagi anak yatim untuk dapat memahami apa yang diajarkan oleh pengasuh. Hal tersebut yang menjadi kendala penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral di Panti Asuhan anak Yatim “Miftahul Jannah”. commit to user 5) Metode Pembelajaran
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 124
Metode
dapat
diartikan
sebagai
model
atau
pendekatan
pembelajaran yang tepat untuk memperlancar kegiatan pembelajaran. Untuk menyampaikan materi pembelajaran kepada peserta didik diperlukan suatu metode pembelajaran yang tepat. Metode pembelajaran yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan tujuan dan materi pelajaran yang akan dikuasai oleh peserta didik (anak yatim). Menanamkan nilai-nilai pendidikan moral pada anak yatim tidaklah mudah, apalagi sasarannya pada anak yatim yang sejak awal tidak pernah mendapatkan bimbingan dari orang tua, sehingga dibutuhkan seorang pengasuh yang berkompetensi untuk dapat memilih model pembelajaran dan metode yang cocok agar anak yatim tertarik dan mudah memahami materi yang diberikan serta agar tidak membosankan. Anak juga memiliki jenjang usia dan pendidikan yang berbeda Seperti hasil wawancara dengan H. Moryono H. I. mengatakan bahwa “Dalam penyampaian materi tergantung dari bagaimana pengasuh menyampaikannya agar anak yatim dapat memahami apa yang diajarkan”. (Catatan Lapangan 1). Kemudian berdasarkan hasil wawancara dengan H. Sunaryo, BA mengatakan bahwa “Cara penyampaian materi oleh pengasuh mempengaruhi tingkat pemahaman anak yatim dan saya selalu melakukan inovasi pembelajaran yang dilakukan di dalam dan di luar kelas”. (Catatan Lapangan 2).Hal ini juga dikuatkan berdasarkan hasil wawancara dengan H. Mudjidi, S.Ag., S.Pd. yang mengatakan bahwa: Dalam memberikan materi juga tergantung dari bagaimana cara pengasuh menyampaikan materi tersebut. Saya memberikan materi kepada anak yatim tidak hanya menggunakan metode ceramah dan tanya jawab saja tetapi dengan membuka materi sebelum mengajar dengan menyanyi lagu islami dan memberikan kata kunci dari materi yang akan saya sampaikan. Hal ini agar anak yatim tidak merasa bosan. (Catatan Lapangan 4). Dengan memberikan kata kunci pada saat menerangkan materi seperti yang dilakukan H. Mudjidi, S. Ag., S.Pd. diharapkan dapat membantu anak yatim agar mereka mengerti dan paham maksud dari materi yang diberikan pengasuh. commit to Namun user kenyataan di lapangan yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 125
peneliti lihat tidak semua pengasuh dalam mengajar memberikan kata kunci dari materi yang mereka berikan kepada anak yatim. Berdasarkan wawancara tersebut dapat disimpulkan kegiatan belajar mengajar atau kegiatan bimbingan di dalam Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” dilaksanakan dengan metode yang sama untuk semua anak sehingga daya serap anak terhadap materi yang diajarkan oleh ustadz berbeda. Hal ini menjadi kendala penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral pada anak yatim. Adapun tabel kendala dan upaya mengatasi kendala dari indikator input di atas adalah sebagai berikut: Tabel 13. Kendala dan Upaya Mengatasi dari Indikator Input No Indikator Input 1 Karakteristik guru (pengasuh) pendidikan moral
2
Fasilitas
3
Perlengkapan
4
Materi Pembelajaran
5
Metode Pembelajaran
Kendala Motivasi dan semangat guru dalam memberikan materi kurang antusias sehingga terkadang pembelajaran dikosongkan. Belum terdapat kursi, pembelajaran dilaksanakan dengan duduk di lantai (lesehan) mengakibatkan anak sering flu. Tidak adanya LCD dan kurangnya sarana prasarana penunjang pendidikan moral seperti alat peraga. Anak yatim hanya dijelaskan materinya saja tanpa diberikan fotokopian materi yang diajarkan dan ada pengasuh yang tidak menggunakan buku pedoman atau buku paket dalam memberikan materi Dengan perbedaan jenjang usia dan pendidikan mengakibatkan daya serap to materi user yang anakcommit terhadap
Upaya Mengatasi Adanya absensi kehadiran guru dalam memberikan materi ba‟da ashar serta teguran kepada guru. Pembelian kursi, kalau belum ada dana bisa dilakukan dengan pembelian karpet untuk alas duduk anak. LCD dapat diganti dengan VCD yang telah tersedia di kantor untuk pemutaran filmfilm motivasi Pemberian fotocopi materi yang diajarkan kepada anak yatim akan membantu anak untuk meresapi apa yang dijelaskan guru.
Ustadz dalam memberikan materi dengan metode yang berbeda-beda sesuai
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 126 diajarkan tidak sama.
dengan usia dan tingkat pendidikan anak yatim.
b. Indikator Process Indikator proses ini mencakup: 1) Perilaku Administratif Guru Guru dalam Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” disebut sebagai pengasuh atau ustadz, sedangkan anak yatim sebagai peserta didiknya. Pengasuh harus mempunyai kemampuan untuk memberikan motivasi kepada anak yatim untuk belajar giat dan menanamkan kepercayaan kepada anak yatim untuk mempelajari sesuatu sesuai dengan minat dan kemampuannya berdasarkan tata tertib dan peraturan yang ada di
Panti
Asuhan
Anak
Yatim
“Miftahul
Jannah”
yang
harus
dikembangkan. Berdasarkan wawancara dengan H. Moryono H. I. mengatakan bahwa “Pada dasarnya ustadz pendidikan moral telah memiliki kualitas yang sangat bagus, tetapi karena kesibukan masing-masing ustadz jadi sering kosong”. (Catatan Lapangan 1). Hal serupa juga disampaikan oleh H. Sunaryo, BA mengatakan bahwa “Saya berusaha untuk tetap mengisi bimbingan walau terkadang berbenturan dengan kegiatan di luar. Selain itu ketika saya bisa hadir untuk mengajar, sikap dan materi sudah saya persiapan agar menarik dan mudah dipahami”. (Catatan Lapangan 2). Berdasarkan wawancara dengan H. Mudjidi, S.Ag., S.Pd. mengatakan bahwa: Dalam pembelajaran saya selalu memberikan motivasi kepada anak untuk selalu mengembangkan bakat yang diminati dan melaksanakan tata tertib yang ada di panti. Dalam mengarahkan anak saya selalu memberikan kepercayaan kepada mereka untuk dapat menjadi insan yang berkualitas dan saya berusaha untuk dapat memberikan contoh yang baik kepada anak-anak. (Catatan lapangan 3). Berdasarkan wawancara di atas pengasuh hendaknya menjadi contoh dan motivator dalam penanaman nilai-nilai moral dan menjadi suri commit to user teladan dalam aplikasi pendidikan moral. Jadi berhasil tidaknya suatu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 127
proses pendidikan juga dipengaruhi oleh pengasuh yang ada. Pengasuh pendidikan moral harus memberikan contoh atau teladan yang baik kepada semua anak yatim dan harus pandai memilih strategi dalam memberikan materi khususnya materi pendidikan moral agar menarik dan mudah dipahami anak yatim. 2) Alokasi Waktu Guru Waktu yang digunakan guru untuk menyampaikan materi kepada anak didik dilaksanakan ba‟da ashar di ruang belajar. Waktu yang digunakan harus memadai sehingga dapat digunakan secara efektif. Alokasi waktu yang digunakan untuk pendidikan moral 1½ jam. Akan tetapi terkadang ustadz yang mmeberikan materi pendidikan moral datang terlambat sehingga pembelajaran molor antara 30-60 menit. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan hasil wawancara dengan H. Moryono, H I mengatakan bahwa “Waktu untuk pendidikan moral 1½ jam, tetapi ustadz sering datang terlambat untuk memberikan materi kepada anak”. (Catatan Lapangan 1). Menurut hasil wawancara dengan H. Sunaryo, BA mengatakan bahwa “Untuk waktu pendidikan moral khususnya bimbingan sikap 1½ jam, manurut saya kurang karena 1 minggunya hanya 1 kali, selain itu saya biasanya agak molor saat datang karena ada acara di luar”. (Catatan Lapangan 2). Sedangkan berdasarkan hasil wawancara dengan H. Mudjidi, S.Ag., S.Pd. mengatakan bahwa “Waktu untuk pembinaan akhlaq 1½ jam untuk 1 kali pertemuan, menurut saya waktu tersebut kurang karena anak yatim membutuhkan waktu yang sedikit lebih banyak agar anak yatim paham dan mengerti materi yang saya ajarkan”. (Catatan Lapangan 3). Jadi dapat disimpulkan bahwa waktu yang diberikan kepada pengsuh pendidikan moral dirasa masih kurang, apalagi berdasarkan kenyataan yang peneliti lihat di lapangan pengasuh kadang tidak mengisi pada saat jam bimbingan karena ada halangan tugas di luar panti. Sedangkan waktu untuk pembinaan agama untuk pengasuh kurang karena commit to user jumlah anak yatim yang banyak membutuhkan waktu yang banyak pula
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 128
agar anak yatim paham dan mengerti yang diajarkan. Hal ini menjadi kendala penerapan pendidikan moral dilihat dari segi alokasi waktu guru. 3) Alokasi Waktu Peserta Didik Alokasi waktu peserta didik dalam pembelajaran pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” dirasakan sudah cukup bagi anak yatim hanya saja waktu tersebut tidak efektif bagi mereka karena anak yatim sendiri yang membuat waktu tersebut tidak efektif, hal tersebut dapat dilihat dari hasil wawancara (anak yatim) Eko Wahyono, yang mengatakan bahwa “Saya terkadang tidak ikut kegiatan bimbingan karena malas, saya sedikit sulit memahami apa yang diajarkan oleh ustadz”. (Catatan Lapangan 4). Hal ini juga dikuatkan berdasarkan hasil wawancara dengan Pamungkas Adi Madesa mengatakan bahwa “Kadang waktu bimbingan saya ketiduran di kamar karena saya kecapekan mengerjakan tugas sekolah”. (Catatan Lapangan 5). Hal serupa juga dikatakan oleh Ilham Taufiqurohman pada hari Minggu tanggal 15 April 2012 mengatakan bahwa “Kadang saya malas mengikuti kegiatan bimbingan, karena saya ketiduran di kamar, biasanya saya dibangunin, selain itu saya mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolah terkadang saya ijin untuk tidak mengikuti kegiatan ba‟da ashar tersebut”. (Catatan Lapangan 6). Selain itu terkadang ustaz tidak datang dalam bimbingan, pikiran anak menjadi terpola setiap hari bahwa ustaz tidak datang dan menimbulkan rasa malas untuk mengikuti pendidikan moral. Kendala penerapan pendidikan moral yaitu kurang pandainya anak yatim dalam membegi waktu antara belajar, bermain dan tidur siang sehingga terkadang pada jam belajar ba‟da ashar justru mereka masih tertidur karena masih mengantuk. Adapun tabel kendala dan upaya mengatasinya dari indikator prosess di atas adalah sebagai berikut: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 129
Tabel 14. Kendala dan Upaya Mengatasinya dari Indikator Prosess No Indikator Proses 1 Perilaku Adminisrasi
Upaya Mengatasi Guru dalam menggunakan strategi dalam memberikan materi secara bervariasi.
2
Adanya absensi yang mencatat kehadiran guru, selain itu adanya saran dari penanggung jawab harian agar guru shalat ashar di masjid panti saja.
3
Kendala Guru dalam memberikan materi tidak menggunakan strategi yang bervariasi Alokasi waktu Dalam memberikan Guru materi guru sering datang terlambat sehingga yang seharusnya 1½ jam berkurang 30-60 Menit. Alokasi waktu Waktu 1½ jam yang peserta didik dimiliki anak yatim sering molor karena tertidur.
Pihak panti harus memperketat jadwal kegiatan sehari-hari anak agar anak dapat mengikuti sesuai jadwal yang telah ada di panti.
c. Indikator Output Indikator output ini mencakup: 1) Hasil-hasil yang Berhubungan dengan Prestasi Belajar Prestasi belajar adalah hasil yang tampak dari kegiatan menggali ilmu dan ketrampilan. Prestasi belajar bisa dinilai dari tiga aspek yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Penerapan pendidikan moral tidak hanya melihat pada aspek kecerdasan kognitif saja melainkan juga perlu memperhatikan aspek afektif dan psikomotorik. Sebab penerapan pendidikan moral sendiri bertujuan untuk mengembangkan watak maupun karakter dari anak yatim kearah yang lebih baik agar menjadi manusia yang bermoral dan hidup normatif di dalam masyarakat. Ustadz tidak secara rutin membuat nilai hasil belajar siswa yang seharusnya diberikan setiap bulannya, hal ini mengakibatkan semangat anak untuk belajar commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 130
menjadi berkurang. Berdasarkan wawancara dengan H. Moryono, H I mengatakan bahwa: Hasil dari pembelajaran di panti asuhan meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor dengan nilai (BB) Baik sekali, (B) Baik, (C) Cukup dan (K) Kurang. Penilaiannya meliputi beberapa macam termasuk ketaatan dan kedisiplinan. Dengan adanya laporan nilai kegiatan anak ini nantinya akan terlihat hasil dari pembelajaran. Akan tetapi ustadz tidak secara rutin membuat penilaian bulanan. (Catatan Lapangan 1). Hal serupa juga disampaikan oleh H. Sunaryo, BA selaku ustadz bimbingan sopan santun dan perilaku anak yang menyampaikan “Anakanak sudah tinggal di panti memiliki nilai dan prestasi yang baik dalam materi sopan santun, hal ini dapat dilihat dalam Laporan Nilai Kegiatan Anak sopan santun minimal memperoleh nilai (B) Baik. (Catatan Lapangan 2) Berdasarkan wawancara dengan H. Mudjidi, S.Ag., S.Pd. “Hasil dari pendidikan moral yang diajarkan di panti asuhan dapat kita lihat sekarang, hanya pada anak yang usianya masih kecil kesadaran mereka belum muncul tapi hanya mengikuti kakak-kakak saja”. (Catatan Lapangan 3). Dalam penilaian mengenai prestasi belajar khususnya dalam hal penilaian sikap dari perilaku peserta didik dalam hal ini adalah anak yatim dilakukan oleh pembimbing dari masing-masing anak yatim dengan memperhatikan beberapa kriteria yang pada hasil akhirnya penilaian tersebutlah yang menentukan apakah anak yatim sudah dirasa cukup untuk mendapatkan pembinaan selama di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” yang dilihat dari berbagai aspek kegiatan bimbingan, salah satunya pendidikan moral. Penilaian tersebut juga dilakukan oleh ustaz melalui absensi anak yatim dalam mengikuti kegiatan bimbingan selama di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”. Kemudian untuk melihat prestasi belajar anak yatim dari segi ketrampilan dapat dilihat dari hasil user mengikuti kegiatan bimbingan karya anak yatim sendiri commit selama tomereka
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 131
ketrampilan. Akan tetapi masih terdapat anak yang sering tidak mengikuti kegiatan belajar hal ini mengakibatkan prestasi belajar mereka kurang. 2) Hasil-hasil yang Berhubungan dengan Perubahan Sikap yang Konsisten Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh perubahan dalam sikap disiplinnya. Sehingga dalam hal ini peran pendidikan moral baik dalam sekolah formal maupun nonformal sangat penting dalam membentuk kepribadian peserta didik yang memiliki moral, berbudi pekerti dan berakhlak mulia, sebab peserta didik yang memiliki kecerdasan intelektual setinggi apapun tidak akan bermanfaat secara positif bila tidak memiliki kecerdasan afektif secara emosional, sosial, maupun spiritual. Sikap yang dimiliki anak hanya ketika ustadz tersebut memberikan materi pembelajaran di kelas dan anak akan mengulang kesalahan yang sama besuk paginya. Berdasarkan wawancara dengan H. Moryono, H I selaku penanggung jawab harian di panti “Anak pada dasarnya sudah memiliki sikap disiplin hanya saja penerapan hanya terbatas ketika ada pengasuh dan ustadz” (Catatan Lapangan 1). Hal serupa juga disampaikan H. Sunaryo, BA selaku ustadz bimbingan sopan santun dan perilaku anak “Sikap anak dapat dilihat dari keikutsertaannya dalam semua kegiatan bimbingan di panti, misalnya dalam kegiatan sholat dan kegiatan bimbingan lainnya masih saja ada yang tidak ikut, padahal tidak sedang berhalangan tetapi karena malas” (Catatan Lapangan 2). Hal serupa juga disampaikan H. Mudjidi, S.Ag, S. Pd menyatakan bahwa: Perubahan sikap belum begitu terlihat pada diri anak, anak masih bimbang dan ragu dalam melaksanakan peraturan. Akan tetapi secara sikap anak sudah tertib. Seiring kedewasaan umur dan pola piket mereka akan mengakibatkan timbulnya sikap konsisten pada anak. Kalau untuk saat ini belum terlihat sikap konsisten pada anak. Anak masing terkadang menaati peraturan terkadang juga melanggar peraturan yang lain. (Catatan Lapangan 3). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 132
Berdasarkan wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa anak belum secara konsisten memiliki sikap disiplin. Anak pada suatu waktu menaati peraturan dan pada peraturan yang lain mereka masih melanggar. Hal ini menunjukkan masih adanya rasa takut pada diri anak untuk melaksanakan tata tertib karena adanya pengasuh atau ustadz sehingga sikap disiplin yang dimiliki anak karena perasaan takut. Hal ini menjadi kendala penerapan pendidikan moral yang ditunjukkannya dalam kehidupan sehari-harinya baik selama mereka di panti asuhan maupun saat mereka berada di sekolah. Ini menandakan bahwa sikap dan perilaku dari anak yatim sendiri belum menunjukkan disiplin moral karena anak yatim sendiri bertindak tidak karena kewajiban kewajiban. Selain itu juga dapat dilihat dari skor pelanggaran siswa di masing-masing sekolah dimana anak yatim tersebut bersekolah. Adapun tabel kendala dan upaya mengatasinya dari indikator output di atas adalah sebagai berikut: Tabel 15. Kendala dan Upaya Mengatasinya dari Indikator Output No 1
2
Indikator Output Hasil yang berhubungan dengan prestasi belajar
Kendala
Kurang maksimal dalam mencapai aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik karena faktor dari anak yatim (sebagai peserta didik) sendiri yang memiliki usia yang masih sangat kecil, dan ustadz yang memberikan materi tidak disesuaikan dengan kemampuan, usia dan jenjang pendidikan anak yatim, dan diberikan secara bersama-sama Hasil yang Belum tumbuhnya berhubungan kesadaran dalam diri anak dengan dalam melaksanakan tata perubahan tertib yang ada di panti sikap maupun di sekolah bukan commit to user didasarkan kewajiban
Upaya Mengatasi Adanya pendekatan personal kepada anak agar dalam memberikan materi dapat disesuaikan dengan usia dan jenjang pendidikan anak sehingga dalam melihat prestasi belajar anak juga lebih mendalam.
Guru memberikan pengertian, motivasi dan semangat kepada anak untuk melaksanakan tata tertib itu berdasarkan pada kewajiban.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 133 mereka.
d. Indikator Outcome Indikator outcome ini meliputi: 1) Tingkat Kedisiplinan Anak di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” Pendidikan moral yang dilaksanakan bertujuan untuk menjadikan peserta didik menjadi anak yang bermoral dan memiliki disiplin yang tinggi terhadap peraturan yang ada. Oleh karena itu perlu dilihat sejauh mana anak melaksanakan tata tertib yang terdapat di panti sebelum melihat pelaksanaan tata tertib di sekolah. Guru sebagai teladan bagi anak yatim di panti tidak memberikan contoh yang baik dimana ketika jadwal mengajar ustadz tidak datang mengajar. Berdasarkan wawancara dengan H. Moryono, HI yang mengatakan bahwa “Tingkat kedisiplinan anak dalam melaksanakan tata tertib cukup untuk usia mereka. Hanya saja terkadang ustadz yang seharusnya memberikan materi tidak datang tanpa meninggalkan materi agar anak dapat belajar sendiri”. (Catatan Lapangan 1). Berbeda dengan yang disampaikan H. Sunaryo, BA yang mengatakan bahwa “Anak cenderung kurang disiplin bila ada kegiatan pembelajaran, ada beberapa anak yang tidak hadir tetapi dalam sopan santun anak sangat baik”. (Catatan Lapangan 2). Hal serupa juga disampaikan oleh H. Mudjidi, S.Ag, S. Pd yang mengatakan bahwa “Masalah kedisiplinan anak masih kurang, ketika pembelajaran saya masih terdapat anak yang tidak hadir apalagi anak yatim yang masuk santunan luar”. (Catatan Lapangan 3). Hal tersebut sesuai dengan observasi yang dilakukan peneliti di lapangan pada hari Minggu tanggal 15 April 2012 pukul 16.00 dimana masih terdapat anak yang tidak mengikuti kegiatan pembelajaran bimbingan sikap, ini menunjukkan commit to bahwa user beberapa anak tidak memiliki
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 134
sikap disiplin terhadap peraturan, dan beberapa lagi yang datang dalam pembelajaran hanya tidur saja. Hal ini menunjukkan kesadaran anak untuk melaksanakan disiplin hanya faktor dari luar bukan kesadaran dari dalam dirinya untuk bersikap disiplin. Dari wawancara dan observasi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa anak yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” masih kurang dalam melakukan sikap disiplin karena anak yatim masih ada yang melanggar tata tertib panti. Selain itu kehadiran ustadz dalam kegiatan bimbingan juga tidak disiplin hal ini mengakibatkan proses pembelajaran moral yang dilakukan bada‟ ashar mengalami kendala. 2) Tingkat Kedisiplinan Anak di Sekolah Target terakhir pendidikan nonformal juga berbeda dengan pendidikan formal (sekolah), dalam pendidikan nonformal adalah bagaimana peserta didik dapat menerapkan hasil pendidikannya dalam dunia sosial kemasyarakatan. Berbeda dengan pendidikan formal (sekolah) yang target akhirnya jumlah lulusan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya. Pada dasarnya beberapa anak yatim sudah memiliki sikap disiplin di sekolah. Akan tetapi masih terdapat anak yang memiliki sikap disiplin dan kurangnya kunjungan pihak panti untuk mengetahui kondisi anak di sekolah. Tingkat kedisiplinan anak dapat dilihat berdasarkan wawancara dengan Dra. Indiah Sri Maharsi selaku wali kelas Pamungkas Adi Madesa (SMP Negeri 6 Sukoharjo) mengatakan bahwa “Pamungkas anak yang tertib, dan tidak memiliki perbedaan sikap disiplin dengan temantemannya yang lain dan tidak memiliki catatan dengan guru BK. Hanya saja anak ini agak pendiam, tapi lumayan pandai”. (Catatan Lapangan 7). Hal serupa juga disampaikan oleh Sri Lestari, S. Pd selaku wali kelas Ilham Taufiqurohman (SD Negeri Jetis IV) mengatakan bahwa “Ilham anak yang pandai, mudah bergaul, tertib dan sopan kepada orang lain. Dia cukup disiplin, tetapi terkadang sering ketiduran di kelas”. (Catatan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 135
Lapangan 8). Berdasarkan wawancara dengan Hadi Prianto selaku Guru Bimbingan Konseling (MTsN Sukoharjo) mengatakan bahwa: “Eko Wahyono pada dasarnya anak yang cukup disiplin akan tetapi pada hari Jum‟at tanggal 9 Maret 2012 dia merokok di sekolah. Tindakan sekolah memberikan teguran dan membuat surat pernyataan untuk tidak mengulangi lagi. Saya belum menghubungi pihak panti karena anak tersebut baru kali ini melakukan pelanggaran tata tertib”. (Catatan Lapangan 9). Berdasarkan uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa outcome yang diharapkan dari pendidikan moral yang telah diterapkan di Panti asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” masih memiliki kendala yaitu pengaruh teman-teman di sekolah selain itu kurangnya komunikasi yang inten antara sekolah dengan pihak panti asuhan mengakibatkan problem anak di sekolah tidak sampai pada panti asuhan sebagai wali anak. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran anak untuk bersikap disiplin mulai ada dan terbawa ke luar panti. Hanya saja terkadang pengaruh lingkungan terutama teman sekolah sangat besar untuk melakukan pelanggaran tata tertib. Adapun tabel kendala dan upaya mengatasinya dari indikator outcome di atas adalah sebagai berikut: Tabel 16. Tabel Rencana dan Kendala dari Indikator Outcome No Indikator Outcome 1 Tingkat Kedisiplinan Anak di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”
Kendala Sikap ustadz yang memberikan materi pendidikan moral tidak disiplin mengenai kehadiran dalam memberikan materi ba‟da ashar.
2
Lingkungan sekolah mempengaruhi sikap anak yatim di sekolah dan kurangnya kunjungan yang dilakukan pihak panti asuhan. commit to user
Tingkat Kedisiplinan Anak di Sekolah
Upaya mengatasi Ustadz sebagai contoh dan teladan anak menunjukkan sikap disiplin mengenai kehadiran kepasa anak sehingga anak akan mencontoh apa yang dilihatnya. Panti asuhan melakukan kunjungan rutin ke sekolah dimana anak tersebut menerima pelajaran sebulan sekali.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 136
B. Temuan Studi Berdasarkan data penelitian yang dipaparkan di atas, peneliti menemukan beberapa temuan studi yaitu: 1. Strategi Penerapan Pendidikan Moral yang Digunakan Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” Strategi penerapan pendidikan moral yang digunakan Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” antara lain: a. Modeling keteladanan/contoh Strategi
pendidikan
moral
yang
digunakan
pengasuh
dalam
memberikan materi pendidikan moral dengan menggunakan keteladanan dan penguatan positif negatif. Pengasuh selalu menjaga perilaku disiplin dan tutur katanya. Strategi ini menuntut peran pengasuh sebagai strategi yang baik yang dapat ditiru oleh anak yatim, dan juga anak yatim harus mampu mengambil keteladanan dari para pengasuh. Perilaku yang dapat dijadikan teladan oleh anak yatim dari pengasuh antara lain misalnya dalam menyelesaikan masalah secara adil, menghargai pendapat anak yatim, mengkritik orang lain secara santun, mau mendengarkan pendapat, ide, dan saran-saran dari orang lain. Harapannya perilaku dan sikap disiplin dari anak yatim dapat berubah dengan adanya keteladanan dari pengasuh. Jadi sebagai seorang pengasuh harus menjaga tutur katanya, berhati-hati dalam bertindak dan berperilaku, supaya tidak tertanamkan nilai-nilai negatif dalam diri anak yatim. Hal ini sesuai dengan apa yang apa yang dikatakan oleh Ki Hajar Dewantara (Nurul Zuriah, 2008: 113) bahwa “Guru atau pendidik dituntut menjadi figur yang yang Ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tutwuri handayani”. Yang berarti bahwa sikap pemimpin (guru) harus mampu memberi teladan, memberi contoh, menjadi motivator, dalam penanaman moral kepada peserta didiknya. Dalam arti pembimbing memberikan contoh commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 137
yang baik bagaimana anak yatim harus bertindak (keteladanan) dan harus bersikap disiplin dengan tindakan yang sudah mereka ambil.
b. Pembiasaan / Habituasi dan Pemberian Materi Strategi kegiatan rutin akan membantu peserta didik (anak yatim) membiasakan hidup secara teratur dalam kesehariannya. Dengan hidup teratur akan menjadikan hidup yang berkualitas dan bermanfaat. Tujuan seluruh disiplin ialah membentuk perilaku sedemikian rupa hingga ia akan sesuai dengan peran-peran yang ditetapkan kelompok budaya, tempat individu itu diidentifikasikan (Elizabeth B. Hurlock, 2005: 82). Selain itu strategi ini dimaksudkan untuk mengembangkan kualitas disiplin peserta didik dalam mengikuti rutinitas Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”. Strategi ini juga bertujuan untuk meningkatkan efektivitas anak yatim untuk menghadapi berbagai peraturan di luar panti asuhan. c. Strategi Pendekatan Individu Di Panti Asuhan “Miftahul Jannah” para pengasuh berusaha memberikan solusi yang terbaik dalam membantu memecahkan masalah yang dihadapi oleh anak yatim, baik yang berifat pribadi maupu masalah yang bersifat umum/kelompok. Metode yang digunakan pengasuh untuk membantu memecahkan masalah yang bersifat pribadi berbeda degan cara memecahkan masalah yang bersifat umum/kelompok. Cara tersebut dilakukan melalui bimbingan perseornagan maupun bimbingan kelompok. Menurut Cheppy HC (1988: 29), “Strategi ini menekankan pada pentingnya aspek perhatian dan berkaitan dengan keputusan mengenai konflik-konflik moral”. Artinya bahwa strategi ini fokus utamanya terletak pada bagaimana memahami kebutuhan orang lain dari pada upaya menyeimbangkan kebutuhan-kebutuhan tersebut ketika berkonflik dengan orang lain. d. Bimbingan Personal Strategi pendidikan moral dalam kegiatan spontan ini dilakukan commit to user anak bersikap yang kurang baik. apabila pengasuh maupun ustaz mengetahui
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 138
Jadi ustaz akan memberikan memberitahu peserta didik (anak) bila perbuatan tersebut tidak baik, sehingga anak lebih mudah untuk memahami sesuai dengan usia mereka. Strategi kegiatan spontan semacam ini dirasa pengasuh maupun ustaz sebagai stretegi yang paling terkesan di hati anak-anak karena mereka akan mengingat pemberitahuan yang disampaikan ustaz dan tidak melukai perasaan mereka. Kesan yang mendalam dari teguran sang ustaz maupun pengasuh akan mereka ingat. Dan akan lahir sikap disiplin yang bersumber dari hati nurani mereka sehingga sikap disiplin yang mereka laksanakan berdasarkan suatu kewajiban bukan takut kepada hukuman. e. Menciptakan Lingkungan yang Kondusif Suasana Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” dikondisikan sedemikian rupa dengan penyediaan sarana fisik contoh penyediaan tempat sampah agar anak disiplin ketika membuang sampah di tempat sampah, slogan-slogan doa tujuannya agar anak selalu membaca doa ketika akan melakukan aktivitas serta aturan dan tata tertib ditempelkan pada tempat yang strategis sehingga setiap peserta didik (anak yatim) mudah membacanya. Kemudian berdasarkan apa yang peneliti lihat selama di lapangan, Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” juga menggunakan pembinaan dengan wawasan pendidikan moral pancasila. Hal ini sesuai deng pendapat Bambang Daroeso (1988: 53), “Dengan adanya pendidikan moral pancasila ini diharapkan warga negara mempunyai tingkah laku, keyakinan, motivasi, kehendak sesuai dan layak dengan sila-sila pancasila, serta bersikap hidup manusia pancasila”. Strategi ini dapat diluhat dari kegiatan rutin anak yatim selama di panti. Kegiatan piket tersebut seperti piket masjid dan asrama.
2. Efektivitas Penerapan Pendidikan Moral Dalam Membentuk Disiplin Moral Pada Anak Yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” Efektivitas
penerapan
pendidikan
moral
dapat
diukur
dengan
menggunakan indikator dari efektivitas. Adaapun indikator efektivitas penerapan commit to user pendidikan moral mencakup:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 139
a. Indikator Input Indikator Input mencakup: 1) Karakteristik Guru Pendidikan Moral Berdasarkan data yang didapat peneliti di lapangan, guru pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” kurang antusias dalam memberikan pendidikan moral pada peserta didiknya, hal ini dapat dilihat dari kehadiran ustaz dalam memberikan materi bimbingan kepada anak yatim, meskipun tidak mengisi materi bimbingan seharusnya diganti pada hari dan jam yang lain, tetapi pada kenyataannya tidak diganti. Hal ini membuktikan bahwa input yang mendukung efektivitas penerapan pendidikan moral masih belum maksimal. Sedangkan Carter V. Good dalam bukunya „Dictionary of Education‟ membedakan pengertian pendidikan dalam dua hal: “(1) Pedagogy is the art, practice, or profession of teching. (2) Pedagogy is the systematized learning or instruction concerning principles and methods of teaching and of student control and guidance.” (Arif Rohman, 2009: 6). Inti dari kutipan di atas membedakan pengertian pendidikan dalam dua hal yang pertama pendidikan adalah seni, praktek, atau profesi pengajaran. Sedangkan yang kedua pendidikan adalah ilmu yang sistematis atau pengajaran yang berhubungan dengan prinsip-prinsip dan metode-metode mengajar, pengawasan dan pembimbingan siswa. 2) Fasilitas Fasilitas kelas yang digunakan untuk pembelajaran pendidikan moral yang berupa meja, papan tulis, spidol masih sangat layak untuk digunakan tetapi untuk alas duduk tidak ada. Selain itu fasilitas ruang kelas juga masih dalam proses pembangunan, untuk saat ini ruang kelas bergabung menjadi satu dengan perpustakaan. Hal ini dapat menyebabkan kurangnya konsentrasi anak dalam menerima pendidikan. 3) Perlengkapan Perlengkapan di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” commit to user dikatakan masih kurang yaitu belum adanya LCD yang dapat membantu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 140
anak yatim dalam memahami materi yang diajarkan, misalnya dengan adanya LCD dapat diputarkan film-film yang meningkat semangat anak yatim untuk bersikap disiplin dan memahami materi yang disampaikan oleh ustadz., apalagi dengan faktor usia dan jenjang pendidikan yang berbeda. Hal ini yang membuat ustaz harus pandai dalam menentukan metode pembelajaran yang tepat. Kemudian kurangnya alat peraga yang menunjang dalam penerapan pendidikan moral. 4) Materi Pembelajaran Materi yang diberikan ustaz tidak didasarkan pada silabus, padahal walaupun pendidikan yang diberikan di Panti Asuhan merupakan pendidikan nonformal harusnya didasarkan pada silabus juga agar materi disusun secara terprogram. Selain materi yang diberikan oleh pengasuh kepada anak yatim selama di dalam Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”, ustadz juga harus memberikan contoh kasus-kasus yang ada di lingkungan sekitar. Kemudian untuk mendukung keberhasilan penerapan pendidikan moral juga diperlukan kerjasama dari seluruh ustadz, pengasuh Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”, orang tua atau keluarga (jika masih ada) dari anak yatim yang sering menjenguk anak yatim selama di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” untuk sama-sama membenahi sikap disiplin anak yatim, memberikan motivasi untuk mau merubah sikap disiplinnya kearah yang lebih baik agar dapat memiliki sikap disiplin dalam dirinya serta untuk menjadikan mereka sebagai manusia yang bermoral. Hal ini seperti apa yang dikatakan Oong Komar (2006: 198) mengatakan bahwa “Sub sistem pendidikan nonformal dalam materi pendidikannya diprogram secara teratur”. Kemudian mengenai materi pembelajaran khususnya bimbingan budi pekerti tidak mempunyai sumber buku acuan, hanya berupa cerita keteladanan Nabi dan ada juga ustaz pembinaan akhlak yang tidak mamakai buku acuan dalam memberikan materi. Sehingga hal ini menjadi salah satu kendala bagi anak yatim untuk commitdari to user memahami dan mengerti makna perilaku dan sikap disiplin yang baik
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 141
tidak hanya praktik melainkan mereka juga perlu memiliki pengetahuan teori dari materi tersebut.
5) Metode Pembelajaran Metode yang digunakan guru pendidikan moral bervariasi yaitu metode ceramah, tanya jawab, dan diskusi, tetapi yang sering digunakan dengan ceramah. Hal ini sesuai dengan cara menanamkan kedisiplinan menurut Elizabeth B. Hurlock (2005: 93) yaitu cara menanamkan kedisiplinan demokratis: Metode penanaman disiplin dengan menggunakan penjelasan, diskusi dan penalaran untuk membantu anak untuk mengerti mengapa perilaku tertentu diharapkan, sehingga lebih menekankan aspek edukatif dari disiplin dari pada aspek hukumannya. Disiplin demokratis menggunakan hukuman dan penghargaan, dengan penekanan yang lebih besar pada penghargaan. Hukuman tidak pernah keras dan biasanya tidak berbentuk hukuman badan. Hal ini sesuai dengan teori untuk membantu anak mengerti dan memahami perilaku yang diharapkan melalui metode yang digunakan guru pendidikan moral melalui metode ceramah, tanya jawab dan diskusi sehingga aspek edukatif dari disiplin daripada aspek hukumannya. Ini akan membantu dalam penanaman nilai moral tanpa ada paksaan (hukuman) sehingga muncul kesadaran dari dalam diri anak. b. Indikator Process Indikator Process mancakup: 1) Perilaku Administrasi Guru Metode yang digunakan ustaz bervariasi hanya saja dalam menerangkan materi ustaz tidak memperhatikan kemampuan pemahaman anak yatim sebagai peserta didiknya, yang sebagian ada yang belum bisa membaca dan menulis, semua dianggap mempunyai kemanpuan berfikir yang sama, sehingga penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral belum efektif. commit to user Menurut Sudardja pendidikan adalah:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 142
Upaya untuk mempersiapkan peserta didik agar mampu hidup dengan baik dalam masyarakatnya, mampu meningkatkan dan mengembangkan kualitas hidupnya sendiri serta berkontribusi secara bermakna dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan bangsanya. (Sabar Budi Raharjo, 2010: 231) 2) Alokasi Waktu Guru Alokasi waktu untuk bimbingan moral sangat kurang yaitu hanya 1½ jam setiap minggunya, itu pun hanya 1 kali pertemuan. Udin Saripudin W.MA (1989: 35) menyatakan bahwa “Teori perkembangan moral mempunyai implikasi pada pendidikan moral. Hal ini terutama tertuju pada masalah bagaimana proses pendidikan moral dapat memberikan kemudahan bagi perkembangan moralitas individu”. Sedangkan untuk pembinaan akhlak juga kurang karena untuk pembinaan sikap sendiri 1 minggu 1 kali pertemuan tetapi dengan ustaz yang sama setiap minggunya. 3) Alokasi Waktu Peserta Didik Alokasi waktu peserta didik dalam pembelajaran pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” dirasa masih kurang karena faktor dari peserta didik sendiri, seperti malas dan ketika ada bimbingan tidak ikut dengan alasan sedang piket. Ki Hajar Dewantara dalam Nurul Zuriah (2007: 125) mengatakan bahwa: Pengajaran budi pekerti/moral tidak lain adalah mendukung perkembangan hidup anak-anak, lahir dan batin dari sifat kodratinya menuju ke arah peradaban dalam sifatnya yang umum. Sedangkan syarat pendidikan budi pekerti menurut Ki Hajar Dewantara disebut dengan metode ngerti, ngrasa, nglakoni (menyadari, menginsafi, dan melakukan). c. Indikator Output Indikator Output mencakup: 1) Hasil-hasil yang Berhubungan dengan Prestasi Belajar Prestasi belajar peserta didik dalam segi psikomotor terutama sikap disiplin anak masih kurang maksimal. Hal ini sesuai dengan masih adanya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 143
pelanggaran yang dilakukan oleh peserta didik baik di panti maupun di sekolah.
Sedangkan Hamid Darmadi (2007: 56-57) menjelaskan bahwa: Pandidikan moral dapat diartikan sebagai suatu konsep kebaikan (konsep yang bermoral) yang diberikan atau diajarkan kepada peserta didik (generasi muda dan masyarakat) utnuk membentuk budi pekerti luhur, berakhlak mulia dan berperilaku terpuji seperti terdapat dalam Panacasila dan UUD 1945. Dalam menyajikan pendidikan moral, guru diharapkan membantu peserta didik mengembangkan dirinya, baik secara keilmuan maupun secara mental spiritual keagamaan. 2) Hasil-hasil yang Berhubungan dengan Perubahan Sikap Indikator ouput salah satunya mencakup perubahan perilaku atau sikap sebagai hasil dari proses belajar dalam hal ini pembelajaran pendidikan moral, yang pada kenyataannya belum mencapai tujuan maksimal, hal ini terbukti masih ada anak yatim yang masih melakukan sikap kurang disiplin (melanggar tata tertib) baik di panti maupun di sekolah. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Imanuel Kant dalam K. Bertens (1997: 235) mengenai teori etika deontologi imperatif kategoris yang berisi bahwa “Kehendak yang baik, jika bertindak karena kewajiban”. Hal ini juga terjadi pada anak yatim mereka bertindak karena bukan kewajibannya sebagai peserta didik, akan tetapi karena rasa takut pada hukuman atau orang yang membuat hukuman itu. d. Indikator Outcome Tingkat Kedisiplinan Anak di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” dan di sekolah dapat dilihat dari sikap disiplin yang ditunjukkan peserta peserta didik (anak yatim) setelah menerima pendidikan moral berasal dari perasaan takut kepada pengasuh dan ustaz yang telah membuat peraturan yang ada bukan karena kewajiban anak yatim untuk mentaati peraturan yang ada di panti.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 144
Hal ini sesuai dengan teori Kant mengenai jenis moralitas dalam (Lili Tjahjadi, 1991: 48) yang menyatakan bahwa: Moralitas heteronom adalah sikap dimana kewajiban ditaati dan dilaksanakan bukan karena kewajiban itu sendiri, melainkan karena sesuatu yang berasal dari luar kehendak si pelaku itu sendiri, misalnya karena mau mencapai tujuan yang diinginkannya atau karena perasaan takut pada penguasa yang memberi kewajiban itu. Keluaran yang diharapkan dari pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” adalah peserta didik yang memiliki disiplin yang dilaksanakan berdasarkan kesadaran akan kewajiban yang berasal dari hati bukan karena takut pada hukuman. Hal di atas menunjukkan bahwa sikap disiplin yang ada pada anak yatim adalah sikap disiplin yang berasal dari perasaan takut terhadap hukuman sehingga efektivitas penerapan pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” masih kurang.
3. Faktor yang Menjadi Kendala Penerapan Pendidikan Moral Dalam Membentuk Disiplin Moral Pada Anak Yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” a. Indikator Input Indikator input ini mencakup: 1) Karakteristik Guru Pendidikan Moral Pengasuh kurang antusias terhadap perubahan perilaku anak yatim dan kurangnya waktu untuk bimbingan sikap dan akhlaq sehingga membuat tidak efektifnya penerapan pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”. Selain itu, ustadz yang memberikan materi juga tidak memberikan materi karena ada acara yang lain. Hal ini mengakibatkan proses pembelajaran di panti menjadi terhambat. Jadi intinya seorang pendidik tidak dilihat dari bagaimana kemampuannya mengembangkan ilmu pengetahuan tetapi dilihat dari bagaimana pendidik menyampaikan materi dan melaksanakan pembelajaran yang menarik dan dapat dimengerti oleh peserta didiknya. commit to user 2) Fasilitas
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 145
Fasilitas yang diberikan pihak Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” menurut pengasuh dan peserta didik (anak yatim) dapat dikatakan baik, hal tersebut dapat dilihat dari fasilitas kelas yang digunakan untuk bimbingan kegiatan pendidikan moral yaitu berupa meja, papan tulis, spidol masih layak untuk digunakan. Namun pada kenyataannya Panti Asuhan “Miftahul Jannah” masih dalam proses pembangunan sehingga dengan keterbatasan fasilitas kegiatan belajar mengajar dilaksanakan dengan duduk di lantai (lesehan). Bambang Daroeso (1988: 27) menyatakan bahwa “Norma moral merupakan landasan perbuatan manusia, yang sifatnya tergantung pada tempat, waktu dan keadaan”. Dalam penerapan pendidikan moral tergantung pada sarana dan prasaran seperti teori di atas juga menyampaikan tergantung pada tempat, waktu dan keadaan. Pada dasarnya sarana dan prasarana pendukung dari penerapan pendidikan moral menjadi tempat yang mempengaruhi pendidikan moral. 3) Perlengkapan Perlengkapan merupakan segala sesuatu penunjang kesuksesan dalam penerapan pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”, seperti perpustakaan, buku pelajaran penunjang, ruang kelas yang nyaman. Perlengkapan dalam kegiatan bimbingan pendidikan moral dapat dikatakan kurang, karena tidak memiliki LCD pribadi. Padahal dengan adanya LCD dapat membantu dalam penerapan pendidikan moral misalnya dengan diputarkannya film-film motivasi dan mendidik yang dapat menumbuhkan semangat anak yatim untuk menjadikan sikap disiplin yang lebih baik. Akan tetapi perlengkapan pendidikan moral di dalam Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” dikatakan kurang. 4) Materi Pembelajaran Penerapan materi pendidikan moral dikembangkan tidak mengacu pada materi pokok. Dalam Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” pengasuh penidikan moral dalam memberikan materi tidak menggunakan commit to user materi yang sesuai dengan silabus, pengasuh memberikan materi sesuai
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 146
dengan apa yang ingin disampaikan pengasuh, sebab disini setiap pengasuh tidak membuat silabus tidak seperti pendidikan formal, sehingga tidak ada yang dijadikan acuan. Sedangkan untuk sumber buku yang digunakan oleh pengasuh pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” ada yang menggunakan lebih dari sumber dan ada juga yang tidak memakai buku pedoman (acuan) atau buku paket. 5) Metode Pembelajaran Metode pembelajaran yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan tujuan dan materi pelajaran yang akan dikuasai oleh peserta didik (anak yatim). Menanamkan nilai-nilai pendidikan moral pada anak yatim tidaklah mudah, apalagi sasarannya pada anak yatim yang sejak awal tidak pernah mendapatkan bimbingan dari orang tua, sehingga dibutuhkan seorang pengasuh yang berkompetensi untuk dapat memilih model pembelajaran dan metode yang cocok agar anak yatim tertarik dan mudah memahami materi yang diberikan serta agar tidak membosankan. Anak juga memiliki jenjang usia dan pendidikan yang berbeda. b. Indikator Process Indikator proses ini mencakup: 1) Perilaku Administratif Guru Pelaksanaan pendidikan moral terdapat beberapa kendala, antara lain dari peserta didik sendiri (anak yatim) yang sangat berpengaruh besar terhadap keberhasilan penerapan pendidikan moral, yang sebagian dari anak yatim ada yang belum bersekolah. Hal inilah yang membuat ustaz kesulitan dalam menerapkan pendidikan moral. Karena tingkat pendidikan dan usia anak yatim yang berbeda-beda. Kemudian dari segi ustaz sendiri sebagai fasilitator, kurang kompeten. Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa: Pendidikan berarti daya upaya untuk memajukan pertumbuhan nilai moral (kekuatan batin, karakter), fikiran (intellect) dan tumbuh anak yang antara satu dan lainnya saling berhubungan agardapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras. (Zaim Elmubarok, 2008: 2) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 147
2) Alokasi Waktu Guru Waktu yang digunakan guru untuk menyampaikan materi kepada anak didik dilaksanakan ba‟da ashar di ruang belajar. Waktu yang digunakan harus memadai sehingga dapat digunakan secara efektif. Alokasi waktu yang digunakan untuk pendidikan moral 1½ jam. Akan tetapi terkadang ustadz yang mmeberikan materi pendidikan moral datang terlambat sehingga pembelajaran molor antara 30-60 menit. Jadi dapat disimpulkan bahwa waktu yang diberikan kepada pengsuh pendidikan moral dirasa masih kurang, apalagi berdasarkan kenyataan yang peneliti lihat di lapangan pengasuh kadang tidak mengisi pada saat jam bimbingan karena ada halangan tugas di luar panti. Sedangkan waktu untuk pembinaan agama untuk pengasuh kurang karena jumlah anak yatim yang banyak membutuhkan waktu yang banyak pula agar anak yatim paham dan mengerti yang diajarkan. Hal ini menjadi kendala penerapan pendidikan moral dilihat dari segi alokasi waktu guru. 3) Alokasi Waktu Peserta Didik Peserta didik di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” yang memiliki jenjang pendidikan dan usia yang berbeda-beda mengakibatkan daya serap mereka terhadap teori yang diajarkan juga berbeda sehingga sikap disiplin yang diterapkan oleh anak juga berbeda tergantung pada jenjang usia. Hal ini dapat dilihat dari alasan peserta didik dalam melaksanakan sikap disiplin, mulai dari takut pada hukuman yang diberikan pengasuh sampai pada untuk mendapatkan persetujuan (pujian) dari orang lain. Hal ini sesuai dengan tahapan perkembangan moral menurut L. Kohlberg (1995: 231-234) mengemukakan ada tingkat perkembangan moral, yakni: Tingkat Pra-Konvensional, tingkat Konvensional dan tingkat Pasca-Konvensional. Dalam tingkat Pra-Konvensional (usia 4-10 tahun) anak menentukan keburukan berdasarkan tingkat hukuman akibat keburukan tersebut. Sedangkan tingkat Konvensional (usia 10-13 tahun) anak danto user remaja berperilaku sesuai dengan commit mendapatkan persetujuan orang dewasa.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 148
Berdasarkan uraian di atas maka tingkat perkembangan moral peserta didik (anak yatim) pada tingkat konvensional, hal ini juga didukung oleh usia peserta didik yang belum mencapai usia dewasa. Sehingga dalam penerapan pendidikan moral disesuaikan dengan usia mereka agar mereka dapat menerima materi yang di ajarkan. c. Indikator Output Indikator output ini mencakup: 1) Hasil-hasil yang Berhubungan dengan Prestasi Belajar Prestasi belajar adalah hasil yang tampak dari kegiatan menggali ilmu dan ketrampilan. Prestasi belajar bisa dinilai dari tiga aspek yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Penerapan pendidikan moral tidak hanya melihat pada aspek kecerdasan kognitif saja melainkan juga perlu memperhatikan aspek afektif dan psikomotorik. Sebab penerapan pendidikan moral sendiri bertujuan untuk mengembangkan watak maupun karakter dari anak yatim kearah yang lebih baik agar menjadi manusia yang bermoral dan hidup normatif di dalam masyarakat. Ustadz tidak secara rutin membuat nilai hasil belajar siswa yang seharusnya diberikan setiap bulannya, hal ini mengakibatkan semangat anak untuk belajar menjadi berkurang. 2) Hasil-hasil yang Berhubungan dengan Perubahan Sikap yang Konsisten Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh perubahan dalam sikap disiplinnya. Sehingga dalam hal ini peran pendidikan moral baik dalam sekolah formal maupun nonformal sangat penting dalam membentuk kepribadian peserta didik yang memiliki moral, berbudi pekerti dan berakhlak mulia, sebab peserta didik yang memiliki kecerdasan intelektual setinggi apapun tidak akan bermanfaat secara positif bila tidak memiliki kecerdasan afektif secara emosional, sosial, maupun spiritual. Sikap yang dimiliki anak hanya ketika ustadz tersebut memberikan materi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 149
pembelajaran di kelas dan anak akan mengulang kesalahan yang sama besuk paginya. Anak pada suatu waktu menaati peraturan dan pada peraturan yang lain mereka masih melanggar. Hal ini menunjukkan masih adanya rasa takut pada diri anak untuk melaksanakan tata tertib karena adanya pengasuh atau ustadz sehingga sikap disiplin yang dimiliki anak karena perasaan takut. Hal ini menjadi kendala penerapan pendidikan moral yang ditunjukkannya dalam kehidupan sehari-harinya baik selama mereka di panti asuhan maupun saat mereka berada di sekolah. Ini menandakan bahwa sikap dan perilaku dari anak yatim sendiri belum menunjukkan disiplin moral karena anak yatim sendiri bertindak tidak karena kewajiban kewajiban. Selain itu juga dapat dilihat dari skor pelanggaran siswa di masing-masing sekolah dimana anak yatim tersebut bersekolah. d. Indikator Outcome Indikator outcome ini meliputi: 1) Tingkat Kedisiplinan Anak di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” dan di Sekolah Peserta didik di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” yang memiliki jenjang pendidikan dan usia yang berbeda-beda mengakibatkan daya serap mereka terhadap teori yang diajarkan juga berbeda sehingga sikap disiplin yang diterapkan oleh anak juga berbeda. Hal ini dapat dilihat dari alasan peserta didik dalam melaksanakan sikap disiplin, mulai dari takut pada hukuman yang diberikan pengasuh sampai pada untuk mendapatkan persetujuan (pujian) dari orang lain. Hal ini sesuai dengan tahapan perkembangan moral menurut K. Bertens (1995: 231-234) mengemukakan ada tingkat perkembangan moral, yakni: Tingkat Pra-Konvensional, tingkat Konvensional dan tingkat Pasca-Konvensional. Dalam tingkat Pra-Konvensional (usia 4-10 tahun) anak menentukan keburukan berdasarkan tingkat hukuman akibat keburukan tersebut. Sedangkan tingkat Konvensional (usia 10-13 tahun) anak dan remaja berperilaku sesuai dengan mendapatkan persetujuan orang dewasa. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 150
Tingkat perkembangan moral peserta didik (anak yatim) pada tingkat konvensional, hal ini juga didukung oleh usia peserta didik yang belum mencapai usia dewasa. Sehingga dalam penerapan pendidikan moral disesuaikan dengan usia mereka agar mereka dapat menerima materi yang di ajarkan. 4. Kaitan Pendidikan Moral Dalam Membentuk Disiplin Moral Dengan Pendidikan Kewarganegaraan Pendidikan kewarganegaraan sebagai salah satu mata pelajaran yang memuat pendidikan moral memiliki tugas untuk menjadikan anak manusia bermoral baik dan manusiawi. Ada beberapa tokoh atau pakar yang mengembangkan pembelajaran nilai moral dengan tujuan membentuk watak atau karakter anak. Menurut Dasim Budimansyah (2007) mengatakan “Pentingnya mata pelajaran PKn diberikan di sekolah adalah dalam rangka membina sikap dan perilaku siswa sesuai dengan nilai moral pancasila dan UUD 1945 serta menangkal berbagai pengaruh negatif yang datang dari luar baik yang berkaitan dengan masalah ideology maupun budaya”. Pendapat lain diungkapkan Winarno (2008: 78) “Dalam klasifikasi filsafat, nilai moral (nilai kebaikan) adalah yang menjadi fokus dan bahan bagi pelajaran PKn”. Salah satu pendidikan yang diberikan Panti Asuhan Anak yatim “Miftahul Jannah adalah pendidikan moral yang merupakan muatan dari Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Dalam mata pelajaran PKn salah satu ruang lingkupnya adalah norma, hukum dan peraturan, meliputi: tertib dalam kehidupan keluarga, tata tertib di sekolah, norma yang berlaku di masyarakat, peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sistem hukum dan peradilan nasional, hukum dan peradilan internasional. Salah satu kompetensi dasarnya siswa diharapkan mampu menerapkan norma-norma, kebiasaan, adat istiadat dan peraturan yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal ini berarti pendidikan moral tidak hanya diajarkan melalui satu mata pelajaran saja, melainkan terintegrasi dalam berbagai mata pelajaran yang ada. Salah satu mata commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 151
pelajaran
yang
menanamkan
pendidikan
moral
adalah
Pendidikan
Kewarganegaraan. Dengan berbekal sikap disiplin yang diberikan Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” yang ada pada diri seorang anak akan berpengaruh terhadap aspek kepribadian anak yang positif lainnya. Aturan yang diterapkan kepada anak akan membatasi anak untuk bisa menahan diri dan tidak bersifat impulsive. Anak akan belajar bahwa tidak semua keinginan-keinginannya itu selalu bisa terpenuhi, mengingat apa yang menjadi keinginannya selalu ada batasnya. Anak juga akan memiliki komitmen atas apa yang dilakukannya, taat pada aturan dan tidak bersikap semaunya sendiri. Manfaat lainnya yang diperoleh adalah anak akan belajar untuk memilih mana yang baik dan mana yang buruk. Pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” merupakan salah satu pendidikan non-formal yang memberikan materi tentang nilai-nilai moral yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari. Panti asuhan memberikan pendidikan moral setiap satu minggu sekali terjadwal selama 1½ jam, yang efektif hanya satu jam saja. Hal ini mengakibatkan penerapan pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” belum efektif terbukti dengan masih adanya pelanggaran tata tertib yang dilakukan anak baik di sekolah maupun di panti. Anak yatim bernama Eko Wahyono merokok di sekolah, sedangkan Ilham Taufiqurohman terlambat pulang ke panti. Elizabeth B. Hurlock (1978: 82) mengemukakan bahwa disiplin berasal dari kata yang sama dengan ”disciple” yakni seorang yang belajar dari atau secara sukarela mengikuti seorang pemimpin. Orang tua dan guru merupakan pemimpin dan anak merupakan murid yang belajar dari mereka cara hidup yang menuju ke hidup yang lebih berguna dan bahagia. Dengan kata lain displin merupakan cara masyarakat mengajar anak perilaku moral yang disetujui oleh masyarakat. Lebih lanjut Hurlock menyatakan bahwa seluruh tujuan disiplin adalah membentuk perilaku sedemikian rupa sehingga ia akan sesuai dengan peran-peran yang ditetapkan kelompok budaya, tempat individu itu diidentifikasikan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan data yang dikumpulkan peneliti di lapangan dan analisis yang telah dilakukan oleh peneliti maka dapat ditarik kesimpulan untuk menjawab perumusan masalah yang ada. Adapun kesimpulan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Strategi penerapan pendidikan moral yang diterapkan di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” yakni: (a) Modeling keteladanan/contoh, (b) Pembiasaan / Habituasi dan Pemberian Materi, (c) Strategi Pendekatan Individu, (d) Bimbingan Personal, dan (e) Menciptakan Lingkungan yang Kondusif. 2. Efektivitas penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral pada anak yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” belum efektif, hal ini dapat dilihat dari: a. Indikator input meliputi: 1) Karakteristik Guru Pendidikan Moral Karakteristik
guru
pendidikan
moral
kurang
antusias
dalam
memberikan pendidikan moral pada peserta didiknya. 2) Fasilitas Fasilitas ruang kelas yang digunakan untuk memberikan pembelajaran pendidikan moral masih kurang nyaman karena masih bergabung menjadi satu dengan perpustakaan yang masih dalam proses pembangunan. 3) Perlengkapan Perlengkapan di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” masih kurang yaitu LCD yang membantu anak yatim dalam memahami materi yang diajarkan, misalnya dengan adanya LCD dapat diputarkan film-film tentang disiplin yang dapat memberikan semangat kepada commitperilaku to user disiplinnya. anak yatim umtuk mengubah
152
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 153
4) Materi Pembelajaran Materi yang diberikan oleh ustadz tidak didasarkan pada silabus kemudian mengenai materi pembelajaran akhlak tidak mempunyai sumber buku acuan, hanya berupa cerita keteladanan Nabi. 5) Metode Pembelajaran Metode yang digunakan ustaz pendidikan moral sama untuk usia dan jenjang pendidikan yang berbeda. b. Indikator process berupa alokasi waktu yang digunakan untuk pendidikan moral. Waktu yang diberikan untuk pendidikan akhlak dan sikap masingmasing 1½ jam dalam satu minggu sehingga ketika ustaz berhalangan hadir dalam memberikan materi kepada anak yatim tidak ada waktu yang lain untuk mengganti. Hal ini menyebabkan ustadz merasa kesulitan memberikan materi kepada anak yatim agar anak yatim mengerti dan memahami materi yang diberikan ustaz. c. Indikator output dan outcome berupa hasil yang berhubungan dengan perubahan sikap disiplin anak yatim. Adapun salah satu tujuan dari penerapan pendidikan moral adalah agar anak yatim dapat meningkatkan disiplin yang bersumber dari hati dan dari kewajibannya untuk melaksanakan disiplin bukan karena takut pada hukuman. Akan tetapi, dalam kenyataannya masih ada anak yatim yang seharusnya datang ke panti (santunan luar) untuk mengikuti bimbingan dengan alasan malas tidak datang. Selain itu masih ada anak yang melanggar tata tertib sekolah (merokok dan mengatuk di kelas). Hal ini menunjukkan masih kurnagnya kesadaran anak yatim untuk mengikuti pendidikan moral yang diadakan Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”. Jadi dalam hal ini, tujuan dari penerapan pendidikan moral belum mencapai hasil maksimal, karena hasil yang berhubungan dengan perubahan disiplin anak belum tercapai secara maksimal.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 154
3. Faktor yang menjadi kendala sulitnya penerapan pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” antara lain: a. Peserta didik yang mempunyai karakteristik berbeda mengenai kesadaran, usia dan tingkat pendidikan (personal anak). b. Guru sebagi fasilitator yang membantu anak memahami dan menghayati nilai-nilai moral yang kurang kompeten. c. Sarana prasarana kurang nyaman karena sebagian masih dalam proses pembangunan.
B. Implikasi Berdasarkan kesimpulan atas jawaban yang telah dirumuskan berkaitan dengan efektivitas penerapan pendidikan moral dalam membenruk disiplin moral, maka implikasi dirumuskan sebagai berikut: 1. Strategi pendidikan moral yang digunakan dalam menunjang penerapan pendidikan moral yakni: (a) modeling keteladanan/contoh, (b) pembiasaan / habituasi dan pemberian materi, (c) strategi pendekatan individu, (d) bimbingan personal, dan (e) menciptakan lingkungan yang kondusif. Pendidik dalam mengajarkan pendidikan moral kepada anak yatim belum mengunakan semua strategi pendidikan moral yang ada yaitu dengan strategi pembelajaran kelompok. Dengan adanya hal tersebut dimungkinkan anak yatim tidak memiliki kerjasama antar anggota serta proses penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral pada anak yatim belum dapat tercapai dengan maksimal. 2. Penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” dapat dikatakan belum sepenuhnya efektif. Hal ini mengakibatkan beberapa anak yatim belum memahami apa yang telah dijelaskan oleh pendidik. Guru pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” dalam memberikan materi disesuaikan dengan kemampuan peserta didiknya agar apa yang telah diajarkan dapat diterima dan diamalkan oleh anak yatim dan dapat tercapai tujuan pendidikan moral secara maksimal. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 155
3. Faktor-faktor yang menjadi kendala penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral yakni: (1) Peserta didik yang mempunyai karakteristik berbeda mengenai kesadaran, usia dan tingkat pendidikan (personal anak), (2) Guru sebagai fasilitator yang membantu anak memahami dan menghayati nilai-nilai moral yang kurang kompeten, dan (3) Sarana prasarana kurang nyaman karena sebagian masih dalam proses pembangunan, Hal ini mengakibatkan proses pembelajaran yang dilaksanakan kurang memperhatikan anak sebagai subyek pendidikan, sehingga anak yatim belum dapat mencapai tujuan pembelajaran dalam rangka membentuk disiplin moral.
C. Saran Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dari penelitian ini, maka peneliti dapat mengemukakan saran-saran sebagai berikut: 1. Bagi Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”: a. Dalam menggunakan strategi pendidikan moral disarankan menggunakan semua strategi agar dapat menunjang strategi lainnya sehingga dapat membantu dalam membentuk disiplin moral peserta didik. b. Perlu adanya penambahan waktu dalam pemberian materi pendidikan moral. c. Perlu adanya komunikasi yang interaktif antara pengasuh dengan pihak sekolah untuk mengetahui sejauh mana anak melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya untuk melaksanakan aturan tata tertib di sekolah. 2. Bagi ustadz pendidikan moral: a. Untuk ustadz disarankan lebih memposisikan diri sebagai orang tua tidak hanya mengawasi saja tetapi benar-benar memeriksa dan mengarahkan anak yatim yang mengalami kesulitan dalam belajar. b. Perlu adanya inovasi dalam pembelajaran pendidikan moral tujuannya agar siswa mampu memahami materi pelajaran dan tidak membosankan. c. Perlunya penerapan strategi pembelajaran untuk anak yang memiliki jenjang usia yang berbeda, karena untuk anak yang masih kecil sulit untuk commit to user menyerap materi yang diajarkan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 156
3. Bagi anak yatim sebagai peserta didik hendaknya bersikap disiplin dalam kehidupan baik di panti maupun di sekolah sehingga dapat meningkatkan kualitas diri sendiri, serta lebih giat dan sabar dalam mengikuti semua kegiatan bimbingan yang ada di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” khususnya dalam kegiatan pendidikan moral. 4. Bagi keluarga, hendaknya memberikan waktu dan kepercayaannya kepada Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” untuk mendidik mereka secara tepat, mematuhi aturan berkunjung yang ada di panti. 5. Bagi guru sebagai orang tua anak di sekolah perlu melakukan komunikasi yang interaktif dengan pihak panti mengenai anak karena ketika di sekolah pihak panti tidak mengetahui kondisi anak. Guru hendaknya memberikan ruang dan posisi yang sama antara anak yang berasal dari panti dengan yang lainnya agar anak dapat menjalankan fungsinya sebagai siswa secara efektif 6. Bagi Prodi PPKn, hendaknya hasil penelitian ini digunakan sebagai sumbangan dalam mata kuliah bidang studi PPKn yang berhubungan dengan pendidikan moral agar dapat membentuk mahasiswa-mahasiswi yang mempunyai rasa kemanusiaan dan rasa disiplin khususnya dalam menghadapi masalah anak yatim yang tidak hanya menjadi tanggung jawab dari pemerintah dan yayasan sosial saja. 7. Bagi pemerintah hendaknya memberikan jaminan sosial kepada anak yatim sehingga mereka dapat melanjutkan pendidikannya. Serta melalui programprogram pemerintah menjadikan anak yatim bermanfaat bagi negara bukan menjadi beban negara.
commit to user