EFEKTIVITAS INFUSA BUAH ADAS (Foeniculum vulgare Mill.) TERHADAP KADAR PROGESTERON DARAH TIKUS PUTIH BETINA (Rattus norvegicus) OVARIEKTOMI
SRI WARISKA
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efektivitas Infusa Buah Adas (Foeniculum vulgare Mill.) terhadap Kadar Progesteron Darah Tikus Putih Betina (Rattus norvegicus) Ovariektomi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, 21 Agustus 2015 Sri Wariska NIM B04110072
ABSTRAK SRI WARISKA. Efektivitas Infusa Buah Adas (Foeniculum vulgare Mill.) terhadap Kadar Progesteron Darah Tikus Putih Betina (Rattus norvegicus) Ovariektomi. Dibimbing oleh HERA MAHESHWARI dan UMI CAHYANINGSIH. Adas merupakan tanaman yang mengandung fitoestrogen dan memiliki efek sama seperti estrogen alami. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas infusa buah adas (Foeniculum vulgare Mill.) terhadap kadar progesteron darah tikus putih betina (Rattus norvegicus) ovariektomi. Penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus betina yang dibagi dalam 5 kelompok. Kelompok KN adalah kelompok kontrol negatif yang diberi aquades 1 ml. Kelompok KP adalah kontrol positif yang diberi etinil estradiol dengan dosis 0.045 mg/100 g BB. Kelompok perlakuan D1, D2, D3 diberi infusa adas sebesar 73 mg, 146 mg, dan 292 mg masing-masing untuk 100 g BB. Pemberian aquades, etinil estradiol, dan infusa buah adas dilakukan selama 15 hari dengan rute oral, dan pada hari terakhir dilakukan ulas vagina. Kadar progesteron dalam serum darah diuji dengan radioimmunoassay (RIA). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian infusa buah adas (Foeniculum vulgare Mill.) dengan dosis tertinggi (292 mg/100 g BB) pada tikus ovariektomi cenderung dapat memicu memunculkan fase estrus kembali dan tidak memiliki efek terhadap kadar progesteron. Kata kunci: adas, fitoestrogen, progesteron,
ABSTRACT SRI WARISKA. Effect of Fennel Fruit Infussion (Foeniculum vulgare Mill.) on Progesteron Level of Ovariectomy Rat (Rattus norvegicus). Under supervision of HERA MAHESHWARI and UMI CAHYANINGSIH. Fennel fruit are plants that contains natural phytoestrogen and have a similar effect as natural estrogen. This study was aimed to describe effectiveness of fennel fruit Infussion (Foeniculum vulgare Mill.) on progesteron level of ovariectomy rat (Rattus norvegicus). This research used 25 female rats that were divided into 5 groups. KN is negative control given distilled water 1 ml. KP is positive control given etinil estradiol 0.045 mg/ 100 g body weight. Treatment D1, D2, D3 given infussion of fennel with three different doses of 73 mg, 146 mg, and 292 mg respectively for 100 g BB. Administration of distilled water, etinil estradiol, and infussion of fennel fruit were done for 15 days with the oral route and the last day with vaginal swab. The progesteron level of serum was analysed by using radioimmunoassay (RIA). The result of this research showed that giving infusion of fennel fruit (Foeniculum vulgare Mill.) with highest dosis could trigger showing estrus phase again and have not effect for progesteron level. Keywords: adas, fitoestrogen, progesteron.
EFEKTIVITAS INFUSA BUAH ADAS (Foeniculum vulgare Mill.) TERHADAP KADAR PROGESTERON DARAH TIKUS PUTIH BETINA (Rattus norvegicus) OVARIEKTOMI
SRI WARISKA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
/~-------
Judul Skripsi
Nama NIM
: Efektivitas Infusa Buah Adas (Fo eniculum vulgare Mill.) Terhadap Kadar Progesteron Darah Tikus Putih Betina (Rattus norvegicus) Ovariektomi Sri Wariska : B04110072
Disetujui oleh
\_ ~l' ~ /\
(\!U..\1\4@\;
Dr Drh Hera Maheshwari, MSc Pembimbing I
TanggalLulus:
.3 1~ AUG. 2015
Prof Dr Drh Hj Umi Cahyaningsih, MS Pembimbing II
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, berkat rahmat dan segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul, “Efektivitas Infusa Buah Adas (Foeniculum vulgare Mill.) Terhadap Kadar Progesteron Darah Tikus Putih Betina (Rattus norvegicus) Ovariektomi”. Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu sehingga skripsi ini telah berhasil diselesaikan dengan baik. Terimakasih penulis sampaikan kepada : 1. Ibu Dr Drh Hera Maheshwari, MSc dan Ibu Prof Dr Drh Hj Umi Cahyaningsih, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan nasehat, bimbingan, arahan, dan koreksi yang sangat berguna bagi penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi. 2. Bapak Drh Kusdiantoro selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan dukungan, motivasi, semangat, nasehat serta masukan yang sangat membangun dan bermanfaat dari semester 3 hingga semester 8. 3. Staff laboratorium Bagian Fisiologi, Parasitologi, dan UPHL. 4. Ibunda rosdiana, noviana, magdalena, alm.kak adi, alm.kak ican, alm. kakek, nenek, sigit, beserta keluarga besar atas doa, kasih sayang, perhatian dan motivasi yang diberikan. 5. Teman-teman sepenelitian : resti dan melpa atas kerjasama yang baik dan dukungan semangat selama penelitian. 6. Sahabat BG tersayang, sahabat-sahabat di IPB, beserta semua sahabat yang ada di kos marhamah yang telah banyak membantu dan memberikan perhatian dan semangat kepada penulis. 7. Teman-teman seperjuangan GANGLION (FKH angkatan 48) yang telah memberi warna beserta pengalaman dalam hari-hari penulis. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak serta masyarakat umum. Kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan penulis agar kedepannya karya penulis dapat lebih baik.
Bogor, 21 Agustus 2015 Sri Wariska
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Adas (Foeniculum vulgare Mill)
2
Fitoestrogen
4
Progesteron
5
Estrogen
5
Tikus Putih
6
METODE
6
Waktu dan Tempat Penelitian
6
Alat dan Bahan
6
Metode Penelitian
7
Analisis Data
9
HASIL DAN PEMBAHASAN SIMPULAN DAN SARAN
9 13
Simpulan
13
Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
13
LAMPIRAN
16
RIWAYAT HIDUP
18
DAFTAR TABEL 1 Kadar progesteron dalam darah tikus ovariektomi yang diberikan infusa adas 2 Sampel Ulas Vagina Hari Ke-15
10 11
DAFTAR GAMBAR 1 Bagan perlakuan penelitian
8
DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil Analisis Kadar Progesteron
16
PENDAHULUAN Latar Belakang Penuaan merupakan penurunan secara fisiologis fungsi tubuh dan berbagai sistem organ yang mengakibatkan peningkatan kejadian penyakit serta kehilangan mobilitas dan ketangkasan. Fase penuaan menyebabkan penurunan beberapa fungsi tubuh. Penurunan dari fungsi organ tubuh berbeda˗beda tergantung pada waktu serta kondisi fisiologis dari tubuh. Perkembangan populasi dari suatu hewan dapat mengalami penurunan yang disebabkan oleh gangguan pada proses reproduksinya, terutama yaitu pada hewan betina (Dewi 2010). Reproduksi merupakan suatu proses fisiologis yang terjadi pada seluruh makhluk hidup bertujuan untuk mempertahankan keturunan serta kelangsungan hidup selanjutnya. Proses ini memerlukan bantuan dari hormon reproduksi yaitu hormon yang secara langsung maupun tidak langsung berpartisipasi dalam proses reproduksi. Beberapa hormon yang termasuk dalam hormon reproduksi betina diantaranya yaitu, estrogen dan progesteron. Proses reproduksi yang normal pada hewan betina tergantung pada fisiologis tubuh, seperti organ reproduksi dan mekanisme kerja hormon reproduksi. Mekanisme hormon pada hewan betina akan memengaruhi berbagai proses metabolisme dalam tubuh, khususnya pada siklus estrus. Penentuan dari masa estrus berperan penting dalam meningkatkan keberhasilan fertilisasi dan reproduksi hewan sehingga mampu membantu meningkatkan jumlah populasi hewan (Nalley et al. 2011). Masa subur umumnya terjadi dipertengahan siklus, hewan betina dapat dikawinkan secara alami didalam penangkaran. Masa subur ditandai dengan dilepaskannya sel telur betina matang melalui peristiwa ovulasi (Sophia, 2003). Pada masa tersebut, hormon estrogen mencapai kadar maksimal dan kemudian menurun drastis. Setelah ovulasi terjadi, rendahnya kadar estrogen akan digantikan dengan mulai meningkatnya kadar progesteron. Peningkatan kadar progesteron menandakan ovulasi telah terjadi dan kadar progesteron akan mencapai puncaknya pada fase midluteal siklus. Fluktuasi kadar hormon˗hormon tersebut merupakan respons terhadap bekerjanya hormon˗hormon hipofisis pada organ ovari (Champbell et al. 2004; Dewi 2010). Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan alam dari tanaman yang beraneka ragam dan sangat besar. Berbagai manfaat pun dapat diperoleh dari masing˗masing tanaman tersebut, mulai dari penggunaannya sebagai makanan, rempah˗rempah, sampai tanaman obat (obat herbal). Adas (Foeniculum vulgare Mill) merupakan salah satu dari beragam tanaman obat yang dianggap bermanfaat bagi kesehatan. Buah adas (Foeniculum vulgare Mill) mengandung trans˗anethol, fenchone, dan estragol yang diduga memiliki potensi sebagai fitoestrogen (Agustini dan Saepudin 2006). Buah adas dapat dimanfaatkan untuk mengatasi sakit perut, mual, perut kembung, muntah, diare, nyeri haid, dan haid tidak teratur (Hartini et al. 2009). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas infusa buah adas (Foeniculum vulgare Mill.) secara peroral terhadap kadar progesteron darah tikus putih betina (Rattus norvegicus) ovariektomi.
2
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas infusa buah adas (Foeniculum vulgare Mill.) terhadap kadar progesteron darah tikus putih betina (Rattus norvegicus) ovariektomi.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai gambaran dari hasil efektivitas infusa buah adas (Foeniculum vulgare Mill) terhadap kadar progesteron darah tikus putih betina (Rattus norvegicus) ovariektomi.
TINJAUAN PUSTAKA Adas (Foeniculum vulgare Mill) Deskripsi Adas (Foeniculum vulgare Mill) Tanaman adas (Foeniculum vulgare Mill) adalah tanaman herba tahunan yang berasal dari Eropa Selatan dan daerah Mediterania dan menyebar cukup luas di berbagai negara seperti Cina, Meksiko, India, Itali, Indian dan termasuk negara Indonesia. Buah adas (Foeniculum vulgare Mill) merupakan salah satu rempah˗rempah umum di seluruh dunia (Khare 2007). Dari kelas Magnoliopsida, ordo Apiales, famili Umbelliferae, dan genus Foeniculum. Genus Foeniculum mempunyai tiga spesies, yaitu Foeniculum vulgare, Foeniculum azoricum, dan Foeniculum dulce. Foeniculum vulgare memiliki dua sub spesies, yaitu F. Vulgare Mill. subspesies vulgare varietas dulce (adas manis) dan F. Vulgare Mill. subspesies vulgare varietas vulgare (adas pedas) (Rather et al. 2012). Ada dua jenis adas yang dikenal di Indonesia, yaitu F vulgare Mill. (adas manis) dan Anetum Graveolens Linn (adas sowa). Adas manis telah digunakan di China, Meksiko, India, dan negara˗negara lainnya sebagai obat, penambah rasa pada makanan, parfum dan kosmetik (Rather et al. 2012). Kingdom : Plantae Kelas : Magnoliopsida Ordo : Apiales Famili : Umbilliferae Genus : Foeniculum Spesies : Foeniculum Vulgare Subspesies : F. Vulgare var. dulce (adas manis) F. vulgare var. vulgare (adas pedas) Tanaman adas memiliki lima bagian yaitu, akar, batang, daun, bunga dan biji (buah adas) (Fahmi 2008). Adas dicirikan dengan bentuk tanaman tegak menahun. Tinggi tanaman dapat mencapai 1˗2 m dengan percabangan yang banyak dan mempunyai batang beralur. Daun berbagi menyirip, berbentuk bulat
3
telur sampai segitiga dengan panjang 3 cm dan bunga berwarna kuning membentuk kumpulan payung yang besar. Dalam satu payung besar terdapat 15˗40 payung kecil dengan panjang tangkai payung 1˗6 cm (Ruff 2000). Bunga berbentuk silindris dengan panjang 3.5˗4 mm. Pada masing˗masing bijinya terdapat tabung minyak, yang letaknya berselang˗seling. Pada waktu muda biji adas berwarna hijau kemudian kuning kehijauan dan berwarna kuning kecokelatan pada saat panen (Rusmin dan Melati 2007). Secara umum biji atau buah adas memiliki komponen utama minyak atsiri yang penting yaitu anethol yang terkandung sekitar 70% dalam bijinya. Tanaman ini dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi dengan kisaran ketinggian 10˗2500 mdpl. Di Indonesia, tanaman adas banyak terdapat di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan ketinggian 250˗1500 mdpl. Tanaman adas memerlukan cuaca sejuk dan cerah untuk keberhasilan pertumbuhannya, dapat tumbuh di tepi sungai, tepi danau, daerah pembuangan dan daerah yang terganggu habitatnya. Tanaman adas merupakan tanaman khas yang tumbuh di palung sungai. Paling baik tumbuh pada tanah berlempung, tanah yang cukup subur dan berdrainase baik, berpasir dan liat yang berkapur dengan kisaran pH sebesar 4.8˗8.5 (Faucon 2000). Komposisi dan Kandungan Kimia Tanaman adas terbagi menjadi dua yaitu adas pedas dan adas manis. Adas pedas memiliki karakteristik kandungan minyak essensial minimal 40% dari berat kering buah sedangkan adas manis 20% dari berat buah kering. Minyak esensial pada adas pedas mengandung minimal 15% fenchone, 60% anethole, dan maksimal 6% estragole, sedangkan minyak esensial pada adas manis minimal mengandung 80% anethole, 7.5% fenchone, dan maksimal 10% estragole (EMEA 2008). Adas mengandung minyak atsiri dengan kadar antara 0.6˗6%. Minyak atsiri yang paling utama dari varietas dulce mengandung anethole (50-80%), limonene (5%), fenchone (5%), estragole (methyl-chavicol), safrol, alpha-pinene (0.5%), camphene, beta-pinene, beta-mycrene dan p-cymen. Pada varietas vulgare tidak mengandung lebih banyak minyak atsiri, namun dicirikan oleh fenchone sekitar 12-22% (Rusmin dan Melati 2007). Adas pedas (varietas vulgare) memiliki sifat kimiawi dan efek farmakologis yakni pada buah masak mengandung bau aromatik, rasa sedikit manis, pedas dan hangat. Daun memiliki bau aromatik minyak dari buah yaitu minyak adas (fennel oil). Kandungan anethole yang menyebabkan adas mengeluarkan aroma yang khas dan berkhasiat karminatif. Akar mengandung bergapten, sedangkan stigmasterin (seposterin) dikandung dalam akar dan biji. Buah adas manis memiliki kandungan fitokimia yang lebih baik untuk dimanfaatkan, pada kandungan fitoestrogen buah adas manis lebih tinggi apabila dibandingkan dengan buah adas pedas. Selain itu, minyak essensial adas manis mengandung minimal 80% anethol, maksimal 7.5% fenkon, dan 10% estragol. Sedangkan pada adas pedas mengandung minimal 60% anethol, 15% fenkon, dan maksimal 6% estragol (Silano dan Delbo 2008). Trans-anethol, fenkon dan estragol diduga memberikan efek seperti estrogen (Agustini dan Saepuddin 2006).
4
Khasiat dan Kegunaan Tanaman adas memiliki banyak manfaat mulai dari akar, batang, daun dan bijinya. Bagian akar adas berkhasiat sebagai obat batuk, kembung, kejang-kejang, gangguan saluran pernapasan, pencuci perut, sakit perut setelah melahirkan, penambah rasa pada masakan, wewangian dan kosmetik. Serta daun adas digunakan sebagai diuretikum dan memacu pengeluaran keringat (Foster 2000; Johnson 2000). Buah adas atau fennel fruit adalah buah yang dikeringkan dari tanaman Foeniculum vulgare Mill. Buah adas diduga memiliki potensi estrogenik pada tubuh karena mengandung trans-anethole, fenchone dan estragol yang diduga memiliki efek seperti estrogen (estrogen like-effect), sehingga dapat dimanfaatkan sebagai terapi pada wanita dengan tanda-tanda menopause (Agustini dan Saepudin 2006). Pemberian oral ekstrak metanol adas pada tikus betina yang telah di ovariohisterektomi dengan dosis estrogenik 0.5˗2.5 mg/kg BB/hari dapat menginduksi fase estrus, meningkatkan berat kelenjar mamae dan meningkatkan berat endometrium, serviks dan vagina (Teuscher et al. Dalam Silano dan Marisa 2005). Menurut Hartini et al. (2009), buah adas (Foeniculum vulgare Mill) dan kulit batang pulasari (Alyxia reinwardtii BL) merupakan bahan obat tradisional yang sering digunakan dalam campuran dan sering disebut „adas pulowaras‟. Buah adas dimanfaatkan untuk untuk mengatasi sakit perut, mual, perut kembung, muntah diare, nyeri haid, dan haid tidak teratur. Adas digunakan secara luas untuk mengatasi berbagai macam penyakit, dengan pencampuran ataupun pembuatan obat diharapkan akan mendapatkan efek yang lebih menguntungkan. Fitoestrogen Fitoestrogen diartikan sebagai senyawa alami yang berasal dari tanaman dan memiliki kemampuan mempengaruhi aktivitas estrogenik tubuh. Fitoestrogen akan bersaing dengan estradiol endogen untuk berikatan dengan reseptor estrogen pada sitosol (Whitten dan Patisaul 2001). Makanan yang kaya akan fitoesterogen, beberapa diantaranya adalah tumbuhan dari famili umbelliferous (fennei, seledri, anise, peterseli), brassica (kubis, bunga kol, brokoli, dan brussel sprout), kedelai, kacang-kacangan, gandum, apel, dan alfalfa. Fitoestrogen dibagi ke dalam 3 kelompok, yaitu isoflavon, lignan, dan coumestan. Fitoestrogen isoflavon dan lignan dapat mencegah kanker karena memiliki aktivitas antioksidan, dan mengurangi berbagai keluhan menopause (Purwoko dan Suyanto 2001; Achadiat 2003; Winarsi 2005). Beberapa penelitian telah menunjukkan efek dari fitoestrogen yang memperlambat menopause pada wanita dan mengurangi gejalanya. Kehadiran agen estrogenik pada tahap awal perkembangan dapat memacu berbagai reaksi di dalam tubuh tikus usia muda. Salah satunya dengan merangsang percepatan pertumbuhan organ reproduksi, selain itu adanya kemungkinan terjadinya onset pubertas (Hughes et al. 2004).
5
Progesteron Progesteron adalah hormon steroid yang terlibat dalam siklus estrus dan kebuntingan. Progesteron termasuk kelas hormon progestagen. Progesteron diproduksi oleh korpus luteum dalam ovarium setelah ovulasi dan dalam kelenjar adrenal yang terletak di dekat ginjal, serta di dalam plasenta selama kehamilan (Hadley 2000). Progesteron bertanggung jawab mempersiapkan sistem reproduksi untuk implantasi zigot. Hal tersebut menunjukkan bahwa progesteron yang berada pada plasma preovulatori dapat memicu perilaku seksual pada beberapa spesies. Progesteron memiliki peranan dominan dalam meregulasi siklus estrus (Hadley 2000). Progesteron dianggap dapat mewakili teridentifikasikannya peristiwa ovulasi. Progesteron hanya akan disekresikan melalui suatu badan yang terbentuk setelah ovulasi terjadi. Setelah ovulasi terjadi, kadar pogesteron mulai meningkat, dan terus meningkat sampai mencapai jumlah maksimal (Champbell et al. 2004; Dewi 2010). Jika terjadi fertilisasi pada sel telur hasil ovulasi, maka kadar progesteron dipertahankan sampai kebuntingan terjadi. Sebaliknya, jika sel telur hasil ovulasi tidak difertilisasi, maka kadar progesteron menurun secara gradual, dan terus menurun sampai berakhirnya siklus (Nadjamudin et al 2010). Kadar progesteron tetap rendah di awal siklus berikut sampai ovulasi terjadi lagi (Ward et al 2000). Progesteron mampu mempengaruhi endometrium hanya setelah endometrium mendapatkan pengaruh oleh estrogen. Progesteron bekerja pada endometrium yang telah dipersiapkan oleh estrogen untuk mengubahnya menjadi lapisan yang toleran dan banyak mengandung nutrisi bagi ovum yang telah dibuahi. Progesteron juga mempersiapkan endometrium untuk siap diimplantasi dan menampung embrio dengan cara merangsang kelenjar-kelenjar endometrium agar mengeluarkan dan menyimpan glikogen dalam jumlah besar dan juga dengan merangsang peningkatan vaskularisasi (Sherwood 2001). Estrogen Estrogen adalah hormon steroid yang berperan penting dalam perkembangan organ dan sistem repoduksi wanita. Estogen dihasilkan terutama di ovarium dan sebagian kecil di kelenjar adrenal. Menurut Corwin (2009), estrogen mempengaruhi jaringan targetnya dengan mengubah kecepatan replikasi DNA, transkripsi DNA, atau translasi RNA. Estrogen berpengaruh terhadap organ reproduksi dan non reproduksi. Efek estrogen pada organ reproduksi adalah untuk menstimulasi pertumbuhan lapisan endometrium uterus setiap bulan dalam mempersiapkan implantasi embrio, mempengaruhi perkembangan in utero organ seks internal dan eksternal wanita, dan memelihara kebuntingan. Efek estrogen terhadap organ non reproduksi adalah dalam menstimulasi pembentukan tulang, membatasi resorpsi tulang, menstimulasi ginjal untuk menahan natrium, mempengaruhi sinyal syaraf otak terkait perilaku (Corwin 2009). Estrogen bertanggung jawab atas perilaku reseptif betina selama estrus serta perkembangan dari sex sekunder betina. Pada masa premenopause pematangan folikel tidak beraturan, ovulasi dapat terjadi dan dapat juga tidak, serta sekresi hormon estrogen oleh folikel berkurang. Pada masa menopause, produksi estrogen
6
terutama estradiol jauh lebih menurun dari kadar pada premenopause karena berhentinya aktivitas folikuler (Benson dan Martin 2008). Tikus Putih (Rattus sp.) Tikus merupakan mamalia yang umum digunakan sebagai hewan percobaan. Tikus putih (Rattus sp.) merupakan hewan laboratorium yang memiliki kekhususan karena pertumbuhannya relatif cepat dan lebih mudah berkembangbiak, mudah dipelihara, dan morfologi organ tubuhnya analog dengan organ manusia. Ciri-ciri tikus ini adalah albino, kepala kecil, dan ekor lebih panjang dari badannya. Oleh sebab itu, tikus sering digunakan sebagai hewan pengujian obat sebelum diberikan kepada manusia karena tikus juga merupakan hewan yang relatif sehat dan cocok digunakan untuk penelitian. Tikus juga memiliki panjang siklus estrus yang pendek, sehingga ideal untuk diamati setiap perubahan yang terjadi pada fase siklus estrus (Marcondes et al. 2002). Tikus putih (Rattus norvegicus) terwakili dalam tiga strain, yaitu Long evans, Wistar, dan Sprague dawley. Tikus memiliki tubuh yang kecil, perkembangannya cepat, mempunyai kelenjar keringat di telapak kaki dan ekor tikus menjadi bagian yang paling penting untuk mengurangi panas tubuh.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli sampai September 2014 di Unit Pengelolaan Hewan Laboratorium, Bagian Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah kandang tikus, spidol, alat cukur, clipper, silet, alat bedah minor, catgut, gelas beker, lemari pendingin, alumunium foil, pengaduk gelas, kompor gas, spoit, stopwatch, heating pad, tissue, sonde lambung, kaca preparat, cotton bud, timbangan, mesin sentrifuge, freezer, RIA reader kit progesteron. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah atropine dosis 0.05 mg/kg BB, ketamin 5% dosis 60 mg/kg BB, xylazin 1% dosis 10 mg/kg BB, oxytetrasiklin dosis 10 mg/kg BB, betadine, alkohol 70%, air sabun, bioplasenton, penisilin, 1% etinil estradiol, iodine, aquadest, NaCl fisiologis 0.9%, larutan metanol 9%, larutan giemsa, infusa adas dan pakan tikus berupa pelet ikan. Hewan coba yang digunakan adalah tikus putih betina (Rattus sp), galur SpragueDawley, yang telah melahirkan sebanyak 2 kali.
7
Metode Penelitian Tahap Persiapan A. Operasi Ovariektomi Operasi ovariektomi dilakukan pada bagian flank kiri dengan metode aseptis. Operasi dimulai dengan memberikan premedikasi terlebih dahulu yaitu atropine dosis 0.05 mg/kg BB melalui rute intramuskular (IM). Setelah 15 menit semenjak pemberian premedikasi, tikus disuntikkan sedativa dan anastetikum secara bersamaan melalui rute intraperitoneal (IP) dengan xylazin 1% dosis 10 mg/kg dan ketamin 5% dosis 60 mg/kg sesuai dengan berat badan tikus. Setelah tikus teranastesi dilakukan pencukuran bagian flank kiri menggunakan clipper dengan hati-hati, lalu dilanjutkan dengan penggunaan silet agar rambut-rambut tikus tercukur dengan sempurna. Selanjutnya bagian flank dibersihkan dengan alkohol 70% dan diberikan iodine. Penyayatan dilakukan dibagian flank sebelah kiri dengan terlebih dahulu menyayat kulit, sub kutan dan otot. Lalu dilakukan pemfiksiran organ untuk menemukan ovarium. Setelah ovarium teraba, tarik keluar dengan pinset. Ikat saluran tuba fallopi dengan catgut lalu dipotong. Setelah kedua ovarium terpotong lalu dilakukan penjahitan pada otot, sub kutan dan kulit. Berikan iodine pada bagian yang telah dijahit dan tutup dengan plester. Suntikan antibiotik oxytetrasiklin dengan rute intramuskular (IM) selama 3 hari berturut-turut. B. Infusa Adas Buah adas yang digunakan pada penelitian ini adalah adas manis (F.vulgare Miller subsp. Vulgare varietas dulce Miller) serta memiliki kandungan fitoestrogen (trans-anethole) lebih tinggi 8.1% dibandingkan adas pedas. Simplisia buah adas yang telah dikeringkan dan dihaluskan selanjutnya dibuat dalam bentuk infusa. Pembuatan infusa buah adas ini dengan cara merebus sebanyak 15 g adas dalam 100 ml air dengan suhu 90°c selama 15 menit. Kemudian larutan adas dimasukkan ke gelas piala dan di simpan ke dalam lemari pendingin. Setelah terjadi pengendapan, cairan yang ada di dalam gelas piala ditarik dengan menggunakan pipet dan di masukkan ke dalam gelas piala yang baru dan siap untuk dicekokkan ke tikus. C. Hewan Percobaan Seluruh tikus yang telah diovariektomi diadaptasikan (aklimatisasi) selama 45 hari dari pertengahan bulan Juli sampai pertengahan bulan Agustus 2014 di dalam kandang. Sebanyak 25 ekor tikus betina putih dibagi menjadi lima kelompok perlakuan, masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor. Setiap kelompok dibagi dalam dua kandang, kandang pertama berisi 3 tikus dan kandang kedua berisi 2 tikus. Tikus dari setiap kelompok dikandangkan secara terpisah di dalam kandang berbentuk kotak plastik berukuran 30 cm x 20 cm x 12 cm dengan tutup kawat yang mudah dibuka-tutup. Kandang dialasi dengan litter berupa serbuk gergaji yang diganti setiap minggu agar kondisi kandang tetap kering dan bersih. Pakan berbentuk pelet dan air minum diberikan ad libitum
8
Tahap Perlakuan dan Pengelompokan Hewan Coba Seluruh tikus dikelompokkan sesuai dengan perlakuan. Kelompok kontrol positif (KP) dicekok peroral menggunakan sonde lambung dengan etinil estradiol dengan dosis 0.045 mg/100 g BB, kelompok kontrol negatif (KN) dengan aquades sebanyak 1 ml, kelompok dosis 1 (D1) dengan dosis 73 mg/100 g BB, kelompok dosis 2 (D2) dengan dosis 146 mg/100 g BB, kelompok dosis 3 (D3) dengan dosis 292 mg/100 g BB. Perlakuan pada penelitian ini adalah sediaan infusa buah adas, etinil estradiol, dan aquades diberikan dengan cara dicekok menggunakan sonde lambung. Pemberian sediaan dilakukan selama 15 hari pada jam yang sama setiap harinya. Perlakuan dapat dilihat pada gambar 1. Tahap Perlakuan Selama 15 Hari
Aklimatisasi Selama 45 Hari
Keterangan :
Ulas sel vagina (pagi dan sore). Pemberian pakan, minum dan penggantian sekam.
Koleksi darah. Pencekokan aquades, etinil estradiol, dan infusa buah adas
Gambar 1 Bagan perlakuan penelitian Tahap Pengambilan dan Pengamatan Sampel D. Pengambilan Sampel Ulas Vagina dan Koleksi Darah Sebelum pengambilan darah pada tikus, dilakukan pemeriksaan ulas vagina dengan menggunakan cotton bud yang telah direndam dalam larutan NaCl fisiologis 0.9% sesaat sebelum digunakan, kemudian cotton bud di masukkan kedalam vagina tikus putih dan diputar 360°. Selanjutnya hasil ulasan dioleskan secara merata pada gelas objek, setelah itu dikeringkan dan direndam ke dalam larutan methanol 9% selama 10 menit. Selanjutnya dilakukan pewarnaan giemsa selama 30 menit, lalu dicuci pada air mengalir, kemudian dikeringkan dan siap diamati di mikroskop dengan menggunakan perbesaran 40 kali. Penentuan fase siklus berdasarkan jenis-jenis sel epitel yang terdapat pada preparat ulas vagina. Kemudian, dilakukan pengambilan darah melalui rute intrakardial (jantung) yang mana sebelumnya tikus telah selesai diberikan perlakuan (hari ke 16). Pengambilan darah ini menggunakan spoid 3 ml melalui thoraks bagian kiri serta tepat ke dalam organ jantung. Darah diambil sebanyak kurang lebih 1 ml, lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi penampung. Darah yang telah diambil lalu di sentrifuge dengan kecepatan 2500 rpm selama 10 menit agar mendapatkan serum darah yang bagus. Setelah darah di sentrifuge, serum yang didapatkan di simpan dalam micro tube untuk selanjutnya di simpan dalam freezer. Setelah semua serum terkumpul dilakukan pembacaan kadar progesteron darah dengan menggunakan radioimmunoassay (RIA) kit progesterone.
9
Analisis Data Hasil pengukuran kadar progesteron darah diukur menggunakan radioimmunoassay (RIA) kit progesteron. Kemudian dianalisis menggunakan Rancangan Acak Lengkap untuk mengetahui efektivitas setiap perlakuan pemberian infusa buah adas terhadap kadar progesteron darah tikus putih ovariektomi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pemantauan siklus fase estrus berperan penting untuk keberhasilan fertilisasi serta reproduksi untuk meningkatkan jumlah populasi hewan (Nalley et al. 2011). Dengan diketahui saat masa subur yang umum terjadi di pertengahan siklus, hewan betina dapat dikawinkan secara alami. Masa subur ditandai dengan dilepaskannya sel telur betina matang melalui peristiwa ovulasi (Sophia 2003). Pada masa tersebut, hormon estrogen mencapai kadar maksimal dan kemudian menurun drastis. Setelah ovulasi terjadi, rendahnya kadar estrogen akan digantikan dengan mulai meningkatnya kadar progesteron. Peningkatan kadar progesteron menandakan ovulasi telah terjadi dan kadar progesteron akan mencapai puncaknya pada fase midluteal siklus. Fluktuasi kadar hormon˗hormon tersebut merupakan respons terhadap bekerjanya hormon˗hormon hipofisis pada organ ovari (Champbell et al. 2004; Dewi 2010). Progesteron memiliki aksi yang bervariasi terhadap organ reproduksi betina dan di bawah kondisi fisiologik sering bekerja secara sinergik dengan estrogen. Kadar hormon progesteron yang dihasilkan sangat tergantung pada perkembangan korpus luteum, jika perkembangan korpus luteum berlangsung normal maka akan dihasilkan kadar hormon yang normal. Sebaliknya jika selama proses perkembangan korpus luteum menurun mengakibatkan produksi progesteron terganggu. Hal ini sangat tergantung pada besarnya gangguan yang terjadi selama proses perkembangan korpus luteum (Andria 2012). Pada saat penuaan kadar estrogen dan progesteron otomatis akan mengalami penurunan atau bahkan sampai hilang sehingga fungsi tubuh juga akan mengalami penurunan. Salah satu organ utama sasaran dari progesteron yaitu uterus. Progesteron berperan dalam perubahan progestasional di endometrium dan perubahan siklik di serviks dan vagina. Pada saat menopause, ovarium tidak lagi mensekresikan progesteron dan estradiol dalam jumlah yang bermakna sehingga kadar progesteron dan estrogen dalam darah menjadi rendah. Uterus dan vagina perlahan-lahan menjadi atropi (Ganong 2003). Hasil pengamatan yang telah dilakukan dalam penelitian ini, disajikan pada tabel 1. Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa kelompok KP menghasilkan rata-rata tertinggi dan berbeda nyata (P < 0.05) dengan semua perlakuan. Sedangkan kelompok KN, D1, D2 dan D3 tidak berbeda nyata (P > 0.05). Hal ini dapat dilihat dari rataan kadar progesteron tertinggi dimiliki oleh kelompok KP (48.86 ± 25.86 ng/ml), kemudian dilanjutkan dengan kelompok KN (24.40 ± 19.99 ng/ml), kelompok D1 (19.88 ± 19.89 ng/ml),
10
kelompok D2 (17.47 ± 10.38 ng/ml), dan kelompok D3 (13.19 ± 11.82 ng/ml) dengan nilai kadar progesteron terendah. Tabel 1 Rataan kadar progesteron dalam darah tikus ovariektomi yang diberikan infusa adas. Perlakuan Kadar progesteron dalam serum darah. (rata˗rata ± simpangan baku) ng/ml. KN 24.40 ± 19.99b KP 48.86 ± 25.86a D1 19.88 ± 19.89b D2 17.47 ± 10.38b D3 13.19 ± 11.82b Keterangan : KN=kontrol negatif (aquades 1 ml /100 g) BB, KP=kontrol positif (etinil estradiol 0.045 mg/100 g BB), D1=dosis 1 (73 mg/100 g BB), D2=dosis 2 (146 mg/100 g BB), D3=dosis 3 (292 mg/100 g BB). Notasi pada superscript yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05).
Kadar progesteron tertinggi pada KP (kontrol positif) diduga dikarenakan adanya pengaruh dari hasil ulas vagina pada siklus estrus dengan fase yang berbeda-beda serta dipengaruhi juga oleh hormon progesteron dan estrogen. Sedangkan rendahnya kadar progesteron darah rata˗rata tikus yang diberikan infusa adas dalam perlakuan ini diduga diakibatkan karena tikus putih betina telah diovariektomi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Safrida (2013) bahwa ovariektomi pada tikus menyebabkan penurunan kadar progesteron. Fungsi progesteron sulit dipisahkan dari hormon-hormon lainnya, seperti estrogen. Hal ini disebabkan karena hormon progesteron secara normal bekerja sama dengan estrogen dan steroid lainnya kemudian akan menghasilkan hanya sedikit pengaruh-pengaruh khusus apabila bekerja sendiri. Pada kelompok KN (kontrol negatif) menunjukkan kadar progesteron yang cukup tinggi setelah kelompok KP (kontrol negatif) walaupun tikus hanya mendapatkan perlakuan aquades. Hal ini diduga karena adanya respon fisiologis tikus yang berbeda-beda. Tabel 1 menunjukkan bahwa pada perlakuan setiap kelompok tikus yang diberikan infusa adas memiliki nilai kadar progesteron darah yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok KN (kontrol negatif). Hal ini diduga, dikarenakan pada kelompok perlakuan infusa adas kemungkinan sudah mulai adanya fitoestrogen yang menyerupai sifat estrogen sehingga kadar progesteron perlakuan yang diberikan infusa adas menghasilkan kadar progesteron yang lebih rendah. Pada hari terakhir (hari ke˗15), juga dilakukan pengamatan ulas vagina pada tikus ovariektomi dengan melihat perubahan morfologi sel-sel epitel vagina dan disajikan pada tabel 2. Fase proestrus didominasi oleh sel-sel epitel berinti, pada fase estrus terlihat banyaknya sel pavement / sel yang menumpuk dan sel yang mengalami penandukan, pada fase metestrus tampak sel-sel kornifikasi dan mulai tampak leukosit dan saat fase diestrus terlihat sel-sel epitel berinti dalam jumlah yang sangat banyak dengan leukosit yang mendominasi (Baker 1980).
11
Tabel 2 Sampel Ulas Vagina Hari Ke-15 Fase
Estrus
Proestrus Estrus Metestrus Diestrus
KN
KP
D1
D2
D3
KN(1)B KN(1)E KN(1)K KN(2)B KN(2)E KP(1)B KP(1)E KP(1)K KP(2)B KP(2)E D1(1)B D1(1)E D1(1)K D1(2)B D1(2)E D2(1)B D2(1)E D2(1)K D2(2)B D2(2)E D3(1)B D3(1)E D3(1)K D3(2)E D3(2)E
Siklus
Kelompok Hewan Percobaan
Keterangan : KN=kontrol negatif (aquades 1 ml /100 g) BB, KP=kontrol positif (etinil estradiol 0.045 mg/100 g BB), D1=dosis 1 (73 mg/100 g BB), D2=dosis 2 (146 mg/100 g BB), D3=dosis 3 (292 mg/100 g BB).
Hasil ulas vagina pada tikus ovariektomi menunjukkan bahwa rataan dari kelompok tikus KN (24.40 ± 19.99 ng/ml) yang hanya diberikan aquades berada dalam fase diestrus. Hal ini menunjukkan tidak adanya fase estrus yang terjadi, diduga karena telah dilakukannya ovariektomi sehingga ovarium sudah tidak ada lagi, sehingga hormon progesteron dan estrogen dalam kondisi rendah dan tidak dapat bekerja lagi seperti dalam keadaan normal. Perlakuan kelompok tikus KP (48.86 ± 25.86 ng/ml) yang memiliki kadar progesteron tertinggi diberikan etinil estradiol berada dalam fase metestrus, estrus, dan diestrus. Kondisi ini disebabkan karena etinil estradiol mengandung estrogen sintetik yang memicu estrogen dan progesteron dapat bekerja kembali, walaupun tikus telah diovariektomi sehingga mampu menimbulkan siklus estrus. Namun, efek samping dari estrogen sintetik dapat menimbulkan bahaya kesehatan tubuh diantaranya yaitu berupa kanker endometrium atau selaput lendir rahim (Achadiat 2007). Pemberian infusa adas diberikan pada kelompok tikus D1, D2, dan D3. Pada tikus kelompok D1 (19.88 ± 19.89 ng/ml) dan D2 (17.47 ± 10.38 ng/ml) berada dalam fase diestrus, namun diduga fitoestrogen yang terkandung dalam infusa adas yang telah diberikan sudah menimbulkan sifat estrogen alaminya, namun belum mampu memunculkan fase estrus kembali. Pada tikus kelompok D3 (13.19 ± 11.82 ng/ml) dengan nilai kadar progesteron terendah mempunyai pengaruh terhadap fase siklus estrus, berada dalam fase proestrus, estrus, metestrus dan diestrus. Hal ini diduga dosis tertinggi yang diberikan cenderung mampu memicu estrogen dan progesteron dapat bekerja kembali, walaupun tikus telah mengalami ovariektomi serta cenderung mampu menimbulkan siklus estrus kembali. Siklus reproduksi hormon progesteron dan estrogen pada ovarium dikendalikan oleh adanya interaksi hormonal antara hormon hipofisis dengan hormon ovarium itu sendiri. Seperti halnya mamalia lain, kunci siklus reproduksi tikus betina terletak pada hipotalamus yang berhubungan dengan kelenjar hipofisis. Siklus reproduksi berlangsung dengan bantuan hormon gonadotropin yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis bagian anterior. Hormon gonadotropin terdiri dari FSH (Folicle Stimulating Hormone), LH (Luteinizing Hormone),
12
Prolactine, dan LTH (Luteotropic Hormone). Sintesis serta sekresi FSH dan LH dirangsang oleh GnRH (Gonadotropine Releasing Hormone) yang disekresi oleh hipotalamus. Hormon ini mulai bekerja saat hewan mencapai masa pubertas (kematangan kelamin). FSH dan LH dibutuhkan untuk perkembangan normal folikel di ovarium. Perkembangan awal sel folikel dikendalikan oleh FSH yang selanjutnya merangsang sel granulosa dan sel teka ovarium untuk mensekresi estrogen. Progesteron terdapat dalam jumlah sedikit pada awal perkembangan sel folikel produksi progesteron mulai meningkat dibawah pengaruh LH (Partodihardjo 1987). Keseimbangan estrogen dalam tubuh diatur melalui mekanisme umpan balik positif dan negatif. Saat kadar estrogen dalam darah mencapai derajat ketinggian tertentu, maka terjadilah efek positif disertai dengan pelepasan terhadap LH dari hipofise anterior, mekanisme ini yang disebut dengan mekanisme umpan balik positif. Kemudian informasi kadar estrogen yang tinggi didalam darah tersebut akan diterima oleh hipotalamus sehingga hipotalamus akan menghentikan pelepasan GnRH yang akan berakibat penghentian pelepasan gonadotropin dari hipofise anterior, mekanisme ini juga disebut dengan mekanisme umpan balik negatif (Hafez 1987). Progesteron dihasilkan oleh korpus luteum, plasenta, dan adrenal. Sehingga pada saat menopause atau dalam kondisi ovariektomi, kemungkinan progesteron akan dihasilkan oleh kelenjar adrenal, namun hanya dalam jumlah yang sedikit. Menurut Freeman (2006) bahwa puncak kadar estrogen darah terjadi saat fase proestrus dan diikuti dengan fase estrus, lalu menurun pada saat metestrus dan diestrus. Sehingga pada saat metestrus dan diestrus, progesteron akan otomatis meningkat seiring dengan penurunan kadar estrogen yang tinggi sebelumnya pada fase proestrus dan estrus. Ovariektomi menyebabkan hilangnya ovarium dan kadar progesteron, estrogen menjadi rendah sehingga proliferasi dan kornifikasi sel-sel epitel vagina terganggu dan menyebabkan tidak terjadinya fase estrus pada tikus ovariektomi yang diberi perlakuan kontrol atau aquades (Safrida 2013). Fitoestrogen yang terdapat dalam infusa adas memicu progesteron dan estrogen. Hal ini terbukti bahwa tikus ovariektomi yang diberi infusa adas masih terjadi siklus estrus, namun infusa adas yang diberikan mengandung pada dosis tertinggi D3 (292 mg/100 g BB) sehingga cenderung efektif dalam memicu terjadinya siklus estrus. Pernyataan ini sesuai dengan Achadiat (2007) yaitu fitoestrogen memiliki afinitas yang sangat rendah terhadap reseptor estrogen bila dibanding estrogen. Fitoestrogen diperlukan dalam jumlah yang sangat besar untuk memperoleh efek yang memadai seperti estrogen. Apabila substrat berikatan dengan reseptor-reseptor estrogen maka efek estrogenik baru terjadi. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa kadar hormon progesteron tikus ovariektomi dipengaruhi oleh perlakuan (P ˂ 0.05) yang artinya minimal ada satu perlakuan yang memberikan respon yang berbeda nyata. Untuk itu perlu dilakukan uji lanjut Duncan untuk mengetahui perlakuan mana yang menghasilkan respon yang berbeda nyata. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kadar hormon progesteron pada tikus ovariektomi kelompok KP (kontrol positif) yang diberi etinil estradiol menghasilkan kadar progesteron dengan rataan tertinggi dibandingkan dengan tikus ovariektomi yang diberikan infusa adas dan aquades. Namun, pemberian infusa adas dengan dosis tertinggi 292 mg/100 g BB
13
pada tikus ovariektomi dapat memunculkan fase estrus kembali, kemungkinan diduga lebih berefek dalam meningkatkan hormon estrogen, dan tidak mempunyai efek pada kadar progesteron.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari hasil penelitan dapat disimpulkan bahwa pemberian infusa buah adas (Foeniculum vulgare Mill) dosis (D1) 73 mg/100 g BB, (D2) 146 mg/100 g BB, dan (D3) 292 mg/100 g BB menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dari kontrol positif (KP) yang diberikan etinil estradiol. Pemberian infusa adas dengan dosis (D3) 292 mg/100 g BB yang mengandung fitoestrogen dan bersifat estrogenik mampu menimbulkan fase estrus kembali, kemungkinan diduga lebih berefek dalam meningkatkan hormon estrogen, dan tidak mempunyai efek pada kadar progesteron tikus yang di ovariektomi ataupun yang telah mengalami penuaan.
Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui fase siklus estrus, pengaruh organ uterus, kulit, hati dan ginjal tikus ovariektomi dengan perlakuan yang sama.
DAFTAR PUSTAKA Achadiat CM. 2003. Fitoestrogen untuk Wanita Menopause [Internet]. [diunduh 31 Januari 2015]. Tersedia pada : http://kesrepro.info/aging/januari/2015/ago. Achadiat CM. 2007. Fitoestrogen untuk Wanita Menopause. http://www.klinik.net. Agustini K, Saepuddin Y. 2006. Pengaruh ekstrak buah adas (Foeniculum vulgare Mill) terhadap kadar hormon FSH dan estradiol plasma tikus putih betina galur wistar yang diovariektomi. Artocarpus [Internet]. [diunduh 11 Januari 2015] 8 (2) 97˗103. Tersedia pada: http://isjd.pdii.lipi.go.id/index.php.Search.html. Andria, Yulianti. 2012. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Pegangan (Centella asiatica (L) Urban) Terhadap Kadar Hormon Estradiol dan Kadar Hormon Progesteron Tikus Putih (Rattus norvegicus) Betina. Program Studi Ilmu Biomedik. Baker DEJ, Lindsey JR, Weisbroth SH. 1980. The laboratory rat. Volume 11 Research Applications. Academic Press Inc. London.
14
Benson RC, Martin LP. 2008. Buku Sku Obsetri dan Ginekologi. Edisi ke-9 Wijaya S, penerjemah. Primarianti SS, Resmisari T, editor. Jakarta (ID): EGC. Champbell AN, JB Reece, LG Mitchell. 2004. Biology.W. Manalu (Penterjemah). Edisi ke˗5. Erlangga, Jakarta. Corwin EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi ke˗3. Subekti NB, penejemah; Yudha EK, Wahyuningsih E, Yulianti D, Karyuni PE, editor. Jakarta (ID): EGC. Dewi DSK. 2010. Identifikasi protein early pregnancy factor (EPF) dari kotiledon sapi bunting. [Skripsi]. Surabaya. Surabaya. Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga. [EMEA] European Medicines Agency Evaluation of Medicines for Human Use. 2008. Assesment Report of Foeniculum vulgare Mill. London (GB): EMEA. Fahmi IZ. 2008. Adas tanaman yang berpotensi dikembangkan sebagi bahan obat alami [Internet]. [diunduh 11 Januari 2015]. Tersedia pada : http://balittro. Litbang.deptan.go.id. Faucon P. 2000. Fennel (Foeniculum vulgare Mill). http://www.dessert˗tropical.com. [11 Januari 2015]. Foster S. 2000. Fennel (Foeniculum vulgare Mill). http://www.healthwell.com. [13 Januari 2015]. Freeman ME. 2006. Neuroendocrine Control of the Ovarian Cycle of the Rat, hal 2327-2389. Dalam Physiologi Of Reproduction. Ganong WF. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-20. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Hadley ME. 2000. Endocrinology. Ed. Ke˗5. Prentice˗Hall, Inc., New Jersey: xxii + 595 hlm. Hafez ESE. 1987. Reproduction in Farm Animals. Ed-5. Lea and Febiger. Philadelphia. Hartini YS, Soegihardjo, Putri AIC, Astuti Setyorini MI, Kurniawan D. 2009. Daya Anti Bakteri Campuran Ekstrak Etanol Buah Adas (Foeniculum vulgare Mill) dan Kulit Batang Pulasari (Alyxia reinwardtii BL). Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan Fakultas Farmasi Univesitas Gadjah Mada Yogyakarta : Yogyakarta. Hughes CL, Liu G, Beall S, Foster WG, and Davise V. 2004. Effects of genistein or soy milk during late gestation and lactation on adult uterine organization in the rat. Exp Biol Med. 229:108˗117. Johnson T. 2000. Herbage Guided to Herbs. http://www.herbweb.com. [13 Januari 2015]. Khare CP. 2007. Indian Medicinal Plants. New Delhi: Springer. Marcondes FK, FJ Bianchi, AP Tanno. 2002. Determination of the estrous cyclephase of rats: some helpful considerations. J. Brazilian Archiv. Biol. Technol. 4(A):600˗614. Nadjamudin, Rusdin, Sriyanto, Amrozi, S Agungpriyono, TL Yusuf. 2010. Penentuan siklus estrus pada kancil (Tragulus javanicus) berdasarkan perubahan sitologi vagina. Jurnal Veteriner 11 :81˗86.
15
Nalley WMM, R Handarini, M Rizal, RI Arifiantini, TL Yusuf, B Purwantara. 2011. Determination of the estrous cycle based on vaginal cytologi and hormone profile in timor hind. Jurnal Veteriner 12(2):98˗106. Partodiharjo S. 1987. Ilmu Reproduksi Hewan. Ed ke-2. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Jakarta: Multiara Sumber Widya. Purwoko T, Suyanto P. 2001. Biotransformasi Isoflavon oleh Rhizopus oryzae UICC. 524. Biosmart. 3(2):7˗12. Rather MA, Dar BA, Sofi SN, Bhat BA, Qurishi MA. 2012. Foeniculum Vulgare: A Comprehensive Review of Its Traditional Use, Phytochemistry, Pharmacology, and Safety. Arabian Journal of Chemistry [Internet]. [diunduh 11 Januari 2015]. Tersedia pada:http://dx.doi.org/10.1016/j.arabjc.2012.04.011. Ruff R de. 2000. Sweet Fennel. http://mamba.bio.uci.edu.htm. [11 Januari 2015]. Rusmin D, Melati. 2007. Adas Tanaman yang Berpotensi Dikembangkan sebagai Bahan Obat Alami. Warta Puslitbangun Balai Penelitian Tanaman Obat Aromatik. 13: 2˗5. Safrida. 2013. Potensi ekstrak tempe sebagai antiaging pada tikus betina sebagai hewan model. [Disertasi].Sekolah Pacasarjana IPB. Bogor. Sherwood L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Brahm, penerjemah. Jakarta (ID): EGC. Terjemahan dari: Human Physiology From Cells to Systems. Silano V, Delbo M. 2008. Assessment report on Foenicullum vulgare Miller [Internet]. [diunduh 07 Maret 2015]. Tersedia pada: http://www.ema.europa.eu/docs/en_GB/document_library/Herbal_HMPC_ assessment_report/2009/12/WC500018463.pdf. Silano V, Marisa D. 2005. Foeniculum vulgare Mill (bitter fennel, sweetfennel). London: European Medicines Agency. Sophia RA. 2003. Uji Efek Diuretic Suspensi Simplisia Daun Sambiloto (Andrographis Paniculata ness) terhadap Tikus Putih (Rattus norvegicus L.) Betina Galur Sprague˗Dawley. [Skripsi]. Jakarta. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia. Ward J, GR Taylor, F Zimmermann, K Nebendahl. 2000. Collection of Body Fluids. In The Handbook of Experimental Animals: The Laboratoy Rat. Kinke, G.J. (ed). Academic Press, London. Whitten PL, Pattisaul HB. 2001. Cross˗Species and Interassay Comparisons of Phytoestrogen action. Eviron Health Perspect 1009 (1):5˗20. Winarsi H. 2005. Isoflavon Berbagai Sumber, Sifat dan Manfaatnya pada Penyakit Degeneratif. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.
16
LAMPIRAN Hasil Analisis Kadar Progesteron The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
Values
Perlakuan
5
D1 D2 D3 KN KP
R
5
12345
2 Number of Observations Read
25
Number of Observations Used
25
2
Progesteron
The GLM Procedure Dependent Variable: respon Source
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
4
3958.69858
989.67464
2.89
0.0486
Error
20
6846.10617
342.30531
Total
24
10804.80475
perlakuan
DF
R-Square
Coeff Var
Root MSE
respon Mean
0.366383
74.70667
18.50149
24.76552
Hipotesis : H0 : semua perlakuan memberikan respon yang sama (tidak significant) H1 : minimal ada satu perlakuan yang memberikan respon yang berbeda nyata (significant) Dari hasil uji ANOVA, diperoleh nilai-prob (0.0486) lebih kecil dari alpha 5% maka tolak H0 artiya minimal ada satu perlakuan yang memberikan respon yang berbeda nyata. Untuk itu perlu dilakukan uji lanjut Duncan untuk mengetahui perlakuan mana yang menghasilkan respon yang berbeda nyata
17
Deskriptif The GLM Procedure Level of perlakuan
N
Respon Mean
Std Dev
D1
5
19.8858000
19.8898250
D2
5
17.4762000
10.3820808
D3
5
13.1962000
11.8187411
KN
5
24.4038000
19.9878380
KP
5
48.8656000
25.8638260
Duncan's Multiple Range Test for respon Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. 0.05
Alpha
20
Error Degrees of Freedom
342.3053
Error Mean Square
Number of Means Critical Range
2
3
4
5
24.41
25.62
26.39
26.93
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
perlakuan
A
48.87
5
KP
B
24.40
5
KN
B
19.89
5
D1
B
17.48
5
D2
B
13.20
5
D3
18
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 01 Juli 1993 di Plaju, Sumatera Selatan. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan bapak Amir Hamzah dan ibu Rosdiana. Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN 02 Kramatwatu pada tahun 1999-2005, Pendidikan di SMP Al-Azhar 11 Serang hingga tahun 2008 dan Pendidikan Lanjutan Menengah Atas diselesaikan pada tahun 2011 dari SMAN 1 Kramatwatu, Serang-Banten. Penulis diterima di IPB pada tahun 2011 melalui jalur SNMPTN Undangan, kemudian memulai Tahap Persiapan Bersama pada Tahun 2011. Semasa mahasiswa penulis aktif dan menjadi anggota Organisasi Mahasiswa (OMDA) Banten (2011-2012), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FKH (2012-2013), Anggota Ikatan Kedokteran Hewan Mahasiswa Indonesia (IMAKAHI) (20122013), anggota Himpunan Minat dan Profesi (HIMPRO) Ornithologi dan Unggas (2012-2015). Penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan di kampus yaitu Panitia Gebyar Nusantara, Panitia University Days Out, Panitia Pet Care Day, Ketua Panitia Donor Darah I-Share FKH IPB, Panitia Olimpiade Mahasiswa Veteriner.