“SEMIOTIKA PERJUANGAN BUTET MANURUNG DALAM FILM SOKOLA RIMBA”
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Dakwah Dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Meraih Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
DISUSUN OLEH: Rizki Megamaulana NIM : 1110051000141
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H./2016 M.
PENGESAHAN PANITIAN UJIAN Skripsi beijudul
SEMIOTIKA PERJUANGAN BUTET MANURUNC
DALAM FILM SOKOLA RIMBA telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta path tanggal. Skripsi
mi telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi Islam (S.kom.I) pada jurusan Kornunikasi dan Penyiaran Islam.
Sidang Munaqasyah
Ketua
Sekertaris
Dr. Hi. Roudhonah, M.Ag. NIP: 19580910 198703 2 001
Saprudin. SPd
Penguji I
Penguji 11
Deden Mauli Darajat. M.Sc
Dr. Suhaimi. M.Si. NIP: 19670906 1994003 1 002
4
NIP: 197503182008011008
ABSTRAK Rizki Mega Maulana Semiotika Perjuangan Butet Manurung dalam Film Sokola Romba Sokola rimba merupakan sebuah film drama yang sarat akan unsur pendidikan dan kemanusiaan. Meskipun diangkat dari kisah nyata, Sokola Rimba tidak terjebak dalam film dokumenter yang kaku dan serius. Film ini dikemas dalam film cerita yang menghibur seperti film-film sebelumnya seperti laskar pelangi atau sang pemimpi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kisah masyarakat yang hidup di dalam hutan rimba. Di daerah pedalaman Hutan Jambi yang masih jauh dari pusat pemerintahan. Dan untuk mengetahui bagamana makna denotasi, konotasi dan mitos yang ada dalam adegan yang mengandung unsur nasionalisme. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode semiotika yang digunakan sebagai pisau analisis mengenai makna dari tanda-tanda dan juga teori yang digunakan adalah teori semiotika Roland Barthes yang menjelaskan makna denotasi, konatasi, dan mios. Makna denotatif adalah interaksi antara signifier dan signified dalam sign, dan antara sign dengan objek antara realitas. Makna konotatif adalah interaksi yang muncul ketika sign bertemu dengan perasaan atau emosi pembaca/ pengguna dan nilai-nilai budaya mereka. Makna menjadi subjektif atau intersubjektif. Sedangkan mitos dalam pengertian Roland Barthes adalah pengkodean makna dan nilai-nilai sosial (yang sebelumnya arbitrer atau konotatif) sebagai sesuatu yang dianggap alamiah. Film Sokola Rimba yang menampilkan rasa perjuangan Butet Manurung untuk memberi pendidikan khusus kepada anak rimba yang perlu dikaji secara semiosis. Karena, banyak simbol-simbol dan tanda-tanda yang mungkin menghadirkan berbagai interpretasi dan pesan simbolik, dan itulah faktor yang menjadikan Film Sokola Rimba yang notabene memuat simbol-simbol Perjuangan secara dominan dan perlu di teliti menggunkan simbolik. Hasil penelitian ini mendapatkan sepuluh adegan yang mengandung unsur nasionalisme. Di dalam kesepuluh adegan tersebut diadalamnya terdapat tanda yang mengandung makna Perjuangan seperti bendera Perjalanan Butet Manurung, Perlawanan Butet Manurung, dan dialog yang menunjukan kecintaan kepada Indonesia. Keyword : Teori, Semiotika, Perjuangan, Film, dan Sokola Rimba.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil ‘alamin, hanyalah ucapan syukur yang mampu terucap atas segala nikmat, karunia, dan rahmat-Nya, Allah SWT Dialah sumber tempat bersandar, dan kenikmatan hidup yang tanpa batas sehingga penulis dapat memulai
dan
menyelesaikan
skripsi
yang
berjudul
SEMIOTIKA
PERJUANGAN BUTET MANURUNG DALAM FILM SOKOLA RIMBA. Shalawat teriring salam semoga sesantiasa tercurah kepada junjungan baginda Nabi Besar Muhammad SAW sebagai pembawa syariat Islam yang menjadi pedoman umat manusia dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang seperti saat ini hingga akhir zaman. Penulis menyadari kekurangan dan kelemahan yang melekat pada diri penulis, khususnya pada penyelesaian skripsi ini. Namun Alhamdulillah dengan keterbatasan dan kekurangan ini akhirnya bisa menyelesaikan skripsi ini. Hal ini tidak terwujud sendirinya melainkan karena dukungan dan bantuan dari banyak pihak baik moril maupun materi, sehingga banyak ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada: 1.
Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Dr. H. Arief Subhan, MA, Wakil Dekan I Bidang Akademik Suparto, M.Ed, Ph.d, Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, Drs. Jumroni, M.Si, serta Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan H. Sunandar, MA.
2.
Drs. Masran M.Ag, selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI).
ii
3.
Fita Fathurakhmah, M.Si. selaku Sekertaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) yang telah banyak membantu penulis dalam kelancaran kuliah dan penulisan skripsi ini.
4.
Dr. Rulli Nasrullah, M.Si. selaku pembimbing skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan masukan dan arahan tentang semiotika kepada penulis.
5.
Drs. Azwar Chatib, M.Si. selaku dosen akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahan praskripsi.
6.
Seluruh dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang selama ini telah memberikan ilmu pengetahuan. Semoga ilmu yang diberikan bermanfaat.
7.
Segenap pimpinan dan karyawan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidatatullah Jakarta, yang telah melayani penulis dalam mempergunakan buku-buku dan literatur yang penulis butuhkan selama perkuliahan dan selama penulisan skripsi ini.
8.
Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Tantan Pramudiana dan Ibunda tercinta Erlien dan orang tua Wali saya Ayahanda Drs. Nindin Komarudin dan Ibunda Dra Dwi Suryani yang telah memberikan kasih sayang, perhatian, dorongan yang tak pernah lelah dan bosan dalam membiayai perkuliahan serta do’a yang tidak pernah putus untuk anak mu ini, dan skripsi ini saya dedikasikan untuk orang tua tercinta.
9.
Seluruh teman-teman KPI E 2010.
iii
10. Untuk seseorang yang paling sabar dan setia menemani, teman berbagi, dan selalu menyemangati selama lima tahun ini, Srigita Ananda Sukma Amd. Penulis merasa perlu memberikan ucapan terima kasih yang sebanyakbanyaknya kepada mereka yang telah disebutkan diatas, berkat dukungan, semangat, do’a yang tulus kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Tentu saja skripsi ini jauh dari nilai kesempurnaan, namun besar harapan peneliti bahwa skripsi ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi peneliti dan umumnya bagi pembaca. Amien.
Ciputat,
02 Mei 2016
Rizki Megamaulana
iv
DAFTAR ISI ABSTRAK ...................................................................................................... KATA PENGANTAR .................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................... DAFTAR TABEL .......................................................................................... BAB I
BAB II
BAB III
i ii v vii
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .......................................................... B. Batasan dan Rumusan Masalah ............................................... C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................... D. Metodelogi Penelitian ............................................................. E. Tinjauan Pustaka ..................................................................... F. Sistematika Penulisan .............................................................
1 3 4 5 8 10
KERANGKA TEORITIS A. Tinjauan tentang Semiotika...................................................... 1. Pengertian Semiotika ......................................................... 2. Teori Semiotika Roland Barthes ........................................ A. Signifikasi Dua tahap Barthes ...................................... a. Makna denotasi ........................................................ b. Makna konotasi . ...................................................... c. Mitos ........................................................................ .. 3. Makna perjuangan dalam Islam ......................................... 4. Tinjauan umum tentang Film ............................................. a. Definisi film ................................................................. b. Film sebagai media komunikasi ................................... c. Film sebagai media dakwah ......................................... d. Unsur-unsur pembentukan film ................................... e. Jenis dan klarifikasi film .............................................. f. Struktur film ........................................................... ..... g. Sinematografi........................................................... ....
12 12 15 15 16 16 17 17 22 22 23 24 26 26 27 30
GAMBARAN FILM SOKOLA RIMBA A. Sinopsis Film Sokola Rimba .................................................... B. Tokoh Film Sokola Rimba ....................................................... C. Profil Sutradara Film Sokola Rimba ........................................ D. Tim Produksi Film Sokola Rimba ............................................
33 36 39 40
HASIL ANALISIS WACANA PADA PUISI “BEGITU ENGKAU BERSUJUD” A. Tanda-tanda dalam Film Sokola Rimba terhadap makna denotasi dan konotasi...................................................................................... ... 54 B. Makna Denotasi, Konotasi dan Mitos Film Sokola Rimba........... 50
BAB IV
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................. B. Saran-saran ..............................................................................
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... LAMPIRAN-LAMPIRAN
v
71 72 74
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1
..................................................................................................
51
Tabel 4.2
..................................................................................................
53
Tabel 4.3
.................................................................................................
55
Tabel 4.4
..................................................................................................
57
Tabel 4.5
..................................................................................................
59
Tabel 4.6
..................................................................................................
61
Tabel 4.7
..................................................................................................
64
Tabel 4.8
..................................................................................................
67
vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa tahun terakhir ini dunia perfilman indonesia semakin menunjukan kemajuan yang cukup pesat, bahkan tidak sedikit film-film hasil karya anak bangsa yang justru populer di barat seperti Amerika atau Hollywood, banyak aktor dan aktris yang beradu peran menunjukan bakatnya dengan para aktor dan aktris papan atas Hollywood, bukan hanya itu saja banyak sutradara-sutradara indonesia yang menuntut ilmu perfilman di luar negeri dan hasilnya dibawa ke Indonesia, itu semua merupakan suatu kebanggaan terhadap pelaku seni di tanah air. Komunikasi massa merupakan media yang sangat berpengaruh bagi manusia, kerjanya ibarat jarum hipodermik atau peluru yang banyak dicetuskan oleh para pakar ilmu komunikasi, di mana kegiatan mengirim pesan sama halnya dengan kegiatan menyuntikan obat yang dapat langsung merasuk ke dalam jiwa penerima pesan.1 Film dapat diartikan sebagai gambar bergerak yang diperangkati oleh warna, suara dan sebuah kisah. Atau film bisa disebut juga gambar hidup, para sineas barat biasa menyebutnya movie. Film, secara kolektif sering disebut sinema, senema itu sendiri bersumber dari kata kinematik atau gerak. Film juga sebenarnya merupakan lapisan-lapisan cairan selulosa, biasa dikenal di dunia para sineas sebagai seluloid. Pengertian secara harfiah film 1
Morrisan, Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio dan Televisi (Tangerang: Ramdina Prakasa, 2005), hal 12.
1
2
(sinema) adalah Chinemathograpie yang berasal dari Cinema + tho = phytos (cahaya) + graphie= grhap (tulisan=gambar=citra), jadi pengertiannya adalah melukis gerak dengan cahaya, agar kita dapat melukis gerak dengan cahaya kita harus menggunakan alat khusus yang biasa kita sebut kamera.2 Dewasa ini banyak film-film yang meninggikan kapitalisme, romantisme, nasionalisme atau sekedar idealisme. Namun, dari beberapa pilihan yang ada peneliti lebih tertarik dengan film yang melatarbelakangi perjuangan hidup untuk pendidikan yaitu film yang berjudul “sokola rimba” Sokola rimba berkisah tentang seorang perempuan yang bekerja disebuah lembaga konservasi di wilayah Jambi bernama Butet Manurung (Prisia Nasution). Dia telah menemukan jalan hidup yang diingikannya. Menjadi seorang pengajar di masyarakat suku Anak Dalam yang dikenal sebagai orang Rimba, yang tinggal di hulu sungai Makekal di hutan Bukit Duabelas. Hingga suatu hari Butet terkena demam malaria di hutan, seorang anak yang tak dia kenal datang menyelamatkannya. Nyungsang Bungo (nama anak itu), berasal dari hilir sungai Makekal, yang jaraknya 7 jam perjalanan untuk bisa mencapai hulu sungai, tempat Butet mengajar. Diam-diam bungo telah lama memperhatikan Ibu guru Butet mengajar membaca. Bungo membawa sebuah gulungan kertas perjanjian yang telah di “cap jempol” oleh kepala adatnya, sebuah surat persetujuan orang desa yang dieksploitasi tanah adat mereka. Bungo ingin belajar membaca pada Butet agar dapat membaca sura perjanjian itu. 2
Bahasfilmbareng. Blogspot.com/2012/4/ pengertian-film di akses tanggal 17 november 2015 pukul 22:30 wib
3
Pertemuan dengan Bungo menyadarkan Butet untuk memperluas wilayah kerjanya ke arah hilir sungai Makekal. Namun, keinginannya itu tidak medapat restu baik dari tempatnya bekerja, maupun dari kelompok Bungo yang masih percaya bahwa belajar baca tulis bisa membawa malapetaka bagi mereka. Namun, melihat keteguhan hatu Bungo dan kecerdasannya membuat Butet mencari segala cara agar ia bisa tetap mengajar Bungo, hingga malapetaka yang ditakuti oleh kelompok Bungo betul-betul terjadi. Butet terpisahkan dari masyarakat Rimba yang dicintainya. Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti bermaksud menyusun skripsi dengan judul “Semiotika Perjuangan Butet Manurung dalam Film Sokola rimba”.
B. Batasan dan Perumusan Masalah 1.
Batasan Masalah Agar penelitian ini lebih terarah, maka peneliti membatasi penelitian ini hanya dengan menganalisis nilai-nilai Perjuangan Butet Manurung
yang
terkandung
dalam
film
Sokola
rimba
dengan
menggunakan analisis semiotika model Roland Barthes. 2. Rumusan Masalah Agar penelitian ini tidak keluar dari konteks pembahasan, maka penulis merumuskan masalah penelitian kepada dua hal berikut:
4
1. Bagaimana makna denotasi, konotasi dan mitos yang terdapat pada adegan yang mengandung unsur perjuangan Butet Manurung dalam film Sokola rimba? 2. Bagaimana pesan yang terkandung dalam film Sokola rimba?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang tealh diuraikan diatas, maka tujuan penelitiannya sebagai berikut: a. Untuk menegetahui Bagaimana makna denotasi, konotasi dan mitos yang terdapat pada adegan yang mengandung unsur perjuangan Butet Manurung dalam film Sokola rimba. b. Untuk mengetahui pesan apa saja yang terkandung dalam film Sokola rimba. 2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini untuk : a. Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan dapat nenambah khasanah ilmu sebagai bahan informasi dan dokumentasi ilmiah bagi perkembangan ilmu pengetahuan, serta memberikan pendangan tentang analisis semiotika yang berkaitan dengan film. b. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan deskripsi dalam membaca makna yang terkandung dalam sebuah film melalui
5
semiotika. Dan juga untuk menambah wawasan bagi praktisi komunikasi dan pendakwah tentang pentingnya manfaat segala bentuk media yang ada sebagai alat bantu, juga setiap manusia bisa ikut berperan dalam memajukan pesan dakwah, tidak terkecuali para seniman sastra yang mementingkan nilai Perjuangan. Dan juga peneliti ini diharapkan dapat mengembangkan pemikiran serta pengetahuan mengenai simbol-simbol dan tanda-tanda dibalik sebuah film.Serta dapat menghargai sinema Indonesia dan lebih kritis dalam memilih film yang bermutu.
D. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif analisis, yaitu penelitian yang memberikan gambaran secara objektif, dengan menggambarkan pesan-pesan secara simbolis dalam film Sokola rimba. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah analisis semiotik yang kemudian menggunakan model Roland Barthes, yang berfokus pada gagasan tentang signifikasi dua tahap (two order of signification). Yang mana signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier (penanda) dan signinified (petanda) di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal.Barthes menyebutnya sebagai denotasi, yaitu makna paling nyata dari tanda.Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukan signifikasi tahap kedua.Pada
6
signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos (myth).Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. 3 2. Jenis Data Dalam penelitian ini data-data dikumpulkan melalui cara observasi, yaitu mengamati langsung secara mendalam data-data yang sesuai dengan pertanyaan penelitian. Adapun instrument penelitiannya adalah : a. Data Primer Berupa dokumen elektronik, yaitu berupa film Sokola rimba. Peneliti mengamati simbol-simbol yang ada dalam film tersebut serta menganalisis sesuai dengan model penelitian yang digunakan. b. Data Sekunder Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh dari peneliti dari subyek penelitian. Data ini diperoleh dari dokumen-dokumen atau laporan yang telah tersedia. 3. Objek Penelitian dan Unit Analisis Objek penelitian ini adalah film, sedangkan unit analisisnya adalah potongan gambar, musik, dan dialog yang terdapat di dalam film Sokola rimba yang berkaitan dengan rumusan masalah penelitian. 4. Teknik Pengumpulan Data Adapun tahapan-tahapan dalam pengumpulan data peneliti menggunakan metode sebagai berikut: 3
Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 2006), hal. 127-128
7
a. Observasi atau pengamatan yaitu metode pertama yang digunakan dalam penelitian ini dengan melakukan pengamatan dan pencatatan dalam fenomena-fenomena yang diselidiki pada setiap adegan film. Di sini peneliti membaca dan memahami isi pesan dan makna dari tanda atau simbol yang ada pada film Sokola rimba ini. Setelah itu peneliti mengutip kemudian mencatat dialog ataupun paragraph yang mengandung pesan pada film ini, yakni ragkaian pencatatan lambang atau pesan secara sistematis untuk kemudian diberikan interpretasi.4 b. Metode wawancara (interview) adalah metode pengumpulan data dengan melakukan komunikasi tatap muka antara peneliti dan sumber penelitian akan tetapi peneliti melakukan wawancara melalui email. Dalam hal ini peneliti melakukan wawancara dengan Riri Riza sebagai sutradara dari film Sokola rimba. c. Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, buku-buku yang menunjang penelitian skripsi ini, internet dan lain sebagainya. Langkah selanjutnya ialah mengumpulkan data yang diperoleh dari hasil pemilihan dialog, wawacara, serta dokumetasi. Lalu mengolah hasil temuan atau data dan meninjau kembali data yang telah terkumpul. Seluruh data tersebut nantinya akan dipaparkan dengan didukung oleh beberapa hasil temuan studi pustaka yang kemudian dianalisis.
4
Cet. Ke-1
Jumroni, Metode-metode Penelitian Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006).
8
5. Teknik Analisis Data Setelah data primer dan sekunder terkumpul, kemudian diklarifikasikan sesuai pertanyaan yang terdapat pada rumusan masalah.Kemudian, dilakukan analisis data dengan menggunakan teknik analisis semiotika Roland Barthes. Yang mana Roland mengembangkan semiotik menjadi dua, yakni denotasi dan konotasi yang menghasilkan makna secara objektif untuk memahami makna tersirat dalam film Sokola rimba yang menjadi objek dalam penelitian ini. Metode ini memperkaya pemahaman kita terhadap teks, sebagai sebuah metode, semiotik bersifat interpretatif, dan konsekuensinya sangat subjektif.Namun hal ini tidak mengurangi nilai semiotik karena semiotik adalah ilmu tentang memperkaya pemahaman kita terhadap teks. Peneliti menggunakan metode semiotik model Roland Barthes. Di sini tanda dimaknai secara denotasi dan konotasi tanpa mengesampingkan mitos yang ada, untuk memperoleh gambaran atau pengertian yang bersifat umum dan relatif menyeluruh dan mencakup permasalahan yang diteliti.Ketika suatu tanda yang memiliki makna konotasi kemudian berkembang menjadi makna denotasi, makna denotasi tersebut menjadi mitos.
E. Tinjauan Pustaka Dalam menentukan judul skripsi ini peneliti sudah mengadakan tinjauan pustaka, ternyata peneliti belum menemukan skripsi mahasiswa/i yang meneliti tentang judul ini. Hanya saja ada beberapa skripsi mahasiswa/i yang hampir serupa, diantaranya yaitu:
9
Analisis Semiotik Film 3 Doa 3 Cinta disusun oleh Fikri Ghazali, mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam UIN Jakarta, Tahun 2010. Dalam penelitian tersebut objek yang adalah setiap adegan yang mengandung pesan moral dalam pesan moral film “3 DOA 3 CINTA” dengan menggunakan analisis semiotik Roland Barthes.Simbol-simbol itu pada film dipresentasikan melalui penampilan (appearance) perilaku tokoh dalam film. Semiotika Makna Arti Kasih Ibu dalam Film Semesta Mendukung, ditulis oleh Ania Febriani Fasya mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam, menuliskan tentang makna kasih ibu yang terdapat dalam film Semesta Mendukung, menggunakan teori semiotika Roland Barthes. Analisis Semiotika Makna Tawakal Dalam Film Ummi Aminah ditulis oleh Diana Nopiana mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam, menuliskan tentang makna tawakal yang terdapat dalam film Ummi Aminah, menggunakan teori semiotika Roland Barthes. Selain itu ada pula skripsi dengan judul “Analisis Semiotik Makna Mimpi Dalam Film 12 Menit” yang ditulis oleh Zahrotunnisa mahasiswa KPI lulusan tahun 2015. Dan yang terakhir peneliti juga menjadikan skripsi dengan judul Analisis Semiotika Rasa Kasih Sayang Dalam Film Grave Torture, yang ditulis oleh Mohamad Iqbal Zulfahmi, mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam lulusan tahun 2014. Pada skripsinya tersebut objek film dan untuk teori yang dipakai menggunakan Roland Barthes.
10
Dari beberapa skripsi tersebut maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa belum ada mahasiswa/i yang meneliti tentang Analisis Semiotika Perjuangan Butet Manurung dalam Film Sokola rimba.Oleh karena itu peneliti menggunakan analisis semiotika untuk film Sokola rimba ini.
F. Sitematika Penelitian Untuk mempermudah pembaca dalam melihat gambaran dan uraian mengenai pembahasan-pembahasan tertentu di dalam skripsi ini, maka dari itu, peneliti menyusun sistematika penelitian ini ke dalam lima bab. Dalam bab-bab tersebut mengandung beberapa sub bab yang akan dipaparkan secara terperinci, adapun sistematika penelitian dapat dilihat sebagai berikut. BAB I Pendahuluan Pendahuluan, terdiri dari Latar Belakang Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Peelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka, dan Sistematika Penelitian. BAB II Landasan Teori Landasan
Teori
yang
meliputi,
Pengertian
Semiotika,
Konsep
SemiotikaRoland Barthes, Makna Perjuangan dalam Islam,Tinjauan umum tentang Film yang meliputi Pengertian Film, Film sebagai Media Komunikasi Massa, Film Sebagai Media Dakwah,Unsur-unsur pembentuk Film, Jenis dan Klasifikasi Film, Stuktur Film dan Sinematografi. BAB III Gambaran Film Sokola rimba Dalam BAB III ini berisi gambaran Film Sokola rimba yang meliputi Sinopsis Film Sokola rimba, Tokoh Film Sokola rimba, Profil Sutradara Film
11
Sokola rimba, Tim Produksi Film Sokola rimba, Penghargaan Film Sokola rimba. BAB IV Analisis Data Film Sokola Rimba Dalam BAB IV ini menjabarkan temuan dan analisis semiotika terhadap Film “Sokola rimba”.Meliputi identifikasi umum temuan data, makna konotasi, denotasi dan mitos. Pesan Perjuangan yang terkandung dalam Film “Sokola rimba”. BAB V Penutup Dalam BAB V yang merupakan BAB terakhir berisi Penutup mengenaiKesimpulan dan Saran.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Tentang Semiotika 1. Pengertian semiotika Semiotika adalah ilmu tentang tanda-tanda. Studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain,pengirimannya dan penerimaannhya oleh mereka yang menggunakannya. Semiotika pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memakai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat di campur adukan dengan mengkomunikasikan (to communicate).1 Semiotik mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan
tanda-tanda
tersebut
mempunyai
arti.Secara
etimologis istilah semiotika berasal dari bahasa Yunani “semeion” yang berarti ‟tanda‟ atau seme,yang berarti ”penafsir tanda. Semiotika kemudian didefinisikan sebagai studi tentang tanda dan cara tanda-tanda itu bekerja. Menurut Charles S. Pierce semiotika yakni “doktirn formal tentang tanda-tanda‟ (the formal doctrine of sings); sementara bagi Ferdinand de sasure semiologi adalah ilmu umum tentang tanda,”suatu ilmu yang mengkaji kehidupan tanda-tanda di dalam masyarakat” (a science that studies the life if signs within society). Dengan demikian, bagi pierce 1
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009),h.
16.
12
13
semiotika adalah suatu cabang dari filsafat; sedangkan bagi saussure semiologi adalah bagian dari disiplin ilmu psikologi sosial.2 Adapun nama lain dari semiotika adalah semiologi. Jadi sesunguhnya kedua istilah ini mengandung pengertian yang persis sama, walaupun penggunaan salah satu dari kedua istilah tersebut biasanya menunjukkan pemikiran
pemakainya;
mereka
yang
bergabung
dengan
Peirce
menggunakan kata semiotika,dan mereka yang bergabung dengan Saussure menggunakan kata semiologi.Namun yang terakhir, jika dibandingkan dengan yang pertama, kian jarang dipakai dalam Sobur, menyebutkan adanya kecenderungan, istilah semiotika lebih populer daripada istilah semiologi sehingga para penganut Saussure pun sering menggunakannya. Pokok perhatian semiotika adalah tanda. Tanda itu sendiri adalah sebagai sesuatu yang memiliki ciri khusus yang penting. Pertama, tanda harus dapat diamati, dalam arti tanda itu dapat ditangkap. Kedua, tanda harus menunjuk pada sesuatu yang lain. Artinya bisa menggantikan, mewakili dan menyajikan. Preminger (dalam Pradopo, 2003: 119) berpendapat semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial/ masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda, semiotik itu mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, dan konvensi-konvensi yang memungkikan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.
2
Kris Budiman, Semiotika Visual, (Yogyakarta: Jalasutra, 2011), h. 3.
14
Sementara Pierce mengatakan pengertian semiotik adalah cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi pengunaan tanda. Dari Pengertian Semiotik di atas dapat disimpulkan bahwa semiotik adalah ilmu untuk mengetahui tentang sistem tanda, kovensi-konvensi yang ada dalam sastra dan makna yang tekandung di dalamnya. Tujuan Analisis Semiotik yaitu berupaya menemukan makna tanda termasuk hal-hal yang tersembunyi di balik sebuah tanda (teks, iklan, berita). Karena sistem tanda sifatnya amat konstektual dan bergantung pada pengguna tanda tersebut. Pemikiran pengguna tanda merupakan hasil pengaruh dari berbagai konstruksi sosial di mana pengguna tanda tersebut berada. Yang dimaksud “tanda” ini sangat luas. Peirce (Fiske, 1990:50) membedakan tanda atas lambang (symbol), ikon(icon), dan indeks (index). Dapat di jelaskan sebagai berikut: a. Lambang Suatu tanda dimana hubungan antara tanda dan acuannya merupakan hubungan yang sudah terbentuk secara konvensional. Lambang ini adalah tanda yang di bentuk karena adanya consensus dari para pengguna tanda. Warna merah dari masyarakat Indonesia adalah lambang berani, mungkin di Amerika bukan. b. Ikon Suatu tanda di mana hubungan antara tanda dan acuannya berupa hubungan berupa kemiripan. Jad, ikon adalah bentuk tanda yang dalam
15
berbagai bentuk menyerupai objek dari tanda tersebut. Patung kuda adalah ikon dari seekor kuda. c. Indeks Suatu tanda di mana hubungan antara tanda dan acuannya timbul karena ada kedekatan eksistensi. Jadi indeks adalah suatu tanda yang mempunyai hubungan langsung (kausalitas) dengan objeknya. Asap merupakan indeks dari adanya api. 2. Teori semiotika Roland Barthes Roland Barthes adalah seorang pakar semiotik yang berasal dari Perancis pada tahun 1950-an telah menarik perhatian dengan telaahnya mengenai media dan budaya pop dengan menggunakan semiotik sebagai alat teoritisnya. Roland Barthes menjelaskan dalam tesisnya bahwa struktur makna yang terbangun didalam produk dan genremedia diturunkan dari mitos-mitos kuno dan sebagai peristiwa media ini mendapatkan jenis signifikansi yang secara tradisional hanya dipakai dalam ritual keagamaan. Representasi menurut Barthes menunjukan bahwa pembentukan makna tersebut mencakup sistem tanda menyeluruh yang mendaur ulang sebagai makna yang tertanam dalam-dalam di budaya barat misalnya dan menyelewengkannya ke tujuan-tujuan komersil. Hal ini kemudian disebut sebagai struktur.3 A. Signifikasi Dua Tahap Barthes Dalam gambar di atas, Barthes seperti dikuti Fiske, menjelaskan signifikansi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier 3
Denesi, Semiotik Media, h.28.
16
(penanda) dan signified (petanda) didalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Barthes untuk menunjukan signifikasi tahap kedua. Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalu mitos (myth).4 a. Makna Denotasi Makna denotasi adalah kata yang tidak mengandung makna atau perasaan-perasaan tambahan yang bersifat langsung dan dapat disebut sebagai gambaran dari suatu petanda. Dengan demikian, jika kita memperhatikan suatu objek, misalnya boneka Barbie, maka makna denotasi yang terkandung adalah “ini boneka yang panjangnya 11 ½ dan mempunyai ukuran 5 ¼ - 3 – 4 ¼. Boneka ini kali pertama dibuat tahun 1959.5 b. Makna Konotasi Konotasi adalah makna yang mengandung makna arti tambahan, perasaan tertentu atau nilai rasa tertentu disamping makna yang sesungguhnya. Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukan signifikasi tahap kedua. Hail ini menggambarkan yang terjadi ketika gambar bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya. Knotasi mempunyai nilai subjektif atau paling tidak intersubjektif. Pemilihan kata-kata kadang merupakan pilihan terhadap konotasi, misalnya kata “penyuapan” dengan “memberi uang pelicin”. Dengan kata lain, 4
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006, cet. 6), h. 122. 5 Arthur Asa Berger, Pengantar Semiotika Tanda-tanda dalam Kebudayaan Kontemporer, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2010), h.65.
17
konotasi adalah bagaimana cara kita menggambarkan suatu objek.6 c. Mitos Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam.7 Mitos terdapat pola tiga dimensi yang disebut Barthes sebagai penanda, petanda dan tanda. 3. Makna Perjuangan dalam Islam Perjuangan/per·ju·ang·an/ n 1 perkelahian
(merebut
sesuatu);
peperangan: aku terus melanjutkan ~ ku; 2 usaha yang penuh dengan kesukaran dan bahaya:berkat ~ yg hebat, pendaki gunung yang tersesat itu akhirnya dapat mencapai desa transmigrasi; 3 Pol salah satu wujud interaksi sosial, termasuk persaingan, pelanggaran, dan konflik;~ kelas Pol konflik antara satu kelas atau kelompok (proletar, tani, dsb) dan kelas lain (borjuis, tuan tanah, dsb) atau kelompok lain;8 Seperti yang tertulis dari kamus besar bahasa Indonesia di atas perjuangan dapat diartikan sebagai usaha yang yang penuh dengan kesukaran dan bahaya. Di film sokola rimba ini terdapat berbagai macam perjuangan terutama yang dilakukan oleh Butet yang selalu berjuang untuk dapat mengajar orang-orang rimba walaupun banyak halangan dan rintangannya untuk mengajar orang-orang rimba, bahkan Butet untuk sampai ke hutan saja memerlukan perjuangan yang sangat menantang
6
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006, cet. 6), h. 128. 7 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006, cet. 6), h. 128. 8 http://kbbi.web.id/juang diakses pada tanggal 5 oktober 2015
18
karena lokasi orang rimba jaraknya jauh dari pusat kota dan juga selalu mendapat tentangan dari pimpinan lembaga tempat Butet bekerja dan juga orang-orang rimba yang masih tertutup dari dunia luar yang dimana mereka mempercayai bahwa datangnya ilmu pengetahuan ke daerah mereka akan mendapat malapetaka, namun Butet mempunyai jiwa pejuang yang tinggi untuk dapat mengajar orang-orang rimba tersebut dan sampai akhirnya butet di terima oleh orang-orang rimba. Tak hanya Butet yang mempunyai jiwa pejuang tinggi tetapi orang-orang rimba di Sungai Makekal Bukit Duabelas jambi pun mempunyai semangat juang untuk mampu menuntut ilmu dan mempunyai rasa ingin tahu yang sangat kuat tentang ilmu pengetahuan, khususnya salah seorang anak rimba yang bernama Bungo. Bungo adalah orang rimba yang mempunyai rasa ingin tahu tentang dunia luar yang selalu membodoh-bodohi warganya, maka Bungopun selalu berjuang untuk belajar dengan Butet walau warga Bungo tidak setuju dengan adanya budaya luar yang masuk ke dalam sukunya, namun Bungo tetap berjuang untuk belajar demi melindungi sukunya. Pada dasarnya manusia dimuka bumi ini hidupdengan beberapa misi penting yang harus diaplikasikan dan dijabarkan dalam realitas kehidupannya. Misi utama adalah sebagai pengabdi yang harus tunduk dan patuh terhadap setiap aturan dan nilai-nilai kebenaran yang telah digariskan melalui firman Allah SWT dan Sunnah para Rasul-Nya. Sesuai dengan SuratAdz-Dzaariyat Ayat: 56:
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS: Adz-Dzaariyat Ayat: 56)
19
Kemudian misi lainnya adalah misi fungsional sebagai khalifah di muka bumi ini. Dimana manusia berkewajiban menyampaikan pesanpesan ilahiah dalam ruang lingkup kekuasaan dan kepemimpinannya secara jujur, adil dan benar. Hal tersebut diterangkan dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 31 dan Surat Shaad ayat 26.
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!" (QS: Al-Baqarah Ayat: 31)
“ Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.” (QS: Shaad Ayat: 26) Selanjutnya manusia memiliki misi oprasional sebagai pemakmur bumi yang mengelola dan mengembangkan kekayaan bumi dengan mengacu kepada aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Untuk merealisasikan misi-misi di atas manusia harus memahami dengan benar bagaiman hakekat kehidupan yang sesungguhnya. Dengan pemahaman yang benar tentang hakekat kehidupan ini, manusia
20
diharapkan berupaya dan berusaha komitmen dengan nilai-nilai kebenaran dan konsisten pada puncak ketakwaan dan keimanannya. Maka ia harus membangun benteng tekad dan mengenali setiap potensi dirinya untuk meraih dan mencapai kehendak-kehendak ilahiah.Dengan tekad dan kekuatan potensi dirinya, ia akan senantiasa melakukan pengorbanan dengan apa yang ia miliki, dengan apa yang ia cintai dan dengan apa yang ia kuasai demi bertahan dalam perjuangan hidup. Karena hidup ini sebenarnya adalah ujian dan perjuangan. Namun tidak semua manusia sama dalam menghadapi hidup dan kehidupan. Ada sebagian mereka yang berkorban dan berjuang untuk menghadang gerakan
kebaikan dan
kebenaran, ada yang hanya memilih kehidupan duniawi saja dan ada yang tidak merespon sama sekali ayat-ayat Allah SWT. Beberapa ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang perjuangan, sebagai berikut:
“ Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berdzikirlah dengan menyebut Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan) berdzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia", dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat.” (QS: Al-Baqarah Ayat: 200)
21
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasulrasul).”(QS: An-Nahl Ayat: 36)
“Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkani (bacaan)mu, padahal Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka (sehingga mereka tidak) memahaminya dan (Kami letakkan) sumbatan di telinganya. Dan jikapun mereka melihat segala tanda (kebenaran), mereka tetap tidak mau beriman kepadanya. Sehingga apabila mereka datang kepadamu untuk membantahmu, orang-orang kafir itu berkata: "Al-Quran ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu".”(QS: Al-An'am Ayat: 25) Manusia yang memahami misi kehidupannya dengan benar dan yang ingin bertahan dan berjuangan dalam puncak ketundukan dan ketakwaan, ia akan senantiasa eksis di dunia ini dengan berbagai macam amal kebaikan. Dan salah satu amal kebaikan adalah ketawadluan dan kerendahan tanpa ada kesombongan dan membelanjakan harta kekayaan untuk kepentingan ummat Islam yang sangat memerlukan.
“
22
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS: Al-Qashash Ayat: 77)
4. Tinjauan umum tentang film a. Definisi film Film adalah gambar-hidup yang juga sering disebut movie. Filmsecara kolektif sering disebut sebagai sinema. Sinema itu sendiribersumber dari kata kinematik atau gerak. Film juga sebenarnyamerupakan lapisan-lapisan cairan selulosa, biasa di kenal di dunia parasineas sebagai seluloid.Pengertian secara harafiah film (sinema) adalahCinemathographie yang berasal dari Cinema + tho = phytos (cahaya)+ graphie = grhap (tulisan = gambar = citra), jadi pengertiannyaadalah melukis gerak dengan cahaya. Agar kita dapat melukis gerakdengan cahaya, kita harus menggunakan alat khusus, yang biasa kitasebut dengan kamera. Film adalah sekedar gambar yang bergerak, adapunpergerakannya disebut sebagai intermitten movement, gerakan yangmuncul hanya karena keterbatasan kemampuan mata dan otakmanusia menangkap sejumlah pergantian gambar dalam sepersekiandetik. Film menjadi media yang sangat berpengaruh, melebihi mediamediayang lain, karena secara audio dan visual dia bekerja samadengan baik dalam membuat penontonnya tidak bosan dan lebihmudah mengingat, karena formatnya yang menarik.
23
Definisi Film Menurut UU 8/1992, adalah karya cipta seni danbudaya yang merupakan media komunikasi massa pandangdengaryang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pitaseluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasilpenemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuranmelalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, denganatau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkandengan sistem Proyeksi mekanik, eletronik, dan/atau lainnya; b. Film sebagai media komunikasi Film merupakan salah satu alat komunikasi massa, tidak dapat di pungkiri bahwa antara film dan masyarakat memiliki sejarah yang panjang dalam kajian para ahli komunikasi. Sebuah film adalah tampilan gambar-gambar dan adegan bergerak yang disusun untuk menyajikan sebuah cerita pada penonton(Montgomery,2005:342). 9 Fungsi film adalah sebagai pemberi berita dan komunikasi yang efektif, dengan bentuknya yang variatif. Hamya saja apakah berita, atau komunikasi itu mempunyai aspek-aspek komunikasi, hal inilah yang pantas untuk di kemukakan bagi masyarakat. Hakikat film sebagai media komunikasi massa yang memiliki nilai sosial dan nilai edukasi mungkin memang sedikit terlupakan dalam kebangkitan dunia film Indonesia saat ini. Pembuat film mungkin memang menjadikan tanggung jawab sosial yang harusnya mereka 9
http://sinaukomunikasi.wordpres.com/2013/09/11/sekilas-tentang-film/ pada tanggal 18 september 2015 pukul 16.20 wib
diakses
24
pikul menjadi pertimbangan terakhir.Tetapi berkat kepedulian sosoksosok seperti Christin Hakim dan bahkan Ony Kresnawan yang mungkin tak dikenal khalayak luas, tanggung jawab sosial tersebut dapat terwujud. Walau hanya dengan film doku-drama sederhana, sosok tersebut seolah sudah menjadi pahlawan dalam menyelamatkan hakikat keberadaan film sebagai media komunikasi massa. Walau baru sedikit pihak yang menggunakan doku-drama untuk strategi kampanye sosial, keberadaan doku-drama sebagai „anak baru‟ perlu di apresiasi, karena keberadaannya sedikit banyak dapat menggugah kesadaran sosial masyarakat Indonesia.10 c. Film sebagai media Dakwah Dakwah secara etimologi atau bahasa, kata dakwah berasal dari bahasa arab, yaitu da’a-yad’u-da’watan, artinya mengajak, menyeru, memanggil. Warson Munawir, menyebutkan bahwa dakwah artinya adalah memanggil (to call), mendorong (to invite), mengajak (to summon), mendorong (to urge), dan memohon (to pray).11 Dakwah secara terminologi, didefinisikan menurut beberapa ahli diantaranya: a. Menurut M. Natsir Dakwah adalah usaha-usaha menyerukan dan menyampaikan kepada perorangan manusia dan seluruh umat manusia konsepsi Islam tentang pandangan dan tujuan hidup manusia di dunia ini , dan yang
10
http://galuhdaridesa.wordpres.com/2012/11/02/film-sebagai-media-komunikasimassa-doku-drama-sebuah-alternatif/ diakses pada tanggal 18 septenber 2015 pukul 17.33 wib. 11 Warson Munawir. Kamus Al-Munawir, (surabaya: Pustaka Progresif,1994), h.439.
25
meliputi al-amar bi al-ma‟raf an-nahyu an al-munkar dengan berbagai macam dan cara dan media yang di perbolahkan akhlak dan membimbing pengalamannya dalam prikehidupan bernegara. b. Menurut Dr.M. Quraish Shihab Dakwah adalah seruan atau ajakan kepada keinsyafan atau usaha mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat. Terwujudnya dakwah bukan hanya sekedar usaha peningkatan pemahaman dalam tingkah laku dan pandangan hidup saja, tetapi juga menuju sasaran yang lebih luas.Apalagi pada masa sekarang ini, ia harus lebih berperan menuju kepada pelaksanaan ajaran Islam secara lebih menyeluruh dalam berbagai aspek.12 c. Menurut Ibnu Taimiyah Dakwah merupakan suatu proses usaha untuk mengajak agar beriman kepada Allah SWT, percaya dan menaati apa yang telah diberikan oleh Rasul serta mengajak agar dalam menyembah Allah SWT seakan-akan melihatnya. Dakwah adalah suatu aktivitas yang dilakukan secara sadar dalam rangka menyampaikan pesan-pesan agama Islam kepada orang lain agar mereka menerima ajaran islam tersebut dan menjalankan dengan baik dalam kehidupan individual maupun bermasyarakat untuk mencapai kebahagiaan manusia baik di dunia maupun di akhirat, dengan menggunakan media dan cara-cara tertentu. 12
Dr. M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, fungsi dan peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung;Mizan,2001) cet.22,h. 194.
26
Salah satu media yang cukup berkembang saat ini adalah film. Film merupakan salah satu jenis seni yang dapat memberikan pengaruh cukup besar kepada pola pikir masyarakat umum. Ini berarti film dapat menjadi media yang cukup efektif dalam menjalankan dakwah. Dilihat dari prespektif lain bagai mana muslim Indonesia mencari visibilitas dan legitimasi di ruang publik nasional. Islam atau dakwah ditampilkan dengan cara yang menarik, segar, dan hybrid dalam rangka membuatnya sebuah alternatif yang menarik bagi budaya kapitalis perkotaan.13 d. Unsur-unsur pembentuk film Film secara umum dapat dibagi atas dua unsur pembentuk yakni, unsur naratif dan unsur sinematik. Dua unsur tersebut saling berinteraksi dan saling berkesinambungan satu sama lain untuk membentuk sebuah film. Dapat dikatakan bahwa unsur naratif adalah bahan(materi) yang akan diolah, sementara unsur sinematik adalah cara(gaya) untuk mengolahnya. Dalamfilm cerita, unsur naratif adalah perlakuan terhadap cerita filmnya. Sementara unsur sinematik merupakan aspek-aspek tknis pembentuk film. Unsur naratif berhubungan dengan aspek cerita atau tema film. Setiap cerita pasti memiliki unsur-unsur seperti tokoh, masalah, konflik, lokasi, waktu, serta lainnya. Seluruh elemen tersebut membentuk unsur naratif secara keseluruhan. Elemen-elemen tersebut
13
Eric Sasono, Mau Dibawa Kemana Sinema Kita?,(Salemba Humanika:2011),h.59.
27
saling berinteraksi dan berkesinambungan satu sama lainuntuk membentuk sebuah jalinan peristiwa yang memiliki maksud dan tujuan. Seluruh jalinan peristiwa terikat oleh sebuah aturan yakni hukum kausalitas(logika sebab-akibat). Aspek kualitas bersama unsur ruang dan waktu adalah elemen-elemen pokok pembentuk naratif. Unsur sinematik merupakan aspek-aspek teknis dalam produksi sebuah film. Unsur sinematik terbagi dalam empat elemen pokok yakni, mise-en-scene, sinematografi, editing, dan suara. Mise-en-scene adalah segala hal yang berada di depan kamera . Sinematografi adalah perlakuan terhadap kamera dan filmnya serta hubungan kamera dengan objek yang diambil. Editing adalah transisi sebuah gambar (shot) lainnya. Sedangkan suara adalah segala hal dalam film yang mampu kita tangkap melalui indera pendengaran. Seluruh unsur sinematik tersebut saling terkait, mengisi, serta berkesinambungan satu sama lain untuk membentuk unsur sinematik secara keseluruhan.14 e. Jenis dan Klasifikasi Film Secara umum film dapat dibagi menjadi tiga jenis yakni: 15 1) Film Dokumenter Kunci utama dalam film dokumenter adalah penyajian fakta. Film dokumenter berhubungan dengan orang-orang, tokoh, peristiwa, dan lokasi yang nyata. Film dokumenter tidak mencuptakan suatu peristiwa atau kejadian namun merekam peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi atau otentik. Film 14 15
Himawan Pratista, Memahami Film,(Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2008),h. 1-2. Himawan Pratista, Memahami Film,(Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2008),h. 4-5.
28
dokumenter tidak memiliki plot namun memiliki struktur yang umumnya didasarkan oleh tema atau argumen dari siensnya. Film dokumenter juga tidak memiliki tokoh protagonis dan antagonis, konflik, serta penyelesaiannya. Struktur bertutur film dokumenter umumnya sederhana dengan tujuan agar memudahkan penonton untuk memahami dan mempercayai fakta-fakta yang disajikan. Film dokumenter dapat digunakan untuk berbagai maksud dan tujuan seperti informasi atau berita, biografi, pengetahuan, pendidikan, sosial, ekonomi, politik(propaganda), dan lain sebagainya. 2) Film Fiksi Berbeda dengan jenis film dokumenter, film fiksi terikat oleh plot. Dari sisicerita, film fiksi sering menggunakan cerita rekaan diluar kejadian nyata serta memiliki konsep pengadegan yang telah dirancang sejak awal. Struktur cerita film juga terikat hukum kausalitas. Cerita biasanya juga memiliki karakter protagonis dan antagonis, masalah dan konflik, penutupan, serta pola pengembangan cerita yang jelas.Dari sisi produksi dan manajemen film fiksi terbilang lebih kompleks. 3) Film eksperimental Film eksperimental tidak memiliki plot namun tetap memiliki struktur. Strukturnya sangat dipengaruhi insting subyektif sineas seperti gagasan, ide, emosi, serta pengalaman batin mereka. Film eksperimental umumnya juga tidak bercerita apapun bahkan
29
kadang menentang kausalitas, seperti yang dilakukan pasa sineas surealis dan dada. Film-Film eksperimental umumnya bersifat abstrak dan tidak mudah di pahami. Hal ini disebabkan karena mereka menggunakan simbol-simbol personal yang mereka ciptakan sendiri. Tempat berbagai macam metode film dalam mengklasifikasi film adalah berdasarkan genre. Dalam film, genre dapat didefinisikan sebagai jenis atau klasifikasi dari sekelompok film yang memiliki karakter atau pola sama (khas) seperti setting, periode, gaya, situasi, ikon,
mood,
serta
karakter.
Klasifikasi
tersebut
kemudian
menghasilkan genre-genre populer. Hollywood sebagai industri film terbesar di dunia sejak awal dijadikan sebagai titik tolak perkembangan genre-genre besar dan berpengaruh. Genre-genre besar di kelompokan menjadi dua, yaitu : 16 a. Genre Induk Primer Genre induk primer merupakan genre-genre pokok yang telah ada dan populer sejak awal perkembangan sinema era 1900-an hingga 1930-an. Bisa dikatakan bahwa setip film pasti mengndung setidaknya satu unsur genre induk primer. Namun lazimnya sebuah film adalah kombinasi dari beberapa genre induk sekaligus. b. Genre Induk Sekunder Genre induk sekunder adalah genre-genre besar dan populer 16
11
Himawan Pratista,Memahami Film,(Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2008),h. 10-
30
yang merupakan pengembangan atau turunan dari genre induk primer. Genre induk sekunder memiliki ciri-ciri dan karakter lebih khusus. Tabel 1 Skema Genre Induk Primer dan Skunder Genre Induk Primer
Genre Induk Sekunder
Aksi
Bencana
Drama
Biografi
Epik sejarah
Detektif
Fantasi
Perjalanan
Fiksi-Ilmiah
Olahraga
Horor
Film Noir
Komodasi
Melodrama
Kriminal dan Gengster
Roman
Musikal
Superhero
Petualangan
Supernatural
Perang
Spionase
Western
Thiller
f. Struktur film Secara fisik film memiliki struktur dan dapat di pecah menjadi unsur-unsur , yakni :17
17
31
Himawan Pratista,Memahami Film,(Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2008),h. 29-
31
1) Shot Shot selma produksi film memiliki arti proses perekaman gambar sejak kamera di aktifkan (on) hingga kamera dimatikan (off) atau sering diistirahatkan satu kali take (pengambilan gambar). Sementara shot setelah film jadi (pasca produksi) memiliki antrian satu rangkaian gambar utuh yang tidak terinterupsi oleh potongan gambar (editing). Sekumpulan beberpa shot biasanya dapat dapat dikelompokan menjadi beberapa adegan. 2) Adegan Adegan adalah satu segmen pendek dari keseluruhan cerita yang memperlihatkan satu aksi kesinambungan yang diikat oleh ruang, waktu, isi(cerita), tema, karakter, atau motif. Satu adegan umumnya terdiri dari beberapa shot yang saling berhubun 3) Sekuen (Sequence) Sekuen adalah satu segmen besar yang memperlihatkan satu rangkaian peristiwa yang utuh. Satu sekuen umumnya terdiri dari beberapa adegan yang saling berhubungan. g. Sinematografi Sinematografi merupakan perlakuan sineas terhadap kamera serta stok
filmnya.
Dalam
framing
yang
merupakan
dari
bagian
sinematografi terdapat karakteristik jarak. Jarak yang dimaksud adalah dimensi jarak kamera terhadap obyek dalam frame. Kamera secara fisik tidak perlu berada dalam jarak tertentu karena dapat di manipulasi menggunakan lensa zoom. Adapun dimensi jarak kamera terhadap
32
objek dapat dikelompokan menjadi tujuh, yaitu:18 1) Extreme long shot merupakan jarak kamera yang paling jauh dari objeknya. Wujud fisik manusaia nyaris tidak tampak 2) Long Shot merupakan jarak kamera dimana tubuh fisik manusia telah nampak jelas namun latar belakang masih dominan. 3) Medium Long Shot merupakan jarak dimana tubuh manusia terlihat dari bawah lutut sampai ke atas. Tubuh fisik manusia dan lingkungan sekitar relatif seimbang. 4) Medium Shot memperlihatkan tubuh manusia dari pinggang ke atas. Gestur serta ekspresi wajah mulai tampak. Sosok manusia mulai dominan dalam frame. 5) Medium Close-up memperlihatkan tubuh manusia dari dada ke atas. Sosok tubuh manusia mendominasi frame dan latar belakang tidak lagi dominan. 6) Close-up umumnya memperlihatkan wajah, tangan, kaki, atau sebuah obyek kecil lainnya. Teknik ini mampu memperlihatkan ekspresi wajah dengan jelas da gestur yang mendetil. 7) Extreme Close-up mampu memperlihatkan lebih mendetil bagian dari wajah, seperti telinga, mata, hidung, dan lainnya atau bagian dari sebuah objek.
18
106-107.
Himawan Pratista,Memahami Film,(Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2008),h.
BAB III GAMBARAN FILM SOKOLA RIMBA
A. Sinopsis Film Sokola Rimba Film Sokola Rimba diangkat berdasarkan kisah nyata tentang perjuangan seorang wanita yaituButet Manurung yang selama ini bekerja di lembaga kawasan nasional sebagai guru bagi masyarakat Suku Anak Dalam yang dikenal dengan sebutan Orang Rimba atau Orang Kubu di pedalaman hutan Bukit Duo Belas seluas 65000 Hektar, Jambi Sumatera Selatan. Kisah berawal saat Butet mendadak terkena demam malaria di tengah hutan ketika hendak pergi mengajar. Kemudian Butet diselamatkan oleh seorang anak Orang Rimba yang bernama Nyungsang Bungo,berasal dari Hilir Sungai Makekal, sekitar 7 jam perjalanan dari tempat Butet mangajar. Ternyata diam-diam Bungo sudah sering memperhatikan kegiatan Butet mengajar baca tulis bersama anak-anak Orang Rimba di Hulu Sungai. Suatu hari Bungo membawa surat perjanjian. Bungo ingin sekali belajar membaca agar bisa mengetahui apa isi dari surat perjanjian itu. Dengan itu Butet memperluas wilayah kerjanya ke arah hilir, ke perkumpulan orang rimba lainnya yakni suku di mana Bungo berasal.Tetapi keinginannya itu terhambat oleh lembaga konservasi dimana Butet bekerja.Namun keteguhan hati seorang Butet ketika melihat semangat serta motivasi besar yang diperlihatkan oleh Bungo membuat Butet menempuh berbagai cara untuk mengajarkan baca tulis kepada Bungo. Akhirnya Butet berangkat menuju Hilir Sungai Makekal tanpa izin resmi dari lembaga dia bekerja ditemani oleh anak
33
34
rimba muridnya dari Hulu, yaitu Beindah dan Nengkabau. Diperjalan mereka melihat penebang kayu liar dan hampir saja mereka ditembak oleh para penebang kayu liar tersebut. Kemudian sampailah Butet di Hilir Sungai Makekal.Setelah agak lama menunggu hingga menginap satu malam di pinggir pemukiman kelompok Bungo, Butet akhirnya diizinkan oleh Tumenggung selaku kepala adat untuk mengajar di sana. Suatu hari pada saat Butet mangajar, datang orang-orang dari luar bertemu
dengan Tumenggung dan orang rimba lainnya
membicarakan mengenai perjanjian untuk melakukan penebangan hutan ditempat mereka. Salah satu dari orang tersebut adalah orang yang Butet lihat sewaktu diperjalanan sedang melakukan penebangan liar dan ingin menembak Butet, Beindah dan Nengkabau. Kegiatan mengajar Butet tidak berlangsung lama, kepercayaan ataupun tradisi adat Suku Anak Dalam yang anti akan hal-hal asing dari luar mempercayai bahwa pensil, buku, dan kegiatan Butet itu akan membawa malapetaka bagi mereka. Butet diminta oleh Tumenggung untuk pergi dari tempat mereka. Butet teringat satu keluarga yang berasal dari Jawa Tengah yaitu Ibu Pariyan yang tinggal di pinggiran hutan bukit dua belas yang berada diantara Hulu dan Hilir. Butet mendapatkan info bahwa setiap minggu rombongan dari Hilir datang ketempat Ibu Pariyan. Akhirnya Butet mempunyai ide untuk mengajar di rumah Ibu Pariyan dan berharap bertemu kembali dengan Bungo. Banyak sekali anak-anak rimba yang datang ke rumah tersebut untuk belajar dengan Butet. Suatu Pagi, Butet dibangunkan oleh Ibu Pariyan, dan ternyata
35
orang-orang rimba dari Hilir Tumenggung Balawan Badai datang. Sampai suatu ketika Bungo datang ke rumah Ibu Pariyan untuk menemui Butet dan kembali belajar baca tulis. Setelah lama Bungo belajar di rumah Ibu Priyan, Bungo harus berhenti belajar. Puncaknya ketika Tumenggung meninggal dan Bungo dijemput paksa oleh anggota kelompoknya yang meyakini meningggalnya Tumenggung akibat aktivitas Butet mengajar.Bungo akhirnya kembali ke kelompoknya untuk melakukan adat mereka yang berpindah tempat ketika ada salah satu anggota yang meninggal.Orang Rimba mempercayai bahwa jika ada anggotanya yang meninggal di suatu tempat maka mereka harus pergi dari tempat itu karena tempat tersebut dianggap tidak baik untuk ditinggali karena membawa petaka kepada anggota lainnya. Setelah Bungo kembali ke kelompoknya Butet memutuskan untuk pulang ke Jakarta. Pada saat di Jakarta Butet banyak di undang sebagai narasumber tentang pengalamannya mengajar anak-anak rimba. Butet merencanakan untuk membuat sekolah ketahanan hidup untuk orang-orang rimba yaitu sekolah yang tidak hanya mengajarkan membaca, menulis maupun
berhitung
tetapi
juga
bagaimana
menghadapi
hidup
yang
memperkenalkan advokasi terhadap hak mereka. Sekolah itu diberi nama sekolah rimba atau Sokola Rimba dalam bahasa orang rimba. Butet kembali ke hutan bukit dua belas untuk mewujudkan misinya membuat Sokola Rimba. Setelah sampai, Butet disambut oleh teman-temannya yang ingin bergabung bersamanya mengajar orang-orang rimba. Ketika Butet dan teman-temannya mengajar, mereka melihat Bungo menjadi juru bicara
36
kelompoknya ketika ada orang luar (masyarakat biasa) yang hendak meminta izin mengeksploitasi hutan adat mereka. Bungo yang saat itu sudah bisa membaca membuat bingung orang-orang yang hendak meminta persetujuan Ketua Adat, karena Bungo bisa membaca dan mengerti akan isi surat perjanjian yang mereka tawarkan. Disana Bungo menolak poin-poin isisurat perjanjian yang dianggap tidak sesuai dengan aturan adat mereka. Bungo telah mengingatkan Butet bersikap tepat pada perubahan, menjadikan pengetahuan sebagai senjata untuk beradaptasi.
B. Profil Pemain Film Sokola Rimba 1. Prisia Nasution
Gambar 3.11 Prisia Nasution sebagai Butet Manurung Prisia Nasution adalah pemeran utama pada film Sokola Rimba sebagai Butet Manurung. Butet manurung adalah seorang guru yang mengajar di Sokola Rimba, Butet manurung adalah seorang wanita tangguh yang mengabdikan hidupnya untuk mengajar orang-orang rimba di hutan bukit dua belas.
1
http://www.kapanlagi.com/showbiz/selebriti/jagoan-semua-bagian-tubuh-prisianasution-nyaris-pernah-cidera-c9839d.html diakses pada tanggal 08 Juni 2016 pukul 15:06 WIB
37
Butet
Manuruung
adalah
seorang
tokoh
yanng
mulia,
perjuangannya dalam membangun Sokola Rimba penuh hambatan baik dari lembaga tempat Butet bekerja maupun dari beberapa orang rimba, tetapi Butet tidak patah semangat, Butet berjuang untuk dapat mengajarkan baca tulis dan berhitung untuk orang rimba sampai pda akhirnya Butet dapat respon positif dari masyarakat rimba maupun dari lembaga, sampai akhirnya Butet dapat membangun sekolah sendiri di tempat orang-orang rimba tinggal. 2. Nyungsang Bungo
Gambar 3.22 Nyungsang Bungo sebagai Anak Rimba Nyungsang Bungo adalah seorang tokoh yang berasal dari orang rimba asli. Bungo adalah orang rimba yang berasal dari pedalaman hutan bukit dua belas yang berada di hilir dimana orang rimba yang masih tertutup dengan peradaban luar. Pertemuannya dengan Butet adalah ketika Bungo menolong Butet yang terkena penyakit malaria ketika hendak mengajar di hutan. Bungo adalah salah satu orang rimba yg mempunyai ambisi untuk belajar baca tulis karena Bungo mempunyai keinginan untuk membaca surat perjanjian 2
Sumber gambar dari Film Sokola Rimba
38
yang diberikan oleh penebang liar.Sejak saat itu, Butet ingin membantunya dengan cara mengajarkan baca, tulis dan berhitung termasuk kepada anak lainnya di hilir. Namun, Perjuangan Bungo untuk menuntut ilmu tidaklah mudah, Bungo harus bertentangan dengan suku adatnya, yang dimana suku adatnya sangat tertutup dengan pendidikan, tetapi Bungo tidak mudah menyerah sampai akhirnya Bungo bisa membaca dan menjadi juru bicara tumenggung. 3. Nengkabau
Gambar 3.33 Nengkabau sebagai Anak Rimba Nengkabau adalah seorang tokoh yang berasal dari suku rimba asliberperan sebagai salah satu anak rimba yang di ajarkan oleh Butet dan yang selalu menemani Butet kemana Butet pergi, Nengkabau adalah seorang anak rimba yang cerdas yang mempunyai semangat belajar yang tinggi, dia adalah seorang anak rimba yang mempunyai cita-cita untuk menjaga alam tempat tinggalnya dari penebngan liar.
3
Sumber gambar dari Film Sokola Rimba
39
4. Rukman Rosadi
Gambar 3.44 Rukman Rosadi sebagai Bahar Rukman Rosadi berperan sebagai Bahar yaitu, pemimpin dari lembaga swadaya masyarakat “Wanaraya” yang peduli terhadap masyarakat rimba. Pada film ini, Bahar diceritakan sebagai pemimpin yang kurang mendengar aspirasi dari anggota lainnya. Termasuk tidak mendukungnya Butet untuk mengajar ke daerah hilir untuk mengajar Bungo dengan sukunya.
C. Profil Sutradara Film Sokola Rimba
Gambar 3.55
4
Sumber gambar dari Film Sokola Rimba https://m.tempo.co/read/news/2013/06/17/219488709/riri-riza-tak-paksakan-anak-jadisineas Diakses pada tanggal 08 juni 2016 pukul 15:26 WIB. 5
40
Saat menempuh pendidikan di SMU Lab School Jakarta, Riri Riza sebenarnya lebih dikenal sebagai anak band. Hobi bermusiknya itu telah ia tekuni saat masih duduk di bangku SMP. Tak heran jika kemudian setelah tamat SMA, ia ingin mendalami dunia musik dengan melanjutkan studinya ke Jurusan Musik Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Tapi entah kenapa, hasratnya pada musik seketika kandas begitu tahu di IKJ ada jurusan film. Ketertarikan Riri terhadap dunia film bukan tanpa alasan. Sejak kecil, ia sudah akrab dengan segala sesuatu yang berbau film. Ayahnya, seorang pejabat di Departemen Penerangan di era Orde Baru, sering mengajaknya ke pelosok-pelosok daerah untuk memutar film pembangunan.Menurut pria kelahiran Makassar 2 Oktober 1970 ini, petualangannya kala itu menjadi hiburan tersendiri di masa kanak-kanaknya. Pilihan Riri rupanya tidak meleset. Berkat keseriusannya dalam belajar, ia tercatat sebagai mahasiswa paling menonjol di kampusnya. Pria berambut keriting ini juga menjadi lulusan terbaik IKJ untuk angkatannya. Kreativitas Riri bahkan langsung terlihat tidak lama setelah ia merampungkan kuliahnya di IKJ. Film perdananya yang bertajuk Sonata Kampung Bata berhasil memenangkan sebuah penghargaan dalam Festival Film di Jerman. Atas prestasinya itu, ia mendapat undangan untuk bertandang ke Jerman. Pengalaman menginjakkan kaki di salah satu negara di benua Eropa itu menjadi pengalaman pertamanya ke luar negeri. Kala itu, kebahagiaan bukan hanya milik Riri tapi juga sang ayah, bahkan saking senangnya, ia sampai ikut membantu membuatkan paspor dan visa. "Pokoknya, waktu itu suasananya dramatis sekali. Bayangkan, ayah saya belum pernah membawa saya ke luar
41
negeri, tiba-tiba saya diundang ke Jerman," kenang Riri seperti dikutip situs pdat.co.id. Setelah pulang dari Jerman, semangat Riri untuk menyelami dunia sinematografi kian tak terbendung. Ia mulai terlibat dalam pembuatan sejumlah film, baik film pendek, film dokumenter, film televisi, sinetron, video klip, iklan layanan masyarakat ataupun film layar lebar. Kuldesak menjadi film pertama yang menandai debut profesional seorang Riri Riza sebagai produser dan sutradara film layar lebar. Film yang mulai diproduksi pada 1996 dan dirilis dua tahun berikutnya itu adalah hasil kerja barengnya dengan tiga sineas muda lainnya, yakni Mira Lesmana, Nan T Achnas, dan Rizal Mantovani sebagai penulis naskah skenarionya. Setelah pulang dari Jerman, semangat Riri untuk menyelami dunia sinematografi kian tak terbendung. Ia mulai terlibat dalam pembuatan sejumlah film, baik film pendek, film dokumenter, film televisi, sinetron, video klip, iklan layanan masyarakat ataupun film layar lebar. Selain itu, Riri Riza juga pernah terlibat dalam produksi film Internasional berjudul Victory. Pada film garapan sutradara Inggris, Mark Peploe itu, ia bertindak sebagai asisten sutradara. Sedangkan untuk film dokumenter hasil penyutradaraannya adalah serial Anak Seribu Pulau dengan judul Siulan Bambu Toraja dan Kupu-Kupu di Atas
desainerbatikku.
Kemudian disusul sebuah film televisi (FTV) berjudul Buku Catatanku yang khusus diputar di RCTI untuk memperingati Hari Anak-anak Internasional 1997, yang mengantarkannya bersama Mira Lesmana memperoleh nominasi Festival Sinetron Indonesia 1998 untuk Penulisan Cerita Terbaik.
42
Sejak awal karirnya, ia memang kerap berkolaborasi dengan kakak kandung musisi jazz Indra Lesmana itu. Selain Kuldesak, film layar lebar lain yang pernah digarapnya bersama Mira adalah Petualangan Sherina, Eliana, Eliana, Gie, Untuk Rena, Ada Apa dengan Cinta, Rumah ke Tujuh, 3 Hari untuk Selamanya, serta film yang diadaptasi dari novel karya Andrea Hirata, Laskar Pelangi. Dalam film Laskar Pelangi, Riri memilih menggunakan tokoh-tokoh utama dengan mengambil langsung di daerah aslinya, Belitong. Terbukti, film yang menjadi salah satu film terlaris sepanjang tahun 2008 itu, sukses menyabet sejumlah penghargaan internasional. Hebatnya lagi, di antara film-film itu, suami dari Wilita Putrinda ini juga sempat bertindak sebagai sutradara, penulis skenario, dan produser. Meski begitu, ia lebih tertarik untuk berkonsentrasi di bidang penulisan skenario. Itu pula yang didalaminya ketika ia mendapat beasiswa untuk kuliah program master di Inggris. Kutu buku dan penggemar berat nonton film ini mengambil bidang penulisan skenario film di Royal Holloway University, London, pada 2001. Yang jelas, dunia film kini telah menjadi pilihan hidupnya. Bagi Riri, dunia film bukan cuma sekadar sarana mencari sesuap nasi, tapi alat perjuangan. Lewat film, pria berkacamata minus ini ingin mengangkat persoalan hidup yang berkembang di masyarakat sehingga membukakan mata hati mereka. Selain itu, menurut Riza, film mempunyai tanggung jawab untuk kemanusiaan. "Film sesungguhnya punya tanggung jawab dan dapat berperan penting untuk kemajuan kemanusiaan," kata ayah Liam Amadeo Riza ini
43
dalam sebuah acara. Film juga tak hanya sebagai saran hiburan tapi juga dapat menyuguhkan sesuatu yang dapat menyentuh serta memberi pandangan dan pemikiran baru. Sebagai pelaku di dunia perfilman, Riri Riza memiliki obsesi terpendam yang suatu saat dapat menjadi kenyataan yakni membuka sekolah penulisan skenario film.6
D. Tim Produksi Film Sokola Rimba Rumah produksi
: Miles Film
Sutradara
: Riri Riza
Produser
: Mira Lesmana
Penulis Skenario
: Riri Riza
Asisten Sutradara
: Rivano Setyo Utomo Ratrikala Bhre Aditya
Koordinator Produksi
: Dicky Dewasanto
Koordinator Pemain
: Nanda Giri, Virhot J. Sitohang
Pemain
: Prisia Nasution sebagai “Butet Manurung” Nyungsang Bungo sebagai “Bungo” Beindah sebagai “Beindah” Nengkabau sebagai “Nengkabau” Rukman Rosadi sebagai “Bahar” Nadhira Suryadi sebagai “Andit” Ines Somellera sebagai “dr. Astrid” Netta KD sebagai “Ibu Pariyan”
6
http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/347-selebriti/3368-ikut-memajukanperfilman-indonesia. Diakses pada tanggal 13 Oktober 2015 pukul 15.59.
44
Sinematografi
: Gunnar Nimpuno
Penata Artistik
: Eros Eflin
Penata Rias
: Eba Sheba
Penata musik
: Aksan Sjuman
Penata suara
: Satrio Budiono Yusuf Patawari
Editor
: W. Ichwandiardono
Produser Pelaksana
: Toto Prasetyanto
Co-Produser Eksekutif
: Ignatius Andy Nicholas Saputra
Produser Eksekutif
: Suzy D. Hutomo Handi Santoso Adrian Sitepu
Asisten Produksi di Bangko dan Rimba
: Ananda Firman Jauhari K. Wahyu Triokta Mulya
Astrada Magang
: Wregas Bhanuteja
Asisten Kamera
: Ade Putro Adityo
Penata Lampu
: Nyonk Purnomo Asep Abidin Aulia “Kujo” Akbar
Manajemen Data
: Jaya Prana Yanuar Rizki Wibowo
Pengawal Kamera
: Rokim
45
Pengawal Alat
: Sahroni
Asisten Perekam Suara
: Ipunk Sukandi
Tim Artistik
: Asep Suryaman Hendra Robin Syarma Agam Hasibuan Dayu Indah Antonius Boedy Santoso Ace Winara Zulkifli Mamak
Kostum
: Supriyadi
Asisten Kostum
: Muhamad Akil Anwar Budiman Pemawah
Sarana Perkemahan
: Adhe Suraatmaja Mufti Oksana Nova Dwi Hartanto Teguh Prihandoko Abdul Malik Hari Pujadi Dedi Tito Arnando Izal Parinduri Beconteng Tuah Wira Bangko
Transportasi
: Hendry Phiyin
46
Fredi Yusman Rahmat Zulhandi Anthue Cever Dede Bangko Uda Bujang Ferry Dyan Keken Bangko Fahlul Sutopo Publikasi
: Imelda Achsaningtias Mimma Pratami Andanari Yogaswari
Dokumentasi Video
: Aditya Ahmad
Dokumentasi Foto
: Toto Pras
Sekretaris Produksi
: Dewi Sartika
Keuangan & Administrasi
: Gustav Budianto
Asisten Produksi Jakarta
: Rambat Randi Ahmad Rusli Abdullah
Pembantu Umum
: Tumino
Pascaproduksi suara
: FourMix, Jakarta
Editor SFX, Foley & Dialog
: Armanda Ahmad Sutarjo
Pascaproduksi Online
: Eltracine Studio, Jakarta
47
Produser Online
: Sherly Soetaryo
Penata Warna
: Dhimas Adi Putra
Editor Online
: Rio Rizaldy
Penanggung jawab DCP
: David Kurniadi
Penata Grafis Online
: Handoko Nama
Penyelia Animasi
: Anton Juned
Animator
: Acan, Aldria
E. Penghargaan film Sokola Rimba Adapun penghargaan yang diperoleh sejak film ini dirilis adalah sebagai berikut:
Piala Maya – 2013 – “Best Feature Film”
Environmental Film Festival in the Nation’s Capital USA – 2014
Cinemasia Film Festival, The Netherlands – 2014
9th Indonesian Film Festival, Melbourne & Sydney, Australia – 2014
Cinemags Readers Choice Awards – 2014 “Best Script Writer – Riri Riza”
Indonesia Movie Awards, RCTI – 2014 – “Most Favourite Actress – Prisia Nasution”, “Best Child Actor – Nengkabau”
Perth Indonesian Film Festival – 2014
Los Angles Indonesian Film Festival – 2014
ASEAN Film Festival, Washington, D.C – 2014
Focus on Asia – Fukuoka International Film Festival – 2014 “Audience Award”
Singapore International Film Festival – 2014
48
Film Festival – 2014
Vancouver International Film Festival – 2014
Indonesian Film Festival – 2014 “Best Adapted Script”, “Special Award for Best Child Actor”
BAB IV ANALISIS DATA FILM SOKOLA RIMBA
A. Pesan yang terkandung dalam film Sokola Rimba 1. Pesan Kesabaran Pesan kesabaran pada film ini terdapat pada diri Butet Manurung. Walaupun banyak ujian untuk menggapai impiannya sebagai guru rimba. Namun, dia tidak pernah mengeluh terhadap keadaan. Fasilitas mengajar yang sangat minim, tidak mengurungkan niat Butet untuk dapat tetap mengajar dan mendidik anak-anak Rimba. 2. Pesan Pendidikan Pesan pendidikan dalam film ini terlihat jelas saat anak-anak rimba melakukan kegiatan belajar. Mereka sangat antusias mengikuti pelajaran apa yang di berikan oleh Ibu Guru Butet. Bahkan mereka sangat bersemangat untuk dapat membaca, berhitung dan menulis. Sejak kedatangan Butet Manurung sebagian anak Rimba pada akhirnya dapat membaca, menulis, dan berhitung. 3. Pesan Tolong Menolong Seperti masyarakat Indonesia pada umumnya, warga di Hutan Rimba terbiasa saling tolong menolong ketika ada warga lainnya dalam kesusahan. Hal ini jelas terlihat ketika Butet Manurung jatuh pingsan sewaktu melakukan perjalanan awal ke Rimba bagian hulu. Nyungsang Bungo Rombong Temenggung Belaman Badai membawa Butet ke Rimba bagian Hulu agar segera diberikan pertolongan.
49
50
4. Pesan Pengabdian Bukan hanya Butet Manurung saja yang mengabdi kepada Indonesia. Namun, ada sosok lain yang mengabdi kepada untuk Rombongnya yaitu Nyungsang Bungo, Nangkabau dan Beindah. Mereka bertiga adalah anak-anak yang berasal dari Rimba. Mereka tidak ingin tempat yang mereka huni di rusak dan di tebang oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Cara mereka mengabdi yaitu dengan membaca dan menulis agar Rombong mereka terjaga dari penebang pohon liar.
B. Makna Denotasi, Konotasi dan Mitos Film Sokola Rimba Sokola rimba merupakan sebuah film drama yang sarat akan unsur pendidikan dan kemanusiaan. Meskipun diangkat dari kisah nyata, Sokola Rimba tidak terjebak dalam film dokumenter yang kaku dan serius. Film ini dikemas dalam film cerita yang menghibur seperti film-film sebelumnya seperti laskar pelangi atau sang pemimpi. Film yang diteliti oleh penulis adalah berjudul Sokola Rimba. Film bergenre drama ini memiki durasi 1 jam 30 menit, dibuat oleh sutradara Riri Riza yang telah membuktikan eksistensinya pada film layar lebar dengan karya-karya terbaiknya. Dari film ini banyak terdapat makna perjuangan yang dideskripsikan didalamnya yang dapat diambil hikmah serta pelajaran bagi penontonnya. Film ini menguak kisah hidup nyata seorang guru yang mau mengabdikan dirinya bagi sesama manusia, khusunya orang rimba. Tentu hal ini patut dijadikan contoh bagi penontonnya dalam menjalani hidup. Untuk itu, penulis
51
tertarik mengupas makna denotasi, konotasi dan mitos dari film Sokola Rimba dalam pandangan Roland Barthes. Secara semiotik hasil penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Adegan Butet Manurung Mengawali Perjalanan Menuju Hutan Adegan
pertama yang dipilih peneliti adalah adegan awal
permulaan seorang wanita yang bernama Butet Manurung mengawali perjalanan panjangnya menuju hutan untuk menggapai tujuannya mengajar di Rimba bagian hulu sungai. Tetapi sebelum sampai ketujuannya Butet Manurung Jatuh Pingsan karena kelelahan. Tabel 4.1 Visual
Dialog/ Suara
Type Of Shot
Tanpa Dialog
Long shot, mengvisualisasikan Butet Manurung mengendarai sepeda motor menuju hutan.
Tanpa Dialog
Medium Close Up, mengvisualisasikan ketika Butet sudah mulai memasuki hutan.
Warga : Kawan, mau kami tolong? Butet : Iya, kawan? Warga : Mau kami tolong bawakan barangmu?
Close Up, mengvisualisasikan Butet sedang beristirahat dan bertemu dengan sekelompok orangorang rimba.
00 : 02 : 04
00 : 02 : 46
52
00 : 03 : 09
Butet : Tidak perlu, aku hanya istirahat. Tanpa Dialog Medium Close Up, mengvisualisasikan ketika Butet jatuh pingsan karena terserang penyakit malaria.
00 : 04 : 10
a. Denotasi Adegan ini terjadi pada siang hari, terdapat wanita muda sedang mengendarai sepeda motor dan membawa tas ransel yang berukuran cukup besar. Terdapat sebuah papan hitam dibelakang ransel tersebut. Setibanya di dalam hutan wanita tersebut berjalan kaki dengan lambat dengan pandangan mata yang kosong. Kemudian wanita tersebut memilih untuk berhenti sejenak dan bersandar di pohon. b. Konotasi Wanita muda tersebut bernama Butet Manurung. Ia adalah seorang wanita muda yang bekerja di sebuah lembaga konservasi memberikan pendidikan alternatif bagi anak rimba. Butet ditugaskan oleh kantornya untuk mengajar di rimba bagian hulu sungai. Ketika di tengah perjalanan tenaga Butet untuk sampai ke hulu sungai mulai berkurang. Kemudian Butet memilih beristirahat dan tidak bebarapa lama kemudian Butet jatuh pingsan. c. Mitos Perjuangan adalah segala sesuatu yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan. Dalam sebuah perjuangan terdapat berbagai
53
macam hambatan. Semakin kita sering mengalami berbagai masalah maka semakin kuat pula kita. Bahwa setiap perjuangan pasti akan mendapatkan rintangan, bagaimana menyikapi rintangan tersebut, agar apa yang ditujukan tercapai itulah yang menjadi nilai dalam memahami perjuangan hidup. Susah atau senangnya proses perjuangan akan mendapatkan hasil yang maksimal selama perjuangan tersebut dilakukan secara ikhlas dan penuh semangat.
2. Adegan Butet Manurung Mengajarkan Anak Rimba Menulis dan Mengenal Huruf Suatu pagi, di hari pertama Butet berada di Rimba, materi yang diberikan Butet Manurung untuk anak-anak Rimba yaitu materi dasar. Diantaranya adalah memperkenalkan huruf alfabet dan belajar menulis alfabet. Terlihat Beindah, Nangkbau beserta temannya sedang menyimak semua materi yang di ajarkan Butet. Semangat belajar mereka sangat lah tinggi. Tabel 4.2 Visual
Dialog/ Suara
Type Of Shot
Butet : Tarik garis kebawah, “coba tulis J” Anak Rimba : Seperti ini bu?
Close Up, mengvisualisasikan Butet sedang mengajarkan anak anak mengenal huruf.
Butet : Aduh Nangkabau, potong saja aku dengan barang kalau kau nakal begini! Kemari!
Long Shot, mengvisualisasikan butet sedang menasihati Nangkabau salah satu anak rimba yang nakal.
00 : 05 : 35
00 : 05 : 50
54
Tanpa Dialog
Medium Close Up, mengvisualisasikan butet yang sedang mengejar Nangkabau.
00 : 06 : 11 a. Denotasi Adegan ini di ambil pada pagi hari. Di dalam gubuk kayu berukuran sangat minim, terlihat Butet Manurung berada di posisi depan. Kemudian ada tiga orang anak laki-laki tidak mengenakan pakaian yang sedang berhadapan dengan Butet. Butet menatap ketiga anak laki-laki tersebut dengan memasang wajah tegas. b. Konotasi Butet adalah seorang guru yang ditugaskan untuk mengajar di dalam Rimba. Hal ini nampak jelas ketika Butet sedang menjelaskan pelajaran mengenal huruf dan angka. Anak laki-laki tersebut bernama Nangkabau dan Beinda serta teman dari mereka berdua. Walaupun fasilitas di tempat tersebut terbatas namun mereka sangat antusias mengikuti pelajaran yang di ajarkan oleh Butet.
c. Mitos Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini melalui jalur
formal
pendidikan
dasar
dan
pendidikan
menengah.
Guru diartikan sebagai sosok tauladan yang harus di “gugu dan ditiru”.
55
3. Adegan Butet Manurung Mengajarkan Anak-Anak Rimba Berhitung Pada adegan ini, Butet sedang mengajarkan anak-anak Rimba belajar berhitung. Dengan menggunakan biji dari pohon karet sebagai medianya. Tabel 4.3 Visual
Dialog/ Suara
Type Of Shot
Butet : Ini ada sepuluh biji karet ya, lalu aku ambil tiga, berapa sisanya?
Close Up Mengvisualisasikan Butet Manurung sedang mengajarkan berhitung menggunakan biji karet sebagai medianya
Beindah : tujuh
Medium Close up Mengvisualisasikan Beindah dapat menjawab dengan benar pertanyaan bu guru Butet.
00 : 10 : 38
Butet : Hebat!
00 : 10 : 46
a. Denotasi Adegan ini di ambil pada siang hari. Terlihat Butet Manurung dan keempat anak laki-laki sedang berkumpul di dalam sebuah gubuk. Kelima
orang
tersebut
mengekspresikan
wajah
kebahagiaan.
Kemudian mereka berlima sedang memainkan sebuah permainan yang menggunakan biji dari pohon karet. b. Konotasi Sebelum kedatangan Butet Manurung, Beinda dan Nangkabau beserta teman-teman lainnya belum pernah mendapatkan pendidikan. Dengan kedatangan Butet di Rimba bagian hulu anak-anak rimba sangat senang. Karena anak-anak dapat belajar menulis, berhitung dan
56
membaca yang di ajarkan oleh Butet. Dengan ikhlas dan tulusnya Butet megajar mereka meskipun jauh dari c. Mitos Pengertian pendidikan menjadi hal yang sebaiknya kita juga perlu ketahui untuk menambah wawasan kita terhadal hal yang selalu berkaitan dengan kehidupan kita sehari-hari, karena kita selalu melewati proses pendidikan maka oleh sebab itulah kita sebagai pelaku harus paham juga apa pengertian pendidikan itu sendiri. Pengertian pendidikan bukan hanya untuk di ketahui belaka melainkan dengan memahaminya lalu berusaha untuk menjalankan perosesnya berdasarkan apa yang memang tertuang dalam pengertian pendidikan tersebut. Kita terlalu sering melihat berbagai kejadian nyata yang mencoreng nama baik dari pendidikan tersebut mungkin salah satu penyebabnya adalah dikarenakan mereka tidak menguasai nilai-nilai apa yang di artikan dalam kata pendidikan itu sendiri.
4. Adegan Butet Manurung Meminta Izin kepada Bahar (Atasan Kerja Butet). Setelah kepulangan Butet dari Rimba bagian Hulu sungai, Butet mencoba untuk menghadap Bahar (atasan kerja Butet) untuk meminta izin agar dapat mengajar ke Rimba bagian Hilir sungai (Rombong Temenggung Belaman Badai). Namun, Bahar tidak memberikan izin kepada Butet untuk mengajar di Rombong Temanggung Belaman Badai. Dengan alasan dapat mengeluarkan modal yang cukup besar dan agar Butet dapat fokus terlebih dahulu mengajar di Rimba bagian Hulu sungai.
57
Tabel 4.4 Visual
00 : 12 : 00
00 : 12 : 09
00 : 17 : 38
Dialog/ Suara
Type Of Shot
Butet : Bang bisa Bicara sebentar? Bahar : Iya Butet : Abang ingat dulu saya pernah mengajukan proposal untuk mengajar ke hilir sungai? Bahar : hmm iya, tapi kan kamu dulu pernah sampai disana? Butet : iya bang tapi itu hanya untuk menemani tim kesehatan, tidak untuk mengajar. Butet : Bang saya langsung ke Gustaf ya bang Bahar : Tunggu dulu Butet,anggaran kita masih perlu dijaga. Kau fokus saja dulu sama anak-anak di hulu. Rasanya rombong yang perlu di bantu masih cukup banyak. Tanpa Dialog
Medium Close Up Mengvisualisasikan ketika Butet meminta izin kepada Bahar (atasan Butet) untuk dapat izin mengajar ke hilir sungai.
Medium Close Up Mengvisualisasikan ketika Bahar melarang Butet untuk mengajar di hilir sungai.
Close Up, Mengvisualisasikan Butet mendatangi divisi bendahara untuk meminta uang tambahan untuk ke Rimba bagian Hilir sunga.
58
a. Denotasi Adegan ini terjadi pada pagi hari. Di dalam sebuah ruangan yang terdapat sebuah meja. Di atas meja tersebut di penuhi dengan alat-alat kerja, seperti buku, alat tulis dan beberapa lembar kertas laiinnya. Terlihat Butet sedang berbicara dengan seorang laki-laki yang memakai kemeja lengan panjang berwarna biru. Keduanya mengekspresikan wajah serius. Butet membawa selembar kertas dan kemudian diberikan kepada laki-laki tersebut. b. Konotasi Suasana pada pagi hari di dalam kantor sangat kondusif. Butet Manurung mencoba berbicara kepada Bahar (atasannya) untuk dapat diberikan izin mengajar di Rimba bagian hilir sungai dengan memberikan surat permohonan izin untuk mengajar. Namun, Bahar tidak mengizinkan Butet untuk dapat mengajar di Rimba bagian hilir sungai, dengan memakan alasan memakan biaya yang cukup besar Bahar pun tidak mengizinkannya. c. Mitos perjuangan adalah usaha dan kerja keras untuk meraih hal yang
baik,
perjuangan juga daapat diartikan sebagai kunci menuju kesuksesan. perjuangan terjadi jika adanya masalah. Hal ini nampak jelas pada Butet Manurung yang sangat antusias sekali meminta izin kepada atasannya untuk bisa mengajar di hulu agar anak-anak Rimba mendapatkan pendidikan yang layak.
59
5. Adegan Butet Manurung Pergi Ke Hiir Sungai Tanpa Seizin Bahar Setelah menghadap Gustaf (Bendahara Kantor). Butet langsung melakukan perjalanan menuju Rimba bagian Hilir Sungai (Rombong Temunggung Belaman Badai) dengan di antar memakai mobil fasilitas dari kantor tempat dia bekerja. Sebelum sampai di hutan Butet menyempatkan diri membeli beberapa makanan untuk diberikan kepada Rombong Temenggung Belaman Badai. Tiba-tiba Butet bertemu dengan Beindah dan Nangkabau yang ingin mengikuti Butet menuju Sungai Bagian Hilir. Dengan alasan menemani Butet selama perjalanan. Tabel 4.5 Visual
00 : 18 : 25
Dialog/ Suara
Butet : Hei Beindah, Nangkabau Beindah : Kami ingin ikut bu guru Butet : Kenapa? Kemana? Nangkabau : Kami ingin membatu bu guru
Long Shot Mengvisualisasikan ketika Beindah dan Nangkabau ingin ikut menemani Butet ke hilir sungai.
Tanpa Dialog
Medium Close Up mengvisualisasikan ketika perjalan menuju hilir sungai, tiba-tiba Butet melihat motor para penebang pohon liar.
Tanpa Dialog
Long Shot Mengvisualisasikan para penebang hutan liar
00 : 21 : 12
00 : 21 : 24
Type Of Shot
60
Tanpa Dialog
00 : 23 : 13
Long Shot Mengvisualisasikan ketika Butet, Nangkbau dan Beindah berlari dari para penebang hutan liar ketika ingin berusaha menembak mereka
a. Denotasi Adegan ini terjadi di siang hari. Terlihat Butet, Beinda dan Mangkabau sedang berjalan menelusuri hutan menuju Rombong Temenggung Belaman Badai. Di tengah perjalanan mereka melihat dua sepedah motor yang sedang berhenti di dalam hutan, lalu mereka terdiam. Terdapat pula beberapa laki-laki sedang memegang mesin untuk memotong kayu dengan pandangan mata menuju ke arah pohon. b. Konotasi Terlihat Butet sangat terkejut melihat beberapa orang laki-laki yang sedang memegang mesin untuk menebang pohon-pohon yang ada di hutan Rimba tersebut. Mereka bertiga merasa sangat kecewa karena hutan yang selama ini mereka jaga ditebang secara liar oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. c. Mitos Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonandan tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di dunia dan berfungsi sebagai
penampung
karbon
dioksida
(carbon
dioxide
sink),
habitat hewan, modulator arus hidrologika, serta pelestari tanah, dan merupakan salah satu aspek biosfer Bumi yang paling penting.
61
Hutan merupakan bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat menemukan hutan baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun di pegunungan, di pulau kecil maupun di benua besa 6. Adegan ketika Butet, Beindah dan Nangkabau Sampai Ke Rimba Bagian Hilir Sungai (Temunggung Belaman Badai) Ketika Sampai di Hilir Sungai, Butet harus menunggu agar dapat di berikan izin oleh Rombong Temunggung Belaman Badai. Setelah menunggu semalaman Temenggung (kepala suku) mengizinkan Butet untuk mengajar di Rombongnya. Namun, tidak semua orang yang berada di Rombong Temunggung Belaman Badai memberikan tanggapan positif kedapa Butet. Sebagaian orang tua tidak memberi izin kepada anaknya untuk belajar. Pada akhirnya Butet di usir keluar dari kelompok Rimba bagian Hilir sungai dengan alasan, belajar sangat bertentangan dengan adat mereka. Tabel 4.6 Visual
Dialog/ Suara
Tanpa Dialog
Long Shot, Mengvisualisasikan ketika Butet, Beinda dan Nangkabau sampai di Rimba bagian Hilir Sungai.
Tanpa Dialog
Medium Close Up, Mengvisualisasikan ketika Butet disambut dengan anak Rimba bagian Hilir Sungai
00 : 27 : 00
00 : 27 : 56
Type Of Shot
62
Kepala Suku : Ibu guru kalian boleh masuk ke rumah kami.
Medium Close Up, Mengvisualisasikan ketika Butet Mengajarkan anakanak Rimba Hilir Sungai.
Tanpa Dialog
Close Up, Mengvisualisasikan ketika anak-anak Rimba Hilir Sungai sedang belajar.
Kepala Suku : Ibu guru, aku tidak tahu menjelaskan ini padamu. Sebenernya, sekolah itu bertentangan dengan adat kami. Jadu ibu guru pergi lah dari sini.
Long Shot, Mengvisualisasikan ketika Butet di usir oleh kepala suku Rimba Hilir Sungai.
00 : 31 : 37
00 : 35 : 42
00 : 39 :20
a. Denotasi
Adegan ini terjadi ketika Butet tiba di Rombong Temenggung Belaman Badai. Butet, Beindah dan Nangkabau terlihat berada di luar Rombong Temanggung Belaman Badai. Setelah menunggu satu malam mereka pun di izinkan masuk ke Rombong. Pada hari berikutnya anak-anak Rombong Temunggung Belaman Badai datang menghampiri Butet dengan membawa alat tulis. Namun, ada beberapa dari orang tua mereka yang tidak mengizinkan anak-anaknya untuk menghampiri Butet.
63
b. Konotasi Rombong Temenggung Belaman Badai merupakan salah satu Rombong yang masih tertutup, tidak semua orang yang dapat bergabung di dalamnnya. Untuk dapat masuk kedalam tidak lah mudah. Karena harus ada persetujuan semua orang yang berada di dalam Rombong. Hukum yang di gunakan Rombong Belaman Badai masih menggunakan hukum adat istiadat. Tidak semua dari orang tua anak-anak dari Rombong Belaman Badai mengizinkan anak-anaknya untuk belajar. Mereka beranggapan anak-anak yang belajar, akan pergi meninggalkan rombong dan tidak akan kembali lagi. Dan belajar juga sangat bertentangan dengan adat istiadat mereka. c. Mitos Orang Rimba atau lazim disebut Suku Anak Dalam adalah sebuah entitas etnik minoritas yang namanya sangat populer dalam beberapa tahun terakhir. Orang Rimba adalah masyarakat hutan yang benar-benar tinggal dan hidup didalam keteduhan hutan. Orang Rimba memiliki cara yang khas dalam memahami dunia sekitar yang merupakan hasil dari interaksinya dengan alam dan kelompok
manusia
lainnya
selama
ribuan
tahun.
Mereka
mengembangkan dunia batin yang cocok dan sesuai dengan kondisi mereka. Dunia batin itu mempengaruhi cara mereka dalam memahami sesuatu dan dalam bertindak. Ide tentang dunia atau dunia batin mewujudkan dirinya dalam bentuk riil yakni sistem kepercayaan, mitos, adat, struktur sosial, trait psikologis dan sebagainya. Orang
64
Rimba memiliki kepercayaan dinamisme dan animisme. Mereka mempercayai kekuatan alam. Mereka memuja roh nenek moyang. Mereka memiliki banyak Dewa yang mereka anggap Tuhan. Akan tetapi mereka sesungguhnya tidak benar-benar bertuhan. Mereka benar-benar masih merupakan masyarakat primitif. Demikianlah salah satu komentar terhadap Orang Rimba yang dilontarkan oleh salah seorang penduduk desa yang dekat dengan kawasan hutan tempat tinggal Orang Rimba. 7. Adegan Perlawanan Butet Kepada Bahar (Pimpinan Tempat Butet Bekerja) Bukan hanya orang rimba dewasa saja yang menjadi hambatan Butet Manurung, Butet pun harus menghadapi pimpinan tempat Butet bekerja, dimana Butet harus memberanikan diri melawan atasannya demi memperjuangkan apa yang hendak Butet tujukan, tujuan Butet sangatlah mulia Butet hanya ingin sekedar memperjuangkan hak-hak anak rimba yang selama ini tidak diperhatikan oleh orang-orang diluar sana, yaitu hak untuk belajar. Tabel 4.7 Visual
00 : 48 : 15
Dialog/ Suara
Type Of Shot
Butet : Bungo ingin belajar bang! Bahar : Bungo? Jadi ini hanya satu urusan orang anak bernama Bungo? Jangan mengacau kau
Close Up, Mengvisualisasikan ketika Butet menyampaikan pendapat.
65
butet. Apa hubungannya semua ini dengan kita! Tanpa Dialog Medium Close Up, Mengvisualisasikan ketika Bahar menentang pendapat Butet.
00 : 48 : 35 Butet : Sekarang Coba abang pikir sendiri. Bungo menunjukan kepada kita untuk apa kita berada disini
Close Up, Mengvisualisasikan kemarahan Butet kepada Bahar.
00 : 49 : 45
a. Denotasi Adegan ini menunjukan pada pagi hari. Butet terlibat percakapan serius
dengan
mengekspresikan
Bahar.
Dengan
kemarahannya
memandang terhadap
wajah
Bahar.
bahar,
butet
Karena
tidak
mengizinkan Butet untuk terus mengajar di Temenggung Belaman Badai. b. Konotasi Butet ingin terus dapat mengajar di Rombong Temenggung Belaman Badai. Karena Ia menginginkan anak-anak disana dapat membaca, berhitung dan menulis agar mereka tidak di bodohi oleh para penebang hutan liar. Akibat Rombong Temenggung Belaman Badai tidak dapat membaca dan menulis, selama ini mereka hanya di beri beberapa kaleng biskuit, kopi, dan roko oleh penebang hutan liar agar mereka mau
66
memberikan Cap Jempol (pengganti tanda tangan) di dalam surat perjanjian. c. Mitos Membaca mempunyai peranan sosial yang amat penting dalam kehidupan manusia sepanjang ,asa. Yang dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan informasi, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis. Menulis merupakan suatu keterampilan berbahsa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain. Menulis merupakan suatu kegiatan yang produltif dan ekspresif. 8. Adegan Butet seminar dan berhasil mendirikan Sokola Rimba Butet tidak tinggal diam, dalam memperjuangkan hak-hak anak rimba, Butet mencoba peruntungan dengan pulang ke jakarta dan mempresentasikan anak rimba dalam seminar di universitas Negeri di Jakarta, hasilnya sangat luar biasa banyak para petinggi-petinggi yang mau membantu Butet dalam menyelesaikan misinya yaitu mendirikan sekolah anak rimba, salah satunya yang mau membantu yaitu Dr astrid, dan pada akhirnya berdirilah sekolah yang dinamakan “Sokola Rimba”. Tabel 4.8 Visual
Dialog/ Suara
Tanpa Dialog
Type off shot
Medium long shot, Saat Butet sedang mengadakan seminar di salah satu Universitas negeri tentang Sokola Rimba.
67
Long shot, mengvisualisasikan Butet dan rekannya sedang menemui rekan dari Dr. Astrid untuk memohon persetujuan mendirikan Sokola rimba.
Tanpa Dialog
Long shot , Ketika Butet telah berhasil mendirikan Sokola Rimba.
a. Denotasi Butet terlihat sedang melakukan presentasi seminar di sebuah universitas negeri di jakarta dengan tujuan memperkenalkan anak-anak rimba kepada masyarakat, sedangkan pada gambar kedua Butet terlihat berjabat tangan dengan salah seorang Dr untuk mendapatkan bantuan dalam membangun sokola rimba, dan pada gambar ketiga Butet bersama anak-anak rimba begitu senang dan bahagia karena sokola rimba telah didirikan. b. Konotasi Di muka umum Butet berbicara panjang lebar menjelaskan proyeknya dalam hal memberikan pengajaran terhadap anak-anak rimba agar mereka para investor dapat tertarik membantu Butet mendirikan sekolah bagi anak-anak rimba, setelah proses presentasi tersebut Butet akhirnya mendapatkan bantuan dari Dr Astrid untuk mendirikan sekolah merekapun berjabat tangan, dan pada akhirnya Butet dan para anak rimba
68
tersenyum lebar bagaikan mentari pagi yang menyinar, karena sekolah yang diimpikan telah terwujud dan di beri nama sokola rimba. c. Mitos Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi dari satu kegagalan ke kegagalan berikutnya tanpa kehilangan semangat. Sukses, setiap orang pasti ingin sukses, tidak ada satupun didunia ini yang bermimpi tidak ingin sukses. Ada berbagai macam keinginan, ada yang ingin sukses menjadi Seorang manajer, menjadi seorang guru, menjadi seorang Penulis puisi, sukses menjadi Jutawan, dan lain sebagainya. Bahkan menjadi seorang Koruptor pun bisa disebut sukses, walau dalam arti sebenarnya itu merupakan kesuksesan dalam hal yang kurang baik.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah peneliti menganalisis data berupa rangkaian scane dalam film “Sokola Rimba” dengan mencari makna denotasi, konotasi dan mitos yang dianggap mempresentasikan konsep perjuangan hidup, maka peneliti merumuskan beberapa hal yaitu: 1. Makna Denotasi Makna denotasi dalam penelitian ini adalah gambaran tentang potrer kehidupan anak-anak rimba, khususnya anak-anak rimba Riau, tokoh utamanya yaitu Pricia Nasution yang menokohkan Butet Manurung sebagai tokoh utama dalam film ini, dimana tokoh utama tersebut memperjuangkan hak-hak anak rimba dalam bidang pendidikan 2. Makna konotasi Sehingga, makna konotasi yang terlihat dalam film ini adalah perjuangan yang dilakukan oleh Butet Manurung terkait dunia pendidikan, bagaimana Butet mengimplementasikan semua keinginan dan cita-citanya ke kehidupan sehari-hari melalui perjuangan yang begitu berat, sampai pada akhirnya semua yang menjadi tujuannya tersebut dapat terpenuhi. 3. Mitos Ada beberapa mitos yang terlihat dalam film ini, yaitu tentang suatu hal yang disebut membawa malapetaka, dalam adat rimba hal tersebut masih jelas terlihat karena memang disana sangat menjujung tinggi peraturan adat suku mereka.
69
70
Dalam ketiga makna di atas, maka peneliti mengatakan bahwa respresentasi konsep perjuangan dalam film “Sokola Rimba” ini berupa perjuangan yang dimaknai sebagai suatu tolak ukur keberhasilan, dimana perjuangan yang begitu keras pada akhirnya mendapatkan hasil yang maksimal.
B. Saran Terkait dengan penelitian ini ada beberapa saran yang penulis dapat sampaikan: 1. Sebelum menonton sebuah film, kita harus siap dihadapkan dengan cara pandang yang akan dibuat oleh sutradara sebagai penggambaran realitas yang diinginkan. Karena, film bukan semata-mata pemindahan realitas di hadapan kita yang begitu saja dipindahkan ke dalam layar, tetapi ada nilainilai yang dimiliki oleh pembuatnya yang ingin ia masukkan, sehingga relitas itu menjadi sebuah representasi saja, sebuah gambaran yang sudah dimediasi. 2. Bagi penulis, film ini sudah memnuhi kriteria yang baik untuk sebuah film, ada unsur hiburan, edukasi dan juga informasi. Tanpa harus menyudutkan suatu pihak, film ini bisa dijadikan contoh bagi mereka yang ingin membuat film perjuangan tanpa harus melupakan fungsi film sebagai hiburan.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Azhar. Media Pengajaran, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003. Askurifai. Baskin, Jurnalistik Televisi Teori dan Praktik, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006. Biran, Misbach Yusran, Sejarah Film 1990-1950: Bikin Film di Jawa, Jakarta: Komunitas Bambu 2009. Birowo, M. Antonius. Metode Penelitian Denotasi: Teori dan Aplikasi, Yogyakarta: Gitanyali, 2004. Budiman, Kris. semiotika Visual, (Yogyakarta: Jalasutra, 2011).
Cangara, Hafied. Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008. Cristomy, Tommy. Semiotika Budaya, Depok: Uneversitas Indonesia, 2004. Effendy, Heru. Mari Membuat Film, Yogyakarta:Panduan, 2006. Elvinaro, Ardianto, Dkk. Komunikasi massa, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007. Encylopedia Britannica, The University of Cicago, hal. 851. Ferdinand de Saussure dikutip oleh Arthut Asa Berger dalam buku Pengantar Semiotika: Tanda-tanda dalam Kebudayaan Kontemporer, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2010. Gunadi, Ys. dan Djony Heffan. Himpunan Istilah Komunikasi, Jakarta: PT Grasindo, 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta: Balai Pustaka, 2002. Kohn, Hans, Nasionalisme, Arti dan Sejarahnya, PT. Pembangunan Jakarta, 1967. Kriyantono, Rahmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006). Lutters, Elizabeth. Kunci Sukses Menulis Skenario, Jakarta: Grasindo, 2004. Martinet, Jeane. Semiologi: Kajian Teori Tanda Saussuran; Antara Semiologi Komunikasi dan Semiologi Signifikasi, Yogyakarta: Jalasutra, 2010.
71
72
Meier, Kurt Franz Bernhard. Membina Minat Baca Anak, Terj. Soeparno, Bandung: Remaja Karya, 1983. Morisan. Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio dan Televisi, Tangerang: Ramdina Prakasa, 2005. Nur, Amiruddin. Pengantar Studi Sejarah Nasional, Pembimbing Massa, Jakarta, 1967. Peransi, D.A. Film/ Media/ Seni, Jakarta: FFTV IKJ Press, 2005. Piliang, Yasraf Amir. Hipersemiotik: Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna Yogyakarta: Jalasutra, 2003. Prakoso, Gatot. Film Pinggiran-Antalogi Film Pendek, Eksperimental & Documenter. FFTV-IKJ dengan YLP Jakarta: Fatma Press, 1977. Pranajaya, Adi. Film dan Masyarakat Sebuah Pengantar, Jakarta: BPSDM Citra Pusat Perfilman H. Usman Ismail, 2000. Pratista, Himawa. Memahami Film, Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2008. Rivers, William, L. Jay W. Jensen, dan Theodore Peterson. Media Massa dan Masyarakat Modern, edisi kedua, (terj.) oleh Haris Munandar dan Didy Priatna, Jakarta: Prenada Media, 2004. Sasono, Eric. Mau Dibawa Kemana Sinema Kita?. Sill, David L. (ed) International Encylopaeda of the Social Science, The Macmillan Company adn The Free Press, New York, 1972, hal.63. Smith, Anthony D. Nasionalisme, Teori, ideologi, sejarah, Erlangga, 2002. Sobur, Alex. Analisis Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 2006. Stoddard, L. Dunia Baru Islam. Sumandiria, AS. Haris. Bahasa Jurnalistik: Panduan Praktis Penulis dan Jurnalistik, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006.. Suryapati, Akhlis. Hari Film Nasional Tinjauan dan Restropeksi, Jakarta: Panitia hari Film Nasional ke-60 Direktorat perfilman tahun 2010, 2010. Tinarbuko, Sumbo. Semiotika Komunikasi Visual: Metode Analisis Tanda dan Makna pada Karya Design Komunikasi Visual, Yogyakarta: Jalasutra, 2008. Vivian, John. Teori Komunikasi Massa, Jakarta: Kencana, 2008.
73
Zoest, Aart Van. Interpretasi dan Semiotika, (Terj.) oleh Okke K.S Zaimar dan Ida Sundari dalam Panuti Sujiman dan Aart Van Zoest, (Ed) Serba-serbi Semiotika, Jakarta: Gramedia, 1991.
Sumber Lain: Bahasfilmbareng. Blogspot.com/2012/4/ pengertian-film di akses tanggal 17 november 2015 pukul 22:30 wib. http://kbbi.web.id/juang diakses pada tanggal 5 oktober 2015 http://sinaukomunikasi.wordpres.com/2013/09/11/sekilas-tentang-film/ pada tanggal 18 september 2015 pukul 16.20 wib.
diakses
http://galuhdaridesa.wordpres.com/2012/11/02/film-sebagai-media-komunikasimassa-doku-drama-sebuah-alternatif/ diakses pada tanggal 18 septenber 2015 pukul 17.33 wib. http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/347-selebriti/3368-ikutmemajukan-perfilman-indonesia. Diakses pada tanggal 13 Oktober 2015 pukul 15.59.
Lampiran