DISTRIBUSI UKURAN DEBU JATUH AKIBAT PENGARUH AKTIVITAS LALU LINTAS
M. HAFIZ ADILLA
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Distribusi Ukuran Debu Jatuh Akibat Pengaruh Aktivitas Lalu Lintas” adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2015 M.Hafiz Adilla NIM F44110049
ABSTRAK M. HAFIZ ADILLA. Distribusi Ukuran Debu Jatuh Akibat Pengaruh Aktivitas Lalu Lintas. Dibimbing oleh ARIEF SABDO YUWONO. Kendaraan bermotor merupakan salah satu sumber pencemaran udara. Debu jatuh (DF) dan partikel tersuspensi (TSP) merupakan komponen yang perlu diperhatikan dalam mengelola kualitas udara ambien. Tujuan penelitian ini adalah mengukur bangkitan DF dan TSP akibat jumlah kendaraan (JK) dan menganalisis korelasinya serta distribusi ukuran DF yang dihasilkan dari aktivitas lalu lintas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah gravimetri. Pengukuran konsentrasi DF mengacu pada SNI 13-4703-1998 dan pengukuran konsentrasi TSP mengacu pada SNI 19-7119.3-2005. Pengukuran DF dilakukan dengan Dustfall Canister, pengukuran TSP dengan High Volume Air Sampler (HVAS), sedangkan pengamatan distribusi ukuran debu jatuh dilakukan dengan menggunakan mikroskop. Konsentrasi DF yang diperoleh dari ketiga lokasi sebesar 0.4-11.5 ton/km2.bulan sedangkan konsentrasi TSP sebesar 75.9-190.6 µg/ Nm3. Korelasi negatif terjadi antara DF dan JK pada ketiga lokasi uji sedangkan korelasi positif terjadi antara TSP dan JK di lokasi Dramaga dan Atang Sendjaja. Hasil penelitian tentang distribusi ukuran DF di ketiga lokasi uji, pada jarak 10 m dari jalan didominasi DF berukuran lebih dari 10 µm, sedangkan pada jarak 15 m dan 20 m dari jalan didominasi DF berukuran 2.5-10 µm. Kata kunci: debu jatuh, distribusi ukuran, lalu-lintas, partikel tersuspensi, pencemaran udara
ABSTRACT M. HAFIZ ADILLA. Dustfall Size Distribution As Influenced by Traffic Activity. Supervised by ARIEF SABDO YUWONO. Vehicles are one of factors causing air pollution. The dustfalls (DF) and suspended particles (TSP) are components that should be concerned in the ambient air quality management. The purpose of the research were to measure the generation of DF and TSP due to the number of vehicles, to analyze their correlation and DF size distribution as influenced by traffic activity. This research used gravimetric method. The analysis of DF concentration was based on SNI 134703-1998 and TSP concentration based on SNI 19-7119.3-2005. DF concentration was measured with Dustfall Canister, TSP concentration was measured with High Volume Air Sampler (HVAS) and DF size distribution was observed with a microscope. The concentration of DF in three sampling location had range around 0.4-11.5 ton/km2.month, while the concentration of TSP was 75.9-190.6 µg /Nm3. DF and vehicles showed negative correlation in three observation locations while TSP and vehicles showed positive correlation in Dramaga and Atang Sendjaja. The results of DF size distribution in three sampling location at a distance of 10 m from the road were dominated by the size
of DF more than 10 µm, whereas at distances of 15 m and 20 m from the road were dominated by the size of DF of 2.5-10 µm. Keywords: air pollution, dustfall, size distribution, suspended particulate, traffic
DISTRIBUSI UKURAN DEBU JATUH AKIBAT PENGARUH AKTIVITAS LALU LINTAS
M. HAFIZ ADILLA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Judul : Distribusi Ukuran Debu Jatuh Akibat Pengaruh Aktivitas Lalu Lintas Nama : M. Hafiz Adilla NIM : F44110049
Disetujui oleh
Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc Pembimbing Akademik
Diketahui oleh
Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari hingga Juni 2015 ini adalah Distribusi Ukuran Debu Jatuh Akibat Pengaruh Aktivitas Lalu Lintas. Terima kasih diucapkan kepada Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik, kedua orang tua serta kakak-kakak yang selalu memberi doa dan dukungan baik motivasi maupun materil. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada: 1. Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA dan Ibu Indah Mutiara Ningtyas R., ST, MSc selaku penguji pada ujian skripsi. 2. Pengelola Pergudangan Bulog Dramaga, Pengelola University Farm, Kantor Balai Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BKP5K) Bogor, Graha Niaga Pusat Bisnis, serta pihak Lanud Atang Sendjaja yang telah memberikan izin untuk pengambilan sampel 3. Ibu Ety Herwati, Dipl. Kim dari Laboratorium Teknik Lingkungan, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan IPB yang telah mengarahkan dan membantu selama kegiatan di laboratorium, serta kepada Mas Heri dan Mang Handi yang telah membantu dalam mempersiapkan alat dan bahan untuk penelitian. 4. Teman-teman sebimbingan Claudia, Febri, Aul, Mega dan Marin yang bersama-sama berjuang hingga ujian kelulusan serta teman-teman SIL 48 yang telah berjuang bersama selama perkuliahan, atas doa, bantuan dan motivasinya. 5. Indriani, Ayu, Median dan Apri Dwita yang selalu mendukung dan memotivasi serta rekan-rekan UKM Oryza Softball-Baseball yang sangat menghibur dan mengajarkan banyak hal. 6. Musliadi yang telah membantu penelitian selama di lapangan serta Uci dan Nana yang telah memberi dukungan sarana transportasi selama penelitian berlangsung. Karya ilmiah ini jauh dari sempurna, tetapi diharapkan karya ilmiah ini tetap bermanfaat bagi akademisi khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Bogor, Juni 2015
M. Hafiz Adilla
DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran Udara Debu (Partikulat) Debu Jatuh (Dustfall) Ukuran dan Bentuk Debu dan Partikulat METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Kerangka Penelitian Teknik Pengukuran Pengukuran Konsentrasi Bangkitan Debu Jatuh Pengukuran Bangkitan Partikel Tersuspensi Perhitungan Jumlah Kendaraan Pengukuran Distribusi Ukuran Partikel Prosedur Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Konsentrasi Bangkitan Debu Jatuh dan Partikel Tersuspensi di Lokasi Uji Analisis Bangkitan Debu Jatuh dan Jumlah Kendaraan Analisis Bangkitan Partikel Tersuspensi dan Jumlah Kendaraan Analisis Distribusi Ukuran dan Dampak Negatif Debu Jatuh SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP
x xi xi xi 1 1 2 2 2 2 3 3 4 4 5 6 6 6 7 8 8 8 10 10 10 11 11 13 14 15 18 18 18 19 29
DAFTAR TABEL 1 Klasifikasi kendaraan bermotor 2 Konsentrasi bangkitan TSP di lokasi uji selama 24 jam
10 12
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Ukuran jenis-jenis partikel Diagram alir penelitian Skema pengukuran konsentrasi debu jatuh Skema pengukuran partikel tersuspensi Konsentrasi debu jatuh di Dramaga Konsentrasi debu jatuh di Sindang Barang Konsentrasi debu jatuh di Atang Sendjaja Korelasi bangkitan debu jatuh dan jumlah kendaraan di tiap lokasi uji Korelasi bangkitan partikel tersuspensi dan total jumlah kendaraan di tiap lokasi uji 10 Distribusi frekuensi ukuran debu jatuh di Dramaga 11 Distribusi frekuensi ukuran debu jatuh di Sindang Barang 12 Distribusi frekuensi ukuran debu jatuh di Atang Sendjaja
6 7 8 9 11 11 12 13 14 15 16 16
DAFTAR LAMPIRAN 1 Baku mutu udara ambien nasional 2 Lokasi penelitian 3 Hasil pengamatan ukuran debu jatuh dengan mikroskop MD 3000 Binokuler 4 Hasil pengamatan ukuran debu jatuh di laboratorium uji sampel mikroskop dengan mikroskop Carl Zeiss Vision 5 Jumlah kendaraan di lokasi penelitian 6 Data lingkungan di lokasi penelitian
21 22 23 25 27 28
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Udara merupakan komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan. Udara yang terbebas dari polusi adalah kebutuhan yang dapat memberikan daya dukung kepada makhluk hidup untuk hidup secara optimal. Kebutuhan manusia terhadap udara bersih setiap harinya adalah 15 kg, sementara kebutuhan untuk air dan makanan masing-masing sebesar 2.5 kg/hari dan 1.5 kg/hari (Naddafi et al. 2006). Hal ini menunjukkan kualitas udara perlu ditingkatkan dan dibersihkan dari komponen pencemar. Pencemaran udara berdasarkan PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Debu jatuh dan Total Suspended Particulate (TSP) merupakan komponen yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kualitas udara ambien. Peningkatan perekonomian masyarakat membuat jumlah pemakaian kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar fosil (minyak) semakin tinggi. Kota Bogor merupakan salah satu kota dengan kepadatan lalu lintas dan mobilitas yang tinggi. Tingkat mobilitas masyarakat yang cukup tinggi berpotensi menimbulkan permasalahan transportasi dari tahun ke tahun (Arief et al. 2012). Direktorat Bina Sistem Transportasi Perkotaan (BSTP) Perhubungan Darat tahun 2014 menyatakan bahwa Kota Bogor memiliki volume to capacity (VC) ratio tertinggi yakni sebesar 0.86. Artinya volume kendaraan sudah mendekati kapasitas jalan yang ada dan menunjukkan banyaknya jumlah kendaraan di kota tersebut. Tingginya konsentrasi debu halus pada jalan umumnya disebabkan oleh penggunaan kendaraan bermotor yang masih berbahan bakar timbal serta buruknya kualitas jalan di negara tersebut. Hal ini menyebabkan udara menjadi tercemar akibat gas buang hasil pembakaran dari kendaraan. Debu yang halus dan uap air yang secara umum disebut total debu atau partikulat juga merupakan salah satu bentuk pencemar yang berbahaya. Banyak bentuk senyawa kimia di udara terikat dalam partikel. Besarnya debu ini sangat mempengaruhi keberadaannya di udara. Semakin kecil diameternya keberadaannya tambah lama atau penyebarannya semakin luas (Bapedal DKI 2000). Semakin banyak kendaraan bermotor dioperasikan, akan semakin meningkat kadar pencemaran debu jatuh dan partikulat yang ada di udara (Dubey et al. 2013). Soedomo (2001) menyatakan bahwa aktivitas komersial yang ditandai dengan padatnya lalu lintas kendaraan bermotor mempunyai tingkat pencemaran yang paling tinggi, terutama konsentrasi debu. Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian ini dilakukan untuk memperoleh pendugaan bangkitan debu jatuh, total partikel tersuspensi dan distribusi ukuran debu jatuh serta perkiraan dampak negatif yang ditimbulkan terhadap kesehatan akibat aktivitas kendaraan yang berlalu lintas pada ruas jalan.
2 Perumusan Masalah Penelitian ini dilakukan untuk mengukur konsentrasi bangkitan debu jatuh, total partikel tersuspensi serta memprediksi distribusi ukuran debu jatuh akibat pengaruh aktivitas lalu lintas. Aktivitas kendaraan bermotor pada jalan raya saat ini semakin tinggi. Hal ini membuat bangkitan debu jatuh yang berasal dari permukaan jalan atau tanah juga semakin tinggi, sehingga dapat mengganggu dan menimbulkan efek negatif bagi kesehatan manusia. Oleh karena itu, dalam penelitian ini permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut: 1. Kuantitas bangkitan debu jatuh dan partikel tersuspensi pada lokasi uji. 2. Korelasi antara bangkitan debu jatuh, partikel tersuspensi dan kepadatan lalu lintas. 3. Distribusi ukuran debu jatuh pada lokasi uji dan perkiraan dampak negatif yang ditimbulkannya terhadap kesehatan.
Tujuan Penelitian Penelitian dilakukan dengan tujuan sebagai berikut: 1. Mengukur konsentrasi bangkitan debu jatuh dan partikel tersuspensi (TSP) pada lokasi uji. 2. Memperoleh korelasi antara bangkitan debu jatuh, partikel tersuspensi dan kepadatan lalu lintas. 3. Menganalisis distribusi ukuran debu jatuh di sekitar ruas jalan.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Memberikan informasi mengenai pengaruh kepadatan lalu lintas terhadap bangkitan debu jatuh dan partikel tersuspensi yang terbentuk. 2. Sebagai rujukan dalam menentukan perkiraan bangkitan debu jatuh dari permukaan tanah sehingga dampak negatif terhadap manusia dan lingkungan sekitar dapat diantisipasi. 3. Sebagai masukan kepada pemerintah daerah dan pihak terkait dalam memantau dan menangani kondisi lingkungan akibat pencemaran debu jatuh sehingga memenuhi baku mutu Peraturan Pemerintah RI No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Penelitian dilakukan pada beberapa ruas jalan dan kondisi kepadatan lalu lintas yang berbeda di Kota Bogor, Jawa Barat. 2. Penelitian ini hanya membahas mengenai bangkitan debu jatuh dan total partikel tersuspensi serta distribusi ukuran debu jatuh yang ditimbulkan akibat aktivitas lalu lintas.
3
TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran Udara Pengertian pencemaran udara berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara adalah masuknya atau dimasukkrnnya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Udara dikatakan tercemar apabila komposisi udara normal mengalami perubahan dan melebihi baku mutu yang ditetapkan sehingga menimbulkan efek negatif bagi manusia, hewan, tumbuhan maupun lingkungan lainnya. Kehadiran bahan atau zat-zat asing di dalam udara dalam jumlah tertentu serta berada di udara dalam waktu yang cukup lama dapat mengganggu kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan. Secara garis besar sumber pencemar udara dibagi menjadi dua, yaitu yang bersifat alami dan bersifat antropogenik. Sumber pencemar udara yang bersifat alami ini dihasilkan dari proses atau gejala alam yang menyebabkan perubahan kualitas udara sekitarnya. Contoh dari sumber alami adalah kebakaran hutan, erosi angin, letusan gunung berapi, emisi biogenic dan lainnya. Sumber polusi udara yang bersifat antropogenik dihasilkan dari aktivitas manusia, seperti aktivitas transportasi kendaraan bermotor, pertanian, perkebunan, industri (termasuk pembangkit listrik berbahan bakar fosil) dan rumah tangga. Pengendalian pencemaran udara meliputi pengendalian dari usaha dan/atau kegiatan sumber bergerak, sumber bergerak spesifik, sumber tidak bergerak, dan sumber tidak bergerak spesifik yang dilakukan dengan upaya pengendalian sumber emisi dan/atau sumber gangguan yang bertujuan untuk mencegah turunnya mutu udara ambien. PP No. 41 Tahun 1999 telah menggolongkan sumber pencemar udara menjadi lima kelompok tersebut, yaitu: 1. Sumber bergerak, yaitu sumber emisi yang bergerak atau tetap pada suatu tempat yang berasal dari kendaraan bermotor. 2. Sumber bergerak spesifik, yaitu sumber pencemar udara serupa dengan sumber bergerak namun berasal dari kereta api, pesawat terbang, kapal laut dan kendaraan berat lainnya. 3. Sumber tidak bergerak, yaitu sumber emisi yang tetap pada suatu tempat. 4. Sumber tidak bergerak spesifik, yaitu sumber pencemar udara serupa dengan sumber tidak bergerak namun berasal dari kebakaran hutan dan pembakaran sampah. 5. Sumber gangguan, yaitu sumber pencemar yang menggunakan media udara atau padat untuk penyebarannya. Sumber ini dapat berupa kebisingan, getaran, kebauan dan gangguan lainnya. Pencemaran udara pada suatu tingkat tertentu dapat merupakan campuran dari satu atau lebih bahan pencemar, baik berupa padatan, cairan atau gas yang yang masuk ke udara dan kemudian menyebar ke lingkungan sekitarnya (Wardhana 2004). Soedomo (2001) menyatakan bahwa aktivitas komersial yang ditandai dengan padatnya lalu lintas kendaraan bermotor mempunyai tingkat
4 pencemaran yang paling tinggi, terutama konsentrasi debu. Udara memiliki arti yang sangat penting untuk keberlangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Hal ini membuktikan bahwa pemanfaatan udara harus dilakukan secara bijaksana dengan memperhitungkan generasi sekarang dan yang akan datang.
Debu (Partikulat) Terdapat empat parameter partikulat, yaitu: partikel materi <10 μm (PM10), partikel materi ukuran <2.5 μm (PM2.5), Total Suspended Particulate (TSP), dan debu jatuh (dustfall). Diantara sekian banyak bahan yang menyebabkan pencemaran udara, partikel/debu termasuk dalam kelompok yang perlu mendapat perhatian serius karena besarnya dampak yang dapat di timbulkan, baik terhadap makhluk hidup maupun lingkungan fisik lainnya (Prayudi dan Susanto 2001). Menurut IUPAC (1990), partikulat merupakan partikel padat, kering, berukuran kecil yang berada di udara karena adanya kekuatan alam, seperti angin, letusan vulkanik, dan dengan proses mekanis atau karena adanya aktivitas manusia. Partikulat merupakan suatu campuran kompleks yang ringan dengan senyawa organik dan anorganik. Pencemaran partikulat merupakan istilah yang digunakan untuk campuran partikel padat dan tetesan cairan yang ditemukan di udara (Modaihsh 1997). Bangkitan debu dapat timbul akibat aktivitas transportasi atau bergeraknya kendaraan bermotor diatas jalan beraspal (paved road). Golongan partikulat terbesar yang terbangkitkan adalah PM10 (Zhu et al. 2009). Pada jalan beraspal, agregat tanah dan partikel yang terbangkitkan dapat berasal dari banyak sumber, contohnya dari jalan tanah dan terbawa oleh angin, dari roda kendaraan yang melintas, serta dari agregat jalan yang terkena erosi (US EPA 2014).
Debu Jatuh (Dustfall) Debu jatuh merupakan salah satu parameter kualitas udara yang dapat jatuh ke tanah akibat pengaruh gravitasi maupun curah hujan. Debu berukuran besar tersuspensi di atmosfer akibat beberapa faktor meteorologi seperti kekuatan angin atau pencucian alat-alat mekanik oleh hujan atau aglomerasi. Debu jatuh merujuk pada aerosol dengan diameter sama atau lebih besar dari PM10 dan memiliki kemampuan untuk menetap setelah penghentian sementara di udara (Gorham 2002). Berdasarkan PP No. 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, baku mutu debu jatuh untuk daerah permukiman adalah 10 ton/km2.bulan dan untuk daerah industri adalah 20 ton/km2.bulan. Bangkitan debu jatuh mempunyai perbedaan yang besar ketika kondisi meteorologi, permukaan tanah dan jenis tanah berbeda (Kang et al. 2011). Berdasarkan penelitian Laurent et al. (2006), konsentrasi debu jatuh sangat tergantung pada kecepatan angin, kekasaran permukaan, dan stabilitas atmosfer. Debu jatuh yang dihasilkan dari permukaan tanah karena tererosi oleh angin setempat paling rentan terjadi pada daerah kering dan semi kering dengan kondisi permukaan tanah yang halus dan kering, tanpa vegetasi dan angin kencang (Fecan et al. 1999).
5 Ukuran dan Bentuk Debu dan Partikulat Karakteristik partikulat debu diantaranya adalah distribusi ukuran. Salah satu karakteristik yang paling penting dari suspensi partikel debu adalah distribusi ukuran partikel aerosol. Ukuran partikel merupakan parameter terpenting untuk memberi ciri perilaku aerosol. Semua sifat aerosol sangat bergantung pada ukuran partikel. Partikel-partikel yang berdiameter kurang dari 2.5 μm pada umumnya dianggap halus dan partikel yang berdiameter lebih besar dari 2.5 μm dianggap kasar. Dampak dari berbagai jenis debu dan partikulat berbeda-beda dan tergantung pada distribusi ukuran, komposisi, dan bentuknya (Formenti et al. 2011). Partikulat atmosfer mencakup substansi fase padat dan cair yang bervariasi ukuran dan kerapatannya sehingga partikulat yang lebih besar dan lebih rapat dapat jatuh ke permukaan bumi hanya dalam beberapa menit, sedangkan partikulat yang lebih kecil dan lebih tidak rapat terus melayang di atmosfer dalam beberapa hari sampai beberapa minggu (Godish 2004). Klasifikasi partikulat berdasarkan US EPA (The United States Envronmental Protection Agency), yaitu: a. Total Partikulat Tersuspensi atau Total Suspended Particulate (TSP) : adalah patikulat yang memiliki diameter antara 0.1 mikrometer hingga 30 mikrometer. b. PM10: adalah partikulat bediameter 10 mikrometer yang dapat terkumpul menggunakan peralatan sampling dengan efisiensi 50%. PM10 diklasifikasikan polutan karena dapat terhirup (respirable). c. PM2.5: adalah partikulat dengan diameter 2.5 mikrometer yang terkumpul dengan peralatan sampling dengan efisiensi 50%. Partikulat PM2.5 bertahan di atmosfer selama beberapa jam hingga beberapa hari pada cuaca normal. PM2.5 dapat menyebabkan gangguan kesehatan terhadap sistem pernapasan manusia. Ukuran partikulat akan mempengaruhi kemampuan partikulat dalam mengendap. Kecepatan pengendapan debu tergantung pada ukuran partikel, massa jenis partikel serta arah dan kecepatan angin yang bertiup. Partikel yang jatuh mengendap di bumi, dapat kembali melayang apabila tertiup oleh angin kencang (Wardhana 2004). Partikulat yang berukuran lebih besar dari 100 μm (termasuk debu kamar, dan pasir kasar) dapat mengendap dengan cepat. Partikulat ukuran medium dalam kisaran 1 μm sampai 100 μm mengendap perlahan-lahan (serbuk sari, abu terbang, debu batu bara, dan pasir halus). Partikulat kecil yang berukuran kurang dari 1 μm (jelaga dan asap tembakau) jatuh sangat lambat. Dalam atmosfer yang tenang partikulat berukuran kecil membutuhkan waktu harian sampai dengan tahunan untuk mengendap dan dapat menempuh jarak lebih dari 1000 km, tetapi dapat dicuci oleh hujan dengan sangat cepat (Kruell et al. 2013). Ukuran beberapa jenis partikulat tersaji pada Gambar 1.
6
Sumber : Godish (2004) Gambar 1 Ukuran jenis-jenis partikel
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada rentang bulan Maret-Juni 2015. Pengukuran konsentrasi debu jatuh dan partikel tersuspensi dilakukan pada beberapa ruas jalan dengan kepadatan lalu lintas yang berbeda-beda di Kabupaten Bogor dan Kota Bogor, yaitu: 1. Jalan Raya Dramaga, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. 2. Jalan Raya Sindang Barang, Kelurahan Sindang Barang, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. 3. Jalan Raya Semplak, Kabupaten Bogor. Penelitian ini juga dilakukan di Laboratorium Teknik Lingkungan, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fateta IPB untuk analisis gravimetri.
Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Dustfall canister [Model AS-2011-1] , High Volume Air Sampler [Staplex TFIA-2], Digital Anemometer, Termometer dan Humiditymeter [Lutron Am- 4201] neraca analitik [OHAUS; Aventuror Pro], cawan petri [Ø=80 mm], mikroskop [MD 3000 Binokuler], kaca objek, kertas saring 10μ [Whatmann #41], kertas saring TSP [TFAGF 41], Universal Oven UNB 400 [Memmert], kamera video [Sony HDR CX240E], tripod, pinset [Renz], counter [Joyko], kaca objek, air destilasi, pita ukur, bambu, dan wadah plastik [Ø=100mm].
7 Kerangka Penelitian Pengukuran bangkitan konsentrasi debu jatuh dan konsentrasi partikel tersuspensi pada penelitian ini dilakukan berdasarkan SNI 13-4703-1998 tentang penentuan kadar debu di udara dengan penangkap debu jatuh dan SNI 19-7119.32005 tentang cara uji partikel tersuspensi total menggunakan peralatan High Volume Air Sampler (HVAS) dengan metoda gravimetri. Langkah-langkah pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2 dalam bentuk diagram alir. Mulai
Perumusan Masalah
Studi Literatur dan Survei Lapangan
Pengambilan Data
Pengukuran bangkitan debu jatuh
Perhitungan jumlah kendaraan
Konsentrasi debu jatuh
Jumlah kendaraan
Menganalisis distribusi ukuran partikel debu jatuh
Menganalisis korelasi antara bangkitan debu jatuh dan jumlah kendaraan
Pengukuran bangkitan total partikel tersuspensi
Konsentrasi total partikel tersuspensi
Menganalisis korelasi antara total partikel tersuspensi jatuh dan jumlah kendaraan
Simpulan dan Saran
Selesai
Gambar 2 Diagram alir penelitian
8 Teknik Pengukuran Pengukuran Konsentrasi Bangkitan Debu Jatuh Pengukuran konsentrasi bangkitan debu jatuh dilakukan menggunakan alat Dustfall Canister dan dilakukan selama 24 jam di setiap ruas jalan. Pengukuran ini dilakukan berdasarkan SNI 13-4703-1998 tentang penentuan kadar debu di udara dengan penangkap debu jatuh. Diagram alir pengukuran konsentrasi debu jatuh tersaji pada Gambar 3. Filter dioven selama 1 jam, kemudian didesikator selama 24 jam
Mulai
Filter ditimbang, berat akhir (W2)
Filter dioven selama 1 jam, kemudian didesikator selama 24 jam
Analisis konsentrasi debu jatuh menggunakan persamaan 1
Filter ditimbang, berat awal (W1)
Filter diambil dari Dustfall Canister
Filter dimasukkan pada Dustfall Canister
Dustfall Canister dipasangkan pada lokasi selama 24 jam
Selesai
Gambar 3 Skema pengukuran konsentrasi debu jatuh Konsentrasi bangkitan debu jatuh dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan 1. C=A
W T
............................................................................................. (1)
Keterangan: C : bangkitan debu jatuh (ton/km2.bulan) W : berat dustfall (ton) T : waktu pengukuran (bulan) A : luas permukaan bejana (km2) Pengukuran Bangkitan Partikel Tersuspensi Pengukuran konsentrasi bangkitan partikel tersuspensi dilakukan menggunakan alat High Volume Air Sampler (HVAS). Pengukuran ini dilakukan berdasarkan SNI 19-7119.3-2005 tentang cara uji partikel tersuspensi total menggunakan peralatan High Volume Air Sampler (HVAS) dengan metoda gravimetri. Diagram alir pengukuran konsentrasi bangkitan partikel tersuspensi tersaji pada Gambar 4.
9
Filter dioven selama 1 jam, kemudian didesikator selama 24 jam
Mulai
Filter dioven selama 1 jam, kemudian di desikator selama 24 jam
Filter diambil dari HVAS
Filter ditimbang, berat akhir (W2)
Analisis konsentrasi TSP menggunakan persamaan 2-4
Filter ditimbang, berat awal (W1)
Membaca laju alir, suhu, dan tekanan barometer minimal 2 kali
Filter dipasang kedalam filter holder pada (HVAS)
HVAS dipasangkan pada lokasi selama 60 menit
Selesai
Gambar 4 Skema pengukuran partikel tersuspensi Koreksi laju aliran didapatkan dengan persamaan 2 dan volume udara yang di ambil didapatkan dengan persamaan 3. Kemudian konsentrasi TSP dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan 4. Ts
Po2 1/2 ] ......................................................................... (2) Ps
[ To
Q = Qo
Keterangan: Qs : laju alir terkoreksi (m3/menit) Qo : laju alir uji (m3/menit) Ts : temperatur standar, 298 K To : temperatur absolut, (297 + temperatur lapang) Ps : tekanan udara standar, 760 mmHg Po : tekanan udara lapang (mmHg) V=
s1
s2 2
t ................................................................................. (3)
Keterangan: V : volume udara yang diambil (m3) Qs1, s2, : laju ke-1, ke-2 alir pada pengukuran (m3/menit) t : durasi pengambilan contoh uji (menit) C=
(W2 - W1) V
106
.............................................................................. (4)
Keterangan: C : konsentrasi massa partikel tersuspensi (μg/Nm3) W1 : berat filter awal (g) W2 : berat filter akhir (g) V : volume udara yang diambil (m3) 6 10 : konversi g ke μg
10 Perhitungan Jumlah Kendaraan Langkah-langkah untuk perhitungan jumlah kendaraan yang melewati lokasi penelitan dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Penentuan lokasi penelitian 2. Perhitungan jumlah kendaraan yang melintas pada lokasi penelitian secara langsung. 3. Perhitungan dilakukan selama 60 menit. 4. Klasifikasi kendaraan bermotor (Tabel 1). Tabel 1 Klasifikasi kendaraan bermotor Golongan Jenis Kendaraan I Sepeda motor dengan 2 atau 3 roda II Sedan dan jeep III Opelet, pick-up terbuka, combi IV Pick-up box dan mikro truk Va Bus kecil Vb Bus besar VI a Truk 2 sumbu 4 roda VI b Truk 2 sumbu 6 roda VII a Truk 3 sumbu VII b Truk gandengan VII c Truk semi trailer dan trailer a
Sumber: Bina Marga 2007.
Pengukuran Distribusi Ukuran Partikel Pengukuran distribusi frekuensi ukuran partikel dilakukan di lapangan yaitu di ruas jalan tempat lokasi uji. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan sebuah kaca objek sebagai penangkap debu jatuh. Kaca objek tersebut diletakkan di sekitar tepi jalan selama waktu yang telah ditentukan (7 jam 30 menit) hingga debu jatuh tersebut berada diatasnya dan kemudian diamati menggunakan mikroskop digital. Pengukuran ukuran debu jatuh menggunakan perangkat lunak yang telah disediakan pada mikroskop [MD 3000 Binokuler]. Pengamatan ini dilakukan terhadap debu dan partikulat yang berasal dari aktivitas kendaraan yang berlalu lintas. Pengamatan ini dilakukan untuk mendapatkan citra debu yang spesifik dan jelas.
Prosedur Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah Teknik Korelasi Pearson (Sugiyono 2011). Analisis dilakukan terhadap data yang telah terkumpul guna memperoleh korelasi antara konsentrasi bangkitan debu jatuh, partikel tersuspensi dan kepadatan lalu lintas di lokasi.
11
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsentrasi Bangkitan Debu Jatuh dan Partikel Tersuspensi di Lokasi Uji
Konsentrasi Debu Jatuh (ton/km2.bulan)
Menurut PP No. 41 Tahun 1999 mengenai Pengendalian Pencemaran Udara, batas maksimum konsentrasi debu jatuh yang dicantumkan adalah 10 ton/km2.bulan untuk permukiman dan 20 ton/km2.bulan untuk industri. Konsentrasi debu jatuh yang diperoleh pada lokasi uji di Dramaga tersaji pada Gambar 5. 12 10 8 6 4 2 0
Baku Mutu PP 41/1999
Jarak 10 m Jarak 15 m Jarak 20 m
Sabtu, 2 Mei 2015 11.5 5.6 4.1
Minggu, 3 Mei 2015 7.5 5.4 2.8
Senin, 27 April 2015 4.4 3 2.2
Gambar 5 Konsentrasi debu jatuh di Dramaga
Konsentrasi Debu Jatuh (ton/km2.bulan)
Konsentrasi debu jatuh yang dihasilkan pada lokasi Dramaga memiliki rentang nilai sebesar 2.2 – 11.5 ton/km2.bulan. Secara umum konsentrasi debu jatuh pada ketiga hari amatan berada di bawah baku mutu. Namun nilai pada salah satu titik pengukuran (hari Sabtu di titik 10 m) melebihi baku mutu pemukiman (10 ton/km2.bulan), yaitu sebesar 11 ton/km2.bulan. Hal ini disebabkan terjadi kemacetan pada saat pengukuran di lokasi. Soedomo (2001) menyatakan bahwa aktivitas komersial yang ditandai dengan padatnya lalu lintas kendaraan bermotor mempunyai tingkat pencemaran yang paling tinggi, terutama konsentrasi debu. Pengukuran juga dilakukan di jalan Sindang Barang tersaji pada Gambar 6. 10
Baku Mutu PP 41/1999
8 6 4 2 0
Jarak 10 m Jarak 15 m Jarak 20 m
Sabtu, 9 Mei 2015 3.8 2.7 0.4
Minggu, 10 Mei 2015 4.1 2.8 1.7
Senin, 11 Mei 2015 3.1 1.6 1.2
Gambar 6 Konsentrasi debu jatuh di Sindang Barang
12
Konsentrasi Debu Jatuh (ton/km2.bulan)
Gambar 6 menunjukkan konsentrasi debu jatuh yang dihasilkan dari lokasi Sindang Barang, dan memiliki rentang nilai antara 0.4 – 4.1 ton/km2.bulan. Berdasarkan PP No. 41 Tahun 1999, rentang nilai konsentrasi yang didapatkan masih di bawah baku mutu. Pengukuran juga dilakukan di Atang Sendjaja, konsentrasi debu jatuhnya tersaji pada Gambar 7. 10
Baku Mutu PP 41/1999
8 6 4 2 0
Jarak 10 m Jarak 15 m Jarak 20 m
Sabtu, 13 Juni 2015 4.1 2.7 1.1
Minggu, 14 Juni 2015 6.7 3.6 1.7
Senin, 15 Juni 2015 3.5 1.9 0.4
Gambar 7 Konsentrasi debu jatuh di Atang Sendjaja Gambar 7 menunjukkan konsentrasi debu jatuh yang dihasilkan dari lokasi Atang Sendjaja. Konsentrasi debu jatuh yang didapatkan masih berada dibawah baku mutu PP No. 41 Tahun 1999 dengan rentang nilai konsentrasi bangkitan debu jatuh antara 0.4 – 6.7 ton/km2.bulan. Secara keseluruhan konsentrasi debu jatuh pada ketiga ruas jalan semakin rendah seiring dengan pertambahan jarak uji, dan hampir keseluruhan titik uji memiliki nilai konsentrasi di bawah baku mutu PP No. 41 Tahun 1999. Pengukuran konsentrasi TSP mengacu pada PP Nomor 41 Tahun 1999 yang menetapkan baku mutu untuk TSP selama 24 jam pengukuran sebesar 230 μg/Nm3 dan TSP selama 1 tahun sebesar 90 μg/Nm3. Bangkitan debu jatuh dan TSP pada lokasi uji disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Konsentrasi bangkitan TSP di lokasi uji selama 24 jam Bangkitan TSP Lokasi Hari/Tanggal (µg/Nm3) Sabtu, 2 Mei 2015 151 Dramaga Minggu, 3 Mei 2015 106 Senin, 27 April 2015 191 Sabtu, 9 Mei 2015 76 Sindang Minggu, 10 Mei 2015 119 Barang Senin, 11 Mei 2015 149 Sabtu, 13 Juni 2015 160 Atang Minggu, 14 Juni 2015 129 Sendjaja Senin, 15 Juni 2015 165 Berdasarkan pengukuran yang dilakukan, secara keseluruhan konsentrasi TSP pada kedua lokasi berada dibawah baku mutu. Tinggi rendahnya konsentrasi
13 debu dan TSP juga dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah arah hembusan angin, kecepatan angin, dan vegetasi di lokasi pengambilan contoh uji (Akpinar et al. 2009).
Analisis Bangkitan Debu Jatuh dan Jumlah Kendaraan Menurut Irianto (2010) terdapat 3 hubungan kekuatan regresi yaitu korelasi positif (R2 +1 atau mendekati +1), korelasi negatif (R2 -1 atau mendekati -1) dan tidak berkorelasi (R2 0 atau mendekati 0). Gambar 8 menunjukkan hasil uji korelasi antara bangkitan debu jatuh dan jumlah kendaraan di ketiga lokasi uji. 12 R² = 0.56 Konsentrasi Debu Jatuh (ton/km2.bulan)
10
Dramaga
8
Sindang Barang
R² = 0.92
Atang Sendjaja
6 4 R² = 0.86
2 0 0
2 4 Jumlah Kendaraan (Ribu Unit/Jam)
6
Gambar 8 Korelasi bangkitan debu jatuh dan jumlah kendaraan di tiap lokasi uji Berdasarkan analisis korelasi yang dilakukan pada lokasi Dramaga, diperoleh nilai R2 sebesar 0.56. Nilai R2 yang tidak tinggi ini menunjukkan bahwa sebaran data antara variabel konsentrasi debu jatuh dengan jumlah kendaraan di lokasi Dramaga kurang baik. Berdasarkan hasil tersebut diperoleh nilai korelasi (r) sebesar 0.75 dengan kekuatan dan arah hubungan antara kedua variabel tersebut adalah kuat negatif. Pada lokasi Sindang Barang dan Atang Sendjaja didapatkan nilai R2 sebesar 0.86 dan 0.92. Nilai R2 yang diperoleh sangat baik, sehingga diperoleh nilai korelasi pada kedua lokasi tersebut sebesar 0.93 untuk lokasi Sindang Barang dan pada lokasi Atang Sendjaja sebesar 0.96 dengan kekuatan dan arah hubungan kuat negatif. Arah hubungan antara kedua variabel dari ketiga lokasi adalah negatif, yang artinya tingkat kendaraan yang tinggi tidak mempengaruhi konsentrasi debu jatuh. Hasil didapatkan tidak dapat membuktikan pernyataan Dubey et al. (2013) yang mengatakan bahwa semakin banyak kendaraan yang beroperasi di ruas jalan, akan semakin tinggi tingkat bangkitan debu dan partikulat di sekitar ruas jalan tersebut. Namun menurut Alias et al. (2007), semakin tinggi tingkat kendaraan yang berlalulintas tidak mutlak debu dan partikulat yang terbentuk semakin tinggi. Hal ini membuktikan terdapat faktor lain yang menyebabkan bangkitan debu jatuh. Menurut Akpinar et al. (2009), tingkat pencemaran udara termasuk debu dan
14 partikulat pada suatu daerah tertentu berkorelasi dengan kombinasi dari berbagai faktor meteorologi lokal.
Analisis Bangkitan Partikel Tersuspensi dan Jumlah Kendaraan
Konsentrasi TSP (µg/Nm3)
Analisis dilakukan antara bangkitan partikel tersuspensi (TSP) dan jumlah kendaraan. Jumlah kendaraan yang digunakan merupakan jumlah kendaraan yang melintas selama pengukuran TSP. Uji korelasi antara bangkitan partikel tersuspensi (TSP) dan jumlah kendaraan dibedakan berdasarkan lokasi uji. Uji korelasi tersaji pada Gambar 9. 200 R² = 0.83
R² = 0.8828 150 R² = 0.07
Dramaga
100
Sindang Barang Atang Sendjaja 50 2
3
4
5
6
7
Jumlah Kendaraan (Ribu unit/Jam) Gambar 9 Korelasi bangkitan partikel tersuspensi dan total jumlah kendaraan di tiap lokasi uji Berdasarkan hasil uji korelasi antara konsentrasi bangkitan partikel tersuspensi dan total jumlah kendaraan, di Dramaga didapatkan nilai R2 sebesar 0.83. Nilai R2 tersebut menunjukkan sebaran data antara variabel konsentrasi bangkitan partikel tersuspensi dengan total jumlah kendaraan di lokasi Dramaga sangat baik. Nilai korelasi yang didapatkan sebesar 0.90, yang artinya hubungan kedua variabel tersebut kuat positif. Kemudian pada lokasi Sindang Barang didapatkan nilai R2 hanya sebesar 0.07. Nilai ini menunjukkan bahwa bangkitan partikel tersuspensi hanya dipengaruhi oleh total jumlah kendaraan sebesar 0.07, dengan nilai korelasi sebesar 0.26 (lemah positif). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dubey et al. (2013), semakin banyak kendaraan yang beroperasi di ruas jalan, akan semakin tinggi tingkat bangkitan debu dan partikulat di sekitar ruas jalan tersebut. Kemudian pada lokasi Atang Sendjaja diperoleh sebaran data antara kedua variabel dengan nilai R2 sebesar 0.88, yang artinya konsentrasi TSP dipengaruhi total jumlah kendaraan sebesar 0.88. Nilai korelasi yang didapatkan pada lokasi Atang Sendjaja sebesar 0.94, yang artinya hubungan kedua variabel tersebut kuat positif. Rendahnya nilai R2 pada lokasi Sindang Barang dapat disebabkan oleh sebaran data yang tidak baik. Kemudian rendahnya nilai R2 tersebut juga dapat disebabkan pengukuran pada hari Sabtu yang diperoleh konsentrasi TSP sebesar
15 76 μg/Nm3. Rendahnya nilai konsentrasi yang didapatkan mempengaruhi sebaran data, sehingga nilai R2 yang diperoleh cukup kecil. Konsentrasi TSP pada hari Sabtu tersebut didapatkan dengan suhu sebesar 28.1°C dan kelembaban sebesar 78.6% serta kondisi dilapangan pasca-hujan yang terjadi pada Jumat malam hingga dini hari Sabtu. Penyataan ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Alias et al. (2007), bahwa bangkitan debu dan partikulat sangat dipengaruhi oleh temperatur dan kelembaban setempat. Semakin tinggi temperatur, akan semakin rendah kelembaban sehingga bangkitan debu dan partikulat akan rendah juga.
Analisis Distribusi Ukuran dan Dampak Negatif Debu Jatuh
Distribusi Ukuran Partikel (%)
Distribusi ukuran debu jatuh menunjukkan jumlah debu jatuh yang memiliki rentang ukuran yang sama dalam satu bidang tertentu. Gambar 10, Gambar 11, dan Gambar 12 menunjukkan distribusi ukuran debu jatuh berdasarkan jarak di lokasi Dramaga, Sindang Barang dan Atang Sendjaja. Secara umum, Gambar 10, Gambar 11 dan Gambar 12 menunjukkan bahwa jumlah ukuran debu terkecil (02.5 µm) semakin besar seiring dengan bertambahnya jarak dari jalan. Begitupula sebaliknya, ukuran debu terbesar (>20 µm) jumlahnya semakin sedikit seiring dengan bertambahnya jarak dari jalan. Ukuran debu jatuh berdasarkan jarak di lokasi Dramaga disajikan pada Gambar 10. 5
9 25
19 26
39
38 40
30
37 25
7
Jarak 10m
0-2.5 µm
Jarak 15m
2.5-10 µm
Jarak 20m
10-20 µm
> 20 µm
Gambar 10 Distribusi frekuensi ukuran debu jatuh di Dramaga Distribusi ukuran debu jatuh pada lokasi uji Dramaga, pada jarak 10 m dari jalan 63% didominasi debu berukuran diatas 10 µm, sedangkan pada jarak 15 m, 40% didominasi ukuran debu 2.5-10 µm dan pada jarak 20 m sebesar 39% juga didominasi ukuran debu berukuran 2.5-10 µm. Kemudian distribusi ukuran debu jatuh berdasarkan jarak di lokasi Sindang Barang disajikan pada Gambar 11.
Distribusi Ukuran Partikel (%)
16
4
13
18
15 20
30 45 45 46 36 22 6
Jarak 10m 0 - 2.5 µm
Jarak 15m 2.5 - 10 µm
Jarak 20m 10 - 20 µm
> 20 µm
Gambar 11 Distribusi frekuensi ukuran debu jatuh di Sindang Barang
Distribusi Ukuran Partikel (%)
Distribusi ukuran partikel debu jatuh yang dihasilkan pada lokasi uji Sindang Barang di jarak 10 m dari jalan menunjukkan bahwa 48% didominasi debu berukuran diatas 10 µm dan pada jarak 15 m serta 20 m, 45% didominasi debu berukuran 2.5-10 µm. Selanjutnya, distribusi ukuran debu jatuh berdasarkan jarak pada lokasi Atang Sendjaja disajikan pada Gambar 12. 14
6
4
28
29
29
36 45 42
31 21
15
Jarak 10m
0-2.5 µm
Jarak 15m
2.5-10 µm
10-20 µm
Jarak 20m
> 20 µm
Gambar 12 Distribusi frekuensi ukuran debu jatuh di Atang Sendjaja Distribusi ukuran debu jatuh pada lokasi uji Atang Sendjaja pada jarak 10 m dari jalan 43% didominasi debu berukuran diatas 10 µm, sedangkan pada jarak 15
17 m, 45% didominasi debu berukuran 2.5-10 µm dan pada jarak 20 m sebesar 36% juga didominasi debu berukuran 2.5-10 µm. Hasil pengamatan ukuran debu jatuh yang dilakukan menggunakan mikroskop digital menunjukkan bahwa debu jatuh yang berada di udara ambien dengan ukuran relatif besar (10-20 µm, > 20 µm) akan jatuh atau mengendap lebih cepat ke suatu permukaan. Sebaliknya, ukuran debu yang relatif kecil (PM2.5 dan PM10) akan jatuh ke permukaan dalam waktu yang relatif lebih lama. Kruell et al. (2013) menyebutkan bahwa partikulat yang berukuran lebih besar dari 100 μm dapat mengendap dengan cepat, partikulat ukuran medium dalam kisaran 1100 μm mengendap perlahan-lahan dan partikulat kecil yang berukuran kurang dari 1 μm jatuh sangat lambat tetapi dapat dengan mudah tercuci oleh hujan. Zhu et al. (2009) menyatakan bahwa bangkitan debu dapat timbul akibat aktivitas transportasi atau bergeraknya kendaraan bermotor diatas jalan beraspal (paved road). Golongan partikulat terbesar yang terbangkitkan adalah PM10. Pada jalan beraspal (paved road), agregat tanah dan partikel yang terbangkitkan dapat berasal dari banyak sumber, contohnya dari jalan tanah dan terbawa oleh angin, dari roda kendaraan yang melintas, serta dari agregat jalan yang terkena erosi (US EPA 2014). Menurut Niemeier et al. (2000) dalam Technical Memorandum California Dust Scoping Report, diperkirakan 30% dari emisi PM10 di California, Amerika Serikat disebabkan oleh aktivitas transportasi di jalan beraspal. Emisi partikulat tersebut berasal dari material bebas yang berada di permukaan jalan. Selain itu, kegiatan konstruksi dan erosi di sekitar area tersebut juga turut menyumbang jumlah partikulat yang ada di udara. Distribusi ukuran partikel merupakan karakteristik penting dari debu jatuh dalam memperkirakan dampak negatif terhadap kesehatan manusia maupun lingkungan sekitar. Menurut Laghari et al. (2013), sekitar 30% dari penyakit pernafasan dan 0.5 juta angka kematian per tahun disebabkan oleh tingginya konsentrasi debu yang berukuran halus pada udara ambien. Menurut Fubini dan Fenoglio (2007), dampak negatif debu jatuh terhadap kesehatan manusia dipengaruhi oleh bentuk, ukuran, komposisi kimia, keadaan permukaan partikel, lama pemaparan, fungsi paru-paru dan respon tubuh yang berbeda. Menurut Gindo dan Hari (2007), ukuran partikel dapat memberikan ciri perilaku debu jatuh yang mempengaruhi besarnya dampak yang ditimbulkan. Berdasarkan hasil pengamatan dengan mikroskop, ukuran debu jatuh pada jarak 10 m dari jalan didominasi oleh debu jatuh berukuran diatas 10 µm dan pada jarak 15 dan 20 m didominasi debu berukuran 2.5-10 µm atau PM10. Ukuran partikel yang berbeda akan memberikan dampak negatif yang berbeda terhadap manusia. Cazier et al. (2011) menyatakan bahwa partikulat berukuran kurang dari 2.5 μm (PM2.5) lebih berbahaya dibandingkan partikulat berukuran kurang dari 10 μm (PM10). Hal ini disebabkan PM2.5 dapat mengendap di paru-paru dan membawa racun seperti hidrokarbon aromatik polisiklik (HAP) karena luas permukaan yang besar. Portmann (2009) menyatakan bahwa partikel berukuran antara 10 dan 50 µm dapat mengendap pada alveoli, sedangkan partikel yang lebih kecil dan lebih besar akan tertahan di daerah yang lebih tinggi dari saluran pernapasan. Muhadhar (2002) menyatakan bahwa, 55% debu yang dihirup melalui udara pernafasan mempunyai ukuran 0,25 sampai 6 mikron, 15-95% akan mengalami retensi dan proporsi retensi berhubungan langsung dengan ukuran dan kepadatan
18 partikel tersebut. Berdasarkan sifat-sifat fisik suspensi partikel debu di udara dan struktur anatomi sistem pernafasan, dapat diprediksikan bahwa partikel yang memiliki ukuran lebih dari 10 mikron dapat dikeluarkan kembali melalui hidung atau melalui saluran pernafasan atas, partikel yang berukuran 5-10 mikron mengalami penahanan terutama pada saluran pernafasan atas, partikel yang berukuran 1-2.5 mikron dapat mencapai bagian pernafasan yang lebih dalam yaitu mengendap di alveoli sedangkan partikel yang lebih kecil dari 0.1 mikron dapat keluar kembali melalui udara pernafasan. Masuknya dan tertimbunnya debu di dalam paru-paru dapat memberikan rangsangan pada organ tersebut, yaitu partikel debu dapat menstimuli otot polos sirkuler pada saluran pernafasan sehingga dapat menimbulkan konstraksi penyempitan pada saluran pernafasan. Partikel debu yang mengendap pada permukaan alveoli akan merangsang perubahan fungsi makropage (antibodi). Pada keadaan kronis dapat merangsang sel-sel fibroblas yang terdapat pada jaringan interstisil (jaringan penyangga) bila dalam waktu yang lama akan terjadi fibrosis (Muhadhar, 2002).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Simpulan yang dapat ditarik berdasarkan hasil penelitian adalah konsentrasi debu jatuh yang diperoleh dari ketiga lokasi sebesar 0.4-11.5 ton/km2.bulan sedangkan konsentrasi total partikel tersuspensi (TSP) sebesar 75.9-190.6 µg/ Nm3. Hubungan antara bangkitan debu jatuh dan jumlah kendaraan pada ketiga lokasi uji ternyata menunjukkan korelasi yang negatif sedangkan hubungan antara bangkitan partikel tersuspensi dan jumlah kendaraan di Dramaga dan Atang Sendjaja menunjukkan korelasi yang positif. Distribusi ukuran debu jatuh pada lokasi uji baik di Dramaga, Sindang Barang maupun Atang Sendjaja pada jarak 10 m dari jalan didominasi debu jatuh berukuran lebih dari 10 µm, sedangkan pada jarak 15 m dan 20 m dari jalan didominasi debu jatuh berukuran 2.5-10 µm.
Saran Saran yang dapat disampaikan untuk penelitian berikutnya adalah perlu dilakukan pertimbangan terhadap parameter lain yang mempengaruhi bangkitan debu, seperti pola angina dan curah hujan. Saran kedua, dianjurkan memperbanyak titik sampel dan jarak antar alat uji diperkecil sehingga data yang didapatkan lebih akurat.
19
DAFTAR PUSTAKA Akpinar EA, Akpinar S, Oztop HF. 2009. Statistical analysis of meteorological factors and air pollution at winter months in Elazig, Turkey.Journal of Urban and Environmental Engineering. 3(1): 7-16. Alias M, Hamzah Z, Kenn LS. 2007. PM10 and total suspended particulates (TSP) measurements in various power stations. The Malaysian Journal of Analytical Sciences. 11 (1): 255-261. Arief B, Riyanto B, Basuki KH. 2012. Kajian model dinamik perubahan pemanfaatan lahan terhadap transportasi Kota Bogor [tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. [Bapedal] DKI. 2000. Sumberdaya Udara. //bapedalda.dki.go.id./BukuII/docs/54 html. Partikulat. Cazier F, Dewaele D, Delbende A, Nouali H, Garcon G, Verdin A, Courcot D, Bouhsina S, Shirali P. 2011. Sampling analysis and characterization of particle in the atmosphere of rural, urban, and industrial areas. J Environmental Science. 4: 218-227. Dubey VK, Singh D, Singh N. 2013. Chemical studies of traffic generated dust and its impact on human health with associated problems in Singrauli District of Madhya Pradesh, India. Current World Environment. 8-(3): 455-461. Fecan F, Marticorena B, Bergametti G. 1999. Parametrization of the increase of the aeolian erosion threshold wind friction velocity due to soil moisture for arid and semi-arid areas. Annales Geophysicae. 17: 149–157. Formenti P, Schutz L, Balkanski Y, Desboeufs K, Ebert M, Kandler K,Petzold A, Scheuvens D, Weinbruch S, Zhang D. 2011. Recent progress in understanding physical and chemical properties of african and asian mineral dust. J Atmos Chem Phys. 11:8231-8256.doi:10.5194/acp-11-8231-2011. Fubini B, Fenoglio I. 2007. Toxic potential of mineral dusts. Elements. 3:407-414. Gindo AS, Hari BH. 2007. Pengukuran pertikel udara ambien (TSP, PM10, PM2.5) di sekitar calon lokasi PLTN Semenanjung Lemahabang. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Limbah. 6: 220-227. Godish T. 2004. Air Quality 4th ed. Indiana (US): Lewis Publishers. Gorham R. 2002. Air Pollution From Ground Transportation; An assessment of Causes, Strategies and Tactics, and Proposed Actions For The International Community, United Nations. Hermawan R. 2009. Kaji ulang penentuan tarif dan sistem penggolongan kendaraan jalan tol di Indonesia.Jurnal Teoritis dan Terapan Bidang Rekayasa SipilInstitut Teknologi Bandung.16: 2. [IUPAC] International Union of Pure and Applied Chemistry. 1990. Glossary of Atmospheric Chemistry Terms. Pure and Applied Chemistry. 62(11): 21672219. Kang J, Yoon S, Shao Y, Kim S. 2011. Comparison of vertical dust flux by implementing three dust emissionss schemes in WRF/CHEM. Journal of Geopghysical Research. 116(D9): 1-18. Kruell W, Schultze T, Tobea R, Willms I. 2013. Analysis of dust properties to solve the complex problem of non-fire sensitivity testing of optical smoke detectors. J Engineering. 62:859-867.
20 Laghari SK, Zaidi MA, Shaheen G, Bakish G. 2013. Chemical composition of traffic generated dust and its impact on human health with associated problems in Quetta. Sci., Tech. and Dev. 32-(2): 154-164. Laurent B, Marticorena B, Bergametti G, Mei F. 2006. Modeling mineral dust emissions from Chinese and Mongolian deserts. Global and Planetary Change. 52: 121-141. Malakootian M, Ghiasseddin M, Akbari H, Jaafarzadeh NA, Fard H. 2013.Urban Dust Fall Concentration and Its Properties in Kerman City, Iran. Health Scope.1(4): 195-208. Modaihsh AS. 1997. Characteristic and composition of the falling dust sediments on Riyadh City, Saudi Arabia. Journal of Arid Environments. 36: 211-223. Muhadhar. S. 2002. Dampak Pencemaran Udara Bagi Kesehatan Masyarakat. ASDEP Kementrian Lingkungan Hidup. Jakarta. Naddafi K, Nabizadeh R, Soltanianzadeh R, Ehrampoosh MH. 2006. Evaluation of dust fall in the air of Yazd. Iran.J.Environ.Health.Sci.Eng. 3-(3): 161-168. Niemeier D, Spuckler D, Eisingwer, D. 2000. Technical Memorandum California Road Dust Scoping Report [catatan penelitian]. The California Department of Transportation. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Portmann M. 2009. Human respiratory health effects of inhaled mineral dust. Term paper in Biogeochemistry and Pollutant Dynamics. Master Studies in Environmental Sciences, ETH Zurich. Prayudi T, Susanto J.P. 2001. Kualitas Debu dalam Udara sebagai Dampak Industri Pengecoran Logam Ceper. J. Teknologi Lingkungan Volume 2 (2): 168-174 SNI 13-4703-1988 mengenai Penentuan Kadar Debu di Udara dengan Penangkap Debu Jatuh (Dust Fall Collector). SNI 19-7119.3-2005 mengenai Cara Uji Partikel Tersuspensi Total Menggunakan Peralatan High Volume Sampler (HVAS) dengan Metode Gravimetri. Soedomo M. 2001. Pencemaran Udara. Bandung (ID): ITB. Sugiyono. 2011. Statistika untuk Penelitian. Bandung (ID): Alfabeta. [US EPA]. 1999. Air Quality fo Particulate Matter Vol I, EPA 600/P-99/0024. (US). Tersedia pada: http://www.epa.gov. [US EPA]. 2014. Other Test Method – 34: Method to Quantify Road Dust Particulate Matter Emissions (PM10 and/or PM2.5) from Vehicular Travel on Paved and Unpaved Roads. North Carolina (US): US EPA. Wardhana, WA. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta (ID): Andi. Zhu D, Kuhns H, Brown S, Gillies JA, Etyemezian V, Gertler AW. 2009. Fugitive dust emissions from paved road travel in the Lake Tahoe basin. Journal of Air & Waste Management Association. 59:1219–1229.
21 Lampiran 1 Baku mutu udara ambien nasional
Sumber: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999
22 Lampiran 2 Lokasi penelitian
a. Jalan Raya Dramaga
b. Jalan Raya Sindang Barang
c. Jalan Raya Semplak
23 Lampiran 3 Hasil pengamatan ukuran debu jatuh dengan mikroskop MD 3000 Binokuler
24 Lampiran 3 (Lanjutan)
25 Lampiran 4 Hasil pengamatan ukuran debu jatuh di laboratorium uji sampel mikroskop dengan mikroskop Carl Zeiss Vision
26 Lampiran 4 (Lanjutan)
27
Lampiran 5 Jumlah kendaraan di lokasi penelitian Jumlah Kendaraan (Unit/Jam) Lokasi
Dramaga
Sindang Barang Atang Sendjaja
Hari/Tanggal
Waktu Pengambilan
Senin, 27 April 2015 Sabtu, 2 Mei 2015 Minggu, 3 Mei 2015 Sabtu, 9 Mei 2015 Minggu, 10 Mei 2015 Senin, 11 Mei 2015 Sabtu, 13 Juni 2015 Minggu, 14 Juni 2015 Senin, 15 Juni 2015
07.30 - 08.30 07.30 - 08.30 07.30 - 08.30 07.30 - 08.30 07.30 - 08.30 07.38 - 08.38 07.36 - 08.36 07.30 - 08.30 07.33 - 08.33
Gol I
Gol II
Gol III
Gol IV
Gol Va
Gol Vb
Gol VIa
Gol VIb
Gol VIIa
Gol VIIb
Gol VIIc
5037 3843 3407 2382 1730 2740 2226 1968 2555
570 596 710 375 316 389 279 327 231
704 555 688 610 592 681 311 272 307
42 31 18 10 5 13 30 6 10
5 8 13 1 0 1 1 5 2
9 7 10 0 0 1 0 1 0
20 14 9 5 2 7 10 3 5
58 58 47 28 10 19 40 15 25
5 6 5 0 1 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0
1 1 2 0 0 0 0 0 0
Jumlah Kendaraan (Unit/Jam) 6451 5119 4909 3411 2656 3851 2897 2597 3135
28
Lampiran 6 Data lingkungan di lokasi penelitian Lokasi Dramaga
Sindang Barang Atang Sendjaja
Hari/Tanggal
Waktu Pengambilan
Senin, 27 April 2015 Sabtu, 2 Mei 2015 Minggu, 3 Mei 2015 Sabtu, 9 Mei 2015 Minggu, 10 Mei 2015 Senin, 11 Mei 2015 Sabtu, 13 Juni 2015 Minggu, 14 Juni 2015 Senin, 15 Juni 2015
07.30 - 08.30 07.30 - 08.30 07.30 - 08.30 07.30 - 08.30 07.30 - 08.30 07.38 - 08.38 07.36 - 08.36 07.30 - 08.30 07.33 - 08.33
Suhu (°C) 33.2 31.5 30.4 35.5 32.0 32.6 29.5 28.0 31.5
Kelembaban (%) 69.4 67.9 75.5 58.5 67.8 66.6 69.6 71.7 67.3
Kecepatan Angin (m/detik) 0.4 0.4 0.4 0.1 0.1 0.2 0.3 0.5 0.2
Kondisi di Lapangan Cerah Cerah, Berawan Berawan Cerah, Berangin Cerah Cerah, Berangin Pasca-Hujan, kemudian Cerah Cerah, Berangin Pasca-Hujan, kemudian Cerah
29
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Banda Aceh pada tanggal 27 November 1993 dari pasangan Bapak Syaifullah dan Ibu Cut Zulfaika. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara yaitu adik dari Fahrisa Ulva dan Soraya Novia. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Kartika XIV-2 Banda Aceh pada tahun 2005 dan pendidikan menengah di SMP Negeri 3 Banda Aceh. Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Banda Aceh pada tahun 2011 dan pada tahun yang sama penulis di terima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti kepanitian dan beberapa organisasi kemahasiswaan. Beberapa diantaranya adalah penulis menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan (HIMATESIL) selama 2 periode, yaitu sebagai staf Departemen Riset dan Teknologi (2012-2013) dan ketua Departemen Khusus (2013-2014). Penulis juga pernah menjabat sebagai ketua umum pelaksana dari acara Indonesian Civil and Environmental Festival 2013 (ICEF) dengan rangkaian kegiatan lomba, expo, dan seminar nasional. Penulis juga pernah menjadi staf kewirausahaan di Unit Kegiatan Mahasiswa Oryza Softball-Baseball IPB. Bulan Juni-Agustus 2014 penulis melaksanakan Praktik Lapangan di PT. Ima Montaz Sejahtera yang beroperasi dalam bidang Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) di Lhokseumawe, Aceh dengan judul Pengendalian Kualitas Air di PT. Ima Montaz Sejahtera Lhokseumawe.