Majalah Geologi Indonesia, Vol. 29 No. 2 Agustus 2014: 71-84
Dinamika Sesar Genteng Kaitannya dengan Perubahan Pantai Comal, Pekalongan Dinamics of The Genteng Fault In Relation to the Development of Comal Coast, Pekalongan Sidarto Pusat Survei Geologi, Badan Geologi Jln. Diponegoro 57, Bandung Corresponding Author:
[email protected] Diterima: 26 Mei, 2014; revisi: 25 Juli, 2014; disetujui: 12 Agustus, 2014 ABSTRAK Jawa Tengah mempunyai kondisi geologi yang cukup kompleks karena daerah ini sejak Kapur Akhir telah dilalui jalur penunjaman, dan pantai utaranya menjorok lebih ke selatan dibandingkan dengan pantai utara Jawa Barat dan Jawa Timur. Berdasarkan citra multi waktu, pantai Pekalongan yang merupakan bagian pantai utara Jawa Tengah pada umumnya tidak berubah, kecuali di sepanjang Pantai Comal. Perubahan ini disebabkan oleh material yang dibawa sungai cukup banyak. Sumber material ini berhubungan dengan proses pelapukan, erosi, dan aktivitas tektonik di dalam DAS Comal yang terdiri atas sub-DAS Comal dan sub-DAS Genteng. Sub-DAS Genteng dipotong oleh Sesar Genteng yang keberadaannya dapat diamati pada citra, data gaya berat, dan lapangan. Hasil analisis menunjukkan bahwa sesar ini telah ada sejak Miosen Akhir sebagai sesar mendatar menganan-normal. Pada PlioPlistosen, sesar ini teraktifkan dan sampai sekarang masih aktif sebagai sesar mengiri yang cukup besar. Daerah sepanjang Sesar Genteng merupakan zona hancur dan daerah labil yang sangat mudah tererosi. Batuan penyusun yang lepas (guguran lahar) dan tutupan lahannya yang berupa sawah tadah hujan menambah jumlah material yang mudah diangkut oleh air sungai. Jadi, Sesar Genteng secara tidak langsung memengaruhi perkembangan pantai muara Comal, sebab sesar ini sebagai penyedia material. Kata kunci: Sesar Genteng, sesar mendatar menganan, aktif, perubahan garis pantai, Kali Comal ABSTRACT Geological condition of the Central Java area is relatively complex, because this area has been occupied by a subduction zone since Late Cretaceous. Its northern coast sticks out to the south compared to the northern coasts of West and East Java areas. Based on the multitime images, the Pekalongan coast which is part of the northern cost of Central Java, is generally stable, except along the estuary of Comal River. These changes were caused by quite a lot of materials brought by rivers. The source of the materials is related to weathering, erosion process, and tectonic activity in the Comal River Basin consisting of Comal and Genteng subwatersheds. The Genteng subwatershed was cut by an active Genteng Fault in which the existence of the fault can be observed on the images and gravity data, as well as in the field. The analysis showed that the fault has been active since the Late Miocene as a normal right strike slip fault. In Plio-Pleistocene the fault was reactivated and is still active untill now as a regional right strike slip fault. The area along the fault is a broken zone and unstable region, which is an eroded zone. This subwatershed consists of unlithified rocks and covers by rain-fed rice fields, the adding amount of material to easily be transported by rivers. Therefore, indirectly, the fault influence the changing of the Comal, because the fault is the provider of the materials. Keywords: Genteng fault, right strike-slip fault, active, coastal line changing, Comal 71
Majalah Geologi Indonesia, Vol. 29 No. 2 Agustus 2014: 71-84
PENDAHULUAN
Sesar Pamanukan - Cilacap yang berarah barat laut - tenggara di bagian barat, dan Sesar Muria-Kebumen yang berarah timur laut - barat daya di bagian timur (Satyana, 2007; Gambar 1). Kedua sesar tersebut juga memengaruhi kondisi geologi Jawa Tengah pada umumnya, yang berfungsi sebagai sumber material pembentuk pantai utara.
Di bagian tengah Jawa Tengah terdapat satu singkapan batuan tertua di Pulau Jawa yang merupakan bekas tempat tumbukan Lempeng Benua Eurasia dan Lempeng Samudra Hindia pada Kapur Akhir (Asikin, 1974). Perkembangan selanjutnya, lokasi tumbukan ini bergeser ke selatan, dan sekarang ini membentuk Palung Jawa di selatan Pulau Jawa. Menurut Asikin (1974), tumbukan ini mencapai klimaksnya pada Plio-Plistosen yang menyebabkan Pulau Jawa terangkat, sedangkan menurut van Bemmelen (1949) pada Plio-Plistosen terbentuk geantiklin Jawa yang disertai aktivitas gunung api. Sungai di Jawa Tengah bagian utara pada Eosen - Miosen Akhir mengalir ke selatan (Clements dan Hall, 2007). Namun, akibat terangkatnya Pulau Jawa, sungai berbalik mengalir ke arah utara dan membentuk pantai utara Jawa. Pantai utara Jawa Tengah secara morfologi garis pantainya mempunyai bentuk berbeda dibandingkan dengan garis pantai Jawa Barat dan Jawa Timur. Garis pantai di wilayah ini lebih menjorok ke selatan yang diperkirakan dikontrol oleh
Pembentukan pantai dipengaruhi oleh gelombang, arus pasang-surut, naik-turunnya permukaan air laut, dan pasokan material oleh sungai. Besar-kecilnya material yang di-bawa sungai bergantung pada tingkat proses pelapukan dan erosi di daerah hulu. Tingkat kedua proses tersebut berhubungan dengan iklim, resistensi batuan, dan aktivitas atau dinamika tektonik yang berkembang di bagian hulu. Penampakan pada citra multiwaktu, garis pantai di bagian timur dan barat Pekalongan relatif tidak berubah, sementara di daerah muara Kali Comal terdapat perubahan yang cukup signifikan. Perubahan ini disebabkan oleh material yang dibawa Kali Comal cukup besar. Di dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Comal terdapat Sesar Genteng yang
ke sa
Se ng ata em
rL
tus
rM
sa
fraktur bukaan Sunda-Arjuna
e eS
era
k indentasi bagian utara
Se
sa
U 200.000 km
rP
am
Pekalongan
an
uk
an
-C
sa
ila
ca
Se
ia-
ur
rM
en
um
b Ke
p
indentasi bagian selatan
Sesar dan lipatan
Gambar 1. Pengaruh Sesar Pamanukan-Cilacap dan Sesar Muria-Kebumen terhadap pantai utara Jawa Tengah (Satyana, 2007). 72
Dinamika Sesar Genteng Kaitannya dengan Perubahan Pantai Comal, Pekalongan (Sidarto)
memotong batuan Tersier - Kuarter. Tujuan tulisan ini adalah mengenali dinamika Sesar Genteng, dan kemudian menganalisis pengaruhnya terhadap perkembangan garis pantai Muara Comal. Lokasi Daerah penelitian yang secara geografis terletak antara 6°45’ - 7°15’ Lintang Selatan dan 109°11’34” - 109°46’46” Bujur Timur, secara administratif termasuk ke dalam beberapa wilayah kabupaten yang terdiri atas Kabupaten Batang, Pekalongan, Pemalang, Tegal, serta Kota Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan sketsa fisiografi Jawa (van Bemmelen, 1949), daerah penelitian termasuk ke dalam Zona Serayu Utara, Gunung Api Kuarter, dan dataran aluvium pantai Utara Jawa (Gambar 2). Metodologi Untuk mengetahui aktivitas tektonik dan perubahan pantai di daerah Pekalongan diperlukan data geologi dan tata guna lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS). Penelitian ini diawali dengan melakukan pengolahan data inderaan jauh yang terdiri atas citra Digital Elevation Model (DEM) dari Terrasar-x (2011). Citra ini
la
Se
Geologi Tingkat proses pelapukan dan erosi berhubungan dengan kondisi geologi setempat (batuan dan struktur geologi) yang diketahui
a
nd
u tS
mengekspresikan petampakan geologi secara baik. Interpretasi geologi dilakukan pada citra terolah dan kemudian dilakukan verifikasi lapangan (batuan dan pengukuran elemen struktur geologi). Hasil interpretasi geologi disebandingkan dengan peta geologi bersistem skala 1 : 100.000 Lembar Banjarnegara - Pekalongan (Condon drr., 1996) dan Lembar Purwokerto - Tegal (Djuri drr.,1996). Perubahan garis pantai diperoleh dari peta topografi skala 1:100.000 yang dibuat tahun 1965, citra landsat 1978, citra landsat 2002, dan citra landsat 2013. Sementara tataguna lahan diperoleh dari peta rupabumi 1989. Sesar Genteng diinterpretasi pada citra, peta anomali Bouguer, dan pengamatan lapangan. Peta anomali Bouguer yang digunakan adalah peta anomali gaya berat Lembar Banjarnegara-Pekalongan (Dibyontoro dan Sutisna, 1977), dan Lembar Purwokerto - Tegal (Sudarmono drr.,1995); dan data hasil pengamatan lapangan dianalisis dengan grafik stereonet.
U
Laut Jawa 0
Pekalongan
20 40 60 80 100 km
Keterangan: Gunung Api Kuarter Dataran Aluvial Jawa Utara Zona Rembang Zona Bogor - Serayu Utara - Kendeng
Samudra Hindia
Kubah dan Punggungan zona depresi tengah Zona depresi tengah dan Zona Randublatung Pegunungan Selatan Daerah penelitian
Gambar 2. Fisiografi Pulau Jawa (van Bemmelen, 1949) dan lokasi daerah penelitian. 73
Majalah Geologi Indonesia, Vol. 29 No. 2 Agustus 2014: 71-84
6o45' LS
109o15' BT
dan napal yang dapat disebandingkan dengan Formasi Halang berumur Miosen TengahPliosen Awal (Condon drr., 1996, Djuri drr., 1996). Satuan batugamping (Tmpl) yang merupakan lensa di dalam satuan batupasir dapat disebandingkan dengan Anggota Batugamping Formasi Halang (Djuri drr.,1996). Satuan batuan gunung api (Tmpv) yang tersusun oleh breksi, lava, dan tuf berhubungan menjemari dengan satuan batupasir dapat disebandingkan dengan Formasi Kumbang yang berumur Miosen Tengah-Pliosen Awal (Djuri drr.,1996). Batuan intrusi (Tma) menerobos satuan batulempung-batupasir dan satuan batupasir. Menurut Condon drr. (1996), batuan ini berumur Miosen Awal109o30'
U 0
7.5
109o45' BT Tanjung Comal
6o45' LS
pada peta geologi. Peta geologi daerah Pekalongan dan sekitarnya (Gambar 3a) dan korelasi satuannya (Gambar 3b) merupakan hasil interpretasi data inderaan jauh yang sebagian disertai verifikasi di lapangan, dan disebandingkan dengan peta geologi sistemastis skala 1:100.000. Batuan tertua adalah satuan batulempung-batupasir (Tms), yang tersusun oleh napal dan perselingan batu-lempung gampingan dan batupasir gamping-an. Satuan batuan ini dapat di-sebandingkan dengan Formasi Rambatan yang berumur Miosen Awal- Tengah (Condon drr., 1996; Djuri drr.,1996). Satuan ini ditindih secara selaras oleh satuan batupasir (Tmps) yang tersusun oleh batupasir, konglomerat,
Laut Jawa
15
o
7 15' LS
7o15' LS
7o
7o
km
109o15' BT
109o30'
109o45' BT
Keterangan: Qa
: Endapan aluvial
Qv
: Batuan gunung api Kuarter
Tma
: Satuan andesit
Qad
: Endapan delta
Qtv
Tmpl
: Satuan batugamping
Qap
: Endapan pematang pantai
Qtsv
: Batuan gunung api Plio-Plistosen : Satuan breksi epiklastik
Tmpv
: Satuan batuan gunung api
Qf
: Endapan kipas aluvium : Batuan gunung api Holosen
Qps
: Satuan undak aluvium
Tmps
: Satuan batupasir
Tps
: Satuan batuan konglomerat
Tms
: Satuan batulempung-batupasir
Qhv
: Sesar mendatar : Sesar naik
: Batas satuan
: Lokasi pengamatan : Tepi kawah
: Antiklin
: Kontur Anomali Bougeur : Sungai
: Sinklin
: Jurus dan kemiringan lapisan batuan
Gambar 3a. Peta geologi inderaan jauh daerah Pekalongan dan sekitarnya. (Korelasi antar satuan lihat pada Gambar 3b). 74
Dinamika Sesar Genteng Kaitannya dengan Perubahan Pantai Comal, Pekalongan (Sidarto)
Satuan Batuan
Holosen
Qad
Gunung Api/Beku Qap
Qf
Qtw
Qv Qps Qtv
Awal Akhir
Qtsv Tps
Akhir
Plistosen
Sedimen Qa
Tmps
Tmpv
Tma
Tmpl
Tengah
Tersier Miosen
Pliosen
Kuarter
Umur
Awal
Tms
Gambar 3b. Korelasi antarsatuan yang menerangkan Gambar 3a.
Miosen Tengah, sedangkan menurut Djuri drr. (1996) ber-umur Miosen Akhir. Namun, berdasarkan penampakan citra, satuan ini menerobos satuan batulempung-batupasir, dan satuan batupasir, sehingga batuan intrusi ini diduga berumur Miosen Akhir. Satuan konglomerat (Tps) yang terdiri atas batupasir berbutir kasar, konglomerat, setempat breksi dengan tingkat pembatuan rendah; dan disebandingkan dengan Formasi Tapak, yang berumur Pliosen (Djuri drr.,1996) menindih secara tidak selaras batuan sedimen Miosen. Selanjutnya, menindih secara selaras satuan batuan sedimen Pliosen ini adalah satuan breksi epiklastika (QTsv) yang dapat disebandingkan dengan Formasi Damar (Condon drr., 1996). Sa-tuan ini terdiri atas konglomerat bersisipan tuf halus berlapis, ke atas berubah menjadi breksi epiklastika. Satuan endapan undak (Qps) yang tersusun oleh batupasir tufan, batupasir, konglomerat, breksi; dan ber-umur Plistosen menindih tidak selaras satuan konglomerat dan satuan breksi epiklastika. Satuan batuan gunung api berkembang di selatan Kota Pekalongan. Menurut peta geo-
logi Lembar Pekalongan dan Banjarnegara (Condon drr., 1996), satuan ini merupakan batuan gunung api Jembangan. Namun berdasarkan interpretasi data inderaan jauh, satuan ini terdiri atas banyak gunung api, yang ditunjukkan adanya bentukan kerucut, bekas kawah, dan pola aliran menyebar (radial). Berdasarkan bentuk bekas kawah, tingkat erosi, dan morfostratigrafinya, satuan ini dapat dibagi menjadi batuan gunung api Plio-Plistosen (QTv), batuan gunung api Kuarter (Qv), dan batuan gunung api Holosen (Qhv). Satuan termuda adalah endapan aluvium yang hanya dapat dikenali bentuk sebarannya pada data inderaan jauh. Endapan ini terdiri atas kipas aluvium (Qf), endapan pematang pantai (Qap), endapan delta (Qad), dan endapan aluvium (Qa). Struktur geologi yang dijumpai terdiri atas sesar dan lipatan. Sesar terdiri atas sesar naik Kreyo; sesar mendatar berarah utara baratlaut - selatan tenggara yang berupa Sesar Genteng dan Sesar Karangasem; Sesar mendatar Winoyo, Kradenan, dan Silawan yang berarah barat laut-tenggara; dan sesar mendatar timur timurlaut - barat baratlaut yang terdiri atas Sesar Pandansari dan Sesar Watukumpul. Berdasarkan data geologi, pada Miosen Awal daerah penelitian merupakan cekungan sedimen tempat terendapkannya satuan batu-lempung-batupasir dan satuan batupasir; yang kemudian diikuti aktivitas gunung api. Pada Miosen Akhir-Pliosen Awal, daerah penelitian mengalami perlipatan, pensesaran dan intrusi andesit akibat tektonik yang berhubungan dengan aktifnya kembali tumbukan Lempeng Samudra Hindia dan Lempeng Eurasia. Pada Pliosen terjadi beberapa cekungan sedimen lokal, yaitu diendapkannya satuan batuan sedimen Pliosen. Pada Plio-Plistosen tumbukan kedua lempeng mencapai maksimum, sehingga Pulau Jawa terangkat, dan disertai aktivitas gunung api. Pengangkatan dan aktivitas gunung api ini mengakibatkan adanya aliran sungai 75
Majalah Geologi Indonesia, Vol. 29 No. 2 Agustus 2014: 71-84
ke utara, yang mengontrol perkembangan pantai utara Jawa Tengah pada khususnya. HASIL DAN DISKUSI Sesar Genteng Sesar Genteng melalui Kali Genteng, sehingga dinamai sebagai Sesar Genteng (Gambar 3a). Penampakan pada citra dicirikan oleh kelurusan lembah Kali Genteng, memotong satuan batulempung-batupasir (Tms), satuan batupasir (Tmps), dan batuan intrusi (Tma). Penampakan lainnya adalah di bagian utara, sebaran satuan batupasir ke arah timur secara tiba-tiba begeser ke selatan. Pada endapan aluvium (pantai) dicirikan oleh kelurusan lembah kontur anomali Bouguer (Gambar 3a). Di lapangan, sesar ini menunjukkan kelurusan sungai, dan zona sesar terlihat di tengah sungai (Gambar 4). Di lokasi Si05 (satuan batulempungbatupasir) dan lokasi Si28 (satuan intrusi) dilakukan pengukuran kekar gerus. Kekar pada napal di lokasi Si05 dianalisis dengan menggunakan stereonet. Hasilnya menunjukkan ada dua kemungkinan (Gambar 5 dan Gambar 6), yaitu :1. dextral fault (klasifikasi Anderson, 1951), atau normal right strike-slip fault (klasifikasi Rickard, 1972); dan 2. dextral fault (klasifikasi Anderson, 1951), atau reverse right strike-slip fault (klasifikasi Rickard, 1972); sedangkan kekar gerus pada intrusi andesit (Gambar 7), hasil analisisnya (Gambar 8) menunjukkan dextral fault (klasifikasi Anderson, 1951) atau normal right strike-slip fault (klasifikasi Rickard, 1972). Dalam zona sesar ini telah dilakukan dua pengukuran, yaitu di satuan batulempungbatupasir, dan pada satuan andesit. Hasil analisis stereonet, pada satuan batulempungbatupasir menghasilkan dua kemungkinan, sedangkan pada andesit hanya satu. Hal ini menunjukkan bahwa sesar ini telah 76
Gambar 4. Foto zona Sesar Genteng di lokasi Si05.
U
4
σ2 B
σ3
T
σ1 S
Kekar utama 1: U 151 T / 78; Kekar utama 2 : U 207 T / 44. α1 : 31, U 194 T Kedudukan sesar : U 150 T / 79 α2 : 45, U 319 T rake : 44, U 161 T α3 : 30, U 84 T pitch : 44,89 STg Jenis sesar : dextral fault (Anderson, 1951). Normal right strike slip fault (Rickard, 1972).
Gambar 5. Hasil analisis stereonet di lokasi Si05, kemungkinan 1.
mengalami dua periode tektonik, yaitu pra-intrusi dan pascaintrusi. Sesar yang terbentuk pra-intrusi mengontrol munculnya batuan intrusi. Pada Gambar 5 terlihat gaya utama terbesar (α1) relatif vertikal dan gaya utama terkecil (α3) horizontal, sehingga sesar bersifat normal yang menunjukkan adanya unsur bukaan dan dapat berfungsi
Dinamika Sesar Genteng Kaitannya dengan Perubahan Pantai Comal, Pekalongan (Sidarto)
U
U
σ2
B
σ2
σ3
T
σ3
B
T
N
T
T
N
σ1
σ1 S
Kekar utama 1: U 191 T / 70; Kekar utama 2 : U 152 T / 78. α1 : 9, U 183 T Kedudukan sesar : U 150 T / 70 α2 : 69, U 299 T rake : 18, U 153 T α3 : 18, U 91 T pitch : 18,30 UUB Jenis sesar : Dextral fault (Anderson, 1951). Reverse right strike slip fault (Rickard, 1972).
S
Kekar utama 1: U 243 T / 73; Kekar utama 2 : U 182 T / 79. Kedudukan sesar : U 150 T / 88 α1 : 14, U 182 T rake : 16, U 161 T α2 : 74, U 322 T pitch : 17 STg α3 : 10, U 89 T Jenis sesar : Dextral fault (Anderson, 1951). Normal right strike slip fault (Rickard, 1972).
Gambar 6. Hasil analisis stereonet di lokasi Si05, kemungkinan 2.
Gambar 8. Hasil analisis stereonet di lokasi Si28.
Gambar 7. Foto singkapan andesit terkekarkan di lokasi Si28.
Gambar 9. Foto endapan sungai yang sudah terangkat. Posisi endapan ini di blok baratdaya, sesuai analisis stereonet (Gambar 7).
sebagai celah munculnya satuan intrusi. Jadi awalnya (pra-intrusi) sesar ini diduga sebagai normal right strike-slip fault. Pasca intrusi, Sesar Genteng teraktifkan kembali. Di lokasi Si05 dan sekitarnya sesar ini berkembang sebagai reverse right strikeslip fault (Gambar 6), yaitu blok barat daya yang relatif naik, dibuktikan dengan adanya endapan teras cukup tinggi (Gambar 9); sedangkan pada satuan intrusi (di lokasi
Si28) berkembang sebagai normal right strike-slip fault. Dalam satu sesar terdapat dua lokasi yang sistem sesarnya berbeda, sehingga menunjukkan bahwa Sesar Genteng merupakan sesar mendatar yang cukup besar. Hal ini diperkuat oleh adanya perubahan arah lipatan (antiklin dan sinklin), di bagian barat lipatan relatif berarah timur - barat. Mendekati sesar, lipatan tersebut 77
Majalah Geologi Indonesia, Vol. 29 No. 2 Agustus 2014: 71-84
berarah tenggara - barat laut sampai hampir utara- selatan. Adanya endapan sungai yang telah terangkat menunjukkan bahwa sesar ini masih aktif. Hasil analisis stereonet menunjukkan bahwa gaya utama terbesar (α1) berarah utara - selatan (Gambar 5). Gaya ini diduga berhubungan dengan tumbukan Samudra Hindia dan Lempeng Eurasia. Pada awalnya sesar ini diduga terbentuk pada Miosen Akhir, dan mungkin berhubungan dengan pengaktifan kembali tunjaman di atas, yang pada Miosen Tengah berhenti, dan kemudian lokasinya berimpit dengan tunjaman sekarang (Asikin, 1974). Hasil analisis pada satuan batuan andesit menunjukkan gaya utamanya juga relatif utara - selatan, yang berarti juga berhubungan dengan penunjaman juga. Pengaktifan kembali Sesar Genteng berhubungan dengan tektonik Plio-Plistosen yang pergerakannya mencapai puncak, kemudian menurun, walaupun masih aktif sampai sekarang. Pantai Pekalongan dan sekitarnya Wilayah pantai merupakan batas antara darat dan laut (Wikipedia, 2014). Wilayah ini sangat dinamis dan sangat mudah me-ngalami perubahan. Bentuk kawasan/garis pantai dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya morfologi pantai, pasokan sedimen, naik turunnya permukaaan air laut, gelombang, dan arus pasang-surut. Terjadi-nya aktivitas gunung api dan terbentuknya ge-antiklin Jawa pada Plio-Plistosen (van Bemmelen, 1949) mengakibatkan mulai terbentuknya sungai yang mengalir ke arah utara, dan mengakibatkan terbentuknya pantai utara Jawa. Kawasan pesisir daerah penelitian yang merupakan bagian pantai utara Jawa merupakan dataran aluvium cukup luas dan termasuk ke dalam dataran aluvium Jawa Utara (van Bemmelen, 1949). Berdasarkan penampakan pada citra, kawasan pantai ini tersusun oleh beberapa endapan delta, yaitu Delta Kupang, Sengkarang, Sragi, Comal, 78
Waluh, dan Delta Rambut; dan pasir pematang pantai serta endapan aluvium. Pasokan material di kawasan pantai ini berasal dari DAS Lojanan, DAS Kupang. DAS Sengkarang, DAS Sragi, DAS Comal, DAS Waluh, dan DAS Rambat. Untuk mengetahui perubahan pantai digunakan peta topografi tahun 1965, dan citra multi waktu yang terdiri atas citra landsat MSS (multi spectral scanner) 1978, citra landsat ETM (enhance thematic mapper) 2003, dan citra landsat LDCM (Landsat Data Continuity Mission) 2013 (Gambar 10). Perubahan garis pantai di daerah penelitian dapat diamati dengan jelas (Gambar 11). Antara tahun 1965 - 1978 pantai di bagian timur terlihat maju, di sebelah barat muara Kali Sragi pantai relatif mundur, di muara Kali Comal berubah sangat signifikan, dan di bagian barat pantai pada umumnya tidak berubah, kecuali di muara Kali Rambut pantai maju sedikit. Antara tahun 1978 - 2003, di bagian timur, pantai relatif mundur, di muara Kali Comal pantai maju, dan di bagian barat stabil. Antara tahun 2003 - 2013, pada umumnya tidak ada perubahan, kecuali di muara Kali Comal pantai maju, dan di sebalah barat muara Kali Sragi pantai relatif mundur. Perubahan pantai di bagian timur tidak banyak berubah, ada penambahan darat sedikit selama 1978 - 2003. Hal ini disebabkan oleh adanya endapan kipas aluvium di bagian hulu (DAS Lojanan, DAS Kupang, dan DAS Sengkarang), sehingga material yang dibawa sungai tidak terlalu banyak. Di sebelah barat muara Kali Lojanan dan Kali Kupang terdapat pengurangan daratan (1978 - 2003), yang disebabkan adanya abrasi, namun di bagian barat mulut sungai dibangun suatu bangunan untuk membelokkan arus dari sungai, sehingga antara tahun 2003 sampai 2013 pantai menjadi tidak berubah. Di barat muara Kali Sragi cenderung terjadi abrasi cukup besar. Garis pantai di daerah ini pada tahun 1965, 1978,
Dinamika Sesar Genteng Kaitannya dengan Perubahan Pantai Comal, Pekalongan (Sidarto)
a
b
c
Gambar 10. Citra multi waktu yang digunakan. Citra landsat MSS band 7 (a), Citra Landsat ETM7+ (2003), RGB 457 (b), Citra Landsat LDCM. (2013), RGB 5,6,7 (c).
109o20' BT Keterangan:
109o30'
109o40' BT
U
Garis pantai 2013 Garis pantai 2003 Garis pantai 1978
LAUT JAWA
Garis pantai 1965 0
5
10
t bu Ra m
l
Kali
li
Pekalongan
ome
Ka
C Kali
Pemalang
6o 50' LS
km
Sungai purba
Kali Waluh
6o 50' LS
Sungai
i
Srag Ka 7o LS
elo li W
Ka
el Co m Ka li
7o LS
anan
g
an
ar
g
gk
109o30'
Kali Loj
n Se
an up
li K
li Ka
Kali Genteng
109o20' BT
109o40' BT
Gambar 11. Perubahan garis pantai daerah Pekalongan. 79
Majalah Geologi Indonesia, Vol. 29 No. 2 Agustus 2014: 71-84
2003, dan 2013 mundur. Hal ini mungkin disebabkan oleh keberadaan bendungan di daerah Kroyan, sehingga material yang dibawa sungai lebih sedikit. Volume airnya terutama pada musim hujan membuat arus lebih besar dan mengakibatkan abrasi ke arah barat. Perubahan garis pantai yang sangat cepat terdapat di muara Kali Comal, terutama antara tahun 1965 - 1978, sehingga menjadi bahasan utama dalam tulisan ini. Sementara di bagian barat daerah penelitian garis pantai hampir stabil. Muara Comal Pada peta topografi tahun 1965, muara Kali Comal membentuk delta berarah utara-barat laut; sedangkan pada citra landsat 1978, 2003, dan 2013 aliran Kali Comal mengarah ke utara. Menurut bentuk sungai baru yang lurus, kemungkinan aliran sungai ini sudah direkayasa, sebab sungai lama relatif sempit dan ber-meander, sehingga alirannya pelan dan dapat menimbulkan banjir di daerah Pekalongan bagian barat. Sungai baru membentuk delta berarah utara-selatan dan perubahan pantainya sangat signifikan. Berdasarkan bentuk deltanya, penyebab utamanya adalah jumlah material yang dibawa oleh sungai cukup besar. Untuk itu dilakukan analisis DAS Comal. Di bagian hulu, DAS Comal dapat dibagi menjadi sub-DAS Comal dan sub-DAS Genteng (Gambar 12). Sub-DAS Comal Sub-DAS ini berhulu di lereng Gunung Api Slamet yang masih aktif, dengan morfologi perbukitan pegunungan - dataran bergelombang. Sungai utama adalah Kali Comal dengan cabang-cabang utamanya yang terdiri atas Kali Polaga, Kali Lumeneng, Kali Wakung, Kali Rajasa, dan Kali Granggang. Batuan penyusun sub-DAS ini terdiri atas satuan batulempung-batupasir dan satuan batupasir, yang telah terlipatkan (adanya antiklin dan sinklin) dan tersesarkan; endapan 80
teras, dan batuan Gunung Api Slamet (Gambar 13). Sementara itu, tata guna lahannya (Gambar 14) terdiri atas hutan terutama di bagian hulu, kebun, sawah irigasi, sawah tadah hujan, tegalan, belukar, lapangan berumput, dan pemukiman. Sebelum mencapai muara, sungai ini melalui morfologi perbukitan yang menahan laju air sungai dan menyebabkan terbentuknya beberapa cekungan yang diisi oleh batuan hasil kegiatan Gunung Slamet (Qhv) dan ditutupi oleh sawah beririgasi. Beberapa lembah sungai membentuk huruf “U”, berkelok, dan ditempati pedataran. Hal ini menunjukkan bahwa proses erosi menyamping lebih dominan dibandingkan erosi vertikal. Adanya beberapa cekungan menunjukkan sudah terjadi proses pengendapan. Sub-DAS ini hampir sama dengan DAS Waluh dan DAS Rambut (di sebelah baratnya) yang tersusun oleh batuan sama. Pada kedua DAS terakhir tidak terlihat adanya perubahan pantai. Berdasarkan bentuk lembah U dan berkelok, adanya beberapa cekungan, yang bermorfologi datar dan adanya penghalang perbukitan, tata guna lahan di daerah bermorfologi tinggi yang di dominasi oleh hutan dan kebun, dan kesebandingan dengan DAS Waluh dan DAS Rambut, sub-DAS Comal ini tidak cukup banyak membawa material yang mengakibatkan perubahan Muara Comal. Sub-DAS Genteng Sub-DAS Genteng memanjang berarah selatan tenggara - utara barat laut. Di bagian hulu membentuk morfologi punggungan yang diapit oleh dua sungai, Kali Genteng di bagian timur dan Kali Keruh di barat. Kemudian kedua sungai ini menyatu menjadi Kali Genteng utama. Kali Genteng utama (bagian bawah) lembahnya lebar, dalam, dan lurus. Sungai mengalir di atas satuan batulempung-batupasir, satuan batupasir, dan endapan aluvium, dan mengalir sepanjang zona Sesar Genteng. Lereng barat
Dinamika Sesar Genteng Kaitannya dengan Perubahan Pantai Comal, Pekalongan (Sidarto)
109o30' BT
6o 50' LS
6o 50' LS
109o20' BT
U Keterangan: Sungai 0
5
10
km
7o
7o
Batas sub-DAS
sub-DAS Comal
7o10' LS
7o10' LS
sub-DAS Genteng
109o20' BT
109o30' BT
Gambar 12. Sub-DAS Comal dan sub-DAS Genteng pada citra DEM. 109o20' BT
109o30' BT
Keterangan: Qa Endapan aluvial
Tma Tmpv Tmps Tms
*
sub-DAS Comal 5
10
km
Satuan batupasir Satuan batulempung-batupasir Antiklin Sinklin Sesar mendatar Sesar naik Tmps Jurus dan kemiringan lapisan Batas satuan Tms Sungai
Korelasi satuan peta
Tps
Umur Tms
Tmps
Tmps
7o10' LS
Qa
Qf
Qps
Plistosen Akhir
Tengah
Qhv Qv Qtv
Awal
Tmps
Akhir
Tmpv
Tma
Tms
Awal
Tms Tms
Satuan batuuan
Holosen
Tms
Qhv Tmps
0
Qa
7oLS
Qtv
sub-DAS Genteng Tms Tmpv
Tmps
Tms
Qv Qhv
Tms
Tmps Qtv Qhv
Qtv
7o10' LS
7oLS
Qv Qps
Pliosen
Qhv
U
Endapan kipas aluvium Batuan gunung api Holosen Batuan gunung api Kuarter Endapan teras Batuan gunung api Pli-Plistosen Satuan andesit Satuan batuan gunung api
Miosen
Qf
Qhv Tma Tms Tmpv
109o20' BT
109o30' BT
Gambar 13. Peta geologi inderaan jauh Sub-DAS Comal dan sub-DAS Genteng. 81
Majalah Geologi Indonesia, Vol. 29 No. 2 Agustus 2014: 71-84
109o20' BT
109o30' BT
U
Pemukiman Rumput Semak belukar Tegalan Sawah tadah hujan Sawah irigasi Kebun Hutan Batas DAS Sungai
sub-DAS Comal 0
5
km
10
7o LS
7o LS
Keterangan:
o
7o10' LS
7 10' LS
sub-DAS Genteng
109 20' BT o
109 30' BT o
Gambar 14. Tata guna lahan Sub-DAS Comal dan sub-DAS Genteng.
ditutupi oleh kebun, sawah tadah hujan, tegalan, dan semak belukar. Di bagian lembah terdapat sawah beririgasi, daerah berumput terutama pada gosong pasir, pemukiman, dan dibagian lereng timur ditutupi oleh sawah tadah hujan, semak belukar, kebun, pemukiman, dan tegalan. Ke arah hulu, kawasan ditempati oleh aliran Kali Genteng dan Kali Asahan. Kali Genteng membentuk lembah lebar dan mengalir pada satuan batulempung-batupasir, batuan gunung api Miosen, satuan andesit, batuan gunung api Plio-Plistosen (QTv), dan batuan gunung api Kuarter (Qv dan Qhv). Tutupan lahannya terdiri atas sawah tadah hujan, kebun, tegalan, semak belukar, dan rumput. Berdasarkan data tersebut, proses erosi dan pelapukan cukup aktif. Sementara itu, Kali Asahan membentuk lembah sempit dan dalam, tebing bagian timur sangat terjal, lembah merupakan zona Sesar Genteng dan diisi oleh endapan kipas aluvium yang 82
berupa guguran lahar, tebing timurnya terdiri atas andesit, dan tutupan lahannya berupa sawah tadah hujan, beberapa pemukiman dan di bagian bawah tegalan. Proses erosi dan pelapukan intensif, serta terdapat beberapa lokasi tanah longsor. Kali Keruh membentuk lembah V (lebar dan dalam) dengan batuan penyusun yang terdiri atas satuan batulempung-batupasir, batuan gunung api Plio-Plistosen, dan andesit. Tata guna lahannya adalah kebun, sawah tadah hujan, tegalan, rumput, dan pemukiman. Berdasarkan bentuk lembah, batuan penyusun, dan tata guna lahan, erosi sepanjang Kali Keruh cukup aktif. Namun sebelum masuk ke Kali Genteng, sungai ini melewati satuan batuan andesit yang sangat keras, sehingga lebar sungai mengecil, banyak material yang dibawa tertahan di daerah ini, dan di sepanjang sungai terdapat beberapa gosong pasir (point bar) yang ditumbuhi rumput.
Dinamika Sesar Genteng Kaitannya dengan Perubahan Pantai Comal, Pekalongan (Sidarto)
Dari uraian di atas dapat dibuat suatu ringkasan bahwa material pemasok ke muara Kali Comal didominasi dari subDAS Genteng. Sub-DAS ini dikontrol oleh Sesar Genteng, yang memanjang dari Kali Genteng (bagian bawah) ke Kali Asahan. Lembah Kali Asahan yang merupakan zona Sesar Genteng dan batuannya tersusun oleh guguran lahar adalah daerah labil, sehingga sangat potensial terjadi tanah longsor. Tutupan lahannya berupa sawah tadah hujan (basah pada musim hujan dan kering pada saat kemarau), dan proses pelapukan sangat kuat. Material hasil pelapukan dan hasil longsoran ini berupa material lepas, yang akan mudah terangkut ke muara, dan mengontrol perubahan pantai di muara Kali Comal. Jadi peran Sesar Genteng terhadap perubahan pantai Comal adalah sebagai penyedia material, yang kemudian terangkut oleh sungai menuju pantai. KESIMPULAN • Sesar Genteng mulai aktif sejak Miosen Akhir sebagai normal right strike-slip fault; dan teraktifkan kembali pada Plio-Plistosen sebagai sesar mendatar regional. Sesar ini masih aktif sampai sekarang. • Perkembangan pantai Pekalongan di bagian timur dan barat relatif stabil, sedangkan perubahan pantai di muara Comal berubah secara cepat terutama pada tahun 1965 - 1978. • Di bagian hulu, DAS Comal dibagi menjadi dua sub-DAS, yaitu sub-DAS Comal dan sub-DAS Genteng. SubDAS Comal memasok material tidak cukup banyak, sedangkan sub-DAS Genteng merupakan pemasok utama. • Sesar Genteng yang besar dan aktif, ditunjang oleh batuan penyusun dan tutupan lahannya menyediakan material lepas cukup besar yang mudah terangkut
oleh kali Comal, dan mempengaruhi perubahan garis pantai. • Peran Sesar Genteng secara tidak langsung mempengaruhi terhadap perubahan pantai Comal, sebab berfungsi sebagai penyedia material. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada tim penelitian struktur geologi Pekalongan Selatan yang telah membantu pengecekan lapangan. ACUAN Anderson, E.M., 1951. The dinamics of faulting and dike deformation with application to Britain. Oliver and Boyd, Edinburgh, second edition revised, 206h. Asikin, S., 1974. Evolusi geologi Jawa Tengah dan sekitarnya ditijau dari teori tektonik lempeng dunia yang baru. Tesis doktor Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Industri, ITB Bandung, tidak diterbitkan. Condon, W.H., Pardyanto, L., Ketner, K.B., Amin, T.C., Gafoer, S., dan Samodra, H., 1996. Peta Geologi Lembar Banjarnegara dan Pekalongan, Jawa, skala 1:100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Clements, B. dan Hall., R., 2007. Cretaceous to Late Miocene stratigraphic and tectonic evolution of West Java. Proceedings of Indonesian Petroleum Association Convention 31st, Jakarta. Dibyontoro, H. dan Sutisna. S., 1977. Peta Anomali Bouguer Lembar Banjarnegara dan Pekalongan, skala 1:100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Djuri, M., Samodra, H., Amin, T.C., dan Gafour, S., 1996. Peta Geologi Lembar Purwokerto dan Tegal, skala 1:100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Rickard, M.J., 1972. Fault classification: discussion. Geological Society of America Bulletin, 83, h.2545-2546. Satyana, A.H., 2007. Kontribusi eksplorasi hidrokarbon dalam beberapa pemikiran baru geodinamika. 83
Majalah Geologi Indonesia, Vol. 29 No. 2 Agustus 2014: 71-84 Prosiding Seminar Nasional Geologi Indonesia: Dinamika dan Produknya, Pusat Survei Geologi, Badan Geologi. Sudarmono, S., Ernawan, T., Otong, H.G., dan Marlan, 1995. Peta Anomali Bouguer Lembar Purwokerto dan Tegal, skala 1:100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
84
Wikipedia, 2014. Coast. http://en.wikipedia.org/ wiki/Coast. Van Bemmelen, R.W., 1949. The geology of Indonesia. Government Printing Office, The Haque, 732h.